Penatalaksanaan Sinusitis Jd
-
Upload
ajie-witama -
Category
Documents
-
view
60 -
download
7
Transcript of Penatalaksanaan Sinusitis Jd
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
PENATALAKSANAAN SINUSITIS
I. Pendahuluan
Sinus Paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit di deskripsikan
karena bentuk sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal
mulai dari yang terbesar yaitu sinus maxilla, sinus frontal, sinus etmoid, sinus
sfenoid kanan dan kiri.(1)
Fungsi sinus paranasal :
Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasalis. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasalis ini tidak mempunyai
fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasalis anatara lain,
sebagai pengatur kondisi udara, sebagai penahan suhu, membantu keseimbangan
kepala, membantu resonansi udara, peredam perubahan tekanan udara dan membantu
produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.(1)
II. DEFINISI
Kata sinusitis berasal dari bahasa Latin, sinusitis dimana istilah sinus sendiri berati
cekungan, dan itis adalah akhiran yang berarti radang. Jadi, sinusitis adalah radang
pada mukosa sinus paranasal yang terdiri dari sinus maksila, sinus etmoidal, sinus
frontal dan sinus spenoidal. Bila terjadi pada beberapa sinus disebut multisinusitis.
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 1
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
Sedangkan bila mengenai seluruhnya disebut pansinusitis. Yang paling sering
ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis etmoidal.(1,7,8)
III. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam
rongga hidung.
Secara Embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung
dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan
sinus frontal. Sinus maxilla dan sinus telah ada saat anak lahir,sedangkan sinus
frontalis berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang 8
tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari
bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus-sinus ini mencapai besar maksimal pada
usia antara 15-18 tahun. (1)
Gambar 1 11
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 2
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
VI. ETIOLOGI, PREDISPOSISI DAN PATOFISIOLOGI
Etiologi:
Penyebabnya dapat virus,bakteri dan jamur. Menurut Gluckman kuman tersering
adalah Sterptococcus pneumonia dan Haemophilus influenzae yang ditemukan pada
70% kasus.5
Untuk memahami bagaimana terjadinya sinusitis, harus diketahui bahwa biasanya ada
faktor-faktor predisposisi. Sewaktu mengobati penderita sinusitis, coba mencari
adanya faktor-faktor predisposisi, lokal, atau sistemik. Setiap infeksi traktus
respiratorius atas (rinitis virus atau 'common cold') biasanya mengenai mukosa sinus.
(2)
Predisposisi :
Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di
hidung, polip dan tumor di dalam rongga hidung serta kelainan pada gigi merupakan
faktor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga
menyebabkan obstruksi ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang
merupakan media untuk tumbuhnya bakteri.
Sebagai faktor predisposisi lain ialah perokok, perenang, lingkungan berpolusi, udara
dingin dan kering, yang dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa serta
kerusakan silia. (1,7,11)
Sebab-Sebab Lokal
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 3
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
Sebab-sebab lokal yang mempredisposisi ke invasi bakteri sekunder ke dalam sinus
akan dibahas. Rinitis non-virus dapat mencakup kelainan-kelainan karena bakteri dan
jamur, tetapi sebagai contoh untuk diskusi ini akan digunakan sinusitis bakterialis.
Sebab-sebab lokal sinusitis supurativa mencakup patologi septum nasi. Edema yang
terjadi sekunder akibat infksi traktus respiratorius atas serta menimbulkan obstruksi
ostium sinus dan memungkinkan bakteri masuk dan dapat terjadi infeksi traktus
respiratorius merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis supurativa. Diatesis
alergika, barotrauma, polip nasi, benda-benda asing seperti tampon, rinolith, material
yang terinfeksi seperti air terinfeksi yang berkontak selama berenang dan menyelam
menyebabkan gangguan intranasal lokal yang lazim, yang menjadi faktor predisposisi
bagi berkembangnya sinusitis bakterialis.(4)
Faktor - faktor Sistemik
Faktor-faktor sistemik yang dapat menyebabkan berkembangannya rinosinusitis
adalah keadaan umum yang lemah, seperti malnutrisi, diabetes yang tidak terkontrol,
terapi steroid jangka lama, kemoterapi dan keadaan deplesi metabolisme lainya.
Mengetahui faktor - faktor penyebab tidak hanya untuk melakukan penatalaksanaan
yang tepat tetapi juga untuk menyingkirkan penyebabnya terutama bila ia lokal atau
regional. Penting mengontrol faktor - faktor predisposisi yang mendasarinya dalam
penatalaksanaan jangka panjang rinosinusitis rekuren.(4)
Patofisiologi
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 4
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan
saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan.
Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi
kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan
merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan
berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi
oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista.(1,11,12)
V. KLASIFIKASI DAN GEJALA(1,3, 4,5,11)
Menurut Perjalanan penyakitnya Adams (1978) membagi sinusitis menjadi :
1. Sinusitis Akut
Bila infeksi beberapa hari sampai 4 minggu
2. Sinusitis Subakut
Bila infeksi berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan.
3. Sinusitis Kronik
Bila infeksi Berlangsung lebih dari 3 bulan sampai beberapa tahun ( Menurut
Cauwenberge, bila sudah lebih dari 3 bulan).
Ada pun gejala pada sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, subakut bila
tanda radang sudah reda tetapi ada perubahan histologik dari mukosa sinus yang
masih reversible, dan kronik bila perubahan tersebut sudah irreversible, misalnya
sudah menjadi jaringan granulasi atau polipoid.(5)
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 5
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
Gejala :1,13
Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika
penderita bangun pada pagi hari.Adapun gejalanya dapat dibagi gejala subjektif dan
geajal objektif :
1. Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik, yaitu demam dan rasa lesu,
serta gejala lokal, yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau
dan mengalir ke nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang
lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang
nyeri alih ke tempat lain.
2. Gejala obyektif, tampak pembengkakan di daerah muka. Pada sinusitis
maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal
terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis etmoid jarang bengkak,
kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada
sinusitis maksila, frontal, dan etmoid anterior tampak mukopus di meatus
medius. Pada sinusitis etmoid posterior dan pada sfenoid, tampak nanah
keluar dari meatus superior.
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis sinusitis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Rontgenogram harus dibuat pada semua kasus sinusitis
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 6
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
untuk mentukan luas bagian yang terkena, terutama pada pasien yang gagal dengan
terapi konseratif. Selain itu dapat dilakukan transiluminasi sinus, walaupun tindakan
ini tidak setepat rontgenograpi untuk mendiagnosis abnormalitas pada sinus.1,4
Pemeriksaan Penunjang :(1,4,13,14)
1. Transiluminasi
Dilakukan di kamar gelap, memakai sumber cahaya penlight. Untuk memeriksa
sinus maksila dimasukkan ke dalam mulut dan bibir di tutup, pada sinus normal
tampak gambaran bulan sabit yang terang di bawah mata, bila ada sinusitis
menjadi kurang terang. Untuk sinus frontal diletakkan pada sudut medial atas
orbita dan terlihat gambaran cahaya di dahi. Pemeriksaan transiluminasi
bermakna bila salah satu sisi sinus yang terkena tampak lebih suram dibandingkan
dengan yang normal.
2. Pemeriksaan Radiologik
Dibuat posisi Waters, PA dan lateral. Pada sinus yang sakit akan tampak batas
udara-air (air fluid level), perselubungan atau penebalan mukosa pada sinus.
3. Pemeriksaan kultur kuman dan uji resistensi sekret hidung.
Kultur yang dibuat langsung dari sinus lebih tepat dibandingkan kultur yang
diambil dari hidung, tetapi saat bahan tersebut hanya dapat diperoleh selama
dilakukan lavase sinus. Sehingga untuk praktisnya, kultur harus diambil dari
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 7
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
daerah meatus medius bila melibatkan sinus maksilaris, ethmoidhlis atau frontalis.
Perlu diketahui bahwa hanya kultur intranasal dan mungkin tidak selalu
mencerminkan apa yang terjadi di dalam sinus. Kultur harus dilakukan secara
rutin untuk bakteri umum,bakteri tahan asam, jamur dan anaerob. Kultur harus
dilakukan bila pasien sakit berat atau bila pasien tidak ada respon dengan terapi
konservatif.
4. Pungsi dan Sinoskopi
Memakai trokar yang ditusukkan di meatus inferior, diarahkan ke sudut luar mata
atau tepi atas daun telinga. Selanjutnya dilakukan irigasi sinus dengan larutan
garam fisiologis. Sekret akan keluar melalui hidung atau mulut.
5. Sinoskopi
Untuk mengetahui perubahan pada mukosa masih reversible atau tidak dengan
menggunakan Endoskop.
6. MRI dan CT Scan.
Untuk menentukan luas dan beratnya sinusitis, bisa dilakukan pemeriksaan CT
scan.
Diagnosis Banding : 5
1. Rinitis atrofi
2. Karsinoma hidung
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 8
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
3. Corpus alienum dirongga hidung
VII.PENATALAKSANAAN 1,4,11,13
Penatalaksanaan sinusitis di lakukan berdasarkan klasifikasinya.
VIII. Pada sinusitis akut diberikan terapi konservatif berupa :
1. Antibiotik berspektrum luas (atau sesuai uji resistensi), diberikan selama 10-
14 hari, walaupun gejala klinik sudah reda.
2. Analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri
3. Antipiretik. untuk menurunkan panas
4. Dekongestan (tetes hidung), untuk memperlancar drainase secret (5 - 10 hari,
kalau terlalu lama dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa)
5. Pengobatan alergi (antihistamin/kortikosteroid).
6. Obat mukolitik, untuk mengencerkan sekret.
Untuk mengurangi rasa tidak nyaman dapat dilakukan :
- Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau semangkuk air panas
- Obat semprot hidung yang mengandung larutan garam
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 9
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
- Kompres hangat di daerah sinus yang terkena.13
Terapi operatif kadang-kedang perlu dilakukan pada sinusitis akut, bila telah terjadi
komplikasi atau bila ada rasa nyeri yang hebat karena ada sumbatan drainase. Bila
terdapat komplikasi ke orbita, intrakranial, atau bila ada fistel, piokel atau mukokel,
maka perlu untuk dilakukan operasi radikal.(1,4)
IX. Pada sinusitis subakut dapat diberikan terapi konservatif seperti di atas, ditunjang
oleh tindakan - tindakan yang dapat membantu penyembuhan, antara lain berupa :
1. Diatermi, dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave, UKG) 5 - 6 kali
pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus.
2. Dilakukan pencucian sinus (bila belum ada perbaikan)
Untuk sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi. Kadang-kadang perlu
dibuat antrostomi, yaitu dibuat lubang pada meatus inferior yang
menghubungkan hidung dengan sinus maksila (Antum). Untuk sinusitis
etmoid frontal dan sfenoid dilakukan pencucian "Proetz" (proetz displacement
therapy) yang prinsipnya membuat tekanan negatif dalam rongga hidung dan
sinus paranasal.(1)
Pungsi dan Irigasi Sinus Maksila Dilakukan untuk mengeluarkan sekret
yang terkumpul di dalam rongga sinus maksila. Caranya ialah dengan
memakai trokar yang ditusukkan di meatus inferior, diarahkan ke sudut luar
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 10
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
mata atau tepi atas daun telinga. Selanjutnya dilakukan irigasi sinus dengan
larutan garam fisiologis. Sekret akan keluar melalui hidung atau mulut. Pada
kasus yang meragukan, pungsi dapat digunakan sebagai tindakan diagnostik
untuk memastikan ada atau tidaknya sekret di sinus maksila.
Antrostomi. Dibuat lubang pada meatus inferior yang menghubungkan
rongga hidung dengan antrum (sinus maksila). Lubang itu dipakai untuk
penghisapan sekret dan ventilasi sinus maksila.
Tindakan pencucian Proetz (Proetz displacement therapy). Pada prinsipnya
membuat tekanan negatif dalam rongga hidung dan sinus paranasal untuk
dapat mengisap sekret ke luar. Diteteskan larutan vasokonstriktor (HCL
efedrin 0,5-1,5%) untuk membuka ostium yang kemudian masuk ke dalam
sinus. HCL efedrin akan mengurangi edema mukosa dan tercampur dengan
sekret di dalam rongga sinus, kemudian dihisap ke luar. Sementara itu pasien
harus mengatakan "kak-kak-kak" supaya palatum mole terangkat, sehingga
ruang antara nasofaring dan orofaring tertutup. Dengan demikian cairan tidak
dapat masuk ke orofaring, sedangkan ruang nasofaring, hidung serta sinus
menjadi satu rongga yang bartekanan negatif pada saat penghisapan, sehingga
sekret mudah ke luar.
Tindakan intranasal yang prinsipnya untuk membuat drainase lebih baik,
antara lain operasi koreksi septum, pengangkatan polip dan konkotomi parsial
atau total. Prinsipnya ialah supaya drenase sekret menjadi lancer.
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 11
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
X. Pada sinusitis kronis diberikan terapi konservatif dan dicoba pencucian sinus
dengan irigasi atau cara Proetz sebanyak 6 kali. Bila tidak ada perbaikan,
dianggap perubahan yang terjadi pada mukosa sinus sudah irreversible dan
dilakukan tindakan operasi radikal.
Operasi radikal untuk sinus maksila ialah operasi Cadwell-Luc, untuk sinus
etmoid operasi etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi intranasal atau
ekstranasal dan untuk sinus frontal operasi ekstranasal atau intranasal untuk sinus
sfenoid (operasi Killian).
Akhir-akhir ini telah dikembangkan suatu teknik
operasi sinus yang tidak radikal yang disebut
Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS)
yang prinsipnya membuka dan membersihkan
daerah osteomeatal agar drainase dan aliran
udara lancer dengan demikian mukosa sinus
akan kembali normal. Gambar 2(11)
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 12
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
Gambar 3(11)
Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS)(1,6,9,11)
Indikasi BSEF
Operasi bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) pada umumnya dilakukan
untuk penatalaksanaan sinusitis kronik dan sinusitis akut berulang,yang seringkali
telah disertai adanya polip di daerah meatus medius atau adanya poliposis yang sudah
meluas ke rongga hidung
Prinsip BSEF
Tujuan umum BSEF adalah membersihkan penyakit di celah-celah etmoid dengan
panduan endoskop dan memulihkan kembali drenase clan ventilasi sinus besar yang
sakit secara alami. Prinsip BSEF adalah bahwa hanya jaringan patologik yang
diangkat, sedangkan jaringan sehat dipertahankan agar tetap berfungsi. Jika
dibandingkan dengan bedah sinus terdahulu yang secara radikal mengangkat jaringan
patologik dan jaringan normal, maka BSEF jauh Iebih konservatif dan morbiditasnya
dengan sendirinya. menjadi lebih rendah.
Persiapan Operasi
Sebelum pasien diajukan untuk operasi BSEF, harus diyakini dulu bahwa pengobatan
konservatif telah dilakukan sesuai protokol dan benar-benar tidak dapat
menyembuhkan sinusitisnya atau hanya menyembuhkan untuk sementara waktu saja
dan sinusitisnya berulangkali kambuh.
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 13
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
Pasien yang dipersiapkan untuk operasi BSEF harus diperiksa fisik secara lengkap
terrnasuk tekanan. darah, laboratorium. darah tepi dan fungsi hemostasis dan gula
darah serta urin lengkap. Menjelang operasi selama 4 atau 5 hari pasien diberi
antibiotik dan kortikosteroid sistemis dan lokal. Hal ini penting untuk mengeliminasi
bakteri dan mengurangi inflamasi, karena inflamasi akan menyebabkan edema dan
perdarahan yang banyak, yang akan mengganggu kelancaran operasi. Kortikosteroid
juga bermanfaat untuk mengecilkan polip sehingga operasinya akan lebih mudah.
Dengan persiapan yang teliti, maka keadaan pasien akan seoptimal mungkin untuk
menjalani bedah sinus endoskopi dan kemungkinan timbulnya komplikasi juga
ditekan seminimal mungkin.
Teknik Operasi
Teknik operasi BSEF adalah secara bertahap mulai dari yang paling ringan yaitu
infundibulektomi sampai sfeno-etmoidektomi total. Tahap operasi disesuaikan
dengan luas penyakit, sehingga tiap individu berbeda jenis atau tahap operasi.
Karenanya tidak ada tindakan rutin seperti bedah sinus terdahulu.
Pemilihan alat
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 14
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
Endoskop. Bermacam endoskop yang dipasarkan mulai dari 00, 300, 700, 900, 1200 dan
lain-lain. Namun dengan 2 buah endoskop, yaitu 4 mm 00 dan 4mm 300, tindakan
BSEF sudah dapat dilaksanakan dengan baik. Jika hanya satu pilihan, pilihlah yang
300, karena dengan endoskop ini, kita dapat mencapai rongga sinus maksila, resesus
frontal dan osteum sinus frontal.
Instrumen operasi. Cunam dan alat lain yang digunakan tidak boleh terlalu besar agar
tidak melukai mukosa. Peralatan dasar yang harus dimiliki adalah:
1. Spuit dan jarurn panjang
2. Pisau sabit
3. Respatorium Blakesley dan upturned yang berlubang pada ujungnya
4. Suksion lurus dan bengkok
5. Kuret J
6. Cunam backbiting
7. Cunam jerapah yang tidak terlalu bengkok untuk mencapai osteum sinus
frontal
Infundibulektomi dan pembesaran osteum sinus maksila
Membuka akses ke meatus medius. Pertama-tama perhatikan akses ke meatus medius,
jika sempit akibat deviasi septum, konka bulosa atau, polip, koreksi atau angkat polip
terlebih dahulu. Tidak setiap deviasi septum harus dikoreksi, kecuali diduga, sebagai
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 15
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
preyebab penyakit atau dianggap, akan mengganggu prosedur endoskopik. Sekali-kali
jangan melakukan koreksi septum hanya agar instrumen, besar bisa, masuk.
Membuka infundibulum. Tahap awal operasi adalah membuka rongga, infundibulum
yang sempit dengan cara mengangkat prosesus unsinatus sehingga akses ke osteum
sinus maksila terbuka. Selanjutnya osteum dinilai, apakah perlu diperlebar atau
dibersihkan dari jaringan patologik. Dengan membuka osteum dan infundibulum,
maka drenase dan ventilasi sinus maksila pulih kembali dan penyakit di sinus maksila
akan sembuh tanpa melakukan manipulasi di dalamnya.
Etmoidektomi retrograde
Jika ada sinusitis etmoid, operasi dilanjutkan dengan etmoidektomi, sel-sel sinus
dibersihkan termasuk daerah resesus frontal jika disertai sinusitis frontal. Caranya
adalah sebagai berikut, setelah tahap awal tadi, dinding anterior bula etmoid ditembus
dan diangkat sampai tampak dinding belakangnya yaitu lamina basalis yang
membatasi sel-sel etmoid anterior dan posterior. Lamina basalis berada tepat di depan
endoskop dan tampak tipis keabu-abuan, lamina ditembus di bagian infero-medialnya
untuk membuka sinus etmoid posterior, tetapi sebelumnya, harus diyakini bahwa bula
sudah dibersihkan ke medial sejauh mungkin.
Sel-sel etmoid posterior di observasi dan jika ada kelainan, sel-sel dibersihkan dan
atap etmoid yang merupakan dasar otak diidentifikasi. Selanjutnya, diseksi
dilanjutkan kedepan secara, retrograde membersihkan partisi sel-sel etmoid anterior
sambil memperhatikan bahwa batas superior diseksi adalah tulang keras fossa kranii
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 16
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
anterior dan batas lateral adalah lamina papirase. Cara membersihkan sel etmoid
anterior secara, retrograde ini lebih aman dibandingkan cara anterior ke posterior
dengan kemungkinan penetrasi intrakranial lebih besar.
Keuntungan melakukan diseksi etmoid posterior terlebih dahulu adalah karena dasar
otak yang merupakan atap, sinus etmoid posterior lebih mudah diidentifikasi sebagai
tulang keras yang letaknya agak horisontal sehingga kemungkinan penetrasi lebih
kecil dari pada di etmoid anterior dimana dasar otaknya lebih vertikal.
Sinus frontal
Untuk mencapai sinus frontal, resesus frontal harus dibersihkan terlebih dahulu.
Diseksi disini menggunakan cunam Blakesley upturned dipandu endoskop 30mm0.
Setelah partisi sel-sel resesus ftontal dibersihkan, osteum biasanya langsung tampak.
Lokasi osteum sinus frontal adalah di antero-medial resesus frontal agak di belakang
perlekatan konka media dengan dinding lateral. Hati-hati saat diseksi di sisi- medial,
arahkan ujung cunam ke lateral.
Kadang-kadang osteum sinus frontal tersembunyi oleh sel-sel agger nasi yang meluas
ke posterior atau ada sisa prosesus unsinatus di bagian superior. Osteum juga dapat
tertutup oleh jaringan udem, polip / polipoid. Semua ini dibersihkan cunam Blakesley
upturned atau kuret J.
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 17
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
Kadang-kadang sel etmoid supra orbital sangat cekung menyerupai kedalaman sinus
frontal, tetapi dengan memperhatikan perluasan sinus frontal pada gambar CT serta
mengingat lokasi osteum yaitu di bagian antero-medial, kekeliruan ini dapat hindari.
Adanya gelembung udara atau turunnya sekret dapat menunjukkan lokasi osteum
frontal.
Kista atau polip di sinus frontal dapat dibersihkan dengan menarik ujung polip rang
dapat dicapai dengan cunam, biasanya seluruh polip ikut tertarik keluar. Cunam yang
digunakan adalah cunam giraffe yang khusus dibuat untuk bekerja di atap resesus
frontal. Polip yang berada diujung lateral sinus frontal, tidak dapat dicapai dengan
alat ini, dalam hal ini harus dilakukan pendekatan ekstranasal. Jaringan parut masif
yang menutup osteum juga merupakan kontra-indikasi BSEF. Pada keadaan ini,
operasi trepinasi sinus frontal yang dikombinasi endoskopi merupakan pilihan.
Setelah resesus frontal dan infundibulum dibersihkan, maka jalan ke sinus frontal dan
maksila sudah terbuka, drenase dan ventilasi akan pulih dan kelainan patologik di ke
dua sinus tersebut akan sembuh sendiri dalam beberapa minggu tanpa dilakukan suatu
tindakan di dalamnya.
Sfenoidektomi
Sfenoidektomi bukan merupakan prosedur rutin BSEF. Didalam sinus ada kanal
n.optikus dan a.karotis, sehingga manipulasi daerah ini dapat berakilbat
kebutaan,kebocoran likuor atau perdarahan hebat dengan kemungkinan fatal.
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 18
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
Sfenoidektomi memerlukan perencanaan yang matang. Anatomi rincinya harus
dipelajari dengan seksama dari CT scan potongan koronal dan aksial bahkan kalau
perlu MRI. Perhatikan letak n.optikus, a.karotis dan apakah ujung septum
intersfenoid melekat pada a.karotis sehingga jika diangkat dapat menyebabkan ruptur
arteri yang fatal.
Manipulasi di sinus sfenoid harus dilakukan secara hati-hati. Karena n.optikus dan
a.karotis berada di daerah latero-superior, maka manipulasi sebaiknya di bagian
medial dan inferior saja. Menurut Stammberger, pada 25% kasus ditemukan
dehisence di kanal tulang a.karotis. Jika ingin mengangkat septum intersfenoid, harus
yakin bahwa ujung septum tidak bertaut pada a.karotis interna atau n.optikus.
Jika jejas anatomi sudah hilang misalnya pada penyakit polip ekstensif atau akibat
operasi sebelumnya (tidak ada konka media) dapat dianjurkan operasi teknik Wigand.
I Caranya adalah dengan menembus sinus sfenoid secara transnasal sebagai tahap
awal. Setelah dasar otak diidentifikasi, dilakukan etmoidektomi retrograde sehingga
bahaya penetrasi intrakranial dapat dihindari.
Eksenterasi sinus maksila
Pengangkatan kelainan ekstensif di sinus maksila seperti polip difus atau kista besar,
dapat menggunakan cunam bengkok yang dimasukkan melalui osteum sinus maksila
yang telah diperlebar. Visualisasi dapat dibantu melalui endoskop yang dimasukkan
melalui fosa kanina. Dapat pula dipertimbangkan memasukkan cunam melalui
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 19
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
meatus inferior jika cara diatas gagal. Jika tindakan ini sulit, lakukanlah bedah
Caldwel-Luc, tetapi prinsip BSEF yang hanya mengangkat jaringan patologik dan
meninggalkan jaringan normal agar tetap berfungsi dianjurkan untuk dilakukan disini.
Prinsip ini penting dalam menunjang hasil terapi. Kennedy mengernukakan bahwa
dengan mempertahankan mukosa sedapat mungkin, penyembuhan terjadi lebih cepat
dan lebih baik. Moriyama juga melarang mengangkat seluruh mukosa, hingga tulang
menjadi telanjang. Dianjurkan hanya mengangkat permukaan mukosa saja dengan
cunam yang memotong (cutting forcep). Dalam penyelidikannya, cara ini menunjang
penyembuhan fisiologik dimana sel-sel bersilia akan regenerasi setelah 6 bulan.
PERAWATAN PASCA OPERASI
Akibat trauma operasi, terjadi perubahan-perubahan pada mukosa, mucociliary
clearance dan jaringan. Epitel mukosa, mengalami perubahan hipesplastik sehingga
mukosa dan mucous blankel terganggu atau rusak. Mucociliary clearance juga
terganggu karena kontinuitasnya putus atau rusak, sehingga terjadi perubahan
karakteristik sekret, terjadi lebih kental dan tidak dapat dialirkan. Sedangkan pada
jaringan akan terjadi reaksi jaringan berupa udem dan eksudasi.
Untuk menjaga. agar perubahan diatas hanya, sementara. dan agar tidak timbul
kelainan patologik atau komplikasi, diperlukan perawatan pasca operasi yang cermat.
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 20
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
Pernbersihan rongga hidung dilakukan sampai terjadi re-epitelisasi yaitu selama 4-6
minggu pasca operasi, bahkan lebih jika ada komplikasi. Perawatan pada, umumnya
dilakukan 2 kali seminggu pada, 2-3 minggu pertama, kemudian 1 kali seminggu
pada 2-3 minggu kedua atau sampai luka sudah betul-betul sembuh dan telah ditutupi
oleh mukosa. Pada, kasus penyakit ekstensif preoperatif dianjurkan melanjutkan
kontrol setiap
KOMPLIKASI BSEF
Secara, garis besar komplikasi BSEF dibagi menjadi komplikasi mayor dan minor,
yang dapat bersifat permanen atau temporer yang membaik dengan atau tanpa
pengobatan. (Lihat tabel 1)
Tabel 1. Klasifikasi komplikasi Bedah Sinus Endoskopi
Kategori Kategori Terapi Komplikasi
Mayor Sembuh denga terapi Hematom orbita
Gangguan penglihatan
Diplopia
Kebocoran likuor serebrospinalis
Meningitis
Abses otak
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 21
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
Perdarahan fokal otak
Perdarahan yang membutuhkan transfusi
Trauma arteri karotis
Epifora (dakriosistorinostomi)
Permanen Diplopia
Defisit neurologist
Buta
Minor Temporer, sembuh tanpa terapi Emfisema periorbita
Ekhimosis periorbita
Nyeri/ baal di gigi atau bibir
Temporer, sembuh dengan
terapi
Sinekia
Epistaksis
Bronkospasme
Infeksi (sinus)
Permanen, jika gejala menetap
> I tahun
Nyeri / baal di gigi atau bibir
Anosmia
VIII. KOMPLIKASI1,11
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 22
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika.
Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi ialah :
1. Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis
frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus
maksila dapat timbul fistula oroantral.
2. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal
dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan
perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis
orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis
sinus kavernosus.
3. Kelainan intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau
subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus.
4. Kelainan paru, seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan
sinus paranasal disertal dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain
itu dapat juga timbul asma bronkial.
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 23
Penatalaksanaan SinusitisPenatalaksanaan Sinusitis
IX. PENCEGAHAN(15,16)
1. Jika punyai alergi, hindari unsur- unsur yang bisa memperberat alergi.
2. Hindari makan makanan yang merangsang dan minuman dingin.
3. Hindari asap rokok
4. Jika menderita pilek perbanyak minum air mineral
SMF Ilmu Penyakit THT RSU Pirngadi Medan FK_UNMAL [email protected] 24