PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA: ...

18

Click here to load reader

description

Makalah tentang pencapaian indikator kemiskinan MDGs

Transcript of PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA: ...

Page 1: PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:  KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:

KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

Diusulkan oleh :Gilang Adi Nugroho (09/285581/GE/06721) (2009)Sheily Widyaningsih (09/285249/GE/06684) (2009)Charina Vertinia Budiarti (09/284546/GE/06614) (2009)

UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA

2012

i

Page 2: PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:  KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

1

PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:

KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

Gilang Adi N1, Sheily Widyaningsih1, Charina V B1 1Mahasiswa Program Sarjana Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, UGM

ABSTRAKKemiskinan merupakan permasalahan yang dapat dikaji dari berbagai

dimensi, terutama dari dimensi ekonomi. Menurut UNDP (2003 dalam PSKK, 2007), jebakan kemiskinan (poverty trap) menjadi akar utama ketidakberdayaan, sehingga pemberantasan kemiskinan merupakan isu utama bagi dunia. Oleh karena itu, penurunan angka kemiskinan menjadi salah satu indikator pembangunan manusia dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDGs). Secara umum, Indonesia memiliki tingkat pencapaian cukup tinggi dalam target penanggulangan kemiskinan, yaitu sebesar 77,44 persen. Dalam penelitian ini, dirumuskan masalah keterkaitan tingkat pencapaian target MDGs dalam penanggulangan kemiskinan dengan tipologi wilayah. Wilayah Indonesia dikelaskan menurut tipologi Klassen, yang mendasarkan pada pendapatan per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa tingginya tingkat pencapaian target MDGs dalam penanggulangan kemiskinan ditunjukkan dengan tingginya pendapatan per kapita, tetapi terdapat korelasi yang kurang kuat dengan laju pertumbuhan ekonomi. Tingkat pencapaian target yang berbeda pada tiap provinsi di Indonesia memperlihatkan kandisi perekonomian yang berbeda pula. Dalam hal ini, dapat dilihat menurut distribusi keruangan tingkat pencapaian target MDGs dan tipologi wilayah di Indonesia.Kata kunci : kemiskinan, MDGs, pencapaian, tipologi Klassen, korelasi

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan permasalahan kompleks, dilihat dari berbagai sudut pandang (multi dimensi). Definisi kemiskinan sendiri dapat berbeda-beda menyangkut metode yang digunakan dalam pengukuran kemiskinan. Menurut BPS (2009), seseorang dianggap miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal (basic need approach), yaitu mengkonsumsi makanan dalam takaran 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan minimal non makanan, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Bappenas (2004) juga menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic need approach), definisi miskin yaitu kondisi dimana sesorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. World Bank secara khusus mendefinisikan kemiskinan berdasarkan pendekatan pendapatan (income approach), yaitu dengan batas minimum pendapatan USD 1 per orang per hari dan USD 2 per orang per hari setelah disetarakan dengan daya beli penduduk di suatu daerah atau dengan istilah PPP

Page 3: PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:  KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

2

(purchasing power parity). Permasalahan kemiskinan sendiri lebih banyak dipandang dari dimensi ekonomi, cenderung pada paradigma tingkat ekonomi rendah. Kondisi perekonomian memiliki kecenderungan timbal balik dengan pembangunan manusia, di mana kondisi perekonomian menentukan tingkat pembangunan manusia, dan sebaliknya, tingginya tingkat pembangunan manusia juga dapat menentukan kondisi perekonomian (Priadmodjo, 2011, dengan modifikasi).

Penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu isu penting dalam pembangunan didukung oleh negara-negara di dunia, tertuang dalam Millenium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan millennium yang telah disepakati oleh 189 negara anggota PBB. Tujuan utama dari MDGs adalah pembangunan manusia dengan tujuan akhir adalah kesejahteraan masyarakat, dengan target pencapaian pada tahun 2015. Di Indonesia, usaha dalam mencapai MDGs dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), maupun Rencana Kerja, dengan strategi pro-growth, pro-job, pro-poor, pro-environtment. Hal tersebut menunjukkan komitmen Indonesia untuk mencapai MDGs dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, serta berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia.

Salah satu sasaran yang telah dicapai Indonesia dalam MDGs adalah menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari USD 1 (PPP) per hari. Persentase penduduk Indonesia dengan tingkat pendapatan USD 1 telah menurun dari 20,6 persen pada tahun 1990 menjadi 5,9 persen pada tahun 2008, sedangkan target MDGs adalah 10,30 persen pada tahun 2015. Yang menjadi tantangan adalah menaikkan ukuran target pengurangan kemiskinan, yaitu menggunakan garis kemiskinan nasional yang setara dengan USD 1,50 (PPP) dan memberikan perhatian khusus untuk mengurangi tingkat kemiskinan.

Kemiskinan yang menjadi salah satu permasalahan dalam perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari kondisi perekonomian Indonesia sendiri. Persentase tingkat kemiskinan yang berbeda di setiap provinsi di Indonesia menunjukkan kondisi perekonomian daerah yang berbeda pula, yang dapat dilihat distribusi spasial (keruangan) dan dikelompokkan sesuai tipologi wilayahnya. Tipologi dapat dikatakan sebagai regionalisasi (pembagian wilayah) berdasarkan variabel tertentu, salah satunya tipologi wilayah sebagai pemetaan kondisi perekonomian wilayah. Dengan tipologi Klassen, wilayah dikelaskan berdasarkan tingkat pendapatan (PDRB) per kapita dan laju pertumbuhan perekonomian. Dengan melihat distribusi keruangan dan analisis korelasi, dapat diambil suatu benang merah keterkaitan antara tingkat pencapaian target penanggulangan kemiskinan dengan kondisi perekonomian daerah.

Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukaan di atas, dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:1. Bagaimanakah perbandingan pencapaian target penanggulangan kemiskinan

dengan tipologi Klassen wilayah di Indonesia?2. Bagaimanakah korelasi tingkat pencapaian target penanggulangan kemiskinan

dengan tingkat pendapatan (PDRB) per kapita dan laju perekonomian daerah?

Page 4: PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:  KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

3

3. Bagaimanakah rekomendasi program sebagai upaya penanggulangan kemiskinan terkait dengan pengembangan wilayah?

Tujuan Penelitian

Penelitian keterkaitan pencapaian target penanggulangan kemiskinan dengan tipologi Klassen wilayah ini memiliki tujuan sebagai berikut:1. Mengkaji perbandingan pencapaian target penanggulangan kemiskinan dengan

tipologi Klassen wilayah di Indonesia melalui distribusi keruangannya.2. Mengkaji korelasi tingkat pencapaian target penanggulangan kemiskinan

dengan tingkat pendapatan (PDRB) per kapita dan laju perekonomian daerah.2. Merekomendasikan program sebagai upaya penanggulangan kemiskinan terkait

dengan pengembangan wilayah.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan dapat mengembangkan kajian mengenai pembangunan manusia dalam konteks pembangunan wilayah.

2. Bagi penentu kebijakan, diharapkan dapat menjadi rekomendasi dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan milenium.

METODE PENELITIAN

Wilayah Kajian

Wilayah kajian dalam penelitian ini adalah seluruh wilayah Indonesia. Unit analisis yang digunakan pada tingkat provinsi, dimana 33 provinsi memiliki kondisi maupun karakteristik yang berbeda-beda, dalam hal ini khususnya kondisi pencapaian target penanggulangan kemiskinan dan karakteristik perekonomian di wilayah yang bersangkutan, yang ditunjukkan dengan tingkat perekenomian dan laju pertumbuhannya.

Data-data yang Digunakan

1. Persentase kemiskinan di Indonesia (sumber: Laporan MDGs, Bappenas, 2010)2. PDRB atas dasar harga konstan 2000 menurut provinsi (sumber: BPS, 2010)3. Jumlah penduduk Indonesia menurut provinsi (sumber: BPS, 2010)4. Laju pertumbuhan PDRB menurut provinsi (sumber: BPS, 2010)

Teknik Analisis

Tipologi KlassenTipologi Klassen (Klassen Typology) digunakan untuk mengetahui

gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi daerah. Diperoleh empat kategori dalam regionalisasi sebagai berikut:1. Daerah maju dan tumbuh cepat, yaitu daerah yang memiliki pendapatan dan

pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata wilayah.2. Daerah maju tertekan (maju stagnan), yaitu daerah yang memiliki pendapatan

di atas rata-rata, tetapi pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata wilayah.

Page 5: PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:  KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

4

3. Daerah berkembang cepat, yaitu daerah yang memiliki pendapatan di bawah rata-rata tetapi pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata wilayah.

4. Daerah relatif tertinggal, yaitu daerah yang memiliki pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata.

Tabel 1. Kuadran Tipologi Klassen

di atas rata-rata di bawah rata-rata

di atas rata-ratakuadran I :

daerah maju dan tumbuh cepatkuadran II :

daerah berkembang cepat

di bawah rata-ratakuadran III :

daerah maju tertekan (maju stagnan)

kuadran IV :daerah relatif tertinggal

Analisis KorelasiAnalisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel (bivariate correlation) atau lebih dari dua variabel (multivariate correlation) (Hartono, 2010). Pada penelitian ini, dilakukan analisis korelasi untuk mengetahui hubungan antara pencapaian MDGs dengan PDRB/kapita dan laju pertumbuhan ekonomi. Analisis korelasi yang digunakan adalah multivariate correlation statistik non parametrik (disebabkan data tidak terdistribusi normal) menggunakan program pengolah data statistik SPSS 17.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembangunan harus dilihat secara dinamis dan bukan sebagai konsep statis, suatu orientasi dan kegiatan usaha tanpa akhir (Bintoro dan Mustopadidjaja, dalam Nugroho, 2007). Orientasi atau tujuan utama pembangunan selama ini adalah pembangunan ekonomi, sebagai upaya untuk pertumbuhan ekonomi, yang dianggap sebagai indikator utama kemajuan wilayah. Faktanya, pembangunan ekonomi tidak dapat berjalan sendiri karena ada aspek-aspek lain yang juga harus diperhatikan untuk menuju keadaan yang relatif seimbang. Pembangunan manusia merupakan aspek penting dalam pembangunan, yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjadi modal sumberdaya manusia yang berkualitas bagi pembangunan ekonomi. Millenium Development Goals yang berorientasi pada pembangunan manusia berupaya mengangkat tujuan-tujuan yang harus dicapai untuk menuju kesejahteraan masyarakat, salah satunya adalah penanggulangan kemiskinan, dengan target menurunkan proporsi penduduk miskin.

Kemiskinan di negara sedang berkembang, khususnya di Indonesia, merupakan isu penting dalam pembangunan. Data BPS menunjukkan pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin di Indonesia berjumlah sekitar 30 juta penduduk. Dalam laporan pencapaian MDGs Indonesia tahun 2010, rata-rata persentase penduduk di bawah garis kemiskinan nasional (USD 1,50 PPP) sebesar 13,30 persen, sedangkan target MDGs adalah 10,30 persen, yang dikategorikan dalam ketercapaian tinggi. Jika dilihat dari ketercapaian masing-masing propinsi di Indonesia, terdapat empat kategori ketercapaian, yaitu sudah tercapai,

PDRB/kapitaLaju Pertumbuhan

Page 6: PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:  KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

5

ketercapaian tinggi, ketercapaian sedang, dan ketercapaian rendah. Sebagian wilayah Indonesia bagian barat sudah mencapai target, sedangkan sebagian besar wilayah Indonesia bagian timur memiliki tingkat pencapaian target yang rendah. Hal ini menunjukkan distribusi kemiskinan yang lebih cenderung di wilayah Indonesia bagian timur.

Tabel 2. Tingkat Pencapaian Target MDGs dalam Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2010

No. Propinsi

% penduduk di bawah

Garis Kemiskinan

Nasional

Target MDGs (2015)

% Pencapaian Tingkat Pencapaian

1 Aceh 21.00

10.30

49.05 ketercapaian rendah

2 Sumatera Utara 11.30 91.15 ketercapaian tinggi

3 Sumatera Barat 9.50 108.42 sudah tercapai

4 Riau 8.70 118.39 sudah tercapai

5 Jambi 8.30 124.10 sudah tercapai

6 Sumatera Selatan 15.50 66.45 ketercapaian sedang

7 Bengkulu 18.30 56.28 ketercapaian sedang

8 Lampung 18.90 54.50 ketercapaian sedang

9 Kep. Bangka Belitung 6.50 158.46 sudah tercapai

10 Kep. Riau 8.10 127.16 sudah tercapai

11 DKI Jakarta 3.50 294.29 sudah tercapai

12 Jawa Barat 11.30 91.15 ketercapaian tinggi

13 Jawa Tengah 16.60 62.05 ketercapaian sedang

14 DI Yogyakarta 16.80 61.31 ketercapaian sedang

15 Jawa Timur 15.30 67.32 ketercapaian sedang

16 Banten 7.20 143.06 sudah tercapai

17 Bali 4.90 210.20 sudah tercapai

18 Kalimantan Barat 9.00 114.44 sudah tercapai

19 Kalimantan Tengah 6.80 151.47 sudah tercapai

20 Kalimantan Selatan 5.20 198.08 sudah tercapai

21 Kalimantan Timur 7.70 133.77 sudah tercapai

22 Sulawesi Utara 9.10 113.19 sudah tercapai

23 Sulawesi Tengah 18.10 56.91 ketercapaian sedang

24 Sulawesi Selatan 11.60 88.79 ketercapaian tinggi

25 Sulawesi Tenggara 17.10 60.23 ketercapaian sedang

26 Gorontalo 23.20 44.40 ketercapaian rendah

27 Sulawesi Barat 13.60 75.74 ketercapaian tinggi

28 Nusa Tenggara Barat 21.60 47.69 ketercapaian rendah

29 Nusa Tenggara Timur 23.00 44.78 ketercapaian rendah

30 Maluku 27.70 37.18 ketercapaian rendah

31 Maluku Utara 9.40 109.57 sudah tercapai

32 Papua Barat 34.90 29.51 ketercapaian rendah

33 Papua 36.80 27.99 ketercapaian rendah

Page 7: PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:  KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

6

INDONESIA 13.30 77.44 ketercapaian tinggi(sumber: Bappenas, 2010, dan Pengolahan Data, 2012)

Gambar 1. Peta Indonesia Menurut Pencapaian MDGs dalam Penaggulangan Kemiskinan(sumber: Pengolahan Data, 2012)

Tipologi Klassen membagi wilayah Indonesia kedalam empat kategori (berdasarkan PDRB/kapita dan laju pertumbuhan ekonomi), yaitu daerah maju dan tumbuh cepat, daerah berkembang cepat, daerah maju stagnan, dan daerah relatif terbelakang. Di Indonesia, terdapat tiga provinsi yang tergolong daerah maju dan tumbuh cepat, di mana ketiga provinsi tersebut memiliki basis ekonomi yang kuat, sehingga PDRB tiap tahun meningkat. DKI Jakarta merupakan pusat bisnis, jasa, dan perdagangan, sedangkan Kepulauan Riau memiliki cadangan migas lepas pantai yang banyak, sehingga sektor pertambangan menjadi basis ekonomi, selain itu sektor jasa dan perdagangan juga berkembang. Pencapaian MDGs DKI Jakarta dan Kepulauan Riau sudah tercapai, hal ini disebabkan dampak pengganda (multiplier effect) dari sektor-sektor ekonomi yang ada berdampak pada penyerapan lapangan pekerjaan cukup besar, sehingga dapat menekan angka kemiskinan.

Kalimantan Timur dan Riau termasuk dalam kategori daerah maju stagnan. Kedua provinsi tersebut dikenal memiliki cadangan migas yang melimpah, tetapi sektor lain tidak berkembang secepat sektor pertambangan, sehingga dikhawatirkan terjadi bubble economic dan PDRB per kapita tidak mencerminkan pendapatan masyarakatnya. Daerah yang memiliki tipe ekonomi ini harus segera menemukan sektor ekonomi alternatif selain sektor pertambangan agar saat kontribusi tambang mulai menurun maka ekonomi daerah akan tetap stabil. Sedangkan enambelas provinsi di Indonesia termasuk kategori daerah berkembang cepat. Perkembangan ekonomi ini salah satunya disebabkan oleh

Page 8: PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:  KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

7

pertumbuhan sektor-sektor yang menjanjikan. Contohnya di Bali, dengan sektor pariwisata yang diikuti oleh sektor jasa.

Duabelas provinsi di Indonesia masih tergolong dalam kategori daerah relatif tertinggal. Sebagian besar provinsi ini tidak memiliki basis ekonomi utama yang kuat seperti jasa dan pertambangan, kecuali Sumatera Selatan yang terkenal dengan batubaranya dan Papua dengan mineralnya. Pulau Jawa, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DIY, dengan ekonomi basis berupa pertanian, relatif tertinggal karena multiplier effect sektor pertanian rendah, sehingga dampak terhadap ekonomi makro pun rendah. Teknologi maupun inovasi di sektor pertanian harus dikembangkan agar sumbangan sektor pertanian dalam ekonomi makro menjadi meningkat. Selain itu, sektor pertanian saat ini banyak dirundung masalah, seperti kebijakan yang tidak mendukung, impor, serta climate change yang mengakibatkan keuntungan petani kian menurun dan mereka masih termasuk dalam penduduk miskin.

Tabel 3. Tipologi Klassen Wilayah di IndonesiaNo

. Propinsi PDRB/kapita 2010 LPE Tipologi Klassen1 Aceh 7,358,282.10 -1.78 Daerah relatif tertinggal2 Sumatera Utara 9,138,733.51 6.18 Daerah berkembang cepat3 Sumatera Barat 8,017,519.55 5.92 Daerah berkembang cepat4 Riau 17,640,882.81 4.27 Daerah maju stagnan5 Jambi 5,648,045.50 6.72 Daerah berkembang cepat6 Sumatera Selatan 8,554,715.23 5.13 Daerah relatif tertinggal7 Bengkulu 4,855,877.48 5.95 Daerah berkembang cepat8 Lampung 5,034,600.16 5.44 Daerah relatif tertinggal9 Kep. Bangka Belitung 8,883,222.81 4.53 Daerah relatif tertinggal

10 Kepulauan Riau 24,466,510.30 6.23 Daerah maju dan tumbuh cepat11 DKI Jakarta 41,181,647.51 6.03 Daerah maju dan tumbuh cepat12 Jawa Barat 7,476,142.64 5.80 Daerah relatif tertinggal13 Jawa Tengah 5,774,556.44 5.50 Daerah relatif tertinggal14 DI Yogyakarta 6,085,993.37 4.47 Daerah relatif tertinggal15 Jawa Timur 9,133,147.93 5.95 Daerah berkembang cepat16 Banten 8,313,806.39 8.95 Daerah berkembang cepat17 Bali 7,422,896.42 6.52 Daerah berkembang cepat18 Kalimantan Barat 6,890,925.97 5.18 Daerah relatif tertinggal19 Kalimantan Tengah 8,493,771.20 6.01 Daerah berkembang cepat20 Kalimantan Selatan 8,458,056.73 5.66 Daerah relatif tertinggal21 Kalimantan Timur 31,121,710.63 3.32 Daerah maju stagnan22 Sulawesi Utara 8,090,915.83 7.60 Daerah berkembang cepat23 Sulawesi Tengah 6,617,483.71 8.21 Daerah berkembang cepat24 Sulawesi Selatan 6,371,930.55 7.05 Daerah berkembang cepat25 Sulawesi Tenggara 5,476,329.57 8.80 Daerah berkembang cepat26 Gorontalo 2,804,762.10 7.55 Daerah berkembang cepat27 Sulawesi Barat 4,094,683.81 8.87 Daerah berkembang cepat28 Nusa Tenggara Barat 4,456,855.84 5.78 Daerah relatif tertinggal29 Nusa Tenggara Timur 2,675,510.79 4.90 Daerah relatif tertinggal

Page 9: PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:  KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

8

30 Maluku 2,772,311.49 5.46 Daerah relatif tertinggal31 Maluku Utara 2,923,767.07 6.30 Daerah berkembang cepat32 Papua Barat 11,422,141.90 10.64 Daerah maju dan tumbuh cepat33 Papua 7,983,499.53 1.18 Daerah relatif tertinggal

Rata-rata 33 Provinsi 9,261,855.66 5.89 (sumber: BPS, 2010, dan Pengolahan Data, 2012)

Gambar 2. Peta Indonesia Menurut Tipologi Klassen Wilayah(sumber: Pengolahan Data, 2012)

Hasil korelasi antara persentase pencapaian MDGs dengan PDRB/kapita dan laju pertumbuhan ekonomi membuktikan bahwa terdapat korelasi kuat dan searah antara pencapaian dan PDRB/kapita, serta terdapat korelasi yang kurang kuat dan searah antara pencapaian MDGs dan laju pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase kemiskinan menurun seiring dengan semakin besarnya PDRB/kapita dan semakin besarnya laju pertumbuhan ekonomi, tetapi daerah dengan laju perekonomian yang tinggi tidak serta-merta dapat menurunkan persentase kemiskinan di daerah yang bersangkutan. Contohnya Provinsi Papua Barat, yang memiliki migas dan pariwisata yang mendukung perekonomian daerahnya, tetapi persentase pencapaian MDGs masih rendah, salah satunya disebabkan oleh umur provinsi ini masih muda, sehingga dampak pembangunannya belum signifikan. Papua yang terkenal dengan tambang emas dan intannya justru tergolong daerah tertinggal, diakibatkan hasil dari tambang tersebut tidak seluruhnya terserap ke daerah. Selain itu, topografi wilayah Papua yang berbukit dan bergunung menjadi kendala dalam pengembangan ekonomi, terutama untuk pembangunan infrastruktur. Menurut

Page 10: PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:  KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

9

Worosuprodjo, kondisi geografis merupakan pertimbangan dalam pembangunan sektoral - spasial.

Tabel 4. Korelasi Pencapaian Target Penanggulangan Kemiskinan dengan PDRB/kapita dan Laju Pertumbuhan Ekonomi

norm_capai norm_pdrb norm_lpe

Kendall's tau_b norm_capai Correlation Coefficient 1.000 .419** .080

Sig. (2-tailed) . .001 .515

N 33 33 33

norm_pdrb Correlation Coefficient .419** 1.000 -.059

Sig. (2-tailed) .001 . .631

N 33 33 33

norm_lpe Correlation Coefficient .080 -.059 1.000

Sig. (2-tailed) .515 .631 .

N 33 33 33

Spearman's rho norm_capai Correlation Coefficient 1.000 .548** .105

Sig. (2-tailed) . .001 .561

N 33 33 33

norm_pdrb Correlation Coefficient .548** 1.000 -.092

Sig. (2-tailed) .001 . .611

N 33 33 33

norm_lpe Correlation Coefficient .105 -.092 1.000

Sig. (2-tailed) .561 .611 .

N 33 33 33

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

(sumber: Pengolahan Data, 2012)

Kemiskinan menjadi masalah perekonomian menjadi lebih parah karena perekonomian lebih berpihak pada golongan kapitalis dan menyisakan golongan marjinal, yaitu golongan penduduk miskin yang hanya memiliki akses terbatas, sehingga mengungkung mereka kedalam suatu jebakan kemiskinan (poverty trap). Karena keterbatasan ekonomi, penduduk miskin memiliki akses terbatas terhadap sektor lain, seperti pendidikan, kesehatan, dan akibat mereka tidak mendapatkan akses yang baik tersebut, mereka akan tetap dalam keterbatasan perekonomian. Oleh karena itu, program pengentasan kemiskinan sangat diperlukan. Pemerintah telah banyak meluncurkan program pengentasan kemiskinan, diantaranya Inpres Desa Tertinggal, Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat, dan lain-lain. Semua program tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Akan tetapi, yang perlu dikaji adalah seberapa efektif program penanggulangan kemiskinan tersebut. (PSKK, 2007). Program yang efektif dalam mencapai tujuan pengentasan kemiskinan merupakan program yang dapat menunjang kondisi masyarakat menjadi lebih baik. Selain itu, keberlanjutan program juga harus diperhatikan, sehingga menjadi pembangunan berkelanjutan (sustainability development). Oleh karena itu, masyarakat selain sebagai obyek pembangunan, juga harus dilibatkan sebagai subyek atau aktor pembangunan itu sendiri, yaitu melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan (empowerment) merupakan suatu usaha membantu dan memfasilitasi masyarakat untuk mengembangkan kemampuan, sehingga mampu menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan secara mandiri (Fatterman, 1996, dalam PSKK, 2007). Pemberdayaan masyarakat sebagai proses belajar masyarakat dapat diupayakan

Page 11: PENCAPAIAN TARGET PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA:  KETERKAITAN DENGAN TIPOLOGI KLASSEN WILAYAH

10

untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, untuk menuju kemandirian masyarakat. Bentuk pemberdayaan masyarakat ini dapat diwujudkan dalam efektifitas program PNPM Mandiri maupun pembangunan berbasis masyarakat (community based). Selain itu, perlu diperhatikan bahwa setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, potensi daerah ini dapat menjadi keunggulan di masing-masing daerah. Pemberdayaan masyarakat dengan basis potensi daerah dapat menjadi strategi pengembangan ekonomi lokal, diantaranya melalui program SAKA SAKTI (Satu Kabupaten Satu Komoditi), OVOP (One Village One Product), atau sejenisnya.

KESIMPULAN

1. Setiap tipologi wilayah memiliki tingkat pencapaian target penanggulangan kemiskinan yang berbeda. Tingkat pencapaian target tertinggi yaitu DKI Jakarta (tipologi daerah maju dan tumbuh cepat), sedangkan tingkat pencapaian terendah yaitu Papua (daerah relatif tertinggal).

2. Tingkat pencapaian target penanggulangan kemiskinan memiliki korelasi kuat dan searah dengan pendapatan per kapita, serta memiliki korelasi kurang kuat dan searah dengan laju pertumbuhan ekonomi.

3. Rekomendasi yang dapat diberikan sebagai upaya penanggulangan kemiskinan yaitu dengan program pemberdayaan masyarakat, antara lain efektifitas PNPM Mandiri, serta dengan strategi pengembangan ekonomi lokal, di antaranya melalui program SAKA SAKTI (Satu Kabupaten Satu Komoditi) dan OVOP (One Village One Product).

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. (2005). “Boks. Tipologi Perekonomian dan Kesejahteraan Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur”. Analisis Kondisi Ekonomi Makro. Diakses pada 12 April 2012 dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/9A58BD64-99A8-45EC-915C-9044F35FAAAF/10723/Boks1.pdf

Bappenas. 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2010. Jakarta : Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Hartono. 2010. SPSS 16.0 Analisis Data Statistika dan Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Priadmodjo, Anggit. 2011. Studi Komparasi Tingkat Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) pada Berbagai Tipologi Wilayah di Indonesia. Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan. 2007. Membangun Gerakan Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.