PENDEDERAN IKAN PATIN

40
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan patin (Pangasius sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki prospek yang sangat cerah, baik sebagai ikan hias maupun konsumsi (Arie, 2006). Chobiyah (2001), menyebutkan bahwa ikan patin memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah pertumbuhannya cukup cepat, nafsu makan tinggi, ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang cukup baik antara lain mampu bertahan selama beberapa jam dalam air berkadar oksigen < 0,5 mg/L, serta memiliki cita rasa daging yang lezat (Ghufron, 2010). Dalam kegiatan budidaya ikan, pertumbuhan merupakan parameter budidaya yang harus dicapai, karena pertumbuhan akan menentukan nilai produksi yang diharapkan. Pertumbuhan adalah pertambahan panjang atau bobot dalam kurun waktu tertentu (Effendi, 1997). Salah satu faktor yang berperan penting dalam pertumbuhan ikan adalah pakan. Haetami et al. (2005), menyatakan bahwa pakan yang mempunyai keseimbangan protein yang tepat dengan jumlah pemberian yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan dan konversi pakan yang terbaik. Kurnia (2008), menjelaskan bahwa nilai kualitas pakan sangat ditentukan oleh seberapa lengkap ketersediaan komponen penyusunnya. Semakin lengkap komponen

Transcript of PENDEDERAN IKAN PATIN

Page 1: PENDEDERAN IKAN PATIN

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan patin (Pangasius sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan yang

memiliki prospek yang sangat cerah, baik sebagai ikan hias maupun konsumsi

(Arie, 2006). Chobiyah (2001), menyebutkan bahwa ikan patin memiliki beberapa

kelebihan diantaranya adalah pertumbuhannya cukup cepat, nafsu makan tinggi,

ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang cukup baik antara lain

mampu bertahan selama beberapa jam dalam air berkadar oksigen < 0,5 mg/L,

serta memiliki cita rasa daging yang lezat (Ghufron, 2010).

Dalam kegiatan budidaya ikan, pertumbuhan merupakan parameter budidaya

yang harus dicapai, karena pertumbuhan akan menentukan nilai produksi yang

diharapkan. Pertumbuhan adalah pertambahan panjang atau bobot dalam kurun

waktu tertentu (Effendi, 1997). Salah satu faktor yang berperan penting dalam

pertumbuhan ikan adalah pakan. Haetami et al. (2005), menyatakan bahwa pakan

yang mempunyai keseimbangan protein yang tepat dengan jumlah pemberian

yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan dan konversi pakan yang terbaik.

Kurnia (2008), menjelaskan bahwa nilai kualitas pakan sangat ditentukan oleh

seberapa lengkap ketersediaan komponen penyusunnya. Semakin lengkap

komponen penyusunnya, maka semakin tinggi pula kualitas pakan tersebut.

Komponen pakan yang lengkap tersebut meliputi protein, lemak, karbohidrat,

vitamin dan mineral. Sunarno (2001) menyatakan pada umumnya ikan yang

berada dalam proses pertumbuhan (benih) membutuhkan protein sebesar 30%-

36%. Menurut Gaffar dan Nasution (1990) dalam Ghufron (2010), benih ikan

patin membutuhkan protein berkisar antara 25%-37%.

Umumnya pakan yang mengandung nutrisi dasar protein hewani harganya

mahal, karena sebagian besar bahan bakunya masih diimpor (Resnawati, 2006).

Disatu sisi, pakan juga merupakan faktor penentu keuntungan dalam suatu usaha

budidaya ikan, karena umumnya 60% dari total biaya produksi digunakan untuk

memenuhi kebutuhan ikan akan pakan. Kesalahan dalam mengelola pakan akan

berakibat pada kerugian yang besar (Yudha, 2003). Oleh karena itu, manajemen

pemberian pakan secara tepat merupakan hal yang perlu dilakukan agar ikan yang

Page 2: PENDEDERAN IKAN PATIN

2

dipelihara dapat memperoleh nutrisi yang sesuai serta mencukupi kebutuhannya

untuk tumbuh dan berkembangbiak.

Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan on farm sebagai bentuk latihan

untuk mengetahui pengaruh aplikasi manajemen pemberian pakan tersebut

terhadap kelangsungan dan laju pertumbuhan serta efisiensi pakan pada benih

ikan patin.

1.2. Perumusan Masalah

Ikan patin (Pangasius sp.) memiliki nafsu makan yang besar (BIPP, 2001),

sehingga dalam pemeliharaannya pakan dan pemberian pakan yang memiliki

kuantitas dan kualitas yang baik merupakan hal yang sangat penting untuk

diperhatikan (Ekasanti, 2008), karena pertumbuhan ikan patin relatif lebih cepat

jika didukung dengan jumlah pemberian pakan yang sesuai dan tepat waktu

(Suhenda et al., 2003). Saat ini di tengah semakin tingginya harga pakan (Kurnia,

2008), maka aplikasi manajemen pemberian pakan yang tepat merupakan salah

satu solusi yang tepat dalam kaitannya menekan biaya produksi pakan ikan tanpa

mengurangi kualitas dari benih yang dihasilkan. Berdasarkan uraian tersebut,

maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh manajemen pemberian pakan terhadap laju

pertumbuhan, kelangsungan hidup dan nilai konversi pakan pada benih ikan

patin?

2. Bagaimana pengaruh manajemen pemberian pakan terhadap kualitas air

pada pendederan ikan patin?

3. Bagaimana analisis kelayakan usaha pada kegiatan pendederan ikan patin?

1.3. Tujuan

Adapun pelaksanaan dari on farm ini bertujuan untuk :

1. Menambah pengetahuan dan kompetensi dibidang budidaya perikanan air

tawar, khususnya pendederan ikan patin.

2. Mengetahui pengaruh manajemen pemberian pakan yang berbeda terhadap

laju pertumbuhan, kelangsungan hidup dan nilai konversi pakan pada benih

ikan patin.

Page 3: PENDEDERAN IKAN PATIN

3

3. Mengetahui pengaruh manajemen pemberian pakan terhadap parameter

kualitas air pada pendederan ikan patin.

4. Mampu membuat dan menetukan analisis kelayakan usaha dari kegiatan

pendederan ikan patin.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Ikan Patin

Page 4: PENDEDERAN IKAN PATIN

4

Patin (Pangasius sp.) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar asli

indonesia yang tersebar disebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan. Daging

ikan patin memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa daging

yang khas, enak, lezat dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat. Ikan patin

dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah

dibandingkan dengan daging hewan ternak. Selain itu ikan patin memiliki

beberapa kelebihan lain, yaitu ukuran per individunya besar dan di alam

panjangnya bisa mencapai 120 cm (Susanto dan Amri, K 2002). Beberapa

kelebihan tersebut menyebabkan harga jual ikan patin tinggi dan sebagai komoditi

yang berprospek cerah untuk dibudidayakan. Peningkatkan produksi ikan patin

dapat dilakukan melalui perhatian dan pemantauan terhadap padat tebar ikan

diwadah pemeliharaan, karena padat tebar dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan

dan efisiensi hasil produksi.

Ikan patin (Pangasius sp.) merupakan jenis  ikan konsumsi air tawar, 

berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-

biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala agak di

sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan catfish). Pada sudut mulutnya

terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Adapun

klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut :

Ordo         :      Ostarioplaysi.

Subordo    :      Siluriodea.

Famili        :      Pangasidae.

Genus        :      Pangasius.

Spesies      :      Pangasius sp.

Kerabat patin di Indonesia terdapat cukup banyak, diantaranya :

a)      Pangasius polyuranodo (ikan juaro)

b)      Pangasius macronema

c)      Pangasius micronemus

d)      Pangasius nasutus

e)      Pangasius  nieuwenhuisii

Page 5: PENDEDERAN IKAN PATIN

5

Ikan patin (Pangasius sp.) merupakan jenis  ikan konsumsi air tawar, 

berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-

biruan. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena

memiliki harga jual yang tinggi. Hal ini lah yang menyebabkan ikan patin

mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk

membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan

tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai

panjang 35 - 40 cm. Sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan

perairan yang mengalir untuk “membongsorkan“ tubuhnya. Pada perairan yang

tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendah pun sudah memenuhi syarat

untuk membesarkan ikan ini.

2.2. Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Patin

Ikan Patin (Pangasius sp.) bertahan hidup pada perairan yang kondisinya

sangat jelek dan akan tumbuh normal di perairan yang memenuhi persyaratan

ideal sebagaimana habitat aslinya. Kandungan Oksigen (O2) yang cukup baik

untuk kehidupan ikan patin berkisar 2-5 ppm dengan kandungan Karbondioksida

(CO2) tidak lebih 12,0 ppm. Nilai pH atau derajat keasaman adalah 7,2 – 7,5,

konsentrasi sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) yang masih dapat ditoleransi oleh

ikan patin yaitu 1 ppm. Keadaan suhu air yang optimal untuk kehidupan ikan

patin antara 28 – 290C. ikan patin lebih menyukai perairan yang memiliki

fluktuasi suhu rendah. Kehidupan ikan patin mulai terganggu apabila suhu

perairan menurun sampai 14 – 150C ataupun meningkat diatas 350C. Aktifitas

patin terhenti pada perairan yang suhunya dibawah 6 0C atau diatas 420C (Djariah,

2001).

2.3. Makanan dan Kebiasaan Makan

Menurut Djariah (2001), ikan patin (Pangasius sp.) memerlukan sumber

energi yang berasal dari makanan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup.

Patin merupakan ikan pemakan segala (omnivora), tetapi cenderung ke arah

karnivora (pemakan daging/hewani) Susanto dan Amri (2002) menjelaskan,

dialam makanan utama ikan patin berupa udang renik (crustacea), insekta dan

Page 6: PENDEDERAN IKAN PATIN

6

molusca. Sementara makanan pelengkap ikan patin berupa rotifera, ikan kecil dan

daun – daunan yang ada diperairan. Apabila dipelihara dikolam, ikan patin tidak

menolak diberi pakan, sesuai dengan penelitian Jangkaru, Z (2004) dalam Buku

Budidaya Ikan di Jaring Terapung, Cholik et al (2004) yang menyatakan bahwa

ikan patin (Pangasius sp.) sangat tanggap terhadap pakan buatan.

Ikan patin yang dipelihara dikolam diberi pakan dengan kandungan

protein 28-35 %, Pakan pellet 3 % per hari dan diberikan 3 kali per hari, untuk

mempercepat pematangan gonad, induk ikan diberi pakan ikan rucah 10 % dari

bobotnya dan diberikan 2 kali seminggu.

2.4. Kebiasaan Berkembang Biak

Di habitat aslinya, patin memijah pada musim penghujan sehingga

benihnya banyak ditemukan pada bulan Maret-Mei. Patin matang kelamin pada

usia 2-3 tahun dengan berat di atas 1,5 kg. Induk patin yang berukuran 5-6 kg

dapat menghasilkan telur hingga 1,5 juta butir. Patin siam (Pangasius

hypothalamus) memiliki fekundias atau jumlah telur yang lebih banyak

dibandingkan dengan patin jambal (P. djambal).

Patin jantan mencapai dewasa lebih cepat daripada patin betina yang

proses kematangan kelaminnya relatif lama. Perkembangan gametnya dipengaruhi

oleh suhu lingkungan. Patin yang hidup di daerah tropis, proses dan

perkembangan telur dan spermanya lebih cepat daripada patin yang hidup di

daerah subtropis. Patin yang hidup di alam biasanya hidup secara bergerombol

saat musim pemijahan. Patin yang matang kelamin mudah memijah saat

turbulensi akibat pengadukan air dari permukaan dasar yang bersamaan dengan

banjir atau meluapnya air sungai. Sebaliknya, patin sulit memijah secara alami di

kolam-kolam pemeliharaan. Patin hanya memijah setelah diberi rangsangan

(induces spawning), menggunakan hormon buatan seperti ovaprim atau hormon

alami seperti hipofisa.

Ikan patin yang telah memijah menghasilkan telur berwarna putih jernih

agak kekuning-kuningan. Telur yang telah dibuahi akan menetas setelah 18-24

jam pada suhu air 29-30oC. Telur ikan patin akan menjadi lambat menetas pada

suhu yang rendah. Larva ikan patin yang baru menetas empunyai cadangan

kuning telur yang menggantung dibawah permukaan perut. Cadangan makanan

Page 7: PENDEDERAN IKAN PATIN

7

tersebut akan habis dalam waktu 3-4 hari, sehingga pada saat ini larva mulai

mengambil pakan dari luar yang dapat berupa fitoplankton atau zooplankton.

Larva dan benih ikan patin menyukai hidup pada perairan yang dangkal dan subur

akan pakan alami.

2.5. Laju Pertumbuhan Ikan Patin

Ikan patin sebagaimana hewan air lainnya untuk memperoleh pertumbuhan

maksimal membutuhkan asupan makanan yang unsur-unsurnya (protein,

karbohidart, lemak dan lain-lainnya) mencukupi hewan tersebut. Padat tebar yang

tinggi akan mengganggu laju pertumbuhan meskipun kebutuhan makanan

tercukupi. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan dalam memperebutkan

makanan dan ruang (Kordi, 2005).

Pertumbuhan adalah total energi yang diubah menjadi penyusun tubuh,

kebutuhan energi ini diperoleh dari makanan. Pertumbuhan juga merupakan suatu

proses pertambahan bobot maupun panjang tubuh ikan, adapun perbedaan laju

pertumbuhan dapat disebabkan karena adanya pengaruh padat penebaran dan

persaingan di dalam mendapatkan makanan (Hernowo, 2001). Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa perlakuan padat penebaran yang berbeda memberikan

pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan ikan patin. Hal ini karena ikan

patin mempunyai sifat menggerombol dan hidup di kolom air sehingga

mengalami persaingan dalam mendapatkan makanan akibat padat penebaran yang

tinggi (Asyari dkk, 1992).

Menurut Asmawi (1983), semakin tinggi kepadatan ikan maka akan semakin

kecil laju pertumbuhan per individu. Dengan kepadatan rendah ikan mempunyai

kemampuan memanfaatkan makanan dengan baik dibandingkan dengan

kepadatan yang cukup tinggi, karena makanan merupakan faktor luar yang

mempunyai peranan di dalam pertumbuhan Kekurangan pakan akan

memperlambat laju pertumbuhan sehingga dapat menyebabkan kanibalisme,

sedangkan kelebihan pakan akan mencemari perairan sehingga menyebabkan

udang stres dan menjadi lemah serta nafsu makan udang akan menurun

(Khairuman, 2002). Ruang gerak juga merupakan faktor luar yang mempengaruhi

laju pertumbuhan, dengan adanya ruang gerak yang cukup luas ikan dapat

bergerak dan memanfaatkan unsur hara secara maksimal (Rahmat, 2010).

Page 8: PENDEDERAN IKAN PATIN

8

2.6. Kualitas Air

a. Suhu

Suhu merupakan faktor kritis yang mempengaruhi proses respirasi. Suhu

tidak hanya menentukan besarnya kandungan oksigen terlarut di perairan tetapi

juga berhubungan dengan jumlah oksigen yang diperlukan hewan (Spotte, 1970

dalam Armila, 2000).

Menurut Huet (1971) dalam Armila (2000), suhu air sebagai parameter fisika

kimia air dapat mempengaruhi aktivitas-aktivitas ikan seperti pernapasan,

pertumbuhan serta reproduksi. Brown (1979) menyatakan, peningkatan suhu air

akan diiringi oleh peningkatan laju metabolism yang disebabkan karena

meningkatya konsumsi pakan sehingga akan meninkatkan pertumbuhannya.

Potaros dan Sitasit (1976) menyatakan, larva ikan patin dapat hidup pada kisaran

suhu air 280C sampai 320C dan menurut Hardjamulia et al. (1981), pada kisaran

suhu air 240C sampai 26,50C. Ikan patin dapat hidup baik pada derajat

keasaman (pH) 5-9, kandungan oksigen antara 3-6 ppm, kandungan CO2 9-20

ppm, alkalinitas 80-250 dan suhu antara 28-300C (Khairuman, 2002).

b. Oksigen Terlarut

Kandungan oksigen terlarut dalam air merupakan faktor penting bagi

kehidupan ikan, karena oksigen diperlukan bagi proses pernapasan dan

merupakan komponen utama bagi metabolism ikan (Wardoyo, 1975). Kebutuhan

organisme terhadap oksigen bervariasi tergantung kepada jenis,stadia dan

aktivitasnya. Jenis-jenis ikan yang dapat mengguakan oksigen langsung dari

udara, dapat tahan terhadap kandungan oksigen terlarut yang rendah (Pescod,

1973 dalam Hasanah, 1989). NTAC (1968) dalam Wardoyo (1975) mengatakan,

agar kehidupan ikan dapat layak dan kegiatan budidaya perairan berhasil maka

kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 4 ppm. Swingle dalam Boyd

(1982) menyatakan, jika oksigen kurang dari 0,3 mg/l dalam waktu yang lama

akan menyebabkan kematian ikan. Pada kisaran oksigen 1-5 mg/l ikan dapat

bertahan hidup tetapi pertumbuhannya lambat jika dibiarkan lama.

c. Derajat Keasaman (pH)

Page 9: PENDEDERAN IKAN PATIN

9

pH berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan, nafsu

makan berkurang pada pH rendah. Hal ini disebabkan karena aktivitas enzim

pencernaan menjadi rendah (Zoonneveid et al., 1991). Nilai pH yang rendah akan

menyebabkan terjadinya penggumpalan lender pada insang ikan dan ikan akan

mati lemas (Sutomo, 1978). Alabaster dan Lioyd (1980) menyatakan, variasi

pengaruh pH terhadap ikan tergantung pada spesies, ukuran ikan, suhu,

konsentrasi CO2, dan kehadiran logam berat seperti fe. Selain itu, nilai pH

mempengaruhi daya racun bahan atau faktor kimia lainnya,seperti daya racun

ammonia meningkat jika pH meningkat dan daya racun H2S meningkat jika pH

turun (Boyd, 1990). Perairan dengan pH 6,5 – 9 baik bagi ikan pada umumnya,

sedangkan pada kisaran 4,5 – 6,5 pertumbuhannya cenderung lambat (Boyd,

1982). Menurut Hardjamulia (1995), pH yang baik untuk ikan jambal siam

minimal 6. Hasil penelitian Hasanah (1989), nilai pH yang baik untuk

pertumbuhan ikan jambal siam adalah 6,5 – 7.

d. Ammonia

Ammonia yang ada di perairan dapat berasal dari pemupukan, hasil ekskresi

ikan dan dari penguraian unsur dari mikroba. Ammonia yang terukur di perairan

berupa ammonia total yaitu NH3 dan NH4 (Armila, 2000). Pemberian pakan dan

pemupukan merupakan sumber nitrogen terbesar dalam system budidaya. Feces

dan sisa pakan yang tidak dimakan oleh ikan akan terurai menjadi ammonia dalam

lumpur kolam budidaya untuk selanjutnya dibebaskan ke kolom air (Coenco,

1989 dalam Armila, 2000). Ammonia mempengaruhi kemampuan ikan untuk

mengambil oksigen. Kadar ammonia yang tinggi dalam air secara langsung dapat

membunuh organisme perairan, yaitu dengan adanya peningkatan konsumsi

oksigen oleh jaringan, merusak jaringan insang dan mempengaruhi kemampuan

darah untuk mengangkut oksigen (Colt dan Armstrong, 1982 dalam Armila,

2000). Pescod (1979) dalam Armila (2000) menyatakan, banyaknya kandungan

ammonia yang dapat menunjang kelangsungan hidup ikan dan organisme perairan

lainnya adalah kurang dari 1 mg/L. Kandungan ammonia yang dapat

menyebabkan kematian ikan berkisar antara 1,2 mg/L sampai 2,0 mg/L (Albaster

dan Lioyd, 1980 dalam Armila, 2000).

III. PELAKSANAAN KEGIATAN ON FARM

Page 10: PENDEDERAN IKAN PATIN

10

3.1. Tempat dan Waktu

Tempat pelaksanaan kegiatan on farm ini adalah di Departemen Perikanan

Budidaya PPPPTK Pertanian Cianjur dan dilaksanakan pada bulan oktober hingga

Desember 2012.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan dalam kegiatan on farm ini adalah bak pendederan,

peralatan aerasi, ember, seser, mikroskop, objek glass/cavity slide, cover glass,

timbangan digital, mistar dan alat kualitas air.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam kegiatan on farm ini adalah larva ukuran 3/4

inchi meter, pakan pellet dan obat-obatan.

3.3. Prosedur Pelaksanaan

3.3.1. Rencana Pelaksanaan Produksi

a. Persiapan Bak / Kolam Pendederan

- Bak/kolam pendederan dibersihkan dengan menyikat dinding dan lantai

dengan menggunakan sikat cuci dan diberi detergen

- Setelah bersih dialiri air setinggi 20-30 cm dan diberi methilen blue dan

garam.

- Air didiamkan/dibiarkan selama ± 24 jam

- Kemudian diaerasi selama 24 jam hingga 48 jam

b. Penebaran Benih

- Benih ikan patin didatangkan dari Sukabumi

- Benih dilakukan aklimatisasi di bak/kolam pendederan agar benih tidak

stress

- Aklimatisasi dilakukan pada plastik tempat benih diangkut dengan

mengapung-apungkan di atas air pada bak/kolam pendederan.

- Aklimatisasi dilakukan selama 30 menit sampai 60 menit atau kondisi

suhu pada kantong tempat benih dan bak/kolam pendederan diperkirakan

sama.

Page 11: PENDEDERAN IKAN PATIN

11

- Benih ditebar secara perlahan dan dilakukan penyortiran sesuai

keseragaman ukuran.

c. Pemeliharaan Benih

- Benih dipelihara hingga mencapai ukuran ± 2 inchi meter

- Kualitas air dipantau dan dilakukan pengukuran suhu, oksigen terlarut, pH

dan ammonia.

- Penyiponan dilakukan 2 kali dalam seminggu atau jika kondisi air kotor.

- Selama pemeliharaan benih diberi pakan pellet 2-3% dari berat total ikan

perhari dengan frekuensi 3-4 kali sehari.

- Selama pemeliharaan dilakukan pemantauan pertumbuhan ikan dan

dilakukan sortasi dan grading ikan untuk mencegah kanibalisme dan

persaingan makanan.

d. Penjualan Benih

- Penjualan benih dilakukan pada benih berukuran ± 2 inchi meter.

- Dijual pada petani perikanan sekitar wilayah Kabupaten Cianjur.

- Dilakukan pada bulan Nopember 2012 dan atau setelah dipelihara mulai 3

minggu penebaran.

3.3.2. Pengambilan Data dan Analisis

Data yang diukur meliputi pertumbuhan ikan (panjang dan berat) dan pengukuran

kualitas air. Pengukuran pertumbuhan ikan dilakukan pada saat penebaran, tiap

minggu sekali dan saat panen. Begitu pula pengukuran kualitas air dilakukan pada

saat penebaran, tiap minggu sekali dilakukan pada pagi, siang dan sore hari dan

pada saat panen. Parameter yang diukur meliputi : suhu, oksigen terlarut, pH

(Derajat Keasaman) dan ammonia.

Pemberian pakan dan pemantauan penyakit ikan dicatat dalam tabulasi (Lampiran

1). Data selanjutnya ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif.

Page 12: PENDEDERAN IKAN PATIN

12

3.4. Rencana Anggaran Biaya

Tabel 3.1. Rencana Anggaran Biaya Pendederan Ikan Patin

NO KOMPONEN JUMLAH SATUAN

HARGA

SATUAN

(Rp)

JUMLAH

1 Modal Sarana Pembenihan

-Benih ikan patin ukuran 3/4

inchi meter28,000 Ekor 88.00 2,464,000.00

- Sewa kolam 3 Bulan 75,000.00 225,000.00

-Alat perikanan (seser, ember,

dll)1 Set 764,000.00 764,000.00

- Alat pembersihan bak 1 Set 50,000.00 50,000.00

- Obat-obatan 1 Set 80,000.00 80,000.00

Jumlah 3,583,000.00

2 Modal Biaya Operational

- Pakan pelet 4 Zak 150,000.00 600,000.00

-Sewa alat pengukur kualitas

air3 Bulan 75,000.00 225,000.00

- Lain-lain 1 Emergent 140,000.00 140,000.00

Jumlah 965,000.00

Total Modal Usaha 6,000,000.00

3Perhitungan pendapatan

harga jual benih60,000 Ekor 180.00 10,800,000.00

4

Perhitungan pendapatan

harga jual benih dikurangi

pengeluaran

4,800,000.00

5 Break Event Point (BEP)

Total Modal dibagi Total

Produksi100.00

Total Modal dibagi Harga 33,333.33

Page 13: PENDEDERAN IKAN PATIN

13

Jual Benih @ekor Rp.180

6

Revenue Cost Ratio (R/C

ratio) Perbandingan

pendapatan dan

pengeluaran

1.80

Catatan :

1. Kembali modal pada harga benih Rp. 100 / ekor dari Rp.180 /ekor

2. Kembali modal pada 33,333.33 ekor benih dari 60.000 ekor

3. Nilai R/C ratio sebesar 1.80 menunjukan usaha pembenihan menguntungkan jika

dilakukan. Dari setiap Rp.1 modal yang dikeluarkan, menghasilkan pendapatan sebesar Rp

1.80

Page 14: PENDEDERAN IKAN PATIN

14

3.5. Cash Flow Usaha Pendederan Ikan Patin

Table 3.2. Cash Flow (Arus Kas) Usaha Pendederan Ikan Patin

No Uraian JumlahSatua

n

Harga

Satuan

(Rp)

Jumlah

Harga (Rp)

Waktu Pelaksanaan (Bulan)

Agust (Rp) Sep (Rp) Okt (Rp) Nop (Rp) Total (Rp)

I KAS MASUK                  

1 Pinjaman Diterima 1Rupia

h

6,000,000

.00

6,000,00

0.00

6,000,

000.00      

6,000,000.

00

2 Penjualan Benih 6

0,000 Ekor

180

.00

10,800,00

0.00    

5,000,000

.00

5,800,000.

00

10,800,000.

00

3 Lain-lain                

-

  Total Kas Masuk       16,800,00

0.00

6,000,

000.00  

5,000,000

.00

5,800,000.

00

16,800,000.

00

II KAS KELUAR                  

1 Persiapan Kolam/Bak Pemeliharaan               

  a. Alat Pembersihan 1 Set 50,000

.00

50,00

0.00

50,

000.00      

50,000.

00

  b. Obat-Obatan 1 Set 100,000

.00

100,00

0.00

100,

000.00      

100,000.

00

2 Pembelian Benih 6 Ekor 80 4,800,00   2,400,000. 2,400,000   4,800,000.

Page 15: PENDEDERAN IKAN PATIN

15

0,000 .00 0.00 00 .00 00

3

Pembelian Peralatan

Operasional (Ember,

Seser, dll)

1 Set

50,000

.00

50,00

0.00

50,

000.00      

50,000.

00

4 Pembelian Pakan      

-        

-

 a. Pakan Alami (Tubifex,

Dapnhia, dll)

10 Liter

7,000

.00

70,00

0.00  

35,000.

00

35,000

.00  

70,000.

00

  b. Pakan Pelet

2 Zak

170,000

.00

340,00

0.00  

170,000.

00

170,000

.00  

340,000.

00

5Sewa Kolam/Bak

Pemeliharaan3 Bulan

75,000

.00

225,00

0.00      

225,000.

00

225,000.

00

6

Sewa Peralatan Kualitas

Air dan Fasilitas

Laboratorium

3 Bulan

75,000.00

225,000.00      

225,000.

00

225,000.

00

  Angsuran Pokok Pinjaman

2

Rupia

h

3,000,000.0

0

6,000,000.00    

3,000,000

.00

3,000,000.

00

6,000,000.

00

  Lain-lain 1Emerg

ent

140,000.00

140,000.00

40,

000.00

50,000.

00

50,000

.00  

140,000.

00

  Total Kas Keluar       240, 2,655,000. 5,655,000 3,450,000. 12,000,000.

Page 16: PENDEDERAN IKAN PATIN

16

12,000,000.0

0 000.00 00 .00 00 00

                     

 Arus Kas Bersih per

Bulan       

5,760,

000.00

3,105,000.

00

2,450,000

.00

4,800,000.

00

4,800,000.

00

  Saldo Bulan Sebelumnya        

-

5,760,000.

00

3,105,000

.00

2,450,000.

00

4,800,000.

00

  SISA KAS AKHIR BULAN    5,760,

000.00

3,105,000.

00

2,450,000

.00

4,800,000.

00

4,800,000.

00

Page 17: PENDEDERAN IKAN PATIN

17

3.6. Jadwal Pelaksanaan

Tabel 3.2. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan On Farm Pendederan Ikan Patin

No Kegiatan

Bulan Ke-

Juli Agustus September Oktober Nopember

1 2 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5

Persiapan

(Alat, bahan

dan proposal)

Penebaran

benih

Pengambilan

Data

Pemeliharaan

Penjualan

Pembuatan

Laporan

Uji

Kompetensi

Seminar

Page 18: PENDEDERAN IKAN PATIN

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pertumbuhan dan Kondisi Kualitas Air Pemeliharaan Benih Ikan Patin

Pada kegiatan on farm ini, pertumbuhan dan kondisi parameter kualitas air peeliharaan

benih ikan patin adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Pertumbuhan dan Kondisi Kualitas Air Pemeliharaan Ikan Patin

No Uraian

Data Pengukuran

AwalMinggu ke

1 2 3 4

1 Panjang 3/4 Inchimeter 2 cm 2,7 cm 3,5 cm 6 cm

2 Berat 0,09 g 0,35 g 0,65 g 0,82 g 1,4 g

3 Pakan 75,6 g/hr 294 g/hr 526,5 g/hr 639,6 g/hr 1.014 g/hr

4 Suhu 290C 280C 290C 300C 300C

5 Oksigen Terlarut

8,3 mg/l 8,2 mg/l 8,9 mg/l 9,2 mg/l 8,7 mg/l

6 pH 8,62 8,56 8,57 8,62 8,57

7 Amonia TD 0,358 mg/l TD 0,639 mg/l TD

8 Penyakit - Jamur (luka) Jamur (luka) Jamur (luka) Jamur (luka)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelangsungan hidup benih ikan patin

mengalami sedikit penurunan. Hasil tersebut kemungkinan disebabkan oleh kurangnya

kuantitas pakan, kepadatan tinggi dan kurangnya monitoring terhadap kesehatan benih

ikan patin, sesuai pendapat Syandri (1996) bahwa pemberian pakan dan lingkungan

yang tidak sesuai dapat menyebabkan mortalitas (kematian) tinggi pada ikan.

Minggawati (2006) juga menyatakan bahwa kepadatan tinggi mengakibatkan mortalitas

tinggi pada larva ikan. Dari hasil tebar ± 12.000 ekor diperoleh penjualan sebanyak

11.480 ekor, berarti sulvivar rate mencapai 95,7% atau kematian sekitar 4,3%.

Kematian ikan terjadi bukan disebabkan oleh kualitas air tetapi diduga melalui out let

air ketika ikan baru dilakukan penebaran dengan ukuran ± ¾ inchimeter dan ketika

melakukan sortir ikan serta penyiponan. Menurut Nikolsky (1963) dalam Armila (2000)

bahwa kematian ikan pada tingkat larva atau benih dapat disebabkan karena kenaikan

suhu, hama dan penyakit ikan dan perubahan sifat kimia fisika air pada lingkungan yang

baru. Namun selama pemeliharaan larva ikan patin jambal, pemberian pakan dan

Page 19: PENDEDERAN IKAN PATIN

19

pemantauan kualitas air serta pemberian obat selalu dilakukan untuk mengantisipasi

terjangkit penyakit dan kanibalisme sehingga sulvivar rate ikan peliharaan cukup tinggi

mencapai 95,7%.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pertumbuhan benih ikan patin yang

diberi pakan secara ad satiation (sekenyangnya) lebih rendah daripada pertumbuhan

benih ikan patin yang diberi pakan sebanyak 3-5% dari biomassanya. Kondisi tersebut

disebabkan jumlah pemberian makanan yang sedikit, sehingga sejumlah energi yang

diperoleh dari makanan tidak digunakan secara optimal untuk pertumbuhan karena juga

digunakan untuk pemeliharaan tubuh.

Effendi (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh

kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Pakan adalah faktor utama yang paling

berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan ikan karena sumber energi pada

ikan berasal dari pakan (Fujaya, 2002). Selama masa pemeliharaan, benih ikan patin

diberi pakan secara ad satiation (sekenyangnya), dengan frekuensi 1x sehari. Indikasi

ikan yang kenyang adalah ketika ikan tampak sudah mulai menjauhi pakan yang

diberikan dan bergerak ke dasar wadah (Utomo et al., 2005).

Hasil pertumbuhan benih ikan patin menunjukkan secara nyata bahwa manajemen

pemberian pakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan benih ikan yang dihasilkan.

Hasil pengamatan selama pemeliharaan benih ikan patin juga menunjukkan adanya

pertumbuhan yang tidak seragam antara semua perlakuan. Hasil tersebut tidak sesuai

dengan hasil penelitian Utomo et al. (2005) yang melaporkan bahwa benih ikan mas

yang diberi pakan sampai kenyang memiliki pertumbuhan lebih tinggi daripada benih

ikan mas yang diberi pakan sebanyak 8% dari bobot biomassanya, masing-masing

adalah 3,80% dan 3,42%. Salah satu faktor penyebabnya diduga karena frekuensi

pemberian pakan yang sangat sedikit, sehingga pertumbuhan benih ikan patin terhambat

atau tidak optimal. Santoso dan Tata (2001) menyatakan bahwa ikan yang kekurangan

pakan mengalami pertumbuhan yang lambat karena sejumlah energi yang diperoleh dari

pakan yang dikonsumsi oleh benih ikan patin hanya digunakan untuk pemeliharaan

tubuh, tetapi tidak untuk pertumbuhannya. Dani et al. (2005) juga menyatakan hal yang

sama, bahwa ikan yang kekurangan pakan menyebabkan pertumbuhannya terhambat,

bahkan berdampak terhadap rendahnya persentase kelangsungan hidup.

Page 20: PENDEDERAN IKAN PATIN

20

Penyebab lainnya adalah kepadatan pemeliharaan yang tinggi, sehingga ruang

gerak ikan patin menjadi sempit dan terjadi kompetisi terhadap pakan maupun oksigen

(Minggawati, 2006). Kepadatan tinggi juga dapat mempercepat penurunan kualitas air

kultur, akibat akumulasi metabolit dan sisa pakan (Zonneveld et al., 1991). Kondisi

tersebut dapat menyebabkan benih ikan menjadi stress atau lemah, sehingga tidak nafsu

makan dan kemudian pertumbuhannya terhambat (Sidik et al., 2002). Faktor penting

lainnya yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan adalah kualitas air, dimana

temperatur air memegang peranan penting sebagai katalisator dalam proses

metabolisme tubuh ikan (Effendi, 2002). Secara keseluruhan hasil pengamatan

pelaksanaan kegiatan on farm budidaya ikan patin, khususnya pembesaran benih ikan

patin telah menjelaskan bahwa manajemen pemeliharaan, manajemen pakan dan

pemberian pakan serta manajemen kualitas air merupakan faktor kunci yang paling

berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan patin. Oleh karena itu, hal-hal tersebut menjadi

penting untuk diperhatikan dan diterapkan dalam pemeliharaan benih ikan patin, guna

mendapatkan benih ikan patin dengan pertumbuhan spesifik yang tinggi.

Kualitas air sangat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan, karena ikan akan

memakan pakan yang diberikan dengan baik jika kualitas air dalam kondisi optimal

(Murtidjo, 1980). Bila kualitas airnya kurang baik, ikan mengalami penurunan nafsu

makan, sehingga menjadi lemah dan mudah terserang penyakit (Kordi, 2007). Selain

itu, air sebagai media internal ikan berperan penting sebagai pengangkut bahan

makanan ke seluruh tubuh, pengangkut sisa metabolime untuk dikeluarkan dari tubuh

ikan dan merupakan pengatur atau penyangga temperatur tubuh ikan (Effendi, 1997).

Kelabora (2010), menyatakan bahwa salah satu parameter kualitas air yang paling

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan mas adalah

temperatur. Temperatur merupakan sifat fisika air yang berperan penting dalam

mengatur proses yang terjadi di lingkungan perairan maupun fisiologis ikan (Wardoyo,

1990). Temperatur air sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ikan

(Irianto, 2005), karena ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak dapat

menghasilkan panas tubuh, sehingga temperatur tubuhnya tergantung atau

menyesuaikan pada temperatur dilingkungan sekelilingnya (Hoole et al., 2001). Ikan

memiliki batas toleransi tertentu terhadap temperatur untuk mempertahankan

pertumbuhannya agar tetap normal (Munajat et al., 2003). Perubahan temperatur air

Page 21: PENDEDERAN IKAN PATIN

21

berpengaruh terhadap nafsu makan ikan (Djarijah, 1995), pada kisaran temperatur 18-

250C ikan masih bertahan hidup tetapi nafsu makannya mulai menurun, sedangkan pada

temperatur dibawah 120C ikan akan mengalami kematian (Kordi, 2007).

pH (pondus hydrogeeni) air adalah indikasi dari bobot hidrogen yang berada

dalam air. Umumnya air di daerah tropis memiliki pH antara 5–6,8 atau tergolong

sedikit asam (Sitanggang, 2002). pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap

kehidupan pakan alami, fisiologis ikan dan organisme perairan lainnya, serta

kesetimbangan suatu senyawa kimia dalam suatu perairan (Soedarti et al., 2006 ).

Secara ringkas hubungan antara pH air dan pengaruhnya terhadap ikan dapat dilihat

pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hubungan pH Air dan Kehidupan Ikan Budidaya.

Nilai pH air Pengaruh terhadap ikan budidaya< 4,55-6,5

6,5-9,0> 9,0

Air bersifat racun bagi ikan.Pertumbuhan ikan terhambat dan ikan sangat sensitif terhadap bakteri dan parasit.Ikan mengalami pertumbuhan optimal.Pertumbuhan ikan terhambat.

Sumber : Kordi, 2007.

Ikan dapat hidup pada pH 5–9,5 (Munajat dan Budiana, 2003). Pada pH rendah

atau < 5 (keasaman tinggi), maka kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sehingga

ikan akan mengalami penurunan nafsu makan (Zonneveld et al., 1991). Nilai pH

optimum dalam mendukung pertumbuhan ikan pada kegiatan budidaya ikan air tawar

umumnya berkisar antara 6,7–8,5 (Irianto, 2005). Hasil pengamatan dan pengukuran

menunjukkan bahwa kualitas air selama pelaksanaan on farm pembesaran benih ikan

patin berada pada kisaran optimal, dengan nilai temperatur 26-280C dan pH 8,56-8,62.

Kandungan oksigen terlarut dalam air merupakan faktor penting bagi kehidupan

ikan, karena oksigen diperlukan bagi proses pernapasan dan merupakan komponen

utama bagi metabolisme ikan (Wardoyo, 1975). NTAC (1968) dalam Wardoyo (1975)

mengatakan, agar kehidupan ikan dapat layak dan kegiatan budidaya perairan berhasil

maka kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 4 ppm. Swingle dalam Boyd

(1982) menyatakan, jika oksigen kurang dari 0,3 mg/l dalam waktu yang lama akan

menyebabkan kematian ikan. Pada kisaran oksigen 1-5 mg/l ikan dapat bertahan hidup

tetapi pertumbuhannya lambat jika dibiarkan lama.

Page 22: PENDEDERAN IKAN PATIN

22

Pada kegiatan on farm ini nilai oksigen terlarut dalam perairan berkisar antara 8,2 – 8,9.

Ini menunjukkan bahwa kandungan oksigen dalam perairan cukup tinggi sehingga layak

bagi kehidupan ikan patin. Hal ini disebabkan oleh adanya aerasi dan suplay air

mengucur selama pemeliharaan.

Parameter kualitas air lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

kelangsungan hidup benih ikan patin adalah ammonia. Ammonia yang ada di perairan

dapat berasal dari pakan dan hasil ekskresi ikan serta dari penguraian unsur dari

mikroba. Ammonia yang terukur di perairan berupa ammonia total yaitu NH4.

Pemberian pakan merupakan sumber nitrogen terbesar dalam system budidaya yang

dapat memacu pertambahan kadar ammonia. Feces dan sisa pakan yang tidak dimakan

oleh ikan akan terurai menjadi ammonia dalam budidaya untuk selanjutnya dibebaskan

ke kolom air (Coenco, 1989 dalam Armila, 2000). Ammonia mempengaruhi

kemampuan ikan untuk mengambil oksigen. Kadar ammonia yang tinggi dalam air

secara langsung dapat membunuh organisme perairan, yaitu dengan adanya peningkatan

konsumsi oksigen oleh jaringan, merusak jaringan insang dan mempengaruhi

kemampuan darah untuk mengangkut oksigen (Colt dan Armstrong, 1982 dalam

Armila, 2000). Pescod (1979) dalam Armila (2000) menyatakan, banyaknya kandungan

ammonia yang dapat menunjang kelangsungan hidup ikan dan organisme perairan

lainnya adalah kurang dari 1 mg/L. Kandungan ammonia yang dapat menyebabkan

kematian ikan berkisar antara 1,2 mg/L sampai 2,0 mg/L (Albaster dan Lioyd, 1980

dalam Armila, 2000).

Selama pemeliharaan ikan patin dalam kegiatan on farm ini kandungan

ammonia yang terukur antara 0 (TD) sampai 0,639. Ini menunjukkan bahwa kandungan

ammonia dalam perairan budidaya ikan patin relative rendah sehingga masih layak

untuk kehidupan ikan patin. Hal ini disebabkan adanya penyiponan ketika terlihat agak

kotor adanya sisa-sisa pakan dan atau hasil buangan ikan sehingga kondisi perairan bisa

dikondisikan dalam situasi yang kondusif bagi kelangsungan hidup ikan. Menurut Boyd

(1990) dalam Armila (2000), ammonia akan meningkat seiring dengan meningkatnya

nilai pH. Namun dalam kegiatan on farm ini nilai pH cukup tinggi tetapi ammonia

relative rendah. Hal ini karena kepadatan ikan yang ditebar relative rendah sehingga

sekresi CO2 relatif rendah pula sementara suplay oksigen cukup tinggi sehingga tidak

menurunkan kondisi pH perairan.

Page 23: PENDEDERAN IKAN PATIN

23

4.2. Analisis Kelayakan Usaha Pendederan Ikan Patin

1. Investasi

a. Pembelian alat pembersihan Rp. 100.000,-

b. Pembelian alat panen dan sortir Rp. 150.000,-

c. Pembelian obat-obatan Rp. 170.000,-

d. Pembelian pakan Rp. 600.000,-

e. Pembelian kelengkapan penunjang kegiatan (lampu, pipa dll) Rp. 100.000,-

f. Beli benih ikan patin 28.000 ekor @ Rp.85 Rp. 2.380.000,-

Total Investasi Rp. 3.500.000,-

2. Pendapatan

Penjualan benih ikan patin :

a. Tahap I sebanyak 11.480 ekor @ Rp. 170 = 1.951.600,00

b. Tahap II sebanyak 15.600 ekor @ Rp.170 = 2.652.000,00

c. Total penghasilan = 4.603.600,00

3. Analisis Manfaat

a. Keuntungan

Keuntungan = Pendapatan – Total Investasi

= Rp. 4.603.600,00 – Rp. 3.500.000,00

= Rp. 1.103.600,00

b. BEP Produksi

BEP Produksi = Total Investasi : Harga Satuan

= Rp. 3.500.000,00 : Rp. 170,00/Ekor

= Rp. 20.588,24 ekor

Artinya jika produksi ikan patin di atas 20.588,24 ekor maka kegiatan usaha

tersebut mengalami keuntungan dan sebaliknya jika produksi di bawah

20.588,24 ekor berarti kegiatan usaha mengalami kerugian.

c. BEP Harga

BEP Harga = Total Investasi : Volume Produksi

= Rp. 3.500.000,00 : 27.080 Ekor

= Rp. 129,25 / Ekor

Page 24: PENDEDERAN IKAN PATIN

24

Artinya apabila harga jual ikan patin di atas Rp. 129,25/ekor maka kegiatan

usaha tersebut mengalami keuntungan dan sebaliknya jika harga jual ikan

patin di bawah Rp. 129,25/ekor berarti kegiatan usaha mengalami kerugian.

d. B/C Ratio

B/C Ratio = Pendapatan : Total Biaya

= Rp. 4.603.600,00 : Rp. 3.500.000,00

= 1,32

Maksudnya adalah dengan mengeluarkan biaya usaha sebesar Rp.

3.500.000,00 akan diperoleh penghasilan sebesar 1,32 kali lipat. Ini

menunjukkan bahwa kegiatan on farm (pendederan ikan patin) layak

dikembangkan. Nilai B/C ratio di atas 1 (satu) menunjukkan kegiatan

tersebut layak.

e. Jangka Waktu Pengembalian Modal

Jangka Waktu Pengembalian Modal = Total Biaya x 1periode keuntungan

= Rp. 3.500.000,00 : Rp. 1.103.600,00

= 3,2 Bulan atau 3,2 siklus

Page 25: PENDEDERAN IKAN PATIN

25

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kegiatan on farm dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kualitas air dalam kegiatan on farm dari awal tebar benih hingga penjualan masih

dalam kategori layak, terbukti dengan tingginya sulvivar rate dan rendahnya kematian

ikan patin.

2. Kegiatan usaha budidaya (pendederan) ikan patin layak dikembangkan mengingat usaha

tersebut memberikan keuntungan dalam usaha. Semakin tinggi jumlah tebar benih

semakin tinggi pula penghasilan yang diperoleh.

5.2. Saran

Seyogyanya kegiatan on farm ini perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak baik

dalam bimbingan di lapangan maupun pemasaran dan fasilitas sarana prasarana dalam

menunjang kelancaran kegiatan tersebut. Selain itu pengarahan awal komoditas dan

penggunaan sarana prasarana hendaknya terbuka sehingga penggunaan dana on farm

lebih optimal dan efisien sehingga dapat meminimalkan investasi dan lebih focus pada

perbanyakan benih sehingga optimalisasi penghasilan dapat dicapai.

Page 26: PENDEDERAN IKAN PATIN

26

DAFTAR PUSTAKA

APHA (American Public Health Association). 2005. Standard Method for The Examination of Waste Water. 21th Edition. American Water Work Association Water Pollution Control Federation. New York.

Arie, U. 2006. Budidaya Patin untuk Konsumsi dan Ikan Hias. Penebar Swadaya. Jakarta.

Boer, I. 2003. Manajemen Pemberian Pakan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNRI. Pekanbaru (Tidak diterbitkan).

Chobiyah, I. 2001. Pembesaran Ikan Patin (Colossoma macropomum). http://www.deptan.go.id. Diakses tanggal 20 Januari 2009.

Cholik, F., Ateng, G. J., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur, Tumpuan dan Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara dan Taman Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta

Chumaidi, Yanti S. dan Agus P. 2005. Pemeliharaan Ikan Botia (Botia macracantha) dengan Pemberian Pakan Komersial dan Pakan Hidup (Pheretima sp.). Journal Aquacultura Indonesiana 6 (2) : 47-51.

Djarijah, A. S. 2001. Budidaya Ikan Patin. Kanisius. Yogyakarta.

Effendi, H. 1997. Telaah Kualitas Air Bagi pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta.

Effendie, M. I. 2002. Bilogi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.

Faulina, L. 2009. Upaya Memacu Laju Pertumbuhan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Mann) dengan pemberian Pakan Keong Mas (Pomacea sp.). Skripsi. Fakultas Sains dan Teknik UNSOED. Purwokerto (Tidak dipublikasikan).

Firdaus dan Muchlisin Z. A. 2005. Pemanfaatan Keong Mas (Pomacea canaliculata) sebagai Pakan Alternatif dalam Budidaya Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina). ENVIRO 5 (1) : 64-66.

Ghufron, M. H. Kordi K. 2010. Budidaya Ikan Patin di Kolam Terpal. Lily Publisher. Yogyakarta.

Hadadi, A., Herry S., A. Surrachman dan E. Ridwan. 2006. Pemanfaatan Limbah Sawit untuk Bahan Pakan Ikan. BBPBAT Sukabumi. Sukabumi.

Kurnia, A. 2008. Dicari Pakan Ikan Berkualitas, Murah dan Ramah Lingkungan.

http://www.multiply.com. Diakses pada 27 Mei 2009.

Page 27: PENDEDERAN IKAN PATIN

27

Resnawati, H. 2006. Retensi Nitrogen dan Energi Metabolisme Ransum yang Mengandung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) pada Ayam Pedaging. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, http://www.pustaka-deptan.go.id. Diakses tanggal 13 Januari 2010.

Ridwan. 1992. Nilai Tambah Tepung Cacing. http://www. j awatengah.go.id . Diakses tanggal 5 April 2009.

Rokhmani, M., N. Abulias dan I. Sulistyo. 2001. Pemberian Tubifex sp dengan Lama Inklusi Berbeda dalam HCG sebagai Pakan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.) dan Pengaruhnya Terhadap Kelangsungan Hidup, Pertambahan Protein dan Lemak Tubuh. Jurnal Sains Akuatik. 4 (2) : 21-25

Samidjan, I. 2002. Teknologi Pembesaran Ikan Klon (Amphiprion percula) dengan Menggunakan Pakan Tubifex sp. Prosiding Seminar RIPTEK Kelautan Nasional. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP. Semarang.

Soedarti, T., Jayanti, A. dan Agoes S. 2006. Diversitas Fitoplankton pada Ekosistem Perairan Waduk Sutami, Malang. Berkala Penelitian Hayati 11: 97-103.

Soeseno, S. 1984. Dasar-dasar Perikanan Umum. CV. Yasaguna : Jakarta.

Suhenda, M., L. Setijaningsih, Y. Suryanti. 2003. Penentuan Rasio Antara Karbohidrat dan Lemak pada Pakan Benih Ikan Patin Jambal (Pangasius djambal). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 9(1) : 21-30.

Sunarno. 2001. Budidaya Cacing Tanah Lumbricus rubellus. CV. Aneka Ilmu. Solo.

Utomo, N.B.P., P. Hasanah dan I. Mokoginta. 2005. Pengaruh Cara Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Konversi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Keramba Jaring Apung. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2): 49-52.

Wardoyo, S. T. H., Muchsin. 1990. Pengelolaan kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Pusat Studi Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan. Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Wiramiharja, Y., Rina H., Irma M. H. dan Y. Niwa. 2007. Nutrisi dan Bahan Pakan Ikan Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Jambi dan JICA. Jambi.

Yudha, I. G. 2003. Studi Pertumbuhan Ikan KerapuBebek (Cromileptes altivelis) dalam Keramba jaring Apung (KJA) di Pulau Puhawang, Kabupaten Lampung Selatan. http://www.skripsi.unila.ac.id. Diakses pada 29 Mei 2009.

Zonneveld, N., E. A. Huisman and J. H. Boon. 1991. Prinsip – prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.