Penda Hulu An

13
PEMFIGUS VULGARIS Said Jan Kharazi Fadel, S.Ked Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNSRI/RSMH PALEMBANG 2013 PENDAHULUAN Istilah pemfigus, berasal dari kata pemphix (Yunani) berarti lepuh atau gelembung, merupakan sekelompok penyakit berlepuh kronik dimana autoantibodi secara langsung menyerang permukaan keratinosit yang mengakibatkan hilangnya adhesi antar keratinosit melalui proses yang disebut akantolisis. 1 Pemfigus merupakan kasus yang jarang ditemukan, parah dan berpotensial mengancam kehidupan. Secara umum insiden pemfigus berkisar antara 0,76-5 kasus baru per 1 juta penduduk per tahun. 1 Pemfigus dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering menyerang usia pertengahan. 2 Pemfigus dapat ditemukan di seluruh dunia, namun insiden lebih tinggi di kalangan Yahudi. Secara garis besar, pemfigus dibagi menjadi tiga, yaitu pemfigus vulgaris (PV), foliaseus, dan paraneoplastik. 1 Pemfigus vulgaris merupakan bentuk pemfigus yang paling sering ditemukan di sebagian besar negara. 1 Pemfigus paraneoplastik merupakan bentuk yang paling serius dan berbahaya karena terjadi pada pasien yang telah mengalami keganasan. 3 Gambaran klinis ditandai oleh adanya lepuh pada kulit maupun mukosa, tetapi pada umumnya bervariasi tergantung dari masing-masing tipe. 4 Pengobatan pada pemfigus ditujukan untuk mengurangi pembentukan autoantibodi. 1 Penggunaan kortikosteroid dan imunosupresan telah menjadi pilihan terapi, akan tetapi

Transcript of Penda Hulu An

PEMFIGUS VULGARISSaid Jan Kharazi Fadel, S.Ked

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFK UNSRI/RSMH PALEMBANG

2013

PENDAHULUAN

Istilah pemfigus, berasal dari kata pemphix (Yunani) berarti lepuh atau gelembung,

merupakan sekelompok penyakit berlepuh kronik dimana autoantibodi secara langsung

menyerang permukaan keratinosit yang mengakibatkan hilangnya adhesi antar keratinosit

melalui proses yang disebut akantolisis.1

Pemfigus merupakan kasus yang jarang ditemukan, parah dan berpotensial mengancam

kehidupan. Secara umum insiden pemfigus berkisar antara 0,76-5 kasus baru per 1 juta

penduduk per tahun.1 Pemfigus dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering menyerang

usia pertengahan.2 Pemfigus dapat ditemukan di seluruh dunia, namun insiden lebih tinggi di

kalangan Yahudi.

Secara garis besar, pemfigus dibagi menjadi tiga, yaitu pemfigus vulgaris (PV),

foliaseus, dan paraneoplastik.1 Pemfigus vulgaris merupakan bentuk pemfigus yang paling

sering ditemukan di sebagian besar negara.1 Pemfigus paraneoplastik merupakan bentuk yang

paling serius dan berbahaya karena terjadi pada pasien yang telah mengalami keganasan. 3

Gambaran klinis ditandai oleh adanya lepuh pada kulit maupun mukosa, tetapi pada

umumnya bervariasi tergantung dari masing-masing tipe.4

Pengobatan pada pemfigus ditujukan untuk mengurangi pembentukan autoantibodi.1

Penggunaan kortikosteroid dan imunosupresan telah menjadi pilihan terapi, akan tetapi

morbiditas dan mortalitas akibat efek samping obat tetap harus diwaspadai.1

Bila diagnosis dapat ditegakkan secara dini dengan pengetahuan yang cukup mengenai

pemfigus, maka dapat dilakukan terapi dengan cepat sehingga prognosis penyakit ini akan

lebih baik.1

DEFINISI

Pemfigus merupakan sekelompok penyakit berlepuh autoimun pada kulit dan membran

mukosa yang ditandai secara histologi dengan adanya lepuh intraepidermal karena hilangnya

hubungan antar keratinosit dan secara imunopatologi ditemukannya IgG autoantibodi terikat

dan bersirkulasi yang secara langsung menyerang permukaan keratinosit (seperti yang di

perlihatkan pada gambar 1 dan gambar 2).1

Gambar 1. Bula intraepidermal

Gambar 2. Kompensasi desmoglein (Dsg). Gambar segitiga menunjukkan distribusi dari Dsg 1 dan 3 pada kulit

dan membran mukosa. Antibodi anti-Dsg 1 pada pemfigus foliaseus menyebabkan akantolisis hanya di

permukaan epidermis dari kulit. Pada epidermis dan membran mukosa bagian dalam, Dsg 3 mengadakan

kompensasi terhadap adanya antibodi yang mengurangi fungsi Dsg 1. Pada pemfigus vulgaris dini, terdapat

antibodi yang hanya menyerang Dsg 3, yang menyebabkan timbulnya lepuh hanya pada bagian dalam membran

mukosa dimana Dsg 3 berlokasi tanpa adanya kompensasi dari Dsg 1. Namun, pada pemfigus mukokutan

terdapat antibodi yang menyerang Dsg 1 dan Dsg 3, dan lepuh terbentuk baik pada kulit maupun membran

mukosa. Lepuh terletak di dalam karena antibodi berdifusi dari dermis dan mengganggu fungsi desmosom pada

bagian basal epidermis.

EPIDEMIOLOGI

Pemfigus vulgaris umumnya dijumpai pada orang israel, keturunan mediteranean dan dari

timur tengah. Sebagai perbandingan, rasio PV terhadap PF di New York, Los Angeles, dan

Croasia adalah 5:1; di Iran 12:1; di Finlandia 0,5:1; dan singapura 2:1. Demikian pula,

insiden pemfigus bervariasi bergantung pada lokasi: di Jerussalam, insiden PV diperkirakan

1,6/100.000/tahun dan di Iran 10/100.000/tahun; di Finlandia insiden lebih rendah,

0,76/1.000.000 populasi. Di Perancis dan Jerman, insiden PV 1 kasus/1.000.000

populasi/tahun. Prevalensi pemfigus vulgaris pada pria dan wanita hampir sama di semua

wilayah. Usia rata-rata timbulnya penyakit ini berkisar antara 40-60 tahun. Namun pernah

ditemukan beberapa kasus pada anak maupun pada usia lanjut.2

FAKTOR RISIKO DAN PENYEBAB

Para peneliti belum mengetahui secara pasti penyebab terjadinya pemfigus, namun

diduga kuat bahwa penyakit ini merupakan penyakit autoimun. Pada keadaan normal, sistem

imun tubuh menyerang virus, bakteri, dan substansi berbahaya lainnya. Namun pada pasien

pemfigus, sistem imun menyerang protein normal yang disebut desmoglein pada kulit dan

membran mukosa. Protein ini mengikat sel bersama-sama, dan ketika protein ini rusak,

epidermis akan terpisah sehingga terbentuk lepuh.

Pasien dengan kanker sering mengalami pemfigus, terutama pada non-Hodgkin

limfoma dan leukemia limfositik kronik. Adanya kelainan autoimun lainnya juga

meningkatkan risiko terjadinya pemfigus, antara lain: Timoma dan Miastenia gravis.

Miastenia gravis adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya kelemahan otot

Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, pemfigus dapat timbul akibat mengkonsumsi

obat-obatan seperti ACE inhibitor.5

PATOGENESIS

Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat khas, antara lain: Hilangnya kohesi sel-sel

epidermis (akantolisis) dan adanya antibodi IgG terhadap antigen determinan yang ada pada

permukaan keratinosit yang sedang berdiferensiasi.

Pada pemfigus vulgaris lepuh terjadi akibat adanya reaksi autoimun terhadap antigen

pemfigus vulgaris. Antigen ini merupakan glikoprotein transmembran dengan berat molekul

130 kD untuk pemfigus vulgaris dan 160 kD untuk pemfigus foliaseus (PF) yang terdapat di

permukaan keratinosit.

Antigen target pada pemfigus vulgaris yang hanya dengan lesi oral ialah desmoglein 3,

sedangkan yang dengan lesi oral dan kulit ialah desmoglein 1 dan 3. Pada pemfigus foliaseus

antigen targetnya adalah desmoglein 1.

Desmoglein merupakan salah satu komponen desmosom. Desmosom berfungsi untuk

meningkatkan kekuatan mekanik epitel gepeng berlapis yang terdapat pada kulit dan mukosa.

Penderita dengan penyakit yang aktif mempunyai antibodi subklas IgG1 dan IgG4,

tetapi yang patogenetik adalah IgG4.

Pada pemfigus juga terdapat faktor genetik, umumnya berkaitan dengan HLA-DR4. 1,2

GAMBARAN KLINIS

Pemfigus vulgaris ditandai oleh adanya bula berdinding tipis, relatif flaksid, dan mudah

pecah yang timbul baik pada kulit atau membran mukosa normal maupun di atas dasar

eritematous.1 Cairan bula pada awalnya jernih tetapi kemudian dapat menjadi hemoragik

bahkan seropurulen. Bula-bula ini mudah pecah, dan secara cepat akan ruptur sehingga

terbentuk erosi. Erosi ini sering berukuran besar dan dapat menjadi generalisata. Kemudian

erosi akan tertutup krusta yang hanya sedikit atau bahkan tidak memiliki kecenderungan

untuk sembuh. Tetapi bila lesi ini sembuh sering berupa hiperpigmentasi tanpa pembentukan

jaringan parut.1,6

Pemfigus vulgaris biasanya timbul pertama kali di mulut kemudian di sela paha, kulit

kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Pada awalnya hanya dijumpai sedikit bula, tetapi

kemudian akan meluas dalam beberapa minggu, atau dapat juga terbatas pada satu atau

beberapa lokasi selama beberapa bulan.6

Tanda Nikolsky positif, karena hilangnya kohesi antar sel di epidermis sehingga lapisan

atas dapat dengan mudah digeser ke lateral dengan tekanan ringan.6

Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan dengan mudah pecah

dan mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri. Lesi ini akan meluas ke bibir dan

membentuk krusta. Keterlibatan tenggorokan akan mengakibatkan timbulnya suara serak dan

kesulitan menelan. Esofagus dapat terlibat, dan telah dilaporkan suatu esophagitis dissecans

superficialis sebagai akibatnya. Konjungtiva, mukosa nasal, vagina, penis, dan anus dapat

juga terlibat.6

Gambar 3. Pemfigus vulgaris. A. Bula flaksid B. Lesi oral

Gambar 4. Pemfigus vulgaris. Erosi luas akibat lepuh pada kulit

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding pemfigus vulgaris dengan lesi pada mukosa antara lain stomatitis

herpetika, stomatitis aftosa, eritema multiforme atau sindrom Stevens Johnson, liken planus,

lupus eritematosus sistemik, dan pemfigoid sikatrisial. Pada lesi kulit diagnosis bandingnya

antara lain bentuk lain pemfigus, pemfigoid bulosa, dermatitis herpetiformis.1

DIAGNOSIS

Untuk dapat mendiagnosis suatu pemfigus diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

yang lengkap. Lepuh dapat dijumpai pada berbagai penyakit sehingga dapat mempersulit

dalam penegakkan diagnosis. Perlu diperiksa Nikolsky’s sign yang menunjukkan adanya

pemfigus.3 Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain: Biopsi

kulit dan patologi anatomi. Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang

berlepuh dan diperiksa di bawah mikroskop.5 Gambaran histopatologi utama adalah adanya

akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang lain.6 Pada pemfigus vulgaris dapat

dijumpai adanya akantolisis suprabasiler. Pemerikasaan Imunofluoresensi, Pemeriksaan ini

terdiri dari: Imunofluoresensi langsung. Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan

cairan fluoresens. Pemeriksaan ini dinamakan direct immunofluorescence (DIF). Pemeriksaan

DIF memerlukan mikroskop khusus untuk dapat melihat antibodi pada sampel yang telah

diwarnai dengan cairan fluoresens. Imunofluoresensi tidak langsung. Antibodi terhadap

keratinosit dideteksi melalui serum pasien.

Gambar 9. Imunofluoresensi pada pemfigus. A. Imunofluoresensi langsung. B. Imunofluoresensi

tidak langsung.

Tes darah, pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya antibodi terhadap

protein yang disebut desmoglein. Adanya antibodi tersebut mengindikasikan terjadinya

pemfigus.2,5

KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi kulit dan penyebaran infeksi melalui

aliran darah (sepsis). Infeksi sistemik dapat menyebabkan kematian.

Komplikasi lainnya adalah kemungkinan efek samping dari pengobatan yang

digunakan terutama kortikosteroid.4

PENGOBATAN

Terapi kortikosteroid sistemik, biasanya berupa prednison oral, merupakan terapi

standar. Prednison dengan dosis 1 mg/kgBB/hari (biasanya 60 mg/hari) merupakan dosis

inisial. Efek terapetik diperkirakan dari jumlah lepuh baru dan rata-rata penyembuhan dari

lesi baru, lalu dosis prednison dapat diturunkan secara bertahap. Jika remisi tercapai,

perubahan kadar autoantibodi bersirkulasi, yang dapat ditentukan melalui pemeriksaan

imunofluoresens tidak langsung atau ELISA, sangat membantu dalam memperkirakan dosis

prednison. Jika tidak ada respon dalam 3-7 hari, pilihan terapi lainnya dapat

dipertimbangkan. Terapi denyut intravena dengan menggunakan metilprednisolon 1 g/hari

(dalam 2-3 jam dengan pemantauan berkala fungsi jantung) selama 3-5 hari dapat menjadi

terapi alternatif pada kasus berat.1

Agen imunosupresif seperti azatioprin dan siklofosfamid, bila dikombinasi dengan

kortikosteroid dapat meningkatkan angka kesembuhan. Azatioprin digunakan dengan dosis 2-

4 mg/kgBB/hari (biasanya 100-300 mg/hari) dan efek samping utama obat ini berupa nausea

dan supresi sumsum tulang. Siklofosfamid diberikan dengan dosis 1-3 mg/kgBB/hari

(biasanya 50-200 mg/hari) dan efek samping utama berupa sistitis hemoragik, sterilitas, dan

leukopenia. Jika remisi sempurna tercapai dengan terapi kombinasi tersebut, maka dosis obat

imunosupresif dipertahankan sambil menurunkan dosis kortikosteroid. Bila telah mencapai

kortikosteroid dosis 5-10 mg/hari, dapat dilakukan penurunan dosis obat imunosupresif

secara perlahan. Pada pasien usia lanjut dengan penyakit terbatas atau pada pasien dimana

penggunaan kortikosteroid kontraindikasi, dapat diberikan agen imunosupresif saja.1

Mikofenolat mofetil merupakan obat yang aman dan efektif untuk digunakan dalam

kombinasi dengan kortikosteroid. Mikofenolat mofetil diberikan dengan dosis 2-3 g/hari.

Mekanisme kerja sama dengan azatioprin, dengan efek supresi sumsum tulang lebih sedikit

tetapi lebih banyak toksisitas pada saluran cerna.1 Mikofenolat mofetil memiliki efek yang

cepat dalam menurunkan titer antibodi pemfigus dan mengurangi aktivitas penyakit,

walaupun pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap azatioprin. Karena efek

sampingnya juga lebih sedikit dibandingkan azatioprin, obat ini kemudian menggantikan

azatioprin sebagai agen lini pertama yang digunakan dalam mengobati pasien pemfigus.3

Siklosporin (5 mg/hari) juga telah digunakan pada pasien pemfigus vulgaris.1

Plasmaferesis bermanfaat dalam menurunkan titer autoantibodi bersirkulasi secara cepat

dan dapat dipertimbangkan untuk digunakan pada pemfigus berat jika tidak ada respon

terhadap pengobatan kombinasi kortikosteroid dan agen imunosupresif.1

Dosis tinggi IVIG merupakan pilihan terapi lainnya pada kasus resisten. IVIG adalah

produk darah yang disiapkan dari plasma yang memiliki efek imunomodulasi bila digunakan

dalam dosis tinggi, walaupun mekanisme pastinya belum diketahui. Rutuximab, antibodi

monoklonal anti-CD20 dengan target pada sel B, dapat sangat efektif pada pasien yang

refrakter terhadap terapi imunosupresif standar.1

PROGNOSIS

Sebelum adanya terapi glukokortikoid, pemfigus vulgaris hampir selalu berakibat fatal,

dan pemfigus foliaseus berakibat fatal pada 60% pasien. Pemfigus foliaseus hampir selalu

berakibat fatal pada pasien usia lanjut dengan sejumlah permasalahan dalam pengobatan.

Namun, pada pasien lainnya prognosis lebih baik dibandingkan dengan pemfigus vulgaris.

Penambahan glukokortikoid sistemik dan penggunaan terapi imunosupresif telah

meningkatkan prognosis pasien dengan pemfigus. Namun demikian, pemfigus tetap

merupakan penyakit yang dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.

Infeksi sering menjadi penyebab kematian, dan dengan meningkatnya kebutuhan akan

imunosupresan pada penyakit yang aktif, terapi seringkali menjadi faktor yang berperan

dalam menyebabkan kematian. Dengan terapi glukokortikoid dan imunosupresan, mortalitas

(baik dari penyakit maupun terapi) pasien dengan pemfigus vulgaris yang diikuti dalam 4

sampai 10 tahun adalah 10% atau kurang, dimana pada pemfigus foliaseus angka ini

cenderung lebih kecil.3

KESIMPULAN

Pemfigus vulgaris merupakan bentuk pemfigus yang paling sering ditemukan. Pemfigus

vulgaris ditandai oleh adanya bula berdinding tipis, relatif flaksid, dan mudah pecah yang

timbul baik pada kulit atau membran mukosa. Pemfigus vulgaris biasanya timbul pertama

kali di mulut kemudian di sela paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Tanda

Nikolsky positif, karena hilangnya kohesi antar sel di epidermis sehingga lapisan atas dapat

dengan mudah digeser ke lateral dengan tekanan ringan. Prinsip terapi pada pemfigus

vulgaris adalah untuk mengurangi pembentukan autoantibodi, tidak hanya menekan

peradangan lokal sehingga digunakan kortikosteroid sistemik dan obat-obat imunosupresif.

Namun, efek samping dari obat tersebut harus diwaspadai karena dapat mengakibatkan

kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amagai M. Pemfigus. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds). Dermatology. Spain:

Elsevier. 2008; 5: 417-429.

2. Stanley JR. Pemfigus. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,

Leffell DJ (eds). Fitzpatrick's dermatology in general medicine (two vol. set). 7th ed. New

York: McGraw-Hill; 2008: 459-474.

3. American Osteopathic College of Dermatology. Pemfigus. 2009. Available from: URL:

HYPERLINK http: http://www.aocd.org/skin/dermatologic_diseases/ pemfigus.html.

4. Mayo Clinic Staff. Pemfigus. May 2008. Available from: URL: HYPERLINK http:

http://www.mayoclinic.com/health/pemfigus/DS00749.

5. Luchetti ME. Pemfigus. April 2007. Available from: URL: HYPERLINK

http://yourtotalhealth.ivillage.com/pemfigus.html.

6. Berger TG, Odom RB, James WD. Andrew’s disease of the skin. 9 th ed. Philadelphia: WB

Saunders Co. 2000; 21: 574-584.