Penda Hulu An
-
Upload
onix-radempthus-obinayonk -
Category
Documents
-
view
7 -
download
3
description
Transcript of Penda Hulu An
![Page 1: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082609/55cf993b550346d0339c4fa4/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan oleh manusia,
baik dalam peradaban yang masih rendah (tertinggal) maupun peradaban yang
sudah maju. Dengan pendidikan diharapkan generasi penerus mendapat warisan
tingkah laku yang diharapkan oleh generasi berikutnya, maka tidak heran bahwa
sejak jaman manusia mengenal peradaban, baik disadari maupun tidak disadari
pewarisan nilai-nilai pendidikan terus dilakukan, walaupun menurut peradaban
yang lain dianggap tidak sesuai dengan ketenruan yang berlaku pada segolongan
generasi. Suatu golongan manusia minimal akan mewariskan nilai-nilai
pendidikan yang dianggap perlu dan bermanfaat bagi generasinya sesuai dengan
tingkat kebudayaannya, makin maju tingkat kebudayaan suatu bangsa makin
tinggi pula tingkat pendidikan yang harus diwariskan juga sebaliknya makin
rendah tingkat kebudayaannya makin sedikit pula pendidikan yang harus
dipelajarinya dan diwariskannya.
Apakah sebenaraya yang dimaksud dengan pendidikan itu?. Ada berbagai
rumusan dikemukakan orang dalam upaya menjawab pertanyaan tersebut dengan
melihat pendidikan dari salah satu aspek kehidupan tertentu atau dari kacamata
disiplin keilmuan tertentu. Misalnya pandangan yang sosiologik melihat
pendidikan dari aspek sosial, antara lain mengartikan pendidikan sebagai usaha
1
![Page 2: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082609/55cf993b550346d0339c4fa4/html5/thumbnails/2.jpg)
pewarisan generasi ke generasi. Pandangan antropologik melihat pendidikan dari
aspek budaya, antara lain mengartikan pendidikan sebagai usaha pemindahan
pengetahuan dan nilai-nilai kepada generasi berikutnya. Pandangan psikologik
melihat pendidikan dari aspek tingkah laku individu, antara lain mengartikan
pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secara optimal. Pandangan
dari sudut ilmu ekonomi antara lain melihat pendidikan sebagai usaha penanaman
modal insani, sedangkan dari sudut ilmu politik antara lain melihatnya sebagai
usaha pembinaan kader bangsa.
Cara memahami pendidikan seperti tersebut di atas dapat disebut
pendekatan monodisipliner. Pendekatan semacam ini mengandung kelemahan
antara lain karena melihat pendidikan hanya terbatas pada bagian atau aspek
tertenru, sehingga tidak mencapai pemahaman yang lengkap. Salah satu cara
untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang pendidikan yaitu dengan
mempergunakan pendekatan sistem. Dalam hubungan ini, pendidikan dipandang
sebagai satu keseluruhan atau satu sistem, yang interaksi antara bagian-bagiannya
menghasilkan petunjuk apakah sistem tersebut bekerja lancar atau tersendat.
Pendekatan sistem merupakan pendekatan multidisipliner, karena dengan cara
kerjanya mempergunakan konsep-konsep analisis dari berbagai disiplin ilmu,
seperti ekonomi, rekayasa, sosiologi, psikologi dan sebagainya. Dan dari pada itu
pendekatan sistem perlu digunakan dalam menjelaskan pendidikan, karena pada
jaman sekarang ini dunia pendidikan telah berkembang sedemikian rupa sehingga
![Page 3: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082609/55cf993b550346d0339c4fa4/html5/thumbnails/3.jpg)
menjadi hal ihwal atau urasan yang makin rumit dan pendidikan tidak dapat
dijelaskan dengau satu dua kalimat saja.
Apa bila pendidikan dipandang sebagai suatu sistem, lalu apakah yang
dimaksud dengan sistem itu ?. Secara sederhana dapat dikatakan oleh Redja
Mudjahadja (dalam modul 1993,3) bahwa :
Sistem adalah satu keseluruhan yang terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional dalam mengubah masukan menjadi hasil yang diharapkan. Kalau demikian halnya, pendidikan adalah satu keseluruhan karya insani yang terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional dalam membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku seseorang sehingga mencapai tingkat hidup yang diharapkan.
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik
dan berkeinginan untuk membahas masalah di atas melalui penyusunan makalah
yang berjudul "Implementasi Nilai-nilai Budaya Melalui Kegiatan Karya Wisata
ke Musium Kebudayaan Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Pendidikan Siswa
Serta Meningkatkan Kualitas Hasil Pembelajaran PPKn di Kelas VISD Negeri 2
Mangunjaya. "
1.2. Masalah
Kebutuhan akan pendidikan sangat dirasakan perlunya, apalagi jaman
moderen seperti sekarang ini. Dengan pendidikan manusia dapat membentuk
watak dan karakter yang sesuai dengan apa yang dikehendaki Besar sekali peran
pendidikan terhadap kemajuan suatu bangsa dalam usaha memperbaharui dan
meningkatkan taraf hidupnya.
![Page 4: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082609/55cf993b550346d0339c4fa4/html5/thumbnails/4.jpg)
Di era kebudayaan yang masih primitif, ketika kebutuhan masih sangat
sederhana pendidikan dapat berlangsung hanya pada lingkungan keluarga. Kepala
keluarga beserta segenap anggota keluarganya masih mampu untuk mentrasfer
apa yang mereka kuasai kepada generasi penerusnya, untuk mewariskan nilai-nilai
moral dan keterampilan yang ia miliki secara turun temurun. Kemampuan dan
keterampilan yang diwariskan itu makin bervariasi tatkala kebudayaan makin
meningkat. Faktor penentu peningkatan adalah makin bertambah kompleksnya
kebutuhan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Dengan banyaknya
keterampilan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh suaru generasi, sedangkan
kemampuan orang tua untuk mewariskan nilai-nilai yang bermanfaat itu terbatas,
maka dengan sendirinya mereka harus mencari pihak-pihak lain yang sanggup
memberikan pengajaran untuk menambah wawasan yang telah dimiliki oleh
anaknya hasil dari warisan orang tua, ini terjadi pertama ketika pengaruh Hindu
telah masuk ke Indonesia, yang pada awalnya hanya mengenal dua tingkat guru
(pendidik) yairu :
1. Guru Maton, yang menjadi siswa-siswanya terdiri dari anak-anak raja dan
kaum bangsawan. Guru semacam itu harus dijamin nafkah hidupnya oleh para
siswa-siswanya.
2. Guru Pertama, yang menjadi siswa-siswanya adalah rakyat bukan anak raja
dan kaum bangsawan. Guru semacam ini tidak dijamin nafkah hidupnya oleh
siswa-siswanya. Sebab mereka (guru) lebih menginsafi akan tugasnya dan
lebih berjiwa kerakyatan.
![Page 5: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082609/55cf993b550346d0339c4fa4/html5/thumbnails/5.jpg)
Selanjutnya sistem pendidikan disesuaikan dengan cara di India ialah
sistem guru Kula. Cara ini sama dengan pendidikan asrama. Hubungan guru
dengan siswa sangat intim sekali sehingga besar sekali pengaruhnya bagi
pendidikan. Guru dianggap seorang yang sakti, selamanya dihormati. Mereka
(guru) tidak mempunyai penghasilan yang tetap melainkan sewakru-waktu
mereka menerima pemberian secara rela dari para wali murid.
Pada jaman perkembangan Islam, pendidikan diberikan pada dua tempat
yairu:
a. Yang diberikan di Langgar-langgar
b. Yang diberikan di Pesantren-pesantren
Sistem pengajaran secara hoof delybe atau individual. Dengan cara
individual anak satu demi satu ke hadapan guni, seorang anak lainnya menunggu
gilirannya. Rencana pelajaran dan masuknya seolah tidak teratur dengan baik.
Gurunya sendiri tidak tetap hadirnya, kadang-kadang terlambat dan kadang-
kadang tak datang. Muridnya tidak diharuskan membayar iuran, apabila telah
tamat mereka harus mengadakan selamatan. Langgar merupakan tempat yang
benar-benar seperti yang dikemukakan oleh E. Rusmana (dalam modil pendidikan
di Indonesia, 1998 : 21) bahwa :
Langgar sebagai lembaga pendidikan itu mempunyai arti penting bagi perkembangan sosial anak, dalam arti anak lambat laun mengetahui serta menyadari bahwa dirinya menjadi anggota perse kutuan hidup yang besar, yang mempunyai tanggung jawab mengembangkan ajaran-ajaran Islam dalam mewujudkan persekutuan hidup yang bernafaskan Islam.
Pesantren merupakan pendidikan kelanjutan dari pada pendidikan langgar-
langgar yang penyelenggaraannya secara asrama.
![Page 6: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082609/55cf993b550346d0339c4fa4/html5/thumbnails/6.jpg)
Pendidikan nilai dan moral memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan budi pekerti dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk
pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga
negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang
baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara
umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari Pendidikan Nilai dan
Moral dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah budi pekerti, yakni
pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri,
dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas
pelaksanaan Pendidikan Nilai dan Moral pada lembaga pendidikan formal.
Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni
meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian masal dan
berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu,
seperti Jakarta, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan
generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan
kepribadian siswa melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan budi
pekerti.
![Page 7: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082609/55cf993b550346d0339c4fa4/html5/thumbnails/7.jpg)
Berkaitan dengan pembahasan di atas, bahwa pendidikan nilai dan moral
adalah sebuah wadah pembinaan akhlak. Maka hal ini perlu adanya sebuah
pendekatan yang akan membawa siswa atau peserta didik untuk memaknai dan
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Disampaikan itu kepada
calon pendidik, khususnya seorang guru yang kemudian dijadikan sebagai
pengetahuan untuk menerapkan nilai dan moral dalam pembelajaran PKn di
Sekolah Dasar maupun di tingkat selanjutnya
Pada waktu pemerintahan penjajahan Belanda di Indonesia mulai di
perkenalkan pendidikan formal, tujuan utama pemerintah Belanda bukan untuk
memenuhi kebutuhan rakyat akan pengajaran, melainkan untuk melatih beberapa
orang bagi dinas pemerintah Belanda. Pada tahun 1850 Belanda mendirikan
sekolah , lama pendidikan 5 tahun (kelas I sampai dengan kelas V) dengan mata
pelajaran membaca, menulis, berhitung, menggambar, menyanyi, ilmu bumi, ilmu
tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, ilmu alam dan bahasa Indonesia. Sekolah ini
bersifat sebagai pendidikan "Calon Pegawai". Itulah mula pertama pendidikan
yang terselenggara di Indonesia.
1.3. Rumusan Masalah
Setelah menentukan masalah, maka langkah berikutnya adalah
merumuskan masalah. Merumuskan masalah merupakan langkah penting, sebab
rumusan masalah akan memberikan arah dan tuntunan dalam langkah
pembahasan, sebagaimana dikemukakan oleh Engkoswara dkk (1995,79) bahwa :
![Page 8: Penda Hulu An](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082609/55cf993b550346d0339c4fa4/html5/thumbnails/8.jpg)
Rumusan masalah sangat penting sebab bisa dijadikan pedoman atau penuntun untuk langkah berikutnya. Pada umumnya, pedoman untuk merumuskan suatu maslah penelitian adalah sebagai berikut : a. Masalah hendaknya dirumuskan dalam kalimat tanya. b. Rumusan masalah hendaknya padat, singkat, jelas dan
operasional. c. Rumusan tersebut hendaklah mampu memberi petunjuk yang
memunghnkan dapat mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan itu secara baik.
Sesuai dengan judul makalah, lalu latar belakang dan penetapan masalah
di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana nilai-nilai budaya dapat lebih berdaya guna untuk pengembangan
pendidikan di sekolah terhadap pembelajaran PPKn di SD Negeri 2
Mangunjaya?
2. Apakah nilai-nilai budaya melalui karya wisata ke musium budaya dapat
memperbaiki hasil pembelajaran PPKn siswa kelas VI SD Negeri 2
Mangunjaya.