PENDAHULUAN SJS

4
Sindrom Stevens Johnson (SSJ) merupakan salah satu keadaan gawat darurat di Bagian Kesehatan Kulit dan Kelamin. 1 SSJ pertama kali dilaporkan oleh Stevens dan Johnson pada tahun 1922 sebagai ectodermosis erosiva pluriorificialis. 2 Sindrom Steven-Johnson (SJS) merupakan penyakit hipersensitivitas yang diperantarai oleh kompleks imun yang disebabkan oleh beberapa jenis obat ataupun infeksi.10 Gejala klinis yang ditemukan terdiri atas kelainan pada kulit dan mukosa disertai gejala sistemik, yang dapat bervariasi dari ringan sampai berat dan fatal. 1,2 Sindrom ini dinamakan juga dengan Severe Bullous Form, Eritema Exudativum Multiforme Mayor dan Erythema Bulosum Maligna. 1,2,3 Penyebab tersering adalah alergi obat, misalnya golongan sulfa, penisilin dan derivatnya, non steroid anti inflammation drugs (NSAID), serta anti konvulsan. Penyebab lain yaitu infeksi virus, bakteri, parasit atau mikoplasma, neoplasma, vaksinasi, kehamilan, radioterapi dan sebagian tidak diketahui. 1,2,3 Angka kejadian SJS di Amerika cukup jarang, satu koma satu sampai tujuh koma satu kejadian per satu juta populasi per tahun.5 Lelaki dilaporkan lebih sering menderita SJS daripada perempuan dengan rasio 2:1. Angka kematian SJS sekitar 1-3% dari kejadian.11 Insidens SJS di Indonesia cenderung meningkat disebabkan pemakaian obat-obatan secara luas seperti antibiotik dan obat penurun panas yang juga banyak dijual secara bebas. 4 Patogenesis sindrom ini belum jelas, diduga akibat reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksikompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya

description

SJS

Transcript of PENDAHULUAN SJS

Page 1: PENDAHULUAN SJS

Sindrom Stevens Johnson (SSJ) merupakan salah satu keadaan gawat darurat di Bagian

Kesehatan Kulit dan Kelamin.1 SSJ pertama kali dilaporkan oleh Stevens dan Johnson pada

tahun 1922 sebagai ectodermosis erosiva pluriorificialis.2 Sindrom Steven-Johnson (SJS)

merupakan penyakit hipersensitivitas yang diperantarai oleh kompleks imun yang disebabkan

oleh beberapa jenis obat ataupun infeksi.10 Gejala klinis yang ditemukan terdiri atas kelainan

pada kulit dan mukosa disertai gejala sistemik, yang dapat bervariasi dari ringan sampai berat

dan fatal.1,2 Sindrom ini dinamakan juga dengan Severe Bullous Form, Eritema Exudativum

Multiforme Mayor dan Erythema Bulosum Maligna.1,2,3

Penyebab tersering adalah alergi obat, misalnya golongan sulfa, penisilin dan derivatnya,

non steroid anti inflammation drugs (NSAID), serta anti konvulsan. Penyebab lain yaitu infeksi

virus, bakteri, parasit atau mikoplasma, neoplasma, vaksinasi, kehamilan, radioterapi dan

sebagian tidak diketahui.1,2,3 Angka kejadian SJS di Amerika cukup jarang, satu koma satu

sampai tujuh koma satu kejadian per satu juta populasi per tahun.5 Lelaki dilaporkan lebih sering

menderita SJS daripada perempuan dengan rasio 2:1. Angka kematian SJS sekitar 1-3% dari

kejadian.11 Insidens SJS di Indonesia cenderung meningkat disebabkan pemakaian obat-obatan

secara luas seperti antibiotik dan obat penurun panas yang juga banyak dijual secara bebas.4

Patogenesis sindrom ini belum jelas, diduga akibat reaksi hipersensitivitas tipe III

(reaksikompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya

denganantibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions,tipe IV)

adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik. Didapatkan deposit immunoglobulin M,

komplemen (C3) dan fibrin pada jaringan kulit.1,2

Awitan antara 1-14 hari. Gejala klinis sangat bervariasi, didahului oleh gejala prodromal

berupa febris, malaise, infeksi saluran nafas, muntah, dan sakit menelan, kemudian diikuti

timbulnya lesi kulit berupa makula eritematosa berbentuk iris, papul, vesikel dan bula, kadang-

kadang disertai purpura. Distribusi lesi simetris, terutama pada punggung, tangan dan kaki. Lesi

mukosa timbul pada mulut, mata dan genitalia.1,2,3

Sindrom ini umumnya menyembuh dalam waktu 2-3 minggu. Apabila mengenai mukosa

genitalia dapat menyebabkan terjadinya balanitis atau vulvovaginitis dan pada mata bervariasi

dari konjungtivitis, simblefaron, ulkus kornea, uveitis anterior serta panopthalmitis.2,3

Page 2: PENDAHULUAN SJS

Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan/pengobatan dan

komplikasi yang terjadi. Komplikasi yang sering terjadi adalah pneumonia, sepsis dan gagal

ginjal serta kadang-kadang bisa terjadi perdarahan gastrointestinal.1,2,3

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,

hipersensitivitas yang terjadi, mencegah dan mengobati infeksi sekunder serta mengeliminasi

faktor penyebab.1,5

1. Fritsch OP, Ramon RM. Erythema multiforme, Stevens Johnson Syndrome and Toxic epidermal necrolysis. Dalam: Fitzpatrick TB, Eisen HZ, Wolf K, Frenberg IM, Austin KF, editor. Dermatologi in general medicine. Edisi ke-6. New York: Mc Graw Hill Inc, 2003: 543-56.

2. Odom RB, James WD, Berger TG. Andrew’s disease of the skin. Edisi ke-9. Philadelphia: WB. Saunders Co. 2000: 136-9.

3. Breathnach SM. Erythema multiforme, Stevens Johnson Syndrome and Toxic epidermal necrolysis. Dalam: Burns S, Breathnach S, Cox N, Griffith, editor. Rook’s Textbook of dermatology. Edisi ke-7. Massachusetts: Blackwell, 2004: 751-2.

4. Pindha IGAS, Bratiartha M, Adiguna SM, Wardhana M. Sindroma Stevens Johnson di RSUP Denpasar. Kumpulan makalah ilmiah Kongres Nasional PERDOSKI, Bukittinggi 1991: 1152-7.

5. Sidabutar NT, Noor RM, Lumintang H, Martodihardjo S. Sindroma Stevens Johnson di RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Kumpulan makalah ilmiah Kongres Nasional PERDOSKI, Bukittinggi 1991: 1287-95.

6. Wartini R, Sasmojo M, Adi S. Tinjauan retrospektif pasien Stevens Johnson Syndrome di Bagian/SMF IP. Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, MDVI 2001: 21 S-23S.

7. Rikyanto, Etnawati K. Penelitian retrospektif kasus sindroma Stevens Johnson selama 5 tahun kemungkinan oleh karena karbamazepin di bangsal RS. Dr. Sardjito Yogyakarta, Kumpulan makalah ilmiah Kongres Nasional PERDOSKI, Bukittinggi 1992: 1354-8.

8. Waworuntu LV, Niode Nj, Pandaleke HEJ, Warouw WFT. Sindroma Stevens Johnson di Bagian IP. Kulit dan Kelamin RSUP Manado Januari 1998-Desember 2002. MDVI 2004: 187-90.

9. Toruan TL, Rahmah S, Soenarto K, Suroso A. Sindroma Stevens Johnson. Kumpulan naskah ilmiah Konas PADVI IV. Semarang 1983: 361-9.

10. Klein, Peter A. Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. Emedicine dermatology. http://emedicine.medscape.com/article/1124127-overview.

11. Letko GN, Papaliodis DN, Papaliodis GN. Stevens-Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis: A review of the literature. Annals Allergy Asthma Immunol,2007. p :419-436.