Pendahuluan Prospektif Klinik

35
MAKALAH INTERAKSI OBAT “ INTERAKSI OBAT DAN PROSPEK KLINIK INTERAKSI OBAT Disusun oleh: Lila Alimi ( 10334037 ) INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

description

interaksi obat

Transcript of Pendahuluan Prospektif Klinik

Page 1: Pendahuluan Prospektif Klinik

MAKALAHINTERAKSI OBAT

“ INTERAKSI OBAT DAN PROSPEK KLINIK INTERAKSI OBAT “

Disusun oleh:

Lila Alimi ( 10334037 )

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI FARMASI

2013

Page 2: Pendahuluan Prospektif Klinik

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

pembuatan makalah Interaksi Obat ” ‘INTERAKSI OBAT DAN PROSPEK KLINIS

INTERAKSI OBAT”

Dimana, tugas ini diambil dari sumber yang membahas tentang dinamika obat atau

interaksi obat di dalam tubuh. Tugas ini dibuat untuk melengkapi nilai mata kuliah dan syarat

dalam mengikuti Perkuliahan Interaksi Obat .Selama penyusunan sampai berakhirnya tugas

ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak terutama dosen

pengajar yaitu Ibu Dra. Refdanita M.Si, Apt. Saya menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dan mungkin kesalahan dari tugas yang penulis buat ini. Untuk itu kritik dan

saran sangatlah penulis harapkan. Dan akhirnya semoga tugas ini bermanfaat.

Jakrata, 03 Oktober 2013

Penulis,

Page 3: Pendahuluan Prospektif Klinik

Dalam suatu terapi akan sering dijumpai peristiwa interaksi obat dimana aksi dari suatu obat berubah oleh karena pengaruh obat yang lain yang diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Sangatlah penting untuk membahas masalah interaksi obat, hal tersebut tidak lepas dari kenyataan kebiasaan dalam praktek pengobatan, dimana umum sekali untuk memberikan obat lebih dari satu secara bersamaan pada seorang pendarita.

Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit atau harus tinggal dirumah sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan atau efek samping obat. Pasien yang dirawat dirumah sakit sering mendapat terapi dengan polifrmasi ( 6-10 macaam obat ) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.

Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yangrendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.

Interaksi obat tidak selamanya merugikan , tetapi jika kemungkinan terjadi interkasi ini tidak diwaspadai pdaa waktu memberikan obat pada ppasien, maka kan terjadi dampak negatif yang merugikan akan lebih besar.

Pada prinsipnya intteraksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masqalah kesehatan yang serius kaena maeningkatnya efek samping dari efek- efek obat tertentu. Risiko kesehatan dari interaksi obar ini sangat bervariasi, biasanya hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bias pula fatal. Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjdinya interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makana, minuman ataupun obat obatan.

Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena :

a.Dokumentasinya masih sangat kurang

b.Seringkali lolos dari pengamatanKarena kurangnya pengetahuan akan mekanisme dan kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal inimengakibatkan interaksi obat berupa peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat, sedangkan interaksi berupa penurunan efektivitas dianggap diakibatkan bertambah parahnya penyakit pasien

c.Kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi individual,Di mana populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric atau berpenyakit parah, dan bisa juga karena perbedaan kapasitas metabolisme antar individu. Selain itu faktor penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah dan faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).

Page 4: Pendahuluan Prospektif Klinik

1 .2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:1. Memahami berbagai bentuk interaksi obat2. Memahami mekanisme interaksi obat3. Memahami dampak klinik dari intertaksi obat4. Mampu menelaah interaksi dan melakukan upaya untuk menghindari terjadinyadampak yang merugikan dari interaksi obat.

Page 5: Pendahuluan Prospektif Klinik

BAB IITINJAUAN TEORI

II.1. Definisi Interaksi Obat

Interaksi oabt adalah modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada

awalnya atau diberikan bersamaan sehinggan keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih

berubah.efek-efeknya bias meningkatkan atau mengurangi aktifitas atau menghasilkan efek

baru yang tidak dimiliki sebelumnya.biasanya terjadi antara satu obat dengan obat lain tetapi

sebenarnya bisa saja terjadi antara obat dengan makanan,obat dengan herbal,obat dengan

mikronutrien dan obat injeksi denagn kandungan infus.

Secara singkat Interaksi Obat dapat terjadi jika suatu obat mengubah efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang aktif. Reaksi perorangan yang mengkonsumsi obat yang dapat berinteraksi sangat beragam. Faktor yang dapat mempengaruhi antara lain sifat keturunan, fungsi hati dan ginjal, usia (yang paling peka adalah bayi dan orang yang berusia diatas 50 tahun), ada atau tidaknya suatu penyakit,jumlah obat yang digunakan jarak waktu antara penggunaan dua obat, dan obat mana yang digunakan mula-mula. Karena itu efek yang terjadi mungkin saja tak berarti apa-apa bagi seseorang akan tetapi sangat membahayakan bagi orang lain. Hal mendasar yang patut disadari adalah bahwa bahaya mungkin dapat terjadi.

Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain,obat

herbal,makanan,minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya.Definisi yang lebih

relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya,atau apa yang

terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya Interaksi obat dianggap penting

secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat

yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit

(indeks terapi yang rendah),misalnya glikosida jantung,antikoagulan,dan obat-obat

sitostatik.

II.2 Obat – Obat Yang Terlibat Dalam Peristiwa Interaksi Obat

Interaksi obat sedikitnya melibatkan 2 jenis obat yaitu:

1. Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat

lain.

Page 6: Pendahuluan Prospektif Klinik

2. Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah

aksi atau menimbulkan efek obat lain.

II.2.a Obat Obyek

Obat – obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya

dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat – obat yang memenuhi ciri:

a. Obat – obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan

menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat

– obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat – obat dengan kurva dosis respons

yang tajam (curam; steep dose response curve).

Misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi

manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.

b. Obat – obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio),

artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau

perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah

menyebabkan terjadinya efek toksis.

Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah

dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling

berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat – obat seperti ini juga sering dikenal

dengan obat – obat dengan lingkup terapetik sempit (narrow therapeutic range). Obat –

obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik

meliputi:

- antikoagulansia: warfarin,

- antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,

- hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,

- anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,

- glikosida jantung: digoksin,

- antihipertensi,

- kontrasepsi oral steroid,

- antibiotika aminoglikosida,

- Obat – obat sitotoksik,

- Obat – obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.

II.2.b Obat presipitan

Page 7: Pendahuluan Prospektif Klinik

Obat – obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain.

Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah

obat – obat dengan ciri sebagai berikut:

a. Obat – obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan

menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat – obat yang

tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat

dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat – obat yang

termasuk dalam kelompok obat dengan ikatan protein kuat misalnya aspirin,

fenilbutazon, sulfa dan lain lain.

b. Obat – obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)

enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat – obat yang mempunyai sifat

sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamazepin,

fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi (metabolisme) obat –

obat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat – obat

yang dapat menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol,

fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan meningkatkan kadar obat obyek

sehingga terjadi efek toksik.

c. Obat – obat yang dapat mempengaruhi/merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat

– obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat – obat golongan diuretika

dan lain-lain. Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah jika dilihat dari segi interaksi

farmakokinetika, terutama pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme dan

ekskresi renal. Masih banyak obat – obat lain yang dapat bertindak sebagai obat

presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda.

II.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Obat

Efek keparahan interaksi obat dapat sangat bervariasi anatara pasien yang satu

dengan pasian yang lain.berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien

terhadap interkasi obat ,antara lain:

1. Faktor usia

Saat usia bertambah maka tubuh akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap

obat-obatan.distribusi obat-obtan yagn larut dalam lipid mengalami perubahan yang

jelas,diamna wanita usioa lanjut memilik jaringan lemak 33 % lebih banyak

Page 8: Pendahuluan Prospektif Klinik

dibandingnwanita usia muda,sehingga terjadi akumulasi obat.usia juga

mempengaruhi metabilisme dan klirens obat akibat perubahan yang terjadi pada hati

dan ginjal.saat tubuh semakin tua aliran darah melalui hati berkurang dan klirens

beberapa obat dapat terhambat sekitar 30-40 % .keadaan ini terlihat jelas ketika

pasien megalami gagal jantung.selain itu enzim-enzim hati yang menjalankan

metabolisme obat mudah melimpah sehingga memperlambat metabolism akibat

terjadi peningkatan konsentarsi obat-obat tertentu.dalam kaitannya dengan ginjal

penurunan ukuran dan aliran darah terjadi sesuai pertambahan usia sehingga

beberapa obta dieliminasi secara lambat.masalah ini semakin memperburuk kondisi

seperti hipertensi,diabetes, dan dehindrasi.

Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian obat

sering terjadi polifarmasi,polifamasi berarti pemakaian obat banyak sekaligus pada

seorang pasien.di antara demikian banyak obat yang tertelan dapat menimbulkan

interaksi obat yang sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan

hospitalisan atau kematian.kejadian ini lebih sering terjadi pada pasien dengan usia

lanjut yang biasanya menderita lebih dari satu penyakit.

2. Faktor polifarmasi

Upaya pengobatan pasien dengan mengunakan lebih dari satu macam

obat( polifarmasi) sering dijumpai, tujuan dari polifarmasi ini tidal lain adalah untuk

mencapai efek terpi yang optimum,mengurangi efek samping,menghambat

timbulnya resistansi.mencegah kemungkinan adanya efek toksik yang disebabkan

oleh substansi zat aktif.polifamasi terkadang lebih dari yang dibutuhkan secar logis

nasional dihubungkan dengan

diagnosis yang diperkirakan.istilah ini mengadung konotasi yang berlebihan tidak

diperlukan dan sebagian besar dapat dihilangkan tanpa mempengaruhi outcome

penderita dalam hasil pengobatannya.polifarmasi sendoro dapat meningkatkan resiko

interaksi obat dengan obat secara signitifikasi.

3. Faktor penyakit

Kadang – kadang obat-obatan yang bermanfaat untuk satu penyakot bias berbahaya

untuk penyakit lain misalnya beta bloker yang digunakan untuk penyakit jantung

atau hipertensi dapat memperburuk pasien asma dan mempersulit penderita diabetes

untuk mengetahui ketika kadar gula terlalu rendah.beberapa obat yang diguanakan

untuk mengoabati pilek dapat memperburuk glaucoma.pasien harus memberitahu

Page 9: Pendahuluan Prospektif Klinik

kepada dokter tentang semua penyakit yang diderita sebelum dokter memberikan

resep baru.diabetes,hipotensi atau hipertensi,tukak,glaukaoma,pelebaran

prostat,control kandung kemih yang buruk dan insomnia adalah beberapa kondisi

yang diperlukan lebih tinggi mengalami interaksi obat dengan penyakit.

4. Faktor genetic

Perbedaan factor genetic diantara individu mempengaruhi aoa yang dilakukan tubuh

terhadap suatu obat dan apa yang dilakukan obat terhadap tubuh.karena factor

genetic sebagian orang memproses(metabolisme ) obat secara lambat akibat suatu

obat bias berakumulasi di dalam tubuh sehinggan menyebabkan toksistas.sebaliknya

sebagian individu memetabolisme obat begitu cepat sehinnga setelah subjek

menggunakan obat seperti biasa kadar obat di dalam darah tidak pernah mencapai

angka yang cukup agar obat dapat bekerja secar efektif.

Factor genetic individu dapat mengubah responya terhadap suatu obat.faktor genetic

mempenharuhi farmakokinetik dan farmakodinamik.mutasi yang tak dikenal dapat

dikaitkan dengan efek samping obat atau dapat mempengaruhi besaran interkasi

obat.contoh yang lazim adalah ditemukan pada metabolism etanol.

II.4 Pembagian Dan Mekanisme Interaksi

Interaksi obat berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar,

yaitu:

1 Interaksi Farmasetik

2 Interaksi famakokinetik

3 Interaksi farmakodinamik.

II.4.a Interaksi farmasetik

Interaksi ini merupakan interaksi fisika-kimia di mana terjadi reaksi fisika-kimia

antara obat – obat sehingga mengubah (menghilangkan) aktifitas farmakologi obat. Yang

sering terjadi misalnya reaksi antara obat – obat yang dicampur dalam cairan secara

bersamaan, misalnya dalam infus atau suntikan. Campuran penisilin (atau antibiotika β-

laktam yang lain) dengan aminoglikosida dalam satu larutan tidak dianjurkan. Walaupun

Page 10: Pendahuluan Prospektif Klinik

obat – obat ini pemakaian kliniknya sering bersamaan, jangan dicampur dalam satu

suntikan. Beberapa tindakan hati-hati (precaution) untuk menghindari interaksi

farmasetik ini mencakup, jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau

yakin betul bahwa tidak ada interaksi antar masing-masing obat.

Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama

lewat infus. Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer

leaflet), untuk melihat peringatan-peringatan pada pencampuran dan cara pemberian obat

(terutama untuk obat – obat parenteral misalnya injeksi infus dan lain-lain).

Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravena atau yang lain, harus

perhatikan bahwa tidak ada perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari

larutan. Sediaan intravena sebaiknya disiapkan jika diperlukan, Jangan menimbun terlalu

lama larutan yang sudah dicampur, kecuali untuk obat – obat yang memang sudah

tersedia dalam bentuk larutan seperti metronidazol , lidakoin dan lain-lain. Botol ifus

harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat – obat yang sudah dimasukkan,

termasuk dosis dan dan waktunya. Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan

lewat 2 jalur infus, kecuali kalau yakin tidak ada interaksi

II.4.b Interaksi Farmakokinetik

Interkasi farmakokinetik terjadi bila obat presipitan mempengaruhi atau

mengubah proses absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme, dan ekskresi dari obat

– obat obyek. Sehingga mekanisme interaksi inipun dapat dibedakan sesuai dengan

proses-proses biologik (kinetik) tersebut.

Interaksi dalam proses absorpsi

Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadi dengan berbagai cara misalnya,

1. Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat – obat seperti

morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah absorpsi obat – obat

lain.

2. Tingkat pengikatan molekul obat – obat tertentu oleh senyawa logam sehingga

absorpsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa kompleks yang tidak

diabsorpsi. Misalnya tingkat pengikatan antara tetrasiklin dengan senyawa-

senyawa logam berat akan menurunkan absorpsi tetrasiklin.

Page 11: Pendahuluan Prospektif Klinik

3. Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat – obat tertentu, misalnya: umumnya

antibiotika akan menurun absorpsinya bila diberikan bersama dengan makanan.

Contoh interaksi obat dalam proses absorbsi

Obat Objek Obat presipitan Mekanisme interaksi

efek yang terjadi

Solusi

Fe (diabsorbsi paling baik jika cairan lambung sangat asam)

Antasid (mengurangi keasaman lambung)

Perubahan pH cairan saluran cerna

Penurunan absorpsi Fe

Diberikan jarak waktu pemberian obat yang berinteraksi minimal 2 jam

Digoksin (sukar larut dalam cairan saluran cerna)

Metoklopramid (memperpendek waktu pengosongan lambung)

Perubahan motilitas usus

Penurunan absorpsi digoksin

Diberikan jarak waktu pemberian obat yang berinteraksi minimal 2 jam

Interaksi dalam proses distribusi

Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat – obat dengan ikatan

protein yang lebih kuat menggusur obat – obat lain dengan ikatan protein yang lebih

lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang

tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama

terjadinya peningkatan efek toksik. Sebagai contoh, misalnya meningkatnya efek toksik

dari antikoagulan warfarin atau obat – obat hipoglikemik (tolbutamid, klorpropamid)

karena pemberian bersamaan dengan fenilbutason, sulfa atau aspirin. Hampir sama

dengan interaksi ini adalah dampak pemakaian obat – obat dengan ikatan protein yang

tinggi pada keadaan malnutrisi (hipoproteinemia). Karena kadar protein rendah, maka

obat – obat dengan ikatan protein yang tinggi akan lebih banyak dalam keadaan bebas

karena kekurangan protein untuk mengikat obat sehingga dengan dosis yang sama akan

memberikan kadar obat bebas yang lebih tinggi dengan akibat meningkatnya efek toksik.

Disamping itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi bila terjadi perubahan

kemampuan transport atau uptake seluler suatu obat oleh karena obat – obat lain.

Misalnya obat – obat antidepresan trisiklik atau fenotiasin akan menghambat transport

aktif ke akhiran saraf simpatis dari obat – obat antihipertensif (guanetidin, debrisokuin),

sehingga mengurangi/menghilangkan efek antihipertensi.

Page 12: Pendahuluan Prospektif Klinik

Contoh interaksi obat dalam proses distribusi

Obat Objek Obat Presipitan Mekanisme Efek yang terjadi Solusi Tolbutamid (ikatan protein 96%)

Fenilbutazon (dapat menggeser antikoagulan oral dari ikatannya dengan albumin plasma)

Penggusuran ikatan protein tolbutamid oleh fenilbutazon

Hipoglikemia Dosis antikoagulan diperkecil.

Warfarin (ikatan protein 99%)

Fenilbutazon (dapat menggeser antikoagulan oral dari ikatannya dengan albumin plasma)

Penggusuran ikatan protein (ada mekanisme dinamik lain)

Perdarahan Dosis antikoagulan diperkecil.

interaksi dalam proses metabolisme

Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan dua kemungkinan, yaitu

Pemacuan enzim (enzyme induction) Suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme

obat lain (obat obyek) sehingga mempercepat eliminasi obat tersebut. Kenaikan

kecepatan eliminasi (pembuangan atau inaktivasi) akan diikuti dengan menurunnya kadar

obat dalam darah dengan segala konsekuensinya. Obat – obat yang dapat memacu enzim

metabolisme obat disebut sebagai enzyme inducer. Dikenal beberapa obat yang

mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni:

- Rifampisin

- Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.

Dari berbagai reaksi metabolism obat, maka reaksi oksidasi fase I yang dikatalisir

oleh enzim sitokrom P-450 dalam mikrosom hepar yang paling banyak dan paling mudah

dipicu. Penghambatan enzim (enzyme inhibitor).

Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat – obat yang

punya kemampuan untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal

sebagai penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari penghambatan metabolisme

obat ini adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya,

Page 13: Pendahuluan Prospektif Klinik

oleh karena terhambatnya proses eliminasi obat. Obat – obat yang dikenal dapat

menghambat aktifitas enzim metabolisme obat adalah:

- kloramfenikol,isoniazid,simetidin,propanolol,eritromisin,fenilbutason, alopurinol, dll.

Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi, yakni terutama obat dengan

lingkup terapi yang sempit, maka interaksi metabolisme dapat membawa dampak

merugikan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa:

- Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena kadar optimal tidak tercapai.

- Penghambatan enzim akan berakibat mengingkatnya kadar obat melampaui ambang

toksik, sehingga efek toksik meningkat

Contoh-contoh interaksi pada proses metabolisme

Obat Objek Obat Presipitan Mekanisme Akibat Klinik Solusi warfarin (banyak disimpan di hati)

Fenobarbital (larut lemak dan dapat menginduksi sintesis enzim metabolisme di hati dan mukosa saluran cerna)

Mempercepat metabolisme warfarin.

Penurunan efek antikoagulan

Dosis warfarin diperbesar 2- 10 kali, tetapi jika fenobarbital dihentikan, dosis warfarin diturunkan kembali.

Estradiol Rifampisin (menginduksi sintesis enzim metabolisme di hati dan mukosa saluran cerna)

Mempercepat metabolisme estradiol.

Kegagalan kontrasepsi

Diberikan jarak waktu pemakaian.

Interaksi dalam proses ekskresi

Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi terutama ginjal dapat

dipengaruhi oleh obat – obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenesid

dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehingga proses sekresi penisilin

terhambat, maka kadaar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh. Interaksi probenesid

dan penisilin adalah contoh interaksi yang menguntungkan secara terapetik. Klinidin juga

menghambat sekresi aktif digoksin dengan akibat peningkatan kadar digoksin dalam

darah, kira-kira sampai 2 kali, sehingga terjadi peningkatan kejadian efek toksik digoksin.

Salisilat menghambat sekresi aktif metotreksat. Obat – obat diuretika menyebabkan

retensi lithium karena hambatan pada proses ekskresinya. Furosemid juga dapat

Page 14: Pendahuluan Prospektif Klinik

meningkatkan efek toksik ginjal dari aminoglikosida,kemungkinan oleh karena perubahan

ekskresi aminoglkosida.

Interaksi obat pada proses ekskresi

Obat objek Obat presipitan

Mekanisme interaksi

Akibat klinik Solusi

Digoksin (ekskresi melalui ginjal)

Kinidin,(dapat menghambat p-glikoprotein yaitu transporter di usus dan tubulus ginjal)

Menghambat sekresi aktif di tubuli ginjal

Menurunkan sekresi digoksin di tubulus ginjal dan menaikkan absorbsi di usus halus, sehingga efek digoksin meningkat

Menurunkan dosis digoksin menjadi separuhnya.

Metotreksat (diekskresi hanya melalui ginjal)

Salisilat (ekskresi dalam bentuk metabolitnya melalui ginjal)

Menghambat sekresi aktif di tubuli ginjal

kadar metotreksat tinggi, sehingga toksisitas hebat (juga akibat kerusakkan ginjal oleh AINS)

Dosis metotreksat diturunkan.

II.4.c Interaksi farmakodinamik

Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena

perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada

interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah. Tetapi

yang terjadi adalah perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan

karena pengaruhnya pada tempat kerja obat . Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan

menjadi Interaksi langsung (direct interaction) dan interaksi tidak langsung (indirect

interaction). Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada tempat

atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan hasil efek

akhir yang sama atau hampir sama. Sedangkan interaksi tidak langsung terjadi bila obat

presipitan punya efek yang berbeda dengan obat obyek, tetapi efek obat presipitan

tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek.

Obat objek Obat presipitan

Mekanisme interaksi

Akibat klinik Solusi

Digoksin Furosemida Peningkatan ekskresi kalium dan

Furosemid menyebabkan gangguan

Penambahan diuretic hemat kalium

Page 15: Pendahuluan Prospektif Klinik

magnesium sehingga mempengaruhi kerja jantung.

keseimbangan elektrolit sehingga mempengaruhi digiksin yang menyebabkan aritmia.

dan pengukuran kadar kalium dan magnesium dalam darah.

Warfarin Salisilat Aspirin menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan thrombus terutama ditemukan pada system arteri

Efek koagulan meningkat sehingga resiko pendarahan meningkat.

Diberikan jarak waktu pemakaian

II.5 Interaksi Obat dengan Makanan

Pada interaksi jenis ini efek suatu obat akan dipengaruhi oleh makanan atau

minuman. Interaksi jenis ini tidak mudah dikelompokkan, tetapi lebih mudah

diperkirakan dari efek farmakologi obat yang dipengaruhi. Dalam hal ini makanan atau

minuman dapat memberikan efek sinergisme ataupun antagonis ( berlawanan ). Akibat

dari interaksi jenis ini adalah terjadinya peningkatan efek samping karena terjadinya

peningkatan obat atau manfaat obat dapat berkurang bahkan menghilang jika makanan

atau minuman yang dikonsumsi memberikan efek antagonis terhadap obat. Gunakan obat

berikut ini satu jam sebelum atau dua jam sesudah makan untuk mencegah interaksi yang

mungkin menurunkan efek obat:

Interaksi obat dengan makanan dapat terjadi karena:

- Penundaan absorbsi karena perubahan pH lambung

- Perubahan motilitas usus

Pengetahuan mengenai pengaruh obat terhadap makanan terhadap kerja obat masih

sangat kurang. Karena itu, pada banyak bahan obat, masih belum jelas bagaimana

pengaruh pemberian makanan pada saat yang sama terhadap kinetika obat. Pada sejumlah

senyawa makanan menyebabkan penundaan absorbsi karena perubahan harga pH dalam

lambung serta motilitas usus. Misalnya, tuberkulostatika rifampisisn dan isoniazid,

Page 16: Pendahuluan Prospektif Klinik

absorpsinya ditunda dan diabsorpsi dalam jumlah lebih kecil pada pemakaian setelah

makan dibandingkan dengan apabila obat-obat ini digunakan pada waktu lambung

kosong.

1. Kinidin (Cardioquin, Duraquin, Quinaglute Dura-Tabs, Quinidex Extentabs, Quinora)

Kinidin digunakan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak beraturan.

Makanan beralkali; seperti: amandel, susu mentega, kastanye, sari buah jeruk, kelapa,

kepala susu, buah-buahan (kecuali jagung, miju-miju); dapat meningkatkan efek

kinidin. Dengan peningkatan efek tersebut dapat mengakibatkan kemungkinan

terjadinya efek samping merugikan karena terlalu banyak kinidin disertai gejala

jantung berdebar, atau denyut jantung tidak teratur, pusing, sakit kepala, telinga

berdenging, dan gangguan penglihatan.

2. Golongan Teofilin

Obat asma golongan Teofilin bekerja sebagai stimulant system saraf pusat dengan

cara melebarkan jalan udara dan memudahkan pernapasan penderita asma. Makanan

yang mengandung kofein dapat meningkatkan efek obat asma karena makanan

berkofein dapat menstimulasi system saraf pusat sehingga menyebabkan terjadinya

rangsangan berlebihan. Akibatnya mungkin terjadi efek samping merugikan karena

terlalu banyak teofilin (rangsangan berlebih), disertai gejala mual, pusing sakit kepala,

mudah tersinggung, tremor, insomnia, takikardia, denyut jantung tidak teratur, dan

mungkin terjadi serangan. Contoh makanan yang merupakan sumber kofein adalah:

kopi, teh, kola dan minuman ringan, coklat, beberapa pil pelangsing yang dijual

bebas, sediaan untuk flu/batuk; nyeri; dan sakit yang mengganggu akibat haid.

3. Tetrasiklin adalah antibiotik yang digunakan untuk melawan infeksi. Absorpsi

tetrasiklin akan berkurang oleh ion logam bervalensi banyak (misalnya kalsium,

magnesium atau ion besi) serta kloestiramin. Tetrasiklin akan membentuk khelat

dengan logam, sehingga pemberiannya tidak boleh bersamaan dengan pemberian susu

dan produknya, antasida, atau ferrous sulfate. Untuk menghindari pengendapan dalam

gigi atau tulang yang sedang berkembang, tetrasiklin harus dihindarkan bagi ibu

hamil, dan anak-anak dibawah usia 8 tahun karena tetrasiklin dapat langsung terikat

pada kalsium dan mengakibatkan pendaran (fluorescence, pemudaran warna, dan

displasia enamel. Obat juga dapat tersimpan dalam tulang dan mengakibatkan

kelainan bentuk atau hambatan pertumbuhan.

Page 17: Pendahuluan Prospektif Klinik

4. Litium

Litium digunakan untuk menaggulangi beberapa gangguan jiwa yang berat. Makanan

berkadar garam rendah dapat meningkatkan efek litium, sedangkan yang berkadar

garam tinggi dapat menurunkan efek litium.

Makanan yang terlalu sedikit mengandung garam dapat menimbulkan keracunan

litium dengan gejala pusing, mulut kering, lemah, bingung, tak bertenaga, kehilangan

selera makan, mual, nyeri perut, nanar, dan bicara tidak jelas.

Contoh obat yang berinteraksi dengan makanan.

Obat objek Obat presipitan

Mekanisme interaksi

Akibat klinik Solusi

Tetrasiklin Kalium, Kalsium

Membentuk kelat dengan logam.

Pendarahan Diberikan 1 sampai 2 jam setelah makan.

II.6 Interaksi Obat pada Kasus khusus

Interaksi obat pada kasus khusus misalnya pada kasus kardiovaskuler. Obat

kardiovaskular secara umum terbagi menjadi obat gagal jantung, antiaritmia,

antiangina, antihipertensi dan hipolipidemik. Golongan obat kardiovaskular oleh

dokter penulis resep obat oral kardiovaskular pada 138 sampel di apotek “x” adalah

golongan obat ACE Inhibitors, golongan β-Blocker, golongan Ca Antagonis,

Golongan Diuretik dan Digoxin. Frekuensi terbesar dan merek dagang yang

berjumlah paling banyak digunakan dalam sampel adalah golongan ACE Inhibitor,

hal ini seiring dengan cakrawala pengobatan gagal jantung mulai berubah setelah

melalui penelitian klinis lebih dari 15 tahun ACE Inhibitor yang ditemukan oleh

Cushman dan Ondetti pada tahun 1977, tidak saja bermanfaat sebagai obat untuk

hipertensi, tapi juga efektif untuk pengobatan gagal jantung.

Interaksi antara Capoten yang berisi captopril golongan ACE Inhibitor dengan

KSR yang mengandung Kalium. Kejadian hiperkalemia ini dapat diminimalisasi

dengan menghentikan pemberian diuretik atau dengan memberikan Natrium satu

minggu sebelum pengobatan dengan ACE Inhibitor. Penghambat ACE ini

Page 18: Pendahuluan Prospektif Klinik

mengurangi pembentukan Angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan

sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air, serta

retensi kalium. Bila obat ini diberikan bersama obat diuretik hemat kalium atau

suplemen kalium akan meningkatkan resiko terjadinya hiperkalemia.

Interaksi yang terjadi karena adanya efek farmakologi obat yang berlawanan.

Misalnya Furosemide adalah diuretik yang dapat berperan sebagai antihipertensi

berawal dari efeknya meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air sehingga

mengurangi volume plasma dan cairan ekstra sel. Tekanan darah akan menurun akibat

berkurangnya curah jantung. Teronac yang mengandung mazindol adalah obat

adrenergik yang bekerja secara tidak langsung artinya menimbulkan efek adrenergik

melalui penglepasan Norepinefrin yang tersimpan dalam ujung syaraf, mazindol

merangsang susunan syaraf pusat yang dapat meningkatkan denyut jantung dan

kekuatan kontraksi. Sehingga bila kedua obat ini diberikan secara bersamaan akan

menyebabkan terjadinya efek yang berlawanan.

Obat objek Obat presipitan

Mekanisme interaksi

Akibat klinik Solusi

Captopril golongan ACE Inhibitor

Kalium Hiperkalemia memberikan Natrium satu minggu sebelum pengobatan dengan ACE Inhibitor.

BAB III

PEMBAHASAN

Page 19: Pendahuluan Prospektif Klinik

III.1 Dampak Klinis interkasi Obat

Secara teoritis banyak sekali interaksi yang mungkin terjadi dengan mekanisme

yang telah diuraikan. Namun demikian, tidak semuanya memberikan dampak klinik

yang penting.Dampak klinik akan sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek yakni:

1. Profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Untuk obat-obat

dengan kurva kadar vs. respons yang curam (steep dose-response curve), di mana

perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek

obat, maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan memberikan

perubahan efek yang sangat berarti.

2. Obat-obat dengan resiko toksik: terapetik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio),

atau sering dikenal juga sebagai obat dengan lingkup terapi sempit.

Di samping kedua hal di atas, makna klinik interaksi obat juga akan sangat

tergantung kepada jenis dari efek yang terjadi, terutama untuk interaksi farmakodinamik,

yakni apabila efek obat obyek yang mengalami perubahan tersebut merupakan efek

farmakologik utama/penting terhadap timbulnya efek terapetik maupun efek toksik dari

obat. Misalnya perubahan sedikit saja dari efek antikoagulasi, bisa terjadi perdarahan

atau kegagalan antikoagulasi.

Secara ringkas, makna klinik yang bisa terjadi ada 2 macam, yakni:

1. Meningkatnya efek toksik baik disertai dengan meningkatnya kadar obat obyek

atau tidak.

2. Kegagalan efek terapetik.

Dampak klinis interaksi obat dilakukan dari beberapa obat yang saling

berinteraksi dimana hal yang paling utama adalah interaksi yang berpengaruh signifikan

terhadap klinis.interaksi ditandai berdasarkan level skala signifikansi sebagai berikut:

Level skala interkasi obat

Level signifikan level Level lokumentasi

1 Major Established,probable atau suspected

2 Moderat Established,probable atau suspected

Page 20: Pendahuluan Prospektif Klinik

3 Minor Established,probable atau suspected

4 Major atau moderat Possible

5 Minor untuk seluruh kelas Possible dan unlikely

1. Level signifikansi 1 resiko yang ditimbulkan berpotensi mengancam individu atau

dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen.

2. Level signifikansi 2 efek yang timbul akibat penurunan dari status klinipasien sehingga

dibutuhkan terapi tambahan atau perawatan dirumah sakit

3. Level signifikansi 3 efek yang dihasilkan ringan,akibatnya mungkin dapat

menyusahkan atau tidak dapat diketahui tetapi secara signifikan tidak mempengaruhi

terapi sehinggan treatment tambahan tidak diperlukan.

4. Level signifikansi 4 efek yang dihasilkan dapat berbahaya dimana respons farmakologi

dapat berubah sehingga diperlukan terapi tambahan.

5. Level signifikansi 5 efek yang dihasilkan ringan diman respons klinik dapat berubah

namun ada beberapa yang tidak mengubah respons klinik.

Terdapat 5 macam dokumentasi interaksi,yaitu established ( interkasi obat sangat

mantap terjadi ), Probable ( interaksi obat dapat terjadi ), suspected ( interaksi obat

diduga terjadi ) , possible ( interaksi obat belum pasti terjadi ), unlikely ( kemungkinan

besar interaksi tidak terjadi ).derajat keparahan akibat interkasi diklasifikasikan menjadi

minor ( dapat diatasi dengan baik ), moderat ( efek sedang ,dapat menyebabkan

kerusakan organ ), mayor ( efek fatal dapat menyebabkan kematian ).level interkasi 1,2,

dan 3 menunjukan bahwa interkasi obat kemungkinan terjadi.level interaksi 4 dan 5

interkasi belum pasti terjadi dan belum diperlukan antisipasi untuk efek yang terjadi

III.2 Upaya Menghindari Dampak Negatif

Tindakan berhati-hati atau kewaspadaan diperlukan untuk menghindari dampak

negatif dari interaksi obat. Berikut ini adalah upaya – upaya untuk menghindari dampak

negatif dari interaksi obat:

1. Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika

memang kondisi penyakit yang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan

gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya. Misalnya:

- pengobatan tuberkulosis,

Page 21: Pendahuluan Prospektif Klinik

- pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain

2. Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan, yakinkan

bahwa tidak ada interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau dinamik

3. Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat – obat yang

sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.

4. Jika ada interaksi segera lakukan tindakan-tindakan: Apakah perlu pengurangan dosis

obat obyek, Atau dapatkah obat obyek atau obat presipitan diganti

5. Evaluasi efek sesudah pemberian obat – obat secara bersamaan untuk menilai ada

tidaknya efek samping/toksik dari salah satu atau kedua obat .

6. Ikutilah sedini mungkin pemakaian obat secara bersamaan bila ternyata ada efek samping

atau efek toksik yang timbul.Beberapa interaksi yang pernah dilaporkan mempunyai anti

klinik.

BAB IV

KESIMPULAN

Page 22: Pendahuluan Prospektif Klinik

Interaksi oabt adalah modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada

awalnya atau diberikan bersamaan sehinggan keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih

berubah.efek-efeknya bias meningkatkan atau mengurangi aktifitas atau menghasilkan efek

baru yang tidak dimiliki sebelumnya.biasanya terjadi antara satu obat dengan obat lain tetapi

sebenarnya bisa saja terjadi antara obat dengan makanan,obat dengan herbal,obat dengan

mikronutrien dan obat injeksi denagn kandungan infus.

Dampak klinik dari interaksi obat yang bisa terjadi ada 2 macam, yakni:

1. Meningkatnya efek toksik baik disertai dengan meningkatnya kadar obat obyek atau

tidak.

2. Kegagalan efek terapetik

Dampak klinik dari interaksi obat sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek. Jika profil

hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Di mana perubahan sedikit kadar

atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek obat, maka setiap perubahan kadar

karena interaksi obat akan memberikan perubahan efek yang sangat berarti.

DAFTAR PUSTAKA

Page 23: Pendahuluan Prospektif Klinik

www.cerminduniakedokteran.com @Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

http://id.scribd.com/doc/58511674/Interaksi-Obat-Atau-Bermakna-Klinis

Harkness Richard, diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan Mathilda B.Widianto. Interaksi

obat. Bandung:Penerbit ITB, 1989. Diakses dari http://medicafarma.blogspot.com//interaksi-

obat.html