Penda Hulu An
-
Upload
isni-khoirunisa -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
description
Transcript of Penda Hulu An
![Page 1: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/1.jpg)
PENDAHULUAN (1)
Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan
fasialis akibat paralisis nervus fasial perifer yang
terjadi secara akut dan penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat
tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya.
Paralisis fasial idiopatik atau Bell’s palsy,
ditemukan oleh Sir Charles Bell, dokter dari
Skotlandia. Bell’s palsy sering terjadi setelah
infeksi virus ( misalnya herpes simplex) atau
setelah imunisasi, lebih sering terjadi pada wanita
hamil dan penderita diabetes serta penderita
hipertensi Lokasi cedera nervus fasialis pada Bell’s
palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus VII.
Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion
genikulatum.
Salah satu gejala Bell’s palsy adalah kelopak
mata sulit menutup dan saat penderita berusaha
menutup kelopak matanya, matanya terputar ke
atas dan matanya tetap kelihatan. Gejala ini disebut
juga fenomena Bell. Pada observasi dapat dilihat
juga bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat
lebih lambat jika dibandingkan dengan gerakan
bola mata yang sehat (lagoftalmos).DEFINISI (2)
Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak
diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa
![Page 2: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/2.jpg)
penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak
diketahui sebabnya disebutBell's pals.
Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi
menunjukkan bahwa BP bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak
faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada
usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi
saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin
EPIDEMIOLOGI (3, 4)
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut.
Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah
ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun
sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy
rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih
tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan
perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan
terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester
ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi
daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat
Sedangkan di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang
dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar
19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering
terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas
maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara
dingin atau angin berlebihan .
![Page 3: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/3.jpg)
ANATOMI (5)
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut,
yaitu :
1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot
wajah (kecuali m. levator palpebrae (n.III), otot
platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior
dan stapedius di telinga tengah).
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang
dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini
mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,
rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula
submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls
dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan
lidah.
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin
juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah
kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus
trigeminus.
Nervus fasialis (N.VII) terutama merupakan
saraf motorik yang menginervasi otot- otot ekspresi
wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut
parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dank
ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan
juga menghantarkan sensasi eksteroseptif dari
daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari
![Page 4: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/4.jpg)
2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum
dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan
sensasi proprioseptif dari otot yang disarafinya.
Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah
dari bagian yang menghantar sensasi dan serabut
parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf
intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel
sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada
lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi
pengecapan daru 2/3 bagian depan lidah dihantar
melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian
ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar
sensasi ekteroseptif mempunyai badan selnya di
ganglion genikulatum dan berakhir pada akar
desenden dan inti akar decenden dari saraf
trigeminus (N.V). hubungan sentralnya identik
dengan saraf trigeminus.
Inti motorik nervus VII terletak di pons.
Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di
bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di
permukaan lateral pons, di antara nervus V dan
nervus VIII. Nervus VII bersama nervus
intermedius dan nervus VIII memasuki meatus
akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu
dengan nervus intermedius dan menjadi satu
berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis
dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia
![Page 5: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/5.jpg)
keluar dari tulang tengkorak melalui foramen
stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot-
otot wajah.
PATOFISIOLOGI (6)
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy
terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di
daerah tulang temporal, di sekitar foramen
stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi
secara unilateral. Namun demikian dalam jarak
waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi
paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau
kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah
satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi
pada nervus fasialis yang menyebabkan
peningkatan diameter nervus fasialis sehingga
terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat
melalui tulang temporal.
Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang
temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai
bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu
keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan
kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi,
demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan
gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang
dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat
gangguan di lintasan supranuklear dan
![Page 6: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/6.jpg)
infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di
daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras
kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang
berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di
korteks motorik primer. Karena adanya suatu
proses yang dikenal awam sebagai “masuk angin”
atau dalam bahasa inggris “cold”. Paparan udara
dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi
dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai
salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena
itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam
foramen stilomastoideus dan menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN
bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os
petrosum atau kavum timpani, di foramen
stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi
nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah
sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus
longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis
LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus
rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi.
Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan
timbul bergandengan dengan tuli perseptif
ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap
dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan
beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s
palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1
![Page 7: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/7.jpg)
dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf
kranialis. Terutama virus herpes zoster karena
virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada
radang herpes zoster di ganglion genikulatum,
nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.
Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian
atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh.
Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak
dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam
mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas.
Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa
dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan.
Karena lagophtalmos, maka air mata tidak bisa
disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.
ETIOLOGI (1)
Penyebab adalah kelumpuhan n. fasialis perifer. Umumnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
A. Idiopatik
Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebabnya yang disebut bell’s palsy. Faktor-
faktor yang diduga berperan menyebabkan Bell’s Palsy antara lain : sesudah bepergian jauh
dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres,
hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor
genetic.
B. Kongenital
![Page 8: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/8.jpg)
a. anomali kongenital (sindroma Moebius)
b. trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)
C. Didapat
1.Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)
2.Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll)
3.Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus)
4. Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll)
5.Sindroma paralisis n. fasialis familial
GEJALA KLINIK (1, 2)
Manifestasi klinik BP khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala
kelumpuhan yang timbul. Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas yang
erat hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada
telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala
kelumpuhan otot wajah berupa :
Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmos).
Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar zXke atas bila
memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell's sign
Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan
mencong ke sisi yang sehat.
Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan
tempat/lokasi lesi :
a. Lesi di luar foramen stilomastoideus Mulut
tertarik ke arah sisi mulut yang sehat,makanan
berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi
dalam (deep sensation) di wajah menghilang.
lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang
![Page 9: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/9.jpg)
terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka
air mata akan keluar terus menerus.
b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), ditambah
dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3
bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena
berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah
menunjukkan terlibatnya nervus intermedius,
sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons
dan titik di mana korda timpani bergabung dengan
nervus fasialis di kanalis fasialis.
c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan
muskulus stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b),
ditambah dengan adanya hiperakusis.
d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan
ganglion genikulatum)
Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai
dengan nyeri di belakang dan di dalam liang
telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes
di membran timpani dan konka. Ramsay Hunt
adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan
dengan herpes zoster di ganglion genikulatum.Lesi
herpetik terlibat di membran timpani, kanalis
auditorius eksterna dan pina.
e. Lesi di daerah meatus akustikus interna, Gejala
dan tanda klinik seperti (a), (b), (c), (d), ditambah
![Page 10: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/10.jpg)
dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus
akustikus.
DIAGNOSA (4)
A. Anamnesa
- Rasa nyeri
- Gangguan atau kehilangan pengecapan.
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang
dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau
di luar ruangan.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh
penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis,
herpes, dan lain-lain.
B. Pemeriksaan Fisik
Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :
1. Mengerutkan dahi
2. Memejamkan mata
3. Mengembangkan cuping hidung
4. Tersenyum
5. Bersiul
6. Mengencangkan kedua bibir
C. Pemeriksaan Laboratorium.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik
untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy.
D. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bell’s
palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika
![Page 11: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/11.jpg)
dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma
ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada
CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bell’s palsy
akan menunjukkan adanya penyangatan
(Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada
telinga, ganglion genikulatum.
DIAGNOSA BANDING (2)
1. Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom)
Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah
yang disertai dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot
wajah.
Tanda dan gejala RHS meliputi:
Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di
gendang telinga, saluran telinga eksternal, bagian luar telinga,
atap dari mulut (langit-langit) atau lidah
Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga
yang terkinfeksi
Kesulitan menutup satu mata
Sakit telinga
Pendengaran berkurang
Dering di telinga (tinnitus)
Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo)
Perubahan dalam persepsi rasa
2. Miller Fisher Syndrom
![Page 12: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/12.jpg)
Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain
Barresyndrom yang jarang dijumpai.Miiler Fisher syndrom atau
AcuteDisseminated Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan
trias gejala neurologis berupa opthalmoplegi, ataksia, dan
arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom didapatakan
double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan
kelemahan otot – otot mata . Selain itu kelemahan nervus facialis
menyebabkan kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan
nervus facialis tipe perifer pada Miller Fisher syndrom menyerang
otot wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan rasa kebas,
pusing dan mual.
TATA LAKSANA (1, 8)
1. Istirahat terutama pada keadaan akut
2. Medikamentosa
a. Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1
mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana
pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan
peluang kesembuhan pasien.
Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan
yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal
fasialis yang sempit.
b. Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat
digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau
dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi
prednison.Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset
penyakit untuk mencegah replikasi virus.
![Page 13: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/13.jpg)
c. Perawatan mata:
Air mata buatan: digunakan selama masa sadar untuk menggantikan lakrimasi yang hilang.
Pelumas digunakan saat tidur: Dapat digunakan selama masa sadar jika air mata buatan tidak
mampu menyedikan perlindungan yang adekuat. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur.
Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan pengeringan dengan
menurunkan paparan udara langsung terhadap kornea
3. Fisioterapi
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut.
Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang sering
digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan
faradisasi.
4. Operasi
Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan
komplikasi lokal maupun intracranial.
Tindakan operatif dilakukan apabila :
tidak terdapat penyembuhan spontan
tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison
KOMPLIKASI (2, 9,10)
1. Crocodile tear phenomenon.
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan
setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom
yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar
ganglion genikulatum.
2. Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu timbul
gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan
![Page 14: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/14.jpg)
(involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya
adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan
serabut-serabut otot yang salah.
3. Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme
Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan
juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah
saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat
memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang
timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.
PROGNOSIS (3, 6,7)
Walaupun tanpa diberikan terapi, pasien Bell’s
palsy cenderung memiliki prognosis yang baik.
Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita
Bell’s palsy, 85% memperlihatkan tanda-tanda
perbaikan pada minggu ketiga setelah onset
penyakit. 15% kesembuhan terjadi pada 3-6 bulan
kemudian.
Sepertiga dari penderita Bell’s palsy dapat
sembuh seperti sedia kala tanpa gejala sisa. 1/3
lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot
yang tidak berfungsi dengan baik. Penderita seperti
ini tidak memiliki kelainan yang nyata. 1/3 sisanya
cacat seumur hidup.
Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau
meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang
memperburuk prognosis Bell’s palsy adalah:
1. Usia di atas 60 tahun
![Page 15: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/15.jpg)
2. Paralisis komplit
3. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva
pada sisi yang lumpuh,
4. Nyeri pada bagian belakang telinga dan
5. Berkurangnya air mata.
Pada penderita kelumpuhan nervus fasialis
perifer tidak boleh dilupakan untuk mengadakan
pemeriksaan neurologis dengan teliti untuk
mencari gejala neurologis lain.
Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik: sekitar
80-90 % penderita sembuh dalam waktu 6 minggu
sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita
yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai
peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi
meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia
30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan
peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan
meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam
waktu 4 bulan, maka penderita cenderung
meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis,
crocodile tears dan kadang spasme hemifasial.
Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh
secara parsial dibanding penderita nondiabetik dan
penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang
non DM. Hanya 23 % kasus Bells palsy yang
mengenai kedua sisi wajah. Bell’s palsy kambuh
pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita
![Page 16: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/16.jpg)
yang kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII
atau tumor kelenjar parotis.
KESIMPULAN (1)
Bell’s palsy adalah kelumpuhan akut dari nervus
fasialis VII yangdapat menyebabkan gangguan
pada indera pengecapan , yaitu pada dua per tiga
anterior lidah.Penyakit ini lebih sering ditemukan
pada usia dewasa dan jarang pada anak.
Diagnosis dapat ditegakkan secara klinik setelah kausa yang jelas untuk lesi n. fasialis perifer
disingkirkan. Terapi yang dianjurkan saat ini ialah pemberian prednison, fisioterapi dan kalau
perlu operasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi;
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.2009. hal 297-300
2. Dr P Nara, Dr Sukardi, Bell’s Palsy, “http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/sPalsy.pdf/
sPalsy.html” (diakses tanggal 11 desember 2011)
3. Danette C Taylor, DO, MS. 2011, Bell
Palsy,“http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview#a0156” (diakses tanggal
22 Desember 2011).
4. Annsilva, 2010, Bell’s Palsy, “http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bell’s-palsy-case-
report/” (diakses tanggal 11 desember 2011)
5. Lumbantobing. 2007.Neurologi Klinik.Jakarta: Universitas Indonesia.
![Page 17: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081811/5695d10f1a28ab9b0294f865/html5/thumbnails/17.jpg)
6. Irga, 2009, Bell’s Palsy, “http://www.irwanashari.com/260/bells-palsy.html”, (diakses
tanggal 12 Desember 2011)
7. Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS, editor. Buku Saku Neurologi. Ed 5. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal. 174
8. Nurdin, Moslem Hendra, 2010, Bell Palsy,http://coolhendra.blogspot.com/2010/08/bell-
palsy.html (diakses tanggal 12 desember 2011)
9. Sabirin J. Bell’s Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I. Semarang :
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990 : 171-81 2
10. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2.Jakarta : Dian Rakyat, 1985
: 311-17