PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Laporan lobster Simeulue_ok.pdf · Kerangka kulit lobster yang...

33
Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten Simeulue Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki posisi geografis yang unik, berada didaerah tropis dalam posisi silang antara dua benua: Asia dan Australia; dan dua Samudra: Pasifik dan Hindia. Posisi dititik silang ini yang menyebabkan kondisi laut di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yangberkembang dikedua benua dan kedua samudra tersebut. Perubahan musim sera tekanan udara di benua Asia dan Australia misalnya, menyebabkan berkembangan angin musim (moson) di Indonesia yang selanjutnya menentukan musim hujan dan musim kemarau. Pola angin musim dapat mempegaruhi arus air laut dipermukaan. Hubungan antarasamudra Pasifik dan samudra hindia hanya dapat terjadi melalui perairan Indonesia. Pertukaran massa air antara kedua samudra melewati banyak selat yang bertebaran diantara pulau-pulau Nusantara. Kondisi yang unik ini selanjutnya mempengaruhi kehidupan dalam laut. Kekayaan akan jenis biota laut atau keanekaragaman hayati laut di Indonesia juga sangat besar yaitu 10-25% dari kekayaan hayati di dunia. Pemanfaatan sumberdaya laut untuk perikanan merupakan hal yang amat penting sebagai sumber pangan dari komoditi perdagangan. Perikanan disini dimaksud dalam arti yang luas mencakup penangkapan dan pembudidayaan ikan, kerang dan sebagainya.

Transcript of PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Laporan lobster Simeulue_ok.pdf · Kerangka kulit lobster yang...

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki posisi geografis yang unik, berada didaerah

tropis dalam posisi silang antara dua benua: Asia dan Australia; dan dua

Samudra: Pasifik dan Hindia. Posisi dititik silang ini yang menyebabkan

kondisi laut di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi

yangberkembang dikedua benua dan kedua samudra tersebut. Perubahan

musim sera tekanan udara di benua Asia dan Australia misalnya,

menyebabkan berkembangan angin musim (moson) di Indonesia yang

selanjutnya menentukan musim hujan dan musim kemarau. Pola angin

musim dapat mempegaruhi arus air laut dipermukaan. Hubungan

antarasamudra Pasifik dan samudra hindia hanya dapat terjadi melalui

perairan Indonesia. Pertukaran massa air antara kedua samudra melewati

banyak selat yang bertebaran diantara pulau-pulau Nusantara. Kondisi

yang unik ini selanjutnya mempengaruhi kehidupan dalam laut.

Kekayaan akan jenis biota laut atau keanekaragaman hayati laut di

Indonesia juga sangat besar yaitu 10-25% dari kekayaan hayati di dunia.

Pemanfaatan sumberdaya laut untuk perikanan merupakan hal yang amat

penting sebagai sumber pangan dari komoditi perdagangan. Perikanan

disini dimaksud dalam arti yang luas mencakup penangkapan dan

pembudidayaan ikan, kerang dan sebagainya.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 2

Udang merupakan salah satu potensi sumberdaya hayati laut yang

banyak terdapat di Indonesia memegang peranan penting sebagai

komoditif ekspor yang cukup diandalkan dalam peningkatan devisa Negara

dari subsector perikanan. Udang yang diperdagangkan umumnya terdiri

dari udang penaeid (udang windu, udang lamboh), sedangkan komoditi

udang lainnya masih belum banyak diusahakan, maka dilakukan

penganekaragaman. Salah satunya adalah udang karang atau lobster

(Spiny Lobster) yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat penting.

Pemanfaatan lobster di Aceh sebagian besar berasal dari kegiatan

penangkapan dari alam yang produksinya sangat dipengaruhi oleh musim,

dimana perikanan lobster/udang karang di Aceh belum berkembang. Hal

ini dikarenakan usaha penangkapan lobster dilakukan secara sambilan dan

pemasarannya masih tergantung pada pengumpul, sehingga harga

jualnya sangat rendah. Padahal sebagai komoditi ekspor, lobster

mempunyai prospek yang cerah dan belum dapat dipenui oleh Negara-

negara pemasok.

Tujuan Penelitian

Kegiatan penangkapan lobster yang terus meningkat akan

berpengaruh terhadap keseimbangan populasi dan ketersediaan stock

lobster di alam. Pemanfaatan demikian itu akan berakibat menurunnya

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 3

stock, kepunahan spesies, ketidak seimbangan ratio antar jantan dan

betina, serta aspek biologi lainnya. Untuk mencegah kerusakan stock perlu

dilakukan dengan lebih dahulu mengkaji kondisi sumberdaya saat ini di

Aceh. Peneitian ini juga bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis lobster

yang ada di perairan Aceh, hubungan panjang-berat serta potensi lestari

dan tingkat pemanfaatan sumberdaya lobster di perairan Aceh.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 4

GAMBARAN UMUM

Klasifikasi dan Morfologi Lobster

Lobster termasuk dalam famili Palinuridae. Menurut Kanna (2006),

sistematika lobster telah banyak diungkapkan oleh para peneliti, meskipun

terdapat berbagai perbedaan. Klasifikasi lobster dijelaskan oleh Waterman

dan Chace (1960) dalam Moosa dan Aswandy (1982), dengan penjabaran

sebagai berikut; Crustacea (Superkelas) – Malacostraca (Kelas) –

Eumalacostraca (Subkelas) – Eucarida (Superordo) – Decapoda (Ordo) –

Reptantia (Subordo) – Scyllaridae (Superfamili) – Palinuridae (Famili) –

Panulirus (Genus) – Panulirus homarus, P. penicillatus, P. longipes, P.

versicolor, P. ornatus, P. Polyphagus (Spesies). Masyarakat Indonesia

mengenal lobster (spiny lobster) dalam berbagai nama, diantaranya

adalah udang karang (Aceh) urang takka (Makasar), koloura (Kendari),

loppa tasu (Bone), hurang karang (Sunda), bongko (Pangkep), udang

puyuh (Padang), udang topeng (Karawang) dan lain-lain. Umumnya

lobster dikenal sebagai udang barong atau karang (Kanna 2006).

Secara umum telah diketahui bahwa lobster terdiri atas 49 spesies

lobster. Perairan Indo-Pasifik Barat terdapat 11 jenis udang karang dari

marga Panulirus, 6 diantaranya terdapat di perairan Indonesia. enam

jenis lobster yang terdapat di Indonesia merupakan jenis yang menghuni

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 5

perairan tropika yaitu: Panulirus versicolor (Lobster hijau), Panulirus

penicillatus (Lobster batu), Panulirus longipes (Lobster bunga), Panulirus

homarus (Lobster hijau pasir), Panulirus ornatus (Lobster mutiara) dan

Panulirus polyphagus (Lobster bamboo coklat).

Udang barong/lobster (Spiny Lobster) disebut juga udang karang

karena hidup di batubatu karang dan dasar laut yang berpasir halus.

Lobster memilki bentuk yang lebih besar dibandingkan dengan jesnis

udang lainnya, berat perekor dapat mencapai lebih dari 1 kg dan hampir

seluruh tubuhnya ditutupi dengan kulit keras berzat kapur dan penuh

ditumbuhi duri-duri tajam dank eras terutama pada bagian atas kepala

dan atena atau sungut. Lobster memiliki warna yang bermacam-macam,

seperti ungu, hijau, merah, dan abu-abu, serta membentuk pola yang

indah. Kerangka kulit lobster yang keras tersebut sebenarnya tidak

mengandung zat-zat warna hidup. Sifat-sifat pewarnaan yang indah tidak

lain disebabkan oleh zat warna yang dipancarkan oleh butir-butir warna

(chromatoblast) pada lapisan kulit lunak yang ada di bawahnya (Subani,

1978). Antena pada lobster tumbuh baik terutama antena kedua yang

panjangnya melebihi panjang tubuhnya. Pasangan kaki jalannya tidak

mempunyai chela atau capit, kecuali pasangan kaki lima pada lobster

betina. Dalam periode pertumbuhannya, lobster selalu berganti kulit

(moulting). Lobster mudah dibedakan dari jenis udang lain karena kulitnya

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 6

yang kaku, keras, dan berzat kapur, sementara udang biasanya berkulit

tipis, bening, dan tembus cahaya yang terdiri atas chitine.

Secara morfologi seluruh tubuh lobster terbagi atas ruas-ruas yang

tertutup oleh kerangka luar yang keras dan tubuh lobster terdiri atas dua

bagian utama, yaitu bagian depan (cephalotorax) dimana kepala menyatu

dengan dada dan bagian belakang (abdomen atau badan). Cephalotorax

tertutup oleh cangkang yang keras (carapas) dengan bentuk memanjang

ke arah depan. Bagian kepala terdiri atas 13 ruas dan bagian dada terdiri

atas 6 ruas. Sisi kanan dan kiri kepala ditutupi oleh kelopak kepala dan di

bagian bawah dalamnya terdapat insang. Pada bagian ujung cangkang

tersebut terdapat bagian runcing yang disebut cucuk kepala (rostrum).

Mulut terletak pada kepala bagian bawah di antara rahang-rahang

(mandibula).

Mata terletak di bawah rostrum, berupa mata majemuk bertangkai

yang dapat digerak-gerakkan. Pada bagian kepala terdapat beberapa

anggota tubuh yang berpasang-pasangan, antara lain antenulla, sirip

kepala (scophent), sungut besar (antena), rahang (mandibula), dua

pasang alat pembantu rahang (maxilla), tiga pasang maxilliped dan lima

pasang kaki jalan (pereiopoda). Tiga dari lima pasang pereiopoda

dilengkapi dengan jepitan (chela). Pada bagian badan terdapat lima

pasang kaki renang (pleopoda) yang terletak pada masing-masing ruas.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 7

Pleopoda pada ruas keenam membentuk ekor kipas atau sirip ekor

(uropoda) dan bagian ujungnya membentuk ekor (telson).

Gambar 1. Morfologi spiny lobster

Berdasarkan daerah penyebarannya, ruang lingkup lobster pesisir

hanya berada pada dua wilayah yaitu;

1. Continental species spiny lobster, yaitu lobster yang hidup diperaran

karang pantai dangkal. Jenis-jenis lobster yang terasuk dalam

kelompok ini serta karakteristiknya adalah Scalopped spiny lobster

(Panulirus homarus) yang memiliki bagian punggungnya didominasi

oleh warna kehijau-hijauan atau cokelat kemerah-merahan, dan

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 8

terdapat bintik-bintik besar dan kecil berwarna kuning terang. Pada

bagian badan terdapat garis kuning, melintang pada tiap bagian sisi

belakang segmen abdomen. Selain itu, terdapat bercak-bercak putih

pada bagian kakinya. Pada bagian muka terdapat lempeng antenulla

dengan dua buah duri besar. Di belakang masing-masing duri tersebut

terdapat sebaris duri yang terdiri atas 2-6 buah duri kecil. Duri yang

terletak paling belakang berukuran lebih besar, namun masih lebih

kecil dibandingkan dengan duri besar yang terletak di bagian muka.

Bagian belakang sternum dada, baik pada lobster jantan maupun

betina berbentuk lempengan dan bertepi lurus dan Pronghorn spiny

lobster (Panulirus penicillatus) dimana bagian badannya berwarna

hijau tua dan hijau kehitam-hitaman, dengan warna cokelat melintang.

Lobster jantan biasanya berwarna lebih gelap. Jenis ini banyak ditemui

di perairan karang yang tidak jauh dari pantai. Pada bagian abdomen

terdapat bintik-bintik yang tidak terlalu jelas. Kaki jalan bergaris putih,

memanjang pada setiap ruas kaki. Bintik-bintik yang tampak lebih jelas

terdapat pada bagian pleura. Pada lempeng antenulla terdapat enam

buah duri besar dengan dasar saling berhubungan, tanpa duri-duri

tambahan dibelakangnya. Bagian belakang sternum dada berbentuk

gigi, berjumlah dua buah dan terletak saling berdekatan.

2. coral species spiny lobster, merupakan lobster yang hidup di perairan

pantai maupun lepas pantai agak dalam. Salah satu jenis lobster yang

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 9

termasuk dalam kelompok ini adalah Long legged spiny lobster

(Panulirus longipes). Lobster jenis ini memiliki warna dasar kecokelat-

cokelatan dengan warna kebiru-biruan pada antena. Namun, ada juga

yang berwarna merah cokelat cerah sampai gelap atau hitam

kemerah-merahan dengan bintik-bintik putih tersebar di seluruh

tubuhnya. Bagian kaki juga berbintik-bintik putih dan setiap ruas kaki

bergaris-garis cokelat atau kekuning-kuningan memanjang. Pada

bagian muka terdapat lempeng antenulla dengan dua buah duri besar.

Di belakang masing-masing duri terdapat sebaris duri kecil sebanyak 1-

6 buah. Bagian belakang sternum dada berbentuk gigi berjumlah dua

buah dan terletak berdekatan.

Menurut FAO (1991), panjang baku maksimum Panulirus versicolor

(Lobster hijau) dapat mencapai panjang baku 40 cm tetapi rata-rata yang

dicapai umumnya kurang dari 30 cm. Panjang baku Panulirus longipes

(Lobster bunga) dapat mencapai 20-25 cm, dimana panjang karapas

maksimum 12 cm dengan rata-rat 8-10 cm. Panulirus homarus (Lobster

hijau pasir)dapat mencapai 31 cm, panjang karapas 12 cm, dan rata-rat

panjang total antara 20-25 cm. Panulirus ornatus (Lobster mutiara)

merupakan lobster yang terbesar, panjangnya dapat mencapai panjang

baku maksimum 50 cm. Panulirus polyphagus (Lobster bamboo coklat)

adalah lobster yang menyukai dasar berlumpur dekat dengan terumbu

karang.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 10

Ciri-ciri lobster/udang karang secara morfologi antara lain:

- badan besar dan dilindungi kulit keras yang berzat kapur;

- mempunyai duri-duri keras dan tajam, terutama dibagian atas kepala

dan antena atau sungut;

- pasangan kaki jalan tidak mempunyai chela atau capit, kecuali

pasangan kaki lima pada betina;

- dalam periode pertumbuhan lobster selalu berganti kulit (molting);

- memilki warna bermacam-macam yaitu ungu, hiaju, merah dan abu-

abu serta membentuk pola yang indah;

- antena tubuh baik, terutama antena kedua yang lebih panjang dari

pada panjang tubuhnya.

Lobster mencari makan pada malam hari di sekitar karang yang

lebih dangkal. Lobster bergerak di tempat yang aman pada lubang-lubang

karang, merayap untuk mencari makan. Apabila terkena sinar lampu,

lobster akan diam sejenak, kemudian melakukan gerakan mundur dan

menghindar. Pada saat tertentu, biasanya lobster akan berpindah ke

perairan yang lebih dalam untuk melakukan pemijahan. Lobster betina

yang telah matang telur biasanya berukuran (dari ujung telson sampai

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 11

ujung rostrum) sekitar 16 cm, sedangkan lobster jantan sekitar 20 cm

(Kanna 2006).

Makanan yang digemari terdiri dari moluska dan echinodermata.

moluska yang dimakan terdiri dari Gastropoda (sebangsa keong/siput

laut) dan bivalvia (bangsa kerang-kerangan). Echinodermata yang

dimakan terdiri dari ekinoid (bangsa bulu babi), asteroid (bangsa bintang

laut), ofirnoid (bangsa bintang laut mengular), holoturid (tripang) dan

krinoid (lili laut).

Habitat dan Penyebaran

Habitat lobster banyak di temukan pada daerah-daerah yang

terdapat karang, terumbu karang atau batuan yang berbatu karang,

batuan granit atau batuan vulkanik. Terkadang lobster juda dapat

ditemukan di dasar perairan yang berpasir halus. Pada siang hari lobster

akan berlindung pada lubang-lubang atau gua-gua karang. Kebanyakan

lobster hidup pada daerah tropis dan subtropics. sunggut/antena tumbuh

sempurna, panjang sungut kedua dapat melebihi panjang tubhnya.

Daerah sebaran lobster cukup luas, hampir terdapat diseluruh perairan

karang Indonesia.

Perairan Indonesia termasuk daerah penyebaran lobster.

Penyebarannyapun sangat luas. Indonesia diperkirakan memiliki luas

sebaran lobster mencapai 6.799.000 km2 yang tersebar di 21 propinsi.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 12

Propinsi-propinsi yang produktif adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera

Selatan, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali,

Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Perairan wilayah Indonesia

bagian barat yang potensial akan sumberdaya lobster menurut Direktorat

Jendral Perikanan (1992) meliputi Perairan Barat Sumatra, sebagian

Selatan Bengkulu, Perairan Selatan Jawa, dan Perairan Bali. Penyebaran

lobster di Perairan Selatan Jawa meliputi Pangandaran, Pameungpeuk,

dan Pelabuhan Ratu (Subani, 1983).

Pada umumnya, jenis-jenis udang mampu bertahan hidup pada

perairan dengan kondisi salinitas yang berubah-ubah (berfluktuasi). Sifat

seperti ini disebut sifat eurihaline. Akan tetapi, beberapa jenis udang

termasuk udang barong atau lobster, merupakan biota laut yang sangat

sensitif terhadap perubahan salinitas dan suhu. Oleh karena itu, budidaya

lobster harus dilakukan di tempat yang beratap sehingga air hujan tidak

dapat masuk ke dalam media budidaya. Hal ini diperlukan untuk

mencegah terjadinya fluktuasi salinitas dan suhu yang terlalu tinggi. Jenis

Panulirus sp. Lebih toleran terhadap salinitas antara 25-45o/oo (Kanna

2006).

Lobster berdiam di dalam lubang-lubang karang atau menempel

pada dinding karang. Aktivitas organisme ini relatif rendah. Lobster yang

masih muda biasanya hidup di perairan karang di pantai dengan

kedalaman 0,5-3 meter. Habitat yang paling disukai adalah perairan

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 13

dengan dasar pasir berkarang yang ditumbuhi rumput laut (seagrass).

Setelah dewasa, lobster akan bergerak ke perairan yang lebih dalam,

dengan kedalaman antara 7-40 meter. Perpindahan ini biasanya

berlangsung pada siang dan sore hari. Menurut Moosa dan Aswandy

(1984), lobster mendiami suatu perairan tertentu menurut jenisnya

(Kanna 2006).

Jenis Panulirus penicillatus biasanya mendiami perairan dangkal

berkarang di bagian luar terumbu karang, pada kedalaman 1-4 meter

dengan air yang jernih dan berarus kuat. Jenis Panulirus hommarus

biasanya ditemukan hidup di perairan karang pada kedalaman belasan

meter, dalam lubang-lubang batu granit atau vulkanis. Jenis ini sering

ditemukan berkelompok dalam jumlah banyak. Pada saat muda, Panulirus

hommarus lebih toleran terhadap perairan yang keruh. Setelah mencapai

usia dewasa lebih menyukai perairan yang jernih dengan kedalaman 1-5

meter (Kanna 2006).

Panulirus longipes mampu beradaptasi pada berbagai habitat,

namun lebih menyukai perairan yang lebih dalam pada lubang-lubang

batu karang. Pada malam hari, jenis ini sering ditemukan pada tubir-tubir

batuan dan kadang-kadang tertangkap di perairan yang relatif dangkal

(sekitar 1 meter) dengan air yang jernih dan berarus kuat. Jenis Panulirus

ornatus lebih menyukai terumbu karang yang agak dangkal dan sering

tertangkap di perairan yang agak keruh, pada karang-karang yang tidak

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 14

tumbuh dengan baik di kedalamn 1-8 meter. Panulirus versicolor senang

berdiam di tempat-tempat yang terlindung di antara batu-batu karang

pada kedalaman hingga 16 meter. Jenis ini jarang terlihat berkelompok

dalam jumlah yang banyak. Jenis Panulirus poliphagus banyak ditemukan

hidup di perairan karang yang keruh dan sering kali juga ditemukan di

dasar perairan yang berlumpur agak dalam (Kanna 2006).

Menurut Martasuganda (2003), keberadaan ikan dasar, kepiting,

dan udang bisa dideteksi dengan fish finder, berdasarkan kepada data

hasil tangkapan sebelumnya di suatu lokasi atau informasi daerah

penangkapan dari instansi terkait maupun berdasarkan pada catatan

mengenai keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang di daerah

penangkapan. Menurut Kanna (2006), tingkah laku lobster dapat

digambarkan melalui beberapa sifatnya yaitu bersifat nokturnal, bersifat

ganti kulit (moulting atau ecdysis), dan bersifat kanibal. Sifat nokturnal

merupakan sifat lobster yang melakukan aktifitasnya pada malam hari,

terutama aktifitas mencari makan. Pada siang hari lobster beristirahat dan

tinggal di tepi laut berkarang di dekat rumput laut yang subur, bersama

golongan karang. Lobster senang bersembunyi di tempat gelap pada

lubang-lubang yang terdapat di sisi terumbu karang (Kanna 2006).

Peristiwa moulting pada crustacea adalah peristiwa pergantian atau

penanggalan rangka luar untuk diganti dengan yang baru. Proses ini

biasanya diikuti dengan pertumbuhan dan pertambahan berat badan.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 15

Proses pergantian kulit pada lobser hampir sama dengan udang penaeid,

misalnya udang windu. Sebelum moulting, lobster mencari tempat

persembunyian terlebih dahulu tanpa melakukan aktifitas makan dan

tidur. Pada hari ketiga, bagian kepala sudah mulai retak, kemudian

dilepaskan dengan gerakan meloncat. Setelah berganti kulit, lobster akan

mengisap air sebanyak-banyaknya sehingga tubuhnya terlihat

membengkak untuk mengeraskan kulit barunya, lobster membutuhkan gizi

yang cukup dan jumlah makanan yang lebih banyak. Proses pengerasan

kulit biasanya berlangsung selama satu sampai dua minggu (Kanna 2006).

Sifat kanibalisme terjadi ketika jumlah mangsa atau ketersediaan

makanan bagi lobster mulai menurun. Mangsa yang disukai lobster adalah

berbagai jenis kepiting, moluska dan ikan. Jika persediaan makanan tidak

memadai, lobster akan memangsa sesamanya. Sifat lobster yang saling

memakan sesama jenisnya disebut sifat kanibalisme. Peristiwa ini terjadi

terutama jika ada lobster yang sedang dalam kondisi lemah (sedang

berganti kulit) atau pakan yang diberikan kurang tepat, baik jenis, jumlah,

frekuensi, maupun waktu (Kanna, 2006).

Alat Tangkap

Alat tangkap lobster yang digunakan di Indonesia umumnya masih

bersifat tradisional, seperti tombak, pancing, bubu, jaring udang karang

(spinny lobster), atau dengan cara menyelam. Alat tangkap yang paling

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 16

efisien dari segi kuantitas adalah jaring insang karang, tetapi lobster yang

ditangkap umumnya sudah cacat sehingga mengurangi kualitasnya

(Subani, 1983). Sedangkan alat tangkap yang paling baik dari segi kualitas

adalah bubu.

Menurut Martasuganda (1990), bubu merupakan alat tangkap

tradisional yang memiliki banyak keistimewaan, antara lain pembuatan

alat tangkap mudah dan murah, pengoperasian mudah, kesegaran hasil

tangkapan bagus, tidak merusak sumberdaya, baik secara ekologi maupun

teknik, dan dapat dioperasikan di tempat-tempat yang alat tangkap lain

tidak dapat dioperasikan.

Perangkap atau bubu lobster adalah alat tangkap yang bersifat

pasif cara pengoperasiannya, yaitu dengan cara menarik perhatian ikan

agar masuk ke dalamnya. Prinsip penangkapan menggunakan bubu

adalah membuat ikan atau lobster dapat masuk ke dalam dan tidak dapat

keluar dari bubu. Faktor yang menyebabkan ikan karang atau lobster

terperangkap ke dalam bubu adalah karena tertarik oleh bau umpan,

untuk tempat berlindung, sebagai tempat beristirahat, dan karena sifat

thigmotaxis dari ikan itu sendiri (Monintja dan Martasuganda, 1990).

Keefektifan metode penangkapan bubu tergantung pada tingkah

laku ikan sebagai obyek penangkapan, besar kecilnya ukuran celah pada

bubu, dan mulut bubu yang dioperasikan (Reppi, 1989 diacu dalam Suci,

1993). Ukuran pintu masuk berhubungan langsung dengan ukuran dan

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 17

sifat lobster yang ditangkap. Jarak jeruji atau ukuran mata jaring juga

berpengaruh terhadap lobster yang ditangkap (BPPI, 1991). Ukuran pintu

masuk yang umum digunakan untuk perangkap lobster adalah 100 – 230

mm, sedangkan ukuran mata jaringnya berkisar antara 30 – 40 mbar.

METODELOGI

Lokasi dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulan data biologi dan data

penangkapan lobster yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus hingga

Oktober 2014. Tempat penelitian ini adalah Kabupaten Simeulue.

Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1.) Metode pengumpulan data yang meliputi: data produksi yang

diperoleh dari perusahaan pengumpul lobster atau pengusaha

tambak. data keadaan umum lokasi penelitian yang diambil secara

insitu maupun yang diperoleh dari pemerintah setempat. Identifikasi

jenis lobster dengan menggunakan buku identifikasi atau foto. Jenis

kelamin yang ditentukan dengan melihat letak gonopores. Gonopores

lobster jantan terletak pada kaki jalan kelima sedangkanlobster betina

terletak pada kaki jalan ketiga.

2.) Metode pengukuran: meliputi data panjang-berat yang diperoleh dari

pengukuran langsung dengan menggunakan alat ukur (penggaris) 30

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 18

cm dengan ketelitian 0,1 cm dan timbangan digital kapasitas 2000 g

dengan ketelitian 1 g. ukuran panjang yang digunakan adalah

panjang karapas, yaiu panjang garis lurus antara posterior mata

hingga bagian tepi posterior karapas.

3.) Metode wawancara: dilakukan untuk mendapatkan keterangan

mengenai pasca panen dan distribusi dari lobster.

4.) Metode design keramba jaring apung (KJA): meliputi rancangan

keramba, luasan keramba dan analisis usaha.

Analisis Data

Hubungan panjang-berat; persamaan umum hubungan panjang

berat menurut effendie (1979) adaah:

W=aLb

Dimana: W = berat (g)

L = Panjang (mm)

a dan b= konstanta

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Perairan

Kualitas air di setiap lokasi pemeliharaan udang lobster diukur

berdasarkan parameter pH, salinitas, suhu dan DO dapat dilihat pada

Tabel 1. Kondisi kualitas air pada keramba jaring apung menunjukkan

kisaran normal air laut dan belum mengindikasikan terjadinya pencemaran

dan sedangkan untuk kodisi kualitas air pada lokasi kolam beton rata-rata

diatas baku mutu yang sesuai dengan Kepmen LH Nomor 51 Tahun 2004.

pH rata-rata perairan pada keramba jaring apung berkisar antara 7 sampai

9 pada Kabupaten Simeulue sedangkan pada kodisi kolam beton pH rata-

rata mencapai 8 sampai 11.7.

Salinitas berada pada kisaran 33 – 44 ‰ pada lokasi keramba

jaring apug, dan 40 - 45 ‰ pada kolam beton, Sedangkan suhu

permukaan air pada KJA berkisar 29 - 31 °C serta untuk kolam beton

berkisar 26-29 °C. Selain itu juga diketahui bahwa kandungan oksigen

terlarut di perairan berkisar antara 4.1 s/d 8 mg/l untuk KJA dan 9.1 s/d

11.7 utuk kolam beton.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 20

Tabel 1. Kondisi kualitas air

Parameter Simeulu Baku Mutu *)a bpH 7-8 9.1-11.7 7-8.5Suhu (°C) 29-31 27-29 AlamiSalinitas (‰) 34-44 39-45 33-34Do (mg/l) 4.61-6.19 9.1-11.7 >5

*) Kepmen LH Nomor 51 Tahun 2004

a: Keramba Jaring Apung; b: Kolam Beton

Secara umum, dari hasil pengukuran kualitas air laut di lapangan

berdasarkan parameter kualitas air laut tersebut dapat disimpulkan bahwa

kondisi dan karakteristik lingkungan laut di lokasi studi masih dalam batas

kisaran yang cukup baik atau masih dibawah standar baku mutu yang

ditetapkan sehingga bisa dipergunakan untuk pengembangan kegiatan

budidaya perikanan laut, pariwisata bahari, dan kegiatan lainnya.

Aspek Biologis Lobster (Panulirus spp.)

Jenis Lobster

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 21

Dari hasil idetifikasi lapangan, ditemukan jumlah lobster pada

wilayah Kabupaten simeulue sebanyak 69 ekor dengan 4 spesies (table

2.).

Tabel 2. Jenis-jenis lobster yang teridentifikasi pada Kabupaten Aceh Jaya

dan Simeulue

Jenis Lobster Aceh Jaya SimeulueJumlah Persentase Jumlah Persentase

Panulirus homarus 15 38.5 23 33.3panulirus polyphagus 1 2.6 0 0.0Panulirus ornatus 3 7.7 4 5.8Panulirus penicillatus 7 17.9 19 27.5Panulirus versicolor 13 33.3 23 33.3total 39 100 69 100

Lobster pada daerah Kabupaten Simeulue yang paling dominan

tertangkap adalah lobster pasir atau bambu bintik (Panulirus humarus)

dan lobster hijau atau bambu (Panulirus versicolor). Hal ini berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara dengan pengumpul dan nelayan yang

telah melakukan penangkapan lobster atau udang karang selama

bertahun-tahun.

Menurut Cobband (1980), udang karang atau lobster ini disebut

juga spiny lobster karena banyaknya terdapat duri-duri pada karapas dan

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 22

bagian dasarnya terdapat antenna kedua yang panjang. Ciri-ciri lain

sebagai berikut:

Panulirus humarus atau disebut juga dengan lobster pasir dan

bambu bintik mempuyai warna dasar kehijauan sampai kecoklatan,

memiliki bintik-bintik putih yang tersebar pada daerah abdomen. Kaki

jalan memiliki bercak-bercak putih serta karapas anterior dan atara

tangkai mataa berwarna orange tua dan bergaris biru.

Panulirus versicolor yang disebut juga dengan lobster hijau dan

bambu. Lobster dewasa umummnya berwarna biru dan hijau, pada

individu yang lebih besar dapat berwarna hijau. Abdomen berwarna hijau

dan memiliki garis putih yang diapit garis biru disetiap segmen. Karapas

dan duri orbit memiliki kombinasi warna hijau putih dan biru serta kaki

jalan berwarna biru dan bergaris putih.

Panulirus peicillatus merupakan lobster yang memiliki cirri-ciri tubuh

berwarna biru dan hitam gelap. Lobster yang jantan berwarna lebih gelap

dibanding lobster betina. Abdomen mempunyai bintik-bintik yang tidak

jelas serta ujung duri besar pada karapas berwarna kekuning-kuningan.

Tangkai antenna terdapat garis-garis putih, flagellium antena berwarna

kecoklatan dan pangkal tangkai berwarna biru serta memiliki kaki jalan.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 23

Panulirus humarus Panulirus versicolor

Panulirus peicillatus Panulirus ornatus

Panulirus polyphagus

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 24

Panulirus ornatus merupakan lobster yang memiliki tubuh berwarna

kehijauan dan agak kebiruan pada bagian karapas. Setiap ruas abdomen

ditutupi garis tebal berwarna gelap yang terletak dibagian tengah dan

terdapat bercak berwarna kekuningan yang berukuran agak besar.

Flagellum antenula dan kaki jalan berwara kung muda dan hitam. Nama

lokal dari lobster ini adalah lobster mutiara atau lobster maradona.

Panulirus polyphagus biasanya disebut juga dengan lobster

pakistan dengan ciri-ciri berwarna hijau muda kebiruan dengan garis

melintang berwarna putih kekuningan yang terdapat pada setiap segmen.

Memiliki kaki jalan bercak putih berwarna kekuningan.

Analisis Hubungan Panjang-Berat

Analisis hubungan panjang-berat ini bertujuan untuk melihat

pertumbuhan dari lobster. Menurut Effendi (1979) harga koefesien b

dapat ditafsirkan sebagai berikut : bila b<3 maka pertambahan panjang

tidak seimbang dengan pertambahan beratnya, pertambahan beratnya

tidak secepat pertambahan panjangnya. Bila b=3, pertambahan panjang

dan pertambahan berat seimbang. Pertambahan yang demikian ialah

pertumbuhan yang isometric yang lainya pertumbuhan allometrik.

Kemungkinan yang ketiga jika harga b>3, maka dapat ditafsirkan bahwa

pertambahan panjang lobster tidak secepat pertambahan beratnya.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 25

Tabel 3. Rata-rata panjang dan berat lobster pada Kabupaten Simeulue

Jenis LobsterTotal

sample

Rata-rata

PT (cm)

Rata-rata

PK (cm)

Rata-rata

PB (cm)

Rata-rata

Berat (g)

Persetase

(%)

Panulirus homarus 23 18.8 9.3 13.9 389.2 33.3

Panulirus ornatus 4 18.8 8.4 8.3 290.3 5.8

Panulirus penicillatus 19 19.1 8.9 10.8 337.3 27.5

Panulirus versicolor 23 17.9 8.1 13.7 288.6 33.3

total 69 74.6 34.6 46.6 1305.3 100.0

Pada Kabupaten Simeulue jumlah spesies yang ditemukan hanya

empat spesies dengan total sample sebanyak 69 ekor, dimana jenis

Panulirus homarus dan Panulirus versicolor merupakan dua jenis spesies

yang paling banyak ditemukan yaitu 23 ekor, sedangkan jenis Panulirus

ornatus merupakan jenis spesies yang paling sedikit ditemukanyaitu hanya

4 ekor. Sedangkan jenis Panulirus penicillatus ditemukan 19 ekor. Panjang

total rata-rata spesies Panulirus humarus adalah 18.8 cm dengan Rata-

rata panjang karapas dan rata-rata panjang badan adalah 9.3 cm dan

13.9 cm. Sedangkan berat rata-rata mencapai 389.2 g, jenis ini bisa

mencapai ukuran panjang karapas mencapai 50-60 mm pada saat

dewasa. Untuk spesies Panulirus versicolor pajang total rata-rata

mencapai 17.9 cm dimana rata-rata panjang karapas 8.1 cm dan rata-rata

panjang badan 13.7 cm, sedangkan rata-rata berat mencapai 288.6 g.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 26

Penelitian dari Tewfik et all., (2009) menjelaskan bahwa ditemukan

6 spesies Panulirus sp. pada daerah Lhok Kreut, Aceh Jaya dengan lama

penelitian dari Agustus 2007 hingga September 2008. Keenam spesies

tersebut antara lain Panulirus longipes, P. penicillatus, P. humarus, P.

ornatus, P. polyphagus dan P. versicolor. Lama penelitian juga dapat

mempengaruh terhadap jumlah spesies dan jumlah individu yang di

indentifikasi.

Gambar 3. Grafik hubungan panjang karapas dan berat udang Panulirushumarus pada Kabupaten Simeulue

y = 0,0078x + 6,9599R² = 0,7509

0

5

10

15

20

25

30

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Panj

ang

kara

pas (

cm)

Berat (g)

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 27

Gambar 4. Grafik hubungan panjang karapas dan berat udang Panulirusversicolor pada Kabupaten Simeulue

Adapun Pola pertumbuhan lobster yang ditemui adalah sebagai

berikut:

Panulirus humarus : W = 6.959 PK 0.006

Panulirus versicolor : W = 6.719 PK 0.007

Dengan: W = Berat (g), PK = Panjang Karapas dan r = Koefisien korelasi

y = 0,0063x + 6,7191R² = 0,7355

0

5

10

15

20

25

30

0 500 1000 1500 2000 2500

Panj

ang

kara

pas (

cm)

Berat (g)

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 28

Sebagaimana terlihat pada gambar 3 dan gambar 4 maka terdapat

hubungan yang linear pada antara panjang karapas dan berat dari kedua

lobster tersebut. Dimana koefisien korelasi Panulirus humarus mecapai

0.750 dan nilai koefisien korelasi Panulirus versicolor adalah 0.735.

Melalui penelitian ini, dilihat hubungan panjang berat pada lobster pasir

(Panulirus humarus) dan lobster hijau atau lobster bambu (Panulirus

versicolor) yang merupakan lobster yang paling dominan di temukan pada

saat survey di Kabupaten Simeulue.

Sex-ratio

Hasil survey menunjukkan sex-ratio sebesar 1.02:1 – 1.5:1 (tabel 5

dan tabel 6). Penelitian sex-ratio sudah banyak dilakukan dan

menunjukkan hasil yang bervariasi antara suatu daerah dengan daerah

lain. Sex-ratio lobster di Kabupaten Kebumen mencapai 1.06:1 (Kadafi,

2006) di perairan Aceh Barat sebesar 1:3.89 (sumen et al., 1993).

Tabel 4. Jumlah lobster jantan dan betina pada masing-masing jenis diKabupaten Simeulue

Jenis lobsterJantan Betina

Sex-ration % n %

Panulirus homarus 9 39.1 14 60.9 1:1.05

Panulirus ornatus 3 75.0 1 25.0 1.5:1

Panulirus penicillatus 9 47.4 10 52.6 1:1.01

Panulirus versicolor 10 43.5 13 56.5 1:1.03

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 29

Data Sex-ratio pada tabel 5 merupakan data jumlah perbandingan

lobster jantan dan betina pada Kabupaten Simeulue. Jika laju mortalitas

alami stabil sehingga lobster yang belum dewasa dapat tumbuh hingga

dewasa, maka kegiatan penangkapan lobster dapat menganggu

ketahanan populasi hingga punah pada jenis Panulirus longipes dan

Panulirus penicilatus untuk Kabupaten Aceh Jaya, serta Panulirus ornatus

pada Kabupaten Simeulue sebab jumlah jantan yang ditangkap lebih

banyak daripada betina. Penangkapan lobster jenis lain belum

menunjukkan kegiatan penangkapan yang mengganggu keseimbangan

populasi bila didasarkan pada sex-ratio. Hal ini menunjukkan data sex-

ratio perlu dicatat setiap waktu secara baik dan teratur sehinnga data ini

dapat digunakan untuk menentukan kebijakan dalam mengelola

penangkapan sumberdaya lobster.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 30

KESIMPULAN DAN SARAN

Kegiatan penangkapan serta pembesaran lobster pada Kabupaten

Aceh Jaya dan Kabupaten Simeulue dilakukan masih dalam cara

tradisional yaitu dengan menyelam baik pada siang hari maupun pada

malam hari dengan menyelam tanpa menggunakan alat tangkap

(menyelam dengan kompresor atau skin). Selain dengan penyelaman

sebagian nelayan ada juga yang menangkap dengan menggunakan alat

tangkap berupa jaring insang dasar dan bubu yang di letakkan pada

habitat lobster.

Budidaya lobster pada daerah Aceh baru dapat dilakukan oleh

masyarakat yaitu pada tingkat pembesaran saja. Hal ini dikarenkan

kurangnya pemahaman atau ilmu tentang teknik pembudidayaan lobster

oleh masyarakat. Kegiatan pembesaran lobster pada kedua Kabupaten

tersebut dilakukan pada 2 metode yaitu dengan pembesaran pada

keramba jaring apung (KJA) dan pembesaran di dalam kolam beton. Dari

hasil survey yang dilakukan maka dapat direkomendasikan bahwa

keramba jaring apung merupakan teknik pembesaran yang efektif bagi

lobster, hal ini dikarenakan pada KJA sirkulasi perairan yang bagus serta

kualitas air yang sangat baik bagi lobster tersebut. Sedangkan untuk

kolam beton kurang direkomendasikan utuk pembesaran lobster jangka

panjang, karena kualitas air pada kolam beton dapat menurunkan kualitas

bagi lobster tersebut.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 31

Dari hasil wawancara dengan para nelayan dikedua Kabupaten

tersebut, bibit atau anakan untuk pembesaran diperoleh dari alam.

Nelayan yang menangkap lobster akan menjual hasil tangkapan mereka

kepada pengumpul. Jika ukuran yang dijual sudah mencapai nilai

ekonomis atau berukuran besar, maka pengumpul akan langsung

menjualnya dengan pengekspor, dan jika lobster yang dijual oleh nelayan

masih ukuran kecil, maka akan di pelihara oleh si pengumpul hingga

ukuran sudah besar. Dari hasil wawancara dengan 30 nelayan disetiap

Kabupaten menyatakan bahwa, hasil produksi/hasil tangkapan para

nelyan 5 tahun terakhir ini sudah mengalami penurunan yang sangat

besar. Banyaknya para nelayan yang menangkap lobster dan tangkapan

yang terus menurus dapat mengakibatkan populasi lobster akan

mengalami penurunan dan dapat mengakibatkan kepunahan.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 32

Saran

Perlu dilakukan lagi identifikasi spesies selama 1 tahun guna untuk

mengetahui jenis-jenis lobster yang tertangkap dan produksi hasil

tangkapan yang mewakili 2 musim yaitu musim Barat dan musim Timur.

Serta mencatat sex-ratio setiap individu agar dapat diambil kebijakan

konservasi. Perlu dilakukan pelatihan teknik/cara pembudidayaan lobster

bagi masyarakat kususnya nelayan budidaya lobster dengan cara

mengirimkan nelayan atau study banding kedaerah budidaya lobster yang

sudah berpengalaman agar masyarakat tidak lagi mengambil lobster

diperairan sehingga populasi lobster dialam dapat terjaga dan tidak

punah.

Laporan Studi Kelimpahan Lobster di Kabupaten SimeulueDinas Kelautan dan Perikanan Aceh – 2015 Page 33

Foto-Foto Selama Kegiatan Penelitian

Lokasi Pemeliharaan pada KerambaJaring Apung (KJA)

Lokasi Pemeliharaan pada Kolam Beton

Alat Bantu Penyelaman (Skin) Alat Tangkap Jaring Insang