Penda Hulu An

18
Modul Perkuliahan HUKUM PERBURUHAN BAB I PENDAHULUAN 1. SEJARAH SINGKAT HUKUM PERBURUHAN Sejarah Perburuhan di Indoneia e!ara "ari bear dibeda#an $enjadi dua %eriode &ai'u( 1. Periode ebe)u$ Pro#)a$aih Ke$erde#aan Periode ebe)u$ #e$erde#aan di*arnai den"an $aa+ $aa &an" ura$ ba"i ri*a&a' Hu#u$ Perburuhan &a#ni ,a$an %erbuda#an- rodi dan %oena)e an#i. Perbuda#an ia)ah ua'u %eri'i*a di$ana eeoran" &an" diebu' buda# $e)a#u#an %e#erjaan di ba*ah %i$%inan oran" )ain. Para buda# 'ida# $e$%un&ai ha# a%a%un 'er$au# ha# a'a #ehidu%ann&a- ia han&a $e$i)i#i #e*ajiban un'u# $e)a#u#an %e#erjaan &an" di%erin'ah#an o)eh 'uann&a. Terjadin&a%erbuda#an %ada *a#'u i'u diebab#an #arena %ara raja- %en"uaha &an" $e$%un&ai e#ono$i #ua' $e$bu'uh#an oran" &an" da%a' $en"abdi #e%adan&a- e$en'ara %endudu# $i#in &an" 'ida# ber#e$a$%uan e!ara e#ono$i aa' i'u !u#u% ban&a# &an" diebab#an rendahn&a #ua)i'a u$ber da&a $anuia- dan ini)ah &an" $endoron" %erbuda#an 'u$buh ubur. Se)ain %erbuda#an di#ena) ju"a i'i)ah %erha$baan dan %eru)uran. Perha$baan 'erjadi bi)a eeoran" %eneri$a "adai $en&erah#an dirin&a endiri a'au oran" )ain &an" ia #uaai- a'a %e$berian %inja$an eju$)ah uan" #e%ada eeoran" %e$beri "adai. Pe$beri "adai $enda%a'#an ha# un'u# $e$in'a dari oran" &an" di"adai#an a"ar $e)a#u#an Samun Ismaya, SH., MHum 1

description

Modul Perkuliahan

Transcript of Penda Hulu An

Materi Kuliah Hukum Perburuhan:

i1Modul Perkuliahan

HUKUM PERBURUHAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. SEJARAH SINGKAT HUKUM PERBURUHAN

Sejarah Perburuhan di Indonesia secara garis besar dibedakan menjadi dua periode yaitu:

1. Periode sebelum Proklamasih Kemerdekaan

Periode sebelum kemerdekaan diwarnai dengan masa-masa yang suram bagi riwayat Hukum Perburuhan yakni zaman perbudakan, rodi dan poenale sanksi.

Perbudakan ialah suatu peristiwa dimana seseorang yang disebut budak melakukan pekerjaan di bawah pimpinan orang lain. Para budak tidak mempunyai hak apapun termasuk hak atas kehidupannya, ia hanya memiliki kewajiban untuk melakukan pekerjaan yang diperintahkan oleh tuannya.

Terjadinya perbudakan pada waktu itu disebabkan karena para raja, pengusaha yang mempunyai ekonomi kuat membutuhkan orang yang dapat mengabdi kepadanya, sementara penduduk miskin yang tidak berkemampuan secara ekonomis saat itu cukup banyak yang disebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan inilah yang mendorong perbudakan tumbuh subur.

Selain perbudakan dikenal juga istilah perhambaan dan peruluran. Perhambaan terjadi bila seseorang penerima gadai menyerahkan dirinya sendiri atau orang lain yang ia kuasai, atas pemberian pinjaman sejumlah uang kepada seseorang pemberi gadai. Pemberi gadai mendapatkan hak untuk meminta dari orang yang digadaikan agar melakukan pekerjaan untuk dirinya sampai uang pinjamannya lunas. Pekerjaan yang dilakukan bukan untuk mencicil utang pokok tapi untuk kepentingan pembayaran bunga.

Pelururan adalah keterikatan seseorang untuk menanam tanaman tertentu pada kebun/ladang dan harus dijual hasilnya kepada Kompeni. Selama mengerjakan kebun/ladang tersebut ia dianggap sebagai pemiliknya, sedangkan bila meninggalkannya maka ia kehilangan hak atas kebun tersebut.

Rodi merupakan kerja paksa yang dilakukan oleh rakyat untuk kepentingan pihak penguasa atau pihak lain dengan tanpa pemberian upah, dilakukan diluar batas perikemanusiaan. Pada kerajaan-kerajaan di Jawa rodi dilakukan untuk kepentingan raja dan anggota keluarganya, para pembesar, serta kepentingan umum seperti pembuatan dan pemeliharaan jalan, jembatan dan sebagainya.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa riwayat timbulnya hubungan perburuhan itu dimulai dari peristiwa pahit yakni penindasan dan perlakuan di luar batas kemanusiaan yang dilakukan oleh orang maupun penguasa pada saat itu. Para buak/pekerja tidak diberikan hak apapun yang ia miliki hanyalah kewajiban untuk mentaati perintah dari majikan atau tuannya. Nasib para budak/pekerja hanya dijadikan barang atau obyek yang kehilangan hak kodratinya sebagai manusia.

Dalam hukum perburuhan dikenal adanya pancakrida Hukum Perburuhan yang merupakan perjuangan yang harus dicapai yakni:

a. Membebaskan manusia indonesia dari perbudakan, perhambaan.

b. Pembebasan manusia Indonesia dari rodi atau kerja paksa.

c. Pembebasan buruh/pekerja Indonesia dari poenale sanksi.

d. Pembebasan buruh/pekerja Indonesia dari ketakutan kehilangan pekerjaan.

e. Memberikan posisi yang seimbang antara buruh/pekerja dan pengusaha.

Krida kesatu sampai dengan krida ketiga secara yuridis sudah lenyap bersamaan dengan dicetuskannya proklamasih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

2. Periode sesudah Proklamasih Kemerdekaan

Untuk mencapai krida keempat yaitu membebaskan buruh/pekerja dari takut kehilangan pekerjaan, maupun krida kelima memberi posisi yang seimbang antara buruh/pekerja dan pengusaha ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu:

a. Pemberdayaan serikat buruh/pekerja khusunya ditingkat unit/perusahaan khususnya dengan memberikan pemahaman terhadap aturan perburuhan/ketenagakerjaan yang ada karena organisasi pekerja ini terletak digaris depan yang membuat Kesepakatan Kerja Bersama dengan pihak perusahaan.

b. Pemberdayaan pekerja dan pengusaha

Pekerja perlu diberdayakan sehingga mengetahui hak dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan hukum termasuk penyadaran pekerja sebagai sarana memperjuangkan hak dan kepentingannya, karena itu tidak ada pilihan lain untuk meningkatkan bergaining positionnya kecuali dengan memperkuat organisasi burh/pekerja.

c. Penegakan hukum (law enforcement)Penegakan hukum sangat penting dalam rangka menjamin tercapainya kemanfaatan (doelmatigheid) dari aturan itu, tanpa penegakan hukum yang tegas maka aturan normatif tersebut tidak akan berarti, lebih-lebih dalam bidang perburuhan/ketenagakerjaan yang didalamnya terdiri dari dua subyek hukum yang berbeda secara sosial ekonomi, karena itu pihak majikan/pengusaha cenderung tidak konsekuen melaksanakan ketentuan perburuhan karena dirinya berada pada pihak yang memberi pekerjaan/bermodal.(Lalu Husni, S.H., M.Hum, 2000:6)

B. OBYEK DAN SIFAT HUKUM KETENAGAKERJAAN

Obyek Hukum Ketenagakerjaan dibedakan menjadi dua yaitu obyek materiil dan obyek formil. Obyek Materiil Hukum Ketenagakerjaan ialah kerja manusia yang bersifat sosial ekonomis. Titik tumpunya obyek ini terletak pada kerja manusia. Yang dimaksud dengan kerja manusia ialah merupakan bagian dari kerja manusia secara umum (aktualisasi unsur kejasmaniaan manusia dengan diberi bentuk dan terpimpin oleh unsur kejiwaannya dotolekaryakan (diaplikasikan/diterapkan) terhadap benda luar untuk tujuan tertentu.

Secara obyektif tujuannya ialah hasil kerja sedang secara ekonomis tujuannya ialah tambahan nilai. Tambahan nilai bagi buruh berupa upah sedang bagi majikan berupa keuntungan. Upah dan keuntungan bukan merupakan tujuan akhir kerja manusia yang bersifat sosial ekonomis, tujuan akhirnya ialah kelangsungan /kesempurnaan hidup manusia.

Obyek formil hukum ketenagakerjaan ialah komplek hubungan hukum yang berhubungan erat dengan kerja manusia yang bersifat sosial ekonomis. Hubungan hukum adalah hubungan yang dilindungi oleh UU. Hubungan hukum dalam hukum perburuhan terjadi sejak adanya perjanjian kerja. Dengan terjadinya perjanjian kerja berarti telah terjadi pula hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja. Hubungan hukum bisa terjadi karena perjanjian dan UU.

Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui peraturan perundang-undangan telah membawa perubahan yang mendasar yakni menjadikan sifat hukum perburuhan menjadi ganda. Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan dimaksudkan untuk tercapainya keadilan di bidang ketenagakerjaan karena jika hubungan antara pekerja dengan pengusaha diserahkan salah satu pihak saja maka pengusaha sebagai pihak yang lebih kuat akan menekan pekerja sebagai pihak yang lemah secara sosial ekonomi.

Campur tangan pemerintah ini tidak hanya terbatas pada aspek hukum dalam hubungan kerja saja tetapi meliputi aspek hukum sebelum hubungan kerja (pra employment) dan sesudah hubungan kerja (post employment).

Hukum ketenagakerjaan dapat bersifat:

a. Privat/perdata

Oleh karena Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan antara orang perseorangan dalam hal ini antara pengusaha dengan pekerja dimana hubungan kerja yang dilakukan dengan membuat suatu perjanjian yaitu perjanjian kerja.

b. Publik

1) Keharusan mendapat ijin pemerintah dalam masalah PHK

2) Adanya campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standar upah (upah minimum)

3) Adanya sanksi pidana, denda dan sanksi administratif bagi pelanggara ketentuan peraturan perburuhan/ketenagakerjaan.

Dengan dikeluarkannya UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan telah memberikan perubahan dalam khasanah Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia yakni:

1) Menggantikan istilah buruh menjadi pekerja, majikan menjadi pengusaha dengan alasan istilah yang lama tersebut tidak mencerminkan kepribadian bangsa.

2) Mengantikan istilah perjanjian perburuhan menjadi kesepakatan kerja bersama (KKB).

3) Memberikan ruang telaah untuk menggantikan istilah Hukum Perburuhan menjadi Hukum Ketenagakerjaan.

Tetapi dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan justru istilah buruh kembali dimunculkan kembali yaitu dengan menyebutkan pekerja atau buruh.

C. TENAGA KERJA, ANGKATAN KERJA DAN PEKERJA

1. Tenaga Kerja (Manpower)

Tenaga kerja menurut Pasal 1 point 2 UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan ialah Setiap orang laki-laki maupun wanita yang sedang dalam dan atau akan melakukan pekerjaan, baik di luar maupun di dalam hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dari pengertian ini jelaslah bahwa yang dimaksud dengan tenaga kerja tidak hanya orang yang sedang melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja atau di luar hubungan kerja, tetapi juga orang yang akan melakukan pekerjaan(pencari kerja). Pengertian hubungan kerja disini ialah hubungan antara pekerja dengan pengusaha, dimana pekerja bekerja untuk pengusaha dengan mendapatkan upah.

Sedangkan menurut UU No. 23 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjan bahwa ketenagakerjaan ialah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja (Pasal 1 angka 1).

Disamping pengertian tersebut di atas menurut Payaman J. Simanjutak (1982:2) bahwa tenaga kerja ialah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari kerja dan yang melakukan pekerjaan lain seperti sekolah dan mengurus rumah tangga. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa tenaga kerja terdiri dari:

a. Angkatan kerja (labour force)Terdiri dari yang bekerja dan yang masih mencari pekerjaan. Yang bekerja terdiri dari bekerja penuh dan setengah menganggur. Setengah menganggur memiliki ciri yang didasarkan pada:

1) Berdasarkan pendapatan

Pendapatan yang diterima di bawah UMR

2) Produktivitas

Kemampuan produktifitasnya di bawah standar yang telah ditetapkan

3) Pendidikan dan pekerjaan

Jenis pendidikan tidak sesuai dengan pekerjaan yang ditekuni.

4) Lain-lain

Misalnya yang berkaitan dengan belum diperhatikannya aspek kesehatan kerja.

b. Bukan angkatan kerja (not in the labour force)1) Mereka yang dalam study

2) Golongan yang mengurus rumah tangga

3) Golongan penerima pendapatan tetapi tidak melakukan aktivitas ekonomi tetapi memperoleh pendapatan misalnya pensiunan, penerima bunga deposito dan sejenisnya.

2. Pekerja

Pekerja ialah tenaga kerja yang bekerja di luar maupun di dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah ( Pasal 3 point 1 UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan). Berdasarkan UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek pengertian pekerja diperluas:

1. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah maupun tidak

2. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong ialah perusahaan

3. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.

Ada beberapa istilah lain yang terkait dengan keadaan dimana orang melakukan suatu aktifitas yang disebut dengan bekerja, yaitu:

1. Karyawan ialah orang yang berkarya atau bekerja.

2. Pegawai merupakan istilah khusus bagi setiap orang yang bekerja pada pemerintah yakni PNS.

3. Buruh adalah setiap orang yang bekerja pada majikan di perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan dengan mendapatkan upah. (UU No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan). Di dunia barat dikenal istilah blue collar dan white collar. Sekarang diganti dengan istilah yang lebih halus pemaknaannya yaitu Pekerja.

Beberapa pengertian dalam UU No. 23 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan :

Tenaga kerja ialah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Pekerja/buruh adalah setiap oraang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pemberi kerja ialah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pengusaha ialah:

a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan perusahaan milik sendiri;

b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara benrdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Perusahaan ialah:

a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;

b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar uppah atau imbalan dalam bentuk lain.

Upah ialah hak pekerja /buruh yang diterimakan dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Perjanjian kerja ialah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Hubungan kerja ialah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.

D. SUMBER HUKUM KETENAGAKERJAAN

Pengertian sumber hukum:

a. Sebagai asas hukum

b. Menunjukkan hukum terdahulu yang menjadi dasar hukum sekarang

c. Sebagai sumber berlakunya peraturan hukum

d. Sumber kita dapat mengenal hukum

e. Sumber terjadinya hukum

Sumber hukum Ketenagakerjaan ialah:

1. Sumber Hukum ketenagakerjaan dalam artian materiil (tempat dari mana materi hukum itu diambil)

Yang dimaksud dengan sumber hukum materiil atai lazim disebut sumber isi hukum (karena sumber yang menentukan isi hukum) ialah kesadaran hukum masyarakat yakni kesadaran hukum yang ada dalam masyarakat mengenai sesuatu yang seyogyanya atau seharusnya. Profesor Soedikno Mertokusumo menyatakan bahwa sumber hukum materiil merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum.(Sudikno Mertokusumo, 1988 :63)

Ialah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum

2. Sumber Hukum Perburuhan dalam artian formil (tempat atau sumber dari mana suatu peraturan itu memperoleh kekuatan hukum). Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber dimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. (Sudikno Mertokusumo, 1988 :63)

Meliputi:

a. Perundang-undangan

Undang-undang merupakan peraturan yang dibuat oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR.

Berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 45 maka beberapa peraturan yang lama yang masih berlaku karena dalam kenyataannya belum banyak peraturan yang dibuat setelah kemerdekaan, yaitu:

1) Wet

2) Algemeen Maatregal van Bestuur

3) Ordonantie-ordonantie

4) Regeeringsverordening

5) Regeeringsbesluit

6) Hoofd van afdeling van arbeid.(Imam Soepomo, 1972:21-22)

Setelah Indonesia merdeka ada hal yang perlu dicatat bahwa politik hukum kodifikasi sudah ditinggalkan diganti dengan politik hukum yang mengacu pada unifikasi hukum.(Abdul Rahman Budiyono, 1995:14)

b. Peraturan lainnya

1) Peraturan Pemerintah

Aturan yang dibuat untuk melaksanakan UU

2) Keputusan Presiden

Keputusan yang bersifat khusus (einmalig) untuk melaksanakan peraturan yang ada di atasnya.

3) Peraturan atau keputusan instansi lainnya

c. Kebiasaan

Paham yang mengatakan bahwa satu-satunya sumber hukum hanyalah undang-undang sudah banyak ditinggalkan sebab dalam kenyataannya tidak mungkin mengatur kehidupan bermasyarakat yang begitu komplek dalam suatu undang-undang. Disamping itu undang-undang yang bersifat statis itu mengikuti perubahan kehidupan masyarakat yang begitu cepat.

Kebiasaan merupakan kebiasaan manusia yang dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama dan diterima oleh masyarakat, sehingga bilamana ada tindakan yang dirasakan berlawanan dengan kebiasaan tersebut dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum.

Masih banyak dan berkembangnya hukum kebiasaan dalam bidang ketenagakerjaan disebabkan antara lain:

1) Perkembangan masalah-masalah perburuhan jauh lebih cepat dari perindang-undangan yang ada

2) Banyak peraturan yang dibuat jaman HB yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan ketenagakerjaan sedudah Indonesia merdeka. (Abdul Rahman Budiyono, 1995:15)

d. Putusan

Putusan disini ialah putusan yang dikeluarkan oleh sebuah panitia yang menangani sengketa-sengketa perburuhan, yaitu:

1) Putusan P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat), tidak berlaku.2) Putusan P4D (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah), tidak berlaku.3) Putusan Pengadilan PHI

Panitia penyelesaian perburuhan sebagai suatu compulsory arbitration (arbitrase wajib) mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan hukum ketenagakerjaan karena peraturan yang ada kurang lengkap atau tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang.

Panitia ini tidak jarang melakukan interpretation (penafsiran) hukum, atau bahkan melakukan rechtvinding (menemukan) hukum.

e. Perjanjian

Perjanjian merupakan peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lainnya untuk melaksanakan sesuatu hal, akibatnya pihak-pihak yang bersangkutan terikat oleh isi perjanjian yang mereka adakan.

Kaitannya dengan masalah perburuhan, perjanjian yang merupakan sumber hukum perburuhan ialah perjanjian perburuhan dan perjanjian kerja. Prof. Imam Soepomo menegaskan, karena kadang-kadang perjanjian perburuhan mempunyai kekuatan hukum seperti undang-undang.(Imam Soepomo, 1972:24)

f. Traktat

Ialah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih. Lazimnya perjanjian internasional memuat peraturan-peraturan hukum yang mengikat secara umum. Sesuai dengan asas pacta sunt servanda maka masing-masing negara sebagai rechtpersoon (publik) terikat oleh perjanjian yang dibuatnya.

Hingga saat ini Indonesia belum pernah mengadakan perjanjian dengan negara lain yang berkaitan dengan perburuhan.(Soetikno, 1977: 24) Meskipun demikian dalam hukum internasional ada suatu pranata seperti traktat yaitu convention. Pada hakikatnya convention ini merupakan rencana perjanjian internasional di bidang perburuhan yang ditetapkan oleh Konperensi Internasional ILO (International Labour Organisation).( Soetikno, 1977: 10)

Meskipun Indonesia sebagai anggota ILO tetapi tidak secara otomatis convention tersebut mengikat. Supaya convention mengikat maka harus diratifikasi terlebih dahulu. Beberapa convention yang telah diratifikasi oleh Indonesia:

a. Convention No. 98 tentang berlakunya dasar-dasar hak untuk berorganisasi dan untuk berunding yakni dalam UU No. 18 Tahun 1956

b. Convention No. 100 tentang pengupahan yang sama bagi buruh laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya, yakni dalam UU No. 80 Tahun 1957

c. Convention No. 120 tentang higyene dalam perniagaan dan kantor-kantor yakni dalam UU No. 3 Tahun 1969

Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 1997 maka ada beberapa peraturan yang dinyatakan tidak berlaku:

1. Ordonansi Tentang Pengesahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar Negeri

2. Ordonansi Tentang Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam Hari Bagi Wanita

3. Ordonansi Tentang Kerja Anak Dan Orang Muda Di Atas Kapal

4. Ordonansi Untuk Mengatur Kegiatan-Kegiatan Mencari Calon Pekerja

5. Ordonansi Tentang Pemulangan Buruh Yang Diterima Atau Diarahkan Ke Luar Negeri

6. Ordonansi Tentang Pembatasan Kerja Anak-Anak

7. UU No. 1 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja No. 12 Tahun 1948

8. UU No. 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian Perburuhan Antara Serikat Buruh Dan Majikan

9. UU No. 3 Tahun 1985 Tentang Penempatan Tenaga Asing

10. UU No. 7 Tahun 1963 Tentang Pencegahan Pemogokan Dan Atau Penutupan Di Perusahaan, Jawatan Dan Badan Yang Vital

UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.

Dengan dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan tidak berlaku lagi.

E. KONSEP HUKUM KETENAGAKERJAAN

Dalam kepustakaan internasional kajian Hukum Perburuhan terbagi ke dalam tiga bagian:

a. Hukum Hubungan Kerja Induvidual (Induvidual Employment Law)b. Hukum Perburuhan Kolektif (Collective Labour Law)

c. Hukum Jaminan Sosial (Social Security Law)

Dalam kepustakaan hukum yang ada selama ini selalu menyebutkan dengan istilah Hukum Perburuhan.

1. Dalam bukunya, Mollenar (1983: 2) disebutkan mengenai definisi hukum perburuhan (Arbeidrecht) adalah bagian dari hukum yang berlaku, yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh, dan antara buruh dengan penguasa.

2. Mr. M. G. Levenbach menyebutkan bahwa hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan kehidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja.

3. Imam Soepomo memberikan pengertian hukum perburuhan sebagai himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

Dari pengertian di atas maka tampak jelas bahwa hukum perburuhan setidak-tidaknya mengandung unsur:

1. Himpunan peraturan (baik tertulis dan tidak tertulis)

2. Berkenaan dengan suatu kejadian atau peristiwa

3. Seseorang bekerja pada orang lain

4. Upah

Dari unsur-unsur di atas, jelaslah bahwa substansi hukum perburuhan hanya menyangkut peraturan yang mengatur hubungan hukum seseorang yang disebut buruh bekerja pada orang lain yang disebut majikan (bersifat keperdataan), jadi tidak mengatur hubungan hukum di luar hubungan kerja.

Batasan pengertian buruh tersebut telah mengilhami para penulis saat itu dalam memberikan batasan hukum perburuhan. Saat ini kondisinya telah berubah dengan intervensi pemerintah yang sangat besar dalam bidang perburuhan, sehingga kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah sudah demikian luas tidak hanya aspek hukum yang berhubungan dengan hubungan kerja saja, tetapi sebelum dan sesudah hubungan kerja. Konsep ini secara jelas diakomodasikan dalam UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam UU Ketenagakerjaan ini tidak lagi menggunakan istilah buruh dan majikan, tetapi telah diganti dengan istilah pekerja dan pengusaha. Dalam pasal 1 UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa ketenagakerjaan adalah segala hal ikhwal hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah melakukan pekerjaan. Berdasarkan pengertian ketenagakerjaan tersebut dapat dirumuskan pengertian Hukum Ketenagakerjaan adalah segala peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum, selama dan sesudah hubungan kerja. Jadi pengertian hukum ketenagakerjaan lebih luas dari hukum perburuhan yang selama ini kita kenal yang ruang lingkupnya hanya berkenaan dengan hubungan hukum antara buruh dengan majikan dalam hubungan kerja saja. (Lalu Husni, S.H., M.Hum, 2000:16)

Di dalam UU No. 23 Tahun 2003 tentang Ketenagakejaan juga mempergunakan istilah ketenagakerjaan dimana ketenagakerjaan ialah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja dimana pengertian ini juga lebih luas dari hukum perburuhan.

Bbrl-labour-law-final.pdf, halaman 2

Samun Ismaya, SH., MHum