Penda Hulu An

12
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan oleh manusia, baik dalam peradaban yang masih rendah (tertinggal) maupun peradaban yang sudah maju. Dengan pendidikan diharapkan generasi penerus mendapat warisan tingkah laku yang diharapkan oleh generasi berikutnya, maka tidak heran bahwa sejak jaman manusia mengenal peradaban, baik disadari maupun tidak disadari pewarisan nilai-nilai pendidikan terus dilakukan, walaupun menurut peradaban yang lain dianggap tidak sesuai dengan ketenruan yang berlaku pada segolongan generasi. Suatu golongan manusia minimal akan mewariskan nilai-nilai pendidikan yang dianggap perlu dan bermanfaat bagi generasinya sesuai dengan tingkat kebudayaannya, makin maju tingkat kebudayaan suatu bangsa makin tinggi pula tingkat 1

description

UMUM

Transcript of Penda Hulu An

Page 1: Penda Hulu An

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan oleh manusia,

baik dalam peradaban yang masih rendah (tertinggal) maupun peradaban yang

sudah maju. Dengan pendidikan diharapkan generasi penerus mendapat warisan

tingkah laku yang diharapkan oleh generasi berikutnya, maka tidak heran bahwa

sejak jaman manusia mengenal peradaban, baik disadari maupun tidak disadari

pewarisan nilai-nilai pendidikan terus dilakukan, walaupun menurut peradaban

yang lain dianggap tidak sesuai dengan ketenruan yang berlaku pada segolongan

generasi. Suatu golongan manusia minimal akan mewariskan nilai-nilai

pendidikan yang dianggap perlu dan bermanfaat bagi generasinya sesuai dengan

tingkat kebudayaannya, makin maju tingkat kebudayaan suatu bangsa makin

tinggi pula tingkat pendidikan yang harus diwariskan juga sebaliknya makin

rendah tingkat kebudayaannya makin sedikit pula pendidikan yang harus

dipelajarinya dan diwariskannya.

Apakah sebenaraya yang dimaksud dengan pendidikan itu?. Ada berbagai

rumusan dikemukakan orang dalam upaya menjawab pertanyaan tersebut dengan

melihat pendidikan dari salah satu aspek kehidupan tertentu atau dari kacamata

disiplin keilmuan tertentu. Misalnya pandangan yang sosiologik melihat

pendidikan dari aspek sosial, antara lain mengartikan pendidikan sebagai usaha

1

Page 2: Penda Hulu An

pewarisan generasi ke generasi. Pandangan antropologik melihat pendidikan dari

aspek budaya, antara lain mengartikan pendidikan sebagai usaha pemindahan

pengetahuan dan nilai-nilai kepada generasi berikutnya. Pandangan psikologik

melihat pendidikan dari aspek tingkah laku individu, antara lain mengartikan

pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secara optimal. Pandangan

dari sudut ilmu ekonomi antara lain melihat pendidikan sebagai usaha penanaman

modal insani, sedangkan dari sudut ilmu politik antara lain melihatnya sebagai

usaha pembinaan kader bangsa.

Cara memahami pendidikan seperti tersebut di atas dapat disebut

pendekatan monodisipliner. Pendekatan semacam ini mengandung kelemahan

antara lain karena melihat pendidikan hanya terbatas pada bagian atau aspek

tertenru, sehingga tidak mencapai pemahaman yang lengkap. Salah satu cara

untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang pendidikan yaitu dengan

mempergunakan pendekatan sistem. Dalam hubungan ini, pendidikan dipandang

sebagai satu keseluruhan atau satu sistem, yang interaksi antara bagian-bagiannya

menghasilkan petunjuk apakah sistem tersebut bekerja lancar atau tersendat.

Pendekatan sistem merupakan pendekatan multidisipliner, karena dengan cara

kerjanya mempergunakan konsep-konsep analisis dari berbagai disiplin ilmu,

seperti ekonomi, rekayasa, sosiologi, psikologi dan sebagainya. Dan dari pada itu

pendekatan sistem perlu digunakan dalam menjelaskan pendidikan, karena pada

jaman sekarang ini dunia pendidikan telah berkembang sedemikian rupa sehingga

Page 3: Penda Hulu An

menjadi hal ihwal atau urasan yang makin rumit dan pendidikan tidak dapat

dijelaskan dengau satu dua kalimat saja.

Apa bila pendidikan dipandang sebagai suatu sistem, lalu apakah yang

dimaksud dengan sistem itu ?. Secara sederhana dapat dikatakan oleh Redja

Mudjahadja (dalam modul 1993,3) bahwa :

Sistem adalah satu keseluruhan yang terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional dalam mengubah masukan menjadi hasil yang diharapkan. Kalau demikian halnya, pendidikan adalah satu keseluruhan karya insani yang terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional dalam membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku seseorang sehingga mencapai tingkat hidup yang diharapkan.

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik

dan berkeinginan untuk membahas masalah di atas melalui penyusunan makalah

yang berjudul "Implementasi Nilai-nilai Budaya Melalui Kegiatan Karya Wisata

ke Musium Kebudayaan Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Pendidikan Siswa

Serta Meningkatkan Kualitas Hasil Pembelajaran PPKn di Kelas VISD Negeri 2

Mangunjaya. "

1.2. Masalah

Kebutuhan akan pendidikan sangat dirasakan perlunya, apalagi jaman

moderen seperti sekarang ini. Dengan pendidikan manusia dapat membentuk

watak dan karakter yang sesuai dengan apa yang dikehendaki Besar sekali peran

pendidikan terhadap kemajuan suatu bangsa dalam usaha memperbaharui dan

meningkatkan taraf hidupnya.

Page 4: Penda Hulu An

Di era kebudayaan yang masih primitif, ketika kebutuhan masih sangat

sederhana pendidikan dapat berlangsung hanya pada lingkungan keluarga. Kepala

keluarga beserta segenap anggota keluarganya masih mampu untuk mentrasfer

apa yang mereka kuasai kepada generasi penerusnya, untuk mewariskan nilai-nilai

moral dan keterampilan yang ia miliki secara turun temurun. Kemampuan dan

keterampilan yang diwariskan itu makin bervariasi tatkala kebudayaan makin

meningkat. Faktor penentu peningkatan adalah makin bertambah kompleksnya

kebutuhan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Dengan banyaknya

keterampilan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh suaru generasi, sedangkan

kemampuan orang tua untuk mewariskan nilai-nilai yang bermanfaat itu terbatas,

maka dengan sendirinya mereka harus mencari pihak-pihak lain yang sanggup

memberikan pengajaran untuk menambah wawasan yang telah dimiliki oleh

anaknya hasil dari warisan orang tua, ini terjadi pertama ketika pengaruh Hindu

telah masuk ke Indonesia, yang pada awalnya hanya mengenal dua tingkat guru

(pendidik) yairu :

1. Guru Maton, yang menjadi siswa-siswanya terdiri dari anak-anak raja dan

kaum bangsawan. Guru semacam itu harus dijamin nafkah hidupnya oleh para

siswa-siswanya.

2. Guru Pertama, yang menjadi siswa-siswanya adalah rakyat bukan anak raja

dan kaum bangsawan. Guru semacam ini tidak dijamin nafkah hidupnya oleh

siswa-siswanya. Sebab mereka (guru) lebih menginsafi akan tugasnya dan

lebih berjiwa kerakyatan.

Page 5: Penda Hulu An

Selanjutnya sistem pendidikan disesuaikan dengan cara di India ialah

sistem guru Kula. Cara ini sama dengan pendidikan asrama. Hubungan guru

dengan siswa sangat intim sekali sehingga besar sekali pengaruhnya bagi

pendidikan. Guru dianggap seorang yang sakti, selamanya dihormati. Mereka

(guru) tidak mempunyai penghasilan yang tetap melainkan sewakru-waktu

mereka menerima pemberian secara rela dari para wali murid.

Pada jaman perkembangan Islam, pendidikan diberikan pada dua tempat

yairu:

a. Yang diberikan di Langgar-langgar

b. Yang diberikan di Pesantren-pesantren

Sistem pengajaran secara hoof delybe atau individual. Dengan cara

individual anak satu demi satu ke hadapan guni, seorang anak lainnya menunggu

gilirannya. Rencana pelajaran dan masuknya seolah tidak teratur dengan baik.

Gurunya sendiri tidak tetap hadirnya, kadang-kadang terlambat dan kadang-

kadang tak datang. Muridnya tidak diharuskan membayar iuran, apabila telah

tamat mereka harus mengadakan selamatan. Langgar merupakan tempat yang

benar-benar seperti yang dikemukakan oleh E. Rusmana (dalam modil pendidikan

di Indonesia, 1998 : 21) bahwa :

Langgar sebagai lembaga pendidikan itu mempunyai arti penting bagi perkembangan sosial anak, dalam arti anak lambat laun mengetahui serta menyadari bahwa dirinya menjadi anggota perse kutuan hidup yang besar, yang mempunyai tanggung jawab mengembangkan ajaran-ajaran Islam dalam mewujudkan persekutuan hidup yang bernafaskan Islam.

Pesantren merupakan pendidikan kelanjutan dari pada pendidikan langgar-

langgar yang penyelenggaraannya secara asrama.

Page 6: Penda Hulu An

Pendidikan nilai dan moral memiliki esensi dan makna yang sama dengan

pendidikan budi pekerti dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk

pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga

negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang

baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara

umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya

masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari Pendidikan Nilai dan

Moral dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah budi pekerti, yakni

pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri,

dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas

pelaksanaan Pendidikan Nilai dan Moral pada lembaga pendidikan formal.

Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni

meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian masal dan

berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu,

seperti Jakarta, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan.

Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan

generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan

kepribadian siswa melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan budi

pekerti.

Page 7: Penda Hulu An

Berkaitan dengan pembahasan di atas, bahwa pendidikan nilai dan moral

adalah sebuah wadah pembinaan akhlak. Maka hal ini perlu adanya sebuah

pendekatan yang akan membawa siswa atau peserta didik untuk memaknai dan

menerapkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Disampaikan itu kepada

calon pendidik, khususnya seorang guru yang kemudian dijadikan sebagai

pengetahuan untuk menerapkan nilai dan moral dalam pembelajaran PKn di

Sekolah Dasar maupun di tingkat selanjutnya

Pada waktu pemerintahan penjajahan Belanda di Indonesia mulai di

perkenalkan pendidikan formal, tujuan utama pemerintah Belanda bukan untuk

memenuhi kebutuhan rakyat akan pengajaran, melainkan untuk melatih beberapa

orang bagi dinas pemerintah Belanda. Pada tahun 1850 Belanda mendirikan

sekolah , lama pendidikan 5 tahun (kelas I sampai dengan kelas V) dengan mata

pelajaran membaca, menulis, berhitung, menggambar, menyanyi, ilmu bumi, ilmu

tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, ilmu alam dan bahasa Indonesia. Sekolah ini

bersifat sebagai pendidikan "Calon Pegawai". Itulah mula pertama pendidikan

yang terselenggara di Indonesia.

1.3. Rumusan Masalah

Setelah menentukan masalah, maka langkah berikutnya adalah

merumuskan masalah. Merumuskan masalah merupakan langkah penting, sebab

rumusan masalah akan memberikan arah dan tuntunan dalam langkah

pembahasan, sebagaimana dikemukakan oleh Engkoswara dkk (1995,79) bahwa :

Page 8: Penda Hulu An

Rumusan masalah sangat penting sebab bisa dijadikan pedoman atau penuntun untuk langkah berikutnya. Pada umumnya, pedoman untuk merumuskan suatu maslah penelitian adalah sebagai berikut : a. Masalah hendaknya dirumuskan dalam kalimat tanya. b. Rumusan masalah hendaknya padat, singkat, jelas dan

operasional. c. Rumusan tersebut hendaklah mampu memberi petunjuk yang

memunghnkan dapat mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan itu secara baik.

Sesuai dengan judul makalah, lalu latar belakang dan penetapan masalah

di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana nilai-nilai budaya dapat lebih berdaya guna untuk pengembangan

pendidikan di sekolah terhadap pembelajaran PPKn di SD Negeri 2

Mangunjaya?

2. Apakah nilai-nilai budaya melalui karya wisata ke musium budaya dapat

memperbaiki hasil pembelajaran PPKn siswa kelas VI SD Negeri 2

Mangunjaya.