PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
-
Upload
duongkhanh -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau
yang berjajar di sekitar garis khatulistiwa, terletak di antara dua benua (Asia dan
Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik). Letak geografis Indonesia
yang sangat strategis tersebut ikut menentukan posisi dan peran Indoneisa dalam
hubungan antar bangsa, oleh karena itu untuk mempelancar roda perekonomian,
menjaga, dan memperkokoh persatuan dan kesatuan, serta mempelancar
hubungan dengan negara lain, dibutuhkan sistem transportasi yang memadai.
Dalam sistem transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong dan
penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang,
dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya.
Pentingnya jasa transportasi ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya
kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan ke
seluruh pelosok tanah air. Menyadari begitu besarnya peran transportasi, maka
transportasi perlu untuk ditata dalam suatu sistem transportasi nasional yang
terpadu untuk mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang aman, nyaman,
cepat, teratur,dan dengan biaya yang dapat dijangkau oleh semua lapisan
masyarakat.
Alat transportasi di Indonesia meliputi transportasi darat, laut, dan udara.
Ketiga alat transportasi tersebut memang memegang peranan yang sangat penting
dan saling mengisi dalam menjalankan fungsi sebagai alat angkut orang maupun
2
barang. Pengangkutan dalam kehidupan masyarakat mempunyai peran yang
sangat penting, karena didalam pengangkutan hampir semua kegiatan ekonomi
dan kegiatan masyarakat pada umumnya dapat berjalan secara lancar.
Peranan pengangkutan didalam dunia perdagangan bersifat mutlak, sebab
tanpa pengangkutan, perusahaan tidak mungkin dapat berjalan. Barang-barang
yang dihasilkan oleh produsen atau pabrik-pabrik dapat sampai di tangan
pedagang atau pengusaha hanya dengan jalan pengangkutan, dan seterusnya dari
pedagang atau pengusaha kepada konsumen juga harus menggunakan jasa
pengangkutan. Pengangkutan di sini dapat dilakukan oleh orang, kendaraan yang
ditarik oleh binatang, kendaraan bermotor, kereta api, kapal laut, kapal sungai,
pesawat udara dan lain-lain.1
Masalah pada masa kini adalah bagaimana cara memajukan transportasi yang
dapat menghasilkan produk jasa angkutan yang aman, nyaman, murah, dan dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan adanya hal tersebut peningkatan
kemakmuran masyarakat akan dirasa lebih meningkat, karena salah satu
kebutuhannya dapat terpenuhi dengan baik. Masyarakat ingin terpenuhi
kebutuhan produksi jasa angkutan dengan tarif yang rendah tapi dengan pelayanan
bernilai tinggi.
2
Contoh alat transportasi darat yang sangat digemari masyarakat Indonesia
pada saat ini adalah kereta api. Kereta api mempunyai karakteristik khusus, yaitu :
1 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum
Pengangkutan, ctk.keenam (Jakarta: Djambatan,2003) hlm. 1.
2 Soegino Tjakranegara, Hukum pengangkutan Barang dan Penumpang (Jakarta, PT.Rineka
Cipta,1995) hlm. 2.
3
a. Melekat pada jalurnya, hanya bisa beralih ke jalur lain jika ada wesel yang
mengalihkannya.
b. Jarak pengeremannya relatif jauh dibandingkan dengan jenis kendaraan
lainnya terutama dengan jenis kendaraan jalan raya, sehingga setiap
gerakan perjalanan kereta api harus memiliki jarak minimal antara dua
kereta api berurutan untuk itu dilengkapi oleh sinyal untuk membatasinya,
untuk keamanan perjalanan kereta api mempergunakan sistem blok
dimana tiap blok selalu dibatasi oleh suatu sinyal sehingga perjalanannya
harus terencana dengan baik.
c. Setiap blok hanya diijinkan dilewati satu kereta api dalam waktu
bersamaan.
d. Memiliki jadwal yang pasti di tiap-tiap stasiun,stasiun pemberangkatan
dan semua stasiun yang akan dilewatinya dan sampai stasiun tujuan akhir
melalui diagram waktu ruang atau grafik perjalanan kereta api (GAPEKA)
e. Produk jasa angkutannya bersifat massal.
f. Perjalanan kereta api umumnya tidak memerlukan berhenti dan jalan
kembali berulang-ulang, kecuali untuk keperluan operasi kereta api
(bersilang atau disusul) dan keperluan jasa angkutan.3
Keunggulan yang dimiliki kereta api tersebut memberikan nilai lebih bagi
masyarakat Indonesia. Hal itulah yang menjadikan kereta api sebagai angkutan
yang paling banyak dicari oleh banyak orang. Seperti misalnya pada musim arus
mudik dan arus balik lebaran, kereta api menjadi pilihan utama ribuan pemudik
3 http://aansetia.blogspot.com/2009/02/karakteristik-transportasi-kereta-api.html. diakses,
Oktober, 25, 2009, jam 21.55.
4
dari kota-kota besar untuk kembali ke kampung halamannya. Keinginan
masyarakat untuk menggunakan kereta api didorong pada murahnya harga tiket
dan jadwal keberangkatan yang dianggap lebih memberikan kepastian kepada
calon penumpangnya. Selain harga tiket yang cenderung murah, hal lain yang
mendorong para pemudik memilih jasa angkutan darat kereta api adalah faktor
kenyamanan dan keamanan, karena kereta api memiliki lintasan sendiri dan
pengaturan perjalanan ketat disertai pemantau di setiap stasiun.
Namun dalam kenyataanya sangat bertolak belakang dari apa yang
masyarakat harapkan. Pelayanan yang diberikan PT KAI selaku Perusahaan milik
Negara yang menaungi angkutan darat kereta api bisa dikatakan tidak sesuai
harapan masyarakat selama ini. Hal ini ditujukan dengan adanya keluhan-keluhan
dari konsumen selaku penumpang kereta api, Dengan kata lain, perlindungan
konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum
terhadap hak-hak konsumen, menurut Shidarta secara umum ada empat hak dasar
konsumen, yaitu :
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety).
2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed).
3. Hak untuk memilih (the right to choose).
4. Hak untuk didengar (the right to be heard).4
Ada beberapa contoh kasus yang dialami oleh konsumen terhadap pelayanan
PT KAI dimana tidak terpenuhinya hak-hak yang disebutkan di atas sebagai
4 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Jakarta : Grasindo.2000) hlm. 16.
5
berikut: Rabu, 7 Maret 2007, pukul 22.30 WIB. Saya, dan kedua adek saya pulang
ke Yogyakarta dari Cirebon menggunakan Kereta Senja Utama Yogyakarta kelas
Bisnis. Kami bertiga tertidur karena kelelahan setelah menghadiri peringatan 1
tahun meninggalnya ayah kami, dan satu jam kemudian adek saya mendapati tas
yang dibawanya sudah hilang. Anehnya semua penumpang di gerbong tersebut
tidak ada yang tahu siapa yang mengambil tas adek saya karena mereka semua
mengaku tertidur. Kejadiannya berlangsung sangat cepat sekali, adek saya sempat
syok dan memeriksa ke seluruh gerbong bersama seorang POLSUSKA, namun
hasilnya nihil. Bahkan sepertinya POLSUSKA sudah terbiasa dengan kejadian
tersebut sehingga beliau langsung mengatakan bahwa barang yang hilang di
kereta api tidak akan ditemukan lagi, jadi percuma saja mencarinya di atas kereta
api. kebetulan sekali isi tas tersebut adalah napas hidup adek perempuan saya,
karena isinya adalah semua barang-barang yang sangat penting, baik berupa surat-
surat berharga, kartu ATM, STNK dan kunci motor, handphone, kamus
elektronik, uang, obat-obatan, flash disk yang berisi tugas-tugas kuliah selama 5
semester, buku kuliah dan barang-barang yang kiranya memiliki kenangan
tersendiri bagi adek saya. Saat ini adek saya masih mengalami depresi, mengingat
semua barang-barang penting bagi hidupnya ada dalam tas tersebut. ternyata
kejadian pencurian di kereta api adalah hal yang sudah kerap terjadi dan terus
berulang. Pengamanan kereta api meskipun kelas bisnis hanya dijaga satu
Polsuska, sehingga para penjahat memiliki keberanian dan banyak kesempatan
untuk melakukan tindakan kriminalitas.5
5
( Disampaikan oleh Konsumen)
http://www.geocities.com/darikonsumen1/perjl04.html diakses, Oktober, 25, 2009, jam 18.40.
6
Tidak hanya masalah pencurian di atas gerbong kerta api bisnis saja, tetapi
juga mengenai sarana dan prasarana kereta api. seperti tidak adanya palang pintu
kereta api, kondisi gerbong yang kotor, kondisi wc yang kotor dan tidak adanya
air bersih, bahkan untuk kereta api eksekutif, AC didalam gerbong tak berfungsi
dengan baik, disampaikan oleh konsumen
Saya bersama ibu naik kereta api eksekutif Taksaka 2 jurusan Yogyakarta-Jakarta
(4/8). Berangkat dari Stasiun Tugu, Yogyakarta, pukul 10.00, dan sampai di
Stasiun Gambir, Jakarta, pukul 18.30. Selama perjalanan, pelayanan yang
didapatkan tidak memuaskan, yaitu AC di gerbong 6 tidak berfungsi atau mati
total. Sehubungan kaca jendela kereta api tidak dapat dibuka, maka sirkulasi udara
menjadi tidak ada, sehingga ruangan di dalam gerbong 6 menjadi pengap dan
panas. sudah berulang kali, saya melaporkan kepada petugas di dalam gerbong
kereta api tersebut, tetapi para petugas hanya mengatakan, akan dilaporkan.
Namun, hingga sampai di Stasiun Gambir, AC tetap tidak juga berfungsi.
Jika di dalam gerbong ada penumpang yang berpenyakit jantung atau asma,
keadaan seperti itu dapat memperburuk penyakitnya. 6
Begitu pula dengan kecelakaan kereta api yang memperburuk keadaan, contoh
kasus : Kecelakaan maut terjadi di Klaten, Jawa Tengah antara kereta api (KA)
Prambanan Express (Pramex) jurusan Solo-Yogyakarta dengan sebuah minibus
yang mengangkut rombongan tamu pernikahan, Minggu 5 Juli 2009.
Kecelakaan menurut informasi terjadi sekitar pukul 10.20 Waktu Indonesia Barat.
6 Ibid, jam 19.38.
7
Selain menabrak bus, kereta api juga menabrak sebuah sepeda motor. Bus terseret
hingga jarak 500 meter dari lokasi.
"Saat melewati perlintasan kereta api tanpa palang, ada sepeda motor yang
mogok di tengah jalan," kata salah satu korban selamat, Suroso, Minggu siang.
Karena menunggu sepeda motor yang mogok, tambah dia, minibus terjebak di rel.
"Apalagi posisi relnya menanjak," ujar dia. Rombongan minibus berasal dari
Sumber Lawang, Sragen, Jawa Tengah.
Mereka akan menghadiri sebuah acara pernikahan di Klaten, Jawa Tengah.
Akibat dari kecelakaan maut tersebut 11 orang tewas, saat ini jenazah para korban
disemayamkan di ruang jenazah RSUD Klaten.
Sementara 14 lainnya mengalami luka-luka dan sedang dirawat di RS Islam
Klaten.
Sampai saat ini kereta dan minibus yang ringsek belum bisa dievakuasi dari
tempat kejadian. Petugas Kereta Api sedang berusaha memindahkan dua
kendaraan nahas tersebut dari rel. Sementara para penumpang kereta sudah
dialihkan ke kereta lainnya.7
Kondisi dan keadaan kereta api yang demikian, sangat merugikan masyarakat
pengguna jasa kereta api. Penumpang kereta api tidak lagi mendapat kenyamanan,
keamanan dan keselamatan dalam menggunakan produk jasa angkutan kereta api.
7 http: nasional.vivanews.com/.../72421-kereta_pramex_menabrak_minibus__11_tewas -
diakses, Oktober, 28, 2009, jam 23.43
8
Menurut A.Z. Nasution menyatakan bahwa kasus kecelakaan kereta api masuk
kategori sengketa konsumen. Nasution mengutip Pasal 19 UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Ayat (2) pasal tersebut menyatakan bahwa ganti
rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang, jasa yang setara
jenis atau nilainya, perawatan kesehatan, pemberian dan satunan yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 8
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
Sehingga akan menimbulkan sengketa antara konsumen dengan pelaku
usaha, dalam hal ini adalah PT KAI . Dalam kondisi dan keadaan kereta api yang
demikian, PT KAI jelas-jelas tidak melaksanakan kewajibanya sebagai pelaku
usaha, PT KAI bertentangan dengan Pasal 7 undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
adapun kewajiban pelaku usaha adalah:
b. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
8 http: cms.sip.co.id/hukumonline/detail.asp?id=6822&cl=Berita - diakses, Oktober, 28, 2009,
jam 23.55
9
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan garansi
atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian;
Dengan melihat betapa pentingnya perlindungan hukum bagi konsumen
terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi dan bagaimanakah mencari
penyelesaianya, maka penulis berminat meneliti yang akan dituangkan dalam
bentuk skripsi dengan mengambil judul:
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENUMPANG ANGKUTAN
KERETA API DI YOGYAKARTA.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah maka
penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:
10
1. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen penumpang angkutan
Kereta Api di Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen penumpang
angkutan Kereta Api di Yogyakarta.
D. Tinjauan Pustaka.
Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan brang dan manusia dari
tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini terkait unsur-unsur pengangkutan
sebagai berikut :
1. Ada sesuatu yang diangkut
2. Tersediannya alat angkut sebagai alat angkutnya, dan
3. Ada tempat yang dapat dilalui alat angkut.9
Fungsi pengangkutan itu sendiri adalah pemindahan barang atau orang dari
suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna nilai.
Di sini jelas, meningkatnya daya guna dan nilai merupakan tujuan dari
pengangkutan, yang berarti bila daya guna dan nilai di tempat baru itu tidak naik,
maka pengangkutan tidak perlu dilakukan, sebab merupakan perbuatan yang
merugikan bagi si pedagang. Fungsi pengangkutan yang demikian ini tidak hanya
9 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta: FH UII PRES, 2006), hlm.
178.
11
berlaku di dunia perdagangan saja, tetapi juga berlaku di bidang pemerintahan,
politik, sosial, pendidikan, hankam dan lain-lain.10
a. Subyek (pelaku) pengangkutan
Pengangkutan sebagai proses terdiri atas serangkaian perbuatan mulai dari
pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian di bawa oleh pengangkut menuju ke
tempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat
tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem yang mempunyai unsur-
unsur sistem, yaitu :
yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan dan pihak yang berkepentingan
dengan pengangkut.
b. Status pelaku pengangkutan
khususnya pengangkut selalu berstatus perusahaan perseorangan,
persekutuan, atau badan hukum.
c. Obyek pengangkutan
Yaitu alat pengangkut, muatan, dan biaya pengangkutan, serta dokumen
pengangkutan
d. Peristiwa pengangkutan
Yaitu proses terjadi pengangkutan dan penyelenggaraan pengangkutan
serta berakhir di tempat tujuan.
10
H.M.N Purwosutjipto, op cit., hlm. 2.
12
e. Hubungan pengangkutan
Yaitu hubungan kewajiban dan hak antara pihak-pihak dalam
pengangkutan dan mereka yang berkepentingan dengan pengangkutan.11
Hubungan antara pengangkut dan penumpang terjadi perjanjian pengangkutan,
sedangkan sopir atau pengoperasi alat angkut dengan pengangkut terjadi
hubungan perjanjian perburuhan, jadi sopir atau pengopersi alat angkut
merupakan buruh dari pengangkut (bukan pengangkut yang sebenarnya). Seperti
perjanjian-perjanjian pada umumnya, dalam perjanjian pengangkutan para pihak
diberikan kebebasan untuk menentukan isi dari perjanjian yang akan dibuatnya.
Apabila terjadi kelalaian pada salah satu pihak, maka akibat-akibatnya ditetapkan
Pengangkutan dalam pengangkutan di atas bukanlah sopir atau pengoperasi
alat angkut yang dioperasikanya, tetapi majikan dari sopir atau pengoperasi alat
angkut tersebut yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan, dimana pihak
lainya adalah penumpang (pengangkut di sini biasanya berstatus perusahaan
perseorangan, persekutuan atau badan hukum).
Sebagaimana yang telah di ketahui bahwa para pihak dalam perjanjian
pengangkutan adalah pengangkut dan penumpang. Baik pengangkut maupun
penumpang berdasarkan perjanjian tersebut mempunyai hak dan kewajibannya
masing-masing.
11
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, ctk. Keempat (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2004), hlm. 4.
13
bagaimana berlaku untuk perjanjian-perjanjian pada umumnya dalam buku ke tiga
dari Kitab Undang-Undang Hukum perdata.12
a. Persetujuan dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan atau brang dari suatu
tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau
pemilik barang mengikatkan diri untuk menbayar biaya pengangkutan.
Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh
dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi dan
mengikat.
Menurut Abdul Kadir Muhammad perjanjian pengangkutan adalah:
13
Dalam perjanjian pengangkutan barang, obyek perjanjian adalah benda atau
binatang, sedangkan dalam perjanjian pengangkutan orang, yang menjadi obyek
adalah orang. Dalam hal ini obyek pengangkutan itu barang, mulai pada saat
diserahkan barang itu kepada pengangkut, maka penguasaan dan pengawasan atas
benda-benda itu ada di tangan pengangkut. Penguasaan dan pengawasan itu akan
berat lagi bila benda angkutan itu berwujud binatang. Pengangkut baru dapat
dipertanggungjawabkan bila benda-benda itu terlambat datang di tempat tujuan,
kurang, rusak atau musnah. Dalam hal perjanjian mengenai pengangkutan orang,
penyerahan kepada pengangkut tidak ada. Tugas pengangkut hanya membawa
atau mengangkut orang-orang itu sampai di tempat tujuan dengan selamat.
14
Perjanjian pengangkutan ini bersifat timbal balik, artinya kedua belah pihak
masing-masing mempunyai kewjiban dan hak. Kewajiban pengangkut adalah
menyelengarakan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat tujuan dengan
selamat, sedangkan kewajiban penumpang adalah membayar biaya pengangkutan.
12
Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 70.
13
Abdulkadir Muhammad, op cit, hlm. 4 .
14
H.M.N Purwosutjipto, op. cit. Hlm. 51.
14
Dengan pemenuhan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak tersebut dapat
dikatakan prestasi para pihak sudah dipenuhi. Menurut Abdulkadir Muhammad,
dalam perjanjian pengangkutan : Penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai
subyek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai obyek karena dia
adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan,
penumpang harus mampu melakukan perbuatan hukum atau mampu membuat
perjanjian.15
Setiap hak dan kewajiban baik dari pihak pengangkut sebagai pelaku usaha
dan pihak penumpang sebagai konsumen dilindungi dan di atur dalam undang-
undang no. 8 tahun 1998 tentang perlindungan konsumen. Istilah “perlindungan
konsumen” berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan
konsumen mengandung aspek hukum. Menurut undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang perlindungan konsumen (UUPK) pengertian perlindungan kosumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen (Pasal 1 angka 1 UUPK). Kalimat yang
menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”. Diharapkan
sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan
Pelaku usaha untuk konsumen.
16
Sedangkan menurut Shidarta istilah “perlindungan konsumen” berkaitan
dengan perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang
mendapatkan perlindungan bukan hanya sekedar fisik, melainkan hak-haknya
15
Abdulkadir Muhammad, op. Cit. hlm 17.
16
Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen. (Ctk Pertama, PT.
raja Grafindo, Jakarta, 2004) hlm 1-2.
15
yang bersifat abstrak. Dengan kata lain perlindungan identik dengan perlindungan
yang diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen.17
Sebelum jauh membicarakan tentang konsumen dan produsen, perlu
diterangkan lebih jelas mengenai batasan pengertian dari kedua istilah ini agar
lebih jelas siapa yang disebut sebagai konsumen dan siapa juga yang disebut
sebagai pelaku usaha. Kata konsumen berasal dari kata dalam bahasa inggris,
yakni consumer, atau dalam bahasa belanda “consument” konsumen secara
harfiah adalah orang yang memerlukan, membelanjakan atau menggunakan;
pemakai atau pembutuh. Pasal 1 undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
UUPK memberikan definisi atau pengertian konsumen sebagai berikut:
“konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Sedangkan undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan politik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat (UU LPM PUTS) memberikan definisi dan pengertian konsumen
sebagai berikut “konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan
atau jasa kepentingan orang lain.
18
Definisi dan pengertian pelaku usaha didakam pasal 1 ayat (3) UUPK,
diartikan sebagai berikut:”Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau
badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
17
Shidarta. Hukum, op. cit., hlm. 19.
18
N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen “Perlindungan konsumen dan Tanggung Jawab
Produk”, Ctk. Pertama, (Panta Rei, Jakarta, 2005), hlm. 84.
16
negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”
Pengusaha membutuhkan barang/jasa tertentu untuk digunakan sebagai bahan
memproduksi jenis barang atau jasa lain yang merupakan kegiatan komersial,
begitu pula dengan penjual mereka membeli barang untuk dijual kepada
pelanggannya. Sebagai ilustarsinya, pembelian barang (bahan) tekstil, kancing
benang dan pengguna jasa tenaga penjahit bagi perusahaan pakaian jadi adalah
untuk membuat pakaian jadi dan selanjutnya diperdagangkan (keperluan
komersial). Sebaliknya bagi konsumen pembelian pakaian jadi adalah untuk
memenuhi kebutuhanya akan pakaian bagi dirinya sendiri, keluarganya atau pada
umumnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya (non komersial). Dari
hal-hal yang dikemukakan diatas, tampak terdapat dua pengertian atau jenis
konsumen:
a. konsumen yang menggunakan barang/jasa untuk keperluan komersial;
b. konsumen yang menggunakan barang/jasa untuk keperluan diri
sendiri/keluarga dan non-komersial.19
Membahas keperluan hukum untuk memberikan perlindungan bagi
konsumen di Indonesia, hendaknya terlebih dahulu membahas peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Khususnya peraturan atau keputusan yang
memberikan perlindungan bagi masyarakat. Sehingga bentuk hukum perlindungan
19
AZ, Naution, Konsumen Dan Hukum. Ctk Pertama, (Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995),
hlm. 70-71.
17
konsumen di Indonesia dan keberadaanya tepat apabila diletakan didalam sistem
hukum nasional Indonesia.20
Dalam hukum perdata yang lebih banyak digunakan atau berkaitan
dengan asas-asas hukum mengenai hubungan/masalah konsumen adalah buku
ketiga tentang perikatan dan buku keempat mengenai pembuktian dan daluarsa.
Buku ketiga memuat berbagai hukum konsumen. Seperti perikatan, baik yang
terjadi berdasarkan perjanjian saja maupun yang lahir berdasarkan undang-
undang. Hubungan hukum konsumen adalah untuk memberi sesuatu, berbuat
sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata). Hubungan
konsumen ini juga dapat dilihat pada ketentuan pasal 1313-1351 KUHPerdata.
21
Perikatan yang timbul dari perjanjian menunjuk pada ketentuan pasal 1320
dan pasal 1321 KUHPerdata, perjanjian yang sah hanyalah perjanjian yang dibuat
atas kesepakatan para pihak, sedangkan kesepakatan dianggap tidak sah (cacat)
jika mengandung unsur paksaan, kekhilafan, dan penipuan (dan penyalahgunaan
keadaan, menurut perkembangan yurisprudensi). Karena itu berkaitan dengan
pemberian informasi, produsen penjual haruslah memberikan keterangan yang
benar, jujur, dan sesungguhnya tentang produk yang dijualnya sehingga
konsumen pembeli tidak merasa terpedaya atau tertipu.
22
Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen dalam undang-
undang tentang perlindungan konsumen diatur khusus dalam satu bab, yaitu Bab
20
Ibid. Hlm. 19.
21
Adrian sutedi, Tanggung Jawab produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ctk.
Pertama, (Ghalia Indonesia, Bogor, 2008),Hlm. 43.
22
Janus Sidabolak, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, ctk, Pertama, (PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2006), hlm.70.
18
VI, mulai dari pasal 19 sampai dengan pasal 28. Dari sepuluh pasal tersebut dapat
kita pilah sebagai berikut:
a. tujuh pasal, yaitu pasal 19, pasal 20, pasal 21, pasal 24, pasal 25,
pasal26, dan pasal 27 yang mengatur pertanggung jawaban pelaku
usaha;
b. dua pasal, yaitu pasal 22 dan pasal 28 yang mengatur pembuktian;
c. satu pasal, yaitu pasal 23 yang mengatur penyelesaian sengketa dalam
hal pelaku usaha tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan ganti
rugi pada konsumen.23
Prinsip pertanggung jawaban merupakan hal yang sangat penting dalam
hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus pelanggaran hak-hak konsumen,
diperlukan kehati-hatian dalam menganalisa siapa yamg bertanggung jawab dan
pada siapa tanggung jawab dapat dibebankan.
Dalam UUPK tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam pasal 19 ayat 1-5
yaitu:
1. pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian
barang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara
23
Gunawan widjaja dan Ahmad yani, Hukum Tentang Perlindungan konsumen, ctk. ketiga,
(PT. Gramedia pustaka utama, Jakarta, 2003), hlm.65.
19
nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)
hari setelah transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana
berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen.
Selain mengatur tanggung jawab pelaku usaha, Dalam UUPK juga mengatur
tentang hak-hak konsumen di dalam pasal 4 disebutkan hak konsumen adalah:
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan mengkonsumsi
barang dan/atau jasa ;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhanya atas barang/atau jasa yang
digunakan;
20
e. hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen yang patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainya.
Dari sembilan butir hak konsumen yang terdapat dalam Pasal 4 UUPK
disebutkan hal yang paling penting yang berhak di dapat oleh konsumen
mengenai kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen, apabila terdapat
barang dan/atau jasa yang tidak mementingkan aspek kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan maka barang dan/atau jasa tersebut tidak layak di perjual belikan
dan di konsumsi oleh konsumen. Konsumen berhak memilih barang sesuai
dengan nilai tukar yang diperjanjikan, konsumen berhak atas informasi yang
benar, jelas, dan jujur sehingga sebaiknya para pelaku usaha sebelum terjadi jual
beli terlebih dahulu menjelaskan kelayakan serta komposisi yang terdapat dalam
obat tersebut dan menjelaskan efek dari pemakaian tersebut secara benar dan
jujur. Konsumen juga berhak untuk didengar pendapat dan keluhanya dan apabila
konsumen merasa dirugikan maka berhak mendapat advokasi, perlindungan,
upaya penyelesaian sengketa secara patut, mendapat pembinaan dan pendidikan
21
konsumen, tidak diskriminatif, kompensasi serta ganti rugi apabila barang
dan/atau jasa tidak sesuai dengan perjanjian sebagaimana mestinya.
Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan
berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang
hukum itu senantiasa terdapat pihak yang berpredikat “konsumen”. Oleh karena
itu, ruang lingkup hukum perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan
menampung dalam satu jenis undang-undang, seperti UUPK. Memahami
perbadaan antara hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen, antara
hak-hak pokok dari konsumen dan keterkaitan antara hukum perlindungan
konsumen dengan bidang-bidang hukum lain dapat memberikan gambaran
menyeluruh tentang hukum perlindungan konsumen. Berdasarkan pengertian
tersebut dapat disimpulkan beberapa pokok pemikiran:
1. hukum konsumen memilik cakupan yang lebih luas dibandingkan
dengan hukum perlindungan konsumen.
2. subjek yang terlibat dalam perlindungan konsumen adalah masyarakat
sebagai konsumen, dan disisi lain pelaku usaha atau pihak-pihak lain
yang terkait, misalnya distributor, media cetak dan televisi, agen atau
biro periklanan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),
Badan Perlindungan Sengketa Konsumen (BPSK), dan sebagainya.
3. objek yang diatur adalah barang dan/atau jasa yang ditawarkan pelaku
usaha/produsen kepada konsumen.
22
4. ketidaksetaraan kedudukan konsumen dengan pelaku usaha
mengakibatkan pemerintah mengaluarkan kaidah-kaidah yang dapat
menjamin dan melindungi konsumen.24
Undang-undang perlindungan konsumen dibuat sebagai salah satu usaha
untuk menanggapi tuntutan masyarakat yang meminta perlindungan atas
kepentingan dan hak-haknya. Selain itu, dalam KUH Perdata juga terdapat
ketentuan-ketentuan yang bertedensi melindungi konsumen, seperti tersebar
dalam beberapa pasal buku I, bab IV, bagian II, yang dimulai dari pasal 1365.
25
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahanya menerbitkan kerugian itu, mennganti
kerugian tersebut.26
1. Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab kepada
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga atas kerugian
sebagai akibat kecelakaan yang disebabkan kesalahan pengoperasian
prasarana perkeretaapian.
Undang-undang nomor 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian (UU.
Perkeretaapian) mengatur juga tentang tanggung jawab pengangkut dalam
pelaksanaan pengangkutan, yaitu dalam pasal 87 ayat (1-5) yang menyatakan :
2. Tanggung jawab Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian kepada
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
24
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyalelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum
Acara Serta Kendala implementasinya, ctk Pertama, (Prenada Media Group, Jakarta, 2008), hlm.
57-58.
25
Gunawan widjaja dan Ahmad yani, op. Cit, 19.
26
Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum perdata.
23
berdasarkan perjanjian kerja sama antara Penyelenggara Prasarana
Perkeretaapiaan dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.
3. Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab kepada pihak
ketiga atas kerugian harta benda, luka-luka, atau meninggal dunia yang
disebabkan oleh penyelenggara prasarana perkeretaapian.
4. Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap
Petugas Prasarana Perkeretaapian yang mengalami luka-luka, atau
meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian prasarana
perkeretaapian.
5. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
berdasarkan kerugian nyata yang dialami.
E . Metode Penelitian.
Metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Objek penelitian
Obyek dari penelitian ini adalah:
a. Perlindungan hukum bagi konsumen penumpang angkutan Kereta Api
di Yogyakarta.
2. Subyek penelitian
Subjek penelitian disini, antara lain:
a. Wawancara dengan konsumen kereta api Yogyakarta.
b. BPSK Yogyakarta yang bertempat di Balai Kota Yogyakarta.
3. Sumber data
Sumber data dari penelitian ini adalah:
24
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung melalui wawancara
dengan subjek penelitian.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui penelitian
kepustakaan yang terdiri atas:
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan
mengikat secara yuridis yaitu:
a. Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
b. Undang-undang nomor 23 tahun 2007 tentang
Perkekeretaapian.
c. Kitab Undang-undang Hukum Pedata.
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang tidak
mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis yaitu: literatur,
penelusuran lewat internet, hasil wawancara dan observasi.
3) Bahan Hukum Tersier, adalah bahan hukum penunjang yaitu
kamus dan ensiklopedi.
4) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini menggunakan:
a. Interview/wawancara
wawancara dilakukan kepada para subjek penelitian secara mendalam
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.
b. Observasi
25
Dengan melakukan observasi distasiun Lempuyangan dan stasiun Tugu
Yogyakarta
c. Studi pustaka
Teknik pengumpulan data ini diambil dari buku-buku atau literatur
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori sebagai
tambahan dalam penulisan skripsi, yang berkaitan dengan masalah
yang akan diteliti.
5) Metode Pendekatan.
Metode pendekatan perundang-undangan yaitu cara pandang
dengan melihat ketentuan atau perundang-undangan yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti.
6) Analisis Data
Analisi data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
memaparkan data tersebut secara normatif berdasarkan
permasalahan penelitian kemudian dikaitkan dengan perundang-
undangan yang berlaku untuk dicari pemecahan atas masalah
tersebut.
26
F. Sistematika
Dalam penelitian ini penulis akan menyajikan dalam bentuk tulisan yang
terdiri dai 4 (empat) bab yaitu, bab pertama merupakan bab pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian, dan pertanggung jawaban sistematika. Bab yang
kedua merupakan bab tinjauan umum yang menjabarkan tentang teori-teori yang
akan digunakan untuk mendukung dalam penelitian ini. Tinjauan bab ini adalah
tentang, tinjauan umum tentang konsumen, tinjauan umum tentang pelaku usaha,
perjanjian pengangkutan dan penumpang dengan kereta api.
Dalam bab ketiga akan berbicara mengenai hasil dan pembahasan, adapun
sub bab dalam bab yang ketiga ini adalah mengenai masalah perlindungan hukum
bagi konsumen penumpang angkutan Kereta Api di Yogyakarta dan penyelesaian
atas terjadinya sengketa antara konsumen dengan PT KAI. Dalam bab keempat
akan berbicara mengenai kesimpulan dan saran dari penulis atas penelitian yang
sudah dilakukan.