PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH WAKIF MENURUT HUKUM ISLAMrepository.uinjambi.ac.id/4268/1/revisi...

75
PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH WAKIF MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi) Skiripsi Diajukan Untuk Melengkap Salah Satu Syarat Guna Memperolah Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Oleh: NURHIDAYAH NIM.SHE.162071 PEMBIMBING: Dr. A.A. Miftah, M.Ag Dr. Maryani, S.Ag, M.HI FAKULTAS SYARIAH JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAH SAIFUDDIN JAMBI 2020

Transcript of PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH WAKIF MENURUT HUKUM ISLAMrepository.uinjambi.ac.id/4268/1/revisi...

  • PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH WAKIF MENURUT

    HUKUM ISLAM

    (Studi Kasus di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar

    Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi)

    Skiripsi

    Diajukan Untuk Melengkap Salah Satu Syarat Guna

    Memperolah Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)

    Dalam Hukum Ekonomi Syariah

    Fakultas Syariah

    Oleh:

    NURHIDAYAH

    NIM.SHE.162071

    PEMBIMBING:

    Dr. A.A. Miftah, M.Ag

    Dr. Maryani, S.Ag, M.HI

    FAKULTAS SYARIAH

    JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAH SAIFUDDIN JAMBI

    2020

  • ii

  • iii

    KEMENTERIAN AGAMA

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

    FAKULTAS SYARIAH

    Jln. Jambi-Ma. Bulian Km. 16 Simp. Sei Duren-

    Jambi 36363 Tlp./Fak.(0741) 583183-584118

    Website: www.iain jambi.ac.id

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk

    memenuhi salah satu persyaratan gelar Strata (S.1) di

    Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha

    Saifuddin Jambi.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini

    telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang

    berlaku di Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha

    Saifuddin Jambi.

    3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya

    asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain,

    maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

    Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    Jambi, April 2020

    Yang menyatakan

    NURHIDAYAH SHE 162071

  • iv

  • v

    Pembimbing I : Dr. A.A. Miftah, M.Ag Pembimbing II : Dr. Maryani, S.Ag, M.HI

    Alamat : Fakultas Syariah UIN STS JAMBI Jl. Jambi - Ma.Bulian KM.15 Desa Simpang

    Sei. Duren Kab. Muaro Jambi 31346

    Telp.(0741)584118-583183

    Kepada Jambi, April 2020 Yth

    Bapak Dekan Syariah

    UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

    Di-

    Jambi NOTA DINAS

    Assalaamu’alaikum Wr, Wb.

    Setelah membaca dan mengadakan perbaikan sepenuhnya maka

    skripsi saudara Nurhidayah NIM: SHE. 162071 yang berjudul :

    “Permintaan Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh Wakif

    Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Di Yayasan Sabilal

    Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota

    Jambi)” telah disetujui dan dapat diajukan untuk dimunaqasahkan

    guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana (S.1) dalam

    ilmu Hukum Ekonomi Syariah pada Fakultas Syariah Universitas

    Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    Demikian, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi

    kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.

    Wassalaamu’alaikum Wr, Wb.

    Pembimbing I Pembimbing II

    Dr. A.A.Miftah, M.Ag Dr. Maryani, S.Ag. M.HI

    NIP. 197311121996031001 NIP.197609072005012004

  • vi

    MOTTO

    َأْجُسُهْم ِعْىَد َزبِِّهْم الَِّريَه ُيْىِفُقىَن َأْمَىاَلُهْم ِفي َسِبيِل اللَِّه ُثمَّ َلا ُيْتِبُعىَن َما َأْوَفُقىا َمىًّا َوَلا َأًذي ۙ َلُهْم

    ََوَلا َخْىٌف َعَلْيِهْم َوَلا ُهْم َيْحَزُوىن

    Artinya: : ”Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian

    mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut

    pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka

    memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap

    mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al-Baqarah (2) : 262)

  • vii

    PERSEMBAHAN

    Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, Dzat yang Maha Kuasa dan

    Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

    Kupersembahkan skripsi ini kepada :

    Kedua orang tuaku tersayang Hasbi. Is dan Zuhdiah, terimakasih telah tulus dan

    ikhlas dalam menyayangi, mencintaiku dan atas doa, motivasi dan serta

    pengorbanannya selama ini.

    Semoga Allah SWT selalu memberi limpahan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada

    mereka di dunia dan akhirat. (Aamiin)

  • viii

    ABSTRAK

    Yayasan Sabilal Muhtadin merupakan lembaga pendidikan Alquran

    yang didirikan oleh sekelompok orang pada tahun 2017 yang terletak di Rt. 13

    Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi, Skripsi yang

    Berjudul ”Penarikan Kembali Harta Wakaf oleh Wakif Menurut Hukum Islam

    (Studi Kasus di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar

    Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi)” ini bertujuan mengetahui apa yang

    melatarbelakangi si wakif meminta kembali, bagaimana status harta wakaf dan

    akibat hukum setelah penarikan kembali harta wakaf tersebut. Skripsi ini

    menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan instrumen pengumpulan

    data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian

    yang dilakukan diperoleh hasil kesimpulan sebagai berikut: Permintaan

    penarikan harta wakaf di Yayasan Sabilal Muhtaddin terjadi karena wakif

    merasa tidak dilibatkan dalam kepengurusan yayasan, faktor ekonomi juga

    menjadi faktor penarikan kembali tanah wakaf karena tanah menjadi alat untuk

    mencari rezeki, lemahnya pengetahuan agama masyarakat tidak semua

    mengerti tentang wakaf.Penarikan tanah wakaf bila ditinjau dari hukum islam

    tidak boleh ditarik kembali. Harta yang telah diwakafkan tidak boleh ditarik

    kembali karena pada hakikatnya akad wakaf adalah memindahkan kepemilikan

    kepada Allah. Karena harta wakaf terlepas dari hak milik wakif sejak wakaf

    diikrarkan. Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang untuk dijadikan

    jaminan, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukardan dialihkan dalam bentuk

    pengalihan hak lainnya.

    Kata kunci : Hukum Ekonomi Syariah, Wakaf, Penarikan Harta Wakaf

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

    melimpahkan rahmat dan hidayah-nya serta anugerah yang tiada terkira,

    shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Rasullah SAW

    yang telah mengajarkan suri tauladan, dan yang telah membawa kita dari jaman

    jahiliyah ke jaman modern seperti yang kita rasakan sekarang dengan

    kemudahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

    “Permintaan Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh Wakif Menurut Hukum

    Islam (Studi Kasus Di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec.

    Alam Barajo Kota Jambi)”.

    Skripsi ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan

    kelulusan studi pada Program Sarjana (S1) Fakultas Ekonomi Syariah

    Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Oleh karena itu, hal

    yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih kepada semua pihak yang

    turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama sekali kepada yang

    terhormat:

    1. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi Asy‟ari, MA., Ph.D selaku Rektor UIN STS

    Jambi.

    2. Bapak Dr. Sayuti, MH selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS Jambi.

    3. Bapak Agus Salim, MA., M.IR., Ph. D selaku Wakil Dekan I Fakultas

    Syariah UIN STS Jambi.

    4. Bapak Dr. Ruslan Abdul Ghani, SH, M.H selaku wakil Dekan II Fakultas

    Syariah UIN STS Jambi

  • x

    5. Bapak Dr. H. Ishaq, SH., M.Hum selaku wakil Dekan III Fakultas Syariah

    UIN STS Jambi.

    6. Bapak Rasito SH., M. Hum dan Ibu Pidayan Sasnifa, S.H, M.Sy, selaku

    Ketua dan Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah.

    7. Bapak Dr. A.A.Miftah, M.Ag selaku dosen pembimbing I.

    8. Ibu Dr. Maryani, S.Ag, M.HI selaku dosen pembimbing II.

    9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah.

    10. Bapak dan Ibu Karyawan/Karyawati di lingkungan Fakultas Syariah UIN

    STS Jambi.

    11. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung

    maupun tidak langsung.

    Di samping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari

    Kesempurnaan. Oleh karenanya diharapkan kepada semua pihak untuk dapat

    memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah

    SWT kita mohon ampunan-Nya, dan kepada manusia kita memohon

    kemaafannya. Semoga amal kebajikan kita dinilai seimbang oleh Allah SWT.

    Jambi, April 2020

    Nurhidayah

    SHE.162071

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN DEPAN ..................................................................................... i

    PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................................ ii

    LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii

    PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................. iv

    NOTA DINAS ............................................................................................... v

    MOTTO ......................................................................................................... vi

    PERSEMBAHAN .......................................................................................... vii

    ABSTRAK ..................................................................................................... viii

    KATA PENGANTAR ................................................................................... ix

    DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5

    C. Batasan Masalah................................................................................. 5

    D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................................... 6

    E. Kerangka Teori................................................................................... 8

    F. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 28

    BAB II METODE PENELITIAN

    A. Pendekatan Penelitian ........................................................................ 31

    B. Lokasi Penelitian................................................................................. 32

    C. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 32

    D. Instrumen Pengumpulan Data ............................................................ 33

    E. Teknik Analisis Data .......................................................................... 35

    F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 36

    BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    A. Sejarah Singkat Yayasan Sabilal Muhtadin ....................................... 38

    B. Status, Fungsi dan Tujuan Yayasan Sabilal Muhtadin ...................... 39

    C. Proses Wakaf diserahkan oleh Wakif Kepada Pihak Nadzir ............. 40

    D. Struktur Pengurus Yayasan Sabilal Muhtadin ................................... 42

  • xii

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hal-Hal yang Melatarbelakangi Wakif Meminta Kembali Harta yang

    sudah ia wakafkan ............................................................................. 45

    B. Status Harta di Wakaf Yayasan Sabilal Muhtadin ............................. 47

    C. Akibat Hukum dari Permintaan Penarikan Kembali Harta Wakaf

    di Yayasan Sabilal Muhtadin ............................................................. 48

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ........................................................................................ 58

    B. Saran ................................................................................................... 59

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    RIWAYAT HIDUP PENULIS

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Allah Swt menciptakan manusia dan jin tidak lain hanya untuk

    beribadah kepada-Nya. Beribadat artinya mengabdi kepada-Nya secara

    keseluruhan, baik seluruh sikap hidup dan kehidupan manusia secara pribadi,

    maupun sebagai anggota masyarakat dan sebagai kesatuan makhluk pada

    umumnya.

    Pelaksanaan ibadat dipraktikkan melalui pengabdian keseluruhan diri

    manusia beserta segala apa yang dimilikinya. Satu bentuk ibadat melalui

    pengorbanan dengan harta yang kita miliki untuk kepentingan kemanusiaan,

    kemasyarakatan dan keagamaan telah diatur oleh syariat Islam adalah wakaf.

    Wakaf dianjurkan oleh Islam karena dengan wakaf maka seseorang

    akan memperoleh pahala secara terus menerus, selama benda wakaf tersebut

    masih digunakan untuk kemaslahatan umat meskipun orang yang berwakaf

    telah meninggal. Dalam islam wakaf juga dijadikan sebagai amalan yang

    sangat dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Menurut bahasa

    wakaf berarti al-habsu, yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan,

    menjauhkan diri dari sesuatu yang memenjarakan. Menurut istilah wakaf

    berarti berhenti atau menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa

    musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah, serta dimaksudkan untuk

    mendapatkan keridaan Allah swt.1

    1 Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia.( Jakarta: Sinar Grafika, 2013),

    hlm.51

  • 2

    Dari tata cara transaksinya wakaf, wakaf dapat dipandang sebagai salah

    satu bentuk amal yang mirip dengan shadaqoh. Yang membedakannya adalah

    dalam shadaqoh, baik substansi (asset) maupun hasil/manfaat yang diperolah

    dari pengelolaannya, seluruhnya ditransfer (dipindahtangankan) kepada yang

    berhak menerimany, sedangkan wakaf yang ditransfer hanya hasil/manfaatnya,

    sedangkan substansinya/assetnya tetap dipertahankan.2

    Antara amalan yang disyariatkan oleh islam dalam konteks penjagaan

    harta ialah amalan wakaf, termasuk wakaf tanah untuk kebajikan umat islam.

    Wakaf disyariatkan dalam ajaran Islam yang ditanamkan Rasulullah SAW

    sejak zaman dahulu, banyak ayat Al-quran dan hadis yang menjelaskan akan

    pentinya wakaf, salah satunya dalam Q.S Ali-Imran ayat 92:

    َتَىاُلىا اْلِبسَّ َحتًَّٰ ُتْىِفُقىا ِممَّا ُتِحبُّىَن ۚ َوَما ُتْىِفُقىا ِمْه َشْيٍء َفِإنَّ اللََّه ِبِه َعِليٌمَلْه

    Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),

    sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja

    yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.3

    Dalam salah satu hadist Rasulullah SAW menjelaskan bahwa wakaf

    merupakan amaliyah harta tetap memnerikan kontribusi terhadap orang Islam,

    meskipun ia telah meninggal dunia. Dalam artian selama barang atau harta

    yang diwakafkan masih dimanfaatkan oleh masyarakat, maka ia tetap

    mendapatkan balasan dari Allah SWT.

    Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam wakaf merupakan

    perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang

    2 Mannan, Sertifikat Waqaf Tunai, Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam.(Jaksel:

    Ciber-PKTTI-UI, 2001), hlm. 30

    3 Ali-Imran (3): 92

  • 3

    memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk

    selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai

    dengan ajaran Islam.4

    Menurut Jumhur Ulama yang menjadi dasar pendapatnya oleh golongan

    Syafi‟ iyah dan Hanabilah bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang

    diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafannya.

    Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkannya.

    Harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif

    menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf‟ alaih (yang

    diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat

    melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Wakif tidak berwenang lagi atas

    harta tersebut. Karena itu mazhab Syafi‟ i mendifinisikan wakaf adalah:

    “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai

    milik Allah SWT, dengen menyedekahkan manfaatnya kepada suatu

    kebajikan.5

    Sedangkan menurut golongan Malikiyah bahwa wakaf itu tidak

    melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf

    tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan

    kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif beerkewajiban

    menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.

    Perbuatan si wakif menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh

    4 Departemen Agama RI, Peraturan Perundang Perwakafan, (Jakarta: Dirjen Bimas, 2006),

    hlm. 150

    5 Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat

    Islam , 2007), hlm. 3

  • 4

    mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah,

    atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang.

    Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu

    sesuai dengan keinginan pemilik. Perwakafan tersebut berlaku untuk suatu

    masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal.

    Praktek wakaf yang dilakukan di Indonesia banyak masih bersifat

    tradisionalis, ini bisa dilihat dari banyaknya muslim di Indonesia yang

    menggunakan kebiasaan mewakafkan hartanya secara lisan, yang didasarkan

    saling percaya kepada seseorang atau suatu lembaga. Karena tradisi tersebut

    memunculkan berbagai fenomena yang mengakibatkan perwakafan tidak

    mengalami perkembangan yang signifikan dan menggembirakan untuk

    kepentingan masyarakat banyak, bahkan banyak harta wakaf yang hilang atau

    bersengketa akibat tidak adanya bukti tertulis seperti ikrar wakaf, sertifikat

    tanah dan lain-lain.

    Dalam permasalahan perwakafan banyak sekali ditemui kasus-kasus

    sengketa tanah wakaf, baik itu sengketa intern maupun ekstrn. Misalnya dalam

    sengketa intern adalah karena suatu kepentingan/alasan si wakif menarik

    kembali tanah yang telah ia wakafkan. Sehingga menimbulkan sengketa antara

    wakif dengan pihak pengelolah yaitu nazhir.

    Dari contoh kasus diatas penulis mendapatkan suatu masalah yaitu

    permintaan kembali harta wakaf yang dilakukan oleh wakif yang bernama Ibu

    Hj. Siti Zainab di Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota

    jambi. Awal mulanya tanah pribadi milik Ibu Hj. Siti Zainab seluas 688 meter

  • 5

    persegi yang diwakafkan pada tahun 2001 diwakafkan untuk dijadikan Tempat

    pengajian anak-anak di kawasan Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar, namun hal

    kurang menggembirakan terjadi pada tahun 2015 karena si wakif ingin

    meminta kembali harta yang sudah dia wakafkan dengan berbagai macam

    alasan di antaranya adalah karena wakif tidak dilibatkan dalam kepengurusan

    yayasan.

    Berdasarkan Kasus diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji

    masalah ini kedalam sebuah penelitian dan menuangkannya kedalam sebuah

    karya skripsi yang berjudul: PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF

    OLEH WAKIF MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Yayasan

    Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi).

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian singkat dalam latar belakang masalah dan

    penegasan istilah diatas, maka pokok permasalahan yang menjadi pembahasan

    dalam Skripsi saya dapat dirumuskan sebagai berikut :

    1. Apa yang melatarbelakangi si wakif meminta kembali harta yang sudah ia

    wakafkan?

    2. Bagaimana status harta wakaf di Yayasan Sabilal Muhtadin?

    3. Bagaimana akibat hukum dari permintaan penarikan harta wakaf di

    Yayasan Sabilal Muhtadin?

    C. Batasan Masalah

    Untuk menghindari adanya perluasan masalah yang dibahas yang

    menyebabkan permasalahan menjadi tidak konsisten dengan rumusan masalah

  • 6

    yang telah penulis buat sebelumnya maka penulis memberikan batasan masalah

    ini hanya membahas mengenai Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh Pemberi

    Wakaf di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam

    Barajo Kota Jambi

    D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Dalam melakukan penelitian ini penulis mempunyai tujuan tertentu

    yang ingin dicapai sebagai pemecah masalah yang dihadapi. Dalam suatu

    penelitian ada dua macam tujuan yaitu, tujuan obyektif dan subyektif.

    a. Tujuan Obyektif

    Tujuan obyektif adalah tujuan penulisan yang mendasari penulis dalam

    melakukan penulisan. Dalam penelitian ini tujuan obyektifnya adalah:

    1) Ingin mengetahui apa yang melatarbelakangi si wakif mengambil kembali

    harta yang sudah ia wakafkan

    2) Ingin Mengetahi bagaimana status harta wakaf di Yayasan Sabilal

    Muhtadin

    3) Ingin Mengetahui Bagaimana akibat hukum dari permintaan penarikan

    harta wakaf di Yayasan Sabilal Muhtadin

    b. Tujuan Subyektif

    Tujuan subyektif adalah tujuan penulis dilihat dari tujuan pribadi yang

    mendasari penulis dalam melakukan penulisan. Dalam penelitian ini tujuan

    subyektifnya adalah:

  • 7

    1) Ingin menambah, memperluas dan mengembangkan pemahaman penulis

    tentang permintaan penarikan kembali harta wakaf yang ditinjau dari

    Hukum Islam.

    2) Ingin memberikan sumbang pemikiran bagi ilmu pengetahuan dibidang

    Hukum Ekonomi Syariah, terkhusus terhadap harta wakaf.

    3) Ingin memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana (S1) dibidang

    Hukum Ekonomi Syariah pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri

    Sulthan Thaha Saifuddin Jambi melalui penulisan penelitian ini.

    2. Kegunaan Penelitian

    Penelitian ini diharapkan bisa memberikan nilai daya guna dan manfaat

    sebagai berikut:

    a. Manfaat Teoritis

    Manfaat teoritis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang bertalian

    dengan pengembangan ilmu hukum ekonomi syariah. Manfaat teoritis dari

    penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1) Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi

    pengembangan ilmu hukum ekonomi syariah.

    2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur,referensi dan

    bahan bahan informasi ilmiah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

    acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.

    b. Manfaat Praktis

    Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang berkaitan

    dengan pemecahan masalah. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai

    berikut:

  • 8

    1) Hasil penelitian ini diharapkan memberikan jawaban atas permasalahan

    yang akan diteliti mengenai Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh Wakif

    Menurut Hukum Islam di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali

    Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi.

    2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

    pada pihak-pihak pengelolah (nadzir) dan pengurus yayasan dalam kasus

    Permintaan Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh Wakif Menurut Hukum

    Islam di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam

    Barajo Kota Jambi.

    E. Kerangka Teori

    1. Pengertian Wakaf

    Kata wakaf diprediksi telah sangat popular dikalangan umat Islam dan

    malah juga dikalangan nonmuslim. Kata wakaf yang sudah menjadi bahasa

    Indonesia itu berasal dari kata kerja bahasa Arab waqafa (fiil madi)-yaqifu (fiil

    mudari’)-waqfan (isim masdar) yang secara etimologi (bahasa) berarti

    berhenti, berdiri, berdiam ditempat, atau menahan. Kata waqafa dalam bahasa

    Arab adalah sinonim dari kata habasa (isim masdar) yahbisu (fiil mudari’) dan

    habsan (isim masdar) yang menutut etimologi juga bermakna menahan. Dalam

    hal ini ada pula yang menarik untuk dicermati dan agar menjadi ingatan bahwa

    ternyata Rasulullah SAW menggunakan kat al-habs (menahan), yaitu menahan

    suatu harta benda yang manfaatnya digunakan untuk kebajikan dan dianjurkan

    agama.6

    6 Suhrawardi K. Lubis, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika,

    2010),hlm. 4

  • 9

    Abu Bakar Jabir Al-Jazairi mengartikan wakaf sebagai penahanan harta

    sehingga harta tersebut tidak bisa diwarisi, atau dijual, atau dihibahkan, dan

    mendermakan hasilnya pada penerima wakaf. Dalam prespektif ekonomi,

    wakaf dapat didefinisikan sebagai pengalihan dana (atau aset lainnya) dari

    keperluan konsumsi dan menginvestasikannya pada aset produktif yang

    menghasilkan pendapatan untuk konsumsi di masa yang akan datang baik oleh

    individual ataupun kelompok.7

    Pengertian wakaf menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 41 Tahun 2004

    yaitu Perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan

    sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk

    jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan / atau

    kesejahteraan umum menurut syariah.8

    Sedangkan menurut PP Nomor 28 Tahun 1977 Wakaf adalah perbuatan

    hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta

    kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-

    lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai

    dengan ajaran agama Islam.9

    Menurut Boedi harsono, perwakafan tanah milik merupakan suatu

    perbuatan hukum yang suci, mulia dan terpuji yang dilakukan oleh seseorang

    atau badan hukum, dengan memisahkan sebagian harta kekayaan berupa harta

    milik dan melembagakan untuk selama-lamanya menjadi wakaf sosial.

    7 Farid Wadjdy & Mursyid, Wakaf dan Kesejahteraan Umat (filantropi Islam Yang Hampir

    Terlupakan), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 30

    8 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 1

    9 Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 1977, Pasal 1

  • 10

    Selanjutnya dikemukakan beberapa definisi wakaf menurut ulama fiqh

    sebagai berikut:

    Pertama, definisi wakaf yang didefinisikan oleh Mazhab Hanafiyah

    mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik wakif dan

    menyedekahkannya atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang

    diinginkan untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahwa

    kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti ditangan wakif itu

    sendiri. Dengan artian, wakif masih menjadi pemilik harta yang

    diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta

    tersebut, bukan termasuk aset hartanya.10

    Kedua, Mazhab Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan

    manfaat suatu harta yang dimili (walaupun pemiliknya dengan cara sewa)

    untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (sighat) dalam

    jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan wakif. Definisi wakaf tersebut

    hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak

    saja.

    Ketiga, Mazhab Syafi‟iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta

    yang bisa memberi manfaat serta kekal materu bendanya (al-‘ain) dengan cara

    memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh wakif untuk diserahkan

    kepada nadzir yang diperbolahkan oleh syari‟ah. Golongan ini mensyaratkan

    harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya, dalam artian

    10 Siska Lis Sulistiani, Pembaharuan Hukum Wakaf di Indonesia , (Bandung: PT Refika

    Aditama,2017), hlm.9

  • 11

    harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya

    secara berterusan.

    Keempat, Mazhab Hanabilah, yaitu menahan secara mutlak kebebasan

    pemilik harta dalam menjalankan yang bermanfaat dengan tetap utuhnya harta

    dan memutuskan seluruh hak penguasa terhadap harta, sedangkan manfaat

    harta adalah untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.

    Memperhatikan defisini yang dikemukakan oleh Mazhab Hambali diatas

    tampak bahwa apabila suatu wakaf sudah sah, berarti hilanglah kepemilikan

    waqif terhadap harta yang diwakafkannya. Hal ini berarti sama dengan

    pendapat Mazhab Syafi‟ i dan Mazhab Syafi‟ i ini berpendapat bahwa harta

    wakaf tidak boleh dijual (la yuba’), tidak boleh dihibahkan (la yuhab), tidak

    boleh diwariskan (la yurats) kepada siapa pun.

    2. Dasar Hukum Wakaf

    a. Al-quran

    1) QS. Ali Imran Ayat 92:

    ا ِمْه َشْيٍء َفِإنَّ اللََّه ِبِه َعِليٌمَلْه َتَىاُلىا اْلِبسَّ َحتًَّٰ ُتْىِفُقىا ِممَّا ُتِحبُّىَن ۚ َوَما ُتْىِفُقى

    Artinya: “ Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna)

    sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja

    yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.11

    2) QS. Al-Baqarah Ayat 267:

    َيمَُّمىا َيا َأيَُّها الَِّريَه آَمُىىا َأْوِفُقىا ِمْه َطيَِّباِت َما َكَسْبُتْم َوِممَّا َأْخَسْجَىا َلُكْم ِمَه اْلَؤْزِض ۖ َوَلا َت

    َأنَّ اللََّه َغِىيٌّ َحِميٌداْلَخِبيَث ِمْىُه ُتْىِفُقىَن َوَلْسُتْم ِبآِخِريِه ِإلَّا َأْن ُتْغِمُضىا ِفيِه ۚ َواْعَلُمىا

    Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, Infakkanlah sebagian dari hasil

    usahamu yang baik, dan dari apa yang kamu keluarkan untuk dari alam bumi.

    11 Ali-Imran (3): 92

  • 12

    Dan janganlah kamu memilih yang buru-buruk daripadanya untuk kemudian

    kamu infakkan padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya kecuali dengan

    memicingkan mata (enggan). Ketahuilah Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya

    lagi Maha terpuji”.12

    Kata-kata menafkahkan harta yang disebut dalam Al-quran tidak kurang

    dari 72 tempat, selain berkonotasi pada nafkah wajib, seperti zakat atau

    memberi nafkah keluarga, juga menunjuk hukum sunnah, seperti sedekah,

    hibah, wakaf dan lain-lain. Dalam Al-quran tidak ditemukan secara eksplisit

    dan tegas mengenai wakaf, al-quran hanya menyebutkan dalam artian umum

    saja, tidak tegas dan khusus menggunakan kata wakaf. Para Fuqaha menjadikan

    ayat-ayat umum itu sebagai dasar wakaf dalam Islam. Seperti ayat-ayat yang

    membicarakan sedekah, infak dan amal jariyah. Para ulama menafsirkannya

    bahwa wakaf itu sudah tercakup di dalam cakupan ayat tersebut.

    Dalam ayat ini terdapat anjuran untuk melakukan infak secara umum

    terhadap sebagian dari apa yang dimiliki seseorang, dan termasuk kedalam

    pengertian umum infak menurut Jumhur ulama adalah melalui sarana wakaf.13

    b. Hadis

    ِلٍح َيْدُعى َلُهَذا َماَت اْلِإْوَساُن اْوَقَطَع َعَمُلُه ِإلَّا ِمْه َثَلاَثٍة ِمْه َصَدَقٍة َجاِزَيٍة َوِعْلٍم ُيْىَتَفُع ِبِه َوَوَلٍد َصاِإ

    Artinya: “ Dari Abu Hurairah r.a (dilaporkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

    Apabila seseorang meninggal dunia, maka putuslah amalannya kecuali tiga hal:

    sedekah yang mengalir, ilmu yang dimanfaatkan atau anak shahih yang

    mendoakannya”.

    Sedekah Jariyah yang disebutkan dalam hadis Abu Hurairah tidak lain

    yang dimaksud adalah wakaf, dimana pokok bendanya tetap, sedangkan manfaat

    12 Al-Baqarah (2):267

    13

    Siska Lis Sulistiani, Pembaharuan Hukum Wakaf di Indonesia , (Bandung: PT Refika

    Aditama, 2017), hlm.49

  • 13

    benda yang diwaafkan itu mengalir terus (Jariyah=Mengalir) sehingga wakif tetap

    mendapat pahala atas amalnya meskipun ia telah meninggal dunia.

    3. Macam-Macam Wakaf

    Bila ditinjau dari segi ditujuan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf

    dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

    a. Wakaf Ahli

    Wakaf Ahli atau disebut dengan wakaf keluarga, wakaf yang khusus

    diperuntukkan orang-orang tertentu, seseorang atau lebih baik ia keluarga

    wakif ataupun orang lain. Bagian dari sejarah wakaf dzurri atau ahli ini yaitu

    wakaf lain yang dilakukan pada zaman Rasulullah adalah wakaf tanah Khaibar

    Dari Umar bin Khattab. Tanah ini sangat disukai oleh beliau karena subur dan

    banyak hasilnya. Namun demikian, ia meminta nasihat kepada Rasulullah

    tentang apa yang harus ia perbuat terhadap tanah tersebut maka rasulullah

    menuruh agar Umar menahan pokoknya, dan memberikan hasilnya kepada

    fakir miskin, dan Umar pun melakukan hal itu. Sejak saat itu keluarga Nabi dan

    para sahabat yang mewakafkan tanah dan perkebunannya. Sebagian dari

    mereka ada yang mewakafkan harta untuk keluarga dan kerabatnya, sehingga

    muncullah wakaf keluarga (wakaf dzurri atau ahli).14

    b. Wakaf Khairi

    Wakaf Khairi atau wakaf umum adalah wakaf yang diperuntukkan bagi

    kepentingan atau kemasyarakatan umum. Wakaf jenis ini jelas sifatnya sebagai

    lembaga keagamaan dan lembaga sosial dakam bentuk masjdi, madrasah,

    pesantren, asrama, rumah sakit, rumah yatim piatu, tanah perkuburan dan

    14 Ibid,hlm.71

  • 14

    sebaginya. Wakaf khairi ini dianjurkan bagi orang yang mempunyai harta

    untuk melakukannya guna memperolah pahala yang terus megalir bagi orang

    yang bersangkutan meskipun ia telah meninggal dunia, selama wakaf itu masih

    dapat diambil manfaatnya.15

    4. Rukun dan Syarat Wakaf

    a. Rukun Wakaf

    Abi al-Qasim menyebutkan bahwa rukun wakaf ada empat yaitu, al-

    Muhabbas, al-Muhabbis, al-Muhabbis ‘alaih dan sighat. Sementara Jumhur

    Ulama, Maliki, Syafi‟i, Zaidiyah, Hambali dan al-Khurasyi menjelaskan bahwa

    rukun wakaf yaitu, wakif, Maukuf’alai, Maukuf bih, Sighat atau Ikrar.

    Dalam hukum Islam untuk terwujudnya wakaf harus memenuhi rukun dan

    syaratnya. Rukun wakaf ada lima yaitu:

    1) Wakif (pemberi wakaf)

    Syarat wakif adalah sehat akalnya, dalam keadaan sadar, tidak dalam

    keadaan terpaksa atau dipaksa, dan telah mencapai umur baliigh. Wakif adalah

    pemilik sempurna harta yang diwakafkan. Dalam versi pasal 2215 (2) KHI jo.

    Pasal 1 (2) PP 28/1977 dinyatakan: “wakif adalah orang atau orang-orang

    ataupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya”. Selain itu yang

    berwakaf hendak berbuat baik walaupun bukan Islam sekalipun.

    2) Maukuf bih (benda yang diwakafkan)

    Syarat-syarat harta benda yang diwakafkan yang harus dipenuhisebagai

    berikut :

    a) Benda wakaf dapat dimanfaatkan jangka panjang

    15 Ibid, hlm.72

  • 15

    b) Tidak sekali pakai

    c) Benda wakaf dapat berupa milik kelompok atau badan hukum

    d) Hak milik wakif yang jelas batas-batas kepemilikannya

    e) Benda wakaf itu dapat dimiliki dan dipindahkan kepemilikannya

    f) Benda wakaf dapat dialihkan hanya jika jelas-jelas untuk maslahat yang

    lebih besar

    g) Benda wakaf tidak dapat diperjual belikan, dihibahkan atau diwariskan

    3) Maukuf ‘alaih (tujuan wakaf/ peruntukan wakaf)

    Untuk menghindaripenyalahgunaan wakaf, maka wakif perlu

    menegaskan tujuan wakafnya. Yang jelas tujuannya adalah untuk kebaikan,

    mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Kegunaan wakaf

    bisa untuk sarana ibadah murni, bisa juga untuk sarana sosial keagamaan

    lainnya yang lebih besar manfaatnya. Karena itu, wakaf tidak bisa digunakan

    untuk kepentingan maksiat, membantu, mendukung atau memungkinkan untuk

    tujuan maksiat. Faktor administrasi, kecermatan, dan ketelitian dalam

    mewakafkan barang menjadi sangat penting, demi keberhasilan tujuan dan

    manfaat wakaf itu sendiri.16

    4) Sighat (ikrar atau pernyataan wakaf)

    Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah

    atau benda miliknya (ps. 1(3) PP No. 28/1977 jo.ps.2015 (3) KHI). Pernyataan

    atau ikrar wakaf ini harus dinyatakan secara tegas baik lisan maupun tertulis,

    dengan redaksi “aku mewakafkan” atau “aku wakafkan” atau kalimat yang

    semakna lainnya. Ikrar ini penting, karena pernyataan ikrar membawa implikasi

    16 Departemen Agama RI, Hukum Wakaf,(Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen

    Bimas Islam Depag RI, 2006),hlm.26

  • 16

    gugurnya hak kepemilikan wakif, dan harta wakaf menjadi milik Allah atau

    miliki umum yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang menjadi

    tujuan wakaf itu sendiri. Karena itu konsekuensinya harta wakaf tidak bisa

    dihibahkan, diperjualbelikan, ataupun diwariskan.

    5) Nazhir wakaf (pengelolah wakaf)

    Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk

    dikelolah dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya. Posisi nazhir

    sebagai pihak yang bertugas untuk memlihara dan mengurusi harta wakaf

    mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan. Sedemikian penting

    kedudukan nazhir dalam perwakafan, sehingga berfungsi tidaknya wakaf bagai

    maukuf ‘alai sangat bergantung pada nazhir wakaf. Meskipun demikian tidak

    berarti bahwa nazhir mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang

    diamanahkan kepadanya.17

    Nazhir adalah orang yang ahli memiliki syarat seperti orang yang

    berwakaf dan tujuan dari wakaf harus jelas. Karenanya tidak sah berwakaf

    kepada anak yang masih didalam kandungan ibunya, begitu juga kepada hamba

    sahaya. Kehadiran nadzir sebagai pihak yang diberi kepercayaan mengelolah

    harta wakaf sangatlah penting. Walaupun mujtahid tidak menjadikan nadzir

    sebagai salah satu rukun wakaf, namun para Ulama sepakat bahwa wakif harus

    menunjuk nadzir wakaf, baik yang bersifat perorangan maupun kelembagaan.

    Pengangkatan nadzir wakaf ini bertujuan agar harta wakaf tetap terjaga dan

    terurus, sehingga harta wakaf tidak sia-sia.

    17 Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf, hlm. 70

  • 17

    Nazhir berwenang melakukan segala tindakan yang mendatangkan

    kebaikan bagi harta wakaf bersangkutan dengan memperhatikan syarat-syarat

    yang mungkin telah ditentukan wakif. Tetapi nadzir tidak boleh menggadaikan

    harta wakaf untuk tanggungan hutang harta wakaf atau tanggungan hutang

    tujuan wakaf.

    Peran nazhir terhadap pengelolaan wakaf seyogyanya menjelaskan jika

    seorang wakif berwakaf secara siiriyyah, sekalipun ia ingin menghilangkan sifat

    sombong dan riya’. Dalam hal ini Al-Khatib Al-Syarbini mengemukakan syarat

    nazhir sabagai berikut:

    a) Jujur dan adil karena wakaf adalah amanah yang harus dijaga dengan sebaik-

    baiknya dan manfaatnya disalurkan sesuai dengan peruntukan wakaf.

    b) Memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengembangkan untuk

    mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sehingga mencapai hasil

    optimal, dan jika terabaikan maka penguasa hukum wilayah segera memecat

    dan menggantiannya yang telah ditunjuk oleh wakif, agar harta benda wakaf

    terselamatkan.

    Berdasarkan pasal 11 dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

    dijelaskan bahwa nazhir mampunyai tugas:

    a) Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;

    b) Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,

    fungsi dan peruntukannya;

    c) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;

  • 18

    d) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada BWI.18

    Sementara pasal 12 menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas

    sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, nazhir dapat menerima imbalan dari hasil

    bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya

    tidak melebihi 10% (sepuluh persen).19

    Bagi Imam Ahmad bahwa nazhir

    memperolah upah berdasarkan ketentuan wakif. Tetapi dikalangan Hanabilah ada

    dua argumen yang menjadi alasan untuk memberi upah. Pertama, nazhir tidak

    layak mendapatkan upah kecuali sekedar memenuhi kebutuhannna sehari-hari.

    Kedua, nazhir seharusnya mendapatkan gaji sesuai dengan volume kerjanya.

    Nazhir menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 13 dan 14

    dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pasal 11, ia memperilah

    pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia. (1) Dalam rangka

    pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, nazhir harus terdaftar pada

    Menteri da BWI. (2) Ketetapan lebih lanjut mengenai nazhir sebagaimana

    dimaksud dalam pasal 10, 11, 12, 13 dan 14 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Berbeda halnya dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 6

    bahwa unsur wakaf ada enam yaitu:

    1) Wakif

    2) Nazhir (pengelolah wakaf)

    3) Harta benda wakaf

    4) Ikrar wakaf

    5) Peruntukan harta benda wakaf

    18 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 11

    19

    Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 12

  • 19

    6) Jangka waktu wakaf20

    Namun bagi Hanafi dan Ibnu Najm rukun wakaf cukup kata-kata yang

    menunjukkan terjadinya lafal. Lafal adalah rukun wakaf yang berhubungan

    dengan ucapan atau perbuatan (fi’il). Karena itu keduanya sependapat bahwa

    rukun wakaf hanya “lafal” karena dengan itu inklude unsur lainnya.

    b. Syarat Wakaf

    Perwakafan memiliki syarat dan unsur yang meliputi yaitu:

    1) Wakif

    Wakif adalah pemilik harta secara sah, ia bertanggung jawab penuh

    terhadap tanah yang diwakafkan. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun

    2004 pasal 7 disebutkan bahwa wakif meliputi Perseorangan, organisasi dan

    badan hukum.

    2) Mauquf bih

    Adapun yang dimaksud dengan Maukquf bih yaitu, benda yang

    diwakafkan untuk kepentingan umum.

    3) Mauquf ‘alaih

    Maukuf ‘alaih adalah tujuan wakaf atau peruntukan wakaf, yaitu nazhir

    yang diserahi tugas untuk mengelolah wakaf dan berhak menerima wakaf.

    4) Sighat

    Sighat adalah statemen wakaf dari wakif, atau pernyataan wakif

    terhadap harta yang diwakafkan baik tertulis, lisan maupun isyarat yang dapat

    dipahami maknanya.21

    5. Kewajiban dan Hak Nazhir Terhadap Benda Wakaf

    20 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 6

    21

    Bahrul ma‟ani, Fikih Wakaf Kontemporer, (Yogyakarta: litera, 2019), hlm.50

  • 20

    a. Kewajiban Nazhir

    Kewajiban Nazhir diatur pada pasal 220 KHI dan pasal 7 Peraturan

    pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 sebagai berikut:

    1) Nazhir berkewajiban untuk mengurus dan bertanggung jawab atas kekayaan

    dan bertanggung jawab atas kekayaan wakaf serta hasilnya dan pelaksaan

    perwakafan sesuai dengan tujuannya menurut ketentuan-ketentuan yang

    diatur oleh menteri Agama.

    2) Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas laporan secara

    berkala atas semua hal yang menjadi tanggungjawab sebagaimana yang

    dimaksudkan dalam ayat (1) kepada Kepala Kantor Urusan Agama setenpat

    dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.

    3) Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan

    sesuai dengan peraturan Menteri Agama.

    Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 seorang nazhir, baik

    perorangan, organisasi atau badan hukum memiliki beberapa tugas antara lain:

    1) Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;

    2) Menjaga, mengelolah dan mengembangkan harta benda wakaf;

    3) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;

    4) Melaporkan berbagai kegiatan dalam rangka menumbuh kembangkan harta

    wakaf.

    b. Hak Nazhir

    Pada pasal 222 KHI dan pasal 8 PP No. 28/1977 dijelaskan bahwa nadzir

    berhak mendapat penghasilan dan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditentukan

  • 21

    bedasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan

    Agama Kecamatan setempat.18 Mengingat nadzir baik perorangan maupun badan

    hukum dibatasi masa tugasnya baik karena halangan samawi maupun kasbi, maka

    dia perlu diatur. Sebab itu pasal 221 menegaskan:

    1) Nazhir diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan agama kecamatan karena

    meninggal dunia, atas permohonan sendiri, tidak dapat melakukan

    kewajibannya lagi sebagai nadzir dank arena melakukan sesuatu kejahatan

    sehingga dipidana.

    2) Bilamana terdapat lowongan jabatan nadzir karena salah satu alasan

    sebaigaimana tersebut dalam ayat(1) maka penggantinnya diangkat oleh

    Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama

    Kecamatan dan Camat setempat.

    3) Seorang nadzir yang telah berhenti, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

    sub a, dengan sendirinya digantikan oleh salah seorang ahli warisnya.

    6. Tata Cara Perwakafan dan Pendaftaran Benda wakaf

    a. Tata Cara Perwakafan

    Dalam KHI pasal 223 dinyatakan bahwa:

    1) Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan

    pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melakukan Ikrar Wakaf.

    2) Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.

    3) Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah

    jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

  • 22

    4) Dalam melaksanakan ikrar seperti yang dimaksud ayat(1) pihak yang

    mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada pejabat tersebut22

    dalam pasal

    215 ayat (6) surat-surat sebagai berikut:

    a) Tanda bukti pemilikan harta benda;

    b) Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai

    surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat Camat setempat yang

    menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud;

    c) Dan surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda

    tidak bergerak yang bersangkutan. Aturan ini tidak jau berbeda dengan apa

    yang ada dalam Pasal 9 PP. No. 28/1977.

    b. Pendaftaran Benda Wakaf

    Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam

    pasal 223 ayat (3) dan (4), maka Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas

    nama Nadzir yang bersangkutan diharuskan untuk mengajukan permohonan

    kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafkan benda yang bersangkutan guna

    menjaga keutuhan dan kelestarian.

    Dalam Permendagri Nomor 6 Tahun 1977 tentang tata pendaftaran tanah

    mengenai perwakafan tanah milik dijelaskan pada pasal 3 yaitu semua tanah yang

    diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 1 harus didaftarkan

    kepada kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya setempat. PPAIW

    berkewajiban untuk mengajukan permohonan pendaftaran kepada Kantor Sub

    Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya setempat atas tanah-tanah yang telah

    22 Kompilasi Hukum Islam Pasal 223

  • 23

    dibuatkan akta ikrar wakaf. Permohonan pendaftaran perwakafan tanah hak milik

    tersebut pada ayat (1) pasal ini harus disampaikan selambat-lambatnya dalam

    jangka waktu 3 bulan sejak dibuatnya akta ikrar wakaf.23

    7. Perubahan Peruntukan Wakaf

    a. Ditinjau dari hukum Islam (Fikih)

    Harta wakaf bersifat kekal, artinya manfaat dari harta wakaf itu boleh

    dinikmati, tetapi harta wakafnya sendiri tidak boleh diasingkan. Bila timbul

    masalah, misalnya harta wakaf sudah tidak bermanfaat lagi, maka akan menjadi

    lebih bermanfaat lagi apabila harta tersebut dipindahkan, contohnya dijual.24

    Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, apabila manfaat wakaf itu dapat

    digunakan wakaf itu boleh dijual dan uangnya dibelikan kepada gantinya.

    Contoh :

    1) Mengganti atau mengubah masjid.

    2) Memindahkan masjid dari satu kampung ke kampung yang lain.

    3) Dijual, uangnya untuk mendirikan masjid di lain kampung.

    4) Karena kampung yang lama tidak berkehendak lagi kepada masjid misalnya

    sudah rubuh. Hal tersebut jika dilihat dari kemaslahatannya.

    Ibnu Taimiyah berkata bahwa sesungguhnya yang menjadi pokok disisi

    guna menjaga kemaslahatn. Allah menyuruh kita menjalankan kemaslahatan dan

    menjauhkan kerusakan. Allah telah mengutus pesuruh-Nya guna

    menyempurnakan kemaslahatan dan melenyapkan segala kerusakan. Demikian

    juga pendapat Ibnu Qudamah salah seorang ulama mazhab Hanbali, bahwa

    23 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977, Pasal 3

    24

    Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf, hlm.73

  • 24

    apabila harta wakaf mengalami rusak hingga tidak dapat membawakan manfaat

    sesuai dengan tujuannya, hendaklah dijual saja, kemudian harga penjualan

    dibelikan barang lain yang akan mendatangkan kemanfaatan sesuai dengan tujuan

    wakaf, dan barang yang dibeli itu kedudukannya sebagai harta wakaf seperti

    semula.

    Pada dasarnya benda wakaf tidak dapat diubah atau dialihkan. Dalam pasal

    225 KHI (Kompilasi Hukum Islam) ditentukan, bahwa benda yang telah

    diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain daripada yang

    dimaksud dalam ikrar wakaf.

    Ketentuan yang dimaksud hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu

    setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala KUA Kecamatan

    berdasarkan saran dari Majelis UlamaKecamatan dan Camat setempat dengan

    alasan, karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh waqif

    dan karena kepentingan umum.

    b. Ditinjau dari perundang-undangan Indonesia

    Memanfaatkan benda wakaf berarti menggunakan benda wakaf tersebut.

    Sedang benda asalnya atau pokoknya tetap tidak boleh dijual, dihibahkan atau

    diwariskan.Namun, kalau suatu ketika benda wakaf itu sudah tidak ada

    manfaatnya, atau kurang memberi manfaat demi kepentingan umum kecuali harus

    melakukan perubahan pada benda wakaf tersebut, seperti menjual, merubah

    bentuk atau sifat, memindahkan ketempat lain atau menukar dengan benda lain.

    Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 40 tentang wakaf

    juga mengatur tentang perubahan dan pengalihan harta wakaf yang sudah

  • 25

    dianggap tidak atau kurang berfungsi sebagaimana maksud wakaf itu sendiri.

    Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang :

    1) Dijadikan jaminan;

    2) Disita;

    3) Dihibahkan;

    4) Dijual;

    5) Diwariskan;

    6) Ditukar;

    7) Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.25

    Namun, ketentuan tersebut dikecualikan apabila harta benda wakaf yang

    telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana

    Umum Tata Ruang (RUTR).Berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syari‟ah. Pelaksanakan

    ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah

    memperoleh ijin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.

    Demikian pula Dalam PP Nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah

    hak milik telah dijelaskan pada pasal 11 ayat 1 bahwa Pada dasarnya terhadap

    tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan

    atau penggunaan lain daripada yang dimaksud dalam Ikrar Wakaf.

    Pada ayat 2 dijelaskan Penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat 1

    hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat

    persetujuan tertulis dari Menteri Agama, yakni:

    a) Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif.

    25 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 40

  • 26

    b) Karena kepentingan umum.

    Ayat 3 PP Nomor 28 tahun 1977 menjelaskan bahwa Perubahan status

    tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaannya sebagai akibat

    ketentuan tersebut dalam ayat (2) harus dilaporkan oleh Nadzir kepada

    Bupati/Walikota madya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria

    setempat untuk mendapatkan penyelesaian lebih lanjut.

    Ketatnya prosedur perubahan benda wakaf itu bertujuan untuk

    meminimalisir penyimpangan peruntukan dan menjaga keutuhan harta wakaf agar

    tidak terjadi tindakan-tindakan yang dapat merugikan eksistensi wakaf itu sendiri.

    Sehingga wakaf tetap menjadi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat banyak.

    8. Penyelesaian Sengketa wakaf

    Adapun dasar hukum bagi penyelesaian sengketa wakaf dapat dilihat

    dalam beberapa peratura perundang-undangan sebagai berikut:

    a. Pasal 226 KHI menyebutkan: Penyelesaian perselisihan sepanjang yang

    menyangkut benda wakaf dan nazhir diajukan kepada Pengadilan Agama

    setempat sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal

    tersebut diatas memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk

    menyelesaikan perselisihan mengenai benda wakaf dan nazhir. Kata

    “perselisihan” pada pasal tersebut menunjukkan secara jelas bahwa

    masalah (perkara) wakaf dan nazhir merupakan masalah contentius,

    sehingga perkara wakaf merupakan perkara contentius, sedangkan wakaf

    yang tidak diperselisihkan tidak dianggap sebagai perkara yang contentius

  • 27

    sehingga bukan perkara, sekalipun menimbulkan sengketa pada masa-masa

    sesudahnya.

    b. Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 menyebutkan

    bahwa penyelesaian sengketa perwakafan dengan cara: musyawarah untuk

    mufakat, mediasi, arbitrase, atau pengadilan. Pada penjelasan pasal

    tersebut berbunyi: Yang dimaksdu mediasi adalah penyelesaian sengketa

    dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh pihak yang

    bersengketa. Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa,

    maka sengketa tersebut dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam

    hal badan arbitrase tidak berhasil menyelesaikan sengketa maka sengketa

    tersebut dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syariah.26

    c. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Nomor 7

    tahun 1989 tentang Peradilan Agama menegaskan kembali tentang

    kewenangan Peradilan Agama dalam mengadili perkara sengketa wakaf

    sebagaimana disebutkan dalam pasal 49 undang-undang tersebut berbunyi:

    Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan

    menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang

    yang beragama Islam dibidang: a) perkawinan, b) waris, c) wasiat, d)

    hibah, e) wakaf, f) zakat, g) infaq, h) shadaqah, dan i) ekonomi syariah.

    Dengan demikian, sengketa jenis apapun yang berkaitan dengan wakaf,

    harus diselesaikan oleh Pengadilan Agama.

    Penyelesaian sengketa wakaf dapat dilakukan secara litigasi dan

    nonlitigasi. Penjelasan pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun

    26 Suhrawardi K. Lubis, Wakaf dan Pemberdayaan Umat,hlm.167

  • 28

    2004 menyebutkan: Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil

    menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan

    agama dan/atau mahkamah syariah. Lalu bagaimana “apabila ketentuan

    pidana sebagaimana disebutkan dalam pasal 67 terjadi, lembaga peradilan

    manakah yang berwenang untuk mengadilinya?” penjelasan pasal tersebut

    cukup jelas berbunyi “cukup jelas”, Sedangkan penjelasan pasal 62 ayat (2)

    tidak menyebutkan lembaga peradilan lainnya selain lembaga peradilan agama

    dan/atau mahkamah syariah. Namun, sekalipun berbunyi penjelasan “cukup

    jelas” tetapi menurut Prof. H. Muchsin berpendapat bahwa penyelesaian

    dikembalikan kepada lembaga peradilan yang mengadili perkara pidana, yaitu

    peradilan umum.27

    Dasar hukum sengketa wakaf pasal pasal 226 KHI, Pasal 61 ayat (1)

    dan (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 3

    Tahun 2006. Sengketa wakaf diselesaikan oleh pengadilan Agama, Pengadilan

    Tinggi Agama dan Mahkamah Agung serta diperlukan peraturan perundang-

    undangan baru sebagai payung hukum yang mengatur dan memberikan

    kewenangan volunter (itsbat wakaf) kepada lembaga Pengadilan Agama.28

    F. Tinjauan Pustaka

    Materi wakaf dari segi fiqh bukan merupakan hal baru lagi. Penulis

    bukanlah orang yang pertama kali membahas tentang masalah wakaf, tetapi

    disini penulis membahas tentang penarikan harta wakaf oleh pemberi wakaf

    yang terjadi di Yayasan Sabilah Muhtadin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar

    27 Ibid, hlm.168

    28

    Ibid, hlm.174

  • 29

    Kecamatan Alam Barajo. Berdasarkan hasil penelusuran bahan-bahan

    kepustakaan, penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang membahas

    tentang wakaf. Beberapa diantaranya dapat penulis kemukakan sebagai berikut.

    Pertama, Skripsi yang disusun Edo Aryando program sarjana di STIH

    Muhammadiyah Kotabumi tahun 2011, dengan judul Analisis Hukum Islam

    Tenntang Sengketa Tanah Wakaf dan Hibah Aset Yayasan Al-Amin di desa

    Karang Anyar Kec. Anak Ratu Aji. Dapat disimpulkan bahwa penelitian

    tersebut menujukkan bahwa status kepemilikian tanah wakaf dan hibah aset

    yayasan Al-Amindi Desa Karang Anyar Kec. Anak Ratu Aji berada dalam

    sengketa yang berkepanjangan antara keluarga almarhum pemberi wakaf dan

    hibah dengan yayasan.29

    Kedua, skripsi yang disusun oleh Abdul Rahman Praja Negara program

    sarjana di Universitas Lampung tahun 2017, dengan Judul Implementasi

    Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang

    Wakaf (Studi Kasus Sengketa Tanah Wakaf Masjid ad-Du’a Bandar

    Lampung).30

    Dapat disimpulkan bahwa proses wakaf terjadinya wakaf tanah

    Masjid Ad-Du‟a, Bandar Lampung adalah karena inisiatif warga Perumahan

    Puri Way Halim untuk memanfaatkan lahan kosong yang merupakan fasilitas

    umum dan sosial deangan membangun Masjid Ad-Du‟a sebagai tempat ibadah.

    Warga yang diwakili oleh Takmir Masjid Ad-Du‟a berupaya untuk

    memperoleh hak atas tanah masjid Ad-Du‟a yang sudah dibangun tersebut

    29 Edo Aryando, Analisis Hukum Islam Tenntang Sengketa Tanah Wakaf dan Hibah Aset

    Yayasan Al-Amin di desa Karang Anyar Kec. Anak Ratu Aji, Skripsi STHI Muhammadiyyah, 2011

    30

    Abdul Rahman Praja Negara, Implementasi Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang

    Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Kasus Sengketa Tanah Wakaf Masjid ad-Du’a

    Bandar Lampung), skripsi Universitas Lampung,2017

  • 30

    dengan upaya mediasi dengan pihak PT Way Halim Permai selaku

    Pengembang, dan kemudian didaftarkan kepada Badan Pertanahan Kota

    Bandar Lampung untuk dibuatkan sertifikat tanah wakaf Masjid.

    Disertasi oleh Bahrul Ma‟ani program pasca sarjana di UIN Sunan

    Kalijaga Yogyakarta tahun 2014. Untuk mencapai gelar Doktor dalam ilmu

    agama islam dengan judul Optimalisasi Pemanfaatan Tanah Wakaf di Kota

    Jambi.31

    Dapat disimpulkan dari yang penulis baca bahwa penlitian ini

    membahas kurang optimalnya pemanfaata tanah wakaf yang banyak kita

    ketahui bahwa di Kota Jambi tanah wakaf banyak hanya dimanfaatkan untuk

    kepentingan spiritual dan belum dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi

    sebagai mata pencaharian masyarakat.

    Dari tinjauan penelitian terdahulu ternyata penelitian tentang penarikan

    kembali harta wakaf oleh wakif menurut hukum Islam yang dilakukan belum

    ada yang spesifik yang mengkajinya sehingga hasil penelitian terdahulu belum

    terfokus pada bagaimana hukum penarikan kembali harta wakaf oleh wakif,

    untuk itu penelitian ini diharapkan mampu mengisi kekosongan tersebut.

    31 Bahrul Ma‟ani, Optimalisasi Pemanfaatan Tanah Wakaf di Kota Jamb,.Disertasi

    pasca sarjana UIN Sunan Kalijaga untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Doktor dalam ilmu agama islam Yogyakarta, 2014

  • 31

    BAB II

    METODE PENELITIAN

    Metode penelitian adalah tata cara bagaimana studi penelitian

    dilaksanakan. Metode penelitian membicarakan mengenai tata cara

    penelitian.Metode penelitian adalah langkah yang dilakukan oleh peneliti

    dalam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan

    investigasi pada data yang didapat tersebut.

    A. Pendekatan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah yang telah di jelaskan sebelumnya, maka

    dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian

    kualitatif deskriptif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan,

    wawancara, atau penelahaan dokumen.32

    Dengan menggunakan pendekatan normatif di harapkan dapat di peroleh

    data-data yang relevan terhadap tujuan penelitian, dan dapat di peroleh

    pemahaman dan penafsiran yang mendalam mengenai makna dari fakta yang

    relevan.

    Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan penelitian kepustakaan

    (library research).33

    Penelitian kepustakaan adalah sebuah penelitian yang

    dilakukan literatur-literatur putaka, seperti buku, jurnal ataupun tulisan-tulisan

    lainnya yang perkaitan dengan penelitian.

    32 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. Ke-25 (Bandung: Remaja

    Rosdakarya,2008). Hal. 9

    33 Sayuti una, (ED), pedoman penulisan skripsi (edisi revisi),

    (Jambi:Syariah Press,2014),hlm.33

  • 32

    B. Lokasi Penelitian

    Lokasi yang penulis tentukan dalam penelitian adalah di Yayasan Sabilal

    Muhtaddin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi.

    C. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis data

    Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis data yaitu sebagai

    berikut:

    a. Data Primer

    Data primer adalah data pokok yang diperlukan dalam penelitian, yang

    diperoleh secara langsung dari sumbernya ataupun dari lokasi penelitian atau

    keseluruhan data hasil yang diperolah dilapangan. Menurut Lofland sumber

    data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya

    adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.34

    Dalam penelitian ini data primer diperolah langsung dari hasil

    wawancara yang dilakukan peneliti di Yayasan Sabilal Muhtaddin Rt. 13 Kel.

    Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi. Data primer tidak diperolah

    melalui sumber perantara atau pihak kedua dan seterusnya.

    b. Data sekunder

    Data sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang diperolah

    secara tidak langsung atau melalui sumber perantara. Data sekunder adalah data

    yang biasanya telah disusun dalam bentuk dokumen-dokumen.

    Data sekunder yang akan digunakan penulis didalam penelitian ini adalah

    berupa buku-buku ilmiah, skripsi, jurnal. Data sekunder ini penulis peroleh dari

    34 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. Ke-25 (Bandung: Remaja

    Rosdakarya,2008). hal. 157

  • 33

    perpustakaan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, buku-buku pribadi, dan

    melalui situs yang ada di internet.

    2. Sumber Data

    Sumber data adalah sumber objek dari mana data itu diperolah. Sumber

    data dalam penelitian kualitatif ini adalah orang atau narasumber. Posisi

    naraumber sangat penting, bukan hanya memberi respon melainkan juga

    sebagai pemilik informasi.

    Jadi sumber data dalam penelitian ini adalah:

    a. Ketua Rt

    b. Pengelolah wakaf (nadzir)

    c. Pengurus yayasan

    d. Masyarakat

    D. Instrumen Pengumpulan Data

    Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, penelitian ini

    menggunakan instrumen pengumpulan data sebagai berikut :

    1. Penelitian kepustakaan (library research)

    Adanya penelitian pustaka yang penulis maksud adalah mengumpulkan

    data yang diambil dari buku-buku, jurnal, dan internet yang mendukung

    penelitian ini.

    2. Penelitian lapangan

    Sementara penulis mengumpulkan data langsung ketempat objek

    penelitian. Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian ini adalah data yang

    diperoleh dari pihak pengelola wakaf (nadzir) dan lainnya.

  • 34

    Teknik itu dengan pengumpulan data adalah sebagai berikut:

    a. Observasi

    Observasi adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan

    mengamati dan mencatat secara sistematik akan fenomena yang diteliti. Dari

    segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi

    participant observasion (obserpasi berperan serta) dan non participant

    observasion, selanjutnya dari segi instrumen yang digunakan, maka onservasi

    dapat dibedakan menjadi observasi terstuktur dan tidak terstruktur.

    Metode dengan mendatangi tempat penelitian lapangan langsung guna

    mendapatkan data yang valid bagi peneliti, dan penelitian ini observasinya

    dilakukan secara langsung ketempat harta wakaf, pihak pengelolah wakaf

    (nadzir), dan pihak pengurus yayasan.

    b. Wawancara

    Metode dengan tanya jawab langsung kepada pihak yang terlibat dalam

    penelitian ini. Wawancara ini dilakukan dengan pihak terkait guna mengetahui

    secara langsung tentang Permintaan Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh

    Wakif Menurut Hukum Islam di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali

    Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi.

    c. Dokumentasi

    Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia

    dalam bentuk-bentuk dokumen. Dokumen yang diperolah dari pihak

    pengelolah wakaf (nadzir) dan pengurus yayasan Sabilal Muhtaddin Rt. 13 kel.

  • 35

    Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi yang dikelolah untuk melengkapi

    penelitian-penelitian yang berupa dokumen.

    E. Teknik Analisi Data

    Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan mereduksi data yang

    diperolah dari hasil wawancara. Data wawancara yang sudah direkam kemudian

    di transkipkan dengan tujuan memudahkan peneliti memili data yang sesuai untuk

    dianalisi. Data yang berhubungan dengan permintaan penarikan kembali harta

    wakaf. Ada empat tahap analisis data yang diselingi dengan pengumpulan data

    yaitu:

    1. Analisis Domain

    Analisis domein dilakukan terhadap data yang diperoleh dari pengamatan

    berperanserta atau wawancara pengamatan deskriptif yang terdapat dalam catatan

    lapangan, yang dapat di lihat di buku lampiran. Pengamatan deskriptif berarti

    mengadakan pengamatan secara menyeluruh terhadap sesuatu yang ada dalam

    latar penelitian.

    2. Analisis Taksomoni

    Setelah analisis domein, dilakukan pengamatan dan wawancara terfokus

    berdasarkan fokus yang sebelumnya yang telah dipilih peneliti. Oleh hasil

    pengamatan terpilih dimanfaatkan untuk memperdalam data yang telah ditemukan

    melalui pengajuan sejumlah pertanyaan kontras. Data hasil wawancara terpilih

    dimuat dalam catatan lapangan yang terdapat di buku lampiran.

    3. Analisis Komponen

  • 36

    Setelah analisis taksonomi, dilakukan wawancara atau pengamatan terpilih

    untuk memperdalam data yang telah ditemukan melalui pengajuan sejumlah

    pertanyaan kontras. Data hasil wawancara terpilih dalam catatan lapangan yang

    terdapat di buku lampiran.

    4. Analisis Tema

    Analisis tema merupakan seperangkat prosedur untuk memahami secara

    holistic pemandangan yang sedang di teliti. Sebab setiap kebudayaan terintegrasi

    dalam beberapa jenis pola yang lebih luas.

    Langkah selanjutnya adalah membuat rangkuman ini dari setiap aspek

    yang diteliti. Langka terakhir adalah membuat kesimpulan sementara dari data-

    data yang terkumpul, sehingga dapat diambil langkah-langkah awal untuk

    penelitian lanjutan dan mengecek kembali hasil data-data asli yang telah

    diperolah.

    Analisis data berlangsung sejak awal penelitian hingga setelah kegiatan

    pengumpulan data berakhir secara deskriptif dan kualitatif. Data yang

    terkumpul dianalisis dan dideskripsikan dalam kalimat sederhana dan tersusun

    secara sistematis, sehingga menarik suatu pemahaman mengenai Penarikan

    Kembali Harta Wakaf Oleh Wakif Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Di

    Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota

    Jambi).

    F. Sistematka Penulisan

    Untuk mendapatkan pemahaman secara runtut, pembahasan dalam

    penulisan skripsi mempunyai sistematika sebagai berikut:

  • 37

    Pembahasan diawali dengan Bab I, pendahuluan. Bab ini hakuatnya

    menjadi pijakan bagi penulisan skripsi. Bab ini berisikan tentang latar belakang

    masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori, dan

    tentang tinjauan pustaka.

    Kemudian pada Bab II membahas tentang metode penelitian dalam

    pembuatan skripsi. Dengan sub bab, pendekatang penelitian, jenis dan sumber

    data, teknik pengumpulan data, sistematika penulisan dan jadwal penelitian.

    Dalam Bab III berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian dan

    harta wakaf yaitu Yayasan Sabilal Muhtaddin Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec.

    Alam Barajo Kota Jambi. Dalam bab ini menjelaskan mengenai biografi harta

    wakaf tersebut.

    Selanjutnya dalam Bab IV berisi tentang pembahasan dan hasil

    penelitian.

    Sementara Bab V yang merupakan penutup, berisikan kesimpulan dari

    hasil penelitian skripsi dan berisikan tentang saran-saran serta dilengkapi

    dengan daftar pustaka, lampiran, dan curikulum vitae.

  • 38

    BAB III

    GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    A. Sejarah Singkat Yayasan Sabilal Muhtaddin

    Yayasan Sabilal Muhtadin merupakan lembaga pendidikan Alquran

    yang yang didirikan oleh sekelompok orang pada tahun 2017 yang terletak di

    Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi. Satu tahun sebelum

    yayasan ini berdiri, ditempat yang sama sempat berdiri yayasan Akbar yang

    didirikan oleh bapak Aminullah Amit. Namun tak bertahan lama yayasan

    tersebut karena beliau pindah.35

    Yayasan Sabilah Muhtadin merupakan lembaga yang berfungsi sebagai

    wahana pembinaan dan pemberdayaan mahasiswa dalam memberikan

    kontribusinya terhadap pembinaan anak-anak usia dini dan usia sekolah yang

    berahlak mulia. Lembaga ini diperlukan adanya suatu kaidah dan norma yang

    menjadi acuan para pembina sehingga dapat membantu menciptakan suasana

    yang kondusif terhadap pembelajaran anak-anak didalamnya. Asrama Yayasan

    pendidikan islam Sabilal Muhtadin adalah asrama mahasiswa yang berada

    dalam lingkungan Rt. 13 Kel. Kenali Besar Kec. Alam Barajo Kota Jambi.

    Penghuni asrama yayasan Sabilal Muhtadin adalah pengajar dan pembina yang

    telah terdaftar sebagai penguni tetap asrama yang telah ditetapkan dan wajib

    tinggal diasrama selama satu tahun dan tidak diperkenankan diluar asrama.36

    35 Wawancara dengan Bapak Darmawan, Nadzir , Jambi 29 November 2019

    36

    Wawancara dengan Bapak Syamsul Hadi, Ketua Yayasan Sabilal Muhtadin, Jambi 23 Januari 2020.

  • 39

    Pada awal berdirinya Yayasan Sabilal Muhtadin jumlah anak-anak yang

    mengaji sangat sedikit yaitu 1-3 orang namun beberapa bulan berikutnya

    jumlah tersebut meningkat hingga 20 orang namun jumlah tersebut tidak

    bertahan lama setiap hari menyusut hingga tinggal 2 orang. Namun semenjak

    pergantian kepengurusan Yayasan jumlah tersebut kembali meningkat hingga

    20 orang. 37

    B. Status, Fungsi dan Tujuan Yayasan Sabilal Muhtadin 1. Status dan Fungsi

    Asrama Yayasan Sabilal Muhtadin adalah milik Yayasan Sabilal

    Muhtadin yang penggunaan dan pemanfaatannya yang diatur oleh Badan

    nadzir dan pengurus. Asrama Yayasan Sabilal Muhtadin berfungsi sebagai

    tempat tinggal sementara pengajar yang dapat membantu dalam

    mengembangkan karakter dan ahlak anak-anak melalui syiar agama,

    kebersamaan hidup, sosialisasi dan menjalin kekeluargaan.

    2. Tujuan

    Yayasan Sabilal Muhtadin bertujuan:

    a. Menyediakan tempat tinggal yang kondusif untuk belajar mengajar anak-

    anak.

    b. Menyediakan wahana yang membantu terciptanya pengembangan

    kompetensi, ahlak pengajar yang berkarakter, disiplin, mandiri dan

    bertanggung jawab.

    c. Membantu mengembangkan kepribadian pengajar yang profesional,

    apresiatif, dan peka terhadap lingkungan.

    37 Ibid

  • 40

    d. Membantu terbentuknya watak dan akhlak pengajar yang berkarakter,

    terpuji dan religius melalui sosialisasi, kekeluargaan dalam lingkungan

    dalam kehidupan sehari-hari di Asrama.

    C. Proses Wakaf Diserahkan Oleh Wakif Kepada Pihak Nadzir

    Keadaan perkembangan penduduk Indonesia tiap tahun selalu

    bertambah semuanya itu menuntut akan kesejahteraan ekonomi dan

    kemakmuran. Disisi lain bertambahnya penduduk tidak diiringi dengan

    keadaan lahan tempat tinggal sehingga masyarakat sekarang ini banyak yang

    tidak mendapatkan kesajahteraan ekonomi dan kelayakan tempat tinggal. Disisi

    lain dalam ajara agama Islam yang berdemensi spiritual wakaf juga merupakan

    ajaran yang menekankan kesejahteraan ekonomi dalam kehidupan masyarakat.

    Wakaf merupakan salah satu pilar ekonomi umat untuk meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat dengan cara memberdayakan harta benda wakaf

    sesuai dengan porsinya.

    Wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaanya dilakukan dengan

    jalan menahan secara abadi lalu manfaatnya berlaku untuk umum. Pada kasus

    ini rukun dan syarat wakafnya telah terpenuhi menurut hukum Islam dan

    menurut Kompilasi Hukum Islam. Yang mana pada rukun wakaf harus adanya

    wakif, maukuf, maukuf alaih dan shighat. Pada kasus ini adanya wakif, syarat

    pada seorang wakif pun telah terpenuhi yaitu orang yang merdeka, baligh,

    berakal sehat dan tidak dibawah pengampuan. Adanya maukuf yang mana

    syarat maukuf yaitu mempunyai manfaat terus menerus, dapat dinikmati orang

    banyak dan benda wakaf dalam keadaan utuh dan harta wakaf milik wakif.

  • 41

    Adanya maukuf „alaih yang syarat maukuf „alaih tahu kemana wakaf tersebut

    ditunjukkan, jelas kemana benda akan diwakafkan, untuk ibadah dan

    mengharap keridhoan dari Allah Swt. Adanya shighat, pada shighat ini wakaf

    itu harus jelas, terjadi seketika ketika diikrarkan, tidak diiringi syarat yang

    bathil, tidak berjangka waktu dan tidak ada maksud untuk mengambil kembali

    wakaf tersebut.

    Pada tahun 2001 wakif mewakafkan sebidang tanah perumahan

    miliknya seluas 688 meter persegi di Kelurahan Kenali Besar Kec. Alam

    Barajo Kota Jambi. Peruntukan harta wakaf ini untuk dijadikan tempat

    pengajian anak-anak.38

    Wakaf yang diberikan wakif ini adalah wakaf khairi. Wakaf khairi ini

    adalah wakaf yang ditunjukkan untuk kepentingan umum dan tidak ditunjukan

    untuk orang tertentu. Pada waktu wakif mewakafkan tanah itu tidak adanya

    pencatatan atas tanah wakaf. Pada waktu itu hanya disaksikan oleh masyarkat

    dan tokoh masyarakat.

    Selama 14 tahun tanah wakaf ini dijadikan sebagai tempat pengajian

    antara magrib dan isya (PAMI) yang dikelolah oleh badan nadzir dengan

    pengurus masjid serta masyarakat Rt. 13 Kelurahan Kenali besar dan saat itu

    belum terbentuk kepengurusan yayasan. Kegiatan belajar menjagar berjalan

    dengan lancar.

    38 Wawancara dengan Bapak Darmawan, Nadzir , Jambi 29 November 2019.

  • 42

    Selanjutnya, pada tahun 2015 berdirilah Yayasan tersebut yang diberi

    nama yayasan Akbar, perlahan namun pasti murid di Yayasan akbar

    meningkat hari demi hari hingga mencapai kurang lebih 50 anak.

    D. Struktur Badan Nazhir dan Pengurus Yayasan Sabilal Muhtaddin

    1. Struktur Badan Nazhir

    No Nama Jabatan

    1 Drs.A.Aminullah Amid Ketua

    2 Darmawan Sekretaris

    3 Amirizal Anggota

    4 Tedrisyah Anggota

    5 Nasrullah Anggota

    2. Struktur Pengurus Yayasan Sabilal muhtadin 2019-2020

    Syamsul Hadi KETUA

    Khairil Amri WAKIL KETUA

    M.Yunus SEKRETARIS

    Leandriadi BENDAHARA

    TENAGA PENGAJAR Sipa Pauziah Fitri Haryanti Nurrohillah

    Wenidia Tina

  • 43

    Berdasarkan struktur organisasi diatas adapun tugas-tugas dari masing-

    masing jabatan yaitu:

    a. Ketua Yayasan bertugas:

    1) Mengenai Visi dan Misi yayasan sesuai dengan anggaran dasar

    2) Memimpin dan mengkoordinasikan seluruh anggota dan pengurus yayasan

    3) Mengkoordinasikan program kerja yayasan baik perencanaan,

    pelaksanaan, evaluasi, evaluasi maupun pertanggung jawaban.

    b. Wakil Ketua bertugas:

    1) Mengkoordinasikan dan mewakili kepentingan yayasan

    2) Mewakili ketua apabila berhalangan untuk setiap aktifitas yayasan

    3) Mengawasi seluruh penyelenggaraan program kegiatan diseluruh kesgiatan

    yayasan

    c. Sekretaris bertugas:

    1) Mengatur dan menertibkan pengorganisasian administrasi administrasi

    yayasan

    2) Mendesak, mengelolah dan menginventarisasi barang-barang milik yayasan

    3) Bertanggung jawab atas terselengaranya kegiatan operasional harian yayasan

    4) Berhak dan memiliki wewenang mendokumentasikan serta mengarsipkan

    semua surat-surat masuk dan keluar

    5) Bertanggung jawab kepada ketua umum

    d. Bendahara bertugas:

    1) Bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan yayasan

    2) Bertanggung jawab atas pengelolaan keuanga yayasan

  • 44

    3) Membuat laporan keuangan periodik dan diterbitkan yang disampaikan

    secara berkala

    4) Menyusun dan mengeluarkan anggaran dengan mengkoordinasikan kepada

    ketua Umum

    5) Persetujuan pencatatan, penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran

    keuangan, surat-surat berharga, bukti kas yang berkaitan dengan kegiatan,

    yayasan dan dilaporan resmi transparansi

    6) Mempunyai hak bertanya dan menyelenggarakan audit keuangan pada

    setiap kepanitiaan

    e. Tenaga Pengajar bertugas:

    1) Menciptakan suasana atau iklim proses pembelajaran yang dapat

    memotivasi murid agar senantiasa belajar dengan baik dan bersemangat

    2) Mengembangkan nilai-nilai agama, ahlak, moral, dan kehidupan

    3) Mengembangkan keterampilan pada murid

    4) Sebagai orangtua kedua yang memiliki artian pengganti orangtua di

    lingkungan yayasan

    5) Merencanakan dan melaksanakan pengajaran

  • 45

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    A. Hal-Hal yang Melatarbelakangi Si Wakif Meminta Kembali Harta Yang Sudah Ia Wakafkan

    Perwakafan yang terjadi di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kelurahan

    Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi sesuai dengan konsep

    perwakafan yang masyarakat ketahui. Dapat dikatakan sesuai karena adanya

    wakif yaitu Ibu Hj. Siti Zainab, objek wakaf yaitu tanah seluas 688 meter persegi

    dan dalam kepemilikan yang sempurna, adanya nadzhir yaitu Bapak Darmawan.

    Tanah yang diwakafkan oleh Ibu Hj. Siti Zainab, objek wakaf yaitu

    tanah seluas 688 meter persegi diperuntukan untuk dijadikan Tempat pengajian

    anak-anak di Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota

    Jambi dengan tujuan agar masyarakat sekitar dapat melaksanakan kegiatan

    ibadah selain itu dapat dijadikan sebagai kegiatan keagamaan.

    Berdirinya yayasan akbar membuat Nadzir dan masyarakat di Rt.13

    sangat merasa berbangga karena murid yang lumayan banyak. Namun

    disamping itu si wakif bersikeras ingin menempati salah satu ruangan di

    kawasan yayasan tersebut. Dan pada ahirnya di setujui oleh nadzir namun hal

    itu membuat pengurus yayasan akbar tidak nyaman. Hal demikian dilakukan

    oleh wakif karena ia ingin ikut serta dalam kepengurusan yayasan tersebut dan

    ia tidak setuju yayasan tersebut diberi nama yayasan Akbar. Namun sayangnya

    pada awal 2017 yayasan akbar ditutup karena pengurus yayasan tersebut

    pindah. 39

    39 Wawancara dengan Bapak Hepri Zakaria, Ketua Rt.13 Kelurahan Kenali Besar,

    Jambi 11 Januari 2020

  • 46

    Selanjutnya pada bulan November 2017 berdirilah Yayasan Sabilal

    Muhtaddin yang pada saat itu diketuai oleh Bapak Bujang Ridwan dan

    sekarang dilanjutkan oleh Bapak Syamsul Hadi. Hal yang sama punterjadi pada

    Yayasan sabilal Muhtadin si wakif berdalih bahwa ia tidak dilibatkan dalam

    kepengurusan yayasan Sabilal Muhtaddin. Adapun alasan selanjutnya si wakif

    ingin meminta kembali harta tersebut yaitu karena harta tersebut ingin ia

    berikan kepada anaknya mengingat anak-anaknya tidak semua ekonominya

    baik.40

    Permintaa penarikan kembali harta wakaf oleh wakif yang terjadi di

    Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam

    Barjo Kota Jambi merupakan kejadian yang didasari oleh berbagai macam

    faktor antara lain:

    1. Wakif tidak dilibatkan dalam kepengurusan yayasan, menjadi faktor utama

    mengapa wakif ingin menarik kembali harta wakaf di yayasan Sabilal

    Muhtadin karena wakif masih menempati satu ruangan di lingkungan

    yayasan Sabilal Muhtadin menjadi hambatan pengurus yayasan untuk

    mengembangkan yayasan.

    2. Ekonomi juga menjadi salah satu faktor permintaan kembali harta wakaf

    tersebut karena tidak semua anak si wakif mempunyai ekonomi yang baik

    dari tanah tersebut bisa melakukan apa saja yang mendapat hasil sebagai

    alat untuk mencari rezeki.

    40 Wawancara dengan Bapak Darmawan, Nadzir , Jambi 29 November 2019

  • 47

    3. Lemahnya pengetahuan agama dari wakif dan anak-anaknya tidak semua

    orang walaupun beragama Islam memahami ketentuan wakaf. Sehingga

    kadang orang melakukan sesuatu yang menyimpang dari aturan.41

    Wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan

    dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbisul ashli), lalu menjadikan

    manfaatnya berlaku umum. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa

    wakaf ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan,

    dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya, yang cara pemanfaatannya

    adalah menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif) tanpa

    imbalan. Pahala wakaf akan terus mengalir selama masih dipergunakan. Tetapi

    jika sebaliknya, maka bukan pahala yang didapat melainkan sindiran dari

    masyarakat

    Pada dasarnya hal tersebut berawal dari rasa saling percaya, sehingga

    tidak dibuatkan bukti yang kuat. Kejadian tersebut membuat penerima wakaf

    selanjutnya lebih berhati-hati. Lemahnya pengetahuan agama sering membuat

    orang tidak takut dosa dan tidak menyadari akibat dari perbuatannya itu. Hanya

    dengan ijab qabul, menurut Hukum islam itu sudah dianggap sah. Namun

    kadangkadang orang meremehkan aturan tersebut.

    B. Status Harta di Wakaf Yayasan Sabilal Muhtadin

    Harta yang sudah diwakafkan artinya sudah menjadi milik Allah SWT.

    Namun untuk menjamin sebuah kekuatan hukum pada harta wakaf perlu

    41 Wawancara dengan Bapak Darmawan, Nadzir , Jambi 29 November 2019

  • 48

    didaftarkan harta wakaf itu untuk mengantisipasi ancaman dan penarikan kembali

    harta wakaf dikemudian hari.

    Bapak Darmawan selaku nadzir menjelaskan bahwa wakafan yang terjadi

    di Yayasan Sabilal Muhtadin Rt. 13 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam

    Barajo Kota Jambi sesuai dengan konsep perwakafan. Dapat dikatakan sesuai

    karena adanya wakif yaitu Ibu Hj. Siti Zainab, objek wakaf yaitu tanah seluas 688

    meter persegi dan dalam kepemilikan yang sempurna, adanya nadzhir yaitu Bapak

    Darmawan. Wakaf diserahkan pada tahun 2001 kepada pihak nazhir untuk

    dikelolah dengan pengurus masjid diperuntukkan untuk tempat pengajian anak-

    anak. Pada tahun 2011 pihak nazhir berupaya untuk melegalitaskan tanah wakaf

    tersebut untuk mengantisipasi adanya ancaman penarikan kembali harta wakaf

    dikemudian hari. Tahun 2012 dilakukan pengukuran tanah yang dilakukan oleh

    petugas ukur bernama Achmad Zaki pada tanggal 7 juni 2012 Nomor 1197/KBS

    /2012 dengan luas 688 meterpersegi. Kemudian tahun 2015 terbitlah sertifikat

    wakaf tersebut Nomor W.2/07/19 tahun 2015 tanggal 19/04/2015.42

    Saat ini status tanah wakaf yayasan sabilal muhtadin sudah sah atas

    nama badan nadzir karena sudah mempunyai sertifikat melalui ikrar wakaf oleh

    pembuat akta wakaf di Kantor Urusan Agama (KUA).

    C. Akibat Hukum dari Permintaan Penarikan Kembali harta Wakaf di Yayasan Sabilal Muhtadin

    Harta Benda wakaf yang telah diberikan tidak bisa diambil kembali,

    Miftahul Huda menjelaskan dalam bukunya, mengalir manfaat wakaf bahwa

    Imam Nawawi yang bermadzab Syafi‟i Mendefinisikan wakaf sebagai:

    42 Ibid

  • 49

    “Penahanan harta yang bisa dimanfaatkan dengan tetap menjaga keutuhan

    barangnya, terlepas dari camping tangan wakif atau lainya, dan hasilnya

    disalurkan untuk kebaikan semata-mata dan untuk taqarrub (mendekatkan diri)

    kepada allah”. Definisi ini mempertegas terlepasnya harta dari kepemilikan

    wakif, terlepas dari campur tangan wakif atau lainya dan hasilnya disalurkan

    untuk kebaikan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.43

    Pada pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan, harta

    benda yang sudah diwakafkan dilarang:

    1. Dijadikan jaminan

    2. Disita

    3. Dihibahkan

    4. Dijual

    5. Diwariskan

    6. Ditukar

    7. Dialihkan dalam bentuk pengalihan

    Kemudian dalam pasal 49 peraturan pemerintah no 42 tahun 2006,

    disebutkan :

    Ayat 1: Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran

    dilarang kecuali dengan izin tertulis dari materi berdasarkan pertimbangan BWI.

    Ayat 2 : Izin tertulis dari menteri sebagaimana dimaksud pada pasal 1

    hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut :

    43 Miftahul Huda, Mengalirkan Manfaat Wakaf Potret Perkembangan Hukum Wakaf

    dan Tata Kelola Wakaf di Indonesia, (Bekasi: Gramat