PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut,...

61
BUKU KERJA PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR SISTEM PENCERNAAN NAMA : NIM : KELOMPOK : NAMA ASISTEN : PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Transcript of PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut,...

Page 1: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

BUKU KERJA PRAKTIKUMFISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR

SISTEM PENCERNAAN

NAMA :

NIM :

KELOMPOK :

NAMA ASISTEN :

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020

Page 2: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan budidaya

ikan. Pakan juga merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan

dan kelangsungan hidup ikan. Sumber materi dan energi dari pakan yang

digunakan untuk menopang kelangsungan hidup serta pertumbuhan ikan

merupakan komponen terbesar (50-70%) dari biaya produksi (Yanuar, 2017).

Salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan adalah tingkat kecernaan

pakan oleh ikan. Tingkat kecernaan pakan oleh ikan bergantung pada jenis atau

spesies serta lingkungan.

Pencernaan menurut Hartono, et al. (2015), merupakan proses yang terjadi

di dalam saluran pencernaan dengan memecah makanan menjadi bagian-bagian

yang lebih sederhana. Pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa

sederhana dapat diabsorpsi melalui dinding saluran pencernaan. Senyawa ini

kemudian masuk ke dalam darah dan diedarkan keseluruh tubuh. Proses ini

dilakukan karena ikan membutuhkan materi (nutrien) dan energi untuk bertahan

hidup. Nutrien yang dibutuhkan dalam hal ini berupa protein, lemak dan

karbohidrat.

Sistem pencernaan sama pentingnya dengan makanan yaitu untuk

bertahan hidup pada hewan. Karakteristik anatomi dari sistem pencernaan ini

tergantung pada makanan. Karakteristik anatomi juga bergantung pada habitat

dan kandungan nutrisi pada organisme. Morfologi saluran pencernaan ikan

menjelaskan bagaimana makanan diperoleh dan dicerna oleh ikan (Nawulawa, et

al., 2013). Proses pencernaan makanan dipercepat oleh enzim pencernaan.

Enzim ini dihasilkan oleh kelenjar pencernaan. Sekresi enzim yang dihasilkan oleh

kelenjar pencernaan berasal dari hati, kantong empedu, lambung, dan usus.

Page 3: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

Saluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut,

rongga mulut, pharynx, esophagus, lambung, pylorus, usus dan anus.

Daya cerna ikan nila (Oreochromis niloticus) atau ikan omnivora selama 5-

6 jam. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Wicaksono, et al. (2013). Penelitian

tersebut menyatakan bahwa jumlah feses terbanyak terdapat pada usus setelah

pemberian pakan selama 5-6 jam. Nilai kecernaan suatu bahan makanan atau

suatu makanan sangat penting sebagai dasar dalam menilai mutu makanan.

Disamping itu, nilai kecernaan dapat menggambarkan kemampuan ikan dan

kualitas bahan makanan yang dikonsumsi oleh ikan.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengenali dan menjelaskan

organ- organ sistem pencernaan dan mengetahui sistem pencernaan,

mengetahui daya cerna ikan dan menghitung waktu pengosongan lambung.

Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (mahasiswa)

mengetahui dan dapat menjelaskan mekanisme pencernaan, mengerti cara

penentuan daya cerna ikan tehadap makanan dan waktu pengosongan

lambung serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi Sistem Pencernaan

dilaksanakan pada hari Sabtu, 10 Oktober 2020 melalui video conference Google

Meet.

Page 4: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pencernaan

Burhanuddin (2014), menyatakan bahwa mencerna makanan merupakan

suatu proses di dalam tubuh organisme yang mengubah atau menyederhanakan

bahan-bahan makanan agar dapat diserap oleh dinding usus sehingga berguna

bagi tubuh. Pencernaan adalah proses pemecahan komponen makanan berupa

karbohidrat, protein dan lemak yang dikonsumsi oleh organisme dari bentuk

kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Pencernaan makanan dapat

terjadi secara mekanis dengan bantuan gigi atau penggantinya dan secara kimia

dengan bantuan enzim pencernaan atau senyawa kimia yang dihasilkan oleh

mikroorganisme.

2.2 Fungsi Saluran Pencernaan

Beberapa fungsi saluran pencernaan diantaranya yaitu:

Mendorong atau mengaduk isi dari gastrointestin (Burhanuddin, 2014).

Mensekresi cairan-cairan pencernaan (Setiawati, et al., 2013).

Mencerna makanan (Ahmadi, et al., 2012).

Mengabsorbsi makanan (Ahmadi, et al., 2012).

2.3 Urutan Saluran Pencernaan Ikan

Fungsi dari masing-masing saluran pencernaan ikan menurut

Burhanuddin (2014), yaitu sebagai berikut:

1. Mulut berfungsi sebagai alat untuk mengambil dan menghisap makanan.

2. Rongga mulut berfungsi untuk mempermudah jalannya makanan ke

saluran pencernaan berikutnya, penerima rasa dan penyeleksi makanan.

3. Faring, pada ikan herbivora berfungsi sebagai penyaring plankton. Faring

pada ikan karnivora dan omnivora berfungsi sebagai penghalus makanan

Page 5: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

karena terdapat gigi faring. Lapisan permukaan faring hampir sama

dengan rongga mulut, masih ditemukan organ pengecap (paringeal).

4. Esofagus berfungsi sebagai alat untuk menelan makanan dan penyerapan

garam melalui difusi (ikan air laut).

5. Lambung berfungsi sebagai penampung makanan dan mencerna

makanan secara kimiawi. Lambung pada ikan herbivora terdapat gizard

(lambung khusus) berfungsi untuk menggerus makanan (pencernaan

secara fisik). Lambung ditutupi oleh sel mukus yang mengandung

mukopolisakarida yang agak asam sebagai pelindung dinding lambung

dari kerja asam klorida.

6. Pilorus berfungsi sebagai katup pengatur pengeluaran makanan dari

lambung menuju usus. Beberapa ikan memiliki pyloric caeca sebagai

perluasan bidang untuk penyerapan sari makanan.

7. Usus berfungsi sebagai tempat penyerapan sari-sari makanan dan

kemudian diedarkan melalui darah.

8. Rektum berfungsi sebagai tempat penyerapan air dan ion-ion sehingga

feses ikan lebih padat.

9. Kloaka berfungsi sebagai tempat berakhirnya saluran pencernaan dan

saluran urogenital. Ikan bertulang sejati tidak memiliki kloaka, sedangkan

ikan bertulang rawan memiliki kloaka.

10. Anus merupakan ujung saluran pencernaan yang berfungsi sebagai

tempat pengeluran feses.

2.4 Organ Pencernaan

Organ pencernaan merupakan organ yang menghasilkan enzim untuk

proses pencernaan. Adapun organ pencernaan meliputi:

Page 6: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

1. Lambung

Fujaya (2008), menyatakan bahwa di dalam lambung menghasilkan

beberapa enzim antara lain:

HCl berfungsi untuk memecah jaringan (makanan), mempertahankan

osmolaritas lambung, mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin,

menurunkan pH sesuai dengan aktivitas enzim pepsin dan mencegah

pertumbuhan bakteri.

Enzim pepsin berfungsi untuk menguraikan ikatan peptida.

2. Hati dan Kantung Empedu

Hati berwarna merah kecoklatan, letaknya di bagian depan rongga

badan dan meluas mengelilingi usus. Hati mempunyai saluran empedu

yang menuju ke dalam kantong empedu. Hati berfungsi sebagai tempat

metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta memproduksi cairan

empedu. Kantung empedu (vesica velea) berfungsi menampung cairan

empedu yang disekresikan oleh organ hati (Burhanuddin, 2014).

3. Pankreas

Letak pankreas berada setelah lambung dan enzim yang

diekskresikan menuju usus. Pankreas menurut Fujaya (2008),

menghasilkan beberapa enzim antara lain:

Enzim proteolytic berfungsi untuk melanjutkan dan menguraikan

protein yang dimulai dari lambung oleh pepsin.

Enzim amylolytic berfungsi untuk menguraikan ikatan polisakarida.

Enzim lipolytic berfungsi untuk menguraikan 2 ikatan triasilgliserol

menjadi 2 asam lemak bebas dan 1 monogliserol. Enzim lipolytic

dibagi menjadi 3:

a. Enzim tripsin berfungsi untuk menguraikan ikatan peptida.

Page 7: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

b. Enzim amilase berfungsi untuk menguraikan ikatan

polisakarida.

c. Enzim lipase berfungsi untuk menguraikan lemak menjadi asam

lemak melalui pemecahan ikatan ester.

4. Usus

Driskell (2008), menyatakan bahwa enzim-enzim didalam usus terdiri

dari:

Enzim phosphatase alkaline berfungsi untuk melepas fosfat dari

komponen organik seperti protein.

Enzim tri peptidase berfungsi untuk menguraikan ikatan peptida.

Enzim sellulase, amilase berfungsi untuk menguraikan dekstrin

(polisakarida). Enzim sellulase lebih banyak ditemukan pada ikan

herbivora, sedangkan enzim amilase lebih banyak ditemukan pada

ikan karnivora dan omnivora.

2.5 Prinsip Pencernaan

Prinsip pencernaan berdasarkan mekanismenya dibagi menjadi dua

menurut Zidni, et al. (2018) antara lain:

Pencernaan secara mekanik

Proses pencernaan bahan makanan secara mekanik atau fisik dimulai

dari bagian rongga mulut, yaitu dengan berperannya gigi dalam proses

pemotongan dan penggerusan makanan.

Pencernaan secara kimiawi

Proses pencernaan secara kimiawi dipercepat oleh sekresi kelenjar

pencernaan, seperti lambung dan usus. Kelenjar pencernaan ini menghasilkan

enzim pencernaan yang berguna dalam membantu proses penghancuran

makanan.

Page 8: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

2.6 Proses Pencernaan

Proses pencernaan menurut Fujaya (2008), terdiri dari 3 proses yaitu

meliputi:

Pencernaan Karbohidrat

Pencernaan karbohidrat dimulai pada lambung. Hal ini dikarenakan ikan

tidak memiliki air liur. Makanan didalam lambung akan bercampur dengan enzim

amilase yang mengubah pati menjadi dekstrin, kemudian dari lambung makanan

akan masuk ke usus. Amilase pada pankreas memecah pati menjadi disakarida.

Enzim laktase dalam usus mengubah disakarida menjadi galaktosa dan fruktosa.

Galaktosa dan fruktosa pada dinding usus diubah menjadi glukosa. Terdapat pula

enzim sellulase (mengubah sellulosa menjadi sellobiose), kemudian oleh enzim

sellobiase (sellobiose dihidrolisis menjadi glukosa). Bentuk glukosa pada

karbohidrat dapat diserap oleh sel dinding usus (entrocyte).

Pencernaan Protein

Pencernaan protein dimulai di lambung ditandai dengan adanya enzim

pepsin yang mengubah protein menjadi peptida. Peptida dihidrolisis menjadi

oligopeptida oleh enzim tripsin di segmen usus, selanjutnya oligopeptida

dihidrolisis oleh enzim peptidase menjadi asam amino.

Pencernaan Lemak

Pencernaan lemak dimulai dari lambung, triasilgliserol dalam makanan

mengalami emulsifikasi di usus. Lipase pankreas mengubah triasilgliserol dalam

usus menjadi 2 asam lemak dan 1 monoasilgliserol.

2.7 Digestibility

Geremew, et al. (2015), menyatakan bahwa digestibility merupakan

banyaknya nutrisi pakan yang mampu dicerna di dalam pencernaan. Daya cerna

makanan yang semakin tinggi menunjukan semakin banyak nutrisi yang diserap.

Page 9: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

Pengetahuan tentang gizi bagi daya cerna sangat penting karena dapat

mengetahui potensi bahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan.

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Digestibility

Cepat lambatnya proses digestibility yang terjadi pada ikan dipengaruhi

oleh dua faktor menurut Boangmanalu, et al. (2016) antara lain:

Faktor Internal: kondisi fisiologis ikan, stadia, umur, jenis kelamin dan

jenis ikan (herbivora, karnivora, omnivora).

Faktor Eksternal: kondisi lingkungan, komposisi pakan, waktu dan

frekuensi pemberian pakan serta padat tebar.

2.9 Gastric Evacuation Time (GET)

Rogge dan Taft (2010), menyatakan bahwa Gastric Evacuation Time

(GET) adalah waktu yang dibutuhkan perut atau lambung untuk mengosongkan

pencernaan hingga dikeluarkannya feses pertama kali. Waktu pengosongan

lambung pada ikan berhubungan dengan frekuensi pemberian pakan. Frekuensi

pakan dan komposisi pakan merupakan hal yang berpengaruh pada GET.

2.10 Faktor yang Mempengaruhi Gastric Evacuation Time (GET)

Faktor yang mempengaruhi GET menurut Rogge dan Taft (2010), terdiri

atas 2 faktor yaitu:

1. Faktor internal: umur ikan, organ pencernaan, digestibility, kondisi fisiologi

ikan dan ukuran ikan.

2. Faktor eksternal: jenis pakan, waktu pemberian pakan dan suhu.

2.11 Hubungan Gastric Evacuation Time (GET) dan Digestibility

Currie, et al. (2015), menyatakan bahwa Gastric Evacuation Time (GET)

merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan cepat lambatnya GET

menunjukkan efektivitas pakan yang diserap. Proses pencernaan termasuk

Page 10: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

sebuah fase dimana sebagian besar makanan dicerna dan kemudian sisa

makanan dikeluarkan secara perlahan sebagai feses. Hubungan Gastric

Evacuation Time dan Digestibility adalah ketika digestibility tinggi, maka GET

akan semakin cepat, sedangkan ketika digestibility rendah maka GET akan

semakin lama.

2.12 Jenis pakan

Pakan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pakan alami, pakan buatan,

dan pakan tambahan.

Pakan alami: pakan yang berasal dari alam. Contoh: fitoplankton dan

zooplankton (Setyawan, et al., 2014).

Pakan buatan: pakan yang sengaja dibuat, misal oleh pabrik tertentu yang

kadar nutrisinya sudah ditentukan. Contohnya pelet (Niode, et al., 2017).

Pakan tambahan: pakan yang hanya diberikan sebagai alternatif atau

tambahan nutrisi. Contoh: keong mas, bekicot, daun pepaya (Roy, 2013).

Page 11: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat dan Fungsi

a. Digestibility

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

Sistem Pencernaan Digestibility adalah:

Toples Kapasitas 5L :

Akuarium :

Timbangan digital :

Sectio set :

Kaca arloji :

Desikator :

Oven :

Loyang :

Beaker glass :

Stopwatch :

Aerator :

T aerator :

Selang aerator :

Batu aerator :

Kain lap :

Nampan :

Seser :

Saringan teh :

Kabel roll :

Kamera digital :

Page 12: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

Gunting :

Pinset :

Cutter :

Kalkulator :

Selang sifon :

b. Gastric Evacuation Time (GET)

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

Sistem Pencernaan Gastric Evacuation Time (GET) adalah:

Toples Kapasitas 5L :

Bak :

Akuarium :

Timbangan digital :

Sectio set :

Kaca arloji :

Stopwatch :

Aerator :

T aerator :

Selang aerator :

Batu aerator :

Kain Lap :

Nampan :

Seser :

Kamera digital :

Kabel rol :

Page 13: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

3.1.2 Bahan dan Fungsi

a. Digestibility

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

Sistem Pencernaan Digestibility adalah :

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) :

Lumut jaring (Chaetomorfa sp.) :

Cacing sutra (Tubifex sp.) :

Trash Bag :

Pelet :

Kertas label :

Tisu :

Kain saring (15 cm x 15 cm) :

Kertas buram :

Air :

b. Gastric Evacuation Time (GET)

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

Sistem Pencernaan Gastric Evacuation Time (GET) adalah :

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) :

Lumut jaring (Chaetomorfa sp.) :

Cacing sutra (Tubifex sp.) :

Trash Bag :

Pelet :

Kertas label :

Tisu :

Kertas buram :

Air :

Page 14: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

3.2 Skema Kerja

3.2.1 Daya Cerna (Digestibility)

Toples

Keterangan:BTM = Berat Total Makanan (gram)

= Total pakan diberikan – (sisa pakan kering+sisa pakan di perairan)

BTF = Berat Total Feses (gram)

BTM−BTFBTM

Kain 15 x 15 cm

Hasil

Pakan

Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

- Dipuasakan selama >24 jam

- Diisi air 34 bagian

- Diberi aerasi- Ditimbang ikan nila (Oreochromis niloticus)- Dimasukkan ke toples

- Ditimbang 5% dari berat tubuh ikanPerlakuan jenis pakan: 1 = Lumut Jaring (Chaetomorfa sp.)

2 = Cacing Sutra (Tubifex sp.)3 = Pellet

- Diberi pada ikan secara terus menerus hingga kenyang (ad libitum)- Ditunggu dengan lama waktu 6 jam

- Dioven dengan suhu 100ºC selama 15 menit- Didesikator selama 15 menit- Kain ditimbang - Kain diletakkan dalam saringan- Diambil sisa pakan dan feses dengan saring berbeda- Dioven sisa pakan dan feses kemudian ditimbang- Dihitung Digestibility dengan rumus:

Digestibility:

Page 15: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

GET (jam) = Berat Lambung Ikan yangTidak MengeluarkanFeses

x( grjam

)

3.2.2. Waktu Pengosongan Lambung (Gastric Evacuation Time)

Toples

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 2, 3, 4 sebagai ikan uji

Hasil

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 1, sebagai ikan kontrol

Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

- Dipuasakan selama >24 jam

- Diisi air 34 bagian

- Diberi aerasi- Diambil 4 ekor ikan dan ditimbang ikan nila (Oreochromis niloticus)

- Ditimbang berat tubuh- Dibedah - Ditimbang berat lambung

- Ditimbang berat tubuh - Diberi pakan 5% dari berat tubuh ikan

Perlakuan jenis pakan: 1 = Lumut Jaring (Chaetomorfa sp.)2 = Cacing Sutra (Tubifex sp.)3 = Pellet

- Diamati selama 6 jam- Dibedah masing-masing sesuai perlakuan ketika feses keluar pertama

kali dan ditetapkan sebagai GET x jam- Diambil lambung dan ditimbang- Dihitung GET dengan rumus:

Rumus Ikan yang Tidak Mengeluarkan Feses Setelah 6 jam

X (gr/jam) = Berat Lambung Ikan yangTidak MengeluarkanFeses−Berat Lambung IkanKontrol

6 Jam

Page 16: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Hasil

4.1.1 Digestibility

Page 17: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

4.1.2 Gastric Evacuation Time (GET)

Page 18: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

4.2 Analisis Grafik

4.2.1 Digestibility

Page 19: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

4.2.2 Gastric Evacuation Time (GET)

Page 20: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

4.3 Hubungan Digestibility dengan Gastric Evacuation Time (GET)

Page 21: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

4.4 Faktor Koreksi

4.5 Manfaat di Bidang Perikanan

Page 22: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Page 23: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

5.2 Saran

Page 24: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H., Iskandar dan N. Kurniawati. 2012. Pemberian probiotik dalam pakan terhadap pertumbuhan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) pada pendederan II. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(4): 99-107.

Boangmanalu, R., T. H. Wahyuni dan S. Umar. 2016. Kecernaan bahan kering,

bahan organik dan protein kasar langsung yang mengandung tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) sebagai subsitusi tepung ikan pada boiler. Jurnal Peternakan Integratif. 4(3): 329-340.

Burhanuddin, A. I. 2014. Ikhtiologi, Ikan dan Segala Aspek Kehidupannya. Deepublish: Yogyakarta. 430 hlm.

Currie, K., B. Lange, E. W. Herbert, J. O. Harris and D. A. J. Stone. 2015. Gastrointestinal evacuation time, but not nutrient digestibility of greenlip abalone, Haliotis laevigata Donovan, is affected by water temperature and age. Aquaculture. 448: 219-228.

Driskell, J. A. 2008. Nutrition and exercise concerns of middle age. CRC Press: New York. 278 page.

Fujaya, Y. 2008. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Rineka Cipta: Jakarta. 180 hlm.

Geremew, A. 2015. Digestibility of soybean cake, niger seed cake and linseed cake in juvenile nile tilapia, Oreochromis niloticus L. Aquaculture Research and Development. 6(5): 1-5.

Hartono, R., Y. Fenita dan E. Sulistyowati. 2015. Uji in vitro kecernaan bahan kering, bahan organik dan produksin-nh3 pada kulit buah durian (Durio zibethinus) yang difermentasi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dengan perbedaan waktu inkubasi. Jurnal Sains Perternakan Indonesia. 10(2): 87-94.

Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. 168 hlm.

Nawulawa, V. T., C. D. Kato, J. Rutaisire, N. Beukes, B. Pletschke and C. Whiteley. 2013. Enzyme activity in the nile perch gut: implications to nile perch culture. International Journal of Fisheries and Aquaculture. 5(9): 221-228.

Niode, A. R., Nasriani dan A. M. Irdja. 2017. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan nila (Oreochromis niloticus) pada pakan buatan yang berbeda. AKADEMIKA. 6(2): 99-112.

Rogge, C. M. and D. R. Taft. 2010. Preclinical Drug Development. CRC Press: USA. 376 page.

Roy, R. 2013. Budi Daya Sidat. Agro Media Pustaka. Jakarta Selatan. 70 hlm.

Page 25: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

Setiawati, J. E., Tarsim, Y.T. Adiputra dan S. Hudaidah. 2013. Pengaruh penambahan probiotik pada pakan dengan dosis berbeda terhadap pertumbuhan, kelulushidupan, efisiensi pakan dan retensi protein ikan patin (Pangasius hypophthalmus). JURNAL REKAYASA DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PERAIRAN. 1(2): 151-162.

Setyawan, T., L. Sugiarti dan S. E. Wardoyo. 2014. Kajian banyaknya pupuk kandang terhadap perkembangbiakan kutu air (Daphnia sp.) di rumah kaca sebagai pakan alami dalam budidaya ikan. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Biologi dan Kimia. 4(1): 1-10.

Wicaksono, R., Agustono dan W. P. Lokapirnasari. 2013. Pengukuran kecernaan lemak kasar, bahan organik dan energi pada pakan ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan menggunakan teknik pembedahan. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 5(2): 201-204.

Yanuar, V. 2017. Pengaruh pemberian jenis pakan yang berbeda terhadap laju pertumbuhan benih ikan nila (Oreochromis niloticus) dan kualitas air di akuarium pemeliharaan. ZIRAA’AH. 42(2): 91-99.

Zidni, I., E. Afrianto, I. Mahdiana, H. Herawati dan B. S. Ibnu. 2018. Laju pengosongan lambung ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochoromis niloticus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 9(2): 147-151.

Page 26: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

BUKU KERJA PRAKTIKUMFISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR

PEWARNAAN TUBUH DAN FOTOTAKSIS

NAMA :

NIM :

KELOMPOK :

NAMA ASISTEN :

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020

Page 27: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan yang hidup d i l i n g k u n g a n p e r a i r a n dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti cahaya, suhu, salinitas dan sebagainya. Proses

mengidentifikasi ikan juga perlu kita ketahui mengenai warna tubuh ikan itu

sendiri serta proses terjadinya warna tubuh ikan tersebut. Selain itu juga untuk

mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor luar (lingkungan) terhadap

warna serta perubahan warna pada ikan seperti cahaya atau sinar, predator

dan lain sebagainya (Putriana, et al., 2015).

Khoo, et al. (2013), menyatakan bahwa warna pada ikan disebabkan oleh

adanya sel kromatofora. Sel kromatofora dibagi menjadi 5 kategori yaitu

melanophora menghasilkan warna hitam, iridophora memantulkan refleksi

cahaya, xanthophora menghasilkan warna kuning, eritrophora menghasilkan

warna orange dan merah, dan leukophora menghasilkan warna putih.

Warna tubuh ikan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat ikan

tersebut hidup. Warna ikan yang hidup di permukaan akan berbeda dengan

warna tubuh ikan yang hidup di perairan dasar. Warna tubuh ikan dapat

digunakan sebagai salah satu alternatif identifikasi kehidupan ikan, baik

kebiasaan ataupun tingkah laku hidup ikan. Selain itu, warna tubuh ikan dapat

digunakan sebagai ciri tersendiri bagi kondisi ikan tersebut, misalnya saat

memijah warna tubuh ikan akan berbeda dengan saat ikan setelah memijah,

sebagai contoh ikan nila.

Selain warna tubuh ikan menurut Rosyidah, et al. (2009), identifikasi

dapat dilakukan dengan mengamati pola tingkah laku ikan yang berhubungan

dengan kepekaan ikan terhadap sinar atau cahaya lingkungannya. Kepekaan

tersebut disebut dengan fototaksis. Ikan mendekati lampu karena dua hal,

Page 28: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

pertama ikan tersebut memang bersifat fototaksis positif dan kedua ikan tersebut

datang untuk mencari makan karena cahaya merupakan indikasi adanya

makanan. Saat siang hari umumnya dijumpai ikan yang bersifat diurnal (aktif

mencari makan pada siang hari). Ikan-ikan tersebut memiliki sifat fototaksis

positif. Ikan yang tidak menyukai adanya cahaya matahari umumnya merupakan

ikan nokturnal yang aktif pada malam hari dan ikan tersebut bersifat fototaksis

negatif.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum ini adalah mahasiswa (praktikan) dapat mengerti

dan memahami peranan warna tubuh (pigmen) dan fototaksis dalam kehidupan

ikan.

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui perubahan warna

pada ikan dan sifat fototaksis ikan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi pewarnaan tubuh dan

fototaksis dilaksanakan pada hari Sabtu, 10 Oktober 2020 melalui video

conference Google Meet.

Page 29: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pewarnaan Tubuh

2.1.1. Pembagian Warna Tubuh

Shukla (2009), menyatakan bahwa ikan memiliki warna tubuh yang

berwarna warni karena adanya pigmen atau warna pada kulitnya. Warna pada

tubuh ikan dibagi menjadi dua yaitu:

1. Schemachrome : dipengaruhi oleh lingkungan

2. Biochrome : pembawa warna

Biochrome dibagi menjadi dua yaitu:

a. Cromathophore

Solichin, et al. (2012), menyatakan bahwa warna pada ikan disebabkan

oleh adanya sel kromatofora yang terdapat pada kulit bagian dermis. Sel ini

diklasifikasikan menjadi lima kategori warna dasar, yaitu:

eritrophore yang menghasilkan warna merah dan oranye

xanthophore yang menghasilkan warna kuning

melanophore yang menghasilkan warna hitam

leukophore yang menghasilkan warna putih

iridophore yang memantulkan refleksi cahaya

b. Guanophore

Guanophore merupakan warna bening pada ikan dimana menyerap sinar

yang diterima untuk dipantulkan dalam spektrum warna yang ada di sel sisik

ikan. Pigmen iridophores yang mirip dengan pigmen guanophore tetapi lebih

banyak memantulkan warna yang terlihat berpendar saat disinari spektrum

dengan kadar UV tinggi (Khoo, et al., 2013).

Page 30: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Pewarnaan

Faktor yang mempengaruhi pewarnaan tubuh dibagi menjadi dua yaitu

faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Prayogo, et al. (2012), menyatakan bahwa beberapa faktor yang

mempengaruhi pigmentasi pada ikan antara lain ukuran ikan, jumlah sel pigmen

warna, kedalaman pigmen warna, usia, genetik, tingkat kematangan gonad dan

jenis kelamin.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi pewarnaan yaitu habitat. Ikan yang

hidup di terumbu karang memiliki warna tubuh berwarna warni, sedangkan untuk

ikan pelagis memiliki warna lebih hitam pada punggungnya (Price, et al., 2008).

Faktor kedua yaitu terdapat pada pakan. Menurut Indarti, et al. (2012),

astaxantine yang ditambahkan ke dalam pakan ikan merupakan karotenoid yang

efektif untuk meningkatkan kecerahan warna ikan. Selain itu faktor lingkungan

juga mempengaruhi pewarnaan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sembiring

et al. (2013), bahwa ikan yang dipelihara pada kondisi terang akan memberikan

reaksi warna yang berbeda dengan ikan yang dipelihara ditempat gelap.

2.1.3 Panjang Gelombang Cahaya

Pembagian panjang gelombang menurut Bruno dan Svoronos (2006),

adalah sebagai berikut:

- Warna merah : 620 - 750 nanometer.

- Warna oranye : 590 - 620 nanometer.

- Warna kuning : 570 - 590 nanometer.

- Warna hijau : 495 - 570 nanometer.

- Warna biru : 450 - 495 nanometer.

Page 31: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

- Warna ungu : 380 - 450 nanometer.

2.2 Fototaksis

2.2.1 Pengertian Fototaksis

Fototaksis menurut Yuda, et al. (2012), merupakan gerak taksis yang

disebabkan oleh adanya rangsangan berupa cahaya. Ikan tertarik pada cahaya

melalui penglihatan serta rangsangan melalui otak. Ikan yang tertarik oleh

cahaya hanyalah ikan fotofilik, yang umumnya adalah ikan-ikan pelagis dan

sebagian kecil ikan demersal, sedangkan ikan yang tidak tertarik oleh cahaya

atau menjauhi cahaya biasa disebut fotofobik.

2.2.2 Jenis Fototaksis

Jenis fototaksis menurut Rudin, et al. (2017), dibagi menjadi dua yaitu

fototaksis positif dan fototaksis negatif. Fototaksis positif merupakan gerak taksis

mendekati cahaya. Fototaksis negatif merupakan gerak taksis menjauhi cahaya.

2.2.3 Faktor Fototaksis

Setiawan, et al. (2015), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi

fototaksis dibagi menjadi dua yaitu:

a. Faktor Internal

Jenis kelamin, beberapa ikan betina bersifat fototaksis negatif ketika

matang gonad, sedangkan ikan jantan pada jenis yang sama akan

bersifat fototaksis positif ketika matang gonad.

Penuh atau tidak penuhnya perut ikan, ikan yang sedang lapar lebih

bersifat fototaksis positif daripada ikan yang kenyang.

b. Faktor Eksternal

Suhu air, ikan akan mempunyai sifat fototaksis yang kuat ketika berada

pada lingkungan dengan suhu air yang optimal (sekitar 28ºC).

Page 32: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

Tingkat cahaya lingkungan, kondisi diwaktu siang hari atau pada saat

bulan purnama akan mengurangi sifat fototaksis pada ikan.

Intensitas dan warna sumber cahaya, jenis ikan yang berbeda maka

akan berbeda juga cara merespon intensitas dan warna cahaya yang

diberikan.

Ada atau tidaknya makanan, beberapa jenis ikan akan bersifat fototaksis

apabila terdapat makanan, sedangkan jenis ikan yang lain akan

berkurang sifat fototaksisnya.

Kehadiran predator akan mengurangi sifat fototaksis pada ikan.

2.2.4 Sel Cone dan Sel Rod

Sel-sel yang bekerja pada proses fototaksis menurut Adisendjaja (2003),

ada dua yaitu:

a. Sel Cone

Sel Cone (sel kerucut) berfungsi saat ada cukup cahaya, untuk

memberikan detail obyek beserta warnanya. Sel kerucut hanya dapat

dirangsang oleh cahaya terang sehingga mampu melihat warna.

b. Sel Rod

Sel Rod (sel batang) merupakan sel yang bekerja pada saat kondisi

minimum cahaya. Walaupun hanya ada sedikit cahaya (misalnya hanya ada satu

partikel foton), sel rod masih tetap dapat mendeteksi. Sel-sel batang tersebar

di bagian perifer (tepi, samping) dari retina dan dirangsang oleh cahaya redup.

Rangsangan ini penting untuk melihat cahaya pada saat redup dan dalam

keadaan gelap.

2.2 Mekanisme Kerja Sel Cone dan Sel Rod

Wade dan Tavris (2008), menyatakan bahwa sel cone akan bekerja

saat cahaya terang. Mekanisme sel cone bekerja saat terdapat cahaya terang

Page 33: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

yaitu contractile myoid elemen akan menggerakkan sel cone untuk mendekati

lensa, dan sel rod menjauhi lensa. Sel rod akan bekerja pada saat cahaya gelap.

Mekanisme sel rod saat cahaya gelap yaitu contractile myoid elemen akan

menggerakkan sel rod untuk mendekati lensa, sedangkan sel cone akan

menjauhi lensa.

Page 34: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat dan Fungsi

a. Pewarnaan Tubuh

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

Pewarnaan Tubuh dan Fototaksis tentang pewarnaan tubuh adalah:

Toples kapasitas 3L :

Seser :

Gunting :

Kabel rol :

Selang aerasi :

Batu aerasi :

Kamera digital :

Stopwatch :

T aerator :

Akuarium :

Lampu :

Nampan :

Fitting lampu :

b. Fototaksis

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

Pewarnaan Tubuh dan Fototaksis tentang fototaksis adalah:

Ember :

Akuarium :

Seser :

Page 35: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

Aerator set :

Gunting :

Kabel rol :

Kamera digital :

Senter cahaya putih :

3.1.2 Bahan dan Fungsi

a. Pewarnaan Tubuh

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

Pewarnaan Tubuh dan Fototaksis tentang pewarnaan tubuh adalah:

Ikan Sepat Siam (Trichogaster tricopterus) :

Selotip bening :

Kertas label :

Skotlet warna hijau :

Skotlet warna biru :

Skotlet warna merah :

Skotlet warna kuning :

Skotlet warna ungu :

Air :

Trash Bag :

Karet gelang :

b. Fototaksis

Page 36: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

Pewarnaan Tubuh dan Fototaksis tentang fototaksis adalah:

Ikan Mas Koki (Carrasius auratus) :

Ikan Black ghost (Apteronotus albifrons) :

Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) :

Ikan Guppy (Poecillia reticulata) :

Air :

Styrofoam :

Trash bag :

Selotip bening :

Kertas label :

Page 37: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

3.2 Skema Kerja

3.2.1 Pewarnaan Tubuh

Toples 3 liter

-Disiapkan-Ditutupi skotlet dengan perlakuan:

Meja 1. HijauMeja 2. MerahMeja 3. BiruMeja 4. KuningMeja 5. Ungu

-Diisi air ¾ bagian-Diberi aerasi

Ikan Sepat Siam (Trichogaster tricopterus) 1, sebagai ikan kontrol

-Dimasukkan kedalam toples 1-Diberi aerasi-Diadaptasikan selama 15 menit

Ikan Sepat Siam (Trichogaster tricopterus) 2, sebagai ikan uji

-Dimasukkan kedalam toples 2 dengan perlakuan-Diberi aerasi-Diadaptasikan selama 15 menit-Dicatat warna awal tubuh-Diberikan pencahayaan-Dibiarkan selama 2 minggu-Dilakukan pemeliharaan-Dicatat waktu saat kembali normal-Diamati warna akhir

Hasil

Page 38: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

3.2.2. Fototaksis

Akuarium

-Disiapkan-Diisi air ¾ bagian dan diberi aerasi-Dilapisi seluruh sisi akuarium dengan plastik gelap

Ikan Mas Koki (Carrasius auratus)Ikan Guppy (Poecilia reticulata)Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons)

-Dimasukkan ke dalam akuarium-Ditunggu sampai keadaan gelap-Diberi biasan cahaya senter-Diamati tingkah laku

Hasil

Page 39: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Pewarnaan Tubuh

Page 40: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

4.2 Fototaksis

4.2.1 Ikan Mas Koki (Carrasius auratus)

Page 41: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

4.2.2 Ikan Guppy (Poecilia reticulata)

Page 42: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

4.2.3 Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)

Page 43: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

4.2.4 Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons)

Page 44: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

4.3 Faktor Koreksi

4.4 Manfaat di Bidang Perikanan

Page 45: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Page 46: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

5.2 Saran

Page 47: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

DAFTAR PUSTAKA

Adisenjaja, Y. H. 2003. Warna dan makanan alami dalam kehidupan. Bio-Upi. 1-8.

Bruno, T. J. dan P. D. N. Srovonos. 2006. CRC Handbook of Fundamental Spectroscopic Correlation Charts. CRC Press. Paris. 222 hlm.

Indarti, S., M. Muhaemin dan S. Hudaidah. 2012. Modified toca colour finder (M-TCF) dan kromatofor sebagai penduga tingkat kecerahan warna ikan komet (Carasius auratus auratus) yang diberi pakan dengan proporsi tepung kepala udang (TKU) yang berbeda. e-Jurnal Rekayasa Dan Teknologi Budidaya Perairan. 1 (1): 9-16.

Khoo, G., T. M. Lim and V. P. E. Phang. 2013. Cellular basisi of metallic iridescence in the siamase fighting, Betta splendends.The Israeli Journal of Aquaculture.1 (65): 1-10.

Ogherohwo, E. P., B. Barnabas and A. O. Alafiatyo. 2015. investigating the wavelength of light and its effects on the performance of a solar photovoltaic module. International Journal of Innovative Research in Computer Science & Technology. 3 (4): 61-65.

Prayogo, H. F., R. Rostika dan I. Nurruhwati. 2012. Pengakayaan pakan yang mengandung maggot dengan tepung kepala udang sebagai sumber karotenoid terhadap penampilan warna dan pertumbuhan benih rainbow kurumoi (Melanotaenia parva). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (3): 210-205.

Price, A, C., C. J. Weadick, J. Shim and F. H. Rodd. 2008. Pigem patterns, and bahvior. Zebrafish. 5 (4): 297-307.

Rosyidah, I. N., A. Farid, A. Arisandi. 2009. Efektivitas alat tangkap mini purse seine menggunakan sumber cahaya berbeda terhadap hasil tangkap ikan kembung (Rastrelliger sp.). Jurnal Kelautan. 2(1): 50-56.

Rudin, M. J., R. Irnawati dan A. Rahmawati. 2017. Perbedaan hasil tangkapan bagan tancap dengan menggunakan lampu CFL dan LED dalam air (Leda) di Perairan Teluk Banten. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 7 (2): 167-180.

Sembiring, S. B.M., K. M. Setiawati, J.H. Hutapea dan W. Subamia. 2013. Pewarisan pola warna ikan klon biak, Amphiprion percula. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5 (2): 343-351.

Setiawan, F., S. R. Sulistyanti dan A. Sadnowo. 2015. Analisis pengaruh media perambatan terhadap intensitas cahaya lacuba (lampu celup bawah air). Jurnal Rekayasa dan Teknologi Elektro. 9 (1): 23-29.

Shukla, A.N. 2009. Physiology of fishes. New Delhi. DPH. 267 hlm.

Page 48: PENDAHULUAN · Web viewSaluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga mulut, pha r y n x, e s opha g u s, lambung, p y l oru s, usus dan anus.

Solichin, I., K. Haetami dan H. Suherman. 2012. Pengaruh penambahan tepung rebon pada pakan bautan terhadap nilai chroma ikan mas koki (Carassius auratus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (4): 185-190.

Wade, C dan C. Tavris. 2008. Psikologi. Jakarta. Erlangga. 342 hlm.

Yuda, L. K., D. Iriani dan A. M. A. Khan. 2012. Tingkat keramahan lingkungan alat tangkap bagan di Perairan Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3): 7-13.