Pendahuluan Prospektif Klinik
-
Upload
gistadestian -
Category
Documents
-
view
78 -
download
19
description
Transcript of Pendahuluan Prospektif Klinik
MAKALAHINTERAKSI OBAT
“ INTERAKSI OBAT DAN PROSPEK KLINIK INTERAKSI OBAT “
Disusun oleh:
Lila Alimi ( 10334037 )
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
2013
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah Interaksi Obat ” ‘INTERAKSI OBAT DAN PROSPEK KLINIS
INTERAKSI OBAT”
Dimana, tugas ini diambil dari sumber yang membahas tentang dinamika obat atau
interaksi obat di dalam tubuh. Tugas ini dibuat untuk melengkapi nilai mata kuliah dan syarat
dalam mengikuti Perkuliahan Interaksi Obat .Selama penyusunan sampai berakhirnya tugas
ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak terutama dosen
pengajar yaitu Ibu Dra. Refdanita M.Si, Apt. Saya menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan mungkin kesalahan dari tugas yang penulis buat ini. Untuk itu kritik dan
saran sangatlah penulis harapkan. Dan akhirnya semoga tugas ini bermanfaat.
Jakrata, 03 Oktober 2013
Penulis,
Dalam suatu terapi akan sering dijumpai peristiwa interaksi obat dimana aksi dari suatu obat berubah oleh karena pengaruh obat yang lain yang diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Sangatlah penting untuk membahas masalah interaksi obat, hal tersebut tidak lepas dari kenyataan kebiasaan dalam praktek pengobatan, dimana umum sekali untuk memberikan obat lebih dari satu secara bersamaan pada seorang pendarita.
Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit atau harus tinggal dirumah sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan atau efek samping obat. Pasien yang dirawat dirumah sakit sering mendapat terapi dengan polifrmasi ( 6-10 macaam obat ) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yangrendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.
Interaksi obat tidak selamanya merugikan , tetapi jika kemungkinan terjadi interkasi ini tidak diwaspadai pdaa waktu memberikan obat pada ppasien, maka kan terjadi dampak negatif yang merugikan akan lebih besar.
Pada prinsipnya intteraksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masqalah kesehatan yang serius kaena maeningkatnya efek samping dari efek- efek obat tertentu. Risiko kesehatan dari interaksi obar ini sangat bervariasi, biasanya hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bias pula fatal. Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjdinya interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makana, minuman ataupun obat obatan.
Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena :
a.Dokumentasinya masih sangat kurang
b.Seringkali lolos dari pengamatanKarena kurangnya pengetahuan akan mekanisme dan kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal inimengakibatkan interaksi obat berupa peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat, sedangkan interaksi berupa penurunan efektivitas dianggap diakibatkan bertambah parahnya penyakit pasien
c.Kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi individual,Di mana populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric atau berpenyakit parah, dan bisa juga karena perbedaan kapasitas metabolisme antar individu. Selain itu faktor penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah dan faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
1 .2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:1. Memahami berbagai bentuk interaksi obat2. Memahami mekanisme interaksi obat3. Memahami dampak klinik dari intertaksi obat4. Mampu menelaah interaksi dan melakukan upaya untuk menghindari terjadinyadampak yang merugikan dari interaksi obat.
BAB IITINJAUAN TEORI
II.1. Definisi Interaksi Obat
Interaksi oabt adalah modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada
awalnya atau diberikan bersamaan sehinggan keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih
berubah.efek-efeknya bias meningkatkan atau mengurangi aktifitas atau menghasilkan efek
baru yang tidak dimiliki sebelumnya.biasanya terjadi antara satu obat dengan obat lain tetapi
sebenarnya bisa saja terjadi antara obat dengan makanan,obat dengan herbal,obat dengan
mikronutrien dan obat injeksi denagn kandungan infus.
Secara singkat Interaksi Obat dapat terjadi jika suatu obat mengubah efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang aktif. Reaksi perorangan yang mengkonsumsi obat yang dapat berinteraksi sangat beragam. Faktor yang dapat mempengaruhi antara lain sifat keturunan, fungsi hati dan ginjal, usia (yang paling peka adalah bayi dan orang yang berusia diatas 50 tahun), ada atau tidaknya suatu penyakit,jumlah obat yang digunakan jarak waktu antara penggunaan dua obat, dan obat mana yang digunakan mula-mula. Karena itu efek yang terjadi mungkin saja tak berarti apa-apa bagi seseorang akan tetapi sangat membahayakan bagi orang lain. Hal mendasar yang patut disadari adalah bahwa bahaya mungkin dapat terjadi.
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain,obat
herbal,makanan,minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya.Definisi yang lebih
relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya,atau apa yang
terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya Interaksi obat dianggap penting
secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat
yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit
(indeks terapi yang rendah),misalnya glikosida jantung,antikoagulan,dan obat-obat
sitostatik.
II.2 Obat – Obat Yang Terlibat Dalam Peristiwa Interaksi Obat
Interaksi obat sedikitnya melibatkan 2 jenis obat yaitu:
1. Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat
lain.
2. Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah
aksi atau menimbulkan efek obat lain.
II.2.a Obat Obyek
Obat – obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya
dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat – obat yang memenuhi ciri:
a. Obat – obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan
menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat
– obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat – obat dengan kurva dosis respons
yang tajam (curam; steep dose response curve).
Misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi
manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.
b. Obat – obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio),
artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau
perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah
menyebabkan terjadinya efek toksis.
Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah
dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling
berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat – obat seperti ini juga sering dikenal
dengan obat – obat dengan lingkup terapetik sempit (narrow therapeutic range). Obat –
obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik
meliputi:
- antikoagulansia: warfarin,
- antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,
- hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,
- anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,
- glikosida jantung: digoksin,
- antihipertensi,
- kontrasepsi oral steroid,
- antibiotika aminoglikosida,
- Obat – obat sitotoksik,
- Obat – obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.
II.2.b Obat presipitan
Obat – obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain.
Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah
obat – obat dengan ciri sebagai berikut:
a. Obat – obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan
menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat – obat yang
tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat
dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat – obat yang
termasuk dalam kelompok obat dengan ikatan protein kuat misalnya aspirin,
fenilbutazon, sulfa dan lain lain.
b. Obat – obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)
enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat – obat yang mempunyai sifat
sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamazepin,
fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi (metabolisme) obat –
obat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat – obat
yang dapat menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol,
fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan meningkatkan kadar obat obyek
sehingga terjadi efek toksik.
c. Obat – obat yang dapat mempengaruhi/merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat
– obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat – obat golongan diuretika
dan lain-lain. Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah jika dilihat dari segi interaksi
farmakokinetika, terutama pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme dan
ekskresi renal. Masih banyak obat – obat lain yang dapat bertindak sebagai obat
presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda.
II.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Obat
Efek keparahan interaksi obat dapat sangat bervariasi anatara pasien yang satu
dengan pasian yang lain.berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien
terhadap interkasi obat ,antara lain:
1. Faktor usia
Saat usia bertambah maka tubuh akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap
obat-obatan.distribusi obat-obtan yagn larut dalam lipid mengalami perubahan yang
jelas,diamna wanita usioa lanjut memilik jaringan lemak 33 % lebih banyak
dibandingnwanita usia muda,sehingga terjadi akumulasi obat.usia juga
mempengaruhi metabilisme dan klirens obat akibat perubahan yang terjadi pada hati
dan ginjal.saat tubuh semakin tua aliran darah melalui hati berkurang dan klirens
beberapa obat dapat terhambat sekitar 30-40 % .keadaan ini terlihat jelas ketika
pasien megalami gagal jantung.selain itu enzim-enzim hati yang menjalankan
metabolisme obat mudah melimpah sehingga memperlambat metabolism akibat
terjadi peningkatan konsentarsi obat-obat tertentu.dalam kaitannya dengan ginjal
penurunan ukuran dan aliran darah terjadi sesuai pertambahan usia sehingga
beberapa obta dieliminasi secara lambat.masalah ini semakin memperburuk kondisi
seperti hipertensi,diabetes, dan dehindrasi.
Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian obat
sering terjadi polifarmasi,polifamasi berarti pemakaian obat banyak sekaligus pada
seorang pasien.di antara demikian banyak obat yang tertelan dapat menimbulkan
interaksi obat yang sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan
hospitalisan atau kematian.kejadian ini lebih sering terjadi pada pasien dengan usia
lanjut yang biasanya menderita lebih dari satu penyakit.
2. Faktor polifarmasi
Upaya pengobatan pasien dengan mengunakan lebih dari satu macam
obat( polifarmasi) sering dijumpai, tujuan dari polifarmasi ini tidal lain adalah untuk
mencapai efek terpi yang optimum,mengurangi efek samping,menghambat
timbulnya resistansi.mencegah kemungkinan adanya efek toksik yang disebabkan
oleh substansi zat aktif.polifamasi terkadang lebih dari yang dibutuhkan secar logis
nasional dihubungkan dengan
diagnosis yang diperkirakan.istilah ini mengadung konotasi yang berlebihan tidak
diperlukan dan sebagian besar dapat dihilangkan tanpa mempengaruhi outcome
penderita dalam hasil pengobatannya.polifarmasi sendoro dapat meningkatkan resiko
interaksi obat dengan obat secara signitifikasi.
3. Faktor penyakit
Kadang – kadang obat-obatan yang bermanfaat untuk satu penyakot bias berbahaya
untuk penyakit lain misalnya beta bloker yang digunakan untuk penyakit jantung
atau hipertensi dapat memperburuk pasien asma dan mempersulit penderita diabetes
untuk mengetahui ketika kadar gula terlalu rendah.beberapa obat yang diguanakan
untuk mengoabati pilek dapat memperburuk glaucoma.pasien harus memberitahu
kepada dokter tentang semua penyakit yang diderita sebelum dokter memberikan
resep baru.diabetes,hipotensi atau hipertensi,tukak,glaukaoma,pelebaran
prostat,control kandung kemih yang buruk dan insomnia adalah beberapa kondisi
yang diperlukan lebih tinggi mengalami interaksi obat dengan penyakit.
4. Faktor genetic
Perbedaan factor genetic diantara individu mempengaruhi aoa yang dilakukan tubuh
terhadap suatu obat dan apa yang dilakukan obat terhadap tubuh.karena factor
genetic sebagian orang memproses(metabolisme ) obat secara lambat akibat suatu
obat bias berakumulasi di dalam tubuh sehinggan menyebabkan toksistas.sebaliknya
sebagian individu memetabolisme obat begitu cepat sehinnga setelah subjek
menggunakan obat seperti biasa kadar obat di dalam darah tidak pernah mencapai
angka yang cukup agar obat dapat bekerja secar efektif.
Factor genetic individu dapat mengubah responya terhadap suatu obat.faktor genetic
mempenharuhi farmakokinetik dan farmakodinamik.mutasi yang tak dikenal dapat
dikaitkan dengan efek samping obat atau dapat mempengaruhi besaran interkasi
obat.contoh yang lazim adalah ditemukan pada metabolism etanol.
II.4 Pembagian Dan Mekanisme Interaksi
Interaksi obat berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar,
yaitu:
1 Interaksi Farmasetik
2 Interaksi famakokinetik
3 Interaksi farmakodinamik.
II.4.a Interaksi farmasetik
Interaksi ini merupakan interaksi fisika-kimia di mana terjadi reaksi fisika-kimia
antara obat – obat sehingga mengubah (menghilangkan) aktifitas farmakologi obat. Yang
sering terjadi misalnya reaksi antara obat – obat yang dicampur dalam cairan secara
bersamaan, misalnya dalam infus atau suntikan. Campuran penisilin (atau antibiotika β-
laktam yang lain) dengan aminoglikosida dalam satu larutan tidak dianjurkan. Walaupun
obat – obat ini pemakaian kliniknya sering bersamaan, jangan dicampur dalam satu
suntikan. Beberapa tindakan hati-hati (precaution) untuk menghindari interaksi
farmasetik ini mencakup, jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau
yakin betul bahwa tidak ada interaksi antar masing-masing obat.
Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama
lewat infus. Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer
leaflet), untuk melihat peringatan-peringatan pada pencampuran dan cara pemberian obat
(terutama untuk obat – obat parenteral misalnya injeksi infus dan lain-lain).
Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravena atau yang lain, harus
perhatikan bahwa tidak ada perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari
larutan. Sediaan intravena sebaiknya disiapkan jika diperlukan, Jangan menimbun terlalu
lama larutan yang sudah dicampur, kecuali untuk obat – obat yang memang sudah
tersedia dalam bentuk larutan seperti metronidazol , lidakoin dan lain-lain. Botol ifus
harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat – obat yang sudah dimasukkan,
termasuk dosis dan dan waktunya. Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan
lewat 2 jalur infus, kecuali kalau yakin tidak ada interaksi
II.4.b Interaksi Farmakokinetik
Interkasi farmakokinetik terjadi bila obat presipitan mempengaruhi atau
mengubah proses absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme, dan ekskresi dari obat
– obat obyek. Sehingga mekanisme interaksi inipun dapat dibedakan sesuai dengan
proses-proses biologik (kinetik) tersebut.
Interaksi dalam proses absorpsi
Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadi dengan berbagai cara misalnya,
1. Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat – obat seperti
morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah absorpsi obat – obat
lain.
2. Tingkat pengikatan molekul obat – obat tertentu oleh senyawa logam sehingga
absorpsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa kompleks yang tidak
diabsorpsi. Misalnya tingkat pengikatan antara tetrasiklin dengan senyawa-
senyawa logam berat akan menurunkan absorpsi tetrasiklin.
3. Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat – obat tertentu, misalnya: umumnya
antibiotika akan menurun absorpsinya bila diberikan bersama dengan makanan.
Contoh interaksi obat dalam proses absorbsi
Obat Objek Obat presipitan Mekanisme interaksi
efek yang terjadi
Solusi
Fe (diabsorbsi paling baik jika cairan lambung sangat asam)
Antasid (mengurangi keasaman lambung)
Perubahan pH cairan saluran cerna
Penurunan absorpsi Fe
Diberikan jarak waktu pemberian obat yang berinteraksi minimal 2 jam
Digoksin (sukar larut dalam cairan saluran cerna)
Metoklopramid (memperpendek waktu pengosongan lambung)
Perubahan motilitas usus
Penurunan absorpsi digoksin
Diberikan jarak waktu pemberian obat yang berinteraksi minimal 2 jam
Interaksi dalam proses distribusi
Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat – obat dengan ikatan
protein yang lebih kuat menggusur obat – obat lain dengan ikatan protein yang lebih
lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang
tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama
terjadinya peningkatan efek toksik. Sebagai contoh, misalnya meningkatnya efek toksik
dari antikoagulan warfarin atau obat – obat hipoglikemik (tolbutamid, klorpropamid)
karena pemberian bersamaan dengan fenilbutason, sulfa atau aspirin. Hampir sama
dengan interaksi ini adalah dampak pemakaian obat – obat dengan ikatan protein yang
tinggi pada keadaan malnutrisi (hipoproteinemia). Karena kadar protein rendah, maka
obat – obat dengan ikatan protein yang tinggi akan lebih banyak dalam keadaan bebas
karena kekurangan protein untuk mengikat obat sehingga dengan dosis yang sama akan
memberikan kadar obat bebas yang lebih tinggi dengan akibat meningkatnya efek toksik.
Disamping itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi bila terjadi perubahan
kemampuan transport atau uptake seluler suatu obat oleh karena obat – obat lain.
Misalnya obat – obat antidepresan trisiklik atau fenotiasin akan menghambat transport
aktif ke akhiran saraf simpatis dari obat – obat antihipertensif (guanetidin, debrisokuin),
sehingga mengurangi/menghilangkan efek antihipertensi.
Contoh interaksi obat dalam proses distribusi
Obat Objek Obat Presipitan Mekanisme Efek yang terjadi Solusi Tolbutamid (ikatan protein 96%)
Fenilbutazon (dapat menggeser antikoagulan oral dari ikatannya dengan albumin plasma)
Penggusuran ikatan protein tolbutamid oleh fenilbutazon
Hipoglikemia Dosis antikoagulan diperkecil.
Warfarin (ikatan protein 99%)
Fenilbutazon (dapat menggeser antikoagulan oral dari ikatannya dengan albumin plasma)
Penggusuran ikatan protein (ada mekanisme dinamik lain)
Perdarahan Dosis antikoagulan diperkecil.
interaksi dalam proses metabolisme
Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan dua kemungkinan, yaitu
Pemacuan enzim (enzyme induction) Suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme
obat lain (obat obyek) sehingga mempercepat eliminasi obat tersebut. Kenaikan
kecepatan eliminasi (pembuangan atau inaktivasi) akan diikuti dengan menurunnya kadar
obat dalam darah dengan segala konsekuensinya. Obat – obat yang dapat memacu enzim
metabolisme obat disebut sebagai enzyme inducer. Dikenal beberapa obat yang
mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni:
- Rifampisin
- Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.
Dari berbagai reaksi metabolism obat, maka reaksi oksidasi fase I yang dikatalisir
oleh enzim sitokrom P-450 dalam mikrosom hepar yang paling banyak dan paling mudah
dipicu. Penghambatan enzim (enzyme inhibitor).
Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat – obat yang
punya kemampuan untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal
sebagai penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari penghambatan metabolisme
obat ini adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya,
oleh karena terhambatnya proses eliminasi obat. Obat – obat yang dikenal dapat
menghambat aktifitas enzim metabolisme obat adalah:
- kloramfenikol,isoniazid,simetidin,propanolol,eritromisin,fenilbutason, alopurinol, dll.
Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi, yakni terutama obat dengan
lingkup terapi yang sempit, maka interaksi metabolisme dapat membawa dampak
merugikan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa:
- Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena kadar optimal tidak tercapai.
- Penghambatan enzim akan berakibat mengingkatnya kadar obat melampaui ambang
toksik, sehingga efek toksik meningkat
Contoh-contoh interaksi pada proses metabolisme
Obat Objek Obat Presipitan Mekanisme Akibat Klinik Solusi warfarin (banyak disimpan di hati)
Fenobarbital (larut lemak dan dapat menginduksi sintesis enzim metabolisme di hati dan mukosa saluran cerna)
Mempercepat metabolisme warfarin.
Penurunan efek antikoagulan
Dosis warfarin diperbesar 2- 10 kali, tetapi jika fenobarbital dihentikan, dosis warfarin diturunkan kembali.
Estradiol Rifampisin (menginduksi sintesis enzim metabolisme di hati dan mukosa saluran cerna)
Mempercepat metabolisme estradiol.
Kegagalan kontrasepsi
Diberikan jarak waktu pemakaian.
Interaksi dalam proses ekskresi
Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi terutama ginjal dapat
dipengaruhi oleh obat – obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenesid
dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehingga proses sekresi penisilin
terhambat, maka kadaar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh. Interaksi probenesid
dan penisilin adalah contoh interaksi yang menguntungkan secara terapetik. Klinidin juga
menghambat sekresi aktif digoksin dengan akibat peningkatan kadar digoksin dalam
darah, kira-kira sampai 2 kali, sehingga terjadi peningkatan kejadian efek toksik digoksin.
Salisilat menghambat sekresi aktif metotreksat. Obat – obat diuretika menyebabkan
retensi lithium karena hambatan pada proses ekskresinya. Furosemid juga dapat
meningkatkan efek toksik ginjal dari aminoglikosida,kemungkinan oleh karena perubahan
ekskresi aminoglkosida.
Interaksi obat pada proses ekskresi
Obat objek Obat presipitan
Mekanisme interaksi
Akibat klinik Solusi
Digoksin (ekskresi melalui ginjal)
Kinidin,(dapat menghambat p-glikoprotein yaitu transporter di usus dan tubulus ginjal)
Menghambat sekresi aktif di tubuli ginjal
Menurunkan sekresi digoksin di tubulus ginjal dan menaikkan absorbsi di usus halus, sehingga efek digoksin meningkat
Menurunkan dosis digoksin menjadi separuhnya.
Metotreksat (diekskresi hanya melalui ginjal)
Salisilat (ekskresi dalam bentuk metabolitnya melalui ginjal)
Menghambat sekresi aktif di tubuli ginjal
kadar metotreksat tinggi, sehingga toksisitas hebat (juga akibat kerusakkan ginjal oleh AINS)
Dosis metotreksat diturunkan.
II.4.c Interaksi farmakodinamik
Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena
perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada
interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah. Tetapi
yang terjadi adalah perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan
karena pengaruhnya pada tempat kerja obat . Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan
menjadi Interaksi langsung (direct interaction) dan interaksi tidak langsung (indirect
interaction). Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada tempat
atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan hasil efek
akhir yang sama atau hampir sama. Sedangkan interaksi tidak langsung terjadi bila obat
presipitan punya efek yang berbeda dengan obat obyek, tetapi efek obat presipitan
tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek.
Obat objek Obat presipitan
Mekanisme interaksi
Akibat klinik Solusi
Digoksin Furosemida Peningkatan ekskresi kalium dan
Furosemid menyebabkan gangguan
Penambahan diuretic hemat kalium
magnesium sehingga mempengaruhi kerja jantung.
keseimbangan elektrolit sehingga mempengaruhi digiksin yang menyebabkan aritmia.
dan pengukuran kadar kalium dan magnesium dalam darah.
Warfarin Salisilat Aspirin menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan thrombus terutama ditemukan pada system arteri
Efek koagulan meningkat sehingga resiko pendarahan meningkat.
Diberikan jarak waktu pemakaian
II.5 Interaksi Obat dengan Makanan
Pada interaksi jenis ini efek suatu obat akan dipengaruhi oleh makanan atau
minuman. Interaksi jenis ini tidak mudah dikelompokkan, tetapi lebih mudah
diperkirakan dari efek farmakologi obat yang dipengaruhi. Dalam hal ini makanan atau
minuman dapat memberikan efek sinergisme ataupun antagonis ( berlawanan ). Akibat
dari interaksi jenis ini adalah terjadinya peningkatan efek samping karena terjadinya
peningkatan obat atau manfaat obat dapat berkurang bahkan menghilang jika makanan
atau minuman yang dikonsumsi memberikan efek antagonis terhadap obat. Gunakan obat
berikut ini satu jam sebelum atau dua jam sesudah makan untuk mencegah interaksi yang
mungkin menurunkan efek obat:
Interaksi obat dengan makanan dapat terjadi karena:
- Penundaan absorbsi karena perubahan pH lambung
- Perubahan motilitas usus
Pengetahuan mengenai pengaruh obat terhadap makanan terhadap kerja obat masih
sangat kurang. Karena itu, pada banyak bahan obat, masih belum jelas bagaimana
pengaruh pemberian makanan pada saat yang sama terhadap kinetika obat. Pada sejumlah
senyawa makanan menyebabkan penundaan absorbsi karena perubahan harga pH dalam
lambung serta motilitas usus. Misalnya, tuberkulostatika rifampisisn dan isoniazid,
absorpsinya ditunda dan diabsorpsi dalam jumlah lebih kecil pada pemakaian setelah
makan dibandingkan dengan apabila obat-obat ini digunakan pada waktu lambung
kosong.
1. Kinidin (Cardioquin, Duraquin, Quinaglute Dura-Tabs, Quinidex Extentabs, Quinora)
Kinidin digunakan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak beraturan.
Makanan beralkali; seperti: amandel, susu mentega, kastanye, sari buah jeruk, kelapa,
kepala susu, buah-buahan (kecuali jagung, miju-miju); dapat meningkatkan efek
kinidin. Dengan peningkatan efek tersebut dapat mengakibatkan kemungkinan
terjadinya efek samping merugikan karena terlalu banyak kinidin disertai gejala
jantung berdebar, atau denyut jantung tidak teratur, pusing, sakit kepala, telinga
berdenging, dan gangguan penglihatan.
2. Golongan Teofilin
Obat asma golongan Teofilin bekerja sebagai stimulant system saraf pusat dengan
cara melebarkan jalan udara dan memudahkan pernapasan penderita asma. Makanan
yang mengandung kofein dapat meningkatkan efek obat asma karena makanan
berkofein dapat menstimulasi system saraf pusat sehingga menyebabkan terjadinya
rangsangan berlebihan. Akibatnya mungkin terjadi efek samping merugikan karena
terlalu banyak teofilin (rangsangan berlebih), disertai gejala mual, pusing sakit kepala,
mudah tersinggung, tremor, insomnia, takikardia, denyut jantung tidak teratur, dan
mungkin terjadi serangan. Contoh makanan yang merupakan sumber kofein adalah:
kopi, teh, kola dan minuman ringan, coklat, beberapa pil pelangsing yang dijual
bebas, sediaan untuk flu/batuk; nyeri; dan sakit yang mengganggu akibat haid.
3. Tetrasiklin adalah antibiotik yang digunakan untuk melawan infeksi. Absorpsi
tetrasiklin akan berkurang oleh ion logam bervalensi banyak (misalnya kalsium,
magnesium atau ion besi) serta kloestiramin. Tetrasiklin akan membentuk khelat
dengan logam, sehingga pemberiannya tidak boleh bersamaan dengan pemberian susu
dan produknya, antasida, atau ferrous sulfate. Untuk menghindari pengendapan dalam
gigi atau tulang yang sedang berkembang, tetrasiklin harus dihindarkan bagi ibu
hamil, dan anak-anak dibawah usia 8 tahun karena tetrasiklin dapat langsung terikat
pada kalsium dan mengakibatkan pendaran (fluorescence, pemudaran warna, dan
displasia enamel. Obat juga dapat tersimpan dalam tulang dan mengakibatkan
kelainan bentuk atau hambatan pertumbuhan.
4. Litium
Litium digunakan untuk menaggulangi beberapa gangguan jiwa yang berat. Makanan
berkadar garam rendah dapat meningkatkan efek litium, sedangkan yang berkadar
garam tinggi dapat menurunkan efek litium.
Makanan yang terlalu sedikit mengandung garam dapat menimbulkan keracunan
litium dengan gejala pusing, mulut kering, lemah, bingung, tak bertenaga, kehilangan
selera makan, mual, nyeri perut, nanar, dan bicara tidak jelas.
Contoh obat yang berinteraksi dengan makanan.
Obat objek Obat presipitan
Mekanisme interaksi
Akibat klinik Solusi
Tetrasiklin Kalium, Kalsium
Membentuk kelat dengan logam.
Pendarahan Diberikan 1 sampai 2 jam setelah makan.
II.6 Interaksi Obat pada Kasus khusus
Interaksi obat pada kasus khusus misalnya pada kasus kardiovaskuler. Obat
kardiovaskular secara umum terbagi menjadi obat gagal jantung, antiaritmia,
antiangina, antihipertensi dan hipolipidemik. Golongan obat kardiovaskular oleh
dokter penulis resep obat oral kardiovaskular pada 138 sampel di apotek “x” adalah
golongan obat ACE Inhibitors, golongan β-Blocker, golongan Ca Antagonis,
Golongan Diuretik dan Digoxin. Frekuensi terbesar dan merek dagang yang
berjumlah paling banyak digunakan dalam sampel adalah golongan ACE Inhibitor,
hal ini seiring dengan cakrawala pengobatan gagal jantung mulai berubah setelah
melalui penelitian klinis lebih dari 15 tahun ACE Inhibitor yang ditemukan oleh
Cushman dan Ondetti pada tahun 1977, tidak saja bermanfaat sebagai obat untuk
hipertensi, tapi juga efektif untuk pengobatan gagal jantung.
Interaksi antara Capoten yang berisi captopril golongan ACE Inhibitor dengan
KSR yang mengandung Kalium. Kejadian hiperkalemia ini dapat diminimalisasi
dengan menghentikan pemberian diuretik atau dengan memberikan Natrium satu
minggu sebelum pengobatan dengan ACE Inhibitor. Penghambat ACE ini
mengurangi pembentukan Angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan
sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air, serta
retensi kalium. Bila obat ini diberikan bersama obat diuretik hemat kalium atau
suplemen kalium akan meningkatkan resiko terjadinya hiperkalemia.
Interaksi yang terjadi karena adanya efek farmakologi obat yang berlawanan.
Misalnya Furosemide adalah diuretik yang dapat berperan sebagai antihipertensi
berawal dari efeknya meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air sehingga
mengurangi volume plasma dan cairan ekstra sel. Tekanan darah akan menurun akibat
berkurangnya curah jantung. Teronac yang mengandung mazindol adalah obat
adrenergik yang bekerja secara tidak langsung artinya menimbulkan efek adrenergik
melalui penglepasan Norepinefrin yang tersimpan dalam ujung syaraf, mazindol
merangsang susunan syaraf pusat yang dapat meningkatkan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi. Sehingga bila kedua obat ini diberikan secara bersamaan akan
menyebabkan terjadinya efek yang berlawanan.
Obat objek Obat presipitan
Mekanisme interaksi
Akibat klinik Solusi
Captopril golongan ACE Inhibitor
Kalium Hiperkalemia memberikan Natrium satu minggu sebelum pengobatan dengan ACE Inhibitor.
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Dampak Klinis interkasi Obat
Secara teoritis banyak sekali interaksi yang mungkin terjadi dengan mekanisme
yang telah diuraikan. Namun demikian, tidak semuanya memberikan dampak klinik
yang penting.Dampak klinik akan sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek yakni:
1. Profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Untuk obat-obat
dengan kurva kadar vs. respons yang curam (steep dose-response curve), di mana
perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek
obat, maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan memberikan
perubahan efek yang sangat berarti.
2. Obat-obat dengan resiko toksik: terapetik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio),
atau sering dikenal juga sebagai obat dengan lingkup terapi sempit.
Di samping kedua hal di atas, makna klinik interaksi obat juga akan sangat
tergantung kepada jenis dari efek yang terjadi, terutama untuk interaksi farmakodinamik,
yakni apabila efek obat obyek yang mengalami perubahan tersebut merupakan efek
farmakologik utama/penting terhadap timbulnya efek terapetik maupun efek toksik dari
obat. Misalnya perubahan sedikit saja dari efek antikoagulasi, bisa terjadi perdarahan
atau kegagalan antikoagulasi.
Secara ringkas, makna klinik yang bisa terjadi ada 2 macam, yakni:
1. Meningkatnya efek toksik baik disertai dengan meningkatnya kadar obat obyek
atau tidak.
2. Kegagalan efek terapetik.
Dampak klinis interaksi obat dilakukan dari beberapa obat yang saling
berinteraksi dimana hal yang paling utama adalah interaksi yang berpengaruh signifikan
terhadap klinis.interaksi ditandai berdasarkan level skala signifikansi sebagai berikut:
Level skala interkasi obat
Level signifikan level Level lokumentasi
1 Major Established,probable atau suspected
2 Moderat Established,probable atau suspected
3 Minor Established,probable atau suspected
4 Major atau moderat Possible
5 Minor untuk seluruh kelas Possible dan unlikely
1. Level signifikansi 1 resiko yang ditimbulkan berpotensi mengancam individu atau
dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen.
2. Level signifikansi 2 efek yang timbul akibat penurunan dari status klinipasien sehingga
dibutuhkan terapi tambahan atau perawatan dirumah sakit
3. Level signifikansi 3 efek yang dihasilkan ringan,akibatnya mungkin dapat
menyusahkan atau tidak dapat diketahui tetapi secara signifikan tidak mempengaruhi
terapi sehinggan treatment tambahan tidak diperlukan.
4. Level signifikansi 4 efek yang dihasilkan dapat berbahaya dimana respons farmakologi
dapat berubah sehingga diperlukan terapi tambahan.
5. Level signifikansi 5 efek yang dihasilkan ringan diman respons klinik dapat berubah
namun ada beberapa yang tidak mengubah respons klinik.
Terdapat 5 macam dokumentasi interaksi,yaitu established ( interkasi obat sangat
mantap terjadi ), Probable ( interaksi obat dapat terjadi ), suspected ( interaksi obat
diduga terjadi ) , possible ( interaksi obat belum pasti terjadi ), unlikely ( kemungkinan
besar interaksi tidak terjadi ).derajat keparahan akibat interkasi diklasifikasikan menjadi
minor ( dapat diatasi dengan baik ), moderat ( efek sedang ,dapat menyebabkan
kerusakan organ ), mayor ( efek fatal dapat menyebabkan kematian ).level interkasi 1,2,
dan 3 menunjukan bahwa interkasi obat kemungkinan terjadi.level interaksi 4 dan 5
interkasi belum pasti terjadi dan belum diperlukan antisipasi untuk efek yang terjadi
III.2 Upaya Menghindari Dampak Negatif
Tindakan berhati-hati atau kewaspadaan diperlukan untuk menghindari dampak
negatif dari interaksi obat. Berikut ini adalah upaya – upaya untuk menghindari dampak
negatif dari interaksi obat:
1. Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika
memang kondisi penyakit yang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan
gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya. Misalnya:
- pengobatan tuberkulosis,
- pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain
2. Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan, yakinkan
bahwa tidak ada interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau dinamik
3. Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat – obat yang
sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.
4. Jika ada interaksi segera lakukan tindakan-tindakan: Apakah perlu pengurangan dosis
obat obyek, Atau dapatkah obat obyek atau obat presipitan diganti
5. Evaluasi efek sesudah pemberian obat – obat secara bersamaan untuk menilai ada
tidaknya efek samping/toksik dari salah satu atau kedua obat .
6. Ikutilah sedini mungkin pemakaian obat secara bersamaan bila ternyata ada efek samping
atau efek toksik yang timbul.Beberapa interaksi yang pernah dilaporkan mempunyai anti
klinik.
BAB IV
KESIMPULAN
Interaksi oabt adalah modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada
awalnya atau diberikan bersamaan sehinggan keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih
berubah.efek-efeknya bias meningkatkan atau mengurangi aktifitas atau menghasilkan efek
baru yang tidak dimiliki sebelumnya.biasanya terjadi antara satu obat dengan obat lain tetapi
sebenarnya bisa saja terjadi antara obat dengan makanan,obat dengan herbal,obat dengan
mikronutrien dan obat injeksi denagn kandungan infus.
Dampak klinik dari interaksi obat yang bisa terjadi ada 2 macam, yakni:
1. Meningkatnya efek toksik baik disertai dengan meningkatnya kadar obat obyek atau
tidak.
2. Kegagalan efek terapetik
Dampak klinik dari interaksi obat sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek. Jika profil
hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Di mana perubahan sedikit kadar
atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek obat, maka setiap perubahan kadar
karena interaksi obat akan memberikan perubahan efek yang sangat berarti.
DAFTAR PUSTAKA
www.cerminduniakedokteran.com @Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
http://id.scribd.com/doc/58511674/Interaksi-Obat-Atau-Bermakna-Klinis
Harkness Richard, diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan Mathilda B.Widianto. Interaksi
obat. Bandung:Penerbit ITB, 1989. Diakses dari http://medicafarma.blogspot.com//interaksi-
obat.html