Pencemaran Kali Surabaya

4
Keberadaan Kali Surabaya diakui sangat vital bagi warga kota. Sungai ini tidak saja berfungsi mengendalikan sistem pematusan kota. Tapi juga menjadi bahan baku air minum PDAM Surabaya. Bahkan dulu pada zaman prakolonial dan kolonial Kali Surabaya juga berfungsi sebagai prasarana transportasi kota. Sayangnya hingga kini sistem pengelolaannya masih kurang bagus. Ada kesan instansi yang berwenang dalam pengelolaan kali terlalu banyak. Sehingga jika terjadi masalah justru akan sulit untuk menunjuk siapa sebenarnya yang bertanggung jawab. Perum Jasa Tirta saat pertemuan dengan PDAM Surabaya di Malang beberapa waktu lalu menyebut ada 11 instansi yang bertanggung jawab terhadap kualitas kali Surabaya. Setiap instansi memiliki tugas dan kewenangan sendiri baik yang bersifat umum maupun khusus. Seperti Gubernur misalnya secara umum berwenang mengendalikan pencemaran air. Versi Jasa Tirta, fungsi pengendalian secara umum ini juga melekat pada bupati/walikota dan Bapeldada (Badan Pengendalian Dampak Pengendalian Lingkungan. Walikota bertindak sebagai penanggung jawab pelaksanaan pengendalian pencemaran air melalui kegiatan inventarisasi dan identifikasi ketaatan para pelaku usaha atau kegiatan dan memberikan rekomendasi teknis dalam perizinan pembuangan limbah cair. Sedangkan Bapeldada mengkoordinasikan penanganan pengendalian pencemaran air yang pelaksanaannya melibatkan pemerintah daerah dan instansi terkait. Tugas dan kewenangan yang lebih spesifik berada di tangan dinas- dinas. Misalnya Dinas PU Pengairan Propinsi bertanggung jawab mengendalikan kualitas air di luar wilayah kerja Perum Jasa Tirta. Dinas Perindustrian memikul tanggung jawab mengendalikan limbah dari industri, Dinas PU bertanggung jawab soal limbah domestik atau rumah tangga, Dinas Pariwisata pada limbah usaha hotel dan rumah makan, dan Dinas Pertanian mengendalikan limbah pertanian. Dinas Kesehatan tugasnya mengendalikan limbah domestik dan pencemaran lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Ini tampaknya tumpang tindih dengan tugas Dinas PU. Sementara KPPLH kabupaten/kota bertugas sebagai forum koordinasi dan konsultasi teknis tentang masalah lingkungan hidup di daerah tingkat II. Terakhir Perum Jasa Tirta bertanggung jawab mengendalikan kualitas air di wilayah kerjanya. Sesuai Aturan Jasa Tirta mengklaim pembagian kewenangan dan tanggung jawab itu sesuai dengan aturan main yang ada. Referensinya antara lain PP No. 20/1990, Keputusan Gubernur Jatim No. 135/1994, Keputusan Walikota, Perda Jatim 5/2000 dan berbagai Perda dan Peraturan Menteri. Dari uraian di atas tampak betapa banyaknya instansi yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu Kali Surabaya. Namun

description

pencemaran kali surabaya bahan kuliah wawasan lingkungan

Transcript of Pencemaran Kali Surabaya

Keberadaan Kali Surabaya diakui sangat vital bagi warga kota. Sungai ini tidak saja berfungsi mengendalikan sistem pematusan kota. Tapi juga menjadi bahan baku air minum PDAM Surabaya. Bahkan dulu pada zaman prakolonial dan kolonial Kali Surabaya juga be

Keberadaan Kali Surabaya diakui sangat vital bagi warga kota. Sungai ini tidak saja berfungsi mengendalikan sistem pematusan kota. Tapi juga menjadi bahan baku air minum PDAM Surabaya. Bahkan dulu pada zaman prakolonial dan kolonial Kali Surabaya juga berfungsi sebagai prasarana transportasi kota.

Sayangnya hingga kini sistem pengelolaannya masih kurang bagus. Ada kesan instansi yang berwenang dalam pengelolaan kali terlalu banyak. Sehingga jika terjadi masalah justru akan sulit untuk menunjuk siapa sebenarnya yang bertanggung jawab.

Perum Jasa Tirta saat pertemuan dengan PDAM Surabaya di Malang beberapa waktu lalu menyebut ada 11 instansi yang bertanggung jawab terhadap kualitas kali Surabaya. Setiap instansi memiliki tugas dan kewenangan sendiri baik yang bersifat umum maupun khusus. Seperti Gubernur misalnya secara umum berwenang mengendalikan pencemaran air.

Versi Jasa Tirta, fungsi pengendalian secara umum ini juga melekat pada bupati/walikota dan Bapeldada (Badan Pengendalian Dampak Pengendalian Lingkungan. Walikota bertindak sebagai penanggung jawab pelaksanaan pengendalian pencemaran air melalui kegiatan inventarisasi dan identifikasi ketaatan para pelaku usaha atau kegiatan dan memberikan rekomendasi teknis dalam perizinan pembuangan limbah cair.

Sedangkan Bapeldada mengkoordinasikan penanganan pengendalian pencemaran air yang pelaksanaannya melibatkan pemerintah daerah dan instansi terkait.

Tugas dan kewenangan yang lebih spesifik berada di tangan dinas-dinas. Misalnya Dinas PU Pengairan Propinsi bertanggung jawab mengendalikan kualitas air di luar wilayah kerja Perum Jasa Tirta. Dinas Perindustrian memikul tanggung jawab mengendalikan limbah dari industri, Dinas PU bertanggung jawab soal limbah domestik atau rumah tangga, Dinas Pariwisata pada limbah usaha hotel dan rumah makan, dan Dinas Pertanian mengendalikan limbah pertanian.

Dinas Kesehatan tugasnya mengendalikan limbah domestik dan pencemaran lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Ini tampaknya tumpang tindih dengan tugas Dinas PU. Sementara KPPLH kabupaten/kota bertugas sebagai forum koordinasi dan konsultasi teknis tentang masalah lingkungan hidup di daerah tingkat II. Terakhir Perum Jasa Tirta bertanggung jawab mengendalikan kualitas air di wilayah kerjanya.

Sesuai Aturan

Jasa Tirta mengklaim pembagian kewenangan dan tanggung jawab itu sesuai dengan aturan main yang ada. Referensinya antara lain PP No. 20/1990, Keputusan Gubernur Jatim No. 135/1994, Keputusan Walikota, Perda Jatim 5/2000 dan berbagai Perda dan Peraturan Menteri.

Dari uraian di atas tampak betapa banyaknya instansi yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu Kali Surabaya. Namun pembagian kewenangannya cenderung tidak jelas dan bersifat tumpang tindih. Tidak ada diskripsi yang tegas menunjuk siapa yang harus bertanggung jawab jika terjadi permasalahan yang merugikan orang banyak. Selama ini jika hal itu terjadi instansi-instansi itu cenderung saling tuding dan lempar tanggung jawab.

Kerancuan pembagian kewenangan itu jelas terlihat pada kasus perselisihan antara Perum Jasa Tirta dengan PDAM Surabaya tentang iuran air baku PDAM. Sudah setahun ini PDAM menolak untuk membayar iuran dengan alasan kualitas air Kali Surabaya tidak sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian.

Dalam perjanjian disebutkan salah satu kewajiban Perum Jasa Tirta adalah menyediakan bahan baku air PDAM dari Kali Surabaya dengan kualitas B. Kenyataannya sampai saat ini kualitas yang ada baru masuk golongan C. Ini berarti sebenarnya Kali Surabaya hanya layak untuk dikonsumsi ternak.

Penolakan iuran oleh PDAM ini dari segi apa pun tampaknya memang tidak bisa disalahkan. Dari segi hukum ada wanprestasi dari salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian. Karenanya sangat layak jika perjanjian harus dievaluasi kembali. Apalagi perjanjian itu produk pemerintah orba di mana saat itu yang namanya BUMD posisinya cenderung sekadar objek perahan penguasa.

Di sisi lain tidak ada keseimbangan antara imbalan dengan hasil kerja. Dalam kurun waktu hampir satu dasawarsa, tarif iuran naik hampir 100% tapi kualitas Kali Surabaya tetap buruk. Ketika pertama kali iuran itu diberlakukan tahun 1991 tarifnya Rp 16/m3. Pada tahun 1994 menjadi Rp 18,00/m3 dan pada tahun 1998 sampai sekarang Rp 35,00/m3.

Hasil Studi

Sementara kegagalan meningkatkan kualitas Kali Surabaya ini dapat dilihat dari data hasil Studi Brantas River Pollution control-SUDP tahun 1998 yang menunjukkan selama satu dasawarsa ini beban limbah industri dan domestik Kali Surabaya justru terus meningkat. Jika pada tahun 1989 beban BOD dari limbah domestik dan industri masing-masing 38,4 ton/hari dan 81,6 ton/hari, pada tahun 1998 meningkat menjadi 125 ton/hari dan 205 ton/hari.

Kualitas limbahnya pun jauh di atas baku mutu. Saat ini kandungan BOD, COD (limbah biologi dan limbah kimia), dan TSS Kali Surabaya masing-masing mencapai 575 mg/l, 1.431 mg/l dan 674 mg/l. Padahal baku mutu untuk ketiganya masing-masing hanya 50-150 mg/l, COD 80-300 mg/l dan TSS 20-300 mg/l. Khusus untuk kualitas air di intake PDAM Karangpilang bisa dilihat pada tabel.

Perum Jasa Tirta pun berkilah bahwa sebetulnya yang berwenang mengendalikan pencemaran Kali Surabaya adalah Gubernur. Masalahnya, mengapa selama ini Perum Jasa Tirta yang diberi tugas menerima iuran bahan baku PDAM? Mengapa juga lembaga ini yang harus mengikatkan diri dalam perjanjian dengan PDAM dengan kewajiban menyediakan bahan baku PDAM dengan kualitas B.

Dengan sistem pembagian tugas yang demikian amburadul tak mengherankan jika selama satu dasawarsa terakhir ini, upaya menekan tingkat pencemaran Kali Surabaya selalu menemui kegagalan.

Sejumlah kalangan, termasuk Dirut PDAM Surabaya, Sukendro Basuki, berpendapat agar tidak terus terjadi tumpang tindih dan saling lempar tanggung jawab, pembagian tugas dan kewenangan seharusnya segera diluruskan. Dia berpendapat karena kewenangan Kali Brantas berada di tangan tingkat I tampaknya instansi yang paling tepat menerima mandat itu Bapeldada Jatim yang merupakan pengganti Biro Lingkungan Hidup.

Namun ada juga yang berpendapat tugas itu sebaiknya ditangani PU atau Dinas Pengairan Pemda Jatim. Konsekuensinya iuran yang berkaitan dengan Kali Surabaya seharusnya diserahkan saja pada instansi yang sama. Apakah itu iuran dari PDAM, dari industri pencemar dan lain-lain.

Lantas bagaimana mestinya peranan Jasa Tirta diletakkan? Menurut Kabag Humas Pemda KMS, Drs Muhtadi MM, Jasa Tirta itu lebih tepat hanya mengurusi soal pengaturan debit air untuk air minum, pengairan, dan pematusan. Namun Ketua Komisi B, Arief justru berpendapat Jasa Tirta sebaiknya dibubarkan saja dan dilebur ke dalam Dinas PU ataupun Dinas Pengairan.

Yang tak kalah penting tampaknya penggunaan berbagai iuran itu juga perlu diluruskan. Seharusnya iuran PDAM hanya digunakan untuk memperbaiki kualitas air. Kenyataannya justru sebagian besar digunakan untuk pemeliharaan saluran dan waduk di seluruh Jatim. Termasuk juga untuk pembuatan plengsengan sungai. Ini artinya PDAM Surabaya telah memberikan subsidi kepada Pemda Tingkat I untuk membangun wilayah Jatim. Padahal sebetulnya Pemda Tingkat I telah memiliki sumber pendapatan sendiri untuk melaksanakan tugas seperti itu.

Sementara itu, Dewi, Kepala Bapedalda Jatim membenarkan, menurut keterangan dari pihak jasa tirta memang alat pendukung untuk penanggulangan pencemaran di kali Surabaya masih kurang.Sehingga kondisi kali Surabaya melebihi baku mutu, terangnya.

Dengan kondisi saat ini, kata Prigi, Kali Surabaya sangat tidak layak menjadi satu-satunya sumber pokok air minum bagi warga Surabaya dan sekitarnya.Karenanya, gubernur terpilih harus memprioritaskan sanksi yang tegas bagi pencemar kali yang saat ini sudah melampaui ambang batas kemampuan sungai.

Menurut Prigi, selama ini pemerintah tak tegas menyikapi pencemar sungai. "Selama ini hanya sedikit yang dipidana. Padahal, sanksi administratif harusnya tegas diberikan dengan menutup saluran limbah dari seluruh perusahaan pencemar. "Ratusan perusahaan di sepanjang sungai seharusnya segera dibersihkan dan direlokasi ke kawasan lain." Selain limbah pabrik, kata Prigi, Kali Surabaya juga dicemari limbah rumah tangga.