Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

14
Tugas Akhir Mata Kuliah Tata Letak Dan Penanganan Bahan PENANGANAN TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN INDUSTRI GULA MERAH TEBU DI KECAMATAN KEBONSARI Disusun Oleh : Agung Utomo (F34070012) Shinta Permatasari (F34070042) Anisa Rahmi Utami (F34070043) Nasrun Hakim (F34070044) Riztiara Nurfitri (F34070064) Fakhri Maulana (F34070072) Anza Julia W. P (F34070080) M. Arifyandi S. (F34070126) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Transcript of Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

Page 1: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

Tugas Akhir Mata Kuliah Tata Letak Dan Penanganan Bahan

PENANGANAN TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

INDUSTRI GULA MERAH TEBU DI KECAMATAN

KEBONSARI

Disusun Oleh :

Agung Utomo (F34070012)

Shinta Permatasari (F34070042)

Anisa Rahmi Utami (F34070043)

Nasrun Hakim (F34070044)

Riztiara Nurfitri (F34070064)

Fakhri Maulana (F34070072)

Anza Julia W. P (F34070080)

M. Arifyandi S. (F34070126)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Page 2: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agroindustri merupakan salah satu uapya dalam meningkatkan nilai

tambah produk menuju perdagangan global. Peningkatan perdagangan dapat

berasal dari pertanian, perkebunan, kelautan, dan kehutanan. Pertanian merupakan

sektor sektor utama bagi Indonesiadalam upaya mengembangkan perekonomian

bangsa untuk menghadapi persaingan ekonomi dan perdagangan bebas yang

semakin ketat. Indonesia sebagai negara agraeis yang didukung potensi sumber

daya dan kondisi iklim yang baik, harus dapat memberikan nilai tambah pada

produk hasil pertanian khususnya di sektor industri.

Upaya penembangan perekonomian Indonesia mengalami berbagai

hambatan yang cukup berat. Keadaan tersebut mengakibatkan sektor agroindustri

kembali dilirik oleh pemerintah dan masyarakat dengan harapan sektor tersebut

dapat mengatasi masalah yang muncul.

Sejalan dengan semakin padatnya penduduk, kebutuhan akan lapangan

kerja juga semakin meningkat sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya

lapangan kerja di daerah tersebut. Industri gula merah tebu secara langsung dapat

membuka lapangan pekerjaan, namun keberadaannya belum mampu mengatasi

tingginya pengangguran yang terjadi di Kecamatan Kebonsari.

Penentuan plant layout atau tata letak fasilitas produksi yang baik haruslah

ditentukan berdasarkan pengaruh faktor-faktor yang ada seperti tahapan proses

produksi, macam hasil keluaran produksi, jenis keluaran produksi, jenis

perlengkapan yang digunakan serta berdasarkan sifat produksi dari produk yang

diproduksi tersebut. Dengan demikian, fasilitas tersebut dapat menghasilkan aliran

barang yang efisien.

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatanmakalah ini adalah untuk menetahui tata letak dan

penanganan bahan, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan luas ruangan, layout

perusahaan, dan menganalisis layout inndustri gula merah tebu sesuai tata letak

penanganan bahan.

Page 3: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

II. PEMBAHASAN

A. Industri Gula Merah Tebu

a. Sejarah dan Perkembangan

Industry gula merah tebu di kecamatan kebonsari sudah dimulai sejak

tahun 1930. Menurut Soentoro et al,(1990) masa kejayaan gula berakhir

menjelang tahun tiga puluhan bersamaan dengan terjadinya depresi ekonomi.

Penurunan harga gula yang drastic menyebabkan banyak pabrik gula yang

tutup sehingga produksi gula sangat merosot. Salah satu alternatif yang

dilakukan petani tebu adalah dengan mengolah sendiri tebu menjadi gula

merah tebu yang kemudian dijual di pasar-pasar tradisional sekitar. Dengan

demikian industri gula merah tebu terus tumbuh dan berkembang sebagai

salah satu usaha petani tebu untuk meningkatkan penghasilannya.

Pada awalnya tenaga yang digunakan untuk proses penggilingan tebu

adalah tenaga sapi. Pada saat panen tebu, proses pengolahan gula merah tebu

dikerjakan selama 24 jam penuh untuk menghindar kerusakan nira tebu yang

sudah ditebang. Pada tahun 1975 mulai dikenal mesin diesel untuk

menggerakkan mesin giling menggantikan sapi. Dengan mesin ini, waktu

prose pengolahan menjadi lebih pendek 10 – 12 jam yang dimulai pada pukul

06.00 pagi untuk menghasilkan gula merah tebu yang sama dengan

menggunakan tenaga sapi. Setelah adanya teknologi mesin pada industri gula

merah tebu, pengusaha tidak secara langsung terlibat dalam proses

pengolahan. Pengolahan gula merah tebu hanya dilakukan oleh tenaga kerja

penggiling.

Sekitar tahun 1990-an pemerintah melalui Dinas Perkebunan melakukan

penyuluhan-penyuluhan pada petani tebu. Materi penyuluhan yang dilakukan

umumnya adalah materi di sector hulu seperti pengolahan, perawatan,

pengendalian, serta upaya menigkatkan produktivitas perkebunan tebu. Salah

satu bentuk penyuluhan mengenai industri gula merah tebu adalah materi

pelatihan metode jarak jauh mengenai pengolahan gula merah tebu pada tahun

1997 oleh Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur.

Page 4: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

Pada tahun 1997, industry gula merah tebu yang beroperasi di kecamatan

kebonsari berjumlah 70 unit usaha. Setelah reformasi industri gula merah tebu

jumlah industri gula merah tebu yang beroperasi semakin berkurang. Hal

tersebut disebabkan rendahnya modal kerja yang dimiliki, dan sulit dalam

mencari tenaga kerja.

B. Analisis Aspek Ketenagakerjaan

Tenaga kerja adalah penjual jasa baik pikiran maupun tenaganya dan

mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu

(Hasibuan, 2003). Adisaputro dan Marwan (1992) menambahkan tenaga

kerja merupakan salah satu faktor produksi yang utama dan selalu ada dalam

perusahaan, meskipun pada perusahaan tersebut sudah menggunakan mesin-

mesin. Tenaga kerja dalam industri gula merah tebu adalah orang atau

sekelompok yang bekerja mengolah tebu menjadi produk gula merah tebu.

Tenaga kerja penggiling termasuk kedalam kelompok tenaga kerja langsung.

Menurut Asri dan Adisaputro (1992) yang dikategorikan sebagai tenaga

kerja langsung antara lain adalah para buruh pabrik yang ikut serta dalam

kegiatan proses produksi dari bahan mentah sampai terbentuk barang jadi.

Sebuah industri gla merah tebu di kecamatan Kebonsari menggunakan 5 –

10 orang sebagai tenaga kerja. Tenaga kerja ini terbagi menjadi dua jenis,

yaitu tenaga kerja di pabrik dan tenaga kerja di kebun. Satu kelompok tenaga

kerja di pabrik terdiri dari 4 – 5 orang, sedangkan satu kelompok tenaga kerja

di kebun terdiri dari 2 – 3 orang. Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan maka

dalam industry gula merah tebu pekerja dikelompokkan menjadi 4 kelompok,

yaitu :

1. Tukang tebang

Tukang tebang biasanya dilakukan oleh 2 – 3 orang yang

bekerja di kebun selama 7 -8 jam/hari. Rata-rata dalam sehari

tukang tebang mampu menghasilkan 3 – 4 ton tebu yang siap

digiling pada hari berikutnya. Pekerjaan yang dilakukan tukang

tebang adalah membersihkan batang tebu dari daun-daun

Page 5: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

kering, menebang tebu, dan mengangkut tebu dari kebun

menuju pabrik.

2. Tukang giling

Sebuah mesin penggiling tebu dikerjakan oleh 2 orang tukang

giling. Pekerjaan yang dilakukan tukang giling adalah

menggiling tebu, mengangkut ampas tebu (bagase) ke ruang

bahan bakar, dan menjemur ampas tebu (bagase). Penggilingan

tebu biasanya hanya dilakukan seorang tukang giling,

sementara seorang lagi mengumpulkan dan mengangkut ampas

tebu (bagase) ke ruang bahan bakar.

3. Tukang masak

Sebuah tungku pemasakan biasanya dikerjakan oleh 2 – 3

orang tukang masak. Pekerjaan yang dilakukan tukang masak

antara lain memindahkan nira dari bak penampungan ke wajan

pemasakan, membersihkan nira dari kotoran untuk,

menurunkan larutan gula (gulali) ke wajan pengentalan untuk

diaduk, mencuci cetakan lemper, dan mencetak gula merah.

Koordinasi antara tukang masak dan tukang obor sangat

diperlukan untuk mencegah larutan gula (gulali) tidak gosong.

4. Tukang obor

Tukang obor adalah pekerja yang bertanggung jawab terhadap

pengaturan suhu api. Ampas tebu (bagase) dan sekam yang

dimasukkan sebagai bahan bakar harus diatur sehingga suhu

api dapat konstan. Seorang tukang obor harus selalu siap

memantau wajan pemasakan. Pemasakan bahan bakar ampas

tebu (bagase) dab sekam ketika pemasakan dilakukan secara

kontinu, tetapi ketika sudah ada larutan gula (gulali) yang

hampir masak pemasakannya dihentikan sampai larutan gula

(gulali) diturunkan ke wajan pengentalan.

Page 6: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

Dalam pelaksanaannya kelompok pekerja terutama yang bekerja di pabrik

tidak hanya mengerjakan pekerjaan tertentu. Sebagai sebuah kelompok, setiap

pekerja saling membantu satu sama lain.

C. Tata letak Pabrik

a. Perancangan dan Perecanaan Tata Letak

Perencanaan tata letak merupakan suatu perencanaan untuk

menentukan dan mengatur mesin dan peralatan pada suatu tempat atau

lokasi yang paling baik, untuk memberikan aliran bahan yang tercepat

dengan tingkat penanganan yang paling rendah dalam memproses suatu

produk, sejak dari penerimaan bahan baku sampai pengiriman produk

akhir (Mallick Gaudreu, di dalam Machfud dan Agung, 1990).

Dalam perencanaan dan perancangan tata letak diperlukan suatu

keseimbangan antara system dan fasilitas, perancangan tata letak dan

material handling. Perancangan dan perencanaan tata letak suatu fasilitas

dirancang dengan baik akan mempengaruhi efisiensi perusahaan,

pembentukan laba perusahaan, member kontribusi yang positif dalam

optimalisasi proses operasi perusahaan, menjaga keberlanjutan dan

kelangsungan serta keberhasilan perusahaan. Perancangan tata letak harus

dilakukan seefektif mungkin agar dapat meminimalkan biaya yang

dikeluarkan. Material handling berpengaruh besar terhadap proses operasi

perusahaan.

Perancangan tata letak dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan

antara lain pendekatan aliran bahan dan pendekatan sistematik. Pendekatan

aliran bahan didasarkan atas pertimbangan bahwa pergerakan bahan secara

langsung dari setiap operasi atau proses berikutnya menurut suatu urutan

logis yang akan menurunkan biaya penanganan bahan. Pendekatan kedua

atau yang disebut dengan pendekatan sistematik (Sistematic Layout

Planning= SLP) merupakan suatu pendekatan yang universal (Machfud

dan Agung, 1990).

b. Analisa tata letak pabrik

Tata letak pabrik industri gula merah tebu lampiran 7

Page 7: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

Tata letak pabrik awal memiliki kemampuan produksi gulaSetelah itu

pertimbangan rancang ulang industri gula merah tebu yang kurang bagus

dan ruang produksi kurang bersih. Maka dari itu perlu dilakukan

rancangan ulang tata letak industri gula merah tebu. Untuk itu

pertimbangan rancang ulang industri gula merah tebu meliputi :

a. Perbaikan bentuk bangunan pabrik gula merah tebu

b. Membuat ruang produksi menjadi lebih bersih

c. Perbaikan aliran proses produksi dan perpindahan bahan

d. Penyediaan tempat untuk pembuangan limbah

Pertimbangan perbaikan bentuk bangunan pabrik gula merah tebu

karena dengan adanya bangunan pabrik yang ideal dapat membuat ruang

produksi lebih bersih sehingga mampu mengurangi kontaminasi kotoran

dalam proses pengolahan gula merah tebu. Aliran proses yang ada saat ini

juga memiliki resiko yang tinggi terhadap kontaminasi kotoran baik

terhadap bahan baku dan produk. Nira sebagai bahan baku utama gula

merah tebu adalah salah satu bahan pangan yang mudah mengalami

kerusakan (Puri, 2005). Menurut Indeswari (1987) nira dikatakan rusak

jika sukrosa dalam nira terinversi menjadi gula pereduksi yang terdiri dari

glukosa dan fruktosa dalam perbandingan yang sama. Salah satu penyebab

terjadinya inverse sukrosa dapat disebabkan aktivitas mikroorganisme.

Sukrossa yang sudah terinversi menyebabkan nira menjadi berwarna

coklat dan keruh, sehingga dapat menurunkan mutu produk (Indeswari,

1987). Pengurangan resiko sumber-sumber kontaminasi kotoran yang

dilakukan dalam industri gula merah tebu diharapkan dapat meningkatkan

mutu dan kualitas gula merah tebu yang dihasilkan.

Analisa tata letak pabrik menghasilkan peta diagram keterkaitan

aktivitas dalam pengolahan gula merah tebu

Peta keterkaitan aktivitas……..

Diagram keterkaitan aktivitas….

Berdasarkan peta keterkaitan aktifitas maka dilakukan analisa

kebutuhan dan luas ruang. Analisa kebutuhan ruangan dilakukan sesuai

Page 8: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

dengan diagram aliran proses sehingga diketahui ruangan yang diperlukan

untuk rancang ulang tata letak industri gula merah tebu. Sementara analisa

luas ruangan dilakukan dengan membandingkan antara luas yang

digunakan pada tata letak pabrik dengan kebutuhan luas yang diperlukan

untuk mengolah tebu sebanyak 300 – 400 kw/hari. Pengukuran dalam

analisa meliputi luas mesin peralatan dan kebutuhan aktivitas pekerja.

tabel analisa kebutuhan dan luas ruang……

Sebelum dilakukan kegiatan rancang ulang, luas awal untuk kegiatan

bongkar muat tebu, penyimpanan tebu sebelum giling, tempat memasukan

ampas tebu (bagase), dan tempat pembuangan tidak diketahui secara pasti.

Penyimpanan dan penjemuran tebu dilakukan dengan memanfaatkan

tempat yang tersedia, limbah untuk hanya dibuang ke selokan, dan limbah

abu digunakan untuk menimbun tanah yang rendah.

Hasil analisa menunjukkan bahwa kebutuhan luas untuk tempat

bongkar muat tebu adalah 10 m2 dengan kelonggaran 50% untuk aktivitas

bongkar muat oleh pekerja dan gerak kendaraan. Kebutuhan luas untuk

menyimpan tebu sebanyak 10 kw adalah 6.25 m2 dengan ketinggian 1.5

m, sehingga untuk mengolah tebu sebanyak 40 kw per hari luas minimum

yang dibutuhkan adalah 25 m2. Luas total untuk mesin giling dan diesel

hanya 2 m2, namun karena kedua mesin ini dihubungkan dengan sabuk

sehingga luas kebutuhan untuk penempatan mesin ini adalah 7.5m2.

Produk gula sebanyak 1 kw disimpan dalam keranjang yang

berukuran 0.5 x 0.75 x 0.75. Kebutuhan luas untuk menyimpan gula merah

sebanyak 40 kw adalah 15 m2 dengan kelonggaran 85% untuk gang,

aktivitas pekerja, dan meningkatkan aktivitas penyimpanan. Ampas tebu

yang dihasilkan dari 1 ton tebu hasil penggilingan memerlukan luas 50 m2

untuk dijemur. Pada musim kemarau (ada panas dari energy matahari).

Waktu yang diperlukan untuk menjemur ampas tebu (bagase) berkisar

antara 1 – 2 jam sehingga volume limbah untuk abu yang dihasilkan

adalah 1 m3. Sehingga volume kolam limbah yang diperlukan untuk

Page 9: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

menampung selama 1 musim giling (240 hari) adalah 240m3 atau pada

tanah seluas 40 m2 dengan tinggi 6 m.

c. Rancangan Tata Letak Pabrik

Tata letak awal pabrik dapat dilihat pada Lampiran 7. Factor-faktor

pembatas rancang ulang industri gula merah tebu antara lain :

1. Batas sebelah timur dan selatan pabrik adalah perumahan

2. Luas area yang tersedia berbentuk L.

3. Gudang produk menyatu dengan bangunan rumah pemilk

4. Posisi tungku pemasaran tidak berubah

Adanya keempat factor pembatas menyebabkan rancangan yang

dipilih belum sesuai dengan diagram keterkaitan (lampiran 8). Penempatan

antara ruang penggilingan, ruang penjemuran, ruang bahan bakar, ruang

produksi, dan gudang produk belum sesuai dengan hasil analisa diagram

keterkaitan. Hal tersebut mempengaruhi aliran limbah ampas tebu dan

aliran produk jadi, sementara aliran proses yang dilakukan diruang

produksi tidak berpengaruh. Kondisi sebelum dan setelah rancang ulang

dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Kondisi sebelum dan setelah rancang ulang.

Kondisi Sebelum Rancang Ulang Kondisi Setelah Rancang Ulang

1. Bangunan pabrik semi

permanen

(i) Bangunan pabrik semi permanen

2. Kondisi pabrik sangat kotor

akibat debu, ranting, daun-

daunan, dan ampas tebu

(bagase).

(ii) Hasil rancang ulang mampu

mengurangi kotoran sehingga

kondisi pabrik lebih bersih.

3. Bak nira 1 tidak ditutup

sehingga memungkinkan

terjadinya kontaminasi kotoran.

(iii) Bak nira 1 ditutup sehingga

mampu mengurangi kotoran

pada nira.

4. Bak nira 2 hanya berfungsi

untuk menampung, nira hasil

penggilingan sebelum

dipindahkan ke wajan

pemasakan.

(iv) Selain berfungsi untuk

menampung nira, bak nira 2

didesain untuk mengendapkan

kotoran hasil penggilingan.

5. Hasil limbah untuk yang

disaring pada proses pemasakan

dibuang pada ember plastik.

Setelah ember tersebut penuh,

limbah untuk dibuang ke

(v) Limbah untuk yang disaring

dibuang pada bak pembuangan

semi permanen yang langsung

disalurkan ke kolam

pembuangan melalui pipa yang

Page 10: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

selokan. tertanam di bawah tanah

6. Posisi tempat memasukkan

ampas tebu (bagase) berada di

bagian depan tungku pemasakan

atau sama dengan tempat

pengentalan dan percetakan

sehingga memungkinkan

terjadinya kontaminasi ampas

tebu (bagase) pada produk yang

dihasilkan.

(vi) Posisi tempat memasukkan

ampas tebu (bagase)

dipindahkan pada bagian

belakang tungku pemasakan.

Pada bagian belakang tungku

pemasakan diberi pembatas

dinding sehingga mengurangi

kontaminasi ampas tebu

(bagase) pada produk yang

dihasilkan.

7. Kegiatan pendinginan dan

penyimpanan gula merah tebu

yang dihasilkan dilakukan di

lantai.

(vii) Kegiatan pendinginan dan

penyimpanan gula merah

tebu yang dihasilkan

dilakukan di meja.

8. Ampas tebu (bagas) hasil

penggilingan dipindahkan

dengan cara dipikul

(viii) Ampas tebu (bagase) hasil

penggilingan dipindahkan

menggunakan gerobak

9. Persentase gula mutu baik 17%,

mutu sedang 48%, dan mutu

jelek 36%.

(ix) Persentase gula mutu baik 29%,

mutu sedang 42%, dan mutu

jelek29%.

Rancang ulang menunjukkan tata letak bangunan pabrik gula merah tebu

lebih baik dan rapih, mapu mengurangi kotoran yang berasal dari debu, daun-

daunan, ranting, dan ampas tebu pada ruang produksi sehingga ruangan menjadi

lebih bersih, membuata aliran proses menjadi lebih baik, dan mengurangi

pergerakan pekerja. Rancangan yang dipilih belum ideal karena bahan baku tebu

belum disimpan pada tempat yang terlindungi matahari yang dapat mengurangi

pengucapan, dan adanya kegiatan transportasi (perpindahan) akibat gudang

produk terletak agak jauh dari ruang produksi, ruang bahan bakar ampas tebu

terletak agak ajuh dari ruang penggilingan, serta tempat umpan bahan bakar

ampas tebu terletak agak jauh dari ruang penjemuran.

Pada saat implementasi terjadinya kerusakan pada tungku pemasakan

menyebabkan dilakukan perbaikan. Tungku pemasakan awal memiliki kelemahan

terutama pada cara pembuangan limbah untuk yang dihasilkan pada proses

pemasakan, sehingga dalam perbaikan dilakukan modifikasi tungku pemasakan.

Selain membuat saluran pembuangan limbah untuk modifikasi terhadap tungku

pemasakan membuat kapasitas wajan dari 12 kg gula/wajan menjadi 13 kg

gula/wajan. Pada tingkat produksi 26 wajan/hari, modifikasi tungku pemasakan

Page 11: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

dapat meningkatkan kemampuan produksi gula merah dari 286 kg gula/hari

menjadi 338 kg gula/hari.

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran, pengurangan resiko

sumber-sumber kontaminasi kotoran melalui rancang ulang industry gula merah

tebu mampu meningkatkan presentase mutu gula merah tebu yang dihasilkan.

Penetapan mutu ini tidak berdasarkan standar SNI melainkan dilakukan secara

subjektif oleh pengusaha berdasarkan kriteria warna, rasa, dan kekerasan.

Klasifikasi gula merah tabu dengan mutu baik adalah warna cerah (kuning), rasa

manis dan tekstur yang keras. Mutu sedang adalah warna kemerahan, rasa manis,

dan tekstur agak luak. Mutu jelek dalah wana gelap (hitam), rasa manis sedikit

pahit, dan tekstur yang lebih lunak. Sebelum dilakukan rancang ulang rata-rata

produksi adalah 286 kg gula/hari dengan mutu baik 48 kg gula (17%), mutu

sedang 136 kg gula (48%), dan mutu jelek 102 kg gula (36%), namun setelah

dilakukan rancang ulang mengalami perubahan dangan rata-rata produksi sebesar

338 kg gula/hari dengan mutu baik 98 kg gula (29%), mutu sedang 144 kg gula

(42%), dan mutu jelek97 kg gula (29%).

Page 12: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perencanaan tata letak merupakan suatu perencanaan untuk

menentukan dan mengatur mesin dan peralatan pada suatu tempat atau

lokasi yang paling baik, untuk memberikan aliran bahan yang tercepat

dengan tingkat penanganan yang paling rendah dalam memproses suatu

produk, sejak dari penerimaan bahan baku sampai pengiriman produk

akhir. Perancangan dan perencanaan tata letak suatu fasilitas dirancang

dengan baik akan mempengaruhi efisiensi perusahaan, pembentukan laba

perusahaan, member kontribusi yang positif dalam optimalisasi proses

operasi perusahaan, menjaga keberlanjutan dan kelangsungan serta

keberhasilan perusahaan. Perancangan tata letak harus dilakukan seefektif

mungkin agar dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan. Material

handling berpengaruh besar terhadap proses operasi perusahaan.

Tata letak dan penanganan bahan pada industri gula merah tebu di

Kecamatan Kebonsari, sebelum dilakukan kegiatan rancang ulang, luas

awal untuk kegiatan bongkar muat tebu, penyimpanan tebu sebelum

giling, tempat memasukan ampas tebu (bagase), dan tempat pembuangan

tidak diketahui secara pasti. Penyimpanan dan penjemuran tebu dilakukan

dengan memanfaatkan tempat yang tersedia, limbah untuk hanya dibuang

ke selokan, dan limbah abu digunakan untuk menimbun tanah yang

rendah. Rancang ulang menunjukkan tata letak bangunan pabrik gula

merah tebu lebih baik dan rapih, mampu mengurangi kotoran yang berasal

dari debu, daun-daunan, ranting, dan ampas tebu pada ruang produksi

sehingga ruangan menjadi lebih bersih, membuat aliran proses menjadi

lebih baik, dan mengurangi pergerakan pekerja.

Sebelum dilakukan rancang ulang rata-rata produksi adalah 286 kg

gula/hari dengan mutu baik 48 kg gula (17%), mutu sedang 136 kg gula

(48%), dan mutu jelek 102 kg gula (36%), namun setelah dilakukan

rancang ulang mengalami perubahan dangan rata-rata produksi sebesar

338 kg gula/hari dengan mutu baik 98 kg gula (29%), mutu sedang 144 kg

gula (42%), dan mutu jelek 97 kg gula (29%).

Page 13: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

B. SARAN

Merancang awal maupun merancang ulang tata letak dan

pananganan bahan maupun sebuah industri tidak hanya ditujukan untuk

penggunaan ruang agar maksimal, tidak berlebihan, dan efisien tetapi juga

harus diperhitungkan faktor kenyamanannya juga karena ini sangat

berpengaruh juga terhadap produksivitas pekerja dan juga

dipertimbangkan akan adanya pengembangan jangka panjang. Dengan

kata lain, jangan terlalu hemat agar penggunaan ruang bisa seoptimal

mungkin dalam segala aspek faktor yang mempengaruhi baik jangka

pendek maupun jangka panjang.

Page 14: Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari

DAFTAR PUSTAKA

Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Terjemahan. ITB

Press. Bandung.

Djojosoewardho, S. A. 1983. Usaha-usaha untuk mendapatkan Produksi Tinggi

pada Tanaman Tebu. Di dalam Paket Informasi No. 01. BP3G.

Perwakilan-perwakilan Wilayah di Jawa untuk Keperluan Petani Tebu.

Pasuruan.

Hoffmann, T.R. 1967. Production: Management and Manufacturing System.

Wadsworth Publ. Co. Inc., California.

Machfud dan Y.Agung.1990. Perencanaan Tata Letak pada Industri Pangan.PAU

Pangan dan Gizi.IPB.Bogor.

Purnomo, H. 2004. Perencanaan dan Perancanganan Fasilitas. Graha Ilmu.

Yogyakarta.