PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis...

18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis sebagian orang menganggap kematian merupakan awal menuju kehidupan yang kekal. Oleh karena itu mereka tidak menanggapi persoalan kematian dengan mendalam dan menjauhkannya dari pikiran. Sebagian orang yang lain menganggap peristiwa kematian merupakan bagian akhir dari kehidupan. Oleh sebab itu, mereka cenderung menghindari dan menganggap kematian sebagai peristiwa yang menakutkan. Dalam hal keengganan untuk membahas kematian secara terbuka ini, Totok S.Wiryasaputra, seorang konselor kedukaan berpendapat bahwa: Kematian merupakan bukti kefanaan dan kerentanan kita. Kita berusaha menolak kefanaan itu dengan berbagai cara. Kematian memang sangat menakutkan, menyusahkan, dan menekan jiwa sehingga kita cenderung menghindari atau menutupinya dengan satu dan lain cara. 1 Menurut penulis kematian adalah bagian dari kehidupan, sehingga harus ditempatkan di tengah-tengah kehidupan. Memperbincangkan kematian bukanlah sesuatu yang tabu, tidak seperti anggapan sebagian orang yang 1 Totok S.Wiryasaputra, Pendampingan Menjelang Ajal, Terminal Illness (Jakarta: PELKESI, 2007),9.

Transcript of PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis...

Page 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut pengamatan penulis sebagian orang menganggap kematian

merupakan awal menuju kehidupan yang kekal. Oleh karena itu mereka tidak

menanggapi persoalan kematian dengan mendalam dan menjauhkannya dari

pikiran. Sebagian orang yang lain menganggap peristiwa kematian merupakan

bagian akhir dari kehidupan. Oleh sebab itu, mereka cenderung menghindari

dan menganggap kematian sebagai peristiwa yang menakutkan. Dalam hal

keengganan untuk membahas kematian secara terbuka ini, Totok

S.Wiryasaputra, seorang konselor kedukaan berpendapat bahwa:

Kematian merupakan bukti kefanaan dan kerentanan kita. Kita berusaha menolak kefanaan itu dengan berbagai cara. Kematian memang sangat menakutkan, menyusahkan, dan menekan jiwa sehingga kita cenderung menghindari atau menutupinya dengan satu dan lain cara.1

Menurut penulis kematian adalah bagian dari kehidupan, sehingga

harus ditempatkan di tengah-tengah kehidupan. Memperbincangkan kematian

bukanlah sesuatu yang tabu, tidak seperti anggapan sebagian orang yang

                                                            1Totok S.Wiryasaputra, Pendampingan Menjelang Ajal, Terminal Illness (Jakarta:

PELKESI, 2007),9.

Page 2: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

mengatakan ora ilok dan nggege mangsa (tidak pantas dan terlalu tergesa-

gesa) jika memperbincangkan kematian. Kematian adalah sesuatu yang pasti

sehingga perlu disiapkan sejak dini, sebelum kematian itu datang. Dalam hal

menyikapi peristiwa kematian, A.Sudiarja,SJ seorang teolog Katolik

menyebut dengan istilah necrocultura.2 Dari sudut pandang necrokultura,

kematian menjadi bagian dalam ruang lingkup kehidupan, menjadi pemikiran

sehari-hari, dan tidak dipandang sebagai sesuatu yang harus dihindari karena

mengganggu kehidupan normal.3

Ketika kita berfikir dengan lebih dalam, sesungguhnya kita justru

dapat belajar tentang kehidupan dari peristiwa kematian. Terkait dengan hal

tersebut seorang Samurai dari Jepang menyatakan“Barangsiapa mengenal

kematian akan mengenal kehidupan, dan barangsiapa melalaikan kematian

juga melalaikan kehidupan.”4 Dengan demikian belajar mengenali kehidupan

harus berjalan seiring dengan mengenali kematian.

Pemerintah Republik Indonesia menetapan kelompok lanjut usia di

mulai dari umur 60 tahun.5 Kelompok lansia ini, pada tahun 2020 jumlahnya

                                                            2A. Sudiarja,SJ, Matinya Kematian. Retorik ( November 2002), 193. 3Ibid. 4Darmaningtyas, Pulung Gantung, Menyingkap tragedi Bunuh Diri di Gunung Kidul

(Yogyakarta: Salwa Press, 2002), 48. 5Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, dan Peraturan

Menteri Dalam Negeri nomor 60 tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Komisi Daerah Lanjut Usia dan Pemberdayaan Masyarakat dalam penanganan Lanjut Usia di Daerah.

Page 3: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

diperkirakan mencapai 11,34 % dari jumlah penduduk di Indonesia.6

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan periode lanjut usia

umur 60 sampai 74 tahun dalam tahap elderly (lanjut usia), umur 75 sampai

90 tahun tahap old (lanjut usia tua) dan umur lebih dari 90 tahun tahap very

old (usia sangat tua).7Totok S.Wiryasaputra menggolongkan warga lanjut usia

umur 60 sampai 69 tahun dalam tahap pratama, umur 70 sampai 79 tahun

tahap madya dan umur 80 tahun atau lebih tahap purna.8 The National

Council On Aging di Amerika Serikat membagi tahapan usia lanjut dengan

istilah young-old (usia 60 sampai 75 tahun), middle-old (umur 75 sampai 85

tahun) dan old-old (umur 85 tahun atau lebih).9 Oleh karena para ahli

berpendapat bahwa usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun, maka penulis

menggunakannya sebagai dasar untuk menentukan batasan usia subyek

penelitian.

Sejauh pemahaman penulis, kelompok lanjut usia merupakan

kelompok yang dekat dengan kematian. Oleh karena faktor kerentaan dan

menurunnya fungsi organ-organ tubuh, maka kematian menjadi bagian yang

                                                            6R.Siti Maryam, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya (Jakarta:Salem Medika,

2008), 9. 7Slameto, Stres, Depresi, serta Problema Psiko sosial yang dialami Lansia, Lembaga-

Lembaga Yang Dimanfaatkan Dan Faktor-Faktor Demografik Yang Terkait (Salatiga: Bimbingan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Pusat Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial- LPU Universitas Satya Wacana, 1999), 3.

8Totok S. Wiryasaputra, Materi kuliah di kelas Bacaan Khusus, UKSW Salatiga, 2011 9Lynne Ann DeSpelder and Albert Lee Strickland, The Last Dance (NewYork: McGraw

Hill, 2005), 404.

Page 4: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

tak terhindarkan. Siti Partini Suardiman seorang guru besar dari Universitas

Negeri Yogyakarta menyatakan bahwa kelompok lanjut usia memang berada

dalam tahap penurunan kondisi kesehatan. Masalah kesehatan ini bersumber

dari menurunnya fungsi organ-organ tubuh seperti jantung, ginjal, paru-paru,

serta kekebalan tubuh yang merosot, sehingga mempermudah datangnya

penyakit pada tubuh.10 Hana Santosa dan Andar Ismail, pengarang buku seri

selamat berpendapat bahwa kelompok lanjut usia adalah manusia yang mulai

masuk dalam proses tahap hidup Menua. Dalam hal ini, menua dipahami

sebagai suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki kerusakan atau mengganti diri, dan

mempertahankan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak dapat

bertahan terhadap infeksi.11

Masa lanjut usia juga dipahami sebagai masa terjadinya penurunan

fungsi organ-organ tubuh. Tubuh dan sel-selnya rusak karena banyak terpakai

dan digunakan secara terus menerus sepanjang hidup dan akan mengakibatkan

tubuh menjadi lemah serta mengalami kerusakan. Organ tubuh antara lain

hati, ginjal, lambung, kulit menurun fungsinya karena racun di dalam

makanan dan lingkungan kita yang dikonsumsi setiap hari. Dalam hal ini

                                                              10Siti Partini Suardiman, Psikologi Usia Lanjut (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), 48. 11Hana Santosa dan Andar Ismail, Memahami Krisis Lanjut Usia, Uraian Medis dan Pedagogis Pastoral ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009 ), 1-5.

Page 5: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

proses menua, dipahami sebagai suatu proses menghilangnya secara perlahan-

lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mengganti diri dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

penyakit yang menyerang. Menurut pendapat penulis pada masa tua tersebut

para lansia kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan menyebabkan makin

banyak kerusakan yang menyebabkan melemahnya organ tubuh. Ketika

fungsi jasmani telah merosot pada titik yang tidak dapat dipertahankan lagi,

maka kematian sebagai bagian akhir dari tahap usia lanjut tidak akan dapat

dihindari.

Dalam mendiskusikan tentang usia lanjut tersebut, Erik H. Erikson ahli

psikoanalisis kelahiran Frankfurt berpendapat bahwa tahap usia lanjut berada

pada fase integritas melawan keputusasaan.12 Seseorang akan merasakan

kepuasan hidup, jika fase-fase hidup sebelumnya dapat dilalui dengan baik

sehingga akan memunculkan harapan-harapan positif sampai menjelang akhir

hidup. Keadaan yang berbeda dialami ketika masa-masa yang telah dilalui

mengalami hambatan-hambatan, sehingga menimbulkan keraguan,

kemurungan dan keputusasaan. Rasa takut terhadap kematian ini akan menjadi

beban yang berat pada masa akhir kehidupan manusia.13 Dengan demikian

                                                            12Erik H.Erikson, Childhood and Society (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), 318. 13John W.Santrock, Life-Span Development-Perkembangan Masa Hidup (Jakarta:

Erlangga, 2002), 250.

Page 6: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

kekurangan atau kehilangan integritas diri mengakibatkan timbulnya

ketakutan kepada kematian sebagai akhir dari kehidupannya.14

Setiap orang memang memiliki sistem kepercayaan yang arahnya

menuju hidup yang kekal, namun demikian kepercayaan tersebut tidak akan

mampu menghilangkan sifat gawat dan dramatis suatu kematian.15 Louis

Leahy, ahli filsafat Jesuit menggambarkan situasi menghadapi kematian

sebagai berikut:

Suatu peralihan jiwa dari dunia spasio temporal kepada suatu hidup baru yang bentuk konkretnya tidak bisa dibayangkan sehingga menyebabkan rasa kuatir karena merasa direnggut dari orang-orang yang dicintai dan mencintainya serta dilemparkan dalam kegelapan dan kesunyian.16

Menurut pendapat penulis membahas soal kematian sesungguhnya

tidak hanya terpaku pada kematian itu sendiri, melainkan juga pada proses

menjelang kematian. Bagi orang Jawa proses ini disebut lelaku.17 Menurut

Y.Tri Subagya, antropolog lulusan Universitas Gajah Mada, proses lelaku ini

merupakan proses pada saat menjelang kematian ketika orang menderita

                                                            14Erik H.Erikson, Identitas dan Siklus Hidup Manusia (Jakarta: PT Gramedia, 1989), 304. 15Louis Leahy,S.J, Misteri Kematian, Suatu Pendekatan Filosofis (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 1996 ),126. 16Ibid. 17Y.Tri Subagya, Menemui Ajal, Etnografi Jawa Tentang Kematian, (Yogyakarta: Kepel

Press, 2005), 137.

Page 7: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

penyakit yang tidak segera sembuh. Proses ini juga terjadi pada masa usia

tua.18

Menurut Zoetmulder lelaku berasal dari kata dasar laku yang berarti

jalan, cara-gaya, gerak maju, kemajuan, perjalanan, cara bertindak, tingkah

laku dan kelakuan.19 Sudarmanto menjelaskan kata lelaku sebagai sekarat.20

Pemahaman yang sama diungkapkan oleh Mangunsuwito.21 Lelaku juga

dipahami sebagai lelungan adoh (perjalanan yang jauh), tetapi juga bisa

berarti sekarat atau wis dungkap mati.22 Dengan demikian, secara khusus kata

lelaku dapat dipahami sebagai proses menjelang kematian. Namun demikian,

secara umum lelaku juga dipahami sebagai seluruh tahap demi tahap

perjalanan kehidupan manusia di dunia ini, mulai dari lahir sampai mati.

Setiap bagian kehidupan tersebut dijalankan dengan cara dan gaya yang khas

pada setiap individu. Proses menjelang kematian sebagai sebuah lelaku,

terkait erat dengan lelaku-lelaku lain yang telah dijalankan. Lelaku-lelaku

yang telah dijalani tersebut akan mempengaruhi lelaku menjelang kematian.

Yeniar Indriana, peneliti dari Universitas Diponegoro Semarang

berpendapat bahwa seperti kelahiran yang perlu dipersiapkan dengan

                                                            18Ibid. 19Zoetmulder, P.J. Kamus Jawa Kuna-Indonesia (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,

1995), 386. 20Sudarmanto, Kamus Lengkap Bahasa Jawa (Semarang: CV Widya Karya, 2008) , 432. 21SA Mangunsuwito, Kamus Bahasa Jawa ( Bandung: CV Yrama Widya, 2007), 304. 22Tim Balai Bahasa, Bau Sastra Jawa (Yogyakarta: Kanisius, 2011), 415.

Page 8: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

matang, sesungguhnya demikian juga dengan kematian, sehingga kematian

menjadi peristiwa yang disambut dengan tenang dan bahagia.23 Dengan

demikian, bobot proses kematian sebagai akhir kehidupan sesungguhnya sama

pentingnya dengan proses kelahiran sebagai awal kehidupan. Penulis

berpendapat bahwa pembahasan tentang proses kelahiran sudah banyak

dilakukan, maka proses menjelang kematian pun layak untuk diteliti. Pada sisi

yang lain, dengan memahami pengalaman-pengalaman para lansia pada saat

menjelang kematian akan berguna dalam melakukan pendampingan yang

tepat sehingga para lansia tersebut bisa berdamai dengan kematian yang

dihadapinya.24

Dengan pemikiran demikian, penulis tertarik dan tertantang untuk

melakukan penelitian dengan judul: Lelaku (Suatu Studi Tentang Pengalaman

Menjelang Kematian Lansia Jawa). Pilihan lansia Jawa dipilih karena lingkup

Gereja Kristen Jawa (GKJ) sebagai tempat peneliti berpelayanan adalah

jemaat yang berbasis budaya Jawa, sehingga masih terdapat warga jemaat

yang menggunakan nilai-nilai dalam budaya Jawa sebagai pegangan hidup,

termasuk dalam proses kematiannya.

                                                            23Yeniar Indriana, Gerontologi dan Progeria (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 90. 24Komaruddin Hidayat, Berdamai Dengan Kematian (Jakarta: PT MIzan Publika, 2009),

125.

Page 9: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Penelitian ini dianggap penting karena sepengetahuan peneliti, belum

pernah dilakukan penelitian yang secara khusus membahas tentang

pengalaman menjelang kematian yang dialami oleh lansia Jawa.

B. Batasan Masalah

Supaya penelitian berjalan terarah dan tetap fokus pada permasalahan

dan tujuannya, perlu ada pembatasan-pembatasan sebagai berikut:

1. Dalam penelitian ini, peneliti memahami kata lelaku secara khusus sebagai

proses menjelang kematian. Proses menjelang kematian tersebut menjadi

bagian tak terpisahkan dari seluruh rentetan perjalanan kehidupan yang

sudah dilalui oleh semua manusia, termasuk kelompok lanjut usia. Lelaku

menjelang kematian adalah bagian utuh dari lelaku-lelaku lain yang telah

dijalankan.

2. Penulis memahami kata pengalaman sebagai hal-hal yang pernah dialami,

dirasai, dijalani, dan ditanggung.25

3. Banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk orang yang sudah tua,

misalnya warga jompo, wulan (warga usia lanjut), glamur (golongan

lanjut umur), usila (usia lanjut), manula (manusia usia lanjut) atau adi

yuswa. Penelitian ini menggunakan istilah lansia karena sudah menjadi

                                                            25Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2008), 35.

Page 10: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

istilah yang dibakukan untuk menunjukkan manusia yang sudah tua. Hal

ini tertuang dalam berbagai peraturan yang diterbitkan tentang warga

lansia.26 Warga lansia Jawa yang diteliti berumur 60 tahun atau lebih.

4. Lansia Jawa dalam penelitian ini adalah lansia yang masih memegang

nilai-nilai budaya Jawa dan memiliki usaha untuk menjaga dan

meneruskan tradisi Jawa dari para leluhurnya.27

5. Jenis kematian yang diamati bukan karena kecelakaan, pembunuhan atau

bunuh diri, melainkan kematian yang diakibatkan oleh faktor kerentaan

dan menurunnya fungsi organ-organ tubuh karena penyakit yang tak

tersembuhkan.

6. Penulis memahami budaya   sebagai aturan-aturan dan jalan hidup yang

membentuk pola dan tindakan yang kongkret serta seperangkat nilai-nilai

yang dianut dan dapat dialih-turunkan dari generasi satu ke generasi

berikutnya sehingga tetap bertahan dari waktu ke waktu.

7. Penulis melakukan penelitian di Kalurahan Rejosari, Kecamatan

Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Pilihan lokasi penelitian

disebabkan karena masih kuatnya pengaruh budaya Jawa di wilayah

tersebut.

                                                            26Undang-Undang no 13 tahun 1998, Keputusan Presiden RI no 52 tahun 2004, Peraturan

Menteri Dalam Negeri no 60 tahun 2008. 27Y.Tri Subagya, Menemui Ajal.,62.

Page 11: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

C. Rumusan Masalah Penelitian

Permasalahan yang menjadi fokus dan arah dalam penelitian ini adalah:

bagaimana pengalaman lansia Jawa pada saat menjelang kematiannya?

Pengalaman yang dimaksud adalah apa yang dipikirkan, dirasakan dan

dilakukan lansia pada saat menjelang kematian tersebut.

D. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan mendeskripsikan apa dipikirkan, dirasakan

dan dilakukan lansia Jawa pada saat menjelang kematiannya.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Dapat dipakai sebagai sumber informasi tentang apa yang dipikirkan,

dirasakan, dan dilakukan lansia Jawa pada saat menjelang kematiaanya.

2. Proses kematian lansia Jawa tersebut dapat menjadi pertimbangan

penyusunan pola pendampingan yang lebih tepat.

F. Metode Penelitian

Penulis melakukan penelitian menggunakan metode kualitatif dengan

pendekatan fenomenologis. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan

melakukan wawancara, observasi langsung serta studi kepustakaan.

Page 12: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Dalam penelitian ini, subyek penelitiannya adalah:

1. Lansia Jawa yang berada pada fase penyakit terminal yang masih

memungkinkan untuk diajak wawancara dan dijadikan sebagai sumber

informasi utama. Peneliti mungkin hanya mendapatkan data yang terbatas

karena lansia Jawa berada dalam keadaan penyakit terminal, tetapi data

tersebut sangat penting karena bisa menggambarkan langsung keadaan

yang sedang dialami.

2. Orang-orang terdekat yang mendampingi lansia Jawa pada saat akan

meninggal dunia dan dijadikan sebagai sumber informasi tambahan.

Peneliti berharap data-data tambahan dari keluarga yang mendampingi

melengkapi keterangan dari sumber utama.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang yang dialami oleh subyek penelitian,

misalnya perilaku, persepsi, motivasi atau tindakan-tindakannya yang

disajikan secara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa.28 Penulis

memilih melakukan penelitian kualitatifkarena masalah penelitian masih

samar-samar, sehingga membutuhkan penjelajahan yang lebih luas dan

dalam terhadap subyek penelitian.29 Penelitian ini juga dapat digunakan

                                                            28Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2010),6. 29Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010), 22-23.

Page 13: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

untuk memahami sesuatu yang ada di balik sebuah peristiwa, sehingga

interaksi sosial dan perasaan subyek penelitian dapat diketahui. Lexy J.

Moleong, peneliti dan guru besar Universitas Negeri Jakarta berpendapat

bahwa penelitian kualitatif biasa menggunakan cara pengamatan,

wawancara dan penelahaan dokumen sebagai teknik pengumpulan data.

Data-data yang dikumpulkan tersebut berupa kata-kata dan gambar yang

diperoleh dari naskah wawancara, catatan-catatan lapangan, foto dan

dokumen-dokumen serta dideskripsikan secara runtut menjadi suatu

laporan ilmiah.30

Bagong Suyanto, seorang sosiolog Universitas Airlangga

berpendapat bahwa penelitian kualitatif ini dilakukan dengan berdasar

pada prosedur logika yang berawal dari hal-hal khusus sebagai hasil

pengamatan dan berakhir pada suatu kesimpulan yang sifatnya umum,

mempelajari manusia secara lengkap dengan situasi yang sedang dihadapi

sebagai kesatuan yang saling berhubungan, memahami perilaku manusia

dari sudut pandang mereka sendiri, lebih mementingkan proses daripada

hasil, bersifat humanistik dengan berempati sehingga memahami secara

                                                            30Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 8.

Page 14: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

pribadi subyek penelitian serta Semua aspek kehidupan dianggap penting

dan dihargai sebagai suatu hal yang spesifik dan unik.31

Penulis melakukan pendekatan fenomenologis karena menekankan

pengalaman-pengalaman subyektif yang muncul dari suatu perspektif

kesadaran seseorang. Sesuai dengan akar katanya, fenomenon memiliki

akar yang sama dengan kata fantasi, fantom, fosfor atau foto yang berarti

sinar atau cahaya. Dengan demikian pendekatan ini dikerjakan dengan

mengamati sesuatu yang tampak karena bercahaya sehingga

menampakkan dirinya dengan gejala-gejala tertentu.32

Dalam rangka penelitian ini, Anton Boisen salah seorang perintis

pendidikan pastoral klinis berpendapat bahwa seorang manusia dapat

dipandang sebagai suatu dokumen hidup yang dapat dibaca dan

diinterpretasi dalam cara-cara yang sama dengan interpretasi terhadap

teks-teks historis. Menurut Boisen, setiap manusia memiliki depth

experience yang harus didengarkan, dipahami dan dihormati sebagai

sebagai pengalaman yang otentik.33 Pengalaman dunia dalam dari

dokumen yang hidup ini akan tersingkap di dalam bahasa dan tingkah laku

                                                            31Bagong Suyanto-Sutinah-Ed, Metode Penelitian Sosial-Berbagai Alternatif Pendekatan

(Jakarta,Kencana, 2010), 169-170. 32Driyarkara, Karya Lengkap Driyarkara, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006)

1322. 33Ch.V. Gerkin, “Dokumen Yang Hidup: Citra Boisen Sebagai Paradigma” dalam buku

Teologi dan Praksis Pastoral-Antologi Teologi Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 380-381.

Page 15: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

yang harus dicermati oleh peneliti. Sejarah pribadi dan sosial, serta nilai-

nilai yang dianut akan diserap dengan observasi langsung serta dengan

melakukan wawancara.

Penulis mengumpulkan data dengan melakukan wawancara,

observasi langsung serta studi kepustakaan. Model wawancara yang

dipilih adalah wawancara tidak terstruktur. Model ini dipilih karena

penulis tertarik untuk menanyakan suatu hal secara lebih mendalam

sehingga menghasilkan penemuan tertentu. Kecuali itu terdapat maksud

untuk mengungkap motivasi, penjelasan serta pengertian dari suatu

keadaan tertentu dari subyek penelitian. Arah pertanyaan yang

disampaikan dalam wawancara menyangkut pengalaman atau perilaku

serta pendapat atau nilai. Demikian juga berkaitan dengan perasaan dan

pengetahuan yang dimiliki responden, termasuk latar belakang hidupnya.

Hal–hal yang lain juga diperhatikan adalah yang berkaitan dengan

pengalaman indrawi yaitu apa yang dilihat, diraba, dan dicium subyek

penelitian.34

Observasi atau pengamatan sebagai cara mengumpulkan data

dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan untuk mengamati secara

                                                            34Lexy.J, Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 92-194.

Page 16: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

langsung responden yang dalam penelitian ini disebut sebagai subyek

penelitian.35

Studi kepustakaan menyangkut dokumen-dokumen dan buku-buku

yang terkait dengan tema penelitian, dan berisi catatan atau karangan

seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman dan kepercayaannya.

Penulis akan mewawancarai lima orang lansia Jawa yang tinggal di

Kalurahan Rejosari Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.

Pemilihan subyek penelitian didasarkan pada situasi khusus yang sedang

dialami oleh para lansia tersebut yaitu yang dalam situasi penyakit terminal

tanpa mempertimbangkan faktor agama dan jenis kelamin. Selain penulis

mengumpulkan data dari lima lansia tersebut, penulis juga akan

mewawancarai orang terdekat yang mendampingi para lansia tersebut

sehingga mendapatkan informasi-informasi tambahan.

Dalam penelitian ini yang ditekankan adalah aspek subjektif dari

lansia Jawa yang berada pada tahap menjelang kematian. Penulis berusaha

untuk masuk ke dalam dunia para lansia Jawa sedemikian rupa sehingga

mengerti apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh lansia Jawa

tersebut pada saat menjelang kematiannya.

                                                            35Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif., 72.

Page 17: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Setelah mendapatkan data penelitian, penulis akan melakukan

analisis data. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh melalui wawancara, hasil pengamatan dan

dokomen-dokumen yang diperlukan. Penulis melakukan analisis data

dengan mengelompokan data ke dalam kategori- kategori tertentu. Analisa

data kualitatif bersifat induktif. Dari data yang diperoleh memungkinkan

menjadi hipotesis dan ketika hipotesis diterima dapat berkembang menjadi

suatu teori.36 Mengutip pendapat Miles dan Huberman, Sugiyono, guru

besar Universitas Negeri Yogyakarta menyatakan bahwa proses analisis data

mencakup Data Reduction (reduksi data), data display (penyajian data) dan

conclusion drawing (verifikasi data).37 Pada tahap reduksi, data penelitian

yang beragam dan rumit dirangkum, dipilih hal-hal pokok yang sesuai

dengan tema penelitian sehingga data terpilah-pilah sesuai dengan

kebutuhan penelitian.

Setelah proses reduksi dilakukan, data penelitian disajikan dengan

teks yang bersifat naratif. Melalui penyajian ini, data menjadi lebih

terorganisir, tersusun pola hubungan, sehingga semakin mudah dipahami

guna langkah selanjutnya. Penarikan kesimpulan dan verifikasi data

menghasilkan gambaran dari para subyek penelitian yang semakin jelas,

                                                            36Ibid.,89. 37Ibid.,99.

Page 18: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengamatan penulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12301/1/T2_752010014_BAB I.pdf · Undang-Undan nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

sehingga akan terlihat adanya perbedaan, persamaan, pola, dan urutan

pengalamannya. Kesimpulan ini diharapkan bisa menjawab rumusan

masalah penelitian yang telah ditentukan.

G. Susunan Penulisan

Dengan mempertimbangkan tujuan penelitian diatas, maka penulis

menyusun penulisan dalam lima bab, yakni (1) Latar Belakang Penelitian,

(2) Tahap-Tahap Menjelang Kematian Menurut Elisabeth Kübler-Ross

Sebagai Kerangka Teori Penelitian, (3) Temuan Lapangan, (4) Analisa Data

Penelitian, dan (5) Kesimpulan dan Penutup.