Pendekatan-Pendekatan peristiwa dan perilaku dalam Akuntansi

40
BAB 11 PENDEKATAN-PENDEKATAN PERISTIWA DAN PERILAKU DALAM AKUNTANSI 1. PENDEKATAN PERISTIWA 1. 1 Hakikat dari pendekatan peristiwa Pendekatan peristiwa untuk pertama kalinya dinyatakan secara eksplisit setelah adanya suatu perbedaan pendapat yang terjadi diantara anggota dari Committee of american Accounting Assotiation yang mengeluarkan sebuah statement of basic accounting teory. Mayoritas komite mendukung pendekatan nilai untuk akuntansi sedangkan hanya satu anggota yaitu George Sorter yang mendukung pendekatan peristiwa. Kelompok Nilai Kelompok nilai yang juga disebut sebagai kelompok kebutuhan dari para pengguna telah cukup diketahui untuk memungkinkan dilakukannya pengambilan suatu teori akuntansi yang memberikan input optimal bagi model-model keputusan tertentu. Model akuntansi konvensional yang didasarkan atas pendekatan nilai memiliki kelemahan- kelemahan, antara lain: a. Dimensinya terbatas. Kebanyakan pengukuran-pengukuran akuntansi dinyatakan dalam suatu moneter-suatu praktik yang menghalangi pemeliharaan dan penggunaan 1

description

Buku Ahmed Riahi, dan Belkaoui (Thomson) “Teori Akuntasi” Jilid 2 Edisi 5 (2007), halaman 81-108

Transcript of Pendekatan-Pendekatan peristiwa dan perilaku dalam Akuntansi

BAB 11

PENDEKATAN-PENDEKATAN PERISTIWA

DAN PERILAKU DALAM AKUNTANSI

1. PENDEKATAN PERISTIWA

1. 1 Hakikat dari pendekatan peristiwa

Pendekatan peristiwa untuk pertama kalinya dinyatakan secara eksplisit

setelah adanya suatu perbedaan pendapat yang terjadi diantara anggota dari

Committee of american Accounting Assotiation yang mengeluarkan sebuah statement

of basic accounting teory. Mayoritas komite mendukung pendekatan nilai untuk

akuntansi sedangkan hanya satu anggota yaitu George Sorter yang mendukung

pendekatan peristiwa.

Kelompok Nilai

Kelompok nilai yang juga disebut sebagai kelompok kebutuhan dari para

pengguna telah cukup diketahui untuk memungkinkan dilakukannya pengambilan

suatu teori akuntansi yang memberikan input optimal bagi model-model keputusan

tertentu. Model akuntansi konvensional yang didasarkan atas pendekatan nilai

memiliki kelemahan-kelemahan, antara lain:

a. Dimensinya terbatas. Kebanyakan pengukuran-pengukuran akuntansi dinyatakan

dalam suatu moneter-suatu praktik yang menghalangi pemeliharaan dan penggunaan

produktivitas, kinerja, keandalan, dan data mulitidimensional lainnya.

b. Rencana-rencana klasifikasinya tidaklah selalu tepat. Daftar akun untuk sebuah

perusahaan tertentu mencerminkan seluruh kategori dimana informasi yang berkaitan

dengan transaksi-transaksi ekonomi dapat dicatat. Hal ini sering kali mengakibatkan

tertinggalnya data, atau dirahasiakan dengan suatu cara yang menyembunyikan sifat

transaksinya dari para nonakuntansi.

c. Tingkat agregasiinformasinya terlalu tinggi. Data akuntansi digunakan oleh para

pengambil keputusan yang sangat bervariasi, masing-masing membutuhkan tingkat

1

jumlah, pengumpulan dan fokus yang berbeda-beda, tergantung kepada kepribadian,

gaya-gaya keputusan dan struktur-struktur konseptual mereka sendiri. Oleh sebab itu,

informasiyang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dan objek-objek ekonomi

sebaiknya disimpan dalam bentuk sesederhana mungkin untuk kemudian

diagregasikan oleh pengguna akhirnya.

d. Terlalu terbatasinya tingkat integrasi dengan area-area fungsional yang lain dari

sebuah perusahaan. Informasi yang berhubungan dengan seperangkat fenomena yang

sama akan sering kali dipelihara secara terpisah oleh akuntan dan nonakuntan, yang

akibatnya mengarah pada ketidakkonsistenan sekaligus adanya banyak celah dan

tumpah-tindihnya informasi.

Pendekatan Peristiwa

Pendekatan peristiwa mengusulkan bahwa tujuan dari akuntansi adalah “untuk

memberikan informasi mengenai peristiwa-peristiwa ekonomi yang relevan yang

dapat berguna dalam berbagai jenis model keputusan”. Selanjutnya terserah kepada

akuntan untuk memberikan informasi mengenai peristiwa dan menyerahkan tugas

kepada para pengguna kemudian bebas untuk mengumpulkan dan membagikan bobot

dan nilai dari data yang dihasilkan oleh peristiwa sesuai dengan fungsi kegunaannya

sendiri. Pengguna, dan bukannya akuntan, mengubah peristiwa menjadi informasi

akuntansi yang sesuai dengan model keputusan dari keinginan pengguna itu sendiri.

Sebagai hasilnya, isi laporan akuntansi akan mencerminkan pengamatan-pengamatan

dari dunia nyata, dan bukannya “kesimpulan dalam pikiran dari para manajer yang

licik di mana penggunaan teknik-teknik akuntansi alternatif adalah untuk kepentingan

manipulatif dari pada informatif.

“Peristiwa” mengacu pada semua tindakan yang dapat digambarkan oleh satu

atau lebih dimensi-dimensi atau atribut dasar. Menurut Johnson, “peristiwa” berarti

pengamatan yang mungkin dari karakteristik-karakteristik tertentu dari sebuah

tindakan dimana seorang reporter dapat mengatakan saya meramalkannya dan

melihatnya terjadi dengan ata kepala saya sendiri.

Jadi, karakteristik dari suatu peristiwa dapat diamati secara langsung dan

memiliki arti ekonomi yang signifikan bagi pengguna. Karakteristik dari peristiwa

yang tidak menggunakan nilai moneter mungkin harus di ungkapkan. Pendekatan

2

peristiwa juga mengasumsikan bahwa tingkat pengumpulan dan evaluasi dari data

akuntansi akan ditentukan oleh pengguna, mengingat fungsi kerugian dari para

pengguna. Jika pengguna mengumpulkan dan mengevaluasi data berdasarkan

peristiwa pasa saat ini, maka kesalahan-kesalahan pengukuran, bias dan kerugian

informasi yang dihasilkan oleh usaha-usaha yang dilakukan akuntan untuk menyamai,

membagikan beban, menciptakan nilai-nilai dan informasi agregat ke dalam laporan

keuangan dapat dihindari.

1.2 Laporan Keuangan dan Pendekatan Peristiwa

Dalam pendekatan nilai, neraca dianggap sebagai suatu indikator dari posisi

keuangan perusahaan pada satu titik tertentu di satu waktu. Dalam pendekatan

peristiwa, neraca dianggap sebagai suatu komunikasi tidak langsung dari seluruh

peristiwa-peristiwa akuntansi yang relevan bagi perusahaan sejak ia dibentuk. Sorter

mengusulkan definisi operasional berikut ini dalam pembuatan suatu neraca ketika

pendekatan peristiwa dipergunakan: “Suatu neraca hendaknya dibuat sedemikian rupa

sehingga dapat memaksimalkan kemungkinan penyusunan kembali peristiwa-

peristiwa yang akan dikumpulkan. “Definisi Sorter memiliki arti bahwa seluruh

angka-angka agregat di dalam neraca dapat dipilah-pilah untuk menunjukkan seluruh

peristiwa yang telah terjadi sejak pendirian perusahaan.

Dalam pendekatan nilai, laporan laba rugi dianggap sebagai suatu indikator

bagi kinerja keuangan dari sebuah perusahaan pada satu periode tertentu. Dalam

pendekatan peristiwa, laporan laba rugi dianggap sebagai komunikasi langsung

mengenai peristiwa-peristiwa operasional yang terjadi selama periode tersebut. Sorter

mengusulkan aturan operasional berikut ini ketika diterapkan pendekatan peristiwa:

“Tiap peristiwa hendaknya diuraikan dalam sebuah acar yang memfasilitasi

peramalan dari peristiwa yang sama di periode waktu yang akan datang mengingat

adanya perubahan-perubahan eksogenus.

Dalam pendekatan nilai, laporan arus kas dianggap sebagai suatu penyajian

mengenai perubahan kas. Dalam pendekatan peristiwa, laporan arus kas dianggap

sebagai suatu penyajian peristiwa-peristiwa keuangan dan investasi. Dengan kata lain,

3

relevasi peristiwa menentukan pelaporan dari suatu peristiwa di dalam laporan arus

kas dari pada autputnya pada arus kas.

1.3 Teori Peristiwa Normatif dari Akuntansi

Teori peristiwa normatif dari akuntansi secara tentatif dirangkum sebagai berikut:

Agar pihak-pihak yang memiliki kepentingan pemegang saham, karyawan,

manajer, pemasok, pelanggan, badan-badan pemerintahm dan yayasan dapat

meramalkan dengan lebih baik masa depan dari organisasi-organisasi sosial

(rumah tangga, bisnis, pemerintah, dan oara filantropi) atribut (karakteristik)

yang paling relevan dari peristiwa-peristiwa penting (internal lingkungan dan

transaksional) yang memengaruhi organisasi diagregatkan (secara sementara

dan per bagian) untuk penyajian berkala yang bebas dari bias dalam

pengambilan kesimpulan

Jadi, Tujuan dari teori peristiwa normatif dari akuntansi adalah untuk

maksimalkan keakuratan peramalan laporan-laporan akuntansi dengan berfokus pada

atribut-atribut yang paling relevan dari peristiwa-peristiwa yang sangat penting bagi

pengguna. Teori ini meminta adanya:

1. Suatu taksonomi yang eksplisit dari peristiwa-peristiwa nyata yang harus

dilaporkan oleh akuntan.

2. Perencanaan klasifikasi yang lebih efektif dengan referensi khusus pada label-

label yang memungkinkan untuk mengaitkan peristiwa tertentu dengan

peristiwa lain yang berhubungan.

3. Pembuatan struktur sistem informasi akuntansi berbasis peristiwa

1.4 Sistem Informasi Akuntansi Berbasis Peristiwa

Satu cara untuk memenuhi tujuan dari teori peristiwa normatif dari akuntansi

adalah dengan mengintegrasikan pendekatan peristiwa dengan pendekatan basis data

pada manajemen informasi yang mengansumsikan bahwa suatu perusahaan membuat

sebuah database yang dikelola secara terpusat dan dibagi diantara rentang pengguna

4

yang luas dengan kebutuhan yang sangat beragam. Sistem akuntansi seperti ini

meliputi model-model :

1. Model Hierarkis. Didasarkan atas pemikiran mengenai suatu sistem informasi

akuntansi – peristiwa yang memungkinkan para pengguna untuk memberikan

pertanyaan database. Komponen dari sistem semacam ini terdiri atas:

a. Suatu database massal yang memuat catatan dari seluruh peristiwa dalam

format yang tergeneralisasi.

b. Strukutur yang ditentukan oleh pengguna yang memberikan struktur

konseptual (tingkat agregasi) dan peristiwa tersebut kepada masing-masing

pengguna.

c. Fungsi-fungsi yang ditentukan oleh pengguna, atau operasi, atau

memanipulasi data.

2. Model jaringan. Didasarkan atas konsep akuntansi multidimensional yang

disampaikan oleh Ijiri dan Charnes, Colantoni dan Cooper. Model ini

menggunakan sebagai input database yang pada awalnya belum terstruktur

dan kumpulan pertanyaan atau permintaan data untuk mengembangkan suatu

struktur data hierarkis yang akan meminimalisasi jumlah catatan yang harus

diakses untuk menjawab suatu rangkaian yang diminta.

3. Model relasional. Didasarkan pada teori matematis tentang relasi. Pada

dasarnya suatu database suatu kumpulan relasi-relasi berbagai tingkatan yang

memiliki perbedaan waktu. Para pengguna berinteraksi dengan model via

bahasa yang memiliki arti bagi pengguna tersebut. Masih banyak pekerjaan

yang harus dilakukan setelah itu demi meningkatkan kemampuan untuk dapat

diterapkan dari pendekatan relasional pada model-model akuntansi.

4. Model hubungan entitas. Mengasumsikan bahwa suatu sistem akuntansi akan

dapat dibuat modelnya secara paling alamiah dalam suatu lingkungan database

yang berupa kumpulan entitas-entitas dunia nyata dan hubungan diantara

entitas-entitas tersebut. Model ini pada dasarya menggantikan daftar akun

tradisional dan prosedur pembukuan pencatatan berpasangan dengan melihat

hubungan entitas di dalam bentuk tabel-tabel entitas dan tabel-tabel hubungan.

Untuk membuat model data akuntansi seperti ini, disarankan menjalankan

lankah-langkah berikut:

5

a. Mengindentifikasikan (1) Perangkat-perangkat entitas, seperti kelas-kelas

objek, agen, dan peristiwa yang ada di dalam dunia konseptual, dan (2)

perangkat-perangkat hubungan yang menghubungkan entitas-entitas

tersebut.

b. Membuat suatu diagram hubungan entitas (entity-relationship-E-R) yang

menunjukkan sifat sematik dari hungan yang telha diidentifikasi.

c. Mendefinisikan karakteristik-karakteristik dari perangkat-perangkat entitas

dan hubungan yang akan menjadi perhatian dari para pengguna suatu

sistem tertentu, dan menetapkan pemetaan yang akan mengindentifik

karakteristik-karakteristik tersebut.

d. Menyusun hasil dari langkah-langkah (a), (b), dan (c) ke dalam sebuah

tabel hubungan entitas, dan mengidentifikasikan karakteristik kunci (unik)

dari masing-masing perangkat hubungan entitas

5. Model akuntansi REA adalah suatu penyajian hubungan entitas umum dari

fenomena akuntansi dengan kompenen yang terdiri atas perangkat-perangkat

yang mewakili sumber daya ekonomi, peristiwa ekonomi, dan agen-agen

ekonomi.

1.5 Evalusi atas Pendekatan Peristiwa

Pendekatan peristiwa menawarkan kelebihan dan kekurangannya sendiri.

Kelebihannya terutama adalah dalam bentuk usaha-usaha untuk memberikan

informasi mengenai peristiwa ekonomi yang relevan yang mungkin bermanfaat bagi

macam-macam model keputusan. Sebagai hasilnya akan terdapat lebih banyak

informasi yang tersedia bagi para pengguna yang dapat menggunakan fungsi

kegunaan untuk menentukan sifat dan tingkat agregrasi dari informasi yang

diperlukan dalam membuat keputusan. Kegunaan dari pendekatan peristiwa dapat

bergantung pada satu atau lebih argumen dibawah ini:

1. Kegunaan dari pendekatan peristiwa mungkin bergantung pada keadaan

psikologi dari si pengambil keputusan. Telah terbukti bahwam, sebagai

contoh, laporan-laporan yang terstuktur/agregat lebih disukai oleh para

pengambil keputusan yang sangat analitis, namun sistem pertanyaan

6

database (pendekatan peristiwa) lebih disukai oleh para pengambil

keputusan yang tidak begitu analitis.

2. Dapat terjadi kelebihan informasi dari usaha percobaan untuk mengukur

karakteristik-karakteristik yang relevan dari seluruh peristiwa-peristiwa

penting yang memengaruhi perusahaan.

3. Kriteria yang memadai untuk pemilihan peristiwa-peristiwa yang penting

belum dikembangkan.

4. Mengukur seluruh karakteristik dari suatu pendekatan peristiwa mungkin

terbukti sulit untuk dilakukan, melihat kondisi seni akuntansi saat ini.

5. Mungkin dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk memeriksa dampak

dari rancangan pendekatan yang berdeda-beda terhadap teori pendekatan

peristiwa, seperti model-model hierarkis, jaringan, relasional, hubungan

entitas,dan REA

2. PENDEKATAN PERILAKU

2.1 Hakikat dari Pendekatan Perilaku

Kebanyakan pendekatan-pendekatan tradisional terhadap penyusunan teori

akuntansi telah gagal mempertimbangkan perilaku pengguna pada khususnya dan

asumsi-asumsi perilaku dapa umunya.

Pada tahun 1960, Devine membuat pernyataan kritis di bawah ini:

Kini marilah kita menengok pada reaksi psikologis dari mereka yang

mengonsumsi output akuntansi atau terperankap dalam jalur pengendaliannya. Secara

berimbang, tampaknya adil untuk disimpulkan bahwa para akuntan sepertinya telah

menjalani hubungan mereka dalam jaringan psikologis yang ruwet dari aktivitas

manusia dengan kekasaran yang tidak dapat dipercaya. Beberapa kekasaran mungkin

dimaafkan dalam suatu disiplin ilu baru, namun ketidak mampuan untuk mengenali

apa yang dianggap sebagai teori akuntansi dengan asumsi-asumsi perilaku yang tidak

memiliki dasar pemdukung adalah sesuatu yang tidak dapat dimaafkan.

Pendekatan perilaku pada formulasi teori akuntansi menekankan relevansi

pengambilan keputusandari informasi yang dikomunikasikan (orientasi keputusan-

komunikasi) dan perilaku individu dan kelompok yang ditimbulkan oleh komunikasi

7

informasi (orientasi pengambil keputusan). Akuntansi diasumsikan berorientasi pada

tindakan, tujuannya adalah untuk mempengaruhi tindakan secara langsung melalui

muatan informasional dari pesan yang disampaikan dan secara tidak langsung melalui

perilaku para akuntan. Karena akuntansi dianggap sebagai suatu proses perilaku.

Pendekatan perilaku terhadap formulasi teori akuntansi akan menerapkan ilmu

perilaku. Committee on Behavioral Science Content of the Accounting Curriculum

(Komite Muatan Ilmu Perilaku dari Kurikulum Akuntansi) dari American Accounting

Association menyampaikan pendapatnya berikut ini tentnag tujuan dari ilmu

keperilakuan, yang mungkin juga akan berlaku pada akuntansi keperilakuan:

Tujuan dari ilmu keperilakuan adalah untuk memahami, menjelaskan dan

meramalkan perilaku manusia, yaitu untuk menetapkan generalisasi dari

perilaku manusia yang didukung oleh bukti empiris yang dikumpulkan dalam

cara yang objektif oleh prosedur-prosedur yang sepenuhnya terbuka untuk

ditinjau, ditiru, dan dapat diverifikasi oleh ilmuan-ilmuan lain yang berminat.

Jadi, ilmu perilaku mencerminkan obeservasi sistematis dari perilaku manusia

dengan tujuan untuk secara eksperimental mengonfimasikan hipotesis-

hipotesis yang spesifik dengan mengacu pada perubahan perilaku yang dapat

diamati.

Pendekatan perilaku pada formulasi dari suatu teori akuntansi memeliki kepentingan

dengan perilaku manusia, karena berhubungan dengan informasi dan masalah-

masalah akuntansi. Dalam konteks ini, pemilihan teknik akuntansi harus dievaluasi

dengan mengacu pada tujuan-tujuan perilaku dari pengguna informasi keuangan.

Meskipun relatif masih baru, pendekatan perilaku meneriman antusiasme dan

memberikan dorongan baru dalam penelitian akuntansi yang berfokus pada struktur

perilaku di mana akuntansi menjalankan fungsinya. Sebuah area multidisipliner yang

baru di bidang akuntansi yang dengan tepat diberi nama akuntansi keperilakuan.

Tujuan mendasar dari akuntansi keperilakuan adalah untuk menjelaskan dan

meramalkan perilaku manusia di semua konteks akuntansi yang mungkin terjadi.

Studi-studi penelitian dalam akuntansi keperilakuan mengandalkan teknik-teknik

eksperimental, lapangan, ataua korelasional. Sebagian besar studi hanya sedikit

melakukan usaha untuk memformulasikan suatu kerangka kerja teoritis yang akan

mendukung masalah-masalah atau hipotesis-hipotesis yang hendak diuji. Sebaliknya,

8

studi-studi seperti ini dapat memberikan pemahaman mengenai lingkungan

keperilakuan dari akuntansi yang selajutnya dapat memberikan pedoman dalam

memformulasikan suatu teori akuntansi. Kita akan melihat masing-masing kelompok

studi dan selanjutnya mengevaluasi pendekatan akuntansi keperilakuan ini.

2.2 Dampak Perilaku Dari Informasi Akuntansi

Informasi akuntansi dilihat dari segi isi dan formatnya mungkin dapat

memberikan dampak bagi masing-masing pengambilan keputusan. Maka dari itu,

studi-studi penelitian diarea ini telah memeriksa model-model pelaporan dan praktik

pengungkapan untuk menilai pilihan yang tersedia dilihat dari segi relevansi dan

dampaknya pada perilaku. Akan tetapi, karena suatu kerangka kerja teoretis umum

masih belum ditentukan, mengklasifikasikan studi-studi ini merupakan suatu

pekerjaan yang sulit untuk dilakukan. Beberapa penulis mencoba untuk

menyampaikan rencana-rencana usula klasifikasi. Percobaan terbaru dan mendalam

oleh Dyckman, Gibbins, dan Swieringa akan digunakan dalam bagian ini untuk

menggambarkan hakikat dari studi mengenai dampak perilaku dari informasi

akuntansi.

Studi-studi ini dapat dibagi dalam lima kelompok umum, yaitu:

A. Kecukupan pengungkapan.

Digunakan tiga pendekatan untuk menilai kecukupan pengungkapan yaitu:

1. menilai pola yang berkaitan dengan dimasukkannya informasi tertentu.

2. menilai persepeksi dan sikap dari kelompok kepentingan yang berbeda

3. menilai sampai sejauh mana item-item informasi yang berbeda diungkap

dalam laporan tahunan dan faktor tertentu dari perbedaan-perbedaan yang

signifikan dalam kecukupan pengungkapan keuangan antar perusahaan.

Penelitian mengenai kecukupan dan kegunaan pengungkapan menunjukkan

adanya suatu penerimaan umum dari kecukupan laporan-laporan keuangan

yang tersedia, pemahaman dan pengertian umum dari laporan-laporan

keuangan tersebut, dan pengakuan bahwa perbedaan-perbedaan yang terjadi

dalam kecukupan pengungkapan di antara laporan keuangan adalah karena

9

variabel-variabel seperti ukuran perusahaan, profitabilitas, serta ukuran dan

status di bursa dari kantor akuntan publik.

B. Kegunaan dari data laporan keuangan.

Digunakan dua pendekatan untuk menilai kegunaan dari data laporan

keuangan, yaitu:

1. Menilai arti penting secara relatif dari analisis investasi item-item informasi

yang berbeda baik untuk pengguna maupun pembuat informasi keuangan.

2. Menilai relevansi dari laporan keuangan terhadap pengambilan keputusan

dengan didasarkan pada komunikai laboratorium dari data laporan keuangan

dari segi kemudahan untuk dibaca dan arti bagi pengguna secara umum

Kesimpulan umum dari studi-studi ini adalah bahwa (1) terdapat beberapa

konsensus antara pengguna dan pembuat sehubungan dengan arti penting

secara relatif dari item-item informasi yang diungkapkan dalam laporan

keuangan, dan (2) pengguna tidak sepenuhnya mengandalkan laporan

keuangan dalam membuat keputusan-keputusan mereka.

C. Sikap dari praktik-praktik pelaporan perusahaan.

Digunakan dua pendekatan untuk menilai sikap dari praktik-praktik pelaporan

perusahaan.

1. menilai preferensi untuk teknik-teknik akuntansi alternatif

2. menilai sikap dari permasalahan pelaporan umum

D. Pertimbangan materialitas.

Digunakan dua pendekatan untuk menilai pertimbangan materialitas

1. menilai faktor-faktor utama yang menentukan pengumpulan,

pengklasifikasian, dan perangkuman data akuntansi

2. berfokus pada item-item apa yang dianggap meterual oleh orang lain dan

mencoba untuk menentukan tingkat perbedaan yang diminta dalam data

akuntansi sebelum perbedaan tersebut dianggap ebagai material

10

E. Berbagai dampak keputusan dari prosedur akuntansi alternatif.

Terutama di dalam konteks penggunaan teknik-teknik persediaan yang

berbeda, informasi tingkat harga, dan informasi non akuntansi. Hasilnya

mengindikasikan bahwa teknik-teknik akuntansi alternatif dapat mempengaruhi

masing-masing keputusan, dan seberapa besar pengaruhnya akan bergantung pada

sifat dari perkerjaan, karakteristik dari pengguna, dan sifat dari lingkungan

eksperimentanlnya.

2.3 Dampak Linguistik dari Data Dan Teknik Akuntansi

Linguistik dan akuntansi memiliki banyak kesamaan. Jain, misalnya,

berpendapat bahwa aturan-aturan akuntansi merupakan analogi dari tata bahasa

dalam akuntansi dan, berdasarkan atas analogi ini, menggunakan dampak struktur

tata bahasa erhadap prepsepsi pendengar untuk mendukung hipotesis bahwa

metode-metode akuntansi memengaruhi pengambilan keputusan. Lebih formal

lagi, Belkaoui berbendapat bahwa akuntansi adalah suatu bahasa dan menurut

“hipotesis Sapir-Whorf”, karakteristik leksikal dan aturan-aturan tata bahasanya

akan memengaruhi baik perilaku linguistik maupun nonlinguistik dari para

pengguna. Ada empat dalil yang diperkenalkan yang diperoleh dari paradigma

relativitas linguistik yang bertujuan untuk secara konseptual mengintegrasikan

temuan-temuan penelitian mengenai dampak dari informasi akuntansi terhadap

perilaku penggunanya:

1) Para pengguna yang membuat pembedaan leksikal tertentu dalam akuntansi

akan mampu berbicara dan menyelesaikan masalah yang tidak dapat dipecahkan

oleh pengguna yang tidak membuat perbedaan tersebut.

2) Para pengguna yang membuat perbedaan leksikal tertentu dalam akuntansi

akan mampu melaksanakan tugas-tugas dengan lebih cepat.

3) Para pengguna yang memiliki aturan akuntansi cenderung akan membedakan

gaya dan penekanan manajerial daripada mereka yang tidak memilikinya.

4) Teknik-teknik akuntansi dapat cenderung memfasilitasi atau menjadikan lebih

sulit beragam perilaku-perilaku manajerial dari pihak pengguna.

11

Dalil-dalil diatas telah di uji dan diverifikasi secara empiris dalam dua studi yang

menekankan pada dua arti dari pertimbangan-pertimbangan linguistik dalam

penggunaan informasi akuntansi dan dalam pembuatan standar internasional.

2.4 Fiksasi Fungsional Dan Data

Fiksasi Fungsional digunakan dalam akuntansi, mengusulkan bahwa dalam

kondisi tertentu seorang pengambil keputusan mungkin tidak dapat menyesuaikan

proses pengambilan keputusan terhadap suatu perubahan dalam proses akuntansi yang

memberikan data yang mempengaruhinya. Dengan meminjam dari literatur

psikologis, fenomena ini telah digunakan dengan cara yang sedikit berbeda oleh para

penelit akuntansi.

Fiksasi fungsional diawali sebagai satu konsep dalam psikologi yang berasal

dari investigasi mengenai dampak dari pengalaman masa lalu pada perilaku manusia.

Dunker memperkenalkan konsep fiksasi fungsional ini untuk menggambarkan peran

negatif dari pengalaman masa lalu. Ia menginvestigasikan hipotesis bahwa

penggunaan sebelumnya suatu objek oleh individu dalam fungsi yang berbeda dengan

yang diminta oleh masalah saat ini akan mengarah pada penemuan suatu penggunaan

yang tepat dan baru dari objek tersebut. Hasil ini mendukung hipotesis fiksasi

fungsional bagi beberapa benda-benda umum, seperti misalnya kontak, tang,

timbangan, dan klip kertas.

Terdapat bermacam-macam konsep untuk hasil-hasil dari fiskal fungsional dalam

akuntansi, yaitu:

· Hipotesis pengondisian: Mungkin dinyatakan bahwa subjek dari

percobaan, yang kebanyakan mahasiswa akuntansi, telah dikondisikan untuk

bereaksi terhadap semacam output akuntasi dan telah gagal untuk

menyesuaikan proses-proses pengambilan keputusannya sebagai respons

terhadap sebuah perubahan akuntansi “yang diungkapkan dengan baik”.

Fenomena pengondisian ini menghalangi subjek untuk menerapkan perilaku

yang benar, yaitu melakukan penyesuaian berdasarkan atas perubahan

akuntansi, dan telah menggiring mereka untuk bertindak seperti jika meraka

telah dikondisikan untuk bertindak sesuai dengan perilaku atai sedi sosiolisasi

12

mereka sebelumnya. Jadi fenomena pengondisian adalah satu bentuk fiksasi

fungsional, karena subjek tidak lagi dapat melakukan pembedaan.

· Teori prospek dan hipotesis penyusunan. Penyusunan terjadi karena

kata-kata dari suatu pertanyaan memiliki potensi untuk mengubah respons

subjek. Fiksasi fungsional dapat dilihat sebagai satu hasil dari pemilihan

khusus dari pilihan-pilihan penyusunan yang dibuat oleh subjek dalam

percobaan. Formulasi dari tugas-tugas keputusan sekaligus pula kata-kata

benda, kebiasaan dan karakteristik pribadi dari subjek akan memengaruhi

penyusunan keputusan dan mengarah pada fiksasi data fungsional.

· Keterlibatan ego yang pertama versus yang terbaru. Dalam hal

keterlibatan ego dengan teknik akuntansi yang baru saja dipelajari, subjek

akan memberikan arti penting kepada apa yang dianggap sebagai sesuatu yang

relevan, signifikan, atau bermakna. Hal ini akan menjelaskan beberapa temuan

fiksasi data di mana subjek telah kembali pada penggunaan baik itu metode

yang pertama kali dipelajari (primacy) ataupun metode kedua yang ia pelajari

(recency) sebagai metode yang lebih jelas atau mendasar bagi keterlibatan ego

mereka.

2.5 Sifat Induksi Informasi

Perilaku seorang individu dipengaruhi oleh informasi dalam dua cara, yaitu:

1. Melalui penggunaan informasi ketika bertindak sebagai seorang penerima

2. Melalui induksi informasi ketika bertindak sebagai seorang pengirim

Meskipun dampak dari penggunaan informasi umumnya telah diketahui dan

diterima sebagai bagian dari paradigma stimulus respons, fenomena yang lebih baru

mengenai induksi informasi atau induksi sederhana, yang diperkenalkan dalam

akuntansi oleh Prakash dan Rappaport, adalah dimaksudkan untuk mengacu kepada

proses yang kompleks dimana perilaku seorang individu akan dipengaruhi oleh

informasi yang diharuskan untuk ia komunikasikan. Induksi informasi berasal dari

kecenderungan pengirimnya dalam mengantisipasi kemungkinan penggunaan dari

13

informasi, konsekuensi dari penggunaan tadi, reaksi individu terhadap konsekuensi.

Seperti yang dinyatakan Prakash dan Rappaport:

Antisipasi seorang individu atas konsekuensi dari komunikasi yang ia lakukan

dapat mengarahkannya-sebelum informasi apa pun dikomunikasi dan,

karenanya, bahkan sebelum konsekuensi apa pun timbul-untuk memilih guna

mengubah informasi, atau perilakunya, atau bahkan tujuannya sendiri. Hal ini

adalah proses dari induksi informasi.

Faktor waktu juga dapat mengatur induksi sebagai berikut:

a. Komunikasi dari informasi yang pada kenyataannya merupakan

penggambaran dari perilaku pengirimnya atau di anggap seperti itu oleh

pengirimnya, atau dianggap seperti itu oleh pengirim informasi, atau berkaitan

dengan suatu hal yang pengirim informasi memiliki ketakutan akan terjadi dan

bahwa penerima informasi pun akan menganggapnya demikian, akan menjadi

sangat kondusif bagi induksi informasi. Kedua, konsekuensi-konsekuensi yang

mencerminkan kemungkinan efek-efek timbal balik pada pengirim informasi

akan sangat kondusif bagi induksi informasi.

b. Konsekuensi-konsekuensi yang mencerminkan kemungkinan efek-efek timbal

balikpada pengirim informasi akan sangat kondusif bagi induksi informasi

Kita melanjutkan dengan mengklasifikasikan secara luas dampak-dampak

timbal balik bagi pengirim informasi yang muncul dari:

· evaluasi eksternal atas kinerja

· regulasi dan pengendalian atas operasi

· interaksi dengan keputusan-keputusan dari unit-unit keperilakuan yang lain

· pengubahan-pengubahan yang terjadi pada seperangkat pilihan yang terbuka

bagi pengirim informasi.

Induksi informasi dapat diintergrasikan dengan penggunaan informasi untuk

memberikan suatu teori yang terintegrasi mengenai dampak dari informasi yang

akan melibatkan baik pengirim maupun pengguna.

14

3. PENDEKATAN PEMROSESAN INFORMASI MANUSIA

Pendekatan pemrosesan informasi manusia tumbuh dari adanya suatu

keinginan untuk meningkatkan baik perangkat informasi yang disajikan kepada

pengguna dari data keuangan maupun kemampuan dari pengguna untuk

menggunakan informasi tersebut. Teori-teori dan model-model dari pemrosesan

informasi manusia di dalam psikologi memberikan sebuah alat untuk mengubah isu-

isu akuntansi menjadi isu-isu pemrosesan informasi secara umum.

Terdapat tiga komponen utama dari model pemrosesan informasi, yaitu input,

proses, dan output. Study dari perangkat input informasi berfokus pada variabel-

variabel yang kemungkinan besar akan mempengaruhi bagaimana cara seseorang

memroses informasi untuk pengambilan keputusan.

Variabel-variabel yang dilihat adalah:

1. karakteristik skala dari masing-masing isyarat (tingkat pengukuran, diskret

atau kontinu, deterministik atau probabilistik).

2. sifat-sifat statistikal dari perangkat informasi (jumlah isyarat, karakteristik

distribusional, hubungan antar isyarat, dimensionalitas yang mendasari)

3. muatan informasional atau signifikansi prediktif (bias, dapat di andalkan atau

bentuk dari hubungan dengan kriteria).

4. metode penyajian (format, ukuran, tingkat agregasi).

5. konteks (kondisi pandangan secara fisik, instruksi, karateristik tugas dan

umpan balik)

Studi-studi mengenai komponen proses berfokus pada variabel-variabel yang

mempengrauhi pengambilan keputusan seperti:

1. karakteristik dari pertimbangan

2. karakteristik dati aturan-aturan keputusan

Studi-studi mengenai komponen output berfokus pada variabel yang berhubungan

dengan pertimbangan, peramalan atau keputusan yang kemungkinan besar akan

mempengaruhi cara pengguna memproses informasi.

15

Variabel-variabel tersebut meliputi:

1. Mutu dari pertimbangan (keakuratan, kecepatan, keandalan dilihat dari segi

konsistensi, konsensus dan konvergensi, bias dari respons, dan kemampuan

untuk diramalka); dan

2. Wawasan dari (penggunaa isyarat subjektif, kualitas keputusan yang diterima,

dan persepeksi dari karakteristik perangkat informasi)

Perbedaan penekanan pada ketiga komponen dari model pemrosesan informasi

mengarah pada penggunaan empat pendekatan yang berbeda, yaitu :

3.1 Pendekatan model lensa.

Pendekatan model lensa memungkinkan adanya pengakuan secara eksplisit

atau saling ketergantungan antara variabel-variabel lingkungan dan spesifik

individu. Model lensa digunakan untuk menilai situasi-situasi pertimbangan

manusia dimana seseorang membuat pertimbangan berdasarkan atas seperangkat

isyarat yang eksplisit dari lingkungan. Odel ini menekankan kesamaan antara

lingkungan dan respons dari subjek.

Kebanyakan penelitian akuntansi yang menggunakan model lensa telah

dimotivasi oleh adanya kebutuhan untuk membangun model-model matematis

yang mencerminkan arti penting secara relatif dari isyarat informasi yang berbeda-

beda sering dikenal sebagai “pencatatan kebijakan” (policy capturing), dan oleh

kebutuhan untuk mengukur keakuratan pertimbangan dan konsistensinya,

konsensus, dan kemampuan untuk mepredikasi.

Berbagai jenis masalah keputusan akuntansi yang telah dilihat dengan

menggunakan model lensa, antara lain:

1. studi-studi pencatatan kebijakan, yang melihat arti penting secara relatif dari

isyarat-isyarat yang berbeda dalam proses pertimbangan dan konsensus

diantara para pengambil keputusan.

2. keakuratan dari pertimbangan yang dibuat dengan basis isyarat-

isyaratakuntansi.

3. dampak dari karakteristik pekerjaan terhadap pencapaian dan pembelajaran

16

Penelitian pencatatan kebijakan berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan

konsensus antar pembuat pertimbangan, arti penting secara relatif dari isyarat,

bentuk fungsional dari aturan-aturan keputusan dan wawasan diri pembuat

pertimbangan. Masalah-masalah keputusan yang dilihat dalam penelitian

pencacatan kebijakan termasuk pertimbangan materialitas, evaluasi pengendalian

internal, kewajaran peramalan, pengungkapan mengenai ketidakpastian,

pembuatan kebijakan dan klasifikasi pinjaman.

Keakuratan pertimbangan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi para

akuntan. Penelitian tidak hanya berfokus pada keakuratan pertimbangan namun

juga pada konsensus konsistensi pertimbangan, dan kemungkinan untuk

meramalkan. Masalah-masalah pengambilan keputusan persediaan dan peramalan

harga.

Dampak dari karakteristik pekerjaan dalam pencapaian dan pembelajaran

dipelajari dalam literatur psikologi maupun akuntansi. Dalam psikologi, masalah

yang dipelajari meliputi kemampuan pekerjaan untuk diramalkan, bentuk

fungsional dari hubungan antara kriteria isyarat, jumlah isyarat, distribusi validitas

isyarat dan inter-korelasinya, dan jenis umpan balik. Dalam akuntansi, masalah-

masalah yang dipelajari termasuk dampak dari perubahan-perubahan ankuntansi,

metode-metode umpan balik, format laporan dan penyajian isyarat.

3.2 Pertimbangan Probabilistik

Pertimbangan probabilistik yang dikenal sebagai pendekatan Bayesian,

pertama berfokus pada suatu perbandingan antara pertimbangan-pertimbangan

probabilitas intuitif dengan model normatif. Model normatif untuk revisi

probabilitas, yang dikenal sebagai Teoremam Bayes, digunakan sebagai model

deskriptif dari pemrosesan informasi manusia.

Pertanyaan dasar yang diuji dalam penelitian awal mengenai pertimbangan

probabilistik adalah apakah probabilistas-probabilitas direvisi menurut petunjuk

yang diindikasikan oleh Teorema Bayes. Hasil temuan penelitian menunjukkan

bahwa hal ini terjadi dengan tingkatan yang lebih rendah dari pada yang diusulkan

oleh Teorema Bayes. Fenomena ini diberi nama konservatisme. Ia menggeser

17

fokus penelitian menjadi kepada menemukan sumber-sumber dari bias dalam

pemrosesan informasi manusia yang diamati. Tversky dan Kahneman melaporkan

bahwa orang-orang bergantung pada sejumlah heuritis untuk memperkecil

pekerjaan-pekerjaan yang kompleks dalam menilai probabilitas-probabilitas dan

meramalkan nilai-nilai untuk menyederhanakan oprasi-operasi yang bersifat

mempertimbangkan. Heuristis-heuristis ini meliputi kerepresentatifan,

ketersediaan, serta penyesuaian dan penyandaran (anchoring).

Kerepresentatifan mengacu pada heuritis yang digunakan oleh orang-orang

ketika meraka menilai probabilitas dari suatu peristiwa berdasarkan atas derajat

kesamaannya. Ketersediaan mengacu pada heuritis yang digunakan oleh orang-

orang ketika mereka menilai probabilitas dari suatu peristiwa berdasarkan atas

seberapa mudah hal itu terlintas di pikirannya. Terakhir, penyesuaian dan

penyadaran mengacu pada heuristis yang digunakan oleh orang-orang ketika

mereka membuat estimasi dengan diawali oleh suatu nilai awal (penyadaran) dan

kemudian menyesuiakan nilai tersebut untuk memberikan jawaban akhirnya.

Penelitian mengenai ditinggalkannya perilaku pengambilan keputusan secara

normatif berfokus pada heuritis dan bias-bias yang pada dasarnya adalah

kepresentatifan dalam pengauditan, penyandaran dalam pengauditan, penyandara

dalam pengendalian manajemen, dan penyandaran dalam analisis keuangan dan

pada kemampuan dari pengambilan keputusan untuk melaksanakan perannya

sebagai evaluator informasi.

3.3 Perilaku Prakeputusan

Perilaku prakeputusan umumnya diuji dengan menggunakan metode

pelacakan proses. Metode ini telah mengalami evolusi dari teori tentang pemecahan

masalah yang dikembangkan oleh Newell dan Simon, yang berpendapat bahwa

manusia memiliki ingatan jangka pendek dengan kapasitas yang terbatas dan ingatan

jangka panjang yang sepertinya tidak terbatas.

Pelacak-pelacak proses cenderung mengandalkan empat metoda dibawah ini :

• Pergerakan mata

• Perilaku pencarian informasi

18

• Penyertaan isyarat informasi atau waktu respons

• Protokol introspektif verbal

Melihat potensi kewajaran dari strategi pengodean protokol verbal yang

diterapkan oleh para peneliti, payne mengusulkan penggunaan etode pengumpulan

data tambahan lainnya sehingga hasil dari beberapa motode tersebut dapat saling

diperbandingkan untuk menentukan konvergensi mereka. Joyce dan Libby

menambahkan kelemahan-kelemahan berikut:

1. Sangat banyaknya jumlah kumpulan data dari studi-studi seperti itu yang

membatasi jumlah subjek yang dapat dipelajari.

2. Kurangnya teknik-teknik pengodean sasaran.

3.4 Pendekatan Gaya Kognitif

Pendekatan gaya kognitif berfokus pada variabel-variabel yang kemungkinan

besar akan memberikan sebuah dampak pada kualitas dari pertimbangan yang dibuat

oleh para pengambil keputusan. Gaya kognitif adalah adalah sebuah gagasan hipotetis

yang digunakan untuk menjelaskan proses mediasi yang terjadi antara stimuli dan

respons.

Ada lima pendekatan yang diketahui dari studi mengenai gaya kognitif dalam

psikologi, antara lain:

1. Otoriterianisme. Muncul dari fokus oleh Adorno dan peneliti yang lainnya

pada hubungan antara kepribadian, sikap-sikap antidemokratis, dan perilaku.

Peneliti-peneliti ini terutama tertarik pada individu-individu yang cara

berpikirnya membuat mereka mudah terpengaruh oleh pro[aganda

antidekmokratis. Dua perilaku yang memiliki korelasi pada otoriterianisme-

kelakuan dan ketidaktoleran pada ambiguitas-adalah pencerminan dari gaya

kognitif yang mendasarinya.

2. Dogmatisme tumbuh dari usaha-usaha yang dilakukan oleh Rekeach dalam

mengembangkan ukuran yang memiliki dasar terstrukur bagi otoriterianisme

untuk menggantikan ukuran berdasarkan atas isi yang dikembangkan oleh

Adorno dan rekan-rekannya.

19

3. Kompleksitas kognitif, seperti yang diperkenalkan oleh Kelly dan Bieri,

berfokus pada dimensi-dimensi psikologis yang digunakan oleh individu-

individu untuk menstrukturisasi lingkungan mereka dan untuk menbedakan

perilaku-perilaku orang lain. Berdasarkan atas istilah yang digunakan

Huysman ini, mereka dapat didefinisikan sebagai berikut:

a. Pengambilan keputusan analisis memperkecil situasi-situai bermasalah

menjadi model, sering kali kuantitatif, yang lebig atau kurang eksplisit,

yang menjadi dasar keputusan meraka

b. Pengambilan keputusan heuritis sebagai gantinya mengacu pada pikiran

sehat, intuisim dan perasaan-perasaan yang tidak dapat dikuantifisasi

mengenai perkembangan masa datang seperti yang diterapkan pada

totalitas dari situasi sebagai suatu organik utuh dari pada bagian bagian

yang dapat dipisahkan dengan jelas.

4. Kompleksitas integratif, seperti yang disajikan oleh Harvey dkk. Dan

selanjutnya diperlukan oleh Schroeder dkk. Berasal dari pandangan bahwa

seseorang melakukan dua aktivitas dalm memproses input yang berasal dari

indra perasa: diferensiasi dan intregrasi. Diferensiasi adalah kemampuan

individu untuk menempatkan stimuli sepanjang dimensi-dimensi. Intregasi

mengacu pada kemampuan individu dalam menerapkan aturan-aturan yang

kompleks untuk menggabungkan dimensi-dimensi tersebut.

5. Ketergantungan pada bidang, seperti yang disajikan oleh Witkni dan rekan-

rekannya, adalah suatu ukuran dari sampai sejauh mana sdiferensiasi dalam

era persepsi. Individu yang memiliki ketergantungan pada bidang cenderung

untuk merasakan organisasi secara keseluruhan dari suatu bidang dan relatif

tidak mampu merasakan bagian dari bidang sebagai sesuatu yang berlainan.

Sedangkan, individu yang tidak tergantung pada bidang, cenderung merasakan

bagian-bagian dari suatu bidang berlainan dari organisasi bidang tersebut

secara keseluruhan, dan bukannya bersatu dengannya.

3.5 Relativisme Kognitif Dalam Akuntansi

Revolusi kognitif dalam psikologi sosial telah menciptakan adanya suatu

perhatian yang kuat tentang struktur ilmu pengetahuan mengenai ingatan pada

umumnya, dan bagaimana seseorang belajar pada khususnya. Paradigma penelitian ini

juga memengaruhi akuntansi dan audit. Karena perbedaan antara ilme pengetahuna

20

deklaratif dan ilmu pengetahuan prosedural adalah ekuivalen dengan perbedaan

anatara isi ilmu pengetahuan dan penggunaan tersebut atau antara “mengetahui

tentang apa” dan “mengetahui tentang bagaimana”. W.S Waller dan W.L. Felix

menggunakan konsep-konsep ini untuk mengusulkan suatu model tentang bagaimana

seseorang bisa belajar dari pengalamannya.

Tesisnya adalah bahwa belajar dari pengalaman melibatkan pembentukkan

dan pengembangan struktur yang tergeneralisasikan dan mengorganisasikan

pengetahuan deklaratif dan prosendural yang didasarkan atas pengalaman

dalam ingatan jangka panjang. Pengetahun deklaratif diorganisasikan menurut

kategori-kategorinya, yang tergantung pada hubugan-hubungan spasial dan

atau temporal. Pengetahuan prosendural diorganisasikan ke dalam sistem-

sistem produksi, yaitu hierarki pasangan kondisi-tindakan.

Yang dimaksud oleh model tersebut adalah bahwa skemata dikembangkan

melalui suatu proses bertahap pengabstraksian ilmu pengetahuan dengan wilayah

tertentu berdasarkan atas pengalaman. Oleh karena itu, perbedaan di antara struktur

pengetahuan seorang pakar dan seorang yang awam adalah hasil dari perbedaan yang

terjadi dalam pengalaman. Apa yang tampak dari penelitian terhadap para pakar dan

orang awam adalah bahwa para pakar mengambil dan menyimpan potongan informasi

yang lebih lama dari orang awam pada titik waktu mana pun dan untuk suatu

pekerjaan tertentu. Bagian-bagian informasi dikelompokkan dengan lebih baik ke

dalam kategori-kategori yang bermakna dalam suatu potongan oleh para pakar dan

pengingatannya didasarkan pada hubungan-hubungan fungsional.

Pemikiran mengenai skema (struktur atau pola ilmu pengetahuan) telah

digunakan oleh Gibbins dalam membuat dalil-dalil umum, akibat, dan hipotesis

tentang operasi-operasi psikologis dari pertimbagan profesional dalam lingkungan

“alami” sehari-hari yang dirasakan oleh para akuntan publik. Pertimbangan

profesional dalam akuntan publik digambarkan sebagai proses yang memiliki lima

komponen.

1. Skema atau struktur ilmu pengetahuan yang terakumulasi melalui

pembelajaran atau pengalaman;

2. Suatu peristiwa pemicu atau stimulus;

3. Suatu lingkungan pertimbangan;

21

4. Suatu proses pertimbangan; dan

5. Suatu keputusan/tindakan.

Sebuah model dari proses pertimbangan/keputusan dalam akuntansi

diusulkan sebagai suatu latihan dalam persepsi dan kesadaran sosial, yang

membutuhkan baik pertimbangan formal maupun implisit. Input utama dari

proses ini adalah suatu masalah akuntansi atau fenomena yang harus

dipecahkan dan membutuhkan pertimbangan yang mendahului suatu

preferensi atau suatu keputusan. Model tersebut, seperti yang dapat diterapkan

pada akuntansi, terdiri atas langkah-langkah berikut ini:

1. Observasi fenomena akuntansi oleh pengambil keputusan

2. Pembentukan skema atau pembuatan fenomena akuntansi

3. Organisasi atau penyimpana skema

4. Proses perhatian dan pengakuan yang dipicu oleh suatu stimulus

5. Pengambilan informasi yang tersimpan dan dibutuhkan untuk keputusan

pertimbangan

6. Mempertimbangkan kembali dan mengintegrasikan informasi yang

diambil dengan informasi baru

7. Proses pertimbangan

8. Respons keputusan/tindakan

3.6 Relativisme Kultural Dalam Akuntansi

Relativisme kultural mengendalikan bahwa kebudayaan membentuk fungsi

kognitif dari individu-individu yang berhadapan dengan suatu fenomena akuntansi

atau audit.

Terdapat bermacam-macam konsep mengenai kebudayaan dalam antropologi

yang menunjukkan adanya tema yang berbeda-beda dalam penelitian akuntansi.

a) Mengikuti fungsionalisme Malinowski. Kebudayaan dapat dipandang sebagai

suatu instrumen yang melayani kebutuhan biologis dan psikologis. Dengan

mengaplikasikan defini ini ke dalam penelitian akuntansi, maka persepsi akuntansi di

setiap kebudayaan memiliki sebagai suatu instrumen sosial spesifik dalam

penyelesaian perkerjaan dan lintas kebudayaan atau akuntansi komparatif.

22

b) Mengikuti fungsionalisme struktural radcliffe-Brown, kebudayaan dapat

dipandang sebagai suatu mekanisme pengaturan adaptif yang menyatukan individu-

individu dengan struktur sosial. Mengaplikasikan definisi ini ke dalam penelitian

akuntansi, maka prepsepsi akuntansi di setiap kebudayaan memiliki arti sebagai suatu

instrumen adaptif yang proses pertukaran dengan lingkungan dan analisis dari suatu

kebudayaan akuntansi

c) Mengikuti ilmu etnik Goodenough, kebudayaan dapat dipandang sebagai suatu

sistem kognisi yang diakui bersama. Pikiran manusia oleh karenanya membuat

kebudanyaan-kebudanyaan melalui cara-cara dengan sejumlah aturan dalam jumlah

yang terbatas.

d) Mengikuti antropologi simbolis Geertz, kebudayaan dapat dipandang sebagai

suatu sistem simbol-simbol dan arti diketahui bersama. Menerapkan definisi ini ke

dalam penelitian akuntansi, maka akuntansi dapat dipandang sebagai suatu pola

percakapan atau bahasa simbolis dan analisis dari akuntansi sebagai suatu bahasa.

e) Mengikuti strukturalisme Levi-Strauss, kebudayaan dapat dipandang sebagai

suatu proyeksi dari infranstruktur universal dari pikiran yang tidak disadari.

Menerapkan definisi ini pada akuntansi, maka akuntansi dapat dipandang di masing-

masing kebudayaan sebagai suatu manifestasi dari proses-proses yang tidak disadari

dan analisis dari proses-proses yang tidak disadari dalam akuntansi.

Diterapkan pada akuntansi, kebudayaan dapat dipandang sebagai medium

akuntansi. Kebudayaan pada intinya menentukan proses pertimbangan/keputusan

dalam akuntansi. Model mengendalikan kebudayaan melalui komponen-komponen,

elemen-elemen dan dimensi-dimensi, menentukan struktur organisasional yang

dipergunakan, perilaku mikro-organisasional, dan fungsi kognitif dari individu

sedemikian rupa sehingga pada akhirnya memengaruhi proses

pertimbangan/keputusan mereka ketika mereka berhadapan dengan suatu fenomena

akuntansi dan/atau audit.

Definisi dari kompones-komponen kebudayaan diberikan oleh Hofstede

sebagai empat dimensi yang mencerminkan orientasi kultural dari sebuah negara dan

menjelaskan 50 persen dari berbagai perbedaan yang terjadi dalam sistem tata nilai di

antara negara-negara:

23

1. Individualisme versus kolektivism adalah suatu dimensi yang

menggambarkan tingkat intregasi yang dipelihara suatu masyarakat di

antara para anggotanya atau hubungan antara seorang individu dan sesama

rekan individunya.

2. Wilayah kekuasaan besar versus kecil menggambarkan tingkat sampai

sejauh mana para anggota dari suatu masyarakat menerima ditribusi

kekuasaan yang besar, terdapat kecenderungan dari orang-orang di

dalamnya untuk menerima suatu susunan hierarkis di mana setiap orang

memiliki tempat yang tidak membutuhkan suatu justifikasi, sedangkan di

masyarakat dengan wilayah kekuasaan yang kecil, orang-orang cenderung

untuk hidup demi kesetaraan dan menurut adanya justifikasi bagi setiap

ketidaksetaraan kekuasaan yang ada.

3. Penghindaran ketidakpastian yang kuat versus yang lemah adalah suatu

dimensi yang menggambarkan tingkat sampai sejauh mana para anggota

dari suatu masyarakat merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian dan

ambiguitas. Dalam masyarakat yang kuat penghindaran ketidakpastiannya,

orang-orang bersikap tidak toleran terhadap ambiguitas dan mencoba

untuk mengendalikannya berapapun pengorbanan yang harus mereka

keluarkan, sedangkan di masyarakat yang lemah penghindaran

ketidakpastian, orang-orang klebih toleran terhadap ambiguitas dan

cenderung bersedia hidup berdampingan dengannya.

4. Maskulinitas versus feminitas adalah suatu dimensi yang menggambarkan

sifat pembagian sosial dari peran-peran yang berdasarkan atas jenis

kelamin. Peran maskulin secara tidak langsung diartikan sebagai preferensi

terhadap pencapaian, ketegasan, mencetak uang, simpati bagi kaum yang

kuat, dan sejenisnya

Model relativisme kultural ini berasumsi bahwa perbedaan-perbedaan yang

terjadi di antara keempat dimensi di atas menciptakan arena-arena kultural

yang berbeda yang memiliki potensi untuk menentukan perilaku

organisasional dan kemudian dapat membentuk proses pertimbangan

keputusan dalam akuntansi.

24

4. EVALUASI ATAS PENDEKATAN PERILAKU

Kebanyakan penelitian akuntansi keperilakuan yang telah dibahas di bagian-

bagian sebelumnya telah mencoba untuk menetapkan generalisasi mengenai perilaku

manusia sehubungan dengan informasi akuntansi. Sasaran implisit dari seluruh studi

ini adalah untuk mengembangkan dan memverifikasi hipotesis-hipotesis perilaku

yang relevan bagi hipotesis-hipotesis teori akuntansi mengenai kecukupan

pengungkapan, kegunaan data laporan keuangan, sikap mengenai praktik-praktik

pelaporan perusahaan, pertimbangan materialitas, dampak-dampak keputusan dari

prosedur akuntansi alternatif, dan komponen-komponen dari suatu model pemrosesan

informasi (input, proses, dan output).

Akan tetapi sasaran implisit ini belum tercapai karena kebanyakan penelitian

eksperimentak dan survei dalam perilaku akuntansi menderita kekurang tegasan

teoretis dan metodologis.

Demikian pula, memandang eksperimen sebagai suatu kontrak sosial

mengimplikasi adanya hubungan antara subjek dan pelaku eksperimen: Beberapa

aspek dari hubungan ini dapat mengancam validitas dari eksperimennya.

5. KESIMPULAN

Bab ini telah menguraikan dengan panjang lebar arti dan temuan-temuan

penting dari peristiwa, perilaku, dan pemrosesan informasi manusia ke

perumusan suatu teori akuntansi. Masing-masing pendekatan ini bergantung

pada asumsi-asumsi yang berbeda dan pada metodologi-metodologi baru dan

cara-cara yang unik dalam memandang masalah-masalah akuntansi dan

pertanyaan-pertanyaan penelitian. Setiap pendekatan mulai menggunakan

atribut-artribut dari paragdima khusus, karenanya menyebabkan akuntansi

menjadi suatu ilmu pengetahuan peradigma yang saling bersaing berusaha

untuk mendapat dominasi.

25

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Riahi, dan Belkaoui (Thomson) “Teori Akuntasi” Jilid 2

Edisi 5 (2007), halaman 81-108

26