Penatalaksanaan Kanker Payudara

27
I. ANATOMI 1 Payudara terdiri dari komponen musculocutan dan lemak. Payudara menempati bagian tubuh antara iga ke-3 sampai iga ke-7 serta terbentang dari linea parasternalis sampai linea aksilaris anterior atau media. Bagian mesenkim payudara terutama menempati fascia pectoral dan m.serratus anterior. Pada umumnya jaringan payudara akan meluas ke dalam lipatan ruang aksila yang sering dikenal sebagai axillary tail of Spence. Antara fascia superfisialis dan profundus (fascia pectoralis) terdapat ruang submammaria yang kaya akan kelenjar limfe. Pada bagian profunda areola mamma terdapat lemak bebas yang didalamnya terdapat ductus lactiferous yang melebar membentuk sinus. Di dalam sinus ini ASI disimpan. Ligamentum suspensorium dari Cooper membentuk septa fibrosa yang kuat yang menyokong parenkim payudara dan terbentang dari fascia pektoralis profunda ke lapisan fascia superfisialis di dalam dermis. Invasi kanker payudara ke ligamentum tersebut menimbulkan kontraksi yang menyebabkan gambaran retraksi pada papilla mamma. Sedangkan peau d’orange merupakan akibat sekunder dari obstruksi kelenjar limfe Payudara diperdarahi oleh cabang: A. mammaria interna: memperdarahi tepi medial A. thoracalis lateralis (mammaria eksterna: memperdarahi bagian lateral) A. thoracoacromialis: memperdarahi bagian dalam A. thoracodorsalis : mempedarahi m. latissimus dorsi dan m. serratus magnus

Transcript of Penatalaksanaan Kanker Payudara

Page 1: Penatalaksanaan Kanker Payudara

I. ANATOMI1

Payudara terdiri dari komponen musculocutan dan lemak. Payudara menempati bagian tubuh

antara iga ke-3 sampai iga ke-7 serta terbentang dari linea parasternalis sampai linea aksilaris

anterior atau media. Bagian mesenkim payudara terutama menempati fascia pectoral dan

m.serratus anterior. Pada umumnya jaringan payudara akan meluas ke dalam lipatan ruang aksila

yang sering dikenal sebagai axillary tail of Spence. Antara fascia superfisialis dan profundus

(fascia pectoralis) terdapat ruang submammaria yang kaya akan kelenjar limfe. Pada bagian

profunda areola mamma terdapat lemak bebas yang didalamnya terdapat ductus lactiferous yang

melebar membentuk sinus. Di dalam sinus ini ASI disimpan. Ligamentum suspensorium dari

Cooper membentuk septa fibrosa yang kuat yang menyokong parenkim payudara dan terbentang

dari fascia pektoralis profunda ke lapisan fascia superfisialis di dalam dermis. Invasi kanker

payudara ke ligamentum tersebut menimbulkan kontraksi yang menyebabkan gambaran retraksi

pada papilla mamma. Sedangkan peau d’orange merupakan akibat sekunder dari obstruksi

kelenjar limfe

Payudara diperdarahi oleh cabang:

A. mammaria interna: memperdarahi tepi medial

A. thoracalis lateralis (mammaria eksterna: memperdarahi bagian lateral)

A. thoracoacromialis: memperdarahi bagian dalam

A. thoracodorsalis : mempedarahi m. latissimus dorsi dan m. serratus magnus

Sistem pembuluh vena meliputi v. intercostalis dari spasium interthoracalis kedua sampai

keenam untuk memasuki v.vertebralis di posterior. Vena intercostalis juga bisa memasuki

v.azygos yang bermuara ke dalam vena cava superior. V. axillaris menerima darah dari bagian

superior dan lateral payudara. Aliran vena mengikuti system arteri.

Aliran Lymphe

Ada 6 kelompok kelenjar limfe di payudara, yaitu:

1. Mammaria eksterna (level I)

Sejajar a.thoracica lateralis dari kosta VI sampai v. axillaris dan menempati tepi m.pectoralis

mayor dan ruang axillaris media

2. Subscapularis (level I)

Dekat cabang vasa torakodorsalis dari vasa subscapularis, terbentang dari v.axillaris sampai

dinding thorac sisi lateral

Page 2: Penatalaksanaan Kanker Payudara

3. Vena axillaris (level I)

Merupakan kelompok terbedar kedua, terletak kaudal dan ventral dari bagian lateral v. axillaris

4. Interpectoralis/ Rotter’s (level II)

Terletak antara m.pectoralis mayor dan m.pectoralis minor, sering tunggal, merupakan kelompok

terkecil sering, sering tidak ketemu kecuali m. pectoralis mayor dipotong

5. Central (level II)

Terletak sentral antara linea axillaris anterior dan posterior serta menempati posisi superficial di

bawah kulit dan fascia medioaxilla, sehingga mudah teraba pada pemeriksaan palpasi, tertanam

dalam lemak axilla

6. Subscapularis/ Apical (level III)

Merupakan kelompok terbesar, terletak paling medial kaudal dan ventral dari bagian medial v

axillaris setinggi ligamentum Halsted.

Aliran limfe payudara

Dari plexus utama pectoralis ke dalam nnll. pectoralis, dan dari pectoral ke nnll. apical. Beberapa

jalan langsung ke dalam nnll. apical. Kuadran atas luar limfe terutama mengalir ke apical

kemudian ke nnll. apical sentral. Kuadras atas dalam mengalir ke nnll. mamaria interna. Kuadran

bawah luar aliran limfe ke limfonodi sentralis langsung atau melewati limfonodi pectoralis.

Kuadran bawah dalam mengalir ke nnll. mamaria interna mungkin tersebar ke part of Gerota,

kemungkinan melibatkan payudara sebelah kuadran dalam.

Melalui lubang-lubang di linea alba, limfe dapat berhubungan dengan lairan limfe peritoneal dan

separuh bagian ataas abdomen. Aliran dari kuadran medial terutama ke nnll. mammaria interna

dan mediastinum. Nnll.deltopectoralis menerima sedikit aliran dari kuadran atas. Aliran

subscapula dan posterior menerima limfe dari axillary tail.

II. EPIDEMIOLOGI

American Cancer Society memperkirakan sekitar 1,4 juta kasus baru kanker payudara di tahun

2008. Insidens kanker payudara pada wanita bervariasi secara global dengan peningkatan sebesar

2,5 kali. Kisarannya antara 3,9 kasus per 100.000 di Mozambique sampai 101,1 kasus per

100.000 di Amerika Serikat. Dalam jangka waktu 25 tahun terakhir, insidens kanker payudara

meningkat secara global dengan peningkatan tertinggi terjadi pada negara – negara barat. Hal ini

terjadi diakibatkan terjadinya perubahan pada pola reproduksi, peningkatan skrining, perubahan

Page 3: Penatalaksanaan Kanker Payudara

pola makan dan penurunan aktivitas. Walaupun insidensnya cenderung meningkat secara global,

mortalitasnya cenderung menurun, terutama pada negara maju.2

Di Amerika Serikat, diperkirakan 192.370 kasus baru dari kanker payudara invasive akan terjadi

pada wanita ditahun 2009. Setelah dua decade terakhir terjadi peningkatan insidensi kanker

payudara, justru dari tahun 1999 sampai ke 2005 terjadi penurunan kasus kanker payudara baru

pada wanita sebesar 2,2% per tahun. Hal ini terjadi akibat menurunnya penggunaan hormone

replacement therapy (HRT) yang dipublikasikan oleh Womens Health Initiative pada tahun

2002. Diperkirakan akan terjadi 62.280 kasus baru berupa kanker payudara in situ pada wanita di

tahun 2009. Diperkirakan 85% kasus yang terjadi merupakan ductal carcinoma in situ.3

III. FAKTOR RISIKO

Studi epidemiologi telah mengidentifikasi banyak factor risiko yang bisa menyebabkan

terjadinya karsinoma payudara pada wanita. Kebanyakan factor risiko merupakan bentuk

assesmen awal payudara. Hal tersebut berfungsi sebagai salah satu parameter dalam menunjang

penegakan diagnosis karsinoma payudara. Denominator secara umum adalah tingkat dan

lamanya terpapar esterogen endogen. Menarche dini, nulliparitas, dan menopause yang terlambat

meningkatkan lamanya terpapar terhadap esterogen endogen. Sementara itu, obesitas dan

penggunaan HRT meningkatkan level kadar esterogen.4

Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara pada lapis pertama merupakan salah satu

factor risiko terkena kanker payudara. Risiko meningkat kurang lebih 5 kali dibandingkan wanita

yang memiliki kekerabatan dua lapis atau lebih dari penderita. Selain itu, riwayat kanker .

ovarium pada keluarga lapis pertama, terutama jika didiagnosis dibawah 50 tahun juga

meningkatkan risiko terkena kanker payudara.4

Salah satu factor risiko lain yang secara luas diteliti adalah penggunaan kontrasepsi oral dan

HRT. Hampir semua data menunjukkan terjadi peningkatan risiko sebesar 1,25 kali pada mereka

yang menggunakan oral kontrasepsi. Untuk penggunaan HRT, didapatkan data yang cenderung

konsisten dimana terjadi peningkatan insidens dan mortalitas kanker payudara. Risiko terkait

dengan lama waktu penggunaan HRT.4

Page 4: Penatalaksanaan Kanker Payudara

IV. FAKTOR GENETIK

Walaupun 20-30% pasien dengan kanker payudara setidaknya memiliki riwayat keluarga namun

hanya 5-10% wanita dengan kanker payudara yang teridentifikasi memiliki predisposisi

herediter. Mutasi BRCA1 dan BRCA2 bertanggung jawab pada 3-8% dari seluruh kasus kanker

payudara dan 15-20% kasus familial. Mutasi yang agak jarang juga terjadi pada gen PTEN,

TP53, MLH2 dan STK114

Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 pada kromosom 17 dan13 hampir melingkupi autosomal

dominan kanker payudara. Kedua gen tersebut dipercaya sebagai tumor suppressor gen yang

berfungsi menjaga integritas DNA dan regulasi transkripsi4

Kejadian mutasi bervariasi tergantung etnik dan ras. Untuk BRCA 1, rata-rata tertinggi terjadi

pada wanita Ashkenazi Jewish (8,3%) diikuti wanita Hispanik (3,5%), wanita kulit putih non-

Hispanik (2,2%), wanita Afro-Amerika (1,3%) dan wanita Asia-Amerika. Lebih lanjut lagi, 95%

dari wanita Ashkenazi Jews dengan mutasi gen BRCA akan diikuti dengan 3 mutasi lainnya

(185delAG, 538insC pada BRCA1 dan 617delT pada BRCA2). Wanita yang mewarisi mutasi

pada gen BRCA1 atau BRCA2 diperkirakan 50-80% akan berkembang menjadi kanker payudara

selama kehidupannya.4

Khusus mutasi pada BRCA1 terlihat pada 7% keluarga dengan multiple breast cancer dan 40%

pada keluarga dengan kanker payudara dan ovarium. Individu dengan mutasi pada gen BRCA1

memiliki risiko sebesar 40% akan berkembang menjadi kanker payudara sepanjang hidupnya.4

Mutasi BRCA2 diidentifikasi pada 10-20% keluarga yang memiliki risiko tinggi terhadap kanker

payudara dan ovarium dan hanya 2,7% pada wanita dengan kanker payudara dengan onset dini.

Wanita dengan mutasi BRCA2 memiliki risiko mendekati `10% untuk menderita kanker ovarium.

Penderita dengan carrier mutasi BRCA2 yang berkembang menjadi kanker payudara cenderung

merupakan high grade, ER+/PR+ dan HER-2/neu-. Mutasi BRCA2 juga meningkatkan risiko

terjadinya kanker payudara pada pria.4

V. PROSEDUR DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan klinis

a. Anamnesis

Terdapat keluhan di payudara atau ketiak berupa benjolan merupakan hal yang sering dikeluhkan

oleh pasien. Lalu, ditanyakan sudah berapa lama benjolan tersebut ada. Jika ada kanker payudara

Page 5: Penatalaksanaan Kanker Payudara

yang sudah lama namun belum menunjukkan metastasis. Itu lebih baik walaupun sudah locally

advanced. Gejala nyeri juga bisa terjadi. Namun, biasa terkait dengan lumpy breast syndrome

dibandingkan dengan cancer. Dalam satu series penelitian hanya 0,4% orang yang dengan

keluhan nyeri meyertai diagnosis kanker payudara.5

Perubahan ukuran massa juga mengambil peran yang penting dalam mendiagnosis kanker

payudara. Benjolan yang cenderung membesar dan meluas dalam jangka waktu yang cepat

cenderung kea rah ganas jika dibandingkan dengan lesi yang cenderung membesar seiring

dengan waktu haid.6

Riwayat nipple discharge (ND) juga mengindikasikan kearah keganasan. Lebih signifikan lagi

jika ND muncul tanpa harus dipijat, yaitu spontan. ND juga menjadi menunjang kerah ganas

jika terjadi unilateral, terlokalisir pada salah satu duktus dan terjadi pada pasien yang sudah tua.

ND yang terkait dengan keganasan bisa jernih, darah atau serous. ND yang mengarah ke jinak

biasanya bilateral, berasal dari multiductus dan biasanya menyerupai susu, kehijauan atau hijau

kebiruan7. Lagi, jika ND terjadi dikaitkan dengan orang dengan massa curiga ganas maka 11%

dari pasien ND yang terbukti ganas8. Sementara itu, ND tidak dikaitkan dengan massa maka

hanya dibawah 1 % yang terdiagnosis sebagai kanker payudara9

Riwayat kanker payudara pada lapis pertama dalam keluarga (ibu, anak atau tante dari ibu)

meningkatkan risiko tiga kali lipat, namun ada juga yang berkata sampai 5 kali lipat. Faktor ini

menjadi sangat penting terutama jika ditinjau dari sisi ibu dan bukan sisi ayah. Jika dari lapis

pertama terdapat kanker payudara yang mengenai kedua payudara dan sebelum masa menopause

akan meningkatkan risiko sebesar 6 sampai 7 kali lipat, melakukan profilaksis mastektomi bisa

dipertimbangkan pada orang tersebut10. Adanya riwayat terkena kanker payudara harus membuat

para wanita menyadari bahwa kemungkinan terjadi kanker payudara berikutnya di payudara

yang tersisa. Lebih kurang 15% pada populasi yang terkena kanker payudara unilateral akan

berkembang menjadi kanker yang mengenai payudara yang tersisa. Dan jika terjadinya kanker

payudara pada usia yang lebih muda maka persentasenya bisa lebih tinggi sehingga

membutuhkan pengawasan yang lebih intens11

Untuk penggunaan HRT dan exogen esterogen telah dijelaskan di tajuk factor risiko. Selain

riwayat HRT, riwayat mengkonsumsi minuman berakohol juga bisa memicu terjadinya kanker

payudara. Dengan mengkonsumsi minimal 3-9 gelas perminggu, insidens terjadinya kanker

Page 6: Penatalaksanaan Kanker Payudara

payudara pernah dilaporkan meningkat 1,3 kali dari rata-rata normal. Konsumsi alcohol lebih

dari 15 g per hari bisa meningkatkan risiko mejadi 1,6 kali.12

2. Pemeriksaan Fisik

American Cancer Society mengeluarkan rekomedasi frekuensi pemeriksaan fisik oleh seorang

dokter. Yaitu untuk wanita dibawah 40 tahun, satu kali pemeriksaan tiap tiga tahun dan setiap

tahun bagi wanita yang berusia 40 tahun.13

Tahnik pemeriksaan termasuk inspeksi dan palpasi seluruh area payudara dan kelenjar getah

bening daerah yang dilewatinya.

Yang dinilai adalah bentuk secara umum, ukuran dan simetrisitas dari payudara begitu pula jika

terdapat edema, peau d’orange, lesi satelit, erythema inverse atau perubahan putting dan retraksi

kulit maupun luka atau ulkus pada kulit. Area yang dilewati pembuluh limfe termasuk area

servikal, suprakalvikular dan infraklavikular serta axial harus diperiksa. Masing-masing region

harus dipalpasi secara perlahan. Jika ada nodus yang keras dengan besar lebih dari 5 mm

diameternya harus dicurigai. Pemeriksa harus meraba secara gentle kedua payudara dari arah

sternum ke arah infraclavicula dari arah luar ke dalam, sentripetal.13

Pendataan yang akurat sangat menunjang pemantauan secara berkala terhadap payudara pasien.

Banyak para dokter yang menggunakan tulisan untuk mendeskripsikan benjolan namun jika bisa

ditambahkan dalam bentuk foto maka akan jauh lebih baik. Evaluasi terhadap benjolan harus

termasuk didalamnya ukuran, bentuk, konsistensi, mobile dan tepi.1,15,16,17

a. SADARI (perikSA payuDAra sendiRI)1,15

Terdiri dari tiga tahap yaitu

1. Inspeksi di depan kaca dengan tangan di samping, di atas kepala, di pinggul mencari

perubahan pada kontur, warna kulit, tekstur dan perubahan putting.

2. Palpasi saat mandi

3. Palpasi dengan posisi supine pada sofa atau tempat tidur

Palpasi bisa dilakukan dari berbagai arah baik horizontal ataupun vertical, radial atau sirkular.

Dari sebuah studi disimpulkan arah vertical merupakan tahnik terbaik dalam memeriksa

payudara.

Pasien sebaiknya memulai SADARI pada usia akhir 20-an sampai awal 30-an dan berlanjut

sepanjang hidup. SADARI sebaiknya dilakukan 5-10 hari setelah onset menstruasi. Wanita

menopause harus memeriksa di hari yang sama tiap bulan.

Page 7: Penatalaksanaan Kanker Payudara

3. Pemeriksaan Penunjang.

a. Noninvasive

1. Mammografi

Dengan menggunakan tehnik dosis rendah 0,1 rad per studi dibandingkan dengan foto thoraks

yang hanya menggunakan 0,025 rad per studi14. Berdasarkan hasil observasi, walapun radiasi

yang diberikan jauh lebih besar namun, tidak ada laporan kasus yang menunjukkan bahw terjadi

kanker payudara yang diakibatkan karena terpapar oleh radiasi dari mamografi.

Walapun secara teori bisa dimungkinkan namun hamper kebanyakan dokter setuju bahwa

mamografi merupakan alat yang efektif utuk screening namun hanya 8-15% wanita dengan

asimtomatik yang mengikuti evaluasi ini. Sebagai fakta, hanya 15-20% wanita dengan usia diatas

50 tahun yang pernah di mammografi. Data dari studi Health Insurance Plan and Breast Cancer

Detection Demonstration Project menyatakan bahwa mammografi (disertai dengan pemeriksaan

fisik) efektif dalam mendiagnosis lesi yang non-palpable15-17

Teradapa indikasi untuk mamografi baik skirining ataupun diagnosis. Pasien dengan tumor atau

area yang asimetris, ND, retraksi kulit atau adenopati aksila harus dievaluasi dengan

mammografi. Studi ini tidak terlalu berguna pada remaja diakibatkan karena densitas payudara

tapi diindikasikan jika diduga terjadi proses keganasan. False-negative rate `berkisar antar 10-

15%. Untuk itu dokter harus bersungguh-sungguh ketika melakukan pemeriksaan fisik.13

2. Ultrasound

Ultrasound telah digunakan sejak awal 50-an. Alat tersebut sangat berguna dan akurat dalam

mengevaluasi densitas payudara dan dalam membedakan antara kista dengan massa padat.

Namun, untuk massa yang lebih kecil antara 5-10 mmtidak dapat divisualisasi dan massa pada

jaringan lemak payudara sulit dievaluasi. Keuntungannya adalah tidak ada radiasi dan tidak

nyeri.13

3. Computed Tomography dan Magnetic Resonannce Imaging Scans

Penggunaan CT dan MRI untuk scanning untuk mengevaluasi kelainan payudara sekarang sudah

mulai diselidiki. Tehnik ini mengambil peran dalam mengevaluasi aksila, mediastinum dan area

supraklavikula untuk adenopati dan membantu dalam melakukan staging pada proses keganasan.

Publikasi terkini menyatakan bahwa MRI dapat mengidentifikasi secara tepat antara tumor

primer atau residual dan secara akurat memprediksi ekstensi penyakit pada pasien dengan

diagnosis kanker payudara.1,17

Page 8: Penatalaksanaan Kanker Payudara

b. Invasive15,16,17

1. Sitologi Aspirasi

Sitologi aspirasi dilakukan menggunakan jarum halus (ukurang 20 atau yag lebih kecil) dengan

spuit untuk mengaspirasi sel pada area yang dicurigai, lalu dismear di atas slide dan difiksasi

segera dan diwarnai untuk evaluasi sitologi. Jika specimen diambil secara tepat, prosedur ini

sangat akurat. Namun, pemeriksaan ini tidak dapat untuk memeriksa gambaran histopatologi

jaringan sebab pemeriksaan ini tidak mampu mengambil struktur jaringan sekitarnya. Teknik

stereotaktik untuk sampling lesi nonpalpable sudah menjadi hal umum di Amerika Serikat.19

Kelemahan tehnik ini adalah ketidakmampuan untuk menentukan secara akurat reseptor

esterogen dan progesteron pada specimen yag sangat kecil. Untuk mengetahui reseptor

menggunakan tehnik ini sudah dikembangkan namun masih belum merata keberadaannya di

laboratorium patologi anatomi20

Sudah muncul perhatian dari para ahli untuk melakukan tehnik noninvasive berupa variasi dari

sitologi payudara yaitu menggunakan alat suction, yang diletakkan sepanjang kompleks areolar

nipple untuk mengambil cairan yag berfungsi utuk megevaluasi sitopatologi. Sebagai tambahan

aspirasi cairan payudara bisa dilakukan dan dianalisis sebagai penanda tumor. Prostate Spesific

Antigen (PSA), dalam keadaan tertentu, berkorelasi lebih baik dengan diagnosis kanker

payudara.21

2. Core Needle Biopsy (CNB)

Biopsi jarum menggunakan jarum bor yang besar sering dilakukan. Hal tersebut lebih invasive

dibandingkan dengan aspirasi jarun. CNB lebih akurat dan bisa digunakan untuk menentukan

reseptor esterogen dan progesteron serta bisa dilakukan untuk memeriksa gambaran

histopatologi. Biopsi ini bisa dilakukan secara stereotaktik atau dengan bantuan ultrasound.22

3. Biopsi Terbuka

Terdapat berbagai macam tehnik biopsy terbuka yaitu

a. Biopsi eksisi

Istilah biopsi eksisi merujuk pada istilah yang berarti biopsi dengan mengangkat seluruh masa

yang terlihat dan biasanya dengan sedikit batas jaringan yang sehat. Hal tersebut perlu

direncanakan secara hati-hati dan curiga lesinya bersifat ganas. Secara umum, lebih disukai

sirkumsareolar atau insisi curvilinear sepanjang garis Langer. Kebanyakan biopsi bisa dilakukan

dengan lokal anastesi. Namun, demi kenyamanan pasien biasa dilakukan dengan sedasi

Page 9: Penatalaksanaan Kanker Payudara

intravena. Potong beku biasa dilakukan dan bisa disimpan untuk tes reseptor esterogen dan

progesterone.13

b. Biopsi insisi

Untuk lesi yang besar dan sulit utuk dilakukan biopsy eksisi biasanya dilakukan biopsy insisi

dengan hanya mengambil sedikit jaringan. Hal ini bisa dilakukan dalam anastesi local dan cukup

nyaman pada pasien poli.13

c. Needle-Guided Biopsy (NGB)

Skrining mammografi bisa digunakan untuk melihat lesi yang mencurigakan sebelum muncul

secara klinis. Dan haltersebut bisa dijadikan patokan dalam melakukan biopsy jarum dengan

bantuan mammografi. Tehnik ini dilakukan atas dasar prinsip menghilangkan lesi secara presisi

tanpa mengorbankan jaringan sehat sekitarnya.13

Pasien dilakukan mammografi yang disesuaikan dengan film aslinya dan dilakukan introduksi

berdasarkan gambaran film tersebut. Jadi bisa disimpulkan NGB merupakan biopsy dengan

bantuan mammografi13

d. Ultrasound-Guided Biopsy (UGB)

Untuk lesi yang tidak teraba namun, terlihat gambarannya melalui ultrasound. Bisa dilakukan

biopsy dengan bantuan ultrasound. UGB dilakukan dengan pasien pada posisi supine, dan

payudara discan menggunakan transducer. Lalu kulitnya ditandai dengan pensil; lalu dilakukan

biopsy secara standard. Aspirasi kista juga bisa dilakukan dengan bantuan ultrasound13

e. Nipple Discharge Smear (NDS)

Setelah menekan daerah putting maka akan keluar cairan. Cairan yag keluar bisa diusap pada

gelas kaca difiksasi dan dilihat untuk dievaluasi secara sitologi. Dilaporkan, sitologi dari NDS

memiliki hasil negative palsu sebesar 18% dan positif palsu sebesar 2,5% jadi dibutuhkan

ketelitian dan kehati-hatian dalam menginterpretasi hasil tersebut.13

f. Nipple Biopsy

Perubahan epithelium dari putting sering terkait dengan gatal atau nipple discharge biasa

diperbolehkan untuk dilakukan biopsi puting. Sebuah potongan nipple/areola complex bisa

dieksisi dalam local anstesia dengan tepi yang minimal.13

c. Tumor Marker1,17

Page 10: Penatalaksanaan Kanker Payudara

Walaupun masih dalam proses penelitian di dunia kedokteran, pemeriksaan tumor marker dapat

menjadi alat prediksi awal kejadian keganasan dan prognosis pada pasien. Pada keganasan

payudara sendiri telah diteliti beberapa tumor marker yang dapat dijadikan modal dalam

pemeriksaan seperti CEA dan CA 15-3. Tumor marker CEA sebenarnya lebih banyak diperiksa

pada pasien dengan kecurigaan keganasan colorectal, namun saat ini penelitian yang dilakukan

oleh ASCO menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar CEA pada pasien dengan keganasan

payudara.

Selain CEA, pemeriksaan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan CA 15-3. Pada berbagai

studi, tumor marker CA 15-3 meningkat sejak awal sejak pasien dinyatakan menderita keganasan

payudara. Namun, bukan berarti CA 15-3 dapat menjadi alat skrining keganasan payudara.

Tetapi hanya dapat membantu penegakan diagnosis dan prediksi prognosis dari pasien.

VI. STAGING15

TUMOR PRIMER (T)

T0 Tidak ditemukan tumor primer

Tis Karsinoma in situ (k.i.s)

T1 Tumor < 2 cm

T2 Tumor > 2 cm dan < 5 cm

T3 Tumor > 5 cm

T4 Perluasan ke dinding dada (a), kulit (b), keduanya (c) & inflammatory (d)

KGB REGIONAL (N)

N0 Tidak bermetastasis ke KGB regional

N1 Metastasis ke KGB axilla psilateral yang masih dapat digerakkan

N2 Metastasis ke KGB axilla ipsilateral terfiksir atau melekat pada struktur

lain (a), atau secara klinis sampai dengan KGB mammaria interna tanpa

melibatkan KGB Axilla (b)

N3 Metastasis ke KGB infraclavicula ipsilateral (a), KGB mammaria interna

dan axilla (b), atau sampai dengan KGB supraclavicula (c)

METASTASIS JAUH (M)

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Metastasis jauh (termasuk KGB supraklavikular ipsilateral)

Page 11: Penatalaksanaan Kanker Payudara

STAGE GROUPING

Stage 0 TIS N0 M0

Stage I T1 N0 M0

Stage IIA T0 N1 M0

T1 N1 M0

T2 N0 M0

Stage IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stage IIIA T0 N2 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1, N2 M0

Stage IIIB T4 Any N M0

Stage IIC Any T N3 M0

Stage IV Any T Any N M1

VII. TATALAKSANA

Pengobatan stadium dini akan memberikan harapan kesembuhan dan harapan hidup yang baik.

Secara umum, pengobatan pada penderita kanker meliputi 2 tujuan, yaitu :

a. Terapi kuratif

Terapi kuratif adalah tujuan utama terapi pada pasien kanker untuk menghilangkan kanker

tersebut. Dalam pelaksanaannya, terapi pada pasien kanker tidak dapat mempertahankan asas

primum non nocere karena dalam pemberian terapi kuratif, akan diberikan sejumlah terrtentu

zat kemoterapi atau radiasi yang bersifat toksik terhadap bagian tubuh lain yang tidak

terkena kanker. Terapi kuratif dapat berupa bedah radikal, kemoterapi, radiasi, imunoterapi

atau kombinasi dari keempat modalitas tersebut.1,16

b. Terapi paliatif

Terapi paliatif diberikan jika tujuan utama terapi kuratif tidak tercapai, Tujuan terapi paliatif

adalah untuk mengurangi gejala, dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan kanker

pada pasien yang tidak mungkin sembuh. Ketika tujuan terapi adalah sebagai paliatif, maka

efek toksisitas kemoterapi atau radiasi harus diminimalisir.15,16

Page 12: Penatalaksanaan Kanker Payudara

Terapi pada kanker payudara tergantung dari stadiumnya. Adapun jenis-jenis terapinya adalah:

1. Pembedahan15,16

Pada stadium I, II dan III, modalitas utama adalah pembedahan. Semakin dini terapi

dimulai, semakin tinggi akurasinya.

Mastektomi radikal

Yaitu pengangkatan puting dan areola, serta kulit diatas tumor dan 2 cm di

sekitarnya, glandula mamma (seluruh payudara), fascia m.pectoralis mayor,

m.pectoralis mayor, m. pectoralis minor disertai dengan diseksi aksila. Diseksi aksila

adalah pengangkatan semua isi rongga axilla kecuali arteri, vena dan saraf yang

bermakna. Teknik operasi ini dapat pula dimodifikasi menjadi mastektomi radikal

modifikasi Madden, di mana m.pectoralis mayor dan m.pectoralis minor tidak

diangkat atau Patey, dengan memotong m.pectoralis minor untuk melakukan diseksi

axilla

Operasi ini bersifat kuratif dan dilakukan untuk tumor yang berada pada stadium

operable yaitu stadium I, II dan III awal. Mastektomi radikal dapat diikuti dengan

atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant tergantung dari keadaan KGB aksila.

Mastektomi sederhana / simple mastectomy

Yaitu pengangkatan puting dan areola, serta kulit di atas tumor dan 2 cm di

sekitarnya, dan glandula mamma. Teknik operasi ini hampir sama dengan teknik

pada operasi mastektomi radikal, namun pada teknik ini tidak dilakukan diseksi

aksila. Setiap mastektomi sederhana harus diikuti oleh radiasi (radioterapi) untuk

mengatasi mikrometastasis atau metastasis ke kelenjar getah bening. Kombinasi

mastektomi sederhana dengan radiasi mempunyai efektivitas yang sama dengan

mastektomi radikal.

2. Breast Conservating Treatment

Yaitu pengangkatan tumor dengan batas sayatan bebas (tumorektomi, segmentektomi,

atau kwadrantektomi) dan diseksi aksila diikuti dengan radiasi kuratif. Operasi ini

dilakukan untuk tumor tunggal stadium dini yaitu stadium I dan II dengan ukuran tumor 3

cm, letak di perifer, dan pasien tidak ada riwayat radioterapi di dada serta pada pasien

Page 13: Penatalaksanaan Kanker Payudara

yang mau melakukan follow up teratur; untuk yang lebih besar belum dikerjakan dan

mempunyai prognosis lebih buruk dari terapi radikal.

3. Kemoterapi1,16,17

Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan pada pasien

kanker payudara yang sudah lanjut, tetapi dapat pula diberikan pada kanker payudara

yang sudah dilakukan operasi mastektomi, yang bersifat adjuvant.

Pilihan terapi sistemik dipengaruhi pula oleh terapi lokal yang dapat dilakukan, keadaan

umum pasien, reseptor hormon dan penilaian klinis. Karena kemoterapi bersifat sistemik,

maka harus dipikirkan toksisitas yang potensial terjadi.

Pada dasarnya pemberian kemoterapi pada keganasan payudara dibagi menjadi :

- Neoadjuvant, pemberian sebelum pembedahan sebanyak 3 siklus

- Adjuvant, pemberian setelah pembedahan sebanyak 6 siklus

- Paliatif, pemberian untuk jangka panjang untuk memperbaiki kualitas hidup

Pemberian agen kemoterapi sendiri biasanya diberikan dengan kombinasi. Pada

keganasan payudara, berdasarkan protokol PERABOI 2010 dikenal ada beberapa

kombinasi agen kemoterapiyang sering digunakan, seperti:

- CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate, 5FU)

- CAF / CEF ( Cyclophosphamide, Adriamycin / Epirubicin, 5FU)

- AT (Adriamycin, Taxan/Paclitaxel/Docetaxel)

Kombinasi di atas merupakan kemoterapi first line. Kemoterapi tersebut biasanya

diberikan tiap 3 minggu sekali Bila didapatkan respon kemoterapi yang dianggap kurang

memuaskan dapat diganti dengan agen kemoterapi second line.

Setelah pemberian kemoterapi, perlu diperhatikan kejadian toksisitas akibat kombinasi

kemoterapi yang diberikan. Kejadian supresi pada sumsum tulang, gangguan

gastrointestinal pasca kemoterapi, kerontokan rambut dan mukosa bibir maupun mata

yang kering merupakan efek yang sering terjadi akibat kemoterapi. maka dari itu, perlu

dilakukan evaluasi pre dan post kemoterapi pada penderita yang menerima kemoterapi.

4. Radiasi1,16,17

Page 14: Penatalaksanaan Kanker Payudara

Merupakan terapi utama untuk kanker payudara stadium IIIb (locally advanced),dan

dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu terapi hormonal dan kemoterapi. Radiasi terkadang

diperlukan untuk paliasi di daerah tulang weight bearing yang mengandung metastase

atau pada tumor bed yang berdarah difus dan berbau yang mengganggu sekitarnya.

Prinsip dasar radiasi adalah memberikan stress fisik pada sel kanker yang berada pada

keadaan membelah sehingga terjadi kerusakan DNA dan menyebabkan terbentuknya

radikal bebas dari air yang dapat merusak membran, protein, dan organel sel. Tingkat

keparahan radiasi tergantung pada oksigen. Sel yang hipoksia akan lebih resisten

terhadap radiasi dibandingkan dengan sel yang tidak hipoksia. Hal ini terjadi karena

radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel berasal dari oksigen. Oleh karena

itu, pemberian oksigen dapat meningkatkan sensitivitas radiasi.

Radioterapi dapat diberikan dengan tiga cara, yaitu :

a) Teleteraphy

Teknik ini berupa pemberian sinar radiasi yang memiliki jarak yang cukup jauh dari

tumor. Teknik ini dapat digunakan sendirian atau kombinasi dengan kemoterapi

untuk memberikan kesembuhan terhadap tumor atau kanker yang lokal dan

mengkontrol tumor primer. Teleterapi paling sering digunakan dalam radioterapi.

b) Bachytherapy

Teknik ini berupa implantasi sumber radiasi ke dalam jaringan kanker atau jaringan

disekitarnya.

c) Systemic therapy

Teknik ini berupa pemberian radionuklida ke dalam masa tumor atau kanker.

5. Terapi hormonal

Prinsip terapi ini berdasarkan adanya reseptor hormon yang menjadi target dari agen

terapi kanker. Ketika berikatan dengan ligand, reseptor ini mengurangi transkripsi gen

dan menginduksi apoptosis.

Jaringan payudara mengandung reseptor estrogen. Kanker payudara primer atau

metastasis juga mengandung reseptor tersebut. Tumor dengan reseptor estrogen tanpa

ada reseptor progesteron memiliki respon sebesar 30%, sedangkan jika memiliki reseptor

estrogen dan progesteron, respon terapi dapat mencapai 70%.

Page 15: Penatalaksanaan Kanker Payudara

Pada zaman dahulu, terapi hormonal pada penderita keganasan payudara post menopause

dilakukan dengan melakukan oophorectomy, adrenalectomy sampai dengan

hypophisectomy. Namun sekarang mulai ditinggalkan mengingat akan lebih

mempengaruhi kualitas hidup pasien.

Saat ini, pemilihan terapi endokrin atau hormonal berdasarkan respon reseptor hormonal

dari pemeriksaan reseptor hormonal pada histopatologis jaringan. Untuk wanita dengan

reseptor esterogen yang positif, respon terhadap inhibitor aromatase lebih besar

dibandingkan dengan tamoxifen.

Pemberian terapi hormonal dibedakan tiga golongan penderita menurut status menstruasi:

o Premenopause

Terapi hormonal yang diberikan berupa ablasi yaitu bilateral oopharektomi.

o Postmenopause

Terapi hormonal yang diberikan berupa pemberian obat anti estrogen.

o 1-5 tahun menopause

Jenis terapi hormonal tergantung dari aktifitas efek estrogen. Efek estrogen positif

dilakukan terapi ablasi, jika efek estrogen negatif maka dilakukan pemberian

obat-obatan anti estrogen.

6. Targeted Therapy

Adanya ekspresi HER2/neu pada saat dilakukan pemeriksaan histopatologi jaringan

payudara yang mengalami keganasan, memberikan modalitas baru untuk pemberian

target terapi. Jenis yang diberikan adalah Trastuzumab. Pemberiannya bersamaan dengan

pemberian kemoterapi dengan dosis pemberian loading dose 4 mg/kgBB, diikuti 2

mg/kgBB setiap minggu sampai dengan 12 minggu.

VIII. PROGNOSIS1,17

Prognosis kanker payudara ditentukan oleh:

1. Staging (TNM)

Semakin dini semakin baik prognosisnya

5-10 years survival rate untuk:

Stadium 0 : 96,2%

Page 16: Penatalaksanaan Kanker Payudara

Stadium I : 90-80%

Stadium II : 70-50%

Stadium III : 20-11%

Stadium IV : 0%

2. Jenis histopatologi keganasan

Karsinoma in situ mempunyai prognosis yang baik dibandingkan karsinoma yang

sudah invasif

Suatu kanker payudara yang disertai oleh gambaran peradangan yang dinamakan mastitis

karsinomatosa, mempunyai prognosis yang sangat buruk. Harapan hidup 2 tahun hanya

kurang lebih 5%. Tepat tidaknya tindakan terapi yang diambil berdasarkan staging sangat

mempengaruhi prognosis.

5-years survival rate

Stadium Survival rate (%)

0 99

I 98

Iia 82

Iib 65

IIIa 47

IIIb 44

IV 14

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: Penatalaksanaan Kanker Payudara

1. Bland KI, Beenken SW, Copeland EM. The Breast. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar

TR, et al. Schwartz’s Principles of Surgery 8 th edition. Mcgraw Hill. New York. 2005: 453-

99

2. American Cancer Society. Breast Cancer Facts & Figures 2009-2010. Diunduh dari:

http://www.cancer.org/downloads/STT/F861009_final%209-08-09.pdf. Diakses tanggal 14

Maret 2012.

3. Jemal A, Siegel R, Ward E, Hao Y, Xu J, Thun MJ. Cancer statistics, 2009. CA Cancer J

Clin. Jul-Aug 2009;59(4):225-49.

4. Swartz R, et al. Breast Cancer. Diunduh dari: www.medscape.com. Diakses tanggal: 16

Maret 2012

5. Bays JK. Physical and mammographic diagnostic of breast cancer and initial workup. J Am

Med Wom Assoc 47: 158.1992

6. Gadd NA, Souba WW. Evaluation and treatment of benign breast disorder: In Bland KI,

Copeland EM. The Breast Comprehensive of benign and malignant disease 2nd ed. WB

Saunders. Philadelphia. 1998

7. Leis HP, et al. Management of nipple discharge.World J Surg. 13:736. 1989

8. Morrow M: Nipple discharge. Dalam: Harris JR dkk (Peny): Breast disease. Ed 2.

Philadelphia. 1991. JB Lippincot

9. Chaudary MA dkk: Nipple discharge: the diagnostic value of testing for occult blood. Ann

surg 196: 651. 1982

10. Sattin RW et al. Cancer and Steroid Hormone Study : Family history and the risk of breast

cancer. JAMA 253:1908 – 15

11. Rosato FE dan Rosato EL. Examination technique: Roles of The Phisician and Patient in

Evaluating Breast Disease. In Bland KI, Copeland EM. The Breast Comprehensive of benign

and malignant disease 2nd ed. WB Saunders. Philadelphia. 1998

12. Baker LH: Breast Cancer detection demonstrationproject: a five year summary report.

Cancer 1996; 32: 194 - 98

13. Starx P, Venet L, Shapiro S. Value of mammography in reduction of mortality from breast

cancer in mass screening. Am J Roentgenol.1973; 177: 686 – 90

14. Esserman L dkk: Utility of magnetic resonance imaging in the managementof breast cancer:

evidence for improved preoperative staging. J Clin Oncol 1999; 17: 110 – 8

Page 18: Penatalaksanaan Kanker Payudara

15. Manuaba IBTW. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI 2010. Sagung Seto,

Jakarta

16. Pollock RE, Bernstam FM. Oncology. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al.

Schwartz’s Principles of Surgery 8th edition. Mcgraw Hill. New York. 2005: 249 – 94

17. Pass HA. Benign ang Malignant Disease of The Breast. In: Norton JA, Barie PS, Bollinger

RR, et al. Surgery, Basic Science and Clinical Evidence 2nd ed. Springer, New York. 2009