Pencemaran Organik di Perairan Pesisir Pantai Teluk...

12
19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan bersumber dari air limbah industri rumah tangga masyarakat perkotaan yang tercampur dengan air sungai dan terakumulasi di muara sungai ataupun perairan pesisir pantai dan laut. Hasil pengukuran terhadap beban cemaran organik di perairan pesisir Teluk Youtefa dapat dilihat berdasarkan nilai COD pada gambar di bawah ini. Gambar 5. nilai COD terukur pada lokasi penelitian. 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 COD COD COD COD M. S. Acai M.S. Thomas M. S. Anyaan Daerah Laut Kadar COD/mg/l Lokasi Sampling Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4

Transcript of Pencemaran Organik di Perairan Pesisir Pantai Teluk...

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut,

Teluk Youtefa.

Bahan organik yang masuk ke perairan bersumber

dari air limbah industri rumah tangga masyarakat

perkotaan yang tercampur dengan air sungai dan

terakumulasi di muara sungai ataupun perairan pesisir

pantai dan laut. Hasil pengukuran terhadap beban

cemaran organik di perairan pesisir Teluk Youtefa

dapat dilihat berdasarkan nilai COD pada gambar di

bawah ini.

Gambar 5. nilai COD terukur pada lokasi penelitian.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

COD COD COD COD

M. S. Acai M.S.Thomas

M. S.Anyaan

Daerah Laut

Kad

ar C

OD

/mg/

l

Lokasi Sampling

Titik 1

Titik 2

Titik 3

Titik 4

20

Menurut Jenie (1993), nilai COD menunjukan

senyawa-senyawa organik yang tidak dapat dipecah

seperti pelarut pembersih dan bahan yang dapat

dipecah secara biologis. Bahan organik yang berpotensi

mencemari perairan pesisir pantai dan laut bersumber

dari aktifitas masyarakat setiap hari di daratan. Melalui

aktifitas masyarakat yang beragam di daratan maka

menghasilkan berbagai jenis limbah rumah tangga yang

bersifat organik. Biasanya limbah tersebut dibuang

melalui saluran pembuangan (drainase) mengalir ke

sungai dan akan mengalir bersama aliran air menuju

muara sungai serta perairan pesisir pantai dan laut,

sehingga akumulasi beban cemaran organik di muara

sungai dan perairan pesisir pantai serta laut

terpengaruhi oleh gerakan arus atau aliran air pada

perairan tersebut. Berdasarkan data penelitian terlihat

bahwa S. Acai memiliki kadar COD tertinggi terdapat

pada titik sampling ke empat (4) yaitu 304 mg/l. Titik

sampling tersebut terletak di sebelah kanan dari muara

sungai ini. Beban pencemaran di sungai ini mengalir

bersama aliran air sungai dan terakumulasi di sebelah

kanan sungai karena perairannya sedikit tenang atau

perputaran arus kurang kencang sehingga bahan

organik menjadi terakumulasi di lokasi ini.

Akumulasi bahan organik di muara S. Thomas,

nilai COD di badan sungai titik sampling 1 adalah 30

21

mg/l, ke arah muara sungai titik sampling 2 adalah 50

mg/l, sebelah kiri sungai titik sampling 3 adalah : 92

mg/l, kemudian sebelah kanan sungai titik sampling 4

menunjukan nilai yang lebih tinggi yaitu : 212 mg/l.

Beban cemaran organik di S. Thomas terakumulasi di

sebelah kanan sungai, hal ini juga dipengaruhi oleh

arus dan gelombang pantai, sebab arus sungai akan

mengalirkan bahan-bahan organik ke suatu tempat

akhir yang kemudian akan terakumulasi.

Pada badan air S. Anyaan titik sampling 1 kadar

COD adalah 159 mg/l. Pada lokasi ini terdapat

sebagian perumahan masyarakat berada langsung di

atas sungai (rumah berlabu) sehingga limbah dari sisa

aktifitas rumah tangga langsung dibuang saja ke

sungai. Selain itu, terdapat hewan peliharaan seperti

babi (kandang babi), hal-hal ini juga turut

mempengaruhi tingginya nilai COD di perairan.

Kemudian pada muara sungai titik sampling 2 COD

adalah 77 mg/l, menurun karena adanya campuran air

laut dan air sungai yang dipengaruhi oleh arus.

Kemudian nilai COD di lokasi sungai sebelah kiri titik

sampling 4 dengan nilai COD 160 mg/l.

Kadar COD di bagian arah laut muara S. Acai titik

sampling 1 adalah 829 mg/l. Selanjutnya tepat pada

lokasi pertemuan arus antara Teluk Youtefa dengan

perairan laut pasifik titik sampling 2 adalah 1804 mg/l

22

dan pertemuan arus antara S. Anyaan dan S. Thomas

titik sampling 3 adalah 1806 mg/l. Nilai COD seperti ini

menunjukan bahwa potensi pencemaran organik di

Perairan Pesisir Teluk Youtefa dipengaruhi oleh

bermuaranya S. Acai, S. Thomas dan S. Anyaan, yang

turut mengalirkan atau menyumbangkan limbah

organik yang berpotensi sebagai pencemar.

B. Suhu dan pH

Suhu perairan berada dalam batas normal yaitu

berkisar antara 27-30ºC. Menurut Pandiangan (2009), suhu

merupakan salah satu sifat fisika yang dapat mempengaruhi

metabolisme dan pertumbuhan biota pada suatu perairan.

Umumnya suhu perairan Indonesia berkisar antara 25-30ºC dan

akan mengalami penurunan satu atau dua derajat dengan

bertambahnya kedalaman (Tomascik 1997 dalam Beruat, 2007).

pH merupakan parameter kualitas air yang

sangat penting dalam menentukan kualitas perairan.

Kisaran pH pada perairan muara-muara sungai dan

pesisir pantai Teluk Youtefa adalah 6, 28 8, 70 nilai pH

seperti ini menunjukan bahwa parameter pH masih

berada pada ambang batas yang ditetapkan sesuai

dengan PP.No. 82. Thn. 2001., maupun untuk biota

laut KepMen. LH. No. 51. Thn. 2004.

23

C. Zat Padat Terlarut

Nilai zat padat terlarut pada muara-muara sungai

maupun daerah laut berkisar antara 2.34 mg/l-34400

mg/l. Terdapat pengaruh yang ditimbulkan oleh

aktifitas pembuangan limbah masyarakat kota seperti

sisa makanan, buah-buahan dan sayuran, bangkai

hewan, dan air limbah rumah tangga serta berbagai

jenis sampah lainnya yang dibuang ke selokan dan

mengalir ke sungai-sungai. Sampah-sampah tersebut

turut memicu tingginya kadar zat padat terlarut di

perairan. Menurut Marasabessy (2001), bahwa partikel

tersuspensi yang terlarut bersama air dari sungai akan

terbawa oleh arus sungai ke arah muara perairan

pesisir dan laut. Tingginya kadar zat padat terlarut

dapat menghambat laju fotosintesis di perairan karena

penetrasi cahaya matahari yang masuk keperairan

akan tidak efektif (Tarigan, 2003).

D. Biological Oxygen Demand (BOD), dan

Dissolved Oxygen (DO)

Nilai BOD di perairan pesisir dan laut di Teluk Youtefa

disajikan dalam grafik berikut ini.

24

Gambar 6. nilai BOD terukur pada lokasi penelitian.

Menurut Irianto (2002), BOD adalah parameter

umum yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air

dari suatu sumber pencemaran. Sesuai dengan PP.No. 82.

Thn. 2001, dan KepMen. LH. No. 51. Thn. 2004, nilai

BOD pada beberapa titik sampling telah melebihi nilai

baku mutu yang ditetapkan yaitu pada muara S. Acai

nilai BOD tertinggi adalah 41 mg/l. Nilai BOD tertinggi

pada muara S. Thomas adalah 53 mg/l dan untuk S.

Anyaan terukur nilai BOD tertinggi adalah 42 mg/l

sedangkan untuk daerah laut BOD tertinggi adalah 278

mg/l. Nilai BOD yang tinggi mencerminkan tingginya

aktifitas mikroorganisme di dalam perairan dan juga

menunjukan terdapat bahan-bahan organik yang

tersuspensikan (Siradz, 2008).

DO adalah jumlah oksigen terlarut di dalam

badan air. DO ini bersumber dari proses fotosintesis

dan absorbsi udara. Data penelitian menunjukan

050

100150200250300350400

BOD BOD BOD BOD

M. S. Acai M.S. Thomas M. S. Anyaan Daerah Laut

Kad

ar B

OD

mg/

l

Lokasi Sampling

Titik 1

Titik 2

Titik 3

Titik 4

25

bahwa bagian sungai sebelum muara nilai DO rendah

dan unruk muara dan laut nilainya berubah menjadi

tinggi. Terlihat pada perairan S. Acai, S. Thomas dan S.

Anyaan serta perairan laut. Pada S. Acai nilai DO

sangat rendah pada titik sampling 1 sesuai nilai baku

mutu PP.No. 82. Thn. 2001. Nilai tersebut menunjukan

kadar DO yang rendah. Sama halnya dengan perairan

muara S. Thomas nilai DO sangat rendah pada titik

sampling sebelum muara (titik 1) dan setelah muara

dan laut nilai DO menjadi tinggi. S. Anyaan memiliki

nilai DO yang layak bagi biota laut, tetapi pada titik

sampling 4 dari lokasi ini nilai DO rendah. Menurut

Warlina (2004), DO yang rendah di perairan merupakan sebuah

masalah, karena biota air akan kekurangan oksigen dan

kemungkinan mereka tidak dapat bertahan hidup. Hal ini

merupakan indikator terdapat banyak bakteri dan

mikroorganisme yang berperan mengoksidasi beban

pencemaran di perairan ini (Salmin, 2005).

Gambar 7. nilai DO terukur pada lokasi penelitian.

0

5

10

15

20

25

DO DO DO DO

M. S. Acai M.S. Thomas M. S. Anyaan Daerah Laut

Kad

ar D

O m

g/l

Lokasi Sampling

Titik 1

Titik 2

Titik 3

Titik 4

26

Untuk daerah laut nilai DO sesuai dengan nilai

baku mutu air laut untuk biota laut, Keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup. Nomor : 51 Tahun

2004. Nilai DO yang bervariasi pada badan sungai

sebelum muara, muara dan daerah laut menunjukan

beban pencemaran yang masuk ke perairan ini masih

dapat dibersihkan secara alami oleh kemampuan

perairan itu sendiri.

E. Ammonia sebagai (NH₃) Ammonia merupakan salah satu parameter pencemaran

organik di perairan yang dihasilkan melalui proses pembusukan

bahan-bahan organik (etrofikasi) secara anaerobik oleh mikroba

(Linsley, 1991). Kandungan ammonia yang tinggi pada

suatu perairan akan menyebabkan warna air menjadi

keruh dan menghasilkan bau yang tidak sedap. Kadar

ammonia yang terdapat di muara S. Acai berkisar

antara 1.19 mg/l-10.1 mg/l, di muara S. Thomas kadar

ammonia berkisar antara 1.24 mg/l-2.10 mg/l dan

kadar ammonia di muara S. Anyaan berkisar antara

1.70 mg/l-2.20 mg/l, sedangkan perairan bagian laut

kadar ammonianya lebih tinggi yaitu berkisar antara

10.7 mg/l-16. 1 mg/l. Menurut Djenar (2008), kadar

ammonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1

mg/l, sehingga kadar ammonia pada muara-muara

27

sungai menunjukan bahwa bahan organik terlarut

pada perairan ini cukup tinggi.

F. Phospate sebagai (PO₄P)

unsur ini terdapat dalam perairan alami dalam

jumlah yang sangat sedikit dan berperan sebagai

senyawa mineral dan senyawa organik, bila jumlahnya

meningkat itu akan berbahaya bagi biota aquatik yang

hidup dalam perairan tersebut (Jenie, 1993). Memang

secara alami lingkungan perairan memiliki kadar

phospate 10% dan 90% sisanya bersumber dari

aktifitas manusia seperti, buangan limbah industri,

domestik, dan kegiatan lainnya (Rosariawati,_______).

Bila kadar phospate di dalam perairan tinggi akan

menyebabkan masalah eutrofikasi “ketersediaan

nutrient yang berlebihan” (Dewi, 2003).

Kadar phospate pada perairan muara S. Acai,

titik sampling 1 adalah 2, 0 mg/l menunjukan nilai

yang melebihi nilai baku mutu menurut PP. No. 82.

Thn. 2001 yaitu 0, 2 mg/l. Titik sampling 2 sampai titik

sampling 4 adalah jenis air laut memiliki kadar

phospate berkisar antara 0, 37 mg/l-2, 4 mg/l. Pada

perairan muara S. Thomas untuk titik sampling 1

memiliki kadar phosphate 1, 44 mg/l dan dinyatakan

telah melebihi nilai baku mutu menurut PP.No. 82.

Thn. 2001 yaitu 0, 2 mg/l. Titik sampling 2 sampai

28

titik sampling 4 memiliki nilai kadar phospate yang

berkisar antara 1, 17 mg/l - 1, 38 mg/l. Untuk muara

S. Anyaan memiliki kadar phospate berkisar antara 0,

65 mg/l - 2, 06 mg/l dan perairan laut berkisar antara

<0,015 mg/l - 0,10 mg/l. Secara keseluruhan kadar

phospate di muara-muara sungai perairan pesisir dan

laut menunjukan bahwa aktifitas masyarakat

perkotaan serta semakin bertambahnya jumlah

penduduk sangat mempengaruhi masuknya fosfor ke

badan air sungai serta perairan pesisir dan laut, sebab

limbah perkotaan yang dibuang setiap hari ke

lingkungan selalu meningkat setiap hari.

G. Sulfat (SO₄)

Kadar SO₄ yang terlarut pada muara S. Acai

berkisar antara 12 mg/l-650 mg/l. Muara S. Thomas

berkisar antara 46 mg/l-5200 mg/l. Muara S. Anyaan

berkisar antara 200 mg/l-4400 mg/l. Daerah laut nilai

SO₄ terlarut berkisar antara 1200 mg/l-2625 mg/l.

Data ini menunujukan terdapat aktifitas bakteri

aerobik dan fakultatif bekerja mengoksidasi bahan-

bahan organik menjadi hasil-hasil akhir yang stabil dan

diterima oleh lingkungan, misalnya sulfat (Linsley,

1991). Kadar sulfat tertinggi pada muara S. Anyaan

yaitu 4400 mg/l kemudian bagian laut 2625 mg/l.

Sulfat organik adalah salah satu jenis unsur belerang

29

yang terdapat di tanah dan digunakan oleh tumbuhan.

Tingginya kadar sulfat pada perairan ini dipengaruhi

oleh aktifitas pemukiman di daratan serta tererosi dan

tercuci oleh musin hujan, sehingga terbawa oleh aliran

air masuk ke sungai dan mengalir ke perairan pesisir

pantai dan laut.

H. Masa Depan Perairan Pesisir Pantai Teluk Youtefa

Keberlanjutan ekologis di perairan pesisir pantai

Teluk Youtefa perlu menjadi dasar dalam

pembangunan Kota Jayapura, mengingat Teluk Youtefa

adalah Taman Wisata Alam, sehingga dalam

pembangunan perlu mendapat perhatian yang serius.

Hal ini dapat mengacu pada Undang-Undang tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

(PWP3K) atau yang dikenal dengan UU 27/2007

sehingga, pengelolaan sumberdaya pesisir harus

mengutamakan unsur keterpaduan dan keberlanjutan

baik secara ekologis, sosial, maupun ekonomi (Satria,

2009). Pencemaran yang terjadi ini bila dibiarkan maka

akan mengancam kehidupan biota aquatik. Berbagai

jenis ikan akan bermigrasi ke perairan lain sehingga

menyebabkan hasil tangkapan nelayan berkurang. Bila

hal ini terjadi maka kualitas ekonomi masyarakat

nelayan di pesisir Teluk Youtefa akan menurun karena

30

masyarakat pesisir masih mengandalkan hasil laut

untuk menopang ekonomi rumah tangga mereka.

Pencemaran organik merupakan indikator

terdapat kelemahan pemerintah dan para tokoh

masyarakat dalam upaya menyadarkan masyarakat

terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan

hidup di Kota Jayapura. Potensi alam Teluk Youtefa

memang sangat mendukung keberadaannya sebagai

Taman Wisata Alam contohnya ; pemandangan alam

yang sangat indah, keragaman budaya serta hal-hal

menarik lainnya yang bisa dijumpai saat berwisata.

Satu kekurangannya adalah telah terjadi pencemaran

organik dan pesisir pantainya penuh dengan sampah.

Secara perlahan-lahan terdapat tekanan yang

mengarah pada kerusakan. Hal ini jika dibiarkan maka

potensi pariwisata di Kota Jayapura akan menurun,

sedangkan potensi pariwisata adalah salah satu

komponen penting dari perekonomian daerah yang bisa

menghasilkan devisa.