BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Masalah waris ...
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah -...
Transcript of PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah -...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan wilayah, khususnya kota terus mengalami pertumbuhan
yang pesat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan penduduk akan ruang dan
mobilitasnya. Perkembangan wilayah juga menyebabkan terjadinya penambahan
dan perluasan sarana dan prasarana sosial yang membutuhkan sarana dan
prasarana transportasi untuk melayani kebutuhan penduduknya. Jika tidak
diantisipasi dengan sarana dan prasarana transportasi yang disertai dengan
peraturan transportasi yang baik, maka akan membawa dampak transportasi yang
negatif, yaitu berupa kemacetan lalu lintas dan dampak lingkungan (polusi) yang
akan berpengaruh terhadap jaringan jalan disekitar daerah tersebut. Sarana
transportasi berhubungan dengan jaringan jalan (prasarana transportasi) karena
itu prasarana transportasi harus disesuaikan dengan peningkatan sarana
transportasi. Apabila diantara keduanya tidak terjadi keseimbangan, maka akan
timbul permasalahan transportasi berupa kemacetan. Kemacetan lalu lintas
disebabkan oleh meningkatnya permintaan perjalanan pada suatu periode tertentu
serta jumlah pemakai jalan yang melebihi kapasitas yang ada (Meyer dan Miller,
1984).
Fenomena tersebut di atas terjadi juga di Kota Bandung yang jumlah
penduduknya berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 adalah 2.270.970 jiwa
dengan rata-rata kepadatan penduduk mencapai 13.505 jiwa/hektar (Kota
2
Bandung Dalam Angka Tahun 2000). Hal ini terlihat pada pesatnya pertumbuhan
dan perkembangan di kawasan pusat kota. Pusat Kota Bandung yang secara
keruangan merupakan lokasi sentral dan orientasi penduduk Kota Bandung,
merupakan tempat yang sangat strategis dan paling diincar untuk berlokasinya
kegiatan ekonomi. Kondisi ini menyebabkan kawasan pusat kota menanggung
beban untuk dapat menampung kegiatan tersebut. Kondisi ini pula menjadikan
pusat kota berubah dan berkembang menjadi tempat beraglomerasinya kegiatan
ekonomi terutama kegiatan perdagangan. Perkembangan ini semakin pesat dan
meluas sehingga pada saat ini sudah berada pada kondisi yang jenuh dan
menyebabkan kawasan fungsional sekitarnya berubah menjadi kontinum
(kelanjutan) dari kawasan perdagangan pusat kota akibat pusat kota sudah tidak
dapat lagi menampung kegiatan-kegiatan tersebut. Tepi-tepi jalur jalan utama dari
pusat kota yang semula merupakan daerah permukiman, saat ini telah berubah
(berpenetrasi dan berinvasi) serta dipenuhi dengan kegiatan perdagangan,
terutama pertokoan serta pusat perbelanjaan, dan pola pemanfaatan lahannya
menjadi bersifat campuran (mixed and use).
Penyelenggaraan bidang transportasi menjadi satu permasalahan serius di
Kota Bandung. Kemacetan lalu lintas, pelayanan angkutan kota yang buruk,
perparkiran, dan masalah lingkungan yang ditimbulkannya memerlukan
penanganan serius, profesional, koordinatif dan berkelanjutan. Masalah
transportasi muncul antara lain karena sampai tahun 2005, total panjang jalan di
kota Bandung sekitar 1.168,81, dan 169,116 km diantaranya tergolong
berkondisi rusak (Badan Pusat Statistik Jawa Barat Tahun 2005). Struktur
3
jaringan jalan juga rumit karena tidak hierarkis dan polanya sentralistik, missing
link pada jalan arteri, serta lebar jalan/kapasitas terbatas dan tidak dioperasikan
optimal (Badan Pusat Statistik Jawa Barat Tahun 2005). Selanjutnya Badan Pusat
Statistik Jawa Barat (2005) menyebutkan tiga tahun terakhir (2002-2004)
pertumbuhan jalan di kota ini praktis statis alias nol persen. Pertumbuhan jaringan
jalan hanya 0,2% - 0,5% setiap tahun. Tentu saja tidak sebanding dengan
tingginya laju pertumbuhan jumlah kendaraan yang selalu meningkat sebesar 11%
per tahunnya. Peningkatan itu terbesar pada sepeda motor yang tahun 2006 lalu
naik sebesar 23,4 persen. Disusul dengan mobil pribadi yang meningkat sebesar
20,9 persen. Hal ini mengakibatkan kapasitas jalan yang tidak dapat
mengakomodasi volume lalu lintas dan menjadi penyebab timbulnya kemacetan.
Tabel 1.1 Panjang dan Lebar Jalan Menurut Jenisnya
No Status Jalan Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004
Panjang (Km)
Lebar (m)
Panjang (Km)
Lebar (m)
Panjang (Km)
Lebar (m)
1 Jalan Nasional 42,11 12-42 42,11 12-42 42,11 12-42 2 Jalan Propinsi 22,99 6-17 22,99 6-17 22,99 6-17 3 Jalan Kota 1.103,71 2,5-21 1.103,71 2,5-21 1.103,71 2,5-25
Jumlah 1.168,81 1.168,81 1.168,81 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung Tahun 2004
Tabel 1.2 Kondisi Fisik Jalan Kota Bandung
No Status Jalan
Kondisi Jalan Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun2004
Baik Sedang Rusak Km % Km % Km %
1 Jalan Nasional 2,40 5,65 22,11 52,02 18,00 42,34 2 Jalan Propinsi 14,88 64,72 3,15 13,70 27,95 21,58 3 Jalan Kota 795,795 72,10 184,749 16,74 123,166 11,16
Jumlah 813,075 210,009 169,116 Sumber: Bandung Dalam Angka Tahun 2004
4
Tabel 1.3 Jumlah Sarana Angkutan Umum dan Pribadi Menurut
Jenisnyadi Kota Bandung
No Jenis Kendaraan Banyaknya
2001 2002 2003 2004 2005 2006 1 Sepeda Motor 283.936 324.366 344.132 424.580 428.375 544.660 2 Mobil Penumpang 164.035 175.333 181.115 219.011 230.652 164.774 3 Mobil Barang 43.455 45.648 46.758 54.261 58.084 62.818 4 Mobil Bus 38.469 a) Umum - Bus Besar 1.263 1.276 1.276 1.276 1.400 - Bus Sedang 70 70 70 70 94 - Bus Kecil - - - - - b) Bukan Umum 1.974 2.105 2.151 2.151 2.770 5 Kendaraan Khusus 263 261 260 260 260 260
6 Mobil Penumpang Umum
6.889 8.099 8.526 8.811 9.956 9.956
7 Kendaraan Roda Tiga - - - 555 625 625 Jumlah 501.885 557.158 584.288 710.975 731.316 821.562
Sumber: Samsat Kota Bandung/Satlantas Polwiltabes Bamdung Tahun 2000
Dengan kurangnya prasarana jalan sedangkan sarana transportasi
bertambah menyebabkan sering terjadi kemacetan berlalu lintas di Kota Bandung
serta masuknya berbagai kendaraan yang kebanyakan milik pribadi yang sebagian
besar berasal dari luar Kota Bandung. Kondisi tersebut dibebani dengan pola
penggunaan jalan oleh kegiatan diluar kegiatan transportasi seperti para pedagang
kaki lima (PKL), pasar tumpah, penggunaan lahan parkir serta masih rendahnya
kedisiplinan masyarakat dalam berlalu-lintas. Kondisi itulah yang memicu
lahirnya banyak titik kemacetan di seluruh wilayah Kota Bandung
(www.wikipedia.com).
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung 2013 (2001)
Kota Bandung terbagi menjadi tiga wilayah yaitu Bandung utara yang mencakup
wilayah Bojonegara dan Cibeunying, wilayah Bandung Barat yang mencakup
wilayah Tegallega dan Karees, serta wilayah Bandung Timur yang mencakup
5
wilayah Ujungberung dan Gedebage. Berkaitan dengan ruas jalan yang
mengalami kemacetan lalulintas di Kota Bandung, dibawah ini dapat dilihat ruas
jalan yang mengalami kemacetan lalulintas di Kota Bandung berdasarkan wilayah
bagian Kota Bandung:
Tabel 1.4 Klasifikasi Ruas Jalan Macet Berdasarkan Wilayah Kota Bandung
Wilayah Bandung Utara Wilayah Bandung Barat Wilayah Bandung Utara
No Nama Jalan v/c No Nama Jalan v/c No Nama Jalan v/c 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24 25 26
Jl. Paspati Jl Dr. Junjunan Jl. Raya Cimahi Jl. Setiabudhi Jl. Sukajadi Jl. Prof. Sumantri Jl. Siliwangi Jl. Ir. H. Juanda Jl. Taman Sari Jl. Veteran Jl. Rajawali Jl. Kebunjati Jl. Merdeka Jl. Ciumbeuleuit Jl. Gegerkalong Jl. Prof. Dr. Sutami Jl. Ters. Prof. Sutami Jl. Dipati Ukur Jl. Cemara Jl. Bp. Husen Jl. Cibeureum Jl. Cihampelas Jl. Cipaganti Jl. Diponegoro Jl. Eijkman Jl. Jurang
1,00 0,70 0,960,92 0,88 0,89 0,78 0,971,17 1,08 0,96 0,82 1,15 0,87 0,92 0,70 0,73 1,02 0,73 0,85 0,90 1,00 0,88 0,97 0,91 0,86
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Jl. Ahmad Yani Jl. P.H. Mustofa Jl. Surapati Jl. Pasteur Jl. Soekarno Hatta Jl. Pasirkaliki Jl. Abd. Rahman Saleh Jl. Pajajaran Jl. Martadinata Jl. Wastu Kencana Jl. Gardujati Jl. Astanaanyar Jl. Pasirkoja Jl. Kopo Jl. Terusan Kopo Jl. Pungkur Jl. Gatot Subroto Jl. Moh. Toha Jl. Karapitan Jl. Cikawao Jl. Buahbatu Jl. Asia Afrika Jl. Jend. Sudirman Jl. Kiaracondong Jl. Jakarta Jl. Dalem Kaum Jl. Dewi Sartika Jl. Cikutra Jl. Cicendo Jl. Cijerah Raya Jl. Dr. Cipto Jl. Elang Jl. Gudang Utara Jl. Holis Jl. Jamika Jl. Kebon Kawung Jl. Pagarasih Jl. Pahlawan Jl. Purnawarman Jl. R.A.A. Martanegara Jl. Seram Jl. Tamblong Jl. Ters. Gatot Subroto Jl. Aceh Jl. Braga
1,16 1,06 1,00 0,82 0,930,89 1,06 1,00 1,10 1,08 0,93 1,03 0,97 1,01 1,15 1,10 0,99 1,18 0,98 0,86 0,83 1,04 1,02 1,06 1.02 1,11 1,04 0,91 0,82 0,75 0,80 0,82 0,71 0,83 0,78 0,80 0,70 0,75 0,80 0,70 0,81 0,80 0,79 0,93 0,88
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jl. Raya Cibiru Jl. Raya Ujungberung Jl. Terusan Kiaracondong Jl. Terusan Buahbatu Jl. Ciwastra Jl. Raya Sumedang Jl. Bojongsoang Jl. Cileunyi Jl. Raya Cipadung Jl. Sindang Laya Jl. Margacinta
1,12 1,12
1,09
0,87
0,73 0,90
1,02 1,10 1,05
1,07 1,11
6
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78
Jl. Cibaduyut Jl. Cibolerang Jl. Cigondewah Jl. Cikutra Jl. Cimindi Jl. Cisanggarung Jl. Gardujati Jl. Garuda Jl. Kapt. Tatanegara Jl. Karang Sari Jl. Karapitan Jl. Katamso Jl. Leuwipanjang Jl. Leuwigajah Jl. Pasirkoja Jl. P. Kemerdekaan Jl. Rajawali Barat Jl. Rjawali Timur Jl. Sumbawa Jl. ABC Jl. Abd. Rivai Jl. Banceuy Jl. Caringin Jl. Cibadak Jl. Ciroyom Jl. Ibu Inggit Garnasih Jl. Klipah Apo Jl. Lembong Jl. Lengkong Besar Jl. Lengkong Kecil Jl. Naripan Jl. Sulanjana Jl. Sunda
0,98 0,86 0,86 0,91 0,92 1,00 0,93 0,85 0,89 0,81 0,98 0,92 0,96 1,00 0,97 0,98 0,96 0,94 0,97 1,10 1,02 1,08 1,08 1,03 1,02 1,11 1,52 1,02 1,01 0,94 1,10 1,04 1,09
Sumber: Dinas Bina Marga Kota Bandung Tahun 2000 dan Hasil Analisis Indah Yuliarti Tahun 2004
Permasalahan kemacetan lalu lintas menjadi agenda penting Pemerintah
Kota Bandung demi terciptanya kelancaran dan kenyamanan berlalu lintas. Disatu
pihak Pemerintah Kota Bandung harus mencari solusi terbaik untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Di lain pihak terbentuknya sikap, mental, dan kedisiplinan
yang tinggi di kalangan para pengguna jalan menjadi salah satu jalan demi
tercapainya kenyamanan berlalu lintas.
Masalah diatas menjadi kajian menarik bagi penulis untuk meneliti lebih
dalam lagi. Untuk itu penulis mencoba mengungkapkan permasalahan kemacetan
di Kota Bandung yang kaitannya dengan sarana dan prasarana transportasi yang
7
ada di Kota Bandung. Dalam mengarahkan pembahasan penulis menjabarkan
melalui judul: Hubungan Sarana dan Prasarana Transportasi dengan Tingkat
Kemacetan di Kota Bandung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka,
penelitian ini memfokuskan kajian pada “Adakah Hubungan antara Sarana dan
Prasarana Transportasi dengan Tingkat Kemacetan di Kota Bandung”. Secara
lebih rinci masalah penelitian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana transportasi di kota Bandung?
2. Bagaimana tingkat kemacetan di Kota Bandung?
3. Bagaimana hubungan antara sarana dan prasarana transportasi dengan tingkat
kemacetan di Kota Bandung?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan peneliti yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi sarana dan prasarana transportasi di kota Bandung?
2. Menganalisis tingkat kemacetan di Kota Bandung?
3. Menganalisis hubungan antara sarana dan prasarana transportasi dengan
tingkat kemacetan di kota Bandung?
8
Adapun manfaat peneliti yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai masukan data bagi lembaga atau instansi terkait dalam hal
pengelolaan lahan yang berkaitan dengan sarana dan prasarana transportasi.
2. Sebagai dasar pengembangan dalam sarana dan prasarana transportasi.
3. Sebagai dasar pengkajian untuk penelitian lanjutan mengenai sarana dan
prasarana transportasi dan kemacetan lalu lintas.
4. Menambah wawasan serta meningkatkan pemahaman konsep dan aplikasi
teori geografi bagi peneliti.
D. Definisi Operasional
Judul yang di bahas dalam penelitian ini adalah “ Hubungan Sarana dan
Prasarana Transportasi Dengan Tingkat Kemacetan Di Kota Bandung”
Untuk memudahkan proses penelitian sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman dalam menafsirkan penelitian ini maka akan diuraikan definisi
operasional sebagai berikut:
1. Sarana Transportasi
Sarana transportasi merupakan alat transportasi darat yang digunakan oleh
manusia untuk mencapai kemudahan. Alat transportasi ini bertujuan untuk
pengangkutan barang atau manusia oleh berbagai jenis kendaraan yang sesuai
dengan kemajuan teknologi. Alat transportasi ini secara geografis dapat
dikelompokan menjadi 3 sub sektor. Yakni transportasi di darat, transportasi di
laut, dan transportasi udara.
9
Karena penelitian dibatasi pada alat transportasi di darat yang
berhubungan dengan arus lalu lintas, maka penjelasan hanya pada alat transportasi
darat. Moda transportasi di darat mempunyai ciri khusus dibandingkan mada
transportasi lainnya, ciri kekhususannya terletak pada cakupannya yang luas
secara geografis fisik maupun geografis administrasi.
2. Prasarana Transportasi
Prasarana transportasi dalam penelitian ini yaitu jaringan jalan dalam
sebuah kota.
3. Tingkat Kemacetan
Kemacetan lalu lintas merupakan suatu keadaan kondisi jalan bila tidak
ada keseimbangan antara kapasitas jalan (C) dengan jumlah kendaraan yang lewat
(Volume/V). gejala ini ditandai dengan kecepatan yang rendah sampai berhenti ,
jarak antara kendaraan yang satu dengan kendaraan yang lain rapat, pengemudi
tidak dapat menjalankan kendaraan dengan kecepatan yang diinginkannya
(Djamester dalam Tomi Wahyudi 2007:8).
Kemacetan lalu lintas merupakan akibat dari besarnya volume lalu lintas
yang tidak mampu diakomodasi oleh ruas jalan yang mengakibatkan tingginya
waktu perjalanan dan rendahnya kecepatan rata-rata. Kemacetan lalu lintas
(congestion) di jalan terjadi karena ruas jalan tersebut sudah mulai tidak mampu
menerima/melewatkan luapan arus kendaraan yang dating secara lancer.
Kemacetan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemacetan lalu lintas yang
terjadi di Kota Bandung.
10
4. Kota
Rumusan kota menurut Bintarto (1984: 36) sebagai berikut:
“Kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan strata kehidupan ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai benteng budaya yang ditimbulkan oleh unsure-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.”
Pengertian kota di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri No.4 Tahun 1980, bahwa kota mengandung dua pengertian; pertama kota
sebagai suatu wadah yang memiliki batasan administratif sebagaimana telah diatur
dalam perundang-undangan; kedua kota sebagai suatu lingkungan kehidupan
perkotaan yang mempunyai cirri non agraris, misalnya ibu kota kemacetan, ibu
kota kabupaten yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan pemukiman. Adapun
kota yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Kota Bandung yang termasuk
dalam propinsi Jawa Barat.
E. Anggaoan Dasar
Menurut Surakhmad (dalam Arikunto 1998:60), mengemukakan bahwa:
“anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang
kebenarannya dapat diterima penyidik dank arena bersifat subyektif, maka setiap
peneliti dapat merumuskan anggapan dasar yang berbeda”.
Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka sebagai landasan berfikir dalam
penelitian ini penulis mengungkapkan anggapan dasar sebagai berikut:
11
1. Kelancaran arus lalu lintas di Kota Bandung tergantung pada kesesuaian
antara sarana dan prasarana transportasi.
2. Besar kecilnya volume kemacetan di Kota Bandung tergantung pada
kesadaran pengemudi dan pengguna jalan dengan para petugas kepolisian
jalan raya.
F. Hipotesis
Menurut Hadi (dalam Arikunto 1998:67), mengemukakan bahwa:
“hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.
Sesuai dengan pendapat diatas, dalam penelitian ini penulis
mengungkapkan hipotesis sebagai berikut:
1. Ho (Hipotesis nol) yang menyatakan, bahwa:
a. Tidak ada hubungan antara sarana transportasi dengan tingkat kemacetan di
Kota Bandung.
b. Tidak ada hubungan antara prasarana transportasi dengan tingkat kemacetan
di Kota Bandung.
2. Ha (Hipotesis alternatif/kerja) yang menyatakan, bahwa:
a. Ada hubungan antara sarana transportasi dengan tingkat kemacetan di
Kota Bandung.
b. Ada hubungan antara prasarana transportasi dengan tingkat kemacetan di
Kota Bandung.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pergerakan dalam kehidupan sudah merupakan hal yang setiap hari
dilakukan oleh manusia dalam menjalankan aktivitas kehidupannya, apakah itu
aktivitas sosial, politik, ekonomi, pengembangan IPTEK, budaya, dan lain-lain.
Pergerakan manusia yang dinamis ini membutuhkan alat bantu pergerakan yaitu
transportasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Djamari (Odan Wahyudin 1998:18)
bahwa “Transportasi adalah pergerakan manusia dan barang dari suatu tempat ke
tempat lainnya.”
Transportasi juga diartikan sebagai sarana pelayanan yang memenuhi
pergaulan masyarakat perkotaan, apalagi dewasa ini aktivitas kegiatan manusia
telah mencapai taraf kemajuan, semakin kompleks dan beragam, menghadapi hal
ini artinya pengelolaannya menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang
terkait dengan berbagai faktor. Menyadari pentingnya transportasi maka
transportasi harus diatur dalam kesatuan sistem, hal ini diungkapkan oleh Morlok
diterjemahkan oleh Hainim (1985:6):
Suatu sistem transportasi perkotaan apakah itu berupa sarana jalan raya baru, sarana transit yang baik, menentukan cara terbaik dalam mengatur lalu lintas melalui sistem tersebut, ataukah hanya sekedar mengatur rute-rute transit untuk melayani kebutuhan perjalanan saat ini dengan lebih baik.
A. Sistem Transportasi
Secara umum sistem dapat diartikan sebagai satu kesatuan, suatu unit, atau
integrasi yang bersifat komprehensif yang terdiri dari elemen-elemen, unsur-
13
unsur, atau komponen-komponen, subunit-subunit dimana unsur-unsur atau
komponen tersebut saling mendukung dan bekerja sama yang membuat timbulnya
integritas. Dengan demikian kalau salah satu unsur, elemen, atau komponen rusak
maka ikut rusak pulalah sistem tersebut.
Sedang transportasi menurut Alexander dan Gibson (1980) adalah:
Transportation is an important geography elemential spatial variable by which religion can be delimited and their caracteristic studed in term of wich relationship can be analized, such as relationship among location, traffic flowand other fenomena. Transportasi adalah elemen penting dalam geografi yang merupakan
variabel dari wilayah dimana suatu wilayah dapat diketahui karakteristiknya dan
dianalisis keterhubungannya, seperti hubungan lokasi suatu tempat, arus lalu
lintas, dan fenomena lain. Hal ini menunjukan transportasi merupakan bagian
integral dari suatu fungsi masyarakat dan berhubungan erat dengan gaya hidup,
jangkauan dan lokasi dari kegiatan yang produktif dan tingkat pelayanan serta
pendistribusian. Dengan begitu transportasi dapat dikatakan kegiatan yang
kompleks dari berbagai aspek yang mempengaruhinya.
Keadaan fisik dan sosial wilayah dengan komponen transportasi akan
membentuk suatu sistem. Sistem transportasi akan berpengaruh pada struktur
ruang suatu kota, dengan adanya transportasi yang teratur maka kegiatan manusia
pada ruang tersebut akan meningkat, oleh karena itu sistem transportasi tidak
dapat dipisahkan dari infrastruktur kota baik di daerah perkotaan maupun
pedesaan.
14
Sistem transportasi perkotaan merupakan fungsi dari berbagai fungsi fisik
kota, banyak fungsi yang didapatkan dari sistem transportasi antara lain menurut
Fidel Miro (1997:11), yaitu sebagai berikut:
(1) Peranan transportasi dalam peradaban manusia, perkembangan peradaban manusia akan tergambar jelas dari perkembangan aktivitas sosial ekonominya. Pada zaman ini kebutuhan hidup telah semakin beragam dan objek pemuas kebutuhanpun berpencar serta gaya hidup manusiapun telah cenderung menentap, maka transportasi dan peningkatan teknologinya makin diperlukan. (2) Peranan transportasi dalam ekonomi, dari aspek ekonomi, transportasi sangat jelas manfaatnya dalam proses produksi, distribusi, dan pertukaran kelebihan. Dalam proses produksi semua faktor-faktor produksi tentu tidak akan ada pada suatu tempat, melainkan terdapat di banyak tempat. Untuk menyatukan agar dapat diproses menjadi barang kebutuhan akhir, transportasi memainkan peranan penting mempermudah dan mempercepat tersedianya faktor produksi itu pada suatu tempat yang kita inginkan. Begitu pula dalam proses penyebaran barang dan jasa akhir, transportasi dapat memindahkan suatu barang ke daerah yang miskin faktor produksi untuk menghasilkan barang akhir tersebut sehingga pemerataan barang dan jasa ke semua daerah dapat terjamin. (3) Peranan transportasi dalam bidang sosial, peranan transportasi dalam aktivitas sosial masyarakat, lebih banyak terlihat bagaimanan transportasi dapat mempermudah kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan non ekonomi yang menyangkut hubungan kemanusiaan. Untuk hubungan kemanusiaan ini transportasi dapat memberikan dukungan kemudahan seperti: pertukaran informasi, rekreasi, pelayanan perorangan/kelompok, kerumah sakit, keagamaan, dll. (4) Peranan transportasi dalam bidang politik, faktor geografis indonesia sebagai negara kepulauan, transportasi dapat mendukung usaha persatuan nasional, usaha peningkatan pelayanan yang lebih merata keseluruh penjuru tanah air, memberikan perlindungan terhadap pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya.
B. Sarana dan Prasarana Transportasi
1. Sarana Transportasi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud dengan sarana
adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud
atau tujuan; alat; media. Sarana transportasi merupakan alat transportasi yang
15
digunakan oleh manusia untuk mencapai kemudahan. Alat transportasi merupakan
komponen dari sistem transportasi yang digunakan oleh masyarakat banyak yang
merupakan alat penunjang untuk terselenggaranya suatu proses (Puslitbang Jalan
Tahun 1986).
Alat transportasi ini bertujuan untuk pengangkutan barang atau manusia
oleh berbagai jenis kendaraan yang sesuai dengan kemajuan teknologi. Menurut
Puslitbang Jalan (1986) alat transportasi ini secara geografis dapat dikelompokan
menjadi 3 sub sektor. Yakni transportasi di darat, transportasi di laut, dan
transportasi udara.
Karena penelitian dibatasi pada alat transportasi di darat yang
berhubungan dengan arus lalu lintas, maka penjelasan hanya pada alat transportasi
darat. Moda transportasi di darat mempunyai ciri khusus dibandingkan mada
transportasi lainnya, ciri kekhususannya terletak pada cakupannya yang luas
secara geografis fisik maupun geografis administrasi.
a. Jenis dan Macam Alat Transportasi
1) Klasifikasi jenis kendaraan
Menurut Samsul B, Mualim T (1967:22) secara umum alat transportasi di
bagi ke dalam 2 golongan yaitu kendaraan bermotor dan tidak bermotor. Menurut
batasannya kendaraan bermotor ialah ”setiap kendaraan yang bergerak dengan
peralatan teknik yang ada pada kendaraan itu, biasanya digunakan untuk
pengangkutan orang atau barang dari jalan raya”.
16
Dalam Pedoman Penyelidikan Lalu Lintas Persimpangan Jalan Kota,
(Puslitbang Jalan Tahun 1986), disebutkan jenis kendaraan dibedakan menjadi 5
jenis, seperti ditunjukan pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Jenis Kendaraan
No Jenis Tipe Kendaraan
1
Kendaraan tidak bermotor Jenis a Jenis b Jenis c Jenis d
Sepeda Beca Gerobak ditarik orang/hewan Kereta kuda
2 Sepeda motor Sepeda motor, Vespa
3 Mobil penumpang Jenis a Jenis b
Bemo, helicak, cator Sedan, jeep, pick up, mini bus
4 Truk/bus Truk (rigid) 2as dan 3as (tandem)
Truk-truk pada umumnya
5 Truk berat Semi trailler
Trailler (gandengan) Sumber: Puslitbang Jalan Tahun 1986
2) Alat transportasi ditinjau dari segi peruntukan (Tipe penggunaan)
Menurut Fidel Miro (1997:40), ditinjau dari segi peruntukan (tipe
penggunaan) moda angkutan kota dapat dikelompokan atas tiga kelompok besar,
yaitu: (a) Moda transportasi kota untuk pribadi, (b) Moda transportasi kota
disewakan sesuai dengan keinginan pemakai jasa, (c) Moda transportasi kota
untuk umum.
Bagi moda angkutan yang diperuntukan untuk pribadi dan untuk
disewakan tidak ada permasalahan pokok karena rute tempuh bebas dan langsung
melayani asas tujuan. Sedangkan moda untuk angkutan umum, karena tingkatan
pelayanannya berbeda dan kompleks. Moda angkutan kota yang diperuntukan
17
untuk umum seringkali menghadapi permasalahan terutama disegi
keandalaan/ketersediaannya yang kurang memenuhi secara kuantitas dan kualitas.
Kebutuhan angkutan umum sangat diperlukan di wilayah perkotaan, hal
ini disebabkan penduduk di wilayah perkotaan umumnya sangat padat, sehingga
mempunyai mobilitas hidup yang tinggi dalam kegiatannya sehari-hari.
Pemakaian kendaraan umum dimaksudkan untuk memenuhi tingkat pelayanan
yang meliputi waktu tempuh, waktu tunggu, keamanan yang terjamin selama
dalam perjalanan.
Menurut DIRJEN Perhubungan Darat Tahun 2001 Setiap kendaraan
umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Mencantumkan nama perusahaan, dan nomor urut kendaraan pada sisi kiri, kanan, dan belakang kendaraan
b) Memasangkan trayek yang memuat asal dan tujuan serta jalan yang dilalui c) Jenis trayek yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok d) Jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dash board e) Dilengkapi kotak obat lengkap dengan isinya.
b. Pengendara/Pengemudi
Pengendara/pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan.
Pengemudi mempunyai peranan penting sebagai motor penggerak arus lalu lintas
barang dan manusia. Pengemudi merupakan sumber daya manusia yang langsung
berhubungan dengan kegiatan mobilitas sosial ekonomi, dan politik, khususnya
sebagai pengendara dan penggerak kendaraan (DIRJEN Perhubungan Darat
Tahun 2001).
Mengenai pengemudi ini, UU No.3 tahun 1965 tentang lalu lintas dan
angkutan jalan (Soerjono Soekanto, 1982:100) memberikan pengertian pengemudi
sebagai berikut:
18
”Pengemudi adalah seseorang yang mengemudikan kendaraan atau yang langsung mengawasi orang lain mengemudi. Artinya pengemudi mencakup semua orang yang mengemudikan kendaraan (baik kendaraan bermotor maupun tidak bermotor). Orang yang sedang memberikan pelajaran kepada orang lain juga dianggap sebagai pengemudi”. Selanjutnya DIRJEN Perhubungan Darat (2001) mengemukakan bahwa
setiap orang memiliki potensi dan bisa menjadi pengemudi karena berbagai
alasan, yaitu:
(1) Mengemudi kendaraan sebagai pekerjaan utama, seperti sopir angkutan umum, sopir di perusahaan pemerintah atau di swasta. (2) Mengemudikan kendaraan miliknya sendiri, baik untuk bekerja atau keperluan lain di luar kegiatan pekerjaan. (3) Mengemudikan kendaraan milik orang lain diluar pekerjaan
Pengemudi mempunyai peranan penting, adanya gangguan-gangguan lalu
lintas yang disebabkan oleh pengemudi (seperti terjadi pelanggaran lalu lintas)
secara langsung akan mengganggu arus lalu lintas dan pada gilirannya akan
merugikan terhadap kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat bahkan negara.
Menurut Suwarja Djayapermana (Dadang Sungkawa: 1995:46),
pengemudi yang mengemudikan suatu kendaraan di jalan harus memenuhi hal-hal
sebagai berikut:
1) Bilamana diperiksa oleh yang berwajib, pengemudi harus dapat menunjukan: (1) SIM, (2) STNK, (3) Surat Coba kendaraan, (4) Surat tanda lunas Pajak, (5) Surat ijin kendaraan
2) Harus memenuhi seluruh ketentuan UU tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan dan syarat-syarat penggandengan dengan kendaraan lain.
3) Harus mengemudikan kendaraannya dengan wajar tanpa dipengaruhi oleh keadaan sakit atau hal-hal lain.
Seseorang pengemudi tidak akan terlepas dari ketentuan-ketentuan dan
kewajiban-kewajiban di jalan raya yang harus dipatuhi seperti yang tercantum
19
dalam UU No.14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan paal 23 (Sinar
Grafika, 1992:9) yaitu:
1) Mampu mengendarakan kendaraan dengan wajar 2) Mengutamakan keselamatan pejalan kaki 3) Menunjukan surat-surat kendaraan dan ijin pengemudi 4) Mematuhi ketentuan tentang rambu-rambu dan marka jalan 5) Memakai sabuk pengaman bagi pengemudi kendaraan roda empat dan
menggunakan helm bagi pengemudi sepeda motor
Memperhatikan dengan adanya suatu kewajiban kendaraan bermotor
dalam mengemudikan kendaraannya di jalan raya telah diatur oleh undang-
undang, maka diharapkan setiap pemakai jalan raya umumnya para pengemudi
kendaraan pribadi dan khususnya pengemudi angkutan kota agar lebih
memperhatikan segala ketentuan di jalan raya agar tercipta lalu lintas yang tertib,
aman, lancar, nyaman, dan berdisiplin.
Perlu disadari bahwa setiap pemakai jalan mau atau tidak mau turut
terlibat dan bertanggung jawab dalam menciptakan situasi dan kondisi lalu lintas
yang aman, tertib, dan lancar.
Undang-undang dan peraturan lalu lintas dibuat untuk keamanan dan
kelancaran lalu lintas, Menurut POLANTAS (2000) setiap pemakai jalan akan
dinilai baik apabila:
1) Mempunyai tanggung jawab moral terhadap sesama manusia/pemakai jalan. 2) Tidak ingin dan menghindari terjadinya kecelakaan yang menimbulkan
kerugian benda apalagi yang mengakibatkan luka-luka atau kematiannya seseorang atau beberapa orang.
3) Mempunyai harga diri dan merasa malu apabila ditangkap oleh yang berwenang karena melanggar undang-undang atau peraturan yang berlaku.
Menurut Polantas (2000) syarat-syarat seorang pengemudi kendaraan
bermotor harus memiliki:
20
1) Cukup umur 2) Sehat jasmani/rokhani 3) Berpengetahuan tentang peraturan lalu lintas 4) Cakap mengemudikan kendaraan
Seorang pengemudi harus dibekali dengan syarat-syarat tersebut. Untuk
mengatasi persoalan pelanggaran lalu lintas seorang pengemudi harus melihat
ketetapan kecepatan kendaraan bermotor yang dianjurkan sesuai yang telah
ditetapkan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Kecepatan Kendaraan Maximum
Daerah Kecepatan Maximum
Di dalam kota - Mobil bus maximum 55 Km/Jam - Mobil gerobag maximum 40 Km/Jam - Dengan gandengan maximum 40 Km/Jam
Di luar kota - Mobil bus dan mobil gerobag maximum 70 Km/jam - Pakai gandengan maximum 50 Km/Jam
Di dalam kota yang ramai
Dapat ditetapkan untuk ketiga jenis tersebut maximum 40 Km/Jam
Di daerah khusus ibu kota
- Kecepatan maximum 60 Km/Jam di jalan-jalan utama - Kecepatan maximum 45 Km/Jam di jalan-jalan ekonomi - Kecepatan maximum 30 Km/Jam di jalan-jalan
lingkungan Sumber: POLANTAS Tahun 2000
Ditinjau dari Undang-undang lalu lintas No.14 tahun 1992, persyaratan
mengenai pengemudi angkutan umum terdapat pada pasal 18 dan pasal 19, yaitu
terpenuhinya:
Pasal 18 (1) Setiap pengemudi kendaraan bermotor, wajib memiliki surat izin
mengemudi. (2) Penggolongan, persyaratan, masa berlaku, dan tata cara memperoleh surat
izin mengemudi, diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 19
(1) Untuk mendapatkan surat izin mengemudi yang pertama kali pada setiap golongan, calon pengemudi wajib mengikuti ujian mengemudi, setelah memperoleh pendidikan dan latihan mengemudi.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (UU No,14 Tahun 1992).
21
Sesuai dengan bunyi pasal 18 dan 19 No.14 tahun 1992 diatas, bahwa
selain harus memiliki kemampuan mengemudikan kendaraan yang dimiliki
melalui pendidikan dan pelatihan mengemudi, juga setiap pengemudi wajib
memiliki surat izin mengemudi (SIM). Hal tersebut dimaksudkan Ujian
kemampuan mengemudi disamping meliputi pengetahuan dan keterampilan juga
meliputi sikap mental calon pengemudi yang merupakan salah satu pertimbangan
pokok di dalam pemberian surat izin mengemudi.
Kemampuan mengemudi dapat diperoleh melalui pendidikan mengemudi,
dengan maksud agar seseorang calon pengemudi memenuhi persyaratan-
persyaratan tersebut di atas.
Penyelenggaraan pendidikan mengemudi tersebut dilaksanakan sesuai
dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 1982 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Surat Izin Mangamudi (SIM) merupakan syarat mutlak bagi setiap
pengemudi/pengendara kendaraan bermotor dan yang harus selalu dibawa serts
pada saat mengendarai kendaraan bermotor.
Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah tanda bukti bahwa pemegangnya
telah memenuhi persyaratan-persyaratan yang dituntut perundang-undangan
dengan melalui suatu ujian atau penelitian dan keterampilan mengemudi yang
dilakukan POLRI, sehingga SIM bagi masyarakat merupakan suatu tanda bukti
kecakapan dan kemampuan untuk mengendarai dan mengemudikan kendaraan
bermotor.
22
2. Prasarana Transportasi
Menurut kamus besar Indonesia yang dimaksud dengan prasarana adalah
segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses
(usaha, pembangunan, proyek, dsb).
Jaringan jalan dalam sebuah kota merupakan prasarana utama transportasi
darat yang dapat mengembangkan daerah-daerah yang dilaluinya, untuk kemudian
diatur sesuai dengan ruang kota sehingga dapat mengoptimalkan potensi kota
tersebut dalam melakukan kegiatannya, dengan demikian jalan merupakan
prasarana utama lalu lintas angkutan, perpindahan manusia dan barang dari satu
tempat ke tempat lain.
Dalam UU lalu lintas no 14 pasal 1 tahun 1992 dijelaskan tentang jaringan
jalan, yaitu sbb:
Jaringan transportasi jalan adalah serangkaian simpul dan atau ruang kegiatan yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan.
a. Fungsi Hierarki Jalan
Fungsi jalan dalam kota merupakan kunci untuk tercapainya kota tertib
dan lancar, secara umum fungsi hierarki jalan dapat dikelompokan berdasarkan
struktur jaringan atas 6 kelompok (Bambang I.S, 1992 dan UU No. 3 Tahun 1980
Tentang Jalan) yaitu:
1) Jaringan jalan berdasarkan sistem: (a) sistem jalan primer, sistem jaringan
jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembanan semua
wilayah, yang menghubungkan simpul jasa distribusi yang berwujud kota. (b)
Sistem jalan sekunder, sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa
23
distribusi untuk masyarakat di kawasan perkotaan, yang menghubungkan
antar dalam pusat-pusat kegiatan di dalam kawasan perkotaan.
2) Jaringan jalan berdasarkan klasifikasi teknis, berdasarkan hal ini, pembedaan
jalan yang dihubungkan dengan kemampuan teknis jalan dalam mendukung
beban lalu lintas, yaitu: (a) Jalan kelas 1: jalan ini mencakup jalan primer dan
dimaksudkan untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam
komposisi lalu lintas tidak terdapat kendaran lambat/kendaraan tidak
bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan-jalan raya yang berjalur
banyak dengan kontruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam arti
tingginya tingkatan pelayanan terhadap lalu lintas. (b) Jalan kelas II: kelas
jalan ini mencakup semua jalan sekunder. Dalam komposisi lalu lintas
terdapat lalu lintas lambat. Kelas jalan ini selanjutnya berdasarkan komposisi
dan sifat lalu lintasnya, dibagi kedalam 3 kelas yaitu kelas IIA, IIB, IIC. (3)
Jalan kelas III: jalan kelas ini mencakup semua jalan penghubung dan
merupakan kontruksi jalan berjalur satu atau dua. Kontruksi jalan yang paling
tinggi peleburan dengan aspal.
Tabel 2.3 Klasifikasi Jalan Raya
Klasifikasi Lalu Lintas Harian Rata-Rata Fungsi Kelas LHR dalam SMP
Primer Sekunder Penghubung
I II A II B II C III
20.000 6.000 sampai 20.000 1.500 sampai 6.000
2.000 -
Sumber: DIRJEN Bina Marga (Nandang Sofyan, 1992:63)
3) Jaringan jalan berdasarkan peranan (fungsi): (a) Jalan arteri, yaitu jalan yang
melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan
24
rata-rata tinggi, dan jumlah dibatasi secara efisien. (b) Jalan kolektor, yaitu
jalan yang melayani angkutan pengumpul dengan ciri-ciri perjalanan sedang,
kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah dibatasi. (c) Jalan lokal, yaitu jalan
yang melayani angkutan setempat, dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah masuk tidak dibatasi.
4) Jaringan jalan berdasarkan peruntukan : (a) Jalan umum, jalan yang
diperuntukan untuk lalu lintas umum. (b) Jalan khusus, jalan yang
diperuntukan untuk lalu lintas selain dari jalan umum, atau jalan yang tidak
diperuntukan bagi lalu lintas umum seperti jalan di komplek-komplek
perkebunan, kehutanan, pertambangan, komplek Hankam, dll.
5) Jaringan jalan berdasarkan status dan kewenangan pembinaan : (a) Jalan
Nasional, jalan ini adalah jalan primer, arteri, dan kelas I, pembinaannya
dilakukan oleh pemerintah pusat. (b) Jalan Propinsi, biasanya merupakan
jalan kolektor primer dan kelas I yang pembinannya dilakukan oleh
pemerintah pusat dan bisa juga oleh PEMDA Tingkat I. (c) Jalan Kabupaten
(Kotamadya), untuk jalan Kabupaten biasanya jalan kolektor dan lokal
primer, kelas jalannya kebanyakan kelas III dan dibina oleh PEMDA Tingkat
II, sedangkan untuk jalan Kotamadya secara mutlak merupakan jaringan jalan
sekunder bisa merupakan jalan arteri sekunder, kolektor sekunder atau lokal
sekunder, yang kelas jalannya bisa dari jalan kelas I-III, serta pembinaannya
dilakukan oleh PEMDA Kotamadya. (d) Jalan Desa, umumnya merupakan
jalan lokal dan akses untuk mencapai pekarangan rumah, bisa merupakan
25
jalan lokal primer atau lokal sekunder serta pembinaannya dilakukan oleh
pemerintah desa setempat.
b. Lingkungan Jalan
Lingkungan atau environment, merupakan faktor yang mempengaruhi
sistem transportasi, menurut John Frangkon (1979: 89) sistem transportasi yang
ada pada suatu daerah mempengaruhi lingkungan tersebut, pengaruh itu berupa:
1) Adanya daerah terbangun
2) Adanya tingkat lalu lintas dalan sistem transportasi
3) Adanya karakter penggunaan transportasi
Menurut M Budianto dan Wahyu Adjie (1982:6) lingkungan jalan yang
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh jaringan jalan terdiri dari unsur-unsur
lingkungan sisi jalan (road side environment) dan pengguna lahan.
a) Lingkungan Sisi Jalan (Road Side Environment) Lingkungan sisi jalan ini mempunyai fungsi sebagai pendukung jalan. Lingkungan ini terdiri dari Kerb dan saluran, Kerb adalah peninggian pada tepi perkerasan atau bahu jalan, terutama dimaksudkan untuk keperluan drainase serta mencegah keluarnya kendaraan dari perkerasan. Saluran adalah salah satu kelengkapan yang harus ada pada setiap jalan yang berfungsi untuk mengalirkan air jalan.
b) Pola Guna Lahan Pola guna lahan merupakan pencerminan adanya aktivitas manusia, karena lahan merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dengan manusia. dengan melihat penggunaan lahan pada suatu daerah maka dapat dilihat bagaimana aktivitas manusia pada lahan tersebut.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa jaringan
transportasi jalan dan penggunaan lahan berjalan dua arah, yaitu perubahan
penggunaan lahan yang menyebabkan perubahan pola transportasi dan perubahan
pada sistem transportasi yang mengakibatkan perubahan pada penggunaan lahan.
26
c. Pengelolaan Lalu Lintas
Pengelolaan lalu lintas bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan
transportasi melalui pelayanan yang dihasilkan oleh sistem transportasi,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Fidel Miro (1997:72)
”Pengelolaan lalu lintas merupakan inti dari keseluruhan transportasi makro, dikatakan inti karena lalu lintas merupakan pertemuan antara kebutuhan permintaan transportasi yang ditimbulkan oleh sistem aktivitas dengan segala kegiatan dan pengaturannya dengan pelayanan (penawaran) transportasi yang disediakan atau dihasilkan oleh sistem transportasi dengan segala unsur-unsur atau komponen-komponen beserta pengaturanya pula”. Dalam Menuju Lalu lintas dan Angkutan Jalan yang Tertib (DIRJEN
Perhubungan Darat Tahun 2001) disebutkan bahwa manajemen lalu lintas adalah
pengelolaan dan pengendalian arus lalu lintas dengan melakukan optimalisasi
penggunaan prasarana yang ada. Hal ini menyangkut kondisi arus lalu lintas dan
juga sarana penunjangnya baik pada saat sekarang maupun yang akan
direncanakan.
Menurut DIRJEN Perhubungan Darat (2001) tujuan diadakannya
pengelolaan transportasi ini adalah:
• Mendapatkan tingkat efisiensi dari pergerakan lalu lintas secara menyeluruh dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi dengan menyeimbangkan permintaan dengan sarana penunjang yang tersedia.
• Meningkatkan tingkat keselamatan dari pengguna yang dapat diterima oleh semua pihak dan memperbaiki tingkat keselamatan tersebut sebaik mungkin.
• Melindungi dan memperbaiki keadaan kondisi lingkungan dimana terdapat sistem transportasi tersebut.
• Mempromosikan penggunaan energi secara efisien atau penggunaan energi lain yang dampak negatifnya lebih kecil daripada energi yang ada.
Tujuan adanya manajemen lalu lintas ini adalah untuk mengatur dan
menyederhanakan lalu lintas dengan melakukan pemisahan terhadap tipe,
27
kecepatan dan pemakaian jalan yang berbeda untuk meminimumkan gangguan
lalulintas pada suatu jalan, melakukan optimalisasi ruas jalan dengan menentukan
fungsi dari jalan dan kontrol terhadap aktivitas-aktivitas yang tidak cocok dengan
fungsi jalan tersebut. Pengaturan lalu lintas ini terdiri dari faktor rambu-rambu
lalulintas dan marka jalan, pedestrian (fasilitas pejalan kaki), sistem parkir, dan
tipe arah jalan.
1) Marka Jalan
Marka jalan adalah tanda-tanda lalu lintas yang digambar dengan cat atau
lain-lain alat pada permukaan jalur jalan untuk memberikan petunjuk kepada para
pemakai jalan tentang pengaturan atas kendaraan-kendaraannya (Samsat Kota
Bandung Tahun 2000).
Para pengemudi diharuskan menempatkan kendaraannya di lajur-lajur
yang tetap sesuai dengan jurusan yang akan diambilnya. Apabila pengemudi
terlanjur salah menempatkan kendaraannya pada jalur yang bukan tujuannya,
maka harus tetap berjalan pada jalur tersebutdan baru berputar pada tempat yang
diperkenankan untuk kemudian kembali dan masuk ke jalur yang
dikehendakinya/dituju (Satlantas Polwiltabes Bamdung Tahun 2000).
Garis putih yang tidak terputus-putus memanjang ditengah-tengah jalur
jalan merupakan garis AS dari jalan dan tidak boleh digilas oleh roda kendaraan
dan ditempat ini kendaraan tidak boleh mendahului kendaraan lain.
Dua garis putus-putus yang memanjang ditengah jalan juga merupakan
garis AS dari jalan, tetapi pada kesempatan yang diperkenankan kendaraan boleh
mendahului kendaraan lain.
28
Menurut DIRJEN Perhubungan Darat (2001) marka jalan yang dibuat dari
paku adalah:
a) Kalau paku-pakunya dipasang kerap maka berarti merupakan pengganti dari gari yang tidak terputus-putus.
b) Kalau dalam jarak 1 meter hanya dipasang 3 buah paku atau kurang maka berarti sebagai pengganti garis putus-putus. Bilamana pengemudi akan merubah arah dan berpindah jalur, maka jauh sebelumnya pengemudi harus memberikan isyaratnya yang jelas sehingga mudah diketahui oleh pemakai jalan yang lain. Jarak yang baik untuk memulai memberi isyarat ialah 50/60 meter dari tempat berpindahnya lajur/arah sehingga tidak mengejutkan.
2) Rambu-Rambu Lalu lintas
Dalam Menuju Lalu lintas dan Angkutan Jalan yang Tertib (POLANTAS
Tahun 2000) secara umum rambu lalu lintas adalah tanda-tanda, alat, atau benda
yang digunakan untuk menyampaikan pesan sebagai piranti pengaturan lalu lintas
jalan berdasarkan jenis pesan yang disampaikan, rambu lalu lintas dapat
dikelompokkan menjadi rambu-rambu sebagai berikut:
a) Rambu peringatan
Rambu yang memperingatkan adanya bahaya agar para pengemudi berhati-
hati dalam menjalankan kendaraannya. Misalnya: rambu yang menunjukkan
adanya lintasan kereta api, atau adanya simpangan berbahaya bagi para
pengemudi (Satlantas Polwiltabes Bamdung Tahun 2000).
b) Rambu petunjuk
Rambu yang memberikan petunjuk atau keterangan kepada pengemudi atau
pemakai jalan lainnya, tentang arah yang harus ditempuh atau letak kota yang
akan dituju lengkap dengan nama dan arah letak itu berada (Satlantas
Polwiltabes Bamdung Tahun 2000).
29
c) Rambu larangan dan perintah
Rambu ini untuk melarang/memerintah semua jenis lalu lintas tertentu untuk
memakai jalan, jurusan atau tempat-tempat tertentu (Samsat Kota Bamdung
Tahun 2000), Misalnya:
• Rambu dilarang berhenti
• Kendaraan harus lewat jalur tertentu
• Semua kendaraan dilarang lewat
Menurut cara pemasangan dan sifat pesan yang akan disampaikan maka
secara garis besar sistem perambuan dapat dikelompokan atas:
• Rambu tetap
• Rambu tidak tetap
Yang dimaksud dengan rambu tetap adalah semua jenis rambu yang
ditetapkan menurut Surat Ketetapan Menteri Perhubungan yang dipasang secara
tetap, sedangkan rambu tidak tetap adalah rambu yang dipasang dan berlaku
hanya beberapa waktu, dapat ditempatkan sewaktu-waktu dan dapat dipindah-
pindahkan (DIRJEN Perhubungan Darat Tahun 2001).
d) Lampu Lalu Lintas
Lampu lalu lintas merupakan suatu alat yang sederhana (manfaat, mekanis
atau elektris) alternatif melalui pemberian prioritas bagi masing-masing
pergerakan dan secara berurutan untuk memerintahkan para pengemudi untuk
berhenti, berjalan. Alat ini memberikan prioritas dalam suatu periode waktu. Alat
pengatur ini menggunakan indikasi lampu hijau, amber, dan merah.
30
Manfaat lampu lalu lintas: (1) Peningkatan keselamatan lalu lintas, (2)
Pemberian fasilitas pada penyebrangan jalan kaki, (3) Peningkatan kapasitas
simpang antara jalan utama, (4) Pengaturan distribusi dari kapasitas berbagai arah
arus lalu lintas/kategori lalu lintas.
3) Pedestrian
Pejalan kaki adalah suatu bentuk transportasi yang penting di daerah
perkotaan, untuk itu kebutuhan fasilitas pejalan kaki merupakan suatu bagian yang
terintegrasi dalam sistem transportasi jalan. Para pejalan kaki berada pada posisi
yang lemah, jika bercampur dengan kendaraan secara tidak langsung akan
memperlambat arus lalu lintas (Samsat Kota Bandung Tahun 2000). Permaslahan
utama pejalan kaki adalah karena konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan,
untuk itu perlunya ketersediaan yang memadai, berupa:
a) Trotoar
Trotoar disediakan pada dua sisi jalan dan penetapan lebar trotoar sesuai
dengan tata guna lahan di sekitarnya, seperti pada Tabel dibawah ini:
Tabel 2.4 Penetapan Lebar Trotoar
Penggunaan Lahan Sekitar Lebar Trotoar Minimum (M)
Lebar Trotoar Dianjurkan (M)
- Permukiman - Perkantoran - Industri - Sekolah - Terminal/stop Bus - Pertokoan/perbelanjaan - Jembatan/terowongan
1.50 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 1.00
2.75 3.00 3.00 3.00 3.00 4.00 1.00
Sumber: DIRJEN Perhubungan Darat 2001
31
b) Zebra Cross
Zebra cross merupakan fasilitas pejalan kaki untuk penyebrangan
sebidang, dalam menempatkan zebra cross ini harus diperhatikan hal-hal berikut
(DIRJEN Perhubungan Darat Tahun 2001):
• Tidak boleh ditempatkan diatas pulau maya ataupun pada mulut persimpangan.
• Pada jalan minor harus ditempatkan 15 meter dibelakang garis henti, dan sedapat mungkin dilengkapi dengan marka jalan yang mengarahkan lalulintas kendaraan.
• Memperhatikan interaksi dari sistem prioritas yaitu volume yang membelok, kecepatan dan penglihatan pengemudi.
• Pada jalan dengan lebar lebih dari 10 m atau lebih dari 4 jalur diperlukan pelindung.
c) Jembatan penyebrangan dan terowongan penyebrangan
Jembatan dan terowongan penyebrangan merupakan jenis fasilitas pejalan
kaki. Penyebrangan tidak sebidang dianjurkan untuk disediakan pada ruas jalan
yang memiliki kriteria sebagai berikut (DIRJEN Bina Marga Tahun 1985):
PV2 lebih dari 2x10s arus pejalan kaki (P) lebih dari 1.100 orang/jam, arus kendaraan dua arah (V) lebih dari 750 kendaraan/jam yang diambil dari arus rata-rata selama 4 jam sibuk. 1) pada ruas jalan dengan kecepatan rencana 70 Km/jam 2) pada kawasan strategis, tetapi tidak memungkinkan para penyebrang jalan
untuk menyebrang jalan selain pada jembatan penyebrangan.
Pada beberapa daerah yang mempunyai aktivitas yang tinggi, seperti
misalnya pada jalan-jalan pusat perkotaan dan pasar, maka suatu pertimbangan
harus diberikan untuk melarang kendaraan-kendaraan memasuki daerah tersebut
dan membuat suatu kawasan khusus pejalan kaki (pedestrian predict).
4) Sistem Parkir
Parkir adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian
kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan pada suatu
32
kurun tertentu. Kebutuhan tempat parkir untuk kendaraan baik kendaraan pribadi,
angkutan penumpang umum, sepeda motor, maupun truk adalah sangat penting.
Kebutuhan tersebut sangat berbeda dan bervariasi tergantung dari bentuk
dan karakteristik masing-masing kendaraan, desain, dan lokasi parkir.
Menurut DIRJEN Perhubungan Darat Tahun 2001 Ada beberapa jenis
fasilitas parkir yang antara lain adalah:
a) Parkir di badan jalan (street parking), fasilitas parkir kendaraan diluar tepi jalan yang penempatannya pada tepi jalan tanpa pengendalian parkir dan kawasan parkir.
b) Parkir diluar badan jalan (off street parking), fasilitas parkir kendaraan diluar tepi jalan umum dibuat khusus penunjang kegiatan yang dapat berupa parkir dan atau gedung parkir. Penempatan parkir diluar jalan ini ditempatkan pada wilayah.
Jenis peruntukan kebutuhan parkir dapat dikelompokan menjadi:
a) Untuk kegiatan parkir yang tetap: pusat perdagangan, pusat perkantoran swasta/pemerintah, pusat perdagangan eceran/pasar swalayan, pasar, sekolah, tempat rekreasi, hotel/tempat penginapan, dan rumah sakit.
b) Untuk kegiatan parkir yang bersifat sementara: bioskop, tempat pertunjukan, tempat pertandingan olah raga, dan rumah ibadah.
5) Tipe Arah Jalan
Menurut DIRJEN Bina Marga (1985) tipe arah jalan secara umum dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu Jalan satu arah, Jalan dua arah, dan Multi line.
a) Jalan satu arah
Jalan satu arah merupakan jalan yang hanya digunakan searah (one
direction), jalan arah ini mempunyai manfaat untuk meningkatkan kapasitas, yang
antara lain menurut DIRJEN Perhubungan Darat Tahun 2001 sebagai berikut:
• Mengurangi hambatan-hambatan pada persimpangan yang ditimbulkan oleh konflik kendaraan yang membelok dan konflik arus kendaraan dan penyebrangan jalan.
33
• Memungkinkan penyesuaian lebar jalur lalu lintas yang dapat menambah jalur baru.
• Meningkatkan waktu tempuh. • Memungkinkan perbaikan pengoperasian angkutan umum dengan
terhindarinya berangkat dan pulang melalui jalan yang sama. • Terjadinya penyebaran lalulintas guna menghindari kemacetan pada jalan-
jalan yang berdekatan. • Menyederhanakan pengaturan lampu pemberi isyarat lalulintas terutama pada
kasus koordinasi.
Selain manfaat yang ada, maka jalan satu arah pun mempunyai kerugian:
• Sejumlah pemakai jalan (kendaraan bermotor) harus memutar untuk mencapai suatu tujuan tertentu, hal ini akan menambah biaya perjalanan.
• Bagi pendatang baru mungkin pengaturan ini membingungkan, khususnya apabila geometri jaringan jalan tidak beraturan serta marka dan rambu tidak jelas.
• Bagi kendaraan-kendaraan untuk kebutuhan darurat seperti pemadam kebakaran dan ambulance, dalam hal ini terpaksa harus memutar.
b) Jalan dua arah dan Multi line
Pada jalan dengan 2 arah atau 3 arah akan terjadi interaksi antara lalu
lintas pada kedua arah tersebut, hal ini akan mempengaruhi arus lalulintas dan
kapasitas jalan (Satlantas Polwiltabes Bamdung Tahun 2000).
d. Kondisi Jalan
Menurut John Frangkon (1979:89) Kondisi jalan merupakan salah satu
bagian yang mempengaruhi kelancaran arus lalu lintas. Kondisi jalan ini
merupakan aspek-aspek yang mempengaruhi jalan secara fisik. Kondisi jalan ini
terdiri dari:
1) Kondisi permukaan jalan 2) Kondisi perkerasan jalan 3) Kondisi iklim dan cuaca 4) Ukuran lebar
34
C. Kemacetan
Kemacetan lalu lintas merupakan suatu keadaan kondisi jalan bila tidak
ada keseimbangan antara kapasitas jalan (C) dengan jumlah kendaraan yang lewat
(Volume/V). gejala ini ditandai dengan kecepatan yang rendah sampai berhenti ,
jarak antara kendaraan yang satu dengan kendaraan yang lain rapat, pengemudi
tidak dapat menjalankan kendaraan dengan kecepatan yang diinginkannya
(Djamester dalam Tomi Wahyudi 2007:8).
Dari pengertian diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kemaceta
adalah keadaan dominan tingkat pemakaian jalan telah melebihi kapasitas jalan
atau ketika volume lalu lintas melebihi kapasitas yang ada. Indikasi suatu jalan
telah mengalami kemacetan (Djamester dalam Tomi Wahyudi 2007:8) adalah
sebagai berikut:
• Gerakan kendaraan sudah mengalami hambatan sampai terhenti sama sekali • Terbentuknya antrian kendaraan baik satu arah atau dua arah • Antrian kendaraan bergerak lambat atau terhenti sama sekali
Bila volume lalu lintas telah melebihi kapasitas, hal ini merupakan
gambaran bahwa jaringan jalan tidak dapat menampung tambahan permintaan
transportsi yang baru.
Fenomena kemacetan yang terjadi pada daerah perkotaan berkaitan dengan
arus lalu lintas pada jaringan jalan kota tersebut, kapasitas jalan, dan tingkat
pelayanan suatu jaringan jalan.
35
1. Arus lalu lintas
Pengertian arus lalu lintas secara umum adalah suatu keadaan yang
menggambarkan hilir mudiknya manusia/ barang dalam bentuk jarak, ruang
tertentu antara dua daerah atau lebih yang saling membutuhkan.
Dalam Menuju Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Yang Tertib (DIRJEN
Perhubungan Darat Tahun 2001) arus lalu lintas mempunyai 3 karakter yang
mempengaruhi dinamika arus lalu lintas jalan, yaitu:
a. Volume
Adalah jumlah kendaraan yang melalui satu titik yang tetap pada jalan
dalam satuan waktu. Volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari atau
kendaraan/jam. Volume dapat juga dinyatakan dalam periode waktu yang lain.
Perhitungan volume lalu lintas dapat menggunakan beberapa terminologi (Samsat
Kota Bandung Tahun 2000) antara lain:
1) Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT atau AADT) adalah volume lalu lintas total pada suatu jalan selama setahun dibagi dengan 365.
2) Volume Jam Perencanaan (VJP atau DHV) adalah volume lalu lintas per jam yang digunakan untuk mendesain jalan.
3) Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR atau ADT) adalah volume lalu lintas pada suatu jalan selama periode tertentu yang dianggap mewakili lalu lintas dalam setahun dibagi oleh jumlah hari pada periode tersebut.
4) Lalu Lintas Harian Rata-rata Bulanan adalah volume lalu lintas total selama bulan tertentu, dibagi dengan jumlah hari dalam bulan tersebut.
5) Volume Jam Maksimum Tahunan adalah volume per jam tertinggi dalam satu tahun (sedangkan volume jam tersibuk ke tiga puluh adalah volume jam tersibuk ketiga puluh dalam satu tahun).
b. Kecepatan
Kecepatan adalah perubahan jarak dibagi dengan waktu. Kecepatan dapat
diukur sebagai kecepatan titik, kecepatan perjalanan, kecepatan ruang, dan
kecepatan gerak. Kelambatan merupakan waktu yang hilang pada saat kendaraan
36
berhenti, atau tidak dapat berjalan sesuai dengan kecepatan yang diinginkan
karena adanya sistem pengendali atau kemacetan lalu lintas (Samsat Kota
Bandung Tahun 2000).
c. Kepadatan
Kepadatan adalah rata-rata jumlah kendaran persatuan panjang jalan.
K = N/1
Dimana: K = Kepadatan Lalu Lintas N = Jumlah Kendaraan pada lintasn 1 (kend) L = Panjang Lintasan (Km) Sumber: DIRJEN Perhubungan Darat Tahun 2001
Lalu lintas jalan raya pada umumnya terdiri dari berbagai jenis kendaraan,
seperti kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, dan kendaraan tidak
bermotor. Setiap kendaraan mempunyai karakteristik pergerakan yang berbeda,
karena dimensi kecepatan, percepatan maupun kemampuan manuver masing-
masing tipe kendaraan berbeda, disamping juga pengaruh geometrik jalan. Oleh
karena itu menyamakan satuan dari masing-masing jenis kendaraan digunakan
suatu satuan yang bisa dipakai dalam perencanaan lalu lintas yang disebut SMP
(Satuan Mobil Penumpang) (POLANTAS Tahun 2000)
Dalam hubungannya dengan kapasitas jalan, pengaruh dari setiap jenis
kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu lintas diperhitungkan dengan
membandingkan pengaruh dari Satuan Mobil Penumpang (SMP).
Besarnya SMP yang direkomendasikan oleh DIRJEN Perhubungan Darat
Tahun 2001:
37
Tabel 2.5 Faktor Satuan Mobil Penumpang
No. Jenis Kendaraan Kelas SMP
Ruas Simpang
1
Sedan/ Jeep Oplet Microbus Pick Up
LV 1.00 1.00
2 Bus Standard Truck Sedang Truck Berat
HV 1.20 1.30
3 Sepeda Motor MC 0,25 1,40
4 Becak Sepeda Andong, dll.
UM 0,80 1,10
Sumber: DIRJEN Perhubungan Darat Tahun 2001 Keterangan: LV = Light Vehicle (Kendaraan ringan) HV = Heavy Vehicle (Kendaraan berat) MC = Motorcycle (Sejenis sepeda motor) UM = Unmotorised Vehicle (Tidak bermotor) 2. Kapasitas dan Tingkat Pelayanan
Di dalam pengendalian arus lalu lintas, salah satu aspek yang penting
adalah kapasitas jalan serta hubungannya dengan kecepatan dan kepadatan lalu
lintas. Kepadatan kendaraan yang melintas di jalan raya diukur dengan melihat
kapasitas jalan tersebut. Kapasitas jalan adalah volume kendaraan maksimum
yang dapat melewati jalan per satuan waktu dalam kondisi tertentu. Menurut
Soewardjoko w (1981: 24):
”Kapasitas jalan adalah kendaraan maksimum yang dapat lewat pada jalan tersebut dalam periode satu jam tanpa kepadatan lalu lintas yang dapat meyebabkan hambatan waktu, bahaya, atau mengurangi kebebasan pengendara menjalankan kendaraannya.” Pengertian lain kapasitas jalan Menurut Clarkson H. Oglesby dan R Garry
Hicks (1988: 272):
38
”Kapasitas suatu ruas jalan dalam satu sistem jalan raya adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu maupun dua arah) dalam periode waktu tertentu dikondisi jalan dan lalu lintas yang umum.” Menurut Abubakar dkk (Rekayasa Lalu Lintas Tahun 1999), besarnya
kapasitas jalan tergantung khususnya pada lebar jalan dan gangguan terhadap arus
lalu lintas yang melewati jalan tersebut. Kapasitas jalan dipengaruhi oleh beberapa
hal diantaranya:
a. Kondisi Ideal
Kondisi ideal dapat dinyatakan sebagai kondisi yang mana peningkatan
kondisi jalan lebih lanjut dan perubahan kondisi cuaca tidak akan menghasilkan
pertambahan nilai kapasitas (Abubakar dkk, 1999) .
b. Kondisi Jalan
Menurut Abubakar dkk (Rekayasa Lalu Lintas Tahun 1999) kondisi jalan
yang mempengaruhi kapasitas meliputi:
1) Tipe fasilitas atau kelas jalan. 2) Lingkungan sekitar (misalnya antar kota atau perkotaan). 3) Lebar lajur/jalan. 4) Lebar bahu jalan. 5) Kebebasan lateral (dari fasilitas pelengkap lalu lintas). 6) Kecepatan rencana. 7) Alinyemen horizontal atau vertical. 8) Kondisi permukaan jalan dan cuaca.
c. Kondisi Medan
Untuk mengukur kualitas pelayanan dari ruas jalan adalah dengan
menggunakan tingkat pelayanan, dimana kualitas ruas jalan tersebut merupakan
hubungan antara kecepatan, tingkat pelayanan, dan rasio volume terhadap
kapasitas untuk jalan. Tingkat Pelayanan (Level of Service) umum digunakan
39
sebagai ukuran dari pengaruh yang membatasi akibat peningkatan volume. Setiap
arus jalan dapat digolongkan pada tingkat tertentu yaitu, antara A sampai F yang
mencerminkan kondisinya pada kebutuhan atau volume pelayanan tertentu
(DIRJEN Perhubungan Darat Tahun 2001) .
Tabel 2.6 Karakteristik Tingkat Pelayanan
Tingkat Pelayanan Karakteristik-Karakteristik Batas Lingkup
V/C
A Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan
0,00 – 0,20
B Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas, pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan
0,20 – 0,44
C Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak dikendalikan, pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan
0,44 – 0,75
D Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan V/C masih dapat ditolerir
0,75 – 0,84
E Volume lalu lintas mendekati/ berada pada kapasitas, arus tidak stabil, kecepatan terkadang terhenti
0,85 – 1,00
F Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah, volume dibawah kapasitas, antrian panjang dan terjadi hambatan-hambatan yang besar
>1,00
Sumber: DIRJEN Perhubungan Darat Tahun 2001
40