PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS KELAUTAN (Studi...
Transcript of PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS KELAUTAN (Studi...
i
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS KELAUTAN (Studi Kasus di SMK Pelayaran Jakarta Raya)
Tesis diajukan sebagai persyaratan memperoleh gelar Magister Agama
Bidang Pendidikan
Pembimbing : Prof. Dr. Suwito, MA.
Disusun oleh:
Jayadi
NIM: 13.2.00.1.03.01.0045
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
ii
iii
iv
v
vi
vii
ABSTRAK
Penelitian ini berkesimpulan bahwa pendidikan agama berupaya
membangun moral secara individual maupun secara sosial kepada anak
didik. Moral dalam kehidupan di daratan maupun di lautan. Kesimpulan
ini berdasarkan atas temuan-temuan lapangan yang menunjukkan bahwa
pendidikan agama Islam baik dalam kurikulum secara formal maupun
ekstra sekolah berupaya membangun pemahaman keagamaan dan
menciptakan karakter anak didik yang baik. Dalam hal ini anak didik
yang ingin diwujudkan adalah calon pelaut yang taat beribadah dan
memiliki moral yang baik. Namun demikian, secara implementatif
masih terdapat problem dalam pendidikan agama Islam, yakni terkait
dengan integrasi materi kebaharian dalam Islam yang belum
dikembangkan.
Penelitian ini mendukung Todd Ames (2013), Munsi Lampe
(2012), yang menyatakan bahwa sebuah negara yang memiliki wilayah
perairan yang luas harus membangkitkan budaya bahari, karena hal ini
dapat mengantarkan kepada bangsa yang besar. Untuk membangkitkan
budaya bahari itu dapat melalui pendidikan. Selanjutnya Agus S. Djamil
(2004), Dendasurono Prawiroatmojo (2005) yang menyatakan bahwa
mengembangkan kebaharian dapat menggunakan pendekatan teologis
yakni melalui pendidikan agama Islam, sebab pendidikan agama ini
memiliki paradigma yang tidak bertentangan dengan kebaharian.
Penelitian ini tidak sependapat dengan pandangan David B. Skillicorn
(2012), dan Louis Ernesto Mora (2014), yang menjelaskan bahwa agama
membuat manusia berpikir tidak logis dan mendorong manusia untuk
berperilaku fundamental dan radikal.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang
merupakan kajian lapangan (field research). Objek penelitian ini
dilakukan di SMK Pelayaran Jakarta Raya. Sekolah ini dipilih karena
sebagai sekolah kejuruan yang berkonsentrasi pada pengembangan
kebaharian atau yang berkaitan dengan kelautan. Sumber primer dalam
penelitian ini adalah kurikulum dan program pembelajaran di SMK
Pelayaran Jakarta Raya. Adapun sumber sekundernya adalah literatur
yang terkait dengan tema penelitian ini. Cara pencarian datanya melalui
wawancara, pengamatan, dan dokumentasi.
viii
ix
ABSTRACT
This study concludes that the religious education makes an
effort to build the moral of their students individually and socially.
Morale in the life of land and sea. This conclusion is based on the
findings of the field indicating that Islamic religious education in both
the formal and school extra curriculum seeks to build understanding and
create good students’ character. In this case, the students to be realized
is the young sailor or navy cadet that is pious and has good morale. In
spite of this, there is still some problem in the religion education of
Islam in the real implementation or in the field, which is associated with
the integration of the nautical material in Islam that has not been
developed.
This study supports Todd Ames (2013), Munsi Lampe (2012),
stating that a country which has a wide water area should arouse the
maritime culture, as this can lead to a great nation. Evoking the
maritime culture can be through education. Furthermore, Agus S.
Djamil (2004), DendasuronoPrawiroatmojo (2005) stated that the
development of marine can use the theological approach through Islamic
religious education because it has a paradigm that does not conflict with
the marine. This study does not agree with the view of Skilicom David
B. (2012), and Louis Ernesto Mora (2014), explaining that religion
makes people think illogically and encourages them to behave
fundamentally and radically.
This study uses the qualitative approach which is a result of the
field research. The object of this study is conducted in SMK Pelayaran
Jakarta Raya. This school has been selected for the reason that it is the
vocational school which concentrates on development of marine or sea
related sector. The primary sources in this reseach are the curriculum
and learning programs at SMK Pelayaran Jakarta Raya. Now the
secondary source is the literature associated with this research theme.
The methods of the data searching are through the interviews,
observation, and documentation.
x
xi
البحث ملخص
تواصلت ىذه الدراسة إىل خالصة أن التعليم الديين يسعى بكل جهد على بناء األخالق الكردية للطالب بشكل فردي واجتماعي سواء يف الرب والبحر. وتقوم اخلالصة أو االستنتاج على أساس النتائج ادليدانية اليت تشري إىل أن التعليم الديين يف ادلنهج الدراسي
ن شخضية الطالب بشكل جيد. يالرمسي أو غري الرمسي حياول على بناء ادلفاىيم الدينية وتكو تحلي باألخالق الكردية. يعبادة اهلل و الذي خيضعفي ويستهدف التعليم الديين ادلرشح للبحار
يق التعليم الديين ما زال يوجد فيو مشاكلتتعلق بدمج ادلواد البحرية يف يمع ذلك فإن تطبو تتم تطويرىا. مل اإلسالم اليت
أن الدولة ب(3103، موسي الميب ))3102وأيدت الدراسة رأي تود أميس )ي إىل إقامة اليت هبا ادلناطق البحرية الواسعة البد ذلا من أن تطور الثقافة البحرية ألهنا تؤد
خالل التعليم. ويرى أغوس س، كن إقامة الثقافة البحرية من ديالدولة العظيمة. و ( إن تطوير الشؤون البجرية ديكن باستخدام النهج 3112، وديندا سورانو )(2004)مجيل
بالشؤون البحرية. العقائدي من خالل التعليم اإلسالمي دلا لو من منط الفكر الذي ال خيالف أن يف)3102لويس إرنيتو مورا )و )3103دافيد يب سكيلي شورن ) الدراسة رأيمث رفضت
الدين جعل اإلنسان يفكر بشكل غري منطقي و يدفعو إىل أن يكون أصوليا ومتطرفا. أجريت يف ادلدرسة حيث لدراسة ادلنهج النوعي وىو البحث ادليدايناوتبعت
ركز يف تطوير تألهنا ىا كموضوع البحثاختيار الثانوية ادلهنية لألحبار جباكرتا رايا. وسبب األحبار أو ما يتعلق بالشؤون البحرية. إن ادلصادر األساسية للبحث ىي ادلنهج الدراسي والربامج الدراسية بادلدرسة الثانوية ادلهنية لألحبار جباكرتا رايا بينما ادلصادر الثانية فهي الكتب
حلصول على البيانات من خالل ادلقابالت الشخصية اليت تتعلق مبوضوع البحث. أما طريقة ا وادلالحظة ومجع الوثائق.
xii
xiii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah
menciptakan lautan menutupi 70 persen permukaan bumi ini. Atas
kehendak-Nyalah tesis ini dapat diselesaikan secara baik. Shalawat dan
Salam hanya untuk Nabi Muhammad yang tangguh, penuh kasih, mulia
dan agung. Begitu pula keluarganya, sahabat-sahabatnya dan
pengikutnya.
Terinspirasi oleh slogan apabila ingin menguasai dunia maka harus bisa menguasai laut,dan sebagai bangsa yang pernah berjaya
ketika menguasai lautan (Jalesveva Jayamahe: ‚Justru di laut kita
jaya‛), maka penulis berkeinginan untuk memberikan kontribusi
pemikiran dalam usaha mendukung program pemerintah ‚Menjadikan
Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia‛ melalui bidang Pendidikan
Agama Islam. Pengusaan laut yang tidak berdasarkan agama akan
menjadikan kekuasaan yang semu yaitu kekuasaan yang dimiliki oleh
‚bajak laut‛ kekuasaan yang digunakan untuk berbuat kejahatan.
Dengan adanya bekal pengetahuan agama yang berbasis kelautan
diharapkan dapat melahirkan pelaut-pelaut yang berkarakter-religius.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati atas segala kekurangan,
atas selesainya tesis ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, dorongan
dan spirit dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan
banyak terima kasih dengan setulus hati dan penghargaan yang sedalam-
dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung terutama kepada:
1. TNI Angkatan Laut dalam hal ini Dinas Pendidikan TNI AL
yang telah memfasilitasi berupa bantuan beasiswa. Panglima
Armada RI Kawasan Barat, Komandan Lantamal III Jakarta dan
Kapusbintal TNI yang telah mengijinkan kepada penulis sampai
selesai studi ditingkat magister ini.
2. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Dede
Rosyada, MA.
3. Pimpinan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Prof. Dr.Masykuri Abdillah, Prof. Dr. Didin Saepudin,
M.A, Dr. JM Muslimin, MA dan staf Tata Usaha.
4. Prof. Dr. Suwito, M.A, selaku pembimbing tesis yang telah
meluangkan waktunya, dengan memberikan kritik, saran dan
motivasi serta bimbingan dan wawasan pengetahuan kepada
penulis.
xiv
5. Dosen-dosen Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tercinta, yang telah mencurahkan ilmunya kepada
penulis selama belajar di kampus ini, semoga Allah senantiasa
mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya serta membalas segala
amal baiknya.
6. Laksamana TNI (Pur) Dr. Marsetio, M.M. yang senantiasa
memberikan perhatian serius bagi prajuritnya dalam
mengembangkan pengetahuannya dalam bidang akademik,
semoga beliau beserta keluarga senantiasa dalam keberkahan
dan lindungan Allah SWT.
7. Kedua orang tua penulis, ayahanda H. Sahroni, doa dari kami
senantiasa selalu tercurahkan, ibunda Hj. Syari’ah yang telah
mendidik dan mengasuh penulis dengan penuh kasih sayang.
8. Isteriku tercinta dan tersayang Laili Istianah, S.Pd.I, yang selalu
setia dan memotivasi penulis dalam penyelesaian kuliah dan
penulisan tesis ini. Tak lupa kepada anak-anakku Arini
Maksurotin Filkhiyam dan Nawal Izz Zayani yang telah
merelakan waktunya bermain sendiri tanpa ditemani
ayahandanya.
9. Ketua Pembina Yayasan Hang Tuah Ny. Endah Supandi.
10. Pihak SMK Pelayaran Jakarta Raya yang telah mengijinkan dan
membantu penulis sebagai objek penelitian dalam tesis ini,
terutama kepada Dra. Eny Suskandari selaku kepala Sekolah,
dan Dudi Akasyah, S.Ag, M.Si, Syahril Sidiq, S.Ag, Imas
Herawati, ANT-III dan Paiman, SAB, MM.
Akhirnya kepada Allah SWT penulis bermunajat. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa apa yang ditulis dalam tesis ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran menjadi harapan
penulis demi untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini.
Wassalam.
Jakarta, 9 Desember 2016
Jayadi
xv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ALA-LC ROMANIZATION tables yaitu sebagai
berikut:
A. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fatḥah A A ــَـ
Kasrah I I ــِـ
D{ammah U U ــُـ
Initial Romanization Initial Romanization Initial Romanization
b ب Z ز f ف
t ت S س q ق
th ث Sh ش k ك
J ج s} ص l ل
h{ ح d} ض m م
kh خ t} ط n ن
d د z} ظ w و
dh ع ‘ ذ h ه
r ر Gh غ y ي
xvi
2. Vokal Rangkap
Tanda Nama Gabungan Huruf Nama
.. ي. ــَـ Fatḥah dan ya Ai a dan i
و.. . ــَـ Fatḥah dan wau Au a danu
Contoh:
H{awl :حول H{usayn :حسني
3. Vokal Panjang
Tanda Nama Gabungan Huruf Nama
Fatḥah dan alif a> a dan garis di atas ــاََ
Kasrah dan ya i> i dan garis di atas ـِـي
Ḑamah dan wau Ū u dan garis di atas ــُو
B. Ta’ Marbūţah
Transliterasi ta’ marbūţah (ة) di akhir kata, bila dimatikan
ditulis h.
Contoh:
Madrasah :مدرسة Mar’ah : مرأة
(ketentuan ini tidak digunakan terhadap kata-kata Arab yang
sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia seperti shalat, zakat dan
sebagainya, kecuali dikehendaki lafadz aslinya)
C. Shiddah
Shiddah/Tashdīd ditransliterasi ini dilambangkan dengan huruf,
yaitu huruf yang sama dengan huruf bershaddah itu.
Contoh:
Shawwa>l :شّوال <Rabbana :ربّنا
D. Kata SandangAlif + La>m
Apabila diikuti dengan huruf qamariyah, ditulis al.
Contoh:
al-Qalam : القلم
xvii
DAFTAR ISI
Surat Pernyataan ………………………………………………….. i
Keterangan Pengesahan Pembimbing …………………………….. ii
Abstrak …… …..………………………………………………….
Abstract ……………………………………………………………
البحث ملخص …………………………………………………….
iii
v
vii
Kata Pengantar ….………………………………………………… ix
Pedoman Transliterasi …………………………………………….. xi
Daftar Isi …………………………………………………………... xiii
Daftar Tabel ……………………………………………………….. xv
Daftar Singkatan ………………………………………………….. xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………….. 1
B. Permasalahan ……………………………………........ 15
1. Identifikasi Masalah …………………………….
2. Pembatasan Masalah ……………………………
3. Perumusan Masalah ……………………………..
15
15
15
C. Tujuan Penelitian ……………………………………. 15
D. Manfaat Penelitian …………………………………... 16
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan …………………. 16
F. Metodologi Penelitian …..………………………....... 19
G. Sistematika Pembahasan …………………………….. 20
BAB II DISKURSUS KEBAHARIAN DALAM ISLAM
A. Laut dan Manfaat Bagi Manusia …………...……….. 23
B. Lautan Perspektif Al-Qur’a>n ……. …..……………… 28
C. Merawat Budaya Bahari ……..………………………. 37
D. Pendidikan Agama Islam dan Budaya Bahari ……...... 42
BAB III PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMK PELAYARAN
JAKARTA RAYA
A. SMK Pelayaran Jakarta Raya ……………………….. 49
B. Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMK
Pelayaran ……………………………..........................
57
C. Kepala Sekolah dan Guru dalam Pelaksanaan
Kurikulum PAI ….. …………... …..............................
72
xviii
BAB IV PROBLEM DAN NILAI-NILAI BAHARI DALAM
KURIKULUM PAI DI SMK PELAYARAN
A. Kurikulum PAI Belum Integrasi dengan Kebaharian . 79
B. Kebaharian dalam Kegiatan Keagamaan dan Ekstra
Sekolah ………………………….....……....................
94
C. Nilai-nilai Bahari dalam Pendidikan Agama Islam …. 99
D. Pengembangan Pembelajaran PAI yang Integratif ..… 113
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………... 117
B. Saran ………………………………............................. 118
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………...... 119
GLOSSARIUM ……………………………………………………... 137
INDEKS ……………………………………………………………... 141
LAMPIRAN …………………………………………………………. 147
BIOGRAFI PENULIS ………………………………………………. 157
xix
DAFTAR TABEL
Tabel. 1 : Kualifikasi Tenaga Pengajar pada SMK
Pelayaran Jakarta Raya ……............................
52
Tabel. 2 : Pola Penyelenggaraan Program Diklat …….... 54
Tabel. 3 : Lama Pelaksanaan Program Diklat ……......... 55
Tabel. 4 : Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar mata
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
kelas X ………………………………...............
63
Tabel. 5 : Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi
pekerti Kelas XI ……………………………….
66
Tabel. 6 : Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi
pekerti Kelas XII ……………………………...
69
Tabel. 7 : Ayat-ayat Al-Qur’an Pelajaran Agama Islam
Kelas X Kurikulum 2013 ……………………...
71
Tabel. 8 : Ayat-ayat Al-Qur’an Pelajaran Agama Islam
Kelas XI Kurikulum 2013 …………………….
72
Tabel. 9 : Ayat-ayat Al-Qur’an Pelajaran Agama Islam
Kelas XII Kurikulum 2013 ……………………
72
xx
DAFTAR SINGKATAN
ABK : Anak Buah Kapak.
AIDS : Acquired Immuno Deficiency Sydrome (kumpulan
tanda-tanda dan gejala penyakit yang timbul akibat
melemahnya sistim kekebalan tubuh karena terinfeksi
HIV).
BNN : Badan Narkotika Nasional.
HIV : Human Immunodefiency Virus (Virus yang
melemahkan sistim kekebalan tubuh manusia).
IMO : International Maritime Organization.
IMS : Infeksi Menular Sexual.
IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
KSI : Kelompok Studi Islam.
KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
NMC : National Maritime Convention.
OTEC : Ocean Thermal Energy Conversional.
PAI : Pendidikan Agama Islam.
PHBI : Peringatan Hari Besar Islam.
PRALA : Praktek Laut.
PT : Perguruan Tinggi.
RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
SATDIK : Satuan Pendidikan.
SKI : Sejarah Kebudayaan Islam.
SD : Sekolah Dasar.
SKLSP : Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan.
SMK : Sekolah Menengah Kejuruan.
SMP : Sekolah Menengah Pertama.
STCW : The International Convetional on Standards of
Training, Certification and Whachkeeping for
Seafarers.
TK : Taman Kanak-kanak.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia di masa depan tidak lagi bergantung pada daratan, akan
tetapi kembali pada lautan. Keberlangsungan manusia tidak akan
dipisahkan lagi dengannya. Seorang pakar kelautan Benjamin S.
Halpern, mengatakan bahwa kehidupan selanjutnya manusia akan
tergantung terhadap ekosistem yang berada di laut.1 Laut merupakan
sumber utama bahan pangan dan sumber makanan protein hewani murah
bagi penduduk di seluruh dunia menjadi harapan bagi manusia di masa
mendatang.2 Disamping sebagai sumber utama bahan pangan dan
sumber makanan protein hewani laut juga sebagai sumber energi yang
belum tersentuh. Menurut MJ Sitepu sumber energi yang dapat di
manfaatkan antara lain berasal dari arus pasang surut, gelombang,
perbedaan salinitas, angin, serta pemanfaatan perbedaan suhu air laut di
lapisan permukaan dan lapisan dalam perairan yang dikenal dengan
OTEC.3
Laut adalah bagian bumi yang amat luas, bahkan lebih luas
sekitar 70 % dari daratan itu sendiri. Suatu keajaiban yang amat luar
biasa, yang sesungguhnya air laut berbeda dengan air biasa yang
dirasakan manusia dari gunung atau air hujan. Walaupun air laut terasa
asin tetapi banyak binatang, ikan dan tumbuhan yang hidup di
dalamnya, dan selanjutnya dibutuhkan dalam kehidupan manusia.4
Manusia yang hidup di wilayah kelautan akan memiliki visi atau
1Benjamin S. Halpern, ‚A Global Map of Human Impact onMarine
Ecosystems‛, Science: Vol 319 (15 February 2008) : 948. 2Djoko Tribawono, Hukum Perikanan Indonesia (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2002), 25. 3Indroyono Soesilo dan Budiman, Laut Indonesia: Teknologi dan
Pemanfaatannya (Jakarta: LISPI, 2003), 215-216. ‚ OTEC = Ocean Thermal Energy Conversion adalah salah satu bentuk pengalihan energi yang tersimpan
dari sifat fisika air laut menjadi energi listrik. Suhu air laut akan menurun
sesuai dengan bertambahnya kedalaman.‛ 4Muhammad Abdel Haleem, Understanding The Qur’an Themes and
Style (New York: I>.B. Tauris, 2011), 36. Lihat juga: Tim Penyusun, Pelestarian Lingkungan Hidup: Tafsir Al-Qur’an Tematik (Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an, 2009), 21. Lihat juga: Carol Inskip, Kelestarian Laut (Solo:
Tiga Serangkai, 2009), 7.
2
pandangan hidup berwawasan maritim yangdapat berfungsi untuk
mengontrol dan memanfaatkan laut sebagai syarat mutlak mencapai
kesejahteraan dan kejayaan. Disamping itu sebagai penguasaan terhadap
pulau-pulau yang menjadi wilayahnya, karena dalam hal ini budaya
maritim pada kawasan yang mempunyai perairan terluas akan
berpengaruh terhadap kehidupan sosial di wilayah tersebut.5
Negara yang memiliki wilayah kelautan yang lebih luas tentu ini
akan menjadi peluangnya dimasa mendatang, seperti halnya Indonesia.
Indonesia adalah negara agraris dan juga negara maritim. Apabila
dibandingkan wilayahnya antara yang agraris dengan yang maritim,
maka jauh lebih luas wilayah kemaritimannya. Keberadaan ini juga
menjadi titik perhatian para budayawan, misalkan saja Radhar Panca
Dahana. Ia berpandangan Indonesia adalah miniatur terbaik bagi kodrat
bumi karena ruang hidup wilayahnya dua pertiga diisi air. Secara
natural, sesungguhnya manusia Indonesia memiliki kodrat sebagai
manusia maritim, yaitu manusia yang mengacu keberadaan dirinya
secara eksistensial, memahami dasar-dasar ontologi hingga kosmologis,
pada tata cara hidup dan kebudayaan yang berbasis pada dunia laut dan
pesisir.6
Masalahnya, keberadaan yang menjadi peluang baik tersebut
belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh negara. Setelah Indonesia
merdeka kekayaan lautnya tidak terurus. Pembangunan negara hanya
terfokuskan pada wilayah daratan. Dari keyataan ini ada ketimpangan
yang jelas, sehingga orientasi masyarakat mengarah ke lainnya bukan
lagi ke laut. Terutama dalam urusan darat. Fakta ini memiliki dampak
yang tidak sedikit, selain dampak ekonomi juga berdampak pada
karakter masyarakat yang cenderung mengabaikan potensi laut.
Orientasi pembangunan Indonesia dan negeri-negeri berpenduduk
Muslim telah mengalami kemunduran dikarenakan melalaikan potensi
kelautan.7
5Todd Ames, ‚Maritime Culture in the Western Pacific: A Touch of
Tradition‛, Pacific Asia Inquiry, Volume 4, Nomor 1, Fall 2013: 94. Lihat juga:
Irawan Djoko Nugroho, Majapahit Peradaban Maritim: Ketika Nusantara Menjadi Pengendali Pelabuhan Dunia (Jakarta: Suluh Nuswantara Bakti,
2010), 12. 6Radhar Panca Dahana seorang budayawan dan juga aktif sebagai
penulis, reporter lepas dan redaktur tamu serta dosen jurusan Sosiologi
Universitas Indonesia. 7Agus S. Djamil, Al-qur’an dan Lautan (Bandung: Arazy Mizan,
2004), 38.
3
Bila menelusuri kebudayaan prasejarah Indonesia, bahwa
sebenarnya nenek moyang bangsa Indonesia telah menguasai bahari
sejak dahulu. Relief-relief di Candi Borobudur, Jawa Tengah sebagai
bukti Indonseia sebagai bangsa bahari, terdapat 10 relief yang
memunculkan berbagai bentuk kapal layar tiang tinggi. Kerajaan
Majapahit dan Sriwijaya mencapai kejayaan karena mempunyai
wawasan kelautan dan memanfaatkan potensi laut untuk mencapai
sumber-sumber daya di tempat lain.8
Sejarah tersebut telah menjelaskan keterlibatan pemerintah
dalam memperdayakan sumber daya alam (lautan) sangat berpengaruh
sekali. Politik raja-raja waktu itu telah mengembangkan kekuatan laut
dengan pandangan atau keyakinan bahwa laut ditinjau dari sudut
ekonomi maupun komunikasi merupakan sumber kemakmuran dan
kesejahteraan.9 Sudah semestinya nilai-nilai kemaritiman (wawasan
kelautan atau kebaharian) menjadi paradigma sebuah bangsa dalam
rangka mengeluarkan kebijakan untuk pembangunan nasional (ocean policy). Dengan demikian bangsa yang terbentuk secara sosial dan
religius sebagai bangsa pelaut atau bangsa bahari dan bangsa niaga.10
Diawal kemerdekaan Indonesia, walaupun belum menjadi fokus
pembangunan nasional tetapi semangat kemaritiman ternyata pernah
berkumandang. Seperti yang didengungkan oleh Soekarno dalam satu
statemennya pada National Maritime Convention (NMC) 1963 adalah:
8Indroyono Soesilo dan Budiman, Laut Indonesia: Teknologi dan
Pemanfaatannya (Jakarta: LISPI, 2003), 53. ‚Pada abad ke-7 dan abad ke-8,
bangsa Indonesia telah mengenal alat transportasi modern dalam bentuk perahu
lesung, kapal besar yang tidak bercadik, dan kapal-kapal besar bercadik.‛
Dalam Q.S. Ash-Shu>ra (42) : 32 dan Q.S. Ar-Rahma>n (55) : 24. Menjelaskan
bahtera yang berlayar di laut laksana gunung-gunung, Ibnu Katsir dalam kitab
tafsirnya mengatakan bahwa bahtera tersebut nampak besar seperti gunung
menandakan kapal-kapal besar yang mempunyai tiang yang tinggi. 9L. Askandar. Dkk, Jiwa Bahari Sebagai Warisan Nenek Moyang
Bangsa Indonesia (Jakarta: Dinas Sejarah TNI AL, 1973), 81-82. ‚Karl
Haushofer seorang ahli Teori Geopolitik dan Geostrategi mengemukakan
bahwa geografi suatu negara menentukan politik dari negara yang bersangkutan
dan selanjutnya menentukan strategi dasarnya untuk pencapaian politik itu.
Kerajaan-kerajaan tua di Indonesia (Sriwijaya, Majapahit, Aceh, Makasar dan
lain-lain) mengalami kejayaan dikarenakan menerapkan teori yang hampir
sama dengan teori geopolitik dan geostrategik. Wawasan Bahari menjadi suatu
sikap yang dianut pemerintahan kerajaan, sehingga pemerintah berusaha
menguasai laut dan mengembangkan kekuatan lautnya‛. 10
Suwarno Adiwijoyo, Konsolidasi Wawasan Maritim Indonesia
(Jakarta: Pakar, 2005), 37-39.
4
‚Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat,
negara makmur, negara damai yang merupakan national building bagi
negara Indonesia. Maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai
lautan. Untuk mengusai lautan kita harus menguasai armada yang
seimbang.‛11
Semangat ini baru mulai direalisasikan setelah reformasi.
Misalnya, deklarasi Bunaken tahun 1998 yang dicanangkan oleh
Presiden BJ. Habibie yang membuktikan Indonesia serius dalam
mengembangkan kebaharian Nusantara. Kemudian dilanjutkan oleh
presiden Abdurrahman Wahid dengan komitmennya terhadap
pembangunan kelautan,12
walaupun sebelumnya sudah ada upaya untuk
memperkenalkan negara kebaharian kepada generasi muda dengan
kegiatan sail.13
Untuk mengoptimalkan potensi laut di Indonesia perlu adanya
instrumen. Dalam hal ini Marsetio mengatakan bahwa untuk
mengaplikasikan kekuatan laut Indonesia perlu adanya instrumen
penting yakni yang terletak pada karakter bahari dalam bangsa.
Menurutnya, instrumen bangsa yang berkarakter bahari menjadi bangsa
11
Darmawan, Tinjauan Pembangunan Berorientasi Maritim, dalam
Tinjauan Pembangunan Maritim Indonesia Menjawab Tantangan Masa Depan, editor: Bambang Murgiyanto dkk (Jakarta: PPAL, 2012), 66. ‚Seirama dengan
dengan amanat Presiden Soekarno pada Upacara Peresmian berdirinya Institut
Angkatan Laut (IAL) tahun 1953 di Surabaya, adalah ‚usahakan agar kita
menjadi bangsa pelaut kembali. Ya..., bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya.
Bukan sekadar menjadi jongos di kapal… bukan! Tetapi bangsa pelaut dalam
arti cakrawati samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa
pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukkannya di
laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri….‛ 12
Djoko Pramono, Budaya Bahari (Jakarta: Gramedia, 2005), 8. ‚Inti
Deklarasi Bunaken: pemahaman bahwa laut merupakan peluang, tantangan, dan
harapan untuk masa depan persatuan, kesatuan, dan pembangunan bangsa
Indonesia‛. 13
Sebelum pelaksanaan kegiatan sail usaha untuk membangkitkan
kembali kejayaan maritim telah dilakukan melalui pelayaran KRI Dewaruci,
Pelayaran Phinisi Nusantara ke Vancouver (1986), Ekspedisi Phinisi Bugis
Amanagappa ke Madagaskar (1992), lalu Pelayaran Borobudur untuk menapak
tilas rute perdagangan kayu manis ke Afrika Barat tempo doeloe (2003).
Kegiatan Sail meliputi kegiatan Pelayaran Lingkar Nusantara (Pelantara) yang
diikuti oleh Gerakan Pramuka Nasional Satuan Saka Bahari, pesertanya Saka
Bahari seluruh Indonesia dan Lingkar Nusantara Remaja Pemuda Bahari/Kapal
Pemuda Nusantara (LNRPB/KPN), pesertanya pemuda dan remaja seluruh
Indonesia melalui Kementerian Pemuda dan Olah Raga, dibawa binaan Dinas
Potensi Maritim TNI AL, dengan menggunakan Kapal Repulik Indonesia (KRI)
jenis Landing Platform Dock (LPD).
5
yang nasionalismenya mampu menyatu bagaikan air, tanpa mengenal
identitas kelompok, serta mempunyai keimanan yang teguh dan kokoh
bagaikan tegaknya karang di laut, yang tidak tergoyahkan oleh
hempasan ombak dan gelombang.14
Banyak para pengamat yang mengatakan dalam media nasional
bahwa pemimpin Indonesia mendatang harus berorientasi pada laut.
Sebagai negara dengan panjang garis pantai lebih dari 95 ribu kilometer
persegi, sewajarnya kekuatan ekonomi Indonesia tumbuh dan
berkembang di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.15
Menurut Van
Leeuwen dan Van Tatenhove di dalam memperdayakan lautan harus
melibatkan banyak pihak diantaranya pemerintah, masyarakat dan
organisasi, terutama dalam tata kelola lautan yang dapat mengatur
kegiatan di laut dan konsekuensinya.16
Mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai bangsa bahari
(bangsa pelaut) yang pernah jaya dengan cara menguasai lautan dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakatnya dan mensejajarkan Indonesia
dengan negara-negara maju di dunia.17
Rokhmin Dahuri menambahkan
laut dan kehidupan yang ada di dalamnya merupakan bahan penelitian
dan pendidikan yang tidak akan pernah habis-habisnya. Kegiatan
pendidikan dan penelitian di bidang kelautan dapat memberikan
14
Marsetio, Sea Power Indonesia (Jakarta: Universitas Pertahanan,
2014), 97-98. ‚Enam Instrumen Penting dalam mencapai command of the sea through naval superiority, yaitu: pertama; Posisi Geografis, posisi Indonesia
merupakan titik persilangan antara dua benua Asia dan Australia, samudera
Pasifik dan samudera Hindia. Posisi yang strategis jalur pelayaran
internasional, kedua; Konfigurasi Wilayah, Indonesia memiliki kedaulatan
penuh atas semua yang ada di dalamnya sampai dengan batas-batas teritorial
yang jelas selebar 12 mil laut dari garis dasar dan hak berdaulat di zona 24 mil,
ZEE 200 mil dan landas kontinen, ketiga; Luasnya Wilayah, keempat; Jumlah
Penduduk, kelima; Karakter Bangsa, dan keenam; Karakter Pemerintah,
tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia sejak dahulu hingga ke depan
adalah bagaimana melahirkan karakter pemerintah yang pro maritim.‛ 15
Lihat:http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/06/20/n7h
7rw-presiden-diharapkan-perkuat-pendidikan. (diakses 17 September 2014).
Lihat juga: Laode M. Kamaluddin, Indonesia Sebagai Negara Maritim dari Sudut Pandang Ekonomi (Malang: UMM Press, 2005), 63-64.
16Svein Jentoft and Maaike Knol, ‚Marine Spatial Planning: Risk or
Opportunity for Fisheries in the North Sea?‛, A Springer Open Journal: Maritime Studies, 2014: 2.
17M. Dawan Rahardjo, Keluar dari Kemelut Pendidikan Nasional:
Menjawab Tantangan Kualitas Sumberdaya Manusia Abad 21 (Jakarta: PT
Intermasa, 1997), 96.
6
manfaat yang besar dalam pemanfataan dan pendayagunaan sumber
daya kelautan bagi kehidupan masyarakat.18
Tidak menyadari bahwa
laut merupakan jalan murah yang diberikan Tuhan kepada masyarakat
khususnya Indonesia sebagai negara kepulauan.19
Dalam rangka memberi perhatian khusus terhadap penggalian,
pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya laut, harus ada pendidikan
tersendiri mengenai lingkungan kelautan, membekali para generasi
muda dan pelajar agar memiliki, kesadaran, pengetahuan sikap dan
perilaku yang rasional dan bertanggung jawab atas pemanfaatan serta
pengelolaan lingkungan kelautan.20
Pendidikan memiliki peran besar
sebagai salah satu sarana mentransfer budaya dari generasi tua ke
generasi muda merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, memberikan
kebebasan kepada setiap individu untuk berpartisipasi secara efektif
dalam masyarakat dan lingkungannya.21
Manusia melakukan proses pendidikan yang lama untuk
menghasilkan prestasi, melakukan kegiatan khas manusiawi yang
menjadi produk kebudayaan manusia dalam upaya mempertahankan dan
melanjutkan hidup dan kehidupan manusia (estafet perjuangan).22
Pendidikan memberikan adanya interaksi manusia dengan
lingkungannya, sehingga terjadi proses perubahan kearah yang lebih
baik dalam tatanan sosial budaya, menciptakan tenaga kerja guna
memenuhi kebutuhan hidup manusia.23
Potensi manusia pada dasarnya bukanlah sesuatu yang bersifat
telah jadi (state of being), tetapi merupakan kondisi natural (state of
18
Rokhmin Dahuri, ‚Urgensi RUU Kelautan Bagi Pertumbuhan
Ekonomi Serta Kejayaan dan Kemakmuran Bangsa‛, Jurnal Maritim, Edisi 2,
Juni 2013 : 60. 19
Richard Joost Lino, ‚Maritim Indonesia Menuju Kelas Dunia‛, Jurnal Maritim, Edisi 9, Januari 2014 : 39.
20Dendasurono Prawiroatmodjo, Pendidikan Lingkungan Kelautan:
Pengantar Menuju Pengelolaan Sumberdaya Laut Melalui Program Pendidikan
(Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 3. 21
Unesco, A Human Rights-Based Approach to Education For All (New York: NY10017, 2007), 7.
22R.S.Peters, The Concept Of Education: Volume 17 (Francis: e-
Library Taylor & Francis, 2010), 1-2. Baca juga: Sanusi Uwes, Visi dan Pondasi Pendidikan (Dalam Perspektif Islam) (Ciputat: Logos Wacana Ilmu,
2003), 14-15. 23
J. Rubén Valdés Mirayes ‚The Prejudices of Education: Educational
Aspects of the Scottish Enlightenment, ‚Atlantis, Vol. 27, No. 2 (2005):101-
118.
7
nature) yang perlu diproses untuk ‚menjadi‛ (state of becoming) dalam
konteks budaya secara makro maupun mikro melalui pendidikan. Dapat
dikatakan dalam posisi ini pendidikan hanya sebagai faktor eksternal
pengembangan potensi manusia.24
Pada era globalisasi, masyarakat
menuntut agar pendidikan disesuaikan dengan tingkat kemajuan ilmu
pengetahuan serta perubahan-perubahan zaman yang semakin pesat,
sehingga pendidikan memainkan peranan ke arah kesadaran kritis dalam
melihat tantangan-tantangan masa depan.25
Hal ini merupakan proses
untuk menunjukkan seseorang mampu hidup dalam suatu budaya
tertentu dan menuntut hubungan yang harmonis antara pendidikan dan
kebudayaan. Praktek pendidikan harus mendasarkan pada teori-teori
yang bersumber dari suatu pandangan hidup masyarakat yang
bersangkutan, dalam hal ini masyarakat Indonesia sebagai masyarakat
bahari.26
Pendidikan berusaha mentrasformasikan intelektual agar orang
menjadi terdidik, selain itu pendidikan mempunyai tanggung jawab
yang lebih universal yakniuntuk mengantarkan manusia mempunyai
kesadaran moral.27
Sumber daya alam atau natural resources berupa
kekayaan alam dan sumber daya manusia atau human resources berupa
kemampuan dan kecakapan agar bisa dijadikan modal bagi
pembangunan nasional, maka harus dihimpun melalui pendidikan
sebagai wahananya(human capital).28
Lebih dari itu, menurut Karl Mark seperti yang disebutkan
Soyomukti bahwa basis bagi pendidikan adalah perkembangan ekonomi,
yakni cara manusia menghadapi alam untuk memenuhi kehidupan dan
mengembangkannya. Manusia belajar dari alam, dan dari pengalaman-
pengalaman yang dirasakan. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang
24
Mohamad Irfan dan Mastuki HS, Teologi Pendidikan: Tauhid sebagai Paradigma Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000), 103.
25Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial: Paulo Freire
dan YB. Mangunwijaya (Jogjakarta: Logung Pustaka, 2004), 6. 26
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan (Yogyakarta: Bigraf
Publishing, 2000), 82. 27
Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2007), 110.
28Mohammad Ali, ‚Reorientasi Makna Pendidikan: Urgensi
Pendidikan Terpadu,‛dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), 173.
8
mempunyai alam lautnya lebih luas dari daratannya, boleh di kata laut
adalah guru bagi masyarakat Indonesia.29
Upaya yang dapat dilakukan untuk memperkenalkan budaya
maritim kepada generasi muda, berdasarkan dalam penelitiannya Todd
Ames adalah menekankan pada dunia pendidikan. Ia memberikan
pandangannya terhadap pengembangan budaya maritim melalui dunia
pendidikan dengan cara mengajak siswa-siswa SMA untuk melakukan
kegiatan pelayaran dari satu pulau ke pulau lainnya dengan
menggunakan perahu tradisional, dan cara-cara navigasi tradisional.
Kemudian kegiatan pelayaran tersebut dilakukan setiap tahun.30
Selanjutnya Munsi Lampe mengatakan bahwa pelayaran dan
perdagangan merupakan ciri khas budaya maritim. Interaksi manusia
(pelaut) dengan lingkungan fisik (laut) pada saat dalam pelayaran dan
perdagangan memberikan pengalaman yang berbeda dengan perjalanan
di darat. Sehingga ketika budaya maritim dipahami sebagai fenomena
mental/kognitif maka pengalaman navigasi (saat pelayaran) akan
membentuk karakter bahari, dan menurutnya pendidikan adalah salah
satu sarana untuk melestarikan budaya maritim.31
Menurut Agus
Nuryanto bahwa pendidikan akan memberikan kontribusi secara
maksimal terhadap kehidupan publik jika dibangun di atas fondasi yang
kokoh. Paradigma pendidikan yang selalu berorientasi ke darat harus di
rubah kepada pendidikan yang berorientasi ke laut. Mengingat sebagian
besar bumi ini adalah lautan.32
Keberhasilan dalam menjalankan pendidikan yang berbasis
kemaritiman tergantung pada kurikulum yang mendukung. Kurikulum
dalam paradigma baru bukan hanya sebagai program pendidikan, tetapi
merupakan produk pendidikan, dan hasil belajar yang diinginkan sebagai
pengalaman belajar siswa.33
Masalah yang sering muncul dalam
29
Nurani Soyomukti, Metode Pendidikan Marxis Sosialis : Antara Teori dan Praktek (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), 86.
30Todd Ames, ‚Maritime Culture in the Western Pacific: A Touch of
Tradition,‛ Pacific Asia Inquiry, Vol. 4, No. 1, (2013) : 96. 31
Munsi Lampe, ‚Bugis-Makassar Seamanship and Reproduction of
Maritime Culture Values in Indonesia,‛ Humaniora, Vol. 24, No. 2, (2012) :
123. 32
Agus Nuryanto, Paradigma Baru Pendidikan: Pendidikan Berbasis Masyarakat dan Transformasi Pendidikan Islam (Jakarta: PIC UIN Jakarta,
2008), 311. 33
Deborah Loewenberg Ball and Francesca M. Forzani, ‚The Work of
Teaching and the Challenge for Teacher Education,‛ Sage: Journal of
9
kegagalan menciptakan pendidikan yang diinginkan (seperti pendidikan
bahari), karena kurikulum menjadi mesin politik kekuasaan untuk
melancarkan segala program penguasa. Kurikulum memberikan
legitimasi dari segala bentuk kebijakan dan keputusan politik yang
dijalankan oleh penguasa.34
Dalam hal ini politik kekuasaan perlu mendukung adanya
gagasan pendidikan bahari. Kurikulum yang harus dikembangkan
merupakan bagian integral dari penyusunan strategi untuk mengarahkan
proses transformasi kultural-politik dari masyarakat Indonesia sebagai
bangsa bahari. Dalam artian kurikulum secara permanen mampu
mencetak peserta didik menjadi manusia yang diinginkan oleh tujuan
pendidikan itu sendiri.35
Dalam pandangannya Tilaar, apabila
pemerintah Indonesia bertekad akan menjadikan Indonesia sebagai
‚poros maritimnya di dunia‛, maka untuk mewujudkannya harus secara
langsung berada dan masuk dalam sistem pendidikan dengan tidak lagi
menggunakan bentuk hidden curriculum.36
Dalam pengelolaan potensi laut strategi yang digunakan dengan
memberdayakan jaringan kerja yang melibatkan unsur universitas
(lembaga pendidikan), pemerintah dan swasta/ pribadi. Integrasi dari
ketiga unsur dapat memacu pembangunan kelautan.37
Sebagai bangsa
bahari, sudah terlalu lama umat Islam Indonesia lupa pada lautan.
Kekeliruan besar bila menganggap lautan sebagai kendala
pembangunan, sebagai masalah, padahal lautan justru merupakan solusi
bagi tumpukan persoalan kita. Pembangunan nasional dan segala
aktifitas kehidupan kita lebih berorientasi kepada kedaratan/ kontinental
ketimbang pada kelautan.38
Education, (2010) : 497. Lihat juga: Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 126-127. 34
Moh. Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan (Yogyakarta:
DIVA Press, 2009), 95. 35
Carol R. Rodgers, ‚Coming to care about teaching for social justice:
The Putney Graduate School of Teacher Education (1950-1964),‛ International Journal of Progressive Education, Vol. 9 No. 1, (2013) : 29.
36H.A.R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan
Nasional dalam Pusaran Kekuasaan (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 189. 37
Indra Jaya, Pengembangan Ekonomi dan Kesejahteraan Nasional Berbasis Maritim: Peranan dan Kontribusi Kawasan Timur Indonesia (KTI) dalam Format Indonesia Baru Paradigma Pembangunan Menuju Milenium II Editor: Laode M. Kamaluddin (Jakarta: Kaukus Iramasuka Nusantara, 1999),
155. 38
Lihat:http://www.fethullahgulenchair.com/index.php?option=com_c
ontent&view=article&id=953:paradigma-kelautan-mengangkat-
10
Tahapan yang paling awal dalam menggalakkan pembangunan
kelautan Indonesia perlu menanamkan cinta laut/semangat bahari
melalui pendidikan sejak dini. Mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak
(TK) yang sudah diperkenalkan tentang kelautan dan potensinya
mengenai wisata bahari, industri maritim, wisata pantai, transportasi
maupun taman laut.39
Hal senada juga di sampaikan oleh Ahmad Syafii
Maarif. Ia mengusulkan agar masalah kelautan dimasukkan dalam
kurikulum sekolah dari tingkat dasar (SD) sampai SMA. Menyiapkan
generasi mendatang agar dapat memanfaatkan potensi lautan yang tak
ternilai.40
Selain melalui pendidikan secara umum, gagasan lain
melakukan transformasi paradigma dalam rangka mempromosikan
perspektif kelautan (maritime), perlu mendapatkan justifikasi argumen
teologis. Basis argumen teologis ini penting mengingat bangsa
Indonesia adalah bangsa yang religius. Lebih-lebih mayoritas
penduduknya adalah muslim, karena itu legimitasi dari sudut pandang
aqidah dan semacamnya merupakan keharusan filosofis.41
Hal yang
sama juga dijelaskan oleh Sugiyono bahwa usaha yang dapat dilakukan
dalam membangkitkan wawasan bahari tidak bisa diandaikan tumbuh
alamiah atau begitu saja. Akan tetapi perlu usaha terencana dan
konsisten dengan melalui usaha pendidikan untuk membangun
kesadaran spasial (keruangan) bangsa Indonesia, dan menumbuhkan
kecintaan terhadap laut dengan materi pelajaran yang disandarkan
agama.42
Achmad Chodjim memberi penekanan, memberdayakan agama
dapat membangkitkan kembali kedaulatan maritim Indonesia. Dengan
ini pendidikan agama harus fokus pada ajaran dan tidak dikotak-
martabatbangsa&catid=96:news (diakses 20 Mei 2014). Lihat juga: Jacub Rais,
Menata Ruang Laut Terpadu: Menuju Pentabdiran Lautan Nasional (Towards National Ocean Governance) (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), 209. Lihat
juga: Jefrey Rawis, Menjahit Laut Yang Robek (Jakarta: Yayasan Malesung,
2004), 1. 39
Soekistijanto, ‚Laut Merupakan Harapan Bagi Kita di Masa
Mendatang‛, dalam Lautku Pengabdianku (Jakarta: Yayasan Prasetya Jala
Utama, 2001), 257. 40
Ahmad Syafii Ma’arif, Al-Qur’an dan Realitas Umat (Jakarta:
Republika, 2010), 7. 41
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta: Erlangga, 2005), 13.
42Sugiyono, Membangkitkan Kembali Jiwa dan Wawasan Maritim,
dalam Tinjauan Pembangunan Maritim Indonesia Menjawab Tantangan Masa Depan, editor Bambang Murgiyanto dkk (Jakarta: PPAL, 2012), 62.
11
kotakkan oleh pemahaman ritual. Dari hal itu Indonesia dapat
menciptakan lapangan pekerjaan di bidang maritim dengan sebesar-
besar tenaga kerjanya adalah rakyat Indonesia.43
Pendidikan agama
berperan membentuk suatu private culture yang berfungsi sebagai
landasan budaya masyarakat atau bangsa yang bersangkutan public culture, dalam masyarakat bahari.
44 Pengetahuan agama yang berbasis
kelautan diharapkan mampu melahirkan manusia yang memiliki
kemampuan spiritual, memiliki komitmen terhadap profesionalisme,
memiliki akhlak terhadap Allah dan akhlak terhadap makhluk-Nya yang
mencerminkan keanggunan moralitas manusia dalam keluarga,
masyarakat dan berbangsa, kenal dan paham terhadap lingkungannya.45
Begitu juga halnya dengan pendidikan agama Islam pemantapan
kurikulum pendidikan agama dengan mengedepankan esensi aspek-
aspek keagamaan yang elementer akan mewujudkan sosok anak didik
yang berwatak, berkarakter, berkepribadian utuh dengan landasan iman,
takwa, dan nilai-nilai moral yang kokoh.46
Agama bukan seperti yang
dikatakan oleh David B. Skillicorn bahwa doktrin agama dapat
menjadikan manusia yang beragama fundamental dan radikal.47
Atau
yang dikatakan juga oleh Louis Ernesto Morabahwa agama membuat
manusia berpikir tidak logis.48
43
Lihat: http://www.pikiran-rakyat.com/node/280141. Diskusi Panel
Serial ‚Mengungkap Budaya Luhur Nusantara Menuju Peradaban Maritim
Indonesia‛. Dengan tema ‚Pengaruh Eksternal Terhadap Sinergi Budaya
Maritim Dan Agraris Nusantara.‛ (diakses 22 Mei 2014). 44
Muhammad Tholchah Hasan, Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman (Jakarta: Lantabora Press, 2000), 220.
45Yusron Razak, Pendidikan Agama untuk Perguruan Tinggi (Jakarta:
Laboratium Sosiologi Agama, 2009), 76. 46
Juju Saepudin, ‚Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah
Unggulan: Studi pada SMPN 2 Kota Bandar Lampung,‛ Jurnal Penelitian Keagamaan dan Kemasyarakatan (PENAMAS), Vo. 26, No. 2, (2013) : 123.
47David B. Skillicorn, Christian Leuprecht and Conrad Winn,
‚Homegrown Islamist Radicalization in Canada: Process Insights from an
Attitudinal Survey,‛ Canadian Journal of Political Science, vol. 45, no. 4
(2012) : 929-956. Bandingkan juga Christopher G. Ellison, Identification and
Separatism: Religious Involvement and Racial Orientations Among Black
Americans,‛ The Sociological Quarterly, vol. 32, no. 3 (Autumn, 1991): 477-
494, http://www.jstor.org/stable/4120919 (accessed March 2, 2015). 48
Lihat Louis Ernesto Mora, Panayiotis Stavrinides, Wilson McDermut,
‚Religious Fundamentalism and Religious Orientation Among the Greek
Orthodox,‛ J Relig Health 53, (2014) : 1498-1513.
12
Landasan pokok dalam pendidikan Islam adalah al-Qur’a >n dan
Sunnah. Sebagai implementasi ajaran Islam al-Qur’a>n dan Sunnah
menjadi rujukan untuk mencari, membuat dan mengembangkan konsep,
prinsip, teori dan teknik pendidikan Islam.49
Al-Qur’a >n sering
membicarakan berbagai aspek, banyak kaitannya dengan pendidikan
yang bertujuan untuk membina sikap dan kepribadian yang mulia,
bertumpu pada hubungan dengan Allah (h}ablun min Allah) dan
hubungan dengan manusia (h}ablun min al-Na>s) termasuk di dalamnya
hubungan manusia dengan alam.50
Manusia sebagai penguasa di bumi (khali>fah fil ard}) diberikan
akal dan pikiran yang dituntut bertanggung jawab menerima risalah
Tuhan. Dengan risalah itu mereka dapat memahami, menyelidiki dan
bahkan mengembangkan apa yang dibentangkan Allah di muka bumi
ini. Kesejarahan manusia bagi pendidikan yaitu kebutuhan untuk
membiasakan diri melihat bahwa berbagai persoalan masa kini
bersangkut paut dengan ‚akar-akar sejarah‛ masa lalu.51
Al-Qur’a>n juga sering menceritakan persoalan laut yang
merupakan alat untuk menerangkan sisi kemukjizatannya, kemudian
berbagai fakta-fakta ilmiah yang bersifat qat}‘i>. Selain itu menjelaskan
apa yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW benar
walaupun beliau jauh dari lautan.52
Dengan berlandaskan al-Qur’a>n para
ilmuwan muslim banyak menciptakan alat yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia yang ada kaitannya dengan laut seperti halnya
kompas dan peta alat untuk mengetahui arah ketika berlayar di laut.53
49
Sanusi Uwes, Visi dan Pondasi Pendidikan (Dalam Perspektif Islam) (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2003), 7.
50Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2010), 263-264. Lihat juga: Taqiyuddin an-Nabhani, Hakekat Bepikir (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2010), 79-80. ‚Manusia merasakan bahwa
dirinya ada, merasakan adanya kehidupan dalam dirinya, dan merasakan adanya
alam semesta tempat dia hidup‛. 51
M. Sastrapratedja, ‚Apa dan Siapakah Manusia‛, dalam Pendidikan Manusia Indonesia (Jakarta: Buku Kompas, 2004),12.
52Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains Al-Qur’an: Menggali Kandungan
Ilmu Pengetahuan dari Al-Qur’an (Solo: Tiga Serangkai, 2004), 147-148. 53
Howard R. Turner, Sains Islam yang Mengagumkan (Bandung:
Nuansa, 2004), 115. Lihat juga: H. Somad Z. dkk., Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Universitas Trisakti, 2003), 215. ‚Kaum Muslimin mencapai
kemajuan dalam pembuatan kapal, ahli di dalam bidang pelayaran dan peta.
Ahmad Ibnu Majid seorang ahli peta, navigator dan pengarang buku-buku
navigasi sebagai bahan pemandu Vascoda Gama pada tahun 1498 M, berlayar
melalui Afrika Barat dan Afrika Selatan sampai ke India‛.
13
Islam mengajarkan ‚hidup untuk mengabdi kepada Allah‛
merupakan salah satu nilai dasar dalam sistem moral yang diajarkan
oleh al-Qur’a>n dalam implementasinya dengan menggunakan konsep
tash}ir (penundukan sumber daya alam) berupa pengolahan sumber daya
dan kekayaan alam.54
Pendidikan Islam merupakan salah satu bentuk
manifestasi dari cita-cita hidup Islam untuk melestarikan,
mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai Islam tersebut
kepada generasi penerusnya, sehingga nilai kultural-religius yang dicita-
citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari
waktu ke waktu.55
Pada akhirnya tercipta seorang muslim yang terbina
seluruh potensi dirinya.56
Masalah yang ada bahwa pendidikan Islam tidak mampu
menumbuhkembangkan potensi manusia yang lebih baik. Pendidikan
Islam dapat dikesankan sebagai konservatif dan ketinggalan jaman,
apalagi dalam merespon tantangan jaman, misalnya pengembangan
karakter bahari.57
Namun seiring perkembangan jaman dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pendidikan Islam mulai
mengadakan perubahan serta selalu berintegrasi dengan aspek
kehidupan manusia dengan alam sekitarnya secara luas, dilaksanakan
secara berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan
lingkungan. Hal ini membutuhkan adanya prinsip dalam pendidikan
Islam, yakni membantu pencapaian kesempurnaan manusia dalam
menemukan potensi baiknya.58
Menurut Nur Syam misi dalam penyelenggaraan pendidikan
Islam di antaranya mengembangkan Pendidikan Keagamaan Islam
berbasis tafaqquh fi> al-di>n bertradisikan pengajian dan kajian, kearifan
lokal, berwatak kewirausahaan, serta berwawasan kebangsaan dan
54
Muhammad Tholchah Hasan, Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman (Jakarta: Lantabora Press, 2000), 151. ‚Laut yang penuh
dengan sumber daya alam menjanjikan kemakmuran dan kesejahteraan umat
manusia, tempat untuk mengais rezeqi yang baik yang dianjurkan oleh Allah.‛ 55
Muhammad Syukri Salleh, ‚Strategizing Islamic Education,‛
International Journal of Education and Research, Vol. 1 No. 6 (2013) : 4. Lihat
juga: Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), 132. 56
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Jakarta: RajaGrafindo,
2010), 169. 57
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006), 130. 58
Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan ala Rasulullah (Jogjakarta, Ar-
Ruzz Media, 2012), 62.
14
lingkungan, tentunya dalam hal ini wawasan kebangsaan sebagai bangsa
bahari dan lingkungan bahari.59
Pendidikan Islam harus mulai berbenah diri dengan menyusun
strategi untuk dapat menyongsong dan dapat menjawab tantangan
perubahan tersebut, apabila tidak maka pendidikan Islam akan
tertinggal dalam persaingan global. Pada lingkungan sekolah pendidikan
agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman,
penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada
Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.60
Memberikan kesadaran
keterlibatan manusia dengan laut yang saling membutuhkan.
Tesis ini berupaya mengkaji pengembangan budaya
kemaritiman dalam dunia pendidikan. Tujuannya adalah untuk
menemukan proses pendidikan dalam mengembangkan budaya bahari
atau kemaritiman. Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan dalam
hal ini Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Laut
serius berupaya menciptakan tenaga kerja profesional di bidang
kelautan. Ada sekitar 105 SMK Pelayaran dan 615 SMK Kelautan dan
Perikanan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Setiap tahunnya
menghasilkan 1.700 pelaut baik dari SMK Pelayaran maupun Kelautan.
Sebenarnya jumlah ini sangat kurang sekali apabila disesuaikan dengan
kebutuhan pelaut pertahunnya yang mencapai 16.000 pelaut, sesuai
dengan kebutuhan Industri maritim nasional yang masih membutuhkan
83.000 pelaut mulai dari jenjang nakhoda/kapten kapal, perwira/mualim
sampai ABK.61
Jadi keberadaan SMK di Indonesia menjadi penting dan
menarik untuk menjadi objek penelitian.
Jumlah SMK Pelayaran yang berada di wilayah Jakarta, bila
dihitung ada 14 sekolah, baik yang berstatus negeri maupun swasta.
Dari jumlah tersebut sekolah yang dipilih untuk kajian tesis ini di
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pelayaran Jakarta Raya. Sekolah
ini dipilih tentu berdasarkan studi pendahuluan yang pernah dilakukan
yang menunjukkan bahwa sekolah ini dari awal dibentuk untuk
59
Nur Syam, ‚Ikhtiar Membuat Lembaga Pendidikan Islam Lebih
Membanggakan‛, Sindo Weekly, Edisi Khusus 17 Agustus, No. 24 Tahun III,
14-20 Agustus 2014 : 65-66. 60
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam
Mulia, 2010), 22. 61
Dokumen Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Luat Badan
Pengembangan Perhubungan Kementerian Perhubungan RI. Lihat juga: Tim
Redaksi, ‚Balada Sang Pelaut,‛ Jurnal Maritim, Edisi 10, Pebruari 2014 : 3.
15
mengembangkan skill kebaharian. Secara eksplisit keberadaan sekolah
ini nampak dalam nama sekolahnya yakni sebagai SMK Pelayaran
Jakarta Raya. Selain itu SMK Pelayaran Jakarta Raya merupakan SMK
Pelayaran dalam pembinaan Yayasan Hang Tuah TNI Angkatan Laut.
Jadi dalam hal ini nantinya dapat menjadi bahan evaluasi untuk SMK
Pelayaran tersebut.
Sebagai sekolah yang mempersiapkan tenaga kerja yang
berhubungan di dunia kelautan, SMK Pelayaran Jakarta Raya
melakukan penanaman karakter kerja kelautan dan pelayaran bagi
siswa/taruna. Hal ini supaya menghasilkan lulusan yang mampu
bersaing dan berhasil dalam pekerjaannya. Integrasi penanaman karakter
kerja kelautan dan perikanan dalam pembelajaran dilakukan dalam
semua mata pelajaran termasuk ke dalam mata pelajaran pendidikan
agama Islam. SMK Pelayaran Jakarta Raya menggunakan sistem
pendidikan yang mengacu pada kurikulum 2013 yang dipadukan dengan
kurikulum Operasional dan Pelatihan Pembentukan Kompetensi
Kepelautan Dirjen Perhubungan Laut. Dengan demikian yang ingin
ditemukan dalam penelitian ini tentang bagaimana model pendidikan
SMK Pelayaran Jakarta Raya dalam mengembangkan karakter bahari,
khususnya pada bidang pendidikan agama Islam.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan di
atas, di sini dapat diidentifikasi menjadi 3 masalah, yakni:
a. Negara Indonesi sebagai negara maritim belum mengoptimalkan
potensi kemaritimannya.
b. Pendidikan secara umum belum berorientasi kepada visi
kemaritiman
c. Secara khusus pendidikan Islam masih konservatif dan belum
mampu menghadapi tantangan jaman, khususnya di bidang
kemaritiman.
2. Pembatasan masalah
Sub ini berupaya melakukan pembatasan masalah, supaya kajian
dalam tesis ini lebih fokus. Pembatasan yang dilakukan meliputi tema
masalah, konsepnya, dan objek penelitiannya. Sesuai dengan ketiga
masalah yang sudah teridentifikasi di atas tesis ini membatasi pada
masalah yang ketiga yakni tentang pendidikan agama Islam yang belum
mampu merespon tantangan jaman terutama dalam hal
kebaharian/kelautan. Jadi dalam kajian ini konsep utamanya tentang
16
pendidikan agama Islam dan kebaharian. Kemudian objek penelitian
yang menjadi kajian dalam tema utama tersebut adalah sebuah sekolah
pelayaran. Tepatnya yaitu SMK Pelayaran Jakarta Raya. Sekolah ini
dipilih karena sebagai sekolah yang menegaskan secara eksplisit untuk
mengembangkan hal yang berhubungan dengan kelautan.
3. Perumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah;
Bagaimana kurikulum pendidikan agama Islam dan
implementasinya dalam mengembangkan wawasan kebaharian di SMK
Pelayaran Jakarta Raya?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut;
1. Menemukan peran pendidikan agama Islam dalam
mengembangkan budaya bahari.
2. Menemukan pola pembelajaran PAI dalam mengembangkan
wawasan bahari.
3. Menemukan kekurangan PAI dalam mengembangkan wawasan
bahari.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
praktis maupun teoritis sebagaimana berikut ini:
a. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan (bahan evaluasi)
untuk pengembangan kurikulum materi pelajaran pendidikan
agama Islam dan budi pekerti berbasis kelautan di sekolah
umum dan sekolah SMK Pelayaran, khususnya pada SMK
Pelayaran Jakarta Raya.
b. Sarana untuk mengembangkan wawasan serta pengalaman
dalam menganalisis permasalahan khususnya di bidang
pendidikan.
c. Mendukung tanggung jawab dalam pembinaan potensi
maritim melalui pendekatan agama.
d. Sebagai pengembangan pendidikan maupun keilmuan terkait
pembentukan karakter kemaritiman dan dapat menjadi
rekomendasi untuk penelitian lanjutan yang serupa yang lebih
mendalam.
17
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Kajian terdahulu dalam sub ini dimaksudkan untuk mengetahui
sejauh mana kajian yang sudah ada terkait dengan tema tesis ini.
Dengan mengetahui perkembangan kajian terdahulu maka tesis dapat
mengisi kekosongan atas kajian terhadap tema kebaharian. Adapun
kajian terdahulu yang disajikan di sini berupa hasil penelitian yang
sudah diterbikan dalam bentuk buku maupun artikel jurnal.
Pertama buku yang ditulis oleh Agus S. Djamil62
yaitu‚Al-Qur’an dan Lautan.‛ Buku ini mengkaji tentang kelautan dan
bagaimana al-Qur’a>n membahasnya. Buku ini berkesimpulan bahwa
dalam rangka mengubah paradigma yang berorientasi ke darat kepada
paradigma yang berorientasi ke laut perlu adanya kerjasama pada semua
pihak. Setidaknya kerjasama tersebut melibatkan Kementerian Agama
dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta organisasi
nirlaba bekerja sama membentuk kurikulum pelajaran umum maupun
pelajaran agama Islam yang bernuansa kelautan. Pemerintah daerah
dengan otonominya dapat mempelopori berdirinya rangkaian pesantren
berbasis kelautan pada beberapa kantong kampung nelayan.63
Selain itu buku tersebut memberikan pengetahuan baru tentang
lautan dalam perspektif agama terutama agama Islam. Pelestarian
budaya maritim dan menumbuhkan jiwa/karakter bahari melalui
pendekatan agama/teologi. Peranan agama terutama agama Islam sangat
dibutuhkan dalam menuju paradigma yang berwawasan kelautan,
terlebih lagi masyarakat Indonesia walaupun bukan negara Islam akan
tetapi mempunyai penduduk yang mayoritas beragama Islam sudah
sepatutnya al-Qur’a>n sebagai pedoman umat Islam digunakan sebagai
rujukan untuk mengelola lautan. Buku ini merupakan kajian normatif
terkait dengan kelautan menurut al-Qur’a>n. Inilah bagian dari
kelemahan buku tersebut mengkaji kelautan pada sisi normatifitas
belaka sehingga temuan-temuan secara praktis tidak ada.
Selanjutnya buku Dendasurono Prawiroatmodjo yang berjudul
Pendidikan Lingkungan Kelautan (Pengantar Menuju Pengelolaan Sumberdaya Laut Melalui Program Pendidikan). Buku ini menyajikan
bagaimana laut dapat dimanfaatkan serta dijaga kelestariannya melalui
62
Agus S. Djamil, penulis buku Al Qur’an dan Lautan pakar di bidang
Exploration and Development Geophysics dari Stanford University di Palo
Alto, Amerika Serikat. Sejak 1998 ia bekerja pada Kerajaan Brunei Darussalam
dan berdomisili di Bandar Seri Begawan. Sebelumnya, 1988-1998, bekerja pada
Caltex Pacific Indonesia. 63
Agus S. Djamil, Al-Qur’an dan Lautan (Bandung: Arasy Mizan,
2004).
18
pendidikan khusus tentang lingkungan kelautan. Buku ini juga
memberikan alternatif bahan materi pelajaran yang disampaikan yang
mencakup tentang laut itu sendiri dan kehidupan sosial budaya
masyarakat pantai. Disertai dengan metode pembelajaran yang akan
digunakan. Mengajak kepada seluruh komponen bangsa untuk
memanfaatkan laut guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan
meningkatkan kesejahteraan akan tetapi tidak dengan cara berlebihan.
Dalam artian tetap menjaga kesimbangan agar tidak merusak
lingkungan dan di manfaatkan dalam jangka waktu yang panjang.64
Kelemahan buku ini bukan dari penelitian lapangan sehingga cenderung
normatif.
Berikutnya penelitiannya Todd Amesdi dalam artikelnya yang
berjudul‚Maritime Culture in the Western Pacific: A Touch of Tradition.‛ Todd Ames mengatakan bahwa kearifan tradisi yang digali
dari nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan maritim masyarakat
Mikronesia, dapat menyadarkan generasi muda. Bahwasanya kesadaran
yang terbangun terkait dengan generasi terdahulunya pernah maju
dengan memanfaatkan laut sebagai sumber penghidupannya. Hal ini
dapat memberikan inspirasi untuk dijadikan sebagai ladang
pembelajaran, untuk terus menjadi sumber daya, tidak saja bagi
kehidupan ekonomi namun juga sumber daya kehidupan budaya, untuk
menjadi sumber pemersatu sekaligus sumber daya ekspresi seni.65
Artikel ini menjelaskan pengajaran tradisi maritim secara umum saja
dan tidak terkait dengan pendidikan agama.
Kajian lainnya yaitu artikel Munsi Lampeyang berjudul ‚Bugis-Makassar Seamanship and Reproduction of Maritime Culture Values in Indonesia.‛ Bahwasanya Munsi Lampe mengatakan, pelayaran dan
perdagangan merupakan budaya maritim pelaut Bugis-Makassar.
Pelayaran dan perdagangan dapat membentuk para pelaut mempunyai
karakter. Pelayaran juga dapat menumbuhkan kesadaran akan
keragaman nilai-nilai dan hubungan antar kelompok etnis dan budaya
yang dapat menimbulkan rasa cinta tanah air sebagai satu kesatuan.66
Secara substansi penelitian ini menyajikan materi yang mengandung
64
Dendasurono Prawiroatmodjo, Pendidikan Lingkungan Kelautan: Pengantar Menuju Pengelolaan Sumberdaya Laut Melalui Program Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005).
65Todd Ames, ‚Maritime Culture in the Western Pacific: A Touch of
Tradition,‛ Pacific Asia Inquiry, Volume 4, Nomor 1, Fall 2013. 66
Munsi Lampe, ‚Bugis-Makassar Seamanship and Reproduction of
Maritime Culture Values in Indonesia,‛ Humaniora, Volume 24, No. 2, Juny
2012 : 121-132.
19
nilai-nilai karater bahari. Sangat baik untuk dijadikan pedoman dalam
kehidupan seorang taruna-taruni baik pada waktu masih di sekolah dan
bekal di tempat kerja. Munsi Lampe menyebutkan dalam melestarikan
budaya maritim perlu adanya peran pendidikan, akan tetapi tidak
disertai dengan metode atau strategi pembelajaran yang digunakan.
Dalam artikel ini Munsi Lampe menggambarkan temuan-temuannya
bukan dalam perspektif pendidikan.
Penelitian sebelumnya yang relevan di atas menitik beratkan
pada beberapa bidang ilmu yang normatif misalnya yang dikaji oleh
Agus S Djamil dan Dendasurono Prawiroatmodjo. Kemudian Todd
Amess dalam artikelnya hanya menjelaskan pengembangan tradisi
kemaritiman di masyarakat, kelemahan artikel ini bukan dalam
perspektif pendidikan. Sama halnya Munsi Lampe dalam mengkaji
budaya maritim di Bugis pendekatan yang digunakan adalah sosiologis
antropologis. Maka ada celah kosong yang belum dikaji oleh para
peneliti terdahulu terkait dengan pengembangan tradisi kemaritiman
dalam perspektif pendidikan formal terutama pada sisi pendidikan
agama. Tesis ini berupaya mengisi kekosongan tersebut, yakni mengkaji
pelestarian budaya bahari dari perspektif pendidikan teruma pendidikan
agama.
F. Metodologi
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.
Metode ini digunakan agar peneliti mendapatkan data secara mendalam
sampai pada tingkat makna. Selain itu penelitian ini merupakan
penelitian lapangan atau sering disebut dengan field research.
Sumber yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam.
Pertama sumber primer dan kedua sumber skunder. Sumber primer
merupakan sumber yang dipatkan secara langsung tanpa melalui
perantara. Dalam hal ini sumber primernya yang menjadi objek
penelitian adalah di SMK Pelayaran Jakarta Raya. Kemudian sumber
sekunder sebagai sumber pendukung. Sumber ini didapatkan dari
dokumen-dokumen jurnal/buku terkait dengan tema penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data peneliti menggunakan teknik
observasi, wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan data ini
dilakukan pada tahun ajaran sekolah 2014/2015.
20
a. Observasi
Teknik ini dilakukan dalam bentuk pengamatan terhadap objek
yang diteliti. Pengamatan dilakukan secara terlibat langsung kepada
aktifitas yang diteliti. Hal yang diamati adalah aktifitas pendidikan di
SMK Pelayaran Jakarta Raya baik kegiatan pembelajaran antara guru
dan murid, kegiatan ekstra sekolah, dan proses pembelajaran dalam
pendidikan agama Islam.
Peneliti ikut berperan serta dalam kegiatan belajar mengajar
pada materi pelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti di SMK
Pelayaran Jakarta Raya. Memberikan ceramah pada kegiatan pembinaan
rohani, mengambil apel pagi dan sebagai Pembina upacara serta
memberikan ceramah tentang karakter bahari. Ikut shalat berjamaah
Dzuhur. Dengan demikian observasi yang dilakukan dapat mendalam.
b. Wawancara
Dalam proses wawancara peneliti mewancarai kepala sekolah,
guru mata pelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti,
karyawan, TU, taruna-taruni dan alumniSMK Pelayaran Jakarta Raya.
Wawancara terkait dengan upaya membangun budaya bahari/karakter
kemaritiman di sekolah. Baik pada sisi proses pembelajaran, dampak
yang muncul, permasalahan-permasalahan dan motivasi-motivasinya.
Untuk memperkuat data yang dibutuhkan, penulis juga mewancarai para
mantan pelaut yang sudah bekerja di laut dengan masa yang cukup lama
(5-10 tahun). Adapun cara yang dilakukan dengan cara berdialog/tanya
jawab langsung dan komunikasi dengan menggunakan telepon/HP.
Selanjutnya meringkas data kontak langsung dengan guru agama Islam,
kejadian dan situasi di lokasi penelitian.
c. Dokumentasi
Pengumpulan data melalui teknik dokumentasi, diantaranya
dokumen personalia dan dokumen sekolah/kantor. Dokumen personalia
dokumen yang dimiliki oleh guru mata pelajaran pendidikan agama
Islam dan budi pekerti berupa catatan-catatan bahan materi pelajaran,
silabus dan photo-photo kegiatan belajar mengajar. Sedangkan dokumen
sekolah/kantor berupa photo kegiatan proses praktek ibadah.
3. Pendekatan dan Analisa Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian. Teknik analisis data dalam rangka mendapatkan data
yang absah, menggunakan trianggulasi dan chros check. Teknik ini
21
berupaya untuk membanding-bandingkan antara data yang didapatkan
dari pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Selain itu juga
mencocokkan kembali kepada fakta yang ada. Data yang sudah
dianggap absah kemudian dipilah-pilah atau dikategorikan dalam bentuk
tema-tema tertentu lalu dianalisis mengunakan teori yang sudah
dibangun pada bab dua.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan tesis ini mencakup lima bab. Kelima bab
ini dua bab yang pertama terdiri dari pendahuluan dan kajian teori.
Kedua bab setelahnya adalah bab inti sebagai temuan lapangan yang
juga dianalisis. Satu bab yang terakhir adalah bab penutup. Masing-
masing bab penjelasannya seperti berikut ini.
Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini berisi beberapa sub
tentang latar belakang masalah yang menguraikan masalah-masalah
yang terkait yang melatarbelakangi tesis ini dilakukan. Selanjutnya, sub
pembatasan masalah yang ditulis untuk menfokuskan pada masalah
yang dipilih dari beberapa masalah yang sudah teridentifikasi dan
seterusnya dibuat pertanyaan yang masuk ke dalam sub perumusan
masalah. Kemudian sub tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, yang
menunjukkan tujuan dan manfaat penelitian ini dilakukan.
Selanjutnyasub literatur/ tinjauan pustaka. Sub ini menjelaskan kajian
yang pernah dilakukan terkait dengan tema ini, sehingga dari kajian
terdahulu ini dapat menemukan kelemahannya masing-masing. Dari
kelemahan-kelemahan tersebut penelitian ini untuk melengkapi
kelemahan itu. Sub berikutnya metodologi penelitian yang di dalamnya
memuat tentang sifat penelitian, tujuannya adalah menjelaskan prosedur
penelitian ini dilakukan.
Bab kedua berjudul, diskursus kebaharian dalam Islam. Judul ini
memberikan uraian tentang kebaharian dalam perspektif Islam. Bab ini
mengurai empat sub bab. Sub pertama tentang laut dan manfaat bagi
manusia. Sub berupaya menjelaskan keberadaan laut sebagai salah satu
alam semesta dan juga manfaatnya. Sub kedua lautan perspektif al-
Qur’a>n. Sub ini menguraikan bagaiman al-Qur’a>n menjelaskan tentang
lautan. Sub ketiga merawat budaya bahari. Sub ini menjelaskan upaya-
upaya merawat budaya kebaharian. Terakhir sub yang keempat tentang
pendidikan agama Islam dalam budaya bahari. Sub ini menjelaskan
keterkaitannya antara pendidikan agama Islam dengan budaya bahari.
Selanjutnya bab tiga yang berjudul, pendidikan agama Islam di
SMK Pelayaran Jakarta Raya. Bab ini merupakan bab inti yang pertama
yang menguraikan data lapangan. Bab ini terdiri dari tiga sub yaitu sub
22
tentang SMK Pelayaran Jakarta Raya. Sub ini ditulis untuk menjelaskan
keberadaan sekolah yang menjadi objek peneltitian ini. Tujuannya
adalah agar dapat mengantar pembaca untuk mengetahui dan mengenal
sekolah ini sebelum masuk ke dalam inti selanjutnya. Sub kedua tentang
kurikulum pendidikan agama Islam di SMK Pelayaran. Sub ini untuk
menguraikan bagaimana kurikulum pendidikan agama Islam yang
dilaksanakan di sekolah tersebut. Sub yang ketiga tentang kepala
sekolah dan guru dalam pelaksanaan kurikulum PAI. Sub ini
menguraikan peran kepala sekolah dan guru dalam implementasi
kurikulum.
Berikutnya bab empat berjudul, problem dan nilai-nilai bahari
dalam kurikulum PAI di SMK Pelayaran. Bab ini merupakan bab inti
kedua yang berupaya menganalisis implementasi PAI yang terjadi di
sekolah. Ada empat sub dalam bab ini. Sub pertama tentang kurikulum
PAI belum terintegrasi dengan kebaharian. Sub ini berupaya
mengungkapkan bahwa kurikulum PAI yang digunakan di sekolah
belum terintegrasi, namun sebatas pada pendidikan agama dan moral
kepada anak didik. Materi-materi kebaharian tidak nampak di dalamnya.
Sub kedua kebaharian dalam kegiatan keagamaan dan ekstra sekolah.
Sub ini menjelaskan selain dari kurikulum formal sekolah, yakni melihat
kegiatan di luar kurikulum itu. Sub ketiga nilai-nilai bahari dalam
pendidika agama Islam. Sub ini menjelaskan nilai-nilai yang terkandung
dalam kurikulum PAI terkait dengan nilai-nilai kebaharian walaupun
secara materi tidak disinggung. Di situlah sebenarnya PAI mengandung
moral yang sama dengan kebaharian. Sub keempat pengembangan
pembelajaran PAI yang integratif. Sub ini berupaya memberikan
pandangan alternatif agar PAI pada level implementatif dapat
menyelesaikan problemnya yakni tentang integrasi ke dalam materi
kebaharian.
Bab yang terakhir yaitu bab lima. Bab ini adalah penutup yang
didalamnya berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan ini bukan
menunjukkan ringkasan-ringkasan, tetapi merupakan temuan penelitian.
Kemudian sara-saran menunjukkan rekomendasi selanjutnya baik kepada
peneliti berikutnya maupun kepada pihak-pihak yang berkepentingan.