PENDAHULUAN jg mnis

download PENDAHULUAN jg mnis

of 81

Transcript of PENDAHULUAN jg mnis

1

PENDAHULUANLatar Belakang Di Indonesia Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt), sangat populer dan banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan jagung biasa. Selain itu, umur produksinya lebih singkat (genjah) sehingga sangat menguntungkan. Komoditas ini merupakan sumber karbohidrat yang penting sehingga dapat merupakan bahan pangan alternatif yang baik selain beras. Kandungan gizi Jagung Manis tiap kilogram berat bahan yang dapat dimakan cukup tinggi yaitu energi 96 kalori, protein 3,5 gram, lemak 1,0 gram, karbohidrat 22,8 gram, kalsium 3,0 mg, fosfor 111, besi 0,7, vitamin A 4000 SI, vitamin B 0,15 mg, dan vitamin C 12 mg, air 72,2 gram. Tanaman Jagung Manis cocok untuk berbagai pola tanam sehingga dapat lebih meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, jagung juga memberi keuntungan kepada orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pengolahan dan pemasaran. Pada umumnya sifat produk hasil pertanian yang mudah rusak dan membusuk dalam waktu yang relatif singkat sehingga mutunya menurun bahkan tidak dapat dikonsumsi sama sekali. Realita dilapangan para petani atau produsen hasil pertanian masih kurang mengetahui pentingnya kegiatan penanganan pascapanen, sehingga hasil panen yang dianggap baik dan diperkirakan akan banyak menguntungkan menjadi rusak, busuk, dan akhirnya terjadi penurunan kualitas dan kuantitas hasil pertanian, bahkan menyebabkan harga jual menjadi rendah. Beranjak dari hasil wawancara lewat kuesioner dengan beberapa ketua kelompoktani, bahwa dari ke lima susbsistem agribisnis, subsistem agroindustri merupakan subsistem yang paling lemah untuk dilaksanakan oleh petani baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan sehingga perlu mendapat prioritas utama dalam pengembangan agribisnis jagung manis. Rata-rata skor penilaian untuk subsistem agroindustri hanya mencapai 2,04 dari beberapa indikator yang ditanyakan.

2

Ditinjau dari aspek pengetahuan, secara umum petani di Kecamatan Bumiaji belum memahami dan melaksanakan secara benar tentang kapan waktu yang tepat dan bagaimana cara penanganan pascapanen Jagung Manis, sehingga petani tidak banyak mengalami kehilangan hasil dan penyusutan akibat penanganan pascapanen yang terlambat. Hal ini dapat dilihat dari hasil panen yang dijual di pasaran terdekat dimana kondisi Jagung Manis yang sudah mulai susut, rusak dan secara visual kurang menarik karena kesalahan penanganan pascapanen, yang akan berdampak pada penurunan harga Jagung Manis tersebut. Di sisi lain, para petani di Kecamatan Bumiaji pun belum mengenal secara luas tentang teknik pengolahan hasil Jagung Manis seperti susu Jagung Manis, dodol Jagung Manis dan lain-lain, sehingga pendapatan mereka sangat terbatas karena hanya diperoleh dari hasil penjualan Jagung Manis segar dengan harga rata-rata per Rp.2.000 untuk di petani, sekalipun kawasan Kota Batu banyak termasuk kawasan industri pengolahan hasil seperti industri pengolahan apel menjadi kripik. Hal ini terbukti bahwa di sekitar kawasan Kecamatan Bumiaji tidak ditemukan adanya industri dan produk olahan Jagung Manis baik industri dalam skala besar maupun industri dalam rumah tangga. Kondisi seperti ini memerlukan upaya pengolahan hasil untuk memberi tambahan pada petani dalam peningkatan daya saing produk pertanian. Berdasarkan permasalahan di sektor subsistem agroindustri, penulis mencoba membantu petani dalam hal peningkatan pengetahuan tentang penanganan pascapanen Jagung Manis yang benar serta peningkatan keterampilan petani melalui beberapa industri olahan Jagung Manis yang dapat dikembangkan dalam rumah tangga untuk membantu pendapatan petani. Rumusan Masalah Berdasarkan hasil survei dan wawancara langsung dengan ketua kelompoktani di Kecamatan Bumiaji Kota Batu Provinsi Jawa Timur, dapat diketahui permasalahan yang dihadapi petani dalam rangka agribisnis Jagung Manis, diantaranya sebagai berikut.

3

1. Tingkat pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen Jagung Manis

yang masih rendah serta keterampilan dalam pengolahan hasil Jagung Manis yang belum dimiliki. 2. Masih rendahnya tingkat pendapatan petani karena kemampuan yang terbatas dari petani yang mengharuskan petani menjual Jagung Manis dalam bentuk segar tanpa ada hasil olahan lain. Rumusan masalah pada Tugas Akhir (TA) ini adalah upaya pemberdayaan kelompoktani dalam penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis, dapatkah memberikan perubahan pengetahuan dan keterampikan kelompoktani dalam peningkatan pendapatan petani di Kecamatan Bumiaji Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Tujuan Tujuan yang diharapkan pada kegiatan Tugas Akhir ini adalah : 1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam melakukan penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis. 2. Meningkatkan pendapatan dan keuntungan dari proses pengolahan hasil Jagung Manis di kelompoktani. Manfaat Manfaat dari pelaksanaan Tugas Akhir (TA) yang berjudul

Pemberdayaan Kelompoktani dalam Pengembangan Agribisnis Jagung Manis (Zea mays saccharata, Sturt) melalui Penguatan Subsistem Agroindustri di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut. 1. Bagi penulis : mengembangkan potensi diri dalam bersosialisasi dengan petani dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah. 2. Bagi petani : membantu petani dalam memecahkan masalah teknologi penanganan pascapanen, pengolahan hasil, serta perencanaan dalam pengembangan agribisnis Jagung Manis. 3. Bagi penyuluh dan aparat terkait : sebagai usulan bagi aparat penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan kepada petani atau kelompoktani, usulan dalam melakukan pengembangan agribisnis Jagung Manis yang disusun dalam RDK/RUK, dan membantu penyuluh dalam merencanakan pengembangan

4

agribisnis jagung manis di Kecamatan Bumiaji Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

TINJAUAN PUSTAKAKonsep Agribisnis Agribisnis adalah pengembangan komoditas pertanian berorientasi pasar yang dilakukan secara efisien yang dalam skala ekonomi dilengkapi dengan pengembangan penyediaan sarana produksi dan pemasaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat bersangkutan (Saragih, 2001). Sedangkan menurut Nuraeni et al (2004), menyebutkan bahwa agribisnis adalah suatu sistem kompleks yang terdiri atas lima subsistem yaitu :1. Pasokan input (agroinput) 2. Usaha tani (farm agroproduction) 3. Pascapanen dan pengolahan (agroindustry/agroprocessing) 4. Pemasaran (agromarketing), dan 5. Jasa-jasa pendukung (supporting) seperti penelitian dan pengembangan,

pendidikan, jasa penyuluhan, keuangan, transportasi dan sebagainya yang diperlukan untuk membuat sistem tersebut lengkap dan bekerja baik. Subsistem ini merupakan bagian dari sistem agribisnis dimana suatu usaha terkait atau tepengaruh langsung maupun tidak langsung dengan proses produksi biologis. Sedangkan menurut Pambudy dan Kilat (2002), pembangunan sistem agribisnis mencakup pembangunan industri hulu pertanian, usahatani, industri hilir serta jasa-jasa pendukungnya. subsistem utama yaitu :1. Subsistem off farm hulu atau penyediaan agroinput/sarana produksi

Agribsinis sebagai sistem terrdiri dari 3

5

Subsistem ini mencakup kegiatan, ekonomi untuk memproduksi dan mendistribusikan sarana produksi yang dibutuhkan, seperti pupuk, pestisida, agrootomotif (traktor), dan industri pembibitan/pembenihan.2. Subsistem on farm atau budidaya

Subsistem on farm merupakan kegiatan produksi yang menggunakan sarana produksi yang disediakan sub sektor agribisnis hulu dan teknologi lokalita.3. Subsistem off farm hilir atau agroindustri dan pemasaran

Subsistem ini mencakup seluruh kegiatan ekonomi yang menyeluruh dan pemasaran hasil komoditas primer yang dihasilkan oleh kegiatan on farm. Kusnadi (1994) dalam Nuraeni et al (2004) menyatakan bahwa tujuan dari mengevaluasi aspek finansial adalah untuk memastikan seberapa jauh usaha yang direncanakan dinyatakan sehat dari segi keuangan. Analisis finansial mencakup biaya penerapan R/C Ratio dan Break Even Point (BEP). Biaya adalah korbanan ekonomis yang dikeluarkan untuk menghasilkan output. Biaya dibagi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Penerimaan adalah hasil yang diperoleh dari proses produksi usaha tani. Pada usaha agribisnis jagung manis yang dimasud dengan penerimaan adalah hasil penjualan tongkol jagung manis. R/C Ratio adalah perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Semakin tinggi R/C berarti keuntungan yang diperoleh semakin besar. Break Even Point (BEP) adalah nilai titik impas dari suatu usaha. BEP dinyatakan dalam nilai unit dan dalam nilai rupiah. Selain dari hasil analisis finansial, kelayakan usaha aspek sosial juga harus memperhatikan kebutuhan konsumen dan rantai pemasaran. 1. Subsistem Agroinput (Sarana Produksi) Menurut Soedijanto (1995), agroinput adalah kegiatan usahatani yang menghasilkan, menyediakan sarana dan prasarana input bagi kegiatan pertanian yang meliputi kegiatan pengadaan dan penyaluran yang di dalamnya mencakup kegiatan perencanaan, pengelolaan sarana produksi, teknologi dan sumberdaya atau input usahatani yang memenuhi kriteria : tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu, dan terjangkau oleh daya beli. Sedangkan menurut Musyadar

6

dan Nasruddin (2002), subsistem agroinput dalam sistem agribisnis merupakan bagian terbesar dari seluruh sistem agribisnis Indonesia. Di samping itu, juga merupakan subsistem yang banyak menghadapi masalah dalam bentuk keterbatasan seperti modal, lahan, keterampilan, penguasaan teknologi, informasi dan aksesibilitas terhadap pasar, posisi tawar dan sebagainya. 2. Subsistem Agroproduksi (Usahatani) Menurut Musyadar dan Nasruddin (2002), produksi dapat dinyatakan sebagai seperangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam pembuatan barang (goods) atau jasa (services). Kegiatan tersebut akan menciptakan atau menambah nilai guna sesuatu barang atau jasa. Barang atau jasa hasil dari kegiatan produksi disebut produks (product) atau keluaran (ouput). Sedangkan Seodijanto (1995), mengatakan bahwa subsistem proses produksi mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian yang termasuk dalam kegiatan ini adalah perencanaan, pemilihan lokasi, komoditi, teknologi, dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer. 3. Subsistem Agroindustri (Pengolahan Hasil) Menurut Soekartawi (1995), agroindustri dalam pembangunan dan dalam perekonomian nasional telah diyakini oleh semua pihak. Agroindustri mampu meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis, mampu menyerap banyak tenaga kerja, mampu meningkatkan ekspor dan memunculkan industri baru. Karena keunggulan agroindustri inilah maka agroindustri dapat dipakai sebagai salah satu pendekatan pembangunan bagi suatu Negara. Walaupun demikian, pembangunan agroindustri masih dihadapkan oleh berbagai tantangan, baik tantangan atau permasalahan yang ada di dalam nageri maupun di luar negeri. Beberapa permasalahan agroindustri ini khususnya permasalahan di dalam negeri yaitu (1) beragamnya permasalahan berbagai agroindustri menurut macam usaha, khususnya kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan dominan, (2) kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan karena masih berkonsentrasinya

7

agroindustri di perkotaan, (3) kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri, (4) kurangnya fasilitas permodalan (perkreditan) dan kalaupun ada prosedurnya amat ketat, (5) keterbatasan pasar, (6) lemahnya infrastruktur, (7) kurangnya perhatian terhadap penelitian dan pengembangan, (8) lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir, (9) kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing, (10) lemahnya entrepreneurship. Ruang lingkup kegiatan subsistem agroindustri tidak hanya berupa ativitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan yaitu mulai dari panen, penanganan pascapanen, produksi pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk meningkatkan nilai tambah (value added) dan produksi primer. Menurut Apandi (1984) pada buah-buahan dikenal 2 macam istilah yang sulit dibedakan, ialah pematangan atau maturity yang berarti itu menjadi matang atau tua yang kadang-kadang belum bisa dimakan karena rasanya belum enak, dan istilah pemasakan atau ripening dimana buah sudah baik untuk dimakan yang mempunyai rasa enak. Buah-buahan yang dipanen memperlihatkan gejala klimaterik (jadi masak) lebih cepat daripada kalau masih ada pada pohon. Jika buah-buahan masak masih terdapat pada pohon, ada suatu zat inhibitor yang dibawa dari pohon ke buah-buahan yang menyebabkan tidak adanya reaksi buah terhadap zat-zat pendorong pemasakan (ripening), buah mengalami suatu rangkaian perubahan-perubahan, yaitu perubahan warna, tekstur, karbohidrat, lipida, sintesa protein, dan flavor (cita rasa). Kebanyakan dari transformasi metabolik ini diatur oleh enzim-enzim. Perubahan warna merupakan perubahan yang paling menonjol pada waktu pemasakan. Terjadilah sintesa dari pigmen tertentu seperti karotinoid dan flavonoid di samping terjadinya perombakan khlorofil. Oleh karena perombakan/degredasi dari khlorofil, maka karatenoid yang sudah ada namun tidak nyata, menjadi dan buah berubah menjadi warna kuning sampai kemerah-merahan pada jagung. Terjadinya perubahan warna ini disebabkan karena hilangnya khlorofil dan menyebabkan tampaknya warna karatenoid yang kuning, tanpa pembentukan karotenoid baru atau hanya sedikit saja. Perombakan warna ini terjadi segera terjadi segera sesudah tercapai puncak

8

klimaterik dan disertai perubahan tekstur.

Enzim-enzim yang aktif dalam

pemasakan buah-buahan ini adalah pektin esterase (PE), poli-galakturonasa (PG) dan mungkin proto-pektinasa. Perubahan inilah yang menyebabkan perubahan tekstur. Perubahan flavor (cita rasa) disebabkan oleh (1) bertambahnya gula-gula sederhana yang menambah rasa manis, yang disebabkan oleh perubahan zat pati, (2) berkurangnya asam organik, (3) berkurangnya zat-zat fenolik yang menyebabkan kurangnya rasa sepat, (4) bertambahnya zat-zat volatil yang menyebabkan bau harumnya buah masak. Perubahan yang terjadi pada karbohidrat merupakan perubahan yang menyolok pula pada buah-buahan. Gula bertambah oleh hidrolisa polisakharida pati ini, sekalipun sebagian dari gula digunakan untuk resepsi. Jika jagung menjadi tua, gula-gula diubah menjadi pati atau direspirasi menjadi CO2 dan H2O. Oleh karena itu panen jagung untuk konsumsi dilakukan jangan terlalu tua dan memperhatikan penyimpanannya. Pada penyimpanan terjadi proses sebaliknya pada pada umbi dan biji, pada umbi pati dihidrolisa menjadi gula-gula, sedangkan pada biji gula-gula diubah menjadi zat pati. Menurut Rukmana (1997), jagung sudah siap dipanen pada umur 7-8 minggu setelah berbunga. Ciri-ciri tanaman jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot berwarna kuning atau putih kekuning-kuningan, penampakannya mengkilap, apabila ditekan tidak membekas, dan kadar air dalam biji sudah mencapai 35% - 40%, karena jika kadar air melebihi dari itu akan menyebabkan cepat terjadinya kerusakan bahan makanan pada saat penyimpanan. Menurut Rohaman (2006), pascapanen merupakan tahapan lanjutan proses produk pertanian dan merupakan bidang kegiatan petani/usahatani yang belum ditangani secara mantap dengan menggunakan teknologi pertanian yang lebih tepat. Adapun tahapannya dimulai sejak pemungutan hasil pertanian (yang meliputi tanaman pangan, perkebunan, dan perikanan) sampai siap untuk dipasarkan.

9

Adapun tujuan dari penanganan pascapanen adalah untuk menekan tingkat kehilangan/kerusakan hasil panen pertanian dengan meningkatkan daya guna hasil pertanian agar : 1) menunjang usaha penyediaan pangan dan perbaikan gizi masyarakat, 2) penyediaan bahan baku industri, 3) peningkatan pendapatan petani, 4) peningkatan penerimaan devisa Negara, 5) perluasan kesempatan kerja, dan 6) melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Menurut Rukamana (1997), penanganan lepas panen/pascapanen jagung meliputi kegiatan pokok yang terdiri atas pengumpulan hasil, pewadahan, pengangkutan, pengeringan, pemipilan, pengeringan ulang, dan penyimpanan. memproduksi jagung pipilan. Di lapangan sering ditemukan penanganan pascapanen jagung dalam beberapa tahap kegiatan, yakni pengumpulan hasil, pewadahan, pengangkutan, pengeringan tongkol, dan penyimpanan tongkol di atas para-para. Penanganan pascapanen jagung meliputi dua penanganan jagung tongkol dan penanganan jagung pipilan. Penanganan jagung tongkol tahap-tahapnya meliputi kegiatan pokok diantaranya : (1) pengumpulan hasil : hasil panen jagung dikumpulkan di tempat yang teduh dan strategis sambil melakukan sortasi tongkol yang terserang hama penyakit. (2) pewadahan : tongkol jagung dimasukkan ke dalam karung goni atau wadah lain secara teratur. (3) pengangkutan : pengangkutan hasil panen jagung juga dilakukan dengan cara dipikul atau menggunakan alat angkut yang ada di tempat penampungan hasil (bangsal). (4) pengeringan tongkol : tongkol dikeringkan satu per satu atau dalam bentuk ikatan-ikatan berisi 10 tongkol/ikat dengan cara dijemur di atas lantai tanah atau lantai yang terbuat dari bata merah berlapis semen konstruksi bergelombang, hingga tongkol tampak kering. (5) penyimpanan ikatan-ikatan tongkol jagung disimpan di gudang penyimpanan atau di atas tungku dapur dengan cara di gantung pada tali atau bilah bambu. Selain dilakukann penanganan pascapanen, jagung sebagai hasil pertanian juga berpotensi untuk dilakukan pengolahan untuk mendapatkan nilai tambah. Menurut Soekartawi (1997), pengolahan hasil merupakan komponan ke dua dalam agribisnis setelah komponen produksi pertanian. Banyak petani yang tidak Kegiatan tersebut untuk

10

melakukan pengolahan hasil. Pentingnya pengolahan hasil karena : 1) dapat meningkatkan nilai tambah, 2) meningkatkan kualitas hasil, 3) meningkatkan penyerapan tenaga kerja, 4) meningkatkan keterampilan produsen, 5) meningkatkan pendapatan produsen. Pengetahuan dan pengalaman proses produksi mutlak diperlukan bagi pengusaha yang akan menjalankan industry pengolahan jagung. Pengetahuan yang dimiliki sebaiknya benar-benar diaplikasikan terlebih dahulu dengan melakukan uji coba produksi dalam skala kecil. Dalam pelaksanaan kegiatan tugas akhir mengenai penanganan pascpanen dan pengolahan hasil jagung, penulis mencoba memberikan inovasi teknologi kepada petani dengan melakukan penyuluhan mengenai pengolahan jagung yang menghasilkan produk dodol, susu, marning dan oyek dari jagung. Adapun secara rinci mengenai masing-masing produk ini dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Dodol Jagung Menurut Hambali, et al. (2006), dodol Jagung merupakan salah satu produk olahan yang menggunakan bahan baku tepung Jagung. Proses utama pengolahan dodol adalah pemasakan. Ciri khas dodol Jagung terletak pada teksturnya yang liat. Dalam pembuatan dodol Jagung, gula pasir dan gula merah ditambahkan ke dalam produk dodol sebagai penambah cita rasa dan pengawet alami, santan kelapa sebagai penambah cita rasa sekaligus pelembut tekstur, dan vanili sebagai flavor. 2. Susu Jagung Menurut Hambali, et al. (2006), susu jagung merupakan susu nabati berbahan jagung yang diekstrak dan diambil sarinya atau air buahnya. Sedangkan menurut Makfoeld (1982), yang dimaksud dengan air buah (fruit juice) adalah cairan buah yang tidak mengalami fermentasi, diperoleh dari hasil pengepresan buah. Buah harus dalam keadaan masak dan tidak mengandung gelembung-gelembung udara. Untuk mendapatkan air buah yang baik, air buah perlu dipisahkan dari bagianbagian yang tidak larut dengan suatu penyaringan.

11

Rasa lezat yang timbul dalam air buah disebabkan karena keseimbangan perbandingan yang sesuai antara gula dan asam-asam, selain komponen lainnya. Setiap buah mempunyai keseimbangan perbandingan sendiri-sendiri yang menyebabkan bermacam kelezatan yang khas. Kadang untuk mendapatkan rasa lezat yang dikehendaki dua atau lebih macam-macam buah dicampur untuk mendapatkan rasa yang diinginkan untuk mendapatkan rasa yang diinginkan. Untuk mendapatka air buah yang baik, sebaiknya dipilih buah yang masak (muda), lewat masak (ioverripe) atau yang busuk akan menghasilkan produk yang berkualitas rendah. Selain bahan baku jagung, pada pembuatan susu jagung juga ditambahkan bahan lain sebagai bahan tambahan yaitu gula dan flavoring agent yang berguna untuk menambah cita rasa. Bahan lain yang ditambahkan adalah CMC (Carboxy Methyl Celulosa) yang berfungsi sebagai pengental. Bahan ini juga berfungsi untuk menambahkan kekuatan stabilitas masa simpan susu jagung. panas, penyaringan, pemanasan, penambahan perasa dan pengemasan. 3. Tape Jagung Menurut Hambali, et al. (2006), tape jagung merupakan makanan makanan yang dihasilkan dari bahan baku jagung yang dibuat lewat proses fermentasi. Proses ini melibatkan kapang atau khamir yang terdapat dalam ragi. Proses pengolahan susu jagung meliputi penghancuran jagung dengan penambahan air

Menurut Desrosier (1988), fermentasi adalah suatu kegiatan penguraian bahan-bahan karbohidrat. Pada proses fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau busuk dan biasanya menghasilkan gas karbondioksida. Suatu fermentasi byang busuk biasanya adalah fermentasi yang mengalami kontaminasi. Asinan atau acar yang busuk merupakan hasil dari penumbuhan mikrobia yang menguraikan protein, sedangkan fermentasi yang normal adalah perubahan

12

karbohidrat menjadi asam.

Mikrobia yang digunakan dalam fermentasi yang

terpenting adalah kemampuan menghasilkan enzim dalam jumlah yang besar. Bakteri, khamir dan cendawan merupakan sel tunggal, mempunyai kapasitas fungsional pertumbuhan, repropduksi, pencernaan, asimilasi, dan memperbaiki isi di dalam sel, yang mana bagi bentuk kehidupan tingkat tinggi sudah didistribusikan ke jaringan-jaringan. Oleh karena itu dapatlah diantisipasikan bahwa sel tunggal adalah merupakan wujud kehidupan yang lengkap, seperti misalnya khamir, memiliki produktifitas enzim dan kapasitas fermentatif yang tinggi dibandingkan dengan mahkluk hidup lainnya. Enzim sendiri merupakan suatu substansi yang reaktif yang mengendalikan reaksi-reaksi kimia di dalam fermentasi. Mikrobia membutuhkan tersedianya karbohidrat, protein, lemak, dan sedikit zat-zat gizi di dalam bahan pangan asli. Nampak bahwa mikrobia menyerang karbohidrat, kemudian protein dan berikutnya lemak. Bahkan terdapat tingkatan penyerangan terhadap karbohidrat, yang pertama gula menjadi alkohol, kemudian asam. Karena kebutuhan yang pertama bagi aktivitas mikrobia adalah energi, maka tampak bahwa bentuk yang dapat disediakan sesuai dengan tingkat kesukaan adalah rantai karbo, CH2, CH, CHOH, dan COOh. Beberapa ikatan seperti misalnya radikal CN tidak dapat dimanfaatkan oleh mikrobia. Banyak kegiatan fermentatif lain di dalam bahan pangan yang mungkin terjadi, yang merugikan terhadap akseptabilitas bahan pangan yang difermentasikan. Pada umumnya organisme yang mampu menyerang karbohidrat tinggi, seperti misalnya sellulosa, hemi-sellulosa, pektin dan pati akan merusak tekstur, citarasa, dan kualitas bahan pangan yang difermentasikan. Tape jagung dibuat hanya dengan bahan baku yang sederhana yaitu jagung dan ragi tape. Ciri khas tape jagung yang berhasil difermentasi yaitu bertekstur lembut dan sedikit berair. Proses pembuatan tape jagung meliputi pemipilan,

13

penghancuran, pengukusan, penirisan, peragian, pengemasan dan fermentasi. (Hambali, et al. 2006) 4. Tortilla Chips Jagung Menurut Dewan Ilmu Pengetahuan dalam Santoso et all. (2006), tortilla pada awalnya merupakan makanan khas daerah Meksiko berbentuk kripik dengan bahan baku jagung. Kini tortilla dapat dijumpai di berbagai negara termasuk di Indonesia. tortilla telah dijual dengan berbagai rasa dan kualitas dan mudah diperoleh di supermarket atau took makanan. Makanan ini juga popular di daerah Amerika Serikat. tortilla biasanya berupa sejenis keripik atau chips yang terbuat dari jagung berbentuk bundar gepeng dengan ukuran ketebalan yang berbeda-beda di tiap Negara. Oleh karena itu ada standar khusus bagi tortilla. Menurut Santoso, et all. (2006), tortilla sebenarnya dapat dibuat dari berbagai bahan terutama yang mengandung pati atau bahan tidak berpati dengan penambahan tepung pati. Penggunaan bahan selai jagung akan meningkatkan diversifikasi produk olahan dan dapat pula untuk meningkatkan nilai gizi dilakukan dengan menggunakan bahan baku seperti kedelai, pisang, daging, susu dan ikan. Tortilla dari jagung yang banyak dijual di supermarket umumnya memiliki nilai gizi yang kaya karbohidrat. Adapun nilai nutrisi tortilla Jagung rendah lemak (per 100 gr) seperti pada Tabel 1.

14

Tabel 1. Nilai Nutrisi Tortilla Jagung Rendah Lemak (per 100 gr) No. Kandungan Bahan 1. Kalori 2. Protein 3. Lemak total 4. Karbohidrat 5. Serat total 6. Gula total 7. Kalsium 8. Besi 9. Magnesium 10. Fosfor 11. Potassium 12. Sodium 13. Zinc 14. Tembaga 15. Selenium 16. Vitamin C 17. Thiamin 18. Riboflavin 19. Niacin 20. Vitamin B6 21. Folate-total 22. Vitamin B12 23. Vitamin A 24. Retinol 25. Vitamin E 26. Vitamin K 27. Lemak jenuh 28. Cholesterol Sumber : Tortilla chips, Santoso et all, 2006 4. Subsistem Agroniaga (Pemasaran) Kotler (1997) mendefenisikan bahwa pemasaran adalah proses sosial dan manajerial masing-masing individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk yang bernilai bagi pihak lainnya. Jumlah bahan 415 kkal 11 gr 5,70 gr 80 gr 5,30 gr 0,67 gr 159 mg 1,60 mg 97 mg 318 mg 272 mg 419 mg 1,15 mg 0,11 mg 15,70 mg 0,20 mg 0,22 mg 0,28 mg 0,42 mg 0,18 mg 16 mcg 0,00 mcg 104 UI 0,00 mcg 0,7 mg 0,20 mcg 0,85 g 0,00 mg

15

Di dalam pemasaran, pertukaran merupakan salah satu cara untuk memperoleh barang yang dikehendaki dari seseorang dengan menawarkan satu imbalan sehingga ada lima kondisi yang harus dipenuhi agar pertukaran dapat terjadi antara lain (1) terdapat sedikitnya dua pihak, (2) masing-masing pihak memiliki sesuatu yang mungkin berharga bagi pihak lain, (3) masing-masing pihak mampu berkomunikasi dan melakukan penyerahan, (4) masing-masing bebas menerima atau menolak tawaran pertukaran, dan (5) masing-masing yakin bahwa berunding dengan pihak lain adalah layak dan bermanfaat. Menurut Musyadar dan Nasruddin (2002), pemasaran tercipta karena adanya permintaan dan penawaran (Supply dan Demand) oleh ke dua pihak yaitu penjual dan pembeli melalui saluran dan lembaga tataniaga sebagai medium perantara dan penyalur produk tersebut. Tataniaga merupakan salah satu cabang aspek pemasaran yang menekankan bagaimana suatu produksi dapat sampai ke tangan konsumen. Tataniaga dikatakan efisien apabila mampu menyampaikan hasil produksi ke konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian keuntungan yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi maupun penjualan. Beberapa pendukung dalam tataniaga yang mempunyai peranan dalam sistem distribusi adalah petani, pedagang perantara dan konsumen. Ketiganya mempunyai masing-masing fungsi dan peranan dalam sebuah jalur tataniaga. Jika dilihat dari pendekatan-pendekatan tataniaga, maka fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga tersebut adalah sebagai fungsi pertukaran (Exchange Function), fungsi fisik (Physical Function), dan fungsi fasilitas (Fasilitating Function). Menurut Musyadar dan Nasruddin (2002), ada 4 macam saluran tataniaga pertanian yaitu zero level one, one level channel, two level channel, dan three level channel seperti Gambar 1.Konsumen Pedagang Pengecer Produsen Produsen Produsen Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Konsumen Pedagang Pengecer Pedagang Pengecer Produsen

Konsumen

Konsumen

16

Gambar 1. Saluran Tataniaga Pertanian Melimpahnya hasil produksi pertanian tanpa diimbangi dengan adanya jaminan pasar akan berakibat fatal yaitu timbulnya resiko kerugian sebagai akibat menumpuknya produk yang tidak laku dan tidak dapat dipasarkan. Produk jagung mempunyai resiko yang tinggi yaitu mudah rusak, mudah menurun baik secara kualitas maupun kuantitasnya, dan fluktuasi harga yang cepat berubah sehingga dalam budidaya tanaman jagung perlu adanya perhitungan yang matang tentang pasar terutama adanya jaminan pasar dan kontrak pemasaran. Di samping itu, kelangkaan informasi pasar juga akan mengakibatkan turunnya kekuatan tawar menawar petani, karena tidak adanya pegangan harga dalam penjualan serta keyakinan mereka guna meningkatkan produksi lebih tinggi lagi. Lemahnya kekuatan tawar menawar kaum tani, khususnya petani sayuran, dalam menentukan harga jualnya, sebenarnya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu diantaranya adalah seringkali terjadinya fluktuasi harga yang sangat mencolok. Atas dasar pemikiran tersebut, perlu sekali dilakukan usaha untuk mengatur jumlah sayuran yang ditawarkan sesuai dengan jumlah permintaan pada waktu tertentu (Sastraatmadja, 1993). 5. Jasa-jasa pendukung lainnya Kartasapoetra (1994), komponen pelayanan pendukung yaitu berupa fasilitas yang dapat mendukung berlangsungnya suatu perubahan. Kelancaran layanan pendukung dengan sendirinya akan mempercepat berlangsungnya perubahanperubahan positif. Ruang gerak agribisnis meliputi dua aspek yaitu pengelolaan

17

usahatani dan aspek penunjang kegiatan pra dan pascapanen serta perbankan, sarana tataniaga, dan penyuluhan pertanian. Selanjutnya kegiatan tersebut harus ditunjang oleh pelaku agribisnis lain seperti penyedia modal (Bank ataupun lembaga keuangan lainnya), koperasi (KUD, atau KOPTAN), dan lembagalembaga lain yang merupakan pendukung kelancaran kegiatan agribisnis. Selain hal di atas, lembaga penyuluhan termasuk tenaga penyuluh (Pegawai Negeri Sipil atau Penyuluh Swakarsa) juga memiliki peranan yang penting dalam agribisnis karena fungsi sebagai penyampai informasi. Lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian baik milik pemerintah maupun swasta juga merupakan jasa pendukung yang cukup penting dalam kegiatan agribisnis. Pada dasarnya subsistem ini hanya merupakan salah satu aspek pendukung saja, namun subsistem ini merupakan faktor yang cukup penting dalam mendukung kegiatan agribisnis. Tinjauan Penyuluhan Pertanian Menurut Pambudy dan Kilat (2002), penyuluhan pertanian dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis dapat diartikan sebagai proses yaitu membantu petani dan pelaku agribisnis lainnya untuk menganalisa situasi yang sedang mereka hadapi untuk kemudian memutuskan tindakan dan melakukan perkiraan ke depan, membantu menyadarkan mereka terhadap kemungkinan dan timbulnya masalah dari analisis tersebut, meningkatkan pengetahuan dan pengembangan wawasan mereka terhadap suatu masalah serta membantu menyusun kerangka pemikiran berdasarkan pengetahuan yang khusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah berupa berbagai alternatif tindakan yang akan mereka lakukan, membantu mereka merumuskan pilihan yang tepat menurut mereka paling optimal, meningkatkan motivasi mereka untuk dapat menerapkan pilihannya, membantu mereka menggalang dana secara swadaya untuk membiayai kegiatan, membantu mereka untuk melakukan monitoring dan evaluasi, serta membantu mereka agar terjadi proses saling tukar pengalaman dan informasi. Menurut Sastraatmadja (1993), penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai pendidikan non formal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya dengan tujuan jangka pendek untuk mengubah perilaku termasuk sikap, tindakan, dan

18

pengetahuan yang lebih baik, serta tujuan jangka panjang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sedangkan menurut Mardikanto (1993), penyuluhan pertanian diartikan sebagai suatu pendidikan non formal yang tidak sekedar memberikan penerangan atau penjelasan, tetapi berupaya mengubah prilaku sasarannya agar memiliki pengetahuan pertanian dan berusahatani yang luas, memiliki sikap yang progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap informasi dan hal baru, serta terampil melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pertanian. Penyuluh pertanian adalah pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal di bidang pertanian agar mampu menolong dirinya sendiri baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik sehingga peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat tercapai (Departemen Pertanian, 2002). Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktifitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraan, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (Presiden Republik Indonesia dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006). Menurut Van den Ban, A.W dan H.S Hawkins (1999), peranan penyuluhan pertanian membanti petani membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan yang baik dan efektif dengan cara berkomunikasi dan memberikan informasi yang mereka perlukan. Kegiatan penyuluhan pertanian meliputi usaha Petani didorong untuk menyebarkan informasi, mengembangkan kebebasan yang luas di dalam pengambilan keputusan. memberikan rekomendasi usahatani, mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan, menggerakkan usaha dan menggugah swadaya petani beserta keluarganya. Berarti seseorang petugas penyuluhan pertanian perlu menguasai ilmu komunikasi, ilmu mendidik, dan ilmu pertanian yang akan diajarkan (Sastraadmadja, 1993). Keberhasilan penyuluhan pertanian ini tidak terlepas Komponen-komponen tersebut keterkaitan seluruh komponen-komponennya.

19

adalah petani, penyuluh, kelembagaan, sarana dan prasarana, serta metode dan teknik penyuluhan yang digunakan. Penyuluh Pertanian Menurut Roger (1983) dalam Mardikanto (1993), Penyuluh diartikan sebagai seorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Menurut Departemen Pertanian (1989), tugas pokok Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) adalah (1) meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani-nelayan beserta keluarganya dalam penerapan berbagai teknologi produksi, teknologi pascapanen, pemasaran, serta sosial ekonomi, (2) mengembangkan swadaya dan swakarsa petani-nelayan dan keluarganya, (3) menggali dan mengembangkan sumberdaya, (4) menyusun laporan secara periodik pelaksanaan intensifikasi, dan (5) mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi petaninelayan dan keluarganya dalam berusahatani. Peran penyuluh menurut Mardikanto (1993) adalah (1) pengembangan kebutuhan untuk melakukan perubahan-perubahan, (2) menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan, dan (3) memantapkan hubungan dengan masyarakat sasaran. Para penyuluh sebagai aparat pemerintah yang akan terlibat secara nyata (langsung) diwajibkan untuk lebih menyelami dan menghayati kehidupan di pedesaan di mana mereka tinggal (Sastraadmadja, 1993). Akibatnya bukan saja ilmu-ilmu pertanian yang praktis yang dikuasainya tetapi lebih penting lagi adalah ilmu-ilmu yang bersifat hubungan kemanusiaan (human relations) dalam kehidupan sehari-hari. Penyuluh bukan hanya sekedar guru petani, tetapi dia juga harus mampu menjadi teman, penasehat dan saudara mereka. Sebagai seorang guru, penyuluh harus mampu mengajarkan ilmu-ilmu yang dikuasainya kepada petani, sedangkan sebagai teman haruslah diciptakan suasana yang harmonis di antara mereka sehingga dalam setiap mengajarkan inovasi tidak keluar citra bahwa penyuluh menggurui petani. Pemberdayaan Kelompoktani Menurut Pambudy dan Kilat (2002), konsep pemberdayaan mengacu pada kemampuan masyarakat dalam memperoleh dan memanfaatkan akses atas

20

sumberdaya yang penting sebagai upaya untuk meningkatkan tingkat pendapatan dan kesejahteraan. Selain itu, pemberdayaan juga merupakan upaya mendorong dan memotivasi mereka untuk menentukan sendiri apa yang harus dilakukannya dalam rangka mengatasi permasalahan yang dihadapi. Pemberdayaan masyarakat adalah perwujudan dan pengembangan kapasitas masyarakat yang berwawasan pada sumberdaya manusia melalui pembangunan kelembagaan, pembangunan dimulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat pedesaan seiring dengan pembangunan sosial ekonomi rakyat, sarana dan prasarana, serta pengembangan sistem 3 P, yaitu : (1) pendampingan yang dapat menggerakkan partisipasi total dari masyarakat; (2) penyuluhan yang dapat merespon dan memantau perubahan yang terjadi di masyarakat; (3) pelayanan yang berfungsi sebagai unsur pengendali ketepatan distribusi aset sumberdaya fisik dan non fisik yang diperlukan oleh masyarakat. Obyek dari pemberdayaan tersebut adalah masyarakat. Pengertian Kelompoktani Sebagai pelaku langsung dalam pembangunan pertanian, maka berkumpul dalam satu wadah yang bernama kelompoktani. Kelompoktani ini tumbuh dan berkembang di masyarakat petani berdasarkan keakraban, kerjasama dan tempat belajar sehingga produktifitas usahataninya dapat meningkat dalam suatu hamparan wilayah kelompoktaninya (Suwandi, 1999). Sedangkan menurut Departemen Pertanian (1989), kelompoktani-nelayan adalah suatu kelembagaan petani-nelayan yang bersifat nonformal yang anggotanya terikat atas dasar kesepakatan, keserasian dan tujuan bersama. Kelompoktani ini memiliki cirri-ciri (1) anggota kelompok ialah petani atau nelayan dengan jumlah anggota berkisar antara 10 30 orang, (2) anggota kelompok saling mengenal secara akrab, (3) anggota kelompok mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusahatani-nelayan, (4) para anggota biasanya memiliki kesamaan-kesamaan dalam tradisi atau kebiasaan, domisili, lokasi usahatani-nelayan, status ekonomi maupun status sosial, bahasa, pendidikan, dan usia, dan (5) bersifat nonformal dalam arti tidak berbadan hukum Dalam kehidupan bermasyarakat, perlu adanya suatu kelompok agar mempermudah dalam proses komunikasi.

21

tetapi mempunyai pembagian kerja atau tugas, peraturan, sanksi, dan tanggungjawab, meskipun tidak tertulis. Menurut Suwandi (1999), kelompoktani merupakan salah satu mitra kerja penyuluh pertanian yang dianggap penting oleh pemerintah terutama dalam pelayanan jasa yang dikhususkan bagi petani dan keluarganya. Tujuannya adalah agar dalam jangka pendek, petani dapat meningkatkan kemampuan (perilaku) terutama berkaitan dengan teknologi dan evaluasi yang dikembangkannya, sehingga melalui kemampuan ini petani dapat menghasilkan produktifitas cukup baik dengan input yang bersaing sehingga pendapatan keluarganya meningkat. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kebutuhan manusia juga akan berkembang, sehingga manusia perlu berusaha mendapatkan inovasi baru yang bisa memenuhi kebutuhannya. Pada kondisi ini diperlukan pola pembinaan petani, baik secara individual maupun yang tergabung dalam kelompoktani, dalam upaya memberdayakan petani dan kelompoknya. Pembinaan kelompoktani diarahkan pada usaha pendinamisasian dan dinamika kelompok dengan memberikan bimbingan baik teknis maupun administrasi yang berorientasi pada pola agribisnis yaitu pemasaran (Mardikanto, 1993). Alasan Dibentuknya Kelompoktani Kelompoktani dibentuk karena adanya asumsi tentang kecenderungan alami dari masyarakat petani untuk menuju ke arah kegiatan kerjasama (coorporation). Dalam hubungan ini, perlu dibentuknya kelompoktani baru untuk dapat menigkatkan kemakmuran masyarakat petani melalui kenaikkan produktifitas serta distribusi pendapatan yang lebih merata. Tiga alasan utama dibentuknya kelompoktani yaitu (1) untuk memanfaatkan secara lebih baik (optimal) semua sumberdaya yang tersedia, (2) dikembangkan oleh pemerintah sebagai alat pembangunan, (3) adanya alasan ideologis yang mewajibkan para petani untuk terikat oleh suatu amanat suci yang harus mereka amalkan melalui kelompoktaninnya (Mardikanto, 1993). Fungsi Kelompoktani Menurut Departemen Pertanian (1989), terdapat 3 fungsi dari kelompoktani yaitu sebagai kelas belajar-mengajar bagi petani, sebagai unit produksi usahatani, dan sebagai wahana kerjasama antar anggota kelompok dan

22

antar kelompok dengan pihak lain.

Sedangkan menurut Presiden Republik

Indonesia dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2006 Pasal 19 Ayat 2, fungsi kelompoktani ada 6 yaitu sebagai wadah proses pembelajaran, wahana kerjasama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, unit pengelolaan dan pemasaran, dan unit jasa penunjang. Klasifikasi Kelompktani Menurut Departemen Pertanian (1989), kelas kelompoktani berdasarkan tingkat kemampuan kelompoktani yang diukur dalam 5 jurus kemampuan terdiri dari (1) kelas Pemula, merupakan kelas terbawah dan terendah kelas kemampuannya, (2) kelas Lanjut, merupakan kelas yang lebih tinggi dari kelas pemula dimana kelompoktani sudah melakukan kegiatan dalam perencanaan meskipun masih terbatas, (3) kelas Madya, merupakan kelas berikutnya setelah kela lanjut dimana kemampuan kelompoktaninya lebih tinggi dari kelas lanjut, dan (4) kelas Utama, merupakan kelas yang lebih tinggi dimana kelompoktani sudah berjalan dengan sendirinya atas dasar prakarsa dan swadaya sendiri. Pembinaan kelompoktani-nelayan adalah setiap upaya untuk Untuk mengembangkan kemampuan kelompok sesuai dengan peranannya.

meningkatkan kegairahan dari anggota kelompok serta didasarkan atas perlunya kebanggaan bersama, perlu ditempuh langkah-langkah yang dapat menggerekkan kelompok ke arah peningkatan kemampuan kelompok baik individu dalam kelompok maupun kemampuan kelompok. Karena itu dilaksanakan pengakuan dan pengesahan atas kemampuan kelompoktani oleh pemimpin formal maupun informal pedesaan. Penumbuhan Kelompoktani Menurut Depatemen Pertanian (2007), penumbuhan kelompoktani dapat dimulai dari kelompok-kelompok atau organisasi sosial yang sudah ada di masyarakat. Selanjutnya melalui kegiatan penyuluhan pertanian diarahkan terbentuk kelompoktani yang semakin terikat kepentingan dan tujuan bersama dalam meningkatkan produksi dan pendapatan dari usahataninya. Penumbuhan dan pengembangan kelompoktani didasarkan atas prinsip dari, oleh, dan untuk petani. Jumlah anggota kelompoktani 20 25 orang petani atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan masyarakat dan usahataninya.

23

Metode dan Teknik Penyuluhan Pertanian Mardikanto (1993), menyebutkan bahwa metode penyuluhan pertanian pertanian adalah cara yang sudah direncanakan sebelumnya untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian dan tergantung pada (1) pendekatan psikososialnya, yakni secara massal, kelompok, atau perorangan, (2), media komunikasi, yakni lisan, tertulis, dan terproyeksi, dan (3) hubungan antara komunikator dan komunikannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Suwandi (1999), metode penyuluhan pertanian digolongkan menjadi tiga bagian yaitu (1) berdasarkan teknik komunikasi langsung (face to face communication) dan tidak berdasarkan komunikasi langsung (indirect communication), (2) berdasarkan indera penerima (dapat dilihat, didengar, dilihat dan didengar), (3) berdasarkan jumlah sasaran (individu, kelompok, dan massal). Sedangkan menurut Kartasapoetra (1994), terdapat tiga metode penyuluh pertanian meliputi (1) metode pendekatan perorangan (personal approach method), (2) metode pendekatan kelompok (group approach method) dan (3) metode pendekatan massal/umum (mass approach method). Keberhasilan penerapan metode penyuluhan pertanian sangatlah ditentukan oleh kemampuan aparat penyuluh pertanian dalam memahami masing-masing metode penyuluhan pertanian tersebut, dan kemampuan penyuluh dalam mengenal sasarannya yaitu petani/nalayan dan keluarganya. Tinjauan Kajian Adapun kegiatan yang dikaji dalam kegiatan Tugas Akhir (TA) ini adalah :1. Mengukur tingkat pengetahuan ibu tani sebanyak 30 orang serta mengukur

tingkat keterampilan sebanyak 12 orang (30 %) dari jumlah angggota Kelompok Ibu PKK Melati sebanyak 40 orang dalam penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis.2.

Menguji Organoleptik hasil olahan jagung dalam kemasan yang berbeda selama beberapa waktu tanpa menggunakan uji statistik dengan 3 kriteria pengamatan, yaitu :

Kondisi fisik : penampakan fisual, warna, tektur, bentuk dll

Perubahan rasa Perubahan aroma

24

1. Penentuan Sampel

Menurut Achdiyat (2000), dalam buku Statistik Terapan metode penarikan sampling dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu Non Probabilitas (metode penarikan sampel secara tak acak) dan Probabilitas (pemilihan sampel tidak dilakukan secara subyekif; sampel yang terpilih tidak dilakukan semata-mata pada keinginan si peneliti sehingga setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama (acak) untuk terpilih sebagai sampel. Dalam kegiatan Tugas Akhir (TA), penentuan sampel atau sasaran penyuluhan dilakukan secara Probabilitas Sampling (pemilihan sampel secara sengaja) yaitu memilih sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai keterkaitan yaitu skala kecil sampai menengah, dan sebagian besar anggota kelompoktani sedang mengusahakan atau pernah berusahatani jagung. 2. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer akan dilakukan melalui wawancara (interview) dan pengamatan (observasi) di lapangan baik melalui pendekatan perorangan ataupun kelompok. Wawancara akan dilakukan dengan menggunakan kuesioner (angket) yang berhubungan dengan penegtahuan petani sebagai panduannya. Sedangkan untuk observasi dilakukan dengan cara mengamati langsung kondisi petani dan lahannya, penyuluh dan kelembagaannya, sarana dan prasarana penyuluhan yang ada, metode dan teknik penyuluhan, dan lain-lain. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari Desa, Kecamatan, Kabupaten, dan lembaga penunjang lainnya. 3. Metode Pengolahan Data Menurut Achdiyat (2000) dalam buku Statistik Terapan, untuk lebih memastikan tingkat signifikan terhadap pengetahuan dan ketrampilan wanitatani yaitu dengan menggunakan rumus Beda Dua Rata-rata untuk sampel yang berukuran kecil yaitu sebanyak 30 orang (n 30) dengan 5%, dinyatakan dengan rumus :

t = D/(SD/ n)Keterangan:

25

t

: Beda Dua Rata-rata untuk Data Berpasangan

D : Rata-rata dari harga-harga D SD : Deviasi standard dari harga-harga Di n : Banyaknya pasangan D : Selisih nilai dari pasangan data (X2 - X1) X1 : Nilai pengukuran pertama X2 : Nilai pengukuran kedua Uji Hipotesis Beda Dua Rata-rata Kesimpulan terhadap hipotesis akan diambil pada taraf nyata () 5 %.1.

Kesimpulan diambil untuk mengukur aspek pengetahuan berdasarkan nilai t hasil perhitungan dan nilai t dari Tabel t. Nilai t dari Tabel t pada taraf nyata 5 % dengan 30 sampel secara uji pihak kanan adalah 2.045 (t berikut.0.025 ; 30-1

=

2.045). Oleh karena itu, kesimpulan yang akan diambil adalah sebagai

Ho diterima jika : t hitung t tabel t

0.025 ; 30-1

2.045 = Tidak ada perbedaan

proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan penglahan hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan. Ho ditolak jika : t hitung > t tabel t0.025 ; 30-1

> 2.045 = Ada perbedaaan

proporsi pengtahuan petani tentang penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan2.

Kesimpulan diambil untuk mengukur aspek keterampilan berdasarkan nilai t hasil perhitungan dan nilai t dari Tabel t. Nilai t dari Tabel t pada taraf nyata 5 % dengan 5 sampel secara uji pihak kanan adalah 2.201 (t berikut.0.025 ; 12-1

=

2.201). Oleh karena itu, kesimpulan yang akan diambil adalah sebagai

Ho diterima jika : t hitung t tabel t

0.025 ; 12-1

2.201 = Tidak ada perbedaan

proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan penglahan hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan. Ho ditolak jika : t hitung > t tabel t0.025 ; 12-1

> 2.201 = Ada perbedaaan

proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan.

26

Di samping metode analisis di atas, dilakukan analisis kelayakan usaha untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diberikan dari kegiatan pengolahan Jagung Manis, apakah secara ekonomi menguntungkan, secara sosial dapat diterima oleh masyarakat, dan secara teknis dapat dilakukan oleh masyarakat. Adapun analisis yang digunakan yaitu analisis tanpa memperhitungkan faktor waktu atas nilai uang (time value of money), terdiri dari:a. Revenue Cost Ratio (R/C) yaitu perbandingan antara penerimaan dan

pengeluaran biaya. Bila R/C > 1 dianggap layak dan jika R/C < 1 dianggap tidak layak, sedangkan R/C = 1 (trade off) dapat dilaksanakan atau tidak tergantung pada keputusan dari pihak yang akan melaksanakan usaha.

b. Break Even Point (BEP) yaitu angka yang menunjukan pada tingkat

penjualan berapakah yang mengakibatkan keadaan usaha tidak mengalami keuntungan atau kerugian (titik impas). BEP dinyatakan dalam nilai uang (Rp) dan jumlah unit.

c. Formula : BT BEP (Rp) = 1 BV/Pj BT BEP (Unit) = Hj/ - BV/st

27

Keterangan : BT BV Pj Hj/st = Biaya Tetap (Fixed Cost) = Biaya Variabel (Variable Cost) = Penjualan (Sales) = Harga Jual Per Satuan

BV/st = Biaya Variabel Per Satuan

METODE PELAKSANAANWaktu dan Tempat

28

Tugas Akhir (TA) dilaksanakan mulai dari tanggal 09 Maret 2009 sampai dengan tanggal 09 Mei 2009. Adapun lokasi yang akan digunakan sebagai tugas akhir yaitu di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Metode Identifikasi Masalah 1. Penentuan Sampel Dalam kegiatan Tugas Akhir (TA), penentuan sampel atau sasaran penyuluhan dilakukan secara Probabilitas Sampling (pemilihan sampel secara sengaja) yaitu memilih sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai keterkaitan yaitu skala kecil sampai menengah, dan sebagian besar anggota kelompoktani sedang mengusahakan atau pernah berusahatani jagung. Petani/responden yang dijadikan sampel adalah petani Jagung Manis sebanyak 30 orang wanitatani sampel untuk mengukur aspek pengatahuan sedangkan untuk aspek keterampilan sebanyak 12 orang dalam melaksanakan penanganan pascapanen dan pengolahan hasil. 2. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara (interview) dan pengamatan (observasi) di lapangan baik melalui pendekatan perorangan ataupun kelompok. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner (angket) yang berhubungan dengan pengetahuan petani sebagai panduannya. Sedangkan untuk observasi dilakukan dengan cara mengamati langsung kondisi petani dan lahannya, penyuluh dan kelembagaannya, sarana dan prasarana penyuluhan yang ada, metode dan teknik penyuluhan, dan lain-lain. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari Desa, Kecamatan, Kabupaten, dan lembaga penunjang lainnya. 3. Metode Pengolahan Data Dalam pelaksanaan kegiatan Tugas Akhir, untuk memastikan tingkat signifikan terhadap pengetahuan dan keterampilan petani dan wanitatani Jagung Manis yaitu dengan menggunakan rumus Beda Dua Rata-rata untuk sampel yang berukuran kecil yaitu sebanyak 30 orang (n 30) dengan 5%, dinyatakan dengan rumus :

t = D/(SD/ n)

29

Keterangan: t : Beda Dua Rata-rata untuk Data Berpasangan D : Rata-rata dari harga-harga D SD : Deviasi standard dari harga-harga Di n : Banyaknya pasangan D : Selisih nilai dari pasangan data (X2 - X1) X1 : Nilai pengukuran pertama X2 : Nilai pengukuran kedua Uji Hipotesis Beda Dua Rata-rata Kesimpulan terhadap hipotesis akan diambil pada taraf nyata () 5 %.1.

Kesimpulan diambil untuk mengukur aspek pengetahuan berdasarkan nilai t hasil perhitungan dan nilai t dari Tabel t. Nilai t dari Tabel t pada taraf nyata 5 % dengan 30 sampel secara uji pihak kanan adalah 2.045 (t berikut.0.025 ; 30-1

=

2.045). Oleh karena itu, kesimpulan yang akan diambil adalah sebagai

Ho diterima jika : t hitung t tabel t

0.025 ; 30-1

2.045 = Tidak ada perbedaan

proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan. Ho ditolak jika : t hitung > t tabel t0.025 ; 30-1

> 2.045 = Ada perbedaaan

proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan2.

Kesimpulan diambil untuk mengukur aspek keterampilan berdasarkan nilai t hasil perhitungan dan nilai t dari Tabel t. Nilai t dari Tabel t pada taraf nyata 5 % dengan 5 sampel secara uji pihak kanan adalah 2.045 (t berikut.0.025 ; 12-1

=

2.201). Oleh karena itu, kesimpulan yang akan diambil adalah sebagai

Ho diterima jika : t hitung t tabel t

0.025 ; 12-1

2.201 = Tidak ada perbedaan

proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan. Ho ditolak jika : t hitung > t tabel t0.025 ; 30-1

> 2.201 = Ada perbedaaan

proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan

30

Selain metode analisis di atas, dilakukan analisis kelayakan usaha untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diberikan dari kegiatan pengolahan Jagung Manis, apakah secara ekonomi menguntungkan, secara sosial dapat diterima oleh masyarakat, dan secara teknis dapat dilakukan oleh masyarakat. Adapun analisis yang digunakan yaitu analisa tanpa memperhitungkan faktor waktu atas nilai uang (time value of money), terdiri dari:a. Revenue Cost Ratio (R/C) yaitu perbandingan antara penerimaan dan

pengeluaran biaya. Bila R/C > 1 dianggap layak dan jika R/C < 1 dianggap tidak layak, sedangkan R/C = 1 (trade off) dapat dilaksanakan atau tidak tergantung pada keputusan dari pihak yang akan melaksanakan usaha.b. Break Even Point (BEP) yaitu angka yang menunjukan pada tingkat penjualan

berapakah yang mengakibatkan keadaan usaha tidak mengalami keuntungan atau kerugian (titik impas). BEP dinyatakan dalam nilai uang (Rp) dan jumlah unit. c. Formula : BT BEP (Rp) = 1 BV/Pj BT BEP (Unit) = Hj/ - BV/st Keterangan : BT BV Pj Hj/st = Biaya Tetap (Fixed Cost) = Biaya Variabel (Variable Cost) = Penjualan (Sales) = Harga Jual Per Satuan

BV/st = Biaya Variabel Per Satuan

31

4. Kriteria Penilaian Keterampilan Ibu Tani

a. Ketepatan komposisi bahan Sangat tepat, nilai 8,1 10 Tepat, nilai 6,1 8,0 Cukup tepat, nilai 4,1 6,0 Kurang tepat, nilai 2,1 4,0 Tidak tepat, nilai 0 2,0

b. Kesesuain langkah kerja Sangat sesuai, nilai 8,1 10 Sesuai, nilai 6,1 8,0 Cukup sesuai, 4,1 6,0 Kurang sesuai, nilai 2,1 4,0 Tidak sesuai, nilai 0 2,0

c. Kebersihan Sangat bersih, nilai 8,1 10 Bersih, nilai 6,1 8,0 Cukup bersih, 4,1 6,0 Kurang bersih, nilai 2,1 4,0 Tidak bersih, nilai 0 2,0

d. Kerapihan Sangat rapih, nilai 8,1 10 Rapih, nilai 6,1 8,0 Cukup rapih, nilai 4,1 6,0 Kurang rapih, nilai 2,1 4,0 Tidak rapih, nilai nilai 0 2,0

e. Hasil Sangat baik, nilai 8,1 10 Baik, nilai 6,1 8,0 Cukup baik, nilai 4,1 6,0

32

Kurang baik, nilai 2,1 4,0 Tidak baik, nilai nilai 0 2,0

Pemberdayaan Sistem Agribisnis Pemberdayaan sistem agribisnis Jagung Manis di Kecamatan Bumiaji yang dilakukan dalam tugas akhir (TA) ini dikhususkan pada subsistem agroproduksi (penanganan pascapanen) dan agroindustri (pengolahan hasil). Namun selain dua subsistem di atas, juga dilakukan pemberdayaan pada subsistem lainnya yaitu subsistem agroinput, agroiniaga, dan jasa pendukung. dilakukan mengingat ke lima subsistem ini tidak dapat keberadaannya.1. Subsistem Agroinput (Sarana Produksi)

Hal ini

terpisahkan

Secara umum ketersediaan subsistem agroinput di Kecamatan Bumiaji sudah cukup memadai. Hal ini sangat dilihat dari ketersediaan saprotan seperrti benih bermutu yang sudah mulai digunakan oleh petani. Penggunaan sarana produksi sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produk yang akan dihasilkan. Permasalahan yang dihadapi dalam subsistem agroinput ini adalah ketersediaan pupuk organik yang belum memadai. Selain itu petani setempat mengalami kesulitan dalam hal penanaman, terutama untuk menghasilkan Jagung Manis yang baik, hal ini dikarenakan intensitas hujan yang tinggi sehingga benih yang ditanam cepat busuk. Sebagai upaya pengembangan subsistem agroinput ini adalah dengan melakukan kegiatan penyuluhan kepada para petani akan pentingnya penggunaan saprotan yang dapat mengurangi dampak kimia pada lingkungan dan kesehatan masyarakat. 2. Subsistem Agroproduksi (Usahatani) Berdasarkan hasil wawancara bersama petani dan penyuluh, ternyata hampir semua petani di Kecamatan Bumiaji sudah mengikuti teknologi anjuran terutama dalam penggunaan pupuk. menggunakan Anggapan para petani bahwa semakin banyak pupuk dan pestisida maka akan diperoleh hasil yang tinggi.

Namun disini yang menjadi masalah utama adalah penerapan pupuk kimia yang berlebihan serta belum timbul keinginan petani untuk menggunakan pupuk organik di lapangan sehingga residu kimia dapat ditekan seminimal mungkin yang

33

pada akhirnya menghasilkan sistem pertanian yang ramah lingkungan dan produk makanan yang sehat dan aman. Di sisi lain, ditinjau dari aspek pengetahuan secara umum petani di Kecamatan Bumiaji belum memahami dan melaksanakan secara benar tentang kapan waktu yang tepat dan bagaimana cara penanganan pascapanen Jagung Manis, sehingga petani tidak banyak mengalami kehilangan hasil dan penyusutan akibat penanganan pascapanen yang terlambat. Hal ini dapat dilihat dari hasil panen yang dijual di pasaran terdekat dimana kondisi Jagung Manis yang sudah mulai susut, rusak dan secara visual kurang menarik karena kesalahan penanganan pascapanen, yang akan berdampak pada penurunan harga jagung manis tersebut. Oleh sebab itulah, maka perlu dilakukan suatu pembenahan sikap petani melalui suatu kegiatan penyuluhan secara langsung lewat metode demonstrasi cara.3. Subsistem Agroindustri (Pengolahan Hasil)

Untuk jagung manis, subsistem agroindustri belum begitu banyak dilakukan petani, sebab jagung merupakan bahan pangan yang dapat dikonsumsi secara langsung. Usaha pengolahan hasil Jagung Manis yang dilakukan merupakan suatu upaya untuk mendapatkan nilai tambah (value added) dari adanya materi mengenai produk olahan Jagung Manis. Pada umum para petani di Kecamatan Bumiaji pun belum mengenal secara luas tentang teknik pengolahan hasil jagung manis seperti Susu Jagung Manis, Dodol Jagung Manis dan lain-lain, sehingga pendapatan mereka sangat terbatas karena hanya diperoleh dari hasil penjualan Jagung Manis segar dengan harga berkisar rata-rata per Rp.2.000 Rp.2.500/kg untuk di petani, sekalipun kawasan Kota Batu banyak termasuk kawasan industri pengolahan hasil seperti industri pengolahan apel menjadi kripik. Hal ini terbukti bahwa di sekitar kawasan Kecamatan Bumiaji tidak ditemukan adanya industri dan produk olahan Jagung Manis baik industri dalam skala besar maupun industri dalam rumah tangga. Kondisi seperti ini memerlukan upaya pengolahan hasil untuk memberi tambahan pada petani dalam peningkatan daya saing produk pertanian. 4. Subsistem Agroniaga (Pemasaran)

34

Peranan lembaga pemasaran sangat besar dalam suatu kegiatan usaha dan sebagai salah satu kunci keberhasilan dari agribisnis yaitu adanya jaminan pasar yang sangat menentukan kelangsungan usaha tersebut. Resiko yang tinggi pada produk Jagung Manis yaitu mudah rusak, mudah menurun baik secara kualitas maupun kuantitasnya, dan fluktuasi harga yang cepat berubah sehingga dalam budidaya Jagung Manis perlu adanya perhitungan yang matang tentang pasar terutama adanya jaminan pasar dan kontrak pemasaran. Untuk memulai suatu kegiatan pertanian, hampir separuh petani di Kecamatan Bumiaji meminjam modal dari tengkulak yang dianggap mampu bekerjasama, dengan persyaratan petani harus menjual kembali hasil pertanian mereka kepada tengkulak yang bersangkutan dengan harga yang ditentukan oleh tengkulak. Dengan demikian kesepakatan ini tentu saja sangat merugikan petani. Permasalahan mendasar juga ditemui ketika mewawancarai petani, dimana setiap petani rata-rata menjual produk pertaniannya dalam bentuk segar tnpa ada pengolahan lebih lanjut, sehingga keuntungan yang diterima petani sangat minim. Berdasarkan pertimbangan di atas, solusi yang tepat yakni perlu dilakukan penyuluhan kepada para petani tentang cara menyikapi hal ini dan tentunya dengan dukungan dari lembaga pemasaran yang ada dan pihak-pihak terkait terhadap produk Jagung Manis yang akan dipasarkan. 5. Jasa-jasa pendukung lainnya Selain ke empat subsistem yang ada dalam agribisnis Jagung Manis di atas, keterlibatan lembaga penunjang sebagai jasa pendukung merupakan faktor yang cukup penting untuk mendukung kegiatan agribisnis Jagung Manis. Untuk mengetahui keterlibatan lembaga pendukung agribisnis Jagung Manis yang ada di Kecamatan Bumiaji dilakukan metode wawancara kepada para petani yang ada, pengurus kelompoktani, petugas pertanian (PPL), aparat kecamatan, aparat desa, dan asosiasi LSM. Di sisi lain pola kemitraan yang dibangun oleh petani di Kecamatan Bumiaji tidak mampu dijalankan secara baik. Hal ini terbukti dari tidak adanya kerjsama antara petani dengan lembaga ekonomi lainnya seperti Bank, sehingga peminjaman modal untuk usaha mereka hanya diterima dari bantuan pemerintah setempat dan pinjaman dari tengkulak. Untuk itu perlu adanya sosialisasi kepada

35

petani tentang pentingnya pola kemitraan dengan lembaga ekonomi lainnya, sehingga petani mampu bekerjasama dengan mereka dalam mendukung usaha pertaniannya. Pada pemberdayaan subsistem agroproduksi (penanganan pascapanen) dan subsistem agroindustri (pengolahan hasil Jagung Manis), dilakukan melalui pendekatan individu dan kelompok. Untuk lebih memantapkan pemberdayaan ini digunakan kombinasi metode mengingat tidak ada satupun metode yang efektif dan efisien dalam penyuluhan. Metode yang digunakan yaitu diskusi, tanya jawab, wawancara, ceramah, demonstrasi cara, demonstrasi hasil, dan anjangsana. Kegiatan penyuluhan pada pemberdayaan subsistem ini mengenai pengertian, manfaat, dan cara melakukan penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis dengan tujuan dan harapan dapat memberikan nilai tambah (value added) dan meningkatkan nilai jual produk jagung manis di pasaran sehingga produk dapat bersaing dengan produk sejenis ataupun substitusinya. Selain itu, untuk lebih meyakinkan pada pemberdayaan ini dilakukan juga analisa finansial untuk mengetahui besarnya keuntungan dari adanya kegiatan penanganan pascapanen dan pengolahan hasil setelah dilakukan penyuluhan kepada kelompok wanita tani (KWT), sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan komoditas Jagung Manis di Kecamatan Bumiaji. Metode Kajiana. Mengukur tingkat pengetahuan ibu tani sebanyak 30 orang serta mengukur

tingkat keterampilan sebanyak 12 orang (30 %) dari jumlah angggota Kelompok Ibu PKK Melati sebanyak 40 orang dalam penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis.b. Menguji Organoleptik hasil olahan Jagung Manis dalam kemasan yang

berbeda selama beberapa waktu tanpa menggunakan uji statistik dengan 3 kriteria pengamatan, yaitu : Kondisi fisik : penampakan fisual, warna, tektur, bentuk dll Perubahan rasa Perubahan aroma

36

Pemberdayaan Kelompoktani Secara umum ada 3 fungsi dari kelompoktani yaitu sebagai kelas belajar bagi petani, sebagai unit produksi usahatani, dan sebagai wahana kerjasama antar anggota kelompok dan antar kelompok dengan pihak lain. Ke-3 fungsi kelompoktani di atas telah dijalankan oleh kelompok tani yang ada di Kota Batu, hal ini terbukti dengan bertumbuh dan berkembangnya kelompoktani sebanyak 150 kelompoktani. Selain itu kelompoktani tani yang keberadaannya senantiasa berkembang jumlahnya, untuk meningkatkan jenjang kelembagaannya telah terbentuk 9 Gabungan Kelompoktani (GAPOKTAN). Secara khusus di Kecamatan Bumiaji memiliki 81 kelompoktani dengan jumlah petani sebanyak 2.298 orang yang mengusahakan pertanian dan ternak. Pemberdayaan kelompoktani merupakan kemampuan untuk mendorong dan memotovasi seluruh anggota kelompoktani untuk menentukan sendiri apa yang harus dilakukan sehingga dapat memperoleh dan memanfaatkan akses atas sumberdaya yang penting serta mengatasi permasalahan yang dihadapi demi terwujudnya kesejahteraan dan meningkatnya tingkat pendapatan. Kelompoktani di Kecamatan Bumiaji merupakan kelompoktani yang polivalen (petani yang mengusahakan lebih dari satu komoditi). Sasaran kegiatan pemberdayaan adalah petani dan kelompoktani khususnya bagi petani jagung manis. Pemberdayaan kelompoktani dilakukan pada kegiatan penyuluhan baik secara individu maupun dengan melakukan pertemuan kelompok sehingga dapat berjalan dengan lebih efisien. Pemberdayaan kelompoktani difokuskan pada kelompok wanita tani (KWT) di Kecamatan Bumiaji yang berhubungan erat dengan cara mengoptimalkan pelayanan penyuluhan kelompoktani wanita dan keluarganya dengan menggunakan kombinasi beberapa metode dengan tujuan dapat meningkatkkan pengetahuan dan ketrampilan dalam hal penanganan pascapanen, pengolahan hasil, dan fungsi kelompoktani.

37

HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Wilayah Keadaan Umum Kecamatan Bumiaji merupakan kecamatan di Kota Batu yang memiliki wilayah yang paling luas dibanding dengan kecamatan-kecamatan lain. Dengan luas wilayah yang hampir mencapai dua per tiga dari seluruh wilayah Kota Batu, Kecamatan ini memerlukan pengelolaan tersendiri. Luas Kecamatan Bumiaji secara keseluruhan adalah sekitar 127,979 km2 atau sekitar 64,28 % dari total luas Kota Batu. Sebagai daerah yang topografinya wilayah perbikitan, Kecamatan Bumiaji hingga saat ini belum sepenuhnya dimafaatkan secara optimal. Luas Lahan Berdasarkan Ekosistem Pada tahun 2008 luas lahan di Kecamatan Bumiaji adalah 12.797,89 ha yang terdiri dari lahan sawah 1.521,70 ha dan lahan bukan sawah 11.276, 10 ha serta lahan untuk non pertanian seluas 974,00 ha. Luas lahan menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Lahan Menurut Penggunaan di Kecamatan Bumiaji Kota Batu Tahun 2008 Desa/Kelurahan Luas Sawah (ha) Luas Bukan Sawah (ha) 317,60 632,80 901,00 461,00 179,70 6.811,60 1.295,00 677,30 1.521,10 Untuk Non Pertanian (ha) 47,40 45,80 124,50 122,40 60,00 386,20 45,80 141,90 11.276,90

Pandanrejo 310,60 Bumiaji 212,00 Bulukerto 106,00 Gunung Sari 227,30 Punten 66,00 Tulungrejo 212,30 Sumbergondo 84,20 Giripurno 303,30 Kecamatan Bumiaji 1.377,12 Sumber : BPS Kota Batu, 2008

Dari Tabel 2 di atas, terlihat bahwa luas lahan yang digunakan adalah 12.797,89 ha. Luas lahan ini terbagi menjadi 3 yaitu digunakan untuk lahan

38

sawah seluas 1.377,12 ha, lahan bukan sawah 1.521,10 ha, dan lahan non pertanian seluas 11.276,90 ha. Tanaman pangan dan hortikultura yang merupakan komoditas utama yang ditanam dibeberapa lahan tersebut adalah Padi Sawah, Jagung Manis, Ubi Jalar, Ubi Kayu, Kacang Tanah, dan tanaman sayur-sayuran. Sektor perekonomian di Kecamatan Bumiaji masih didominasi oleh sektor pertanian, hal ini dikarenakan wilayah Kecamatan Bumiaji sebagian besar adalah wilayah pertanian. Akan tetapi sektor industri dan perdagangan juga berperan dalam menjalankan roda ekonomi makro. Home industry terutama industri pengolahan hasil pertanian cukup diminati oleh pelaku ekonomi masyarakat Bumiaji. Banyak bertumbuhnya home industry pengolahan sari apel, jenang apel hingga kripik apel seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Data Perusahaan Pengolahan Hasil di Kecamatan BumiajiNo 1. Nama Pengusaha / Perusahaan Kusuma Agrowisata Bagus Agriseta Mandiri Gizi Food / H. Chotob CV. Arjuna Flora CV. Claudia Agro Mandiri CV. Maulya A. F Kaya Rasa Arum Sari Nama Produksi Sari Apel Jenang Apel Cuka Apel Sari Apel Jenang Apel Kripik Kentang Kripik Ketela Rambat Tahu Kedelai Kripik Apel Kripik Nangka Kerupuk Ikan Sari Apel Jenang Apel Bumbu Pecel Sari Apel Produksi 10.000 kg/th 10.000 kg/th 10.000 kg/th 2.880 dos 2.016 dos 96.000 kg/th 8.000 kg/th 55.000 kg 1.920 kg 1.920 kg 15.000 kg 90.000 cup 90.000 pak 4.500 kg 6.600 dos Alamat Jl. Imam Bonjol Atas Kecamatan Bumiaji Dusun Banaran RT 1/RW 1 Desa Bumiaji Jl. Raya Sidomulyo Dusun Junggo Jl. Melati II RT 4 / RW 3 Desa Pesanggrahan Dsn. Banaran RT 3 / RW 1 Bumiaji Dsn.DadapanRT3/RW4 Ds.Pandanrejo Dsn. Beru RT 2/ RW 6 Bumiaji Ds. Pandanrejo RT 20/ RW 11, Bumiaji Jl. Nanas Binangun RT 1 RW 9 Desa Bumiaji

2 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

39

Pemberdayaan Sistem Agribisnis Kegiatan pemberdayaan sistem agribisnis dilakukan melalui kegiatan penyuluhan pertanian kepada kelompok wanita tani dengan menggunakan metode anjangsana, ceramah, diskusi, dan demonstrasi cara yang sebelumnya dilakukan identifikasi dan menanyakan masalah apa yang sedang dihadapi petani dalam usahataninya. Dengan menampung aspirasi petani maka penulis mengupayakan membantu pemecahannya bersama-sama. setempat. Kegiatan pemberdayaan sistem agribisnis yang dilaksanakan selama tugas akhir selain pokok subsistem yang merupakan judul (agroproduksi pada penanganan hasil, dan agroindustri pada pengolahan hasil), ditunjang juga oleh beberapa subsistem agribisnis lainnya, mengingat kelima subsistem ini saling berkaitan satu sama lain. Namun kegiatan pengkajian dan analisis secara judul. Adapun sederhana guna lebih memantapkan hasil kegiatan yang mudah-mudahan dapat diaplikasikan oleh para petani hanya dilakukan fokus pada selama tugas akhir sebagai berikut. 1. Subsistem Agroinput (Sarana Produksi) Dalam kegiatan ini penulis melakukan inventaris ketersediaan saprotan pada kios-kios saprotan yang berada di Kecamatan Bumiaji khusunya Desa Pandanrejo terutama dalam penggunaan benih Jagung Manis dan penggunaan jenis pupuk organik dapat mengurangi residu kimia. Penggunaan sarana produksi sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produk yang akan dihasilkan. Pada subsistem agroinput ini adalah ketersediaan pupuk organik belum banyak tersedia. Selain itu petani setempat mengalami kesulitan dalam hal penanaman, terutama untuk menghasilkan jagung manis yang baik, hal ini dikarenakan intesitas hujan yang terlalu tinggi sehingga benih yang ditanam cepat busuk. Petani di Desa Pandanrejo, menggunakan benih yang bersertifikat, hal ini dikarenakan pengadaan benih jagung manis tidak dapat dilakukan sendiri sebab kegiatan dan analisis yang dilaksanakan pada masing-masing subsistem agribisnis Dalam hal ini penulis melibatkan penyuluh pertanian, kepala desa, dan tokoh masyarakat yang berpengaruh di desa

40

benih jagung manis memiliki status sebagai jagung hibrida (hasil hibridisasi antara Tipe Dent dan Tipe Flint), sehingga proses pengadaan benihnya hanya bisa dilakukan oleh pemulia tanaman. Di samping kondisi di atas, yang kini menjadi salah satu persoalan utama yakni adanya kelangkaan pupuk kimia bagi petani di Desa Pandanrejo. Biasanya para petani di Desa Pandanrejo, selalu mendapat subsidi pupuk dari pemerintah Kota Batu, namun karena sistem koordinasi yang kurang baik antara Dinas Pertanian dan Pemeritah Kota Batu, menyebabkan adanya penimbunan pupuk dan justru dijual ke desa lainnya. Akibatnya petani di Desa Pandanrejo mengalami kekurangan pupuk sehingga berdampak pada usahatani mereka. Kegiatan dalam upaya pengembangan subsistem ini adalah melakukan kegiatan penyuluhan kepada petani Jagung Manis yang berada di Desa Bumiaji dalam penggunaan saprotan bermutu. Metode yang digunakan berupa metode diskusi dan tanya jawab. Untuk mencapai keberhasilan dalam penggunaan saprotan bermutu perlu adanya kerjasama antara petani dan lembaga penyedia saprotan seperti KUD dan kios-kios saprodi lainnya. Untuk memperoleh benih bermutu dan pupuk, petani di Desa Pandarejo bisa diperoleh dari KUD terdekat yakni KUD Suka Tani yang sudah sejak lama berdiri dan mampu menyediakan semua sarana produksi pertanian dengan harga yang terjangkau sehingga petani tidak lagi harus mencari saprotan ke Kota Batu. Sedangkan untuk masalah kelangkaan pupuk bersubsidi, penulis menyarankan kepada petani agar selau berkomunikasi dengan penyuluh, sehingga penyuluh itu sendiri mampu menyampaikan permasalahan ini ke Dinas Pertanian Kota Batu agar sesegera mungkin diambil suatu tindakan pemecahan yang tepat. Dan permasalahan ini sudah mulai ditanggulangi oleh Dinas Pertanian Kota Batu, dimana subsidi pupuk untuk petani di Desa Pandanrejo bisa diterima berkat kerjasama dengan salah satu pemiliki kios saprodi di Kecamatan Bumiaji. 2. Subsistem Agroproduksi (Usahatani) Subsistem agroproduksi merupakan suatu rangkaian kegiatan proses produksi yang terdiri atas kegiatan-kegiatan mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan (penyiangan, penggemburan, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit), penanganan pascapanen dan panen.

41

Berdasarkan informasi dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), observasi lapangan dan dari data-data sekunder yang diperoleh, petani yang berada di Kecamatan Bumiaji khususnya di Desa Pandanrejo mempunyai anggapan bahwa semakin banyak menggunakan pupuk dan pestisida maka akan diperoleh hasil yang tinggi. Pada kegiatan tugas akhir ini, penulis bekerjasama dengan salah seorang rekan mahasiswa yang mengambil judul tugas akhirnya aplikasi pupuk dan pestisida organik pada tanaman tomat untuk sama-sama memberikan materi penyuluhan dan demonstasi cara tentang pembuatan pupuk cair organik dan pengapilkasiannya pada tanaman Jagung Manis. Pembuatan pupuk cair organik ini menggunakan bahan dasar berupa sampah daun, molase air kelapa dan air cucian beras yang diperam selama 1 minggu. Proses pembuatan pupuk cair organik ini dilaksanakan pada tanggal 18 April 2009 yang bertempat di lahan milik kelompoktani Musyawarah Tani II. Dengan demikian petani diharapkan mau dan mampu menerapkan pemupukan sesuai dengan anjuran dengan harapan tingkat residu kimia dapat ditekan seminimal mungkin sehingga akan memperoleh sistem pertanian yang ramah lingkungan dan produk makanan sehat dan aman. Selain permasalahan rendahnya aplikasi penggunanaan pupuk dan pestisida organik yang ditemukan di lapangan, yang menjadi sorotan penulis juga adalah penanganan pascapanen yang kurang tepat dari petani di Desa Pandanrejo sehingga banyak kehilangan hasil. Untuk mengatasi hal ini penulis melakukan kegiatan penyuluhan melalui diskusi dan demonstrasi langsung di salah satu petani pengumpul Jagung Manis. Materi penyuluhan mengenai kegiatan penanganan pascapanen Jagung Manis mulai tahapan sortasi dan grading, pengkelasan, pembersihan kelobot, pengemasan yang baik. Selain pemberian materi, penulis juga mengambil sampel petani sebanyak 30 orang untuk mengukur tingkat pengetahuan dan keterampilan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.

42

Tabel 4.

Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Pengetahuan Penanganan Pascapanen Jagung Manis di Desa Pandanrejo Kecamatan BumiajiPre Test 3.0 3.0 4.0 5.0 4.0 5.0 3.0 4.0 5.0 6.0 4.0 4.0 4.0 5.0 3.0 5.0 5.0 4.0 5.0 4.0 5.0 5.0 4.0 4.6 5.0 5.6 3.0 3.6 4.0 5.6 130.4 4.34 Post Test 8.2 7.6 8.2 8.6 8.6 8.0 8.0 9.2 8.4 9.0 8.4 7.8 7.0 8.8 7.8 8.0 8.4 8.4 7.8 8.6 8.4 8.4 7.0 7.6 8.6 9.0 7.8 8.0 8.6 8.4 246.6 8.22 Kenaikan (D) 5.2 4.6 4.2 3.6 4.6 3.0 5.0 5.2 3.4 3.0 4.4 3.8 3.0 3.8 4.8 3.0 3.4 4.4 2.8 4.6 3.4 3.4 3.0 3.0 3.6 3.4 4.8 4.4 4.6 2.8 116.2 3.87 (D - D) 1.33 0.63 0.33 -0.37 0.63 -0.87 1.13 1.33 -0.47 -0.87 0.43 -0.07 -0.87 -0.17 0.83 -0.87 -0.37 1.03 -1.07 0.73 -0.37 -0.97 -0.87 -0.87 -0.37 -0.37 1.03 0.63 0.73 -0.87 (D - D)2 1.7689 0.3969 0.1089 -0.1369 0.39669 -0.7569 1.2769 1.7689 -0.2209 -0.7569 0.1849 -0.0049 -0.7569 -0.0289 0.6889 -0.7569 -0.1369 1.0609 -1.1449 0.5329 -0.1369 -0.9409 -0.7569 0.7569 -0.1369 -0.1369 1.0609 0.3969 0.5329 -0.7569 3.3659

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29 30.

Responden Wariani Liswati Suciati Juati Sunarmi Ina Marni Pinarah Wasiani Hartatik Susmiati Yayuk Dwi Sudarmi Winarsih Wasitah Rina Sukatini Junarni Siti Agustinah Tinin Kiki Anita Liswati Widayati Imas Likah Puji Asih Abiek Tutik Eni Jumlah Rata-rata

1. Catatan :

Responden yang digunakan dijadikan responden tetap

untuk setiap kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi2. Perhitungan :

Ho diterima apabila Ho ditolak apabila D SD = (D D)2 / (n 1) = 3.3659/29 = 0.1160

: - 2,045 t 2,045 : t > 2,045 atau t < - 2,045

= D/n = 116.2/30 = 3.87

43

= 0.34 t hitung = D/(SD/ n) = 3.87 / (0.34/30) = 3.87 / 0.34/5,47) = 3.87 / 0.06 = 64.5 Dari Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu tani dalam penanganan pascapanen Jagung Manis sangat rendah dengan nilai 4.33 akan tetapi setelah dilakukan pembinaan, pengetahuan ibu tani menjadi meningkat menjadi baik dengan nilai 8.21, kenaikan yang diperoleh adalah 3.87 sehingga diperoleh t hitung sebesar 64.5. Maka diambil kesimpulan bahwa nilai t = 64.5 > 2.045, sehingga Ho ditolak. Ini berarti bahwa ada perbedaaan proporsi pengetahuan ibu tani tentang penanganan pascapanen Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan. Kondisi seperti ini bisa dicapai karena hampir sebagian besar ibu tani di Desa Pandanrejo benar-benar aktif dalam mengikuti setiap kegiatan dalam penanganan pascapanen apalagi didukung oleh faktor keluarga dimana 95% adalah petani Jagung Manis. Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 2.

Gambar 2.

Grafik Evaluasi Awal dan Akhir aspek Pengetahuan Penanganan Pascapanen Jagung Manis

44

Berdasarkan Gambar 2 di atas maka dapat diketahui bahwa setelah dilakukan kegiatan penyuluhan, pengetahuan ibu tani tentang penanganan pascapanen Jagung Manis rata-rata meningkat ke arah baik. Hasil post test tertinggi diperoleh Ibu Pinarah dengan nilai 9.2, karena beliau merupakan salah satu petani yang menjadi petani pengumul, sedangkan hasil post test terendah diperoleh Ibu Dwi Sudarmi dan Ibu Liswati dengan nilai 7.0, karena memang ke dua ibu ini bukan merupakan petani Jagung Manis namun hanya sebagai buruh tani. Sedangkan evaluasi keterampilan penanganan pascapanen Jagung Manis tersaji pada Tabel 5. Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Keterampilan Penanganan Pascapanen Jagung Manis di Desa Pandanrejo Kecamatan BumiajiNo. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Responden Wariani Liswati Suciati Juati Sunarmi Ina Marni Pinarah Wasiani Hartatik Susmiati Yayuk Jumlah Rerata Pre Test 3.6 3.0 4.0 4.6 4.0 3.4 5.0 4.6 3.4 4.0 5.0 4.4 49 4.08 Post Test 8.2 8.8 8.2 8.8 8.6 8.6 9.2 8.4 7.8 8.0 9.0 8.8 103.4 8.61 Kenaikan (D) 4.6 5.8 4.2 4.2 4.6 5.2 4.2 4.2 4.4 4.0 5.0 4.4 54.4 4.53 (D - D) 0.07 1.27 -0.33 -0.33 0.07 0.67 -0.33 -0.33 -0.13 -0.53 0.47 -0.13 (D - D)2 0.0049 1.6129 -0.1089 -0.1089 0.0049 0.4489 -0.1089 -0.1089 -0.0169 -0.2809 0.2209 -0.0169 1.5422

Keterangan : berbeda nyata 5% = 2, 201 a. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk setiap kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi b. Perhitungan : Ho diterima apabila : - 2.201 t 2.201 Ho ditolak apabila : t > 2.201 atau t < - 2.201 D = D/n = 54.4/12 = 4.53 SD = (D D)2 / (n 1) = 1.5422/11 = 0.1402 = 0.37

45

t hitung

= D/(SD/ n) = 4.53 / (0.37 / 12) = 4.53 / 0.37 / 3.46) = 4.53 / 0.10 = 45.3

Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel 5 di atas, terlihat adanya peningkatan keterampilan ibu tani secara keseluruhan dari nilai 4.08 menjadi 8.61 ada kenaikan sebesar nilai 4.53. sehingga diperoleh t hitung sebesar 45. Maka diambil kesimpulan bahwa nilai t = 45.3 > 2.201, sehingga Ho ditolak. Ini berarti bahwa ada perbedaaan proporsi keterampilan ibu tani tentang penanganan pascapanen jagung manis sebelum dan sesudah penyuluhan. Kondisi seperti ini bisa dicapai karena memang semua responden sangat aktif mengikuti kegiatan penyuluhan di samping keterampilan yang dimiliki oleh masing masing responden. Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Keterampilan Penanganan Pascapanen Jagung Manis Dari Gambar 3 di atas, terlihat jelas bahwa nilai post test tertinggi

diperoleh Ibu Marni dengan nilai sebesar 9.2 dan nilai terendah diperoleh Ibu Wasiani dengan nilai sebesar 7.8. Kondisi seperti ini bisa diperoleh masing-

46

masing responden karena memang tingkat pendidikan mereka berbeda satu sama lain. Ibu Marni bisa memperoleh nilai tertinggi dikarenakan tingkat pendidikannya lebih tinggi (SLTP) jika dibandingkan dengan Ibu Wasiani. Selain itu juga faktor umur dari masing-masing responden juga mempengaruhi tingkat penyerapan dan adopsi yang diterima. 3. Subsistem Agroindustri (Pengolahan Hasil) Pengolahan hasil pertanian merupakan komponen ke dua dalam agribisnis setelah komponen produksi pertanian. pengolahan hasil. Banyak petani yang tidak melakukan Dalam pengolahan hasil sangat penting karena dapat Tujuan pelaksanaan kajian sistem

meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan keterampilan produsen dan meningkatkan pendapatan produsen. agroindustri ini sistem agroindustri ini untuk mengetahui pengolahan Jagung Manis layak diusahakan di Desa Pandanrejo sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masyarakat setempat. Kenyataan dilapangan para petani Jagung Manis yang berada di Desa Pandanrejo sama sekali belum melakukan pengolahan hasil Jagung Manis. Permasalahan utama yang dihadapi petani Jagung Manis adalah keterbatasan pengetahuan, keterampilan serta modal yang dibutuhkan dalam melakukan pengolahan Jagung Manis. Selain itu pula Jagung Manis sudah terbiasa dijual dalam bentuk segar tanpa harus melakukan penanganan lebih lanjut lagi. Harga Jagung Manis di petani hanya mencapai Rp.2.000/kg apalagi disaat panen bersamaan dengan petani lainnya sekalipun kawasan Kota Batu termasuk kawasan industri pengolahan hasil seperti industri pengolahan apel menjadi kripik. Hal ini terbukti bahwa di sekitar kawasan Kecamatan Bumiaji tidak ditemukan adanya industri dan produk olahan jagung manis baik industri dalam skala besar maupun industri dalam rumah tangga. Kondisi seperti ini memerlukan upaya pengolahan hasil untuk memberi tambahan pada petani dalam peningkatan daya saing produk pertanian. Pelaksanaan subsistem agroindustri pada kegiatan tugas akhir ini adalah pengolahan Jagung Manis dengan membuat Tortilla Chips, Susu Jagung Manis, Dodol Jagung Manis, dan Tape Jagung Manis. Sasaran kegiatan pengolahan hasil

47

ini adalah Kelompok Wanita Tani Musyawarah Tani I, Sumber Tani dan Pangestu yang tergabung dalam Kelompok Ibu PKK Melati Desa Pandanrejo. Kegiatan pengolahan hasil dapat berjalan dengan baik dikarenakan adanya dukungan dari aparat desa dan juga para PPL yang ada di Kecamatan Bumiaji. 1. Susu Jagung Manis Hasil evaluasi pengetahuan mengenai pembuatan Susu Jagung Manis dari sampel sebanyak 30 orang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Pengetahuan Pambuatan Susu Jagung Manis di Desa Pandanrejo, Kecamatan BumiajiNo. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29 30. Responden Wariani Liswati Suciati Juati Sunarmi Ina Marni Pinarah Wasiani Hartatik Susmiati Yayuk Dwi Sudarmi Winarsih Wasitah Rina Sukatini Junarni Siti Agustinah Tinin Kiki Anita Liswati Widayati Imas Likah Puji Asih Abiek Tutik Eni Jumlah Rerata Pre Test 5.0 4.0 5.0 4.0 4.0 3.0 3.0 4.0 3.0 4.0 5.0 3.0 5.0 4.0 5.0 4.6 4.0 5.4 5.0 5.0 4.0 5.0 3.0 3.4 3.6 5.0 4.0 5.0 5.4 4.0 127.4 4.26 Post Test 9.0 8.2 9.4 8.2 8.6 8.0 8.4 8.8 8.0 8.8 8.8 8.0 8.4 8.0 9.2 8.4 8.8 9.4 8.4 9.8 8.4 8.6 8.6 7.6 8.6 8.4 8.6 9.0 8.8 8.0 257 8.56 Kenaikan (D) 4.0 4.2 4.4 4.2 4.6 5.0 5.4 4.8 5.0 4.8 3.8 5.0 3.4 4.0 4.2 3.8 4.8 4.0 3.4 4.8 4.4 3.6 5.6 4.0 5.0 3.4 4.6 4.0 3.4 4.0 129.5 4.31 (D - D) -0.31 -0.11 0.09 -0.11 0.29 0.69 1.09 0.49 0.69 0.49 -0.51 0.69 -0.91 -0.31 -0.11 -0.51 0.49 -0.31 -0.91 0.49 0.09 -0.71 1.29 -0.31 0.69 -0.91 0.29 -0.31 -0.91 -0.31 (D - D)2 -0.0961 -0.0121 0.0081 -0.0121 0.0841 0.4761 1.1881 0.2401 0.4761 0.2401 -0.2601 0.4761 -0.8281 -0.0961 -0.0121 -0.2601 0.2401 -0.0961 -0.8281 0.2401 0.0081 -0.5041 1.6641 -0.0961 0.4761 -0.8281 0.0841 -0.0961 -0.8281 -0.0961 0.952

1. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk

setiap kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi

48

2. Perhitungan :

Ho diterima apabila Ho ditolak apabila D SD = (D D)2 / (n 1) = 0.952 / 29 = 0.0328 = 0.18 t hitung = D/(SD/ n)

: - 2,045 t 2,045 : t > 2,045 atau t < - 2,045

= D/n = 129.5/30 = 4.31

= 4.31 / (0.18 / 30) = 4.31 / 0.18 / 5.47) = 4.31 / 0.03 = 143.33 Dari Tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan petani dalam pembuatan Susu Jagung Manis sangat rendah dengan nilai 4.26 baik 8.56, kenaikan yang diperoleh adalah 4.31 akan tetapi setelah dilakukan pembinaan, pengetahuan petani menjadi meningkat menjadi sehingga diperoleh t hitung sebesar 216. Maka diambil kesimpulan bahwa karena nilai t = 143.33 > 2.045, maka Ho ditolak. Ini berarti bahwa ada perbedaaan proporsi pengetahuan petani tentang pembuatan Susu Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.

49

Gambar 4. Grafik Evaluasi awal dan Evaluasi AkhirAspek Pengetahuan Pembuatan Susu Jagung Manis Berdasarkan Gambar 4 di atas maka dapat diketahui bahwa dalam pembuatan susu jagung manis setelah dilakukan kegiatan penyuluhan, pengetahuan petani sasaran rata-rata menjadi meningkat ke arah baik. Hasil Post Test tertinggi diperoleh Ibu Agustinah dengan nilai sebesar 9.8, sedangkan hasil Post Test terendah diperoleh Ibu Widayati dengan nilai sebesar 7,6. Namun secara umum rata-rata nilai dari semua responden berada di atas 8.0, karena keaktifan dan keterampilan yang tinggi dalam mengadopsi materi yang diberikan. Selain aspek pengetahuan yang diukur, penulis juga melakukan evaluasi terhadap responden wanitatani untuk mengukur tingkat keterampilan sebanyak 12 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Keterampilan Pembuatan Susu Jagung Manis di Desa PandanrejoNo. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Responden Wariani Liswati Suciati Juati Sunarmi Ina Marni Pinarah Wasiani Hartatik Susmiati Yayuk Jumlah Rerata Pre Test 4.0 3.0 4.6 4.0 3.0 3.4 5.4 5.0 4.4 4.0 3.4 4.6 48.8 4.06 Post Test 8.2 8.6 8.8 8.6 8.8 8.6 8.2 8.6 7.8 8.0 7.8 9.0 101 8.41 Kenaikan (D) 4.2 5.6 4.2 4.6 5.8 5.2 2.8 3.6 3.4 4.0 4.4 4.4 52.2 4.35 (D - D) -0.15 1.25 -0.15 0.25 1.45 0.85 -1.55 -0.75 -0.95 -0.35 0.05 0.05 (D - D)2 -0.0225 1.5625 -0.0225 0.0625 2.1025 0.7225 -2.4025 -0.5625 -0.9025 -0.1225 0.0025 0.0025 0.42

Keterangan : berbeda nyata 5% = 2.201a. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk

setiap kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi.b. Perhitungan :

Ho diterima apabila Ho ditolak apabila

: - 2.201 t 2.201 : t > 2.201 atau t < - 2.201

50

D SD

= D/n = 52.2/12 = 4.35 = (D D)2 / (n 1) = 0.42/11 = 0.0381 = 0.19

t hitung

= D/(SD/ n) = 4.35 / (0.19 / 12) = 4.35 / 0.19 / 3.46) = 4.35 / 0.05 = 87

Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel 7 di atas, terlihat adanya peningkatan keterampilan petani secara keseluruhan dari 4.06 menjadi 8.41 ada kenaikkan nilai sebesar 4.35. sehingga diperoleh t hitung sebesar 71.83. Karena nilai t hitung 87 > 2.201 maka Ho ditolak. Berarti Ada perbedaaan proporsi keterampilan petani tentang pembuatan Susu Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan. Dari Tabel 7 di atas terlihat jelas bahwa nilai post test tertinggi diperoleh Ibu Yayuk dengan nilai sebesar 9.0 dan nilai post test terendah diperoleh Ibu Wasiani dengan nilai 7.8. Perbedaaan nilai seperti ini mungkin didasarkan pada tingkat pendidikan yang berbeda antara Ibu Yayuk dan Ibu Wasiani. Hal ini berarti bahwa dengan dilaksanakan kegiatan pembinaan pembuatan Susu Jagung Manis dapat meningkatkan keterampilan Kelompok Wanita Tani sasaran. Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 5.

51

Gambar 5. Grafik Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Keterampilan Pembuatan Susu Jagung Manis Dalam proses pembuatan susu Jagung Manis ini, banyak keuntungan yang bisa diperoleh mulai dari proses penyiapan bahan hingga sampai kepada proses pemasaran. Bahan pembuatan susu Jagung Manis mudah diperoleh setiap petani/wanitatani karena merupakan salah satu jenis komoditi yang diusahakan di Desa Pandanrejo Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Dari segi harga, komoditas Jagung Manis sangat memprihatinkan, dimana di tingkat petani Jagung Manis dijual hanya seharga Rp.2.000/kg. pendapatan keluarga tani. Apabila ibu-ibu tani membuat Susu Jagung Manis dengan menggunakan bahan baku Jagung Manis sebanyak 5 kg/hari, maka akan diperkirakan total biaya yang dibutuhkan adalah Rp. 75.329,2 dengan memperoleh penerimaan dari hasil produk sebesar Rp. 125.000 sehingga keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp. 49.670,8. Dari jumlah Jagung Manis 5 kg/hari dapat menghasilkan 50 cup (200 ml) Susu Jagung Manis dan dapat dijual seharga Rp.2.500/gelas akan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan menjual Jagung Manis dalam bentuk segar (Lampiran 2). Dilihat dari anlisis kelayakan usaha susu Jagung Manis R/C analisisnya adalah sebesar Rp.1.65,. Artinya dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.1,00 akan diperoleh penerimaan sebesar Rp.1.65 (Lampiran 2). Usaha Susu Jagung Manis dapat dilakukan oleh setiap petani/masyarakat umum baik dari skala usaha kecil (home industry) hingga ke skala usaha besar (perusahaan), mengingat semua kebutuhan produksi dapat diperoleh dengan mudah. Oleh karena itu penjualan Susu Jagung Manis dapat dilakukan dimana saja, mulai dari kios-kios kecil, di pasar-pasar tradisional maupun ke toko-toko khusus produk hasil pengolahan. Di sisi lain harga yang mudah dijangkau dapat menar