PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM NOVEL KORUPSI...

161
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM NOVEL KORUPSI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Disusun oleh : Taufik Hidayatulloh NIM : 1111013000101 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M

Transcript of PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM NOVEL KORUPSI...

  • PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM NOVEL KORUPSI

    KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

    DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN

    BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

    Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

    Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

    Disusun oleh :

    Taufik Hidayatulloh

    NIM : 1111013000101

    JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1437 H / 2016 M

  • LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

    PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM NOVEL KORUPSIKARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

    DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARANBAHASA DAN SASTRA INDONESIA

    SKRIPSI

    Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruanuntuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.pd,)

    Oleh:

    Taufik HidavatullahNIM : 1111013000101

    NIP. 19771030 200802 2 009

    JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

    FAKULTAS ILMU TARBIYAII DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAII

    JAKARTA

    1437 Itt20t6I]uI

  • LEMBAR PBNGESAHAN UJIAN MUNAQASA}I

    Slaipsi Berjudul Pendidikan Antikorupsi.dalam Novel Korupsi Karya

    Pramoedya Ananta Toer dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan

    Sastra Indonesia disnsun oleh Taufik Ilidayatulloh Nomor Induk Mahasiswa

    11L101300010L, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah

    pada tanggal 14 Juli 2016 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak

    memperoleh gelar Sarjana Sl (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sasta

    Indonesia.

    Jakarta, 14 Juli 2016

    Panitia Ujian Munaqasah

    Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi) TanggalMakwn s-ubukLM.rrum. 9.-.91.:.Pll'NIP. 19800305200901 I 015

    S eketaris P anitia (S ekretaris Jurus anlProdi)

    Dona Aii Karunia Putra. MA.NIP. 19E40409201101 I 015

    Penguji I

    NoYi Diah Haryanti. M.Hum.NIP. 19841 126 201s03 2 007

    Penguji II

    Nurvati Diihadah. M.Pd.. MA.NIP. 19660829 199903 2 003

    fe- of'?o\C

    l3 -o? . zotL

    Tanda Tanqan ,-

    ryD/mtu*--

    tl- o7 -zorl

    Mengetahui,

    Tarbffihdan Keguruan

  • KEMENTERIAN AGAMAUIN JAKARTAFITKJl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 lndonesia

    FORM (FR)

    No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089Tgl. Terbit : 1 Maret 2010No. Revisi: : 01Hal 1t1

    SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

    Taufik Hidayatulloh

    Jakarta, 11 Juli 1991

    I 1 1 1013000101

    Pendidikan Bahasa'dan Sasha Indonesia

    Pendidikan Antikorupsi dalam Novel Korupsi Karya

    Pramoedya Ananta Toer dan Implikasinya pada Pernbelajaran

    Bahasa dan Sasta Indonesia

    Dosen Pernbimbing: l. Rosida Erowati, M.Hum.

    dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri

    dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

    Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Wisuda.

    Nama

    TempaUTgl.Lahir

    NIM

    Jurusan / Prodi

    Judul Skripsi

    Jakarta, 24 Jlur;ri2016

    NIM. 1111013000101

  • Setiap manusia dibekali oleh Allah naluri untuk berbuat kebaikan dan kejahatan,

    termasuk korupsi. Untuk itu diperlukan upaya mempertebal iman dalam diri dan membuat

    sistem yang menutup peluang melakukan korupsi.

    (Alm. KH. Dzainuddin MZ.)

  • i

    ABSTRAK

    Taufik Hidayatulloh, 1111013000101, Pendidikan Antikorupsi dalam Novel

    Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer dan Implikasinya pada Pembelajaran

    Bahasa dan Sastra Indonesia. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta. Pembimbing : Rosida Erowati, M.Hum.

    Novel Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer merupakan novel yang

    menggambarkan konflik batin seorang tokoh utama dalam upayanya mencari

    ketenangan hidup. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pendidikan

    antikorupsi dalam novel Korupsi dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra

    di SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

    Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode penentuan

    unit analisis, pencatatan data dan analisis isi.

    Hasil penelitian menunjukkan novel Korupsi memiliki unsur intrinsik yang

    mendukung tema minor harta-tahta-wanita dan tema mayor konflik batin tokoh

    Bakir dalam usahanya mencari ketenangan hidup yang menurutnya hanya didapat

    dengan memiliki harta. Kemudian, korupsi dipilih sebagai respon atas

    berkurangnya harta benda akibat gaji yang kurang memadai dan pandangannya

    terhadap harta rekan kerja yang disangkanya hasil dari korupsi. Selain tema minor

    dan mayor yang diusung PAT, novel Korupsi memuat pendidikan antikorupsi

    yang dapat diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di

    tingkat SMA kelas XI (Sebelas). Pendidikan antikorupsi dapat dipelajari dari jerat

    lingkaran korupsi yang memperlihatkan seorang yang mencoba melakukan

    korupsi akan senantiasa berkutat di lingkaran korupsi. Untuk mencegahnya dapat

    dilakukan dengan menanamkan nilai antikorupsi yang meliputi, kejujuran,

    tanggung jawab, disiplin dan sederhana.

    Kata Kunci : Pendidikan Antikorupsi, Novel Korupsi, Pramoedya Ananta Toer.

  • ii

    ABSTRACT

    Taufik Hidayatulloh, 1111013000101, "Anti-corruption Education in the Novel

    Corruption by Pramoedya Ananta Toer and Its Implication of Indonesian

    Language and Literature Learning in High School. Departement of Indonesian

    Language and Literature Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science,

    State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. Supervisor: Rosida Erowati,

    M.Hum.

    Corruption novel by Pramoedya Ananta Toer is a novel that describes the inner

    conflict of a main character in his quest for peace of life. This study have a

    purposed to knowing the anti-corruption education in the novel Corruption and

    its implication of Indonesian language and literature learning in high school. The

    method used in the writing of the paper is a qualitative descriptive. Data collection

    in this study using the method determining the unit of analysis, data recording and

    analysis.

    The results showed the corruption of the novel has elements of intrinsic support

    the theme of minor treasure-throne-women and the major theme of inner conflict

    Bakir figures in the quest for peace of life which he only obtained with

    possession. Then, corruption is chosen in response to the reduction in property

    due to inadequate salaries and views on treasure colleagues he thought the result

    of corruption. In addition to minor and major themes that carried PAT, the novel

    Corruption contains anti-corruption education to be implicated of Indonesian

    language and literature learning at the high school level class XI (Eleven). Anti-

    corruption education can be learned from the snare of the corruption circle shows

    a man who tried to do corruption will continue stuggling in the circle of

    corruption. To prevent this can be done by instilling values that include anti-

    corruption, honesty, responsibility, discipline and simple.

    Keywords : Anti-corruption Education, Novel Corruption, Pramoedya Ananta

    Toer

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena

    berkat rahmat dan hidayahnya, skripsi yang berjudul Pendidikan

    Antikorupsi dalam Novel Korupsi Karya Pramoedya Ananta Toer dan

    Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada

    akhirnya dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu

    tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW karena kehadirannya

    merupakan rahmat bagi alam semesta.

    Selama lebih dari sembilan bulan proses pengerjaan skripsi, penulis

    begitu banyak menemui lika-liku hambatan yang mewarnai proses

    penulisan skripsi, dari beragamnya opsi pembahasan yang menarik untuk

    diteliti khususnya novel lain yang memiliki tema serupa yakni korupsi,

    hingga perubahan judul atas saran dosen pembimbing. Kemudian, hal

    tersebut menjadi motivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

    Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada nama-nama

    berikut.

    1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu

    Tarbiyah dan Keguruan;

    2. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Kepala Jurusan Pendidikan

    Bahasa dan Sastra Indonesia;

    3. Dona Aji Karunia Putra, M.A., selaku Sekretaris Jurusan

    Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia;

    4. Rosida Erowati, M.Hum., selaku pembimbing dalam penulisan

    skripsi yang selalu memberikan arahan dengan ilmu yang

    meningkatkan pengetahuan penulis. Terima kasih atas arahan,

    motivasi, bimbingan dan kesabaran Ibu selama ini;

    5. Novi Diah Haryanti, M.Hum., selaku penguji I dan Nuryati

    Djihadah, M.Pd., MA., selaku penguji II yang telah menguji

    penulis dalam sidang munaqosah dan memberikan saran maupun

    perbaikan yang memperkaya ilmu pengetahuan penulis dalam

    menyelesaikan skripsi ini;

    6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang

    telah memperkenalkan indahnya dunia sastra, keanekaragaman

    bahasa dan manfaat besar sebagai seorang pengajar;

  • iv

    7. Keluarga besar Kartama dan Taspiah selaku orang tua penulis,

    kakak Eka Novianty dan adik Kevin Dwi Indra Tama yang tiada

    henti-hentinya memberikan dukungan, baik doa, moral maupun

    moril sejak penulis lahir hingga kini;

    8. Teman skripsi seperjuangan, Meilinda Sari Rusmiyati, S.I.kom.,

    yang telah membantu penulisan skripsi dalam hal pencarian

    referensi serta harapan-harapan yang memotivasi penulis dalam

    menyelesaikan skripsi;

    9. Teman seperjuangan dalam menempuh program sarjana strata

    satu, seluruh mahasiswa Jurusan PBSI khususnya PBSI C

    angkatan 2011 dan anggota ROJALI yang telah memberikan

    banyak motivasi serta pengalaman hidup yang menjadikan

    perjalanan menempuh pendidikan ini menjadi penuh warna dan

    arti.

    Semoga semua bantuan doa, motivasi serta bimbingan yang telah

    diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Selain itu, penulis

    berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak agar

    dapat membantu meningkatkan mutu pembelajaran dan pengajaran bahasa

    dan sastra Indonesia.

    Jakarta, 24 Juni 2016

    Penulis

    Taufik Hidayatulloh

  • v

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL

    SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

    LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

    LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH

    ABSTRAK ............................................................................................................. i

    KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... v

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

    B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 7

    C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 7

    D. Rumusan Masalah ........................................................................... 8

    E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8

    F. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8

    G. Metodologi Penelitian ...................................................................... 9

    H. Penelitian yang Relevan ................................................................. 11

    BAB II LANDASAN TEORI

    A. Hakikat Korupsi ............................................................................. 13

    1. Definisi Korupsi ....................................................................... 13

    2. Pendidikan Antikorupsi .......................................................... 15

    B. Hakikat Novel ................................................................................ 18

    C. Unsur Intrinsik Novel .................................................................... 18

    D. Sosiologi Sastra ............................................................................. 32

    E. Hakikat Pembelajaran Sastra ......................................................... 33

    F. Pembelajaran Prosa dalam Kurikulum 2013 ................................. 35

    BAB III BIOGRAFI DAN PANDANGAN HIDUP

    A. Biografi Pramoedya Ananta Toer .................................................. 38

    B. Pandangan Hidup Pramoedya Ananta Toer ................................... 44

  • vi

    BAB IV HASIL PENELITIAN

    A. Unsur Intrinsik ............................................................................... 47

    1. Tema ....................................................................................... 47

    2. Penokohan .............................................................................. 50

    3. Alur .......................................................................................... 63

    4. Latar ......................................................................................... 72

    5. Sudut Pandang ......................................................................... 82

    6. Gaya Bahasa ............................................................................ 83

    B. Hasil Penelitian : Pendidikan Antikorupsi dalam Novel Korupsi .. 87

    1. Jerat Lingkaran Korupsi .......................................................... 87

    2. Nilai Antikorupsi ................................................................... 100

    C. Implikasi pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ......... 110

    BAB V PENUTUP

    A. Simpulan ....................................................................................... 115

    B. Saran ............................................................................................. 116

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 117

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    Lampiran 1 : RPP

    Lampiran 2 : Sinopsis

    PROFIL PENULIS

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pramoedya (selanjutnya; PAT) adalah tokoh non-politik ketika ia

    memulai karirnya. Namun, kelak ia harus membayar cukup mahal

    keterlibatannya dalam dunia politik, hingga meskipun dikenal sebagai tokoh

    sastra terkemuka ia juga dituduh telah menenggelamkan bakat kepenulisannya

    demi tujuan-tujuan politik.1 Meski menurut Ajip Rosidi, PAT merupakan

    orang yang tidak suka dengan organisasi dan keterlibatan PAT dalam sebuah

    organisasi hanya sebatas sebagai penulis yang menuangkan karyanya.2

    Keterlibatannya dalam dunia politik mengakibatkan dirinya keluar masuk

    penjara tanpa adanya proses hukum. Karya PAT dirampas dan dilarang terbit

    karena dituduh meresahkan masyarakat dan mengandung unsur kritik kepada

    pemerintah. Di tengah pelarangan yang digaungkan oleh pemerintah (dan

    sebagian masyarakat), karya-karya PAT justru mendapat sambutan baik dari

    dunia Internasional. Karya-karya tersebut bahkan diterjemahkan ke dalam 40

    bahasa.3 Hukuman pidana yang diterapkan pemerintah orde baru terhadap

    masyarakat yang memiliki kaitan dengan karya PAT mengakibatkan

    minimnya apresiasi. Banyak karya PAT yang kurang mendapat tempat di

    masyarakat kalau tidak disebut dilupakan, salah satunya novel Korupsi.

    Novel korupsi merupakan friksi kritik pada pamong pradja yang jatuh di

    atas perangkap korupsi.4

    Pada saat itu, pamong pradja sedang dalam sorotan

    permasalahan kesejahteraan pegawai dan kaitannya dengan kasus korupsi.

    1 Savitri Scherer, Pramoedya Ananta Toer: Luhur dalam Ideologi, (Depok: Komunitas

    Bambu, 2012), h. 1. 2 Ibid., h. xvii.

    3 Tahar Ben Jelloun, Korupsi, Terj. dari LHomme Rompu oleh Okke K.S. Zaimar, (Jakarta:

    PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), h. 5. 4 Mega Fiyani, Nilai Sosial dalam Novel Bukan Pasar Malam Karya Pramoedya Ananta

    Toer; Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

    Jakarta, 2011, h. 27, tidak dipublikasikan.

  • 2

    Rosihan Anwar dalam tulisannya Geger Dikalangan Pamong Pradja,

    memotret adanya indikasi kolusi (pada akhirnya korupsi) dalam tubuh

    pamong pradja. Indikasi tersebut muncul setelah pengangkatan pegawai

    pamong pradja baru yang dianggap hanya menguntungkan partai Menteri

    pada saat itu karena berlatar belakang anggota partai berkuasa.5

    Di Indonesia, novel Korupsi diterbitkan pertama kali oleh Majalah

    Indonesia, keluaran khusus No. 54 tahun 1954.6 Ketika itu, pemerintah

    mengeluarkan kebijakan pemotongan atas anggaran belanja PPK (Pendidikan

    Pengajaran dan Kebudayaan), yang mengakibatkan berlangsungnya krisis

    penerbitan.7 Keadaan ini mengakibatkan banyak penerbit pada masa itu tidak

    dapat berkembang. Selain itu, keadaan ekonomi masyarakat dalam periode

    tahun lima puluhan menjadikan roman, objek yang kurang menarik dari segi

    ekonomi. Hal ini berdampak pada jumlah pembaca potensial yang dapat

    mengeluarkan uang untuk membeli buku menjadi terbatas.8 Novel Korupsi

    kemudian diterbitkan kembali oleh majalah kebudayaan Nusantara pada 1961

    hingga menghasilkan cetakan ketiga pada 1964.9 Namun, pada 13 Oktober

    1965 PAT ditahan. Ia dituduh terlibat dalam Lekra yang dianggap oleh Orde

    Baru sebagai badan yang disusupi komunisme.10

    Citra buruk yang disebarkan

    Orde Baru kepada masyarakat kemudian turut mempengaruhi

    keberlangsungan karya-karya para anggota Lekra, termasuk karya PAT.

    Ketika proses penciptaan novel Korupsi (dan novel lainnya ditahun lima

    puluhan), keadaan sosial-ekonomi keluarga PAT sedang dalam kondisi sulit

    karena krisis keuangan dan tanggungan PAT terhadap saudaranya pasca

    5 Rosihan Anwar, Geger Dikalangan Pamong Pradja, Siasat Warta Sepekan, Jakarta, 10

    Oktober 1954, h. 5. 6 A.Teeuw, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer, (Jakarta:

    Dunia Pustaka Jaya, 1997), h. 403. 7 Koh Young Hun, Pramoedya Menggugat: Melacak Jejak Indonesia, (Jakarta: Gramedia

    Pustaka Utama, 2011)., h. 15. 8 Teeuw, op. cit., h. 195.

    9 Ibid., h. 403.

    10 Hun, op. cit., h. 20.

  • 3

    meninggalnya orang tua mereka. Hal ini berakibat tidak memungkinkannya

    untuk menciptakan roman yang serius dan lebih mengejar kuantitas

    penerbitan. Selama masa itu, PAT fanatik menulis demi keperluan rumah

    tangganya.11

    Dikalangan kritikus sastra, H.B. Jassin12

    dan A.Teeuw13

    menilai

    Korupsi sebagai novel yang kurang mengesankan. Rivai Apin menyorot tokoh

    Sirad yang dianggapnya sebagai tokoh mati.14

    PAT kemudian membela diri

    atas kritik yang ditujukan padanya; Pramoedya felt that the items examined

    by his critics were not of prime relevance to his work. He missed a discussion

    of the social message of his texts, as this was his main concern.15

    Dalam

    novel Korupsi, tujuan utama yang dimunculkan seperti kesederhanaan, sebab-

    akibat korupsi dan angkatan tua yang mentalnya ketularan kolonialisme justru

    tidak mendapat perhatian para kritikus.

    Novel Korupsi justru mendapat sambutan yang baik oleh dunia

    internasional, setidaknya Korupsi telah diterjemahkan ke dalam bahasa

    Belanda (Korruptie, Hein Vruggink Amsterdam, 1983) dan bahasa Prancis

    (Corruption, Denys Lombard Paris, 1981).16

    Novel Korupsi (bersama novel

    Bukan Pasar Malam dan Jejak Langkah) dalam edisi Prancis dikagumi oleh

    masyarakat Negeri Bonaparte itu.17

    Bahkan, menjadi inspirasi seorang penulis

    Maroko yang besar dan mahsyur di Prancis, Tahar Ben Jelloun, untuk turut

    merekam kejahatan ini dalam novelnya yang berjudul LHomme Rompu.18

    11

    Teeuw, op. cit., h. 29. 12

    HB. Jassin, Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essei, (Jakarta: Gunung

    Agung, 1962), h. 139. 13

    Teeuw, op. cit., h. 205. 14

    Rivai Apin, Tokoh2 Mati: Korupsi Novel Pramoedya Ananta Toer dalam Madjalah

    Indonesia, Siasat Warta Sepekan, Jakarta, 22 Agustus 1954, h. 25. 15

    Martina Heinschke, Between Gelanggang and Lekra: Pramoedyas Developing Literary

    Concepts, Jurnal Indonesia, Vol. 61, April 1966, h. 159. 16

    Teeuw, op. cit., h. 411. 17

    Bersihar Lubis, Narsisme Harap Minggir, Majalah Gamma, Jakarta, 31 Mei-6 Juni 2000,

    h. 92. 18

    Tahar Ben Jelloun, op. cit., h. 11.

  • 4

    Sepanjang perjalanan sastra Indonesia, telah banyak penulis dengan latar

    belakang zamannya masing-masing menuliskan novel dengan tema korupsi.

    Novel Jalan Tak Ada Ujung karya Muchtar Lubis dapat dikatakan sebagai

    perintis novel dengan tema korupsi pasca kemerdekaan, meskipun korupsi

    masih menjadi tema minor di tengah tema perjuangan yang dianggap masih

    hangat. Pada masa orde baru, terdapat novel Orang-Orang Proyek karya

    Ahmad Tohari yang menggambarkan tokoh yang memiliki pilihan melawan

    atau terbawa arus korupsi. Novel 86 karya Okky Madasari yang memiliki

    setting waktu pasca reformasi menggambarkan kejahatan korupsi yang

    semakin berkembang dan menjadi fenomena yang dianggap biasa, bahkan

    kebanyakan masyarakat seolah tidak memiliki pilihan dan terpaksa terbawa

    arus korupsi.

    PAT mendayagunakan jalinan peristiwa secara humanis dalam novel

    Korupsi bahwa permasalahan ini bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja,

    lewat permasalahan korupsi yang dibalut dengan harapan jamak seorang pria

    dalam urusan dunia, harta-tahta-wanita. Hal tersebut kemudian menimbulkan

    konflik batin tokoh utama antara mengejar kebahagiaan semu dan mencari

    ketenangan batin. Eratnya penggambaran konflik batin dirasa menjadi nilai

    yang paling menonjol di antara novel dengan tema serupa. Dengan pemilihan

    sudut pandang aku orang pertama dan cerita yang berfokus pada konflik batin

    tokoh utama, memudahkan narator mengeksplorasi sisi batin tokoh utama

    untuk memperoleh empati dari pembaca. Hal yang menarik justru karena

    pembaca diharapkan memberikan empati dari tokoh antihero, tokoh yang

    berbuat kejahatan namun diharapkan dapat memberikan nilai-nilai positif

    kepada pembaca.

    Dewasa ini praktik korupsi dianggap sebagai sebuah kejahatan yang tidak

    bisa dihindarkan. Dogma yang berkembang di masyarakat seperti kalau tidak

    korupsi kapan kaya, ujung-ujungnya duit, hingga uang terima kasih,

    menggambarkan kebiasaan masyarakat yang justru mendukung praktik

  • 5

    korupsi. Jika direlevansikan pada masa kini, novel Korupsi dapat dijadikan

    pembelajaran antikorupsi yang paling mendasar dalam diri manusia yakni

    niat. Dengan niat kesempatan dapat dibuka dan dengan niat pula kesempatan

    untuk korupsi dapat ditutup. Keluarga tokoh utama digambarkan sebagai

    keluarga yang menolak perilaku korup dan memilih untuk tetap sederhana

    (meski cenderung kekurangan). Biasanya para koruptor beralasan keadaan

    rumah tangga dan gaya hidup keluarga yang memaksa mereka melakukan

    korupsi. Hal ini dapat dijadikan pembelajaran bahwa diri kita sendirilah yang

    bisa menentukan apa yang akan dilakukan, korupsi atau berani jujur.

    Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi di Indonesia,

    namun hasilnya masih jauh dari harapan. Survei Corruption Perception Index

    (CPI) tahun 2015 yang dipublikasikan Transparancy International (TI)

    menunjukkan posisi Indonesia di urutan 88 dari 168 negara yang diukur.19

    Hal

    ini menjadi paradoks negara Islam terbesar di dunia, terutama pejabat muslim

    yang telah melakukan sumpah jabatan di atas Al-Quran. Salah satu Firman

    Allah SWT dalam Al-Quran berkaitan dengan harta berbunyi:

    20

    Ada dua cara dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi, yakni

    langkah represif (penindakan) dan langkah preventive (pencegahan).

    Tindakan dalam langkah pencegahan di antaranya upaya perbaikan sistem

    birokrasi dan yang paling penting adalah penyemaian bibit-bibit antikorupsi

    melalui jalur pendidikan. Penanaman nilai-nilai antikorupsi akan melahirkan

    generasi antikorupsi dimasa yang akan datang. Divisi Pencegahan KPK telah

    19

    Transparency International, Perbaikan Penegakan Hukum, Perkuat KPK, Benahi Layanan

    Publik, diakses pada 02/02/2016, 20.30 WIB dari www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/

    corruption-perceptions-index-2015 20

    Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara

    kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya

    kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,

    padahal kamu mengetahui. (Al-Baqarah: 188).

    http://www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/%20corruption-perceptions-index-2015http://www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/%20corruption-perceptions-index-2015

  • 6

    mengeluarkan program-program berkaitan dengan pencegahan korupsi, di

    antaranya membentuk program sekolah antikorupsi,21

    pelatihan guru,22

    pengadaan mata kuliah pendidikan antikorupsi di Perguruan Tinggi, hingga

    bersinergi dengan Kemdikbud dan Kemenag lewat penyelarasan kurikulum

    antikorupsi.23

    Namun, mengherankan memang bahwa gaung bidang

    pencegahan kurang menarik dibanding bidang penindakan yang mampu

    menyedot animo media.24

    Padahal, gerakan antikorupsi merupakan langkah

    awal yang ditempuh untuk mulai melakukan penanaman nilai ke arah yang

    lebih baik sejak usia muda dengan membangun karakter.

    Langkah preventive di dunia pendidikan dapat diterapkan dalam proses

    belajar pembelajaran. Salah satunya pengajaran sastra yang memiliki peran

    pemupukan karakter peserta didik. Namun, kurangnya ketersediaan karya

    sastra seperti novel yang bermutu di sekolah mengakibatkan pembelajaran

    analisis novel hanya sebatas kutipan teks. Sedianya, dengan membaca

    keseluruhan cerita, peserta didik akan memahami pesan tersirat di samping

    pesan tersurat yang disampaikan oleh penulis novel. Nilai-nilai yang

    terkandung di dalam novel dapat diresap oleh peserta didik dan secara tidak

    sadar merekonstruksi sikap dan kepribadian mereka. Adanya hubungan karya

    sastra dengan pembentukan kepribadian menunjukkan bahwa karya sastra

    mempunyai kesempatan untuk menjadi sarana dalam mengubah kondisi sosial

    masyarakatnya.

    Berkaitan dengan teori dan fakta terhadap novel Korupsi dan kondisi

    masyarakat Indonesia, peneliti tertarik mengkaji mengenai Pendidikan

    21

    Iman Santoso, 28 Siswa Lulus Sekolah Antikorupsi, Integrito, Jakarta, September-

    Oktober 2015, h. 54. 22

    Sheto Risky Prabowo, KPK Ajak 25 Guru Menulis Antikorupsi, Integrito, Jakarta,

    September-Oktober 2015, h. 37. 23

    Sheto Risky Prabowo, KPK Selaraskan Pendidikan Antikorupsi, Integrito, Jakarta,

    September-Oktober 2015, h. 7. 24

    Johan Budi, dkk., Menyalakan Lilin di Tengah Kegelapan, (Jakarta: Spora

    Communications, 2007), h. 75.

  • 7

    Antikorupsi dalam Novel Korupsi Karya Pramoedya Ananta Toer dan

    Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

    Kemudian, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber

    pengajaran yang menumbuhkan rasa kepedulian dan pengetahuan mengenai

    korupsi, supaya peserta didik memiliki rasa tanggung jawab atas apa yang

    terjadi pada negeri ini dan untuk menumbuhkan semangat antikorupsi sebagai

    generasi penerus bangsa.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka identifikasi

    masalah dapat diuraikan sebagai berikut :

    1. Sejarah kelam PAT menyebabkan banyak karyanya kurang mendapatkan

    apresiasi khususnya di Indonesia, salah satunya novel Korupsi.

    2. Perilaku menganggap korupsi sebagai suatu kewajaran yang berkembang

    di masyarakat menumbuhkan praktik korupsi. Hal ini terlihat dari

    tingginya angka korupsi di Indonesia.

    3. Langkah preventive kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Padahal,

    langkah ini merupakan tindakan yang efektif dan efesien karena akan

    mencegah perilaku korupsi dari akar, lewat penanaman karakter.

    4. Kurangnya ketersediaan novel yang bermutu di sekolah mengakibatkan

    terbatasnya pengetahuan siswa terhadap novel yang baik untuk mereka

    baca. Selain itu, mengakibatkan pembelajaran analisis novel hanya

    sebatas kutipan teks yang menyebabkan siswa tidak mengetahui nilai-

    nilai yang terdapat di dalam novel.

    C. Pembatasan Masalah

    Batasan masalah ini diharapkan agar dalam penelitian tidak meluas.

    Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu pendidikan

    antikorupsi dalam novel Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer dan

    implikasinya pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA.

  • 8

    D. Rumusan Masalah

    Agar penulisan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi

    permasalahan pada hal sebagai berikut :

    1. Bagaimana struktur pendidikan antikorupsi dideskripsikan dalam novel

    Korupsi karya PAT?

    2. Bagaimana implikasi pendidikan antikorupsi dideskripsikan dalam novel

    Korupsi karya PAT pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di

    SMA?

    E. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan perumusan dan pembatasan masalah maka tujuan penelitian

    adalah

    1. Mendeskripsikan struktur pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam

    novel Korupsi karya PAT.

    2. Mendeskripsikan implikasi pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam

    novel Korupsi karya PAT pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia

    di SMA.

    F. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi peneliti

    namun dapat bermanfaat untuk orang lain dalam rangka menumbuhkan

    semangat antikorupsi. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai

    berikut.

    1. Manfaat teoretis

    Sebagai hasil penelitian yang akan memperkaya bahan ajar terutama di

    bidang novel, karena novel merupakan salah satu materi yang diminati

    siswa. Namun, kurangnya novel bermutu terutama novel klasik yang

    dibaca, mengakibatkan kurangnya pengetahuan siswa.

    2. Manfaat praktis

  • 9

    a. Bagi guru bahasa dan sastra Indonesia, sebagai bahan pembelajaran

    untuk memudahkan guru dalam mengambil contoh pengajaran

    dengan tema antikorupsi.

    b. Bagi siswa, sebagai sarana pembelajaran dengan tema antikorupsi

    yang terdapat dalam karya sastra. Karya ini akan membuat siswa

    tertarik terhadap permasalahan antikorupsi.

    c. Bagi peneliti lain, sebagai bahan informasi ketika mengambil tema

    yang sama mengenai antikorupsi dan sebagai bahan perbaikan untuk

    penelitian ini.

    G. Metodologi Penelitian

    1. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini berlangsung dari bulan September 2015 sampai Juni 2016.

    Penelitian ini tidak terkait dengan tempat tertentu karena objek yang dikaji

    berupa naskah (teks) karya sastra yaitu novel.

    2. Metode Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

    deskriptif kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menggunakan data

    dekriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari objek yang diamati. Adapun

    langkah penelitian dalam metode kualitatif adalah definisi masalah,

    perumusan hipotesis, perumusan definisi operasional, merancang alat

    penyelidikan, pengumpulan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan

    melaporkan hasil penyelidikan.25

    Pengkajian ini bertujuan untuk

    mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang

    meliputi analisis dan interpretasi data tersebut.

    Untuk menginterpretasi data yang terdapat di dalam novel, diperlukan

    analisis intrinsik dengan menggunakan pendekatan objektif. Pendekatan

    objektif adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada

    25

    Boy S. Sabarguna, Analisis Data pada Penelitian Kualitatif, (Jakarta: UI-Press, 2005), h.

    10.

  • 10

    karya sastra.26

    Unsur yang dimaksud seperti tema, penokohan, alur, latar,

    sudut pandang dan gaya bahasa.

    Sastra merupakan komunikasi antara sastrawan dan pembacanya. Apa

    yang ditulis sastrawan di dalam karyanya adalah apa yang ingin diungkapkan

    kepada pembacanya. Dalam menyampaikan idenya, sastrawan tidak bisa

    dipisahkan dari latar belakang dan lingkungannya (alam semesta).27

    Untuk

    dapat memahami konteks perkembangan sosial masyarakat yang berkaitan

    dengan permasalahan korupsi yang terdapat di dalam novel ini, penulis juga

    menggunakan pendekatan ekstrinsik; pendekatan tradisional yang meliputi

    sosiologi sastra maupun psikologi sastra. Kedua pendekatan ini saling

    berkaitan karena memiliki objek yang sama, yaitu manifestasi manusia yang

    teridentifikasi dalam karya. Perbedaannya, objek sosiologi sastra adalah

    manusia dalam masyarakat sebagai transindividual, sedangkan objek

    psikologi sastra adalah manusia secara individual, tingkah laku sebagai

    manifestasi psike. Karena itulah, aspek-aspek psikologi bermanfaat bagi

    sosiologi sastra apabila memiliki nilai-nilai historis yang berhubungan dengan

    aspek-aspek kemanusiaan secara keseluruhan.28

    1. Sumber Data Penelitian

    Sumber data penelitian adalah tempat memperoleh data. Dalam penelitian

    ini yang menjadi subjek penelitian adalah pendidikan anti korupsi dalam

    novel Korupsi karya PAT. Sedangkan objek yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah novel Korupsi karya PAT yang diterbitkan oleh

    Hasta Mitra pada Februari 2002.

    2. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    teknik pustaka yakni teknik menggunakan sumber-sumber tertulis untuk

    26

    Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta:Grasindo,2008), h. 183. 27

    Ibid., h. 178. 28

    Nyoman Kutha Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)

    cet. ke 2, h. 13.

  • 11

    memperkuat informasi sebagai bahan dasar analisis. Teknik pustaka

    didapat dari berbagai sumber di antaranya buku, majalah, skripsi, file

    digital dan dokumen lain yang berkaitan dengan objek penelitian. Teknik

    pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan membaca novel

    Korupsi karya PAT kemudian mencatat teks yang menggambarkan

    pendidikan antikorupsi. Langkah berikutnya menganalisis dengan teknik

    kepustakaan berkenaan dengan pendidikan antikorupsi.

    3. Teknik Analisis Data

    Teknik analisis data adalah suatu cara yang digunakan untuk

    menguraikan keterangan-keterangan atau data-data yang diperoleh agar

    data tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Secara metodis, langkah

    kerja teknik analisis data dalam penelitian ini dapat disusun ke dalam

    langkah pokok, yaitu a) mendeskripsikan data dengan menggunakan

    pendekatan objektif untuk mengetahui kandungan unsur intrinsik yang

    terdapat di dalam novel berupa tema, penokohan, alur, latar dan gaya

    bahasa, b) menganalisis teks yang menggambarkan pendidikan

    antikorupsi dengan memanfaatkan pendekatan sosiologi sastra untuk

    mengetahui hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra

    yang berkaitan dengan permasalahan korupsi, dan c) hasil analisis

    tersebut kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pembelajaran pendidikan

    antikorupsi.

    H. Penelitian yang Relevan

    Penelitian mengenai novel karya PAT telah banyak dilakukan, baik di

    dalam maupun di luar negeri. Namun, sepanjang pencarian, penulis belum

    menemukan penelitian dengan fokus penelitian yang sama. Penelitian

    berkaitan dengan novel korupsi pernah dilakukan oleh mahasiswi

    Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Astri Adriani. Dalam tesisnya yang

    berjudul Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer dan LHomme Rompu karya

    Tahar Ben Jelloun sebagai karya sastra Francophone. Pemilihan novel

  • 12

    Korupsi dan LHomme Rompu didasarkan pada hubungan Indonesia dan

    Perancis, khususnya mengenai penerjemahan karya sastra. Astri Adriani

    mengungkapkan bahwa ide cerita LHomme Rompu merupakan sambutan

    terhadap novel Korupsi yang terjadi karena adanya dialog antarteks dan

    interteks.

    Selain itu, mahasiswa Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia,

    Ricky Sukandar. Dalam tesisnya yang berjudul Kajian Sosiologis dan Nilai

    Karakter dalam Novel Mengenai Korupsi serta Pemanfaatannya sebagai

    Bahan Ajar di SMA, Ricky Sukandar membahas gambaran sosiologis dan

    nilai karakter yang terkandung dalam novel Korupsi karya PAT, Orang-

    Orang Proyek karya Ahmad Tohari dan Sebuah Novel 86 karya Okky

    Madasari. Pemilihan novel-novel tersebut didasarkan pada latar dalam novel

    yang dirasa mewakili potret masyarakat pada zamannya masing-masing;

    Korupsi karya PAT perwakilan orde lama, Orang-Orang Proyek karya

    Ahmad Tohari mewakili orde baru dan Sebuah Novel 86 karya Okky

    Madasari pasca reformasi.

    Penelitian serupa pernah dipublikasikan oleh Ni Nyoman Subardini dalam

    jurnal yang diterbitkan Universitas Nasional (UNAS), dengan judul Potret

    Koruptor dalam Novel Korupsi. Dalam penelitiannya, Ni Nyoman Subardini

    mendeskripsikan fenomena korupsi dalam dua novel yakni novel Korupsi

    karya PAT dengan LHomme Rompu karya Taher Ben Jelloun. Hasilnya,

    kedua novel sama-sama menggambarkan sebuah fenomena korupsi dan pesan

    tersirat yang sama, yakni meskipun seorang koruptor telah sukses

    mengumpulkan hartanya, hati nuraninya belum tentu tenang karena ia harus

    selalu menjaga kebohongan-kebohongannya.

    Melihat penelitian sebelumnya terhadap novel Korupsi karya PAT,

    penelitian Pendidikan Antikorupsi dalam Novel Korupsi Karya Pramoedya

    Ananta Toer dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra

    Indonesia memiliki perbedaan fokus penelitian dibandingkan penelitian

  • 13

    sebelumnya. Penelitian ini mengungkapkan pendidikan antikorupsi dalam

    novel Korupsi yang kemudian dapat menambah khazanah pengetahuan dan

    menumbuhkan semangat antikorupsi dalam diri peserta didik.

  • 13

    BAB II

    LANDASAN TEORETIS

    Landasan teoretis yang diuraikan dalam penelitian ini pada dasarnya

    disusun untuk mendukung dan memperjelas penelitian ini sehubungan dengan

    masalah yang diteliti. Landasan teori yang relevan dengan penelitian ini

    diuraikan sebagai berikut.

    A. Hakikat Korupsi

    1. Definisi Korupsi

    Koruptologi, sebuah cabang ilmu pengetahuan baru yang bertujuan

    untuk mempelajari korupsi dari berbagai aspek ditawarkan Guru Besar

    Universitas Indonesia, Prof. Dr. Redatin Parwadi, M.A. Korupsi berasal

    dari kata Latin Coruptio atau Corruptus. Kemudian muncul dalam bahasa

    Inggris dan Prancis Corruption, dalam bahasa Belanda Corruptie.

    Corruptie selanjutnya masuk ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan

    Korupsi. Adapun logi berasal dari logos yang berarti ilmu atau

    pengetahuan. Sesuai dengan interdisiplinernya, koruptologi adalah ilmu

    pengetahuan sistematik yang menelaah korupsi dalam berbagai aspek,

    termasuk peraturan perundang-undangan dan pelanggaran terhadap

    peraturan mengenai korupsi.1

    Istilah korupsi yang telah diterima dalam pembendaharaan kata bahasa

    Indonesia terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kata korupsi

    diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara

    (perusahaan, organisasi, yayasan dsb) untuk keuntungan pribadi atau

    orang lain.2 Dalam dunia hukum Indonesia yang tercantum dalam pasal 2

    Undang-undang Nomor 31 Tahun 2001, korupsi didefinisikan sebagai

    1 Redatin Parwadi, Koruptologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h. 41.

    2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia

    Pustaka Utama, 2008), h. 736.

  • 14

    perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri atau

    orang lain (perseorangan atau korporasi) yang dapat merugikan keuangan

    atau perekonomian negara.3

    Bank Dunia membatasi pengertian korupsi hanya pada, pemanfaatan

    kekuasaan untuk mendapat keuntungan pribadi. Sedangkan, Transpency

    International (TI) mengartikan korupsi sebagai perilaku pejabat publik,

    politikus, pegawai negeri, yang secara tidak wajar/ilegal memperkaya diri

    atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya dengan

    menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan.4 Lebih spesifik,

    Boesono Soedarso mengartikan korupsi tidak hanya terbatas pada

    keterlibatan pejabat negara, tetapi siapapun orang yang melawan hukum

    untuk melakukan perbuatan memperkaya diri yang dapat merugikan

    keuangan negara atau perekonomian negara.5

    Hafidhuddin dalam Mansyur Semma memberikan gambaran korupsi

    dalam persepektif ajaran Islam. Dalam Islam, korupsi termasuk perbuatan

    fasad atau perbuatan yang merusak tatanan kehidupan. Pelakunya

    dikategorikan melakukan jinayah kubro (dosa besar).6 Korupsi mencakup

    penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan

    nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan

    pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan dan

    penipuan. Kemudian, suapan (sogokan) didefinisikan sebagai hadiah,

    penghargaan, pemberian atau keistimewaan yang dianugerahkan atau

    dijanjikan dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku,

    3 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional,

    (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 279. 4 Anwary, Perang Melawan Korupsi, (Jakarta: Institut Pengkajian Masalah-masalah Politik

    dan Ekonomi, 2012), h.126. 5 Boesono Soedarso, Latar Belakang Sejarah dan Kultural Korupsi di Indonesia, (Jakarta: UI

    Press, 2009), h. 10. 6 Mansyur Semma, Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia

    Indonesia dan Perilaku Politik, (Jakarta: Yayasan Obor, 2008), h. 33.

  • 15

    terutama dari seorang dalam kedudukan terpercaya (sebagai pejabat

    pemerintah).7

    Korupsi didahului oleh adanya niat, kemudian adanya kesempatan

    karena mempunyai kewenangan, didukung oleh lingkungan yang korup,

    dilanjutkan dengan tindakan korupsi, serta setelah berhasil, berusaha

    untuk mengamankan hasil dan menikmatinya. Jika dirumuskan sebagai

    berikut :

    Korupsi = Niat (Intention) + Kesempatan (Kekuasaan, Kewenangan)

    + Lingkungan Korup + Action (Tindakan Melakukan

    Korupsi) + Security (Mengamankan Hasil/ Menikmati).8

    Dari beberapa pengertian mengenai korupsi tersebut, dapat

    disimpulkan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan uang negara yang

    dilakukan perorangan, perusahaan, organisasi, yayasan dsb untuk

    keuntungan pribadi atau orang lain. Kemudian, dalam penelitian ini,

    digunakan rumus yang dikemukakan Redatin dalam menganalisis alur

    korupsi yang dilakukan tokoh dalam novel Korupsi.

    2. Pendidikan Antikorupsi

    Pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk memerangi korupsi

    dengan berbagai cara. KPK sebagai lembaga independen yang secara

    khusus menangani tindak korupsi dengan upaya pencegahan dan

    penindakan tindak korupsi. Namun di sisi lain, upaya penindakan

    membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Belum lagi jika dihitung dari

    dampak yang ditimbulkan bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

    Upaya memberantas korupsi yang paling murah dan efektif adalah dengan

    7 David H. Bayley, Akibat-akibat Korupsi pada Bangsa-bangsa sedang Berkembang, Terj.

    dari The Effect of Corruption In a Developing Nation oleh Muchtar Lubis dan James C.Scott, (Jakarta:

    LP3S, 1988), h. 86. 8 Redatin, op. cit., h. 56.

  • 16

    tindakan preventive (pencegahan), seperti pendidikan antikorupsi dan

    penanaman nilai-nilai integritas kepada anak-anak sejak dini.9

    Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor internal (niat) dan

    faktor eksternal (kesempatan). Niat lebih terkait dengan faktor individu

    yang meliputi perilaku dan nilai-nilai yang dianut sedangkan kesempatan

    terkait dengan sistem yang berlaku. Upaya pencegahan korupsi dapat

    dimulai dengan menanamkan nilai-nilai antikorupsi dalam diri individu.

    Setidaknya ada sembilan nilai antikorupsi yang penting untuk ditanamkan

    dalam diri individu, seperti :

    a. Kejujuran

    Kejujuran merupakan nilai dasar yang menjadi landasan utama

    bagi penegakan integritas diri seseorang. Tanpa adanya kejujuran

    mustahil seseorang bisa menjadi pribadi yang berintegritas. Seseorang

    dituntut untuk bisa berkata jujur dan transparan serta tidak berdusta

    baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.

    b. Kedisiplinan

    Ketekunan dan konsistensi untuk terus mengembangkan potensi

    diri membuat seseorang akan selalu mampu memberdayakan dirinya

    dalam menjalani tugasnya. Kepatuhan pada prinsip kebaikan dan

    kebenaran menjadi pegangan utama dalam bekerja.

    c. Tanggung Jawab

    Pribadi yang utuh dan mengenal diri dengan baik akan menyadari

    bahwa keberadaan dirinya di muka bumi adalah untuk melakukan

    perbuatan baik demi kemaslahatan sesama manusia.

    d. Kesederhanaan

    Pribadi yang berintegritas tinggi adalah seseorang yang menyadari

    kebutuhannya dan berupaya memenuhi kebutuhannya dengan

    9 Nanang Puspito (eds)., Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta:

    Kemendikbud, 2011), h. iii.

  • 17

    semestinya tanpa berlebih-lebihan. Ia tidak tergoda untuk hidup dalam

    gelimang kemewahan.

    e. Kepedulian

    Kepedulian sosial kepada sesama menjadikan seseorang memiliki

    sifat kasih sayang. Pribadi dengan jiwa sosial tidak akan tergoda untuk

    memperkaya diri sendiri dengan cara yang tidak benar, tetapi ia malah

    berupaya untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk

    membantu sesama.

    f. Kemandirian

    Kemandirian membentuk karakter yang kuat pada diri seseorang

    menjadi tidak bergantung terlalu banyak pada orang lain. Pribadi yang

    mandiri tidak akan menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang tidak

    bertanggung jawab demi mencapai keuntungan sesaat.

    g. Kerja keras

    Perbedaan nyata akan jelas terlihat antara seseorang yang

    mempunyai etos kerja dengan yang tidak memilikinya. Individu

    beretos kerja akan selalu berupaya meningkatkan kualitas hasil

    kerjanya demi terwujudnya kemanfaatan publik yang sebesar-

    besarnya.

    h. Keberanian

    Seseorang yang memiliki karakter kuat akan memiliki keberanian

    untuk menyatakan kebenaran dan menolak kebathilan. Ia tidak akan

    mentolerir adanya penyimpangan dan berani menyatakan

    penyangkalan secara tegas.

    i. Keadilan

    Pribadi dengan karakter yang adil akan menyadari bahwa apa

    yang dia terima sesuai dengan jerih payahnya. Ia tidak akan menuntut

    untuk mendapatkan lebih dari apa yang ia sudah upayakan. Bila ia

  • 18

    seorang pimpinan maka ia akan memberi kompensasi yang adil

    kepada bawahannya sesuai dengan kinerjanya.10

    Seperti yang telah dijelaskan bahwa penyebab korupsi terdiri dari

    faktor internal dan eksternal. Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya

    dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi kedua

    faktor tersebut dengan menanamkan nilai antikorupsi pada setiap

    individu.11

    Kemudian, dalam penelitian ini, digunakan nilai antikorupsi

    yang dikampanyekan KPK sebagai landasan dalam menanamkan nilai

    antikorupsi pada peserta didik.

    B. Hakikat Novel

    Novel adalah karya fiksi yang dibangun melalui berbagai unsur

    intrinsiknya. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat

    mirip dengan dunia nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa di dalamnya,

    sehingga seolah-olah seperti kenyataan. Seorang sastrawan memperlakukan

    kenyataan yang digunakan sebagai bahan mentah karya sastranya dengan cara

    meniru, memperbaiki, menambah atau menggabung-gabungkan kenyataan

    yang ada untuk dimasukkan ke dalam karya sastranya.12

    Istilah novel dalam bahasa Indonesia berasal dari istilah novel dalam

    bahasa Inggris yang berakar dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa

    Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang

    kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.

    Dewasa ini, istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama

    dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette) yang berarti sebuah karya

    prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak

    10

    Yuli Astuti, Nilai dan Prinsip Antikorupsi, diakses pada 02/04/16, 20.20 WIB, dari

    http://diskopukm.natunakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=119:komitmen-

    anti-korupsi&catid=58&Itemid=1150 11

    Nanang Puspito, op. cit., h. 75. 12

    Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta:Grasindo,2008), h. 46.

    http://diskopukm.natunakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=119:komitmen-anti-korupsi&catid=58&Itemid=1150http://diskopukm.natunakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=119:komitmen-anti-korupsi&catid=58&Itemid=1150

  • 19

    terlalu pendek.13

    Dari segi jumlah kata, maka biasanya suatu novel

    mengandung kata-kata yang berkisar antara 35.000 buah sampai tak terbatas

    jumlahnya.14

    Wellek dan Warren membagi ragam fiksi naratif menjadi dua, ragam fiksi

    naratif yang utama dalam bahasa Inggris disebut romance (romansa) dan

    novel. Novel bersifat realistis, sedangkan romansa bersifat puitis dan epic.

    Novel berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi: surat, jurnal, memoar

    atau biografi, kronik atau sejarah. Dapat dikatakan novel merupakan

    gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel

    itu ditulis. Sedangkan romansa ditulis dalam bahasa yang agung dan

    diperindah, menggambarkan apa yang tidak pernah terjadi dan tidak mungkin

    terjadi.15

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel adalah karangan prosa yang

    panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di

    sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.16

    Novel

    dibangun dari dua unsur yakni intrinsik dan ektrinsik. Dalam unsur intrinsik

    terdapat tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang dan gaya bahasa. Sedangkan

    unsur ektrinsik dapat berupa latar belakang penulis dan kondisi sosial pada

    saat novel tersebut dibuat. Kedua unsur tersebut saling berkaitan karena saling

    berpengaruh dalam sebuah karya sastra.

    Dari penjelasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa novel

    adalah sebuah karya sastra fiksi yang ditulis secara naratif dengan

    menggunakan unsur intrinsik sebagai unsur pembangun cerita. Novel ditulis

    oleh pengarang dengan mengambil inspirasi berdasarkan gambaran

    kehidupan.

    13 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

    2009), h. 12. 14

    Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 165.

    15

    Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Sastra, Terj. dari, Theory of Literature oleh

    Melanie Budianta, (Jakarta: Gramedia, 1993), h. 282. 16

    Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 969.

  • 20

    C. Unsur Intrinsik Novel

    Novel memiliki struktur yang membangun sebuah cerita di dalamnya.

    Salah satunya adalah unsur intrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang

    membangun karya sastra dari dalam yang akan mewujudkan struktur karya

    sastra seperti tema, penokohan, alur, latar, sudut pandang dan gaya bahasa.

    1. Tema

    Tema karya sastra selalu berkaitan dengan makna (pengalaman)

    kehidupan. Pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah hidup

    dan kehidupan itu menjadi tema dan atau sub-tema ke dalam karya fiksi

    sesuai dengan pengalaman, pengamatan dan interaksinya dengan

    lingkungan.

    Pada dasarnya tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Stanton

    dan Kenny dalam Nurgiyantoro menjelaskan tema adalah makna yang

    dikandung oleh sebuah cerita.17

    Makna sebuah cerita dapat lebih dari satu.

    Oleh sebab itu, banyak interpretasi yang muncul dari sebuah karya sastra.

    Hal ini yang menyebabkan sulitnya untuk menentukan tema pokok atau

    dapat disebut tema mayor.

    Tema mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau

    gagasan umum suatu karya. Menentukan tema pokok sebuah cerita pada

    hakikatnya merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan dan

    menilai, di antara sejumlah makna yang ditafsirkan dan dikandung oleh

    karya yang bersangkutan. Sedangkan, tema minor merupakan makna yang

    hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita dan dapat

    diidentifikasikan sebagai makna bagian, makna tambahan.18

    Menentukan tema merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena

    harus memperhatikan berbagai aspek, termasuk pemahaman cerita secara

    17

    Nurgiyantoro, op. cit., h. 114. 18

    Ibid., h. 133.

  • 21

    keseluruhan dan sudut pandang yang dipilih. Walau sulit ditentukan secara

    pasti, tema bukanlah makna yang disembunyikan. Untuk menentukan

    sebuah tema dapat disimpulkan dari keseluruhan cerita bukan hanya

    berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Kehadiran tema adalah

    terimplisit dan merasuki keseluruhan cerita.19

    Berdasarkan beberapa pemaparan yang telah diungkapkan, dapat

    disimpulkan bahwa tema adalah ide dasar atau gagasan pokok yang secara

    eksplisit terkandung dalam sebuah novel. Serangkaian peristiwa dapat

    diidentifikasikan berdasarkan tema mayor dan tema minor. Secara

    keseluruhan, untuk mendapatkan tema dalam sebuah novel diperlukan

    proses kesimpulan dari keseluruhan cerita.

    2. Tokoh dan Penokohan

    Sudjiman dalam Budianta mengemukakan tema adalah individu

    rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa

    dalam cerita.20

    Istilah tokoh merujuk pada orangnya atau pelaku cerita.

    Sedangkan, Jones dalam Nurgiyantoro berpendapat penokohan adalah

    pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam

    sebuah cerita. Penokohan dalam sebuah karya sastra merupakan cara

    pengarang untuk menampilkan watak, perwatakan dan karakter tokoh.

    Tokoh hanya merupakan karakter ciptaan pengarang, namun tokoh dalam

    karya sastra diharapkan sebagai seorang tokoh yang hidup secara wajar,

    sewajar sebagaimana kehidupan manusia.21

    Bentuk penokohan yang

    paling sederhana adalah pemberian nama.22

    Penafsiran kualitas penokohan

    dalam sebuah karya didasarkan pada penerimaan pembaca.

    Untuk menganalisis tokoh, dapat ditinjau dari berbagai sudut, di

    antaranya sebagai berikut:

    19

    Ibid., h. 116. 20

    Melanie Budianta, Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2002), h. 86. 21

    Nurgiyantoro, op. cit., h. 247-249. 22

    Wellek dan Warren, op. cit., h. 287.

  • 22

    1) Berdasarkan peranan dan keterlibatan dalam cerita, tokoh dapat

    dibedakan atas tokoh primer (utama), tokoh sekunder (tokoh bawahan)

    dan tokoh komplementer (tambahan).23

    Tokoh utama (central

    character, main character) adalah tokoh yang diutamakan

    penceritanya dalam novel. Ia merupakan tokoh yang paling banyak

    diceritakan. Tokoh utama dalam sebuah novel bisa lebih dari

    seseorang, walau kadar keutamaannya tidak (selalu) sama. Sementara

    itu, peran tokoh tambahan dalam cerita lebih sedikit, tidak

    dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan

    tokoh utama, secara langsung ataupun tidak langsung.

    2) Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh dapat dibedakan atas

    tokoh utama (antihero), tokoh utama (protagonis) dan yang terpenting

    adalah tokoh lawan (antagonis), yakni tokoh yang diciptakan untuk

    mengimbangi tokoh utama. Konflik di antara mereka itulah yang

    menjadi inti dan menggerakkan cerita.24

    Tokoh antihero adalah a

    main character in a dramatic or narrative work who is characterized

    by a lack of traditional heroic qualities, such as idealism or

    courage.25

    Lebih lanjut, Abrams memberikan pengertian antihero

    sebagaiThe chief person in a modern novel or play whose character

    is widely discrepant from that which we associate with the traditional

    protago- nist or hero of a serious literary work. Instead of manifesting

    largeness, dignity, power, or heroism, the antihero is petty,

    ignominious, passive, ineffectual, or dishonest.26

    Tokoh protagonis

    merupakan tokoh yang mendukung jalannya cerita, biasanya disertai

    nilai-nilai yang dikagumi (hero), sedangkan tokoh antagonis adalah

    23

    Siswanto, op. cit., h. 143. 24

    Budianta, loc. cit. 25

    The American Heritage Dictionary of the English Language, Antihero, diakses pada

    18/06/16, 21:00 WIB, dari http://thefreedictionary.com/antihero 26

    Abrams, A Glossary of Literary Terms, (United States of America: Cornell University,

    1999), h. 11.

    http://thefreedictionary.com/antihero

  • 23

    tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, baik secara langsung

    ataupun tidak langsung.27

    3) Berdasarkan perwatakannya, tokoh dapat dibagi menjadi tokoh

    sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang

    asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu.

    Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek

    kejutan bagi pembaca. Sedangkan, tokoh bulat merupakan tokoh yang

    memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi

    kepribadian dan jati dirinya.28

    4) Berdasarkan teknik pelukisan tokoh, setidaknya ada dua cara yakni

    teknik ekspositori dan teknik dramatik. Teknik ekspositori atau analitis

    adalah teknik pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan

    memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung.

    Sedangkan teknik dramatik adalah teknik yang digunakan pengarang

    dengan tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta

    tingkah laku para tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita

    untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas

    yang dilakukan.29

    Dari pemaparan yang telah diungkapkan, dapat disimpulkan bahwa

    tokoh adalah karakter ciptaan pengarang yang mengalami peristiwa dalam

    cerita dan memiliki penggambaran secara wajar seperti umumnya

    kehidupan manusia. Dalam penelitian ini, tokoh dan penokohan dibagi

    menjadi tokoh primer (utama), tokoh sekunder (tokoh bawahan) dan tokoh

    komplementer (tambahan) dengan memperhatikan bagaimana pengarang

    melukiskan tokoh, fungsi penampilan di dalam cerita dan memberikan

    watak yang mempengaruhi perkembangan cerita.

    27

    Nurgiyantoro, op. cit., h. 261. 28

    Ibid., h. 265-266. 29

    Ibid., h. 279-283.

  • 24

    3. Alur (Plot)

    Dalam teori-teori yang berkembang, plot juga dikenal dengan istilah

    struktur naratif, susunan dan juga sujet. Foster dalam Nurgiyantoro

    menjelaskan plot sebagai peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai

    penekanan pada adanya hubungan kausalitas.30

    Hubungan kausalitas

    diartikan sebagai hubungan sebab akibat, kemunculan peristiwa

    sebelumnya akan menyebabkan munculnya peristiwa lain. Kata kunci

    hubungan sebab-akibat antar peristiwa merupakan pembeda plot dengan

    jalan cerita yang hanya memperhatikan rentetan peristiwa. Jan Van

    Luxemburg dkk mengartikan alur adalah konstruksi yang dibuat pembaca

    mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logik dan kronologik

    saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.31

    Sudjiman dalam Siswanto membagi alur menjadi alur erat (ketat) dan

    alur longgar. Alur erat adalah jalinan peristiwa yang sangat padu di dalam

    suatu karya sastra; kalau salah satu peristiwa ditiadakan, keutuhan cerita

    akan terganggu. Alur longgar adalah jalinan peristiwa yang tidak padu di

    dalam karya sastra, meniadakan salah satu peristiwa tidak akan

    mengganggu jalan cerita.32

    Berdasarkan kriteria urutan waktu, plot dapat dibedakan menjadi plot

    lurus (progresif), plot sorot balik (flash back) dan plot campuran.

    a. Plot Lurus (Progresif)

    Plot sebuah novel dapat dikatakan progresif jika peristiwa-

    peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa (-

    peristiwa) yang pertama diikuti oleh (atau: menyebabkan

    terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Jika dituliskan

    30

    Ibid., h. 165-167. 31

    Jan Van Luxemburg, Mieke Bal dan Williem G Wetsteijn, Pengantar Ilmu Sastra, Terj.

    dari Inleiding In de Literatuurwetenschap oleh Dick Hartanto, (Jakarta: Gramedia, 1992), cet. 4, h.

    149. 32

    Siswanto, op. cit., h. 161.

  • 25

    dalam bentuk skema, secara garis besar plot progresif akan

    berwujud sebagai berikut.

    A B C D E

    b. Plot Sorot Balik (Flash Back)

    Urutan kejadian dalam plot ini tidak bersifat kronologis. Cerita

    tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal

    cerita secara logika), melainkan mungkin dari tahap tengah atau

    bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan.

    Jika dituliskan dalam bentuk skema, secara garis besar plot sorot

    balik akan berwujud sebagai berikut.

    D1 A B C D2 E

    c. Plot Campuran

    Secara garis besar plot sebuah novel mungkin progresif, tetapi di

    dalamnya, betapapun kadar kejadiannya, sering terdapat adegan-

    adegan sorot balik. Demikian pula sebaliknya. Jika dituliskan

    dalam bentuk skema, secara garis besar plot campuran akan

    berwujud sebagai berikut.

    E D1 A B C D233

    Aminudin dalam Siswanto membedakan tahapan-tahapan peristiwa

    atas pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian dan penyelesaian.

    1) Tahapan awal atau biasa disebut tahap perkenalan. Pada tahap ini

    pada umumnya diberi sejumlah informasi penting yang berkaitan

    dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap

    berikutnya. Dalam tahap ini pengarang memperkenalkan identitas

    tokoh, misalnya nama, asal, ciri fisik dan sifatnya.

    2) Tahapan konflik merupakan tahap ketegangan atau pertentangan

    antara dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan.

    33

    Nurgiyantoro, op. cit., h. 213-216.

  • 26

    Tahap ini dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian,

    menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai

    dimunculkan pada tahapan sebelumnya, menjadi semakin

    meningkat, semakin menegangkan.

    3) Tahapan komplikasi atau rumitan merupakan bagian tengah alur

    cerita rekaan yang mengembangkan tikaian. Dalam tahapan ini,

    konflik yang terjadi semakin tajam karena berbagai sebab dan

    berbagai kepentingan yang berbeda dari setiap tokoh.

    4) Tahapan klimaks merupakan bagian alur cerita rekaan yang

    melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi

    tanggapan emosional pembaca.

    5) Tahapan leraian merupakan bagian struktur alur sesudah tercapai

    klimaks. Pada tahap ini peristiwa-peristiwa yang terjadi

    menunjukkan perkembangan lakuan ke arah selesaian.

    6) Selesaian atau tahap akhir merupakan tahapan di mana segala

    permasalahan mulai terselesaikan, semua konflik mulai menemui

    jalan keluar atau akhir cerita. Dalam tahap ini semua masalah

    dapat diurai, kesalahpahaman dijelaskan, rahasia dibuka. Ada dua

    macam selesaian, tertutup dan terbuka. Selesaian tertutup adalah

    bentuk penyelesaian cerita yang diberikan oleh sastrawan.

    Selesaian terbuka adalah bentuk penyelesaian cerita yang

    diserahkan kepada pembaca. 34

    Dari berbagai pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan

    bahwa alur adalah berbagai peristiwa yang dialami oleh pelaku, diseleksi

    dan diurutkan berdasarkan sebab akibat untuk mencapai efek tertentu.

    Dalam penelitian ini, alur akan dibahas dengan memperhatikan tahapan

    peristiwa maupun jalinan peristiwa di dalamnya.

    34

    Siswanto, op. cit., h. 159-160.

  • 27

    4. Latar

    Latar adalah lingkungan yang dapat dianggap berfungsi sebagai

    metonimia atau metafora, ekspresi dari tokohnya. Latar juga dapat

    berfungsi sebagai penentu pokok; lingkungan yang dianggap sebagai

    penyebab fisik dan sosial, suatu kekuatan yang tidak dapat dikontrol oleh

    individu.35

    Latar dapat berupa segala keterangan mengenai waktu, ruang

    dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.36

    Latar memberikan

    pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal penting untuk memberikan

    kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang

    seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.37

    Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,

    waktu dan sosial.

    a. Latar Tempat

    Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang

    diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan

    mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu

    dan mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar

    tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan atau

    paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis

    tempat bersangkutan.

    b. Latar Waktu

    Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya

    peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

    Permasalahan waktu dalam karya naratif dapat bermakna ganda: di

    satu pihak menyaran pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita

    35

    Wellek dan Warren, op. cit., h. 291. 36

    Budianta, loc. cit. 37

    Nurgiyantoro, op. cit., h. 303.

  • 28

    dan dipihak lain menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi

    yang dikisahkan dalam cerita.

    c. Latar Sosial

    Latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan

    perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan

    dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat

    mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia

    dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,

    pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Latar sosial berhubungan

    dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,

    menengah atau atas. 38

    Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan

    bahwa latar adalah keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana

    terjadinya lakuan dalam karya sastra yang digunakan sebagai landasan

    untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca.

    5. Sudut Pandang

    Abrams dalam Nurgiyantoro mengemukakan sudut pandang adalah

    cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk

    menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk

    cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Pandangan hidup

    pengarang disalurkan lewat kacamata tokoh cerita.39

    Aminuddin dalam

    Siswanto mengartikan sudut pandang atau point of view sebagai cara

    pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. 40

    Berikut pembedaan sudut pandang berdasarkan bentuk persona tokoh

    cerita, yakni persona ketiga dan persona pertama.

    38

    Ibid., h. 315-322. 39

    Ibid., h. 248. 40

    Siswanto, op. cit., h. 152.

  • 29

    1) Sudut Pandang Persona Ketiga: Dia

    Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang persona

    ketiga, gaya dia, narator adalah seseorang yang berada di luar cerita

    yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau

    kata gantinya; ia, dia, mereka. Dalam sudut pandang ini terdapat dia

    mahatahu, dia terbatas dan dia sebagai pengamat.

    2) Sudut Pandang Persona Pertama: Aku

    Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang

    persona pertama, first-person point of view, narator adalah seseorang

    yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si aku tokoh yang berkisah,

    mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, self consciousness,

    mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar,

    dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap tokoh lain kepada

    pembaca. Narator hanya bersifat mahatahu bagi diri sendiri dan tidak

    terhadap orang-orang (tokoh) lain yang terlibat dalam cerita.

    a) Aku Tokoh Utama

    Si aku mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku

    yang dialaminya, baik bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun

    fisik dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si

    aku menjadi fokus, pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu

    yang di luar diri si aku, peristiwa, tindakan dan orang,

    diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, atau

    dipandang penting. Jika tidak, hal itu tidak disinggung sebab si

    aku mempunyai keterbatasan terhadap segala hal yang di luar

    dirinya. Namun sebaliknya, tokoh aku memiliki kebebasan

    untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Teknik

    aku dapat dipergunakan untuk melukiskan serta membeberkan

    pengalaman kehidupan manusia yang paling dalam dan rahasia

    sekalipun.

  • 30

    Si aku yang menjadi tokoh utama cerita praktis menjadi

    tokoh protagonis. Hal itu amat memungkinkan pembaca menjadi

    merasa benar-benar terlibat. Pembaca akan mengidentifikasikan

    diri terhadap tokoh aku dan karenanya akan memberikan empati

    secara penuh. Namun, keterbatasan tokoh aku untuk menjangkau

    tokoh dan peristiwa lain di luar dirinya dianggap sebagai

    kelemahan teknik ini. Pembaca menjadi tidak banyak tahu karena

    pengetahuannya tergantung pada pengetahuan si aku.

    b) Aku Tokoh Tambahan

    Tokoh aku muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan

    sebagai tokoh tambahan, first-person peripheral. Tokoh aku

    hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca.

    3) Sudut Pandang Campuran

    Penggunaan kedua sudut pandang dalam sebuah novel terjadi

    karena pengarang ingin memberikan cerita lebih banyak kepada

    pembaca. Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran dapat

    berupa sudut pandang persona ketiga dengan teknik dia mahatahu

    dan dia sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik aku

    sebagai tokoh utama dan aku tambahan atau sebagai saksi, bahkan

    dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara

    aku dan dia sekaligus.41

    Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan

    bahwa sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya dalam

    cerita sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai

    peristiwa yang membentuk cerita. Kemudian, dalam penelitian ini

    menggunakan pembedaan sudut pandang berdasarkan bentuk persona

    tokoh cerita yakni sudut pandang persona pertama Aku tokoh utama.

    41

    Nurgiyantoro, op. cit., h. 347-361.

  • 31

    6. Gaya Bahasa

    Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan

    istrilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam

    alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini

    akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak

    pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah,

    maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahilan untuk menulis

    atau mempergunakan kata-kata secara indah.42

    Gaya bahasa adalah cara

    pengarang menggunakan bahasa. Gaya bahasa dapat dibatasi dengan cara

    mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan

    jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

    Keraf membagi jenis gaya bahasa ke dalam empat kelompok, yaitu 1)

    berdasarkan pilihan kata, yang terdiri atas gaya bahasa resmi, gaya bahasa

    tak resmi dan gaya bahasa percakapan, 2) berdasarkan nada, yang terdiri

    atas gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah, 3)

    berdasarkan struktur kalimat, yang terdiri atas klimaks, antiklimaks,

    paralelisme, antitesis dan repetisi 4) berdasarkan langsung tidaknya

    makna, yang terdiri atas gaya bahasa retoris, meliputi aliterasi, asonansi,

    anostrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton, polisindeton,

    kiasmus, elipsis, eufimismus, lutotes, histeron proteron, pleonasme dan

    tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan

    retoris, silepsis dan zeugma, koreksio atau epanortosis, hiperbol, paradoks

    dan oksimoron 5) gaya bahasa kiasan yang meliputi persamaan atau

    simile, metafora, alegori, parabel, dan fabel, personifikasi atau

    prosopopoeia, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia,

    42

    Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet.

    ke-18, h. 112.

  • 32

    hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, inuendo, antifrasis, dan pun

    atau paronomasia.43

    Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan

    bahwa gaya bahasa adalah cara pengarang menggunakan bahasa untuk

    mengungkapkan pikirannya yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian

    penulis.

    D. Sosiologi Sastra

    Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal

    dari akar kata Yunani, sosio (berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman)

    dan logi (logos yang berarti sabda, perkataan, perumpanaan). Ilmu sosiologi

    berarti ilmu mengenai asal-ususl dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu

    pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia

    dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional dan empiris. Sedangkan, sastra

    berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan intruksi. Jadi,

    sosiologi sastra berarti pemahaman terhadap karya sastra dengan

    mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan yang meliputi keterlibatan

    pengarang sebagai anggota masyarakat.44

    Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis

    pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan

    adat istiadat pada masa novel itu disituasikan. Pengarang mengubah karyanya

    selaku seorang warga masyarakat pula.45

    Pendekatan sosiologi sastra

    merupakan hubungan antara sastra dan masyarakat yang bertolak belakang

    dari frasa De Bonald, literature is an exspression of society, bahwa sastra

    adalah ungkapan perasaan masyarakat yang berarti sastra mencerminkan dan

    mengekspresikan hidup.46

    43

    Ibid., h.112-145. 44

    Nyoman Kutha Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)

    cet. ke 2, h. 1-3. 45

    Luxemburg, dkk., op. cit., h. 23. 46

    Wellek dan Warren, op. cit., h. 110.

  • 33

    Abrams dalam Siswanto menggunakan istilah pendekatan mimetik yang

    berarti pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap

    hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar sastra. Pendekatan ini

    memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas.47

    Sedangkan, Robert

    Escarpit menjelaskan apa yang dimaksud dengan sosiologi sastra melalui

    hubungan antara sastra dan masyarakat dengan berbagai tinjauan sudut

    pandang, antara lain kesusasteraan dan masyarakat, sejarah dan politik

    perbukuan.48

    Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sosiologi

    sastra atau pendekatan mimetik adalah pemahaman terhadap karya sastra

    dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan yang

    melatarbelakangi karya tersebut yang meliputi keterlibatan pengarang sebagai

    anggota masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.

    E. Hakikat Pembelajaran Sastra

    Pendidikan (education) adalah keseluruhan aktifitas manusia dan

    masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan, memperbaiki, memulihkan,

    kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. Adapun parameter dari

    kualitas manusia terletak pada aspek kesadaran, pengetahuan dan

    keterampilan, yang ketiganya harus bersifat seimbang, saling menopang dan

    berkesinambungan. Keseluruhan dari keseimbangan itu akan menciptakan

    karakter manusia, yakni sifat yang dimiliki dan menjadi ciri yang

    membedakan dengan manusia lain. Perluasan dari karakter manusia adalah

    karakter masyarakat dan selanjutnya karakter bangsa.49

    Karya sastra berfungsi sebagai alat untuk menanamkan nilai-nilai dan

    karakter, serta merangsang imajinasi kreativitas anak berfikir kritis melalui

    47

    Siswanto, op. cit., h. 188. 48

    Robert Escarpit, Pengantar Sosiologi Sastra, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h.

    17. 49

    Andi Sinulingga, Berharap pada Pemuda?, (Jakarta: Suara Karya, 2006), h. 82.

  • 34

    rasa penasaran jalan cerita dan metafora-metafora yang terdapat di dalamnya.

    Pembelajaran sastra juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa

    mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan dengan

    latihan mempertajam perasaan, penalaran dan daya khayal serta kepekaan

    terhadap mayarakat, budaya, lingkungan hidup dan nilai yang terkandung

    dalam sebuah karya. Nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra

    diresapi oleh anak dan secara tidak sadar merekonstruksi sikap dan

    kepribadian mereka.

    Pengajaran sastra pada dasarnya mengemban misi efektif, yaitu

    memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya (lebih) tanggap terhadap

    peristiwa-peristiwa di sekelilingnya. Tujuan akhirnya adalah menanamkan,

    menumbuhkan dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah

    manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap nilai-nilai, baik dalam

    konteks individual, maupun sosial.50

    Sastra berkaitan erat dengan semua

    aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra

    menghadirkan sesuatu dan kerap menyajikan banyak hal yang apabila

    dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan orang yang

    menghayatinya.51

    Dengan demikian kehadiran sastra dalam pembelajaran

    mempunyai kontribusi yang besar, karena melalui pembelajaran sastra siswa

    akan menemukan fakta-fakta yang berisikan pengetahuan. Fakta-fakta yang

    ditemukan dalam karya sastra itu berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan

    seperti nilai moral, nilai pendidikan, nilai religiuitas bahkan nilai antikorupsi

    yang diharapkan dapat diresapi dalam perilaku siswa.

    Dalam rangka mengembangkan suatu perencanaan pembelajaran,

    diperlukan pendekatan yang mencakup strategi, metode dan teknik

    pembelajaran. Pendekatan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru

    50

    Sihaloholistick, Pembelajaran dan Teori Apresiasi Sastra, diakses pada 11/12/2015, 14.00

    WIB, dari www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/pembelajaran-dan-teori-apresiasi-sastra 51

    Rahmanto, B., Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 17.

    http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/pembelajaran-dan-teori-apresiasi-sastra

  • 35

    yang dimulai dengan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses

    pembelajaran dan diakhiri dengan penilaian hasil belajar. Pendekatan yang

    dapat digunakan di antaranya; 1) pendekatan imposisi, 2) pendekatan

    teknologis, 3) pendekatan personalisasi, 4) pendekatan interaksional, 5)

    pendekatan konstruktivis, 6) pendekatan pengolahan informasi, 7) pendekatan

    inquiry dan 8) pendekatan pemecahan masalah.52

    Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan

    bahwa pembelajaran sastra adalah proses pembelajaran yang berfungsi

    sebagai penanaman nilai-nilai dan karakter, serta merangsang imajinasi

    kreativitas anak berfikir kritis dan memperkaya pengalaman siswa untuk

    menjadikannya (lebih) tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya.

    F. Pembelajaran Prosa dalam Kurikulum 2013

    Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

    memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,

    produktif, kreatif, inovatif dan afektif serta mampu berkontribusi pada

    kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.53

    Untuk itu, kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan esensial

    berikut ini:

    1. Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah

    (kontekstual), karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat

    peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan

    potensinya masing-masing. Dalam hal ini peserta didik merupakan subjek

    belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami

    berdasarkan kompetensi tertentu, bukan transfer ilmu pengetahuan

    (transfer of knowledge).

    52

    Lukmanul Hakiim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h.

    43. 53

    Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: PT Remaja

    Rosdakarya, 2015), cet. ke-6, h. 65.

  • 36

    2. Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi boleh jadi

    mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan

    ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan,

    kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta

    pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optiimal

    berdasarkan standar kompetensi tertentu.54

    Penyempurnaan esensial kurikulum ini berpusat pada peserta didik

    (student center) yang dalam pembelajaran menggunakan komunikasi dua arah

    antara guru dan peserta didik. Peserta didik tidak berfokus menerima ilmu

    pengetahuan dari guru saja, melainkan bisa mendapatkan ilmu dari mana saja

    seperti pengalaman disekitarnya bahkan melalui internet. Guru dituntut

    memberikan stimulus yang kreatif agar peserta didik menjadi aktif dengan

    rasa ingin tahu yang tinggi dalam materi pelajaran.

    Tujuan pokok yang perlu dicapai dalam pembelajaran prosa adalah

    peningkatan kemampuan baik secara ekstensif maupun intensif. Untuk

    mencapai tujuan tersebut ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, di

    antaranya :

    1. Menggiatkan minat baca siswa; memberikan contoh dengan wawasan

    guru yang luas hasil dari membaca, memberi sugesti kepada siswa

    mengenai hal yang menarik dari novel yang akan dibahas, memberi

    kemudahan dalam pencarian novel dan memberikan pengukuhan dengan

    hasil nilai yang sesuai dengan kompetensi.

    2. Bantuan untuk mempermudah memahami novel; pemilihan edisi buku,

    mengawali pembicaraan dengan menyenangkan, memberikan pentahapan

    belajar, membuat cerita lebih hidup dan menggunakan metode yang

    bervariasi.55

    54

    Ibid., h. 164. 55

    Rahmanto, op. cit., h. 66-79.

  • 37

    Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen

    kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip 1) berpusat

    pada peserta didik, 2) mengembangkan kreativitas peserta didik, 3)

    menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, 4) bermuatan nilai,

    etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan 5) menyediakan pengalaman

    belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode

    pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan

    bermakna.56

    Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan

    bahwa penggunaan kurikulum dalam pembelajaran prosa menghasilkan

    pembelajaran yang berpusat pada peserta didik serta memberikan

    pembelajaran secara kontekstual yang akan menghasilkan pemahaman serta

    pengalaman peserta didik terhadap permasalahan yang terdapat di