Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri,...

57
i

Transcript of Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri,...

Page 1: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

i

Page 2: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

ii

Penasehat:

Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd.

Penanggung Jawab:

Drs. Sumantri, M.Pd.

Ketua Penyunting:

Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd.

Penyunting Pelaksana:

Prof. Dr. H. Gatot Suradji, M.Sc.

Prof. Dr. Marhamah, M.Pd.

Suhatmi Richard, S.H., M.Si.

Dr. Jumantha, M.Pd.

Uus Syaripudin, S.Ag., M.A.

Drs. Sulyanto, M.M.

Ir. Sudirman M. Chon, M.Pd.

Mitra Bestari:

Dr. Djapar (Universitas Negeri Jakarta)

Dr. Syarif Suhartadi, M.Pd. (Universitas Negeri Malang)

Dr. Asep Suharta, M.Pd. (Universitas Negeri Medan)

Drs. Reinjaya Sihotang. M.Hum (Universitas Dharma Agung Medan)

Pelaksana Tata Usaha:

H.A.W. Kartiman

Jurnal Pendidikan SEGMEN PEMBELAJAR

ISSN 1907-3384

Page 3: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

iii

Daftar Isi

Pendidikan Karakter Bangsa

(Ismail Arianto)

1-6

Strategi Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan dalam Rangka

Peningkatan Mutu Pendidikan

(Jafriansen Damanik)

7-16

Menempatkan Pendidikan dalam Kerangka Human Investment

(Heru Sukarno)

17-23

Pengaruh Internet terhadap Motivasi Belajar Siswa di SMK Harapan

Bangsa Depok

(Atjah Tursina)

24-30

Kinerja Pegawai (Studi Korelasional antara Persepsi terhadap

Kepemimpinan Kasubdit Pembelajaran dan Motivasi Berprestasi dengan

Kinerja Pegawai Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta)

(Sudirman M. Chon)

31 – 45

Page 4: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

iv

Pengantar Penyunting

Salam Pembelajar.

Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa, karena atas ijin dan karunia-Nya

Jurnal Pendidikan Segmen Pembelajar STKIP Purnama ini dapat terbit dan tiba di hadapan

pembaca.

Misi utama penerbitan jurnal ini adalah untuk memacu civitas akademika STKIP

Purnama menjadi profesional dan kreatif dalam bidang kependidikan dan keguruan.

Jurnal ini diharapkan dapat menjadi media penyebaran ilmu dan sebagai wahana

berkomunikasi antar dosen, mahasiswa, dan dengan alumni STKIP Purnama.

Tema utama yang diangkat dalam volume ini adalah pemenuhan standar nasional

pendidikan dan pendidikan karakter bangsa. Dalam edisi ini dibahas bagaimana strategi

yang perlu dilakukan oleh sekolah dalam upaya pemenuhan standar nasional pendidikan

dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kemampuan intelektual peserta

didik harus diimbangi dengan karakter atau budi pekerti yang baik. Juga dibahas tentang

pengaruh internet terhadap motivasi belajar siswa, dimana kemajuan teknologi perlu

dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran.

Semoga penerbitan dan penyebarluasan jurnal ini dapat menambah wawasan

keilmuan kita dalam mendukung tugas dan peran masing-masing memajukan pendidikan di

Indonesia.

Jakarta, Maret 2012

Penyunting

Page 5: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

1

Kenyataan yang mencemaskan?

Sejak memasuki era reformasi yang

didukung oleh makin berkembangnya

pemanfaatan suasana yang lebih

demokratis dan kebebasan menyatakan

pendapat baik secara lisan maupun

tulisan, semakin banyak warga

masyarakat yang menyampaikan isi hati

mereka dengan beragam bentuk.

Diantaranya ialah dengan melakukan

demonstrasi yang umumnya berakhir

dengan perusakan fasilitas publik,

gedung, kendaraan bermotor, perkela-

hian, dan bentrokan dengan aparat

keamanan.

Suasana yang lebih demokratis pada

era reformasi, ternyata juga

menghasilkan kekurangtaatan warga

negara terhadap hukum yang seharusnya

menjadi penyangga pelaksanaan

demokrasi tersebut. Kesadaran hukum

masyarakat masih tetap rendah. Hukum

telah banyak dilanggar dengan berbagai

cara dan tindakan, yang paling banyak

mendapat sorotan adalah maraknya

korupsi dan suap yang berlangsung dalam

berbagai instansi baik di lingkungan

eksekutif, legislatif, dan yudikatif, di

pusat dan di daerah. Di samping itu tidak

kurang juga terjadi pelanggaran terhadap

hukum yang dilakukan oleh anggota

masyarakat seperti pelanggaran lalu lintas

di jalan umum. Disiplin berkendaraan

seperti hilang sama sekali, sebagian besar

pengendara menjalankan kendaraannya

tanpa memperhatikan rambu-rambu lalu

lintas. Mereka seolah-olah merasa tidak

bersalah dan pelanggaran yang dilakukan

telah dianggap sebagai hal yang wajar dan

perlu.

Banyaknya kecelakaan angkutan darat,

laut, bahkan juga udara merupakan akibat

dari rendahnya kesadaran untuk

mengikuti peraturan yang ada, kurang

disiplin dan tanggung jawab. Di berbagai

tempat masih banyak terjadi tindak

kekerasan, kerusuhan, perkelahian

massal, perusakan fasilitas umum, dan

penjarahan. Rasa hormat dan menghargai

orang lain semakin berkurang. Dalam

dunia usaha, seorang pedagang tidak

merasa bersalah menjual dagangannya

dengan cara melanggar peraturan yang

berlaku. Sebagai contoh menjual obat-

obatan yang sudah daluwarsa, obat yang

seharusnya dengan resep dokter dijual

secara bebas. Menjual minuman yang

membahayakan kesehatan, menambah-

kan zat pewarna ke dalam minuman.

Demikian juga terhadap makanan,

seperti menggunakan zat pengawet pada

ikan, daging dan bahan makanan lainnya.

Daging ayam yang dijual berupa ayam

yang sudah mati kemaren (ayam tiren),

ada bakso dari bahan daging haram, ada

pula yang mengolah daging busuk dengan

cara tertentu seolah daging baru yang

dijual dengan harga lebih murah. Demi

mendapat keuntungan para pedagang rela

melakukan perbuatan yang melanggar

etika berjualan.

Peristiwa-peristiwa kecil lainnya yang

terjadi dalam kehidupan sehari-hari

seperti perampasan terhadap milik orang

PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

Ismail Arianto

(Ketua STKIP Purnama)

Page 6: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

2

lain, kecurangan dalam timbangan,

sengketa tanah, pencurian pulsa. Yang

lebih besar terjadi dalam berbagi kegiatan

proyek seperti markup dalam transaksi

biaya yang berakibat terjadinya

pembangunan dengan biaya tinggi.

Dalam kehidupan sosial terutama sikap

saling menghormati semakin berkurang,

etika sopan santun mengalami perubahan,

rasa empati dan kasih sayang sangat

terbatas, sifat egoisme meningkat karena

mengejar materi. Banyak kejadian

pembunuhan terjadi dalam keluarga,

sesama teman, antar kelompok, bahkan

juga pembunuhan politik.

Dalam pendidikan sudah dikenal

tentang kecurangan dalam ujian nasional

seperti menyontek atau menggunakan

joki. Dalam pembuatan karya ilmiah tidak

terlepas dari terjadinya plagiat,

mengambil sebagian atau seluruhnya dari

hasil karya tulis orang lain untuk atas

nama sendiri.

Dalam kehidupan politik, seperti pada

pemilihan umum terjadi money politic,

kecurangan dalam penghitungan suara,

kampanye yang tidak jujur dengan janji

yang berlebihan. Sidang yang dilakukan

oleh badan legislatif sebagian anggotanya

mangkir, atau kalau pun hadir mereka ada

yang tertidur pada waktu sidang

berlangsung, Mengemukakan pendapat

ada kalanya dengan cara yang kurang

pantas, bahkan suasana dapat berubah

menjadi pertengkaran atau pemukulan. Di

kalangan birokrasi masih banyak pejabat

atau petugas sebagai pelayan masyarakat

masih menempatkan diri sebagai orang

yang dilayani bukan yang melayani.

Banyaknya warga yang menganggur

ter-utama di kota-kota besar telah

meningkatkan jumlah pengamen,

pengemis, pengatur lalu lintas,

diantaranya tentu banyak pula yang

melakukan perbuatan negatif, seperti

pen-copetan, pencurian, pemerasan, dan

penipuan.

Dalam bidang hukum, adanya

peradilan yang tidak fair, memberi

hukuman yang berlawanan dengan rasa

keadilan dan nurani orang banyak, ada

permainan uang untuk menentukan berat

ringannya hukuman. Adanya kesan telah

terjadi kolaborasi antar komponen

penegak hukum, sehingga sering terjadi

protes dari pengunjung dan kekacauan

dalam persidangan.

Tentu masih banyak peristiwa lain

yang dilakukan oleh pejabat, karyawan,

pegawai, anggota masyarakat, penegak

hukum dan ketertiban/keamanan yang

mengandung ketidakjujuran, tidak

disiplin, tidak adil, tidak bijaksana, tidak

menghargai orang lain, dan tidak punya

rasa malu. Mungkin sekali apabila orang-

orang yang selama ini kita anggap baik,

sopan dan jujur, kalau sudah mendapat

kesempatan menduduki posisi tertentu

akan berubah juga menjadi orang yang

sama dengan orang-orang yang

perilakunya seperti dikemukakan di atas.

Adanya kesempatan dan suasana yang

kondusif sering mengubah orang baik

menjadi orang yang culas, serakah, tidak

jujur, dan tidak bermoral.

Semua gambaran yang dikemukakan di

atas merupakan suatu kenyataan bahwa

manusia Indonesia berada pada keadaan

lemah dalam bidang moral, budi pekerti,

akhlak atau karakter. Ini bukan suatu

generalisasi, melainkan sebagai petunjuk

bagi kita agar jangan berkembang

kenyataan tersebut menjadi lebih meluas

dan membudaya.

Mengapa pendidikan?

Dalam pemikiran yang berkembang

dari berbagai lapisan masyarakat telah

Page 7: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

3

muncul suatu keinginan untuk

memperbaiki bangsa ini, perbaikan dalam

bentuk lebih mendasar tentang manusia

Indonesia, manusia yang sesuai dengan

pandangan hidup dan dasar negara

Pancasila. Pemikiran tersebut disambut

baik oleh pemerintah Indonesia baik di

kalangan eksekutif maupun legislatif yang

menginginkan perlunya meningkatkan

pendi-dikan moral, akhlak atau karakter.

Pendidikan karakter seperti

disebutkan dalam Rencana Aksi Nasional;

Pendidikan Karakter 2010 merupakan

pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,

pendidikan moral, pendidikan watak yang

bertujuan mengembangkan kemampuan

peserta didik untuk memberikan

keputusan baik-buruk, memelihara apa

yang baik dan mewujudkan kebaikan itu

dalam kehidupan sehari-hari dengan

sepenuh hati (Pedoman Pendidikan

Karakter, 2011).

Pendidikan karakter adalah juga

pendidikan akhlak mulia, walaupun istilah

yang dipakai berbeda namun subsantsinya

adalah sama yakni pendidikan nilai.

Pendidikan akhlak mulia dan pendidikan

karakter didasari oleh Pancasila sebagai

falsafah bangsa Indonesia dan sebagai

dasar negara. Oleh karena itu dalam UUD

1945 dan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional

dicantumkan istilah akhlak mulia.

Dengan melihat fungsi dan tujuan

pendidikan nasional dalam UU tersebut

jelas bahwa fungsinya ialah untuk

mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban

bangsa, dengan tujuan agar penjadi

manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, demokratis, dan bertanggung

jawab. Khusus mengenai akhlak mulia

sengaja saya beri tulisan miring untuk

sekedar diketahui bahwa pengertian

karakter sama dengan akhlak mulia.

Mengikuti pandangan Imam Gazalai

seperti dikutip oleh Prof. Quraish Shibab,

bahwa pengertian karakter sama dengan

akhlak mulia. Beliau mengatakan bahwa

istilah akhlak/karakter dimaksudkan

sebagai spontanitas manusia dalam

bersikap atau perbuatan yang telah

menyatu dalam diri manusia sehingga

ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.

Dalam penampilan sikap dan perilaku

seseorang maka ada akhlak/ karakter yang

baik dan ada pula yang buruk. Karakter

merupakan perwujudan batin yang

ditampilkan dalam bentuk sikap dan

perilaku.

Ki Hadjar Dewantara lebih dari

setengah abad yang lalu telah menyatakan

bahwa maksud pendidikan itu adalah

sempurnanya hidup manusia sehingga bisa

memenuhi segala keperluan hidup lahir

dan batin yang kita dapat dari kodrat

alam. Pengetahuan, kepandaian

janganlah dianggap maksud dan tujuan,

tetapi alat, perkakas, lain tidak. Bunganya

yang kelak akan jadi buah, itulah yang

harus kita utamakan. Buahnya

pendidikan, yaitu matangnya jiwa, yang

akan dapat mewujudkan hidup dan

penghidupan yang tertib dan suci dan

manfaat bagi orang lain (Pendididikan

Karakter di Sekolah: 2011).

Dari ungkapan ini jelas sekali Ki Hadjar

Dewantara mengutamakan pendidikan

karakter atau pendidikan akhlak mulia,

yakni pematangan jiwa manusia Indonesia

menghadapi hidup dan kehidupan

selanjutnya. Pada abad ke 21 ini semakin

banyak tantangan yang dihadapi dalam

pembangunan karakter bangsa terutama

kalau menoleh ke arus infor-masi dan

perkembangan teknologi informasi.

Page 8: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

4

Sebagai contoh, anak-anak dalam

lingkungan rumah tangga sebagian besar

waktunya diper-gunakan untuk menonton

acara di televisi. Tanpa disadari nilai-nilai

yang disajikan oleh tontonan tersebut

turut membentuk sikap anak.

Pendidikan karakter merupakan salah

satu pilar untuk pengembangan masa

depan manusia Indonesia, karena selama

ini pembangunan karakter sudah jauh

tertinggal dibandingkan dengan upaya

pendidikan yang bersifat kecerdasan

intelektual. Kompetensi manusia

Indonesia dalam bidang keilmuan boleh

dikatakan cukup meningkat, namun tidak

disertai dengan peningkatan dalam

karakter atau akhlak mulia, sehingga

kecerdasan atau kemampuan untuk

berbuat curang semakin canggih. Banyak

orang menduga bahwa korupsi terjadi di

semua instansi, pusat atau daerah, tetapi

tidak semua dapat dibuktikan, karena

caranya yang rapi atau karena sengaja

ditutup-tutupi sebagai akibat korupsi yang

dilakukan secara bersama. Dalam sumpah

jabatan semua pejabat yang disumpah

mengetahui persis apa yang disumpahkan,

tetapi melanggar sumpah tidak menjadi

halangan bagi mereka demi mendapatkan

sesuatu yang bukan haknya.

Dalam keadaan yang seperti itu timbul

keinginan kuat baik dari masyarakat

maupun dari kalangan pejabat dan kaum

cerdik pandai untuk memperkuat

karakter, akhlak mulia, dan integritas

dalam menjalankan tugas yang dilakukan

oleh setiap individu dalam pekerjaannya.

Keinginan untuk membangun kembali

karakter manusia Indonesia sekarang ini

sebagai buah dari kenyataan yang sudah

dan sedang kita hadapi berupa korupsi,

kolusi, kekerasan, kedengkian, dan

ketidakpedulian satu sama lain.

Pendidikan yang bagaimana?

Pada saat orang berfikir tentang

perubahan yang diinginkan maka seketika

itu juga pikiran mengarah pada dunia

pendidikan, karena harus diakui bahwa

perubahan yang bermakna harus ditata

melalui pendidikan, baik pendidikan di

jalur sekolah (formal), maupun jalur

pendidikan informal dan non formal.

Semua jalur tersebut pasti memberikan

kontribusi yang besar bagi perubahan

sikap dan perilaku. Kesadaran ini telah

mulai diter-jemahkan ke dalam jalur

pendidikan formal dengan menyusun

Pedoman Pelaksanaan Pen-didikan

Karakter oleh Pusat Kurikulum dan

Perbukuan Kementerian Pendidikan

Nasional.

Harus dipahami bahwa pendidikan

karakter adalah pendidikan nilai.

Pendidikan nilai berbeda dengan

pendidikan keilmuan. Pendidikan nilai

adalah pendidikan yang berdimensi nilai,

moral, norma, hukum-hukum kebajikan

sebagai pemandu diri seseorang dalam

kehidupannya. Pendidikan karakter

sebagai pendidikan nilai dimulai dengan

menanamkan pemahaman tentang nilai

tersebut, nilai baik atau buruk, nilai benar

atau salah, nilai indah dan tidak indah

yang selan-jutnya menjadi sikap hidup.

Pembelajaran di sekolah telah dipilih

empat nilai yang dipandang esensial ialah

nilai jujur, cerdas, tangguh, dan peduli.

Sedangkan menurut Pusat Kurikulum

Kemdiknas dicantumkan ada 18 nilai

yakni: Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin,

Kerja keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis,

Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan,

Cinta tanah air, Menghargai prestasi,

Bersahabat/komunikatif, Cinta damai,

Gemar membaca, Peduli lingkungan,

Peduli sosial, dan Tanggung jawab

(Puskurbuk Kemdiknas, 2011: 3). Nilai-

Page 9: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

5

nilai tersebut bersumber dari Pancasila,

agama, adat istiadat, dan norma-norma

hukum yang berlaku.

Sebagai pendidikan nilai, pendidikan

karakter atau akhlak mulia tidak boleh

lagi mengulangi kesalahan yang lalu pada

waktu pengajaran civics, PMP, PPKn, atau

Penataran P4 yang terlalu

menitikberatkan pada pengusaaan materi

atau substansi dan kurang menjurus pada

perubahan akhlak atau pembangunan

karakter. Pendidikan karakter

memerlukan strategi pembelajaran yang

langsung pada pengamalan nilai-nilai

yakni dengan jalan:

1. Melalui pembiasaan, dengan jalan mengaktifkan siswa dalam berbagai kegiatan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Misalnya budaya bersih, santun, dan jujur.

2. Melalui peneladanan, yakni dari pihak guru, kepala sekolah, dan karyawan tata usaha berkewajiban menunjukkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang akan diterapkan.

3. Melalui intervensi, yakni guru di kelas menjelaskan pentingnya memahami makna nilai-nilai tertentu, selanjutnya guru mendorong siswa mempraktekkannya di lingkungan sekolah, di rumah, dan di lingkungan yang lebih luas.

4. Melalui peraturan sekolah, yakni adanya peraturan di sekolah baik dalam bentuk peraturan tata tertib sekolah maupun peraturan yang lebih khusus mengenai pengembangan karakter di sekolah.

Dalam berbagai kesempatan wacana

dan diskusi yang dilakukan oleh pihak

Kemdiknas diarahkan bahwa pendidikan

karakter bukanlah sesuatu yang bersifat

satu mata pelajaran tetapi terintegrasi ke

dalam sejumlah mata pelajaran bahkan

dapat diserap dalam semua mata

pelajaran. Mengapa? Karena yang

diutamakan adalah penanaman nilai-nilai

yang dijadikan perilaku dalam bertindak.

Pengalaman tentang pembelajaran

civics, Pendidikan Moral Pancasila (PMP),

dan Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan (PPKn) yang sekarang

disebut PKn (Pendidikan

Kewarganegaraan, P atau Pancasilanya

sudah dihilangkan). Menjadi contoh

bahwa pembelajaran yang bersifat

kognitif atau pengetahuan saja tidak

mencukupi. Pengetahuan tentang

Pancasila, tentang UUD, GBHN,

Kewaspadaan Nasional, Nasionalisme dan

berbagai nilai yang dijelas-kan dalam kelas

kemudian menjadi bahan ujian

merupakan penanaman pengetahuan

belaka.

Hal ini sekarang disadari bahwa yang

diperlukan adalah pembentukan sikap dan

perilaku sesuai dengan nilai-nilai

Pancasila, Agama, adat istiadat dan

budaya lokal. Oleh karena itu pendekatan

harus ditempuh dengan cara yang lebih

efektif ialah bersifat pembiasaan

(habituasi) dan peneladanan (ing ngarso

sung tulodo).

Membangun peradaban bangsa sebagai

sesuatu yang mengarahkan kita ke masa

depan, maka pada saat sekarang rintisan

harus diteruskan seperti yang telah

pernah dimulai pada zaman Ki Hadjar

Dewantara. Membangun watak atau sifat

batin manusia yang mempengaruhi

segenap pikiran perbuat-annya

memerlukan proses pembelajaran dan

pembiasaan yang memakan waktu. Oleh

karena itu pendidikan karakter yang sudah

mulai dikembangkan hendaknya tidak

sekedar sebagai suatu kehendak

sementara, tetapi harus berlanjut dan

ditekuni secara berkesinambungan.

Page 10: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

6

Pendidikan karakter dapat

diselenggarakan - berdasarkan jalur

pendidikan yang ada - melalui:

1. Jalur pendidikan formal yakni jalur pendidikan yang berjenjang dan terstruktur yang terdiri atas pendidikan dasar, pendi-dikan menengah, dan pendidikan tinggi.

2. Jalur pendidikan nonformal yakni jalur pendidikan di luar jalur formal (dapat berjenjang).

3. Jalur pendidikan informal yakni jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Pendidikan karakter yang

dikembangkan sekarang ini lebih tertuju

pada pendidikan di sekolah tanpa banyak

menyentuh pada pendidikan dalam

keluarga. Hal ini patut disayangkan karena

pendidikan nilai bermula dalam

lingkungan keluarga. Pendidikan di

sekolah memang lebih mudah ditata,

karena tujuan dan programnya jelas.

Peserta didik lebih homogen dan waktu

pembelajarannya tertata rapi dengan

dilengkapi alat pembelajaran yang

memadai.

Berbeda dengan pendidikan dalam

keluarga yang tidak jelas tujuannya,

kurikulumnya, dan penataan programnya,

sehingga setiap keluarga boleh jadi

berbeda dalam melakukan pendidikan

untuk menanamkan nilai-nilai yang

dipandang penting oleh keluarga

bersangkutan.

Namun demikian jangan dilupakan

bahwa keluarga adalah tempat pertama

bagi seorang anak mendapatkan

pendidikan dalam pembentukan karakter.

Interaksi antar individu dalam keluarga

memungkinkan anak lebih banyak

mengenal mana yang baik dan mana yang

buruk, yang boleh dilakukan dan yang

tidak boleh dilakukan, yang pantas dan

yang tidak pantas, dan seterusnya.

Oleh karena itu sinergi antara

pendidikan karakter di sekolah dengan di

dalam keluarga perlu dipertimbangkan,

terutama dalam hal menyelaraskan

pembinaan karakter di sekolah dengan di

rumah. Walaupun hal ini membutuhkan

waktu untuk realisasinya, namun tetap

penting dilakukan.

Selain itu pendidikan karakter juga

dapat dilakukan melalui media massa,

yang pada saat ini dan di masa yang akan

datang semakin kuat peranannya dalam

mempengaruhi pikiran, sikap, dan

perilaku anak-anak dan remaja. Melalui

radio banyak pendengar yang menyenangi

cerita-cerita asli Indonesia, dan tayangan

di TV pun demikian. Yang menjadi

persolan sekarang ini ialah sejauh mana

perhatian pihak pengelola media massa

untuk menyajikan program yang

bernuansa pendi-dikan karakter

berdasarkan nilai-nilai Panca-sila, agama,

dan adat budaya masyarakat.

Pada jalur pendidikan formal,

pembelajaran pendidikan karakter bukan

dalam bentuk mata pelajaran, ia

merupakan pembelajaran yang tercakup

dalam semua mata pelajaran mulai dari

taman kanak-kanak sampai ke perguruan

tinggi.

Pada perguruan tinggi ada

kemungkinan dilakukan secara tersendiri

terutama dalam lingkungan Lembaga

Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK),

hal ini sudah dimulai oleh program studi

PPKn di Fakultas Ilmu Sosial UNJ. Sebagai

pendidikan nilai semakin tinggi jenjang

pendidikan semakin berkurang porsinya

bila dibandingkan dengan pendidikan

keilmuan, karena peserta didik sudah

dibentuk sejak awal. Sebagai gambaran

porsi tersebut adalah sebagai berikut

(tetapi tidak bersifat mutlak).

Page 11: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

7

Perg. Tinggi

SMA

SMP

TK/SD

Oleh karena itu sekali lagi diingatkan

betapa pentingnya pendidikan karakter di

lingkungan keluarga sebagai mitra sekolah

dalam penanaman nilai. Ketimpangan

pembinaan dalam pendidikan karakter

antara sekolah dan keluarga akan

mendapat hasil yang tidak seimbang

dengan program atau kegiatan yang

diselenggarakan oleh sekolah.

Daftar Bacaan

Darahim, Andarus, dkk. 2011. Buku

Sumber Pendidikan Kependudukan,

Jakarta, BKKBN Diknas, 2011.

Pedoman Pelaksanaan Pendidikan

Karakter, Jakarta, Puskurbuk.

Mulyana, R, 2004. Mengaktualisasikan

Pendidikan Nilai, Bandung, Alfabeta.

Pemerintah R.I. 2010. Desain Induk

Pembangunan Karakter Bangsa Tahun

2010 - 2025, Jakarta.

Raka, G, dkk, 2011. Pendidikan Karakter

di Sekolah, Jakarta, Gramedia.

Soedarsono,S, 2009. Karakter

Pengantar Bangsa dari Gelap

Menuju Terang, Jakarta,

P.T.Gramedia.

P. KEILMUAN

P. KARAKTER

Page 12: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

8

PENGANTAR

Sejak

ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2005, Standar Nasional

Pendidikan menjadi fokus pembicaraan hampir

semua pelaku dan pemerhati pendidikan di

Indonesia. Berbagai kegiatan telah

dikembangkan dalam rangka pelaksanaan

peraturan tersebut.

Namun setelah enam tahun berjalan, masih

sangat banyak sekolah/madrasah yang belum

mampu memenuhi standar tersebut. Bahkan

tidak sedikit kepala sekolah/madrasah dan guru

yang belum pernah mendapat penjelasan

tentang seluruh standar yang terkait dengan

sekolah/madrasah, apalagi mengetahui bagai-

mana cara untuk memenuhi standar tersebut.

Pemenuhan standar seringkali dipandang

sebagai pemenuhan peraturan pemerintah.

Dalam pendekatan berbasis standar, seringkali

siswa dipandang sebagai produk dari

penerapan standar. Seharusnya semua pihak

berpandangan dan memperlakukan siswa

sebagai subyek yang terlibat dalam pemenuhan

standar.

Karena standar biasanya disusun dalam

konteks birokrasi terstruktur, kadang standar

membatasi kreativitas dan memaksakan kontrol

eksternal. Standar sebagai landasan dari

reformasi sekolah/madrasah, mestinya

digunakan sebagai arah atau tujuan. Karena itu

standar bagi sekolah/madrasah perlu direposisi.

Standar harusnya digunakan lebih efektif,

sebagai alat untuk menyusun dan

mempertahankan arah, dan sebagai sumber

inspirasi bagi solusi kreatif menghadapi

berbagai masalah pendidikan.

Dengan demikian semua pihak yang

bergerak di bidang pendidikan perlu

mengetahui dengan utuh standar nasional

pendidikan, kaitan standar dengan penjaminan

mutu, tahapan dan strategi pemenuhan standar

nasional pendidikan.

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah

kriteria minimal tentang sistem pendidikan di

seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan

Republik Indonesia (Pasal 1 Undang-Undang

nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan

Pasal 3 Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun

2005 tentang SNP). Standar Nasional

Pendidikan merupakan penjabaran dari UU

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang

dituangkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005.

Standar Nasional Pendidikan berfungsi se-

bagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan,

dan pengawasan pendidikan dalam rangka

mewujudkan pendidikan nasional yang

bermutu (Pasal 3 Peraturan Pemerintah nomor

19 tahun 2005 tentang SNP).

Standar Nasional Pendidikan bertujuan

menjamin mutu pendidikan nasional dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat (Pasal 4 Peraturan Pemerintah

nomor 19 tahun 2005 tentang SNP).

Standar Nasional Pendidikan meliputi:

standar isi, standar proses, standar kompetensi

lulusan, standar pendidik dan tenaga

kependidikan, standar sarana dan prasarana,

standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan

standar penilaian pendidikan.

Berikut ini adalah penjelasan umum

tentang masing-masing standar sesuai

Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan.

1. Standar Isi

STRATEGI PEMENUHAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

DALAM RANGKA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

Jafriansen Damanik

(Dosen STKIP Purnama)

Page 13: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

9

Standar isi untuk satuan pendidikan dasar

dan menengah ditetapkan melalui Permen-

diknas nomor 22 tahun 2006. Standar isi

mencakup lingkup materi dan tingkat

kompetensi untuk mencapai kompetensi

lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan

tertentu, memuat kerangka dasar dan

struktur kurikulum, beban belajar,

kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan

kalender pendidikan/akademik.

Kurikulum untuk jenis pendidikan umum,

kejuruan, dan khusus pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

(a) kelompok mata pelajaran agama dan

akhlak mulia, (b) kelompok mata pelajaran

kewarganegaraan dan kepribadian, (c)

kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan

dan teknologi, (d) kelompok mata pelajaran

estetika, dan (e) kelompok mata pelajaran

jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Beban belajar untuk SD/MI dan SMP/MTs

atau bentuk lain yang sederajat

menggunakan jam pembelajaran setiap

minggu setiap semester dengan sistem tatap

muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan

mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan

dan ciri khas masing-masing.

Satuan pendidikan SMA/MA dan SMK

menyelenggarakan program pendidikan

dengan menggunakan sistem paket atau

sistem kredit semester. Kedua sistem

tersebut dipilih berdasarkan jenjang dan

kategori satuan pendidikan yang

bersangkutan.

Satuan pendidikan SMA/MA dan SMK

kategori standar menggunakan sistem paket

atau dapat menggunakan sistem kredit

semester. Satuan pendidikan SMA/MA dan

SMK kategori mandiri menggunakan sistem

kredit semester. Beban belajar dirumuskan

dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan

oleh peserta didik untuk mengikuti program

pembelajaran melalui sistem tatap muka,

penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri

tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan

untuk mencapai standar kompetensi lulusan

dengan memperhatikan tingkat

perkembangan peserta didik.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan

(KTSP) dikembangkan sesuai dengan satu-

an pendidikan, potensi daerah/karakteristik

daerah, sosial budaya masyarakat setempat,

dan peserta didik. Penyusunan KTSP

jenjang pendidikan dasar dan menengah

berpedoman pada panduan yang disusun

oleh BSNP.

Kalender pendidikan/kalender akademik

mencakup permulaan tahun ajaran, minggu

efektif belajar, waktu pembelajaran efektif,

dan hari libur.

Pemerintah menetapkan setiap sekolah/

madrasah sudah harus menggunakan

standar isi ini paling lambat tahun ajaran

2009/2010.

2. Standar Proses

Standar proses adalah standar nasional pen-

didikan yang berkaitan dengan pelaksanaan

pembelajaran pada satu satuan pendidikan

untuk mencapai standar kompetensi lulus-

an. Standar proses untuk satuan pendidikan

dasar dan menengah ditetapkan melalui

Permendiknas nomor 41 tahun 2007.

Proses pembelajaran pada satuan pendidik-

an diselenggarakan secara interaktif, inspi-

ratif, menyenangkan, menantang, memoti-

vasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,

serta memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesu-

ai dengan bakat, minat, dan perkembangan

fisik serta psikologis peserta didik.

Untuk terlaksananya proses pembelajaran

yang efektif dan efisien, setiap satuan

pendidikan perlu melakukan empat hal,

yakni perencanaan proses pembelajaran,

pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian

hasil pembelajaran, dan pengawasan proses

pembelajaran.

a. Perencanaan proses pembelajaran meli-

puti silabus dan rencana pelaksanaan

pembelajaran yang memuat sekurang-

kurangnya tujuan pembelajaran, materi

ajar, metode pengajaran, sumber belajar,

dan penilaian hasil belajar.

b. Pelaksanaan proses pembelajaran harus

memperhatikan jumlah maksimal

peserta didik per kelas dan beban

mengajar maksimal per pendidik, rasio

maksimal buku teks pelajaran setiap

Page 14: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

10

peserta didik, dan rasio maksimal

jumlah peserta didik setiap pendidik.

c. Penilaian hasil pembelajaran pada

jenjang pendidikan dasar dan menengah

menggunakan berbagai teknik penilaian

sesuai dengan kompetensi dasar yang

harus dikuasai.

d. Pengawasan proses pembelajaran meli-

puti pemantauan, supervisi, evaluasi,

pelaporan, dan pengambilan langkah

tindak lanjut yang diperlukan.

3. Standar Kompetensi Lulusan

Standar kompetensi lulusan (SKL) untuk

satuan pendidikan dasar dan menengah

ditetapkan melalui Permendiknas nomor 23

tahun 2006. Standar kompetensi lulusan

digunakan sebagai pedoman penilaian

dalam penentuan kelulusan peserta didik

dari satuan pendidikan, yang meliputi

kompetensi untuk seluruh mata pelajaran,

kelompok mata pelajaran, dan mata

pelajaran. Kompetensi lulusan mencakup

sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Standar kompetensi lulusan pada jenjang

pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs)

bertujuan untuk meletakkan dasar

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,

ahklak mulia, serta keterampilan untuk

hidup mandiri dan mengikuti pendidikan

lebih lanjut.

Standar kompetensi lulusan pada jenjang

pendidikan menengah (SMA/MA)

bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,

serta keterampilan untuk hidup mandiri dan

mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Standar kompetensi lulusan pada jenjang

pendidikan menengah kejuruan (SMK)

bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,

serta keterampilan untuk hidup mandiri dan

mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai

dengan kejuruannya.

Untuk mencapai standar kompetensi yang

ditetapkan, perlu dirumuskan kompetensi

dasar untuk setiap mata pelajaran atau

kelompok mata pelajaran, yang kemudian

dituangkan dalam materi pokok kegiatan

pembelajaran serta indikator pencapaian.

Pemerintah menetapkan setiap sekolah/

madrasah sudah harus menggunakan

standar kompetensi lulusan ini paling

lambat tahun ajaran 2009/2010.

4. Standar Pendidik dan Tenaga

Kependidikan

Standar pendidik dan tenaga kependidikan

adalah kriteria pendidikan prajabatan dan

kelayakan fisik maupun mental, serta

pendidikan dalam jabatan.

Pendidik harus memiliki kualifikasi

akademik dan kompetensi sebagai agen

pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,

serta memiliki kemampuan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kualifikasi akademik dimaksud adalah

tingkat pendidikan minimal yang harus

dipenuhi oleh seorang pendidik yang

dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat

keahlian yang relevan sesuai ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

Kompetensi sebagai agen pembelajaran

pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah meliputi: kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi

profesional, dan kompetensi sosial.

Tenaga kependidikan pada SD/MI sekurang-

kurangnya terdiri atas kepala sekolah/

madrasah, tenaga administrasi, tenaga per-

pustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/

madrasah. Tenaga kependidikan pada

SMP/MTs dan SMA/MA/SMK sekurang-

kurangnya terdiri atas kepala sekolah/

madrasah, tenaga administrasi, tenaga

perpustakaan, tenaga laboratorium, dan

tenaga kebersihan.

Selain memiliki kompetensi sebagai guru,

seorang kepala sekolah/madrasah juga harus

memiliki kompetensi kepribadian,

manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan

sosial.

Standar kualifikasi akademik dan kompe-

tensi guru ditetapkan melalui Permendiknas

nomor 16 tahun 2007. Sedangkan standar

untuk setiap jenis tenaga kependidikan

ditetapkan dengan Permendiknas berikut.

Page 15: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

11

a. Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar

Kepala Sekolah/Madrasah.

b. Nomor 24 Tahun 2008 Tentang Standar

Tenaga Administrasi.

c. Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Standar

Tenaga Perpustakaan.

d. Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Standar

Tenaga Laboratorium.

Sesuai ketentuan standar kualifikasi

pendidik berlaku efektif sepenuhnya pada

tahun 2020, namun jika pemenuhan

ketentuan ini dapat dicapai sebelumnya

akan lebih baik dan berpengaruh positif

pada peningkatan kualitas hasil pendidikan.

Berbagai upaya perlu dilakukan untuk

meningkatkan kualifikasi dan kompetensi

pendidik dan tenaga kependidikan, yang

sampai saat ini belum terpenuhi.

5. Standar Sarana dan Prasarana

Standar sarana dan prasarana adalah standar

nasional pendidikan yang berkaitan dengan

kriteria minimal tentang ruang belajar,

tempat berolahraga, tempat beribadah,

perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,

tempat bermain, tempat berkreasi dan

berekreasi, serta sumber belajar lain, yang

diperlukan untuk menunjang proses

pembelajaran, termasuk penggunaan

teknologi informasi dan komunikasi.

Standar sarana dan prasarana untuk SD/MI,

SMP/MTs, dan SMA/MA ditetapkan

melalui Permendiknas nomor 24 tahun

2007, sedangkan standar sarana dan

prasarana untuk SMK ditetapkan melalui

Permendiknas nomor 40 tahun 2008.

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki

sarana yang meliputi perabot, peralatan

pendidikan, media pendidikan, buku dan

sumber belajar lainnya, bahan habis pakai,

serta perlengkapan lain yang diperlukan

untuk menunjang proses pembelajaran yang

teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan

pendidikan wajib memiliki prasarana yang

meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan

satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang

tata usaha, ruang perpus-takaan, ruang

laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang

unit produksi, ruang kantin, instalasi daya

dan jasa, tempat berolahraga, tempat

beribadah, tempat bermain, tempat

berkreasi, dan ruang/tempat lain yang

diperlukan untuk menunjang proses pembe-

lajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Di samping ketersediaan sarana dan pra-

sarana, sekolah/madrasah harus memiliki

program dan melakukan pemeliharaan dan

pemanfaatan sarana dan prasarana sesuai

dengan ketentuan, sehingga dapat berfungsi

dengan baik dan dalam waktu yang lama.

6. Standar Pengelolaan

Standar pengelolaan adalah standar nasional

pendidikan yang berkaitan dengan

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan

kegiatan pendidikan pada tingkat satuan

pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau

nasional agar tercapai efisiensi dan efekti-

vitas penyelenggaraan pendidikan. Standar

pengelolaan pendidikan oleh satuan pendi-

dikan dasar dan menengah ditetapkan mela-

lui Permendiknas nomor 19 tahun 2007.

Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah

menerapkan manajemen berbasis sekolah/

madrasah yang ditunjukkan dengan

kemandirian, kemitraan, partisipasi, keter-

bukaan, dan akuntabilitas. Pengelolaan

satuan pendidikan dilaksanakan secara

mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel.

Setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar

rencana kerja tahunan yang merupakan

penjabaran rinci dari rencana kerja jangka

menengah satuan pendidikan yang meliputi

masa empat tahun.

Berbagai kegiatan pelatihan telah dilakukan

oleh pemerintah, baik dengan dana

pemerintah maupun dengan dukungan dari

beberapa lembaga donor. Namun dalam

pelaksanaannya masih banyak yang belum

menerapkan pengelolaan sekolah/madrasah

yang baik, mulai dari perencaaan,

pelaksanaan, pengendalian, evaluasi, dan

pelaporan.

7. Standar Pembiayaan

Standar pembiayaan adalah standar yang

mengatur komponen dan besarnya biaya

Page 16: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

12

operasi satuan pendidikan yang berlaku

selama satu tahun. Biaya operasi satuan

pendidikan adalah bagian dari dana pendi-

dikan yang diperlukan untuk membiayai

kegiatan operasi satuan pendidikan agar

dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan

yang sesuai standar nasional pendidikan

secara teratur dan berkelanjutan.

Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya

investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

Biaya investasi satuan pendidikan meliputi

biaya penyediaan sarana dan prasarana,

pengembangan sumberdaya manusia, dan

modal kerja tetap. Biaya personal meliputi

biaya pendidikan yang harus dikeluarkan

oleh peserta didik untuk bisa mengikuti

proses pembelajaran secara teratur dan

berkelanjutan. Biaya operasi satuan

pendidikan meliputi: gaji pendidik dan

tenaga kependidikan serta segala tunjangan

yang melekat pada gaji, bahan atau

peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya

operasi pendidikan tak langsung berupa

daya, air, jasa telekomunikasi, pemelihara-

an sarana dan prasarana, uang lembur,

transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan

lain sebagainya. Standar biaya operasi

nonpersonalia tahun 2009 untuk pendidikan

dasar dan menengah ditetapkan melalui

Permendiknas nomor 69 tahun 2009.

Pembiayaan pendidikan masih membutuh-

kan perhatian lebih dari semua pihak. Di

samping itu pengelolaan keuangan sekolah/

madrasah juga perlu diperbaiki, sehingga

senantiasa direncanakan sesuai kebutuhan

dan pioritas sasaran yang menunjang

pelaksanaan proses pendidikan untuk

mencapai standar.

8. Standar Penilaian Pendidikan

Standar penilaian pendidikan adalah standar

nasional pendidikan yang berkaitan dengan

mekanisme, prosedur, dan instru-men

penilaian hasil belajar peserta didik. Standar

penilaian pendidikan ditetapkan melalui

Permendiknas nomor 20 tahun 2007.

Penilaian pendidikan pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

penilaian hasil belajar oleh pendidik;

penilaian hasil belajar oleh satuan

pendidikan; dan penilaian hasil belajar oleh

Pemerintah.

a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik

dilakukan secara berkesinambungan

untuk memantau proses, kemajuan, dan

perbaikan hasil dalam bentuk ulangan

harian, ulangan tengah semester,

ulangan akhir semester, dan ulangan

kenaikan kelas. Penilaian dimaksud

digunakan untuk menilai pencapaian

kompetensi peserta didik; bahan penyu-

sunan laporan kemajuan hasil belajar;

dan memperbaiki proses pembelajaran.

b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pen-

didikan bertujuan menilai pencapaian

standar kompetensi lulusan untuk semua

mata pelajaran. Penilaian hasil belajar

untuk semua mata pelajaran merupakan

penilaian akhir untuk menentukan

kelulusan peserta didik dari satuan

pendidikan. Penilaian hasil belajar untuk

semua mata pelajaran pada kelompok

ilmu pengetahuan dan teknologi

dilakukan melalui ujian

sekolah/madrasah untuk menentukan

kelulusan peserta didik dari satuan

pendidikan.

c. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah

bertujuan untuk menilai pencapaian

kompetensi lulusan secara nasional pada

mata pelajaran tertentu dalam kelompok

mata pelajaran ilmu pengetahuan

teknologi dan dilakukan dalam bentuk

ujian nasional. Ujian nasional dilakukan

secara obyektif, berkeadilan, dan

akuntabel.

Dalam Peraturan Pemerintah tentang Standar

Nasional Pendidikan disebutkan bahwa standar

nasional pendidikan berfungsi sebagai dasar

dalam perencanaan, pelaksanaan dan

pengawasan pendidikan dalam rangka

mewujudkan pendidikan nasional yang

bermutu. Sejalan dengan itu standar nasional

pendidikan bertujuan menjamin mutu pendi-

dikan nasional dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat.

PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

Page 17: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

13

Dalam Peraturan Pemerintah tentang

Sisdiknas (pasal 91) disebutkan bahwa setiap

satuan pendidikan pada jalur formal dan

nonformal wajib melakukan penjaminan mutu

pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan

bertujuan untuk memenuhi atau melampaui

Standar Nasional Pendidikan.

Penjaminan mutu pendidikan dilakukan

secara bertahap, sistematis, dan terencana

dalam suatu program penjaminan mutu yang

memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.

Penjaminan Mutu Pendidikan melibatkan

berbagai pihak.

1. Pemerintah Provinsi mensupervisi dan

membantu satuan pendidikan yang berada

di bawah kewenangannya untuk menye-

lenggarakan atau mengatur penyelenggara-

annya dalam melakukan penjaminan mutu.

2. Pemerintah Kabupaten/Kota mensupervisi

dan membantu satuan pendidikan yang

berada di bawah kewenangannya untuk

menyelenggarakan atau mengatur

penyelenggaraannya dalam melakukan

penjaminan mutu.

3. Badan Akreditasi Nasional Sekolah/

Madraah (BAN-S/M) memberikan

rekomendasi penjaminan mutu pendidikan

kepada program dan/atau satuan

pendidikan yang diakreditasi, dan kepada

Pemerintah dan Pemda.

4. LPMP mensupervisi dan membantu satuan

pendidikan pada jenjang pendidikan dasar

dan menengah dalam melakukan upaya

penjaminan mutu pendidikan.

Permendiknas nomor 63 tahun 2009

tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

(pasal 10) menyebutkan bahwa penjaminan

mutu pendidikan oleh satuan pendidikan

ditujukan untuk memenuhi tiga tingkatan acuan

mutu, yaitu: (1) Standar Pelayanan Minimal,

(2) Standar Nasional Pendidikan, dan (3)

Standar mutu pendidikan di atas SNP. Standar

mutu pendidikan di atas SNP dapat berbasis

keunggulan lokal atau mengadopsi/

mengadaptasi standar internasional tertentu.

Untuk penjaminan dan pengendalian mutu

pendidikan sesuai dengan standar nasional

pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan

sertifikasi.

Akreditasi sekolah/madrasah adalah suatu

kegiatan penilaian kelayakan sekolah/madra-

sah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

oleh BAN-S/M yang hasilnya diwujudkan

dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan

(Pasal 1 Permendiknas 29/2005). Dengan

demikian akreditasi merupakan penilaian

terhadap pelaksanaan dan pemenuhan standar

nasional pendidikan.

TAHAPAN PEMENUHAN STANDAR

Secara garis besar tahapan pemenuhan

standar yang perlu dilakukan adalah

sebagai berikut.

1. Penentuan Standar.

Setiap standar (delapan) yang digariskan

dalam Peraturan Pemerintah tentang

Standar Nasional Pendidikan perlu

dijabarkan lebih rinci dan operasional

melalui peraturan menteri pendidikan

nasional. Hal ini sudah dilakukan oleh

Mendiknas sejak tahun 2006 melalui

sejumlah Permendiknas sebagai jabaran

dari Peraturan Pemerintah tentang Standar

Nasional Pendidikan. Perlu diingat bahwa

standar pendidikan bukanlah standar dalam

pengertian yang kaku, tetapi standar yang

terus-menerus meningkat (Tilaar, 2006, p.

76). Dengan demikian standar yang sudah

ditetapkan perlu ditinjau dan ditingkatkan

secara periodik sesuai perkembangan

kebutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi.

2. Pengenalan Standar.

Pengenalan standar perlu dilakukan seluas-

luasnya kepada pengelola dan

penyelenggara pendidikan. Pengenalan

standar ini belum terlaksana dengan baik,

sangat bervariasi antar standar, antar

daerah, dan antar jenjang pendidikan.

Masih banyak pihak sekolah/madrasah

yang belum mengenal atau mengetahui

secara lengkap seluruh standar yang

seharusnya merupakan landasan dalam

melaksanakan program pendidikan.

Diperlukan upaya pengenalan seluruh

standar kepada semua pihak, oleh

Direktorat terkait, Balitbang, BSNP, Dinas

Page 18: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

14

Pendidikan, Kanwil Kemenag, bahkan oleh

lembaga penyelenggara pendidikan.

3. Pemenuhan Standar.

Pihak yang paling berperan penting dalam

pemenuhan standar adalah pengelola

sekolah/madrasah (pendidik dan tenaga

kependidikan). Kalau dipelajari satu per-

satu, standar-standar yang pemenuhannya

terutama ditentukan oleh pengelola satuan

pendidikan adalah standar isi, standar

proses, standar kompetensi lulusan, standar

pengelolaan, dan standar penilaian

pendidikan. Sementara pemenuhan standar

oleh Dinas Pendidikan, Kanwil Kemenag,

atau penyelenggara satuan pendidikan,

terutama standar pendidik dan tenaga

kependidikan, standar sarana dan

prasarana, dan standar pembiayaan.

Dengan demikian pihak yang berperan

penting dalam upaya pemenuhan standar

pendidikan adalah para pendidik dan tenaga

kependidikan, yang sehari-hari

melaksanakan program pendidikan di

sekolah/madrasah.

4. Pengukuran Capaian Standar.

Pengukuran sejauhmana sekolah/madrasah

telah memenuhi standar dilakukan oleh

sebuah lembaga independen dari pihak luar

lembaga pendidikan, yakni Badan

Akreditasi Nasional dan Provinsi. Sekolah

dan madrasah wajib mengikuti akreditasi

yang diadakan satu kali dalam lima tahun.

Jika tidak terakreditasi atau belum meme-

nuhi standar, maka sekolah/madrasah tidak

mempunyai kewenangan menyelenggara-

kan ujian kelulusan dan menandatangani

ijazah (Pasal 61 Undang-Undang nomor 20

tahun 2003 tentang Sisdiknas).

Berdasarkan pengalaman penulis sebagai

anggota Badan Akreditasi Nasional Sekolah/

Madrasah sejak tahun 2006, kekurangan yang

banyak terjadi ada pada tahap pengenalan dan

pemenuhan standar. Dengan pengenalan yang

baik dan menyeluruh, diharapkan pihak

sekolah/madrasah akan dapat lebih mudah dan

lebih terarah dalam melakukan upaya

pemenuhan standar.

PEMENUHAN STANDAR HINGGA

SAAT INI

Akreditasi adalah penilaian terhadap

pemenuhan standar yang telah dicapai oleh

sekolah/madrasah. Jika sekolah/madrasah yang

mencapai peringkat akreditasi A dianggap

sebagai sekolah/madrasah yang telah

memenuhi standar, maka hingga akhir tahun

2011 baru sedikit sekolah/madrasah yang

memenuhi standar nasional.

1. 18% dari 83.006 TK/RA yang terakreditasi

A atau yang memenuhi standar nasional.

2. 14% dari 165.287 SD/MI yang terakredita-

si A atau yang memenuhi standar nasional.

3. 28% dari 39.417 SMP/MTs yang terakredi-

tasi A atau yang memenuhi standar nasional.

4. 32% dari 15.828 SMA/MA yang terakredi-

tasi A atau yang memenuhi standar

nasional.

5. 41% dari 20.175 program keahlian SMK

yang terakreditasi A atau yang memenuhi

standar nasional.

Pada standar isi masih banyak sekolah/

madrasah yang belum memenuhi waktu

pembelajaran efektif, dan umumnya kelas 1-3

SD/MI belum menerapkan pendekatan tematik.

Standar proses yang mengatur

perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses

pembelajaran belum dilaksanakan dengan baik

oleh para guru. Hal ini terlihat dari hasil ujian

yang masih rendah.

Lulusan lembaga pendidikan masih banyak

yang belum memiliki kompetenti yang standar,

dimana dengan batas kelulusan yang masih

rendah, banyak siswa yang kesulitan

mencapainya.

Pendidik dan tenaga kependidikan juga

masih sangat kurang, baik dari segi jumlah,

kualifikasi akademik, maupun kompetensi

sebagai agen pembelajaran. Hingga saat ini

guru yang sudah memenuhi kualifikasi

akademik (sarjana) baru sekitar 16,4 guru TK,

46,3% guru SD, 82,8 guru SMP, dan 93,9 guru

SMA. Padahal guru memiliki peranan yang

sangat penting dalam menghasilkan lulusan

sekolah yang bermutu. Lanier et al. (1986, p.

23) menyatakan: Curriculum plans, instruc-

tional materials, elegant classrooms, and even

Page 19: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

15

sensitive and intelligent administrators cannot

overcome the negative effect of weak teaching,

... making the quality of school learning

dependent on the quality of teachers.

Sarana dan prasarana pendidikan masih

memprihatinkan. Dalam laporan akhir tahun

2011, Mendikbud menyampaikan bahwa masih

terdapat 33% gedung SD dan 42% gedung

SMP yang rusak ringan dan berat. Kondisi ini

tentu mempegaruhi proses dan hasil

pendidikan.

Sekolah dan madrasah masih banyak yang

tidak dikelola baik, dimana seringkali sekolah

diselenggarakan dengan hanya melaksaakan

kegiatan secara rutin dan berulang setiap tahun,

tanpa perencanaan jangka panjang yang

disusun sesuai kebutuhan dan perkembangan.

Pembiayaan pendidikan yang terus

meningkat semakin membutuhkan perhatian

dan bantuan dari bebagai pihak terutama

Pemerintah. Dana Bantuan Operasional

Sekolah (BOS) sudah diberikan sejak tahun

2005, namun ternyata masih belum memenuhi

kebutuhan biaya penyelenggaraan sekolah/

madrasah yang standar.

Penilaian pendidikan juga masih banyak

dipersoalkan, terutama tentang instrumen yang

digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa.

STRATEGI PEMENUHAN STANDAR

Dalam rangka meningkatkan mutu pendi-

dikan, upaya pemenuhan standar nasional harus

dilakukan oleh semua pihak yang

bertanggungjawab di bidang pendidikan.

Pemenuhan standar yang perlu dilakukan

sekolah/madrasah terutama sebagai berikut.

1. Membentuk Tim Pengembang

Sekolah/Madrasah.

Tim Pengembang Sekolah/Madrasah

(TPS/M) terdiri atas kepala sekolah/

madrasah, wakil unsur guru, wakil komite

sekolah/madrasah, wakil orang tua siswa,

dan pengawas. TPS/M terutama bertugas

untuk menyusun rencana kerja sekolah/

madrasah.

2. Mempelajari Setiap Aspek dalam

Delapan Komponen Standar.

Aspek yang dipersyaratkan dalam standar

pendidikan cukup banyak, sehingga perlu

dipelajari dengan seksama. Untuk

mempelajari dan memahami makna dari

setiap indikator dan aspek dalam standar

pendidikan, diperlukan berbagai referensi

berupa peraturan maupun buku yang

terkait. Salah satu referensi yang dapat

digunakan adalah buku “Strategi

Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan

Dasar” atau “Strategi Pemenuhan Standar

Nasional Pendidikan Menengah” oleh

Jafriansen (penulis).

3. Melakukan Evaluasi Diri

Sekolah/Madrasah.

Evaluasi diri sekolah/madrasah dilaksana-

kan setiap akhir tahun ajaran, yang

mencakup semua (delapan) standar pendi-

dikan. Evaluasi diri dapat menggunakan

instrumen akeditasi, instrumen evaluasi diri

yang dikembangkan oleh Direktorat

Dikdas/Dikmen, Dinas Pendidikan/Kantor

kemenag, atau LPMP.

4. Mengidentifikasi Kesenjangan Evaluasi

Diri dengan Standar.

Hasil evaluasi diri menunjukkan kesen-

jangan atau kekurangan dalam pemenuhan

standar. Dengan membandingkan hasil

evaluasi diri setiap tahun dapat diketahui

sejauhmana perbaikan mutu telah dicapai,

dan aspek dalam standar mana saja yang

masih memerlukan perhatian khusus untuk

ditingkatkan mutunya.

5. Menetapkan Sasaran Peningkatan Mutu

Sasaran peningkatan mutu direncanakan

berdasarkan hasil evaluasi diri. Dalam

menetapkan sasaran perlu diperhatikan

rumusan SMART berikut.

Specific; secara jelas mengidentifikasi-

kan apa yang harus dicapai.

Measurable; secara jelas menggambar-

kan ukuran sasaran

Achievable; dengan kemampuan yang

ada memungkinkan untuk dicapai.

Realistic; wajar sesuai dengan trend

pencapaian selama lima tahun terakhir.

Page 20: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

16

Time bond; tercapai dalam jangka

waktu tertentu.

6. Meningkatkan Mutu Sekolah/Madrasah

Sesuai Standar.

Peningkatan mutu sekolah/madrasah

dilaksanakan sesuai sasaran dengan

melibatkan berbagai pihak terkait. Setiap

pendidik dan tenaga kependidikan di

sekolah/madrasah memiliki tugas dan

tanggung jawab dalam upaya peningkatan

mutu sesuai standar yang sudah disepakati

bersama. Kepala sekolah/madrasah ber-

tanggungjawab mengendalikan dan me-

mantau setiap kegiatan yang dilaksanakan.

7. Mempersiapkan Diri Untuk

Diakreditasi.

Setiap sekolah/madrasah wajib mengikuti

akreditasi, bukan hanya memenuhi keten-

tuan pemerintah, tetapi sebagai wujud

pertanggungjawaban lembaga kepada

masyarakat yang mempercayakan anak-

anaknya dididik di sekolah/madrasah

tersebut.

Bagi sekolah/madrasah yang melakukan

enam hal sebelumnya, untuk mengikuti

akreditasi merupakan hal yang mudah dan

tidak banyak hal yang perlu dipersiapkan

lagi.

Di samping sekolah/madrasah, pihak lain

yang bertanggungjawab dalam pemenuhan

standar juga perlu melakukan berbagai upaya

mendukung program yang akan dan sedang

dilaksanakan pihak sekolah/madrasah.

Pemenuhan standar yang perlu dilakukan oleh

Dinas Pendidikan dan Kantor Kemenag di

tingkat provinsi dan kabuaten/kota, serta

penyelenggara pendidikan, terutama adalah

sebagi berikut.

1. Melakukan Sosialisasi Standar

Pendidikan.

Semua peraturan dan informasi tentang

standar pendidikan perlu disampaikan

kepada sekolah/madrasah melalui kegiatan

sosialisasi atau pelatihan. Selama ini hanya

sebagian standar yang sudah disosialisa-

sikan, sementara sekolah/madrasah harus

memenuhi setiap standar. Hingga saat ini

masih sedikit sekolah/madrasah yang

berupaya mencari dan mempelajari sendiri

peraturan-peraturan yang terkait dengan

standar pendidikan.

2. Menganalisis Hasil Akreditasi dan

Membandingkan dengan Standar.

Hasil akreditasi yang telah dilakukan ter-

hadap 65% sekolah/madrasah di Indonesia

merupakan informasi penting yang dapat

dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk

dibandingkan dengan standar yang harus

dipenuhi oleh sekolah/madrasah.

3. Memperhatikan dan Menindaklanjuti

Rekomendasi dari Badan Akreditasi

Sekolah/Madrasah.

Setiap akhir pelaksanaan akreditasi, Badan

Akreditasi Sekolah/Madrasah menyusun

dan menyampaikan rekomendasi

penjaminan mutu pendidikan berdasarkan

hasil akreditasi sekolah/madrasah pada

tahun berjalan. Rekomendasi disampaikan

kepada Dinas Pendidikan dan Kantor

Kemenag di provinsi maupun di

kabupaten/kota. Rekomendasi tersebut

sangat berharga untuk dimanfaatkan

sebagai bahan perencanaan peningkatan

mutu pendidikan di daerah masing-masing.

4. Menyusun Program Peningkatan Mutu

Pendidikan Sesuai Kebutuhan dan

Prioritas.

Berdasarkan hasil dan rekomendasi yang

disampaikan oleh Badan Akreditasi

Sekolah/Madrasah setiap tahun dapat

diketahui kebutuhan sekolah/madrasah di

setiap daerah. Dinas Pendidikan dan Kantor

Kemenag di provinsi maupun di

kabupaten/kota dapat menentukan program

prioritas setiap tahun, sehingga secara

bertahap kualitas pendidikan terus

meningkat dan terukur.

5. Membantu Sekolah/Madrasah dalam

Meningkatkan Mutu Sesuai

Kewenangannya.

Meskipun delapan standar pendidikan

diupayakan pemenuhannya di sekolah/

madrasah, namun beberapa standar tidak

dapat dipenuhi oleh sekolah/madrasah

tanpa bantuan dari pihak lain. Tiga

komponen standar yang masih sangat

kurang dan terutama harus didukung oleh

Dinas Pendidikan dan Kantor Kemenag di

Page 21: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

17

provinsi maupun di kabupaten/kota adalah

komponen pembiayaan, komponen sarana

dan prasarana, serta komponen jumlah,

kualifikasi dan kompetensi pendidik serta

tenaga kependidikan.

6. Mendukung Pelaksanaan Akreditasi

Sesuai Tanggungjawabnya.

Persiapan dan pelaksanaan akreditasi

sekolah/madrasah perlu didukung oleh

semua pihak, terutama Dinas Pendidikan

dan Kantor Kemenag di provinsi maupun di

kabupaten/kota. Dukungan tersebut dapat

berupa penyedian data dan informasi yang

lengkap tentang sekolah/madrasah yang

ada di wilayah masing-masing, serta

memberikan pembinaan kepada sekolah/

madrasah yang akan mengikuti akreditasi.

PENUTUP

1. Standar nasional pendidikan bertujuan

menjamin mutu pendidikan nasional dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa

dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat.

2. Pemenuhan standar nasional pendidikan

dilakukan secara bertahap, sistematis, dan

terencana dalam suatu program penjaminan

mutu yang memiliki target dan kerangka

waktu yang jelas.

3. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

Kementerian Agama, Pemerintah provinsi/

kabupaten/kota, dan penyelenggara satuan

pendidikan harus melakukan pembinaan

yang sungguh-sungguh kepada sekolah/

madrasah yang menjadi tanggungjawab-

nya, agar sekolah/madrasah dapat segera

memenuhi bahkan melampaui standar

nasional pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Jafriansen, Strategi Pemenuhan Standar

Nasional Pendidikan Dasar (SD/MI dan

SMP/MTs), Perca. Jakarta, 2011.

Jafriansen, Strategi Pemenuhan Standar

Nasional Pendidikan Menengah (SMA/MA

dan SMK), Perca. Jakarta, 2011.

Lanier, J.E. et. al. Tomorrow’s Teachers. The

Holmes Group Inc. New York, 1986.

Peningkatan Manajemen Melalui Penguatan

Tata Kelola dan Akuntabilitas di Sekolah/

Madrasah (Materi Pelatihan Satuan

Pendidikan Dasar tahun 2011), Kerjasama

Kemdiknas, Kemenag dan Ausaid.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan

Mutu Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No-

mor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan

dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar

Nasional Pendidikan.

Sallis, E., Total Quality Management in

Education, Kogan Page Limited. London,

1993.

Schlechty, P.C. Leading for Learning, How to

Transform Schools into Learning Organi-

zations, Jossey-Bass. San Francisco, 2009.

Tilaar, H.A.R., Standarisasi Pendidikan

Nasional - Suatu Tinjauan Kritis, Rineka

Cipta. Jakarta, 2006.

Undang–undang RI Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Page 22: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

0

Abstract

Human capital is a way of defining and

categorizing peoples skills and abilities as

used in employment and otherwise

contribute to the economy. Human

capital refers to the stock of skills and

knowledge embodied in the ability to

perform labor so as to produce economic

value. Many early economic theories refer

to it simply as labor, one of three factors

of production, and consider it to be a

fungible resource — homogeneous and

easily interchangeable. Other

conceptions of labor dispense with these

assumptions, four types of fixed capital

(which is characterized as that which

affords a revenue or profit without

circulating or changing masters). The four

types were: 1) useful machines,

instruments of the trade; 2) buildings as

the means of procuring revenue; 3)

improvements of land and 4) human

capital. Knowledge management (KM)

does not have a beginning and an end, it

is on going, knowledge management is

about people, knowledge management is

orderly and goal-directed, knowledge

management is never fixed and

unchanging, knowledge management is

value-added, knowledge management is

visionary, knowledge management is

complementary.

PENDAHULUAN

Ciri utama era globalisasi, antara lain

ditandai dengan adanya gejolak

persaingan yang semakin ketat dalam

berbagai tatanan kehidupan. Untuk

menghadapi kondisi ini, dibutuhkan

sumber daya manusia yang berkualitas

dalam hal ini “instrumen” yang ampuh

untuk mobilisasi peningkatan kualitas

sumber daya manusia tersebut dapat

ditempuh antara lain melalui pendidikan.

Di Indonesia, instrumen peningkatan

kualitas sumber daya manusia pada saat

ini dipertegas dalam pasal 12 ayat 2 UU

No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Daerah, disebutkan antara lain: "Bidang

pemerintahan yang wajib dilaksanakan

oleh daerah kabupaten dan kota meliputi

pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan

dan kebudayaan, pertanian,

perhubungan, industri dan perdagangan,

penanaman modal, lingkungan hidup,

pertahanan, koperasi dan tenaga kerja".

Pada era otonomi daerah saat ini berbagai

bidang pembangunan mengalami

perubahan termasuk bidang pendidikan

yang selama ini dijalankan dan diatur

secara sentralistik akibat dianutnya asas

dekonsentrasi bergeser menjadi tanggung

jawab Pemda Provinsi dan Kab/Kota

sebagai pelaksana atas desentralisasi.

Dalam pelaksanaannya, ternyata tidak

semudah membalik telapak tangan

termasuk pembangunan bidang

pendidikan.

Salah satu permasalahan pendidikan yang

dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah

rendahnya mutu pendidikan pada setiap

jenjang dan satuan pendidikan, khususnya

perguruan tinggi dalam rangka merespon

dan menyikapi kebijakan Badan Hukum

Pendidikan (BHP) dan Badan Hukum Milik

Negara (BHMN) dewasa ini. Berbagai usaha

telah dilakukan untuk meningkatkan mutu

pendidikan nasional, melalui

MENEMPATKAN PENDIDIKAN DALAM KERANGKA HUMAN INVESTMENT

Heru Sukarno

(Dosen STKIP Purnama)

Page 23: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

1

pengembangan kurikulum nasional dan

lokal, peningkatan kompetensi guru dan

dosen (UU RI Nomor 14 Tahun 2005 dan PP

Nomor 19 Tahun 2005 tentang Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

melalui berbagai upaya konkret, antara

lain; pengembangan profesionalisme,

pendidikan dan pelatihan, pengadaan

sarana dan prasarana, dan infrastruktur

lainnya, serta peningkatan mutu

manajemen kampus. Namun demikian,

berbagai indikator mutu pendidikan

belum menunjukkan peningkatan yang

berarti.

Realitas tersebut, boleh jadi merupakan

akumulasi dari kebijakan yang dijalankan

pemerintah selama ini yang tidak melihat

dan menempatkan pendidikan sebagai

upaya peningkatan kualitas sumber daya

manusia secara proposional. Berbeda

dengan negara-negara lain di asia

tenggara dimana pada awal tahun 1965-an

beberapa negara berkembang termasuk

Indonesia berlomba-lomba mengaju-kan

pinjaman uang kepada badan keuangan

dunia (IMF). Beberapa negara berkembang

di Asia menginvestasikan pinjaman

tersebut untuk pengembangan

pendidikan, sedangkan Indonesia

menanamkan pinjaman tersebut untuk

memperkuat pertahanan dan ekonomi,

sehingga tiga puluh tahun kemudian

beberapa negara yang telah

menginvestasikan pinjaman IMF untuk

dunia pendidikan memetik hasil, tetapi

Indonesia menjadi sebaliknya.

Menyadari kondisi yang dihadapi bangsa

Indonesia, Kemdiknas berupaya

menempatkan pendidikan dalam kerangka

human investment (investasi untuk

pembangunan SDM). Disadari bahwa

kerangka tersebut tak mudah dijabarkan

dan langsung kelihatan hasilnya.

PERMASALAHAN

Berdasarkan paparan di atas, maka

permasalahan pendidikan sebagai Human

Investment (pembangunan sumber daya

manusia) akan menyoroti beberapa hal

sebagai berikut:

1. Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production function atau input-output analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan dosen, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.

2. Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan kampus sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakannya tidak sesuai kondisi kampus setempat. Kampus lebih merupakan sub-ordinasi dari birokrasi di atasnya sehingga mereka kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi/ kreativitas/inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan

Page 24: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

2

mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.

3. Peran serta komunitas kampus khususnya dosen dan peran serta stakeholder, khususnya orangtua mahasiswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi dosen dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di kampus sangat tergantung pada dosen. Dikenalkan pembaruan apapun jika dosen tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di kampus tersebut. Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan dana, sedang dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral, dan barang/jasa kurang diperhatikan.

4. Akuntabilitas kampus terhadap masyarakat juga lemah. Kampus tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua mahasiswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder).

Berdasarkan permasalahan tersebut di

atas, salah satu upaya perbaikan adalah

melakukan reorientasi penyelenggaraan

pendidikan, manajemen peningkatan

mutu kampus.

Peran Pendidikan dalam Human

Investment

Human investment berasal dari kata

human berarti manusia dan invesment

berarti investasi, maka secara harfiah

human investment dapat diartikan

sebagai investasi manusia atau manusia

dianggap sebagai obyek sumber daya.

Dalam konteks pengembangan sumber

daya manusia, Human investment

merupakan suatu disiplin ilmu

multidisipliner secara konseptual memiliki

berbagai dimensi yang beraneka ragam

berdasarkan pada sudut pandang disiplin

ilmu. Human investment dipandang

sebagai sesuatu kekuatan produktif baik

sebagai subjek maupun sasaran

pembangunan nasional. Dari sisi

kebudayaan human investment

merupakan subjek pembangunan yang

memiliki sistem nilai yang berfungsi

sebagai sumber penggerak pembangunan.

Perkembangan teori human investment

berkaitan erat dengan konsep human

capital pada disiplin ilmu ekonomi yang

dapat dikelompokkan ke dalam beberapa

fase perkembangan, yakni: Zaman

Neoklasik. Pada zaman Neoklasik saat

sebelum terjadinya revolusi industri di

Eropa, filsafat ekonomi belum

menganggap bahwa sumber daya manusia

merupakan faktor capital dan Zaman

Teori Human Capital Modern: Sejak

human capital disusun secara sistematis

dalam suatu kerangka ilmu pengetahuan

(body of knowledge) pada awal tahun

1960-an, perkembangannya sangat

menakjubkan yang memperkaya khasanah

ilmu ekonomi sumber daya manusia.

Peran pendidikan dalam human

investment dapat dipandang dari dua sisi.

Pertama, peran pendidikan secara

eksternal dalam arti organisasi, lembaga

bahkan negara melihat manusia sebagai

sumber daya yang perlu dididik agar

memberikan daya dukung dan

produktifitas optimal terhadap organisasi,

lembaga atau pembangunan bangsa.

Kedua, peran pendidikan secara internal

dalam arti pendidikan dipandang oleh

manusia itu sendiri sebagai kebutuhan.

Berkaitan dengan konteks peran

pendidikan dalam human investment ini,

Steven G. Smith (1992), menggambarkan

secara alami pentingnya penguasaan

pengetahuan bahwa, "Knowledge

Management (KM) does not have a

Page 25: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

3

beginning and an end. It is on going",

Penjelasannya dapat dilihat pada gambar

berikut:

▪ KM is about people. Apa yang diketahui masyarakat, dan bagaimana pengetahuan mereka dapat mendukung sasaran yang akan dicapai seperti: kemampuan manusia, intuisi, gagasan, dan motivasi adalah dasar pengetahuan.

▪ KM is orderly and goal-directed. Manajemen pengetahuan diikat oleh sasaran strategjs organisasi. Untuk itu penggunaan informasi semestinya praktis dan penuh arti.

▪ KM is never fixed and unchanging. Tidak ada hukum abadi dalam KM. Pengetahuan secara konstan diuji, diperbarui, ditinjau kembali, dan kadang-kadang bahkan tidak lagi dapat dipraktikkan. Ini merupakan suatu proses berkelanjutan.

▪ KM is value-added. Ketika beberapa keahlian disajikan dan dihubungkan, organisasi dapat saling menukar gagasan yang akan menghasilkan ahli yang dapat menasihati atau mendidik para manajer untuk pengembangan dalam kecenderungan terbaru.

▪ KM is visionary. Visi manajemen pengetahuan merupakan hal strategis yang menghasilkan gairah dan memotivasi para manajer untuk

bekerja sama ke arah tercapainya tujuan umum.

▪ KM is complementary. Manajemen pengetahuan dapat terintegrasi dengan prakarsa organisatoris lain seperti Total Quality Management (TQM). Adalah penting bagi para manajer pengetahuan untuk meraih sukses.

Permalasahannya sekarang adalah

bagaimana mengembangkan mutu

pendidikan di Indonesia jika kita

menyadari bahwa, salah satu faktor

penting dalam penggerak pembangunan

adalah kualitas sumber daya manusia.

Manajemen Pendidikan Masa Depan

Penguasaan pengetahuan melalui proses

pendidikan merupakan salah satu realisasi

knowledge management (KM). Bukti-bukti

empirik manajemen pendidikan

menunjukkan lemahnya pola lama

manajemen pendidikan nasional dan

digulirkannya otonomi daerah, telah

mendorong dilakukannya penyesuaian diri

dari pola lama manajemen pendidikan

menuju pola baru manajemen pendidikan

masa depan yang lebih bernuansa otonomi

dan yang lebih demokratis. Tabel berikut

menunjukkan dimensi-dimensi perubahan

pola manajemen, dari yang lama menuju

yang baru.

Perubahan Pola Manajemen Pendidikan

Pola Lama Menuju Pola Baru

Subordinasi Otonomi

Pengambilan

keputusan terpusat

Pengambilan

keputusan partisipatif

Ruang gerak kaku Ruang gerak luwes

Pendekatan birokratik Pendekatan profesional

Sentralistik Desentralistik

Diatur Motivasi diri

Overregulasi Deregulasi

People

Process Techno-logy

KM

Knowledge Management (KM)

Page 26: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

4

Pola Lama Menuju Pola Baru

Mengontrol Mempengaruhi

Mengarahkan Memfasilitasi

Menghindari resiko Mengelola resiko

Gunakan uang

semuanya

Gunakan uang

seefisien mungkin

Individual yang cerdas Teamwork yang cerdas

Informasi terpribadi Informasi terbagi

Pendelegasian Pemberdayaan

Organisasi herarkis Organisasi datar

Pada pola lama, tugas dan fungsi kampus

lebih pada melaksanakan program dari

pada mengambil inisiatif merurrtuskan

dan melaksanakan program peningkatan

mutu yang dibuat sendiri oleh kampus.

Sedang pada pola baru kampus memiliki

wewenang lebih besar dalam pengelolaan

lembaganya, pengambilan keputusan

dilakukan secara partisipatif dan

partsisipasi masyarakat makin besar,

kampus lebih luwes dalam mengelola

lembaganya, pendekatan profesionalisrne

lebih diutamakan dari pada pendekatan

birokrasi, pengelolaan kampus lebih

desentralistik, perubahan kampus lebih

didorong oleh motivasi-diri kampus dan

pada diatur dari luar kampus, regulasi

pendidikan lebih sederhana, peranan

pusat bergeser dari mengontrol menjadi

mempengaruhi dan dari mengarahkan ke

memfasilitasi, dari menghindari resiko

menjadi mengolah resiko, penggunaan

uang lebih efisien karena sisa anggaran

tahun ini dapat digunakan untuk anggaran

tahun depan (efficiency-based

budgeting), lebih mengutamakan

teamwork, informasi terbagi ke semua

warga kampus, lebih mengutamakan

pemberdayaan, dan struktur organisasi

lebih datar sehingga lebih efisien.

PEMBAHASAN

Penguasaan pengetahuan atau knowledge

management (KM) seperti yang dimaksud,

dapat dilakukan melalui lembaga

pendidikan atau kampus-kampus yang

didasari oleh pemikiran bahwa, jika

kampus ingin sukses, maka seyogyanya

karakteristik kampus efektif dapat

dijadikan kerangka acuan. Karakteristik

yang dimaksud adalah kampus yang secara

inklusif memuat elemen-elemen kampus

efektif, yakni meliputi; input, proses, dan

output.

Input Pendidikan

Berkaitan dengan input dari kampus

efektif seyogyanya kampus

memperhatikan beberapa aspek berikut:

Pertama, memiliki kebijakan, tujuan, dan

sasaran mutu yang jelas. Secara formal,

kampus menyatakan dengan jelas tentang

keseluruhan kebijakan, tujuan, dan

sasaran kampus yang berkaitan dengan

mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran

mutu tersebut dinyatakan oleh pimpinan

kampus. Kebijakan, tujuan, dan sasaran

mutu tersebut disosialisasikan kepada

semua warga kampus, sehingga tertanam

pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga

sampai pada kepemilikan karakter mutu

oleh warga kampus.

Kedua, sumberdaya tersedia dan siap.

Sumberdaya merupakan input penting

yang diperlukan untuk berlangsungnya

proses pendidikan di kampus. Tanpa

sumberdaya yang memadai, proses

pendidikan di kampus tidak akan

berlangsung secara memadai, dan pada

gilirannya sasaran kampus tidak akan

tercapai. Sumberdaya dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu

sumberdaya manusia dan sumberdaya

selebihnya (uang, peralatan,

Page 27: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

5

perlengkapan, bahan, dan sebagainya)

dengan penegasan bahwa sumberdaya

selebihnya tidak mempunyai arti apapun

bagi perwujudan sasaran kampus, tanpa

campur tangan sumberdaya manusia.

Secara umum, kampus harus memiliki

tingkat kesiapan sumberdaya yang

memadai untuk menjalankan proses

pendidikan. Artinya, segala sumberdaya

yang diperlukan untuk menjalankan

proses pendidikan harus tersedia dan

dalam keadaan siap. Ini bukan berarti

bahwa sumberdaya yang ada harus mahal,

akan tetapi kampus yang bersangkutan

dapat memanfaatkan keberadaan

sumberdaya yang ada di lingkungan

kampus. Karena itu diperlukan pimpinan

kampus yang mampu memobilisasi

sumberdaya yang ada di sekitamya.

Ketiga, staff yang kompeten dan

berdedikasi tinggi. Meskipun telah

disinggung tentang ketersediaan dan

kesiapan sumberdaya manusia (staf),

namun pada bagian ini perlu ditekankan

lagi karena staf merupakan jiwa kampus.

Kampus yang efektif pada umumnya

memiliki staf yang mampu (kompeten)

dan berdedikasi tinggi terhadap

kampusnya. Implikasinya jelas, yaitu, bagi

kampus yang ingin efektivitasnya tinggi,

maka kepemilikan staf yang kompeten dan

berdedikasi tinggi merupakan keharusan.

Keempat, memiliki harapan prestasi yang

tinggi. Kampus mempunyai dorongan dan

harapan yang tinggi untuk meningkatkan

prestasi peserta didik dan kampusnya.

Pimpinan kampus memilih komitmen dan

motivasi yang kuat untuk meningkatkan

mutu kampus secara optimal.

Dosen memiliki komitmen dan harapan

yang tinggi bahwa anak didiknya dapat

mencapai tingkat prestasi yang maksimal,

walaupun dengan segala keterbatasan

sumberdaya pendidikan yang ada di

kampus. Sedang peserta didik mempunyai

motivasi untuk selalu meningkatkan diri

urrtuk berprestasi sesuai dengan bakat

dan kemampuannya. Harapan tinggi dari

ketiga unsur kampus ini merupakan salah

satu faktor yang menyebabkan kampus

selalu dinamis untuk selalu menjadi lebih

baik dari keadaan sebelumnya.

Kelima, fokus pada pelanggan (khususnya

mahasiswa). Pelanggan, terutama

mahasiswa, harus merupakan fokus dari

semua kegiatan kampus. Artinya, semua

input dan proses yang dikerahkan di

kampus utamanya tertuju untuk

meningkatkan mutu dan kepuasan peserta

didik. Konsekuensi logis dari ini semua

adalah bahwa penyiapan input dan proses

belajar mengajar harus benar-benar

mewujudkan sosok utuh mutu dan

kepuasan yang diharapkan dari

mahasiswa.

Keenam, input manajemen. Kampus

memiliki input manajemen yang memadai

untuk menjalankan kegiatan kampus.

Pimpinan kampus dalam mengatur dan

mendorong kampusnya menggunakan

sejumlah input manajemen. Kelengkapan

dan kejelasan input manajemen akan

membantu pimpinan kampus mengelola

kampusnya dengan efektif. Input

manajemen yang dimaksud meliputi tugas

yang jelas, rencana yang rinci dan

sistematis, program yang mendukung bagi

pelaksanaan rencana, ketentuan-

ketentuan (regulasi) yang jelas sebagai

panutan bagi warga kampusnya untuk

bertindak, dan adanya sistem

pengendalian mutu yang efektif dan

efisien untuk meyakinkan agar sasaran

yang telah disepakati dapat dicapai.

Proses

Page 28: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

6

Kampus efektif adalah kampus yang

menerapkan konsep efektivitas proses

pembelajaran yang tinggi. Ini ditunjukkan

oleh sifat PBM yang menekankan pada

pemberdayaan peserta didik. PBM bukan

sekadar memorisasi dan recall, bukan

sekadar penekanan pada penguasaan

pengetahuan tentang apa yang diajarkan

(logos), akan tetapi lebih menekankan

pada internalisasi tentang apa yang

diajarkan sehingga tertanam dan

berfungsi sebagai muatan nurani dan

dihayati (ethos) serta dipraktekkan dalam

kehidupan sehari-hari oleh peserta didik

(pathos), PBM yang efektif juga lebih

menekankan pada belajar mengetahui

(learning to know), belajar bekerja

(learning to do), belajar hidup bersama

(learning to live together), dan belajar

menjadi diri sendiri (learning to be).

Di samping itu, karakteristik lainnya yang

perlu dimiliki dalam menbangun kampus

efektif meliputi: 1) kepemimpinan

kampus yang kuat; 2) lingkungan kampus

yang aman dan tertib; 3) pengelolaan

tenaga kependidikan yang efektif; 4)

memiliki budaya mutu; 5) memiliki

"teamwork" yang kompak, cerdas, dan

dinamis; 6) memiliki kewenangan

(kemandirian); 7) partisipasi yang tinggi

dari warga kampus dan masyarakat; 8)

memiliki keterbukaan (transparansi)

manajemen; 9) memiliki kemauan untuk

berubah (psikologis dan fisik); 10)

melakukan evaluasi dan perbaikan secara

berkelanjutan; 11) responsif dan

antisipatif terhadap kebutuhan; 12)

memiliki komunikasi yang baik; 13)

memiliki akuntabilitas; dan 14) memiliki

kemampuan menjaga sustainabilities.

Output yang Diharapkan

Kampus harus memiliki output yang

diharapkan. Output kampus adalah

prestasi kampus yang dihasilkan oleh

proses pembelajaran dan manajemen di

kampus. Pada umumnya, output dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output

berupa prestasi akademik (academic

achievement) dan output berupa prestasi

non-akademik (non-academic

achievement). Output prestasi akademik

misalnya, standar IPK minimal 2,75 atau

3.00, lomba karya ilmiah, lomba (pidato

bahasa Inggris, debating dan teknologi

inovasi), cara-cara berpikir (kritis,

kreatif/divergen, nalar, rasional,

induktif, deduktif, dan ilmiah) dan

novelty. Output non - akademik, misalnya

keingintahuan yang tinggi, harga diri,

kejujuran, kerjasama yang baik, rasa

kasih sayang yang tinggi terhadap sesama,

solidaritas yang tinggi, toleransi,

kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga,

kesenian, dan pecinta alam.

KESIMPULAN

Human investment dipandang sebagai

sesuatu kekuatan produktif baik sebagai

subyek maupun sasaran pembangunan

nasional. Dari sisi kebudayaan human

investment merupakan subjek

pembangunan yang memiliki sistem nilai

yang berfungsi sebagai sumber penggerak

pembangunan. Salah satu bagian yang tak

terpisahkan dalam teori investasi sumber

daya manusia adalah pendidikan.

Pemerataan pendidikan diperlukan

sebagai prasyarat untuk percepatan

pembangunan ekonomi dan sosial.

Pendidikan dasar yang baik akan

membekali anak didik untuk

mengembangkan diri dalam pekerjaannya

maupun untuk melanjutkan pendidikan

yang lebih tinggi. Namun, pendidikan

dasar tanpa kualitas tidak banyak

memberikan kegunaan bagi seseorang.

Page 29: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

7

DAFTAR PUSTAKA

Ace Suryadi (2002) Pendidikan, Investasi

SDM, dan Pembangunan: Isu,Teori,

dan Aplikasi. Jakarta: Balai Pustaka.

Dadang Suhardan (2006) Pengawasan

Profesional. Bandung: Dewa Rhuci, \

http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/

html/plp/01PLP MPMBS

KONSEP.htm09/09/ 2006

Indra Djati Sidik: Memperbaiki Kelemahan

Masa Lalu. Republika, Minggu, 30 Mei

2004

PPRI Nomor 55 Tahun 1998, Tentang

Perubahan Atas PPRI Nomor 28 Tahun

1990 Tentang Pendidikan Dasar.

Pendidikan dalam Program 100 Hari

Mendiknas. Kompas, Selasa, 23

November 2004

Robbins, P Stephen. (1996) Organizational

Behavior, alih bahasa Hadyana

Pujaatmaka, Prentice Hall, New

Jersey.

Steven G. Smith (1992) The Concept of

Human Nature. Philadelphia: Temple

University Press.

Sugiyono (2001) Metode Penelitian

Administrasi, Bandung: Alfabeta.

Strauss, George et al. (1996) The Human

Problem of Management, Alih bahasa

Grace M. Hadikusuma, Jakarta:

Pustaka Binaan Presindo.

Page 30: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

8

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Kemajuan teknologi komunikasi

dan informasi sangat pesat dan

merambah banyak aspek kehidupan

manusia, tidak terkecuali dalam dunia

pendidikan. Bagaimana media internet

dapat dimanfaatkan dalam

meningkatkan mutu pendidikan.

Internet berawal dari institusi

pendidikan dan penelitian di Amerika,

walaupun pada awalnya penggunaan

internet adalah untuk kepentingan

bisnis yang dimulai sejak tahun 1995.

Jika dibandingkan dengan masyarakat

di luar negeri, internet ini sering

disosialisasikan dengan bisnis dan

entertainment, namun saat ini dunia

pendidikan terus memaksimalkan

manfaat keberadaan internet.

Internet sebagai salah satu media

pembelajaran sangat dibutuhkan saat

ini, baik secara langsung sebagai media

pembelajaran jarak jauh atau sebagai

sarana bagi siswa untuk mencari

berbagai sumber informasi materi

pelajaran yang sedang dipelajari oleh

para siswa. Penggunaan media

pembelajaran sebagai suplemen

pengajaran di kelas, akan efektif dan

lebih mudah diterima.

Salah satu media suplemen

pembelajaran yang sedang marak

dilakukan saat ini adalah internet.

Adanya internet merupakan salah satu

solusi pamungkas untuk mengatasi

masalah-masalah yang dialami dalam

dunia pendidikan. Di Indonesia,

masalah kelangkaan sumber informasi

konvensional (perpustakaan) lebih

berat dibandingkan dengan di tempat

lain. Pemanfaatan media internet

hanya sebagian kecil sekolah yang

memiliki sambungannya (Internet

Connectivity), tetapi belum

seluruhnya sekolah dilengkapi dengan

fasilitas Local Area Network (LAN).

Untuk memanfaatkan internet perlu

dukungan dari para guru dalam

memanfaatkan media internet untuk

pembelajaran dan juga akan

menyatakan kesiapan untuk

melengkapi lembaga pendidikan

(sekolah) dengan jaringan LAN dan

sambungan internet. Hal ini akan

menuntut peran serta peserta didik

dan masyarakat umum (orang tua)

untuk memanfaatkan media internet.

Menurut Rahardjo (2002)

sebagaimana dikutip di situs

Depdiknas, bahwa manfaat internet

bagi pendidikan adalah dapat menjadi

akses kepada sumber informasi, akses

kepada nara sumber, dan sebagai

media kerjasama

(pustekkom.depdiknas.go.id).

Penggunaan internet yang intensif dan

tepat guna akan mempunyai korelasi

yang signifikan terhadap prestasi

PENGARUH INTERNET TERHADAP MOTIVASI BELAJAR

SISWA SMK HARAPAN BANGSA DEPOK

Atjah Tursina Martasasmita

(Dosen STKIP Purnama)

Page 31: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

9

belajar. Ibrahim (1982) dalam Dubatar

(2008) mengatakan bahwa media

belajar mampu mebangkitkan minat

dan motivasi siswa dalam belajar.

Fasilitas internet sebagai

penunjang kegiatan belajar mengajar

di kalangan siswa sekolah menengah

atas sudah mulai diterapkan. Motivasi

belajar yang tinggi akan mampu

menunjang prestasi siswa. Hal ini

dikuatkan oleh hasil penelitian

Supartini (2008), bahwa motivasi

belajar berpengaruh secara signifikan

terhadap hasil belajar atau prestasi

belajar siswa. Selain itu, ternyata

internet sebagai media belajar juga

mampu merangsang kreativitas

seseorang. Menurut Surya (2006)

bahwa Teknologi Informasi dan

Komunikasi (TIK) akan memberikan

peluang berkembangnya kreativitas

dan kemandirian belajar siswa.

Kreativitas sama absahnya seperti

intelegensi sebagai prediktor prestasi

sekolah (Munandar, 1977).

Strategi pembelajaran yang

interaktif dapat menciptakan suasana

belajar yang kreatif sehingga guru

dapat mengaktualisasikan dirinya

dalam proses pembelajaran yang akan

diikuti dengan motivasi belajar siswa.

Media belajar merupakan konsep

pembelajaran yang aktif serta inovatif.

Kualitas pembelajaran di kelas dan

memaksimalkan materi pelajaran yang

disampaikan.

Penggunaan media pembelajaran

yang tepat akan dapat memberikan

motivasi belajar bagi para siswa.

Motivasi belajar dapat diartikan suatu

keadaan atau kondisi yang mendorong,

merangsang atau menggerakkan

seseorang untuk belajar sesuatu atau

atau melakukan kegiatan untuk

mencapai suatu tujuan.

Motif dan Motivasi Belajar

Motif adalah kekuatan yang

memobilisasi dan menyalurkan energi

itu sendiri digerakkan oleh suatu

keadaan tertentu yang mendorong

suatu organisme ke arah keadaan

tertentu. Dalam kegiatan proses

belajar akan berhasil baik, kalau siswa

tekun mengerjakan tugas, ulet dalam

memecahkan berbagai masalah dan

hambatan secara mandiri. Siswa yang

belajar dengan baik tidak akan

terjebak pada sesuatu rutinitas dan

mekanis, mampu mempertahan-kan

pendapatnya kalau diyakini dan

dipandangnya cukup rasional. Bahkan

seorang siswa yang memiliki motivasi

belajar yang kuat peka dan responsif

terhadap berbagai masalah umum, dan

memikirkan bagaimana

pemencahannya. Diantara ciri orang

yang termotivasi adalah tidak cepat

bosan dengan tugas-tugas rutin dan

tidak cepat puas dengan hasil yang

telah didapatkan (Sadirman, 2000).

Sedangkan menurut Frandsen dalam

Sadirman (2000) disebutkan bahwa hal

yang mendorong seseorang untuk

belajar diantaranya adalah selalu ingin

tahu dan adanya keinginan untuk

memperbaiki kegagalan di masa lalu

dengan usaha yang lebih keras.

Dalam disiplin ilmu psikologi,

motivasi mengacu pada konsep yang

digunakan untuk menerangkan

kekuatan-kekuatan yang ada dan

bekerja pada diri organisme atau

individu yang menjadi penggerak dan

Page 32: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

10

pengarah tingkah laku individu

tersebut untuk mencapai suatu tujuan

tertentu. Dengan motivasi, seseorang

akan dapat melakukan suatu tindakan.

Jika tidak ada motivasi. Maka individu

tidak akan dapat mencapai tujuannya.

Berikut ini adalah beberapa definisi

motivasi dari para ahli.

"A motive is an inner state that

energizes activates, or moves (hence

'motivation'), and that directs or

channels behavior toward goals." Motif

adalah keadaan dalam diri yang

membangkitkan, mengaktifkan, atau

menggerakkan (selanjutnya disebut

motivasi), dan mengarahkan atau

menyalurkan tingkah laku pada tujuan

(Luthan, F., 1981:150).

"Motivation is usually defined as

the process by which behaviour is

energized and directed." Motivasi

biasanya didefinisikan sebagai proses

yang membangkitkan dan

mengarahkan tindakan (Wexley &

Yukl, 1977:75).

Dari beberapa definisi tersebut,

secara umum dapat dikatakan bahwa

istilah motivasi ini digunakan untuk

menunjukkan pengertian sebagai

berikut:

a. Pemberi daya/pembangkit tingkah laku manusia. Konsep ini menunjuk pada suatu kekuatan dalam diri individu (energy) yang mendorong tindakan dengan cara-cara tertentu

b. Pemberi arah pada tingkah laku manusia. Konsep ini menunjuk adanya orientasi/ arah tingkah laku pada suatu tujuan.

Telah banyak penelitian yang

dilakukan untuk mengkaji

pengggunaan internet dalam proses

pembelajaran. Penggunaan media

internet dalam proses pembelajaran

khususnya dalam memotivasi siswa,

telah dilakukan penelitian oleh Novita

Riana Lubis (2010), dengan judul

pengaruh pemanfaatan layanan

internet terhadap Motivasi Belajar

Siswa SMA, Negeri 2 Medan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa

pemanfaatan layanan internet sangat

bermanfaat dalam mendukung proses

belajar mengajar dan adanya pengaruh

yang signifikan antara pemanfaatan

layanan internet terhadap motivasi

belajar siswa SMA Negeri 2 Medan

ditunjukkan oleh hasil uji t hitung

variabel ketersediaan sarana layanan

(X) adalah 45,314. Nilai t tabel pada a

= 5% untuk uji satu arah, dengan

derajat kebebasan (df) = (n - k) yaitu

(254 - 1) = 253 yaitu 1,960. Maka

variabel pemanfaatan Layanan

Internet dinyatakan berpengaruh

positif signifikan terhadap motivasi

belajar dengan kriteria t hitung > t

tabel atau 45,314 > 1,960r = 1,960

pada α = 5%. Pengaruh Pemanfaatan

Layanan Internet perpustakan

terhadap motivasi belajar siswa SMA

Negeri 2 Medan.

Berdasarkan penjelasan tersebut,

dapatlah diketahui bahwa banyak

manfaat positif yang dapat diperoleh

guru dan siswa dari internet jika

digunakan secara bijak dalam proses

pembelajaran, khususnya dalam

memotivasi belajar siswa. Oleh karena

perlu kajian tentang: "Pengaruh

Peranan Internet Terhadap Motivasi

Belajar Siswa".

Rumusan Masalah

Page 33: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

11

Berlandaskan pada uraian latar

belakang masalah yang telah diuraikan

tersebut di atas, maka beberapa

masalah yang menjadi kajian

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan dan pengaruh penggunaan media internet dalam meningkatkan motivasi belajar siswa kelas II SMK Harapan Bangsa Depok?

2. Seberapa besar pengaruh penggunaan media Internet dalam meningkatkan motivasi belajar siswa kelas II di SMK Harapan Bangsa Depok?

3. Kendala-kendala apa saja yang dialami dalam memanfaatkan media internet untuk meningkatkan motivasi belajar siswa kelas II di SMK Harapan Bangsa Depok?

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui: (a) ada tidaknya

hubungan yang kuat dan positif dari

peranan internet dengan motivasi

belajar siswa, dan (b) seberapa besar

pengaruh internet terhadap motivasi

belajar siswa.

Selain tujuan yang telah

disebutkan, hasil penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat, antara

lain: (1) memberikan wawasan dan

informasi bagi para guru dalam

memanfaatkan internet sebagai media

pembelajaran sehingga siswa

termotivasi belajar, dan (2) sebagai

rujukan atau referensi bagi

masyarakat, khususnya dunia

pendidikan bahwa internet dapat

dimanfaatkan secara bijak dan positif

dalam memajukan dunia pendidikan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif deskriptif dengan model

statitistika kausalitas korelasi dan

regresi. Variabel bebas yang digunakan

adalah pemanfaatan internet dan

variabel terikat adalah motivasi

belajar siswa. Sebagai responden siswa

kelas II SMK Harapan Bangsa sebanyak

60 siswa yang dipilih secara acak

sederhana yaitu siswa yang dinyatakan

dapat mengoperasionalkan komputer

(PC= personal computer). Untuk

membuktikan hipotesis digunakan

model persamaan regresi sederhana Y

= a + bX, uji signifikansi dengan uji t.

Hipotesis dalam kajian ini adalah:

Ho: tidak terdapat pengaruh internet

terhadap motivasi belajar siswa

Ha: terdapat pengaruh internet

terhadap motivasi belajar siswa

Pengujian hipotesis dilakukan

dengan uji t tes pada level signifikansi

α = 0,05 dengan kriteria pengujian,

yaitu: (a) Jika Sig.> 0,05 maka terima

Ho: artinya tidak ada pengaruh

peranan internet terhadap motivasi

belajar siswa; dan (b) Jika Sig. < 0,05

maka Tolak Ho; artinya terdapat

pengaruh dari peranan internet

terhadap motivasi belajar siswa.

Teknik pengumpulan data berupa

kuesioner tertutup dengan

menggunakan skala Likert pada 4 skala

atribut, yaitu : 1. Sangat Tidak Setuju

(STS); 2. Tidak Setuju (TS); 3. Setuju

(S) dan 4, Sangat Setuju (SS).

Instrumen yang digunakan berdasarkan

variabel dioperasionalkan sebagai

berikut.

Page 34: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

12

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel

Variabel Peranan Internet

No Dimensi Butir

1 Kemudahan teknis menggunakan 1,2

2 Kemudahan mencari informasi 3,4

3 Pemanfaatan internet (waktu dan biaya) 5,6

4 Dukungan dan bimbingan orang tua 7,8

5 Dampak negatif dan positif 9,10

Variabel Motivasi Belajar Siswa

No Dimensi Butir

1 Memberi kemudahan belajar 1,2

2 Memberi inspirasi belajar 3,4

3 Memberi wawasan dan ilmu pengetahuan 5,6

4 Dukungan orang tua dan guru 7,8

5 Tuntutan tugas dari guru 9,10

Selanjutnya, dari kisi-kisi

operasional variabel yang diteliti

tersebut, dibuat instrumen berupa

kuesioner dengan model tertutup

menggunakan skala Likert pada pilihan

jawaban.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Pengujian Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang

digunakan diharuskan memiliki

validitas dan reliabilitas agar diperoleh

hasil analisis yang akurat, valid dan

reliabel.

Hasil analisis instrumen pengujian

validitas dan reliabilitas diperoleh nilai

untuk masing-masing butir instrumen,

nilai butir instrumen dilihat dari nilai

Corrected Item Total Corelation

(CITC). Untuk validitas dan nilai Alpha

Cronbach untuk uji reliabilitas.

Nilai CICT adalah nilai rhitung atau

nilai rproduct moment untuk masing-

masing butir pertanyaan kedua

variabel yang diteliti. Nilai tersebut

dibandingkan dengan nilai rtabel

sebesar 0,207. Untuk seluruh butir

pertanyaan kedua variabel peranan

internet dan motivasi belajar siswa

masing-masing berjumlah 10 butir

pertanyaan memiliki nilai rhitung atau

nilai CICT dan nilai rAlpha Cronbach

lebih besar dari nilai rtabel. Hasil uji

ini membuktikan bahwa instrumen

penelitian dinyatakan valid dan

reliabel.

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan

adalah uji normalitas data. Analisis

regresi membutuhkan syarat yang

mengharuskan data berdistribusi

normal atau sekurang-kurangnya

mendekati normal.

Pengujian dengan KS yaitu dilihat

dari nilai KS hitung dibandingkan

dengan KS tabel. Berdasarkan hasil

perhitungan diperoleh nilai KS hitung

2,068 > KS tabel 0,175 dengan

demikian dapat dinyatakan data kedua

variabel berdistribusi normal.

Korelasi Peranan Internet dan

Motivasi Belajar Siswa

Pengujian korelasi menyatakan

kadar hubungan peranan internet

terhadap motivasi belajar siswa.

Berdasarkan hasil analisis korelasi

product moment, diketahui besarnya

Page 35: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

13

nilai koefisien korelasi adalah 0,874

dengan nilai Sig. sebesar 0,000 < 0,05.

Hal ini berarti terdapat hubungan yang

signifikan antara peranan internet

dengan motivasi belajar siswa.

Regresi Peranan Internet dengan

Motivasi Belajar Siswa

Besarnya pengaruh dari peranan

internet terhadap motivasi belajar

siswa ditunjukkan dengan nilai

koefisien determinasi atau R2 yaitu

ditunjukkan dari hasil analisis regresi

sebagai berikut.

Besarnya nilai koefisien

determinasi R2 adalah 0,765. Angka

tersebut memberikan petunjuk bahwa

peranan internet berpengaruh

terhadap motivasi belajar siswa

sebesar 76,50%. Sisanya sebesar

23,50% merupakan variasi atau

pengaruh variabel lain yang tidak

diteliti dalam kajian ini. Misalnya,

latar belakang orang tua, kelengkapan

sarana belajar seperti buku tulis, buku

paket belajar, sarana prasarana

sekolah, dan lain-lain.

Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dengan hasil

regresi tersebut dilakukan dengan uji t

tes, melalui hasil pengolahan data

yang dijelaskan sebagai berikut.

Diperoleh persamaan regresi dan

untuk masing-masing parameter

individual variabel yang, yaitu

Y = bo+bx

Y =1,196 + 0,668X

Dari persamaan tersebut dapat

dijelaskan model persamaan regresi

sebagai berikut:

a. besarnya koefisien konstanta (bo) = 1,196 dengan nilai t hitung sebesar 6,891 pada nilai Sig.0,000 < 0,05 yang berarti bahwa koefisien signifikan berpengaruh. Nilai bo sebesar 1,196 dapat diartikan bahwa nilai motivasi sebesar 1,196 satuan apabila peranan internet sama dengan Nol.

b. besarnya koefisien regresi variabel peranan internet (bx) = 0,049 dengan nilai t hitung sebesar 13,681 pada nilai Sig.0,000 < 0,05 yang berarti koefisien regresi untuk peranan internet adalah signifikan berpengaruh. Nilai koefisien bx sebesar 0,049 memberikan arti setiap peningkatan peranan internet dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sebesar 0,049 satuan.

Pembahasan

Pada masa lalu banyak masyarakat

yang beranggapan bahwa sumber

belajar hanya dapat diperoleh dari

buku, guru, sebagai nara sumber, dan

lingkungan sekitar. Namun, saat ini

keberadaan internet dapat

dimanfaatkan sebegai media yang

lebih modern dalam proses

pembelajaran dimana, internet

memiliki keunggulan antara lain:

cakupan informasinya lebih luas, dapat

memudahkan peserta didik dan

masyarakat pada umumnya untuk

mengetahui informasi terkini baik yang

ada di dalam negeri maupun di luar

negeri. Pada hakekatnya,

pembangunan masyarakat yang

bersumber daya unggul adalah suatu

Page 36: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

14

kegiatan pendidikan informal dan

bertujuan untuk mendidik masyarakat

agar memiliki perilaku pengetahuan,

sikap, dan keterampilan yang baik

untuk melaksanakan pembangunan

guna peningkatan taraf kesejahteraan,

sosial, dan ekonomi masyarakat.

Pemanfaatan internet dalam

pembelajaran dalam memotivasi

belajar siswa memegang peranan

penting dalam melahirkan siswa yang

kreatif dan mandiri, dalam arti mampu

menggali dan mencari berbagai materi

pelajaran mengembangkan materi

yang diterima dari gurunya dalam

kelasnya. Adapun beberapa cara atau

alternatif memanfaatkan media

internet dalam meningkatkan mutu

pendidikan, yaitu:

Mengenal/mempelajari internet.

Diperlukan dasar pengetahuan

tentang internet agar lebih mudah

menggunakannya. Hal ini berguna

untuk mengetahui informasi-informasi

terkini yang sedang tersebar di

masyarakat umum, maka kita dapat

mempelajarinya melalui media

internet karena lebih lengkap, cepat

diperoleh, dan sangat terpercaya.

Pelatihan ICT.

Mengikuti pelatihan-pelatihan ICT

yang diadakan oleh instansi tertentu.

Pelatihan-pelatihan ITC dapat

mendukung dunia pendidikan,

sehingga jaringan pembelajaran online

lebih dimanfaatkan dalam pendidikan

global. Selain pemanfaatan dalam

dunia pendidikan global, pemerintah

sendiri telah mempercepat

perancangan millenium development

goals yang semula dicanangkan tahun

2020 dipercepat menjadi 2015.

Millenium development goals

adalah era pasar bebas atau era

globalisasi sebagai era persaingan

mutu atau kualitas untuk

mempertahankan eksistensinya. Oleh

karena itu, pembangunan sumber daya

manusia berkualitas merupakan suatu

keniscayaan yang tepat dan tidak

dapat ditawar-tawar lagi. Hal ini

mutlak karena akan menjadi penopang

utama pembangunan nasional yang

mandiri dan berkeadilan, good

governance, and clean governance,

serta menjadi jalan keluar bagi bangsa

Indonesia dari multidimensi krisis,

kemiskinan, dan kesenjangan

ekonomi.

Membangun Fasilitas Internet

Mengadakan sambungan internet

(internet connectivity), merupakan

suatu usaha mengadakan sambungan

internet di setiap sekolah merupakan

tanggung jawab pimpinan lembaga dan

pemerintah terkait yang dilandasi

dengan kerja sama yang baik. Dengan

adanya lab internet ini, para guru dan

siswa dimudahkan dalam upaya

pemanfaatan antara lain guru dapat

memanfaatkan internet sebagai media

belajar atau media komunikasi seperti

adanya Think Quest. Pemanfaatan

media internet untuk meningkatkan

mutu pendidikan secara umum

diharapkan langsung dapat mengubah

tatanan kehidupan manusia, demikian

halnya dalam sistem pendidikan

karena sistem pendidikan nasional

senantiasa harus dikembangkan sesuai

dengan kebutuhan dan perkembangan

Page 37: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

15

yang terjadi baik di tingkat lokal,

nasional, dan global.

Dalam pemanfaatan keberadaan

media pembelajaran internet,

terdapat kendala-kendala yang dialami

dalam oleh kedua belah pihak (guru

dan siswa). Beberapa kendala yang

dialami dalam memanfaatkan media

internet, antara lain:

a. Kurangnya penguasaan bahasa Inggris

Suka atau tidak suka, sebagian

informasi di internet tersedia

dalam bahasa Inggris, oleh karena

itu penguasaan bahasa Inggris

menjadi salah satu syarat dalam

pemanfaatan internet secara

optimal.

b. Kurangnya sumber informasi dalam bahasa Indonesia

Kita sadari bahwa kita semua orang

Indonesia akan belajar bahasa

Inggris. Untuk itu, sumber

informasi dalam bahasa Indonesia

harus tersedia. Saat ini belum

banyak sumber informasi

pendidikan yang tersedia dalam

bahasa Indonesia. Konsep berbagi

(sharing) misalnya mebuat materi

pendidikan di internet belum

merasuk. Inisiatif langkah seperti

itu sudah ada, namun masih kurang

banyak.

c. Akses internet masih mahal

Meskipun sudah tersedia, akses

internet masih mahal. Namun hal

ini diharapkan agar menjadi lebih

murah di masa yang akan datang.

Mekanisme lain adalah adanya

subsidi dari pemerintah untuk

instansi pendidikan.

d. Akses internet masih susah diperoleh

Beberapa internet masih belum

memiliki jalur telepon yang dapat

digunakan untuk mengakses

internet. Hal ini merupakan

hambatan utama dalam

pemanfaatan media internet.

e. Guru belum siap

Guru di Indonesia masih belum siap

untuk mengguanakan internet

sebagai bagian dari pengajarannya.

Padahal guru merupakan salah satu

pengguna yang dapat

memanfaatkan internet sebaik-

baiknya. Salah satu contohnya

adalah mancari soal-soal latihan

untuk kelasnya. Jika setiap guru di

Indonesia membuat dua soal dan

menyimpannya di internet, maka

ada ribuan atau jutaan soal yang

dapat digunakan untuk latihan di

kelas.

Berdasarkan penjelasan tersebut,

dapat dibuktikan bahwa internet

memiliki pengaruh dalam motivasi

belajar siswa, namun perlu disadari

masih adanya sejumlah kendala yang

harus dihadapi dalam dunia pendidikan

seperti yang telah dijelaskan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis regresi

antara peranan internet dengan

motivasi belajar siswa dapat

disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Terdapat korelasi antara peranan internet dengan motivasi belajar siswa yang dibuktikan dengan besarnya nilai koefisien korelasi

Page 38: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

16

sebesar 0,874 dengan sig 0,000< 0,05 berarti berkorelasi secara signifikans.

2. Hasil regresi diperoleh koefisien deter-minasi Adjusted R2 sebesar 0,759. Nilai koefisien tersebut membuktikan bahwa variabel peranan internet berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa sebesar 75,90%. Koefisien ini menunjukkan masih adanya pengaruh dari faktor atau variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini, yaitu sebesar 24,10% misalnya sarana prasarana sekolah, buku paket, buku tulis, perpustakaan, sarana olah raga dan lain-lain.

3. Hasil regresi antara peranan internet dengan motivasi belajar siswa diperoleh persamaan Y= 1,196 + 0,668X masing-masing koefisien regresi memiliki thitung 6,891 untuk bo pada Sig. 0,000 < 0,05 dan nilai thitung koefisien sebesar 13,681 dengan nilai Sig. 0,000 < 0,05 untuk koefisien bx. Hasil regresi ini menunjukkan terbentuk secara linier. Artinya perubahan (peningkatan) peranan internet dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

Saran

Bertitik tolak dari uraian

penjelasan dan hasil analisis yang telah

dijelaskan tersebut, maka beberapa

hal dapat direkomendasikan sebagai

saran antara lain:

1. Peranan positif internet perlu ditingkatkan dengan tidak mengabaikan adanya dampak negatif.

2. Untuk memaksimalkan peranan internet bagi para siswa maka guru perlu memiliki pedoman kerja atau

program yang jelas, khususnya bagi guru atau sekolah yang belum memiliki lab internet.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dan perlu dilakukan penelitian lanjutan, hasilnya dengan membandingkan sekolah yang sudah memiliki lab internet dengan sekolah yang belum memiliki lab internet sehingga diperoleh hasil yang komprehensif tentang peranan internet dalam pendidikan, khususnya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar Rhosyied dan Bambang

Wijanarko Otok, Analisa Pengaruh

Internet sebagai Media Belajar,

Motivasi Belajar, dan Kreativitas

terhadap Prestasi Belajar Siswa

dengan Mengggunakan Structural

Equation Modelling (Studi Kasus

SMAN 1 Probolinggo), Diunduh dari

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-

Undergraduate-9307-Paper. 23

Pebruari 2011

Kuswadi dan Erna Mutiara, Statistik

Berbasis Komputer untuk Orang-

orang Non Statistik: Cara Mudah

dan Cepat Memahami Statitika dan

Aplikasinya, Elekmedia

Komputindo, Jakarta, 2004,

hal.147.

Martinis Yamin dan Bansu I Ansari,

Taktik Mengembangkan

Kemampuan Individual Siswa, GP,

Gaung Persada Press, Jakarta,

2008, hal.148.

Novita Iriana Lubis, Skripsi: Pengaruh

Layanan Internet di Perpustakaan

terhadap Motivasi Belajar Siswa

Page 39: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

17

SMAN 2 Medan dan pengaruh

Layanan Internet terhadap

Motivasi Belajar Siswa SMAN 2

Medan, Sumatera Utara, 2010.

http://repository.usu.ac.id/bitstr

eam/Rabu, 23 Februari 2011.

Nurul Wrdhani, Peranan Guru dalam

Mening-katkan Motivasi Belajar

Siswa, Makalah pada kegiatan

Sertifikasi I (Penyertaan llmu

Kependidikan) yang

diselenggarakan oleh Unit

Pengembangan Tenaga

Kependidikan Lembaga Pendidikan

Zakaria Bandung, 2 Juli 2005.

Fakultas Psikologi UNPAD, 2005.

http://motivasibelaiar.net/pengertia

n-motivasi-belaiar. diunduh Selasa,

22 Februari 2011.

Page 40: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

18

KINERJA PEGAWAI

(Studi Korelasional antara Persepsi Terhadap Kepemimpinan Kasubdit

Pembelajaran dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Pegawai Direktorat

Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta)

Ir. H. Sudirman M.Chon, MPd

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan persepsi

terhadap kepemimpinan dan motivasi

berprestasi dengan kinerja pegawai.

Hipotesis yang diajukan adalah : (1)

Terdapat hubungan positif antara

persepsi terhadap kepemimpinan

dengan kinerja pegawai; (2) Terdapat

hubungan positif antara motivasi

berprestasi dengan kinerja pegawai;

(3) Terdapat hubungan positif antara

persepsi terhadap kepemimpinan dan

motivasi berprestasi secara bersama-

sama dengan kinerja pegawai.

Penelitian ini dilakukan dengan

metode survey. Populasi target adalah

pegawai Direktorat Pendidikan

Menengah Kejuruan, Direktorat

Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar

dan Menengah Jakarta. Sampel

diambil dengan teknik sampel

bertujuan (Purposive Sampling).

Instrumen penelitian tersebut

didasarkan validitas prediksi

(Predictive Validity). Keterandalan

dihitung dengan rumus Alpha

Cronbach, hasil uji coba instrumen

menunjukkan bahwa keterandalan

masing-masing instrumen adalah

sebagai berikut : Persepsi pegawai

terhadap kepemimpinan mempunyai

r,, = 0,9841, sedangkan untuk motivasi

berprestasi mempunyai ru = 0,9770.

Analisis data yang dipakai untuk data

yang diproses adalah korelasi dan

regresi.

Hasil penelitian menyimpulkan hal-hal

sebagai berikut: Pertama, terdapat

hubungan positif antara Persepsi

pegawai terhadap kepemimpinan.

(Xi) dengan kinerja pegawai (Y)

dengan persamaan regresi Y = 44,32 +

0,45^, dengan

koefisien korelasi ryl = 0,8823 pada

taraf a = 0,05 dan koefisien

determinasi r2 = 0,7744. Kedua,

terdapat hubungan positif antara

motivasi berprestasi (X^ dengan

kinerja pegawai (Y), dengan

persamaan regresi Y - 46,46 4- 0,42X2

dengan koefisien korelasi ry2 - 0,8858

pada taraf a = 0,05 dan koefisien

determinasi r2 = 0,7921. Ketiga,

terdapat hubungan positif antara

persepsi pegawai (X\) terhadap

kepemimpinan dan motivasi

berprestasi (Xj) secara bersama-sama

dengan kinerja pegawai (Y) dengan

persamaan regresi 7 = 44,89 + 0,19^, +

0,25X2 dengan koefisien korelasi Ryi2 =

0,8896 pada taraf a - 0,05 dan

koefisien determinasi R2 - 0,7914.

Hasil penelitian diharapkan berguna

untuk meningkatkan mutu tamatan

dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Page 41: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

19

melalui pegawai yang profesional

selaku pembina tenaga kependidikan

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

khususnya dalam upaya meningkatkan

mutu kegiatan belajar mengajar

(KBM).

Pendahuluan

Direktorat Pendidikan Menengah

Kejuruan (Direktorat Dikmenjur)

merupakan salah satu unit kerja yang

ada di lingkungan Direktorat Jenderal

Manajemen Pendidikan Dasar dan

Menengah yang mempunyai tugas

pokok dan fungsi membina Sekolah

Menengah Kejuruan Negeri (SMK

Negeri). Masalah utama yang dihadapi

adalah bagaimana upaya

meningkatkan mutu pendidikan dan

mutu tamatan SMK sehingga dapat

terserap dalam lapangan kerja atau

mandiri. Upaya tersebut sampai saat

ini terus dilakukan melalui program-

program yang dikembangkan antara

lain dengan meningkatkan pembinaan

pegawai, pembinaan tenaga

kependidikan, pemenuhan peralatan

dan bahan praktik, penyempurnaan

kurikulum agar tamatan SMK mampu

mengantisipasi kemajuan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

dan tuntutan pembangunan. Berkaitan

dengan hal tersebut dan agar SMK

negeri lebih berkualitas, salah satu

faktor yang diperhatikan adalah faktor

pembinaan dalam hal ini adalah

pegawai sebagai faktor yang dominan

dalam keberhasilan pendidikan.

Pegawai Direktorat Dikmenjur

diharapkan mampu menjadi pembina

SMK Negeri, karena kualitas tamatan

SMK Negeri sangat dipengaruhi oleh

kinerja pegawai. Sejalan dengan hal

ini pegawai Direktorat Dikmenjur

sebagai pembina diharapkan mampu

melaksanakan tugas pokok dan

fungsinya untuk mencapai kinerja yang

baik. Karena dengan kinerja pegawai

yang baik diharapkan kegiatan

pembinaan SMK Negeri dapat efektif

dan efisien. Pembinaan Ketenagaan

masih dinilai belum optimal sehingga

berdampak pada produktivitas kerja

yang belum optimal dan hal ini juga

menyebabkan masih rendahnya mutu

tamatan SMK. Berdasarkan hasil

evaluasi Direktorat Dikmenjur bahwa

salah faktor penyebab rendahnya mutu

pendidikan adalah disebabkan karena

kinerja pegawai selaku pembina SMK

Negeri rendah.

Menurut Sondang P Siagian, 1996

menyatakan bahwa faktor lain yang

menyebabkan kinerja pegawai rendah

antara lain dikarenakan lemahnya

kualitas kepemimpinan dan tidak

diperhatikannya faktor motivasi

pegawai dalam tugas-tugas yang

diberikan dalam rangka peningkatan

mutu, sehingga hal ini apabila

dibiarkan dan tidak segera diatasi

maka akan berdampak negatif dalam

pencapaian tujuan. Oleh karena itu

Kepala Subdit Pembinaan

Pembelajaran merupakan pimpinan

diharapkan mampu menggerakkan dan

membangun bersama-sama segenap

jajaran Subdit Pembinaan

Pembelajaran melakukan perannya.

Kepala Subdit Pembinaan

Pembelajaran sebagai pimpinan juga

dituntut mampu mendorong program-

program Subditnya dan menciptakan

motivasi berprestasi agar setiap

Page 42: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

20

pegawai dapat mencapai kinerja yang

diharapkan.

Untuk dapat memberikan- dorongan,

arahan dan bimbingan kepada

pegawai, Kasubdit Pembinaan

Pembelajaran agar mampu

melakukannya dengan menciptakan

iklim kerja yang kondusif sehingga

persepsi pegawai terhadap

kepemimpinannya dapat menjadi

sasaran pencapaian kinerja pegawai

dalam rangka pencapaian mutu

tamatan SMK Negeri.

Berdasarkan hal-hal tersebut dan

untuk mengukur sampai seberapa jauh

pernyataan tersebut untuk itu agar

dilakukan suatu penelitian tentang

hubungan antara persepsi pegawai

terhadap kepemimpinan Kepala Subdit

Pembinaan Pembelajaran dan motivasi

berprestasi dengan kinerja pegawai

pada Direktorat Dikmenjur Jakarta.

Identifikasi Masalah

1. Kinerja pegawai yang rendah disebabkan oleh faktor lemahnya kepemimpinan

2. Kinerja pegawai yang rendah disebabkan tidak adanya motivasi berprestasi dalam bekerja

3. Kinerja pegawai yang rendah disebabkan Pembinaan Pegawai yang rendah

4. Kinerja pegawai yang rendah disebabkan latar belakang pendidikan, tanggung jawab dan komitmen kerja yang rendah

5. Kinerja pegawai yang rendah disebabkan disiplin kerja yang rendah.

6. Kinerja pegawai yang rendah disebabkan kesejahteraan dan gaji yang kurang layak.

7. Persepsi pegawai negatif menyebabkan kinerja pegawai rendah.

8. Motivasi berprestasi rendah menyebabkan kinerja pegawai rendah

Pembatasan Masalah

Subdit Pembinaan Pembelajaran yang

berkualitas antara lain ditandai oleh

adanya pegawai yang berkualitas dan

profesional dalam melaksanakan tugas

pokok dan fungsi organisasi tersebut

melalui kepemimpinan yang

berkualitas dan profesional serta

adanya motivasi berprestasi pegawai.

Terciptanya iklim kerja yang kondusif

akan memberikan persepsi pegawai

terhadap kepemimpinan dalam

peningkatan kinerja pegawai untuk

mencapai tujuan pendidikan.

Sehubungan dengan identifikasi

tersebut, maka masalah yang akan

diteliti adalah mengenai hubungan

antara persepsi pegawai terhadap

kepemimpinan Kepala Subdit

Pembinaan Pembelajaran dan motivasi

berprestasi dengan kinerja pegawai

pada Direktorat Dikmenjur Jakarta.

Agar penelitian ini lebih jelas maka

diadakan pembatasan masalah sebagai

berikut:

1. Hubungan antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Pembelajaran dengan kinerja pegawai.

2. Hubungan antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai

Page 43: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

21

3. Hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Pembelajaran dan motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah

diatas maka permasalahan yang diteliti

adalah : apakah persepsi terhadap

kepemimpinan Kasubdit Pembinaan

Pembelajaran dan motivasi berprestasi

mempunyai hubungan dengan kinerja

pegawai. Berikut ini dikemukakan tiga

pertanyaan penelitian yaitu :

1. Apakah terdapat hubungan antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Pembelajaran dengan kinerja pegawai.

2. Apakah terdapat hubungan antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai

3. Apakah terdapat hubungan antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Pembelajaran dan motivasi berprestasi secara bersama dengan kinerja pegawai.

Kegunaan Penelitian

1. Memberikan masukan kepada pelaksana administrasi pendidikan tentang adanya hubungan yang erat antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Pembelajaran dan motivasi betprestasi dengan kinerja pegawai.

2. Memberikan sumbangan bagi para pegawai selaku pembina dan pengembang pendidikan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja pegawai dalam meningkatkan kualitas tamatan SMK Negeri

3. Memberikan manfaat bagi perkembangan pribadi terutama dalam hal kemampuan melakukan penelitian dan menganalisis permasalahan pembinaan pendidikan.

1. Tinjauan Pustaka

1. Teori tentang Persepsi (Perception)

a. Penggunaan indera untuk memperoleh petunjuk ke arah motorik dan pada sub kawasan ini seseorang mengindera stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungannya guna persiapan untuk membimbing aktivitas-aktivitas motoriknya (Imron, 1996)

b. Pandangan seseorang terhadap sesuatu obyek yang menjadi fokus perhatian dan persepsi ini sifatnya belum merupakan kegiatan fisik (Wahjosumidjo, 1994)

c. Pandangan seseorang yang masih berada di dalam alam pikiran tentang sesuatu yang menjadi pusat perhatian melalui penggunaan indera (Usman,

Robbins (1996) menyatakan :

Persepsi adalah suatu pandangan

indera seseorang terhadap suatu obyek

yang dapat memberikan petunjuk ke

arah motorik sesuai dengan stimulus-

stimulus yang berasal dari lingkungan

Persepsi seseorang bisa timbul ke arah

positif dan bahkan sebaliknya yaitu

negatif tergantung dari stimulus-

stimulus lingkungan dimana seseorang

itu berada.

Apabila stimulus-stimulus yang ada di

sekitar lingkungan dimana seseorang

Page 44: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

22

itu berada memberikan penilaian yang

positif atau negatif maka persepsi

seseorang akan diwujudkan dalam

bentuk perilaku fisik (nyata).

Karena itu persepsi seseorang akan

mempengaruhi perilaku seseorang

tergantung kondisi lingkungan

seseorang itu berada. Menurut

pendpat Imron (1996) antara lain

bahwa persepsi seseorang merupakan

salah satu penilaian melalui indera

yang dapat mempengaruhi aktivitas

seseorang dalam meningkatkan kinerja

seseorang. Apabila seseorang

mempunyai persepsi yang positif

terhadap penilaian suatu obyek dan

selanjutnya persepsi itu di dukung oleh

motif yang positif dalam tugas-

tugasnya maka kecenderungan akan

berdampak positif terhadap

peningkatan kinerja seseorang.

Begitupun sebaliknya, apabila persepsi

seseorang ke arah negatif dan tidak

didukung dengan motif yang

menguntungkan maka

kecenderungannya berdampak pada

penurunan kinerja seseorang. Dari

uraian-uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa persepsi seseorang

merupakan salah satu faktor yang

menentukan dalam keberhasilan

tugas-tugas atau peningkatan kinerja

seseorang. Robbins (1996) menyatakan

antara lain bahwa :

Persepsi adalah suatu proses dimana

individu-individu mengorganisasikan

dan menafsirkan kesan-kesan indera

mereka agar memberikan makna yang

berarti dan yang mempengaruhi

Persepsi adalah faktor pada

pemersepsi : sikap, motif,

kepentingan, pengalaman.

Dari uraian tersebut bahwa persepsi

mempunyai peranan yang penting dan

menentukan dalam mencapai sasaran

dan tujuan yang hendak dicapai dan

hal ini akan lebih kuat dipengaruhi

oleh motivasi berprestasi seseorang.

Sehingga persepsi seseorang akan

bermakna/ berarti apabila didukung

oleh motivasi terhadap kepemimpinan

seseorang. Hal ini dikarenakan

kepemimpinan mempunyai korelasi

erat terhadap kinerja seseorang yaitu

melalui persepsi dan motivasi. Hersey

dan Blanchard (1977) menyatakan

antara lain :

That leadership is the process of

influencing the activities of an

individual or a group in efforts toward

goal achievement in a given situation

Stogdill (1984) menyatakan antara

lain:

Leadership is the process of

influencing group activities toward

goal setting and goal achievement.

2. Teori tentang Persepsi

(Perception)

a. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok atau bawahan atau pengikutnya dengan penuh kemampuan untuk memberikan sumbangan ke arah tercapainya tujuan organisasi (Widjaja, 1987).

b. Kepemimpinan adalah kegiatan mendorong dan mengarahkan bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan dengan penuh semangat dan kepercayaan (Soemanto dan Soetopo, 1982)

c. Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi, mendorong,

Page 45: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

23

mengajak dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. (Dirawat, 1986).

Koontz dan O'Donnell (1980)

menyatakan bahwa:

Leadership is influencing people to

follow in the achievement of a

common goals

Menurut Hadari Nawawi dan Martini

Hadari, 1995 menyatakan bahwa :

Tingkat efektivitas kepemimpinan itu

bukan ditentukan oleh seorang atau

beberapa orang pemimpin saja akan

tetapi justru merupakan hasil bersama

antara pemimpin dan orang-orang yang

dipimpinnya

Pemimpin tidak akan mampu berbuat

banyak tanpa partisipasi orang-orang

yang dipimpinnya. Sebaliknya juga

orang-orang yang dipimpin tidak akan

efektif menjalankan tugas dan

kewajibannya tanpa pengendalian,

pengarahan dan kerjasama dengan

pemimpin. Faktor partisipasi ini sangat

kuat menentukan dalam

kepemimpinan, sehingga semakin

efektif orang-orang yang dipimpin

(anggota/kelompok/organisasi) dalam

berpartisipasi, maka akan semakin

dinamis kehidupan

anggota/kelompok/organisasi

tersebut.

3. Teori tentang motivasi (Motivation)

a. Motivasi adalah keadaan dalam diri seseorang yang mengaktifkan atau menggerakkan dan hal tersebut merupakan perilaku langsung untuk mencapai tujuan (Handoko, 1992)

b. Motivasi adalah dorongan kerja yang timul pada diri seseorang

untuk berprilaku dalam mencapai tujuan tertentu. (Wahjosumidjo, 1987) c. Motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (M. Ngalim Purwanto, 1998)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan

bahwa: Motivasi merupakan suatu

proses psikologis yang mencerminkan

interaksi antara sikap, kebutuhan,

persepsi dan keputusan yang terjadi

pada diri seseorang dan motivasi

sebagai proses psikologis timbul

diakibatkan oleh faktor di dalam diri

seseorang itu sendiri atau faktor di luar

diri.

Dalam hubungan ini maka seseorang

yang termotivasi akan bekerja keras;

mempertahankan langkah kerja keras

dan memiliki perilaku yang

dikendalikan sendiri ke arah sasaran-

sasaran penting. Dengan demikian

motivasi sangat penting dalam

manajemen, karena tujuan motivasi

yang utama adalah untuk

meningkatkan kinerja pegawai

sehingga produktivitas dapat

ditingkatkan. Menurut pendapat

Vroom dalam Wahjosumidjo (1994)

antara lain bahwa keinginan seseorang

untuk menghasilkan (berproduksi)

sangat tergantung pada tujuan dan

persepsi yang ingin dicapainya. Karena

produktivitas (hasil yang dicapai)

merupakan alat pemuasan bag!

seseorang.

Hadari Nawawi (1983) menyatakan

bahwa seseorang bersedia melakukan

sesuatu pekerjaan bilamana motif

Page 46: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

24

yang mendorongnya cukup kuat pada

dasarnya tidak mendapat saingan atau

tantangan dari motif lain yang

berlawanan. Demikian pula sebaliknya

orang lain yang tidak didorong oleh

motif kuat akan meninggalkan atau

sekurang-kurangnya tidak bergairan

dalam melakukan sesuatu pekerjaan.

Bambang Tri Cahyono (1999)

menyatakan bahwa:

Apabila kebutuhan seseorang

terpenuhi, maka akan timbul suatu

motif dari diri orang yang

bersangkutan untuk bekerja sungguh-

sungguh yang akhirnya akan

meningkatkan kinerja yang

diharapkan.

Sedangkan pendapat Soeprihanto

(1998) bahwa suksesnya pelaksanaan

dan tercapainya tujuan bukan hanya

disebabkan karena uang, barang modal

dan alat bantu lainnya tetapi juga

terutama oleh motivasi dari seluruh

pegawai untuk berperan. serta secara

aktif dan produktif dalam kegiatan

produksi. Karena itu faktor motivasi

merupakan faktor ..yang tidak

diabaikan bahkan merupakan fakor

kunci dalam keberhasilan dalam proses

dan pencapaian tujuan organisasi

pendidikan. Pegawai termotivasi

dalam bekerja untuk kepuasan kerja

akan berakibat pada peningkatan

kinerja pegawai bagi kepentingan

organisasi tersebut.

Manusia merupakan makhluk yang

sangat kompleks dan salah satu

manifestasi dari kompleksitas tersebut

terlihat pada berbagai jenis

kebutuhannya dan dalam kehidupan

berkarya dibutuhkan bentuk

penghargaan antara lain pujian,

keaikan pangkat, promosi dan

kenaikan gaji. Tetapi di atas semua itu

penghargaan yag paling didambakan

oleh manusia adalah perlakuan yang

membuktikan bahwa harkat dan

martabatnya diakui dan dijunjung

tinggi. Hal ini merupakan suatu

kelengkapan dari berbagai kebutuhan

(need) berupa dorongan. Kegiatan

atau usaha (effort) yang timbul

dikarenakan adanya kebutuhan dan

dorongan untuk lebih berkarya dan

karya-karya tersebut merupakan hasil

dalam bentuk kinerja dalam mencapai

tujuan yang akan dicapai. Purwanto,

1998 menyatakan bahwa seorang

pemimpin harus dapat memahami

terlebih dahulu apa yang menjadi

kebutuhan-kebutuhan orang yang akan

dimotivasinya agar dapat memberikan

dampak positif terhadap kinerja.

Koontz dan O'Donnell (1980)

menyatakan antara lain :

A motive is an inner state that

energizes, activities or move (hance

motivation) and that directs or

channels behaviour toward goals

Sedangkan Duncan (1981) menyatakan

:

From a managerial perspective,

motivation refers to any concious

attempt to influence behaviour toward

the accomplishment of organizational

goals Apabila rumusan motif diteliti

dengan cermat, motif pada

hakekatnya merupakan terminologi.

Namun yang memberikan makna, daya

dorong, keinginan, kebutuhan dan

kemauan. Sesungguhnya motif-motif

atau kebutuhan tersebut merupakan

penyebab yang mendasari perilaku

Page 47: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

25

seseorang. Maslow dalam Imron

(1996), menyatakan bahwa:

Kebutuhan dasar manusia meliputi

physiological needs, security needs,

sosial needs, esteem needs and self

actualization

Pemenuhan kebutuhan tersebut sangat

penting guna meningkatkan motivasi

seseorang untuk meningkatkan

kinerja. Karena itu motivasi

berprestasi sangat berkaitan erat

dengan kinerja, dimana pegawai yang

motivasinya tinggi maka kinerjanya

tinggi sebaliknya pegawai yang tidak

termotivasi maka kinerjanya rendah.

Ciri-ciri orang yang memiliki motivasi

berprestasi yang tinggi antara lain

adalah bersemangat dan bertanggung

jawab terhadap hasilnya.

Handoko (1992) menyatakan antara

lain:

Motivasi dapat ditimbulkan,

diperkembangkan dan diperkuat,

seijiakin kuat motivasi seseorang

semakin kuat pula usahanya untuk

mencapai tujuan

Sedangkan Buchari Zainun, (1994)

menyatakan :

Pemenuhan aspirasi pegawai dengan

mengubah sistem imbalan jasa

mungkin dapat meningkatkan

kepuasan rokhaniah pegawai sehingga

dapat meningkatkan prestasi kerjanya,

tanpa motivasi tersebut akan sulit bagi

seseorng manajer untuk mendorong

pegawai mencapai prestasi atau

kinerja yang diinginkan

Wahjosumidjo (1994) berpendapat

bahwa motivasi sangat dipengaruhi

oleh faktor lingkungan kerjanya.

Pengertian lingkungan kerja dalam

kehidupan organisasi tidak lain adalah

faktor pemimpin dan bawahan dan

unsur yang sangat berpengaruh

terhadap motivasi seperti

kebijaksanaan yang telah ditetapkan

termasuk di dalamnya prosedur kerja,

perencanaan, tujuan, pekerjaan,

informasi, pengarahan, keputusan,

pengawasan. Setiap pekerjaan

mempunya segi-segi teknis, ekonomis,

sosial, dan psikologi. Oleh karena itu

harus dimengerti oleh setiap pemimpin

bahwa masing-masing segi mempunyai

daya dorong (motif) yang berbeda-

beda didalam memotivasi bawahan.

4. Teori tentang Kinerja

(Performance)

a. Kinerja adalah sesuatu yang ditampilkan seseorang sebagai prestasi melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan yang telah dipersyaratkan (Barber, 1987).

b. Kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melakukan suatu tugas yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu yang telah dipersyaratkan (Prawirosentono, 1999) c. Kinerja (performance) adalah hasil interaksi yang terjadi antara persepsi dan motivasi pada diri seseorang yang dapat dilihat berupa perilaku seseorang. (Wahjosumidjo, 1994).

Wahjosumidjo (1994) menyatakan

antara lain bahwa :

Kinerja (performance) yang tinggi

disebabkan adanya persepsi yang

positif dari seseorang yang mendorong

motivasi yang ada pada orang tersebut

Page 48: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

26

Sejalan dengan hal ini maka Suryadi

Prowirosentono (1999) menyatakan

bahwa:

Terdapat hubungan yang erat antara

motivasi seseorang melakukan suatu

kegiatan dengan kinerja yang akan

diperolehnya dan apabila motivasinya

rendah jangan berharap kinerjanya

baik dan motivasi dipengaruhi oleh

berbagai pertimbangan pribadi antara

lain persepsi, rasa tertarik atau

memperoleh harapan

Selanjutnya dapat dipahami bahwa

kinerja pegawai sangat mempengaruhi

kinerja organisasi dimana mereka

sebagai pegawai berperan sebagai

pelaku. Berdasarkan uraian-uraian

diatas diketahui bahwa kinerja

pegawai sangat kuat di pengaruhi oleh

kepemimpinan dan motivasi

berprestasi.

Berkaitan dengan hal ini maka dapat

ditarik kesimpulan Kepala Subdit

Pembinaan Pembelajaran dan motivasi

berprestasi dengan kinerja pegawai.

Menurut Berelson dan Steiner dalam

Wahjosumidjo (1987) menyatakan

bahwa Kinerja merupakan hasil

interaksi antara motivasi, kemampuan

dan persepsi pada diri seseorang dan

hal ini mempunyai korelasi sangat erat

dalam menentukan kinerja seseorang.

Untuk menguji kebenaran teori-teori

tersebut dimaksud perlu dilakukan

penelitian secara empirik.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan positif antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit

Pembinaan pembelajaran dengan kinerja pegawai.

2. Terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai

3. Terdapat hubungan positif antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Pembelajaran dan motivasi berprestasi secara bersama dengan kinerja pegawai

Metodologi Penelitian

Tujuan Penelitian

1. Menguji hipotesis mengenai hubungan antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Ketenagaan dengan kinerja pegawai

2. Menguji hipotesis mengenai hubungan antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai

3. Menguji hipotesis mengenai hubungan antara persepsi dan motivasi berprestasi secara bersama-sama dengan kinerja pegawai.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bersifat survey dan

sebagai tempat penelitian dilakukan di

Subdit Pembinaan Pembelajaran pada

Direktorat Pendidikan Menengah

Kejuruan Direktorat Jenderal

Manajemen Pendidikan Dasar dan

Menengah Departemen Pendidikan

Nasional Jakarta. Penelitian

dilaksanakan dari tanggal 27 April 2007

sampai dengan tanggal 27 Juni 2007

dan sebagai obyek penelitian adalah

pegawai Subdit Pembinaan

Page 49: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

27

Pembelajaran Direktorat Pendidikan

Menengah Kejuruan.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan

metode survai dengan teknik studi

korelasional, karena penelitian ini

bertujuan untuk menguji hipotesis

yang menyatakan hubungan antara

variabel bebas (X1 dan X2) dan dengan

variabel terikat (Y). Teknik

pengumpulan data yang dipakai

menggunakan angket yang

disampaikan langsung kepada

responden terpilih sebagai sampel.

Populasi dan Teknik Pengambilaa

Sampel

1. Populasi target adalah pegawai Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan di lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Jakarta berjumlah 32Q pegawai.

2. Populasi terjangkau adalah pegawai Subdit Pembinaan Pembelajaran pada Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta berjumlah 50 orang.

3. Teknik Sampling adalah teknik penarikan dengan sample bertujuan (Purposive Sampling) yaitu teknik penarikan sampel yang berorientasi kepada pemilihan sample dimana populasi dan tujuan spesifik dari penelitian telah diketahui oleh peneliti sejak awal dalam arti kata penelitian ini tentang pegawai selaku pembina SMK Negeri, maka sampel yang dipilih adalah pegawai pada Subdit Pembinaan Pembelajaran yang

tugas pokok dan fungsinya melakukan pembinaan tenaga kependidikan SMK Negeri.

4. Penentuan Sampel pada umumnya ada dua metode yang lazim digunakan dalam menentukan subjek sebagai unit analisis penelitian yaitu Population Study dan Sampling Study. Population Study adalah penelitian yang hanya meneliti sebagian dari populasi dengan menggunakan teknik-teknik tertentu untuk mendapatkan sampel yang representatif.

Hasil Penelitian

1. Persepsi Pegawai terhadap

Kepemimpinan Kasubdit

Pembelajaran

Dari data yang diperoleh tentang

variabel persepsi pegawai terhadap

kepemimpinan dengan jumlah data 50,

rentang skor terendah 74 dan skor

tertinggi 110 diperoleh simpangan

baku 9,55, median 90, modus 3,

banyak kelas 7, panjang kelas 6.

Perhitungan selengkapnya pada

lampiran 5. Penyajian data adalah

sebagai berikut :

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Data

Persepsi Pegawai terhadap

Kepemimpinan (Xj)

No. Interval F F relatif (%)

1. 73-78 7 14

2. 79-84 12 24

3. 85-90 6 12

4. 91 -96 13 26

5. 97- 102 5 10

6. 103-108 4 8

Page 50: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

28

7. 109-114 3 6

Jumlah 50 100

2. Motivasi Berprestasi

Dari data yang diperoleh tentang

variabel motivasi berprestasi dengan

jumlah data 50, rentang skor terendah

75 dan skor tertinggi 110 diperoleh

simpangan baku 10,20, median 90,

modus 5, banyak kelas 7, panjang kelas

6. Perhitungan selengkapnya pada

lampiran 8. Penyajian data adalah

sebagai berikut:

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data

Motivasi Berprestasi Pegawai (X2)

No. Interval F f relatif (%)

1. 74-79 8 16

2. 80-85 9 18

3. 86-91 8 16

4. 92-97 12 24

5. 98- 103 3 6

6. 104-109 9 18

7. 110-115 1 2

Jumlah 50 100

3. Kinerja Pegawai

Dari data yang diperoleh tentang

variabel kinerja pegawai dengan

jumlah data 50, rentang skor terendah

74 dan skor tertinggi 91 diperoleh

simpangan baku 4,88 median 82,

modus 7, banyak kelas 7, panjang kelas

3. Perhitungan selengkapnya pada

lampiran 11. Penyajian data adalah

sebagai berikut:

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data

Kinerja Pegawai (Y)

No. Interval F fre!atif(%)

1. 73-75 3 6

2. 76-78 4 8

3. 79-81 7 14

4. 82-84 6 12

5. 85-87 10 20

6. 88-90 16 32

7. 91 -93 4 8

Jumlah 50 100

Pengujian Persyaratan Analisis Data

1. Pengujian Normalitas

Pengujian normal itas terhadap

variabel persepsi pegawai terhadap

kepemimpinan, variabel motivasi

berprestasi dan variabel kinerja

pegawai menggunakan uji LILLIFORS.

Rangkuman hasi! analisis tersebut

disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji

Normalitas Data Masing-masing

Variabel

Variabe

l

Nilai Lo Nilai Lt Kesimpulan

X, 0,1091 0,1253 Normal

X2 0,0936 0,1253 Normal

Y 0,1020 0,1253 Normal

Berdasarkan hasil perhitungan yang

disajikan pada label di atas, dapat

dinyatakan bahwa data dari semua

variabel dalam penelitan ini

berdistribusi normal. Karena harga t -

hitung hasil uji untuk semua variabel

berada pada daerah penerimaan

Page 51: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

29

hipotesis nol (Ho). Hasil uji normalitas

dengan menggunakan Lillifors

diperkuat dengan histogram frekuensi

dari masing-masing variabel

menunjukkan sebaran distribusi

frekuensi yang mendekati normal.

Dengan demikian persyaratan

normalitas dalam penelitian ini dapat

dipenuhi.

2. Pengujian Keberartian dan

Linearitas Regresi

Pengujian Linearitas dimaksudkan

untuk melihat keberartian arah

hubungan antara variabel persepsi

pegawai terhadap kepemimpinan

dengan variabel persepsi pegawai,

variabel motivasi berprestasi dengan

variabel kinerja pegawai. Pengujian

linearitas menggunakan uji F, yang

didasarkan atas pendekatan kekebalan

(k-2) lawan (n-k). Jika perhitungan

lebih besar hubungannya bersifat

linear. Dari hasil analisis data di atas

dapat dilakukan pengujian hipotesis

sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan positif antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dengan kinerja pegawai. Hipotesis yang akan diuji adalah terdapat hubungan positif antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dengan kinerja pegawai. Dari hasil analisis yang terangkum dalam tabel, diketahui bahwa r = 0,8823 dan t-hitung lebih besar dari pada t-tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan pada taraf 0,05 antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dengan kinerja pegawai.

2. Terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai. Hipotesis yang akan diuji adalah terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai. Dari hasil analisis yang diterangkan pada tabel, diketahui bahwa r = 0,8858 dan t-hitung lebih besar dari t-tabel, berarti korelasi sangat signifikan pada taraf 0,05 antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai. Terdapat hubungan.. positif antara persepsi dan motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai. Hipotesis yang akan diuji adalah terdapat hubungan positif antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dan motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai. Dari hasil analisis pada tabel diketahui r = 0,8896 dengan F-hitung = 89,12 lebih besar daripada F-tabel = 3,20. Berarti korelasi positif sangat signifikan pada taraf 0,05 antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dan motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai.

Kesimpulan, Implikasi Dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan

pembahasan dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dengan kinerja pegawai diperoleh korelasi (ryi) = 0,8823, dengan demikian terdapat hubungan positif yang memiliki signifikansi yang kuat. Hal ini diketahui dari keberartian t-hitung = 12,98 lebih besar dari t-tabel = 1,68 pada taraf 0,05.

2. Motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai diperoleh korelasi (ry2) =

Page 52: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

30

0,8858 dengan demikian terdapat hubungan positif yang kuat, hal ini diketahui dari keberartian t-hitung =13,41 lebih besar dari t-tabel = 1,68 pada taraf 0,05.

3. Persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dan motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai diperoleh korelasi Ryn = 0,8896 dengan demikian terdapat hubungan positif yang sangat signifikan. Hal ini diketahui dari keberartian F-hitung = 89,52 lebih besar dari pada F-tabel = 3,20 pada taraf 0,05.

4. Diperoleh hitungan kadar sumbangan atau koefisien determinasi 0,7744 oleh persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dengan kinerja pegawai.

5. Diperoleh hitungan kadar sumbangan atau koefisien diterminasi 0,7921 oleh motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai.

6. Diperoleh hitungan kadar sumbangan atau koefisien diterminasi 0,7914 oleh persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kasubdit Pembinaan Pembelajaran dan motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai.

Implikasi

Implikasi hasil penelitian tersebut bagi

Kasubdit Pembinaan Pembelajaran

terhadap aspek pegawai selaku

pembina SMK dan Tenaga Pendidik dan

Kependidikan SMK selaku pemeran

langsung di sekolah antara lain adalah

:

1. Meningkatkan pembinaan secara intensif agar tujuan dan sasaran SMK dapat tercapai secara berdayaguna dan berhasil guna.

2. Meningkatkan kemampuan, keterampilan dan wawasan melalui pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri.

3. Meningkatkan jenjang pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi baik di dalam maupun di luar negeri.

4. Memberikan kesempatan pengembangan karir dan promosi.

5. Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar, meningkatkan mutu pendidikan, meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan dan meningkatkan efisiensi pengelolaan pendidikan.

6. Meningkatkan Sumber Daya Pendidikan yang dapat mendorong terciptanya situasi yang kondusif untuk meningkatkan mutu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

7. Memberikan tanda jasa dan piagam penghargaan.

8. Meningkatkan kesejahteraan berupa pemberian insentif secara reguler dan proporsional

9. Memberikan beasiswa bagi putera dan puteri yang berprestasi

10. Meningkatkan hubungan silaturahmi melalui arisan, darmawisata, dan kegiatan lain yang dapat memotivasi berprestasi dalam upaya meningkatkarr kinerja pegawai.

11. Meningkatkan kesempatan mengembangkan relasi staf dengan pihak luar dalam hal penjajagan peluang dalam hal pendidikan lanjut pemanfaatan keahlian dan program-program kerjasama lainnya.

12. Memberikan kesempatan peningkatan wawasan dan kompetensi dengan program di

Page 53: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

31

industri / intansi terkait di bidang perundangan; perburuhan, pendidikan dan pelatihn, supervisi serta pengembangan karir staf.

13. Menindaklanjuti setiap program pelatihan yang telah diikuti staf dengan sesegera mungkin memberi kesempatan menerapkan hasil penelitian dalam kegiatan yang konkrit.

Saran-saran

1. Penelitian tersebut agar ditindak lanjuti dan dikembangkan secara komprehensif sehingga peningkatan mutu SMK melalui upaya peningkatan kinerja pegawai selaku pembina dapat terus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan IPTEK.

2. Agar diciptakan iklim kerja yang kondustif pada unit kerja/organisasi, yang diharapkan akan tercipta persepsi pegawai yang positif terhadap pimpinan sehingga dapat berpengaruh pada peningkatan kinerja pegawai.

3. Pemberian penghargaan terhadap pegawai-pegawai yang berkinerja baik melalui kesempatan pelatihan didalam maupun diluar negeri, peningkatan jenjang pendidikan, memberikan kesempatan menduduki posisi yang strategis antara lain berupa promosi jabatan,

4. Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberian beasiswa bagi putera dan puteri mereka yang berprestasi secara proporsional, santunan bagi keluarga (anak ; istri/suami) yang sakit atau mendapat musibah.

5. Prosedur kerja agar lebih disederhanakan agar lebih

mempercepat proses dalam meningkatkan produktivitas kerja.

6. Disiplin kerja agar ditingkatkan guna menjamin efektifitas dan produktivitas kerja secara efisien.

7. Depdiknas perlu meningkatkan dan mengembangkan sistem dan mekanisme kerja organisasi yang jelas agar lebih memberi semangat dalam bekerja.

8. Direktorat Dikmenjur perlu memberlakukan reward dan punishment secara tegas dan konsisten melalui sistem dan pola yang jelas dan dapat diterapkan.

Kepustakaan

Arikunto, Suharsimi. 1995. Manajemen

Penelitian. PT. Rineka Cipta.

Jakarta.

_____ 1996. Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Azwar, Saifuddin. 1996. Tes

Prestasi,

Fungsi dan Pengembangan Pengukuran

Prestasi Belajar. Pustaka Pelajar.

Yogyakarta.

_____ 1997. Reliabilitas dan Validitas.

Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Brannen, Julia. 1996. Memadu Metode

Penelitian Kualitatif dan

Kuantitatif. Pustaka Pelajar

Yogyakarta

Cahyono, Bam bang Tri. 1999.

Manajemen sumberdaya Manusia.

Badan Penerbit IPWI. Jakarta

Djojonegoro, Wardiman. 1998.

Pengembangan Sumberdaya

Manusia Melalui. Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK). PT.

Jayakarta Agung Offset, Jakarta.

Page 54: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

32

Hadi, Sutrisno. 1996. Statistik Jilid 2.

Penerbit Audi Offset Yogyakarta.

Yogyakarta Handoko, Martin. 1992.

Motivasi Daya Penggerak Tingkah

Laku. Kanisius. Yogyakarta.

Imron, Ali. 1996. Belajar dan

Pembelajaran. PT. Dunia Pustaka

Jaya, Jakarta

Juran, J. 1995. Kepemimpinan Mutu.

Pustaka Binaman Pressindo,

Jakarta.

Kerlinger, Fred N. 1998. Asas-asas

Penelitian Behavioral. Gajah Mada

University Press. Yogyakarta -

Indonesia.

Nawawi, Hadari dan Hadari, Martini.

1995. Kepemimpinan Yang Efektif.

Gajah Mada University Press.

Yogyakarta

______ 1994. Penelitian Terapan.

Gajahmada. University Press

Yogyakarta.

Prawirosentono, Suyadi. 1999.

Kebijakan Kinerja Karyawan, Kiat

membangun Organisasi Kompetitif

menjelang Perdagangan Bebas

Dunia. Penerbit BPFE-Yogyakarta.

Yogyakarta.

Purwanto, Ngalim M. 1998. Psikologi

Pendidikan. Remaja Rosdakarya

Offset. Bandung.

Rianto, Yatim. 1996. Metodologi

Penelitian Suatu Tinjauan Dasar.

SIC. Surabaya.

Robbins,. SP. 1996. Organizational

Behaviour. Conceps,

Controviersies, Applications.

Sevent Edition by Prentice Hall,

Inc. A Simon & Schuster Company

Englewood Clipps New Jersey.

Siagian, Sondang P. 1996. Fungsi-

Fungsi Manajerial. Bumi Aksara.

Jakarta.

Sudjana, 1992. Metode Statistik.

Tarsito. Bandung

_____ 1996. Teknik Analisis Regresi

dan Korelasi. Tarsito. Bandung.

Sugiyono, 1997. Metode Penelitian

Administrasi. Penerbit Alfabeta.

Bandung.

Spramono dan Sugiarto. 1993.

Statistika. Andi Offset Yogyakarta.

Yogyakarta

Supranto, John. 1992. Teknik Sampling

Untuk Survey dan Eksperimen.

Rineka Cipta. Jakarta.

Suriasumantri, Jujun S. 1996. Filsafat

Ilmu. Sebuah Pengantar Populer.

Sinar Harapan. Jakarta.

Syaiful, Bakri Djamarah. 1994. Prestasi

Belajar dan Kompetensi Guru,

Usaha Nasional. Surabaya -

Indonesia

Syamsi, I. 1998. Pokok-pokok

Organisasi dan Manajemen. Bina

Aksara. Jakarta

Tarigan, Josep R dan Suparmoko, M.

1996. Metode Pengumpulan Data.

BPFE Yogyakarta.

Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo

Setiary R. 1995. Pengantar

Statistika. Bumi Aksara. Jakarta.

Usman, Uzer M. 1998. Menjadi Guru

Profesional. PT Remaja

Rosyakarya. Bandung.

Page 55: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

33

Wahjosumidjo 1987. Kepemimpinan

dan Motivasi. Ghalia Indonesia.

Jakarta

_________ 1994. Kiat Kepemimpinan

Dalam Teori dan Praktek. PT.

Harapan Masa PGRI. Jakarta

Wijaya, Cece dan Rusyan, Tabrani A.

1994. Kemampuan Dasar Guru

Dalam Proses Belajar Mengajar. PT

Remadja Rosdakarya. Bandung.

Zainun, Buchari. 1994. Manajemen dan

Motivasi. PT. Ghalia Indonesia.

Jakarta.

Page 56: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

34

Pedoman Penulisan Artikel

Jurnal Pendidikan “Segmen Pembelajar”

1. Artikel diutamakan memiliki informasi yang luas tentang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan manajemen, yang belum pernah diterbitkan atau sedang dalam proses penerbitan pada media lain.

2. Artikel ditulis dalam bahasa ilmiah, dengan spesifikasi sebagai berikut:

a. Ukuran kertas: A4;

b. Ketikan 1,5 spasi;

c. Jumlah 12-16 halaman;

d. Diketik dengan software Microsoft Word, huruf Times New Roman 12.

3. Setiap aktikel disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

4. Sistematika artikel:

I. Pendahuluan

II. Metode Penelitian

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

IV. Simpulan dan Saran

V. Daftar Pustaka.

5. Pedoman Penulisan:

a. Judul artikel dibuat dalam bahasa Indonesia;

b. Nama penulis tanpa gelar. Nama penulis lengkap dengan gelar akademik dan lembaga dicantumkan di catatan kaki.

c. Abstrak (berisi tujuan, metode, dan kesimpulan) dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggeris ditulis dalam satu paragraf (maksimum 200 kata).

d. Kata kunci (keywords) ditulis dalam bahasa Indonesia.

e. Pendahuluan; berisi masalah, tinjauan pustaka, tujuan dan perumusan masalah.

f. Metode Penelitian; dibuat rinci namun singkat dan jelas.

g. Hasil Penelitian dan Pembahasan; berisikan hasil penelitian dan pembahasan yang didukung dengan tinjauan pustaka masing-masing dalam sub-judul.

h. Simpulan dan Saran; berisi simpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian, masing-masing dalam sub judul.

i. Daftar Pustaka; hanya yang dikutip saja, dengan susunan sebagai berikut.

Buku: nama belakang, nama depan, (tahun), judul buku, nama kota tempat penerbitan, penerbit.

Periodikal: nama belakang, nama depan, (tahun), judul artikel, nama periodikal, vol (nomor), nomor halaman.

6. Prosedur Pengiriman Atrikel.

Artikel dalam bentuk print out dan dalam bentuk file (soft copy). Artikel dalam bentuk print out dua rangkap dikirimkan ke Redaksi Jurnal Pendidikan Segmen Pembelajar, STKIP Purnama, Jalan Titayasa V Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

Page 57: Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri, M.Pd. Ketua Penyunting: Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd. Penyunting Pelaksana:

35

Artikel dalam bentuk file (microsoft word) dikirimkan melalui email ke alamat: penelitian_purnama.yahoo.com

7. Penyunting berwenang menyunting artikel yang diterima tanpa mengubah isi dan tujuannya.