Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri,...
Transcript of Penasehat€¦ · ii Penasehat: Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd. Penanggung Jawab: Drs. Sumantri,...
i
ii
Penasehat:
Prof. Dr. H. Ismail Arianto, M.Pd.
Penanggung Jawab:
Drs. Sumantri, M.Pd.
Ketua Penyunting:
Dr. Jafriansen Damanik, M.Pd.
Penyunting Pelaksana:
Prof. Dr. H. Gatot Suradji, M.Sc.
Prof. Dr. Marhamah, M.Pd.
Suhatmi Richard, S.H., M.Si.
Dr. Jumantha, M.Pd.
Uus Syaripudin, S.Ag., M.A.
Drs. Sulyanto, M.M.
Ir. Sudirman M. Chon, M.Pd.
Mitra Bestari:
Dr. Djapar (Universitas Negeri Jakarta)
Dr. Syarif Suhartadi, M.Pd. (Universitas Negeri Malang)
Dr. Asep Suharta, M.Pd. (Universitas Negeri Medan)
Drs. Reinjaya Sihotang. M.Hum (Universitas Dharma Agung Medan)
Pelaksana Tata Usaha:
H.A.W. Kartiman
Jurnal Pendidikan SEGMEN PEMBELAJAR
ISSN 1907-3384
iii
Daftar Isi
Pendidikan Karakter Bangsa
(Ismail Arianto)
1-6
Strategi Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan dalam Rangka
Peningkatan Mutu Pendidikan
(Jafriansen Damanik)
7-16
Menempatkan Pendidikan dalam Kerangka Human Investment
(Heru Sukarno)
17-23
Pengaruh Internet terhadap Motivasi Belajar Siswa di SMK Harapan
Bangsa Depok
(Atjah Tursina)
24-30
Kinerja Pegawai (Studi Korelasional antara Persepsi terhadap
Kepemimpinan Kasubdit Pembelajaran dan Motivasi Berprestasi dengan
Kinerja Pegawai Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta)
(Sudirman M. Chon)
31 – 45
iv
Pengantar Penyunting
Salam Pembelajar.
Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa, karena atas ijin dan karunia-Nya
Jurnal Pendidikan Segmen Pembelajar STKIP Purnama ini dapat terbit dan tiba di hadapan
pembaca.
Misi utama penerbitan jurnal ini adalah untuk memacu civitas akademika STKIP
Purnama menjadi profesional dan kreatif dalam bidang kependidikan dan keguruan.
Jurnal ini diharapkan dapat menjadi media penyebaran ilmu dan sebagai wahana
berkomunikasi antar dosen, mahasiswa, dan dengan alumni STKIP Purnama.
Tema utama yang diangkat dalam volume ini adalah pemenuhan standar nasional
pendidikan dan pendidikan karakter bangsa. Dalam edisi ini dibahas bagaimana strategi
yang perlu dilakukan oleh sekolah dalam upaya pemenuhan standar nasional pendidikan
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kemampuan intelektual peserta
didik harus diimbangi dengan karakter atau budi pekerti yang baik. Juga dibahas tentang
pengaruh internet terhadap motivasi belajar siswa, dimana kemajuan teknologi perlu
dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran.
Semoga penerbitan dan penyebarluasan jurnal ini dapat menambah wawasan
keilmuan kita dalam mendukung tugas dan peran masing-masing memajukan pendidikan di
Indonesia.
Jakarta, Maret 2012
Penyunting
1
Kenyataan yang mencemaskan?
Sejak memasuki era reformasi yang
didukung oleh makin berkembangnya
pemanfaatan suasana yang lebih
demokratis dan kebebasan menyatakan
pendapat baik secara lisan maupun
tulisan, semakin banyak warga
masyarakat yang menyampaikan isi hati
mereka dengan beragam bentuk.
Diantaranya ialah dengan melakukan
demonstrasi yang umumnya berakhir
dengan perusakan fasilitas publik,
gedung, kendaraan bermotor, perkela-
hian, dan bentrokan dengan aparat
keamanan.
Suasana yang lebih demokratis pada
era reformasi, ternyata juga
menghasilkan kekurangtaatan warga
negara terhadap hukum yang seharusnya
menjadi penyangga pelaksanaan
demokrasi tersebut. Kesadaran hukum
masyarakat masih tetap rendah. Hukum
telah banyak dilanggar dengan berbagai
cara dan tindakan, yang paling banyak
mendapat sorotan adalah maraknya
korupsi dan suap yang berlangsung dalam
berbagai instansi baik di lingkungan
eksekutif, legislatif, dan yudikatif, di
pusat dan di daerah. Di samping itu tidak
kurang juga terjadi pelanggaran terhadap
hukum yang dilakukan oleh anggota
masyarakat seperti pelanggaran lalu lintas
di jalan umum. Disiplin berkendaraan
seperti hilang sama sekali, sebagian besar
pengendara menjalankan kendaraannya
tanpa memperhatikan rambu-rambu lalu
lintas. Mereka seolah-olah merasa tidak
bersalah dan pelanggaran yang dilakukan
telah dianggap sebagai hal yang wajar dan
perlu.
Banyaknya kecelakaan angkutan darat,
laut, bahkan juga udara merupakan akibat
dari rendahnya kesadaran untuk
mengikuti peraturan yang ada, kurang
disiplin dan tanggung jawab. Di berbagai
tempat masih banyak terjadi tindak
kekerasan, kerusuhan, perkelahian
massal, perusakan fasilitas umum, dan
penjarahan. Rasa hormat dan menghargai
orang lain semakin berkurang. Dalam
dunia usaha, seorang pedagang tidak
merasa bersalah menjual dagangannya
dengan cara melanggar peraturan yang
berlaku. Sebagai contoh menjual obat-
obatan yang sudah daluwarsa, obat yang
seharusnya dengan resep dokter dijual
secara bebas. Menjual minuman yang
membahayakan kesehatan, menambah-
kan zat pewarna ke dalam minuman.
Demikian juga terhadap makanan,
seperti menggunakan zat pengawet pada
ikan, daging dan bahan makanan lainnya.
Daging ayam yang dijual berupa ayam
yang sudah mati kemaren (ayam tiren),
ada bakso dari bahan daging haram, ada
pula yang mengolah daging busuk dengan
cara tertentu seolah daging baru yang
dijual dengan harga lebih murah. Demi
mendapat keuntungan para pedagang rela
melakukan perbuatan yang melanggar
etika berjualan.
Peristiwa-peristiwa kecil lainnya yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari
seperti perampasan terhadap milik orang
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
Ismail Arianto
(Ketua STKIP Purnama)
2
lain, kecurangan dalam timbangan,
sengketa tanah, pencurian pulsa. Yang
lebih besar terjadi dalam berbagi kegiatan
proyek seperti markup dalam transaksi
biaya yang berakibat terjadinya
pembangunan dengan biaya tinggi.
Dalam kehidupan sosial terutama sikap
saling menghormati semakin berkurang,
etika sopan santun mengalami perubahan,
rasa empati dan kasih sayang sangat
terbatas, sifat egoisme meningkat karena
mengejar materi. Banyak kejadian
pembunuhan terjadi dalam keluarga,
sesama teman, antar kelompok, bahkan
juga pembunuhan politik.
Dalam pendidikan sudah dikenal
tentang kecurangan dalam ujian nasional
seperti menyontek atau menggunakan
joki. Dalam pembuatan karya ilmiah tidak
terlepas dari terjadinya plagiat,
mengambil sebagian atau seluruhnya dari
hasil karya tulis orang lain untuk atas
nama sendiri.
Dalam kehidupan politik, seperti pada
pemilihan umum terjadi money politic,
kecurangan dalam penghitungan suara,
kampanye yang tidak jujur dengan janji
yang berlebihan. Sidang yang dilakukan
oleh badan legislatif sebagian anggotanya
mangkir, atau kalau pun hadir mereka ada
yang tertidur pada waktu sidang
berlangsung, Mengemukakan pendapat
ada kalanya dengan cara yang kurang
pantas, bahkan suasana dapat berubah
menjadi pertengkaran atau pemukulan. Di
kalangan birokrasi masih banyak pejabat
atau petugas sebagai pelayan masyarakat
masih menempatkan diri sebagai orang
yang dilayani bukan yang melayani.
Banyaknya warga yang menganggur
ter-utama di kota-kota besar telah
meningkatkan jumlah pengamen,
pengemis, pengatur lalu lintas,
diantaranya tentu banyak pula yang
melakukan perbuatan negatif, seperti
pen-copetan, pencurian, pemerasan, dan
penipuan.
Dalam bidang hukum, adanya
peradilan yang tidak fair, memberi
hukuman yang berlawanan dengan rasa
keadilan dan nurani orang banyak, ada
permainan uang untuk menentukan berat
ringannya hukuman. Adanya kesan telah
terjadi kolaborasi antar komponen
penegak hukum, sehingga sering terjadi
protes dari pengunjung dan kekacauan
dalam persidangan.
Tentu masih banyak peristiwa lain
yang dilakukan oleh pejabat, karyawan,
pegawai, anggota masyarakat, penegak
hukum dan ketertiban/keamanan yang
mengandung ketidakjujuran, tidak
disiplin, tidak adil, tidak bijaksana, tidak
menghargai orang lain, dan tidak punya
rasa malu. Mungkin sekali apabila orang-
orang yang selama ini kita anggap baik,
sopan dan jujur, kalau sudah mendapat
kesempatan menduduki posisi tertentu
akan berubah juga menjadi orang yang
sama dengan orang-orang yang
perilakunya seperti dikemukakan di atas.
Adanya kesempatan dan suasana yang
kondusif sering mengubah orang baik
menjadi orang yang culas, serakah, tidak
jujur, dan tidak bermoral.
Semua gambaran yang dikemukakan di
atas merupakan suatu kenyataan bahwa
manusia Indonesia berada pada keadaan
lemah dalam bidang moral, budi pekerti,
akhlak atau karakter. Ini bukan suatu
generalisasi, melainkan sebagai petunjuk
bagi kita agar jangan berkembang
kenyataan tersebut menjadi lebih meluas
dan membudaya.
Mengapa pendidikan?
Dalam pemikiran yang berkembang
dari berbagai lapisan masyarakat telah
3
muncul suatu keinginan untuk
memperbaiki bangsa ini, perbaikan dalam
bentuk lebih mendasar tentang manusia
Indonesia, manusia yang sesuai dengan
pandangan hidup dan dasar negara
Pancasila. Pemikiran tersebut disambut
baik oleh pemerintah Indonesia baik di
kalangan eksekutif maupun legislatif yang
menginginkan perlunya meningkatkan
pendi-dikan moral, akhlak atau karakter.
Pendidikan karakter seperti
disebutkan dalam Rencana Aksi Nasional;
Pendidikan Karakter 2010 merupakan
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak yang
bertujuan mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara apa
yang baik dan mewujudkan kebaikan itu
dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati (Pedoman Pendidikan
Karakter, 2011).
Pendidikan karakter adalah juga
pendidikan akhlak mulia, walaupun istilah
yang dipakai berbeda namun subsantsinya
adalah sama yakni pendidikan nilai.
Pendidikan akhlak mulia dan pendidikan
karakter didasari oleh Pancasila sebagai
falsafah bangsa Indonesia dan sebagai
dasar negara. Oleh karena itu dalam UUD
1945 dan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
dicantumkan istilah akhlak mulia.
Dengan melihat fungsi dan tujuan
pendidikan nasional dalam UU tersebut
jelas bahwa fungsinya ialah untuk
mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban
bangsa, dengan tujuan agar penjadi
manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, demokratis, dan bertanggung
jawab. Khusus mengenai akhlak mulia
sengaja saya beri tulisan miring untuk
sekedar diketahui bahwa pengertian
karakter sama dengan akhlak mulia.
Mengikuti pandangan Imam Gazalai
seperti dikutip oleh Prof. Quraish Shibab,
bahwa pengertian karakter sama dengan
akhlak mulia. Beliau mengatakan bahwa
istilah akhlak/karakter dimaksudkan
sebagai spontanitas manusia dalam
bersikap atau perbuatan yang telah
menyatu dalam diri manusia sehingga
ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.
Dalam penampilan sikap dan perilaku
seseorang maka ada akhlak/ karakter yang
baik dan ada pula yang buruk. Karakter
merupakan perwujudan batin yang
ditampilkan dalam bentuk sikap dan
perilaku.
Ki Hadjar Dewantara lebih dari
setengah abad yang lalu telah menyatakan
bahwa maksud pendidikan itu adalah
sempurnanya hidup manusia sehingga bisa
memenuhi segala keperluan hidup lahir
dan batin yang kita dapat dari kodrat
alam. Pengetahuan, kepandaian
janganlah dianggap maksud dan tujuan,
tetapi alat, perkakas, lain tidak. Bunganya
yang kelak akan jadi buah, itulah yang
harus kita utamakan. Buahnya
pendidikan, yaitu matangnya jiwa, yang
akan dapat mewujudkan hidup dan
penghidupan yang tertib dan suci dan
manfaat bagi orang lain (Pendididikan
Karakter di Sekolah: 2011).
Dari ungkapan ini jelas sekali Ki Hadjar
Dewantara mengutamakan pendidikan
karakter atau pendidikan akhlak mulia,
yakni pematangan jiwa manusia Indonesia
menghadapi hidup dan kehidupan
selanjutnya. Pada abad ke 21 ini semakin
banyak tantangan yang dihadapi dalam
pembangunan karakter bangsa terutama
kalau menoleh ke arus infor-masi dan
perkembangan teknologi informasi.
4
Sebagai contoh, anak-anak dalam
lingkungan rumah tangga sebagian besar
waktunya diper-gunakan untuk menonton
acara di televisi. Tanpa disadari nilai-nilai
yang disajikan oleh tontonan tersebut
turut membentuk sikap anak.
Pendidikan karakter merupakan salah
satu pilar untuk pengembangan masa
depan manusia Indonesia, karena selama
ini pembangunan karakter sudah jauh
tertinggal dibandingkan dengan upaya
pendidikan yang bersifat kecerdasan
intelektual. Kompetensi manusia
Indonesia dalam bidang keilmuan boleh
dikatakan cukup meningkat, namun tidak
disertai dengan peningkatan dalam
karakter atau akhlak mulia, sehingga
kecerdasan atau kemampuan untuk
berbuat curang semakin canggih. Banyak
orang menduga bahwa korupsi terjadi di
semua instansi, pusat atau daerah, tetapi
tidak semua dapat dibuktikan, karena
caranya yang rapi atau karena sengaja
ditutup-tutupi sebagai akibat korupsi yang
dilakukan secara bersama. Dalam sumpah
jabatan semua pejabat yang disumpah
mengetahui persis apa yang disumpahkan,
tetapi melanggar sumpah tidak menjadi
halangan bagi mereka demi mendapatkan
sesuatu yang bukan haknya.
Dalam keadaan yang seperti itu timbul
keinginan kuat baik dari masyarakat
maupun dari kalangan pejabat dan kaum
cerdik pandai untuk memperkuat
karakter, akhlak mulia, dan integritas
dalam menjalankan tugas yang dilakukan
oleh setiap individu dalam pekerjaannya.
Keinginan untuk membangun kembali
karakter manusia Indonesia sekarang ini
sebagai buah dari kenyataan yang sudah
dan sedang kita hadapi berupa korupsi,
kolusi, kekerasan, kedengkian, dan
ketidakpedulian satu sama lain.
Pendidikan yang bagaimana?
Pada saat orang berfikir tentang
perubahan yang diinginkan maka seketika
itu juga pikiran mengarah pada dunia
pendidikan, karena harus diakui bahwa
perubahan yang bermakna harus ditata
melalui pendidikan, baik pendidikan di
jalur sekolah (formal), maupun jalur
pendidikan informal dan non formal.
Semua jalur tersebut pasti memberikan
kontribusi yang besar bagi perubahan
sikap dan perilaku. Kesadaran ini telah
mulai diter-jemahkan ke dalam jalur
pendidikan formal dengan menyusun
Pedoman Pelaksanaan Pen-didikan
Karakter oleh Pusat Kurikulum dan
Perbukuan Kementerian Pendidikan
Nasional.
Harus dipahami bahwa pendidikan
karakter adalah pendidikan nilai.
Pendidikan nilai berbeda dengan
pendidikan keilmuan. Pendidikan nilai
adalah pendidikan yang berdimensi nilai,
moral, norma, hukum-hukum kebajikan
sebagai pemandu diri seseorang dalam
kehidupannya. Pendidikan karakter
sebagai pendidikan nilai dimulai dengan
menanamkan pemahaman tentang nilai
tersebut, nilai baik atau buruk, nilai benar
atau salah, nilai indah dan tidak indah
yang selan-jutnya menjadi sikap hidup.
Pembelajaran di sekolah telah dipilih
empat nilai yang dipandang esensial ialah
nilai jujur, cerdas, tangguh, dan peduli.
Sedangkan menurut Pusat Kurikulum
Kemdiknas dicantumkan ada 18 nilai
yakni: Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin,
Kerja keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis,
Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan,
Cinta tanah air, Menghargai prestasi,
Bersahabat/komunikatif, Cinta damai,
Gemar membaca, Peduli lingkungan,
Peduli sosial, dan Tanggung jawab
(Puskurbuk Kemdiknas, 2011: 3). Nilai-
5
nilai tersebut bersumber dari Pancasila,
agama, adat istiadat, dan norma-norma
hukum yang berlaku.
Sebagai pendidikan nilai, pendidikan
karakter atau akhlak mulia tidak boleh
lagi mengulangi kesalahan yang lalu pada
waktu pengajaran civics, PMP, PPKn, atau
Penataran P4 yang terlalu
menitikberatkan pada pengusaaan materi
atau substansi dan kurang menjurus pada
perubahan akhlak atau pembangunan
karakter. Pendidikan karakter
memerlukan strategi pembelajaran yang
langsung pada pengamalan nilai-nilai
yakni dengan jalan:
1. Melalui pembiasaan, dengan jalan mengaktifkan siswa dalam berbagai kegiatan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Misalnya budaya bersih, santun, dan jujur.
2. Melalui peneladanan, yakni dari pihak guru, kepala sekolah, dan karyawan tata usaha berkewajiban menunjukkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang akan diterapkan.
3. Melalui intervensi, yakni guru di kelas menjelaskan pentingnya memahami makna nilai-nilai tertentu, selanjutnya guru mendorong siswa mempraktekkannya di lingkungan sekolah, di rumah, dan di lingkungan yang lebih luas.
4. Melalui peraturan sekolah, yakni adanya peraturan di sekolah baik dalam bentuk peraturan tata tertib sekolah maupun peraturan yang lebih khusus mengenai pengembangan karakter di sekolah.
Dalam berbagai kesempatan wacana
dan diskusi yang dilakukan oleh pihak
Kemdiknas diarahkan bahwa pendidikan
karakter bukanlah sesuatu yang bersifat
satu mata pelajaran tetapi terintegrasi ke
dalam sejumlah mata pelajaran bahkan
dapat diserap dalam semua mata
pelajaran. Mengapa? Karena yang
diutamakan adalah penanaman nilai-nilai
yang dijadikan perilaku dalam bertindak.
Pengalaman tentang pembelajaran
civics, Pendidikan Moral Pancasila (PMP),
dan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) yang sekarang
disebut PKn (Pendidikan
Kewarganegaraan, P atau Pancasilanya
sudah dihilangkan). Menjadi contoh
bahwa pembelajaran yang bersifat
kognitif atau pengetahuan saja tidak
mencukupi. Pengetahuan tentang
Pancasila, tentang UUD, GBHN,
Kewaspadaan Nasional, Nasionalisme dan
berbagai nilai yang dijelas-kan dalam kelas
kemudian menjadi bahan ujian
merupakan penanaman pengetahuan
belaka.
Hal ini sekarang disadari bahwa yang
diperlukan adalah pembentukan sikap dan
perilaku sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila, Agama, adat istiadat dan
budaya lokal. Oleh karena itu pendekatan
harus ditempuh dengan cara yang lebih
efektif ialah bersifat pembiasaan
(habituasi) dan peneladanan (ing ngarso
sung tulodo).
Membangun peradaban bangsa sebagai
sesuatu yang mengarahkan kita ke masa
depan, maka pada saat sekarang rintisan
harus diteruskan seperti yang telah
pernah dimulai pada zaman Ki Hadjar
Dewantara. Membangun watak atau sifat
batin manusia yang mempengaruhi
segenap pikiran perbuat-annya
memerlukan proses pembelajaran dan
pembiasaan yang memakan waktu. Oleh
karena itu pendidikan karakter yang sudah
mulai dikembangkan hendaknya tidak
sekedar sebagai suatu kehendak
sementara, tetapi harus berlanjut dan
ditekuni secara berkesinambungan.
6
Pendidikan karakter dapat
diselenggarakan - berdasarkan jalur
pendidikan yang ada - melalui:
1. Jalur pendidikan formal yakni jalur pendidikan yang berjenjang dan terstruktur yang terdiri atas pendidikan dasar, pendi-dikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2. Jalur pendidikan nonformal yakni jalur pendidikan di luar jalur formal (dapat berjenjang).
3. Jalur pendidikan informal yakni jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan karakter yang
dikembangkan sekarang ini lebih tertuju
pada pendidikan di sekolah tanpa banyak
menyentuh pada pendidikan dalam
keluarga. Hal ini patut disayangkan karena
pendidikan nilai bermula dalam
lingkungan keluarga. Pendidikan di
sekolah memang lebih mudah ditata,
karena tujuan dan programnya jelas.
Peserta didik lebih homogen dan waktu
pembelajarannya tertata rapi dengan
dilengkapi alat pembelajaran yang
memadai.
Berbeda dengan pendidikan dalam
keluarga yang tidak jelas tujuannya,
kurikulumnya, dan penataan programnya,
sehingga setiap keluarga boleh jadi
berbeda dalam melakukan pendidikan
untuk menanamkan nilai-nilai yang
dipandang penting oleh keluarga
bersangkutan.
Namun demikian jangan dilupakan
bahwa keluarga adalah tempat pertama
bagi seorang anak mendapatkan
pendidikan dalam pembentukan karakter.
Interaksi antar individu dalam keluarga
memungkinkan anak lebih banyak
mengenal mana yang baik dan mana yang
buruk, yang boleh dilakukan dan yang
tidak boleh dilakukan, yang pantas dan
yang tidak pantas, dan seterusnya.
Oleh karena itu sinergi antara
pendidikan karakter di sekolah dengan di
dalam keluarga perlu dipertimbangkan,
terutama dalam hal menyelaraskan
pembinaan karakter di sekolah dengan di
rumah. Walaupun hal ini membutuhkan
waktu untuk realisasinya, namun tetap
penting dilakukan.
Selain itu pendidikan karakter juga
dapat dilakukan melalui media massa,
yang pada saat ini dan di masa yang akan
datang semakin kuat peranannya dalam
mempengaruhi pikiran, sikap, dan
perilaku anak-anak dan remaja. Melalui
radio banyak pendengar yang menyenangi
cerita-cerita asli Indonesia, dan tayangan
di TV pun demikian. Yang menjadi
persolan sekarang ini ialah sejauh mana
perhatian pihak pengelola media massa
untuk menyajikan program yang
bernuansa pendi-dikan karakter
berdasarkan nilai-nilai Panca-sila, agama,
dan adat budaya masyarakat.
Pada jalur pendidikan formal,
pembelajaran pendidikan karakter bukan
dalam bentuk mata pelajaran, ia
merupakan pembelajaran yang tercakup
dalam semua mata pelajaran mulai dari
taman kanak-kanak sampai ke perguruan
tinggi.
Pada perguruan tinggi ada
kemungkinan dilakukan secara tersendiri
terutama dalam lingkungan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK),
hal ini sudah dimulai oleh program studi
PPKn di Fakultas Ilmu Sosial UNJ. Sebagai
pendidikan nilai semakin tinggi jenjang
pendidikan semakin berkurang porsinya
bila dibandingkan dengan pendidikan
keilmuan, karena peserta didik sudah
dibentuk sejak awal. Sebagai gambaran
porsi tersebut adalah sebagai berikut
(tetapi tidak bersifat mutlak).
7
Perg. Tinggi
SMA
SMP
TK/SD
Oleh karena itu sekali lagi diingatkan
betapa pentingnya pendidikan karakter di
lingkungan keluarga sebagai mitra sekolah
dalam penanaman nilai. Ketimpangan
pembinaan dalam pendidikan karakter
antara sekolah dan keluarga akan
mendapat hasil yang tidak seimbang
dengan program atau kegiatan yang
diselenggarakan oleh sekolah.
Daftar Bacaan
Darahim, Andarus, dkk. 2011. Buku
Sumber Pendidikan Kependudukan,
Jakarta, BKKBN Diknas, 2011.
Pedoman Pelaksanaan Pendidikan
Karakter, Jakarta, Puskurbuk.
Mulyana, R, 2004. Mengaktualisasikan
Pendidikan Nilai, Bandung, Alfabeta.
Pemerintah R.I. 2010. Desain Induk
Pembangunan Karakter Bangsa Tahun
2010 - 2025, Jakarta.
Raka, G, dkk, 2011. Pendidikan Karakter
di Sekolah, Jakarta, Gramedia.
Soedarsono,S, 2009. Karakter
Pengantar Bangsa dari Gelap
Menuju Terang, Jakarta,
P.T.Gramedia.
P. KEILMUAN
P. KARAKTER
8
PENGANTAR
Sejak
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005, Standar Nasional
Pendidikan menjadi fokus pembicaraan hampir
semua pelaku dan pemerhati pendidikan di
Indonesia. Berbagai kegiatan telah
dikembangkan dalam rangka pelaksanaan
peraturan tersebut.
Namun setelah enam tahun berjalan, masih
sangat banyak sekolah/madrasah yang belum
mampu memenuhi standar tersebut. Bahkan
tidak sedikit kepala sekolah/madrasah dan guru
yang belum pernah mendapat penjelasan
tentang seluruh standar yang terkait dengan
sekolah/madrasah, apalagi mengetahui bagai-
mana cara untuk memenuhi standar tersebut.
Pemenuhan standar seringkali dipandang
sebagai pemenuhan peraturan pemerintah.
Dalam pendekatan berbasis standar, seringkali
siswa dipandang sebagai produk dari
penerapan standar. Seharusnya semua pihak
berpandangan dan memperlakukan siswa
sebagai subyek yang terlibat dalam pemenuhan
standar.
Karena standar biasanya disusun dalam
konteks birokrasi terstruktur, kadang standar
membatasi kreativitas dan memaksakan kontrol
eksternal. Standar sebagai landasan dari
reformasi sekolah/madrasah, mestinya
digunakan sebagai arah atau tujuan. Karena itu
standar bagi sekolah/madrasah perlu direposisi.
Standar harusnya digunakan lebih efektif,
sebagai alat untuk menyusun dan
mempertahankan arah, dan sebagai sumber
inspirasi bagi solusi kreatif menghadapi
berbagai masalah pendidikan.
Dengan demikian semua pihak yang
bergerak di bidang pendidikan perlu
mengetahui dengan utuh standar nasional
pendidikan, kaitan standar dengan penjaminan
mutu, tahapan dan strategi pemenuhan standar
nasional pendidikan.
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah
kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Pasal 1 Undang-Undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan
Pasal 3 Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun
2005 tentang SNP). Standar Nasional
Pendidikan merupakan penjabaran dari UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang
dituangkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005.
Standar Nasional Pendidikan berfungsi se-
bagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu (Pasal 3 Peraturan Pemerintah nomor
19 tahun 2005 tentang SNP).
Standar Nasional Pendidikan bertujuan
menjamin mutu pendidikan nasional dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat (Pasal 4 Peraturan Pemerintah
nomor 19 tahun 2005 tentang SNP).
Standar Nasional Pendidikan meliputi:
standar isi, standar proses, standar kompetensi
lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian pendidikan.
Berikut ini adalah penjelasan umum
tentang masing-masing standar sesuai
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
1. Standar Isi
STRATEGI PEMENUHAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
DALAM RANGKA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Jafriansen Damanik
(Dosen STKIP Purnama)
9
Standar isi untuk satuan pendidikan dasar
dan menengah ditetapkan melalui Permen-
diknas nomor 22 tahun 2006. Standar isi
mencakup lingkup materi dan tingkat
kompetensi untuk mencapai kompetensi
lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu, memuat kerangka dasar dan
struktur kurikulum, beban belajar,
kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan
kalender pendidikan/akademik.
Kurikulum untuk jenis pendidikan umum,
kejuruan, dan khusus pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
(a) kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia, (b) kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, (c)
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi, (d) kelompok mata pelajaran
estetika, dan (e) kelompok mata pelajaran
jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Beban belajar untuk SD/MI dan SMP/MTs
atau bentuk lain yang sederajat
menggunakan jam pembelajaran setiap
minggu setiap semester dengan sistem tatap
muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan
dan ciri khas masing-masing.
Satuan pendidikan SMA/MA dan SMK
menyelenggarakan program pendidikan
dengan menggunakan sistem paket atau
sistem kredit semester. Kedua sistem
tersebut dipilih berdasarkan jenjang dan
kategori satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Satuan pendidikan SMA/MA dan SMK
kategori standar menggunakan sistem paket
atau dapat menggunakan sistem kredit
semester. Satuan pendidikan SMA/MA dan
SMK kategori mandiri menggunakan sistem
kredit semester. Beban belajar dirumuskan
dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan
oleh peserta didik untuk mengikuti program
pembelajaran melalui sistem tatap muka,
penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan
untuk mencapai standar kompetensi lulusan
dengan memperhatikan tingkat
perkembangan peserta didik.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) dikembangkan sesuai dengan satu-
an pendidikan, potensi daerah/karakteristik
daerah, sosial budaya masyarakat setempat,
dan peserta didik. Penyusunan KTSP
jenjang pendidikan dasar dan menengah
berpedoman pada panduan yang disusun
oleh BSNP.
Kalender pendidikan/kalender akademik
mencakup permulaan tahun ajaran, minggu
efektif belajar, waktu pembelajaran efektif,
dan hari libur.
Pemerintah menetapkan setiap sekolah/
madrasah sudah harus menggunakan
standar isi ini paling lambat tahun ajaran
2009/2010.
2. Standar Proses
Standar proses adalah standar nasional pen-
didikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan
untuk mencapai standar kompetensi lulus-
an. Standar proses untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah ditetapkan melalui
Permendiknas nomor 41 tahun 2007.
Proses pembelajaran pada satuan pendidik-
an diselenggarakan secara interaktif, inspi-
ratif, menyenangkan, menantang, memoti-
vasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesu-
ai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik.
Untuk terlaksananya proses pembelajaran
yang efektif dan efisien, setiap satuan
pendidikan perlu melakukan empat hal,
yakni perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian
hasil pembelajaran, dan pengawasan proses
pembelajaran.
a. Perencanaan proses pembelajaran meli-
puti silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang memuat sekurang-
kurangnya tujuan pembelajaran, materi
ajar, metode pengajaran, sumber belajar,
dan penilaian hasil belajar.
b. Pelaksanaan proses pembelajaran harus
memperhatikan jumlah maksimal
peserta didik per kelas dan beban
mengajar maksimal per pendidik, rasio
maksimal buku teks pelajaran setiap
10
peserta didik, dan rasio maksimal
jumlah peserta didik setiap pendidik.
c. Penilaian hasil pembelajaran pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah
menggunakan berbagai teknik penilaian
sesuai dengan kompetensi dasar yang
harus dikuasai.
d. Pengawasan proses pembelajaran meli-
puti pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan, dan pengambilan langkah
tindak lanjut yang diperlukan.
3. Standar Kompetensi Lulusan
Standar kompetensi lulusan (SKL) untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah
ditetapkan melalui Permendiknas nomor 23
tahun 2006. Standar kompetensi lulusan
digunakan sebagai pedoman penilaian
dalam penentuan kelulusan peserta didik
dari satuan pendidikan, yang meliputi
kompetensi untuk seluruh mata pelajaran,
kelompok mata pelajaran, dan mata
pelajaran. Kompetensi lulusan mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Standar kompetensi lulusan pada jenjang
pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs)
bertujuan untuk meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
ahklak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut.
Standar kompetensi lulusan pada jenjang
pendidikan menengah (SMA/MA)
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Standar kompetensi lulusan pada jenjang
pendidikan menengah kejuruan (SMK)
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya.
Untuk mencapai standar kompetensi yang
ditetapkan, perlu dirumuskan kompetensi
dasar untuk setiap mata pelajaran atau
kelompok mata pelajaran, yang kemudian
dituangkan dalam materi pokok kegiatan
pembelajaran serta indikator pencapaian.
Pemerintah menetapkan setiap sekolah/
madrasah sudah harus menggunakan
standar kompetensi lulusan ini paling
lambat tahun ajaran 2009/2010.
4. Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
Standar pendidik dan tenaga kependidikan
adalah kriteria pendidikan prajabatan dan
kelayakan fisik maupun mental, serta
pendidikan dalam jabatan.
Pendidik harus memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kualifikasi akademik dimaksud adalah
tingkat pendidikan minimal yang harus
dipenuhi oleh seorang pendidik yang
dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat
keahlian yang relevan sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Kompetensi sebagai agen pembelajaran
pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah meliputi: kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial.
Tenaga kependidikan pada SD/MI sekurang-
kurangnya terdiri atas kepala sekolah/
madrasah, tenaga administrasi, tenaga per-
pustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/
madrasah. Tenaga kependidikan pada
SMP/MTs dan SMA/MA/SMK sekurang-
kurangnya terdiri atas kepala sekolah/
madrasah, tenaga administrasi, tenaga
perpustakaan, tenaga laboratorium, dan
tenaga kebersihan.
Selain memiliki kompetensi sebagai guru,
seorang kepala sekolah/madrasah juga harus
memiliki kompetensi kepribadian,
manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan
sosial.
Standar kualifikasi akademik dan kompe-
tensi guru ditetapkan melalui Permendiknas
nomor 16 tahun 2007. Sedangkan standar
untuk setiap jenis tenaga kependidikan
ditetapkan dengan Permendiknas berikut.
11
a. Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar
Kepala Sekolah/Madrasah.
b. Nomor 24 Tahun 2008 Tentang Standar
Tenaga Administrasi.
c. Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Standar
Tenaga Perpustakaan.
d. Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Standar
Tenaga Laboratorium.
Sesuai ketentuan standar kualifikasi
pendidik berlaku efektif sepenuhnya pada
tahun 2020, namun jika pemenuhan
ketentuan ini dapat dicapai sebelumnya
akan lebih baik dan berpengaruh positif
pada peningkatan kualitas hasil pendidikan.
Berbagai upaya perlu dilakukan untuk
meningkatkan kualifikasi dan kompetensi
pendidik dan tenaga kependidikan, yang
sampai saat ini belum terpenuhi.
5. Standar Sarana dan Prasarana
Standar sarana dan prasarana adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan
kriteria minimal tentang ruang belajar,
tempat berolahraga, tempat beribadah,
perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,
tempat bermain, tempat berkreasi dan
berekreasi, serta sumber belajar lain, yang
diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran, termasuk penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi.
Standar sarana dan prasarana untuk SD/MI,
SMP/MTs, dan SMA/MA ditetapkan
melalui Permendiknas nomor 24 tahun
2007, sedangkan standar sarana dan
prasarana untuk SMK ditetapkan melalui
Permendiknas nomor 40 tahun 2008.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki
sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan
sumber belajar lainnya, bahan habis pakai,
serta perlengkapan lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan
pendidikan wajib memiliki prasarana yang
meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan
satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang
tata usaha, ruang perpus-takaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang
unit produksi, ruang kantin, instalasi daya
dan jasa, tempat berolahraga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat
berkreasi, dan ruang/tempat lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembe-
lajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Di samping ketersediaan sarana dan pra-
sarana, sekolah/madrasah harus memiliki
program dan melakukan pemeliharaan dan
pemanfaatan sarana dan prasarana sesuai
dengan ketentuan, sehingga dapat berfungsi
dengan baik dan dalam waktu yang lama.
6. Standar Pengelolaan
Standar pengelolaan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
kegiatan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau
nasional agar tercapai efisiensi dan efekti-
vitas penyelenggaraan pendidikan. Standar
pengelolaan pendidikan oleh satuan pendi-
dikan dasar dan menengah ditetapkan mela-
lui Permendiknas nomor 19 tahun 2007.
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah
menerapkan manajemen berbasis sekolah/
madrasah yang ditunjukkan dengan
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keter-
bukaan, dan akuntabilitas. Pengelolaan
satuan pendidikan dilaksanakan secara
mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel.
Setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar
rencana kerja tahunan yang merupakan
penjabaran rinci dari rencana kerja jangka
menengah satuan pendidikan yang meliputi
masa empat tahun.
Berbagai kegiatan pelatihan telah dilakukan
oleh pemerintah, baik dengan dana
pemerintah maupun dengan dukungan dari
beberapa lembaga donor. Namun dalam
pelaksanaannya masih banyak yang belum
menerapkan pengelolaan sekolah/madrasah
yang baik, mulai dari perencaaan,
pelaksanaan, pengendalian, evaluasi, dan
pelaporan.
7. Standar Pembiayaan
Standar pembiayaan adalah standar yang
mengatur komponen dan besarnya biaya
12
operasi satuan pendidikan yang berlaku
selama satu tahun. Biaya operasi satuan
pendidikan adalah bagian dari dana pendi-
dikan yang diperlukan untuk membiayai
kegiatan operasi satuan pendidikan agar
dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan
yang sesuai standar nasional pendidikan
secara teratur dan berkelanjutan.
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya
investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan meliputi
biaya penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangan sumberdaya manusia, dan
modal kerja tetap. Biaya personal meliputi
biaya pendidikan yang harus dikeluarkan
oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan. Biaya operasi satuan
pendidikan meliputi: gaji pendidik dan
tenaga kependidikan serta segala tunjangan
yang melekat pada gaji, bahan atau
peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya
operasi pendidikan tak langsung berupa
daya, air, jasa telekomunikasi, pemelihara-
an sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan
lain sebagainya. Standar biaya operasi
nonpersonalia tahun 2009 untuk pendidikan
dasar dan menengah ditetapkan melalui
Permendiknas nomor 69 tahun 2009.
Pembiayaan pendidikan masih membutuh-
kan perhatian lebih dari semua pihak. Di
samping itu pengelolaan keuangan sekolah/
madrasah juga perlu diperbaiki, sehingga
senantiasa direncanakan sesuai kebutuhan
dan pioritas sasaran yang menunjang
pelaksanaan proses pendidikan untuk
mencapai standar.
8. Standar Penilaian Pendidikan
Standar penilaian pendidikan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur, dan instru-men
penilaian hasil belajar peserta didik. Standar
penilaian pendidikan ditetapkan melalui
Permendiknas nomor 20 tahun 2007.
Penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
penilaian hasil belajar oleh pendidik;
penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan; dan penilaian hasil belajar oleh
Pemerintah.
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
dilakukan secara berkesinambungan
untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil dalam bentuk ulangan
harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir semester, dan ulangan
kenaikan kelas. Penilaian dimaksud
digunakan untuk menilai pencapaian
kompetensi peserta didik; bahan penyu-
sunan laporan kemajuan hasil belajar;
dan memperbaiki proses pembelajaran.
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pen-
didikan bertujuan menilai pencapaian
standar kompetensi lulusan untuk semua
mata pelajaran. Penilaian hasil belajar
untuk semua mata pelajaran merupakan
penilaian akhir untuk menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan. Penilaian hasil belajar untuk
semua mata pelajaran pada kelompok
ilmu pengetahuan dan teknologi
dilakukan melalui ujian
sekolah/madrasah untuk menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan.
c. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah
bertujuan untuk menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada
mata pelajaran tertentu dalam kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan
teknologi dan dilakukan dalam bentuk
ujian nasional. Ujian nasional dilakukan
secara obyektif, berkeadilan, dan
akuntabel.
Dalam Peraturan Pemerintah tentang Standar
Nasional Pendidikan disebutkan bahwa standar
nasional pendidikan berfungsi sebagai dasar
dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu. Sejalan dengan itu standar nasional
pendidikan bertujuan menjamin mutu pendi-
dikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat.
PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
13
Dalam Peraturan Pemerintah tentang
Sisdiknas (pasal 91) disebutkan bahwa setiap
satuan pendidikan pada jalur formal dan
nonformal wajib melakukan penjaminan mutu
pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan
bertujuan untuk memenuhi atau melampaui
Standar Nasional Pendidikan.
Penjaminan mutu pendidikan dilakukan
secara bertahap, sistematis, dan terencana
dalam suatu program penjaminan mutu yang
memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Penjaminan Mutu Pendidikan melibatkan
berbagai pihak.
1. Pemerintah Provinsi mensupervisi dan
membantu satuan pendidikan yang berada
di bawah kewenangannya untuk menye-
lenggarakan atau mengatur penyelenggara-
annya dalam melakukan penjaminan mutu.
2. Pemerintah Kabupaten/Kota mensupervisi
dan membantu satuan pendidikan yang
berada di bawah kewenangannya untuk
menyelenggarakan atau mengatur
penyelenggaraannya dalam melakukan
penjaminan mutu.
3. Badan Akreditasi Nasional Sekolah/
Madraah (BAN-S/M) memberikan
rekomendasi penjaminan mutu pendidikan
kepada program dan/atau satuan
pendidikan yang diakreditasi, dan kepada
Pemerintah dan Pemda.
4. LPMP mensupervisi dan membantu satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah dalam melakukan upaya
penjaminan mutu pendidikan.
Permendiknas nomor 63 tahun 2009
tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
(pasal 10) menyebutkan bahwa penjaminan
mutu pendidikan oleh satuan pendidikan
ditujukan untuk memenuhi tiga tingkatan acuan
mutu, yaitu: (1) Standar Pelayanan Minimal,
(2) Standar Nasional Pendidikan, dan (3)
Standar mutu pendidikan di atas SNP. Standar
mutu pendidikan di atas SNP dapat berbasis
keunggulan lokal atau mengadopsi/
mengadaptasi standar internasional tertentu.
Untuk penjaminan dan pengendalian mutu
pendidikan sesuai dengan standar nasional
pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan
sertifikasi.
Akreditasi sekolah/madrasah adalah suatu
kegiatan penilaian kelayakan sekolah/madra-
sah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
oleh BAN-S/M yang hasilnya diwujudkan
dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan
(Pasal 1 Permendiknas 29/2005). Dengan
demikian akreditasi merupakan penilaian
terhadap pelaksanaan dan pemenuhan standar
nasional pendidikan.
TAHAPAN PEMENUHAN STANDAR
Secara garis besar tahapan pemenuhan
standar yang perlu dilakukan adalah
sebagai berikut.
1. Penentuan Standar.
Setiap standar (delapan) yang digariskan
dalam Peraturan Pemerintah tentang
Standar Nasional Pendidikan perlu
dijabarkan lebih rinci dan operasional
melalui peraturan menteri pendidikan
nasional. Hal ini sudah dilakukan oleh
Mendiknas sejak tahun 2006 melalui
sejumlah Permendiknas sebagai jabaran
dari Peraturan Pemerintah tentang Standar
Nasional Pendidikan. Perlu diingat bahwa
standar pendidikan bukanlah standar dalam
pengertian yang kaku, tetapi standar yang
terus-menerus meningkat (Tilaar, 2006, p.
76). Dengan demikian standar yang sudah
ditetapkan perlu ditinjau dan ditingkatkan
secara periodik sesuai perkembangan
kebutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
2. Pengenalan Standar.
Pengenalan standar perlu dilakukan seluas-
luasnya kepada pengelola dan
penyelenggara pendidikan. Pengenalan
standar ini belum terlaksana dengan baik,
sangat bervariasi antar standar, antar
daerah, dan antar jenjang pendidikan.
Masih banyak pihak sekolah/madrasah
yang belum mengenal atau mengetahui
secara lengkap seluruh standar yang
seharusnya merupakan landasan dalam
melaksanakan program pendidikan.
Diperlukan upaya pengenalan seluruh
standar kepada semua pihak, oleh
Direktorat terkait, Balitbang, BSNP, Dinas
14
Pendidikan, Kanwil Kemenag, bahkan oleh
lembaga penyelenggara pendidikan.
3. Pemenuhan Standar.
Pihak yang paling berperan penting dalam
pemenuhan standar adalah pengelola
sekolah/madrasah (pendidik dan tenaga
kependidikan). Kalau dipelajari satu per-
satu, standar-standar yang pemenuhannya
terutama ditentukan oleh pengelola satuan
pendidikan adalah standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar
pengelolaan, dan standar penilaian
pendidikan. Sementara pemenuhan standar
oleh Dinas Pendidikan, Kanwil Kemenag,
atau penyelenggara satuan pendidikan,
terutama standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan
prasarana, dan standar pembiayaan.
Dengan demikian pihak yang berperan
penting dalam upaya pemenuhan standar
pendidikan adalah para pendidik dan tenaga
kependidikan, yang sehari-hari
melaksanakan program pendidikan di
sekolah/madrasah.
4. Pengukuran Capaian Standar.
Pengukuran sejauhmana sekolah/madrasah
telah memenuhi standar dilakukan oleh
sebuah lembaga independen dari pihak luar
lembaga pendidikan, yakni Badan
Akreditasi Nasional dan Provinsi. Sekolah
dan madrasah wajib mengikuti akreditasi
yang diadakan satu kali dalam lima tahun.
Jika tidak terakreditasi atau belum meme-
nuhi standar, maka sekolah/madrasah tidak
mempunyai kewenangan menyelenggara-
kan ujian kelulusan dan menandatangani
ijazah (Pasal 61 Undang-Undang nomor 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas).
Berdasarkan pengalaman penulis sebagai
anggota Badan Akreditasi Nasional Sekolah/
Madrasah sejak tahun 2006, kekurangan yang
banyak terjadi ada pada tahap pengenalan dan
pemenuhan standar. Dengan pengenalan yang
baik dan menyeluruh, diharapkan pihak
sekolah/madrasah akan dapat lebih mudah dan
lebih terarah dalam melakukan upaya
pemenuhan standar.
PEMENUHAN STANDAR HINGGA
SAAT INI
Akreditasi adalah penilaian terhadap
pemenuhan standar yang telah dicapai oleh
sekolah/madrasah. Jika sekolah/madrasah yang
mencapai peringkat akreditasi A dianggap
sebagai sekolah/madrasah yang telah
memenuhi standar, maka hingga akhir tahun
2011 baru sedikit sekolah/madrasah yang
memenuhi standar nasional.
1. 18% dari 83.006 TK/RA yang terakreditasi
A atau yang memenuhi standar nasional.
2. 14% dari 165.287 SD/MI yang terakredita-
si A atau yang memenuhi standar nasional.
3. 28% dari 39.417 SMP/MTs yang terakredi-
tasi A atau yang memenuhi standar nasional.
4. 32% dari 15.828 SMA/MA yang terakredi-
tasi A atau yang memenuhi standar
nasional.
5. 41% dari 20.175 program keahlian SMK
yang terakreditasi A atau yang memenuhi
standar nasional.
Pada standar isi masih banyak sekolah/
madrasah yang belum memenuhi waktu
pembelajaran efektif, dan umumnya kelas 1-3
SD/MI belum menerapkan pendekatan tematik.
Standar proses yang mengatur
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses
pembelajaran belum dilaksanakan dengan baik
oleh para guru. Hal ini terlihat dari hasil ujian
yang masih rendah.
Lulusan lembaga pendidikan masih banyak
yang belum memiliki kompetenti yang standar,
dimana dengan batas kelulusan yang masih
rendah, banyak siswa yang kesulitan
mencapainya.
Pendidik dan tenaga kependidikan juga
masih sangat kurang, baik dari segi jumlah,
kualifikasi akademik, maupun kompetensi
sebagai agen pembelajaran. Hingga saat ini
guru yang sudah memenuhi kualifikasi
akademik (sarjana) baru sekitar 16,4 guru TK,
46,3% guru SD, 82,8 guru SMP, dan 93,9 guru
SMA. Padahal guru memiliki peranan yang
sangat penting dalam menghasilkan lulusan
sekolah yang bermutu. Lanier et al. (1986, p.
23) menyatakan: Curriculum plans, instruc-
tional materials, elegant classrooms, and even
15
sensitive and intelligent administrators cannot
overcome the negative effect of weak teaching,
... making the quality of school learning
dependent on the quality of teachers.
Sarana dan prasarana pendidikan masih
memprihatinkan. Dalam laporan akhir tahun
2011, Mendikbud menyampaikan bahwa masih
terdapat 33% gedung SD dan 42% gedung
SMP yang rusak ringan dan berat. Kondisi ini
tentu mempegaruhi proses dan hasil
pendidikan.
Sekolah dan madrasah masih banyak yang
tidak dikelola baik, dimana seringkali sekolah
diselenggarakan dengan hanya melaksaakan
kegiatan secara rutin dan berulang setiap tahun,
tanpa perencanaan jangka panjang yang
disusun sesuai kebutuhan dan perkembangan.
Pembiayaan pendidikan yang terus
meningkat semakin membutuhkan perhatian
dan bantuan dari bebagai pihak terutama
Pemerintah. Dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) sudah diberikan sejak tahun
2005, namun ternyata masih belum memenuhi
kebutuhan biaya penyelenggaraan sekolah/
madrasah yang standar.
Penilaian pendidikan juga masih banyak
dipersoalkan, terutama tentang instrumen yang
digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa.
STRATEGI PEMENUHAN STANDAR
Dalam rangka meningkatkan mutu pendi-
dikan, upaya pemenuhan standar nasional harus
dilakukan oleh semua pihak yang
bertanggungjawab di bidang pendidikan.
Pemenuhan standar yang perlu dilakukan
sekolah/madrasah terutama sebagai berikut.
1. Membentuk Tim Pengembang
Sekolah/Madrasah.
Tim Pengembang Sekolah/Madrasah
(TPS/M) terdiri atas kepala sekolah/
madrasah, wakil unsur guru, wakil komite
sekolah/madrasah, wakil orang tua siswa,
dan pengawas. TPS/M terutama bertugas
untuk menyusun rencana kerja sekolah/
madrasah.
2. Mempelajari Setiap Aspek dalam
Delapan Komponen Standar.
Aspek yang dipersyaratkan dalam standar
pendidikan cukup banyak, sehingga perlu
dipelajari dengan seksama. Untuk
mempelajari dan memahami makna dari
setiap indikator dan aspek dalam standar
pendidikan, diperlukan berbagai referensi
berupa peraturan maupun buku yang
terkait. Salah satu referensi yang dapat
digunakan adalah buku “Strategi
Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan
Dasar” atau “Strategi Pemenuhan Standar
Nasional Pendidikan Menengah” oleh
Jafriansen (penulis).
3. Melakukan Evaluasi Diri
Sekolah/Madrasah.
Evaluasi diri sekolah/madrasah dilaksana-
kan setiap akhir tahun ajaran, yang
mencakup semua (delapan) standar pendi-
dikan. Evaluasi diri dapat menggunakan
instrumen akeditasi, instrumen evaluasi diri
yang dikembangkan oleh Direktorat
Dikdas/Dikmen, Dinas Pendidikan/Kantor
kemenag, atau LPMP.
4. Mengidentifikasi Kesenjangan Evaluasi
Diri dengan Standar.
Hasil evaluasi diri menunjukkan kesen-
jangan atau kekurangan dalam pemenuhan
standar. Dengan membandingkan hasil
evaluasi diri setiap tahun dapat diketahui
sejauhmana perbaikan mutu telah dicapai,
dan aspek dalam standar mana saja yang
masih memerlukan perhatian khusus untuk
ditingkatkan mutunya.
5. Menetapkan Sasaran Peningkatan Mutu
Sasaran peningkatan mutu direncanakan
berdasarkan hasil evaluasi diri. Dalam
menetapkan sasaran perlu diperhatikan
rumusan SMART berikut.
Specific; secara jelas mengidentifikasi-
kan apa yang harus dicapai.
Measurable; secara jelas menggambar-
kan ukuran sasaran
Achievable; dengan kemampuan yang
ada memungkinkan untuk dicapai.
Realistic; wajar sesuai dengan trend
pencapaian selama lima tahun terakhir.
16
Time bond; tercapai dalam jangka
waktu tertentu.
6. Meningkatkan Mutu Sekolah/Madrasah
Sesuai Standar.
Peningkatan mutu sekolah/madrasah
dilaksanakan sesuai sasaran dengan
melibatkan berbagai pihak terkait. Setiap
pendidik dan tenaga kependidikan di
sekolah/madrasah memiliki tugas dan
tanggung jawab dalam upaya peningkatan
mutu sesuai standar yang sudah disepakati
bersama. Kepala sekolah/madrasah ber-
tanggungjawab mengendalikan dan me-
mantau setiap kegiatan yang dilaksanakan.
7. Mempersiapkan Diri Untuk
Diakreditasi.
Setiap sekolah/madrasah wajib mengikuti
akreditasi, bukan hanya memenuhi keten-
tuan pemerintah, tetapi sebagai wujud
pertanggungjawaban lembaga kepada
masyarakat yang mempercayakan anak-
anaknya dididik di sekolah/madrasah
tersebut.
Bagi sekolah/madrasah yang melakukan
enam hal sebelumnya, untuk mengikuti
akreditasi merupakan hal yang mudah dan
tidak banyak hal yang perlu dipersiapkan
lagi.
Di samping sekolah/madrasah, pihak lain
yang bertanggungjawab dalam pemenuhan
standar juga perlu melakukan berbagai upaya
mendukung program yang akan dan sedang
dilaksanakan pihak sekolah/madrasah.
Pemenuhan standar yang perlu dilakukan oleh
Dinas Pendidikan dan Kantor Kemenag di
tingkat provinsi dan kabuaten/kota, serta
penyelenggara pendidikan, terutama adalah
sebagi berikut.
1. Melakukan Sosialisasi Standar
Pendidikan.
Semua peraturan dan informasi tentang
standar pendidikan perlu disampaikan
kepada sekolah/madrasah melalui kegiatan
sosialisasi atau pelatihan. Selama ini hanya
sebagian standar yang sudah disosialisa-
sikan, sementara sekolah/madrasah harus
memenuhi setiap standar. Hingga saat ini
masih sedikit sekolah/madrasah yang
berupaya mencari dan mempelajari sendiri
peraturan-peraturan yang terkait dengan
standar pendidikan.
2. Menganalisis Hasil Akreditasi dan
Membandingkan dengan Standar.
Hasil akreditasi yang telah dilakukan ter-
hadap 65% sekolah/madrasah di Indonesia
merupakan informasi penting yang dapat
dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk
dibandingkan dengan standar yang harus
dipenuhi oleh sekolah/madrasah.
3. Memperhatikan dan Menindaklanjuti
Rekomendasi dari Badan Akreditasi
Sekolah/Madrasah.
Setiap akhir pelaksanaan akreditasi, Badan
Akreditasi Sekolah/Madrasah menyusun
dan menyampaikan rekomendasi
penjaminan mutu pendidikan berdasarkan
hasil akreditasi sekolah/madrasah pada
tahun berjalan. Rekomendasi disampaikan
kepada Dinas Pendidikan dan Kantor
Kemenag di provinsi maupun di
kabupaten/kota. Rekomendasi tersebut
sangat berharga untuk dimanfaatkan
sebagai bahan perencanaan peningkatan
mutu pendidikan di daerah masing-masing.
4. Menyusun Program Peningkatan Mutu
Pendidikan Sesuai Kebutuhan dan
Prioritas.
Berdasarkan hasil dan rekomendasi yang
disampaikan oleh Badan Akreditasi
Sekolah/Madrasah setiap tahun dapat
diketahui kebutuhan sekolah/madrasah di
setiap daerah. Dinas Pendidikan dan Kantor
Kemenag di provinsi maupun di
kabupaten/kota dapat menentukan program
prioritas setiap tahun, sehingga secara
bertahap kualitas pendidikan terus
meningkat dan terukur.
5. Membantu Sekolah/Madrasah dalam
Meningkatkan Mutu Sesuai
Kewenangannya.
Meskipun delapan standar pendidikan
diupayakan pemenuhannya di sekolah/
madrasah, namun beberapa standar tidak
dapat dipenuhi oleh sekolah/madrasah
tanpa bantuan dari pihak lain. Tiga
komponen standar yang masih sangat
kurang dan terutama harus didukung oleh
Dinas Pendidikan dan Kantor Kemenag di
17
provinsi maupun di kabupaten/kota adalah
komponen pembiayaan, komponen sarana
dan prasarana, serta komponen jumlah,
kualifikasi dan kompetensi pendidik serta
tenaga kependidikan.
6. Mendukung Pelaksanaan Akreditasi
Sesuai Tanggungjawabnya.
Persiapan dan pelaksanaan akreditasi
sekolah/madrasah perlu didukung oleh
semua pihak, terutama Dinas Pendidikan
dan Kantor Kemenag di provinsi maupun di
kabupaten/kota. Dukungan tersebut dapat
berupa penyedian data dan informasi yang
lengkap tentang sekolah/madrasah yang
ada di wilayah masing-masing, serta
memberikan pembinaan kepada sekolah/
madrasah yang akan mengikuti akreditasi.
PENUTUP
1. Standar nasional pendidikan bertujuan
menjamin mutu pendidikan nasional dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat.
2. Pemenuhan standar nasional pendidikan
dilakukan secara bertahap, sistematis, dan
terencana dalam suatu program penjaminan
mutu yang memiliki target dan kerangka
waktu yang jelas.
3. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Agama, Pemerintah provinsi/
kabupaten/kota, dan penyelenggara satuan
pendidikan harus melakukan pembinaan
yang sungguh-sungguh kepada sekolah/
madrasah yang menjadi tanggungjawab-
nya, agar sekolah/madrasah dapat segera
memenuhi bahkan melampaui standar
nasional pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Jafriansen, Strategi Pemenuhan Standar
Nasional Pendidikan Dasar (SD/MI dan
SMP/MTs), Perca. Jakarta, 2011.
Jafriansen, Strategi Pemenuhan Standar
Nasional Pendidikan Menengah (SMA/MA
dan SMK), Perca. Jakarta, 2011.
Lanier, J.E. et. al. Tomorrow’s Teachers. The
Holmes Group Inc. New York, 1986.
Peningkatan Manajemen Melalui Penguatan
Tata Kelola dan Akuntabilitas di Sekolah/
Madrasah (Materi Pelatihan Satuan
Pendidikan Dasar tahun 2011), Kerjasama
Kemdiknas, Kemenag dan Ausaid.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No-
mor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Sallis, E., Total Quality Management in
Education, Kogan Page Limited. London,
1993.
Schlechty, P.C. Leading for Learning, How to
Transform Schools into Learning Organi-
zations, Jossey-Bass. San Francisco, 2009.
Tilaar, H.A.R., Standarisasi Pendidikan
Nasional - Suatu Tinjauan Kritis, Rineka
Cipta. Jakarta, 2006.
Undang–undang RI Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
0
Abstract
Human capital is a way of defining and
categorizing peoples skills and abilities as
used in employment and otherwise
contribute to the economy. Human
capital refers to the stock of skills and
knowledge embodied in the ability to
perform labor so as to produce economic
value. Many early economic theories refer
to it simply as labor, one of three factors
of production, and consider it to be a
fungible resource — homogeneous and
easily interchangeable. Other
conceptions of labor dispense with these
assumptions, four types of fixed capital
(which is characterized as that which
affords a revenue or profit without
circulating or changing masters). The four
types were: 1) useful machines,
instruments of the trade; 2) buildings as
the means of procuring revenue; 3)
improvements of land and 4) human
capital. Knowledge management (KM)
does not have a beginning and an end, it
is on going, knowledge management is
about people, knowledge management is
orderly and goal-directed, knowledge
management is never fixed and
unchanging, knowledge management is
value-added, knowledge management is
visionary, knowledge management is
complementary.
PENDAHULUAN
Ciri utama era globalisasi, antara lain
ditandai dengan adanya gejolak
persaingan yang semakin ketat dalam
berbagai tatanan kehidupan. Untuk
menghadapi kondisi ini, dibutuhkan
sumber daya manusia yang berkualitas
dalam hal ini “instrumen” yang ampuh
untuk mobilisasi peningkatan kualitas
sumber daya manusia tersebut dapat
ditempuh antara lain melalui pendidikan.
Di Indonesia, instrumen peningkatan
kualitas sumber daya manusia pada saat
ini dipertegas dalam pasal 12 ayat 2 UU
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, disebutkan antara lain: "Bidang
pemerintahan yang wajib dilaksanakan
oleh daerah kabupaten dan kota meliputi
pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan
dan kebudayaan, pertanian,
perhubungan, industri dan perdagangan,
penanaman modal, lingkungan hidup,
pertahanan, koperasi dan tenaga kerja".
Pada era otonomi daerah saat ini berbagai
bidang pembangunan mengalami
perubahan termasuk bidang pendidikan
yang selama ini dijalankan dan diatur
secara sentralistik akibat dianutnya asas
dekonsentrasi bergeser menjadi tanggung
jawab Pemda Provinsi dan Kab/Kota
sebagai pelaksana atas desentralisasi.
Dalam pelaksanaannya, ternyata tidak
semudah membalik telapak tangan
termasuk pembangunan bidang
pendidikan.
Salah satu permasalahan pendidikan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah
rendahnya mutu pendidikan pada setiap
jenjang dan satuan pendidikan, khususnya
perguruan tinggi dalam rangka merespon
dan menyikapi kebijakan Badan Hukum
Pendidikan (BHP) dan Badan Hukum Milik
Negara (BHMN) dewasa ini. Berbagai usaha
telah dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional, melalui
MENEMPATKAN PENDIDIKAN DALAM KERANGKA HUMAN INVESTMENT
Heru Sukarno
(Dosen STKIP Purnama)
1
pengembangan kurikulum nasional dan
lokal, peningkatan kompetensi guru dan
dosen (UU RI Nomor 14 Tahun 2005 dan PP
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
melalui berbagai upaya konkret, antara
lain; pengembangan profesionalisme,
pendidikan dan pelatihan, pengadaan
sarana dan prasarana, dan infrastruktur
lainnya, serta peningkatan mutu
manajemen kampus. Namun demikian,
berbagai indikator mutu pendidikan
belum menunjukkan peningkatan yang
berarti.
Realitas tersebut, boleh jadi merupakan
akumulasi dari kebijakan yang dijalankan
pemerintah selama ini yang tidak melihat
dan menempatkan pendidikan sebagai
upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia secara proposional. Berbeda
dengan negara-negara lain di asia
tenggara dimana pada awal tahun 1965-an
beberapa negara berkembang termasuk
Indonesia berlomba-lomba mengaju-kan
pinjaman uang kepada badan keuangan
dunia (IMF). Beberapa negara berkembang
di Asia menginvestasikan pinjaman
tersebut untuk pengembangan
pendidikan, sedangkan Indonesia
menanamkan pinjaman tersebut untuk
memperkuat pertahanan dan ekonomi,
sehingga tiga puluh tahun kemudian
beberapa negara yang telah
menginvestasikan pinjaman IMF untuk
dunia pendidikan memetik hasil, tetapi
Indonesia menjadi sebaliknya.
Menyadari kondisi yang dihadapi bangsa
Indonesia, Kemdiknas berupaya
menempatkan pendidikan dalam kerangka
human investment (investasi untuk
pembangunan SDM). Disadari bahwa
kerangka tersebut tak mudah dijabarkan
dan langsung kelihatan hasilnya.
PERMASALAHAN
Berdasarkan paparan di atas, maka
permasalahan pendidikan sebagai Human
Investment (pembangunan sumber daya
manusia) akan menyoroti beberapa hal
sebagai berikut:
1. Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production function atau input-output analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan dosen, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
2. Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan kampus sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakannya tidak sesuai kondisi kampus setempat. Kampus lebih merupakan sub-ordinasi dari birokrasi di atasnya sehingga mereka kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi/ kreativitas/inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan
2
mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
3. Peran serta komunitas kampus khususnya dosen dan peran serta stakeholder, khususnya orangtua mahasiswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi dosen dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di kampus sangat tergantung pada dosen. Dikenalkan pembaruan apapun jika dosen tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di kampus tersebut. Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan dana, sedang dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral, dan barang/jasa kurang diperhatikan.
4. Akuntabilitas kampus terhadap masyarakat juga lemah. Kampus tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua mahasiswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder).
Berdasarkan permasalahan tersebut di
atas, salah satu upaya perbaikan adalah
melakukan reorientasi penyelenggaraan
pendidikan, manajemen peningkatan
mutu kampus.
Peran Pendidikan dalam Human
Investment
Human investment berasal dari kata
human berarti manusia dan invesment
berarti investasi, maka secara harfiah
human investment dapat diartikan
sebagai investasi manusia atau manusia
dianggap sebagai obyek sumber daya.
Dalam konteks pengembangan sumber
daya manusia, Human investment
merupakan suatu disiplin ilmu
multidisipliner secara konseptual memiliki
berbagai dimensi yang beraneka ragam
berdasarkan pada sudut pandang disiplin
ilmu. Human investment dipandang
sebagai sesuatu kekuatan produktif baik
sebagai subjek maupun sasaran
pembangunan nasional. Dari sisi
kebudayaan human investment
merupakan subjek pembangunan yang
memiliki sistem nilai yang berfungsi
sebagai sumber penggerak pembangunan.
Perkembangan teori human investment
berkaitan erat dengan konsep human
capital pada disiplin ilmu ekonomi yang
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
fase perkembangan, yakni: Zaman
Neoklasik. Pada zaman Neoklasik saat
sebelum terjadinya revolusi industri di
Eropa, filsafat ekonomi belum
menganggap bahwa sumber daya manusia
merupakan faktor capital dan Zaman
Teori Human Capital Modern: Sejak
human capital disusun secara sistematis
dalam suatu kerangka ilmu pengetahuan
(body of knowledge) pada awal tahun
1960-an, perkembangannya sangat
menakjubkan yang memperkaya khasanah
ilmu ekonomi sumber daya manusia.
Peran pendidikan dalam human
investment dapat dipandang dari dua sisi.
Pertama, peran pendidikan secara
eksternal dalam arti organisasi, lembaga
bahkan negara melihat manusia sebagai
sumber daya yang perlu dididik agar
memberikan daya dukung dan
produktifitas optimal terhadap organisasi,
lembaga atau pembangunan bangsa.
Kedua, peran pendidikan secara internal
dalam arti pendidikan dipandang oleh
manusia itu sendiri sebagai kebutuhan.
Berkaitan dengan konteks peran
pendidikan dalam human investment ini,
Steven G. Smith (1992), menggambarkan
secara alami pentingnya penguasaan
pengetahuan bahwa, "Knowledge
Management (KM) does not have a
3
beginning and an end. It is on going",
Penjelasannya dapat dilihat pada gambar
berikut:
▪ KM is about people. Apa yang diketahui masyarakat, dan bagaimana pengetahuan mereka dapat mendukung sasaran yang akan dicapai seperti: kemampuan manusia, intuisi, gagasan, dan motivasi adalah dasar pengetahuan.
▪ KM is orderly and goal-directed. Manajemen pengetahuan diikat oleh sasaran strategjs organisasi. Untuk itu penggunaan informasi semestinya praktis dan penuh arti.
▪ KM is never fixed and unchanging. Tidak ada hukum abadi dalam KM. Pengetahuan secara konstan diuji, diperbarui, ditinjau kembali, dan kadang-kadang bahkan tidak lagi dapat dipraktikkan. Ini merupakan suatu proses berkelanjutan.
▪ KM is value-added. Ketika beberapa keahlian disajikan dan dihubungkan, organisasi dapat saling menukar gagasan yang akan menghasilkan ahli yang dapat menasihati atau mendidik para manajer untuk pengembangan dalam kecenderungan terbaru.
▪ KM is visionary. Visi manajemen pengetahuan merupakan hal strategis yang menghasilkan gairah dan memotivasi para manajer untuk
bekerja sama ke arah tercapainya tujuan umum.
▪ KM is complementary. Manajemen pengetahuan dapat terintegrasi dengan prakarsa organisatoris lain seperti Total Quality Management (TQM). Adalah penting bagi para manajer pengetahuan untuk meraih sukses.
Permalasahannya sekarang adalah
bagaimana mengembangkan mutu
pendidikan di Indonesia jika kita
menyadari bahwa, salah satu faktor
penting dalam penggerak pembangunan
adalah kualitas sumber daya manusia.
Manajemen Pendidikan Masa Depan
Penguasaan pengetahuan melalui proses
pendidikan merupakan salah satu realisasi
knowledge management (KM). Bukti-bukti
empirik manajemen pendidikan
menunjukkan lemahnya pola lama
manajemen pendidikan nasional dan
digulirkannya otonomi daerah, telah
mendorong dilakukannya penyesuaian diri
dari pola lama manajemen pendidikan
menuju pola baru manajemen pendidikan
masa depan yang lebih bernuansa otonomi
dan yang lebih demokratis. Tabel berikut
menunjukkan dimensi-dimensi perubahan
pola manajemen, dari yang lama menuju
yang baru.
Perubahan Pola Manajemen Pendidikan
Pola Lama Menuju Pola Baru
Subordinasi Otonomi
Pengambilan
keputusan terpusat
Pengambilan
keputusan partisipatif
Ruang gerak kaku Ruang gerak luwes
Pendekatan birokratik Pendekatan profesional
Sentralistik Desentralistik
Diatur Motivasi diri
Overregulasi Deregulasi
People
Process Techno-logy
KM
Knowledge Management (KM)
4
Pola Lama Menuju Pola Baru
Mengontrol Mempengaruhi
Mengarahkan Memfasilitasi
Menghindari resiko Mengelola resiko
Gunakan uang
semuanya
Gunakan uang
seefisien mungkin
Individual yang cerdas Teamwork yang cerdas
Informasi terpribadi Informasi terbagi
Pendelegasian Pemberdayaan
Organisasi herarkis Organisasi datar
Pada pola lama, tugas dan fungsi kampus
lebih pada melaksanakan program dari
pada mengambil inisiatif merurrtuskan
dan melaksanakan program peningkatan
mutu yang dibuat sendiri oleh kampus.
Sedang pada pola baru kampus memiliki
wewenang lebih besar dalam pengelolaan
lembaganya, pengambilan keputusan
dilakukan secara partisipatif dan
partsisipasi masyarakat makin besar,
kampus lebih luwes dalam mengelola
lembaganya, pendekatan profesionalisrne
lebih diutamakan dari pada pendekatan
birokrasi, pengelolaan kampus lebih
desentralistik, perubahan kampus lebih
didorong oleh motivasi-diri kampus dan
pada diatur dari luar kampus, regulasi
pendidikan lebih sederhana, peranan
pusat bergeser dari mengontrol menjadi
mempengaruhi dan dari mengarahkan ke
memfasilitasi, dari menghindari resiko
menjadi mengolah resiko, penggunaan
uang lebih efisien karena sisa anggaran
tahun ini dapat digunakan untuk anggaran
tahun depan (efficiency-based
budgeting), lebih mengutamakan
teamwork, informasi terbagi ke semua
warga kampus, lebih mengutamakan
pemberdayaan, dan struktur organisasi
lebih datar sehingga lebih efisien.
PEMBAHASAN
Penguasaan pengetahuan atau knowledge
management (KM) seperti yang dimaksud,
dapat dilakukan melalui lembaga
pendidikan atau kampus-kampus yang
didasari oleh pemikiran bahwa, jika
kampus ingin sukses, maka seyogyanya
karakteristik kampus efektif dapat
dijadikan kerangka acuan. Karakteristik
yang dimaksud adalah kampus yang secara
inklusif memuat elemen-elemen kampus
efektif, yakni meliputi; input, proses, dan
output.
Input Pendidikan
Berkaitan dengan input dari kampus
efektif seyogyanya kampus
memperhatikan beberapa aspek berikut:
Pertama, memiliki kebijakan, tujuan, dan
sasaran mutu yang jelas. Secara formal,
kampus menyatakan dengan jelas tentang
keseluruhan kebijakan, tujuan, dan
sasaran kampus yang berkaitan dengan
mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran
mutu tersebut dinyatakan oleh pimpinan
kampus. Kebijakan, tujuan, dan sasaran
mutu tersebut disosialisasikan kepada
semua warga kampus, sehingga tertanam
pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga
sampai pada kepemilikan karakter mutu
oleh warga kampus.
Kedua, sumberdaya tersedia dan siap.
Sumberdaya merupakan input penting
yang diperlukan untuk berlangsungnya
proses pendidikan di kampus. Tanpa
sumberdaya yang memadai, proses
pendidikan di kampus tidak akan
berlangsung secara memadai, dan pada
gilirannya sasaran kampus tidak akan
tercapai. Sumberdaya dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu
sumberdaya manusia dan sumberdaya
selebihnya (uang, peralatan,
5
perlengkapan, bahan, dan sebagainya)
dengan penegasan bahwa sumberdaya
selebihnya tidak mempunyai arti apapun
bagi perwujudan sasaran kampus, tanpa
campur tangan sumberdaya manusia.
Secara umum, kampus harus memiliki
tingkat kesiapan sumberdaya yang
memadai untuk menjalankan proses
pendidikan. Artinya, segala sumberdaya
yang diperlukan untuk menjalankan
proses pendidikan harus tersedia dan
dalam keadaan siap. Ini bukan berarti
bahwa sumberdaya yang ada harus mahal,
akan tetapi kampus yang bersangkutan
dapat memanfaatkan keberadaan
sumberdaya yang ada di lingkungan
kampus. Karena itu diperlukan pimpinan
kampus yang mampu memobilisasi
sumberdaya yang ada di sekitamya.
Ketiga, staff yang kompeten dan
berdedikasi tinggi. Meskipun telah
disinggung tentang ketersediaan dan
kesiapan sumberdaya manusia (staf),
namun pada bagian ini perlu ditekankan
lagi karena staf merupakan jiwa kampus.
Kampus yang efektif pada umumnya
memiliki staf yang mampu (kompeten)
dan berdedikasi tinggi terhadap
kampusnya. Implikasinya jelas, yaitu, bagi
kampus yang ingin efektivitasnya tinggi,
maka kepemilikan staf yang kompeten dan
berdedikasi tinggi merupakan keharusan.
Keempat, memiliki harapan prestasi yang
tinggi. Kampus mempunyai dorongan dan
harapan yang tinggi untuk meningkatkan
prestasi peserta didik dan kampusnya.
Pimpinan kampus memilih komitmen dan
motivasi yang kuat untuk meningkatkan
mutu kampus secara optimal.
Dosen memiliki komitmen dan harapan
yang tinggi bahwa anak didiknya dapat
mencapai tingkat prestasi yang maksimal,
walaupun dengan segala keterbatasan
sumberdaya pendidikan yang ada di
kampus. Sedang peserta didik mempunyai
motivasi untuk selalu meningkatkan diri
urrtuk berprestasi sesuai dengan bakat
dan kemampuannya. Harapan tinggi dari
ketiga unsur kampus ini merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan kampus
selalu dinamis untuk selalu menjadi lebih
baik dari keadaan sebelumnya.
Kelima, fokus pada pelanggan (khususnya
mahasiswa). Pelanggan, terutama
mahasiswa, harus merupakan fokus dari
semua kegiatan kampus. Artinya, semua
input dan proses yang dikerahkan di
kampus utamanya tertuju untuk
meningkatkan mutu dan kepuasan peserta
didik. Konsekuensi logis dari ini semua
adalah bahwa penyiapan input dan proses
belajar mengajar harus benar-benar
mewujudkan sosok utuh mutu dan
kepuasan yang diharapkan dari
mahasiswa.
Keenam, input manajemen. Kampus
memiliki input manajemen yang memadai
untuk menjalankan kegiatan kampus.
Pimpinan kampus dalam mengatur dan
mendorong kampusnya menggunakan
sejumlah input manajemen. Kelengkapan
dan kejelasan input manajemen akan
membantu pimpinan kampus mengelola
kampusnya dengan efektif. Input
manajemen yang dimaksud meliputi tugas
yang jelas, rencana yang rinci dan
sistematis, program yang mendukung bagi
pelaksanaan rencana, ketentuan-
ketentuan (regulasi) yang jelas sebagai
panutan bagi warga kampusnya untuk
bertindak, dan adanya sistem
pengendalian mutu yang efektif dan
efisien untuk meyakinkan agar sasaran
yang telah disepakati dapat dicapai.
Proses
6
Kampus efektif adalah kampus yang
menerapkan konsep efektivitas proses
pembelajaran yang tinggi. Ini ditunjukkan
oleh sifat PBM yang menekankan pada
pemberdayaan peserta didik. PBM bukan
sekadar memorisasi dan recall, bukan
sekadar penekanan pada penguasaan
pengetahuan tentang apa yang diajarkan
(logos), akan tetapi lebih menekankan
pada internalisasi tentang apa yang
diajarkan sehingga tertanam dan
berfungsi sebagai muatan nurani dan
dihayati (ethos) serta dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari oleh peserta didik
(pathos), PBM yang efektif juga lebih
menekankan pada belajar mengetahui
(learning to know), belajar bekerja
(learning to do), belajar hidup bersama
(learning to live together), dan belajar
menjadi diri sendiri (learning to be).
Di samping itu, karakteristik lainnya yang
perlu dimiliki dalam menbangun kampus
efektif meliputi: 1) kepemimpinan
kampus yang kuat; 2) lingkungan kampus
yang aman dan tertib; 3) pengelolaan
tenaga kependidikan yang efektif; 4)
memiliki budaya mutu; 5) memiliki
"teamwork" yang kompak, cerdas, dan
dinamis; 6) memiliki kewenangan
(kemandirian); 7) partisipasi yang tinggi
dari warga kampus dan masyarakat; 8)
memiliki keterbukaan (transparansi)
manajemen; 9) memiliki kemauan untuk
berubah (psikologis dan fisik); 10)
melakukan evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan; 11) responsif dan
antisipatif terhadap kebutuhan; 12)
memiliki komunikasi yang baik; 13)
memiliki akuntabilitas; dan 14) memiliki
kemampuan menjaga sustainabilities.
Output yang Diharapkan
Kampus harus memiliki output yang
diharapkan. Output kampus adalah
prestasi kampus yang dihasilkan oleh
proses pembelajaran dan manajemen di
kampus. Pada umumnya, output dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output
berupa prestasi akademik (academic
achievement) dan output berupa prestasi
non-akademik (non-academic
achievement). Output prestasi akademik
misalnya, standar IPK minimal 2,75 atau
3.00, lomba karya ilmiah, lomba (pidato
bahasa Inggris, debating dan teknologi
inovasi), cara-cara berpikir (kritis,
kreatif/divergen, nalar, rasional,
induktif, deduktif, dan ilmiah) dan
novelty. Output non - akademik, misalnya
keingintahuan yang tinggi, harga diri,
kejujuran, kerjasama yang baik, rasa
kasih sayang yang tinggi terhadap sesama,
solidaritas yang tinggi, toleransi,
kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga,
kesenian, dan pecinta alam.
KESIMPULAN
Human investment dipandang sebagai
sesuatu kekuatan produktif baik sebagai
subyek maupun sasaran pembangunan
nasional. Dari sisi kebudayaan human
investment merupakan subjek
pembangunan yang memiliki sistem nilai
yang berfungsi sebagai sumber penggerak
pembangunan. Salah satu bagian yang tak
terpisahkan dalam teori investasi sumber
daya manusia adalah pendidikan.
Pemerataan pendidikan diperlukan
sebagai prasyarat untuk percepatan
pembangunan ekonomi dan sosial.
Pendidikan dasar yang baik akan
membekali anak didik untuk
mengembangkan diri dalam pekerjaannya
maupun untuk melanjutkan pendidikan
yang lebih tinggi. Namun, pendidikan
dasar tanpa kualitas tidak banyak
memberikan kegunaan bagi seseorang.
7
DAFTAR PUSTAKA
Ace Suryadi (2002) Pendidikan, Investasi
SDM, dan Pembangunan: Isu,Teori,
dan Aplikasi. Jakarta: Balai Pustaka.
Dadang Suhardan (2006) Pengawasan
Profesional. Bandung: Dewa Rhuci, \
http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/
html/plp/01PLP MPMBS
KONSEP.htm09/09/ 2006
Indra Djati Sidik: Memperbaiki Kelemahan
Masa Lalu. Republika, Minggu, 30 Mei
2004
PPRI Nomor 55 Tahun 1998, Tentang
Perubahan Atas PPRI Nomor 28 Tahun
1990 Tentang Pendidikan Dasar.
Pendidikan dalam Program 100 Hari
Mendiknas. Kompas, Selasa, 23
November 2004
Robbins, P Stephen. (1996) Organizational
Behavior, alih bahasa Hadyana
Pujaatmaka, Prentice Hall, New
Jersey.
Steven G. Smith (1992) The Concept of
Human Nature. Philadelphia: Temple
University Press.
Sugiyono (2001) Metode Penelitian
Administrasi, Bandung: Alfabeta.
Strauss, George et al. (1996) The Human
Problem of Management, Alih bahasa
Grace M. Hadikusuma, Jakarta:
Pustaka Binaan Presindo.
8
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kemajuan teknologi komunikasi
dan informasi sangat pesat dan
merambah banyak aspek kehidupan
manusia, tidak terkecuali dalam dunia
pendidikan. Bagaimana media internet
dapat dimanfaatkan dalam
meningkatkan mutu pendidikan.
Internet berawal dari institusi
pendidikan dan penelitian di Amerika,
walaupun pada awalnya penggunaan
internet adalah untuk kepentingan
bisnis yang dimulai sejak tahun 1995.
Jika dibandingkan dengan masyarakat
di luar negeri, internet ini sering
disosialisasikan dengan bisnis dan
entertainment, namun saat ini dunia
pendidikan terus memaksimalkan
manfaat keberadaan internet.
Internet sebagai salah satu media
pembelajaran sangat dibutuhkan saat
ini, baik secara langsung sebagai media
pembelajaran jarak jauh atau sebagai
sarana bagi siswa untuk mencari
berbagai sumber informasi materi
pelajaran yang sedang dipelajari oleh
para siswa. Penggunaan media
pembelajaran sebagai suplemen
pengajaran di kelas, akan efektif dan
lebih mudah diterima.
Salah satu media suplemen
pembelajaran yang sedang marak
dilakukan saat ini adalah internet.
Adanya internet merupakan salah satu
solusi pamungkas untuk mengatasi
masalah-masalah yang dialami dalam
dunia pendidikan. Di Indonesia,
masalah kelangkaan sumber informasi
konvensional (perpustakaan) lebih
berat dibandingkan dengan di tempat
lain. Pemanfaatan media internet
hanya sebagian kecil sekolah yang
memiliki sambungannya (Internet
Connectivity), tetapi belum
seluruhnya sekolah dilengkapi dengan
fasilitas Local Area Network (LAN).
Untuk memanfaatkan internet perlu
dukungan dari para guru dalam
memanfaatkan media internet untuk
pembelajaran dan juga akan
menyatakan kesiapan untuk
melengkapi lembaga pendidikan
(sekolah) dengan jaringan LAN dan
sambungan internet. Hal ini akan
menuntut peran serta peserta didik
dan masyarakat umum (orang tua)
untuk memanfaatkan media internet.
Menurut Rahardjo (2002)
sebagaimana dikutip di situs
Depdiknas, bahwa manfaat internet
bagi pendidikan adalah dapat menjadi
akses kepada sumber informasi, akses
kepada nara sumber, dan sebagai
media kerjasama
(pustekkom.depdiknas.go.id).
Penggunaan internet yang intensif dan
tepat guna akan mempunyai korelasi
yang signifikan terhadap prestasi
PENGARUH INTERNET TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
SISWA SMK HARAPAN BANGSA DEPOK
Atjah Tursina Martasasmita
(Dosen STKIP Purnama)
9
belajar. Ibrahim (1982) dalam Dubatar
(2008) mengatakan bahwa media
belajar mampu mebangkitkan minat
dan motivasi siswa dalam belajar.
Fasilitas internet sebagai
penunjang kegiatan belajar mengajar
di kalangan siswa sekolah menengah
atas sudah mulai diterapkan. Motivasi
belajar yang tinggi akan mampu
menunjang prestasi siswa. Hal ini
dikuatkan oleh hasil penelitian
Supartini (2008), bahwa motivasi
belajar berpengaruh secara signifikan
terhadap hasil belajar atau prestasi
belajar siswa. Selain itu, ternyata
internet sebagai media belajar juga
mampu merangsang kreativitas
seseorang. Menurut Surya (2006)
bahwa Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) akan memberikan
peluang berkembangnya kreativitas
dan kemandirian belajar siswa.
Kreativitas sama absahnya seperti
intelegensi sebagai prediktor prestasi
sekolah (Munandar, 1977).
Strategi pembelajaran yang
interaktif dapat menciptakan suasana
belajar yang kreatif sehingga guru
dapat mengaktualisasikan dirinya
dalam proses pembelajaran yang akan
diikuti dengan motivasi belajar siswa.
Media belajar merupakan konsep
pembelajaran yang aktif serta inovatif.
Kualitas pembelajaran di kelas dan
memaksimalkan materi pelajaran yang
disampaikan.
Penggunaan media pembelajaran
yang tepat akan dapat memberikan
motivasi belajar bagi para siswa.
Motivasi belajar dapat diartikan suatu
keadaan atau kondisi yang mendorong,
merangsang atau menggerakkan
seseorang untuk belajar sesuatu atau
atau melakukan kegiatan untuk
mencapai suatu tujuan.
Motif dan Motivasi Belajar
Motif adalah kekuatan yang
memobilisasi dan menyalurkan energi
itu sendiri digerakkan oleh suatu
keadaan tertentu yang mendorong
suatu organisme ke arah keadaan
tertentu. Dalam kegiatan proses
belajar akan berhasil baik, kalau siswa
tekun mengerjakan tugas, ulet dalam
memecahkan berbagai masalah dan
hambatan secara mandiri. Siswa yang
belajar dengan baik tidak akan
terjebak pada sesuatu rutinitas dan
mekanis, mampu mempertahan-kan
pendapatnya kalau diyakini dan
dipandangnya cukup rasional. Bahkan
seorang siswa yang memiliki motivasi
belajar yang kuat peka dan responsif
terhadap berbagai masalah umum, dan
memikirkan bagaimana
pemencahannya. Diantara ciri orang
yang termotivasi adalah tidak cepat
bosan dengan tugas-tugas rutin dan
tidak cepat puas dengan hasil yang
telah didapatkan (Sadirman, 2000).
Sedangkan menurut Frandsen dalam
Sadirman (2000) disebutkan bahwa hal
yang mendorong seseorang untuk
belajar diantaranya adalah selalu ingin
tahu dan adanya keinginan untuk
memperbaiki kegagalan di masa lalu
dengan usaha yang lebih keras.
Dalam disiplin ilmu psikologi,
motivasi mengacu pada konsep yang
digunakan untuk menerangkan
kekuatan-kekuatan yang ada dan
bekerja pada diri organisme atau
individu yang menjadi penggerak dan
10
pengarah tingkah laku individu
tersebut untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Dengan motivasi, seseorang
akan dapat melakukan suatu tindakan.
Jika tidak ada motivasi. Maka individu
tidak akan dapat mencapai tujuannya.
Berikut ini adalah beberapa definisi
motivasi dari para ahli.
"A motive is an inner state that
energizes activates, or moves (hence
'motivation'), and that directs or
channels behavior toward goals." Motif
adalah keadaan dalam diri yang
membangkitkan, mengaktifkan, atau
menggerakkan (selanjutnya disebut
motivasi), dan mengarahkan atau
menyalurkan tingkah laku pada tujuan
(Luthan, F., 1981:150).
"Motivation is usually defined as
the process by which behaviour is
energized and directed." Motivasi
biasanya didefinisikan sebagai proses
yang membangkitkan dan
mengarahkan tindakan (Wexley &
Yukl, 1977:75).
Dari beberapa definisi tersebut,
secara umum dapat dikatakan bahwa
istilah motivasi ini digunakan untuk
menunjukkan pengertian sebagai
berikut:
a. Pemberi daya/pembangkit tingkah laku manusia. Konsep ini menunjuk pada suatu kekuatan dalam diri individu (energy) yang mendorong tindakan dengan cara-cara tertentu
b. Pemberi arah pada tingkah laku manusia. Konsep ini menunjuk adanya orientasi/ arah tingkah laku pada suatu tujuan.
Telah banyak penelitian yang
dilakukan untuk mengkaji
pengggunaan internet dalam proses
pembelajaran. Penggunaan media
internet dalam proses pembelajaran
khususnya dalam memotivasi siswa,
telah dilakukan penelitian oleh Novita
Riana Lubis (2010), dengan judul
pengaruh pemanfaatan layanan
internet terhadap Motivasi Belajar
Siswa SMA, Negeri 2 Medan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
pemanfaatan layanan internet sangat
bermanfaat dalam mendukung proses
belajar mengajar dan adanya pengaruh
yang signifikan antara pemanfaatan
layanan internet terhadap motivasi
belajar siswa SMA Negeri 2 Medan
ditunjukkan oleh hasil uji t hitung
variabel ketersediaan sarana layanan
(X) adalah 45,314. Nilai t tabel pada a
= 5% untuk uji satu arah, dengan
derajat kebebasan (df) = (n - k) yaitu
(254 - 1) = 253 yaitu 1,960. Maka
variabel pemanfaatan Layanan
Internet dinyatakan berpengaruh
positif signifikan terhadap motivasi
belajar dengan kriteria t hitung > t
tabel atau 45,314 > 1,960r = 1,960
pada α = 5%. Pengaruh Pemanfaatan
Layanan Internet perpustakan
terhadap motivasi belajar siswa SMA
Negeri 2 Medan.
Berdasarkan penjelasan tersebut,
dapatlah diketahui bahwa banyak
manfaat positif yang dapat diperoleh
guru dan siswa dari internet jika
digunakan secara bijak dalam proses
pembelajaran, khususnya dalam
memotivasi belajar siswa. Oleh karena
perlu kajian tentang: "Pengaruh
Peranan Internet Terhadap Motivasi
Belajar Siswa".
Rumusan Masalah
11
Berlandaskan pada uraian latar
belakang masalah yang telah diuraikan
tersebut di atas, maka beberapa
masalah yang menjadi kajian
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan dan pengaruh penggunaan media internet dalam meningkatkan motivasi belajar siswa kelas II SMK Harapan Bangsa Depok?
2. Seberapa besar pengaruh penggunaan media Internet dalam meningkatkan motivasi belajar siswa kelas II di SMK Harapan Bangsa Depok?
3. Kendala-kendala apa saja yang dialami dalam memanfaatkan media internet untuk meningkatkan motivasi belajar siswa kelas II di SMK Harapan Bangsa Depok?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui: (a) ada tidaknya
hubungan yang kuat dan positif dari
peranan internet dengan motivasi
belajar siswa, dan (b) seberapa besar
pengaruh internet terhadap motivasi
belajar siswa.
Selain tujuan yang telah
disebutkan, hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat, antara
lain: (1) memberikan wawasan dan
informasi bagi para guru dalam
memanfaatkan internet sebagai media
pembelajaran sehingga siswa
termotivasi belajar, dan (2) sebagai
rujukan atau referensi bagi
masyarakat, khususnya dunia
pendidikan bahwa internet dapat
dimanfaatkan secara bijak dan positif
dalam memajukan dunia pendidikan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif deskriptif dengan model
statitistika kausalitas korelasi dan
regresi. Variabel bebas yang digunakan
adalah pemanfaatan internet dan
variabel terikat adalah motivasi
belajar siswa. Sebagai responden siswa
kelas II SMK Harapan Bangsa sebanyak
60 siswa yang dipilih secara acak
sederhana yaitu siswa yang dinyatakan
dapat mengoperasionalkan komputer
(PC= personal computer). Untuk
membuktikan hipotesis digunakan
model persamaan regresi sederhana Y
= a + bX, uji signifikansi dengan uji t.
Hipotesis dalam kajian ini adalah:
Ho: tidak terdapat pengaruh internet
terhadap motivasi belajar siswa
Ha: terdapat pengaruh internet
terhadap motivasi belajar siswa
Pengujian hipotesis dilakukan
dengan uji t tes pada level signifikansi
α = 0,05 dengan kriteria pengujian,
yaitu: (a) Jika Sig.> 0,05 maka terima
Ho: artinya tidak ada pengaruh
peranan internet terhadap motivasi
belajar siswa; dan (b) Jika Sig. < 0,05
maka Tolak Ho; artinya terdapat
pengaruh dari peranan internet
terhadap motivasi belajar siswa.
Teknik pengumpulan data berupa
kuesioner tertutup dengan
menggunakan skala Likert pada 4 skala
atribut, yaitu : 1. Sangat Tidak Setuju
(STS); 2. Tidak Setuju (TS); 3. Setuju
(S) dan 4, Sangat Setuju (SS).
Instrumen yang digunakan berdasarkan
variabel dioperasionalkan sebagai
berikut.
12
Tabel 1. Operasionalisasi Variabel
Variabel Peranan Internet
No Dimensi Butir
1 Kemudahan teknis menggunakan 1,2
2 Kemudahan mencari informasi 3,4
3 Pemanfaatan internet (waktu dan biaya) 5,6
4 Dukungan dan bimbingan orang tua 7,8
5 Dampak negatif dan positif 9,10
Variabel Motivasi Belajar Siswa
No Dimensi Butir
1 Memberi kemudahan belajar 1,2
2 Memberi inspirasi belajar 3,4
3 Memberi wawasan dan ilmu pengetahuan 5,6
4 Dukungan orang tua dan guru 7,8
5 Tuntutan tugas dari guru 9,10
Selanjutnya, dari kisi-kisi
operasional variabel yang diteliti
tersebut, dibuat instrumen berupa
kuesioner dengan model tertutup
menggunakan skala Likert pada pilihan
jawaban.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pengujian Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang
digunakan diharuskan memiliki
validitas dan reliabilitas agar diperoleh
hasil analisis yang akurat, valid dan
reliabel.
Hasil analisis instrumen pengujian
validitas dan reliabilitas diperoleh nilai
untuk masing-masing butir instrumen,
nilai butir instrumen dilihat dari nilai
Corrected Item Total Corelation
(CITC). Untuk validitas dan nilai Alpha
Cronbach untuk uji reliabilitas.
Nilai CICT adalah nilai rhitung atau
nilai rproduct moment untuk masing-
masing butir pertanyaan kedua
variabel yang diteliti. Nilai tersebut
dibandingkan dengan nilai rtabel
sebesar 0,207. Untuk seluruh butir
pertanyaan kedua variabel peranan
internet dan motivasi belajar siswa
masing-masing berjumlah 10 butir
pertanyaan memiliki nilai rhitung atau
nilai CICT dan nilai rAlpha Cronbach
lebih besar dari nilai rtabel. Hasil uji
ini membuktikan bahwa instrumen
penelitian dinyatakan valid dan
reliabel.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang digunakan
adalah uji normalitas data. Analisis
regresi membutuhkan syarat yang
mengharuskan data berdistribusi
normal atau sekurang-kurangnya
mendekati normal.
Pengujian dengan KS yaitu dilihat
dari nilai KS hitung dibandingkan
dengan KS tabel. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai KS hitung
2,068 > KS tabel 0,175 dengan
demikian dapat dinyatakan data kedua
variabel berdistribusi normal.
Korelasi Peranan Internet dan
Motivasi Belajar Siswa
Pengujian korelasi menyatakan
kadar hubungan peranan internet
terhadap motivasi belajar siswa.
Berdasarkan hasil analisis korelasi
product moment, diketahui besarnya
13
nilai koefisien korelasi adalah 0,874
dengan nilai Sig. sebesar 0,000 < 0,05.
Hal ini berarti terdapat hubungan yang
signifikan antara peranan internet
dengan motivasi belajar siswa.
Regresi Peranan Internet dengan
Motivasi Belajar Siswa
Besarnya pengaruh dari peranan
internet terhadap motivasi belajar
siswa ditunjukkan dengan nilai
koefisien determinasi atau R2 yaitu
ditunjukkan dari hasil analisis regresi
sebagai berikut.
Besarnya nilai koefisien
determinasi R2 adalah 0,765. Angka
tersebut memberikan petunjuk bahwa
peranan internet berpengaruh
terhadap motivasi belajar siswa
sebesar 76,50%. Sisanya sebesar
23,50% merupakan variasi atau
pengaruh variabel lain yang tidak
diteliti dalam kajian ini. Misalnya,
latar belakang orang tua, kelengkapan
sarana belajar seperti buku tulis, buku
paket belajar, sarana prasarana
sekolah, dan lain-lain.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dengan hasil
regresi tersebut dilakukan dengan uji t
tes, melalui hasil pengolahan data
yang dijelaskan sebagai berikut.
Diperoleh persamaan regresi dan
untuk masing-masing parameter
individual variabel yang, yaitu
Y = bo+bx
Y =1,196 + 0,668X
Dari persamaan tersebut dapat
dijelaskan model persamaan regresi
sebagai berikut:
a. besarnya koefisien konstanta (bo) = 1,196 dengan nilai t hitung sebesar 6,891 pada nilai Sig.0,000 < 0,05 yang berarti bahwa koefisien signifikan berpengaruh. Nilai bo sebesar 1,196 dapat diartikan bahwa nilai motivasi sebesar 1,196 satuan apabila peranan internet sama dengan Nol.
b. besarnya koefisien regresi variabel peranan internet (bx) = 0,049 dengan nilai t hitung sebesar 13,681 pada nilai Sig.0,000 < 0,05 yang berarti koefisien regresi untuk peranan internet adalah signifikan berpengaruh. Nilai koefisien bx sebesar 0,049 memberikan arti setiap peningkatan peranan internet dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sebesar 0,049 satuan.
Pembahasan
Pada masa lalu banyak masyarakat
yang beranggapan bahwa sumber
belajar hanya dapat diperoleh dari
buku, guru, sebagai nara sumber, dan
lingkungan sekitar. Namun, saat ini
keberadaan internet dapat
dimanfaatkan sebegai media yang
lebih modern dalam proses
pembelajaran dimana, internet
memiliki keunggulan antara lain:
cakupan informasinya lebih luas, dapat
memudahkan peserta didik dan
masyarakat pada umumnya untuk
mengetahui informasi terkini baik yang
ada di dalam negeri maupun di luar
negeri. Pada hakekatnya,
pembangunan masyarakat yang
bersumber daya unggul adalah suatu
14
kegiatan pendidikan informal dan
bertujuan untuk mendidik masyarakat
agar memiliki perilaku pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang baik
untuk melaksanakan pembangunan
guna peningkatan taraf kesejahteraan,
sosial, dan ekonomi masyarakat.
Pemanfaatan internet dalam
pembelajaran dalam memotivasi
belajar siswa memegang peranan
penting dalam melahirkan siswa yang
kreatif dan mandiri, dalam arti mampu
menggali dan mencari berbagai materi
pelajaran mengembangkan materi
yang diterima dari gurunya dalam
kelasnya. Adapun beberapa cara atau
alternatif memanfaatkan media
internet dalam meningkatkan mutu
pendidikan, yaitu:
Mengenal/mempelajari internet.
Diperlukan dasar pengetahuan
tentang internet agar lebih mudah
menggunakannya. Hal ini berguna
untuk mengetahui informasi-informasi
terkini yang sedang tersebar di
masyarakat umum, maka kita dapat
mempelajarinya melalui media
internet karena lebih lengkap, cepat
diperoleh, dan sangat terpercaya.
Pelatihan ICT.
Mengikuti pelatihan-pelatihan ICT
yang diadakan oleh instansi tertentu.
Pelatihan-pelatihan ITC dapat
mendukung dunia pendidikan,
sehingga jaringan pembelajaran online
lebih dimanfaatkan dalam pendidikan
global. Selain pemanfaatan dalam
dunia pendidikan global, pemerintah
sendiri telah mempercepat
perancangan millenium development
goals yang semula dicanangkan tahun
2020 dipercepat menjadi 2015.
Millenium development goals
adalah era pasar bebas atau era
globalisasi sebagai era persaingan
mutu atau kualitas untuk
mempertahankan eksistensinya. Oleh
karena itu, pembangunan sumber daya
manusia berkualitas merupakan suatu
keniscayaan yang tepat dan tidak
dapat ditawar-tawar lagi. Hal ini
mutlak karena akan menjadi penopang
utama pembangunan nasional yang
mandiri dan berkeadilan, good
governance, and clean governance,
serta menjadi jalan keluar bagi bangsa
Indonesia dari multidimensi krisis,
kemiskinan, dan kesenjangan
ekonomi.
Membangun Fasilitas Internet
Mengadakan sambungan internet
(internet connectivity), merupakan
suatu usaha mengadakan sambungan
internet di setiap sekolah merupakan
tanggung jawab pimpinan lembaga dan
pemerintah terkait yang dilandasi
dengan kerja sama yang baik. Dengan
adanya lab internet ini, para guru dan
siswa dimudahkan dalam upaya
pemanfaatan antara lain guru dapat
memanfaatkan internet sebagai media
belajar atau media komunikasi seperti
adanya Think Quest. Pemanfaatan
media internet untuk meningkatkan
mutu pendidikan secara umum
diharapkan langsung dapat mengubah
tatanan kehidupan manusia, demikian
halnya dalam sistem pendidikan
karena sistem pendidikan nasional
senantiasa harus dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan
15
yang terjadi baik di tingkat lokal,
nasional, dan global.
Dalam pemanfaatan keberadaan
media pembelajaran internet,
terdapat kendala-kendala yang dialami
dalam oleh kedua belah pihak (guru
dan siswa). Beberapa kendala yang
dialami dalam memanfaatkan media
internet, antara lain:
a. Kurangnya penguasaan bahasa Inggris
Suka atau tidak suka, sebagian
informasi di internet tersedia
dalam bahasa Inggris, oleh karena
itu penguasaan bahasa Inggris
menjadi salah satu syarat dalam
pemanfaatan internet secara
optimal.
b. Kurangnya sumber informasi dalam bahasa Indonesia
Kita sadari bahwa kita semua orang
Indonesia akan belajar bahasa
Inggris. Untuk itu, sumber
informasi dalam bahasa Indonesia
harus tersedia. Saat ini belum
banyak sumber informasi
pendidikan yang tersedia dalam
bahasa Indonesia. Konsep berbagi
(sharing) misalnya mebuat materi
pendidikan di internet belum
merasuk. Inisiatif langkah seperti
itu sudah ada, namun masih kurang
banyak.
c. Akses internet masih mahal
Meskipun sudah tersedia, akses
internet masih mahal. Namun hal
ini diharapkan agar menjadi lebih
murah di masa yang akan datang.
Mekanisme lain adalah adanya
subsidi dari pemerintah untuk
instansi pendidikan.
d. Akses internet masih susah diperoleh
Beberapa internet masih belum
memiliki jalur telepon yang dapat
digunakan untuk mengakses
internet. Hal ini merupakan
hambatan utama dalam
pemanfaatan media internet.
e. Guru belum siap
Guru di Indonesia masih belum siap
untuk mengguanakan internet
sebagai bagian dari pengajarannya.
Padahal guru merupakan salah satu
pengguna yang dapat
memanfaatkan internet sebaik-
baiknya. Salah satu contohnya
adalah mancari soal-soal latihan
untuk kelasnya. Jika setiap guru di
Indonesia membuat dua soal dan
menyimpannya di internet, maka
ada ribuan atau jutaan soal yang
dapat digunakan untuk latihan di
kelas.
Berdasarkan penjelasan tersebut,
dapat dibuktikan bahwa internet
memiliki pengaruh dalam motivasi
belajar siswa, namun perlu disadari
masih adanya sejumlah kendala yang
harus dihadapi dalam dunia pendidikan
seperti yang telah dijelaskan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis regresi
antara peranan internet dengan
motivasi belajar siswa dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Terdapat korelasi antara peranan internet dengan motivasi belajar siswa yang dibuktikan dengan besarnya nilai koefisien korelasi
16
sebesar 0,874 dengan sig 0,000< 0,05 berarti berkorelasi secara signifikans.
2. Hasil regresi diperoleh koefisien deter-minasi Adjusted R2 sebesar 0,759. Nilai koefisien tersebut membuktikan bahwa variabel peranan internet berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa sebesar 75,90%. Koefisien ini menunjukkan masih adanya pengaruh dari faktor atau variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini, yaitu sebesar 24,10% misalnya sarana prasarana sekolah, buku paket, buku tulis, perpustakaan, sarana olah raga dan lain-lain.
3. Hasil regresi antara peranan internet dengan motivasi belajar siswa diperoleh persamaan Y= 1,196 + 0,668X masing-masing koefisien regresi memiliki thitung 6,891 untuk bo pada Sig. 0,000 < 0,05 dan nilai thitung koefisien sebesar 13,681 dengan nilai Sig. 0,000 < 0,05 untuk koefisien bx. Hasil regresi ini menunjukkan terbentuk secara linier. Artinya perubahan (peningkatan) peranan internet dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
Saran
Bertitik tolak dari uraian
penjelasan dan hasil analisis yang telah
dijelaskan tersebut, maka beberapa
hal dapat direkomendasikan sebagai
saran antara lain:
1. Peranan positif internet perlu ditingkatkan dengan tidak mengabaikan adanya dampak negatif.
2. Untuk memaksimalkan peranan internet bagi para siswa maka guru perlu memiliki pedoman kerja atau
program yang jelas, khususnya bagi guru atau sekolah yang belum memiliki lab internet.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dan perlu dilakukan penelitian lanjutan, hasilnya dengan membandingkan sekolah yang sudah memiliki lab internet dengan sekolah yang belum memiliki lab internet sehingga diperoleh hasil yang komprehensif tentang peranan internet dalam pendidikan, khususnya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar Rhosyied dan Bambang
Wijanarko Otok, Analisa Pengaruh
Internet sebagai Media Belajar,
Motivasi Belajar, dan Kreativitas
terhadap Prestasi Belajar Siswa
dengan Mengggunakan Structural
Equation Modelling (Studi Kasus
SMAN 1 Probolinggo), Diunduh dari
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-
Undergraduate-9307-Paper. 23
Pebruari 2011
Kuswadi dan Erna Mutiara, Statistik
Berbasis Komputer untuk Orang-
orang Non Statistik: Cara Mudah
dan Cepat Memahami Statitika dan
Aplikasinya, Elekmedia
Komputindo, Jakarta, 2004,
hal.147.
Martinis Yamin dan Bansu I Ansari,
Taktik Mengembangkan
Kemampuan Individual Siswa, GP,
Gaung Persada Press, Jakarta,
2008, hal.148.
Novita Iriana Lubis, Skripsi: Pengaruh
Layanan Internet di Perpustakaan
terhadap Motivasi Belajar Siswa
17
SMAN 2 Medan dan pengaruh
Layanan Internet terhadap
Motivasi Belajar Siswa SMAN 2
Medan, Sumatera Utara, 2010.
http://repository.usu.ac.id/bitstr
eam/Rabu, 23 Februari 2011.
Nurul Wrdhani, Peranan Guru dalam
Mening-katkan Motivasi Belajar
Siswa, Makalah pada kegiatan
Sertifikasi I (Penyertaan llmu
Kependidikan) yang
diselenggarakan oleh Unit
Pengembangan Tenaga
Kependidikan Lembaga Pendidikan
Zakaria Bandung, 2 Juli 2005.
Fakultas Psikologi UNPAD, 2005.
http://motivasibelaiar.net/pengertia
n-motivasi-belaiar. diunduh Selasa,
22 Februari 2011.
18
KINERJA PEGAWAI
(Studi Korelasional antara Persepsi Terhadap Kepemimpinan Kasubdit
Pembelajaran dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Pegawai Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta)
Ir. H. Sudirman M.Chon, MPd
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan persepsi
terhadap kepemimpinan dan motivasi
berprestasi dengan kinerja pegawai.
Hipotesis yang diajukan adalah : (1)
Terdapat hubungan positif antara
persepsi terhadap kepemimpinan
dengan kinerja pegawai; (2) Terdapat
hubungan positif antara motivasi
berprestasi dengan kinerja pegawai;
(3) Terdapat hubungan positif antara
persepsi terhadap kepemimpinan dan
motivasi berprestasi secara bersama-
sama dengan kinerja pegawai.
Penelitian ini dilakukan dengan
metode survey. Populasi target adalah
pegawai Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan, Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Jakarta. Sampel
diambil dengan teknik sampel
bertujuan (Purposive Sampling).
Instrumen penelitian tersebut
didasarkan validitas prediksi
(Predictive Validity). Keterandalan
dihitung dengan rumus Alpha
Cronbach, hasil uji coba instrumen
menunjukkan bahwa keterandalan
masing-masing instrumen adalah
sebagai berikut : Persepsi pegawai
terhadap kepemimpinan mempunyai
r,, = 0,9841, sedangkan untuk motivasi
berprestasi mempunyai ru = 0,9770.
Analisis data yang dipakai untuk data
yang diproses adalah korelasi dan
regresi.
Hasil penelitian menyimpulkan hal-hal
sebagai berikut: Pertama, terdapat
hubungan positif antara Persepsi
pegawai terhadap kepemimpinan.
(Xi) dengan kinerja pegawai (Y)
dengan persamaan regresi Y = 44,32 +
0,45^, dengan
koefisien korelasi ryl = 0,8823 pada
taraf a = 0,05 dan koefisien
determinasi r2 = 0,7744. Kedua,
terdapat hubungan positif antara
motivasi berprestasi (X^ dengan
kinerja pegawai (Y), dengan
persamaan regresi Y - 46,46 4- 0,42X2
dengan koefisien korelasi ry2 - 0,8858
pada taraf a = 0,05 dan koefisien
determinasi r2 = 0,7921. Ketiga,
terdapat hubungan positif antara
persepsi pegawai (X\) terhadap
kepemimpinan dan motivasi
berprestasi (Xj) secara bersama-sama
dengan kinerja pegawai (Y) dengan
persamaan regresi 7 = 44,89 + 0,19^, +
0,25X2 dengan koefisien korelasi Ryi2 =
0,8896 pada taraf a - 0,05 dan
koefisien determinasi R2 - 0,7914.
Hasil penelitian diharapkan berguna
untuk meningkatkan mutu tamatan
dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
19
melalui pegawai yang profesional
selaku pembina tenaga kependidikan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
khususnya dalam upaya meningkatkan
mutu kegiatan belajar mengajar
(KBM).
Pendahuluan
Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan (Direktorat Dikmenjur)
merupakan salah satu unit kerja yang
ada di lingkungan Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah yang mempunyai tugas
pokok dan fungsi membina Sekolah
Menengah Kejuruan Negeri (SMK
Negeri). Masalah utama yang dihadapi
adalah bagaimana upaya
meningkatkan mutu pendidikan dan
mutu tamatan SMK sehingga dapat
terserap dalam lapangan kerja atau
mandiri. Upaya tersebut sampai saat
ini terus dilakukan melalui program-
program yang dikembangkan antara
lain dengan meningkatkan pembinaan
pegawai, pembinaan tenaga
kependidikan, pemenuhan peralatan
dan bahan praktik, penyempurnaan
kurikulum agar tamatan SMK mampu
mengantisipasi kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
dan tuntutan pembangunan. Berkaitan
dengan hal tersebut dan agar SMK
negeri lebih berkualitas, salah satu
faktor yang diperhatikan adalah faktor
pembinaan dalam hal ini adalah
pegawai sebagai faktor yang dominan
dalam keberhasilan pendidikan.
Pegawai Direktorat Dikmenjur
diharapkan mampu menjadi pembina
SMK Negeri, karena kualitas tamatan
SMK Negeri sangat dipengaruhi oleh
kinerja pegawai. Sejalan dengan hal
ini pegawai Direktorat Dikmenjur
sebagai pembina diharapkan mampu
melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya untuk mencapai kinerja yang
baik. Karena dengan kinerja pegawai
yang baik diharapkan kegiatan
pembinaan SMK Negeri dapat efektif
dan efisien. Pembinaan Ketenagaan
masih dinilai belum optimal sehingga
berdampak pada produktivitas kerja
yang belum optimal dan hal ini juga
menyebabkan masih rendahnya mutu
tamatan SMK. Berdasarkan hasil
evaluasi Direktorat Dikmenjur bahwa
salah faktor penyebab rendahnya mutu
pendidikan adalah disebabkan karena
kinerja pegawai selaku pembina SMK
Negeri rendah.
Menurut Sondang P Siagian, 1996
menyatakan bahwa faktor lain yang
menyebabkan kinerja pegawai rendah
antara lain dikarenakan lemahnya
kualitas kepemimpinan dan tidak
diperhatikannya faktor motivasi
pegawai dalam tugas-tugas yang
diberikan dalam rangka peningkatan
mutu, sehingga hal ini apabila
dibiarkan dan tidak segera diatasi
maka akan berdampak negatif dalam
pencapaian tujuan. Oleh karena itu
Kepala Subdit Pembinaan
Pembelajaran merupakan pimpinan
diharapkan mampu menggerakkan dan
membangun bersama-sama segenap
jajaran Subdit Pembinaan
Pembelajaran melakukan perannya.
Kepala Subdit Pembinaan
Pembelajaran sebagai pimpinan juga
dituntut mampu mendorong program-
program Subditnya dan menciptakan
motivasi berprestasi agar setiap
20
pegawai dapat mencapai kinerja yang
diharapkan.
Untuk dapat memberikan- dorongan,
arahan dan bimbingan kepada
pegawai, Kasubdit Pembinaan
Pembelajaran agar mampu
melakukannya dengan menciptakan
iklim kerja yang kondusif sehingga
persepsi pegawai terhadap
kepemimpinannya dapat menjadi
sasaran pencapaian kinerja pegawai
dalam rangka pencapaian mutu
tamatan SMK Negeri.
Berdasarkan hal-hal tersebut dan
untuk mengukur sampai seberapa jauh
pernyataan tersebut untuk itu agar
dilakukan suatu penelitian tentang
hubungan antara persepsi pegawai
terhadap kepemimpinan Kepala Subdit
Pembinaan Pembelajaran dan motivasi
berprestasi dengan kinerja pegawai
pada Direktorat Dikmenjur Jakarta.
Identifikasi Masalah
1. Kinerja pegawai yang rendah disebabkan oleh faktor lemahnya kepemimpinan
2. Kinerja pegawai yang rendah disebabkan tidak adanya motivasi berprestasi dalam bekerja
3. Kinerja pegawai yang rendah disebabkan Pembinaan Pegawai yang rendah
4. Kinerja pegawai yang rendah disebabkan latar belakang pendidikan, tanggung jawab dan komitmen kerja yang rendah
5. Kinerja pegawai yang rendah disebabkan disiplin kerja yang rendah.
6. Kinerja pegawai yang rendah disebabkan kesejahteraan dan gaji yang kurang layak.
7. Persepsi pegawai negatif menyebabkan kinerja pegawai rendah.
8. Motivasi berprestasi rendah menyebabkan kinerja pegawai rendah
Pembatasan Masalah
Subdit Pembinaan Pembelajaran yang
berkualitas antara lain ditandai oleh
adanya pegawai yang berkualitas dan
profesional dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsi organisasi tersebut
melalui kepemimpinan yang
berkualitas dan profesional serta
adanya motivasi berprestasi pegawai.
Terciptanya iklim kerja yang kondusif
akan memberikan persepsi pegawai
terhadap kepemimpinan dalam
peningkatan kinerja pegawai untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Sehubungan dengan identifikasi
tersebut, maka masalah yang akan
diteliti adalah mengenai hubungan
antara persepsi pegawai terhadap
kepemimpinan Kepala Subdit
Pembinaan Pembelajaran dan motivasi
berprestasi dengan kinerja pegawai
pada Direktorat Dikmenjur Jakarta.
Agar penelitian ini lebih jelas maka
diadakan pembatasan masalah sebagai
berikut:
1. Hubungan antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Pembelajaran dengan kinerja pegawai.
2. Hubungan antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai
21
3. Hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Pembelajaran dan motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah
diatas maka permasalahan yang diteliti
adalah : apakah persepsi terhadap
kepemimpinan Kasubdit Pembinaan
Pembelajaran dan motivasi berprestasi
mempunyai hubungan dengan kinerja
pegawai. Berikut ini dikemukakan tiga
pertanyaan penelitian yaitu :
1. Apakah terdapat hubungan antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Pembelajaran dengan kinerja pegawai.
2. Apakah terdapat hubungan antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai
3. Apakah terdapat hubungan antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Pembelajaran dan motivasi berprestasi secara bersama dengan kinerja pegawai.
Kegunaan Penelitian
1. Memberikan masukan kepada pelaksana administrasi pendidikan tentang adanya hubungan yang erat antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Pembelajaran dan motivasi betprestasi dengan kinerja pegawai.
2. Memberikan sumbangan bagi para pegawai selaku pembina dan pengembang pendidikan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja pegawai dalam meningkatkan kualitas tamatan SMK Negeri
3. Memberikan manfaat bagi perkembangan pribadi terutama dalam hal kemampuan melakukan penelitian dan menganalisis permasalahan pembinaan pendidikan.
1. Tinjauan Pustaka
1. Teori tentang Persepsi (Perception)
a. Penggunaan indera untuk memperoleh petunjuk ke arah motorik dan pada sub kawasan ini seseorang mengindera stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungannya guna persiapan untuk membimbing aktivitas-aktivitas motoriknya (Imron, 1996)
b. Pandangan seseorang terhadap sesuatu obyek yang menjadi fokus perhatian dan persepsi ini sifatnya belum merupakan kegiatan fisik (Wahjosumidjo, 1994)
c. Pandangan seseorang yang masih berada di dalam alam pikiran tentang sesuatu yang menjadi pusat perhatian melalui penggunaan indera (Usman,
Robbins (1996) menyatakan :
Persepsi adalah suatu pandangan
indera seseorang terhadap suatu obyek
yang dapat memberikan petunjuk ke
arah motorik sesuai dengan stimulus-
stimulus yang berasal dari lingkungan
Persepsi seseorang bisa timbul ke arah
positif dan bahkan sebaliknya yaitu
negatif tergantung dari stimulus-
stimulus lingkungan dimana seseorang
itu berada.
Apabila stimulus-stimulus yang ada di
sekitar lingkungan dimana seseorang
22
itu berada memberikan penilaian yang
positif atau negatif maka persepsi
seseorang akan diwujudkan dalam
bentuk perilaku fisik (nyata).
Karena itu persepsi seseorang akan
mempengaruhi perilaku seseorang
tergantung kondisi lingkungan
seseorang itu berada. Menurut
pendpat Imron (1996) antara lain
bahwa persepsi seseorang merupakan
salah satu penilaian melalui indera
yang dapat mempengaruhi aktivitas
seseorang dalam meningkatkan kinerja
seseorang. Apabila seseorang
mempunyai persepsi yang positif
terhadap penilaian suatu obyek dan
selanjutnya persepsi itu di dukung oleh
motif yang positif dalam tugas-
tugasnya maka kecenderungan akan
berdampak positif terhadap
peningkatan kinerja seseorang.
Begitupun sebaliknya, apabila persepsi
seseorang ke arah negatif dan tidak
didukung dengan motif yang
menguntungkan maka
kecenderungannya berdampak pada
penurunan kinerja seseorang. Dari
uraian-uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa persepsi seseorang
merupakan salah satu faktor yang
menentukan dalam keberhasilan
tugas-tugas atau peningkatan kinerja
seseorang. Robbins (1996) menyatakan
antara lain bahwa :
Persepsi adalah suatu proses dimana
individu-individu mengorganisasikan
dan menafsirkan kesan-kesan indera
mereka agar memberikan makna yang
berarti dan yang mempengaruhi
Persepsi adalah faktor pada
pemersepsi : sikap, motif,
kepentingan, pengalaman.
Dari uraian tersebut bahwa persepsi
mempunyai peranan yang penting dan
menentukan dalam mencapai sasaran
dan tujuan yang hendak dicapai dan
hal ini akan lebih kuat dipengaruhi
oleh motivasi berprestasi seseorang.
Sehingga persepsi seseorang akan
bermakna/ berarti apabila didukung
oleh motivasi terhadap kepemimpinan
seseorang. Hal ini dikarenakan
kepemimpinan mempunyai korelasi
erat terhadap kinerja seseorang yaitu
melalui persepsi dan motivasi. Hersey
dan Blanchard (1977) menyatakan
antara lain :
That leadership is the process of
influencing the activities of an
individual or a group in efforts toward
goal achievement in a given situation
Stogdill (1984) menyatakan antara
lain:
Leadership is the process of
influencing group activities toward
goal setting and goal achievement.
2. Teori tentang Persepsi
(Perception)
a. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok atau bawahan atau pengikutnya dengan penuh kemampuan untuk memberikan sumbangan ke arah tercapainya tujuan organisasi (Widjaja, 1987).
b. Kepemimpinan adalah kegiatan mendorong dan mengarahkan bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan dengan penuh semangat dan kepercayaan (Soemanto dan Soetopo, 1982)
c. Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi, mendorong,
23
mengajak dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. (Dirawat, 1986).
Koontz dan O'Donnell (1980)
menyatakan bahwa:
Leadership is influencing people to
follow in the achievement of a
common goals
Menurut Hadari Nawawi dan Martini
Hadari, 1995 menyatakan bahwa :
Tingkat efektivitas kepemimpinan itu
bukan ditentukan oleh seorang atau
beberapa orang pemimpin saja akan
tetapi justru merupakan hasil bersama
antara pemimpin dan orang-orang yang
dipimpinnya
Pemimpin tidak akan mampu berbuat
banyak tanpa partisipasi orang-orang
yang dipimpinnya. Sebaliknya juga
orang-orang yang dipimpin tidak akan
efektif menjalankan tugas dan
kewajibannya tanpa pengendalian,
pengarahan dan kerjasama dengan
pemimpin. Faktor partisipasi ini sangat
kuat menentukan dalam
kepemimpinan, sehingga semakin
efektif orang-orang yang dipimpin
(anggota/kelompok/organisasi) dalam
berpartisipasi, maka akan semakin
dinamis kehidupan
anggota/kelompok/organisasi
tersebut.
3. Teori tentang motivasi (Motivation)
a. Motivasi adalah keadaan dalam diri seseorang yang mengaktifkan atau menggerakkan dan hal tersebut merupakan perilaku langsung untuk mencapai tujuan (Handoko, 1992)
b. Motivasi adalah dorongan kerja yang timul pada diri seseorang
untuk berprilaku dalam mencapai tujuan tertentu. (Wahjosumidjo, 1987) c. Motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (M. Ngalim Purwanto, 1998)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa: Motivasi merupakan suatu
proses psikologis yang mencerminkan
interaksi antara sikap, kebutuhan,
persepsi dan keputusan yang terjadi
pada diri seseorang dan motivasi
sebagai proses psikologis timbul
diakibatkan oleh faktor di dalam diri
seseorang itu sendiri atau faktor di luar
diri.
Dalam hubungan ini maka seseorang
yang termotivasi akan bekerja keras;
mempertahankan langkah kerja keras
dan memiliki perilaku yang
dikendalikan sendiri ke arah sasaran-
sasaran penting. Dengan demikian
motivasi sangat penting dalam
manajemen, karena tujuan motivasi
yang utama adalah untuk
meningkatkan kinerja pegawai
sehingga produktivitas dapat
ditingkatkan. Menurut pendapat
Vroom dalam Wahjosumidjo (1994)
antara lain bahwa keinginan seseorang
untuk menghasilkan (berproduksi)
sangat tergantung pada tujuan dan
persepsi yang ingin dicapainya. Karena
produktivitas (hasil yang dicapai)
merupakan alat pemuasan bag!
seseorang.
Hadari Nawawi (1983) menyatakan
bahwa seseorang bersedia melakukan
sesuatu pekerjaan bilamana motif
24
yang mendorongnya cukup kuat pada
dasarnya tidak mendapat saingan atau
tantangan dari motif lain yang
berlawanan. Demikian pula sebaliknya
orang lain yang tidak didorong oleh
motif kuat akan meninggalkan atau
sekurang-kurangnya tidak bergairan
dalam melakukan sesuatu pekerjaan.
Bambang Tri Cahyono (1999)
menyatakan bahwa:
Apabila kebutuhan seseorang
terpenuhi, maka akan timbul suatu
motif dari diri orang yang
bersangkutan untuk bekerja sungguh-
sungguh yang akhirnya akan
meningkatkan kinerja yang
diharapkan.
Sedangkan pendapat Soeprihanto
(1998) bahwa suksesnya pelaksanaan
dan tercapainya tujuan bukan hanya
disebabkan karena uang, barang modal
dan alat bantu lainnya tetapi juga
terutama oleh motivasi dari seluruh
pegawai untuk berperan. serta secara
aktif dan produktif dalam kegiatan
produksi. Karena itu faktor motivasi
merupakan faktor ..yang tidak
diabaikan bahkan merupakan fakor
kunci dalam keberhasilan dalam proses
dan pencapaian tujuan organisasi
pendidikan. Pegawai termotivasi
dalam bekerja untuk kepuasan kerja
akan berakibat pada peningkatan
kinerja pegawai bagi kepentingan
organisasi tersebut.
Manusia merupakan makhluk yang
sangat kompleks dan salah satu
manifestasi dari kompleksitas tersebut
terlihat pada berbagai jenis
kebutuhannya dan dalam kehidupan
berkarya dibutuhkan bentuk
penghargaan antara lain pujian,
keaikan pangkat, promosi dan
kenaikan gaji. Tetapi di atas semua itu
penghargaan yag paling didambakan
oleh manusia adalah perlakuan yang
membuktikan bahwa harkat dan
martabatnya diakui dan dijunjung
tinggi. Hal ini merupakan suatu
kelengkapan dari berbagai kebutuhan
(need) berupa dorongan. Kegiatan
atau usaha (effort) yang timbul
dikarenakan adanya kebutuhan dan
dorongan untuk lebih berkarya dan
karya-karya tersebut merupakan hasil
dalam bentuk kinerja dalam mencapai
tujuan yang akan dicapai. Purwanto,
1998 menyatakan bahwa seorang
pemimpin harus dapat memahami
terlebih dahulu apa yang menjadi
kebutuhan-kebutuhan orang yang akan
dimotivasinya agar dapat memberikan
dampak positif terhadap kinerja.
Koontz dan O'Donnell (1980)
menyatakan antara lain :
A motive is an inner state that
energizes, activities or move (hance
motivation) and that directs or
channels behaviour toward goals
Sedangkan Duncan (1981) menyatakan
:
From a managerial perspective,
motivation refers to any concious
attempt to influence behaviour toward
the accomplishment of organizational
goals Apabila rumusan motif diteliti
dengan cermat, motif pada
hakekatnya merupakan terminologi.
Namun yang memberikan makna, daya
dorong, keinginan, kebutuhan dan
kemauan. Sesungguhnya motif-motif
atau kebutuhan tersebut merupakan
penyebab yang mendasari perilaku
25
seseorang. Maslow dalam Imron
(1996), menyatakan bahwa:
Kebutuhan dasar manusia meliputi
physiological needs, security needs,
sosial needs, esteem needs and self
actualization
Pemenuhan kebutuhan tersebut sangat
penting guna meningkatkan motivasi
seseorang untuk meningkatkan
kinerja. Karena itu motivasi
berprestasi sangat berkaitan erat
dengan kinerja, dimana pegawai yang
motivasinya tinggi maka kinerjanya
tinggi sebaliknya pegawai yang tidak
termotivasi maka kinerjanya rendah.
Ciri-ciri orang yang memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi antara lain
adalah bersemangat dan bertanggung
jawab terhadap hasilnya.
Handoko (1992) menyatakan antara
lain:
Motivasi dapat ditimbulkan,
diperkembangkan dan diperkuat,
seijiakin kuat motivasi seseorang
semakin kuat pula usahanya untuk
mencapai tujuan
Sedangkan Buchari Zainun, (1994)
menyatakan :
Pemenuhan aspirasi pegawai dengan
mengubah sistem imbalan jasa
mungkin dapat meningkatkan
kepuasan rokhaniah pegawai sehingga
dapat meningkatkan prestasi kerjanya,
tanpa motivasi tersebut akan sulit bagi
seseorng manajer untuk mendorong
pegawai mencapai prestasi atau
kinerja yang diinginkan
Wahjosumidjo (1994) berpendapat
bahwa motivasi sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan kerjanya.
Pengertian lingkungan kerja dalam
kehidupan organisasi tidak lain adalah
faktor pemimpin dan bawahan dan
unsur yang sangat berpengaruh
terhadap motivasi seperti
kebijaksanaan yang telah ditetapkan
termasuk di dalamnya prosedur kerja,
perencanaan, tujuan, pekerjaan,
informasi, pengarahan, keputusan,
pengawasan. Setiap pekerjaan
mempunya segi-segi teknis, ekonomis,
sosial, dan psikologi. Oleh karena itu
harus dimengerti oleh setiap pemimpin
bahwa masing-masing segi mempunyai
daya dorong (motif) yang berbeda-
beda didalam memotivasi bawahan.
4. Teori tentang Kinerja
(Performance)
a. Kinerja adalah sesuatu yang ditampilkan seseorang sebagai prestasi melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan yang telah dipersyaratkan (Barber, 1987).
b. Kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melakukan suatu tugas yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu yang telah dipersyaratkan (Prawirosentono, 1999) c. Kinerja (performance) adalah hasil interaksi yang terjadi antara persepsi dan motivasi pada diri seseorang yang dapat dilihat berupa perilaku seseorang. (Wahjosumidjo, 1994).
Wahjosumidjo (1994) menyatakan
antara lain bahwa :
Kinerja (performance) yang tinggi
disebabkan adanya persepsi yang
positif dari seseorang yang mendorong
motivasi yang ada pada orang tersebut
26
Sejalan dengan hal ini maka Suryadi
Prowirosentono (1999) menyatakan
bahwa:
Terdapat hubungan yang erat antara
motivasi seseorang melakukan suatu
kegiatan dengan kinerja yang akan
diperolehnya dan apabila motivasinya
rendah jangan berharap kinerjanya
baik dan motivasi dipengaruhi oleh
berbagai pertimbangan pribadi antara
lain persepsi, rasa tertarik atau
memperoleh harapan
Selanjutnya dapat dipahami bahwa
kinerja pegawai sangat mempengaruhi
kinerja organisasi dimana mereka
sebagai pegawai berperan sebagai
pelaku. Berdasarkan uraian-uraian
diatas diketahui bahwa kinerja
pegawai sangat kuat di pengaruhi oleh
kepemimpinan dan motivasi
berprestasi.
Berkaitan dengan hal ini maka dapat
ditarik kesimpulan Kepala Subdit
Pembinaan Pembelajaran dan motivasi
berprestasi dengan kinerja pegawai.
Menurut Berelson dan Steiner dalam
Wahjosumidjo (1987) menyatakan
bahwa Kinerja merupakan hasil
interaksi antara motivasi, kemampuan
dan persepsi pada diri seseorang dan
hal ini mempunyai korelasi sangat erat
dalam menentukan kinerja seseorang.
Untuk menguji kebenaran teori-teori
tersebut dimaksud perlu dilakukan
penelitian secara empirik.
Hipotesis Penelitian
1. Terdapat hubungan positif antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit
Pembinaan pembelajaran dengan kinerja pegawai.
2. Terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai
3. Terdapat hubungan positif antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Pembelajaran dan motivasi berprestasi secara bersama dengan kinerja pegawai
Metodologi Penelitian
Tujuan Penelitian
1. Menguji hipotesis mengenai hubungan antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kepala Subdit Pembinaan Ketenagaan dengan kinerja pegawai
2. Menguji hipotesis mengenai hubungan antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai
3. Menguji hipotesis mengenai hubungan antara persepsi dan motivasi berprestasi secara bersama-sama dengan kinerja pegawai.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bersifat survey dan
sebagai tempat penelitian dilakukan di
Subdit Pembinaan Pembelajaran pada
Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan
Nasional Jakarta. Penelitian
dilaksanakan dari tanggal 27 April 2007
sampai dengan tanggal 27 Juni 2007
dan sebagai obyek penelitian adalah
pegawai Subdit Pembinaan
27
Pembelajaran Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan
metode survai dengan teknik studi
korelasional, karena penelitian ini
bertujuan untuk menguji hipotesis
yang menyatakan hubungan antara
variabel bebas (X1 dan X2) dan dengan
variabel terikat (Y). Teknik
pengumpulan data yang dipakai
menggunakan angket yang
disampaikan langsung kepada
responden terpilih sebagai sampel.
Populasi dan Teknik Pengambilaa
Sampel
1. Populasi target adalah pegawai Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan di lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Jakarta berjumlah 32Q pegawai.
2. Populasi terjangkau adalah pegawai Subdit Pembinaan Pembelajaran pada Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta berjumlah 50 orang.
3. Teknik Sampling adalah teknik penarikan dengan sample bertujuan (Purposive Sampling) yaitu teknik penarikan sampel yang berorientasi kepada pemilihan sample dimana populasi dan tujuan spesifik dari penelitian telah diketahui oleh peneliti sejak awal dalam arti kata penelitian ini tentang pegawai selaku pembina SMK Negeri, maka sampel yang dipilih adalah pegawai pada Subdit Pembinaan Pembelajaran yang
tugas pokok dan fungsinya melakukan pembinaan tenaga kependidikan SMK Negeri.
4. Penentuan Sampel pada umumnya ada dua metode yang lazim digunakan dalam menentukan subjek sebagai unit analisis penelitian yaitu Population Study dan Sampling Study. Population Study adalah penelitian yang hanya meneliti sebagian dari populasi dengan menggunakan teknik-teknik tertentu untuk mendapatkan sampel yang representatif.
Hasil Penelitian
1. Persepsi Pegawai terhadap
Kepemimpinan Kasubdit
Pembelajaran
Dari data yang diperoleh tentang
variabel persepsi pegawai terhadap
kepemimpinan dengan jumlah data 50,
rentang skor terendah 74 dan skor
tertinggi 110 diperoleh simpangan
baku 9,55, median 90, modus 3,
banyak kelas 7, panjang kelas 6.
Perhitungan selengkapnya pada
lampiran 5. Penyajian data adalah
sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Data
Persepsi Pegawai terhadap
Kepemimpinan (Xj)
No. Interval F F relatif (%)
1. 73-78 7 14
2. 79-84 12 24
3. 85-90 6 12
4. 91 -96 13 26
5. 97- 102 5 10
6. 103-108 4 8
28
7. 109-114 3 6
Jumlah 50 100
2. Motivasi Berprestasi
Dari data yang diperoleh tentang
variabel motivasi berprestasi dengan
jumlah data 50, rentang skor terendah
75 dan skor tertinggi 110 diperoleh
simpangan baku 10,20, median 90,
modus 5, banyak kelas 7, panjang kelas
6. Perhitungan selengkapnya pada
lampiran 8. Penyajian data adalah
sebagai berikut:
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data
Motivasi Berprestasi Pegawai (X2)
No. Interval F f relatif (%)
1. 74-79 8 16
2. 80-85 9 18
3. 86-91 8 16
4. 92-97 12 24
5. 98- 103 3 6
6. 104-109 9 18
7. 110-115 1 2
Jumlah 50 100
3. Kinerja Pegawai
Dari data yang diperoleh tentang
variabel kinerja pegawai dengan
jumlah data 50, rentang skor terendah
74 dan skor tertinggi 91 diperoleh
simpangan baku 4,88 median 82,
modus 7, banyak kelas 7, panjang kelas
3. Perhitungan selengkapnya pada
lampiran 11. Penyajian data adalah
sebagai berikut:
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data
Kinerja Pegawai (Y)
No. Interval F fre!atif(%)
1. 73-75 3 6
2. 76-78 4 8
3. 79-81 7 14
4. 82-84 6 12
5. 85-87 10 20
6. 88-90 16 32
7. 91 -93 4 8
Jumlah 50 100
Pengujian Persyaratan Analisis Data
1. Pengujian Normalitas
Pengujian normal itas terhadap
variabel persepsi pegawai terhadap
kepemimpinan, variabel motivasi
berprestasi dan variabel kinerja
pegawai menggunakan uji LILLIFORS.
Rangkuman hasi! analisis tersebut
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji
Normalitas Data Masing-masing
Variabel
Variabe
l
Nilai Lo Nilai Lt Kesimpulan
X, 0,1091 0,1253 Normal
X2 0,0936 0,1253 Normal
Y 0,1020 0,1253 Normal
Berdasarkan hasil perhitungan yang
disajikan pada label di atas, dapat
dinyatakan bahwa data dari semua
variabel dalam penelitan ini
berdistribusi normal. Karena harga t -
hitung hasil uji untuk semua variabel
berada pada daerah penerimaan
29
hipotesis nol (Ho). Hasil uji normalitas
dengan menggunakan Lillifors
diperkuat dengan histogram frekuensi
dari masing-masing variabel
menunjukkan sebaran distribusi
frekuensi yang mendekati normal.
Dengan demikian persyaratan
normalitas dalam penelitian ini dapat
dipenuhi.
2. Pengujian Keberartian dan
Linearitas Regresi
Pengujian Linearitas dimaksudkan
untuk melihat keberartian arah
hubungan antara variabel persepsi
pegawai terhadap kepemimpinan
dengan variabel persepsi pegawai,
variabel motivasi berprestasi dengan
variabel kinerja pegawai. Pengujian
linearitas menggunakan uji F, yang
didasarkan atas pendekatan kekebalan
(k-2) lawan (n-k). Jika perhitungan
lebih besar hubungannya bersifat
linear. Dari hasil analisis data di atas
dapat dilakukan pengujian hipotesis
sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dengan kinerja pegawai. Hipotesis yang akan diuji adalah terdapat hubungan positif antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dengan kinerja pegawai. Dari hasil analisis yang terangkum dalam tabel, diketahui bahwa r = 0,8823 dan t-hitung lebih besar dari pada t-tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan pada taraf 0,05 antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dengan kinerja pegawai.
2. Terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai. Hipotesis yang akan diuji adalah terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai. Dari hasil analisis yang diterangkan pada tabel, diketahui bahwa r = 0,8858 dan t-hitung lebih besar dari t-tabel, berarti korelasi sangat signifikan pada taraf 0,05 antara motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai. Terdapat hubungan.. positif antara persepsi dan motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai. Hipotesis yang akan diuji adalah terdapat hubungan positif antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dan motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai. Dari hasil analisis pada tabel diketahui r = 0,8896 dengan F-hitung = 89,12 lebih besar daripada F-tabel = 3,20. Berarti korelasi positif sangat signifikan pada taraf 0,05 antara persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dan motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai.
Kesimpulan, Implikasi Dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dengan kinerja pegawai diperoleh korelasi (ryi) = 0,8823, dengan demikian terdapat hubungan positif yang memiliki signifikansi yang kuat. Hal ini diketahui dari keberartian t-hitung = 12,98 lebih besar dari t-tabel = 1,68 pada taraf 0,05.
2. Motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai diperoleh korelasi (ry2) =
30
0,8858 dengan demikian terdapat hubungan positif yang kuat, hal ini diketahui dari keberartian t-hitung =13,41 lebih besar dari t-tabel = 1,68 pada taraf 0,05.
3. Persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dan motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai diperoleh korelasi Ryn = 0,8896 dengan demikian terdapat hubungan positif yang sangat signifikan. Hal ini diketahui dari keberartian F-hitung = 89,52 lebih besar dari pada F-tabel = 3,20 pada taraf 0,05.
4. Diperoleh hitungan kadar sumbangan atau koefisien determinasi 0,7744 oleh persepsi pegawai terhadap kepemimpinan dengan kinerja pegawai.
5. Diperoleh hitungan kadar sumbangan atau koefisien diterminasi 0,7921 oleh motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai.
6. Diperoleh hitungan kadar sumbangan atau koefisien diterminasi 0,7914 oleh persepsi pegawai terhadap kepemimpinan Kasubdit Pembinaan Pembelajaran dan motivasi berprestasi dengan kinerja pegawai.
Implikasi
Implikasi hasil penelitian tersebut bagi
Kasubdit Pembinaan Pembelajaran
terhadap aspek pegawai selaku
pembina SMK dan Tenaga Pendidik dan
Kependidikan SMK selaku pemeran
langsung di sekolah antara lain adalah
:
1. Meningkatkan pembinaan secara intensif agar tujuan dan sasaran SMK dapat tercapai secara berdayaguna dan berhasil guna.
2. Meningkatkan kemampuan, keterampilan dan wawasan melalui pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri.
3. Meningkatkan jenjang pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi baik di dalam maupun di luar negeri.
4. Memberikan kesempatan pengembangan karir dan promosi.
5. Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar, meningkatkan mutu pendidikan, meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan dan meningkatkan efisiensi pengelolaan pendidikan.
6. Meningkatkan Sumber Daya Pendidikan yang dapat mendorong terciptanya situasi yang kondusif untuk meningkatkan mutu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
7. Memberikan tanda jasa dan piagam penghargaan.
8. Meningkatkan kesejahteraan berupa pemberian insentif secara reguler dan proporsional
9. Memberikan beasiswa bagi putera dan puteri yang berprestasi
10. Meningkatkan hubungan silaturahmi melalui arisan, darmawisata, dan kegiatan lain yang dapat memotivasi berprestasi dalam upaya meningkatkarr kinerja pegawai.
11. Meningkatkan kesempatan mengembangkan relasi staf dengan pihak luar dalam hal penjajagan peluang dalam hal pendidikan lanjut pemanfaatan keahlian dan program-program kerjasama lainnya.
12. Memberikan kesempatan peningkatan wawasan dan kompetensi dengan program di
31
industri / intansi terkait di bidang perundangan; perburuhan, pendidikan dan pelatihn, supervisi serta pengembangan karir staf.
13. Menindaklanjuti setiap program pelatihan yang telah diikuti staf dengan sesegera mungkin memberi kesempatan menerapkan hasil penelitian dalam kegiatan yang konkrit.
Saran-saran
1. Penelitian tersebut agar ditindak lanjuti dan dikembangkan secara komprehensif sehingga peningkatan mutu SMK melalui upaya peningkatan kinerja pegawai selaku pembina dapat terus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan IPTEK.
2. Agar diciptakan iklim kerja yang kondustif pada unit kerja/organisasi, yang diharapkan akan tercipta persepsi pegawai yang positif terhadap pimpinan sehingga dapat berpengaruh pada peningkatan kinerja pegawai.
3. Pemberian penghargaan terhadap pegawai-pegawai yang berkinerja baik melalui kesempatan pelatihan didalam maupun diluar negeri, peningkatan jenjang pendidikan, memberikan kesempatan menduduki posisi yang strategis antara lain berupa promosi jabatan,
4. Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberian beasiswa bagi putera dan puteri mereka yang berprestasi secara proporsional, santunan bagi keluarga (anak ; istri/suami) yang sakit atau mendapat musibah.
5. Prosedur kerja agar lebih disederhanakan agar lebih
mempercepat proses dalam meningkatkan produktivitas kerja.
6. Disiplin kerja agar ditingkatkan guna menjamin efektifitas dan produktivitas kerja secara efisien.
7. Depdiknas perlu meningkatkan dan mengembangkan sistem dan mekanisme kerja organisasi yang jelas agar lebih memberi semangat dalam bekerja.
8. Direktorat Dikmenjur perlu memberlakukan reward dan punishment secara tegas dan konsisten melalui sistem dan pola yang jelas dan dapat diterapkan.
Kepustakaan
Arikunto, Suharsimi. 1995. Manajemen
Penelitian. PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
_____ 1996. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Azwar, Saifuddin. 1996. Tes
Prestasi,
Fungsi dan Pengembangan Pengukuran
Prestasi Belajar. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
_____ 1997. Reliabilitas dan Validitas.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Brannen, Julia. 1996. Memadu Metode
Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif. Pustaka Pelajar
Yogyakarta
Cahyono, Bam bang Tri. 1999.
Manajemen sumberdaya Manusia.
Badan Penerbit IPWI. Jakarta
Djojonegoro, Wardiman. 1998.
Pengembangan Sumberdaya
Manusia Melalui. Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK). PT.
Jayakarta Agung Offset, Jakarta.
32
Hadi, Sutrisno. 1996. Statistik Jilid 2.
Penerbit Audi Offset Yogyakarta.
Yogyakarta Handoko, Martin. 1992.
Motivasi Daya Penggerak Tingkah
Laku. Kanisius. Yogyakarta.
Imron, Ali. 1996. Belajar dan
Pembelajaran. PT. Dunia Pustaka
Jaya, Jakarta
Juran, J. 1995. Kepemimpinan Mutu.
Pustaka Binaman Pressindo,
Jakarta.
Kerlinger, Fred N. 1998. Asas-asas
Penelitian Behavioral. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta -
Indonesia.
Nawawi, Hadari dan Hadari, Martini.
1995. Kepemimpinan Yang Efektif.
Gajah Mada University Press.
Yogyakarta
______ 1994. Penelitian Terapan.
Gajahmada. University Press
Yogyakarta.
Prawirosentono, Suyadi. 1999.
Kebijakan Kinerja Karyawan, Kiat
membangun Organisasi Kompetitif
menjelang Perdagangan Bebas
Dunia. Penerbit BPFE-Yogyakarta.
Yogyakarta.
Purwanto, Ngalim M. 1998. Psikologi
Pendidikan. Remaja Rosdakarya
Offset. Bandung.
Rianto, Yatim. 1996. Metodologi
Penelitian Suatu Tinjauan Dasar.
SIC. Surabaya.
Robbins,. SP. 1996. Organizational
Behaviour. Conceps,
Controviersies, Applications.
Sevent Edition by Prentice Hall,
Inc. A Simon & Schuster Company
Englewood Clipps New Jersey.
Siagian, Sondang P. 1996. Fungsi-
Fungsi Manajerial. Bumi Aksara.
Jakarta.
Sudjana, 1992. Metode Statistik.
Tarsito. Bandung
_____ 1996. Teknik Analisis Regresi
dan Korelasi. Tarsito. Bandung.
Sugiyono, 1997. Metode Penelitian
Administrasi. Penerbit Alfabeta.
Bandung.
Spramono dan Sugiarto. 1993.
Statistika. Andi Offset Yogyakarta.
Yogyakarta
Supranto, John. 1992. Teknik Sampling
Untuk Survey dan Eksperimen.
Rineka Cipta. Jakarta.
Suriasumantri, Jujun S. 1996. Filsafat
Ilmu. Sebuah Pengantar Populer.
Sinar Harapan. Jakarta.
Syaiful, Bakri Djamarah. 1994. Prestasi
Belajar dan Kompetensi Guru,
Usaha Nasional. Surabaya -
Indonesia
Syamsi, I. 1998. Pokok-pokok
Organisasi dan Manajemen. Bina
Aksara. Jakarta
Tarigan, Josep R dan Suparmoko, M.
1996. Metode Pengumpulan Data.
BPFE Yogyakarta.
Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo
Setiary R. 1995. Pengantar
Statistika. Bumi Aksara. Jakarta.
Usman, Uzer M. 1998. Menjadi Guru
Profesional. PT Remaja
Rosyakarya. Bandung.
33
Wahjosumidjo 1987. Kepemimpinan
dan Motivasi. Ghalia Indonesia.
Jakarta
_________ 1994. Kiat Kepemimpinan
Dalam Teori dan Praktek. PT.
Harapan Masa PGRI. Jakarta
Wijaya, Cece dan Rusyan, Tabrani A.
1994. Kemampuan Dasar Guru
Dalam Proses Belajar Mengajar. PT
Remadja Rosdakarya. Bandung.
Zainun, Buchari. 1994. Manajemen dan
Motivasi. PT. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
34
Pedoman Penulisan Artikel
Jurnal Pendidikan “Segmen Pembelajar”
1. Artikel diutamakan memiliki informasi yang luas tentang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan manajemen, yang belum pernah diterbitkan atau sedang dalam proses penerbitan pada media lain.
2. Artikel ditulis dalam bahasa ilmiah, dengan spesifikasi sebagai berikut:
a. Ukuran kertas: A4;
b. Ketikan 1,5 spasi;
c. Jumlah 12-16 halaman;
d. Diketik dengan software Microsoft Word, huruf Times New Roman 12.
3. Setiap aktikel disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
4. Sistematika artikel:
I. Pendahuluan
II. Metode Penelitian
III. Hasil Penelitian dan Pembahasan
IV. Simpulan dan Saran
V. Daftar Pustaka.
5. Pedoman Penulisan:
a. Judul artikel dibuat dalam bahasa Indonesia;
b. Nama penulis tanpa gelar. Nama penulis lengkap dengan gelar akademik dan lembaga dicantumkan di catatan kaki.
c. Abstrak (berisi tujuan, metode, dan kesimpulan) dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggeris ditulis dalam satu paragraf (maksimum 200 kata).
d. Kata kunci (keywords) ditulis dalam bahasa Indonesia.
e. Pendahuluan; berisi masalah, tinjauan pustaka, tujuan dan perumusan masalah.
f. Metode Penelitian; dibuat rinci namun singkat dan jelas.
g. Hasil Penelitian dan Pembahasan; berisikan hasil penelitian dan pembahasan yang didukung dengan tinjauan pustaka masing-masing dalam sub-judul.
h. Simpulan dan Saran; berisi simpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian, masing-masing dalam sub judul.
i. Daftar Pustaka; hanya yang dikutip saja, dengan susunan sebagai berikut.
Buku: nama belakang, nama depan, (tahun), judul buku, nama kota tempat penerbitan, penerbit.
Periodikal: nama belakang, nama depan, (tahun), judul artikel, nama periodikal, vol (nomor), nomor halaman.
6. Prosedur Pengiriman Atrikel.
Artikel dalam bentuk print out dan dalam bentuk file (soft copy). Artikel dalam bentuk print out dua rangkap dikirimkan ke Redaksi Jurnal Pendidikan Segmen Pembelajar, STKIP Purnama, Jalan Titayasa V Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
35
Artikel dalam bentuk file (microsoft word) dikirimkan melalui email ke alamat: penelitian_purnama.yahoo.com
7. Penyunting berwenang menyunting artikel yang diterima tanpa mengubah isi dan tujuannya.