Penda Hulu An

16
PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas pertanian yang peranannya sangat penting bagi perekonomian, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja, sumber pendapatan petani dan devisa Negara. Namun sejak beberapa tahun terakhir, produktivitas perkebunan kakao di beberapa daerah mulai menurun dan peranannya mulai memudar karena adanya serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK), Conopomorpha cramerella Snell (Lepidoptera; Gracillariidae). Belum tuntas masalah PBK, muncul lagi penyakit pembuluh kayu atau Vascular Streak Dieback (VSD) yang disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae Talbot & Keane, disamping adanya penyakit endemik kanker batang dan busuk buah kakao yang disebabkan oleh Phytopthora palmivora. Hal tersebut merupakan ancaman yang sangat serius bagi keberlanjutan perkebunan kakao. Penyakit busuk buah merupakan penyakit utama pada tanaman kakao di seluruh dunia, dan di Indonesia merupakan penyakit paling penting karena penyakit ini terdapat hampir di seluruh areal pertanaman kakao. P. palmivora merupakan pathogen (penyebab penyakit) pada banyak jenis tumbuhan di daerah beriklim tropis dan sedang. Pada tanaman kakao, patogen ini menyerang daun, batang, pucuk, bantalan bunga, dan buah pada berbagai tingkatan umur (Chee 1974 dalam Sukamto & Pujiastuti 2004). Meskipun demikian buah-buah yang belum matang adalah paling peka terhadap serangan pathogen (Deberdt et al. 2008). Kerusakan paling besar dari infeksi selama 2 bulan sebelum buah matang. Buah-buah yang

Transcript of Penda Hulu An

Page 1: Penda Hulu An

PENDAHULUAN

Kakao merupakan salah satu komoditas pertanian yang peranannya sangat penting bagi

perekonomian, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja, sumber pendapatan petani dan

devisa Negara. Namun sejak beberapa tahun terakhir, produktivitas perkebunan kakao di

beberapa daerah mulai menurun dan peranannya mulai memudar karena adanya serangan hama

Penggerek Buah Kakao (PBK), Conopomorpha cramerella Snell (Lepidoptera; Gracillariidae).

Belum tuntas masalah PBK, muncul lagi penyakit pembuluh kayu atau Vascular Streak Dieback

(VSD) yang disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae Talbot & Keane, disamping

adanya penyakit endemik kanker batang dan busuk buah kakao yang disebabkan oleh

Phytopthora palmivora. Hal tersebut merupakan ancaman yang sangat serius bagi keberlanjutan

perkebunan kakao.

Penyakit busuk buah merupakan penyakit utama pada tanaman kakao di seluruh dunia, dan

di Indonesia merupakan penyakit paling penting karena penyakit ini terdapat hampir di seluruh

areal pertanaman kakao. P. palmivora merupakan pathogen (penyebab penyakit) pada banyak

jenis tumbuhan di daerah beriklim tropis dan sedang. Pada tanaman kakao, patogen ini

menyerang daun, batang, pucuk, bantalan bunga, dan buah pada berbagai tingkatan umur (Chee

1974 dalam Sukamto & Pujiastuti 2004). Meskipun demikian buah-buah yang belum matang

adalah paling peka terhadap serangan pathogen (Deberdt et al. 2008). Kerusakan paling besar

dari infeksi selama 2 bulan sebelum buah matang. Buah-buah yang terinfeksi pada fase ini dapat

menyebabkan kerugian total karena pathogen dapat dengan mudah masuk dari kulit buah ke

lapisan bakal biji pada buah hijau yang sedang berkembang (http://

www.oardc.ohw-state-edu/cocoa/black pod.htm).

Berbagai komponen teknologi untuk pengendalian penyakit busuk buah kakao telah

tersedia, seperti pengaturan kerapatan tanaman kakao (Jackson & Wright 2001); sanitasi kebun

dan tanaman seperti pengendalian gulma, pemangkasan (Opoku et al. 2007), panen sering

(Jackson & Wright 2001); pemanfaatan mikroorganisme antagonis (Deberdt et al. 2008); dan

penggunaan fungisida (Sukamto & Pujiastuti 2004; Opoku et al. 2007; Deberdt et al. 2008).

Page 2: Penda Hulu An

Usaha penanggulangan penyakit tidak hanya memperhatikan patogennya saja, tetapi juga

lingkungan dan tanaman inangnya. Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

penyakit tersebut. Salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah keadaan lingkungan,

misalnya curah hujan,kelembaban, dan suhu. Keadaan lingkungan tersebut dapat dimanipulasi

melalui praktek-praktek budidaya (kultur teknik) untuk menghambat laju perkembangan

penyakit. Untuk menekan keadaan awal penyakit dapat dilakukan dengan cara penggunaan klon

yang tahan penyakit, sanitasi, eradikasi, dan penggunaan fungsida.

Penanggulangan suatu penyakit juga dapat dilakukan dengan memadukan beberapa

komponen teknologi yang sesuai. Hali ini untuk mengurangi kegagalan dan tetap menjaga

kelestarian lingkungan. Berdasarkan diagnosis yang tetap, pengetahuan epidemiologi dan

kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit dapat disusun menjadi suatu strategi penanggulangan

yang efektif dan efisien.

Page 3: Penda Hulu An

PENYEBAB PENYAKIT

Penyakit busuk buah kakao merupakan penyakit paling penting pada pertanaman kakao

di seluruh dunia (Semangun 2000; Jackson & Wright 2001; Bowers et al. 2001; Opoku et al.

2007; dan Deberdt et al. 2008). Penyakit ini disebabkan olen cendawan pathogen Phytophthora

spp.. Studi taksonomi menunjukkan bahwa Phytophthora yang menyerang tanaman kakao terdiri

dari beberapa spesies antara lain: P. palmivora , P. megakarya, P. capsici, P. citrophthora, dan

P. tropicilis (Browers et al. 2001). Phytophthora palmivora (Bultl.) merupakan salah satu

pathogen paling penting di daerah tropis, menyerang berbagai jenis tanaman seperti kakao,

kelapa, karet, papaya, pinang, lada, nenas, kelapa sawit, sukun dan lain-lain (Bowers et al. 2001;

dan Jackson & Wright 2001). Di Indonesia, penyakit busuk buah kakao disebabkan oleh P.

palmivora.

Page 4: Penda Hulu An

KERUSAKAN

Di Indonesia, penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh P. palmivora

menyebabkan kerugian yang cukup berarti terutama di daerah yang beriklim basah. Di Jawa

Tengah kerugian dapat mencapai 49,8 %; Jawa Timur 46,43 %; Jawa Barat 42,30 %

(Pawirosoemardjo & Purwantoro 1992), dan menurut Sukamto (2003) kerugian dapat mencapai

52,99 % di Jawa Timur. Di Sulawesi, P. palmivora dapat menyebabkan kerugian sebesar 15 %

(CABI- Biocontrol News and Information 24(3) September News-IPM). Meskipun pathogen ini

menyerang seluruh bagian tanaman, tetapi kerusakan paling besar adalah karena busuk buah,

kanker batang, dan layu pada bibit. Kehilangan hasil karena busuk buah, kanker batang, dan layu

pada bibit dapat mencapai 39 % (Anderson & Guest 1990).

Page 5: Penda Hulu An

GEJALA PENYAKIT

Gejala penyakit yang paling menyolok adalah busuk pada buah atau buah hitam. Bercak

pada buah mulai kecil seperti spot-spot yang kotor dan tebal pada bagian buah di mana saja pada

setiap fase perkembangan buah. Bercak berkembang dengan cepat menutupi jaringan internal

dan seluruh permukaan buah, termasuk biji. (Guest 2007). Buah yang terinfeksi akan menjadi

busuk total dalam waktu 2 minggu (Jackson & Wright 2001). Pathogen menyerang jaringan

internal buah dan menyebabkan biji kakao berkerut dan berubah warna, buah-buah yang sakit

akhirnya menjadi hitam dan mumi (Bowers et al. 2001; Guest 2007). Menurut Sukamto dan

Pujiastuti (2004) pathogen dapat masuk ke dalam buah dan menyebabkan biji menjadi busuk dan

menurunkan kualitasnya (Gambar 1).

Page 6: Penda Hulu An

BIOEKOLOGI PATOGEN

Phytophthora termasuk family Pythiaceae, ordo Peronosporales, kelas Oomycetes. P.

palmivora merupakan cendawan heterotalik, tidak menghasilkan stadium seksual dalam medium

buatan. Miselium tidak bersepta dan mengandung banyak inti diploid. Hifa tidak berwarna,

mempunyai cabang yang banyak, agak keras, sinosis, kadang-kadang bersepta, berdiameter

antara 5 – 8 μ. Pada jaringan tanaman, pertumbuhan hifa biasanya interseluler dan membentuk

haustorium di dalam sel inang (Alexopoulus dan Mims, 1979). P. palmivora dilaporkan dapat

membentuk sporangium pada buah kakao dengan kisaran kelembaban nisbi udara 70-90 %,

namun tidak pernah 100 %. Meskipun kondisi lingkungan tidak menguntungkan, misalnya

kelembaban udara rendah, radiasi sinar matahari dan temperature ekstrim, sporangium masih

dapat terbentuk, memencar dan menginfeksi (Duniway 1983).

Faktor yang berperan untuk terjadinya infeksi adalah kebasahan permukaan buah kakao

dan kelembaban nisbi udara (RH) yang tinggi sekitar 95 %. Hal ini didukung dari penelitian

sebelumnya bahwa pelepasan, perkecambahan, dan infeksi zoospore terjadi apabila tersedia air

bebas. Air bebas dapat terjadi karena ada hujan atau kondensasi uap air jenuh akibat penurunan

suhu yang berlangsung secara mendadak (Purwantara 1990).

Page 7: Penda Hulu An

PENYEBARAN PENYAKIT

Inokulum yang memulai infeksi pada buah berasal dari tanah atau akar, batang dan daun

yang terinfeksi (Evans & Prior 1987 dalam Bowers et al. 2001). Infeksi akar berasal dari residu

inokulum tanah biasanya tidak menyebabkan kerugian ekonomi, meskipun demikian akar-akar

yang terinfeksi dapat berperan sebagai sumber inokulum untuk infeksi buah, hal yang sama

terjadi pada kanker batang dan kulit batang juga berperan sebagai sumber inokulum untuk

infeksi buah. Sekali buah terinfeksi dan terjadi sporulasi, dapat menghasilkan sejumlah besar

sumber inokulum untuk infeksi buah-buah yang lain (Bowers et al. 2001). Pada kondisi yang

lembab, satu buah dapat menghasilkan 4 juta sporangia (mengandung zoospore motil) (Gregory

& Maddison 1981 dalam Guest 2007). Sporangia dapat tersebar oleh percikan air hujan, angin,

semut, serangga-serangga yang terbang, tikus, kelelawar, alat-alat pertanian dan tanah yang

terkontaminasi, dan lain-lain (Jackson & Wright 2001; Guest 2007) (Gambar 2)

P. palmivora dapat menginfeksi buah pada berbagai fase perkembangan buah. Meskipun

demikian buah-buah yang belum matang adalah paling peka terhaap infeksi pathogen (Deberdt et

al. 2008), dan kerusakan paling besar jika infeksi terjadi pada buah (2 bulan sebelum matang).

Buah-buah yang terinfeksi pada fase ini dapat menyebabkan kerugian total karena pathogen

dapat dengan mudah masuk dari kulit buah ke lapisan bakal biji pada buah yang hijau yang

sedang berkembang (http:// www.oardc.ohw-state-edu/cocoa/black pod.htm). Butler (1980)

dalam Fulton (1989) melaporkan bahwa buah yang sudah berkembang penuh (hijau dan

kelihatan seperti bola kecil) menunjukkan karakteristik termodinamika yang menarik.

Page 8: Penda Hulu An

Temperatur buah meningkat pada siang hari dan dingin pada malam hari. Temperature yang

meningkat pada waktu tersebut menjadi penyebab langsung kondensasi air di atas permukaan

buah yang menjadi mikroinkubator yang ideal bagi spora Phytophthora karena spora pathogen

tersebut bersifat hidropilik.

Sumber-sumber infeksi untuk awal terjadinya epidemik adalah: sporangia yang tercuci

atau terpercik air hujan atau tertiup angin dari buah yang terinfeksi akan menjadi sumber utama

untuk infeksi berikutnya pada buah yang sehat; pathogen yang bertahan hidup di dalam tanah

atau lapisan daun, dan dari sana berpindah dan menginfeksi buah yang paling bawah atau tanah

yang mengandung pathogen dapat dipindahkan oleh semut ke permukaan buah; sporangia tercuci

air hujan dari tunas-tunas dan daun yang terinfeksi dapat berpindah masuk pada buah di dalam

kanopi tanaman; pathogen juga dapat berasal dari kankerbatang masuk ke dalam bantalan bunga

sampai ke buah; spora juga dapat terbawa ke pertanaman baru melalui alat pangkas; atau terbawa

oleh tikus dengan cara tikus mengunyah buah yang terinfeksi dan kemudian mengunyah buah

yang sehat (Jackson & Wright 2001).

Page 9: Penda Hulu An

PENGENDALIAN

Penyakit busuk buah sangat sulit dikendalikan karena pathogen umumnya dapat bertahan

hidup sebagai miselium dan klamidospora (spora resisten yang berdinding tebal) pada material

tanaman yang terinfeksi seperti akar, kanker batang, buah-buah mumi, atau di dalam tanah

(Gregory & Maddison 1981 dalam Guest 2007). Pathogen dapat bertahan hidup di dalam tanah

dan sisa-sisa tanaman selama beberapa tahun (Bowers et al. 2001), atau di dalam tanah selama

paling sedikit 10 bulan (Guest 2007); pada buah-buah mumi yang tua yang menggantung di

pohon selama 18 bulan (Jackson & Wright 2001), atau paling sedikit 3 tahun (Dennis & Konam

1994 dalam Guest 2007).

a. Tanaman resisten (tahan)

Bahan tanaman tahan/toleran merupakan komponen pengendalian jasad pengganggu

tanaman yang telah terbukti efektif mengendalikan beberapa kasus serangan hama dan penyakit

tanaman (Panda & Kush 1995). Penggunaan bahan tanaman yang tahan/toleran untuk mengatasi

penyakit busuk buah merupakan salah satu alternatif pengendalian penyakit tanaman yang paling

murah dan ramah lingkungan. Penanaman varietas atau klon kakao yang tahan di daerah basah

dapat mengurangi masalah serangan penyakit. Untuk penanaman kakao baru dianjurkan

menggunakan klon-klon tahan seperti: klon DRC 16, Sca 6, Sca 12, ISC 6, ICCRI 03, ICCRI 04

dan hibridanya (PUSLITKOKA).

b. Pemangkasan dan Pengaturan Penaung

Naungan dan kerapatan tanaman kakao dapat mempengaruhi insiden penyakit busuk

buah karena pengaruh kelembaban di dalam kebun. Kerapatan tanaman kakao yang

direkomendasikan di Papua New Guinea adalah maksimum 625 pohon per hektar (Jackson &

Wright 2001), populasi tanman kakao yang direkomendasikan di Indonesia adalah 1000 pohon

per hektar (PUSLITKOKA). Opoku et al. (2007) menyarankan naungan dikurangi hingga rata-

rata 10 tanaman yang tinggi per hektar.

Pemangkasan untuk membentukdan membuka kanopi dengan memotong cabang yang

dekat dengan jorget dan membuang chupon untuk memperbaiki sirkulasi udara di antara tanaman

akan mengurangi insiden penyakit. Pemangkasan sebaiknya dilakukan pada puncak musim

hujan, tetapi tidak pada waktu pembungaan atau perkembangan buah (Jackson & Wright 2001).

Page 10: Penda Hulu An

c. Sanitasi

Buah yang terinfeksi jika tidak dibuka atau dimusnahkan akan menjadi sumberinfeksi

untuk buah-buah yang lain. Disarankan sanitasi buah yang sakit paling sedikit 4 minggu sekali,

idealnya setiap minggu. Selanjunya panen buah sehat setiap 2 minggu akan membantu mencegah

perkembangan spora di kebun (Jackson & Wright 2001). Menurut Dakwa et al. (1988) dalam

Opoku et al. (2007) menunjukkan bahwa membuka buah-buah yang sakit pada interval 10 hari

adalah efektif, meskipun kemungkinan tidak menguntungkan. Buah-buah sakit yang telah

dipanen/dibuka kemudian dibenam/dikubur di dalam tanah (lubang sanitasi) (Gambar 3).

d. Pemanfaatan Agens Hayati

Penggunaan mikroorganisme antagonis dianggap sebagai suatu strategi pengendalian yang dapat

memberikan hasil yang lebih baik dan aman terhadap lingkungan, tetapi masih memerlukan

penelitian, terutama untuk aplikasi luas di lapangan sering tidak memuaskan. Hasil penelitian

Deberdt et al. (2008) menunjukkan bahwa pengendalian biologi penyakit busuk buah dengan

Trichoderma asperellum (Strain PR 11) tidak seefektif dengan aplikasi fungisida Ridomil plus

gold 66 WP pada tekanan penyakit yang tinggi. Hal yang sama yang dilaporkan oleh Sri-

Sukamto (2003) pengendalian agens hayati jamur Trichoderma spp.pada buah kakao di kebun

meskipun hasilnya tidak sebaik fungisida tembaga tetapi untuk menghindari pencemaran

lingkungan dan pengembangan produk organic sangat perlu diterapkan

Cara aplikasi agens hayati Trichoderma spp adalah jamur disemprotkan ke buah kakao sehat

sebagai tindakan preventif dengan dosis 200 g/l. Pengendalian biologi yang dikombinasi dengan

kultur teknis memberikan hasil pengendalian yang lebih baik dibandingkan dengan jika aplikasi

tunggal agens biologi atau kultur teknis sendiri (Kraus & Soberanis 2001 dalam Deberdt et al.

Page 11: Penda Hulu An

2008). Selanjutnya disarankan untuk kombinasi metode pengendalian biologi, kimia, genetic,

praktek budidaya dalam program terpadu untuk pengelolaan penyakit busuk buah berkelanjutan

(Deberdt et al. 2001). Fulton (1989) menyarankan untuk pengelolaan penyakit busuk buah kakao

adalah melengkapi program aplikasi fungisida dengan paket program praktek budidaya (kultur

teknis) seperti pemangkasan, pengendalian gulma, drainase, membuka buah yang terinfeksi

sesering mungkin, dan sanitasi pohon secara kontinyu.

e. Penggunaan Fungisida

Sasaran aplikasi fungisida pada awal musim hujan adalah areal perakaran tanaman dan

bantalan bunga atau disarankan aplikasi eradikan isothiazolone (tidak pitotoksik) pada areal

bantalan bunga pada akhir musim kemarau setelah pembersihan gulma dan buah mumi; dan pada

musim selanjutnya target aplikasi paling penting adalah pada buah yang sudah berkembang

penuh (hijau seperti bola kecil) (Butler 1980 dalam Fulton 1989). Penyemprotan buah-buah sehat

secara preventif dengan fungisida berbahan aktif tembaga (Copper Sandoz, Cupravit, Vitigram

Blue, Cobox, dan lain-lain) dengan konsentrasi formulasi 0,3 %, selang waktu 2 minggu.

f. Pengendalian Terpadu

Penanganan serangan penyakit dapat dilakukan dengan memadukan beberapa teknik

pengendalian yang sesuai. Tujuannya untuk mengurangi kegagalan dan kelestarian lingkungan.

Pengendalian biologi yang dikombinasi dengan kultur teknis memberikan hasil pengendalian

yang lebih baik dibandingkan dengan jika aplikasi tunggal agens biologi atau kultur teknis

sendiri (Kraus & Soberanis 2001 dalam Deberdt et al. 2008). Selanjutnya disarankan untuk

kombinasi metode pengendalian biologi, kimia, genetic, praktek budidaya dalam program

terpadu untuk pengelolaan penyakit busuk buah berkelanjutan (Deberdt et al. 2001). Fulton

(1989) menyarankan untuk pengelolaan penyakit busuk buah kakao adalah melengkapi program

aplikasi fungisida dengan paket program praktek budidaya (kultur teknis) seperti pemangkasan,

pengendalian gulma, drainase, membuka buah yang terinfeksi sesering mungkin, dan sanitasi

pohon secara kontinyu.

Panen sering telah banyak dipraktekkan dan ternyata efektif mengurangi serangan PBK

dan penyakit busuk buah. Penggunaan paket teknologi pemangkasan + panen sering +

penggunaan insektisida pada tanaman kakao membrikan hasil yang positif terhadap peningkatan

pembentukan buah dan penekanan serangan PBK dan penyakit busuk buah, terlihat dengan

Page 12: Penda Hulu An

meningkatnya proporsi tanaman yang bebas serangan hama PBK sebesar 40 % dan penurunan

serangan penyakit busuk buah sebesar 59 % (Beding et al. 2002).

Page 13: Penda Hulu An

PENUTUP

Phytophthora palmivora merupakan pathogen pada banyak jenis tumbuhan di daerah

beriklim tropis dan sedang. Pada tanaman kakao, patogen ini menyerang daun, batang, pucuk,

bantalan bunga, dan buah pada berbagai tingkatan umur. Meskipun demikian buah-buah yang

belum matang adalah paling peka terhadap serangan pathogen. Penyakit busuk buah sangat sulit

dikendalikan karena pathogen umumnya dapat bertahan hidup sebagai miselium dan

klamidospora (spora resisten yang berdinding tebal) pada material tanaman yang terinfeksi

seperti akar, kanker batang, buah-buah mumi, atau di dalam tanah dalam jangka waktu yang

lama. Berbagai komponen teknologi untuk pengelolaan penyakit busuk buah kakao telah

tersedia, seperti pengaturan kerapatan tanaman kakao; sanitasi kebun dan tanaman; pemangkasan

dan pengaturan pohon penaung; panen sering; pemanfaatan mikroorganisme antagonis; dan

penggunaan fungisida. Komponen-komponen teknologi tersebut dapat dikombinasikan satu sama

lain yang kompatibel agar diperoleh hasil yang lebih efektif.