PENANGANAN OPERATIF DISLOKASI BAHU AKUT

26
BAGIAN ILMU BEDAH ORTOPEDI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 15 Januari !15 PENANGANAN OPERATIF DISLOKASI BAHU AKUT RIMBA"ANI D# H# RUMATA 11! !$ 11% BAGIAN ILMU BEDAH ORTOPEDI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2015

description

bedah ortopedi

Transcript of PENANGANAN OPERATIF DISLOKASI BAHU AKUT

BAGIAN ILMU BEDAH ORTOPEDIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMakassar, 15 Januari 2015

PENANGANAN OPERATIF DISLOKASI BAHU AKUT

RIMBAWANI D. H. RUMATA110 207 119

BAGIAN ILMU BEDAH ORTOPEDIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR2015I. PENDAHULUAN

Sendi bahu merupakan suatu sendi yang secara mekanik sangat kompleks dan terdiri atas tiga komponen persendian yaitu sendi glenohumeral, sendi akromioklavikular, sendi sternoklavikular. Sendi glenohumeral memungkinkan untuk gerakan abduksi, fleksi dan rotasi dibawah kontrol otot skapulohumeral. Kedua sendi lainnya bersama sama memberikan pergerakan 90o berupa rotasi skapula terhadap toraks dn sedikit perputaran anteroposterior skapula. Nyeri pada bahu dan lengan harus dibedakan dengan seksama apakah kelainan ini berasal dari bahu sendi atau nyeri yang berasal dari vertebra servikalis atau toraks.

II. DEFINISIDislokasi bahu adalah suatu kerusakan yang terjadi saat bagian atas tulang humerus tidak menempel lagi dengan skapula. Hal ini terjadi saat caput humerus keluar dari soket, glenoid. Maka dislokasi bahu ini fokus pada dislokasi dari sendi glenohumeral. Bahu yang dislokasi menyebabkan gejala bahu yang sangat sakit dan diperlukan pengobatan dari rumah sakit untuk mengembalikan bentuk anatomi yang normal dari bahu tersebut.III. EPIDEMIOLOGI Dislokasi primer Dislokasi dan subluksasi sendi glenohumeral relatif sering terjadi pada atlet. Seorang peneliti mengidentifikasi distribusi bimodal dislokasi bahu primer dengan puncak dalam dekade kedua dan keenam. Dalam 95% kasus, dislokasi bahu yang terjadi mengarah ke anterior. Terdapat beberapa fraktur yang berhubungan dengan dislokasi bahu anterior yaitu kelainan Hill-Sachs dengan kasus sebanyak 35-40% dari kasus yang ada, lesi Bankart dan fraktur dari greater tuberosity dengan kasus sebanyak 10-15% dari kasus yang ada. Sekitar 4% dari kasus yang ada, dislokasi terjadi ke arah posterior. Sekitar 0.5% dari semua dislokasi yang ada, terjadi dislokasi ke arah inferior (luxatio erecta). Dan dislokasi ke arah superior jarang sekali ditemukan, angka kejadiannya lebih kecil dari dislokasi ke arah inferior.Penyebabutama daridislokasi bahuprimer adalahcedera traumatik. Hampir95% dari dislokasi bahu yang terjadipertama kali adalah akibat dari beberapa kejadian seperti benturan kuat,jatuh pada lengan terulur, atau gerakan tiba-tiba yang dapat mengakibatkan bahu terkilir. Pada individu-individu ini, struktur yang berfungsi menstabilkan gerakan ditarik paksa secara mendadak. Sekitar 5% dari dislokasi yang ada disebabkan oleh kejadian yang atraumatik (misalnya, insiden kecil seperti mengangkat lengan atau bergerak saat tidur). Individu-individu ini mungkin memiliki kelemahan kapsuler atau perubahan dari pengontrolan otot pada kompleks bahu atau dapat disebabkan oleh keduanya.Dislokasi BerulangKomplikasi penting dari dislokasi primer adalah dislokasi berulang berikutnya. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh seorang peneliti, sekitar 70% dari mereka yang telah mengalami dislokasi memiliki kemungkinan untuk mengalami dislokasi berulang dalam waktu 2 tahun sejak cedera pertama. Penderita yang lebih muda dan lebih tua memiliki insiden dislokasi bahu primer yang sebanding. Namun keadaan dislokasi berulang sangat bergantung pada usia dan lebih sering terjadi pada populasi remaja dibandingkan dengan populasi yang lebih tua. Telah dilaporkan bahwa dislokasi rekuren pada 66% sampai 100% pada individu berusia 20 tahun atau lebih muda, 13% sampai 63% dari individu berusia antara 20 dan 40 tahun, dan 0% sampai 16% dari individu berusia 40tahun atau lebih. Dislokasi bahu cenderung lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena tipe olahraga yang dilakukan.

IV. KLASIFIKASI DISLOKASI BAHU

Terdapat 4 jenis dislokasi pada bahu yaitu dislokasi anterior, dislokasi posterior, dislokasi inferior dan dislokasi superior.

1. Dislokasi AnteriorMekanisme CederaSekitar 95% dari dislokasi bahu yang terjadi, bagian atas humerus berada di depan shoulder blade dan menyebabkan dislokasi anterior. Mekanisme umum dari kerusakan yang terjadi yaitu abduksi yang ekstrim, exorotasi, ekstensi, dan suatu tekanan langsung dari posterior terhadap humerus. Abduksi atau rotasi eksternal secara paksa sendiri dapat menyebabkan dislokasi (sekitar 30% dari kasus yang ada), begitu juga suatu tekanan kuat langsung terhadap bagian posterior humerus (29%), elevasi dan exorotasi yang terjadi secara paksa (24%), dan jatuh dengan tangan yang terbuka lebar. (17%).

Gambar 1 Dislokasi AnteriorGejala KlinisPasien yang mengalami dislokasi bahu akan merasa sangat kesakitan dan mencegah untuk siapapun untuk melakukan pemeriksaan karena sakitnya itu. Jika pasien mengalami dislokasi bahu, rentang gerak (ROM) dari pasien itu tidak luas. Jika bahu terdislokasi ke arah anterior, lengan berada dalam posisi sedikit abduksi dan exorotasi. Pada pasien yang kurus,caput humerus yang menonjol dapat dirasakan berada di anterior dan cekungan dapat dilihat posterior pada bahu. Rotator cuff seringkali mengalami kerusakan dan harus diperiksa setelah dilakukan reduksi. Penting untuk menilai fungsi neurovaskular aksila dengan meraba nadi dan melakukan uji sensasi pada daerah bahu. Gerakan biasanya sangat menyakitkan akibat dari spasme otot. Lokasi dislokasi anterior yang paling sering terjadi yaitu subkorakoid. Dapat juga terjadi dislokasi subglenoid, subklavikula, dan yang sangat jarang yaitu intratorakal atau retroperitoneal.

KomplikasiKomplikasi yang cukup umum terjadi akibat dislokasi inisial yaitu cedera traksi pada N. aksilaris. Pasien tidak dapat abduksi bahu karena paralisis deltoid dan terdapat daerah kecil dengan sensasi kulit yang berkurang. Prognosis penyembuhan baik. Kadang-kadang dapat terjadi secara bersamaan yaitu robekan pada musculotendinous cuff yang dapat memperburuk dislokasi yang ada, dimana pada keadaan ini bahu yang sudah direduksi perlu untuk dilakukan imobilisasi selama 3 minggu dalam posisi abduksi. Jarang terjadi interposisi tendon dari otot biseps longus yang memerlukan reduksi terbuka yaitu secara pembedahan.2. Dislokasi PosteriorMekanisme CederaDalam kurang dari 5% dari kasus yang ada, bagian atas humerus berada di belakang shoulder blade, suatu dislokasi posterior. Dislokasi posterior terjadi akibat berat axial yang ditumpukan pada lengan yang sedang berada dalam keadaan adduksi dan endorotasi. Seperti jatuh dalam posisi lengan adduksi dan endorotasi, atau adanya tekanan langsung pada bagian depan bahu. Dislokasi posterior yang klasik dapat juga terjadi akibat tersengat listrik ataupun kejang karena ketidakseimbangan kekuatan antara otot internal rotators (subskapularis, latissimus dorsi, pektoralis mayor), yang menekan otot-otot external rotators (teres minor dan otot infrasupinatus). jika terjadi kejang, perlu dilihat adanya dislokasi bilateral.

Gambar 2. Dislokasi PosteriorGejala KlinisDislokasi bahu posterior mudah untuk terlewatkan dalam diagnosa, karena lengan pasien biasanya terletak dalam keadaan endorotasi dan adduksi (yaitu, pasien memegang lengannya dan meletakkannya pada perutnya). Pasien tidak dapat melakukan supinasi pada tangannya. Pada lengan tidak dapat dilakukan exorotasi ke posisi netral. Pada pasien yang kurus, caput humerus yang menonjol dapat dilihat dan teraba diposterior di bawah prosesus akromion, bahu anterior menjadi rata, dan prosesus korakoid lebih menonjol. Dislokasi bahu posterior seringkali terlewatkan, karena pasien hanya tampak seperti memegang ekstremitasnya.KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada dislokasi bahu posterior yaitu dislokasi yang tidak dapat direduksi. Sekurang-kurangnya setengah dari pasien dengan dislokasi posterior memiliki lesi yang tidak dapat direduksi saat pertama kali ditemukan. Tipikalnya pasien memegang lengan dalam keadaan endorotasi, pasien tidak dapat mengabduksi lengannya lebih dari 70-80, dan jika pasien mengangkat lengannya ke arah depan, ia tidak dapat memutar telapak tangannya ke arah atas. Komplikasi lainnya yaitu dislokasi bahu posterior rekuren dan habitual.3. Dislokasi InferiorMekanisme CederaDislokasi inferior jarang ditemukan dan dapat terjadi akibat suatu tekanan hiperabduksi yang menyebabkan bagian leher dari humerus terangkat/menekan melawan akromion. Mekanisme cedera dari dislokasi bahu inferior adalah adanya berat axial yang ditumpukan saat lengan sedang abduksi atau hiperabduksi secara paksa seperti menangkap/ menggenggam suatu objek yang berposisi di atas kepala saat jatuh.

Gambar 3. Dislokasi InferiorGejala KlinisDislokasi inferior akan menjadi kondisi yang disebut sebagai luxatio erecta, yang menjelaskan mengenai presentasi klasik dimana lengan atas abduksi 110-160 dengan lengan bawah diistirahatkan pada atau di belakang kepala pasien. Pada pemeriksaan, ditemukan lengan yang berada di atas kepala pada posisi yang tetap dengan siku yang fleksi. Caput humerus teraba pada atau di bawah aksila.KomplikasiMendiagnosa dislokasi inferior sangatlah penting oleh karena tingginya angka kejadian untuk komplikasi. Sebanyak 60% dari kasus yang ada, kerusakan neurologi (biasanya lesi pada N. aksilaris) berhubungan dengan dislokasi inferior. Kerusakan vaskularisasi terjadi dalam 3,3% dari kasus yang ada, robekan rotator cuff terjadi dalam 80-100% dari kasus yang ada, dan fraktur greater tuberosity dan avulsi pektoralis major juga berhubungan dengan dislokasi inferior.

4. Dislokasi SuperiorMekanisme Cedera Pada dislokasi bahu superior, caput humerus terdorong ke atas melewati rotator cuff. Dislokasi superior sangatlah jarang dan dapat terjadi akibat tekanan yang ekstrim ke arah atas pada lengan yang adduksi.Gejala Klinis Pada pemeriksaan dapat ditemukan caput humerusyang menonjol yang dapat dirasakan berada di superior.KomplikasiKerusakan yang dapat terjadi bersamaan dengan dislokasi superior yaitu kerusakan pada akromioklavikular, fraktur pada akromion, klavikula, dan tuberositas.

V. DIAGNOSISAnamnesa dan Pemeriksaan FisikAnamnesa dan pemeriksaan fisik tanpa diragukan adalah alat paling penting bagi dokter untuk mendiagnosa suatu kerusakan pada rotator cuff ataupun fraktur tulang. Kerusakan pada hal-hal yang terdapat pada bahu dapat menyebabkan (dan akan terdapat bersamaan dengan) dislokasi bahu.Pertama, dokter akan melakukan inspeksi secara visual pada bahu penderita. Ketika terdapat dislokasi bahu, bentuk kebundaran bahu dan lengan atas yang normal akan hilang. Bagian luar yang mengelilingi bahu terlihat datar.Terdapat perubahan dari permukaan anatomi yang normal. Sebagai contoh, terdapat jarak di bawah akromion yang pada keadaan normal seharusnya terdapat greater tuberosity (tonjolan tulang yang terdapat di sepanjang bagian atas bahu). Caput humerus dapat diobservasi dan dirasakan sebagai suatu tonjolan yang besar di depan atau di belakang bahu. Area ini biasanya sangat sakit saat dipalpasi. Cakupan gerakan, kekuatan, dan sensasi akan di periksa jika memungkinkan. Suatu perubahan atau hilangnya sensasi dapat menunjukkan adanya kerusakan saraf. Dokter juga akan memeriksa denyut nadi pada lengan pasien untuk mendeteksi kemungkinan adanya komplikasi vaskular.Terdapat banyak pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi struktur jaringan lunak yang rusak atau lepas. Apprehension test yang positif dapat menjadi acuan diagnostik adanya bahu yang tidak stabil yang dapat terdislokasi kembali setelah kejadian dislokasi yang pertama. Pada tes ini lengan di abduksi (di jauhkan dari tubuh) dan di rotasi ke arah eksternal. Sesaat sebelum sendi akan terdislokasi, pasien akan menjadi sangat gelisah. Pada titik ini, tes ini dianggap positif untuk ketidakstabilan bahu dan kemudian pemeriksaan dihentikan.

Gambar 4. Apprehension Test

Pemeriksaan Penunjang

RadiologiX-ray adalah alat diagnostik yang penting untuk menunjukkan caput humerus yang bergeser dan adanya fraktur tulang. Beberapa gambaran mungkin diperlukan untuk menunjukkan arah sebenarnya dari dislokasi yang ada dan garis fraktur yang ada.

VI. PENATALAKSANAAN OPERATIFDalam kasus bahu tidak stabil yang tidak efektif dengan pengobatan fisioterapi, terdapat beberapa prosedur bedah yang dapat dilakukan untuk memulihkan stabilitas bahu itu kembali. Beberapa jenis prosedur yang dapat dilakukan yaitu prosedur Bankart, Bristow, Putti Platt dan Magnuson Stack.1. Prosedur Artroskopi BankartPada umumnya, operasi bahu dapat dilakukan dengan 2 dasar cara yang berbeda: dengan menggunakan teknik operasi tertutup (operasi artroskopi) atau dengan teknik operasi terbuka. Artroskopi bahu adalah operasi yang menggunakan kamera kecil yang disebut sebagai artroskop. Artroskop dimasukkan melalui insisi kecil pada kulit.Artroskopi diagnostik juga sering digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat ketidakstabilan bahu. Dalam prosedur ini, fibreoptic scope yang tipis dimasukkan ke dalam ruang sendi bahu untuk memungkinkan visualisasi langsung dari struktur internal. Sebuah elektromiogram juga dapat diperoleh jika dokter mencurigai adanya kemungkinan cedera saraf.Pertama, dokter bedah akan memeriksa bahu dengan artroskop. Yang akan dilakukan yaitu: Memasukkan artroskop ke dalam bahu penderita melalui insisi kecil. Artroskop tersambung ke monitor video di kamar operasi. Inspeksi pada semua jaringan di sendi bahu dan di area di atas sendi kartilago, tulang, tendon, dan ligamen. Perbaikan pada jaringan yang rusak. Untuk melakukan ini, akan dilakukan 1 sampai 3 lagi insisi kecil dan alat lain akan dimasukkan ke dalamnya. Robekan pada otot, tendon, atau kartilago akan dapat diperbaiki. Jaringan yang rusak akan dibuang.

Gambar 5. Atraskopi Bankart

Artroskopi dapat digunakan untuk memperbaiki ketidakstabilan bahu yaitu ketika terjadi robekan pada labrum yang merupakan batas dari sendi bahu yang terbuat dari tulang rawan. Ligamen yang menempel pada daerah ini juga akan diperbaiki. Lesi Bankart adalah robekan pada labrum dibagian bawah dari sendi bahu. Pada lesi SLAP terjadi kerusakan pada labrum dan ligamen pada bagian atas sendi bahu.Pada operasi dengan artroskopi ini akan digunakan tube kecil terbuat dari plastik atau metal dimasukkan ke dalam bahu. Tube ini tersambung dengan pompa yang terhubung melalui tube plastic yang steril. Tube kecil satu lagi berguna untuk membuang cairan dari sendi. Pompa ini terus menerus mengisi sendi bahu dengan cairan saline steril (air garam). Aliran cairan yang konstan melewati sendi dan mengembangkan sendi serta membersihkan darah dan debris dari sendi ketika dilakukan operasi.Terdapat banyak instrumen kecil yang dibuat secara istimewa untuk melakukan operasi pada bahu. Beberapa alat ini berguna untuk membuang jaringan yang robek atau degeneratif. Beberapa alat lainnya dapat digunakan untuk mengambil sedikit demi sedikit jaringan dan menyedotnya keluar dari sendi. Yang lainnya dibuat untuk mengebor jaringan tulang dan menyedotnya keluar dari sendi.Alat-alat ini berguna untuk membuang jaringan tulang yang menggesek tendon dan berguna untuk menghaluskan permukaan akromion dan sendi akromioklavikular.Setelah jaringan degeneratif dan jaringan tulang dibuang, ligamen yang robek yang befungsi untuk menstabilkan bahu dilekatkan kembali ke tulang di sekitar soket bahu, glenoid. Alat yang dibuat secara istimewa untuk melekatkan kembali ligament ini, alat ini disebut sebagai suture anchors.Suture anchors adalah alat istimewa yang dibentuk untuk melekatkan jaringan pada tulang. Suture anchors mempermudah proses penempelan ini dan menciptakan jalan yang lebih kuat untuk melekatkan jaringan lunak pada tulang. Alat ini cukup kecil sehingga dapat dimasukkan melalui insisi kecil menggunakan artroskop. Alat ini terbuat dari metal atau material seperti plastik yang dapat larut dengan berjalannya waktu. Ini adalah bagian anchor dari alat tersebut. Anchor ini dibor ke dalam tulang dimana jaringan lunak akan dilekatkan. Sutura dilekatkan pada anchor, melewati jaringan lunak dan diikat pada tulang.

Gambar 6. Suture AnchorsSetelah operasi dengan artroskopi, insisi akan ditutup dengan jahitan dan balutan. Kebanyakan dari dokter bedah akan mengambil foto dari monitor video saat dilakukan prosedur untuk menunjukkan apa yang telah ditemukan dan perbaikan apa yang sudah dilakukan.Resiko dari artroskopi bahu yaitu: Kekakuan bahu Kegagalan operasi dalam menghilangkan gejala klinis Kegagalan dari perbaikan untuk sembuh Kelemahan dari bahu Cedera pada pembuluh darah atau sarafPasca prosedur Penyembuhan memakan waktu sekitar 1 - 6 bulan. Pasien mungkin harus memakai sling untuk minggu pertama. Jika perbaikan yang dilakukan banyak, maka penggunaan sling harus lebih lama. Pengobatan untuk mengontrol rasa sakit akan diberikan. Jangka waktu hingga pasien dapat kembali bekerja atau berolahraga dapat bervariasi dari 1 minggu hingga beberapa bulan. Pada banyak prosedur, terutama jika telah dilakukan suatu perbaikan, terapi fisik akan membantu dalam mengembalikan gerakan dan kekuatan pada bahu yang diperbaiki.2. Prosedur BristowPada prosedur Bristow, dan variannya, proses korakoid dipindahkan melalui tendon muskulus subskapularis sebagai metode pengobatan ketidakstabilan anterior yang berulang pada bahu. Ujung korakoid dipindahkan ke leher glenoid anteroinferior dan kemungkinan berfungsi sebagai suatu blok tulang di depan caput humerus. Biseps brevis dan korako brakialis ditempatkan seperti itu sehingga menghasilkan dinamika yang kuat untuk menopang seluruh aspek anterior dan inferior dari sendi ketika bahu dalam posisi rentan yaitu abduksi dan exorotasi.TeknikLatarjet awalnya menjelaskan prosedur ini pada tahun 1954 dan Helfet memodifikasinya pada tahun 1958. Penjelasan asli dari prosedur telah dimodifikasi berkali-kali. Meskipun teknik yang digunakan sekarang sedikit berbeda dari yang dijelaskan pada awalnya, teknik ini dilakukan berdasarkan pemindahan dari bagian ujung korakoid bersama dengan perlekatan dari otot gabungan melalui celah horizontal pada subskapularis, ke leher skapula. Teknik yang dijelaskan di sini berasal dari Campbell "Orthopaedics Operatif".Pendekatan deltopektoralisPertama, insisi dibuat mulai dari proses korakoid berjalan sepanjang deltopektoralis groove menuju insersi deltoid. Deltopektoralisgroove dapat ditemukan dengan mengidentifikasi arah vena sefalika. Vena sefalika harus dilindungi selama pembedahan untuk mengurangi edema pascaoperasi. Tarik vena sefalika ke lateral atau medial dan buka sepanjang groove. Tarik deltoid ke lateral dan pektoralis mayor ke medial.Korakoid osteotomiSelanjutnya, proses korakoid dipaparkan bersama dengan otot gabungannya. Terlihat insersi dari ligamentum korakoakromial dan pektoralis minor dari permukaan superior korakoid. Proses korakoid kemudian di osteotomi dengan osteotom atau dipotong dengan pemotong tulang rusuk yang bersudut. 1cm sampai 3 cm bagian dari tulang dibuang bersama dengan otot-otot yang melekat. Ujung korakoid dengan biseps brevis dan korakobrakialis yang melekat beberapa sentimeter di bawah ujung korakoid dimobilisasi ke distal. Nervus muskulokutaneus menembus korakobrakialis beberapa sentimeter di bawah ujung korakoid, oleh karena itu, penting untuk melindungi saraf dengan hati-hati saat melakukan pembedahan. Saraf dapat ditemukan dengan meraba dengan jari yang bersarung tangan atau dengan memperhatikan adanya jaringan lemak areolar di sepanjang jalannya.Berikutnya, identifikasi batas atas dan bawah dari otot subskapularis; pleksus pembuluh darah anterior sirkumfleksa humeri menunjukkan batas bawah otot. Jarak antara otot subskapularis dan supraspinatus menandai batas atas dari otot subskapularis. Bagi subskapularis sejalan dengan seratnya dari lateral ke medial pada daerah sekitar tengah ke sepertiga bawah dari otot. Sekarang pengangkat periosteal dapat digunakan untuk mencerminkan subskapularis dari permukaan luar kapsul bahu. Kapsul anterior kemudian dibagi dengan cara yang mirip sebagai mana subskapularis itu dibagi. Paparan medial dari leher skapula anterior diperlukan untuk penempatan yang tepat dari korakoid yang telah dipindahkan.Subskapularis dibagi dan kapsul dibuka untuk memaparkan bagian depan dari glenoid/leher skapula. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan pemindahan korakoid.Diseksi subperiosteal membantu untuk memaparkan leher skapula. Situs pemindahannya harus lebih rendah daripada ekuator glenoid dan kurang dari 5mm dari tepinya. Lubang sebesar 3,2 mm harus dibor melalui leher skapula posterior pada posisi di bagian antero inferior dari leher skapula. Selanjutnya, bor suatu lubang yang mirip di ujung korakoid. Permukaannya leher skapula dibuat menjadi kasar dan dipastikan bahwa semua jaringan lunak telah dibuang. Posisikan ujung korakoid yang dipindahkan dengan ototnya yang menempel melalui celah horizontal pada sub skapularis ke leher skapula.Pemasangan korakoidSekarang, perkirakan kapsul dengan jahitan yang terputus. Gunakan screw maleolar Swiss dengan panjang yang sesuai untuk melekatkan ujung korakoid ke leher skapula. Ketika screw dan blok tulang sudah dipasang, pastikan bahwa tidak ada yang menggantung di luar tepi anterior dari glenoid.N.muskulokutaneusharus diperiksa untuk memastikan bahwa saraf tidak tegang (lihat gambar 7)

Gambar 7Muskulokutaneus (M) ditemukan dekat conjoined tendon (CT) untuk memastikan bahwa saraf ini tidak dalam ketegangan yang tidak semestinya.Tutup pembagian longitudinal pada subskapularis dengan jahitan terputus dari tepi lateral dari tempat pemindahan ke bicipitalgroove (lihat gambar 8). Terakhir, perkirakan fasiadeltopektoralis, jaringan subkutan, dan kulit secara tepat.

Gambar 8.

Ujung korakoid telah dipasangkan ke leher skapula, dan kapsul dan m. Subskapularis telah diperbaiki.Pasca ProsedurPasca operasi, pasien harus ditempatkan dalam alat immobilisasi bahu untuk sekitar satu minggu. Setelah satu minggu, pasien kemudian diberikan sling bahu standar selama 3-4 minggu. Ekstensi siku aktif atau pasif seharusnya tidak boleh dilakukan, tetapi dianjurkan untuk melakukan fleksi pasif.Latihan pendulum dapat dimulai antara 3-6 minggu. Setelah 6 minggu, gerakan pasif dan aktif dari bahu sudah dapat dimulai. Gambaran radiografi pasca operasi harus diperoleh secara berkala untuk memastikan penempatan yang stabil dari korakoid yang dipindahkan dan screw.KomplikasiKomplikasi dari prosedur Bristow dan variannya termasuk ketidakstabilan anterior bahu yang berulang, kehilangan exorotasi, tidak menyambungnya korakoid yang dipindahkan, masalah terkait screw, cedera neurovaskular, dan ketidakstabilan posterior bahu.

3. Prosedur Putti PlattProsedur Putti-Platt adalah prosedur non-anatomik bersejarah untuk ketidakstabilan bahu dengan hasil awal yang menjanjikan tetapi mengecewakan dengan tindak lanjutjangka panjang. Dasar prosedur ini terdapat pada ide untuk mengencangkan kapsul anterior dan m. subskapularis dengan kerugian yaitu hilangnya exorotasi untuk meningkatkan stabilitas dari bahu. Prosedur ini telah digambarkan sebagai "rompi di atas celana" yang dipadukan bersama dengan teknik "double-breasted".SejarahPutti-Platt kapsulorafi pertama kali diterbitkan oleh Osmond-Clarke pada bulan Februari 1948. Dr Platt pertama kali melakukan operasi ini di Rumah Sakit Ancoats pada tanggal 13 November 1925.Ia membagi tendon m. subskapularis, melekatkan ujung distalnya pada batas glenoid dan ujung proksimalnya pada kapsul anterior. Dr Putti melakukan operasi yang sama, secara independen dari Platt, sejak 1923, dan teknik itu mungkin juga dilakukan oleh guru Putti yaitu Codivilla. Brav mencatat keunggulan spesifik dari prosedur ini yaitu kesederhanaan teknis dan penerapan yang terlepas dari etiologi ketidakstabilan. Ia juga mencatat kerugian spesifik yang ada yaitu hilangnya kemampuan untuk exorotasi. Hilangnya exorotasi dan terbentuknya jaringan parut pada kapsul anterior merupakan mekanisme peningkatan stabilitas untuk bahu anterior.Terdapat 3 alasan mengapa prosedur ini efektif, yaitu sebagai berikut: Pemendekan subskapularis yang membentang. Pembentukan lapisan ganda otot dan kapsul di depan sendi, membentuk dinding penopang fibrosa yang kuat. Bagian medial dari m. subskapularis dijahit ke bagian lateral, memungkinkan terbentuknya bagian yang lebih luas dari subskapularis untuk mencegah terjadinya dislokasi anterior caput humeri dalam posisi abduksi dan exorotasi.Prosedur Putti-Platt hanya memperbaiki ketidakstabilan anterior dan penting untuk mengeksklusi tipe ketidakstabilan volunter, dislokasi posterior dan dislokasi berbagai arah sebelum dilakukan prosedur ini. Glenohumeral artritis juga merupakan kontraindikasi dari prosedur ini.PosisiPasien diposisikan telentang dalam posisi beach-chair. Ruangan harus diatur untuk memungkinkan lengan agar dapat sepenuhnya abduksi dan exorotasi selama prosedur.Pencegahan komplikasiBantalan yang memadai penting dalam pencegahan komplikasi intraoperatif. Dan juga identifikasi dari struktur neurovaskular dalam approach subskapularis.TeknikTeknik ini telah diambil langsung dari makalah Osmond-Clarke yang asli. Secara umum, pendekatan subskapularis yaitu melalui interval delto-pektoral. Subskapularis dibagi pada persimpangan muskulo tendinous. Bagian distal dilekatkan kebatas glenoiddan bagian proksimal dilekatkan pada aspek medial dari bicipital groove.

Gambar. 9 Pada tahap awal prosedur, bagian dari kapsul anterior dan tendon dari m.subskapularis dipotong menjadi potongan medial (A) dan lateral (B).

Gambar. 10 Pada tahap kedua, potongan tendon lateral (B) dilekatkan pada struktur jaringan lunak disekitar pinggir anterior dari rongga glenoid. Potongan tendon medial (A) ditarik agar tumpang tindih di atas potongan tendon lateral dan dilekatkan pada tuberositas minor dari humerus. Dengan ini m. subskapularis telah diperpendek secara efektif dan kapsul telah dirapatkan.Teknik dari prosedur Putti-Platt: Pendekatan anterior dari seperti galuar klavikula, diperpanjang ke bawah untuk 6 inci. Buka groove antara m. Deltoid dan muskulus pektoralis secara luas. Bagilah bagian klavikular dari otot deltoid 3/8" distal dari tulang (tidak secara subperiosteal). Ligasi vena sefalika. Identifikasi dan ikat pembuluh darah yang terdapat di wilayah subakromial yang melintasi batas atas dari delto-pektoralgroove. Paparkan proses korakoid dan bebaskan conjoined tendon dari korako brakialis dan muskulus bisep brevis. Bagilah satu inci bagian atas margin dari tendon muskulus pektoralis mayor. Buka interval antara conjoined tendon dan muskulus pektoralis minor dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan pada N.muskulokutaneus, cabang-cabangnya, atau gabungan persarafan aksila yang utama. Tarik ke bawah conjoined tendon dengan jahitan, tapi tidak terlalu keras Bagilah tendon pada muskulus subskapularis. Batas atas dan bawahnya mudah diidentifikasi dengan memutar lengan keluar. Batas bawahnya mencolok karena terdapat 3 vena yang menyertai arteri sirkumfleksa anterior humeri berjalan bawahnya. Bagi dan ligasi pembuluh ini. Lewati lonjakan tumpul di bawah tendon dari atas atau bawah, dan bagilah tendon 1 inci dari insersi. Kapsul, yang biasanya melekat pada permukaan dalam dari tendon dekat insersinya, seringkali dibuka. Tarik subskapularis ke medial dengan 3 atau 4 jahitan yang dimasukkan melalui otot tersebut. Dengan sengaja buka kapsul jika belum dibuka. Periksa batas glenoid dan caput humerus untuk kerusakan yang ada. Puntung distal tendon m. subskapularis dilekatkan pada struktur jaringan lunak yang paling dekat di sepanjang batas anterior dari rongga glenoid, yang mungkin adalah labrum itu sendiri. Puntung ini juga dapat ditempatkan di permukaan dalam dari kapsul dan muskulus subskapularis. Permukaan anterior leher skapula dibuat menjadi kasar sehingga tendo-kapsul yang telah dijahit dapat menempel pada permukaan tersebut. Empat benang bedah dimasukkan dan diikat sementara ibu jari diputar secara internal Bagian medial dari kapsul ditarik keluar agar tumpang tindih dengan tendon m. subskapularis, menghasilkan efek " double-breast coat". "Sebuah mantel" dibuat dengan menjahit ototdari subskapularis ke tendinuous cuff yang telah membentuk jaringan parut, yang menutupi tuberositas mayor, atau bicipital groove. Memutar lengan ke arah luar ke posisi netral seharusnya masih memungkinkan. Conjoined tendon dilekatkan kembali pada korakoid, deltoid pada klavikula dan pektoralis mayor, dan luka ditutup. Setelah pengobatan: Balut lengan ke badan dengan lengan di dada dan jari-jari ke bahu yang berlawanan. Pertahankan rotasi internal selama 3-4 minggu.Pasca ProsedurImobilisasi diperlukan segera setelah operasi dengan posisi adduksi dan endorotasi. Waktu imobilisasi bervariasi dari 3-6 minggu. Setelah imobilisasi, rehabilitasi diperlukan dan dikembangkan dengan latihan bertahap volunter untuk meningkatkan rentang gerak dan kekuatan selama 2 bulan berikutnya. Rowe mencatat bahwa dalam satu tahun pascaoperasi, sebagian besar pasien sudah mendapatkan rentang gerak fungsionalnya kembali dan memiliki bahu yang kuat.KomplikasiTerdapat 4 alasan yang menyebabkan kegagalan pembedahan: prosedur bedah yang tidak tepat, ketidakmampuan teknis, waktu imobilisasi pasca operasi yang terlalu pendek, dan aktivitas atletik yang terlalu intens setelah perbaikan. Mereka juga mencatat 4 karakteristik pasien yang memberi kecenderungan untuk terjadinya kegagalan pembedahan: pemuda, gejala bilateral, riwayat keluarga yang positif, dan ketidakstabilan posterior.Selain itu ditemukan komplikasi lainnya seperti adanya nyeri persisten, subluksasi atau dislokasi berulang, atau sisa kelemahan dari bahu, parestesia saraf muskulokutaneus, dan infeksi.4. Prosedur Magnuson-StackProsedur Magnuson-Stack adalah prosedur non-anatomik bersejarah bagi ketidakstabilan bahu. Prosedur ini didasarkan pada pengencangan m. Subskapularis dengan mengubah situs insersi dari tuberositas minor ke alur yang dibuat lateral dari bicipital groove. Hal ini menghasilkan "efeksling" pada caput humerus.SejarahProsedur Magnuson-Stack pertama kali diterbitkan oleh Paul B. dan James K.Magnuson-Stack pada bulan Desember 1943. Keuntungan dari prosedur ini atas prosedur lain untuk ketidakstabilan anterior bahu termasuk kemudahan pelaksanaan prosedur dan lebih rendah tingkat pembatasan bahu fungsional. Kelemahan dari prosedur ini termasuk hilangnya diprediksi exorotasi selain tidak menangani setiap kapsul atau labral patologi.Karena hilangnya exorotasi, penerapan prosedur ini terbatas. Atlet dan buruh membutuhkan rentang normal gerak dalam rotasi eksternal akan terbatas dengan prosedur ini. Hal inijuga akan membatasi penggunaan untuk pelempar dan atlet over head. Prosedur ini sejak awal diindikasikan untuk pasien dengan ketidakstabilan searah anterior bahu. Prosedur ini dikontraindikasikan untuk tipe dislokasi volunteer, dislokasi posterior dan dislokasi berbagai arah.PosisiPasien diposisikan telentang dalam posisi beach-chair. Ruangan harus diatur untuk memungkinkan lengan sepenuhnya dalam keadaan abduksi dan exorotasi pada saat prosedur dilakukan.Pencegahan komplikasiBantalan yang memadai adalah penting dalam pencegahan komplikasi intraoperatif. Juga, identifikasi struktur neurovaskular dalam pendekatan untuk subskapularis tersebut.TeknikTeknik ini telah diambil langsung dari makalah Magnuson-Stack yang asli. Secara umum, approach subskapularis yaitu melalui intervaldelto-pektoral. Insersi subskapularis diidentifikasi dan dipisahkan dengan blok tulang, kemudian dilekatkan pada alur lateral ke bicipital groove pada tuberositas mayor dari humerus. Buatlah sayatan di persimpangan anterior dan sepertiga medial dari deltoid, sepanjang akromion ke bawah. Paparkan permukaan anterior kapsul (lihat gambar 11).

Gambar. 11 Bahu anterior

Lakukan exorotasi pada lengan dan identifikasi muskulus subskapularis. Tarik tendon m.subskapularis secara erat dan insisi muskulus subskapularis dari persimpangan muskulo tendinous ke perlekatannya di sepanjang bibir anterior dari bicipital groove. Masukkan chisel sepanjang sisi distal dari perlekatan, medial dari bibir bicipital groove (lihat gambar 12).

Gambar. 12 Penggunaan chisel untuk melepaskan subskapularis.

Angkat perlekatan tendon dengan irisan tulang dan gerakkan ke medial untuk memaparkan caput humerus dan tepi anterior dari humerus. Periksa caput glenoiddan caput humerus Lakukan endorotasi pada lengan dan regangkan tendon m. Subskapularis di seluruh bicipital groove hingga tuberositas mayor. Memanipulasi lengan. Penempatan yang ideal memungkinkan rotasi eksternal seluas 50%. Chisel tipis-berbilah tajam didorong sejajar dengan sumbu panjang tulang. Chisel digerakkan ke depan dan ke belakang ke arah lateral untuk melebarkan tulang kanselus dan meninggalkan saluran berbentuk baji, di mana tulang secara paksa dilekatkan pada tendon m. Subskapularis (lihat gambar 13).

Gambar. 13 Pembentukan saluran pada sisi lateral dari bicipitalgroove.

Jahit tendon dengan benang bedah doubled 00 chromic catgut, jahitan diulang di kedua sisi saluran berbentuk baji itu. Lekatkan kebawah batas bawah dari muskulus subskapularis dengan jahitan terputus cukup jauh di bawah caput humerus sehingga otot dan tendon kapsuler memiliki pegangan yang kuat di sekitar caput (lihat gambar 14).

Gambar. 14 Jahit subskapularis dengan blok tulang ke baji yang telah dibuat, lateral dari bicipitalgroove.

Pasca Prosedur

Imobilisasi diperlukan dengan segera setelah operasi dan dilanjutkan selama 3-6 minggu. Rehabilitasi dilakukan setelah imobilisasi, tapi exorotasi dibatasi selama 4-6 minggu setelah operasi.KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada prosedur ini yaitu hilangnya kemampuan fungsional karena hilangnya kemampuan exorotasi, ketidakstabilan yang berulang, dan cedera neurovaskular. Ketidakstabilan yang berulang dapat dilihat pada pasien yang dapat melakukan exorotasi secara normal kembali.

VII. PROGNOSIS

Pemantauan yang baik adalah dasar untuk mencegah terjadinya dislokasi berulang dan untuk kesembuhan jaringan yang rusak. Bahkan dengan perawatan yang terbaik pun dislokasi dapat berulang. Sekitar 90% dari orang-orang yang pernah mengalami dislokasi bahu pada usia lebih muda dari 20 tahun biasanya akan mengalami dislokasi kedua. Setelah usia 40 tahun, sebanyak 14% orang dapat mengalami dilokasi kedua. Jika dislokasi terjadi kedua kalinya pada bahu yang sama, terutama jika disebabkan oleh trauma yang lebih ringan, maka pasien harus dievaluasi mengenai kemungkinan terjadinya kerusakan ligamen pada bahunya. Jika terdapat kerusakan, maka pasien munkin perlu untuk menjalani operasi untuk mencegah terjadinya dislokasi berulang.