Pendahuluan.docs

download Pendahuluan.docs

of 10

description

good

Transcript of Pendahuluan.docs

Laporan Kasus

ERITRODERMA PADA PASIEN KARSINOMA MESENKIMA

Disusun Oleh:

Nasyirah (1407101030168)

Rahmadini (1407101030027)

Pembimbing:

Nanda Earlia

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH 2015KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan berkah dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Eritroderma Pada Pasien Karsinoma Masenkima. Laporan kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam menjalankan kepaniteraan klinik senior di SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala-Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.

Dalam penulisan dan penyusunan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dr. Nanda Earlia, Sp. KK selaku pembimbing,. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada dr. Nanda Earlia, Sp. KK karena telah membantu penulis menyelesaikan laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya laporan kasus ini masih sangat banyak kekurangan maka untuk itu penulis harapkan kepada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik di kemudian hari.

Banda Aceh, Agustus 2015

Penulis

PENDAHULUAN

Eritroderma atau dermatitis eksfoliatif generalisata adalah eritema dan pengelupasan kulit secara difus yang melibatkan lebih dari 90 % dari total permukaan kulit tubuh. Penyakit ini muncul dikarenakan adanya penyakit lain yang mendasarinya seperti psoriasis, dematitis atopik, dermatitis spongiotik lainnya, reaksi hipersensitivitas obat, penyakit sistemik termasuk keganasan seperti Cutaneus T-cell Lymphoma (CTCL), dan idiopatik. (1)

Eritroderma merupakan penyakit yang serius dan dapat mengancam nyawa penderita dikarenakan peradangan kulit yang luas. Risiko ini semakin meningkat bila diderita oleh penderita dengan usia yang sangat muda atau pada usia lanjut. Pada beberapa penderita, eritroderma dapat ditoleransi dan berada pada kondisi yang kronik.(2,3)

Sulit untuk mendapatkan insidensi yang tepat untuk eritroderma dikarenakan kebanyakan penelitian yang dilakukan adalah retrospektif dan tidak menyebutkan insidensi dari masalah terseebut secara keseluruhan. Survey yang dilakukan di India dan Belanda didapatkan insidensi tahunan bervariasi dari 0,9-35 per 100.000 pasien. (2)

Insidensi eritroderma bervariasi pada berbagai penelitian mulai dari 0,9 sampai 71,0 per 100.000 pasien. Laki-laki lebih sering terkena daripada wanita dengan perbandingan 2:1 sampai 4:1. Usia rata-rata penderita penyakit ini mulai dari 41-61 tahun dengan kebanyakan penelitian tidak mengikutsertakan anak-anak sebagai sampel penelitian. (1)

Pada beberapa penelitian, eritroderma yang disebabkan karena reaksi obat merupakan penyebab yang lumayan sering . Di Afrika Selatan pada penelitian didapatkan bahwa penyebab terbanyak dari eritroderma adalah reaksi obat dengan presentasi laki-laki 2-3 kali lebih sering dibanding perempuan. (4) Obat topikal dan sistemik dapat mencetuskan terjadinya eritroderma. Faktor risiko berkembangnya reaksi obat bergantung pada umur, jenis kelamin, dosis, dan sifat alami dari obat itu sendiri.(5)

Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal turnover rate, kecepatan mitosis dan jumlah sel kulit germinatif meningkat lebih tinggi disbanding normal. Selain itu proses pematangan dan pelepasam sel melalui epidermis menurun yang menyebabkan hilangnya sebagian besar material epidermis, yang secara klinis di tandai dengan skuama dan pengelupasan yang hebat. Patogenesis eritroderma masih menjadi perdebatan. Penelitian terbaru mengatakan bahwa hal ini merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks antara molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu interleukin (IL-1,IL-2,IL-8), molekul adhesi interseluler 1 (ICAM-1), tumor nekrosis factor, dan interferon-.(2,6)Eritroderma secara klinis digambarkan dengan eritema luas, skuama, pruritus dan lesi primernya sulit sulit di tentukan. Peradangan kulit begitu luas pada eritroderma merupakan salah satu penyakit yang mengancam jiwa. Risiko ini semain meningkatjika di derita oleh penderita usia lanjut. Pada penderita, eritroderma dapat di toleransi dan berada pada kondisi yang kronik. Pengobatan tetap disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya, namun tetap memperhatikan keadaan umum, seperti keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, memperbaiki hipoalbumin dan anemia, serta pengendalian infeksi sekunder. Diagnosis yang di tegakkan lebih awal, cepat dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat sangat mempengaruhi prognosis penderita.(6)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Eritroderma adalah eritema dan pengelupasan kulit secara difus yang melibatkan lebih dari 90% dari total permukaan kulit tubuh.(1) Eritroderma dapat diikuti erupsi eksantema atau dapat berkembang, seperti pada beberapa reaksi terdapat arsenik dan beberapa logam berat, menjadi eritema dan eksudat di fleksura yang berkembang dengan cepat menjadi generalisata. Erupsi dapat dimulai beberapa minggu setelah terapi awal pada eritroderma karena reaksi obat.(7)

2.2 Epidemiologi

Insidensi eritroderma bervariasi pada berbagai penelitian mulai dari 0,9 sampai 71,0 per 100.000 pasien. Laki-laki lebih sering terkena daripada wanita dengan perbandingan 2:1 sampai 4:1. Usia rata-rata penderita penyakit ini mulai dari 41-61 tahun dengan kebanyakan penelitian tidak mengikutsertakan anak-anak sebagai sampel penelitian.(7) Erupsi obat, keganasan (cutaneous T-cell Lymphoma/CTCL) dan idiopatik memiliki frekuensi bervariasi di berbagai laporan.(1,2)

2.3 Etiologi

Etiologi dari eritroderma sekitar 20% nya tidak diketahui penyebab yang mendasarinya atau idiopatik. Eritroderma disebabkan oleh psoriasis (23%), spongiotic dermatitis (20%), Cutaneous cell T Lymphoma atau sezary syndrome (5%), dan reaksi hipersensitivitas obat (15%). (1)

2.4 Patogenesis

Patogenesis dari eritroderma masih belum jelas sampai saat ini. Hal ini dipercaya terjadi karena kondisi sekunder dari interaksi rumit antara sitokin dan molekul adhesi sel, termasuk IL-1, IL-2, IL-8, ICAM-1 dan TNF. Interaksi ini berakibat pada peninggian secara drastis dari epidermal turnover rate yang menyebabkan kecepatan mitosis lebih tinggi dari normal dan meningkatkan jumlah absolut dari lapisan stratum germinativum. Selain itu, waktu yang dibutuhkan sel untuk matang dan mencapai epidermis menjadi lebih singkat dan hal ini bermanifestasi pada peningkatan hilangnya material epidermis bersamaan dengan hilangnya protein dan folat yang signifikan. Sebaliknya, pengelupasan epidermis normal mengandung sangat sedikit material yang penting seperti asam nukleat, protein yang larut atau asam amino.(8)

2. 5 Manifestasi Klinis

Riwayat penggunaan untuk penyakit kulit tertentu atau gangguan sistemik bisa ditemukan pada awal onset eritroderma. Eritema adalah fase akut pada onset dan berkembang menjadi eksfoliasi generalisata yang bisa timbul hingga 2-6 minggu. (3)Tabel 2.2 Efek Sistemik pada Eritroderma(9)

Efek SistemikManifestasi Klinis

Dapat meningkatkan 50% dari cardiac output dan menyebabkan gagal

Peningkatan aliran darah ke kulit jantung pada geriatri atau pasien yang lebih muda yang memiliki gangguan jantung

Peningkatan permeabilitas kapiler: Tekanan onkotik yang tinggi pada eksudat jaringan

Hipoalbuminemia

Peningkatan tekanan vena sentral Disregulasi dari pengaturan temperatur

Peningkatan kebutuhan metabolik untuk penyakit kulit (epidermal turnover)

Deskuamasi

Efek dilusi pada plasma dengan pelebaran rongga ekstravaskular, kebocoran kapiler, dan kehilangan potrein pada kulit

Edema pada ekstremitas

Poikilotermia Hipotermia Hiperpireksia

Peningkatan laju metabolik

Defisiensi folat

Defisiensi besi

Hipoalbuminemia

Kehilangan cairan melalui kulitDehidrasi

Oliguria dan peningkatan rasa haus

2.6 Pemeriksaan Penunjang(1)

1. Laboratorium

Darah lengkap (anemia, leukositosis, limfositosis, eosinofilia, peningkatan LED, hiponatremia, hipoalbuminemia, peningkatan kadar kreatinin)

Urin lengkap

Serologis ( peningkatan kadar IgE)

2. Histopatologi

Skin punched biopsy untuk mengetahui etiologi penyebab eritroderma.

3. Tes Provokasi (Challenge test)

Tes ini dilakukan untuk mengetahui obat yang membuat pasien

menderita eritroderma, untuk OAT sendiri, dilakukan pajanan ulang yang

dimulaidari OAT yang paling sedikit kemungkinannya untuk

menyebabkan hipersensitivitas dan dimulai dari dosis yang paling kecil.

2.7 Komplikasi(1)

1. Imbalance elektrolit, imbalance elektrolit terjadi karena pengelupasan dari kulit mengakibatkan tubuh kehilangan banyak cairan yang mengganggu keseimbangan elektrolit dalam tubuh

2. Gangguan termoregulator, hal ini terjadi karena peningkatan aliran darah ke kulit yang mengakibatkan hilangnya panas

4. Infeksi sekunder Gagal jantung, terjadi karena peningkatan kebutuhan aliran darah ke kulit yang mengakibatkan peningkatan 50% dari cardiac output dan pada pasien geriatri dapat menimbulkan gagal jantung

5. Syok kardiogenik

6. ARDS

2.8 Penatalaksanaan

a. Non Medikamentosa(4)

1. Pasien harus dirawat inap

2. Tirah baring dan sedasi yang adekuat

3. Monitoring pemasukan cairan/ balance elektrolit/ regulasi temperatur

4. Diet tinggi protein

5. Penghentian konsumsi obat yang menyebabkan eritroderma

b. Medikamentosa(4)

1. Sistemik

Antihistamin sedatif

Steroid sistemik

2. Topikal

Topikal steroid

Emolien 2.9 Prognosis

Eritroderma adalah kelainan kompleks yang melibatkan banyak faktor tetapi outcome-nya tergantung dengan penyakit yang mendasari. Eritroderma dikarenakan reaksi obat akan sembuh dengan sempurna jika penanganan awal tepat.(7)

DAFTAR PUSTAKA

1. Grant-Kels JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Exfoliative Erythroderma. In: Wolff K dkk editors. Fitzpatricks: Dermatology in General Medicine. San Franscisco : McGraw Hill Medical. 2008. p.266-68.

2. Earlia N, Nurharini E, Jatmiko AC, Ervianti E. Penderita Eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2005-2007. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Vol 21. No.2. 2009. p. 93-101.

3. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 5th Ed. San Franscisco : McGraw Hill Medical. 2007.

4. Sehgal VN, Srivastava G. Erythroderma/Exfoliative Dermatitis. In: Wolf R dkk editors. Emergency Dermatology. New York : Cambridge University Press. 2010. P. 202-14.4.

5. James WD, Berger TD, Eisten DM. Andrews Diseases of The Skin Clinical

Dermatology. 11th. US : Saunders Elsevier. 2011. p. 211-12.

6. Guliz K, Grant B. 2004. Exfoliative Dermatitis. American Family Physicians. 59:1-12.

7. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Oxford : Wiley-Blackwell Publishing. p.23.46-50.

8. Sehgal VN, Srivastava G, Sardana K. Erythroderma/Exfoliative Dermatitis: A Synopsis. The International Society of Dermatology. International Journal of Dermatology. 2004, 43, p. 38-47.9. Sehgal VN, Srivastava G, Sardana K. Erythroderma/Exfoliative Dermatitis: A Synopsis. The International Society of Dermatology. International Journal of Dermatology. 2004, 43, p. 38-47.