Pendidikan anti korupsi bhp

4

Click here to load reader

Transcript of Pendidikan anti korupsi bhp

Page 1: Pendidikan anti korupsi bhp

1

Pendidikan Anti-Korupsi

B. Herry-Priyono*

A. Menjernihkan Beberapa Pengertian1. Sesudah segala jerih-payah melakukan kajian atas gejala korupsi (melalui riset, data,

pengembangan indikator, indeks, perumusan hukum, diskusi, seminar, dsb), padaakhirnya ‘korupsi’ bukanlah sekadar data atau indeks, kata-kata atau seminar,melainkan tindakan/praktik yang membusukkan/menghancurkan standar integritastujuan dan proses lembaga-lembaga legitim yang menyangga keberadaban suatutatanan hidup-bersama. Dalam hal ini, tata hidup-bersama itu bernama ‘Indonesia’.

2. Pelaku tindakan/praktik korupsi adalah manusia, bukan hantu, batu, malaikat, Tuhan,atau sistem apapun. Pokok ini mungkin terdengar “tentu-saja”, namun sangat pentingdibuat lugas. Kita manusia-lah yang bertanggungjawab atas sebab, proses dan akibattindakan/praktik korupsi.

3. Perubahan dari kondisi korup ke kondisi tidak-korup juga pertama-tama melibatkanperubahan kita manusia dari tindakan/paktik korup (corrupt practices; berilah simbolX1) ke tindakan/praktik tidak-korup (uncorrupt practices; berilah simbol X2). Dalamarti ini, segala riset dan data, seminar dan rumus hukum, hanya punya arti apabilamengabdi pada proses transformasi dari X1 ke X2.

Time-1 (t1) Time-2 (t2)

Permanensi X1 (praktik korup) X1 (praktik korup)

Transformasi X1 (praktik korup) X2 (praktik tidak-korup)

4. Permanensi adalah kondisi status quo (dari X1 tetap ke X1), sedangkan transformasiberarti kondisi perubahan (dari X1 menjadi X2). Pertanyaan: Bagaimana X1 berubahmenjadi X2? Jawab: Bisa lewat koersi/paksaan, bisa melalui komando. Tetapi keduarute itu tidak punya sustainability. Cara khas manusia adalah proses berkelanjutanmembawa manusia-warga (human-citizens) berubah dari tindakan/praktik/kebiasaankorup (X1) ke tindakan/praktik/kebiasaan tidak-korup (X2).

5. Itu mengandaikan bahwa kita manusia dapat dididik (educable) untuk berubah darimelakukan X1 ke melakukan X2, bukan hanya sebagai tindakan sesekali tapi sebagaikebiasaan/praktik baru (habitus baru). Proses berkelanjutan mengubah X1 ke X2 inidisebut ‘pendidikan’ (education). Di situlah terletak inti pengertian pendidikan anti-korupsi: proses pedagogis membawa seorang, sekelompok orang, atau cara-kinerjainstitusional dari praktik/kebiasaan korup ke praktik/kebiasaan tidak-korup.

6. Berbagai pendekatan ilmu-ilmu (misalnya pendekatan ekonomi, pendekatan politik,pendekatan psikologi, pendekatan hukum, pendekatan antropologis, dll) adalahmodel penjelasan (models of explanation) mengenai apa, mengapa, bagaimana, dan

Pointers disampaikan dalam The 4th Indonesia Anti-Corruption Forum, Jakarta, 10-12 Juni 2014.* Dosen dan Ketua Program Studi Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.

Page 2: Pendidikan anti korupsi bhp

2

dampak korupsi. Semua pendekatan itu sangat berguna! Tetapi semua itu bukanlah‘pendidikan anti-korupsi’.

7. Proses pedagogis yang terlibat dalam pendidikan anti-korupsi mencakup keruwetanyang juga berlangsung dalam proses pendidikan lain.

B. Unsur Pendidikan Anti-Korupsi1. Dengan merumuskan kembali apa yang terlibat dalam setiap proses ‘pendidikan’,

sekurangnya tiga unsur berikut dapat menjadi kerangka dasar (basic framework)pendidikan anti-korupsi. Intinya, pendidikan anti-korupsi melibatkan prosesberkelanjutan mengubah dimensi (a) cara-merasa, (b) cara-berpikir, dan (c) cara-bertindak dari ciri yang membenarkan tindakan/praktik/kebiasaan korup ke ciri yangmenolak tindakan/praktik/kebiasaan tidak-korup. Tabel berikut mungkin membantu.

‘Permanensi’ (X1 X1) atau ‘transformasi’ (X1 X2) terjadi sejauh 3 dimensitindakan-manusia berikut berada dalam kondisi tetap atau berubah.

Gugus keyakinan pada lapisafektif-emosional – credoergo sum

Hasrat, keinginan, motif, corak nilai dan kepercayaan,kehendak, nafsu, intensionalitas, disposisi batin, dsb.

Gugus pengertian pada lapiskognitif – cogito ergo sum

Kapasitas berpikir dan menalar; kapasitas membedakandengan jelas dan terpilah; kapasitas membedakan baikdan buruk, benar dan salah, merusak dan tidak-merusak,pengertian tentang kebaikan-bersama.

Gugus tindakan praktis padalapis kebiasaan korporeal/fisik– ago ergo sum

Kebiasaan perilaku & praktik fisik, ciri kasat matatindakan/praktik, kapasitas eksekusi tindakan, kapasitasmembuat keyakinan & gagasan jadi tindakan/kebiasaankonkret.

2. Ketiga dimensi yang terlibat dalam arus tindakan/praktik/kebiasaan manusia di atastidak terpisah satu sama lain, tetapi ketiganya dapat dibedakan dalam agenda metodispendidikan anti-korupsi. Jika dan hanya jika perubahan terjadi pada ketiga dimensiitu, transformasi sejati dan sustainable dari X1 ke X2 dapat diharapkan. Pokok inimungkin juga berguna untuk memahami mengapa berbagai seminar, simposium,penelitian, atau acara-acara panggung anti-korupsi sudah selalu diadakan, tetapipraktik/kebiasaan korupsi di lapangan tetap (atau makin) ganas dan endemik. Sebab,seminar, simposium atau penelitian paling banter hanya berurusan dengan lapis“pengertian”, padahal tindakan/praktik/kebiasaan/kondisi korup bukan sekadar soal“pengertian”.

3. Di balik ratapan kita atas luasnya korupsi, mungkin tersembunyi pengandaian kitayang naif tentang “tindakan manusia”: Mengapa setelah sekian tahun orang yangmelakukan X1 tetap saja melakukan X1? Mengapa setelah sekian tahun orang yangdulu melakukan X1 kini berubah ke melakukan X2? Naifnya pengandaian seringkaliterletak dalam pandangan ini: orang/kelompok yang sudah diajar dan tahu apa yangbaik juga akan melakukan yang baik itu; orang/kelompok yang telah diajar dan tahubahwa korupsi adalah kejahatan luar-biasa juga lalu tidak akan melakukan korupsi!

Page 3: Pendidikan anti korupsi bhp

3

Itu tidak pernah terjadi dalam sejarah bangsa manusia, dulu, sekarang, maupun esok.Tentu saja, saya samasekali tidak mau mengecilkan arti dan peran “pengetahuan”.Namun mengandaikan kaitan-langsung antara “pengetahuan” dan “transformasi”sama dengan mengandaikan terlalu banyak dari satu lapis saja yang membuattransformasi terjadi (yaitu lapis pengetahuan).

4. Bisa saja proses pendidikan anti-korupsi mulai dari satu di antara tiga dimensi itu(terserah yang mana: entah dimensi pengetahuan, dimensi tindakan praktis, ataudimensi afektif-emosional). Namun tanpa dikawal dengan 2 dimensi lain, tak akanterjadi proses pedagogis-transformatif sejati dari X1 ke X2. Dengan demikian, agarterjadi proses pedagogis-transformatif dari X1 ke X2, pintu-masuk dari salah satudimensi apapun selalu menuntut/mensyaratkan terjadinya proses paralel dalam 2dimensi lain. Misalnya, bisa saja anak-anak sekolah diberi pelajaran korupsi dan anti-korupsi (pengertian), tetapi tidak akan terjadi proses pedagogis-transformatif apapundari kebiasaan korup ke kebiasaan tidak-korup apabila pelajaran itu tidak dibarengiproses pembatinan (dimensi afektif-emosional) dan latihan habituasi tindakan/praktikpada dataran aksi (dimensi tubuh/fisik). Ini juga berlaku bukan hanya pada lingkuppersonal perorangan, tapi juga lingkup kelompok, sekolah/perguruan tinggi, institusi,dan masyarakat sebesar suatu bangsa secara keseluruhan.

5. Di mana tempat hukum (law), penegakan hukum (law enforcement), institusi(institution)? Institusi bukanlah “ruang/kerangka kosong” ke mana kita masuk dandari dari mana kita keluar. Apa yang disebut ‘institusi’ adalah pola endapan perilakudan praktik perorangan atau kolektif yang terbentuk melalui perulangan tindakan kitasetiap hari. Institusi yang korup terbentuk sebagai pola endapan perilaku dan praktikkorup yang terbentuk dari perulangan tindakan korup kita setiap hari. Dan ‘hukum’?Hukum adalah instrumen/perangkat keabsahan melakukan dan mencegah tindakandalam masyarakat beradab. Tetapi tak ada hukum yang akan efektif bekerja bagitransformasi sustainable dari X1 ke X2 apabila tidak disangga oleh pengertian dankeyakinan bahwa apa yang diperintahkan hukum adalah baik – maka hukum yangbekerja efektif juga mengandaikan proses pedagogis ‘pendidikan anti-korupsi’. Padaakhirnya, sukses pendekatan reformasi institusi, reformasi hukum dan penegakanhukum juga hanya terbukti apabila institusi dan hukum mengabdi proses pedagogistranformasi dari X1 ke X2 secara non-koersif.

6. Apa yang disebut ‘pendidikan anti-korupsi’ melibatkan pengertian dan unsur-unsuryang tersebut di atas. Segera terlihat betapa meskipun seluruh pori-pori kehidupankita di Indonesia ditandai oleh keluasan korupsi, ‘pendidikan anti-korupsi’ yangdilakukan secara sistematik belum dimulai.

C. Proses Pendidikan Anti-KorupsiApa yang pasti adalah bahwa ‘pendidikan anti-korupsi’ hanya dapat dilakukan dalamwaktu lama dan hanya akan punya dampak setelah proses berkelanjutan yang panjang.Tidak pernah ada proses pendidikan yang instan dan langsung punya dampak. Karena itubukanlah pada tempatnya mengharapkan dampak langsung dan instan dari pendidikananti-korupsi. Apa yang paling penting adalah proses sistematik ‘pendidikan anti-korupsi’segera dimulai, se-terbatas apapun.

1. Proses Pengajaran: Proses ini menyangkut ‘pengajaran’ dalam rupa matapelajaran disekolah, matakuliah di perguruan tinggi, kursus di berbagai kelompok/organisasi,seminar, studi bersama, jurnal, penerbitan, dsb. Isinya menyangkut pembelajaran

Page 4: Pendidikan anti korupsi bhp

4

pengetahuan tentang apa itu korupsi, mengapa korupsi dicela/sebagai kejahatan luarbiasa, model-model penjelasan penyebab korupsi, dampak korupsi, model-modelpemberantasan korupsi, dsb. Apa yang menjadi tujuan utama dimensi ini adalahbelajar “pengetahuan yang benar” (proper knowledge, robust knowledge) tentang apaitu korupsi dan mengapa korupsi menghancurkan kehidupan-bersama. Bagaimanaproses pengajaran-pembelajaran ini dilakukan sangatlah tergantung pada imaginasimetodis di lapangan – tingkat usia, tingkat pemahaman, efektivitas penyerapanpengetahuan, dsb.

2. Proses Pembatinan: Proses ini menyangkut dinamika pedagogis bagaimanaanak/orang atau kelompok anak/orang lambat-laun meyakini korupsi adalah buruk,jahat, busuk, tercela, kejahatan luar biasa. Seperti juga “dimensi pengetahuan”,“dimensi pembatinan” ini tidak akan berdampak apapun jika hanya dilakukan sekali-dua kali, tetapi tidak-bisa-tidak dilakukan pada basis rutin melalui metode pedagogisrepetitio (pengulangan terus-menerus). Bagaimana itu dilakukan secara efektif jugabergantung pada imaginasi metodis di lapangan – tingkat usia, corak idiom kultural,kisah/film/contoh kejadian/dsb yang dekat dengan alam-rasa/emosi kelompok target.

3. Proses Habituasi Tindakan/Praktik: Proses ini menyangkut dinamika pedagogisbagaimana anak/orang atau kelompok anak/orang secara perorangan dan bersama-sama mengalami habituasi melakukan tindakan yang tidak-korup. Seperti halnya duadimensi lain, “dimensi habituasi tindakan” ini hanya dapat menjadi bagian integralpendidikan anti-korupsi jika dan hanya jika dilakukan pada basis rutin denganmetode pedagogis repetitio (pengulangan terus-menerus). Habituasi tak akan terjadiapabila dimensi ini dilakukan hanya sesekali atau dalam acara panggung tertentu.Rutinitas tindakan/latihan tindakan non-korup adalah kuncinya. Bagaimana itudilakukan secara efektif juga sangat bergantung pada imaginasi metodis di lapangan.

Dari pokok-pokok di atas, segera terlihat bahwa ‘pendidikan anti-korupsi’ merupakanbagian sentral proses pemberadaban kita semua. Ia bukan satu momen peristiwa, tetapiproses terus-menerus dan berkelanjutan dinamika padagogis perubahan habitus cara-berpikir, cara-merasa, dan cara-bertindak ‘korup’ ke ‘tidak-korup’. Itulah yang rupanyabelum kita mulai secara sistematik di Indonesia. Kita mengeluh penegakan hukum yanglemah, kita bisa meratapi bahaya pengebirian KPK, kita bisa memperbanyak undang-undang pemberantasan korupsi! Tetapi tanpa proses pedagogis dalam pendidikan anti-korupsi, tak akan pernah terjadi transformasi sejati dari Indonesia yang korup menjadiIndonesia yang tidak-korup.

Proses pedagogis melalui pendidikan anti-korupsi itulah yang khas manusia dalam tataperadaban. Tata peradaban adalah kondisi kehidupan-bersama yang ditandai bukan oleh“hukum-rimba” tetapi oleh “proses pemberadaban”. Proses pemberadaban manusia itulahinti pendidikan. Itu juga berlaku untuk pendidikan anti-korupsi. Karena itu, resistensi danpenolakan untuk secara bersama segera memulai proses pendidikan anti-korupsi jugatanda yang jelas bahwa kita belum keluar dari ciri hewani penghuni rimba.

Jakarta, 12 Juni 2014.