PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur...

61
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Ciacia merupakan salah satu bahasa yang dituturkan oleh sebagian besar masyarakat di bagian selatan Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Bahasa Ciacia tergolong dalam kelas Austronesia, Melayu Polinesia, subrumpun Muna-Buton (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur bahasa Ciacia terdapat di Pulau Buton (Kabupaten Buton), Pulau Batu Atas (Kabupaten Buton), Pulau Binongko (Kabupaten Wakatobi), dan sekelompok kecil di pinggiran Kota Baubau. Bahasa Ciacia dituturkan oleh masyarakat Ciacia yang secara garis besar terbagi dalam empat subetnis, yaitu: Laporo, Burangasi, Wabula, dan Lapandewa. Keempat subetnis tersebut masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Namun, hingga kini kajian kebahasaan mengenai bahasa Ciacia belum banyak dilakukan oleh para linguis. Lokasi tutur bahasa Ciacia yang terbagi dalam tiga wilayah administrtif, dua di antaranya terpisah oleh laut, sangat menarik untuk diteliti. Setakat ini, etnis Ciacia mulai mendapat banyak perhatian masyarakat dan namanya mulai terangkat ke luar Indonesia. Berawal dari ”Simposium IX Pernaskahan Nusantara tahun 2005”, seorang profesor dari Korea, Chun Thai Yun meyakini adanya kekhasan yang menarik dalam keanekaragaman linguistik di daerah

Transcript of PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur...

Page 1: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa Ciacia merupakan salah satu bahasa yang dituturkan oleh sebagian

besar masyarakat di bagian selatan Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Bahasa

Ciacia tergolong dalam kelas Austronesia, Melayu Polinesia, subrumpun Muna-Buton

(Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur bahasa Ciacia terdapat di Pulau Buton

(Kabupaten Buton), Pulau Batu Atas (Kabupaten Buton), Pulau Binongko

(Kabupaten Wakatobi), dan sekelompok kecil di pinggiran Kota Baubau. Bahasa

Ciacia dituturkan oleh masyarakat Ciacia yang secara garis besar terbagi dalam empat

subetnis, yaitu: Laporo, Burangasi, Wabula, dan Lapandewa. Keempat subetnis

tersebut masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Namun, hingga kini kajian

kebahasaan mengenai bahasa Ciacia belum banyak dilakukan oleh para linguis.

Lokasi tutur bahasa Ciacia yang terbagi dalam tiga wilayah administrtif, dua di

antaranya terpisah oleh laut, sangat menarik untuk diteliti.

Setakat ini, etnis Ciacia mulai mendapat banyak perhatian masyarakat dan

namanya mulai terangkat ke luar Indonesia. Berawal dari ”Simposium IX

Pernaskahan Nusantara tahun 2005”, seorang profesor dari Korea, Chun Thai Yun

meyakini adanya kekhasan yang menarik dalam keanekaragaman linguistik di daerah

Page 2: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

2

Buton, salah satu di antaranya adalah keanekaragaman yang ditunjukkan oleh bahasa

Ciacia. Penelusuran keistimewaan bahasa Ciacia sebagai bahasa yang unik terus

ditindaklanjuti. Bersama-sama dengan Prof. Hu Yung Lee dan Dr. Lee Konam,

Prof. Chun Tahi Yun melakukan berbagai kunjungan, investigasi, dan akhirnya

membuahkan sebuah afiliasi konstruktif dengan pemerintah Baubau yakni adanya

upaya mentransformasi bahasa Ciacia ke dalam alphabet Hangoul , Korea. Walaupun

demikian, belum ada kejelasan akan hubungan kesejarahan antara bahasa Ciacia dan

Korea, selain memiliki sejumlah kesamaan kualitas bunyi bahasa dan perlambangan

bunyi tersebut (Abdillah, 2009).

Salah satu cara penelusuran silsilah bahasa Ciacia adalah dengan menelusuri

bentuk asal bahasa Ciacia. Penelusuran silsilah suatu bahasa dikenal dengan istilah

genealogi bahasa. Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah sebagai berikut: (1) Garis keturunan manusia dalam hubungan keluarga

sedarah; (2) garis pertumbuhan binatang, tumbuhan, bahasa, dsb. dari bentuk-bentuk

sebelumnya (KBBI, 2008). Secara khusus, pengertian genealogi dalam bidang bahasa

dipaparkan Crystal (2008) dalam A Dictionary of Linguistics and Phonetics.

In Historical Linguistics, the classification of languages according to a hypothesis of common origin; also called genealogical classification. Languages which are genetically related have common ancestor. The terminology of description derives from that of the family tree of human relationships. Non-genetic links between languages can also be established using comparative linguistic techniques (Crystal, 2008:209).

Dalam ilmu linguistik masalah penelusuran genealogi suatu bahasa dapat

dilakukan dengan kajian bidang linguistik historis komparatif dan dialektologi.

Selama ini kajian-kajian kebahasaan yang dilakukan terhadap bahasa daerah (Ciacia

di antaranya) umumnya masih terbatas pada kajian tata bahasa saja (lihat tinjauan

pustaka). Adapun kajian linguistik terhadap bahasa Ciacia di luar aspek tata bahasa,

Page 3: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

3

yang telah dilakukan, seperti kajian hubungan kekerabatan, hanya terbatas pada

hubungan kekerabatan antarbahasa, tetapi kajian yang lebih rinci mengenai hubungan

antardialek belum dilakukan.

Penelitian ini memaparkan bahasa Ciacia dari telaah genealoginya yang

meliputi hubungannya dengan bahasa-bahasa lain di wilayah tuturnya yang termasuk

dalam kelompok bahasa Muna-Buton dan hubungan antardialek bahasa Ciacia. Selain

itu, penelitian ini juga merekonstruksi bentuk asal bahasa Ciacia sehingga dapat

diketahui daerah yang merupakan daerah relik dan inovasi. Dengan demikian, jika

keterangan mengenai dialek-dialek bahasa Ciacia telah diperoleh, hasilnya dapat

digunakan sebagai penunjang penyusunan aksara Ciacia.

Bahasa Ciacia yang dituturkan oleh masyarakat di beberapa wilayah tutur di

Kabupaten Buton dan Kota Baubau dapat ditemukan ciri pembedanya sebagai

berikut.

Tabel (1) Realisasi Perbedaan Fonologi Bahasa Ciacia di Empat Lokasi Tutur

No. Ciacia

Gonda Baru Ciacia

Kumbewaha Ciacia

Kanciina Ciacia

Lapandewa Glos

1 Rea Xea rea rea darah

2 RoO XoO roO roO daun

3 paRae paXae parae parae apa

4 Rua ɗoXua ru+a doru+a dua

5 pigagaRi gagaXi gagari Gagari hitung

6 kaRakaji kaXakaji karakaji karaakaji gergaji

7 paRaPata paXawata parawata Parawata bambu pering

8 ɓaRa ɓaXa ɓara ɓara barat

9 kaRoho kasoXo kasoro kasoro kasur

Page 4: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

4

10 buRi buXi buri Buri tulis

11 Pula wula wula wula bulan

12 Pulu wulu wulu wulu bulu

13 PiPi wiwi wiwi wiwi bibir

14 PaGka waGka waGka waGka geraham

15 moPilo wilo wilo wilo buta

16 ɗaPo ɗawo ɗawo ɗawo ipar

17 haPu hawu hawu hawu dapur

18 paGaPa paGawa paGawa paGawa layar

19 baPa bawa bawa Bawa bawang

20 kaPincu kawincu kawincu kawincu bisul

(Data Pusat Bahasa)

Tabel (1) tersebut menunjukkan adanya perbedaan fonologi yang terdapat

pada wilayah pakai bahasa Ciacia di beberapa lokasi di Kota Baubau dan Kabupaten

Buton yang berada di wilayah pesisir dan pedalaman. Perbedaan yang tampak pada

tabel (1) merupakan korespondensi bunyi konsonan di empat lokasi, yaitu adanya

korespondensi [R], [r], dan [X] baik pada posisi utima dan penultima; dan juga

korespondensi [P] dan [w] baik pada posisi ultima dan penultima. Dalam kasus ini,

bunyi [R] pada Ciacia Gonda Baru direalisasikan sebagai [X] pada Ciacia

Kumbewaha. Sementara itu, Ciacia Kanciina dan Ciacia Lapandewa dilafalkan

sebagai [r]. Berdasarkan letak lokasi Ciacia Gonda Baru dan Ciacia Kumbewaha

terletak di daerah pedalaman, sedangkan Ciacia Kanciina dan Ciacia Lapandewa

terletak di pesisir. Dari contoh data yang dikaitkan dengan lokasi tutur keempat

Page 5: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

5

bahasa Ciacia tersebut dapatlah ditarik hipotesis awal bahwa dalam melafalkan [r]

Ciacia di wilayah pedalaman cenderung melafalkannya sebagai [R] dan [X].

Demikian pula dari korespondensi [P] dan [w] dapat dikaitkan dengan lokasi

tuturnya. Bunyi [w] pada Ciacia Lapandewa, Kumbewaha, dan Kanciina, dilafalkan

[P] pada Ciacia Gonda Baru. Ciacia Gonda Baru merupakan lokasi tutur yang terletak

di Kota Baubau yang umumnya menggunakan bahasa Wolio. Sebagai hipotesis awal

dapatlah kita katakan dalam kasus ini kemungkinan pelafalan [P] merupakan ciri

bahasa Ciacia yang berada di Kota Baubau, yang kemungkinan besar dipengaruhi

oleh bahasa Wolio. Namun, masih perlu diamati data bahasa Ciacia lainnya yang

berada di Kota Baubau barulah dapat disimpulkan secara pasti.

Walaupun jumlah data yang dikemukakan dalam contoh masih terbatas, hal

ini tetap dapat dijadikan informasi awal sebagai dasar untuk memahami dan

menemukan karakteristik bahasa Ciacia di wilayah pakai lainnya. Data awal secara

tertulis mengenai bahasa Ciacia yang dituturkan di Pulau Batu Atas, Pulau Binongko,

dan wilayah-wilayah lainnya di Kabupaten Buton belum ditemukan. Namun, dari

seorang informan diperoleh gambaran bahwa ada korespondensi bunyi yang teratur

untuk bunyi [R] ≈ [X] ≈ [?]. Hanya saja belum ditemukan data pustaka untuk wilayah

tutur pengguna bunyi [?].

Selain perbedaan fonologi dapat pula ditemukan variasi leksikon, yang juga

dapat dijadikan informasi awal dalam penelitian ini. Hal ini dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

Page 6: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

6

Tabel (2) Realisasi Perbedaan Leksikon Bahasa Ciacia di Empat Lokasi Tutur

No

Ciacia Gonda Baru

Ciacia Kumbewaha

Ciacia Kanciina

Ciacia Lapandewa

Glos

1 toaRu moide toaru toaru banyak

2 Pine pembula wine wine benih

3 Pua ɓake wua wua buah

4 hoRa popunda hora hora duduk

5 kaRana rampano karana karana karena

6 moROndo mokii morOndo morOndo malam

7 poRoku sumpu poroku porOou minum

8 Pea wea Gara wea langit-langit

9 Paa lembo waa waa banjir

10 PolaPo wolawo wolawo sibu tikus

11 saPu puku puku pukua pohon

(Data Pusat Bahasa)

Tabel (2) menginformasikan beberapa variasi leksikon di wilayah tutur bahasa

Ciacia. Berdasarkan tabel tersebut diperoleh gambaran bahwa wilayah tutur bahasa

Ciacia di Kumbewaha yang paling sering menggunakan leksikon yang berbeda dari

wilayah tutur lainnya. Namun, hal ini belum dapat disimpulkan karena baru mewakili

beberapa wilayah tutur bahasa Ciacia.

Perbedaan semantis ditemukan pula dalam memaknai kata umEla. Ciacia

Gonda Baru memaknai umEla sebagai ’bagus’, sementara pada wilayah tutur Ciacia

Page 7: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

7

lainnya (Kumbewaha, Kanciina, dan Lapandewa) makna ’bagus’ terealisasi dalam

bentuk ɓajiGa. Sebaliknya leksikon umEla sendiri dalam Ciacia Lapandewa mewakili

makna ’manjur’. Sementara makna ’manjur’ dalam wilayah tutur Ciacia lainnya

(Gonda Baru, Kumbewaha, dan Kanciina) terealisasi dalam bentuk nObisa.

1.2 Permasalahan

SIL (2006) mengelompokkan Kumbewaha dan Kaisabu sebagai bahasa

tersendiri, sedangkan Pusat Bahasa (2008) mengelompokkannya Kumbewaha sebagai

salah satu dialek bahasa Ciacia, sedangkan Kaisabu sebagai salah satu dialek bahasa

Wolio.

Untuk memperoleh kejelasan status isolek Kumbewaha tersebut, yang

berkaitan langsung dengan bahasa Ciacia, sebagai tahap awal penelitian ini adalah

menjelaskan status isolek-isolek yang terdapat pada wilayah tutur bahasa Ciacia, baik

secara kuantitaif maupaun kualitatif.

Setelah status isolek-isolek di wilayah tutur bahasa Ciacia dari hasil analisis

kuantitatif diperoleh, dibuatlah suatu pengelompokan dialek dan subdialek bahasa

Ciacia yang didukung oleh evidensi-evidensi kualtitatif berupa penyatu dan pemisah

kelompok. Agar genealogi bahasa Ciacia semakin jelas perlu pula direkonstruksi

bentuk purba (asal) dari bahasa Ciacia. Dengan diketahuinya bentuk purba bahasa

Ciacia akan diketahui pula daerah inovasi dan daerah konservatif bahasa Ciacia.

Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana hubungan

antardialek/antarsubdialek dalam bahasa Ciacia tersebut beserta hubungan bahasa

Ciacia dengan bahasa-bahasa lain dalam rumpun Muna-Buton. Dengan demikian,

genealogi bahasa Ciacia dapat teruraikan mulai dari hubungannya dengan bahasa-

Page 8: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

8

bahasa lain dalam kelompok Muna-Buton sampai kepada hubungan di antara dialek-

dialeknya. Akhir dari penelitian ini adalah tersusunnya suatu bagan genealogi bahasa

Ciacia mulai dari posisinya dalam subkelompok Muna-Buton sampai ke tataran

dialek, subdialek, beda wicara, dan tidak ada perbedaan.

Secara singkat permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut.

a. Bagaimanakah status isolek-isolek yang terdapat dalam wilayah tutur bahasa

Ciacia?

b. Bagaimanakah rekonstruksi bentuk asal (prabahasa) bahasa Ciacia dan

mengapa hal tersebut dapat menjelaskan genealogi bahasa Ciacia?

c. Bagaimanakah hubungan antardialek dan subdialek bahasa Ciacia serta

hubungan bahasa Ciacia dengan bahasa-bahasa lain dalam subrumpun Muna-

Buton?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari

penelitian ini pun dapat dijabarkan sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan dan menjelaskan status isolek-isolek yang terdapat dalam

wilayah tutur bahasa Ciacia.

b. Mendeskripsikan bentuk prabahasa (asal) bahasa Ciacia dan menjelaskan

kaitannya dengan genealogi bahasa Ciacia.

Page 9: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

9

c. Mendeskripsikan dan menjelaskan hubungan kekerabatan antardialek dan

antarsubdialek dalam bahasa Ciacia serta hubungan bahasa Ciacia dengan

bahasa-bahasa lain dalam subrumpun Muna-Buton.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat teoretis dan manfaat

praktis yang dapat dijabarkan sebagai berikut.

a. Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui silsilah genealogi

bahasa Ciacia, yang secara tidak langsung menambah referensi kajian

dialektologi dan linguistik historis komparatif.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk mempertahankan harmonisasi

hubungan masyarakat yang terpisah oleh wilayah administratif bahkan yang

terpisah oleh lautan. Bukti kekerabatan bahasa merupakan bukti kesamaan

asal-usul yang dapat mempererat rasa persatuan. Hasil dari penelitian ini

adalah dihasilkannya bagan genealogi / diagram pohon silsilah bahasa Ciacia

dan peta bahasa Ciacia. Secara umum, manfaat peta bahasa adalah sebagai

berikut (Lauder, 1993:3—5): (1) dari peta bahasa dapat dibuat peta bunyi

sehingga dapat dilihat kaidah fonotaktik bahasa/dialek yang diteliti, (2) peta

bahasa dapat lebih mempermudah rekonstruksi bahasa sehingga dapat

membantu bidang linguistik historis komparatif, (3) peta bahasa dapat

melokalisasi konsep budaya tertentu sejauh konsep itu tercermin dalam

Page 10: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

10

kosakata, (4) peta bahasa sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh dinas kesehatan

untuk membuat ramalan peta penyebaran wabah penyakit karena batas

penyebaran epidemi pada umumnya sejalan dengan batas bahasa/dialek

(epidemi mudah berjangkit pada orang-orang yang melakukan kontak).

Dalam hal ini, WHO pernah memanfaatkan peta bahasa untuk membuat

prediksi peta penyebaran wabah penyakit menular (Lauder, dalam Laksono

2004:5).

Selain itu, sesuai dengan latar belakang yang dikemukakan dalam

penelitian ini, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan dalam

penyusunan aksara untuk bahasa Ciacia.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian bahasa Ciacia yang telah dilakukan umumnya masih terfokus pada

bidang kajian tatabahasa. Ada dua penelitian mengenai bahasa Ciacia yang telah

diterbitkan menjadi sebuah buku, yaitu Abdullah (1991) dengan “Struktur Bahasa

Ciacia” dan Konisi (2001) dengan “Konstruksi Verba Aktif-Pasif Bahasa Ciacia

Dialek Pedalaman”.

Selain itu, ada beberapa hasil penelitian yang belum diterbitkan baik itu

berupa tesis ataupun laporan penelitian yang membahas bahasa Ciacia dalam kajian

struktural. Ada pun judul penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a. Abidin (2000) mengulas “Frasa Nominal Bahasa Ciacia”. Tulisan ini

merupakan suatu analisis tatabahasa generatif transformasional terhadap

bahasa Ciacia yang berfokus pada bahasa Ciacia di daerah Poogalampa. Hasil

analisis menunjukkan ada delapan pola dalam struktur frasa nominal bahasa

Page 11: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

11

Ciacia Poogalampa, frasa nominal bahasa Ciacia Poogalampa menduduki

fungsi subjek, predikat, objek, pelengkap, dan fungsi keterangan, serta makna

yang terdapat dalam struktur frasa nominal bahasa Ciacia Poogalampa.

b. Konisi (2001) mengulas “Analisis Kategori Kata Bahasa Cia Liwungau”.

Penelitian ini mengklasifikasikan kategori kata Bahasa Cia Liwungau

berdasarkan ciri morfemis, sintaksis, dan ciri semantis. Kategori kata yang

dianalisis meliputi kategori verba, nomina, adjektiva, numeralia, dan preposisi

Dalam (Abdullah, 1991:9) dikemukakan sekilas mengenai variasi dialek

bahasa Ciacia berdasarkan data yang diperoleh dari informan, yaitu:

1) Dialek Takimpo dengan wilayah pemakaiannya meliputi Desa Pasarwajo dan

Desa Takimpo.

2) Dialek Wabula dengan wilayah pemakaiannya meliputi Desa Wasuemba, dan

sebagian penuturnya menyebar ke desa-desa lain.

3) Dialek Holimombo dengan wilayah pemakaiannya meliputi Desa Holimombo,

Desa Bagola.

4) Dialek Kondowa dengan wilayah pemakaiannya di Desa Kondowa.

5) Dialek Laporo dengan wilayah pemakaiannya di Desa Laponda dan sebagian

menyebar ke desa lain.

6) Dialek Lapodi dengan wilayah pemakaiannya di Desa Lapodi.

7) Dialek Wakaokili dengan wilayah pemakaiannya di Desa Wakaokili.

8) Dialek Wolowa dengan wilayah pemakaiannya meliputi Desa Wolowa, Desa

Wasaga, dan Desa Kancinaa.

Page 12: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

12

9) Dialek Kancinaa dan dialek Wasaga, keduanya sudah hampir punah karena

penuturnya tinggal sedikit. Dialek ini terdesak oleh dialek-dialek lain yang

menyebar ke desa-desa lain.

Dialek-dialek tersebut apabila ditinjau dari penggunaan kosakatanya, tidak

menunjukkan perbedaan yang berarti, kecuali dari segi intonasi sehingga tidak

mengganggu kelancaran berkomunikasi antara penutur masing-masing dialek

(Abdullah, 1991:9)

Pembagian dialek bahasa Ciacia juga terdapat dalam Monografi Daerah

Sulawesi Tenggara yang dikutip oleh Burhanuddin (1979). Dalam monografi itu

disebutkan pembagian bahasa-bahasa di Sulawesi Tenggara, yang salah satunya

adalah pembagian dialek bahasa Ciacia yang meliputi: dialek Wabula, dialek

Sampolawa, dialek Laporo, dialek Takimpo, dialek Kondowa, dialek Holimombo,

dialek Watuata, dan dialek Wali. Sebaliknya, Burhanuddin sendiri membagi bahasa

dialek bahasa Ciacia meliputi dialek Mawasangka (subdialek Mambulu dan subdialek

Laporo) dan dialek Wabula (subdialek Wabula, subdialek Burangasi, subdialek Wali,

subdialek Takimpo, subdialek Kondowa, dan subdialek Holimombo).

Konisi (2001) mengelompokkan bahasa Ciacia ke dalam dua kelompok besar.

Menurut Konisi bahasa Ciacia secara struktur fonologi dibagi menjadi dua wilayah

pemakaian, yaitu wilayah pesisir dan wilayah pedalaman. Oleh karena itu, dialek

bahasa Ciacia terbagi atas dua bagian, dialek pesisir dan dialek pedalaman. Dialek

pesisir mengenal fonem getar alveolar [r] pada kata rato ‘tiba’, sedangkan dialek

pedalaman mengenal fonem uvular [ġ] yang secara ortografi /gh/ seperti pada kata

ghato ‘tiba’. Dewasa ini, bahasa Ciacia dialek pedalaman juga sudah mengenal fonem

Page 13: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

13

getar alveolar [r] seperti pada roti [roti] dan radio [radi&O] akibat masuknya kosakata

serapan dan bahasa daerah lain termasuk bahasa Indonesia (Konisi, 2001)

Penelitian lainnya yang berhubungan dengan bahasa Ciacia adalah penelitian

“Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa Daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara”

yang dilakukan oleh Tim Pemetaan Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara,

tahun 2006-2008. Penelitian tersebut merumuskan hubungan bahasa Ciacia dengan

bahasa-bahasa lain di sekitarnya dan hubungan antardialek bahasa Ciacia.

Penjelasan hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut. Bahasa Ciacia

tergolong dalam kelas Austronesia Barat, rumpun Muna- Buton. Penutur bahasa

Ciacia umumnya terdapat di Kabupaten Buton. Dialek-dialek bahasa Ciacia meliputi:

dialek Lapandewa, dialek Kancinaa, dialek Masiri, dialek Gonda Baru; dan dialek

Kumbewaha. Selain bahasa Ciacia, pada daerah sebaran tersebut terdapat bahasa

Muna (di Kabupaten Buton), bahasa Lasalimu-Kamaru (di Kabupaten Buton), bahasa

Sasak (di Kabupaten Buton). Hasil analisis dialektometri menunjukkan persentase

perhitungan antardialek tersebut berkisar 36 % sampai 52 %. Sebaliknya hasil analisis

kuantitatif dengan bahasa-bahasa lainnya di Sulawesi Tenggara berkisar 85 % ke atas

(Pusat Bahasa, 2008).

Pengelompokan ini berbeda pengelompokan SIL (dalam Languages of

Indonesia) yang mengelompokkan Kumbewaha sebagai bahasa tersendiri. Hasil

analisis kuantitatif Kumbewaha dengan Lapandewa 58,89 % (Sugono : 2008)

Hasil penelitian kekerabatan dan pemetaan bahasa yang dilakukan oleh

Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan hubungan antara dialek

bahasa Ciacia adalah sebagai berikut.

Page 14: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

14

Tabel (3) Hasil Penghitungan Dialektometri Kelompok DP Pemakai Bahasa Ciacia

No.

DAERAH PENGAMATAN YANG

DIPERBANDINGKAN

PERSENTASE PERBEDAAN STATUS ISOLEK

1. Masiri – Gonda Baru 49,00% Perbedaan Subdialek

2. Masiri – Kancinaa 48,66% Perbedaan Subdialek

3. Masiri – Lapandewa 51,83% Perbedaan Dialek

4. Gonda Baru – Kancinaa 49,61% Perbedaan Subdialek

5. Gonda Baru – Lapandewa 50,54% Perbedaan Dialek 6. Kancinaa – Lapandewa 36,26% Perbedaan Subdialek

(Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara, 2007)

Alirman (2010) seorang tokoh masyarakat Buton pada Kongres Bahasa-

Bahasa Daerah Sulawesi Tenggara tahun 2010, memaparkan bahwa secara umum

bahasa Ciacia dapat dibagi menjadi tiga rumpun besar, yaitu:

1. Ciacia Kapara’e

a. Tira, Lande, dan Sampubalo Wapulaka

b. Batuatas, Wapulaka, Burangasi, Pogalampa, Rano

c. Rumpun Lapandewa (Sempa-Sempa, Rongi, Kaindea, Kaongke-

ongke, dan Tambunaloko)

d. Todombulu, Saumolewa, Lapola

e. Rumpun Laporo

f. Wakaokili

g. Wabula, Wolowa, Matanauwe

h. Lasalimu-Ambuau

i. Binongko (Wali, Oihu, Waloyindi, Lagongga, Wakarumende, Haka)

2. Ciacia Mbahae

a. Sampolawa (Mambulu, Katilombu, dan Uwebonto)

Page 15: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

15

b. Wawoangi, Wawulaka, Makolona

c. Masiri, Honelalo (Majapahit)

3. Ciacia Taina

Takimpo, Kondowa, Holimompo

Seluruh penelitian tersebut belum ada yang menelusuri silsilah bahasa Ciacia

secara menyeluruh dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, bukan hanya

sekedar menurut pengakuan penduduk ataupun penelitian secara kuantitatif yang

tidak didukung oleh bukti kualitatif. Penelitian ini diharapkan dapat menelusuri

silsilah bahasa Ciacia (secara kuantitatif dan kualitatif) dan merumuskan bentuk

purba (asal) bahasa bahasa Ciacia, yang kemudian dapat dijadikan bahan penunjang

dalam penyusunan aksara untuk bahasa Ciacia. Walaupun demikian, penelitian-

penelitian tersebut tetap menjadi bahan acuan dalam penelitian ini. Informasi-

informasi pada penelitian tersebut (baik berupa struktur bahasa Ciacia, maupun

pembagian dialeknya) merupakan informasi awal yang sangat berguna bagi penelitian

ini.

Beberapa artikel-artikel yang berhubungan dengan bahasa Ciacia juga

diperlukan sebagai gambaran awal bahasa Ciacia. Artikel-artikel yang dimaksud

adalah sebagai berikut.

Sehubungan dengan penggunaan aksara Hangoul pada masyarakat Ciacia,

Hanan (2011) dalam Prosiding Seminar Internasional Bahasa Ibu, memberikan uraian

singkat tentang penggunaan aksara Korea di Desa Karya Baru, demikian pula tanggapan

beberapa suku Cia-Cia. Hal ini memberikan informasi yang terkait dengan issu Korea-Ciacia

saat ini yang menjadi sorotan publik.

Page 16: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

16

Tulisan lain yang berhubungan dengan bahasa Ciacia dapat dilihat pada

Hanan (2012) dalam Aspek-Aspek Bahasa Daerah di Pulau Sulawesi Bagian Selatan.

Tulisan ini mendeskripsikan secara umum kondisi bahasa Ciacia pada masa lampau,

masa kini, dan perkiraan konsidi bahasa Ciacia pada masa depan. Melalui tulisan ini

diperoleh informasi tentang gambaran bahasa Ciacia pada masa lampau (termasuk

hasil-hasil penelitiannya) yang dapat dijadikan sebagai salah satu tinjauan pustaka.

Selanjutnya Hanan (2013) dalam Fonologi Bahasa Daerah di Pulau Sulawesi

Bagian Selatan mendeskripsikan sistem fonologi dan variasi bunyi dalam bahasa

Ciacia yang dilengkapi dengan inovasi-inovasi fonologis. Informasi ini penting dalam

mengingat kajian pada penelitian ini bertitik tolak pada aspek fonologis dan leksikal.

Tulisan lain yang berhubungan dengan bahasa Ciacia dapat pula dilihat pada

Hanan (2013) dalam Kandai: Jurnal Bahasa dan Sastra, volume 9 no 1 tahun 2013.

Tulisan ini mengulas etimologi kata-kata berpolisemi bahasa Ciacia hingga

ditemukan mana yang bentuk asli dan mana yang merupakan bentuk analogi. Hal ini

juga disertakan dalam pembahasan pada disertasi sebagai realisasi penjelasan relasi

PAN dengan beberapa kata dalam bahasa Ciacia yang dijumpai saat ini.

Selain kajian-kajian yang berhubungan dengan bahasa Ciacia, dalam

penyusunan disertasi ini juga mengacu pada beberapa kajian genealogi bahasa.

Adapun kajian yang berhubungan dengan genealogi bahasa yang menjadi bahan

acuan penyusunan disertasi ini adalah sebagai berikut.

Fernandes, Inyo Yos , Sandra Safitri, dan Yohanes Sanjoko (2012) dalam

”Kekerabatan Bahasa dan Budaya Muna-Buton di Kawasan Lepas Pantai Sulawesi

Tenggara: Kajian Linguistik Historis Komparatif dan Etnolinguistik”. Tulisan ini

merupakan laporan penelitian Hibah Kompetensi yang mengulas hubungan

Page 17: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

17

kekerabatan Muna-Buton dari sisi linguistik dan etnolinguistik. Berdasarkan tulisan

ini diperoleh gambaran bahasa Ciacia dengan bahasa-bahasa lainnya dalam

subrumpun Muna-Buton.

Yamaguchi (2010), ”Bahasa-Bahasa di Sulawesi Tenggara dalam Kaitannya

dengan Genealogi” dalam Prosiding Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi

Tenggara. Tulisan ini membahas klasifikasi bahasa-bahasa di Sulawesi Tenggara

menurut beberapa ahli juga disertai dengan perbandingan unsur-unsur linguistiknya.

Artikel ini sangat membantu sebagai gambaran awal mengenai penelitian-penelitian

genealogi bahasa-bahasa di Sulawesi Tenggara yang telah dilakukan oleh beberapa

ahli.

Fernandez (2010) dalam Prosiding Kongres Bahasa-Bahasa Daerah

Sulawesi Tenggara. Tulisan ini membahas relasi kekerabatan subkelompok Muna-

Buton secara kualitatif berdasarkan evidensi refleks PAN pada subkelompok tersebut.

Informasi dalam tulisan ini pun dapat dijadikan sebagai informasi awal kajian

kekerabatan Muna-Buton dari sisi linguistik historis komparatif.

Budhasi (2008) merupakan sebuah disertasi yang mengulas hubungan

kekerabatan bahasa-bahasa di Sumba. Walaupun tulisan ini tidak membahas bahasa

Ciacia, metode analisis data dalam penelitian ini dapat dijadikan acuan analisis data

dalam menelusuri hubungan bahasa Ciacia dalam subrumpun Muna-Buton,

khususnya dalam melihat evidensi-evidensi penyatu dan pemisah bahasa Ciacia

dalam subkelompok Muna-Buton.

Laksono (2004) sebuah buku yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa yang

merupakan hasil disertasi yang mengulas tentang kajian dialektologis bahasa Jawa di

Jawa Timur bagian utara dan Blambangan. Objek penelitian dalam buku ini juga

Page 18: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

18

bukan bahasa Ciacia, tetapi metode analisis data berupa kajian dialektologis (dalam

hal ini dialektometri) sangat berguna dalam menjelaskan status isolek-isolek dalam

wilayah tutur bahasa Ciacia.

Tryon (1995) ”Proto Austronesia and The Major Austronesian Subgroups”

dalam The Austronesians yang disusun oleh Peter Bellwood, James J. Fox, and Darrel

Tryon. Tulisan ini mengulas genealogi sub-subrumpun bahasa yang merupakan

turunan Proto Austronesia dari beberapa ahli. Gambaran genealogi ini diperlukan

untuk mendapatkan gambaran silsilah subkelompok Muna-Buton ke atas. Bagan

berikut ini adalah bagan silsilah subkelompok Muna-Buton ke Proto Austronesia

yang disusun oleh Blust, Ross,dan Reid (dalam Tryon, 1995).

Page 19: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

19

Bagan (1) Pohon Keluarga Proto Austronesia

Proto Austronesian

Atayalic Tsouic Other Bilic Amis-Extra Formosa Formosan Language Amis Extra Formosa Malayo-Polinesian Western Central-Eastern Malayo Polinesian Malayo Polinesian Proto Philippines .......... ........ Outer Philippines Central Philippines-Malayo-Javanic ........ ......... Muna-Buton ....... ........ , ect. (Blust, Ross, Reid, dalam Tryon, 1995)

Mahsun (1994) merupakan sebuah disertasi yang mengulas dialek geografis

bahasa Sumbawa. Objek penelitian ini bukan bahasa Ciacia, tetapi metode analisis

Page 20: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

20

data berupa kajian dialektologi diakronis sangat berguna dalam merekonstruksi

prabahasa bahasa Ciacia dan menjelaskan kaitannya dengan genealogi bahasa Ciacia.

Chen (1976) dalam Journal of Linguistics volume 12 nomor 2. Tulisan ini

menguraikan metode rekonstruksi dalam linguistik historis komparatif dan

dihubungkan dengan kaidah perubahan bunyi pada kelompok bahasa Indo-Eropa.

Ulasan mengenai kaidah perubahan bunyi pada kelompok bahasa Indo-Eropa menjadi

masukan guna menemukan kaidah perubahan pada bahasa Ciacia.

Dyen (1963) dalam Language volume 39 nomor 4. Tulisan ini menguraikan

perubahan fonologis dalam dua buah dialek dalam satu bahasa yang membentuk

suatu korespondensi bunyi. Ulasan mengenai korespondensi bunyi yang dikemukakan

oleh Dyen ini memberikan gambaran guna menemukan korespondensi bunyi dalam

bahasa Ciacia.

Austin (1957) dalam Linguistic Society of America. Tulisan ini membahas

perubahan bunyi pada beberapa bahasa.

Penelitian ”Genealogi Bahasa Ciacia” ini memiliki perbedaan dengan

penelitian-penelitian terdahulu, baik yang berhubungan dengan bahasa Ciacia

maupun dengan kajian genealogi bahasa. Dalam penelitian ini diuraikan silsilah

bahasa Ciacia mulai dari yang paling bawah (tidak ada perbedaan) hingga pada posisi

bahasa Ciacia dalam subrumpun Muna-Buton.

Penelitian genealogi bahasa umumnya hanya menggunakan satu tinjauan,

yaitu hanya menguraikan hubungan kekerabatan bahasa dengan bahasa lainnya, atau

hanya menguraikan hubungan kekerabatan antardialek/subdialek dalam suatu bahasa.

Namun, dalam penelitian ini digunakan dua tinjauan yaitu linguistik historis

Page 21: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

21

komparatif dan dialektologi. Selain itu, khusus untuk bahasa Ciacia belum ada kajian

yang spesifik meninjaunya dari sudut pandang genealogi bahasa.

1.6 Landasan Teori

Bidang kajian linguistik yang berhubungan dengan masalah genealogi bahasa

adalah linguistik komparatif. Berikut ini merupakan beberapa teori yang berkaitan

dengan linguistik komparatif yang menjadi dasar pijakan dalam menjawab

permasalahan dalam penelitian ini.

a. Penelitian Linguistik Komparatif

Penelitian komparatif dua buah bahasa/isolek atau lebih yang bertujuan untuk

melihat relasi di antara bahasa-bahasa/isolek-isolek tersebut dengan cara

membandingkannya dapat dilakukan dengan kajian linguistik historis komparatif dan

kajian dialektologi. Penelitian ini memadukan dua kajian tersebut, baik secara

deskriptif (sinkronis) maupun historis (diakronis). Kajian sinkronis bersangkutan

dengan peristiwa yang terjadi dalam suatu masa yang terbatas dan tidak melibatkan

perkembangan historis. Istilah ini bersinonim dengan deskriptif (Kridalaksana,

2001:198). Adapun kajian diakronis merupakan kajian yang bersifat historis, yakni

berkenaan dengan pendekatan terhadap bahasa dengan melihat perkembangannya

sepanjang waktu (Kridalaksana, 2001:42).

Kajian linguistik historis komparatif berpijak pada upaya mencari

“kesamaan" dari unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di antara bahasa-

bahasa/isolek-isolek yang diperbandingkan. Sementara itu, kajian dialektologi

dilakukan dengan berpijak pada upaya mencari perbedaan (Mahsun, 1995:17)

Page 22: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

22

b. Linguistik Historis Komparatif

Kajian Linguistik Historis Komparatif (LHK) dilandasi oleh dua asumsi yang

mendasar, yaitu (1) hipotesis keterhubungan (related hypothesis) dan (2) hipotesis

keteraturan (regularity hypothesis) (Jeffer dan Lehise, 1979:17). Hipotesis

keterhubungan berusaha menjelaskan adanya persamaan yang jelas antara kata-kata

dari berbagai bahasa/dialek yang berbeda karena pada hakikatnya bahasa-bahasa itu

berhubungan satu dengan yang lain. Dengan kata lain, dapat diasumsikan bahwa

bahasa-bahasa atau dialek-dialek itu berasal dari satu bahasa induk (proto bahasa).

Hipotesis keteraturan memudahkan pengkaji untuk membuat rekonstruksi bahasa

induk tersebut karena diasumsikan bahasa-bahasa atau dialek-dialek itu mengalami

perubahan secara teratur (Bynon, 1978:45-46; Lehmann, 1973:92).

Linguistik Historis Komparatif mengkaji bahasa-bahasa/dialek-dialek dengan

teknik kajian tertentu. Teknik kajian itu meliputi: rekonstruksi internal, rekonstruksi

eksternal, geografi dialek, dan leksikostatistik (Lehmann, 1973:75-109; Bynon,

1977:262-272).

Analisis kuantitatif dengan metode leksikostatistik digunakan untuk

membedakan tingkat kekerabatan antarbahasa atau antardialek dengan cara

membandingkan kosakatanya serta membedakan tingkat kemiripannya (Crowley,

1987:190). Metode leksikostatistik dikembangkan oleh Morris Swadesh pada tahun

1951 dilanjutkan tokoh lainnya seperti Sarah Gudschinsky, Joseph Greenberg, dan

Isodore Dyen. Leksikostatistik sampai saat ini dipergunakan untuk tiga tujuan (Dyen,

1975:75), yakni a) sebagai daftar kosakata dasar yang cepat dapat menentukan

hubungan kekerabatan bahasa atau dialek, b) sebagai alat pengelompokan

bahasa/dialek yang protobahasa atau prabahasanya belum begitu tua/kuno, c) sebagai

Page 23: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

23

alat atau metode yang dapat dipakai pada tahap awal untuk menetapkan waktu

perpisahan antara bahasa-bahasa yang berkerabat. Hasil persentase yang dicapai

berdasarkan kalkulasi leksikostatistik dapat digunakan untuk mengamati hubungan

antarbahasa yang disajikan dengan dasar tingkat persentase. Berdasarkan kriteria

tertentu yang telah ditetapkan dapat dijelaskan peringkat hubungan antarbahasa.

Oleh karena leksikostatistik mendasarkan kajiannya terhadap kosakata dasar,

maka leksikostatistik berangkat dari beberapa asumsi, seperti yang dikemukakan oleh

Dyen (1975); Lehmann (1973); Bynon (1979) dan Keraf (1991) , sebagai berikut.

a. Sebagian kosakata suatu bahasa sukar sekali berubah bila dibandingkan

dengan bagian yang lain.

Kata-kata yang sukar sekali berubah ini disebut kosakata dasar. Kosakata

dasar itu merupakan kata-kata yang sangat inti, dan sekaligus merupakan

unsur mati hidupnya suatu bahasa. Oleh karena itu, kata-kata untuk hal-hal

dalam kehidupan bahasa, khususnya dalam bidang kebudayaan, merupakan

unsur yang baru dipinjam akan segera mengalami kelenyapan bersama

lenyapnya unsur kebudayaan itu. Kosakata dasar bersifat universal.

b. Retensi kosakata dasar adalah tetap sepanjang masa.

Pendirian pangkal ini berarti bahwa sejumlah kosakata dasar dari sebuah

bahasa sesudah 1000 tahun akan tetap bertahan dengan persentase tertentu.

Sesudah 1000 tahun berikutnya kata-kata itu tadi akan bertahan lagi dalam

persentase yang sama pula.

c. Perubahan kosakata dasar pada semua bahasa adalah sama.

Pengujian terhadap pendirian pangkal ini telah dilakukan terhadap tiga belas

bahasa yang di antaranya memiliki naskah lama tertulis dengan hasil kosakata

Page 24: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

24

dasar bertahan sekitar 86,4 % sampai 74,4 % dalam tiap 1000 tahun, atau

dengan angka rata-rata 80,5 %

d. Jika persentase kosakata sekerabat (seasal) dua bahasa diketahui, dapat

dihitung pula waktu mulai berpisahnya kedua bahasa itu dari bahasa

purbanya.

c. Dialektologi

Istilah dialektologi berasal dari kata dialect dan kata logi. Kata dialect berasal

dari bahasa Yunani dialektos. Kata dialektos digunakan untuk menunjuk pada

keadaan bahasa di Yunani yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan kecil dalam

bahasa yang mereka gunakan. Akan tetapi, perbedaanitu tidak menyebabkan para

penutur tersebut merasa memiliki bahasa yang berbeda (Meillet, dalam Nadra : 2009)

Dialektologi merupakan salah satu cabang Linguistik Historis Komparatif.

Keduanya menelaah masalah kesejarahan ragam-ragam bahasa (Lauder, 1993;

Poedjosoedarmo, tanpa tahun). Secara umum, dialektologi dapat disebut sebagai studi

tentang dialek tertentu atau dialek-dialek suatu bahasa. Selain itu, dalam arti luas

penelitian dialektologi berupaya memerikan perbedaan pola linguistik, baik secara

horisontal (diatopis) yang mencakup variasi geografis, maupun yang vertikal

(sintopis) yang mencakup variasi di suatu tempat. Variasi di suatu tempat yang

bersifat sintopis ini dapat merambah pada kajian dialek sosial yang melibatkan faktor-

faktor sosial (Chambers dan Trudgill, 1980 ; Mahsun, 1995 ; Poedjosoedarmo, tanpa

tahun).

Pada mulanya, pengertian dialek merujuk kepada perbedaan regional yang ada

di antara daerah pengamatan yang menghasilkan pemetaan bahasa/dialek/subdialek.

Page 25: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

25

Pengertian ini lama kelamaan juga mencakup dimensi sosial. Dalam dialektologi

penelitian yang mengupas perbedaan-perbedaan yang ada pada beberapa DP disebut

dialek geografis, sedangkan yang terjadi sebagai akibat perbedaan dimensi sosial

disebut dialek sosial (Ayatrohaedi, 1983:14). Dalam dialek geografis, selain kajian

deskriptif sinkronis, perlu juga dicermati dan dijelaskan mengapa terjadi perbedaan-

perbedaan itu atau bagaimana sejarah terjadinya perbedaan-perbedaan itu (kajian

diakronis).

Meilet (1970) mengemukakan bahwa ciri utama dialek adalah perbedaan

dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Selain itu, ia juga mengemukakan dua

ciri lain dari dialek, yaitu seperangkat bentuk ujaran setempat yasng berbeda-beda,

yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya jika

dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama.

Kajian dialektologi tidak hanya terbatas pada kajian sinkronis, yaitu

menjelaskan variasi-variasi dalam suatu bahasa. Kajian dialektologi juga dapat

menjangkau kajian diakronis, seperti yang dipaparkan oleh Mahsun (1995). Mahsun

(1995 : 11 – 16) memaparkan kajian diakronis dalam bidang dialektologi sebagai

berikut. Secara diakronis, pembicaraan tentang dialek adalah pembicaraan tentang

“bagaimana” eksistensi dialek/subdialek itu, yang mencakup:

a. hubungan dialek-dialek/subdialek-subdialek dengan bahasa induk yang

menunrunkannya;

b. hubungan antardialek itu satu sama lain; dan

c. hubungan antardialek/subdialek itu dengan dialek-dialek/subdialek-

subdialek dari bahasa lain yang diteliti.

Page 26: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

26

Mahsun (1995) menjelaskan bidang garapan dialektologi diakronis mencakup

dua aspek, yaitu aspek sinkronis (deskriptif) dan aspek diakronis (historis). Dari

aspek sinkronis pengkajiannya didasarkan pada hal-hal berikut ini.

a. Pendeskripsian perbedaan unusr-unsur kebahasaan yang terdapat dalam

bahasa yang diteliti, meliputi perbedaan fonologi, morfologi, sintaksis,

leksikon, dan semantik.

b. Pemetaan unsur-unsur kebahasaan yang berbeda itu.

c. Penentuan isolek sebagai dialek atau subdialek dengan berpijak pada unsur-

unsur kebahasaan yang berbeda.

d. Membuat deskripsi yang berkaitan dengan pengenalan dialek atau subdialek

melalui pendeskripsian ciri-ciri fonologis, morfologis, sintaksis, dan leksikal

yang menandai atau membedakan antara dialek atau subdialek yang satu

dengan lainnya dalam bahasa yang diteliti.

Sementara itu, dari aspek diakronis (historis) pengakjian didasarkan pada hal-

hal sebagai berikut.

a. Membuat rekonstruksi prabahasa bahasa yang diteliti dengan memanfaatkan

evidensi yang terdapat dalam dialek/subdialek yang mendukungnya.

b. Penelusuran pengaruh antardialek/subdialek bahasa yang diteliti serta situasi

persebaran geografisnya.

c. Penelusuran unsur kebahasaan yang merupakan inovasi internal ataupun

eksternal dalam dialek-dialek atau subdialek-subdialek yang diteliti.

d. Penelusuran unsur kebahasaan yang berupa bentuk relik pada dialek atau

subdialek yang diteliti dengan situasi pesebaran geografisnya.

Page 27: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

27

e. Penelusuran saling berhubungan antara unsur-unsur kebahasaan yang berbeda

di antara dialek atau subdialek bahasa yang diteliti.

f. Membuat analisis dialek/subdialek ke dalam dialek/subdialek relik (dailek

yang lebih banyak mempertahankan atau memlihara bentuk kuno) dan

dialek/subdialek pembaharu. Dengan kata lain membuat analisis

dialek/subdialek yang konservatif dan inovatis.

d. Perbedaan Unsur-Unsur Kebahasaan

Deskripsi perbedaan unsur-unsur kebahasaan mencakup semua bidang yang

termasuk dalam kajian linguistik, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan

semantik (Mahsun, 1995:23). Dalam penelitian ini deskripsi perbedaan unsur-unsur

kebahasaan lebih difokuskan pada perbedaan fonologi dan leksikon mengingat dua

bentuk perbedaan ini yang paling penting dibahas dalam melihat hubungan

kekerabatan di antara bahasa-bahasa/isolek-isolek yang dibandingkan.

Perbedaan fonologi menyangkut perbedaan fonetik (bunyi-bunyi). Perbedaan

fonologi ini dapat muncul secara teratur, yang disebut korespondensi dan dapat pula

muncul secara sporadis, yang disebut variasi.

Korespondensi bunyi diuraikan Mahsun dalam buku Dialektologi Diakronis

(1995 : 29 – 31) yang intinya adalah sebagai berikut. Korespondensi bunyi

merupakan perubahan bunyi yang muncul secara teratur. Korespondensi bunyi, dapat

dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu:

a) korespondesi sangat sempurna, jika perubahan bunyi itu berlaku disemua data

yang disyarati secara linguistik dan daerah sebaran secara geografisnya sama;

Page 28: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

28

b) korespondensi sempurna, jika perubahan itu berlaku pada semua contoh yang

disyarati secara linguistik, tetapi beberapa data memperlihatkan daerah

sebaran geografisnya tidak sama;

c) korespondensi kurang sempurna, jika perubahan itu tidak terjadi pada semua

bentuk yang disyarati secara linguistik, tetapi sekurang-kurangnya terdapat

pada dua data yang memiliki sebaran geografis yang sama.

Berdasarkan uraian di atas ada dua hal yang patut diperhatikan dalam

penentuan status kekorespondensian suatu kaidah, yaitu:

a) mengetahui kaidah-kaidah perubahan bunyi yang terjadi di antara daerah-

daerah pengamatan; dan

b) mengetahui sebaran geografis kaidah-kaidah perubahan bunyi tersebut.

Variasi bunyi dapat berupa bermacam-macam perbedaan bunyi yang muncul

hanya pada satu atau dua kosakata saja. Perbedaan yang berupa variasi dapat

terealisasi dalam wujud metatesis, asimilasi, disimilasi, apokope, sinkope, paragoge,

aferesis, epentensi, dll. (Mahsun, 2006:10; lihat juga Crowley, 1987:25-49 dan

Lehman, 1973:158-182).

Sementara itu, suatu perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam bidang

leksikon jika leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang

sama tidak berasal dari satu makna yang sama. Semua perbedaan leksikon selalu

berupa variasi (Mahsun, 1995:54). Sebagai contoh dalam penelitian ini ditemukan

bentuk yang berbeda dalam merealisaikan kata “ikan”, penutur Ciacia Kanciina,

Page 29: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

29

Lapandewa, menyebutnya dengan isa , sedang penutur Ciacia Masiri menyebutnya

dengan kenta.

Perbedaan-perbedaan linguistik tersebut dapat terjadi pada bahasa mana pun

sebab sifat kedinamisan yang dimiliki oleh semua bahasa. Poedjosoedarmo

(2008: 1-2) mengungkapkan bahwa bahasa berubah antara lain karena ada kontak

dengan bahasa lain. Perilaku sosiolinguistik para penutur dalam sebuah masyarakat

dapat menjadi salah satu pemicu berubahnya sebuah bahasa. Masing-masing penutur

ingin menyesuaikan idioleknya dengan idiolek lawan bicaranya untuk kelancaran

komunikasi.

Pemicu lain berubahnya suatu bahasa adalah faktor migrasi. Perpisahan

penutur suatu bahasa dengan jarak yang cukup jauh mengakibatkan semakin besarnya

perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam kelompok penutur bahasa tersebut dan

memberikan peluang munculnya bahasa/dialek baru. Walaupun demikian, unsur-

unsur asli bahasa asalnya masih dapat ditelusuri melalui penelusuran hubungan

kekerabatan dan kesejarahan bahasa-bahasa tersebut.

e. Protobahasa atau Bahasa Purba atau Prabahasa

Hubungan antarbahasa sekerabat dapat dibuktikan berdasarkan unsur-unsur

warisan dari bahasa asal atau protobahasa sebagaimana diungkapkan Fernandez

(1996:21). Secara teoretis, protobahasa adalah rakitan teoretis yang dirancang bangun

kembali dengan cara merangkaikan sistem bahasa-bahasa yang memiliki hubungan

kesejarahan, melalui kaidah-kaidah yang sederhana secara ekonomis (Bynon, 1979:

71). Protobahasa merupakan rakitan yang teoretis-hipotesis dan merupakan suatu

‘bangunan bahasa’ yang diasumsikan pernah hadir. Rakitan tersebut diterima sebagai

Page 30: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

30

prototipe bahasa seasal (Haas, dalam Mbete, 2002:14). Kendati pun hanya diterima

sebagai rakitan, protobahasa merupakan fakta hubungan keseasalan. Melalui

protobahasa pula, perubahan dan penelusuran unsur-unsur dan sistem bahasa yang

hidup pada masa kini dapat ditelusuri dan dijelaskan secara sistematis (Mbete,

2002:14).

Istilah prabahasa (prelanguage) adalah istilah yang terbentuk dari gabungan

dua morfem, yaitu morfem yang berupa afiks {pra-} dan morfem dasar ’bahasa’.

Oleh karena itu, prabahasa merupakan ’bahasa pendahuluan’ dalam artian sebuah

bahasa yang dihipotesiskan digunakan sebagai sarana cikalbakal dari bahasa modern

yang ada sekarang ini dan direkonstruksi berdasarkan evidensi dialektal atau

subdialektal (dalam Mahsun, 1995).

Untuk lebih jelasnya pembedaan terhadap dua istilah prabahasa dan

protobahasa diuraikan oleh Mahsun (1995 : 82) sebagai berikut.

Prabahasa Protobahasa

- rekonstruksi bahasa purba - rekonstruksi bahasa purba

- rekonstruksi internal - rekonstruksi eksternal

- rekonstruksi didasarkan pada evidensi - rekonstruksi didasarkan pada

dialektal atau subdialektal evidensi bahasa

- digunakan dalam disiplin ilmu dialektologi - digunakan dalam disiplin ilmu

linguistik komparatif

Page 31: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

31

f. Rekonstruksi Bahasa

Rekonstruksi bahasa dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dari atas ke

bawah dan dari bawah ke atas. Rekonstruksi dari atas ke bawah adalah rekonstruksi

dengan melihat refleks protobahasa ke bahasa-bahasa modern. Teknik ini diterapkan

oleh Dempwolff (1938) dalam karangannya Austronesisches Worterverzeichmis

(dalam Fernandez, 1994 : 29).

Rekonstruksi dari bawah ke atas pun pertama kali dikembangkan oleh

Dempwolff (dalam Mahsun 1994) untuk menemukan kekerabatan dan merumuskan

protobahasa Austronesia. Dalam Mahsun (1994) diuraikan bahwa rekonstruksi dari

bawah ke atas ini ditempuh melalui prosedur berikut ini.

a. Penentuan prafonem secara serentak.

Berdasarkan perangkat kata yang berkognat yang ditemukan secara langsung

ditentukan prakata. Melalui etimon prabahasa itulah, selanjutnya didaftarkan

prafonem serta perumusan kaidah-kaidah perubahan fonem pada dialek-

dialek/subdialek-subdialek turunan.

b. Penentuan prafonem demi prafonem.

Berdasarkan perangkat kata yang berkognat yang ditemukan, dirumuskan dan

ditentukan kaidah-kaidah perubahan fonem sebelum rekonstruksi etimon

prabahasa dilakukan. Melalui cara ini dimungkinkan untuk diperoleh

prafonem demi prafonem, dan selanjutnya dilakukan rekonstruksi etimon

prabahasa berdasarkan kaidah-kaidah perubahan fonem yang ditemukan.

Page 32: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

32

g. Inovasi, Retensi, dan Relik

Hubungan bahasa-bahasa sekerabat harus didukung oleh bukti kualitatif

berupa inovasi bersama secara ekslusif (exclusively shared inovations) yang dimiliki

oleh kelompok bahasa tersebut, baik inovasi fonologis maupun leksikon. Inovasi

merupakan pembaharuan yang memperlihatkan kaidah yang berlaku . Di bidang

fonologi pembaharuan itu bertalian dengan kaidah perubahan yang mendorong

pembentukan kosakata baru sebagai penanda pengelompokan bahasa (Fernandez,

1996:22). Inovasi fonologis tampak dalam berbagai wujud perubahan yang

menyangkut jumlah dan distribusi fonem yang merupakan dasar berbagai tipe

perubahan, seperti complete loss (pelesapan seutuhnya), partial loss (pelesapan

sebagian), complete merger (paduan seutuhnya), partial merger (paduan sebagian),

split (pembelahan), excrescence (penambahan), dan sebagainya (Anttila, 1989:69-70).

Perbedaan mendasar antara inovasi dalam tinjauan dialektologi dengan

tinjauan linguistik historis komparatif terletak dalam tataran isolek itu sendiri (bahasa,

dialek, atau subdialek). Inovasi dalam kajian dialektologi mencakup tataran dialek

dan subdialek, sedangkan inovasi dalam kajian linguistik historis komparatif hanya

mencakup tataran bahasa.

Adapun daerah-daerah yang tidak mengalami inovasi (atau dengan kata lain

masih mempertahankan bentuk proto/prabahasanya) dalam linguistik historis

komparatif dinamakan daerah retensi, sedangkan dalam dialektologi dinamakan

dengan daerah relik. Namun, perbedaan ini hanyalah sekedar perbedaan istilah saja.

Pada prinsipnya peristilahan retensi bila mengacu kepada bentuk protobahasa dan

peristilahan relik bila mengacu kepada bentuk prabahasa.

Page 33: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

33

Jika pembaharuan/perubahan yang terdapat dalam suatu bahasa disebut

inovasi, maka unsur-unsur yang tidak mengalami perubahan pada bahasa sekarang

disebut retensi. Dalam perkembangan historis bahasa sekerabat unsur retensi bersama

dapat terjadi secara mandiri tanpa melalui suatu masa perkembangan yang sama.

Akan tetapi inovasi bersama yang dialami bahasa sekerabat secara ekslusif pada

umumnya melalui suatu masa perkembangan bersama (Greenberg, dalam Fernandez,

1996:22).

Pembicaraan unsur inovasi dan retensi berkaitan dengan upaya penelusuran

evidensi pewarisan fonem protobahasa ke dalam bahasa yang diteliti. Evidensi

pewarisan fonem protobahasa ke dalam bahasa yang diteliti merupakan refleks unsur

suatu bahasa proto tersebut. Dengan kata lain, refleks adalah cerminan unsur atau

bentuk yang lebih tua yang diketahui dari rekontruksi. Unsur atau bentuk turunan itu

sedikit banyaknya mengalami perubahan bahasa (Kridalaksana, 2001:186).

Sementara itu, rekonstruksi adalah metode untuk memperoleh moyang bersama dari

suatu kelompok bahasa yang berkerabat dengan membandingkan ciri-ciri bersama

atau dengan menentukan perubahan-perubahan yang dialami suatu bahasa sepanjang

sejarahnya (Kridalaksana, 2001:187)

h. Penentuan Hubungan Kekerabatan dalam Linguistik Historis Komparatif

Dalam linguistik historis komparatif penentuan hubungan kekerabatan

antarbahasa ditinjau dari dua pendekatan, kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif

penentuan hubungan kekerabatan dilakukan dengan metode leksikostatistik.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penerapan leksikostatistik adalah sebagai

berikut.

Page 34: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

34

1) Mengumpulkan kosakata dasar isolek yang berkerabat, dalam hal ini kedua

puluh tiga isolek yang terdapat pada kedua puluh tiga wilayah yang menjadi

daerah pengamatan.

2) Menetapkan dan menghitung pasangan-pasangan mana yang merupakan kata

kerabat.

3) Menghubungkan hasil penghitungan yang berupa persentase kekerabatan

dengan kategori kekerabatan.

Hasil persentase yang dicapai berdasarkan kalkulasi leksikostatistik dapat

digunakan untuk mengamati hubungan antarbahasa yang disajikan dengan dasar

tingkat persentase. Berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan dapat

dijelaskan peringkat hubungan antarbahasa. Kriteria itu dapat menggambarkan relasi

antarbahasa yang dibandingkan. Hubungan kekerabatan antarbahasa dapat dihitung

dengan rumus:

Jumlah kata yang berkerabat X 100 % Jumlah glos yang dibandingkan Hasil perhitungan tersebut kemudian dicocokkan dengan klasifikasi dalam

leksikostatistik yang dikemukakan oleh Morris Swadesh (Keraf, 1984: 135), yaitu:

Tabel (4) Hubungan Persentase Kekerabatan dengan Kategori Kekerabatan

Kategori Persentase kekerabatan (%) Bahasa (language) Keluarga (family) Rumpun (stock)

Mikrofilum Mesofilum Makrofilum

100 – 81 81 – 36 36 – 12 12 – 4 4 – 1

1 – krg dr 1

Page 35: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

35

Penghitungan dilakukan dengan memperhatikan pedoman berikut ini.

1) Mengeluarkan glos yang tidak diperhitungkan dalam penetapan kata yang

berkerabat. Glos yang tidak diperhitungkan adalah glos yang tidak memiliki

bentuk realisasi (kosong), baik dalam salah satu bahasa maupun dalam semua

bahasa yang diperbandingkan. Selain itu, glos yang realisasinya merupakan

bentuk-bentuk serapan dari bahasa lain juga termasuk dalam glos yang tidak

diperhitungkan.

2) Menetapkan kata kerabat baik yang terealisasi dalam bentuk yang identik

(wujud sama), bentuk yang mirip (berkorespondensi dan bervariasi), dan

bentuk yang berbeda tetapi masih dapat dirunut kekerabatannya.

3) Membuat persentase kata kerabat. Pada tahap ini dilakukan penghitungan

terhadap jumlah kata dasar yang diperbandingkan pada langkah (1) dan

jumlah kata berkerabat yang dijumpai dari hasil penentuan kata kerabat pada

langkah (2). Penghitungan tersebut dilakukan dengan cara jumlah kata

berkerabat dibagi jumlah kata dasar yang diperbandingkan dan dikali seratus

persen sehingga diperoleh persentase jumlah kekerabatan. Hasil persentase

tersebut akan dihubungkan dengan kategori tingkat kekerabatan bahasa.

4) Langkah berikutnya adalah membuat diagram pohon yang menggambarkan

silsilah kekerabatan isolek-isolek yang diperbandingkan tersebut. Bahasa-

bahasa yang pada fase tertentu memiliki sejarah yang sama sebagai satu

keluarga bahasa atau subkeluarga bahasa berada dalam satu simpai (lihat

Mahsun, 2007:213-219).

Page 36: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

36

Secara kualitataif, penentuan hubungan kekerabatan dalam linguistik historis

komparatif dilakukan dengan melihat inovasi bersama sebagai bukti pemisah

kelompok yang diperoleh dengan melihat refleks protobahasa pada bahasa-bahasa

yang dibandingkan. Dalam fernandez (1984 : 22) dijelaskan bahwa istilah inovasi

berarti pembaharuan, yaitu perubahan yang memperlihatkan penyimpangan dari

kaidah perubahan yang lazim berlaku, Refleks protobahasa pada bahasa-bahasa yang

diperbandingkan lazimnya dapat diamati dalam korespondensi bunyi berdasarkan

padanan perangkat kognat.

i. Penentuan Status Isolek

Penentuan status isolek dapat ditinjau secara kuantitatif dan kualitatif. Secara

kuantitatif dalam dialektologi dilakukan dengan menerapkan metode berkas isoglos

dan dialektometri.

Metode berkas isoglos adalah salah satu metode yang digunakan untuk

menentukan status isolek dengan menghitung jumlah isoglos yang menyatukan

daerah-daerah pengamatan. Isoglos adalah sebuah garis imajiner yang diterakan pada

sebuah peta bahasa (Lauder, 1990:117). Pada awalnya yang dimaksud garis imajiner

isoglos adalah garis yang menghubungkan tiap daerah pengamatan yang

menghubungkan tiap daerah pengamatan yang menampilkan gejala kebahasaan

serupa (Keraf dalam Mahsun, 1995: 36).

Sementara itu, metode dialektometri merupakan ukuran statistik yang

digunakan untuk melihat berapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat pada

tempat-tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul

dari tempat yang diteliti tersebut (Revier dalam Ayatrohaedi, 1983 : 32).

Page 37: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

37

Dialektometri ini mulai diperkenalkan oleh Seguy tahun 1973 dalam tulisan yang

berjudul La Dialectrometric dans L’Atlas Linguistique de La Gascognate (Mahsun,

1995 : 39).

Dalam dialektologi, secara kualtitatif digunakan pula cara-cara yang serupa

dengan cara yang diterapkan pada linguistik historis komparatif. Dalam pemilahan

isolek, digunakan pula metode pemahaman timbal balik (mutual inteligilibity) yang

diajukan oleh Voeglin dan Harris (1951). Menurut metode pemahaman timbal balik,

bahwa daerah-daerah pakai isolek itu dikelompokkan dalam dialek sebuah bahasa jika

antarpenutur isolek yang berbeda itu masih terjadi pemahaman timbal balik antara

satu sama lain ketika mereka bertutur dengan menggunakan isoleknya masing-

masing. Hasil perhitungan dialektometri tersebut disepadankan dengan bukti-bukti

kualitatif berupa kesamaan fonologi ataupun leksikal untuk menguatkan

pengelompokan.

j. Metode Kuantitatif dan Kualitatif dalam Penelitian Linguistik Komparatif

Keterkaitan metode kuantitatif dan kualitatif dapat dipahami secara baik

apabila kita memahami dalam konteks bahwa setiap metode memiliki keunggulan dan

kelemahan. Dalam kajian linguistik historis komparatif dan dialektologi, metode

kuantitatif mempunyai kelebihan dapat sekaligus menangani data dalam jumlah yang

banyak, tetapi tidak mampu menjelaskan kekognatan kosakata yang dibandingkan

karena tidak menelusuri kesejarahan kosakata tersebut. Sementara itu, metode

kualitatif mempunyai kelebihan dalam hal kecermatan dan ketajaman di dalam

analisisnya karena sampai kepada penelusuran sejarah kosakata bahasa/isolek yang

diperbandingkan. Adapun kelemahannya, pendekatan ini umumnya hanya dilakukan

terhadap data yang jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, paduan evidensi kuantitatif

Page 38: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

38

dan kualitatif merupakan bukti yang akurat untuk menjelaskan relasi kekerabatan

suatu bahasa/isolek.

k. Daerah Asal Suatu Bahasa

Apabila dari hasil penentuan kekerabatan dan pengelompokan bahasa telah

mampu dideteksi ihwal keterhubungan satu isolek dengan isolek lain dalam satu

kelompok serta keterhubungannya dengan kelompok lain, dan melalui

perekonstruksian bahasa purba mampu diperlihatkan bentuk-bentuk yang menjadi

asal dari bentuk-bentuk dalam bahasa yang telah dikelompokkan itu.

Mahsun (2010:100—109) menjelaskan bahwa dalam kajian linguistik

diakronis dianut pandangan bahwa varian-varian yang muncul dari sebuah bahasa

purba (baik itu protobahasa ataupun prabahasa) menjadi varian yang berdiri sendiri

tidak terjadi secara seketika, melainkan secara bertahap dan melibatkan waktu.

Mungkin perubahan bahasa induk menjadi varian-varian itu mulai membentuk

perbedaan wicara, menjadi perbedaan subdialek, lalu menjadi perbedaan dialek, dan

lama-kelamaan varian itu muncul sebagai bahasa tersendiri yang berbeda dengan

bahasa induknya. Artinya, perubahan dari satu bahasa induk menjadi beberapa varian

yang berstatus beda wicara memerlukan waktu yang tidak terlalu lama dibandingkan

dengan perubahan menjadi varian yang berstatus beda dialek atau bahkan beda

bahasa. Semakin panjang perjalanan waktu yang dialami suatu bahasa, maka akan

semakin tinggi tingkat varian yang dimiliki oleh bahasa itu. Dengan demikian,

dapatlah dikatakan bahwa pada wilayah yang memiliki keragaman bahasa yang tinggi

secara menyeluruh menunjukkan panjangnya waktu perubahan yang dialami oleh

bahasa tersebut dan wilayah itu dapat dihipotesiskan sebagai wilayah asal.

Page 39: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

39

l. Subkelompok Bahasa Muna-Buton

Bahasa Ciacia merupakan bahasa yang tergolong dalam subkelompok bahasa

Muna-Buton (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Berbagai keterangan tentang

subkelomnpok bahasa Muna-Buton ini telah diinformasikan oleh para ahli.

Yamaguchi dalam Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Tenggara dalam

Kaitannya dengan Genealogi (2010) memaparkan dua hasil penelitian yang mengacu

pada kedudukan subrumpun bahasa Muna-Buton. Penelitian yang dimaksud adalah

penelitian N. Adriani (1865-1926) dan A.C. Kruijt (1869-1949) serta peta bahasa dan

penelitian oleh S.J. Esser (1900-1944).

Bahasa daerah di Sulawesi Selatan dapat digolongkan dalam beberapa

kelompok bahasa. Menurut Esser, di Pulau Sulawesi terdapat sembilan kelompok

bahasa (Esser dalam Yamaguchi , 2010), yaitu:

V Philippijnsche groep

VI Gorontalosche groep

VII Tominische groep

VIII Toradjasche groep

IX Loinangsche groep

IXa Banggaische groep

X Boengkoesch-Lakische groep

XI Zuid-Celebes-Talen

XII Moenasch-Boetongsche groep

Di antara kelompok bahasa tersebut di atas, yang tersebar di Sulawesi

Tenggara adalah X Boengkoesch-Lakische groep dan XII Moenasch-Boetongsche

groep.

Page 40: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

40

Kelompok-kelompok bahasa tersebut tergolong dalam keluarga Melayu

Polinesia Barat. Keluarga Melayu Polinesia Barat menurunkan beberapa kelompok,

salah satunya adalah Proto Philipina. Proto Philippines inilah yang menurunkan Outer

Philippines dan Central Philippines-Malayo-Javanic. Subkelompok Muna-Buton

merupakan bagian yang diturunkan dari Outer Philippines (Tryon, 1995).

Bila silisilah ini diteruskan ke atas diperoleh gambaran bahwa keluarga

Melayu Polinesia Barat diturunkan dari Keluarga Melayu Polinesia. Keluarga Melayu

Polinesia merupakan salah satu turunan dari Amis-Extra-Formosa. Amis-Extra-

Formosa inilah yang salah satu turunan dari Proto Austronesia (Tryon, 1995).

m. Pemilihan Teori yang Diterapkan

Teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya merupakan pijakan dalam

penelitian ini. Secara global penelitian ini memadukan kajian dialektologi dengan

kajian linguistik historis komparatif. Namun, penelitian ini berfokus pada kajian

dialektologi, khususnya kajian dialektologi diakronis. Hanya saja, hasil penelitian ini

tidak dipetakan secara deskripstif. Pemetaan variasi-variasi dialektal hanya disajikan

dalam bentuk peta verbal yang memuat variasi dialek/subdialek yang lebih terfokus

pada variasi fonologi dan leksikon. Kajian linguistik historis komparatif dalam

penelitian ini diterapkan ketika mencari hubungan kekerabatan antara bahasa Ciacia

dengan bahasa-bahasa lain yang tergolong dalam subrumpun Muna-Buton.

Permasalahan pertama dalam penelitian ini terjawab dengan menerapkan teori

penentuan status kebahasaan dalam kajian dialektologi dengan metode kuantitatif

berupa analisis dialektometri yang diikuti oleh evidensi-evidensi perbedaan fonologis

dan leksikal isolek-isolek yang diperbandingkan. Metode ini digunakan untuk

Page 41: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

41

menentukan status isolek yang berada dalam wilayah pakai bahasa Ciacia yang dalam

penelitian terdahulu dan pengakuan penduduk diasumsikan sebagai bahasa Ciacia.

(salah satu isolek yang oleh penelitian terdahulu dan pengakuan penduduk terdapat

perbedaan pendapat adalah isolek Kumbewaha). Penelitian ini tidak menggunakan

metode berkas isoglos dengan pertimbangan daerah pengamatan dalam penelitian ini

merupakan daerah kepulauan yang menurut sejarah masyarakat Ciacia tersebar di

pulau-pulau tersebut. Oleh karena itu kemungkinan dijumpai kesulitan untuk menarik

satu garis isoglos yang menyatukan daerah pengamatan yang terpisah jauh oleh

perbedaan pulau.

Permasalahan kedua terjawab dengan merapkan teori rekonstruksi prabahasa

bahasa Ciacia yang dilakukan dengan menerapkan teori-teori rekonstruksi bahasa

purba, refleks bahasa purba pada bahasa modern (relik dan inovasi).

Permasalahan ketiga terjawab dengan menerapkan teori penentuan hubungan

kekerabatan dalam linguistik historis komparatif. Dengan demikian penjelasan

genealogi bahasa Ciacia tidak hanya terbatas pada lingkup bahasa Ciacia sendiri,

tetapi sampai kepada hubungannya dengan bahasa-bahasa lain dalam subrumpun

Muna-Buton.

Penjelasan silsilah subkelompok Muna-buton ke Proto Austronesia yang

disusun oleh Blust, Ross, dan Reid (dalam Tryon, 1995) hanyalah merupakan

gambaran informasi genealogi subkelompok Muna-Buton (yang menurunkan bahasa

Ciacia) ke atas. Namun, perlu ditegaskan bahwa penelitian ini hanya membahasa

genealogi bahasa Ciacia mulai posisinya dalam subkelompok Muna-Buton, Prabahasa

Bahasa Ciacia, hingga bahasa Ciacia masa kini (tataran dialek, subdialek, beda

wicara, dan tidak beda)

Page 42: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

42

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian linguistik dibagi atas tiga tahapan,

yaitu metode penyediaan data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil

analisis data (Mahsun, 2007:127 ; Sudaryanto, 1992:57).

1.7.1 Metode dan Teknik Penyediaan Data

Penyediaan data dilakukan dengan metode cakap dan metode simak (Mahsun,

1995:94-101). Metode cakap dilakukan dengan teknik cakap semuka, yaitu

mendatangi setiap lokasi penelitian dan melakukan percakapan bersumber pada

pancingan yang berupa daftar pertanyaan. Metode simak dilakukan dengan teknik

sadap diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat dan rekam. Teknik

sadap berarti peneliti menyadap penggunaan bahasa informan. Selanjutnya dilakukan

teknik catat, yaitu mencatat berian tentang daftar tanyaan, cerita-cerita rakyat, atau

hal-hal yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Catatan berian dilakukan

dengan transkripsi fonetis. Dalam hal ini transkripsi fonetis yang digunakan

berpedoman pada The International Phonetic Association (1991:8—10).

Dalam wawancara digunakan bahasa Indonesia untuk menanyakan sejumlah

kosakata dan kalimat yang terdapat dalam daftar tanyaan. Namun, bentuk pertanyaan

tidak selamanya secara lugu dibacakan. Terkadang pertanyaan kosakata dapat

diberikan dalam bentuk penyajian gambar, penyajian gerakan, peniruan bunyi, atau

dalam bentuk pertanyaan seperti untuk memancing tuturan suatu kalimat. Contoh

untuk menanyakan kalimat Tolong ambilkan baju saya dalam bahasa Ciacia

dinyatakan dalam bentuk pancingan pertanyaan seperti, ”Kalau Bapak menyuruh

Page 43: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

43

seseorang untuk mengambilkan baju Bapak, apa yang Bapak katakan?” Hal ini

penting untuk menghindari penerjemahan secara harafiah oleh informan karena

struktur bahasa Indonesia tidak sama dengan struktur bahasa Ciacia. Dalam contoh

pertanyaan tersebut kita akan memperoleh jawaban Culungiau alasiau bajuu yang

jika diterjemahkan secara harafiah ke dalam bahasa Indonesia adalah Tolong saya

ambil saya baju. Jadi, untuk memperoleh data kalimat seperti di atas, tidak digunakan

pertanyaan seperti Tolong ambilkan saya baju, jika diterjemahkan ke bahasa Ciacia

bagaimana?

Pada saat wawancara berlangsung digunakan pula jawaban atau pancingan

dari peneliti diharapkan dapat menimbulkan gairah dan semangat para informan,

misalnya, oooo begitu ya Pak/Bu? wah bagus sekali!. Selain itu, digunakan juga

model pertanyaan ulang untuk memperjelas lafal mereka, misalnya, maaf, apa

Pak/Bu? atau maaf, bisa diulangi lagi Pak/Bu?

Wawancara terhadap para informan dalam satu daerah pengamatan (DP)

dilakukan secara serentak di balai desa atau rumah salah satu informan (satu DP

terdiri atas satu informan utama dan dua informan pembanding). Pemilihan salah satu

rumah informan dimaksudkan untuk menciptakan suasana santai bagi informan

sehingga mereka bebas menyatakan pendapat mereka. Adapun cara yang serentak

dimaksudkan untuk memperkuat berian yang ada karena informan pendamping dapat

menyepakati atau mempermasalahkan berian yang diungkapkan oleh informan utama.

Di samping itu, di beberapa DP di lokasi wawancara biasanya wawancara ramai

dihadiri oleh beberapa tetangga yang kebetulan berkunjung ke rumah informan.

Page 44: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

44

Selain menggunakan metode penelitian lapangan, penelitian ini juga

menggunakan metode pustaka untuk mendapatkan informasi-informasi yang

berkaitan dengan objek penelitian. Informasi pustaka ini selain diperoleh dari

penelitian-penelitian terdahulu mengenai bahasa Ciacia, juga dari tulisan-tulisan

mengenai wilayah bahasa Ciacia yang dapat diperoleh di kabupaten, kecamatan, atau

pun desa, di Biro Pusat Statistik, sejarah kerajaan Buton, dan lain-lain.

a. Penetapan Daerah Pengamatan

a.1. Populasi Titik Pengamatan

Satuan unit penelitian sebagai satu titik pengamatan di dalam penelitian ini

adalah desa. Di Kota Baubau jumlah desa penutur bahasa Ciacia terdiri atas dua desa.

Di Kabupaten Buton jumlah desa penutur bahasa Ciacia terdiri atas tujuh puluh tujuh

desa. Di Kabupaten Wakatobi jumlah desa penutur bahasa Ciacia terdiri atas tujuh

desa di Pulau Binongko. Dengan demikian populasi titik pengamatan penutur bahasa

Ciacia berjumlah delapan puluh enam desa.

a.2 Percontoh Titik Pengamatan

Mempertimbangkan perbedaan yang terdapat dalam bahasa Ciacia, maka

dalam penelitian ini dipilih dua puluh tiga desa (sekitar 25 % dari keseluruhan

populasi) yang berdasarkan informasi awal tokoh masyarakat Ciacia memiliki

perbedaan antarwilayah bahasa Ciacia.

Penetapan daerah pengamatan dilakukan dengan memilih desa atau dusun

sesuai dengan kriteria daerah pengamatan yang diajukan oleh Mahsun (2007:138),

yaitu: terletak jauh dari kota besar, mobilitas penduduknya rendah, dan berusia

Page 45: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

45

minimal 30 tahun. Penelitian ini mengambil tiga lokasi administratif yang berbeda

sebagai daerah sebaran penggunaan bahasa Ciacia, yang menurut informasi awal dari

masyarakat Sulawesi Tenggara penggunaan bahasa Ciacia dapat dijumpai di Kota

Baubau, Kabupaten Buton, dan Pulau Binongko, di Kabupaten Wakatobi. Selain

lokasi tutur bahasa Ciacia, penelitian ini menambahkan enam lokasi tutur yang

masing-masing mewakili bahasa Muna, bahasa Wolio, bahasa Busoa, bahasa

Lasalimu, bahasa Kamaru, dan bahasa Wakatobi. Lokasi tersebut adalah sebagai

berikut.

1. Desa Gonda Baru, Kecamatan Sorowolio, Kota Baubau, Pulau Buton

2. Desa Karya Baru, Kecamatan Sorowolio, Kota Baubau, Pulau Buton

3. Desa Kaisabu Baru, Kecamatan Sorowolio, Kota Baubau, Pulau Buton

4. Desa Baadia, Kecamatan Baadia, Kota Baubau, Pulau Buton

5. Desa Busoa, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton, Pulau Buton

6. Desa Bola, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton, Pulau Buton

7. Desa Poogalampa, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton, Pulau Buton

8. Desa Masiri, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton, Pulau Buton

9. Desa Jaya Bakti, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton, Pulau Buton

10. Desa Tira, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton, Pulau Buton

11. Desa Sandang Pangan, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton, Pulau

Buton

12. Desa Warinta, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton, Pulau Buton

13. Desa Takimpo, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton, Pulau Buton

14. Desa Kancinaa, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton, Pulau Buton

15. Desa Holimambo Jaya, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton, Pulau Buton

Page 46: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

46

16. Desa Wabula, Kecamatan Wolowa, Kabupaten Buton, Pulau Buton

17. Desa Wasampela, Kecamatan Wolowa, Kabupaten Buton, Pulau Buton

18. Desa Lapandewa Makmur, Kecamatan Lapandewa, Kabupaten Buton, Pulau

Buton

19. Desa Burangasi, Kecamatan Lapandewa, Kabupaten Buton, Pulau Buton

20. Desa Wolowa, Kecamatan Wolowa, Kabupaten Buton, Pulau Buton

21. Desa Matanauwe, Kecamatan Siontapina, Kabupaten Buton, Pulau Buton

22. Desa Kumbewaha, Kecamatan Siontapina, Kabupaten Buton, Pulau Buton

23. Desa Ambuau Indah, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton, Pulau

Buton

24. Desa Wacuala, Kecamatan Batu Atas, , Kabupaten Buton, Pulau Batuatas,

Pulau Buton

25. Desa Lasalimu, Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton, Pulau Buton

26. Desa Kamaru, Kecamatan Lasalimnu, Kabupaten Buton, Pulau Buton

27. Desa Wali, Kecamatan Binongko, Kabupaten Wakatobi, Pulau Binongko

28. Desa Rukuva, Kecamatan Binongko, Kabupaten Wakatobi, Pulau Binongko

29. Desa Lahontohe, Kecamatan Tongkuno, Kabupaten Muna, Pulau Muna

Dengan demikian, wilayah tutur bahasa Ciacia yang digunakan dalam

penelitian ini ada 23 wilayah, 4 wilayah berada di luar wilayah mayoritas penggunaan

bahasa Ciacia dan 19 wilayah yang berada di wilayah mayoritas penggunaan bahasa

Ciacia. Pemilihan wilayah tersebut dengan pertimbangan wilayah-wilayah tersebut

merupakan wilayah tutur bahasa Ciacia yang sudah bertahun-tahun lamanya. Selain

itu, kedua puluh wilayah tersebut sering disebut-sebut masyarakat sebagai wilayah-

Page 47: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

47

wilayah pengguna tiga kelompok dialek Ciacia, yaitu: Ciacia Kapara’e, Ciacia

Mbahae, dan Ciacia (Alirman, 2010) . Oleh karena itu, diharapkan dari lokasi-lokasi

tersebut dapat ditemukan karakteristik dialek-dialek bahasa Ciacia, baik yang berada

di lokasi pusat penutur bahasa Ciacia maupun di luar pusat lokasi. Selanjutnya

ditambahkan lagi enam wilayah tutur yang masing-masing mewakili enam bahasa

yang termasuk dalam subkelompok bahasa Muna-Buton sehingga jumlah keseluruhan

daerah pengamatan dalam penelitian ini adalah dua puluh sembilan.

Dari dua puluh tiga wilayah tutur bahasa Ciacia tersebut, berdasarkan hasil

penelitian kekerabatan dan pemetaan bahasa-bahasa di Sulawesi Tenggara oleh Pusat

Bahasa (tahun 2008), diperoleh gambaran bahwa dua wilayah tutur yang tidak

tergolong dalam bahasa Ciacia, yaitu Desa Kaisabu Baru merupakan wilayah pakai

bahasa Wolio. Sebaliknya, dari hasil penelitian SIL (2006) terdapat dua wilayah tutur

yang tidak tergolong dalam bahasa Ciacia, Desa Kaisabu Baru dan Desa Kumbewaha.

Peta lokasi daerah penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Page 48: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

48

PETA WILAYAH TUTUR BAHASA CIACIA

U

����

Keterangan Gambar Abjad : A sampai K → kecamatan Angka: 1 sampai 23 → desa A : Sorowolio (Baubau) B : Batauga (Buton) C : Sampolawa (Buton) D : Pasarwajo (Buton) E : Wabula (Buton) F : Lapandewa (Buton) G: Wolowa (Buton) H: Siontapina (Buton) I : Lasalimu Selatan (Buton) J : Pulau Batu Atas (Buton) K : Pulau Binongko (Wakatobi) 1 : Bola 8 : Batuatas 15 : Takimpo 22: Ambuau 2 : Poogalampa 9 : Wali 16 : Holimombo Jaya 23: Kumbewaha 3 : Sampolawa 10: Rongi 17 : Wasampela 4 : Masiri 11: Gonda Baru 18 : Wabula 5 : Tira 12: Karya Baru 19: Kancina 6 : Burangasi 13: Kaisabu Baru 20 : Wolowa 7 : Lapandewa 14: Warinta 21: Matanauwe

Page 49: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

49

(b) Penetapan Informan

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penutur bahasa Ciacia yang

tersebar pada wilayah-wilayah penggunaan bahasa Ciacia, baik di Kabupaten Buton,

maupun di Kota Baubau, dan Pulau Binongko. Selain informan bahasa Ciacia, juga

penutur bahasa Wolio, bahasa Lasalimu, dan bahasa Wakatobi yang dituturkan di

wilayah tutur bahasa Ciacia. Adapun kriteria informan yang diperlukan untuk

memperoleh data (sebagai percontoh penelitian) adalah sebagai berikut (Lauder,

1993:49—56 dan Mahsun, 1995:106).

a. Informan lahir dan dibesarkan di lokasi penggunaan bahasa Ciacia yang

mobilitasnya rendah.

b. Informan berumur 25-60 tahun dan mengenal bahasa yang hidup di

daerahnya.

c. Informan memiliki organ artikulatoris yang masih utuh.

d. Informan dapat berbahasa Indonesia sehingga dapat membantu kelancaran

wawancara.

(c) Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini berfokus pada daftar tanyaan berupa 200

kosakata Swadesh yang dimodifikasi oleh Gorys Keraf dan 566 kosakata budaya

dasar (bilangan, ukuran dan bentuk, rasa, sifat, warna dan bau, bagian tubuh, istilah

kekerabatan, sapaan dan kata ganti, pakaian dan perhiasan, pekerjaan/profesi,

kendaraan, binatang, bagian tubuh binatang, tumbuhan (termasuk bagian tumbuhan

dan olahan), musim, aktivitas, rumah dan bagian-bagian rumah, alam, arah, alat, dan

Page 50: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

50

penyakit) serta 15 frasa dan 24 kalimat sederhana. Kosakata swadesh digunakan

sebagai piranti dasar untuk mengukur tingkat kekerabatan baik dengan metode

leksikostatistik maupun dialektometri. Di samping itu dalam analisis kuantitatif untuk

metode dialektometri ditambahkan pula 237 kosakata budaya, sehingga jumlah

kosakata untuk analisis dialektomteri adalah 437 kosakata. Hal ini dilakukan karena

fokus kajian dialektologi mencari perbedaan. Oleh karena itu diperlukan penambahan

kosakata budaya dalam analisis ini. Namun, pada penelitian ini tidak seluruh kosakata

budaya dalam instrumen penelitian digunakan dalam analisis dialektometri ini. Hal

tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa bentuk realisasi masih

mencampurkan kosakata asli dengan serapan dari bahasa Indonesia. Salah satu di

antaranya untuk medan makna kendaraan. Sementara itu seluruh kosakata budaya

pada instrumen penelitian digunakan dalam analisis kualitatif untuk menemukan

korespondensi bunyi. Selain daftar kosakata tersebut, sebagai bahan pendukung

digunakan pula data pustaka yang berhubungan dengan objek penelitian, seperti

informasi-informasi mengenai budaya dan cerita-cerita rakyatnya.

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data dikaitkan dengan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan

landasan teori. Metode yang digunakan dalam menguraikan genealogi bahasa Ciacia

adalah metode komparatif yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.

Penelitian ini diawali dengan menentukan status isolek-isolek yang berada di

wilayah tutur bahasa Ciacia dengan menggunakan metode dialektometri. Adapun

tahapan langkah yang dilakukan dalam penerapan metode dialektometri adalah

sebagai berikut.

Page 51: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

51

1) Membuat tabulasi tahap I dan II.

Tabulasi tahap I berisi data yang akan dianalisis yang berupa keseluruhan data

pada daftar tanyaan. Tabulasi tahap I ini merupakan Peta Verbal 1. Adapun

model tabulasi tahap pertama yang dimaksud adalah seperti contoh berikut ini

Tabel (5)

Tabulasi Data Tahap I

Identifikasi Varian dan Daerah Sebarannya

No Kode/Glos Bentuk Realisasi Berdasarkan Daerah Pengamatan

1 2 3 4

I. Kosa Kata Dasar Swadesh

1 abu O:awU O:awu awu awu 2 air i:wOi i:wOi waE i:wOi 3 akar Ohaka Ohaka ur|? Ohaka 4 alir (me) mOsOlO mOsOlO masOlO mOsOlO 5 anak anadalO anadalO an|? anadalO 6 angin Opu+a Opu:+a aGiG Opu:+a 7 anjing Odahu Odahu asu Odahu 8 apa OhapO OhapO aga OhapO 9 api O+api O+api a:Bi O+api

10 apung (me) lulOndO lulOndO mOnaG lulOndo (Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara, 2007) Contoh tabulasi tahap I tersebut mendeskripsikan bentuk realisasi suatu

makna pada masing-masing daerah pengamatan. Sebagai contoh, makna

’apung’ pada daerah pengamatan 1, 2, dan 4 direalisasikan dengan lulOndO,

sedangkan pada daerah pengamatan 3 direalisasikan dengan mOnaG.

Adapun contoh tabulasi tahap I yang mendeskripsikan bentuk realisasi pada

masing-masing daerah pengamatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

lampiran.

Page 52: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

52

Tabulasi tahap I ini menjadi dasar pembuatan tabulasi tahap II yang berisi

deskripsi perbedaan unsur-unsur bahasa yang mencakup persamaan dan

perbedaan fonologis dan leksikal. Tabulasi tahap II ini merupakan Peta Verbal

II. Pengubahan Peta Verbal I menjadi Peta Verbal II dilakukan melalui

tahapan berikut ini (Pusat Bahasa, 2008).

a. Penentuan kaidah fonologis bentuk-bentuk yang diduga merupakan

refleks dari etimon yang sama.

b. Untuk membuat kaidah yang memperlihatkan lingkungan tempat

berlakunya kaidah, perlu ditentukan secara hipotesis bentuk yang

menjadi asal dari semua bentuk yang diduga berasal dari etimon

tersebut.

c. Bentuk yang lebih kompleks (bukan karena proses morfologis) dapat

menjadi asal dari bentuk-bentuk yang seetimon.

d. Pemilihan bentuk yang lebih kompleks sebagai bentuk asalnya

didasarkan pada pandangan historis bahwa kecenderungan universal

bahasa berkembang dari bentuk yang lebih kompleks ke bentuk yang

lebih sederhana (dari bentuk yang panjang ke bentuk yang lebih

pendek).

e. Penentuan kaidah perubahan bunyi di antara bentuk-bentuk yang

seetimon sehingga diperoleh kaidah perbedaan fonologis.

f. Penentuan pasangan perubahan bunyi dalam pembuatan kaidah

fonologis didasarkan pada pandangan historis bahwa bunyi konsonan

akan berubah atau selalu muncul sebagai konsonan bukan sebagai

Page 53: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

53

vokal dan bunyi vokal akan berubah atau selalu muncul sebagai vokal

bukan sebagai konsonan.

g. Pembuatan kaidah perbedaan fonologis dengan mengidentifikasikan

perbedaan pada posisi awal, menyusul posisi tengah, dan posisi akhir.

h. Apabila beberapa bentuk yang seetimon memiliki lebih dari satu

kemungkinan pengaidahan, setiap kemungkinan pengaidahan

ditempatkan dalam alternatif pemetaan yang berbeda.

i. Setiap alternatif pemetaan (secara verbal) itu harus memuat informasi

tentang bentuk-bentuk yang menjadi realisasi makna tersebut serta

sebaran geografisnya.

j. Apabila bentuk-bentuk yang menjadi realisasi makna itu dapat

dikelompokkan ke dalam beberapa etimon, setiap kelompok yang

memiliki lebih dari satu refleks harus dikaidahkan, kecuali refleks-

refleks itu memiliki sebaran geografis yang sama.

k. Setiap kaidah fonologis untuk setiap etimon ditempatkan dalam

alternatif pemetaan yang berbeda.

l. Apabila hanya dapat dikaidahkan satu kali, kaidah itu akan muncul

berulang-ulang pada alternatif pemetaan yang berbeda.

m. Urutan bunyi dalam pengaidahan dilakukan secara konsisten.

Penerapan Tabulasi Tahap II yang merupakan Peta Verbal II dapat dilihat

pada contoh berikut ini.

Page 54: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

54

Tabel (6)

Tabulasi Tahap II

No Gloss Bentuk Realisasi Daerah Pegamatan

1 abu 1 O: O: O: O: ~ ø ø ø ø / # - O:O:O:O:awu(U) 1,2 awu 3,4 2 air 1 i: i: i: i: ~ ø ø ø ø / # - i:wOi 1,2,4 waE 3 2 oi oi oi oi ~ aE E E E / - # i:wOi 1,2,4 waE 3 3 akar 1.a. Ohaka 1,2,4 b. urE 3

4 alir

(me-) 1

mO mO mO mO ~ ma / # -

mOsolo 1,2,4

masolo 3

(Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara, 2007)

2) Pemilihan peta hasil tabulasi tahap II.

Sebelum penggunaan metode dialektometri terhadap analisis Peta Verbal II,

hal yang pertama-tama dilakukan adalah memilih salah satu dari sejumlah

kemungkinan pemetaan yang dapat dilakukan dalam setiap glos. Hal ini

disebabkan mungkin saja glos tertentu memiliki alternatif pemetaan lebih dari

satu, padahal untuk menggunakan dialektometri hanya memerlukan satu peta

untuk setiap glosnya. Untuk itu diperlukan suatu pegangan dalam memilih

salah satu dari alternatif pemetaan lebih dari satu. Adapun pegangan yang

dijadikan landasan dalam pemilihan alternatif pemetaan adalah sebagai

berikut ini (Pusat Bahasa, 2008)

Page 55: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

55

a. Dari sudut pandang perbedaan fonologis, alternatif peta yang dipilih

adalah alternatif peta yang kaidahnya sama dengan alternatif pemetaan

pada glos lainnya. Pengertian sama di sini tidak hanya sama

kaidahnya, tetapi sama atau relatif sama daerah sebaran yang disatukan

atau dibedakan oleh kaidah tersebut.

b. Setelah dilakukan identifikasi seperti langkah (a) tersebut dan ternyata

tidak ditemukan alternatif peta yang sama kaidahnya dari semua glos

itu, langkah selanjutnya memilih alternatif peta pada glos yang secara

bersama-sama dengan alternatif peta pada glos lainnya mempersatukan

daerah pengamatan yang sama atau relatif sama.

c. Setelah langkah (a) dan (b) dilakukan, glos sisanya yang belum

ditentukan alternatif pemetaan yang akan dipilih, ditentukan dengan

tetap mempertimbangkan adanya dukungan bagi penetapan daerah

pengamatan atau kelompok daerah pengamatan tertentu sebagai daerah

pakai isolek yang berbeda dengan lainnya. Apabila langkah ini tidak

memungkinkan, alternatif peta dipilih secara mana suka.

3) Menghitung tingkat kekerabatan bahasa dengan ketentuan sebagai berikut.

a. Apabila pada sebuah daerah pengamatan dikenal lebih dari satu bentuk

untuk satu makna dan salah satu di antaranya dikenal di daerah

pengamatan lain yang diperbandingkan, perbedaan itu dianggap tidak

ada; (-)

b. Apabila di antara daerah pengamatan yang dibandingkan itu, salah satu

di antaranya tidak memiliki bentuk sebagai realisasi suatu makna

tertentu, dianggap ada perbedaan; (+)

Page 56: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

56

c. Apabila daerah-daerah pengamatan yang dibandingkan itu semua tidak

memiliki bentuk sebagai realisasi dari satu makna tertentu, daerah-

daerah tersebut dianggap sama; (-)

d. Apabila daerah-daerah pengamatan berbeda leksikon, dianggap beda

(+)

Hasil tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan rumus.

n

Sx )100( x 100 %

S : jumlah beda dengan DP lain

n : jumlah peta yang dibandingkan

Hasil yang diperoleh dari perhitungan dialektometri ini berupa persentase jarak

unsur-unsur kebahasaan di antara daerah-daerah pengamatan itu yang selanjutnya

akan digunakan untuk menentukan hubungan antar-DP dengan kriteria sebagai

berikut.

81% ke atas : perbedaan bahasa

51% -- 80% : perbedaan dialek

31% -- 50% : perbedaan subdialek

21% -- 30% : perbedaan wicara

di bawah 20% : tidak ada peredaan

(Mahsun, 2010)

Kriteria tersebut berlaku untk perbedaan fonologi dan leksikon yang dihitung

menjadi satu. Tidak dilakukan pembedaan perbedaan persentase untuk

fonologi dan leksikon seperti yang diusulkan Guiter karena pembedaan

Page 57: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

57

semacam itu tidak cocok dengan realita perubahan bahasa. Guiter

membedakan persentase untuk perbedaan fonologi dan leksikon sebagai

berikut ini.

Tabel (7) Dialektometri Guiter

Persentase Perbedaan Fonologi

Persentase Pebedaan Leksikal

Status Isolek

17 ke atas 12-16 8-11 4-7 0-3

81 ke atas 51-80 31-50 21-30

20 ke bawah

perbedaan bahasa perbedaan dialek

perbedaan subdialek perbedaan wicara

tidak ada perbedaan

(Guiter dalam Mahsun, 2010 : 50)

Apabila diperhatikan persentase batas krusial antara suatu isolek disebut

bahasa atau dialek, akan ditemukan batas maksimal untuk perbedaan fonologi adalah

16 % dan perbedaan leksikon 80 %. Dari titik krusial persentase perbedaan kedua

tataran linguistikitu diperoleh perbandingan 1:5. Artinya suatu perbedaan fonologi

sama dengan lima perbedaan leksikon. Asumsi Guiter yang menetapkan bahwa

perbandingan antara perbedaan fonologi dengan 1:5 dapat berlaku jika perubahan

dalam bahasa yang memunculkan perbedaan itu berlangsung secara teratur. Dari

penelaahan terhadap bahasa-bahasa di Indonesia, perubahan yang diasumsikan Guiter

itu tidak terbukti. Artinya, bahwa perubahan yang banyak terjadi dalam isolek-isolek

yang berkerabat itu tidak berlangsung secara teratur. Lebih banyak perubahan yang

bersifat sporadis/tidak teratur daripada perubahan yang bersifat korespondensi

/teratur (Mahsun, 2010 : 50).

Melalui perhitungan dialektometri diperoleh kejelasan status isolek

Kumbewaha serta isolek-isolek lain dalam wilayah tutur bahasa Ciacia apakah

merupakan bahasa yang berbeda dengan bahasa Ciacia atau merupakan dialek atau

Page 58: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

58

subdialek bahasa Ciacia. Penghitungan dialektometri ini dilakukan secara permutasi

untuk mendapatkan hasil yang akurat.

Hasil perhitungan dialektometri tersebut disepadankan dengan bukti-bukti

kualitatif berupa kesamaan fonologi ataupun leksikal untuk mendukung

pengelompokan. Jawaban permasalahan pertama berupa interpretasi hasil perhitungan

dialektometri yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil kuantitatif tersebut dijadikan

pijakan untuk pengelompokan isolek-isolek tersebut menjadi dialek, subdialek, beda

wicara, dan tidak ada perbedaan. Analisis kualitatif yang dimaksud adalah

mendeskripsikan perbedaan fonologi dan leksikon antardialek bahasa Ciacia. Bukti-

bukti perbedaan fonologi dan leksikon yang ditemukan diharapkan dapat menjelaskan

hasil analisis dialektometri. Hal ini sangat penting mengingat hasil dialektometri

sering kali terjadi tarik-menarik antara satu isolek dengan isolek lainnya dalam

pengelompokan.

Permasalahan kedua berkaitan dengan aspek historis yang tentu saja sangat

erat kaitannya dengan genealogi suatu bahasa. Langkah dari aspek historis ini berupa

membuat rekonstruksi bentuk prabahasa dari bahasa Ciacia yang mengacu pada hasil

pengelompokan pada bab sebelumnya. Rekonstruksi bentuk prabahasa bahasa Ciacia

ini dilakukan dengan menggunakan metode induktif dengan teknik rekonstruksi dari

bawah ke atas (bottom up), yaitu melihat wujud etimon bahasa purba pada tingkat

yang lebih tinggi (lebih kuno). Dalam praktiknya, rekonstruksi dari bawah ke atas ini

ditempuh melalui prosedur perbandingan sistem fonem yang terdapat dalam dialek-

dialek yang mendukung bahasa yang direkonstruksi bahasa purbanya, kemudian

keberadaan fonem-fonem segmental tersebut sebagai fonem yang dihipotesiskan

sebagai fonem bahasa purbanya akan diperlihatkan dalam bentuk rekonstruksi etimon

Page 59: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

59

proto bahasa Ciacia. Dengan demikian, metode rekonstruksi yang akan digunakan

adalah metode padan intralingual dan ekstralingual dengan bertitik tolak pada kaidah

korespondensi bunyi (Mahsun, 1995).

Setelah bentuk purba bahasa Ciacia direkonstruksi secara bottom-up kemudian

dilihat refleks bahasa Ciacia Purba ke dialek-dialek dan subdialek-subdialeknya untuk

menemukan dialek yang mengalami inovasi dan dialek yang tetap mempertahankan

bentuk asalnya.

Agar genealogi bahasa Ciacia semakin jelas dilakukan juga penelusuran PAN

terhadap bentuk asal bahasa Ciacia dan bentuk modern bahasa Ciacia (dialek dan

subdialeknya) melalui refleks PAN pada Prabahasa Bahasa Ciacia (PBC) terhadap

Bahasa Ciacia Modern (BCM). Dengan demikian, gambaran inovasi dan retensi dari

PAN ke Prabahasa Bahasa Ciacia dan ke Bahasa Ciacia Modern dapat terdeskripsikan

dengan jelas.

Bagian akhir dari permasalahan kedua ini adalah penentuan status dialek dan

subdialek sebagai lanjutan dari hipotesis awal akan status tersebut pada permasalahan

pertama. Dengan bukti-bukti kualitatif berupa inovasi-inovasi dan relik-relik yang

ditunjukkan pada refleks Prabahasa Bahasa Ciacia pada bahasa Ciacia modern

semakin memperkuat pengelompokan dialek dan subdialek tersebut.

Permasalahan ketiga diawali dengan penjelasan hubungan antardialek dan

antarsubdialek bahasa Ciacia yang telah diperoleh kejelasan statusnya pada

penyelesaian permasalahan pertama dan kedua. Setelah hubungan kekerabatan

antardialek dan antarsubdialek bahasa Ciacia diperoleh, langkah selanjutnya adalah

menguraikan hubungan bahasa Ciacia dengan bahasa-bahasa lain dalam subrumpun

Page 60: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

60

Muna-Buton. Untuk melihat hubungan bahasa Ciacia dengan bahasa-bahasa lain

dalam subrumpun Muna-Buton digunakan metode leksikostatistik. Dalam

leksikostatistik dipilih masing-masing satu isolek untuk mewakili satu bahasa.

Sebagai wakil dari bahasa Ciacia dipilih satu isolek untuk mewakili berdasarkan

beberapa pertimbangan (seperti hubungannya dengan isolek lain, kosakata, jumlah

penutur, dan lokasi).

Hasil persentase yang dicapai berdasarkan kalkulasi leksikostatistik dapat

digunakan untuk mengamati hubungan antarbahasa yang disajikan dengan dasar

tingkat persentase. Berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan dapat

dijelaskan peringkat hubungan antarbahasa. Kriteria itu dapat menggambarkan relasi

antarbahasa yang dibandingkan.

Hasil persentase hubungan kekerabatan tersebut kemudian diperkuat dengan

melihat evidensi-evidensi pemisah dan penyatu kelompok yang didasarkan pada

daftar Proto Astronesia (PAN). Adapun daftar fonem PAN yang digunakan dalam

penelitian ini berpedoman pada English Finderlist of Reconstructions yang disusun

oleh Wurm dan Hattori (1975)

Hasil penentuan status isolek-isolek dalam wilayah tutur bahasa Ciacia

merupakan simpulan penetapan pengelompokan genealogi bahasa Ciacia yang

diwujudkan dalam suatu bagan silsilah bahasa Ciacia. Bagan tersebut kemudian

disatukan dengan bagan silsilah bahasa Ciacia dalam subrumpoun Muna-Buton.

Dengan penggabungan kedua bagan silsilah yang diperoleh dari hasil pembahasan

permasalahan pertama dan kedua diperolehlah suatu bagan silsilah bahasa Ciacia

Page 61: PENDAHULUAN 1.1 (Pusat Bahasa, 2008; SIL, 2006). Penutur ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67974/potongan/S3-2014... · Adapun definisi genealogi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

61

mulai dari posisinya dalam subrumpun Muna-Buton sampai kepada isolek-isolek

yang tidak memiliki perbedaan dalam bahasa Ciacia.

1.8 Sistematika Penyajian

Penulisan hasil penelitian ini disusun dengan penyajian sebagai berikut. Bab I

berupa pendahuluan, yang berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat,

tinjauan pustaka, landasan teori, dan metode penelitian. Bab II merupakan gambaran

umum objek dan lokasi penelitian yang gambaran umum etnis Ciacia, gambaran

umum wilayah penelitian meliputi situasi geografis, kilasan sejarah, dan situasi sosial

budaya; situasi kebahasaan daerah pakai bahasa Ciacia. Bab III merupakan

penelusuran status isolek-isolek dalam wilayah tutur bahasa Ciacia baik secara

kuantitatif maupun kualitatif. Bab IV merupakan rekonstruksi prabahasa bahasa

Ciacia , refleks prabahasa bahasa Ciacia pada dialek, subdialek bahasa Ciacia, serta

refleks PAN pada prabahasa bahasa Ciacia. Bab V merupakan penjelasan hubungan

kekerabatan antardialek dan antarsubdialek bahasa Ciacia serta hubungan bahasa

Ciacia dengan bahasa-bahasa lain dalam subrumpun Muna-Buton. Bab VI merupakan

penutup yang berisi simpulan dan saran.