Penda Hulu An

download Penda Hulu An

of 38

description

oiyy

Transcript of Penda Hulu An

PENDAHULUANSpondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini. 1Di Amerika Serikat, walaupun insidensi tuberkulosis pada akhir tahun 1980 dan awal tahun 1990 meningkat, total jumlah kasus pada tahun terakhir ini telah menurun. Frekuensi tuberkulosis ekstrapulmonal telah stabil. Jumlah tuberkulosis tulang dan jaringan lunak kira-kira 10% dari kasus tuberkulosis ekstrapulmonal dan sekitar 1-2% dari total kasus secara keseluruhan. spondilitis tuberkulosa adalah manifestasi tuberkulosis muskuloskeletal yang paling sering, jumlahnya sekitar 40-50% dari kasus. Di Netherland pada tahun 1993 dan 2001, tuberkulosis tulang dan sendi berjumlah 3.5% dari seluruh kasus tuberkulosis (0,2-1% pada pasien yang berasal dari eropa dan 2,3-6,3% pada pasien yang bukan berasal dari eropa. 1Penyakit ini lebih sering ditemukan pada pria (pria berbanding wanita berkisar 1,5-2:1). Di Amerika Serikat dan negara-negara berkembang, Pott disease ditemukan pada usia dewasa, namun di negara-negara dengan tingkat Pott disease yang tinggi, keterlibatkan usia dewasa muda dan anak yang lebih tua mendominasi. 1Pengaruh spinal mungkin merupakan manifestasi awal dari tuberkulosis dan masalah ini yang membawa pasien untuk berkunjung ke rumah sakit. tuberkulosis spinal merupakan penyakit lanjut, membutuhkan penilaian yang cermat dan terapi sistemik yang agresif. Seorang dokter harus mempunyai konsep diagnosis untuk penyakit ini, terutama pada pasien dari kelompok dengan resiko tinggi infeksi tuberkulosis. 2Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosis, keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosis tulang (kurang lebih 50% kasus), diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako-lumbal terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sakral. 3,4,5Tulang belakang paling sering diserang tuberkulosis rangka dan yang paling berbahaya. Di seluruh dunia kini diperkirakan 2 juta orang menderita tuberkulosis tulang belakang yang aktif. 6Defisit neurologis muncul pada 10-47% kasus pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan penyebab paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik. Insidensi paraplegia, terjadi lebih tinggi pada orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak. Hal ini berhubungan dengan insidensi usia terjadinya infeksi tuberkulosis pada tulang belakang, kecuali pada dekade pertama dimana sangat jarang ditemukan keadaan ini. 3,5Sejak hadirnya antituberkulosis dan meningkatnya angka kesehatan masyarakat, tuberkulosis spinal sudah jarang ditemukan pada negara maju, walaupun masih merupakan penyebab penyakit yg signifikan pada negara berkembang. Tuberkulosis yang melibatkan spinal berpotensi menyebabkan morbiditas yang serius, termasuk defisit neurologi yang permanen dan deformitas yang berat. Terapi medis atau kombinasi medis dan pembedahan dapat mengontrol penyakit ini pada hampir semua pasien. 1BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DefenisiSpondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai Pott Disease, yang merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia, telah ditemukan pada spinal peninggalan dari zaman batu dan pada mummi kuno dari egypt dan peru pada tahun 1779. 1Pott disease merupakan bentuk tuberkulosis muskuloskeletal yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas, dan paraplegia.12.2 EtiologiSpondilitis tuberkulosa disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies mikobakterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosis di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV)(7,10). Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat. 3Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain. 32.3 PatofisiologiTuberkulosis pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batsons yang mengelilingi kolumna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebrae yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebrae. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang.. 3,4Infeksi ditularkan melaluli darah, biasanya dari dalam korpus vertebra yang berdekatan dengan diskus intervertebralis. Perusakan tulang dan perkijuan timbul, dengan penjalaran infeksi ke ruang diskus dan ke vertebra yang berdekatan. Ketika corpus vertebra runtuh satu sama lain, suatu sudut yang tajam (kifosis) timbul. Perkijuan dan pembentukan abses dingin dapat meluas ke vertebra yang berdekatan atau menjalar ke jaringan lunak paravertebra. Cold absces yang luas pada jaringan paraspinal atau otot psoas bisa menonjol di bawah ligamen inguinal dan mengerosi ke area perineum atau gluteal. Terdapat resiko besar kerusakan korda akibat tekanan oleh abses atau tulang yang tergeser, atau iskemia akibat trombosis arteri tulang belakang. 1,6Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius. Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). 3Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari vertebra. Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi ke dalam korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior, melibatkan dua atau lebih vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui abses paravertebral. 5Kerusakan tulang yang progresif menyebabkan kolaps vertebral dan kyfosis. Kanalis spinalis dapat menyempit oleh pembentukan abses, jaringan granulasi atau invasi dural secara langsung, yang menyebabkan kompresi spinal cord dan defisit neurologis. Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke dalam ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya corpus vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus, sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darah juga akan semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis yang menyebabkan tulang menjadi nekrosis. Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular sehingga menimbulkan tuberculous sequestra, terutama di regio torakal. Discus intervertebralis, yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi tuberkulosa. 1,5Kifosis disebabkan oleh kolaps pada spinal anterior. Lesi di thoracic spinal lebih sering menyebabkan kifosis dibanding lesi pada lumbar spine. Cold abses dapat terjadi jika infeksi meluas dan merusak ligamen dan jaringan ikat di sekitarnnya. Pembentukan abses di regio lumbal dapat turun ke psoas sampai regio femoral trigon dan akhirnya merusak kulit. 1Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yangnormal dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio torakal, tulang-tulang iga akan menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga dada berupa barrel chest; di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar lordosis dimana sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior sehingga akan terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya bersifat minimal, kalaupun tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar beratbadan disalurkan melalui prosesus artikular. 4,7Pada saat penyembuhan, vertebra mengalami kalsifikasi kembali dan fusi tulang mungkin terjadi antara vertebra. Namun, jika telah terjadi angulasi ke depan yang cukup jauh, tulang belakang biasanya tak sehat, dan penjalaran sering timbul, dengan penyakit dan keruntuhan lebih jauh. Pada kifosis progresif, terdapat resiko kompresi korda. 12.4 Diagnosis2.4.1 AnamnesaGambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada banyak faktor. Gambaran Pott disease tergantung pada; stadium penyakit, lokasi yang terkena, komplikasi yang muncul (defisit neurologi, abses atau sinus tracts). Biasanya onset Potts disease berjalan secara mendadak dan berevolusi lambat. 1,5Dilaporkan, rata-rata durasi gejala pada diagnosis adalah 4 bulan, tetapi dapat lebih lama. sebagian besar kasus didiagnosa sekurangnya dua tahun setelah infeksi tuberkulosa. Biasanya telah lama terdapat riwayat kesehatan yang buruk dan nyeri punggung. Pada beberapa kasus, deformitas merupakan tanda yang dominan. Kadang-kadang pasien menderita Cold abses di lipat paha, atau parastesia dan kelemahan pada kaki. 1,5,6Gejala klinik dari tuberkulosis spinal tergantung pada level yang terlibat, beratnya penyakit, dan durasi infeksi. Gejala yang muncul merupakan kombinasi manifestasi sistemik seperti penurunan berat badan, demam, fatigue, dan malaise, serta nyeri punggung. Nyeri punggung merupakan gejala paling cepat dan paling sering. Pasien dengan Pott disease biasanya mempunyai pengalaman nyeri punggung beberapa minggu sebelum datang ke dokter. Nyeri yang disebabkan oleh Pott disease dapat mengenai tulang belakang atau radicular. Abnormalitas neurologik terjadi pada 50% kasus dan dapat disertai cord compression dengan paraplegia, paresis, sensasi lemah, nyeri nerve root, dan/atau cauda equina syndrome. 1,2Nyeri bervariasi mulai dari ringan dan konstan sampai berat dan relatif aktif. Nyeri biasanya terlokalisir pada lokasi yang terkena dan paling sering di thoracic spine. Dapat menetap dan indolent, yang merupakan gambaran progresifitas kerusakan disc space dan elemen vertebral yang terkena, atau dapat menjadi hebat dan berhubungan secara langsung terhadap pergerakan spinal dan beban tubuh, yang disebabkan oleh gangguan diskus intervertebralis yang lebih lanjut dan spinal yang tidak stabil, menekan nerve root, atau fraktur patologis. 2Abses di antara kanalis spinalis dapat menekan cord dan cauda equina dan gejala neurologik dapat berkembang secara cepat. Berdasarkan level yang terkena, abses spinal dapat menyebabkan gejala nerve root yang menyerupai herniasi diskus intervertebralis, atau dapat menjadi akut dan menekan spinal cord secara progresif yang akan mengakibatkan paraplegia atau kuadriplegia jika tidak diterapi. 2Pada kasus yang jarang, meningitis berkembang bersamaan dengan spinal disease, tetapi kebanyakan ahli merasa bahwa keterlibatan meningeal lebih menunjukkan suatu penyebaran hematogen dibanding penyebaran infeksi secara langsung. Meningitis ditandai dengan sakit kepala, photophobia, dan perubahan tingkat kesadaran. Gejala yang lebih berat, bisa menyebabkan kejang, cranial nerve palsy dan cavernous sinus syndrome, dengan angka mortalitas yang lebih tinggi dan neurologic sequelae. 2Pasien dengan lumbar disease dapat berkembang menjadi abses anterior, yang dapat keluar ke otot psoas. Pasien dengan psoas sign dibaringkan dengan kaki ditarik ke atas pada posisi fleksi dan mereka mengalami nyeri hebat sewaktu hip diluaskan pada posisi netral. 22.4.1.1 Manifestasi Infeksi PrimerDokter seharusnya mencari tahu adanya infeksi tuberkulosis primer yang mendasari sebelumnya, demam yang berulang, dingin, berkeringat malam atau penurunan berat badan yang memberikan kesan suatu penyakit infeksi sistemik (staphylococci, streptococci, haemophilis, atau escherichia coli) atau granulomatosa alami. Perjalanan progresifitas penyakit granulomatosa lebih infeksius dari pada infeksi bakteri pada umumnya, seperti staphylococci atau streptococci. 2Batuk yang persisten dan produktif dapat mengesankan fokus primer dari infeksi di paru; gejala persisten mengesankan gambaran traktus urinarius. Nafas yang pendek dan jarang, tetapi batuk yang produktif , purulen atau sputum dengan bercak darah seharusnya dilakukan penyelidikan melalui kultur sputum atau bronchoscopy atau keduanya. 2Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah disertai nyeri dada. Pada beberapa kasus di Afrika terjadi pembesaran dari nodus limfatikus, tuberkel di subkutan, dan pembesaran hati dan limpa.52.4.1.2 Riwayat PaparanBeberapa pasien yang melakukan imigrasi dari wilayah endemik tuberkulosis membawa tuberkulosis kronik bersama mereka sewaktu mereka pindah. Di antara keluarga imigran yang besar, satu anggota keluarga mungkin membawa penyakit aktif dan menginfeksi anggota keluarga lainnya dari waktu ke waktu. Pasien yang baru bepergian ke negara berkembang untuk menemui teman atau anggota keluarga di wilayah tersebut atau yang telah diketahui terekspos dengan seseorang penderita tuberkulosis juga beresiko tinggi. 2Di kota-kota, tunawisma, pengguna obat intravena, alkoholik dan penyakit kronik beresiko tinggi menderita tuberkulosis aktif. Orang-orang ini sering memiliki daya tahan yang rendah, menderita malnutrisi, memiliki insidensi yang tinggi terekspos dengan individu yang terinfeksi dan yang lainnya yang tidak mendapatkan perawatan medis atau gagal melengkapi terapi. Secara kumulatif, faktor ini meningkatkan resiko infeksi kronik dan resistensi infeksi terhadap berbagai obat-obatan. 22.4.1.3 Riwayat penyakit imunosupresi atau imunodefisiensiPasien yang mengalami immunocompromised dikaitkan dengan terapi obat-obat yang bersifat supresi atau infeksi HIV, merupakan kelompok resiko tinggi menderita tuberkulosis aktif, sejumlah infeksi granulomatosa lainnya jarang terlihat. Penerima organ transplantasi, pasien dengan terapi prednison jangka panjang, dan pasien yang menjalani kemoterapi untuk terapi kanker semuanya ini meningkatkan resiko penyakit. 22.4.2 Pemeriksaan FisikYang harus diperhatikan pada pemeriksaan ; hati-hati dalam menilai spinal alignment, inspeksi kulit, difokuskan pada pendeteksian sinus, evaluasi abdomen untuk massa subcutaneous flank, pemeriksaan neurologik secara teliti. 12.4.2.1 Evaluasi pulmonalEvaluasi paru dapat mengungkapkan bukti adanya pneumonia atau batuk produktif yang simpel dari sputum yang dikultur. 22.4.2.2 Evaluasi GenitourinariaEvaluasi sistem genitourinaria termasuk clean-catch urinalysis jika pasien demam, kultur urin untuk basil tahan asam seharusnya dilakukan; kultur darah dapat menginformasikan informasi bakteri pyogenik tapi tidak akan mengungkapkan tuberkullosis sebagai sumber demam. 22.4.2.3 Pemeriksaan SpinalWalaupun segmen thoracic dan lumbar spine mempunyai pengaruh yang sama pada pasien penderita pott disease, thoracic spine sering dilaporkan sebagai lokasi yang paling sering terlibat. Hampir seluruh pasien dengan pott disease memiliki derajat spine deformity (kifosis). 1Suatu tanda khas pada vertebra torakal adalah kifos yang menyudut, paling jelas dilihat dari samping. Pada kasus lanjut, pasien bungkuk. Pada tulang belakang lumbal, kifos hampir tidak kelihatan tetapi mungkin terlihat jelas abses di pinggang atau lipat paha. Kalau vertebra servikal terpengaruh, leher dapat menjadi kaku. 6Pergerakan yang berkurang tidak dapat dideteksi di daerah toraks tetapi mudah diamati pada tulang belakang lumbal; punggung harus diperhatikan dengan teliti sementara gerakan dicoba.. Uji uang logam (coin test) dapat menilai; seorang anak dengan spasme lumbal, bila mengambil uang dari lantai cendrung membengkokkan tulang belakang. Jika terdapat abses, maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan mengelilingi rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. Jika menekan abses ini berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda spinalis dan menyebabkan paralisis. 5,6Cervical spine tuberculosis lebih jarang ditemukan tetapi bersifat lebih serius karena komplikasi neurologik berat bisa terjadi. Kondisi ini ditandai dengan nyeri dan kekakuan. Pasien dengan lower cervical spine disease disertai dengan disfagia atau stridor. Gejala lainnya dapat berupa; torticollis, hoarseness, dan defisit neurologik. 1Pott disease yang melibatkan upper cervical spine menyebabkan gejala progresif yang cepat. 1Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi panggul. 5Jari-jari dapat mendeteksi kifos, walaupun ringan; yaitu dengan tangan menyusuri prosesus spinosus. Abses berfluktuasi dan kulit di atasnya hanya sedikit hangat (istilah abses dingin hanya menunjukkan bahwa abses itu tidak menimbulkan rasa panas seperti abses piogenik). 6Uji spinal dapt mengungkapkan focal tenderness di atas proses spinal, dengan spasme yang lebih difus pada daerah nyeri. Fluktuasi, kemerahan, atau panas jarang, infeksi spinal yang khas melibatkan spine columna anterior. 2Range-of-motion testing, pada tangan, dapat menyebabkan nyeri hebat, dan pasien dapat secara agresif melawan bengkok, lentur, atau gerakan ekstensi. Pasien biasanya paling nyaman berbaring, dan mereka dapat memiliki gejala sedang sampai berat sewaktu berdiri tegak lurus atau berjalan. 2Pada penyakit yang lanjut, kifosis dapat terlihat pada pemeriksaan fisik, biasanya terlihat di midthoracic spine sampai thoracolumbar spine. Ketajaman angulasi dari proses spinal pada level vertebra yang kolaps, memaksa pasien untuk membungkuk atau bersandar ke depan. Pada kifosis yang berat, pasien mungkin tidak dapat berdiri tanpa menyandar dengan tangan menggunakan tongkat atau meja. 2Pada tahap penyembuhan, rasa sakit menghilang dan pasien sehat lagi, meskipun ia mungkin menderita deformitas permanen dan risiko berulang infeksi.62.4.2.4 Gejala NeurologikDefisit neurologik bisa terjadi segera pada Pott disease. Tanda berupa defisit tergantung level dari spinal cord atau kompresi nerve root. 2Gejala neurologi dari keterlibatan spinal mungkin awalnya sulit dipisahkan, tetapi semakin lama akan semakin memburuk. Gejala berupa kebas dan tingling (seperti tersengat listrik) di extrimitas bawah. Kebas atau parastesia di belt-like mengitari dinding dada, atau gejala subjektif berupa kelelahan waktu beraktifitas. Pada penyakit yang lebih lanjut progres penyakit, gejala akan tampak semakin jelas. 2Level spinal cord yang yang terlibat menetukan tingkat kerusakan. Bila tuberkulosis servikal berlanjut dan menyebabkan penekanan cord atau root, gejala yang paling cepat adalah kelelahan, nyeri dan kebas pada ekstrimitas atas dan bawah. Deformitas yang progresif atau abses secara berangsur meningkatkan penekanan pada cord dan gejala biasanya berlanjut ke kuadriplegia. 2Manifestasi neurologik segera terjadi dan mencakup mulai single nerve palsy sampai hemiparesis atau kuadriplegia. Lebih lanjut komplikasi suatu diagnosis pasti. 1Sorrel-Dejerine mengklasifikasikan Potts paraplegia menjadi. 8(1) Early onset paresisTerjadi kurang dari dua tahun sejak onset penyakit(2) Late onset paresisTerjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit.Sementara itu Seddon dan Butler memodifikasi klasifikasi Sorrel menjadi tiga tipe:(1) Type I (paraplegia of active disease) / berjalan akutOnset dini, terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset penyakit, dan dihubungkan dengan penyakit yang aktif. Dapat membaik (tidak permanen).(2) Type IIOnsetnya juga dini, dihubungkan dengan penyakit yang aktif, bersifat permanen bahkan walaupun infeksi tuberkulosa menjadi tenang.Paresis yang mulainya dini adalah akibat tekanan oleh suatu abses, perkijuan atau sekuestrum tulang. Pasien menderita kelemahan tungkai, tanda-tanda uper motor neuron dan gangguan fungsi sensorik, bersama-sama dengan penyakit vertebra. CT dan MRI dapat mengungkapkan kompresi korda dan mielografi menunjukkan adanya hambatan. 6Paresis yang mulainya lambat adalah akibat deformitas yang meningkat, atau pengaktifan kembali penyakit atau insufisiensi pembuluh darah pada korda. Pencitraan dan penyelidikan darah dapat memberi diagnosis yang tepat. 6Jika thoracic spine atau lumbar spine terkena, fungsi ekstrimitas atas biasanya masih normal sewaktu gejala ekstrimitas bawah semakin lama semakin berlanjut. Kompresi cord menjadi lebih berat, gejala subjektif memberi arahan untuk menemukan objektif dari kelemahan motorik, hyperrefleks, dan reflek abnormal, termasuk refleks balbinski yang positif (toes curl upward) dan sustained clonus. 2Jika abses lumbal dari kolaps vertebral menyebabkan kompresidari single nerve root, gejala bisa menyerupai hernia diskus intervertebralis. Pasien ini mengalami nyeri radicular menyebar di atas distribusi dari nerve root yang dipengaruhi. Tidak sama dengan herniated nucleus pulposus yang sebenarnya, yang bergejala khas meningkat dengan aktivitas dan menurun dengan istirahat, penyebaran nyeri sekunder pada infeksi tuberkulosis cendrung sulit diatasi dan bersifat konstant. 2Pasien dengan kompresi cauda equina dikaitkan dengan infeksi lumbal dengan kelemahan, kebas, dan nyeri, tetapi refleks menurun atau menghilang antar kelompok otot yang dipengaruhi sedangkan kompresi spinal cord tampak hyperrefleks. 2Pasien dengan pengaruh meningeal dapat menunjukkman sakit kepala, mual, muntah, fotofobia atau kesadaran yang menurun, tetapi adakalanya menunjukkan hidrosefalus akut, kejang, cranial nerve palsies atau pada kasus yang jarang trombosis sinus kavernosus. 2Berikut ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 19 orang pasien dengan tuberkulosis spinal di Los Angles County Harbor, yang terdiri dari 8 orang wanita dan 11 orang pria, dengan usia mulai dari 6 tahun sampai 80 tahun (rata-rata usia 36,5 tahun).9Gejala Jumlah Persentase- Nyeri punggung 17 90 %- Penurunan berat badan 8 42 %- Kelemahan ekstrimitas bawah 5 26 %- Kebas 5 26 %- Massa di punggung atau lipat paha 4 21 %Gambaran gejala berupa nyeri punggung ditemukan pada hampir seluruh pasien, yaitu 17 dari 19 orang ( 90%). Delapan orang pasien (42%) mengeluhkan penurunan berat badan. Lima orang pasien (26%) dengan kelemahan ekstrimitas bawah. Salah satu pasien yang mengeluh nyeri punggung didapati block total pada subarachnoid space. Massa di punggung atau lipatan paha tampak pada 4 orang pasien (21%). 9Kaki juga harus diperiksa untuk menemukan defisit neurologik, yang mungkin sangat sedikit. 62.4.3 Pemeriksaan Penunjang2.4.3.1 Pemeriksaan LaboratoriumPada pemeriksaan laju endap darah, didapatkan hasil yang meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam. 1PPD (purified protein derivative)sensitif untuk exposure penyakit tetapi tidak mengindikasikan penyakit aktif atau menunjukkan derajat infeksi. Tuberculin skin test (purified protein derivative [PPD]) hasilnya positif pada 84-95% pasien dengan Pott disease yang tidak terinfeksi dengan HIV. Uji PPD bisa poitif jika pasien pernah mendapatkan vaksin BCG. Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak area berindurasi, kemerahan dengan diameter 10mm di sekitar tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan. Hasil yang negatif tampak pada 20% kasus dengan tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien yang immunitas selulernya tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi atau disertai penyakit lain) 1,2Diagnosis defenitif dibuat jika basil tuberkulosis tahan asam dikultur dari sputum, urin, atau material biopsi. Saat pewarnaan basil tahan asam dapat terlihat organisme tahan asam pada spesimen, hal ini mungkin tidak tampak pada setiap kasus. Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paruparu yang aktif). 2PCR (Polymerase chain reaction) uji spesifik untuk basil tuberkulosis, dan memberikan konfirmasi yang cepat dari kultur yang positif. PCR juga spesifik, namun, bisa overlook spesies mikobakterium lainnya, dan hanya bisa diterima untuk penggunaan spesimen paru. 2Erythrocyte sedimentation rate (ESR) dapat meningkat dengan nyata (>100 mm/jam). 1Pemeriksaan Mikrobiologi dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Sampel jaringan tulang atau abses diperoleh untuk acid-fast bacilli (AFB), dan organisme diisolasi untuk kultur dan sensitivitas. 12.4.3.2 Pencitraan2.4.3.2.1 Radiografi (Sinar X)Radiografi anterior-posterior dan lateral merupakan pemeriksaan pencitraan pertama yang diminta pada pasien nyeri punggung kronik, progresif. Pada pasien dennga spondililtis tuberkulosis, temuan radiografi tergantung luas dan lamanya infeksi. Sedang infeksi pyogenic typikal merusak diskus intervertebralis terlebih dahulu sebelum reaksi osteolitik terjadi pada vertebrae yang bersebelahan, infeksi granulomatosa dapat membentuk banyak gambaran diagnostik yang sulit dibedakan. Radiografi awal mungkin tampak normal pada penyakit tuberkulosis, tapi kelamaan, batas disc space dan rekasi end-plate keduanya menjadi jelas. 2Perubahan radiografi pada Pott disease biasanya muncul terlambat. Termasuk perubahan karakteristik radiografi dari spinal tuberkulosis pada radiografi sederhana, lytic destruction korpus vertebra anterior, peningkatan desakan (wedging) ke anterior, kolaps korpus vertebral, reactive sclerosis pada proses lytic yang progressive, perluasan bayangan psoas dengan atau tanpa kalsifikasi. 1Tanda-tanda awal infeksi adalah osteoporosis lokal dari dua vertebra yang berdekatan dan penyempitan ruang diskus intervertebralis, kadang-kadang dengan kekaburan dari ujung lempeng. Belakangan tampak tanda-tanda destruksi tulang, dan keruntuhan korpus vertebra yang berdekatan ke yang lainnya, mengakibatkan deformitas tulang belakang yang menyudut. Adanya bayangan jaringan lunak paraspinal mungkin akibat edema dan pembengkakan atau abses paravertebra. Ini adalah tanda khas penyakit pada toraks. 6Additional radiographic yang ditemukan dapat meliputi; vertebra dan plates yang osteoporotic, diskus intervertebralis dapat menyusut atau hancur, korpus vertebra menunjukkan variabel derajat kerusakan, fusiform paravertebral shadows memberi kesan bentuk abses. Lesi tulang dapat terjadi lebih dari satu level. 1Pada penyembuhan, kepadatan tulang meningkat dan gambaran bergerigi menghilang; abses paravertebra mungkin mengalami kalsifikasi. 62.4.3.2.2 CT scanningTerutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung saraf posterior seperti pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan. 5,7CT scanning menunjukkan detail tulang yg lebih baik dari lesi lytic iregular, sklerosis, kolaps diskus intervertebralis dan gangguan lingkar tulang. Resolusi dengan low-contrast menampilkan penilaian soft tissue yang lebih baik, terutama di area epidural dan paraspinal. CT scanning memperlihatkan lesi dgn cepat dan lebih efektif untuk menjelaskan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Pada kontras pada penyakit pyogenic, kalsifikasi umumnya tampak pada lesi tuberkulosis. 1Temuan pada CT scan JumlahKerusakan corpus vertebra 10Abses psoas atau paraspinous 10Penyempitan intervertebral disc space 6Kalsifikasi dalam abses 2Pedicle fracture 2Sklerosis facet joint 12.4.3.2.3 MRI (Magnetic Resonance Imaging)MRI adalah kriteria standar untuk evaluasi infeksi disk-space dan osteomyelitis dari spinal dan MRI merupakan modalitas yang paling efektif untuk mendemonstrasikan perluasan penyakit ke soft tissues dan penyebaran debris tuberkulosis di anterior dan ligamen longitudinal posterior. MRI juga merupakan gambaran paling efektif untuk mendemonstrasikan kompresi neural. 1MRI adalah pemeriksaan penunjang yang dipilih setelah radiografi sederhana. MRI menunjukkan sparing disc space. Dan pada waktu yang sama, mempengaruhi korpus vertebra pada sisi diskus intervertebralis tersebut. Jarang ditemukan pada penyakit malignansi. pembedahan soft tissue anterior, dengan pembentukan abses dan perluasan jaringan granulasi ke korpus vertebra, merupakan tuberkulosis yang lebih sugestif. Abses epidural, kompresi nerve root, atau penekanan spinal cord juga paling baik terlihat denga pemeriksaan MRI. 2Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifatkompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosis tulang belakang. Bermanfaat untuk ; Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat konservatif atau operatif, membantu menilai respon terapi. Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan kalsifikasi di abses. 5,7Temuan MRI sangat berguna untuk membedakan spondylitis tuberculous dari spondylitis pyogenic termasuk gambaran terhadap tipis dan peninggian dinding abses dan penjelasan yg baik dari tanda abnormalitas paraspinal. Sedangkan dinding abses yg tebal dengan peninggian yang irregular dan tanda abnormal paraspinal merupakan gambaran spondylitis pyogenic. Hal ini, tampak dengan peningkatan kontras MRI yang penting dalam membedakan 2 type spondylitis ini.1Gambaran 2.4. MRI, menunjukkan gambaran abses psoas bilateral, dengan abses granulomatous vertebral body.Gambaran 2.5. MRI, tampak abses anterior, segmental instability dan penekanan epidural termasuk abses dan fragmen vertebra. Pasien memiliki kelemahan quadriceps dan dorsiflexor pada sebelah kiri. Sebelum pembedahan direncanakan, dia menjadi obtended, kemudian bermanifestasi kejang dan cranial nerve palsies dengan onset dari meningitis tuberkulosa. Disamping suportif dan terapi antibiotik kuadruple, pasien menderita trauma infeksi pada visual cortex yang menyebab kebutaan.2.4.3.3 HistologiKarena pemeriksaan mikrobiologi mungkin nondiagnostik pada Pott disease, patologi anatomi dapat menjadi signifikan. Temuan Gross pathologic meliputi jaringan granulasi eksudatif dengan abses yang selang-seling. Kumpulan dari abses menghasilkan area-area nekrosis kaseosa. 1Jika kecurigaan klinis tuberkulosis spinal sangat tinggi dan jika pemeriksaan radiografi menunjukkan lesi destruktif yang memerlukan penetalaksanaan bedah, Dengan open debridement dari lesi akan diperoleh material besar untuk kultur dan diagnosis. Pada kasus yang mungkin tidak diindikasikan untuk intervensi bedah, needle biopsy dituntun dengan computed tomography atau MRI dapat diperoleh material diagnostik. 2Dengan panduan pencitraa, fine needle dapat mengenali rongga abses sampai dinding muskular posterior. Jika cairan abses ditemukan, material dapat ditarik melalui fine needle tanpa kesulitan. Jika jaringan granulasi ditemukan, trokar mungkin diperlukan untuk memperoleh spesimen jaringan yang adekuat. 2Gunakan percutaneous CT-guided needle biopsy dari lesi tulang untuk memperoleh contoh jaringan. Ini merupakan prosedur yang aman yang juga sebagai terapi drainase dari abses paraspinal yang luas. Pengambilan sampel jaringan untuk pemeriksaan mikrobiologi dan patologi untuk mengkonfirmasi diagnosis dan untuk mengisolasi organisme untuk kultur dan sensitifitas. 1Jika fine needle atau biopsi trokar tidak adekuat, biopsi perkutaneus bisa memperoleh jaringan yang cukup untuk diagnostik histologi dan kultur. Prosedur CT-guided dapat digunakan untuk memandu sampel perkutaneus dari struktur tulang atau soft-tissue yang dipengaruhi. Pada ruang operasi dengan panduan fluoroscopic, trokar yang besar dapat dimasukkan ke korpus vertebra yang kolaps untuk memperoleh spesimen tulang, atau ke dalam disc space untuk memperoleh material diskus dan jaringan granulasi untuk kultur dan diagnosis Penelitian ini ditemukan positif hanya sekitar 50% dari kasus. 1,2Beberapa kasus pott disease didiagnosa mengikuti prosedur pada open drainage. 12.4.3.4 Diagnosa BandingTuberkulosis tulang belakang harus dibedakan dari penyebab lain perusakan vertebra dan kifosis, terutama infeksi piogenik dan keganasan. Metastasis dapat menyebabkan korpus vertebra runtuh tetapi, berbeda dengan spondilitis tuberkulosis, ruang diskus biasanya tetap. 6Kalau pasien menderita paraplegia, penyebab lain kompresi korda harus disingkirkan seperti fraktur vertebra, dislokasi, poliomielitis, abses epidural, meningioma, tabes dorsalis, aktinomikosis, blastomikosis, brusellosis, kandidiasis, cryptococcosis, multiple myeloma, mycobacterium avium-intracellulare, mycobacterium kansasii, nocardiosis, paracoccodiomycosis, histoplasmosis, metastatic cancer, unknown primary site, tuberkulosis miliar, septic arthritis, spinal cord abscess, dll. 1,62.5 PenatalaksanaanTujuan terapi adalah (1) membasmi atau sekurang-kurangnya menahan perkembangan penyakit, (2) mencegah dan memperbaiki deformitas dan (3) untuk mencegah atau mengobati komplikasi utama yaitu paraplegia. 62.5.1 Terapi MedikamentosaSebelum hadirnya obat antituberkulosis (OAT) yang efektif, Pott disease diterapi dengan imobilisasi menggunakan bed rest yang lama atau body cast. Pada waktu itu, rata-rata angka mortalitas pada Pott disease berkisar 20% dan angka kekambuhan berkisar 30%. 1Percobaan klinik yang dilakukan oleh Dewan Riset Medis Inggris (1978) telah menunjukkan bahwa kemoterapi antituberkulosis sama efektifnya dengan metode lain (termasuk debridement dengan pembedahan) dalam membendung penyakit; tetapi, selama 10 tahun periode tindak lanjut, pada kelompok yang diterapi secara konservatif kifosis meningkat rata-rata di atas 17 derajat. Kelompok radikal, di lain pihak, menyatakan bahwa reseksi anterior terhadap jaringan yang sakit dan fusi tulang belakang anterior dengan cangkokan penopang menawarkan keuntungan ganda berupa eradikasi dini dan menyuluruh terhadap infeksi serta pencegahan deformitas tulang belakang. 6Lamanya pengobatan, indikasi pembedahan dan perawatan di rumah sakit sudah mulai meningkat. Penelitian oleh British Medical Research Council mengindikasikan bahwa tuberkulosis spondilitis dari thoracolumbar spine harus diterapi dengan kombinasi kemoterapi (OAT) untuk 6-9 bulan. Menurut rekomendasi paling terbaru tahun 2003 oleh Centers for Disease Control and Prevention, the Infectious Diseases Society of America, dan the American Thoracic Society, 4 regimen obat seharusnya digunakan secara empirik untuk terapi Pott disease. 1Multidrug therapy pengobatan tuberkulosis, tidak tergantung pada tulang yang terpengaruh. Untuk pasien dengan infeksi spinal, tujuan terapi adalah untuk mengeradikasi penyakit dan untuk mencegah atau mengoreksi defisit neurologi dan deformitas spinal. 2Isoniazid and rifampin seharusnya diberikan selama jalannya terapi secara keseluruhan. Obat-obatan tambahan diberikan selama 2 bulan pertama. Obat-obatan ini pada umumnya dipilih antara obat-obatan lini pertama, yaitu pyrazinamide, ethambutol, dan streptomycin. Penggunaan obat-obatan lini kedua diindikasikan pada kasus resistensi obat. 1Pasien dengan penyakit segera, tidak ada defisit neurologi, dan sedikit atau tidak ada kifosis dapat diterapi dengan kombinasi multidrug. Isoniazid pilihan yang paling luas digunakan dan sedian efektif di seluruh dunia. Kombinasi isoniazid, rifampin, ethambutol, dan pyrazinamid dapat diberikan. Atau kombinasi lain dari obat-obatan anti tuberkulosis. Streptomisin kadang-kadang digunakan sebagai pengganti ethambutol. 2Pyridoxine (vitamin B) sebaiknya diberikan secara bersamaan untuk menurunkan resiko peripheral neuritis yang bisa terjadi pada 2% pasien yang mendapatkan isoniazid. 2Sediaan lini pertama isoniazid, rifampin, pyrazinamid dan ethambutol cukup untuk kebanyakan penderita tuberkulosis aktif, pasien di pusat kota yang lebih besar, yang merupakan imigran dari mexico atau pacific rim, dan yang tidak lengkap dengan terapi sebelumnya bisa muncul dengan tuberkulosis yang resisten dengan multiple drugs dan memerlukan sediaan lini kedua untuk penatalaksanaannya. Hal ini dipilih berdasarkan pola sensitifitas, efek samping, dan mekanisme kerja. 2Obat-obatan lini kedua seperti cycloserine dan quinoilones bisa juga digunakan pada pasien yang tidak toleran pada salah satu dari sediaan lini pertama. Penetalaksanaan multidrug merupakan standar pada perawatan inisial. Beberapa obat mungkin terputus. 2Antituberculous drugs(These agents inhibit growth and proliferation of causative organism.)Isoniazid (Laniazid, Nydrazid) Rifampin (Rifadin, Rimactane) PyrazinamideEthambutol (Myambutol)StreptomycinHighly active against Mycobacterium tuberculosis. Has good GI absorption and penetrates well into all body fluids and cavities.For use in combination with at least one other antituberculous drug; inhibits DNA-dependent bacterial but not mammalian RNA polymerase. Cross-resistance may occur. Bactericidal against M tuberculosis in an acid environment (macrophages). Has good absorption from the GI tract and penetrates well into most tissues, including CSF.Has bacteriostatic activity against M tuberculosis. Has good GI absorption. CSF concentrations remain low, even in the presence of meningeal inflammation.Bactericidal in an alkaline environment. Because it is not absorbed from the GI tract, must be administered parenterally. Exerts action mainly on extracellular tubercle bacilli. Only about 10% of the drug penetrates cells that harbor organisms. Enters the CSF only in the presence of meningeal inflammation. Excretion is almost entirely renalDosingAdult300 mg PO qd; alternatively, 15 mg/kg IV qdPediatric10 mg/kg PO qdDosingAdult10 mg/kg PO qd; not to exceed 600 mg/dPediatric10-20 mg/kg PO qd; not to exceed 600 mg/dDosingAdult15-30 mg/kg PO qdPediatricNot establishedDosingAdult15-25 mg/kg PO qdPediatric15-25 mg/kg PO qdNot recommended for young children because of difficulty monitoring vision DosingAdult15 mg/kg IM qd; not to exceed 1 g/dPediatric20-40 mg/kg IM qd; not to exceed 1 g/dContraindications Documented hypersensitivity; previous isoniazid-associated hepatic injury or other severe adverse reactionsContraindications Documented hypersensitivityContraindications Documented hypersensitivity; severe hepatic damage, acute goutContraindications Documented hypersensitivity; optic neuritis (unless clinically indicated)Contraindications Documented hypersensitivity; nondialysis-dependent renal insufficiencyPada pasien yang sakit berat dengan septikemia, terapi obatnya adalah dengan mengkombinasikan isoniazid, rifampin, streptomycin dan pyrazinamid Juga termasuk amikacin dan quinolones. 2Perawatan suportif rumit dalam menstabilisasi pasien sampai chemoterapy pilihan yang bermanfaat. Steroid adakalanya digunakan pada pasien dengan perikarditis dan meningitis. 2Terapi antibiotik diberikan untuk 6 sampai 9 bulan, perhatikan apakah ada keterlibatan tulang atau tidak. Pasien yang tidak diterapi secara tidak lengkap memiliki resiko terjadi relaps dan infeksi dengan resisten obat. 2Kemoterapi rawat jalan tepat untuk penyakit dini atau penyakit yang terbatas yang tidak disertai pembentukan abses. Terapi dilanjutkan untuk 6-12 bulan, atau hingga sinar-X menunjukkan resolusi perubahan tulang. Kepatuhan kadang-kadang menjadi masalah. 6Kemoterapi dan tirah baring dapat digunakan untuk penyakit yang lebih parah bila kecakapan dan fasilitas yang diperlukan untuk pembedahan tulang belakang anterior yang radikal tidak memungkinkan, atau bila masalah teknisnya terlalu menakutkan (misalnya, pada tuberkulosis lumbosakral) asalkan tidak ada abses yang membutuhkan drainase. 6Mengenai lamanya terapi, the British Medical Research Council studies tidak menyertakan pasien-pasien yang melibatkan vertebral multiple, lesi servikal, atau keterlibatan neurologic mayor. Karena keterbatasan ini, banyak ahli masih merekomendasikan kemoterapi untuk 9-12 bulan. 1Pendapat berbeda mengenai apakah pilihan terapi seharusnya kemoterapi konservatif atau kombinasi dari kemoterapi dan pembedahan. Terapi yang dipilih seharusnya bersifat individu untuk masing-masing pasien. Pembedahan rutin tidak terllihat menjadi indikasi. 12.5.2 Terapi PembedahanSaat obat-obatan baru efektif untuk kebanyakan kasus tuberkulosis spinal, intervensi bedah penting pada kasus yang lanjut dengan destruksi tulang yang luas, abses, atau neurologic compromise. 2Tujuan pembedahan adalah untuk mencegah atau mengoreksi defisit neurologi dan spinal deformities. Pembedahan juga mendukung keberhasilan kemoterapi, karena rongga abses pada lingkungan avascular melindungi bacilli dari antibiotik sistemik. 2Sewaktu pembedahan dibutuhkan, hasil akan lebih baik bila dilakukan lebih awal pada proses penyakit, sebelum terbentuk scarring dan perkembangan fibrosis. Kemudian, Scarring yang tebal menyebabkan adhesi pada vessels yang luas atau struktur vital, membuat pembedahan beresiko. Respons klinik pada pembedahan juga lebih cepat dan lebih komplit pada pasien dengan penyakit yang aktif bila dibandingkan pada mereka dengan penyakit kronik dan deformity. 2Pendekatan pembedahan klasik pada tuberkulosis spinal adalah dengan mengekspos spinal anterior, Operasi pertama diperkenalkan oleh Hodgson dan Stock pada tahun 1956. Pendekatan anterior juga melalui dinding dada atau melalui pendekatan retroperitoneal pada thoracolumbar spine atau lumbar spine pembedahan dilakukan untuk mengangkat semua tulang yang terinfeksi dan devitalisasi tulang, juga material yang terbentuk oleh karena suatu proses infeksi. Pengangkatan tulang dan disc secara menyeluruh adalah penting sebagai substrat padat untuk rekonstruksi. 2Melalui pendekatan anterior, semua bahan nekrotik diambil atau dieksisi dan celah diisi dengan cangkokan tulang rusuk yang bertindak sebagai suatu penopang. Kemoterapi antituberkulosis tentu saja masih diperlukan. 6Pengangkatan debridement pada korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal posterior dan pengangkatan abses epidural atau material granulasi yang menekan element neural. 2Kelurusan spinal dikoreksi manual, dan strut (penopang tekanan) ditempatkan antara sisa corpus vertebral yang sehat untuk memelihara kelurusan dan stabilitas normal. Dulu, penopang strut selalu diambil dari iliac crest pasien itu sendiri, tetapi pengalaman yang lebih baru telah dikemukakan bahwa allograft tulang dapat juga digunakan dengan sukses. 2Setelah anterior strut graft reconstruction, operasi kedua biasanya dilakukan untuk menstabilisasi spine dan memulai aktivitas dan pergerakan segera. Instrumentasi posterior dan fusion kemudian, dekompresi anterior dan rekonstruksi, mencegah rekuren dan kifosis dan melindungi bentuk anterior dari kolaps. Prosedur anterior dan posterior secara konstan memperbaiki fungsi neurologik bila defisit bersifat inkomplit. Dan merupakan perawatan atau koreksi kifosis pada kebanyakan pasien. 2Salah satu prosedur kedua selesai, pasien dapat bangkit dan keluar dari tirah baringnya dan segera bergerak dan melakukan rehabilitasi. Tirah baring yang terlalu lama dilarang. Pembedahan sendiri tidak mengeradikasi penyakit lokal atau tidak mengobati infeksi sistemik. Terapi obat yang berhasil masih menyisakan cornerstone. 22.5.2.1 Indikasi Pembedahan:Yang menjadi indikasi pembedahan pada Pott disese secara umum meliputi: 1,61. Defisit neurologi (deterioration neurologic akut, paraparesis, paraplegia)2. Spinal deformity tidak stabil atau nyeri3. Untuk penyakit lanjut dengan perusakan tulang yang nyata serta kifosis yang berat atau ancaman terjadinya paraparesis.4. Tidak ada respon terhadap terapi obat-obatan5. Defisit neurologi (acute neurologic, paraparesis, paraplegia, kifosis atau instabilitas yang berlanjut)6. Abses paraspinal yang luas dan mudah didrainase.7. Tidak terdiagnosis dengan percutaneous needle biopsy sampleSumber dan pengalaman adalah faktor kunci dalam memutuskan penggunaan intervensi pembedahan. Lokasi lesi, luasnya spinal deformity menentukan pendekatan operatif spesifik (kifosis, paraplegia, abses tuberkulosa).1Kerusakan vertebral secara signifikan dipertimbangkan jika lebih dari 50% dari korpus vertebral mengalami kolaps atau rusak atau spinal deformity yang tampak lebih dari 5 derajat. 1Pendekatan yang paling konvensional termasuk focal debridement radikal dan posterior stabilization dengan instrumentasi. 1Pott disease yang melibatkan cervical spine, yang merupakan faktor yang harus dilakukan intervensi bedah segera: 11. Defisit neurologi dengan frekuensi yang tinggi dan berat2. Kompresi abses yang berat yang bisa menyebabkan disfagia atau asfiksia.2.5.2.2 Kontraindikasi Pembedahan:Kolaps vertebral yang tidak begitu berarti tidak dipertimbangkan sebagai indikasi pembedahan karena dengan terapi yang sesuai dan tuntas, karena kemungkinan peningkatan progresifitas menjadi deformiti yang berat sangat kecil. 12.5.2.3 Komplikasi PembedahanKomplikasi terapi pembedahan tuberkulosis spinal sama dengan debridement dan rekonstruksi untuk bentuk infeksi atau tumor lainnya. Tergantung pada kesehatan dan usia pasien, komplikasi mungkin sering, dengan angka kematian secara keseluruhan berkisar 3%. Pasien dengan penyakit kronik atau deformiti dapat menjadi berat dengan resiko neurologic injury yang lebih besar, perdarahan, atau visceral injury selama pembedahan. Peningkatan kompleksitas dan potensial morbiditas dihubungkan dengan keadaan kronik, penyakit yang lanjut merupakan alasan tepat untuk segera dilakukan intervensi bedah pada pasien dengan keterlibatan tulang yang ekstensif atau impending neurologic compression. 2Usia/Sex Vertebrae Indikasi Bedah Prosedur Bedah OAT Outcome26 T3-T4-T5 Paraparesis dan kyphotic deformity (T4-T5) 1.left thoracotomy anterior spinal fusion T3-T52.posterior spinal fusion T3-T6 INH, RIF, EMB(24bln) Sembuh57 T6-T7 Kyfosis dengan gibbus deformity (T6-T7), block total (T6-T7) pada myelogram. left thoracotomy anterior spinal fusion T5-T8 INH, RIF, EMB (7 bln) Sembuh59 L3-L4 Nyeri yang meningkat, disability dan spine deformity yang tidak respon dengan pengobatan 1.Posterior fusion L3-L52.Anterior fusion L3-L4 INH, RIF (18 bln) Sembuh54 T4 Paraparesis left thoracotomy anterior spinal fusion T3-T5 INH, RIF, EMB (5 bln) Strep (6 mgg) Sembuh45 T9-T10 Kolaps T9 denagn massa paravertebral, nyeri hebat yang tidak responsif dengan pengobatan. left thoracotomy anterior spinal fusion T9-T10 INH, EMB (12 bln) Strep (2 mgg) Sembuh47 T11-T12 Abses psoas kiri yang mmbesar Drainase abses melalui retroperitoneal INH, RIF, EMB(28bln) Strep (3 bln) Sembuh20 T12-L1 Abses psoas yang membesar Drainase abses Costotransversectomy INH, RIF, EMB (6 bln) Rekuren abses psoas. insisi dan drainase20 L5 Abses psoas bilateral yang meluas Drainase bases INH, RIF, EMB (8 bln) Strep (2 bln) SembuhUsia/Sex Vertebrae Terapi Pembedahan OAT Outcome26 T3-T4-T5 1.Anterior fusion (T3-T5)2.Posterior fusion (T2-T6) INH, RIF, EMB (24 bln) Sembuh54 T4 Anterior spinal fusion (T3-T5) INH, RIF, EMB (5 bln)Strep (6 mgg) Sembuh57 T6-T7 Anterior spinal fusion (T5-T8) INH, RIF, EMB (7 bln) Sembuh18 T4-T5 Tidak dilakukan INH, RIF, EMB, PZA (24bln) Perbaikan80 L2-L3 Tidak dilakukan INH, EMB (14 bln) Perbaikan62 L1-L2-L4 Tidak dilakukan INH, EMB, Strep (1 mgg) Meninggal dengan sepsisBAB IIIKESIMPULANWalaupun insidensi spinal tuberkulosa secara umum di dunia telah berkurang pada beberapa dekade belakangan ini dengan adanya perbaikan distribusi pelayanan kesehatan dan perkembangan regimen kemoterapi yang efektif, penyakit ini akan terus menjadi suatu masalah kesehatan di negara-negara yang belum dan sedang berkembang dimana diagnosis dan terapi tuberkulosa sistemik mungkin dapat tertunda.Kemoterapi yang tepat dengan obat antibuberkulosa biasanya bersifat kuratif, akan tetapi morbiditas yang berhubungan dengan deformitas spinal, nyeri dan gejala sisa neurologis dapat dikurangi secara agresif dengan intervensi operasi, program rehabilitasi serta kerja sama yang baik antara pasien, keluarga dan tim kesehatan.Gejala dari tuberkulosis spinal meliputi nyeri punggung, kelemahan, penurunan berat badan, demam, fatigue dan malaise.MRI dapat memberi defenisi luas pembentukan abses dan kompresi spinal cord. Diagnosis dikonfirmasi melalui perkutaneus atau open biopsy dari lesi spinal.Pembedahan penting sebagai tambahan pada terapi antibiotik, jika infeksi vertebral membentuk suatu abses, kolaps vertebral atau kompresi neurologik. Beberapa pasien membutuhkan perawatan suportif yang agresif pada tuberkulosis meningitis atau encephalophaty.DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SPONDILITIS TUBERKULOSADiajukan Sebagai Salah Satu tugas Dalam Menjalani kepaniteraan Klinik SeniorPada Lab/SMF Bedah Fakultas Kedokteran UnsyiahBPK Dr. Zainoel Abidin Banda AcehOleh:Abdul Hakim Ritonga S.Ked(0271110002)Pembimbing:Dr. Azharuddin, SpBO FICS. K-SpineLABORATORIUM / SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA, BPK Dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH2009KATA PENGANTARSyukur alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas tinjauan kepustakaan dan laporan kasus ini, shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, sahabat dan keluarga-Nya sekalian.Adapun maksud dan tujuan pembuatan Tugas Tinjauan Kepustakaan yang berjudul Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosa ini adalah untuk memenuhi tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian Lab/SMF Bedah Fakultas Kedokteran Unsyiah, RSUD Dr. Zainoel Abidin.Saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing dr. Azharuddin, SpBO FICS. K-Spine yang telah membimbing, memberi saran dan kritik sehingga terselesaikannya tugas ini, juga kepada teman-teman yang turut mendukung dalam pembuatan tugas ini.Akhirnya saya mohon maaf segala kekurangan, kritik dan saran sangat saya harapkan dari pembaca sekalian, semoga tinjauan kepustakaan ini bermanfaat bagi kita semua.Banda Aceh, Juli 2009,Hormat Saya,PenulisDAFTAR PUSTAKA1. Jose A Hidalgo, MD, George Alangaden, MD. Pott Disease (Tuberculous Spondylitis) in: http://www.emedicine.medscape.com. Updated: Aug 29, 2008.2. Robert F. Mclain, MD, Carlos Isada, MD. Spinal tuberculosis Deserves a Place on The Radar Screen. In: Cleveland Clinic Journal of Medicine. Vol. 71, 2004 : 437-48.3. Savant C, Rajamani K. Tropical Diseases of the Spinal Cord. In : Critchley E, Eisen A., editor. Spinal Cord Disease : Basic Science, Diagnosis and Management. London : Springer-Verlag, 1997 : 378-87.4. Tachdjian, M.O. Tuberculosis of the spine. In : Pediatric Orthopedics.2nd ed. Philadelphia : W.B. Saunders, 1990 : 1449-54.5. Currier B.L, Eismont F.J. Infections of The Spine. In : The spine. 3rd ed. Rothman Simeone editor. Philadelphia : W.B. Sauders, 1992 : 1353-64.6. Apley G, Solomon L. Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, 7nd ed. Jakarta : Widya Medika, 1995 : 94-97.7. Ombregt L, Bisschop P, ter Veer H.J, Van de Velde T. Non Mechanical Disorders of The Lumbar Spine. In : A System of Orthopaedic Medicine.Philadelphia : W.B. Saunders, 1995 : 615-32.8. Rangachari Varavastu, Paraplegia of Late Onset in Adolescents wit Healed Childhood Caries of Dorsal Spine, A Cause of Pressure on The Cord and Treatment. In : http://ijoonline.com. Vol 42, 2008.9. B Omari, J M Robertson, R J Nelson and L C Chiu, Potts disease. A resurgent challenge to the thoracic surgeon, in: http://www.chestjournal.org /content /95 /1 /145, 2007.