PENDAHULUAN Latar Belakang - SITEDI UHOsitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/G2G115108_sitedi_TESIS...

112
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sebagai upaya mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan berdaya saing di masa mendatang menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, pemerintah dan masyarakat umum. Lembaga pemerintah sebagai salah satu unsur pemerintah ataupun masyarakat memegang peran dan posisi kunci dalam mengoptimalkan potensi anak (Kemendikbud, 2013). Salah satu indikator manusia berkualitas adalah mempunyai prestasi kerja tinggi. Prestasi kerja ini sangat diperlukan oleh berbagai lembaga-lembaga pemerintahan maupun swasta. Pegawai atau karyawan yang memiliki prestasi kerja tinggi akan selalu sadar secara penuh mengenai tanggung jawabnya masing- masing dan berusaha melaksanakan segala tugas yang diberikan kepadanya dengan baik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mendapatkan hasil kerja yang maksimal. Sebaliknya apabila seorang pegawai tidak mempunyai prestasi kerja hanya akan memberikan dampak negatif bagi pegawai itu sendiri maupun lembaga tempat ia bekerja. Untuk itu peningkatan prestasi kerja seorang pegawai sangat perlu dilakukan baik secara individu maupun secara kelompok sebagai upaya untuk meningkatkan hasil kerja yang lebih baik. Prestasi kerja merupakan faktor penting untuk mendukung keberhasilan suatu pekerjaan seseorang baik dalam kapasitas pribadi maupun sebagai seorang anggota suatu organisasi/lembaga. Banyak akibat yang tidak menguntungkan bagi organisasi disebabkan oleh prestasi kerja yang rendah. Akibat yang ditimbulkan dari

Transcript of PENDAHULUAN Latar Belakang - SITEDI UHOsitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/G2G115108_sitedi_TESIS...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sebagai upaya mempersiapkan sumberdaya manusia yang

berkualitas dan berdaya saing di masa mendatang menjadi tanggung jawab

bersama antara keluarga, pemerintah dan masyarakat umum. Lembaga pemerintah

sebagai salah satu unsur pemerintah ataupun masyarakat memegang peran dan

posisi kunci dalam mengoptimalkan potensi anak (Kemendikbud, 2013).

Salah satu indikator manusia berkualitas adalah mempunyai prestasi kerja

tinggi. Prestasi kerja ini sangat diperlukan oleh berbagai lembaga-lembaga

pemerintahan maupun swasta. Pegawai atau karyawan yang memiliki prestasi

kerja tinggi akan selalu sadar secara penuh mengenai tanggung jawabnya masing-

masing dan berusaha melaksanakan segala tugas yang diberikan kepadanya

dengan baik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mendapatkan

hasil kerja yang maksimal. Sebaliknya apabila seorang pegawai tidak mempunyai

prestasi kerja hanya akan memberikan dampak negatif bagi pegawai itu sendiri

maupun lembaga tempat ia bekerja. Untuk itu peningkatan prestasi kerja seorang

pegawai sangat perlu dilakukan baik secara individu maupun secara kelompok

sebagai upaya untuk meningkatkan hasil kerja yang lebih baik. Prestasi kerja

merupakan faktor penting untuk mendukung keberhasilan suatu pekerjaan

seseorang baik dalam kapasitas pribadi maupun sebagai seorang anggota suatu

organisasi/lembaga. Banyak akibat yang tidak menguntungkan bagi organisasi

disebabkan oleh prestasi kerja yang rendah. Akibat yang ditimbulkan dari

2

kurangnya prestasi kerja yang dimiliki seorang pegawai umpamanya terjelma

dalam berbagai bentuk tindakan dan perbuatan yang dilakukan setiap hari seperti

kelambatan dan kelalaian dalam bekerja, ketepatan dalam kehadiran pada jam-jam

kerja, bekerja dengan seenaknya, dan sebagainya. Prestasi kerja seorang pegawai

sangat ditentukan oleh adanya motivasi kerja. Motivasi kerja merupakan kekuatan

atau sebagai pendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang

diwujudkan dalam bentuk perbuatan nyata yaitu dalam bekerja

Posisi guru dalam dunia pendidikan adalah sebagai garda terdepan dan

sentral terlaksananya proses pembelajaran, maka berkaitan dengan kinerja guru

diperlukan adanya totalitas, dedikasi, maupun loyalitas. Seorang guru dituntut

untuk memiliki motivasi kerja yang kuat agar dapat bekerja dengan maksimal,

guru yang mempunyai motivasi kerja rendah biasanya akan terjadi kesulitan

dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya sehingga akan menyerah pada

keadaan daripada berusaha untuk mengatasinya. Berbeda dengan seorang guru

yang memiliki motivasi kerja yang tinggi, apabila terjadi kesulitan dalam

menjalankan tugas dan pekerjaannya maka mereka akan berusaha untuk

mengatasinya. Menjadi guru tanpa motivasi kerja akan cepat merasa jenuh karena

tidak adanya unsur pendorong. Motivasi kerja mempersoalkan bagaimana caranya

gairah kerja guru,agar guru mau bekerja keras dengan menyumbangkan segenap

kemampuan, pikiran, keterampilan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Guru

menjadi seorang pendidik karena adanya motivasi kerja untuk mendidik. Bila

tidak punya motivasi kerja maka ia tidak akan berhasil untuk mendidik atau jika

3

dia mengajar karena terpaksa saja karena tidak ada kemauan yang berasal dari

dalam diri guru.

Disiplin kerja dan motivasi kerja merupakan dua hal yang saling

mempengaruhi prestasi kerja guru di sekolah yang berimbas pada anak didik,

tanpa sikap disiplin yang tinggi mustahil guru dapat meningkatkan prestasi

kerjanya, demikian juga halnya dengan motivasi kerja yang tinggi dalam diri

guru harus ada demi mewujudkan tujuan pendidikan dari sekolah. Menurut

Mulyasa (2009: 5) guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap

terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Guru yang memiliki

motivasi kerja yang tinggi akan melakukan lebih dari sekedar rutinitasnya dalam

mengajar. Suwatno dan Priansa (2011:171) menyatakan motivasi kerja

merupakan kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-

tujuan keorganisasian yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk

memenuhi kebutuhan individual tertentu.

Sekolah menerapkan aturan atau tata tertib yang bertujuan meningkatkan

prestasi kerja guru. Prestasi kerja guru sangat perlu diperhatikan karena secara

langsung akan mempengaruhi prestasi belajar anak didik dan mewujudkan visi

dan misi suatu sekolah. Prestasi kerja yang buruk dari guru akan tercermin dari

hasil belajar anak didik dan akibatnya sekolah mengalami kerugian dalam hal ini

output yang dihasilkan tidak berkualitas dan daya saingnya rendah karena tingkat

kelulusan yang rendah. Menurut Sari (2013: 9) prestasi kerja adalah hasil upaya

atau kesungguhan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang

4

dipercayakan kepadanya dengan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhannya

sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya.

Prestasi kerja guru yang rendah dapat dilihat dari beberapa faktor

diantaranya guru tidak memperhatikan kualitas mengajarnya yang tercermin

dengan tidak memiliki perangkat pembelajaran yang lengkap. Akibat yang terjadi

ialah nilai ulangan semester yang dicapai siswa tidak memenuhi standar

ketuntasan maksimal (KKM) yang ditetapkan sekolah.

Pra survey yang dilakukan menemukan prestasi kerja guru cenderung

rendah ini didorong oleh kurangnya motivasi dan disiplin guru. Beberapa guru

yang tidak disiplin melaksanakan tugas seperti memimpin apel pagi atau

mengikuti upacara bendera setiap hari senin yang dilaksanakan tiap sekolah.

Berdasarkan absensi kehadiran dari kegiatan tersebut diatas terlihat 50% guru

tidak disiplin dalam kegiatan tersebut padahal aturan sekolah telah mewajibkan

semua guru mengikuti upacara bendera dan memimpin apel pagi. Temuan lain

menyangkut rendahnya disiplin kerja guru adalah 70% guru tidak membuat

perangkat pembelajaran setiap awal semester ini dibuktikan dari data kepala

sekolah tentang guru yang meminta tanda tangan atau persetujuan dari perangkat

pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas. Selain itu sikap tidak disiplin guru

terlihat dari semua guru pria yang merokok di kelas dan dalam lingkungan

sekolah, siswa melihat tindakan indisipliner tersebut padahal guru disini adalah

contoh dan tolak ukur dari penerapan disiplin sekolah terhadap siswa.

Motivasi kerja guru berdasarkan survey awal yang dilakukan di lokasi

penelitian ditemukan antara lain; 1) Guru terlambat masuk kelas saat jam pertama

5

dimulai akibatnya siswa berada di luar kelas bahkan di kantin. Pengamatan yang

dilakukan peneliti 50% guru terlambat masuk kelas pada jam pertama hal ini di

dukung absensi kedatangan guru di sekolah; 2) 70% guru tidak menggunakan

media pembelajaran yang disediakan sekolah seperti LCD akibatnya tidak ada

variasi pembelajaran; 3) 70% guru hanya menggunakan metode ceramah lalu

memberi tugas siswa, dikumpulkan dan dinilai tanpa memperhatikan kemampuan

siswa dalam memahami materi pembelajaran; serta 4) 90% guru tidak

melaksanakan program remedial dan pengayaan sesuai aturan yakni saat jam

sekolah berakhir, hal ini berdasarkan data kepala sekolah tidak ada guru yang

mengambil honor remedial atau pengayaan karena tidak dilaksanakan. Jika

permasalahan ini tidak diberikan solusi maka bisa jadi akan ditiru oleh guru-guru

lain dan setiap guru akan menjadi tidak disiplin dengan peraturan yang sudah

ditetapkan. Permasalahan ini akan berdampak pada prestasi kerja guru Sunyoto

(2012) menyatakan, tujuan pemberian motivasi adalah untuk meningkatkan

kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan. Teori tersebut didukung

dengan penelitian yang dilakukan oleh Loana, Swasto, dan Nurtjahjono (2014: 7),

‘‘hasil dari observasi menunjukan bahwa para karyawan lebih cenderung disiplin

berdasarkan perintah atasan untuk mengikuti peraturan yang ada, sehingga para

karyawan memiliki rasa takut terhadap sanksi yang diberikan perusahaan’’. Jadi

solusi terbaik untuk meningkatkan disiplin kerja guru adalah dengan memberikan

motivasi kepada guru.

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah motivasi kerja guru berpengaruh terhadap prestasi kerja guru di

SMA Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala

dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kabupaten Konawe?

2. Apakah disiplin kerja guru berpengaruh terhadap prestasi kerja guru di

SMA Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala

dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kabupaten Konawe?

3. Apakah motivasi kerja guru dan disiplin kerja guru berpengaruh secara

bersama terhadap prestasi kerja guru di SMA Negeri 1 Sampara, SMA

Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1 Besulutu

Besulutu Kabupaten Konawe?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada latar belakang dan rumusan masalah tersebut diatas, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh :

1. Motivasi kerja guru terhadap prestasi kerja guru di SMA Negeri 1 Sampara,

SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1

Besulutu di Kabupaten Konawe.

2. Disiplin kerja guru terhadap prestasi kerja guru di SMA Negeri 1 Sampara,

SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1

Besulutu di Kabupaten Konawe.

7

3. Motivasi kerja guru dan disiplin kerja guru secara bersama terhadap

prestasi kerja guru di SMA Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala,

SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kabupaten

Konawe.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritik

Untuk memperkaya teori-teori yang terkait dengan motivasi kerja guru dan

disiplin kerja guru terutama pengaruhnya terhadap prestasi kerja guru di SMA

Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA

Negeri 1 Besulutu di Kabupaten Konawe. Serta dapat menjadi salah satu rujukan

bagi peneliti yang lebih mendalami menyangkut hal tersebut.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian atau bahan

perbandingan pada penelitian yang relevan dengan penelitian ini serta

bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

b. Hasil penelitian ini secara praktis diharapakan dapat menjadi salah satu bahan

masukan bagi guru-guru di SMA Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala,

SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kabupaten Konawe

untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam melaksanakan tugas .

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi pihak

komite sekolah dan masyarakat tentang prestasi kerja guru di SMA Negeri 1

8

Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri

1 Besulutu di Kabupaten Konawe.

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Teori Motivasi Kerja

Robbins dan Coulter (2010: 108) menyatakan bahwa terdapat empat teori

awal tentang motivasi yang merupakan dasar dari teori-teori motivasi

kontemporer yang banyak dikembangkan sekarang yaitu: teori hierarki

kebutuhan Maslow, Teori X dan Teori Y McGregor, teori dua factor Herzberg,

dan teori tiga kebutuhan McClelland.

1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam tingkatan yang lebih tinggi

dan yang lebih rendah, Maslow menganggap kebutuhan fisiologis dan

keamanan pada tingkatan kebutuhan yang lebih rendah dan menganggap

kebutuhan social, penghargaan, dan aktualisasi diri pada tingkatan kebutuhan

yang lebih tinggi. Kebutuhan yang lebih rendah sebagian besar dipenuhi

secara eksternal, sedangkan kebutuhan yag lebih tinggi dipenuhi secara

internal. Hierarki dari lima kebutuhan Maslow ialah :

a. Kebutuhan fisiologis (physiological needs) ialah kebutuhan seseorang

akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, dan kebutuhan fisik

lainnya.

b. Kebutuhan keamanan (safety needs) ialah kebutuhan seseorang akan

keamanan dan perlindungan dari kejahatan fisik dan emosional, serta

jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus dipenuhi. Contoh kebutuhan ini

10

adalah menabung, imbalan, mendapatkan tunjangan pension, asuransi,

membuat pos jaga, bersedekah, infak, dan lain-lain.

c. Kebutuhan social (social needs) ialah kebutuhan seseorang akan kasih

sayang, rasa memiliki, penerimaan, dan persahabatan. Aktualisasi

kebutuhan akan rasa aman ini seseorang melakukan ikatan pernikahan dan

mempunyai anak, berorganisasi, menjalin persahabatan, bekerja sama

dengan anggota lain, dan lain-lain.

d. Kebutuhan penghargaan (esteem needs) ialah kebutuhan seseorang akan

faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri, otonomi, dan

prestasi, serta faktor-faktor penghargaan eksternal, seperti status,

pengakuan, dan perhatian. Dalam organisasi, pemenuhan kebutuhan ini

dapat berupa penghargaan financial, kenaikan gaji, mendapat bonus, atau

insentif sosial, seperti kesempatan mendapatkan pelatihan dan sebagainya.

e. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs) ialah kebutuhan

seseorang akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan

pemenuhan diri; dorongan untuk mampu menjadi apa yang diinginkan.

Kebutuhan ini berfokus kepada pengembangan individu. Usaha untuk

mengoptimalkan potensi diri secara kreatif dan aktif, meraih taraf hidup

sempurna, mendapatkan sesuatu yang bergensi, dan lain-lain. Kebutuhan

akan aktualisasi ini dalam teori hierarki Maslow merupakan kebutuhan

puncak.

Teori Maslow dapat digambarkan seperti di bawah ini.

11

Aktualisasi diri penghargaan

sosial

keamanan

fisiologis

Gambar 1.1 Hirarki Kebutuhan Maslow

Dalam dunia pendidikan teori Maslow ini dapat dilakukan dengan

memenuhi kebutuhan peserta didik untuk mencapai hasil yang dinginkan,

misalnya guru dapat memahami keadaan peserta didik secara perorangan,

memelihara suasana belajar yang baik, keberadaan peserta didik (rasa aman dalam

belajar, kesiapan belajar bebas dari rasa cemas), dan memerhatikan lingkungan

belajar misalnya tempat belajar menyenangkan, bebas kebisingan atau polusi serta

tanpa gangguan dalam belajar.

2. Teori X dan Y McGregor

Teori X adalah pandangan negatif orang-orang yang mengasusmsikan bahwa

para pekerja memiliki sifat ambisi, tidak menyukai pekerjaan, ingin

menghindari tanggung jawab, dan perlu dikendalikan agar dapat bekerja

secara efektif. Teori Y adalah pandangan positif yang mengasumsikan bahwa

karyawan menikmati pekerjaan, mencari dan menerimah tanggung jawab,

12

serta berlatih mengarahkan diri. McGregor mengasumsikan Teori Y akan

menjadi panduan praktik untuk memaksimalkan motivasi karyawan.

Teori X dan Y Mc Gregor dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1 Teori X dan Y Mc Gregor

Manusia Tipe X

1. Manusia belajar/bekerja (pasif)

2. Mau bekerja kalau diperintah,

diancam atau dipaksa

3. Senang menghindar dari

tanggung jawab

4. Tidak berambisi dan cukup

menjadi anak buah saja

5. Tidak mempunyai kemampuan

untuk mandiri

Manusia Tipe Y

1. Rajin belajar dan atau bekerja

(aktif). Bekerja adalah bermain

sehingga menyenangkan

2 .Bekerja atas kesadaran sendiri,

kurang senang diawasi dan kreatif

dalam memecahkan masalah.

3. Bertanggung jawab

4. Berambisi

5. Mampu mengendalikan dirinya

sendiri menjadi tujuan

organisasinya (mandiri)

Sumber : Usman 2013: 287

Implementasi teori ini di lapangan adalah untuk memotivasi karyawan dengan

tipe X, akan lebih berhasil dengan menggunakan motivasi yang bersifat

negatif, yaitu dengan memberikan imbalan disertai dengan ancaman.

Sedangkan untuk karyawan dengan tipe Y, bentuk pemberian motivasi positif

berupa pujian atau penghargaan akan merupakan senjata yang ampuh untuk

meningkatkan kinerjanya.

3. Teori Dua Faktor Herzberg

Teori ini disebut juga teori motivasi higienis, teori ini telah memberikan

kontribusi penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Meningkatkan

13

motivasi dengan membangun tantangan, tanggung jawab, pengakuan, dan

kesempatan tumbuh ke dalam pekerjaan seseorang. Suatu pendekatan yang

dikembangkan oleh Herzberg yang berusaha untuk memperbaiki efisiensi

tugas dan kepuasan manusia dengan cara membangun lingkup yang lebih luas

akan pencapaian pribadi dan pengakuan, pekerjaan yang lebih menantang dan

bertanggung jawab. Teori dua faktor Herzberg disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1. 2 Teori Dua Faktor Herzberg

Motivator Faktor Higienis

1. Prestasi

2. Pengakuan

3. Pekerjaan itu sendiri

4. Tanggung jawab

5. Kemajuan

6. Pertumbuhan

Sangat Puas Netral

1. Pengawasan

2. Kebijakan perusahaan

3. Hubungan dengan penyelia

4. Kondisi kerja

5. Gaji

6. Hubungan dengan rekan

kerja

7. Kehidupan pribadi

8. Hubungan dengan bawahan

9. Status

10. Keamanan

Sangat Tidak Puas

Sumber : Robbins dan Coulter (2010: 113)

Teori motivasi Herzberg ini dikenal dengan “Model Dua Faktor”, yaitu factor

motivasional dan faktor hygiene atau pemeliharaan. Faktor motivasional

adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsic, yang

berarti bersumber dalam diri seseorang, seperti pekerjaan seseorang,

keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier, dan

14

pengakuan orang lain. Sedangkan, yang dimaksud dengan faktor hygiene

atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti

bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam

kehidupan seseorang, seperti status seseorang dalam organisasi, hubungan

seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan

kerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan

organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja, dan system

imbalan yang berlaku.

Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg

ialah memperhitungkan dengan tepat faktor maa yang lebih berpengaruh kuat

dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsic ataukah ekstrinsik.

4. Teori Tiga Kebutuhan McClelland

Terdapat tiga kebutuhan yang diperoleh (bukan bawaan) yang merupakan

motivator utama dalam pekerjaan yaitu : 1) Kebutuhan akan prestasi (Need

for Achievment), yang merupakan pendorong untuk sukses dan unggul dalam

kaitannya dengan serangkaian standar. Kebutuhan ini berhubungan erat

dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai

prestasi tertentu berdasarkan kesempurnaan dalam diri seseorang. Need for

Achievment adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan

sesuatu kegiatan dengan lebih baik, cepat, efektif, dan efisien dari kegiatan

yang telah dilakukan sebelumnya. 2) Kebutuhan akan kekuasaan (Need for

Power), yang merupakan kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku

dengan cara di mana mereka tidak akan bersikap sebaliknya. Kebuuhan akan

15

kekuasaan akan menampakkan diri pada keinginan untuk mempunyai

pengaruh kepada orang lain, meskipun kebanyakan bawahan tergantung pada

pimpinannya, ketergantungan itu tidak semata-mata pada atasan dengan

bawahan. Artinya, setiap kali seseorang tergantung pada orang lain untuk

sesuatu hal, berarti orang lain punya pengaruh terhadapnya sehingga semakin

besar ketergantungannya, need for power orang yang berpengaruh itu

semakin besar. Dalam hal ini, evektivitas pelaksanaan pekerjaan dianggap

sebagi sesuatu yang tidak bagitu penting kecuali apabila hal tersebut

memberikan peluang kepadanya untuk memperluas pengaruhnya. dan 3)

Kebutuhan akan afiliasi (Need for Affiliation), yang merupakan keinginan

atas hubungan antarpribadi yang akrab dan dekat. Kebutuhan afiliasi pada

dasarnya merupakan kebutuhan setiap orang terlepas dari kedudukannya,

jabatan, dan pekerjaannya. Artinya, kebutuhan ini bukan hanya kebutuhan

manajer melainkan juga kebutuhan para bawahan. Hal ini berangkat dari sifat

manusia sebagai mahluk sosial.

Selain teori-teori awal tentang motivasi yang tersebut diatas, terdapat juga

teori-teori kontemporer tentang motivasi. Robbins dan Coulter (2010: 115)

menyatakan beberapa teori kontemporer antara lain teori penetapan tujuan, teori

penguatan, teori desain pekerjaan, teori keadilan, dan teori harapan.

1. Teori penetapan Tujuan

Teori ini menyatakan dalil bahwa tujuan spesifik meningkatkan kinerja dan

tujuan yang sulit, ketika diterima, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi

daripada tujuan yang mudah. Teori ini menyatakan bekerja untuk mencapai

16

tujuan adalah sumber utama dari motivasi kerja. Tujuan yang spesifik dan

menantang adalah kekuatan motivasi yang unggul. Keinginan untuk

mencapai tujuan yang sulit dan spesifik adalah dorongan motivasi yang kuat.

Dengan kondisi yang tepat, hal ini dapat meningkatkan kinerja.

2. Teori Penguatan

Teori ini menyebutkan bahwa perilaku adalah fungsi dari konsekuensi-

konsekuensinya. Konsekuensi yang segera mengikuti perilaku dan

meningkatkan probabilitas di mana perilaku akan diulang disebut daya

penguat (reinforces). Teori penguatan mengabaikan faktor-faktor seperti

tujuan, ekspektasi, dan kebutuhan dan hanya berfokus pada apa yang terjadi

pada seseorang ketika ia melakukan sesuatu.

3. Teori Desain Pekerjaan

Teori ini menekankan pada cara di mana tugas-tugas digabungkan untuk

membentuk suatu pekerjaan yang lengkap. Desain pekerjaan mengacu pada

cara tugas-tugas digabungkan untuk membentuk suatu pekerjaan yang

lengkap. Faktor yang mempengaruhi desain pekerjaan antara lain; a) lingkup

pekerjaan, yaitu sejumlah tugas berbeda yang diperlukan dalam pekerjaan dan

frekuensi pengulangan tugas-tugas tersebut; b) pemekaran pekerjaan yakni

perluasan pekerjaan secara horizontal melalui penambahan lingkup pekerjaan;

c) pengayaan pekerjaan yakni perluasan pekerjaan secara vertical dengan

menambahkan tanggung jawab perencanaan dan evaluasi; d) Kedalaman

pekerjaan yakni tingkat kendali yang dimiliki karyawan atas pekerjaan

mereka; e) model karakteristik pekerjaan yakni kerangka kerja untuk

17

menganalisis dan mendesain pekerjaan yang mengidentifikasi lima dimensi

pekerjaan inti, keterkaitannya, dan dampaknya terhadap hasil; f) keragaman

keterampilan yakni tingkat di mana sebuah pekerjaan memerlukan keragaman

aktivitas sehingga seorang karyawan dapat menggunakan sejumlah

keterampilan dan bakat yang berbeda; g) identitas tugas yakni tingkat di mana

sebuah pekerjaan memerlukan penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dan

identifikasi bagian-bagian pekerjaan; dan h) signifikasi tugas yakni tingkat di

mana sebuah pekerjaan mempunyai dampak yang besar pada kehidupan atau

pekerjaan orang lain.

4. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori di mana karyawan membandingkan rasio input: hasil dari pekerjaannya

dengan rasio lainnya yang relevan kemudian memperbaiki ketidakadilan yang

ada. Teori ini dikembangkan oleh J. Stacey Adams yang menyatakan bahwa

para karyawan mengaitkan apa yang mereka dapatkan dari suatu pekerjaan

(hasil) dengan apa yang mereka masukkan ke dalamnya (input), kemudian

membandingkan rasio input : hasil mereka dengan rasio input : hasil orang

lain yang relevan. Inti teori ini sesungguhnya adalah pandangan bahwa

manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang

dibuat bagi kepentingan organisasi dan imbalan yang diterima. Artinya,

apabila seseorang individu mempunyai persepsi bahwa imbalan yang

diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan berikut dapat terjadi, yaitu: 1).

Seseorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, dan 2).

18

Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang

menjadi tanggung jawabnya. Lebih jelasnya disajikan pada gambar berikut.

Perbandingan Rasio yang Dirasakan a Penilaian Karyawan

Hasil A < Hasil B Tidak adil (kurang dihargai)

Input A Input B

Hasil A = Hasil B Adil

Input A Input B

Hasil A > Hasil B Tidak adil (Terlalu dihargai)

Input A Input B

a Individu A adalah karyawan, dan individu B adalah orang lain yang

relevan atau rujukan

Sumber: Robbins dan Coulter (2010: 123)

Gambar 1.2 Teori Keadilan

5. Teori Ekspektasi (Teori Harapan)

Teori ini menjelaskan hubungan antara effort (pengharapan), performance

(kinerja), dan reward (penghargaan) sebagai berikut:

The combination of these three factors that produces the strongest

motivation is high positive valance, high expectancy, and high

instrumentality. If any key element is low, than motivation will be

moderate. If all three element are low, weak motivation will

results(Lunenburg & Orenstein, 2000: 101)

Kutipan tersebut mengandung makna individu-individu akan termotivasi

untuk berkinerja tinggi manakala mereka yakin bahwa usaha akan

menghasilkan penilaian kinerja yang baik yang bermuara pada pemberian

penghargaan. Terdapat hubungan antara usaha, kinerja dan penghargaan

19

sebagai kombinasi faktor yang menghasilkan motivasi terkuat yakni valensi

positif yang tinggi, harapan yang tinggi, dan hubungan antara kinerja dan

penghargaan yang tinggi. Kelemahan teori ini adalah alasan penggerak

seseorang termotivasi terlalu dibatasi pada penghargaan dan pengakuan untuk

berprestasi. Gambaran teori Ekspektasi ini adalah sebagai berikut.

A B C

Sumber: Robbins dan Coulter (2010: 124)

A = Tautan usaha-kinerja

B = Tautan Kinerja-imbalan

C = Daya tarik dari imbalan

Gambar 1. 3 Model Teori Ekspektasi

Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya

manusia, teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena

penekanannya tentang pentingnya bagian kepegawaian dalam membantu para

pegawai menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-

cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannya itu. Penekanan ini

dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai

tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara

untuk memperolehnya.

Robbins dan Coulter (2010: 139) mendefinisikan motivasi kerja sebagai

proses dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan

Usaha

Individu

Kinerja

Individu

Imbalan

Organisas

i

Tujuan

Individu

20

menuju tercapainya suatu tujuan, dimana elemen energi adalah ukuran dari

intensitas atau dorongan untuk mencapai tujuan.

Mc Donald dalam Hamalik (2014: 106) merumuskan, bahwa

…..”motivation is an energy change within the person characterized by affective

arousal and anticipatory goal reaction”, yang diartikan, bahwa motivasi kerja

adalah suatu perubahan energy dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai

dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berpendapat bahwa motivasi

kerja sesungguhnya berasal dari dalam diri pribadi seseorang berwujud energy

demi mencapai tujuan tertentu.

Gianfranco Conty (Vol 1 : 2015) menyatakan motivasi ekstrinsik adalah

ketika seseorang termotivasi secara eksternal seperti penghargaan, pengakuan

sosial atau takut hukuman, motivasi ini terfokus pada imbalan daripada tindakan.

Di sisi lain motivasi intrinsik mengacu pada keinginan untuk melakukan sesuatu

karena adanya keinginan untuk melakukan sehingga menjadi motivator kuat

daripada motivasi ekstrinsik. Terdapat tiga kebutuhan yang menyebabkan

motivasi intrinsik yaitu : 1) Menjadi sukses pada apa yang kita lakukan; 2)

Menjadi terhubung dengan orang lain; 3) Memiliki otonomi.

Sutrisno (2009: 146) menyatakan motivasi kerja adalah suatu faktor yang

mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu

motivasi kerja juga merupakan faktor pendorong perilaku seseorang.

Hellriegel dan Slocum dalam Uno dan Nina (2016: 103) menyatakan

motivasi kerja merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan

21

sesuatu untuk mencapi tujuan. Kebutuhan-kebutuhan ini pada dasarnya

dirangsang oleh adanya berbagai macam kebutuhan seperti keinginan yang

hendak dipenuhi, tingkah laku, tujuan dan umpan balik.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja

merupakan salah satu aspek yang mempunyai peranan penting pada setiap diri

individu baik secara perorangan maupun kelompok. Motivasi kerja memiliki

peranan penting dalam setiap usaha individu maupun sekelompok orang yang

melakukan kerjasama dalam rangka pencapaian suatu tujuan dan menjadi faktor

pendorong bagi seseorang dimana motivasi kerja sesungguhnya berasal dari dalam

diri pribadi seseorang berwujud energi demi mencapai tujuan tertentu.

Sohail, dkk (2014: Vol 1)) menyatakan motivasi kerja adalah proses yang

mengarahkan dan menopang kinerja dan mendorong karyawan (guru) untuk

mencapai tujuan dari tugasnya. Motivasi kerja pada karyawan (guru) membuat

mereka lebih berkomitmen dengan pekerjaannya sehingga mencapai tujuan yang

diharapkan perusahaan (sekolah).

Wahjosumidjo (1992: 177) menyatakan motivasi kerja merupakan

dorongan dan kekuatan dalam diri seseorang untuk melakukan tujuan tertentu

yang ingin dicapainya. Tujuan yang dimaksud adalah sesuatu yang berada di luar

diri manusia. Dengan demikian, kegiatan manusia akan lebih terarah karena

seseorang akan berusaha lebih semangat dan giat dalam berbuat sesuatu.

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis simpulkan bahwa motivasi kerja

bagi guru membuat guru menjadi lebih berkomitmen dalam bekerja, kegiatan guru

lebih terarah karena dorongan untuk mencapai tujuan yang berasal dari dalam diri

22

seorang guru ataupun tujuan dari luar dalam hal ini sekolah, motivasi membuat

seseorang lebih bersemangat.

Thoha (2014: 209) menyatakan perilaku seseorang itu hakikatnya

ditentukan oleh keinginannya untuk mencapai beberapa tujuan. Keinginan ini

disebut motivasi kerja yang menjadi pendorong agar seseorang itu melakukan

suatu kegiatan untuk mencapai tujuannya. Motivasi kerja yang mengarahkan

pencapaian tujuan adalah motivasi kerja individu yang paling kuat, dan motivasi

kerja cenderung mengurangi kekuatannya manakala tercapai suatu kepuasan.

Terhalangnya pencapaian kepuasan, perbedaan kognisi atau frustasi menyebabkan

bertambahnya kekuatan motivasi kerja.

Danang Sunyoto (2002: 1) menyatakan motivasi kerja sebagai keadaan yang

mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk

mencapai keinginannya, dimana motivasi kerja yang ada pada diri seseorang

merupakan kekuatan yang akan mewujudkan suatu perilaku dalam mencapai

tujuan kepuasan dirinya pada tipe kegiatan yang spesifik, dan arah tersebut positif

dengan mengarah mendekati objek yang menjadi tujuan.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa

motivasi kerja yang mengarahkan pada pencapaian tujuan dalam bekerja

merupakan motivasi setiap individu yang paling kuat, kekekuatan tersebut akan

mewujudkan suatu perilaku positif demi mencapai tujuan, motivasi kerja dalam

diri seseorang sesungguhnya adalah kekuatan individu yang bersifat positif demi

pencapaian tujuan.

23

Hamalik (2014: 121) menyatakan motivasi kerja adalah suatu proses

dimana pengetahuan tentang proses ini dapat membantu guru menjelaskan tingkah

laku yang diamati dan meramalkan tingkah laku orang lain. Lebih lanjut Hamalik

menyatakan motivasi kerja berfungsi sebagai berikut: (1) Mendorong timbulnya

kelakukan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi kerja maka tidak akan timbul

sesuatu perbuatan seperti belajar/bekerja; (2) Motivasi kerja berfungsi sebagai

pengarah. artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan

dan; (3) Motivasi kerja berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin

bagi mobil. Besar kecilnya motivasi kerja akan menetukan cepat atau lambatnya

suatu pekerjaan. Motivasi kerja intrinsic adalah motivasi kerja yang tercakup di

dalam situasi belajar dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan seseorang.

Motivasi kerja ini sering juga disebut dengan motivasi kerja murni. Motivasi kerja

yang sebenarnya yang timbul dari dalam diri seseorang, misalnya keinginan,

menyenangi (minat), harapan. Jadi, motivasi kerja ini timbul tanpa pengaruh dari

luar. Sedangkan motivasi kerja ekstrinsik adalah motivasi kerja yang disebabkan

oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti angka kredit, ijazah, medali

pertentangan, dan persaingan yang bersifat negatif dan hukuman. Motivasi kerja

ekstrinsik tetap diperlukan di sekolah, sebab pembelajaran di sekolah tidak

semuanya menarik minat, atau sesuai dengan kebutuhan peserta didik dimana ada

kemungkinan peserta didik belum menyadari pentingnya bahan pelajaran yang

disampaikan oleh guru dan dalam keadaan ini guru berupaya membangkitkan

motivasi belajar peserta didik sesuai dengan keadaan peserta didik itu sendiri.

24

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berpendapat motivasi

sesungguhnya terdapat dalam diri semua orang (guru) karena fungsi dari motivasi

ini sebagai penggerak dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan dalam

hidupnya. Motivasi dalam diri sama pentingnya dengan motivasi dari luar karena

kedua jenis motivasi ini saling mendukung satu sama lain, artinya factor

pendorong dari luar juga penting untuk membantu factor dari dalam diri seseorang

demi pencapain tujuan.

Wahjosumidjo (1994: 398) berpendapat bahwa motivasi kerja timbul

diakibatkan oleh faktor dari dalam diri seseorang itu (instrinsik) dan faktor dari

luar diri seseorang (ekstrinsik).

1. Motivasi kerja Intrinsik yaitu motivasi kerja yang berfungsi atau aktif tanpa

adanya dorongan dari luar. Karena dalam diri orang tersebut sudah ada

dorongan untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Yang termasuk faktor intrinsik

ini adalah kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai

harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan.

2. Motivasi kerja Ekstrinsik yaitu motivasi kerja yang timbul karena adanya

rangsangan dari luar diri seseorang. Yang termasuk faktor ekstrinsik adalah

pengaruh pimpinan, kolega atau teman sejawat, tuntutan organisasi atau tugas

dan faktor lain yang sangat kompleks.

Semiawan (1995: 29) menyatakan seseorang yang memilki motivasi kerja

kerja akan memenuhi karakteristik sebagai berikut; 1) Tekun menghadapi tugas;

2) ulet menghadapi kesulitan; 3) tidak memerlukan dorongan dari luar untuk

berprestasi; 4) ingin mendalami pekerjaan yang dipercayakan kepadanya; 5) selalu

25

berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin; 6) menunjukkan minat yang positif;

7) lebih senang bekerja mandiri dan bosan terhadap tugas-tugas rutin; dan 8)

senang memecahkan persoalan yang dialami selama bekerja.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja

sesunguhnya adalah dorongan atau kekuatan dari dalam diri seseorang yang

berfungsi sebagai penggerak, kekuatan demi terwujudnya tujuan atau kepuasan.

Motivasi kerja ini dipengaruhi oleh dua factor yakni factor instrinsik yakin

kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita

yang menjangkau ke masa depan dan factor ekstrinsik yaitu pengaruh pimpinan,

kolega atau teman sejawat, tuntutan organisasi atau tugas dan faktor lain yang

sangat kompleks. Faktor-faktor tersebut saling mendukung dan mempengaruhi

motivasi kerja seseorang. Motivasi berfungsi sebagai pengarah dan penggerak

bagi individu.

Motivasi kerja merujuk pada semua gejala yang terkandung dalam

stimulasi tindakan ke suatu arah tujuan. Motivasi kerja dapat berupa dorongan-

dorongan dasar dalam diri maupun luar diri individu. Menurut Djamarah (2002:

123) ada tiga fungsi motivasi kerja guru:

1. Motivasi kerja sebagai pendorong perbuatan. Motivasi kerja berfungsi

sebagai pendorong untuk mempengaruhi sikap apa yang seharusnya

karyawan ambil dalam pekerjaan.

2. Motivasi kerja sebagai penggerak perbuatan. Dorongan psikologis melahirkan

sikap terhadap karyawan itu merupakan suatu kekuatan yang tak terbendung,

yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik.

26

3. Motivasi kerja sebagai pengarah perbuatan. Karyawan yang mempunyai

motivasi kerja dapat menyeleksi mana pekerjaan yang harus dilakukan dan

mana pekerjaan yang diabaikan.

Menurut Hamalik (2003:161) fungsi motivasi kerja adalah:

1. Mendorong timbulnya suatu kelakuan atau perbuatan. Tanpa adanya

motivasi kerja maka tidak akan timbul perbuatan seperti pekerjaan .

2. Motivasi kerja berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan pekerjaan

pencapaian tujuan yang diinginkan.

3. Motivasi kerja berfungsi sebagai penggerak. Motivasi kerja berfungsi sebagai

mesin dalam mobil. Besar kecilnya motivasi kerja akan menentukan cepat

lambatnya suatu pekerjaan.

Uno (2014: 114) menyatakan beberapa prinsip motivasi kerja bagi guru yaitu:

1. Kita harus bermotivasi kerja agar dapat memotivasi kerja guru

2. Motivasi kerja memerlukan sasaran yang jelas dan rinci

3. Motivasi kerja sekali tercapai tidak pernah berlangsung selamanya, artinya

seseorang dapat termotivasi kerja di tempat kerja mereka dan menjadi kurang

termotivasi kerja dalam lingkungan rumah mereka, dan sebaliknya.

4. Motivasi kerja memerlukan pengakuan, artinya pengakuan datang dalam

berbagai bentuk, misalnya ucapan selamat teman sejawat.

5. Partisipasi membangkitkan motivasi kerja guru. Artinya sering kali orang

lebih termotivasi kerja oleh bagaimana mereka diperlakukan.

6. Melihat diri sendiri untuk melangkah maju dapat memotivasi kerja kita

7. Tantangan hanya akan memotivasi kerja bila ada kesempatan menang

27

8. Setiap orang mempunyai sumbu penyulut motivasi kerja guru

9. Kebersamaan dalam kelompok memotivasi kerja guru.

Berdasarkan kajian teori di atas dapat disimpulkan bahwa bahwa motivasi

kerja guru adalah keseluruhan proses pemberian motif atau dorongan kerja pada

para bawahan terutama para guru sebagai agen pendidikan dan pengajaran, agar

tujuan pendidikan dan pengajaran dapat tercapai sesuai dengan rencana apa yang

diharapkan. Motivasi kerja seorang guru merupakan kekuatan dalam dirinya

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kekuatan itu bisa dari dalam

dirinya, bisa juga dari orang lain. Selain itu, motivasi kerja dapat dikatakan

sebagai proses mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan

pekerjaan yang diinginkan guna mencapai tujuan yang diinginkan dan sudah

ditetapkan. Dengan motivasi kerja, hasil yang dicapai diharapkan akan sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Hasibuan (2006:149) ada dua metode motivasi, yaitu:

a. Motivasi Langsung (Direct Motivation)

Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan non materiil) yang

diberikan secara langsung kepada setiap individu untuk memenuhi

kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian,

penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, dan bintang jasa.

b. Motivasi Tak Langsung (Indirect Motivation)

Motivasi tak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan

fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran

28

tugas sehingga lebih bersemangat dalam bekerja. Misalnya, mesin-mesin

yang baik, ruang kerja yang nyaman, kursi yang empuk, dan sebagainya.

Menurut Hasibuan (2006: 150) jenis-jenis motivasi dapat dikelompokkan

menjadi dua jenis yaitu:

a. Motivasi Positif (insentif positif)

Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan

memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan

motivasi ini semangat kerja bawahan akan meningkat karena manusia pada

umumnya senang menerima yang baik-baik saja.

b. Motivasi Negatif (insentif negative)

Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan

memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik

(prestasi rendah). Dengan motivasi negatif ini semangat kerja bawahan

dalam waktu pendek akan meningkat karena takut dihukum. Penggunaan

kedua motivasi ini haruslah diterapkan kepada siapa dan kapan agar dapat

efektif merangsang gairah karyawan dalam bekerja.

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berkesimpulan bahwa motivasi

diberikan sebagai upaya memlihara semangat kerja seseorang agar pekerjaannya

dapat dilaksanakan dengan optimal. Motivasi ditujukan sebagai upaya untuk

mendorong dan merangsang gairah dan semangat kerja seseorang dalam

melaksanakan kegiatan atau tugasnya dengan penuh kesadaran.

Turi ( 2015: 290-297) menyatakan tekanan psikologis menjadi salah satu

sebab bawahan tidak selalu berperilaku sesuai tujuan. Tekanan psikologis atau

29

disebut tekanan basis akan mempengaruhi perilaku bawahan, sehingga akan

berpengaruh pula terhadap pencapain tujuan organisasi. Seperti kita ketahui

dalam kehidupan organisasi selalu terjadi interaksi antara seseorang dengan

lingkungan pekerjaannya. Lingkungan pekerjaan seseorang meliputi berbagai

hal: pemimpin dan kepemimpinannya, suasana kerja, tempat kerja, kelengkapan

dan sarana kerja, waktu dan jam-jam kerja dan sebagainya. Dan lingkungan

pekerjaan itulah yang pada suatu ketika dapat menimbulkan tekanan psikologis.

Tekanan psikologis tampil ke dalam berbagai variasi: rasa kecemasan, perasaan

tegang, rasa kwatir, tersinggung, merasa tidak diperhatikan, dan sebagainya.

Akibat lebih jauh daripada tekanan psikologis tersebut, bias merusak rasa

kebersamaan dan keutuhan kehidupan organisasi. Apabila hal ini terjadi berarti

derajat tekanan psikologis sudah sampai pada taraf yang membahayakan

sehingga bisa mematikan lahirnya motivasi sesorang.

Kazim dalam Joyce Nyam (Vol.2: 2014) menyatakan guru dan pekerja

sekolah lainnya cenderung puas dan termotivasi selama gaji dibayar tepat waktu

dan di promosikan secara teratur.

B. Disiplin Kerja Guru

Hughes dan Hughes (2012: 243) menyatakan kata “disiplin” sering kali

digunakan seolah-olah sinonim dengan “tata tertib”. Disiplin adalah istilah yang

disediakan untuk menggambarkan suatu kondisi pikiran, di sisi lain tata tertib

hanyalah kondisi kejadian atau peristiwa. Kepatuhan sukarela terhadap pengaruh

luar merupakan esensi dasar disiplin.

30

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berpendapat bahwa disiplin

sesungguhnya adalah kepatuhan sukarela yang timbul dari dalam diri seseorang.

Richard Calhoon (www.essays.org) menyatakan disiplin kerja dapat

dianggap sebagai kekuatan yang mendorong individu atau kelompok untuk

mengamati aturan, peraturan dan prosedur yang dianggap perlu untuk berfungsi

secara efektif pada sebuah organisasi (sekolah).

William Spreigel dan Edward Schultz (2000: 479) mendefinisikan disiplin

kerja sebagai kekuatan yang mendorong seseorang atau kelompok untuk mencapai

tujuan, disiplin kerja merupakan kekuatan yang menahan individu atau kelompok

dari melakukan hal-hal yang dianggap merusak tujuan kelompok

Berdasarkan pendapat diatas maka disimpulkan disiplin kerja adalah suatu

kondisi yang dapat menjadi kekuatan yang mendorong seseorang atau kelompok

dalam mencapai tujuan dan menahan individu atau kelompok dari melakukan

hal-hal yang merugikan kelompok.

Gouzali (2006: 111) menyatakan disiplin kerja adalah sikap dan perilaku

seorang karyawan yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan seorang karyawan

dengan penuh kesadaran, dan ketulus ikhlasan atau dengan tanpa paksaan untuk

mematuhi dan melaksanakan seluruh peraturan dan kebijaksanaan perusahaan

(sekolah) didalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai upaya

memberi sumbangan maksimal dalam pencapaian tujuan perusahaan (sekolah).

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berpendapat disiplin harus

dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan dan tanpa ada paksaan dan

dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

31

Setyaningdyah, Kertahadi, dan Thoyib (2013: 145) menyatakan disiplin

kerja adalah kebijakan individu untuk menjadi indivu bertanggung jawab untuk

mematuhi peraturan lingkungan (organisasi), dimana disiplin kerja merupakan

sesuatu yang utama dalam operasi suatu organisasi karena membantu organisasi

untuk mencapai tujuan khusus yang ditargetkan.

Ardana, Mujianti, dan Utama (2011: 134) menyatakan disiplin kerja

merupakan suatu sikap menghormati , menghargai, patuh, dan taat terhadap

peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis

serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerimah sanksi-

sanksinya.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan jika disiplin kerja

dilaksanakan oleh individu dengan penuh kesadaran, dan ketulus ikhlasan atau

dengan tanpa paksaan serta menjadi tanggung jawab individu untuk mematuhi

peraturan lingkungan organisasi baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis serta

sanggup menjalankannya dan tidak mengelak dari sanksi-sanksi.

Jarolemik dan Foster dalam Uno dan Nina (2014: 31) mendefinisikan

disiplin kerja sebagai suatu pembebanan, pengenaan atas pengendalian dan

pengekangan diri seseorang untuk tujuan membangun suatu karakter, seperti

kebiasaan bekerja yang efisien, perilaku yang sesuai, perhatian terhadap orang

lain, hidup secara tertib dan pengendalian terhadap rangsangan dan emosi orang

lain. Disiplin kerja tidak harus diceritakan, tetapi disampaikan melalui komunikasi

yang baik dan sederhana bukan cara pemaksaan atau pembalasan mekanis. Hal

ini dikarenakan guru harus dapat merasakan sendiri manfaatnya sehingga dengan

32

kesadaran itu mereka mau melakukan tugas secara sukarela, disamping perlunya

memberikan kesempatan kepada guru untuk mempraktikkannya. Disiplin

dilatarbelakangi oleh rasa yakin terhadap nilai-nilai, serta kesadaran akan

kedudukan diri dan tujuan yang hendak dicapai. Adanya keyakinan dan kesadaran

itulah yang membuat seseorang sanggup untuk menghayati aturan-aturan yang

berlaku. Disiplin bukan sekedar aturan,untuk mewujudkannya perlu adanya

ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang harus ditaati.

Moenir (2000: 97) menyatakan disiplin kerja dalam pelaksanaannya harus

selalu dipantau dan diawasi serta harus menjadi perilaku yang baik dari setiap

karyawan (guru) dalam organisasi (sekolah).

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja

merupakan kekuatan dalam diri seseorang yang merupakan pendorong untuk

mencapai tujuan dalam organisasi (sekolah), dalam penerapan disiplin kerja perlu

adanya aturan dan ketentuan-ketentuan yang harus ditaati. Bagi seorang guru

disiplin kerja merupakan penyadaran atas pelaksanaan tugas secara sukarela demi

tujuan yang ingin dicapai

Fathoni (2006: 172) menyatakan kedisiplinan merupakan fungsi operatif

manajemen sumber daya manusia yang terpenting karena semakin baik disiplin

karyawan,semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin

yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang optimal. Kedisiplinan adalah

kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan

norma-normasosial yang berlaku

33

Irham Fahmi (2016: 75) menyatakan disiplin kerja adalah tingkat kepatuhan

dan ketaatan kepada aturan yang berlaku serta bersedia menerima sangsi atau

hukuman jika melanggar aturan yang ditetapkan dalam kedisiplinan tersebut.

Bentuk tindakan sanksi yang diterima akibat tindakan indisipliner yang dilakukan

antara lain: 1) Teguran lisan dan 2) teguran tertulis. Dalam membangun

kedisiplinan yang tinggi dibutuhkan motivasi kerja yang tinggi. Motivasi kerja

adalah spirit atau semangat, maka kedisiplinan merupakan semangat untuk

menjadi lebih baik. Kecenderungan umumnya mereka yang memiliki kedisiplinan

tinggi mampu bekerja secara lebih baik, ini disebabkan pola hidup mereka yang

cenderung teratur dan tertata dengan baik.

Uno dan Nina (2016: 40) menyatakan disiplin kerja guru adalah

pengendalian perilaku yang disesuaikan dengan norma, kepatuhan, ketaatan,

kesediaan, tanggung jawab dan kesadaran guru dalam bekerja berdasarkan

peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan organisasi/lembaga/instansi

pendidikan, dimana hal tersebut berkaitan dengan tugas professional guru dalam

mengelolah administrasi, serta merencanakan, melaksanakan, dan melakukan

evaluasi pembelajaran di sekolah. Disiplin kerja guru meliputi ketaatan dalam

melakukan tugas pekerjaannya terutama dalam menaati dan melaksanakan

tanggung jawabnya dalam bidang proses belajar mengajar dan pembinaan siswa.

Disiplin merupakan kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak

boleh dilanggar oleh setiap pegawai (Guru) (Moenir, 2002: 94). Disiplin

merupakan aspek sosial yang perlu dipahami secara mendalam dan tumbuh dari

dalam diri pribadi sebagai sesuatu yang harus dilakukan untuk melaksanakan

34

sesuatu aturan yang berlaku. Untuk mengerti dan memahami kemudian mematuhi

aturan tersebut diperlukan waktu sedangkan bentuk ketaatan itu ialah kemampuan

untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (masyarakat organisasi atau

masyarakat umum). Hal ini berarti bahwa disiplin merupakan pemahaman sikap

mental tingkah laku yang merupakan sikap untuk berbuat sesuatu secara sadar,

taat dan tertib, sebagai hasil pengembangan dari latihan, pengendalian watak, serta

pengendalian pengaruh lingkungan.

Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja bagi

guru merupakan ketaatan pada aturan yang berlaku, bagi seorang guru sikap

disiplin kerja meliputi ketaatan dalam melakukan tugasnya. Pada umumnya sikap

disiplin kerja adalah upaya ke arah perbaikan perilaku seseorang, agar secara

langsung mereka mematuhi segala peraturan yang telah disampaikan. Jika

seseorang tidak memiliki kedisiplinan, maka mereka cenderung dalam hal tidak

memiliki rasa tanggung jawab dan tidak merasa terikat pada kode etik yang telah

ditetapkan sehingga kinerjanya menjadi tidak baik. Disiplin kerja perlu diterapkan

di lingkungan kerja dan guru secara sukarela ataupun terpaksa harus

menerapkannya dalam kesehariannya di lingkungan kerja.

Pendapat lain dikemukakan Watson dan Tharp dalam Uno dan Nina (2016)

bahwa disiplin kerja terkait dengan konsep-konsep seperti :

1. Self regulation, yaitu penyusaian diri yang dilakukan seseorang tanpa

disadarinya sehingga menunjukkan perilaku yang dapat diterima dan

menghindari perilaku yang dilarang atau juga menyesuaikan dengan tugas-

tugas tertentu yang harus dilakukannya. Penyesuaian perilaku seperti ini

35

merupakan akibat internalisasi perilaku yang dialami seseorang semasa

kanak-kanak sehingga di kemudian hari orang tersebut sudah memiliki

kebiasaan dengan perilaku tertentu. Misalnya memberi salam kepada orang

tua. Perilaku-perilaku seperti ini sering dilakukan secara spontan atau

otomatis.

2. Self control, yaitu pengendalian perilaku oleh seseorang secara sadar atau

penyesuaian perilakunya yang disebabkan oleh tuntutan atau tugas-tugas

tertentu. Self control dapat dilihat dari program-program keteknikan untuk

mencegah kesalahan dalam kerja atau perilaku guru untuk menahan diri, agar

tidak berbuat suatu kesalahan dalam melaksanakan tugas-tugas

profesionalnya.

3. Self modification, yakni pengendalian perilaku yang masih dalam bentuk

usaha atau direncanakan. Salah satu contohnya adalah rencana guru untuk

membagi jadwal kerja, mengatur kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan,

dan memberikan prioritas terhadap kegiatan-kegiatan tertentu dengan maksud

mencapai hasil kerja yang maksimal. Self modification sering muncul apabila

setiap orang telah mengalami kegagalan dalam menerapkan self control atau

self regulation. Misalnya, karena mendapat nilai rendah untuk beberapa mata

pelajaran pada semester sebelumnya, seorang guru bertekad untuk

memperbaiki kerjanya di semester berikutnya.

Mangkunegara (2000: 130) membagi tiga pendekatan disiplin kerja yaitu

1. Disiplin modern, pendekatan disiplin modern yaitu mempertemukan sejumlah

keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini berasumsi: a)

36

disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman fisik;

b) melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses yang

berlaku; c) keputusan-keputusan yang semuanya terhadap kesalahan atau

prasangka harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan dengan

mendapatkan fakta-fakta; d) melakukan proses terhadap keputusan yang berat

sebelah pihak terhadap kasus disiplin.

2. Disiplin dengan tradisi yaitu pendekatan disiplin dengan cara memberikan

hukuman. Asumsinya adalah: a) disiplin dilakukan oleh atasan kepada

bawahan, dan tidak pernah ada peninjauan kembali bila telah diputuskan; b)

disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran pelaksanaannya harus

disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya; c) pengaruh hukuman untuk

memberikan pelajaran kepada pelanggar maupun kepada pegawai lainnya; d)

peningkatan perbuatan/pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras; e)

pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya harus

diberikan hukuman yang lebih berat.

3. Pendekatan disiplin tujuan berasumsi: a) disiplin kerja harus dapat diterima

dan dipahami oleh semua pegawai; b) disiplin bukanlah suatu hukuman tetapi

merupakan pembentukan perilaku; c) disiplin ditujukan untuk perubahan

perilaku yang lebih baik; d) disiplin pegawai bertujuan agar pegawai

bertanggung jawab terhadap perbuatannya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan dalam disiplin

kerja adalah bertujuan untuk pengendalian seseorang dalam mengatur

perilakunya. Disiplin kerja bagi guru dapat diterapkan melalui aturan-aturan yang

37

bersifat mengikat dan mengubah perilaku guru. Perlu adanya penguatan berupa

pujian sebagai reward atas perilaku guru yang berperilaku posistif dalam disiplin

kerja demi tujuan bersama.

Pendapat lain dikemukan Uno dan Nina (2016: 38) yang membedakan

disiplin kerja menurut tingkatannya yaitu:

1. Disiplin pribadi sebagai perwujudan yang lahir dari sikap aturan-aturan yang

mengatur perilaku individu

2. Disiplin kelompok sebagai perwujudan disiplin yang lahir dari sikap taat dan

patuh, terhadap aturan hukum dan norma yang berlaku pada kelompok atau

bidang-bidang kehidupan manusia.

3. Disiplin nasional yakni wujud disiplin yang lahir dari sikap patuh pada

peraturan/undang-undang yang ditunjukkan kepada seluruh lapisan

masyarakat secara nasional.

A.G. Sujono (1987 : 17), membagi disipin kerja sebagai berikut:

1. Disiplin mengenai pengaturan waktu;

Guru di sekolah mengatur peraturan dan tata tertib yang sebaik mungkin

tentang segala aspekyang berhubugan mengenai waktu, apakah waktu

istirahat meupun mengenai kurikulum yang sesuai dengan perkembangan

zaman sangatlah penting. Mengenai tata tertib kehadiran guru dan pegawai

lainnya diadakan absen, sedangkan untuk siswa juga harus di adakan absen

jika terlambat, berarti melanggar tata tertib,ia harus menerima sanksi atau

ganjaran yang setimpal atau yang sudah ditentukan sebelumnya.

38

2. Disiplin guru dan pegawai lainnya.

Guru merupakan tulang punggung untuk menggerakkan dan menciptakan

tujuan disuatu sekolah dan tujuan pendidikan. Untuk itu di sekolah diciptakan

tata tertib dan peraturan yang cocok dan tepat serta sesuai dengan waktu,

tempat dan keadaan.

3. Disiplin mengenai siswa

Siswa-siswa adalah sebagai subjek didik yang akan menerima bimbingan,

binaan da arahan sejumlah ilmu pengetahuan disekolah dari gurunya, untuk

memperoleh itu siswa dalam mengikuti pelajaran harus dalam keadaan aman,

tertib, dan teratur, oleh karena itu perlu kiranya untuk terjaminnya ketertiban

dan keamanan suatu peraturan tertentu secara disiplin

4. Disiplin tentang administrasi sekolah.

Jika administrasinya baik pada suatu sekolah, maka sekolah itu akan dapat

menciptakan suasana sekolah yang maju dan dapat meningkatkan mutu

pendidika itu sendiri.

5. Disiplin nasional.

Disiplin nasional sangat penting bagi setiap warga negara lebih-lebih bagi

siswa sebagai generasi penerus bangsa dimasa-masa mendatang, karena

negara akan terus maju dan berkembang, jika generasi itu baik dan pandai

membawa diri, serta adanya suatu kesatuan yang bulat, sesuai dengan

semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Hasibuan (2009: 194) menyatakan banyak indikator yang mempengaruhi

tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya tujuan dan

39

kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat, sanksi hukuman,

ketegasan, dan hubungan kemanusiaan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 tahun 1980 tentang

Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil disebutkan beberapa kewajiban dan

larangan setiap Pegawai Negeri Sipil. Diantara kewajiban setiap Pegawai Negeri

adalah : 1) Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar

1945, Negara, dan pemerintah; 2) Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat

Negara, pemerintah dan Pegawai Negeri Sipil; 3) Melaksanakan tugas kedinasan

dengan sebaik-baiknya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;

4) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan

Negara; 5) Menaati ketentuan jam kerja; 6) Bertindak dan bersikap tegas, tetapi

adil dan bijaksana terhadap bawahannya; 7) Membimbing bawahannya dalam

melaksanakan tugasnya; 8) Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan

bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil,

dan terhadap atasan; 9) Menaati segala peraturan perundang-undangan dan

peraturan kedinasan yang berlaku; 10) Menaati perintah kedinasan dari yang

berwenang. Selain kewajiban yang harus ditaati oleh Pegawai Negeri juga

terdapat hal-hal yang dilarang oleh setiap Pegawai Negeri Sipil diantaranya

adalah: 1) Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat

negara, pemerintah atau Pegawai Negeri Sipil; 2) Menyalahgunakan

wewenangnya, dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di

luar lingkungan kerjanya; 3) Menghalangi berjalannya tugas kedinasan; 4)

40

Membocorkan dan memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena

kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas penulis berpendapat bahwa pada

hakekatnya pelaksanaan disiplin kerja bersumber dari disiplin pribadi sebagai

langkah awal, dengan menggunakan berbagai teknik pendekatan disiplin maka

tujuan yang ingin dicapai akan terlaksana. Juga dalam dunia pendidikan banyak

jenis disiplin yang diterapkan oleh guru di sekolah yang tujuannya adalah untuk

mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran, serta untuk mempertinggi mutu

pendidikan. Salah satu usaha guru untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah

dengan menerapkan berbagai disiplin yang sesuai dengan tempat, waktu dan

keadaan. Disiplin kerja adalah suatu kondisi yang dapat menjadi kekuatan yang

mendorong seseorang atau kelompok dalam mencapai tujuan dan menahan

individu atau kelompok dari melakukan hal-hal yang merugikan kelompok.

Pendekatan dalam disiplin kerja adalah bertujuan untuk pengendalian seseorang

dalam mengatur perilakunya. Disiplin kerja bagi guru dapat diterapkan melalui

aturan-aturan yang bersifat mengikat dan mengubah perilaku guru. Perlu adanya

penguatan berupa pujian sebagai reward atas perilaku guru yang berperilaku

posistif dalam disiplin kerja demi tujuan bersama.

C. Prestasi Kerja Guru

McCormick dan Tiffin (1974), mengemukakan bahwa prestasi kerja

merupakan hasil dari gabungan variabel individual dan variabel fisik dan

pekerjaan serta variabel organisasi dan sosial.

41

Byars dan Rue dalam Edy Sutrisno ( 2014 : 150) mengartikan prestasi

sebagai tingkat kecakapan seseorang pada tugas-tugas yang mencakup pada

pekerjaannya. Pengertian tersebut menunjukkan pada bobot kemampuan individu

di dalam memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di dalam pekerjaannya.

Adapun prestasi kerja adalah hasil upaya seseorang yang ditentukan oleh

kemampuan karakteristik pribadinya serta persepsi terhadap perannya dalam

pekerjaan itu.

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis simpulkan bahwa prestasi kerja

adalah hasil dari gabungan beberapa variabel pada suatu pekerjaan yang

menggambarkan tingkat kecakapan akan tugas-tugas dari suatu pekerjaan

individu.

Mangkunegara (2009: 67) menyatakan prestasi kerja merupakan hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Aspek kualitas mengacu pada kesempurnaan dan kerapian pekerjaan yang sudah

diselesaikan, sedangkan kuantitas mengacu pada beban kerja atau target kerja

dalam menyelesaikan pekerjaan.

Hasibuan (2011: 94) menyatakan prestasi kerja seseorang ditunjukkan

dengan keseriusannya dalam menyelesaikan tugas -tugas yang dibebankan

kepadanya berdasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu.

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis simpulkan prestasi kerja adalah

hasil kerja individu dalam menyelesaikan tugas-tugas atau pekerjaan yang

42

diberikan padanya baik secara kuantitas misalnya kerapihan maupun secara

kualitas misalnya target kerja.

Mangkunegara (2009: 67-68) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi kerja seseorang adalah sebagai berikut:

1. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability)pegawai terdiri

dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality knowledge + skill).

Artinya, kebanyakan seorang pegawai atau karyawan yang memiliki IQ

diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk

jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaanya, maka ia akan

lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh karena itu,

pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan

kemampuannya (the right man on the right place, the right man on the right

job).

2. Faktor Motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude)seorang pegawai

dalam menghadapi situasi (situation)kerja. Motivasi merupakan kondisi

yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan

organisasi (tujuan kerja).Sikap mental merupakan kondisi yang mendorong

diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap

mental seorang pegawai harus siap secara psikofisik (siap mental, fisik,

tujuan dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus mampu secara mental,

mampu secara fisik, memahami tujuan utama, dan target kerja yang akan

dicapai serta mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.

43

Byar dan Rue dalam Edy Sutrisno (2014 : 151) mengemukakan adanya dua

faktor yang memengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan lingkungan.

Faktor-faktor individu yang dimaksud adalah:

1. Usaha (effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang

digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas

2. Abilities, yaitu sifat-sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan suatu

tugas

3. Role/task perception, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu

oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Sedangkan faktor-faktor lingkungan yang memengaruhi prestasi kerja

adalah: 1) Kondisi fisik; 2) Peralatan; 3) Waktu; 4) Material; 5) Pendidikan; 6)

Supervisi; 7) Desain Organisasi; 8) Pelatihan; dan 9) Keberuntungan.

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis dapat simpulkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah: 1) Kemampuan (ability) meliputi

IQ individu; 2) Motivasi yang terbentuk dari sikap (attitude) dan situasi

(situation); 3) Role/task perception; dan 4) faktor lingkungan individu.

Steer (1984: 147) menyatakan prestasi kerja individu (guru) pada dasarnya

merupakan gabungan dari faktor penting yaitu:

1) Kemampuan, perangai, dan mitra seorang pekerja

2) Kejelasan dan penerimaan atas kejelasan peranan seorang pekerja

3) Tingkat motivasi pekerja

Faktor pertama yang dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja guru

adalah dilihat kemampuan, sikap, dan kemauannya terhadap pekerjaan.

44

Kemampuan erat kaitannya dengan masalah kualitas sumber daya manusia atau

lebih tepatnya kualitas pegawai (guru). Kualitas yang menyangkut manusia

berarti mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha, mampu bekerja berarti

mampu melakukan kegiatan ekonomis, yang berarti bahwa kegiatan tersebut

menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

(Simanjuntak, 1985: 1).

Faktor kedua yang dijadikan sebagai tolak ukur bagi prestasi kerja guru

adalah tingkat kejelasan serta penerimaan pegawai terhadap tugas-tugas yang

mesti dikerjakannya. Biasanya yang menjadi hambatan dalam hal ini adalah: 1)

kurangnya peran dalam susunan organisasi dan meningkatnya kerumitan

organisasi; dan 2) konflik peran yang terjadi manakala seseorang dihadapkan pada

rangkaian tuntutan peran yang paling bertentangan.

Faktor ketiga adalah tingkat motivasi yang tidak kalah penting perannya

dalam proses pencapaian prestasi yang optimal, karena justru motivasilah yang

merupakan kunci dari terlaksananya semua pekerjaan. Sastrodiningrat (1989: 2)

menyatakan “ bukan kecakapan (ability) yang kurang dalam suatu organisasi,

melainkan motivasi yang kurang atau tidak ada”.

Gibson et al (1977: 38) menyatakan bahwa kaitan antara motivasi dengan

keefektifan pegawai (guru) dalam bekerja yaitu kurangnya motivasi kerja akan

menyebabkan tidak efektifnya hasil kerja, karena pegawai akan bekerja secara

terpaksa dan tidak bergairah karena pekerjaan dirasakan semata-mata hanya

sebagai beban tugas yang harus diselesaikan, tanpa adanya keinginan untuk

berkarya secara lebih baik.

45

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berkesimpulan bahwa ada tiga

faktor penting yang dapat dijadikan acuan dalam pengukuran prestasi kerja guru

yaitu: 1) kemampuan, perangai dan mitra; 2) kejelasan dan penerimaan atas

kejelasan peranan seorang guru; dan 3) tingkat motivasi kerja. Faktor motivasi

kerja sangat berkaitan dengan prestasi kerja guru apakah memuaskan atau tidak.

Prestasi kerja seorang pegawai dapat diketahui melalui penilaian kinerja

yang dalam hal ini dilakukan oleh atasan dari pegawai yang bersangkutan. Secara

umum penilaian kinerja dapat diartikan sebagai suatu evaluasi yang dilakukan

secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja. Dalam meningkatkan hasil

pekerjaan, maka prestasi kerja guru dianggap sangat penting bukan saja untuk

kepentingan guru yang bersangkutan, tetapi juga diperlukan dalam proses

penilaian untuk menentukan jabatan setiap pegawai.

Uno dan Nina (2016: 53) menyatakan prestasi kerja sebagai suatu hasil yang

dicapai oleh seorang guru dalam mengerjakan tugas profesionalnya secara efisien

dan efektif dalam berbagai aspek kehidupan. Seorang guru yang sukses dan

berprestasi mempunyai kesadaran bahwa tanpa diikuti dengan disiplin kerja yang

tinggi, prestasi kerja yang diinginkan tidak akan terwujud.

Dalam Undang- Undang No 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok

kepegawaian dinyatakan bahwa ada dua system kepegawaian, yaitu sistem karier

dan sistem prestasi kerja. Dalam system karier, pengangkatan pertama didasarkan

atas kecakapan dari yang bersangkutan untuk kemudian dalam tahap selanjutnya

masa kerja, kesetiaan, pengabdian, dan syarat-syarat objektif lainnya juga ikut

menentukan. Sedangkan dalam system prestasi kerja, sekalipun dalam

46

pengangkatan yang dicapai pegawai yang bersangkutan, namun pada tahap-tahap

pengangkatan selanjutnya tidak lagi didasarkan pada masa kerja melainkan

semata-mata didasarkan pada prestasi yang dicapai. Dalam system prestasi kerja,

seorang pegawai dapat saja naik pangkat dalam waktu yang singkat, karena tidak

dibatasi oleh lamanya masa kerja, hal ini berbeda dengan system karier yang

kenaikan pangkat hanya dapat diperoleh bila telah melampaui masa kerja minimal

sebagaimana yang disyaratkan.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas maka penulis berpendapat bahwa

prestasi kerja adalah hasil dari gabungan beberapa variabel pada suatu pekerjaan

yang menggambarkan tingkat kecakapan akan tugas-tugas dari suatu pekerjaan

individu. Terdapat tiga faktor penting yang dapat dijadikan acuan dalam

pengukuran prestasi kerja guru yaitu: 1) kemampuan, perangai dan mitra; 2)

kejelasan dan penerimaan atas kejelasan peranan seorang guru; dan 3) tingkat

motivasi kerja. Seorang guru yang sukses dan berprestasi mempunyai kesadaran

bahwa tanpa diikuti dengan disiplin kerja yang tinggi, prestasi kerja yang

diinginkan tidak akan terwujud.

Penilaian prestasi kerja guru merupakan suatu proses yang bertujuan untuk

mengetahui atau memahami tingkat prestasi kerja guru satu dengan tingkat

prestasi kerja guru yang lainnya atau dibandingkan dengan standar yang telah

ditetapkan. Dessler (Pasolong 2007:182) menyatakan bahwa penilaian prestasi

merupakan upaya sistematis untuk membandingkan apa yang dicapai seseorang

dibandingkan dengan standar yang ada. Tujuannya yaitu untuk mendorong

prestasi kerja seseorang agar bias berada diatas rata-rata.

47

Wahyudi (1996: 10) menyatakan prestasi kerja seorang pegawai dapat

diketahui melalui penilaian kinerja yang dalam hal ini dilakukan oleh atasan dari

pegawai yang bersangkutan. Secara umum penilain kinerja dapat diartikan

sebagai suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang

prestasi kerja, jabatan (job performance) seorang tenaga kerja termasuk potensi

pengembangannya.

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berkesimpulan bahwa penilaian

prestasi kerja oleh atasan mutlak dilaksanakan demi mengukur tingkat kinerja

yang telah dicapai pegawai dalam periode waktu tertentu, penilaian prestasi kerja

ini juga berfungsi mengevaluasi pegawai dalam bekerja serta memotivasi pegawai

agar berprestasi diatas rata-rata.

D. Pengaruh Motivasi Kerja Guru Terhadap Prestasi Kerja Guru

Salah satu tujuan dari organisasi khususnya dunia pendidikan adalah

diharapkan tingkat prestasi dan kecerdasan siswa kian meningkat dari suatu tahap

ke tahap berikutnya sesuai dengan yang telah ditargetkan. Untuk mencapai tujuan

tersebut, diperlukan guru yang profesional dan memiliki motivasi kerja yang

tinggi. Robbins dan Coulter (2010: 139) mendefinisikan motivasi kerja sebagai

proses dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan

menuju tercapainya suatu tujuan, dimana elemen energi adalah ukuran dari

intensitas atau dorongan untuk mencapai tujuan.

Motivasi kerja guru dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik berkaitan dengan kepuasan kerja sedangkan faktor eksintrik

berkaitan dengan ketidakpuasan kerja. Ukuran motivasi kerja guru adalah

48

motivasi eksternal berdasarkan teori Hygiene Herzberg yaitu; 1) Hubungan antar

pribadi; 2) Penggajian/honorarium; 3) Kondisi Kerja. Sedangkan motivasi

internal meliputi; 1) Dorongan untuk bekerja; 2) Kemajuan dalam karier; 3)

Pengakuan yang diperoleh; 4) Tanggung jawab dalam pekerjaan; dan 5) Minat

terhadap tugas.

Motivasi kerja seseorang dapat dipengaruhi oleh prestasi kerja. Hal tersebut

dikemukakan oleh David McClelland dalam Robbins dan Coulter (2010: 139)

bahwa salah satu motivasi adalah motivasi akan prestasi kerja (need for

achievement + n -ach ) bahwa manusia berkeinginan untuk meningkatkan prestasi

kerja dan mempunyai keinginan kuat untuk sukses sekaligus kekhwatiran yang

besar akan kegagalan. Orang tersebut mengiginkan tantangan, suka bekerja lebih

lama, dan ingin menjalankan usahanya sendiri. Oleh karena itu, motivasi muncul

karena adanya keinginan yang kuat bagi seseorang untuk meningkatkan prestasi

kerjanya.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh McDaniel (2000) yang

menyatakan bahwa prestasi kerja adalah interaksi antara kemampuan seseorang

dengan motivasinya. Berdasarkan pendapat ini maka dapat ditegaskan bahwa

prestasi kerja merupakan gabungan antara kemampuan dan motivasi kerja yang

dimiliki oleh seseorang. Gibson et al (1997:38) juga menyatakan bahwa kaitan

antara motivasi dengan keefktifan pegawai dalam bekerja yaitu kurangnya

motivasi kerja akan menyebabkan tidak efektifnya hasil kerja.

Tingkat motivasi memegang peranan yang tidak kalah pentingnya dalam

proses pencapaian prestasi kerja yang maksimal, karena justru motivasilah yang

49

merupakan kunci dari terlaksananya semua pekerjaan. Sastrodiningrat (1989: 2)

mengatakan dengan tegas “ bukan kecakapan (ability) yang kurang dalam suatu

organisasi, melainkan motivasi yang kurang atau tidak ada”.

E. Pengaruh Disiplin Kerja Guru Terhadap Prestasi Kerja Guru

Fathoni (2006:172) menyatakan disiplin kerja merupakan fungsi

operatif manajemen sumber daya manusia yang terpenting karena semakin baik

disiplin karyawan (guru), semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai.

Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Uno dan Nina (2016: 34) menyatakan guru

dengan disiplin kerja tinggi akan mewujudkan prestasi kerja yang tinggi pula.

Disiplin kerja seseorang turut mempengaruhi prestasi kerja seseorang. Hal ini

sesuai dengan pendapat Watson dan Trap (1985) yang menyatakan bahwa

pengendalian perilaku disiplin oleh seorang guru misalnya prioritas terhadap

kegiatan-kegiatan tertentu bertujuan untuk mencapai hasil kerja atau prestasi kerja

maksimal. Penelitian yang dilakukan oleh Loana, Swasto, dan Nurtjahjono (2014:

7), juga turut menyimpulkan bahwa prestasi kerja akan meningkat bila karyawan

memiliki disiplin kerja yang baik.

Indikator disiplin yang digunakan dalam penelitian ini di fokuskan pada

konsep Fathoni (2006: 172) yakni ketepatan waktu, kesadaran dalam bekerja, dan

patuh pada peraturan.

F. Pengaruh Motivasi Kerja Guru, Disiplin Kerja Guru Terhadap Prestasi

Kerja Guru

Pembahasan dalam penelitian ini tentang prestasi kerja dikemukakan oleh

pendapat Uno dan Nina (2016: 53) bahwa prestasi kerja sebagai suatu hasil yang

50

dicapai oleh seorang guru dalam mengerjakan tugas profesionalnya secara efisien

dan efektif dalam berbagai aspek kehidupan. Meliputi: (1) ketepatan; (2) inisiatif;

dan (3) kemampuan. Hal tersebut dapat terwujud dan terlaksana dengan baik bila

didukung oleh motivasi baik dari dalam diri maupun dari luar serta ditunjang oleh

disiplin kerja yang maksimal.

Variabel motivasi kerja, disiplin kerja dan prestasi kerja saling

mempengaruhi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mangkunegara

(2004: 67) bahwa kinerja/prestasi kerja yang baik adalah seseorang yang telah

mencapai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan, kinerja atau prestasi kerja

seseorang dapat dilihat dari kedisiplinan waktu bekerja dan motivasi yang

memacu dirinya untuk memberikan performa atau prestasi yang terbaik di dalam

pekerjannya. Dari ketiga teori tersebut akan dijelaskan pada kerangka pikir dalam

pembahasan penelitian ini.

G. Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini disajikan pada tabel

berikut:

Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti

(Tahun)

Judul

Penelitian

Alat

Analisis

Hasil Penelitian

1

Kaliri

(2008)

Pengaruh

disiplin dan

motivasi

kerja

terhadap

kinerja guru

Analisis

Pearson

Product

Moment

Hasil penelitian tersebut

diperoleh kesimpulan bahwa

terdapat pengaruh yang

signifikan antara motivasi

kerja dengan kinerja guru

dengan koefisien determinasi

51

2

3

Sylvia

(2014)

Pujiyanti

(2014)

pada SMAN

di kabupaten

Pemalang

Pengaruh

motivasi

kerja dan

disiplin kerja

terhadap

prestasi kerja

karyawan

pada PT

AXA

Financial

Indonesia

Malang

Pengaruh

motivasi

kerja dan

disiplin kerja

terhadap

kinerja guru

pada SMA

Negeri 1

Ciamis

Analisis

Pearson

Product

Moment

Analisis

Pearson

Product

Moment

14,3% serta terdapat

pengaruh yang signifikan

disiplin dan motivasi kerja

secara bersama-sama

terhadap kinerja guru dengan

koefisien determinasi sebesar

21,5%.

Hasil penelitian tersebut

diperoleh kesimpulan bahwa

motivasi kerja dan disiplin

kerja secara simultan

berpengaruh signifikan

terhadap prestasi kerja

dengan nilai signifikansi F

sebesar 0,000 lebih kecil dari

α = 0,05 (0,000 < 0,005) dan

mampu memberikan

kontribusi terhadap variabel

prestasi kerja 0,540 atau

sebesar 54%

Hasil penelitian tersebut

diperoleh kesimpulan bahwa

menyatakan terdapat

pengaruh positif dan

signifikan antara motivasi

kerja dan disiplin kerja

secara bersama-sama

terhadap kinerja guru pada

SMA Negeri 1 Ciamis yang

ditunjukkan dengan Ry(1,2) =

0,938 dengan nilai R2 =

0,880, dan F hitung > F tabel

yaitu 216,172 > 3,51.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah sama-

sama memiliki 3 (tiga) variabel yaitu X1 dan X2 terhadap Y dan pengujiannya

sama-sama menggunakan analisis regresi ganda serta metode analisis data yang

52

digunakan yaitu uji t dan uji F. Uji t atau uji Parsial dilakukan untuk mengetahui

apakah variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

variabel dependen, sedangkan uji F atau pengujian simultan bertujuan untuk

mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel

independen . Perbedaan dari penelitian ini adalah subjek dan objek penelitiannya.

H. Kerangka Pikir

1. Pengaruh Motivasi Kerja Guru Terhadap Prestasi Kerja Guru

Sejalan dengan tujuan penelitian dan kajian teori yang sudah dibahas diatas,

selanjutnya akan diuraikan kerangka pikir mengenai pengaruh motivasi kerja guru

dan disiplin kerja guru dengan prestasi kerja guru pada SMA Negeri 1 Sampara,

SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1 Morosi

Kabupaten Konawe.

Konsep motivasi kerja adalah berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang

dilakukan seorang pegawai. Dalam penelitian ini konsep motivasi kerja menurut

Robbins dan Coulter (2010: 139) adalah sebagai proses dimana usaha seseorang

diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan,

dimana elemen energi adalah ukuran dari intensitas atau dorongan untuk

mencapai tujuan. Motivasi kerja seseorang dapat mempengaruhi prestasi kerja.

Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh David McClelland (1961:212) yang

menjelaskan bahwa salah satu motivasi manusia adalah motivasi akan prestasi

kerja (need for achievement+n-ach), yaitu bahwa manusia berkeinginan untuk

meningkatkan prestasi kerja.

53

Berdasarkan pendapat ini maka dapat ditegaskan bahwa prestasi kerja

merupakan gabungan antara kemampuan dan motivasi kerja yang dimiliki oleh

seseorang. Gibson et al (1997:38) juga menyatakan bahwa kaitan antara motivasi

dengan keefektifan pegawai dalam bekerja yaitu kurangnya motivasi kerja akan

menyebabkan tidak efektifnya hasil kerja.

Berdasarkan teori dua faktor Herzberg maka dalam penelitian ini motivasi

kerja diukur dari motivasi eksternal dan motivasi internal.

2. Pengaruh Disiplin Kerja Guru Terhadap Prestasi Kerja Guru.

Untuk meningkatkan prestasi kerja guru, maka disiplin kerja juga penting

untuk ditingkatkan. Fathoni (2006: 172) menyatakan disiplin kerja merupakan

fungsi operatif manajemen sumber daya manusia yang terpenting karena semakin

baik disiplin karyawan (guru), semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai.

Konsep Fathoni (2006: 172) mencakup tiga dimensi yaitu: 1) ketepatan waktu;

2) kesadaran dalam bekerja; dan 3) patuh pada peraturan.

Disiplin kerja seseorang turut mempengaruhi prestasi kerja seseorang. Hal

ini sesuai dengan pendapat Watson dan Trap (1985) yang menyatakan bahwa

pengendalian perilaku disiplin oleh seorang guru misalnya prioritas terhadap

kegiatan-kegiatan tertentu bertujuan untuk mencapai hasil kerja atau prestasi kerja

maksimal.

3. Pengaruh Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja Guru Terhadap Prestasi

Kerja Guru

Tolak ukur yang digunakan dalam mengukur prestasi kerja guru adalah hasil

kerja yang dicapai oleh seorang guru. Konsep prestasi kerja dikemukakan oleh

54

Uno dan Nina (2016: 53) bahwa prestasi kerja sebagai suatu hasil yang dicapai

oleh seorang guru dalam mengerjakan tugas profesionalnya secara efisien dan

efektif dalam berbagai aspek.

Ketiga variabel tersebut diatas mempunyai pengaruh. Hal ini sesuai dengan

yang dikemukakan oleh Mangkunegara (2004: 67) bahwa kinerja/prestasi kerja

yang baik adalah seseorang yang telah mencapai hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan, kinerja atau hasil kerja seseorang dapat meraih kesuksesan dilihat dari

kedisiplinan waktu bekerja dan motivasi yang memacu dirinya untuk memberikan

performa yang terbaik di dalam pekerjannya.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dijelaskan pada kerangka pikir berikut.

BAGAN KERANGKA PIKIR

David McClelland (1961)

Mangkunegara (2004)

Watson dan Trap (1985)

Motivasi Kerja Guru

(X1)

1. Motivasi internal

2. Motivasi eksternal

Herzberg dalam

Robbins dan Coulter

(2010 : 139)

Disiplin Kerja Guru

(X2)

1. Ketepatan waktu

2. Kesadaran dalam

bekerja

3. Patuh pada peraturan

Fathoni ( 2006: 172)

Prestasi Kerja Guru

(Y)

1. Ketepatan

2. Insiatif

3. Kemampuan

Uno dan Nina (2016: 53)

55

I. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teoritis dan kerangka konseptual tersebut, maka

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Motivasi kerja guru berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja

guru di SMA Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1

Bondoala dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kecamatan Besulutu Kabupaten

Konawe.

2. Disiplin kerja guru berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja

guru di SMA Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1

Bondoala dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kecamatan Besulutu Kabupaten

Konawe.

3. Motivasi kerja guru dan disiplin kerja berpengaruh secara bersama-sama atau

simultan terhadap prestasi kerja guru di SMA Negeri 1 Sampara, SMA

Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1 Besulutu di

Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe.

56

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Kabupaten Konawe bagian timur laut. yaitu

SMA Negeri 1 Sampara , SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan

SMA Negeri 1 Besulutu di Kecamatan Besulutu.

Penelitian dan penyusunan tesis ini secara keseluruhan memerlukan waktu

empat bulan, yakni mulai bulan Pebruari sampai dengan bulan Mei 2017, dengan

perincian kegiatan sebagai berikut: (1) Persiapan, (2) Penelitian lapangan, (3)

Koding data, (4) Editing data, (5) Analisis data, (6) Penulisan laporan, (7)

Konsultasi, dan (8) Ujian Tesis.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian

adalah penelitian korelasional. Penelitian kuantitatif memiliki sifat umum yaitu

tujuan, pendekatan, subjek, sumber data sudah rinci sejak awal hal ini

menyebabkan penelitian dapat lebih terarah sesuai dengan rencana (Arikunto :

2006: 13). Penelitian korelasional merupakan penelitian yang menyelidiki

hubungan atau pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel

bebas dalam penelitian ini yaitu motivasi kerja guru dan disiplin kerja guru

sedangkan variabel terikatnya yaitu prestasi belajar siswa. Tujuan penelitian

korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu

faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan

pada koefisien korelasi (Sumadi Suryabrata, 2014: 84).

57

C. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah objek atau subjek yang berada pada

suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang mempunyai kaitan

dengan masalah yang diteliti (Riduwan, 2009: 276).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang mengajar SMA

Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA

Negeri 1 Besulutu di Kabupaten Konawe. Secara lengkap disajikan pada tabel

berikut.

Tabel 3.1 Jumlah Guru SMA Negeri di Lokasi Penelitian

No Sekolah Jumlah Guru

1.

2.

3.

4.

SMA Negeri 1 Sampara

SMA Negeri 1 Kapoiala

SMA Negeri 1 Bondoala

SMA Negeri 1 Besulutu

Total

40

22

19

21

102

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan rumus Slovin yang

diadopsi dari Sugiyono (2010:36) sebagai berikut:

� =N

1 + N (e)2

58

Keterangan : n = Jumlah sampel (responden)

N = Jumlah populasi

e = Presisi 5 %

Berdasarkan rumus tersebut diatas, maka diperoleh jumlah sampel yaitu:

� =102

1 + 102 (0,05)2

= 81

Dalam penelitian ini sampel penelitian ditentukan dengan proportional

random sampling yaitu cara pengambilan sampel dari semua anggota populasi

yang dilakukan secara acak dengan memperhatikan strata yang ada didalam

populasi itu. Rumusnya sebagai berikut:

ni =��

��� (Sugiyono, 2010:130)

Keterangan : Ni = Jumlah populasi disetiap sekolah

N = Jumlah populasi keseluruhan

n = Jumlah sampel keseluruhan

Adapun rincian responden disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Jumlah Responden di Lokasi Penelitian

No Sekolah Jumlah Guru Jumlah Responden

1.

2.

3.

4.

SMA Negeri 1 Sampara

SMANegeri 1 Kapoiala

SMA Negeri 1 Bondoala

SMA Negeri 1 Besulutu

40

22

19

21

40/102.80 = 32

22/102.80 = 17

19/102.80 = 15

21/102.80 = 17

Jumlah 102 81

59

Penarikan sampel 102 orang guru menjadi sampel di masing-masing sekolah

dilakukan secara acak sederhana yaitu proporsional random sampling dimana

populasi di setiap sekolah diberikan nomor urut 1 (satu) sampai terakhir,

kemudian dimasukkan kedalam boks lalu diacak dan peneliti mengambil secara

acak sebanyak sampel di sekolah tersebut.

D. Variabel Penelitian

Variabel meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa, atau gejala

yang akan diteliti. Variabel ini mencirikan tentang masalah dan tujuan yang akan

dicapai dalam suatu penelitian.

1. Variabel bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab

terjadinya perubahan atau menjadi sebab variabel terikat, variabel bebas disebut

juga dengan variabel independen. Menurut Rully dan Poppy (2016: 113) variabel

bebas adalah variabel yang variasi nilainya akan mempengaruhi nilai variabel

yang lain. Dalam penelitian ini, variabel bebas adalah motivasi kerja guru (X1 )

dan disiplin kerja guru (X2).

2. Variabel terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas

atau menjadi akibat dari adanya variabel bebas, variabel terikat disebut juga

dengan variabel dependen. Menurut Zainal (2009: 23), variabel terikat adalah

suatu variabel yang variasi nilainya dipengaruhi atau dijelaskan oleh variasi nilai

variabel yang lain. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah prestasi belajar

siswa (Y).

60

E. Definisi operasional

Definisi operasional yang dikemukakan untuk memudahkan pengukuran

dan keterkaitan variabel yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Motivasi kerja adalah dorongan yang timbul dari dalam diri individu dan

menimbulkan semangat kerja untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi kerja

guru merupakan suatu kekuatan yang berasal dari dalam diri seorang guru

sehingga menggerakkan, mendorong, dan mengilhami seorang guru untuk

melaksanakan berbagai tugas di sekolah. Dorongan itu timbul akibat

pengaruh dari dalam dan luar individu.

Dimensi pengukuran motivasi kerja guru dalam penelitian ini mengacu pada

teori Herzberg yang dikembangkan oleh Robbins yaitu motivasi kerja terdiri

dari motivasi eksternal dan motivasi internal.

2. Disiplin kerja guru adalah sikap dan perilaku seorang guru yang diwujudkan

dalam bentuk kesediaan seorang guru dengan penuh kesadaran dan

ketulusan atau tanpa paksaan untuk mematuhi dan melaksanakan seluruh

peraturan dan kebijaksanaan organisasi.

Dimensi pengukuran disiplin kerja guru dalam penelitian ini mengacu pada

teori Fathoni yang menggunakan tiga criteria pengukuran disiplin yaitu :

tingkat ketepatan waktu, tingkat kesadaran dalam bekerja, dan tingkat

kepatuhan kepada peraturan.

3. Prestasi kerja prestasi kerja sebagai suatu hasil yang dicapai oleh seorang

guru dalam mengerjakan tugas profesionalnya secara efisien dan efektif

61

dalam berbagai aspek kehidupan yang meliputi: (1) ketepatan; (2) inisiatif;

dan (3) kemampuan.

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Variabel Motivasi Kerja Guru

No Komponen Indikator Nomor Butir

Soal

1.

2.

Motivasi Eksternal

Motivasi Internal

a. Hubungan antar

pribadi

b. Honorarium

c. Kondisi Kerja

a. Dorongan untuk

bekerja

b. Kemajuan dalam

karier

c. Minat terhadap tugas

d. Tanggung jawab

dalam pekerjaan

e. Pengakuan yang

diperoleh

1,2

3,4

5,6

7, 8

9, 10

11, 12

13, 14

15, 16

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Variabel Disiplin Kerja Guru

No Komponen Indikator Nomor Butir

Soal

1.

2.

Ketepatan Waktu

Kesadaran dalam

Bekerja

a. Tepat waktu

b. Efisien

a.Tingkat Kehadiran

b. Paham tugas

c. Tanggung jawab

17,18

19

20

21

22,23

62

3.

Kepatuhan

d. Pelaksanaan tugas

a. Taat pada peraturan

b. Sanksi

24

25

26

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Variabel Prestasi Kerja Guru

No Komponen Indikator Nomor Butir

Soal

1.

2.

3.

Ketepatan

Inisiatif

Kemampuan

a. Efektif dalam melaksanakan tugas

b. Keterampilan dalam melaksanakan tugas

a. Hasil kerja melebihi target

b. Efisien dalam

melaksanakan tugas a. Memiliki pengalaman

yang luas dalam tugas b. Sungguh-sungguh dan

tidak kenal waktu dalam melaksanakan tugas

27,28

29

30

31

32,33

34,35

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

angket . Angket (questionnaire) adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada

orang lain bersedia memberikan respon (responden) sesuai dengan permintaan

pengguna (Riduwan, 2009: 38). Dalam penelitian ini angket digunakan untuk

63

mengumpulkan data yang dibutuhkan mengenai motivasi kerja guru, dan disiplin

kerja guru.

Untuk memperoleh data mengenai variabel-variabel penelitian ini yaitu

variabel bebas X1 dan X2 dilakukan melalui daftar pertanyaan yang akan dijawab

oleh responden.

Pengukuran data pada variabel bebas yaitu motivasi kerja (X1) dan disiplin

kerja (X2) dilakukan dengan cara memberi jenjang terhadap gejala yang diukur

dengan criteria Selalu (S), Sering (SR), Kadang-kadang (KD), Jarang (JR), dan

Tidak pernah (TP).

Kriteria penskoran dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.6 Kriteria Penskoran Pernyataan

Kriteria Skor Sangat Tinggi 5

Tinggi 4 Rata-Rata 3 Rendah 2

Sangat Rendah 1

G. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Uji Instrumen Penelitian

Langkah pertama dalam analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini

adalah pengukuran dan pengujian suatu kuesioner. Suatu kuesioner sangat

bergantung pada kualitas data yang digunakan dalam pengujian. Data penelitian

tidak akan berguna jika instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data

penelitian tidak memiliki reliability (tingkat keandalan) dan validity (tingkat

64

kesahihan) yang tinggi. Pengujian dan pengukuran tersebut masing-masing

menunjukkan konsistensi dan akurasi data yang dikumpulkan.

a. Uji Validitas atau Kesahihan

Validitas suatu instrument atau tes yang mempermasalahkan

apakah instrument atau tes yang sedang diteliti tersebut benar-benar

mengukur apa yang hendak diukur. Cureton dalam Djaali dan Muljono

(2004:65) menyatakan bahwa seberapa jauh suatu tes mampu

mengungkapkan dengan tepat ciri atau keadaan yang sesungguhnya dari

objek ukur akan tergantung dari tingkat validitas atau kesahihan tes yang

bersangkutan.

Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor

atau butir pertanyaan dengan skor konstruk. Hal ini dapat dilakukan

dengan uji signifikansi yang membandingkan r hitung dengan r tabel untuk

degree of freedom (df) = n – k dalam hal ini n adalah jumlah sampel dan k

adalah konstruk, apabila r hitung untuk r tiap butir dapat dilihat pada

kolom Corected Item Total Correlation lebih besar dari r tabel dan nilai r

positif, maka butir atau pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid.

Menurut Priyatno (2010:33) untuk tingkat validitas, dilakukukan uji

signifikansi dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk

degree of freedomI (df) = n – k. Dimana n adalah jumlah sampel

sedangkan k adalah jumlah konstruk.

Salah satu cara untuk menghitung validitas suatu alat tes yaitu

dengan melihat daya pembeda item (item discriminality). Daya pembeda

65

item adalah metode yang digunakan untuk setiap jenis tes. Daya pembeda

item dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: “ korelasi item-total”.

Korelasi item total yaitu konsistensi antara skor item dengan skor secara

keseluruhan yang dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi antara

setiap item dengan skor keseluruhan, yang dalam penelitian ini

menggunakan koefisien Korelasi Product Moment:

b. Uji Reliabilitas atau Keandalan

Reliabilitas artinya tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran.

Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi, yaitu pengukuran yang

mampu memberikan hasik ukur yang terpercaya (reliable). Reliabilitas

merupakan salah satu cirri utama instrument pengukuran yang baik.

Reliabilitas disebut juga sebagai keterpecayaan, keteandalan, keajegan,

konsistensi, kestabilan dan sebagainya, namun ide pokok dalam konsep ini

adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya artinya sejauh mana

skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran (measurement

error). Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan Koefisien

Realibilitas Alpha-Cronbach, dengan rumus:

� =�

� − � [ � −

Ʃ �ᵢ ²

� � ²]

(Djaali dan Muljono, 2004:78)

Keterangan:

ά = Koefisien Reliabilitas

k = Banyaknya Butir

66

�ᵢ ² = Varians Skor Butir

� � ² = Varians Skor Total

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah populasi

data berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah

distribusi data normal atau mendekati normal. Deteksi normal dilakukan

dengan penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar

pengambilan keputusan:

1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah

garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi

normalitas.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah uji asumsi klasik yang diterapkan

untuk analisis regresi berganda yang terdiri atas dua atau lebih variabel

bebas / independen variabel yang bertujuan untuk menguji ada tidaknya

korelasi antar variabel bebas (Danang Sunyoto, 2011: 79). Uji

multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antar

variabel bebas atau tidak. Model regresi linear ganda yang baik

mengisyaratkan tidak terjadinya korelasi yang tinggi antar variabel-

variabel bebas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat besaran

67

nilai Vareans Inflantion Factor (VIF). Priyatno (2010: 81) menyatakan

bahwa pada umumnya jika VIF lebih besar dari 5, maka variabel tersebut

mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas tersebut.

c. Uji Heteroskedastisitas

Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dilakukan dengan

melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana sumbu

X adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi

– Y sesungguhnya yang telah di-studentized).

Dasar pengambilan keputusan:

1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (poin-poin) yang ada

membentuk suatu pola tertentu yang teratur ( bergelombang, melebar

kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas.

2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di

bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pola perubahan nilai suatu

variabel (variabel dependen) yang disebabkan variabel lain (variabel independen).

Analisis regresi liner berganda menggunakan suatu model matematis berupa

persamaan garis lurus yang mampu mendefinisikan hubungan antar variabel

sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan prestasi kerja sebagai variabel dependen

(terikat) dan motivasi kerja serta disiplin kerja sebagai variabel independen

(bebas) maka persamaan regresi berganda dapat ditulis sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + e (Priyatno, 2010: 32)

68

Dimana:

Y = Prestasi Kerja

a = Konstanta

b1,b2 = Koefisien Variabel X1, X2

X1 = Motivasi Kerja

X2 = Disiplin Kerja

e = Kesalahan Random

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen

secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen digunakan uji Anova

atau F- test. Sedangkan pengaruh masing-masing variabel independen secara

parsial (individu) diukur dengan menggunakan uji t – statistic.

4. Uji Hipotesis

a. Uji Simultan (Uji – F)

Pengujian simultan bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel

independen secara bersama-sama terhadap variabel independen. Hipotesis

uji F adalah:

Ho = b1,b2 = 0, variabel independen secara simultan tidak signifikan

berpengaruh terhadap variabel dependen.

Ha = b1,b2 ≠ = 0, variabel independen secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen.

Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan probabilitas, jika

tingkat signifikansinya ( α ) > 0,05 maka semua variabel independen tidak

berpengaruh signifikan terhadap perubahan variabel dependen. Jika

69

tingkat signifikansinya ( α ) < 0,05 maka semua variabel independen

berpengaruh signifikan terhadap perubahan variabel dependen.

b. Uji Parsial ( Uji- t)

Uji t atau uji Parsial dilakukan untuk mengetahui apakah variabel

independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen. Hipotesis uji t ialah:

Ho : β = 0, masing-masing variabel independen tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen.

Ha = β2 ≠ 0, masing-masing variabel independen berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen.

Dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05 dan degree of freedom

(dk): n – k, maka diperoleh nilai t tabel. Langkah berikutnya adalah

membandingkan antara t tabel dengan t hitung. Dengan menggunakan

program SPSS 20, maka pengambilan kesimpulannya adalah:

Jika nilai sig < α tolak Ho artinya masing-masing variabel independen

berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai

variabel dependen.

Jika nilai sig ≥ α terima Ho artinya masing-masing variabel independen

tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai

variabel dependen.

70

BAB 1V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 4 (empat) Sekolah Menengah Atas Negeri

yang terletak di empat kecamatan yaitu SMA Negeri 1 Sampara di kecamatan

Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala di kecamatan Kapoiala, SMA Negeri 1

Bondoala di kecamatan Bondoala, dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kecamatan

Besulutu. Sekolah- sekolah tersebut secara geografis terletak di bagian timur laut

Kabupaten Konawe. Sebelum terbentuk kecamatan baru ketiga sekolah tersebut

yaitu SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala, dan SMA Negeri 1

Besulutu merupakan kelas jauh dari SMA Negeri 1 Sampara (sekolah induk),

namun setelah terbentuk kecamatan baru dengan sendirinya maka sekolah-sekolah

yang tadinya merupakan kelas jauh dari SMA Negeri 1 Sampara menjadi terpisah

dan berubah status menjadi sekolah.

1. Keadaan Guru SMAN di Lokasi Penelitian

Keadaan guru merupakan salah satu komponen penting yang sangat

menentukan kualitas anak didik. Sumber daya manusia (guru) yang baik akan

menunjang guru dalam menyelesaikan tugas-tugas dan pekerjaan yang

dibebankan kepadanya. Tingkat pendidikan, masa kerja, golongan dan

kepangkatan merupakan salah satu aspek yang mendukung kemampuan guru

dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.

71

Jumlah guru di lokasi penelitian adalah 102 orang. Jumlah guru terbanyak

terdapat di SMAN 1 Sampara yakni 40 orang sedangkan SMA Negeri 1 Kapoiala

22 orang, SMA Negeri 1 Bondoala 19 orang, dan SMA Negeri 1 Besulutu 21

orang.

B. Deskripsi Data Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 80 orang. Untuk mendapatkan

data karateristik responden, dalam angket penelitian dicantumkan identitas

responden yang meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan dan masa kerja dan

golongan. Secara rinci karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Komposisi Responden Guru SMAN Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi %

1 Laki-laki 38 47,5

2 Perempuan 42 52,5

Jumlah 80 100

Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa dari jumlah responden guru

Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di lokasi penelitian yang berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 38 orang atau 47,5 %, sedangkan yang berjenis

kelamin perempuan sebanyak 42 orang atau 52,5%. Dengan demikian dominasi

jumlah guru yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada guru yang

berjenis kelamin laki-laki.

Latar belakang pendidikan dan tingkat pendidikan menjadi tolak ukur bagi

guru dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Kecermatan, kecepatan,

72

ketepatan dan keterampilan seorang guru dalam menyelesaikan tugasnya salah

satunya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, semakin baik/tinggi pendidikannya

maka seorang guru makin mampu mengatur dan menyelesaikan tugas dan

pekerjaannya secara tepat.

Karakteristik responden guru berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Komposisi Tingkat pendidikan Guru

No Tingkat Pendidikan Frekuensi %

1 Sarjana (S1) 73 91,25

2 Magister (S2) 7 8,25

Jumlah 80 100

Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel tersebut, diketahui paling banyak responden guru

berpendidikan sarjana (S1) yakni 73 orang atau 91,25%, sedangkan responden

yang berpendidikan Magister sebanyak 7 orang atau 8,25%. Tingkat pendidikan

tersebut akan mempengaruhi motivasi dan prestasi kerja yang bersangkutan dalam

melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Seorang guru dalam menyelesaikan tugas

dan pekerjaannya dipengaruhi tingkat pendidikannya karena dinilai pengalaman

pendidikan kesarjanaannya sangat mendukung kemampuan kerja guru dalam

menyelesaikan tugas-tugasnya.

Karakteristik responden guru berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada

tabel berikut.

73

Tabel 4.3 Komposisi Golongan Responden Guru SMAN

No Golongan Jumlah %

1 III 40 66,67

2 IV 20 33,33

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel diatas, maka jumlah responden paling banyak adalah

golongan III yaitu sebanyak 40 orang atau 66,67%. Sedangkan golongan IV

sebanyak 20 orang atau 33,33%. Dalam penelitian responden tidak dibatasi pada

guru dengan status kepegawaian negeri (PNS) tetapi juga diambil responden guru

dengan status guru tidak tetap. Dari hasil pengundian yang dilakukan maka dari

80 sampel guru, terdapat 20 orang guru yang berstatus guru tidak tetap (Non

PNS/GTT) sehingga dengan sendirinya mereka tidak masuk dalam komposisi

golongan.

Masa kerja responden guru merupakan salah satu komponen yang ikut

mempengaruhi aktivitas seorang guru di dalam melaksanakan tugas dan

pekerjaannya. Masa kerja seorang guru merupakan jumlah waktu pengalaman

yang dimiliki seorang guru ketika mulai mengajar. Makin lama atau makin

panjang masa kerjanya maka makin banyak pengalaman yang akan dimiliki guru

dan makin meningkat kemampuan seorang guru yang secara tidak langsung akan

mempenmgaruhi kinerja dan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas dan

pekerjaan yang menjadi tanggung jawab dan telah dibebankan kepadanya.

Karakteristik responden guru berdasarkan masa kerja secara lengkap dapat

dilihat pada tabel berikut:

74

Tabel 4.4 Komposisi Masa Kerja Responden

No Masa Kerja Frekuensi %

1 0 – 5 tahun 15 18,75

2 5 – 10 tahun 30 37,5

3 10 – 15 tahun 15 18,75

4 15 – 20 tahun 10 12,5

5 20 tahun ke atas 10 12,5

Jumlah 80 100

Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa masa kerja responden guru paling

banyak adalah 5 - 10 tahun dengan jumlah 30 orang atau 37,5% , sedangkan untuk

masa kerja 15 – 20 tahun dan 20 tahun keatas jumlahnya sama yakni 10 orang

atau 12,5%.

Hasil uji statistik deskriptif akan diuraikan pada bagian ini.

Variabel independen yaitu motivasi kerja (X1) dan disiplin kerja (X2)

yang terdiri dari 15 item pernyataan untuk variabel motivasi kerja (X1) dan

variabel disiplin kerja (X2) terdiri dari 11 item pernyataan, sedangkan variabel

dependen yaitu prestasi kerja (Y) terdiri atas 9 item pernyataan.

Berikut ini akan diuraikan tentang deskripsi masing-masing variabel penelitian.

1. Motivasi Kerja Guru (X1)

Variabel motivasi kerja (X1) memiliki 15 item pertanyaan yang terdiri

dari: Kepala sekolah memberikan dukungan moril: Teman sejawat memberikan

dukungan moril: Menerima gaji tepat waktu: Mendapatkan bonus saat

melaksanakan pekerjaan diluar jam kerja: Lingkungan tempat bekerja membuat

lebih bersemangat dalam bekerja: Berusaha untuk bertanggung jawab atas

75

pekerjaan sebagai guru: Mengajar merupakan kegiatan yang sangat

menyenangkan: Meningkatkan karier setiap saat sesuai dengan perubahan yang

terjadi: Berminat terhadap semua tugas yang diberikan: Mengajar merupakan

kegiatan rutinitas yang biasa: Berusaha menyelesaikan pekerjaan yang dianggap

sulit: Tidak tenang bila tugas-tugas belum terselesaikan: Ingin membuktikan dan

menunjukan bahwa mampu berprestasi: Berusaha meningkatkan prestasi kerja

secara rutin: dan mendapatkan penghargaan dari sekolah.

Pilihan jawaban responden dilakukan dengan cara memberi jenjang terhadap

gejala yang diukur dengan kriteria Selalu (S), Sering (SR), Kadang-kadang (KD),

Jarang (JR), dan Tidak pernah (TP).

Pertanyaan pertama yaitu apakah kepala sekolah memberikan dukungan

moril, oleh responden yang memberikan jawaban dengan selalu sebanyak 31

responden, sering = 38 responden, kadang-kadang = 9 responden dan jarang = 2

responden. Ini berarti sebagian besar responden sering mendapatkan dukungan

moril dari kepala sekolah.

Pertanyaan kedua yaitu teman sejawat memberikan dukungan moril oleh

responden yang memberikan jawaban selalu = 27 responden, sering = 47

responden, jarang = 2 responden. Ini berarti sebagian besar responden sering

memberikan dukungan moril antar sesama guru.

Pertanyaan ketiga tentang menerima gaji tepat waktu oleh responden yang

menjawab selalu = 30 responden, sering = 28 responden, kadang-kadang = 18

responden dan jarang = 10 responden, ini berarti sebagian besar responden sering

menerima gaji tepat waktu.

76

Pertanyaan keempat tentang mendapatkan bonus saat melaksanakan

pekerjaan diluar jam kerja oleh responden yang menjawab selalu = 6 responden,

sering = 27 responden, kadang-kadang = 4 responden , jarang = 15 responden dan

tidak pernah menerima bonus = 24 responden. Ini berarti lebih banyak responden

yang tidak pernah menerima bonus saat melaksanakan pekerjaan di luar jam kerja.

Pertanyaan kelima tentang lingkungan tempat bekerja membuat lebih

bersemangat dalam bekerja, oleh responden yang menjawab selalu = 51

responden, sering = 20 responden, kadang-kadang = 4 responden dan jarang = 5

responden, ini berarti sebagian besar responden mendukung bahwa lingkungan

mempengaruhi semangat dalam bekerja.

Pertanyaan keenam ialah berusaha bertanggung jawab atas pekerjaan

sebagai guru oleh responden yang menjawab selalu = 71 responden dan sering =

9 responden. Hal ini menunjukkan bahwa responden sangat bertanggung jawab

atas profesi mereka.

Pertanyaan ketujuh tentang mengajar yang merupakan kegiatan yang

menyenangkan bagi responden, yang menjawab selalu = 66 responden, sering =

14 responden, ini berarti responden selalu menganggap mengajar adalah kegiatan

yang menyenangkan.

Pertanyaan kedelapan tentang meningkatkan karier setiap saat sesuai

dengan perubahan yang terjadi, oleh responden yang menjawab selalu = 40

responden dan sering = 40 responden. Ini berarti semua responden mendukung

bahwa peningkatan karier mutlak dilakukan.

77

Pertanyaan kesembilan ialah berminat terhadap semua tugas yang

diberikan, oleh responden yang menjawab selalu = 42 responden, sering = 31

responden, kadang-kadang = 5 responden. Ini berarti sebagian besar responden

sangat antusias terhadap tugas yang diberikan kepada mereka.

Pertanyaan kesepuluh tentang mengajar hanya kegiatan rutinitas biasa oleh

responden, yang menjawab selalu = 50 responden, sering = 23 responden, kadang-

kadang = 7 responden dan tidak pernah = 1 responden, ini berarti sebagian besar

responden beranggapan mengajar tak lebih dari rutinitas keseharian mereka.

Pertanyaan kesebelas ialah berusaha menyelesaikan pekerjaan yang

dianggap sulit, oleh responden yang menjawab selalu = 57 responden, sering = 21

responden dan kadang-kadang = 3 responden, ini berarti sebagian besar

responden berusaha menyelesaikan dengan penuh tanggung jawab pekerjaan yang

mereka anggap sulit.

Pertanyaan keduabelas tentang responden yang tidak tenang bila tugas-

tugas belum terselesaikan, yang menjawab selalu = 61 responden dan sering = 19

responden, ini berarti responden selalu merasa tidak tenang bila tugas-tugas

sekolah belum terselesaikan dengan baik.

Pertanyaan ke tigabelas tentang responden yang ingin menunjukkan

bahwa mereka mampu berprestasi, yang menjawab selalu = 63 responden, sering

= 13 responden, kadang-kadang = 2 responden serta jarang 2 responden. Ini

berarti sebagian besar responden berusaha untuk berprestasi dalam profesi

mereka.

78

Pertanyaan ke empatbelas tentang berusaha meningkatkan prestasi kerja

secara rutin, responden yang menjawab selalu = 46 responden, sering = 30

responden, ini berarti responden sesara rutin berusaha meningkatkan prestasi

mereka dalam mendukung tugas mereka.

Pertanyaan ke limabelas atau terakhir tentang mendapatkan penghargaan

dari sekolah, yang menjawab selalu = 30 responden, sering = 15 , jarang = 14 dan

tidak pernah = 21 responden. Ini menunjukkan bahwa pihak sekolah belum

sepenuhnya memberikan penghargaan kepada guru.

2. Disiplin Kerja Guru (X2)

Variabel disiplin kerja (X2) memiliki 11 item pernyataan yang terdiri dari

Menyerahkan soal ujian sekolah sesuai waktu yang ditetapkan; Masuk kelas tepat

waktu; Menerangkan materi sesuai dengan pokok bahasan yang tercantum dalam

RPP; Menggunakan waktu untuk satu pokok bahasan sesuai dengan silabus:

Mengikuti upacara bendera setiap senin pagi; Membuat RPP setiap semester;

Memberikan penjelasan kembali ketika siswa belum paham dengan materi yang

diajarkan; Melaksanakan tugas yang diberikan kepala sekolah dengan baik dan

penuh tanggung jawab; Menghadiri rapat yang dilaksanakan sekolah;

Menggunakan seragam sesuai peraturan sekolah; dan Kepala sekolah memberikan

sangsi kepada guru yang melanggar disiplin sesuai tingkat pelanggaran yang

dilakukan guru.

Pilihan jawaban responden dilakukan dengan cara memberi jenjang terhadap

gejala yang diukur dengan kriteria Selalu (S), Sering (SR), Kadang-kadang (KD),

Jarang (JR), dan Tidak pernah (TP).

79

Pertanyaan pertama mngenai menyerahkan soal ujian sekolah pada waktu

yang ditetapkan, responden yang menjawab selalu = 63 responden dan sering =

17 responden. Ini menunjukkan tanggung jawab responden dalam menyerahkan

soal ujian tepat waktu sangat memuaskan.

Pertanyaan kedua tentang responden yang masuk kelas tepat waktu,

sebagian besar responden menjawab selalu sebanyak 41 responden dan yang

menjawab sering 38 responden. Ini berarti masih ada responden yang tidak masuk

kelas tepat waktu atau kadang terlambat walaupun tidak mendominasi.

Pertanyaan ketiga tentang responden yang menerangkan materi pelajaran

sesuai dengan pokok bahasan yang telah tercantum dalam RPP, yang menjawab

selalu sebanyak 52 responden, sering sebanyak 23 responden dan sama sekali

tidak pernah 2 responden. Ini menunjukkan bahwa kesadaran responden dalam

mengajar sesuai pedoman RPP sudah sangat baik karena bagi seorang guru ketika

masuk kelas mengajar maka perangkat pembelajaran yaitu RPP yang dibuat harus

turut dibawa.

Pertanyaan keempat mengenai penggunaan waktu untuk satu pokok

bahasan sesuai dengan silabus, yang menjawab selalu sebanyak 35 responden,

sering 26 responden, kadag-kadang 7 responden dan tidak pernah 2 responden.

Ini berarti sebagian besar responden konsisten dengan penggunaan penggunaan

waktu dalam mengajarkan materi sesuai silabus.

Pertanyaan kelima tentang mengikuti upacara bendera setiap hari senin,

yang menjawab selalu atau tidak pernah absen mengikuti upacara sebanyak 29

responden, sering sebanyak 26 responden, kadang-kadang sebanyak 13 responden

80

dan yang menjawab jarang = 12 responden. Ini berarti masih ditemukan

responden yang tidak konsisten untuk mengikuti upacara bendera.

Pertanyaan keenam tentang membuat RPP setiap semester, responden

yang menjawab selalu = 37 dan sering = 39. Ini berarti kesadaran responden

dalam membuat RPP sebagai acuan dalam mengajar sudah sangat baik.

Pertanyaan ketujuh memberikan penjelasan kembali ketika siswa belum

paham dengan materi yang diajarkan, yang menjawab selalu = 56 responden,

sering = 21 responden dan jarang = 3 responden. Ini menunjukkan bahwa

responden secara memahami betul jika materi mereka tidak dipahami oleh siswa

maka penjelasan ulang akan diberikan sampai paham.

Pertanyaan kedelapan tentang melaksanakan tugas yang diberikan kepala

sekolah dengan baik dan penuh tanggung jawab, yang menjawab selalu= 43

responden, sering = 28 responden, jarang = 8 responden. Ini berarti responden

sadar bahwa tugas dari pimpinan harus dilaksanakan dengan tanggung jawab.

Pertanyaan kesembilan tentang menghadiri rapat yang dilaksanakan

sekolah tepat waktu, yang menjawab selalu = 45 responden, sering = 33

responden. Ini menunjukkan bila kesadaran akan pentingnya rapat sekolah

dipahami dengan baik oleh responden.

Pertanyaan kesepuluh tentang menggunakan seragam sesuai dengan

peraturan sekolah, yang menjawab selalu = 39 responden, sering = 28 responden,

kadang-kadang = 7 responden, jarang = 2 responden serta tidak pernah

menggunakan seragam sesuai aturan sekolah sebanyak 2 responden.

81

Pertanyaan kesebelas tentang kepala sekolah yang memberikan sangsi

kepada guru yang melanggar disiplin sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan

guru, responden yang menjawab selalu = 7 responden, yang menjawab sering 25

responden, kadang-kadang 11 responden, jarang 10 responden, dan tidak pernah

10 responden. Ini berarti pemberian sangsi oleh kepala sekolah berdasarkan

tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh guru belum diterapkan dengan baik di

sekolah.

3. Prestasi Kerja Guru (Y)

Variabel prestasi kerja (Y) memiliki 9 pernyataan yang terdiri dari; Hasil

yang dicapai dari pembelajaran yang dilakukan kurang tepat berdasarkan

kebutuhan sekolah; Tepat waktu dalam menyelesaikan proses pembelajaran;

Mengganti model pembelajaran di kelas agar siswa tidak bosan; Berinisiatif

mengerjakan tugas melebihi target yang ditetapkan; Berinisiatif memberikan

tugas-tugas kepada siswa dirumah; Menyusun program pembelajaran dengan

baik; Mempunyai pengalaman dan kemampuan dalam melaksanakan

pembelajaran; Kemampuan yang dimiliki diterapkan dengan sungguh-sungguh

dalam mengajar; dan Menjelaskan kepada siswa materi yang diajarkan walaupun

diluar jam pelajaran.

Pilihan jawaban responden dilakukan dengan cara memberi jenjang terhadap

gejala yang diukur dengan kriteria Selalu (S), Sering (SR), Kadang-kadang (KD),

Jarang (JR), dan Tidak pernah (TP).

Pertanyaan pertama tentang hasil yang dicapai dari pembelajaran yang

dilakukan guru kurang tepat berdasarkan kebutuhan sekolah, yang menjawab

82

selalu = 26 responden, sering = 20 responden, kadang-kadang = 18 responden,

jarang = 10 respponden, dan tidak pernah = 6 responden. Ini berarti sebagian

besar responden merasakan setiap yang mereka ajarkan kurang tepat berdasarkan

kebutuhan sekolah.

Pertanyaan kedua tentang menyelesaikan proses pembelajaran dengan

tepat waktu, responden yang menjawab selalu = 51 responden, sering = 38

responden. Ini berarti sebagian besar responden telah memahami penggunaan

waktu dengan tepat dalam proses pembelajaran.

Pertanyaan ketiga tentang mengganti model pembelajaran dikelas agar

siswa tidak bosan, yang dijawab dengan selalu = 46 responden, sering = 30

responden, 2 responden menjawab jarang dan kadang-kadang. Ini berarti

responden telah menguasai model-model pembelajaran dan menerapkan dengan

tepat untuk menghindari kebosanan siswa di kelas.

Pertanyaan keempat tentang inisiatif responden untuk mengerjakan tugas

melebihi target yang ditetapkan, yang dijawab oleh responden dengan selalu = 15

responden, sering = 31 responden, kadang-kadang = 3 responden, jarang = 14

responden, dan tidak pernah = 7 responden. Ini berarti umumnya responden

berinisiatif untuk bekerja melebihi target.

Pertanyaan kelima tentang inisiatif untuk memberikan tugas-tugas

kepada siswa di rumah, yang oleh responden dijawab dengan selalu = 26

responden, sering = 34 responden, kadang-kadang = 6 responden serta 12

responden menjawab jarang.

83

Pertanyaan keenam tentang kemampuan responden dalam menyusun

program pembelajaran dengan baik, yang oleh responden dijawab dengan selalu =

43 responden, sering = 33 responden serta 4 responden menjawab jarang. Ini

berarti sebagian besar responden telah mampu menyusun program pembelajaran

yang akan di laksanakan selama melakukan proses pembelajaran di sekolah.

Pertanyaan ketujuh tentang pengalaman dan kemampuan responden

dalam melaksanakan pembelajaran, yang dijawab dengan selalu = 60 responden

serta sering = 20 responden. Ini berarti seluruh responden memiliki pengalaman

dan kemampuan dalam mengajar.

Pertanyaan kedelapan tentang kemampuan yang dimiliki responden

diterapkan dengan sungguh-sungguh dalam mengajar di kelas, yang oleh

responden dijawab dengan selalu = 45 responden serta sering = 15 responden. Ini

berarti semua responden telah menerapkan kemampuan dalam mengajar.

Pertanyaan kesembilan atau terakhir tentang kesediaan responden untuk

menjelaskan materi pada siswa walaupn diluar jam pelajaran, yang oleh

responden dijawab dengan selalu = 49 responden, sering = 14 responden, kadang-

kadang = 10 responden, jarang = 19 responden serta tidak pernah = 2 responden.

Ini berarti responden menyadari ketika ada siswa yang bertanya tentang

pelajaran walaupun diluar jam pelajaran maka responden akan menjawabnya.

C. Uji Validitas Data dan Reliabilitas Data

1. Uji Validitas Data

Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor atau butir

pertanyaan dengan skor konstruk atau 35 item pertanyaan. Hal ini dapat

84

dilakukan dengan uji signifikasi yang membandingkan r hitung dengan r tabel untuk

degree of freedom (df) = n – k , dalam hal ini n adalah jumlah sampel dan k

adalah konstruk. Apabila r hitung untuk r tiap butir dapat dilihat pada kolom

Corected Item Total Correlation lebih besar dari r tabel dan nilai r positif, maka

butir atau pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid.

Pengujian ini dilakukan apakah kuesioner yang ada dapat mengungkapkan

data-data yang ada pada variabel-variabel penelitian secara tepat. Hasil dari

pengujian validitas kuesioner dapat diketahui sejauh mana data yang terkumpul

sesuai dengan variabel-variabel penelitian.

Menurut Priyatno (2010:33) untuk tingkat validitas, dilakukan uji

signifikasi dengan membandingkan r hitung dengan r tabel untuk degree of

freedom (df) = n – k. Dalam hal ini n adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah

variabel. Pada kasus ini besarnya df dapat dihitung 81 – 3 atau df = 78 dengan

alpha = 5 %, α = 0,05 ( didapat r tabel = 0,219). Apabila r hitung lebih besar r tabel

(r hitung > r tabel) dan nilai r positif, maka butir pertanyaan tersebut dapat dikatakan

valid, dan sebaliknya apabila (r hitung < r tabel) maka pertanyaan tersebut tidak

valid. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel berikut:

Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05.

Kriteria pengujiannya adalah jika r hitung > r tabel maka instrument atau item-item

pernyataan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid). Jumlah

item pernyataan variabel motivasi kerja guru = 15, dan jumlah sampel (n) = 81,

maka didapat r tabel sebesar 0,219 (dilihat pada tabel r tabel product moment).

Setelah dilakukan pengujian validitas data pada variabel motivasi kerja guru ada

85

satu item yang dinyatakan tidak valid. Oleh karena itu satu item tersebut tidak

disertakan dalam pengujian tahap selanjutnya. Sehingga hasil uji validitas yang

digunakan dalam penelitian ini terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi Kerja (X1)

Item/Pernyataan

Ke

r hitung r tabel Keterangan

1 0,341 0,219 Valid

3 0,317 0,219 Valid

4 0,625 0,219 Valid

5 0,434 0,219 Valid

6 0,518 0,219 Valid

7 0,498 0,219 Valid

8 0,578 0,219 Valid

9 0,364 0,219 Valid

10 0,306 0,219 Valid

11 0,522 0,219 Valid

12 0,484 0,219 Valid

13 0,539 0,219 Valid

14 0,473 0,219 Valid

15 0,358 0,219 Valid

*Item pernyataan ke 2 tidak valid jadi tidak diikutkan dalam pengujian reliabilitas

Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05.

Kriteria pengujiannya adalah jika r hitung > r tabel maka instrument atau item-

item pernyataan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).

Jumlah item pernyataan variabel disiplin kerja guru = 11, dan jumlah sampel (n) =

81, maka didapat r tabel sebesar 0,219 (dilihat pada tabel r tabel product moment).

Setelah dilakukan pengujian validitas data pada variabel disiplin kerja guru semua

86

item dinyatakan valid. Hasil uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini

terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10

Hasil Uji Validitas Variabel Disiplin Kerja (X2)

Item/Pernyataan

Ke

r hitung r tabel Keterangan

16 0,459 0,219 Valid

17 0,469 0,219 Valid

18 0,768 0,219 Valid

19 0,602 0,219 Valid

20 0,632 0,219 Valid

21 0,436 0,219 Valid

22 0,563 0,219 Valid

23 0,643 0,219 Valid

24 0,743 0,219 Valid

25 0,746 0,219 Valid

26 0,271 0,219 Valid

Kemudian pengujian validitas untuk item pernyataan pada variabel

prestasi kerja guru (Y) dimana pada variabel ini terdapat 9 (sembilan) item

pernyataan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05.

Kriteria pengujiannya adalah jika r hitung > r tabel maka instrument atau item-

item pernyataan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).

Jumlah item pernyataan variabel prestasi kerja guru = 9, dan jumlah sampel (n) =

81, maka didapat r tabel sebesar 0,219 (dilihat pada tabel r tabel product moment).

Setelah dilakukan pengujian validitas data pada variabel disiplin kerja guru semua

87

item dinyatakan valid. Hasil uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini

terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.11

Hasil Uji Validitas Variabel Prestasi Kerja (Y)

Item/Pernyataan

ke

r hitung r table Keterangan

27 0,223 0,219 Valid

28 0,565 0,219 Valid

29 0,691 0,219 Valid

30 0,582 0,219 Valid

31 0,495 0,219 Valid

32 0,757 0,219 Valid

33 0,797 0,219 Valid

34 0,584 0,219 Valid

35 0,527 0,219 Valid

Dapat disimpulkan bahwa pengujian validitas variabel motivasi kerja guru

(X1), disiplin kerja guru (X2) dan prestasi kerja guru (Y) menggunakan uji dua

sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujiannya adalah jika r hitung > r

tabel maka instrument atau item-item pernyataan berkorelasi signifikan terhadap

skor total (dinyatakan valid). Jumlah item pernyataan variabel motivasi kerja

guru (X1), disiplin kerja guru (X2) dan prestasi kerja guru (Y) yang valid = 34

item valid, dan jumlah sampel (n) = 81, maka didapat r tabel sebesar 0,219

(dilihat pada tabel r tabel product moment).

Hasil uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada tabel berikut :

88

Tabel 4.12

Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi Kerja Guru (X1), Disiplin Kerja Guru

(X2) dan Prestasi Kerja Guru (Y)

Item/Pernyataan

ke

Correctec item total correlation

r hitung

r tabel Keterangan

1 0,341 0,219 Valid

3 0,317 0,219 Valid

4 0,625 0,219 Valid

5 0,434 0,219 Valid

6 0,518 0,219 Valid

7 0,498 0,219 Valid

8 0,578 0,219 Valid

9 0,364 0,219 Valid

11 0,306 0,219 Valid

12 0,522 0,219 Valid

13 0,484 0,219 Valid

14 0,539 0,219 Valid

15 0,473 0,219 Valid

16 0,358 0,219 Valid

17 0,469 0,219 Valid

18 0,768 0,219 Valid

19 0,602 0,219 Valid

20 0,632 0,219 Valid

21 0,436 0,219 Valid

22 0,563 0,219 Valid

23 0,643 0,219 Valid

24 0,743 0,219 Valid

25 0,746 0,219 Valid

89

26 0.271 0,219 Valid

27 0,223 0,219 Valid

28 0,565 0,219 Valid

29 0,691 0,219 Valid

30 0,582 0,219 Valid

31 0,495 0,219 Valid

32 0,757 0,219 Valid

33 0,797 0,219 Valid

34 0,584 0,219 Valid

35 0,527 0,219 Valid

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa nilai r hitung pada kolom corrected

item total correlation untuk masing-masing item memiliki r hitung lebih besar dan

positif dibanding r tabel untuk (df) = 81– 3 = 78 dan alpha 0,05, dengan uji satu

sisi didapat r tabel sebesar 0,219, maka dapat disimpulkan bahwa semua indikator

dari ketiga variabel X1, X2, dan Y adalah valid.

2. Uji Reliabilitas Data

Menurut Priyatno (2010:97) uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui

konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan

tetap konsistensi jika pengukuran tersebut diulang. Uji reliabilitas hanya

dilakukan untuk item pernyataan yang valid. Uji reliabilitas data dalam penelitian

ini menggunakan metode Cronbanch’s Alpha. Menurut Sekaran (1992) dalam

Priyatno (2010:98) bahwa suatu variabel dikatakan relibel jika memiliki

Cronbanch’s Alpha lebih dari 0,60 (> 0,60), reliabilitas kurang dari 0,6 adalah

reliabel, sedangkan 0,7 dan diatas 0,8 dapat diterima.

90

Setelah uji validitas data untuk masing-masing variabel penelitian, terdapat

1 (satu) item pernyataan yang tidak valid, sehingga item pernyataan tersebut tidak

dimasukkan kedalam uji reliabilitas, sedangkan item yang valid dimasukkan

kedalam uji reliabilitas.

Hasil uji reliabilitas untuk variabel motivasi kerja (X1) adalah sebesar 0,

645 untuk variabel disiplin kerja (X2) sebesar 0,763 dan variabel prestasi kerja

guru (Y) sebesar 0,718. Semua variabel tersebut dinyatakan reliebel karena lebih

dari 0,6. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.13 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Cronbanch’s

Alpha

N of Item Keterangan

X1 .645 14 Relibel

X2 .763 11 Relibel

Y .718 9 Relibel

Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada tabel 4.13 yang dilakukan terhadap

semua item dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja guru

(X1) dapat dikatakan mempunyai reliabilitas baik yaitu 0, 645. Pada pengukuran

reliabilitas menurut Sugiyono (2010) jika nilai koefisiennya berada antara 0,60 –

0,799 maka nilai reliabilitasnya tinggi . Variabel disiplin kerja guru (X2)

mempunyai nilai realibilitas yang dapat diterima dimana nilai koefisiennya .763,

sedangkan variabel prestasi kerja guru (Y) mempunyai nilai reliabilitas baik atau

dapat diterimah dimana nilai koefisiennya berada antara 0.718.

91

D. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah model regresi memenuhi

asumsi normalitas. Untuk mengujinya digunakan normal probability plot. Dari

normal probability plot terlihat bahwa titik-titik data .Uji normalitas digunakan

untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Untuk

mendeteksi normalitas data dapat dilihat melalui output grafik kurva normal p-

plot. Suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-titik

data yang menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data

searah mengikuti garis diagonal. Grafik linearitas pada gambar 4.1

memperlihatkan penyebaran data (titik) di sekitar garis regresi (diagonal) dan

penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal, maka dapat

disimpulkan bahwa model regresi layak digunakan karena memenuhi asumsi

normalitas.

Gambar 4.1 Grafik Linearitas

92

Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa penyebaran data berada di sekitar

garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian, model

regresi memenuhi asumsi normalitas.

2. Uji Multikolinearitas

Priyatno (2010:81) mengemukakan bahwa uji multikolinearitas digunakan

untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antar variabel independen

dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah

tidak adanya multikolinearitas. Peneliti melakukan uji multikolinearitas dengan

melihat nilai Inflation Factor (VIF) pada model regresi. Menurut Santoso

(2010) dalam Priyatno (2010:81) bahwa pada umumnya jika nilai VIF lebih besar

dari 5, maka variabel tersebut mempunyai multikolinearitas dengan variabel

bebas lainnya. Sebaliknya , jika nilai VIF lebih kecil dari 5, maka variabel

tersebut bebas dari persoalan multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas dapat

dilihat tabel berikut:

Tabel 4.14 Hasil Uji Multikolinearitas

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1

(Constant)

Motivasi Kerja 1.000 1.000

Disiplin Kerja 1.000 1.000

Berdasarkan tabel 4.14 dapat dilihat nilai VIF untuk variabel motivasi

kerja guru(X1) adalah sebesar 1.000. Untuk variabel disiplin kerja guru (X2) nilai

VIF adalah sebesar 1.000. Nilai VIF untuk variabel motivasi kerja guru (X1) dan

93

disiplin kerja guru (X2) lebih kecil dari 5, maka data penelitian ini bebas dari

asumsi multikolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Priyatno (2010:83) mengemukakan bahwa uji heteroskedastisitas

digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya ketidaksamaan varian dari residual

pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah

tidak adanya masalah heteroskedastisitas. Diagnosis adanya heteroskedastisitas

dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot.

Apabila grafik penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi tidak

membentuk suatu pola tertentu, seperti meningkat atau menurun, maka terjadi

heteroskedastisitas.

Kemungkinan adanya gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan

menggunakan diagram scaterplot, dimana sumbu X adalah residual dan sumbu Y

adalah nilai Y yang diprediksi. Jika pada grafik tidak ada pola yang jelas serta

titik-titik menyebar di atas dan di bawah sumbu 0 (nol) pada sumbu Y, maka tidak

terjadi heteroskedastisitas dalam suatu model regresi. Scatterplot antara

standardized residual *ZRESID dan standardized predicted value * ZPRED

tidak membentuk suatu pola tertentu, sehingga bias dianggap residual

mempunyai variance konstan (homoscedasticity) artinya tidak terjadi

heteroskedasitas dalam model regresi ini.

94

Gambar 4.2

Grafik Scatterplot

Gambar diatas memperlihatkan pola yang jelas dimana titik-titik menyebar

dan titik-titik tersebut tidak membentuk suatu pola tertentu. Oleh karena itu,

dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi persoalan heteroskedastisitas.

E. Uji Hipotesis

1. Uji Hipotesis Pengaruh Motivasi Kerja Guru terhadap Prestasi Kerja

Guru

Hipotesis pertama dalam penelitian ini, menyatakan bahwa motivasi kerja

guru (X1) tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja guru.

95

Pengujian hipotesis pertama dianalisis dengan menggunakan analisis linear secara

partial.

Tabel 4.15 Hasil Uji - t Hipotesis Pertama

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B

Std.

Error Beta

1 (Constant) 10,533 9,622 1.090 .279

X1 -,022 .137 -,017 -.162 .872

a. Dependent Variable: Y

Berdasarkan hasil Uji Regresi menunjukkan bahwa koefisien regresi

sebesar -0,022 dan nilai konstanta sebesar 10,533. Nilai konstanta (a) = 10,533

artinya prestasi kerja guru di lokasi penelitian rata-rata sebesar 10,533 sebelum

ada variable perubah (X1 dan X2).

Selanjutnya untuk mengetahui apakah pengaruh tersebut signifikan atau

tidak maka dapat diketahui dengan membandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel

atau nilai probabilitas (Sig). Hasil uji menunjukkan bahwa nilai probabilitas

adalah 0.872 > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja

guru secara partial tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja guru.

2. Uji Hipotesis Pengaruh Disiplin Kerja Guru terhadap Prestasi Kerja

Guru

Hipotesis kedua dalam penelitian ini, menyatakan bahwa disiplin

kerja guru berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru. Pengujian

hipotesis ini dianalisis dengan menggunakan analisis linear berganda (uji – t).

96

Tabel 4.16 Hasil Uji - t Hipotesis Kedua

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B

Std.

Error Beta

1 (Constant) 10,533 9.662 1.090 .279

X2 .636 .145 .455 4.371 .000 a. Dependent Variable: Y

Berdasarkan hasil Uji Regresi menunjukkan bahwa koefisien regresi

sebesar 0,636 dan nilai konstanta sebesar 10,533. Nilai konstanta (a) = 10,533

artinya prestasi kerja guru di lokasi penelitian rata-rata sebesar 10,533 sebelum

ada variable perubah (X1 dan X2). Sedangkan nilai koefisien regresi sebesar β =

0.636 diartikan bahwa setiap ada peningkatan skor disiplin kerja sebesar satu

satuan akan dapat meningkatkan prestasi kerja guru sebesar 6.36 satuan.

Selanjutnya untuk mengetahui apakah pengaruh tersebut signifikan atau

tidak maka dapat diketahui dengan membandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel

atau nilai probabilitas (Sig). Hasil uji menunjukkan bahwa nilai probabilitas

adalah 0.000 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja

guru (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja guru.

3. Uji Hipotesis Pengaruh Motivasi Kerja Guru dan Disiplin Kerja Guru

terhadap Prestasi Kerja Guru

Hipotesis ketiga dalam penelitian ini menyatakan bahwa motivasi kerja

guru (X1) dan disiplin kerja guru (X2) secara bersama-sama dan simultan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja guru (Y). Pengujian

97

hipotesis ketiga dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda

(uji – F). Hasil analisis regresi linear berganda dapat dilihat pada tabel 4.17

Tabel 4.17 Hasil Uji F Hipotesis Ketiga

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 829.940 2 414.970 9.960 .000b

Residual 3249.862 78 41.665

Total 4079.802 80

a. Dependent Variable: Y

b. Predictors: (Constant), X2, X1

Berdasarkan hasil Uji simultan untuk mengetahui apakah pengaruh

tersebut signifikan atau tidak maka dapat diketahui dengan membandingkan nilai

F hitung dengan nilai F t tabel . Nilai F hitung sebesar 9.960 dengan nilai F tabel =

3.13 ( df 2 = n – k – 1 = 78), dengan nilai signifikan = 0.000 < 0.05 maka terdapat

pengaruh motivasi kerja dan disiplin kerja secara simultan terhadap prestasi kerja

guru.

Analisis data dan pengujian hipotesis diatas diperoleh persamaan regresi

sebagai berikut:

Y = 10.533 - 0,022) X1 + 0,636 X2

Persamaan regresi diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Nilai konstanta sebesar 10.533 artinya dari rata-rata prestasi kerja guru

adalah 10.533 dengan asumsi motivasi kerja guru dan disiplin kerja guru

di isolasi.

98

b. Nilai koefisien regresi motivasi kerja sebesar β = -0,022 artinya tidak

signifikan, motivasi kerja tidak memberikan dampak terhadap prestasi

kerja guru.

c. Nilai koefisien regresi disiplin kerja sebesar β = 0,636, artinya jika skor

disiplin kerja meningkat sebesar satu satuan maka prestasi kerja guru akan

meningkat sebesar 6,36 satu satuan skor prestasi kerja guru.

d. Dari kedua variabel perubah diatas menunjukkan bahwa dalam

menentukan peningkatan prestasi kerja guru di SMAN 1 Sampara, SMAN

1 Kapoiala, SMAN 1 Bondoala, dan SMAN 1 Besulutu variabel disiplin

kerja lebih dominan dengan kontribusi 0,455.

Untuk jelasnya model persamaan regresi ganda dapat dilihat pada Tabel

Coefisien berikut.

Tabel 4.18

Tabel Coefisient

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B

Std.

Error Beta

1 (Constant) 10.533 9.662 1.090 .279

X1 -.022 .137 -.017 -.162 .872

X2 .636 .145 .455 4.371 .000

a. Dependent Variable: prestasi

Untuk melihat besarnya kontribusi variabel perubah terhadap prestasi kerja

guru di SMAN 1 Sampara, SMAN 1 Kapoiala, SMAN 1 Bondoala, dan SMAN 1

Besulutu, dapat dilihat pada Tabel 4.19 berikut.

99

Tabel 4.19 Koefisien Determinasi (R2)

Model Summaryb

R

R

Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

.451a .203 .183 6.455

a. Predictors: (Constant), X2, X1

b. Dependent Variable: Y

Hasil diatas menunjukkan bahwa koefisien Rx1x2 = 0,4512 dengan

koefisien determinasi R2 = 0,203. Besarnya koefisien menurut kriteria Quiword

berada pada kategori rendah (Low Correlations), dimana kontribusi tersebut dapat

dijelaskan bahwa 20,3 % prestasi kerja guru dipengaruhi langsung oleh motivasi

dan disiplin kerja dan sisanya 79,3% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model

dan tertampung ke variabel e.

F. Pembahasan Penelitian

1. Pengaruh Motivasi Kerja Guru terhadap Prestasi Kerja Guru

Motivasi kerja adalah suatu kegiatan yang tumbuh dari seorang

pegawai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik dan berkualitas

sebagai konsekuensi dari tugas dan fungsi layanan yang diembannya,

berdasarkan hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka mencapai

tujuan pemerintahan dan pembangunan, baik yang tumbuh dari dalam diri

seseorang maupun dari luar diri seseorang.

Pada penelitian ini ditemukan motivasi kerja tidak berpengaruh secara

positif dan tidak signifikan dengan prestasi kerja guru. Hal ini tidak sesuai

dengan pendapat McClelland dalam Robbins dan Coulter (2010: 139) yang

100

menjelaskan bahwa salah satu motivasi manusia adalah motivasi akan prestasi

kerja (need for achievement + n-ach) bahwa manusia berkeinginan untuk

meningkatkan prestasi kerja dan mempunyai keinginan kuat untuk sukses

sekaligus kekhwatiran yang besar akan kegagalan.

Pada diri setiap guru terdapat motivasi kerja tetapi sangat rendah

sehingga tidak berpengaruh besar pada peningkatan prestasi kerja di sekolah.

Ada beberapa penyebab antara lain: 1) kurangnya kompetensi guru, guru

berkeinginan besar dan termotivasi untuk maju tetapi kurangnya bentuk

perhatian dari sekolah atau dinas pendidikan terkait, misalnya dengan

memberikan program pelatihan yang menunjang profesi secara teratur.

Selama ini pelatihan hanya diberikan ketika terdapat perubahan kurikulum

dan hanya beberapa mata pelajaran yang diutus, sehingga tidak berpengaruh

besar terhadap prestasi keseluruhan guru, dan guru yang diutus terkadang

tidak melakukan tindak lanjut disekolah dengan menjelaskan hasil pelatihan

kepada sesama rekan guru. 2) stres kerja guru. Tuntutan 24 jam seminggu

yang harus dipenuhi guru sertifikasi menjadi penyebab prestasi kerja turun,

apalagi bila guru harus mencari jam tambahan di sekolah lain dengan jarak

sekolah yang jauh membuat beberapa guru tidak lagi menganggap

pentingnya kualitas mengajar asalkan jumlah jam terpenuhi. Kelelahan

menjadi penyebab guru terlambat masuk kelas untuk mengajar. Margiati

(2003: 78-79) menyatakan perubahan-perubahan yang terjadi di tempat kerja

merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain:

101

1) keterlambatan masuk kerja yang sering; 2) bekerja melewati batas

kemampuan; dan 3) kelalaian menyelesaikan pekerjaan.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Iwan Garniwa

(2007) yang menemukan bahwa motivasi tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap kinerja dosen tetap Universitas Widyatama dengan nilai

t sebesar 0,891 > 0,05, salah satu penyebabnya adalah stress kerja yang

tinggi dikalangan dosen.

Hasil penelitian ini tidak didukung oleh hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh Pujiyanti (2015) yang menyatakan terdapat pengaruh positif

dan signifikan antara motivasi kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA

Negeri 1 Ciamis. Selain itu Kaliri (2008) menyatakan ada pengaruh yang

signifikan antara motivasi kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA

Negeri di kabupaten Pemalang yang ditunjukkan dengan nilai koefisien

determinasi (r2) sebesar 14,3% (0,143). Serta hasil penelitian Sylvia (2014)

menyatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap prestasi kerja pada pegawai di PT AXA Financial Indonesia yang

ditunjukkan dengan nilai signifikansi F sebesar 0,000 lebih kecil dari α =

0,05 (0,000 < 0,05) dengan koefisien regresi sebesar 0,451. Tetapi terdapat

persamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harry Murti (2013)

yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara

motivasi kerja dengan kinerja pegawai PDAM kota Madiun dengan nilai t

hitung sebesar 0,517 dengan signifikansi 0,606.

102

3. Pengaruh Disiplin Kerja Guru terhadap Prestasi Kerja Guru

Disiplin kerja merupakan fungsi operatif manajemen sumber daya

manusia yang terpenting, karena semakin baik disiplin maka semakin

tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Watson dan Trap

dalam Uno dan Nina (2016: 35) yang menyatakan bahwa perilaku disiplin

oleh seorang guru misalnya prioritas terhadap kegiatan-kegiatan tertentu

bertujuan untuk mencapai hasil kerja atau prestasi kerja maksimal. Teori

ini juga didukung oleh konsep Fathoni (2006: 172) bahwa semakin tinggi

disiplin karyawan (guru) semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh Pujiyanti (2015), Kaliri (2008) dan Sylvia (2014).

Pujiyanti (2015) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan

signifikan disiplin kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA Negeri 1

Ciamis yang ditunjukkan dengan nilai rx2y = 0,892, dengan nilai r2 = 0,795

t hitung > t tabel yaitu 15,268 > 1,671. Sedangkan Kaliri (2008) menyatakan

ada pengaruh yang signifikan antara disiplin kerja guru terhadap kinerja

guru pada SMA Negeri di kabupaten Pemalang dengan nilai koefisien

determinasi sebesar 8,3 % ( 0,830). Sementara Sylvia (2014) menyatakan

ada pengaruh yang positif dan signifikan antara disiplin kerja terhadap

prestasi kerja pada pegawai di PT AXA Financial Indonesia yang

ditunjukkan dengan nilai signifikansi F sebesar 0,000 lebih kecil dari α =

0,05 (0,000 < 0,05) dengan koefisien regresi sebesar 0,286 .

103

Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa disiplin

kerja guru dalam melaksanakan tugas mengajar di kelas ataupun disiplin

terhadap peraturan sekolah sangat mempengaruhi prestasi kerja guru.

Disiplin kerja perlu diterapkan di lingkungan kerja (sekolah) dan guru

secara sukarela ataupun terpaksa harus menerapkan dan mentaatinya

dalam kesehariannya di lingkungan kerja demi peningkatan prestasi kerja.

3. Pengaruh Motivasi Kerja Guru (X1) dan Disiplin Kerja Guru (X2)

terhadap Prestasi Kerja Guru (Y)

Hasil penelitian ini berkaitan dengan konsep yang dikemukakan oleh

Mangkunegara (2004: 67) yang menyatakan bahwa kinerja atau prestasi

kerja yang berkualitas dari seseorang dapat dicapai dari sikap kedisiplinan

waktu bekerja dan motivasi yang memacu dirinya untuk memberikan

performa yang terbaik didalam pekerjaannya.

Hasil penelitian ini didukung pula oleh hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh Pujiyanti (2015), Kaliri (2008) dan Sylvia (2014). Hasil

penelitian Pujiyanti (2015) menyatakan terdapat pengaruh positif dan

signifikan antara motivasi kerja dan disiplin kerja secara bersama-sama

terhadap kinerja guru pada SMA Negeri 1 Ciamis yang ditunjukkan dengan

Ry(1,2) = 0,938 dengan nilai R2 = 0,880, dan F hitung > F tabel yaitu 216,172

> 3,51. Hasil penelitian Kaliri (2008) menyatakan ada pengaruh yang

signifikan antara disiplin dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap

kinerja guru pada SMA Negeri di kabupaten Pemalang dengan koefisien

determinasi sebesar 21,5%, atau 0,215. Sedangkan hasil penelitian Sylvia

104

(2014) yang menyatakan motivasi kerja dan disiplin kerja secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja pegawai pada PT AXA

Financial Indonesia yang dibuktikan dengan nilai signifikansi F sebesar

0,000 lebih kecil dari α = 0,05 (0,000 < 0,005) dan mampu memberikan

kontribusi terhadap variabel prestasi kerja 0,540 atau sebesar 54% .

Sesuai hasil penelitian ini bahwa motivasi kerja guru dan disiplin kerja

guru berpengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap prestasi kerja guru

dengan nilai R square sebesar 0,203 (20,3%) dan nilai signifikansi 0,000

menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen

(motivasi kerja dan disiplin kerja) terhadap variabel dependen (prestasi kerja)

sebesar 20,3 % sedangkan sisanya sebesar 81,7 % dipengaruhi atau dijelaskan

oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Hal tersebut

menunjukkan bahwa motivasi kerja maupun disiplin kerja belum sepenuhnya

dilaksanakan dengan baik oleh guru karena hanya menyumbangkan 20,3%.

Menurut penulis terdapat variabel lain yang harus diberikan kepada guru dalam

meningkatkan dan memaksimalkan prestasi kerja misalnya memberikan

kompensasi yang memuaskan, memberikan reward / penghargaan kepada guru

yang berprestasi dan memberikan promosi secara teratur terhadap guru.

Kenyataan di lapangan kurangnya perhatian dari pihak sekolah terhadap promosi

guru misalnya kenaikan pangkat atau kenaikan gaji berkala dimana guru harus

mengurus sendiri segala keperluan tersebut dan mengakibatkan guru tidak masuk

kelas mengajar bahkan meninggalkan sekolah. Hal lain yang perlu diterapkan

menurut penulis adalah gaya kepemimpinan yang dapat diterima oleh guru dan

105

semua pihak sekolah, selain juga memberikan gaji tepat waktu kepada guru

karena gaji yang diterima tepat waktu akan menjadi motivasi bagi guru dalam

bekerja, ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kazim dalam Joyce

Nyam (Vol.2: 2014) bahwa guru dan pekerja sekolah lainnya cenderung puas dan

termotivasi selama gaji dibayar tepat waktu dan di promosikan secara teratur.

106

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik

kesimpulan, yaitu:

1. Motivasi kerja guru (X1) secara parsial tidak berpengaruh positif dan tidak

signifikan terhadap prestasi kerja guru (Y).

2. Disiplin kerja guru secara parsial berpengaruh positif dan signifikansi

terhadap prestasi kerja guru.

3. Motivasi kerja guru dan disiplin kerja guru secara bersama-sama atau simultan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja guru.

B. Saran- Saran

Saran-saran yang dikemukakan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi kepala sekolah hasil penelitian ini menjadi bahan masukan yang dapat

digunakan untuk meningkatkan prestasi kerja guru di sekolah masing-

masing.

2. Bagi guru diharapkan hasil penelitian ini menjadi salah satu sumber belajar

demi peningkatan prestasi kerja individu di sekolah masing-masing.

3. Bagi teman-teman peneliti lain semoga hasil penelitian ini dapat menjadi

salah satu sumber bacaan yang bermanfaat.

4. Bagi peneliti pribadi mengharapkan hasil penelitian ini menjadi masukan

karena status peneliti sebagai guru demi meningkatkan prestasi kerja peneliti

di sekolah bersangkutan. Peneliti sadari masih banyak kekurangan dalam

107

pelaksanaan penelitian ini sehingga saran atau masukan serta kritik sangat

diharapkan demi kemajuan bersama

108

DAFTAR PUSTAKA

Ardana,I,K, Mujianti,W., Utama,M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arikunto, S. 2016. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.

Basilius R.W. 2015. Pendekatan Kuantitatif Dalam Penelitian Sosial.

Yogyakarta: Penerbit Calpulis.

David. 1961. The Achieving Society. New York. D Van Nostrand Company, Inc

Djamarah, Syaiful.B. 2002. Psikologi Pelajar. Jakarta: Rineke Cipta.

Danang. S. 2002. Perilaku organisasional. Yogyakarta: Penerbit CAPS.

Edy. S. 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Fathoni, A. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:

Rineke Cipta

Gibson, I. 1997. Organisasi dan Manajemen, Perilaku, Struktur, Proses.

(Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Gagne,E.D. 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Boston-Toronto:

Litle Brown and Company.

Gouzali, S. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset.

Hughes,A.G dan Hughes,E.H. 2012. Learning and Teaching: Pengantar

Psikologi Pembelajaran Modern. New Delhi: Sonali Publications. (

Terjemahan SPA Team Work).

Hamalik, O. 2014. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, O. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

109

Hamalik. O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hasibuan, M. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Hasibuan, M. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Irham . F. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Penerbit Alfa

Beta.

McCormick, J. E. dan Tiffin, J. (1974). Industrial Psychology, 6th edition.

Prentice-Hall.

McDaniel.2000.Theory:StrainUnderLoad.Online.

(http://www.accelteam.com/motivation/indeks.html)

Mangkunegara, A.P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung:

Penerbit Remaja RosdaKarya.

Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya.

Mulyasa, E. 2009. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT.

Remaja Rosda Karya.

Miftah. T. 2014. Perilaku organisasi, Konsep Dasar Dan Aplikasinya.

Yogyakarta: Penerbit FISIPOL UGM.

Moenir, A. S. 2002. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi

Aksara.

Purwanto. 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Priyatno, D. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Cetakan Pertama.

Yogyakarta: Mediakom

Pasolong. H. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

PP No 30 tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

110

Rully, I, dan Poppy, Y. 2014. Metodologi Penelitian. Bandung. Penerbit PT

Refika Aditama.

Riduwan. 2015. Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung:

Penerbit Alfa Beta.

Stephen P. R, dan Mary. C. 2010. Manajemen. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Steers, M. R. 1985. Efektifitas Organisasi . Jakarta: Erlangga.

Suryabrata, S. 2014. Pengukuran dalam Psikologi Kepribadian. Jakarta:

Rajawali Pers.

Semiawan, C.R. 1996. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Penerbit

Gramedia

Sujono, A.G. 1987. Administrasi Pendidikan. Semarang: Pringgading.

Simanjuntak, P. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. LPFE.

Jakarta: Universitas Indonesia.

Sastrodiningrat, S. 1989. Perilaku Administrasi. Jakarta: Karunika.

Turi. L. 2015. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Mitra Pustaka Nurani.

Uno, H. dan Nina .L. 2016. Tugas Guru Dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi

Aksara.

Uno,H. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Usman, H. 2013. Manjemen: Teori, Praktek dan Riset Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara.

Watson, D. L, dan Roland G Tharp. 1985. Self Directed Behavior, Self

Modification For Personal Adjustment. Monterey. California: Brooks/Cole

Publication Company.

William. S and Edward. S. 1942. Human Resource Management. India: Pearson

Education.

111

Wahjosumidjo. 1992. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta : Penerbit Ghalia

Indonesia.

Wahyudi, B. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPPE

UGM.

Daftar Jurnal

Gianfranco Conti. 2015. Linguistik Terapan.

https://gianfrancoconti.wordpress.com/2015. Diakses Tanggal 25 Desember 2016.

Loana, Sylvia Indra, Bambang Swasto dan Gunawan Eko Nurtjahjono. 2014.

Pengaruh Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja terhadap Prestasi Kerja Karyawan (Studi Pada Karyawan PT. AXA Financial Indonesia Sales Office Malang(Jurnal Administratif Bisnis (JAB)|Vol.7 No. 1 Januari 2014|administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id). Malang: FIA Universitas Brawijaya Malang.

Joyce Nyam. 2 Februari 2014. TEACHERS MOTIVATION: A Study of the

Psychological and Social Factors. Dambo International School Nigeria. Journal of Educations and Research. Diakses tanggal 25 Desember 2016.

Richard Callhoon. 27 Juli 2015. Dicipline Motivation. WWW.Essays.org.

Diakses Tanggal 25 Desember 2016. Sohail, A., Robina, S., Saleem, S., Samara, A., Azeem, M. 2014. Administrasi

dan Manajemen. Global Jurnal Manajemen dan Penelitian Bisnis. Volume 14 Issue 6 Versi 1,0 Tahun 2014. Universitas Sargodha Pakistan. Penerbit Global Jurnal Inc USA. Diakses tanggal 25 desember 2016.

Pusat Penilaian Pendidikan. 2010. puspendik.kemdikbud.go.id/.../Idwin%20Irma-

presentasi%20calistung%202016.pdf. Diakses tanggal 20 Desember 2016.

Pengaruh Disiplin dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Pada SMA Negeri

Di Kabupaten Pamalang.

Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja Guru dan Kedisiplinan Siswa Terhadap

Prestasi Belajar Siswa SMA/MA di Kota Mataram Nusa Tenggara Barat.

Iwa Garniwa, 2007. Pengaruh Stress Kerja terhadap Motivasi serta Dampaknya

terhadap Prestasi Kerja Dosen Tetap Universitas Widyatama. Diakses

tanggal 14 juni 2017.

112

Margiati Lulus, 1999. Stres Kerja: Latar Belakang Penyebab dan Alternatif

Pemecahannya. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Surabaya.

Sumber Internet

www. Landasanteori.com >Pendidikan. Diakses Tanggal 20 Desember 2016