PENANAMAN NILAI-NILAI TOLERANSI BERAGAMA PADA...
-
Upload
duongquynh -
Category
Documents
-
view
232 -
download
0
Transcript of PENANAMAN NILAI-NILAI TOLERANSI BERAGAMA PADA...
PENANAMAN NILAI-NILAI TOLERANSI BERAGAMA
PADA PEMBELAJARAN PAI
DI SMP NEGERI 23 SEMARANG TAHUN 2011/2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
dalam Ilmu Pendidikan Islam
Oleh:
LINA RIQOTUL WAFIYAH
NIM. 083111079
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Lina Riqotul Wafiyah
NIM : 083111079
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam
menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/ karya
saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 08 Mei 2012
Saya yang menyatakan,
Lina Riqotul Wafiyah
Nim. 083111079
iii
KEMENTERIAN AGAMA R.I.
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH
Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Semarang
Telp. 024-7601295 Fax 7615387
PENGESAHAN
Naskah skripsi dengan:
Judul : Penanaman Nilai-nilai Toleransi Beragama Pada
Pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang Tahun 2011-
2012
Nama : LinaRiqotulWafiyah
NIM : 083111079
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
telah diujikan dalam sidang munaqasyah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo Semarang dan dapat diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam.
Semarang,26 Juni 2012
DEWAN PENGUJI
Penguji I
Dr. H. Syaifudin Zuhri, M.Ag.
NIP : 195808051987031002
Penguji II
Mufidah, S.Ag., M.Pd.
NIP : 196907071997032001
Penguji III,
Prof. Dr. H. M. Erfan Soebahar, M.Ag. NIP : 195606241987031002
Penguji IV,
Fakrur Rozi, M.Ag.
NIP : 196912201995031001
Pembimbing I,
Ahmad Muthohar, M.Ag
NIP : 196911071996031001
Pembimbing II,
Dra. Hj.Muntholi’ah, M.Pd.
NIP : 196703191993032001
iv
NOTA PEMBIMBING Semarang, 26 Juni 2012
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
Di Semarang
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan
koreksi naskah skripsi dengan:
Nama : Lina Riqotul Wafiyah
NIM : 083111079
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul : Penanaman Nilai-nilai Toleransi Beragama pada
Pembelajaran PAI di SMPN 23 Semarang Tahun 2011/2012
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasah.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Pembimbing I,
v
NOTA PEMBIMBING Semarang, 26 Juni 2012
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
Di Semarang
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan
koreksi naskah skripsi dengan:
Nama : Lina Riqotul Wafiyah
NIM : 083111079
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul : Penanaman Nilai-nilai Toleransi Beragama pada
Pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang Tahun
2011/212
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasah.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Pembimbing II,
vi
ABSTRAK
LinaRiqotulWafiyah (083111079). Penanaman nilai-nilai toleransi beragama
(studi pada pembelajaran PAI di SMP Negeri23 Semarang)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penanaman
nilai-nilai toleransi beragama pada pembelajaran PAI di SMP Negeri23
Semarang serta faktor pendukung dan penghambat penanaman nilai-nilai
toleransi beragama pada pembelajaran PAI di SMP Negeri23 Semarang tahun
2011/2012.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Jadi penelitian ini analisis datanya dalam bentuk
laporan uraian deskriptif dengan pola pikir induktif. Cara berpikir induktif adalah
cara menarik kesimpulan yang berangkat dari fakta-fakta dan peristiwa yang
bersifat khusus kemudian disimpulkan dengan sifat umum.
Penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada pembelajaran PAI di SMP
Negeri23 Semarang dilakukan dengan 1) Memberi kesempatan kepada semua
peserta didik untuk mengikuti pembelajaran agama sesuai pemahaman agamanya
masing-masing.2) Menciptakan iklim toleran pada setiap pembelajaran (belajar
dalam perbedaan, membangun rasa saling percaya, memelihara sikap saling
pengertian, menjunjung tinggi sikap saling mengasihi). 3) Memperdalam materi
terkait (Toleransi). Model pengajaran dalam proses penanaman nilai-nilai
toleransi beragama pada pembelajaran PAI menggunakan model pengajaran aktif
dan model pengajaran komunikatif dengan sumber belajar: buku penunjang,
kurikulum, media cetak, lingkungan dan pengalaman siswa secara langsung. Ada
beberapa keterampilan hidup bersama yang sedang dilatih dalam proses
pembelajaran seperti ini. Dalam mengimplementasikan nilai-nilai keberagamaan
tersebut terhadap siswa di sekolah guru harus memiliki paradigma pemahaman
keberagamaan yang moderat. Beberapa faktor pendukung dan penghambat
penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada pembelajaran PAI di SMP
Negeri23 Semarang, faktor pendukung diantaranya: kebijakan pemerintah yang
memberikan aturan tentang adanya penanaman nilai-nilai toleransi beragama,
fasilitas yang memadai untuk belajar sesuai agama dan kepercayaan masing-
masing, terwujudnya kerjasama antar warga sekolah dalam kegiatan keagamaan.
Adapun faktor penghambatnya antara lain: tingkat kemampuan, kematangan
emosional siswa yang tidak sama, kurangnya tenaga pendidik agama Hindu,
Kurangnya fasilitas (media pembelajaran) yang dapat digunakan untuk menunjang
penanaman nilai-nilai toleransi, keterbatasan waktu dalam pembelajaran.
Harapan peneliti semoga tulisan ini dapat menjadi informasi, bahan
pemikiran, pengetahuan, serta sumbangsih bagi parapraktisi pendidikan, pemikir
pendidikan, tenaga pengajar dan mahasiswa pada umumnya untuk terciptanya
sebuah proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan kesadaran dikalangan
anak didik untuk hidup damai, penuh toleransi, dan tanpa konflik.
vii
TRANSLITERASI ARAB LATIN
Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada
SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I Nomor:
158/1987 dan Nomor: 0543b/Untuk1987. Penyimpangan penulisan kata sandang
(al-) disengaja secara konsisten agar sesuai teks Arabnya.
A t}
B z}
T ‘
S gh
J f
H q
Kh k
D l
Z m
R n
Z w
S h
Sy ’
S y
D
Bacaan madd: Bacaan diftong:
a = a panjang = au
i = i panjang = ai
u = u panjang
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
tugas akhir ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia menuju zaman yang terang
benderang dengan risalah yang dibawanya.
Penyusunan skripsi merupakan salah satu upaya untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana dalam ilmu pendidikan pada fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. Peneliti sadar bahwa dalam
proses penulisan skripsi tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik materiil
maupun non materiil. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati dan rasa hormat
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Suja’i selaku dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang
telah memberikan izin untuk penulisan skripsi ini.
2. Ahmad Muthohar M.Ag dan Dra.Hj.Muntholi’ah, M.Pd selaku dosen
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan
mengarahkan dalam penulisan skripsi ini.
3. Kepada para penguji ujian munaqosyah Dr. H. Syaifudin Zuhri, M.Ag.
(penguji I), Mufidah, S.Ag., M.Pd. (penguji II), Prof. Dr. H. M. Erfan
Soebahar, M.Ag. (penguji III), Fakrur Rozi, M.Ag. (penguji IV), yang telah
menguji munaqosyah dan memberi arahan dalam perbaikan skripsi ini.
4. Drs.Agung Nugroho selaku kepala sekolah SMP Negeri 23 Semarang yang
telah memberikan izin melakukan penelitian di SMP Negeri 23 Semarang,
serta segenap guru, khususnya guru agama SMPNegeri 23 Semarang,
Muhammad Basuki, M.Si dan seluruh karyawan yang telah membantu dalam
mencapai keberhasilan penelitian di SMP NEGERI 23 Semarang.
5. Kedua orang tuaku, Sholihul Huda dan Siti Salmah yang telah memberikan
doa, dukungan dan perhatian selama menempuh pendidikan untuk
ix
memperoleh ilmu yang bermanfaat, khususnya selama penyusunan tugas akhir
kuliah.
6. Adikku Muhammad Lutfi Maulana dan Pamanku Abas manaf, yang selalu
memberikan motivasi, dorongan, dan dukungan, selama menjalani proses
pendidikan.
7. Teman-temanku seperjuangan, Ulfa, Luluk, Evi, Ami, dan Mida, dimanapun
berada, yang tak pernah berhenti sedetikpun untuk selalu mengajari dan
mendampingiku.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Tidak banyak kata yang peneliti sampaikan selain ucapan terima kasih dan
do’a, semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik serta mendapat
kesuksesan dunia akhirat atas kebaikan yang telah dilakukan.
Peneliti menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu kritik dan saran yang konstruktif sangat peneliti harapkan untuk perbaikan
dalam berkarya di kemudian hari. Peneliti berharap semoga karya ini dapat
bermanfaat bagi peneliti dan bagi pembaca pada umumnya.
Semarang, 08 Mei 2012 Peneliti
Lina Riqotul Wafiyah
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ ii
PENGESAHAN .............................................................................................. iii
NOTA PEMBIMBING .................................................................................. iv
ABSTRAK....................................................................................... ............... vi
TRANSLITERASI....................................................................................... .. vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka ......................................................................... 7
B. Kerangka Teoritik ................................................................... 9
1. Toleransi beragama dalam Pandangan Islam .................... 9
a. Pengertian Toleransi Beragama.................................... 9
b. Tujuan Toleransi Beragama.......................................... 11
c. Landasan Toleransi Beragama dalam Islam ................. 11
2. Toleransi Beragama di Sekolah......................................... 20
a. Konsep Pendidikan Toleransi di Sekolah ..................... 20
b. Peran Guru dalam Pendidikan Toleransi di Sekolah.... 22
3. Model Penanaman Nilai-Nilai Toleransi Beragama Pada
Pembelajaran PAI di Sekolah ............................................ 25
a. Penanaman Nilai-Nilai Toleransi Beragama Pada
Pembelajaran PAI di Sekolah ....................................... 25
xi
b. Model Penanaman Nilai-Nilai Toleransi Beragama
pada Pembelajaran PAI di Sekolah............................... 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................ 33
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 33
C. Sumber Data ............................................................................ 34
D. Fokus Penelitian ...................................................................... 34
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 34
F. Teknik Analisis Data ............................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum SMP Negeri23 Semarang .......................... 38
1. Tinjauan Historis SMP Negeri23 Semarang ..................... 38
2. Tujuan SMP Negeri23 Semarang ...................................... 38
3. Visi dan MisiSMP Negeri23 Semarang ............................ 39
B. Proses Penanaman Nilai-Nilai Toleransi Beragama Secara
Umum di SMP Negeri 23 Semarang...................................39
C. Analisis Proses Penanaman Nilai-Nilai Toleransi Beragama
pada Pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang ............ 41
1. Kemampuan guru dalam menafsirkan dan
mengimplementasikan ayat-ayat Al-Qur’an tentang
toleransi............................................................................. 42
2. Materi terkait toleransi ...................................................... 46
3. Metode Pembelajaran......................................... ............... 49
4. Media Pembelajaran...................................................... .... 52
5. Respon Siswa................................................................ .... 53
xii
D. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Penanaman
Nilai-Nilai Toleransi Beragama pada Pembelajaran PAI di
SMP Negeri 23 Semarang ....................................................... 54
1. Analisis Faktor Pendukung Penanaman Nilai-Nilai
Toleransi Beragama pada Pembelajaran PAI di SMP
Negeri23 Semarang ........................................................... 55
2. Analisis Faktor Penghambat Penanaman Nilai-Nilai
Toleransi Beragama pada Pembelajaran PAI di SMP
Negeri 23 Semarang .......................................................... 56
BAB V PENUTUP
A. Simpulan.................................................................................. 58
B. Saran-saran .............................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Observasi
Lampiran 2 Pedoman wawancara
Lampiran 4 Data Guru dan Siswa Muslim dan non Muslim
Lampiran 5 Surat keterangan penelitian dari sekolah tempat penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era global, plural, multi kultural seperti sekarang, setiap saat dapat saja
terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat terbayangkan dan tidak terduga sama
sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia,
kemajuan ilmu dan teknologi juga membawa akibat pada melebarnya perbedaan
tingkat pendapatan ekonomi antara negara-negara kaya dengan negara miskin. Alat
transportasi yang semakin cepat dan canggih berdampak pada hilangnya jarak antara
satu wilayah pemangku tradisi keagamaan tertentu dengan pemegang tradisi
keagamaan yang lain. Kontak-kontak budaya semakin cepat dan pergesekan kultur
serta tradisi tidak terhindarkan, yang bahkan tidak lagi mengenal batas-batas
geografis secara konvensional. Internet, e-mail, faksimile, telepon, mobile phone,
video dan sebagainya menjadikan anak didik memperoleh pengetahuan lebih cepat
dari gurunya.1
Salah satu bentuk perubahan manusia yang bersifat global dan berhubungan
dengan komunitas muslim adalah perubahan perilaku dan fungsi lembaga
keagamaan. Berbagai nilai yang tumbuh dan berkembang dari cara manusia
merealisasi ajaran agamanya mulai dipertanyakan fungsinya dalam modernitas
kehidupan masyarakat.
Tidak dapat ditutupi oleh siapapun bahwa fenomena modernitas yang
belakangan terjadi ternyata berbarengan dengan munculnya fenomena kebangkitan
agama-agama dunia yang pada saat yang sama juga tercium aroma konflik antar
pemeluk agama.
Sebuah keniscayaan bahwa dalam masyarakat yang multi agama seringkali
timbul pertentangan antar pemeluk agama yang berbeda. Secara umum konflik antar
pemeluk agama tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain seperti:
1 Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural Multi Religius (Jakarta: PSAP, 2005),
hlm. 4
2
pelecehan terhadap agama dan pemimpin spiritual sebuah agama tertentu, perlakuan
aparat yang tidak adil terhadap pemeluk agama tertentu, kecemburuan ekonomi dan
pertentangan kepentingan politik.2
Ketegangan intra beragama dan antar umat beragama senantiasa menghiasi
perjalanan bangsa ini. Sudah banyak konflik terjadi dalam satu dasawarsa terakhir.
Korban tewas dalam konflik sudah tak terhitung. Rumah-rumah peribadatan hancur,
sebagian hangus di bakar, sebagian luluh lantak dirobohkan, dan sebagian lainnya
rusak oleh amuk massa yang terbakar api kemarahan bersentimen keagamaan.3
Salah satu bagian penting dari konsekuensi tata kehidupan global yang
ditandai kemajemukan etnis, budaya, dan agama tersebut, adalah membangun dan
menumbuhkan kembali teologi pluralisme dalam masyarakat. Karena pada
hakikatnya kita semua adalah sebagai seorang „saudara‟ dan „sahabat‟. Bahkan,
Islam melalui Al-Qur‟an dan Hadistnya juga mengajarkan sikap-sikap toleran.
Dalam kaitannya yang langsung dengan prinsip inilah Allah, di dalam Al-
Qur‟an surat Yunus ayat 99, menegur keras Nabi Muhammad SAW ketika beliau
menunjukkan keinginan dan kesediaan yang menggebu untuk memaksa manusia
menerima dan mengikuti ajaran yang disampaikanya, sebagai berikut:
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang
di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa
manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya”.4
Ayat diatas telah mengisyaratkan bahwa manusia diberi kebebasan percaya
atau tidak. Seperti dicontohkan, kaum Yunus yang tadinya enggan beriman, dengan
kasih sayang Allah swt. memperingatkan dan mengancam mereka. Hingga kemudian
2 Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural (Yogyakarta : Pilar Media, 2005), hlm. 51-52
3 Amirulloh Syarbini, Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama (Bandung: Quanta,
2011), hlm. 2-3
4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 220
3
kaum Yunus yang tadinya membangkang atas kehendak mereka sendiri, kini atas
kehendak mereka sendiri pula mereka sadar dan beriman.5
Demikianlah prinsip dasar Al-Qur‟an yang berkaitan dengan masalah
pluralisme dan toleransi. Karena Islam menilai bahwa syarat untuk membuat
keharmonisan adalah pengakuan terhadap komponen-komponen yang secara alamiah
berbeda.
Seperti halnya agama Islam, agama-agama besar lain juga mengajarkan
berbagai norma moral untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Agama Hindu
mengajarkan norma moral dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Agama Kristen
menonjolkan aspek spiritualitas dalam menanamkan nilai-nilai moral. Begitu pula
agama Islam mengajarkan akhlak terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, terhadap
flora dan fauna serta akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya.6
Kaitannya dengan aspek pembelajaran ada baiknya perlu diketahui
karakteristik khusus mata pelajaran PAI, salah satunya adalah tidak hanya
mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam, tetapi yang
terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana Azyumardi Azra , bahwa “kedudukan
pendidikan agama Islam di berbagai tingkatan dalam sistem pendidikan nasional
adalah untuk mewujudkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak
mulia.7 Inti dari tujuan pendidikan Islam tersebut adalah untuk membentuk akhlak
yang baik, salah satunya adalah manusia yang memiliki sikap toleransi, yaitu
manusia yang mampu menghargai dan menghormati sifat dasar, keyakinan, dan
perilaku yang dimiliki orang lain.
Demi tujuan itu, maka pendidikan dianggap sebagai instrumen penting.
Sebab, “pendidikan” sampai sekarang masih diyakini mempunyai peran besar dalam
membentuk karakter individu-individu yang dididiknya. Hal tersebut dengan suatu
5 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera
Hati, 2005), cet 1, vol 6. hlm. 164
6 Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia Pengantar Antropologi Agama
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006 ), hlm. 255.
7 Ruhyana, Model Konsiderasi Pembelajaran Pai Materi Tasamuh/Toleransi Di SMP Kelas Ix
Dalam Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak Mulia , Blog at WordPress.com, October 4, 2011
4
pertimbangan, bahwa salah satu peran dan fungsi pendidikan agama diantaranya
adalah untuk meningkatkan keberagamaan peserta didik dengan keyakinan agama
sendiri, dan memberikan kemungkinan keterbukaan untuk menumbuhkan sikap
toleransi terhadap agama lain. Dalam konteks ini, tentu saja pengajaran agama Islam
yang diajarkan di sekolah-sekolah di tuntut untuk selalu menanamkan nilai-nilai
toleransi beragama.8
Penting kiranya bagi seorang guru atau sekolah untuk menerapkan secara
langsung beberapa aksi guna membangun pemahaman keberagamaan yang moderat
di sekolah, untuk memperoleh keberhasilan bagi terealisasinya tujuan mulia yaitu
perdamaian dan persaudaraan abadi di antara orang-orang yang pada realitasnya
memang memiliki agama dan iman berbeda.9
Di SMP Negeri 23 Semarang sebagian siswa maupun guru mempunyai latar
belakang yang berbeda-beda. Seperti latar belakang ekonomi, sosial, maupun dalam
hal keberagamaan. Disana ada sebagian siswa dan guru yang beragama non muslim,
meskipun sebagian besar guru dan murid beragama Islam. Sebab itulah pendidikan
agama Islam yang dilaksanakan di SMP Negeri 23 Semarang dituntut untuk selalu
menanamkan nilai-nilai toleransi antar umat beragama dalam rangka mewujudkan
kondisi pembelajaran yang kondusif. Karena dengan terciptanya suasana
pembelajaran yang kondusif, maka tujuan pendidikan yang utama akan tercapai.
Pemahaman keberagamaan yang multikultural berarti menerima adanya
keragaman ekspresi budaya yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan
keindahan. Hal tersebut sejalan dengan visi SMP Negeri 23 Semarang yang
mengedepankan kualitas intelektual dan seni budaya sebagai sarana untuk mencapai
prestasi.
Proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama di SMP Negeri 23 Semarang
dapat dilihat pada saat pembelajaran PAI berlangsung pada suatu kelas. Karena
dalam satu kelas ada beberapa siswa memiliki agama yang berbeda yaitu Islam,
Kristen, Katolik, dan Hindu maka pada saat pembelajaran PAI berlangsung, siswa
8Syamsul Ma‟arif, Pendidikan Pluralisme di Indonesia, (Jogjakarta: Logung Pustaka, 2005),
hlm. vii
9 Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural, hlm. 61
5
yang beragama non muslim diberi kesempatan memilih untuk mengikuti
pembelajaran PAI di kelas atau lebih memilih belajar di ruang agama. Karena hal
tersebutlah di SMP Negeri 23 Semarang selain masjid sebagai tempat peribadatan
SMP Negeri 23 juga menyediakan ruang agama yang biasa digunakan untuk tempat
peribadatan bagi anggota sekolah yang beragama non Islam. Kedua tempat
peribadatan tersebut memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai tempat beribadah dan
tempat pembelajaran agama.
Menurut hemat peneliti pembelajaran pendidikan agama Islam yang
dilaksanakan di SMP Negeri 23 Semarang berbeda dengan sekolah yang lain. Karena
pembelajaran pendidikan agama Islam yang dilaksanakan di SMP Negeri 23 selalu
menekankan penanaman nilai-nilai toleransi beragama. Sehingga terjalin hubungan
yang harmonis di lingkungan sekolah. Dengan itu peneliti memberanikan diri untuk
mengajukan penelitian yang berjudul “ Penanaman Nilai-Nilai Toleransi Beragama
Pada Pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang Tahun 2011/2012”.
B. Rumusan Masalah
Berasal dari latar belakang diatas, maka peneliti perlu merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada pembelajaran
PAI di SMP Negeri 23 Semarang tahun 2011/2012 ?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat proses penanaman nilai-nilai
toleransi beragama pada pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang tahun
2011/2012 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama
pada pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang tahun 2011/2012.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat proses penanaman
nilai-nilai toleransi beragama pada pembelajaran PAI di SMP Negeri 23
Semarang tahun 2011/2012.
6
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan terhadap
pendidik secara umum tentang pentingnya penanaman nilai-nilai toleransi
beragama pada pembelajaran PAI.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang
berakhlaq dengan mampu bersikap toleran terhadap sesama. Sehingga akan
tercapai perdamaian dan persaudaraan abadi di antara masyarakat yang pada
realitasnya memang memiliki agama dan iman berbeda.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah suatu istilah untuk mengkaji bahan atau literatur
kepustakaan (literature review). Bentuk kegiatan ini yaitu memaparkan dan
mendeskripsikan pengetahuan, argumen, dalil, konsep, atau ketentuan-ketentuan
yang pernah di ungkapkan dan ditemukan oleh peneliti sebelumnya yang terkait
dengan objek masalah yang hendak dibahas.1
Untuk memperjelas gambaran tentang alur penelitian ini serta menghindari
duplikasi tentang skripsi ini, berikut ini merupakan beberapa literatur yang
relevan yang berkaitan dengan pembahasan skripsi yang peneliti susun.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Achmad Faidhani (NIM:
311351). Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 2006 yang
berjudul ”Konsepsi Al-Qur'an Tentang Tasamuh (Toleransi) dan Implementasinya
Terhadap Pendidikan Islam ”, di dalamnya membahas tentang konsepsi Al-
Qur'an tentang tasamuh, yaitu menjaga hubungan baik dan kerjasama antar umat
beragama dalam Qur‟an surat An-Nisa ayat 86, Al-An'am ayat 108, dan Al-
Ankabut ayat 46. Kemudian Implikasi dari konsepsi Al-Qur'an tentang tasamuh
terhadap pendidikan Islam adalah perlu diadakannya sebuah pendidikan agama
yang inklusif, dan yang kedua adalah menyelenggarakan pendidikan agama yang
humanis, yang ketiga adalah perlu adanya sebuah studi perbandingan agama
dalam pendidikan agama Islam, serta perlu adanya kurikulum yang humanistik.2
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh : Herman Ilhami ( NIM: 3101011),
mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dibuat tahun 2008 yang
berjudul “Pendidikan Pluralisme Studi Kasus Integrated Curriculum Di SLTP
1 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisingo Semarang , Pedoman Penulisan Skrpsi (Semarang:
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2010), Cet 1, hlm. 12
2 Achmad Faidhani, Konsepsi Al-Qur'an Tentang Tasamuh (Toleransi) dan
Implementasinya Terhadap Pendidikan Islam, Skripsi (Semarang: Program Strata 1 Fak Tarbiyah
IAIN Walisongo 2006)
8
Madania Bogor”. Penelitian menunjukan bahwa pendidikan pluralisme di SLTP
Madania Bogor adalah tertanamnya keberagaman inklusif pada peserta didik.
Keberagamaan yang inklusif tidak berpandangan semua agama adalah sama dan
identik, tetapi tumbuhnya keluasan wawasan dan kelapangan sikap untuk bisa
menghargai perbedaan secara tulus dan bersahabat.3
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Achmad Mustholih (NIM:
063111064), mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dibuat
tahun 2011 yang berjudul “Konsep Pendidikan Pluralisme Menurut Abdurrahman
Wahid dalam Perspektif Pendidikan Islam”. Skripsi ini membahas konsep
pendidikan pluralisme menurut seorang tokoh pejuang pluralisme bernama
Abdurrahman Wahid ditinjau dari sudut pandang Pendidikan Islam. Dalam
perspektif pendidikan Islam, pemikiran Abdurrahman Wahid tentang Pendidikan
pluralisme memiliki keserasian yaitu berorientasi pada terbentuknya kepribadian
serta akhlak yang luhur dengan berdasarkan al-Quran dan al-Hadits, serta
mengupayakan untuk menanamkan nilai-nilai toleransi pada peserta didik sejak
dini yang berkelanjutan dengan mengembangkan rasa saling pengertian dan
memiliki terhadap umat agama lain.4
Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian yang sebelumnya
dengan penelitian yang peneliti lakukan. Dilihat dari pembahasan penelitian,
ketiga penelitian diatas memiliki kesamaan dengan penelitian yang peneliti
lakukan yaitu sama-sama membahas tentang pendidikan pluralisme.
Metode yang digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh Herman
Ilhami memiliki kesamaan dengan penelitian yang peneliti susun, yaitu
menggunakan metode riset lapangan (Field research) dengan teknik analisis
deskriptif-kualitatif. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan
menggunakan pendekatan induksi dan deduksi. sedangkan teknik pengumpulan
data menggunakan metode : a) Wawancara dengan tanya jawab secara lisan,
3 Herman Ilhami, Pendidikan Pluralisme Studi Kasus Integrated Curriculum di SLTP
Madania Bogor, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2008)
4 Achmad Mustholih, Konsep Pendidikan Pluralisme Menurut Abdurrahman Wahid dalam
Perspektif Pendidikan Islam, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2011)
9
b)Observasi, yaitu berdasarkan pengamatan terhadap objek penyelidikan dan
disertai dengan aktifitas penulisan, c) Dokumentasi, yaitu mencari data mengenai
hal-hal yang terkait dengan tema tersebut. Data tergali dari buku, modul, surat
kabar dan lain-lain.
Sedangkan pada penelitian yang disusun oleh Achmad Mustholih
membahas konsep pendidikan pluralisme menurut seorang tokoh pejuang
pluralisme bernama Abdurrahman Wahid ditinjau dari sudut pandang
pendidikan Islam. Permasalahan dibahas melalui studi kepustakaan yang datanya
diperoleh dari berbagai karya tulisan Abdurrahman Wahid terkait pendidikan
pluralisme. Semua data penelitian dianalisis menggunakan pendekatan studi
pemikiran tokoh yaitu dengan pendekatan sosio histories dan factual histories,
penulis juga menekankan pada metode hermeneutika.
Perbedaan antara penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian
sebelumnya dapat dilihat dari fokus penelitian. Penelitian yang peneliti lakukan
lebih terfokus pada bagaimana proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama
pada peserta didik. Kelebihan penelitian yang peneliti lakukan di bandingkan
dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini lebih membahas secara lebih
rinci bagaimana proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama dengan
memaparkan beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam
penanaman nilai-nilai toleransi bergama yang datanya diperoleh langsung dari
lapangan.
B. Kerangka Teoritik
1. Toleransi beragama dalam Pandangan Islam
a. Pengertian Toleransi Beragama
Dalam kamus besar bahasa Indonesia toleransi berarti bersifat atau
bersikap menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian (pendapat,
pandangan kepercayaan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian
sendiri.5
5 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), hlm. 1204
10
Sesesungguhnya toleransi merupakan salah satu diantara sekian ajaran
inti dari Islam. Toleransi sejajar dengan ajaran fundamental yang lain, seperti
kasih sayang (rahmah) kebijaksanaan (hikmah), kemaslahatan universal (al-
maslahah al-ammah), dan keadilan.6
Toleransi merupakan salah satu kebajikan fundamental demokrasi,
namun ia memiliki kekuatan ambivalen yang termanivestasi dalam dua bentuk:
bentuk solid dan bentuk demokratis. Menjadi toleran adalah membiarkan atau
membolehkan orang lain menjadi diri mereka sendiri, menghargai orang lain,
dengan menghargai asal-usul dan latar belakang mereka. Toleransi
mengundang dialog untuk mengkomunikasikan adanya saling pengakuan.
Inilah gambaran toleransi dalam bentuknya yang solid.7
Hakikat toleransi pada intinya adalah usaha kebaikan, khususnya pada
kemajemukan agama yang memiliki tujuan luhur yaitu tercapainya kerukunan,
baik intern agama maupun antaragama.
Mengakui eksistensi suatu agama bukanlah berarti mengakui kebenaran
ajaran agama tersebut. Kaisar Heraklius dari Bizantium dan Al-mukaukis
penguasa Kristen Koptik dari Mesir mengakui kerasulan Nabi Muhammad
saw, namun pengakuan itu tidak lantas menjadikan mereka muslim.8
Sampai disini, sikap dan pandangan teologis Islam terhadap agama-
agama yang lain tampak sangat jelas. Seorang ahli tafsir klasik terkemuka
mengatakan,” Al-din wahid wa al-syari’ah mukhtalifah” (Din atau agama
hanyalah satu, sementara syari‟at berbeda-beda).
AL-Syahrastani teolog Islam dan ahli terkemuka dalam perbandingan
agama dalam Husein Muhammad menyampaikan pendapatnya, dalam bukunya
“Al-Milal wa al-Nihal “ bahwa “Al-Din adalah ketaatan (al-jaza), dan
penghitungan pada hari akhir (al-hisab fi yaum al ma’ad). Maka menurutnya,
6 Amirulloh Syarbini, dkk, Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama (Bandung:
Quanta, 2011), hlm. 20-21
7 Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural ( Jakarta: Erlangga
2005), hlm. 79
8 Amirulloh Syarbini, dkk, Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, hlm. 136
11
“al-mutadayyin” (orang yang beragama) adalah orang Islam yang taat, yang
mengakui adanya balasan dan perhitungan amal pada hari akhirat.9
Disinilah kita harus mengatakan bahwa pluralisme adalah sebuah
keniscayaan dan kehendak tuhan yang tidak bisa diingkari. Konsekuensi dari
pernyataan ini adalah keniscayaan kita untuk bersikap penuh tasammuh atau
toleran terhadap orang lain yang berbeda keyakinan atau agama dengan kita,
apapun namanya.
b. Tujuan Toleransi Beragama
Berbagai konflik dimasyarakat terjadi, baik secara vertikal maupun
horizontal, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, harta, dan nilai
kemanusiaan. Salah satu ragam konflik yang perlu mendapatkan perhatian ada
awal Era Reformasi adalah konflik antar umat beragama. Konflik bernuansa
agama di Ambon, Poso, Ketapang, Mataram, dan tempat lain seolah merusak
citra Indonesia sebagai negara yang selalu menjunjung kebhinekaaan dan
menghargai semuapemeluk agama. Dalam konflik-konflik bernuansa agama
tersebut, infrastruktur agama memainkan peran dalam eskalasi konflik. Nilai-
niai agama yang sejalan dengan gagasan konflik dieksplorasi dan dijadkan
sebagai pijakan utuk mengabsahkan tindakan kekerasan terhadap umat
beragama lain.10
Olehkarena itulah Islam juga menghendaki pemeluknya untuk menebar
toleransi (tasammuh), serta menjauhi sikap buruk sangka terhadap agama lain.
Dengan budaya toleransi dan komunikasi diharapakan kekerasan atas nama
agama yang sering terjadi belakangan ini. Sehingga tri kerukunan umat
beragama (kerukunan intern umat bergama, kerukan antar umat beragama, dan
kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah) segera terwujud di
Indonesia sesuai dengan cita-cita kita bersama. Karena pada hakikatnya
toleransi pada intinya adalah usaha kebaikan, khususnya pada kemajemukan
9 Husein Muhammad, Mengaji Pluralisme Kepada Mahaguru Pencerahan (Bandung:
Mizan, 2011), hlm. 10-11 10 Ahwan Fanani, Hubungan Antar Umat Beragama dalam Perspektif Lembaga Organisasi
Keagamaan (Islam) Jawa Tengah, (Semarang: PUSLIT IAIN walisongo, 2010 ), hlm. 1
12
agama yang memiliki tujuan luhur yaitu tercapainya kerukunan, baik intern
agama maupun antaragama.
Jurhanuddin dalam Amirulloh Syarbini menjelaskan bahwa tujuan
kerukunan umat beragama adalah sebagai berikut:11
Pertama, meningkatkan keimanan dan ketakwaan masing-masing
agama. Masing-masing agama dengan adanya kenyataan agama lain, akan
semakin mendorong untuk menghayati dan sekaligus memperdalam ajaran-
ajaran agamanyaserta semakin berusaha untuk mengamalkan ajaran-ajaran
agamanya.
Kedua, mewujudkan stabilitas nasioonal yang mantap. Dengan adanya
leransi umat beragama secara praktis ketegangan-ketegangan yang ditimbulka
akibat perpedaan paham yang berpangkal pada keyakinan keagamaan dapat
dihindari. apabila apabila kehidupa beragama rukun, dan saling menghormati,
maka stabilitas nasional akan terjaga.
Ketiga, menjunjung dan menyukseskan pembangunan. Usaha
pembangunan akan sukses apabila di dukung dan ditopang oleh seganap
lapisan masyarakat. Sedangkan jika umat beragama selalu bertikai dan saling
menodai, tentu tidak dapa mengarahkan kegiatan untuk mendukung serta
membantu pembangunan, bahkan dapat berakibat sebaliknya.
Keempat, memelihara dan mempererat rasa persaudaraan. Rasa
kebersamaan dan kebangsaan akan akan terpelihara dan terbina dengan baik,
bila kepentingan pribadi dan golongan dapat dikurangi.
c. Landasan Toleransi Beragama dalam Islam
Pada dasarnya setiap agama membawa kedamaian dan keselarasan
hidup. Namun kenyataannya agama-agama yang tadinya berfungsi sebagai
pemersatu tak jarang menjadi suatu unsur konflik. Hal tersebut disebabkan
adanya truth claim atau klaim kebenaran pada setiap penganutnya. Padahal jika
11 Amirulloh Syarbini, dkk, Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, hlm. 129-
101
13
dipahami lebih mendalam kemajemukan diciptakan untuk membuat mereka
saling mengenal, memahami, dan bekerjasama satu sama lain.12
Ajaran Islam menganjurkan untuk selalu bekerjasama dengan orang
lain dan saling tolong menolong dengan sesama manusia. Hal ini
menggambarkan bahwa umat Islam diperintahkan untuk menjaga kerukunan
umat beragama baik yang seagama maupun yang berbeda agama. Bentuk
universalisme Islam digambarkan pada ketidakadaanya paksaan bagi manusia
dalam memeluk agama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama
yang menghormati agama lain.13
Pluralitas merupakan hukum ilahi dan sunnah ilahiyah yang abadi di
semua bidang kehidupan, sehingga pluralitas itu sendiri telah menjadi
karakteristik utama makhluk Allah pada level syari’at, way of life, dan
peradaban, semua bersifat plural.
Pluralitas merupakan realitas yang mewujud dan tidak mungkin
dipungkiri, yaitu suatu hakikat perbedaan dan keragaman yang timbul semata
karena memang adanya kekhususan dan karakteristik yang diciptakan Allah
swt dalam setiap ciptaan-Nya. Pluralitas yang menyangkut agama yaitu
toleransi beragama berarti pengakuan akan eksistensi agama-agama yang
berbeda dan beragama dengan seluruh karakteristik dan kekhususannya dan
menerima kelainan yang lain beserta haknya untuk berbeda dalam beragama
dan berkeyakinan.14
Konsep dan pemahaman toleransi beragama seperti ini didukung oleh
dalil naql (teks wahyu), akal dan kenyataan. Allah berfirman dalam surat Al-
Baqarah ayat 256.
12
Amirulloh Syarbini, dkk, Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, hlm. 129-
130
13 Amirulloh Syarbini, dkk, Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, hlm. 111-
113
14 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, (Jakarta: Perspektif,
2005),hlm. 206-207
14
“ Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu
Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat
kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.”15
Dalam surah Al-baqarah ayat 256 patut menjadi perhatian bersama agar
dalam dakwah dapat mempertimbangkan aspek toleransi dan kasih sayang
yang telah digariskan oleh Allah dan Rasulullah. Tidak diperkenankan adanya
pemaksaan, karena Memaksakan kehendak bukanlah hak manusia.
Sesungguhnya antara kebaikan dan kezaliman sudah jelas.
Kalimat larangan ini diungkapkan dalam bentuk negatif secara mutlak.
“Laa ikraaha fid din’ tidak ada paksaan untuk „memasuki‟ agama „Islam‟.”
Menurut ahli nahwu ungkapan ini menegasikan semua bentuk pemaksaan,
meniadakan pemaksaan secara mendasar.16
Dalam ayat diatas tidak ada paksaan dalam menganut agama. Mengapa
ada paksaan, padahal agama tidak butuh sesuatu, mengapa ada paksaan padahal
sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja.
(QS. Al-maidah: 48). Yang dimaksud dengan tidak ada paksaan dalam
menganut agama adalah menganut akidahnya. Ini berarti jika seseorang telah
menganut satu akidah maka dia terkait dengan tuntunan-tuntunanya. Dia
berkewajiban melaksanakan perintah-perntahnya.17
15
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: J-Art, 2005), hlm. 42
16 Sayyid Quthb, Fi Dzilal Al-Qur’an terj, As‟ad Yasin ( Jakarta: Gema Insani, 2000), Cet,
1, hlm. 342-343
17 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2005), cet 1, vol 1. hlm. 550
15
Menurut Prof. Al-Qaradhawi dalam Anis Malik Thoha menyebutkan
empat faktor utama yang menyebabkan toleransi yang unik selalu
mendominasi perilaku orang Islam terhadap non-Muslim.18
1) Keyakinan terhadap kemuliaan manusia, apapun agamanya, kebangsaannya,
dan kesukuannya. Kemuliaan mengimplikasikan hak untuk dihormati.
Hadits Nabi SAW :
“Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a: Jenazah (yang diusung ke
pemakaman) lewat dihadapan kami. Nabi Muhammad Saw berdiri dan
kami pun berdiri. Kami berkata, “Ya Rasulullah ini jenazah orang
Yahudi” Ia berkata,” Kapanpun kalian melihat jenazah (yang diusung
ke pemakaman), berdirilah.”19
Dari Hadits tersebut jelas bahwa Nabi Muhammad tidak pernah
membeda-bedakan, sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling
menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong. Jadi sudah
jelas, bahwa sisi aqidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan
Tuhan SWT dan tidak ada kompromi serta sikap toleran di dalamnya.
Sedangkan kita bermu‟amalah dari sisi kemanusiaan kita.
2) Keyakinan bahwa perbedaan manusia dalam agama dan keyakinan
merupakan realitas yang dikehendaki Allah swt yang telah memberi mereka
kebebasan untuk memilih iman atau kufur. Kehendak Allah pasti terjadi,
dan tentu menyimpan hikmah yang luar biasa. Oleh karenanya, tidak
dibenarkan memaksa untuk Islam. Allah berfirman dalam sebuah ayat di
surat Yunus ayat 99:
18
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, hlm. 215
19 Cecep Syamsul Hari dan Tholib Anis, Ringkasan Shahih Al-Bukhari, (Bandung: Mizan,
2000), hlm. 267
16
“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang
yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak)
memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang
beriman semuanya”.20
Ayat diatas telah mengisyaratkan bahwa manusia diberi kebebasan
percaya atau tidak. Seperti dicontohkan, kaum Yunus yang tadinya enggan
beriman, dengan kasih sayang Allah swt. memperingatkan dan mengancam
mereka. Hingga kemudian kaum Yunus yang tadinya membangkang atas
kehendak mereka sendiri, kini atas kehendak mereka sendiri pula mereka
sadar dan beriman.21
3) Seorang muslim tidak dituntut untuk mengadili kekafiran orang kafir, atau
menghukum kesesatan orang sesat. Allah-lah yang akan mengadili mereka
di hari perhitungan nanti. Dengan demikian hati seorang muslim menjadi
tenang, tidak perlu terjadi konflik batin antara kewajiban berbuat baik dan
adil kepada mereka, dan dalam waktu yang sama, harus berpegang teguh
pada kebenaran keyakinan sendiri. Allah swt. berfirman dalam surat Al-
Kahfi ayat 29
“Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami
telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
20
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 220
21 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2005), cet 1, vol 6. hlm. 164
17
mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka
akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek.”22
Ayat ini diturunkan untuk memerintahkan Rasul saw. Menegaskan
kepada semua kaum termasuk kaum musyrikin bahwa : “dan katakanlah
wahai Nabi Muhammad bahwa: “kebenaran, yakni wahyu Ilahi yang aku
sampaikan ini datangnya dari Tuhan pemelihara kamu dalam segala hal;
maka barang siapa diantara kamu, atau selain kamu yang ingin beriman
tentang apa yang kusampaikan ini maka hendaklah ia beriman, keuntungan
dan manfaatnya akan kembali pada dirinya sendiri, dan barang siapa
diantara kamu atau selain kamu yang ingin kafir dan menolak pesan-pesan
Allah, maka biarlah ia kafir, walau sekaya dan setinggi apapun kedudukan
sosialnya. Tidaklah aku apalagi Allah swt akan mengalami sedikit kerugian
pun dengan kekafirannya, sebaliknya, dialah sendiri yang akan merugi dan
celaka dengan perbuatannya yang telah menganiaya dirinya sendiri.23
4) Keyakinan bahwa Allah swt. memerintahkan untuk berbuat adil dan
mengajak kepada budi pekerti mulia meskipun kepada orang musyrik.
Begitu juga Allah swt. mencela perbuatan zalim meskipun terhadap orang
kafir. Seperti firman Allah swt. dalam surat Al-Maidah ayat 8
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
22
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 29
23 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2005), cet 1, vol 8. hlm. 52
18
kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”24
Dalam ayat tersebut Allah melarang ummatnya menebar permusuhan
dan kebencian terhadap suatu kaum yang yang dapat mendorong terhadap
sikap tidak adil terhadap kaum tersebut. Jadi terhadap merekapun kita harus
tetap memberi kesaksian sesuatu dengan hak yang patut mereka terima
apabila mereka patut menerimanya. Karena orang mukmin mesti
mengutamakan keadilan dari pada berlaku aniaya dan berat sebelah keadilan
harus ditempatkan diatas hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan pribadi,
dan diatas rasa cinta dan permusuhan, apapun sebabnya.25
Beberapa ayat Al-Qur‟an diatas menerangkan ungkapan yang sangat tegas
dan gamblang mengenai pandangan Islam terhadap kebebasan beragama dan
berkeyakinan, yang merupakan ciri kebebasan manusia yang paling utama.
Bahkan menurut Sayyid Quthb, kebebasan ini merupakan hak asasi manusia yang
nomor satu yang tanpanya manusia bukan lagi manusia.26
Hal ini juga telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Ditengah
masyarakat yang heterogen, yang diwarnai ketegangan-ketegangan konflik, nabi
melakukan gerakan besar yang berpengaruh bagi kesatuan ummah. Pertama,
Hijarah, implikasi sosialnya terletak pada persaudaraan antara Muhajirin dan
Anshar. Bukan persaudaraan biasa, kaum anshar melapangkan kekayaanya untuk
dapat dinikmati pula oleh kaum Muhajirin. Kedua, piagam Madinah, ketegangan
antara Yahudi dan Muslim, baik Anshar Maupun Muhajirin, begitu pula antar
kelompok lain dan juga kemajemukan komunitas Madinah membuat Nabi
melakukan negosiasi dan konsolidasi melalui perjanjian tertulis yang kemudian
familiar disebut Piagam Madinah konstitusi ditanda tangani oleh seluruh
komponen yang ada di Madinah yang meliputi Nasrani, Yahudi, Muslim dan
24 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 108
25 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi terj. Bahrun Abubakar (Semarang:
Thoha Putra, 1993) Vol VI hlm. 129
26 Sayyid Quthb, Fi Dilal Al-Qur’an terj, As‟ad Yasin. Cet 1, hlm. 343
19
Musyrikin. Dalam 47 pasal yang termuat di dalamnya statement yang diangkat
meliputi masalah monotheisme, persatuan kesatuan, persamaan hak, keadilan
kebebasan beragama, bela negara, pelestarian adat perdamaian dan proteksi.
Konstitusi tersebut memberi tauladan kita tentang pembentukan ummah,
menghargai hak asasi manusia dan agama lain, persatuan segenap warga negara,
dan yang terpenting adalah tanggung jawab menciptakan kedamaian.27
Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi
hubungan antar umat manusia secara universal, dengan tidak mengenal suku, adat,
budaya, dan agama. Akan tetapi yang dilarang Islam hanya pada konsep aqidah
dan ibadah. Kedua konsep tersebut yang tidak bisa di campuri oleh umat non
Islam. Namun aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dan kerjasama yang
baik.
Perlu ditambahkan bahwa mengakui eksistensi praktis agama-agama lain
yang beragam dan saling berseberangan ini, dalam pandangan Islam tidak secara
otomatis mengakui legalitas dan kebenarannya. Melainkan menerima kehendak
ontologis Allah swt dalam menciptakan agama-agama berbeda-beda dan beragam.
Mengakui realitas perbedaan dan hak seorang untuk berbeda sama sekali
tidak berarti syari‟at dakwah mesti digugurkan. Bahkan sebaliknya, justru malah
semakin menegaskan urgensi dan pentingnya dakwah. Sebab di satu pihak,
hakikat perbedaan itu sendiri sejatinya memungkinkan masing-masing faksi yang
saling berbeda untuk melihat dirinya sebagai entitas yang memiliki kelebihan,
nilai dan kebenaran, dan untuk melaksanakan hak-haknya, serta untuk
mengekspresikan jati dirinya secara bebas sebagai upaya mewujudkan kelebihan,
nilai dan kebenaran yang dimilikinya.28
27
Hijriyah Hamuza, “Mencermati Makna Ajaran Muhammad Solusi Problem Ummah
Masa Kini” , Edukasi, (vol. VI, No 1, Juni 2009), hlm 36
28 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, hlm. 215-216
20
2. Toleransi Bergama di Sekolah
a. Konsep Pendidikan Toleransi Di Sekolah
Kemanusiaan adalah nilai-nilai objektif yang dibatasi oleh kultur
tertentu, nilai kebebasan, kemerdekaan, dan kebahagiaan. Persamaan hak
adalah nilai-nilai kemanusiaan yang di bangun di atas fondasi demokrasi.29
Antara pendidikan demokratis dan pendidikan pluralis-multikultural
merupakan sebuah rangkaian. Masing-masing saling bergantung dan saling
mempengaruhi.30
Oleh karena itu membangun pendidikan yang berparadigma
pluralis –multikultural merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi.
Dengan paradigma semacam ini, pendidikan diharapkan akan melahirkan anak
didik yang memiliki cakrawala pandang yang luas, menghargai perbedaan,
penuh toleransi, dan penghargaan terhadap segala bentuk perbedaan.31
Sikap pluralis dan toleran semacam inilah yang seharusnya
ditumbuhkembangkan lewat berbagai macam institusi yang ada termasuk lewat
jalur pendidikan.
Berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta
panduan penyusunan kurikulum yang dikembangkan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005. Kurikulum dikembangkan salah satunya dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan
jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan
adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender.
Kurikulum tersebut dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar
belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, (b)belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk
mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup
bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan
29
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 1996)
hlm. 26-27
30 Ngainun Naim dan Achmad Syauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi
(Jogjakarta: Ar-ruz Media, 2008) hlm. 73
31 Ngainun Naim dan Achmad Syauqi, Pendidikan Multikultural, hlm. 49
21
menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan.32
Adapun berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23
Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan,
didalamnya menyebutkan bahwa standar kompetensi lulusan satuan pendidikan
pada semua jenjang pendidikan peserta didik mampu menghargai keberagaman
agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan
sekitarnya.33
Sehubungan dengan hal tersebut, peran sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal sangat penting dalam membangun lingkungan pendidikan
yang pluralis dan toleran terhadap semua pemeluk agama.
Untuk membentuk pendidikan yang menghasilkan manusia yang
memiliki kesadaran pluralis dan toleran diperlukan rekonstruksi pendidikan
sosial keagamaan dalam pendidikan agama.34
Salah satunya dengan
mengupayakan untuk menanamkan nilai-nilai toleransi pada peserta didik sejak
dini yang berkelanjutan dengan mengembangkan rasa saling pengertian dan
memiliki terhadap umat agama lain
Dalam implementasinya di sekolah, sekolah sebaiknya memperhatikan
langkah-langkah sebagai berikut: pertama, sekolah sebaiknya membuat dan
menerapkan undang-undang lokal, yaitu undang-undang sekolah yang
diterapkan secara khusus di satu sekolah tertentu.
Dalam undang-undang tersebut, tentunya salah satu point penting yang
tercantum adalah adanya larangan terhadap segala bentuk diskriminasi agama
di sekolah tersebut. Dengan diterapkannya undang-undang ini diharapkan
semua unsur yang ada seperti guru, kepala sekolah, pegawai, administrasi, dan
murid dapat belajar untuk selalu menghargai orang lain yang berbeda agama di
lingkungan mereka.
32
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. 33
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006
34 Ngainun Naim dan Achmad Syauqi, Pendidikan Multikultural, hlm. 187
22
Kedua, untuk membangun rasa pengertian sejak dini antar siswa-siswa
yang mempunyai keyakinan keagamaan yang berbeda maka sekolah harus
berperan aktif menggalakkan dialog keagamaan atau dialog antar iman yang
tentunya tetap berada dalam bimbingan guru-guru dalam sekolah tersebut.
Dialog antar iman semacam ini merupakan salah satu upaya yang efektif agar
siswa dapat membiasakan diri melakukan dialog dengan penganut agama yang
berbeda.
Ketiga, hal lain yang penting dalam penerapan pendidikan toleransi yaitu
kurikulum, dan buku-buku pelajaran yang dipakai, dan diterapkan di sekolah.
Kurikulum pendidikan yang multikultural merupakan persyaratan utama yang
tidak bisa ditolak dalam menerapkan strategi pendidikan ini. Pada intinya,
kurikulum pendidikan multikultural adalah kurikulum yang memuat nilai-nilai
pluralisme dan toleransi keberagamaan. Begitu pula buku-buku, terutama
buku-buku agama yang di pakai di sekolah, sebaiknya adalah buku-buku yang
dapat membangun wacana peserta didik tentang pemahaman keberagamaan
yang inklusif dan moderat.35
b. Peran Guru dalam Pendidikan Toleransi di Sekolah
Pandangan Islam pada pembahasan sebelumnya relevan dengan UUD
1945 Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi : “ Negara menjamin kemerdekaan tiap-
tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah
menurut kepercayaan agamanya itu”.36
Keberadaan bangsa Indonesia sebagai negara yang plural merupakan
„berkah‟ dan „kekayaan‟ yang patut disyukuri. Namun, disisi lain, perlu
disadari bahwa aspek pluralitas tersebut menjadikan bangsa ini menjadi rentan
terhadap ancaman konflik.37
Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan Islam di Indonesia memiliki
peranan penting dalam memberi kontribusi bagi persatuan bangsa di masa
35
Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural. hlm. 62-63
36 UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi
37 Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2006), hlm. 113.
23
depan. Dalam hal ini konsep pendidikan Islam yang peduli pada pluralisme
akan bermakna positif bila tergambar luas pada realitas aktual kehidupan
bangsa Indonesia yang pluralistik. Sebagai umat dengan jumlah terbesar di
Indonesia, maka peran umat Islam sangat signifikan dalam menentukan masa
depan bangsa ini. Umat islam semestinya memberikan suri tauladan dalam
sikap dan tindakan atas dasar prinsip toleransi sebagaimana diajarkan ajaran
Islam, dan sebagai mana juga yang telah terabaikan dalam sejarah sosial
historis umat Islam terutama pada periode Rasulullah SAW.38
Pendidikan dianggap sebagai instrumen penting. Sebab, “pendidikan”
sampai sekarang masih diyakini mempunyai peran besar dalam membentuk
karakter individu-individu yang dididiknya. Hal tersebut dengan suatu
pertimbangan, bahwa salah satu peran dan fungsi pendidikan agama
diantaranya adalah untuk meningkatkan keberagamaan peserta didik dengan
keyakinan agama sendiri, dan memberikan kemungkinan keterbukaan untuk
menumbuhkan sikap toleransi terhadap agama lain. Dalam konteks ini, tentu
saja pengajaran agama Islam yang diajarkan di sekolah-sekolah di tuntut untuk
selalu menanamkan nilai-nilai toleransi beragama.39
Inilah agenda dan program baru yang harus masuk dalam kalkulasi umat
beragama, khususnya bagi para pendidik. Karena pendidik merupakan faktor
penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai toleransi keberagamaan yang
moderat dalam proses pembelajaran di sekolah. Pendidik mempunyai posisi
penting dalam pendidikan multikultural karena dia merupakan satu target dari
strategi pendidikan ini. Apabila seorang guru memiliki paradigma pemahaman
keberagamaan yang moderat maka dia juga akan mampu untuk mengajarkan
dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagamaan tersebut terhadap siswa di
sekolah. 40
Peran guru dalam hal ini meliputi : pertama, seorang guru harus mampu
bersikap demokratis dalam segala tingkah lakunya, baik sikap maupun
38
Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, hlm. 131
39 Syamsul Ma‟arif, Pendidikan Pluralisme di Indonesia, hlm vii
40 Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural. hlm. 61.
24
perkataannya, tidak diskriminatif terhadap murid-murid yang menganut agama
yang berbeda dengannya. Sebagai salah satu contoh ketika seorang guru
sejarah menerangkan tentang perang salib (1099-1291) Masehi yang
melibatkan kelompok Islam dan Kristen maka dia harus mampu untuk bersikap
tidak memihak terhadap salah satu kelompok yang terlibat dalam perang
tersebut. Meskipun agama yang dianutnya sama dengan salah satu yang terlibat
dalam perang tersebut.
Kedua, guru seharusnya memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap
kejadian-kejadian tertentu yang berhubungan dengan agama. Contohnya,
ketika terjadi pemboman yang dilakukan oleh para teroris maka guru yang
memiliki wawasan multikultural harus mampu menjelaskan keprihatinannya
terhadap peristiwa tersebut. Kemudian sebaiknya seorang guru mampu
menjelaskan bahwa kejadian tersebut seharusnya jangan sampai terjadi. Karena
di dalam semua agama baik Islam, Katolik, Budha, Hindu, Yahudi, Konghucu,
dan kepercayaan lainnya jelas dikatakan bahwa segala macam bentuk
kekerasan dalam memecahkan masalah adalah dilarang. Dialog dan
musyawarah adalah cara-cara penyelesaian segala bentuk masalah yang sangat
dianjurkan oleh semua agama dan kepercayaan yang ada.41
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidik
merupakan faktor penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai toleransi
keberagamaan yang moderat dalam proses pembelajaran di sekolah. Pendidik
mempunyai posisi penting dalam pendidikan multi kultural karena dia
merupakan satu target dari strategi pendidikan ini. Apabila seorang guru
memiliki paradigma pemahaman keberagamaan yang moderat maka dia juga
akan mampu untuk mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai
keberagamaan tersebut terhadap siswa di sekolah.42
41
Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural. hlm. 61-62
42 Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural. hlm. 61.
25
3. Model Penanaman Nilai-Nilai Toleransi Beragama Pada Pembelajaran
PAI di Sekolah
a. Penanaman Nilai-Nilai Toleransi Beragama Pada Pembelajaran PAI di Sekolah
Konsepsi pendidikan Islam yang berdasarkan al-Qur‟an dan Hadits
memiliki jangkauan kedepan. Karena itu falsafah pendidikan Islam lebih tepat
jika menggunakan falsafah progresifisme, yang artinya bahwa pendidikan
Islam harus mampu mendahului gerak perubahan sosial.
Posisi pendidikan Islam dimasa yang akan datang dalam kaitannya
dengan perubahan sosio kultural ini adalah untuk memberikan makna
pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih adil dan beradab.43
Pendidikan Islam merupakan pengembangan potensi, pewarisan budaya,
dimana teknologi dan sains ada didalamnya, dan interaksi antara potensi
manusia dengan budaya. Konsekwensi logis dari pendidikan Islam semacam
ini adalah pendidikan Islam harus mampu menciptakan insan-insan muslim
yang memiliki kreatifitas tinggi dan siap berkiprah di dunia modern.
Dalam kaitannya dengan modernisasi pendidikan Islam maka penting
untuk tetap berpegang pada causa finalis untuk menjadikan proyeksi ke masa
depan, untuk mengantisipasi kiprah pendidikan Islam. Modernisasi pendidikan
Islam berorientasi pada lima hal, yaitu pertama, pendidikan Islam harus
menuju pada integrasi ilmu antara ilmu agama dan ilmu umum, untuk tidak
melahirkan dikotomi ilmu pengetahuan yang melahirkan jurang pemisah antara
ilmu agama dan bukan agama. Kedua, pendidikan Islam menuju terciptanya
sikap dan perilaku toleran, lapang dada dalam berbagai hal dan bidang,
terutama toleran dalam perbedaan pendapat penafsiran ajaran Islam. Ketiga,
pendidikan Islam menuju pada intensifikasi pemahaman bahasa asing sebagai
alat untuk menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang semakin
pesat perkembangannya. Keempat, pendidikan yang menumbuhkan
kemampuan untuk berswadaya dan mandiri dalam kehidupan. Kelima,
43
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam , hlm. 26
26
pendidikan yang menumbuhkan etos kerja, mempunyai apresiasi terhadap
kerja, disiplin dan jujur.44
Namun demikian, orientasi pendidikan agama Islam selama ini di nilai
masih memiliki beberapa kelemahan. Sekadar contoh, pada era reformasi dan
globalisasi budaya seperti saat ini, tidak terlalu penting menekankan
“kebanggaan diri sendiri secara terselubung” dengan disertai sikap
merendahkan orang lain. Tidak terlalu esensial untuk mengulang-ulang
pernyataan bahwa “umat Islam adalah tinggi dan tidak ada yang
menandinginya”, yang berakibat secara tidak sengaja pada pembentukan sikap
eksklusif dan menonjolkan truth claim. Dalam era modernitas uraian
sedemikian dirasa kurang demokratis dan tidak mendidik. Uraian-uraian yang
berbau seperti itu perlu diganti dengan yang lebih demokratis dan menonjolkan
pentingnya prestasi, mengingat daya kritis masyarakat luas sudah semakin
mengikat.45
Orientasi semacam ini menyebabkan terjadinya keterpisahan dan
kesenjangan antar ajaran Islam dan realitas perilaku pemeluk agamanya. Oleh
karena itu modernisasi pendidikan Islam harus berorientasi pada aspek
pengetahuan dan teknologi (scientific paradigm) dan aspek kemanusiaan diatas
segala perbedaan baik dalam hal budaya maupun dalam keberagamaan.
Salah satu komponen dalam pendidikan adalah pembelajaran. Untuk
memperbaiki realitas masyarakat, perlu dimulai dari proses pembelajaran.
Berkaitan dengan hal tersebut maka pendidikan agama Islam di sekolah-
sekolah swasta maupun umum diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai
toleransi pada proses pembelajaran di sekolah, yaitu dengan menggunakan
pembelajaran yang mengarah pada upaya menghargai perbedaan diantara
sesama manusia, sehingga terwujud ketenangan dan ketentraman tatanan
kehidupan masyarakat.
44
Mahfud Junaedi, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 149-150
45
Mahfud Junaedi, Ilmu Pendidikan Islam Filsafat Dan Pengembangan (Semarang:
Rasail, 2010), hlm. 182
27
Konsep pendidikan yang pluralis-toleran tidak hanya dibutuhkan oleh
seluruh anak atau peserta didik, tidak hanya menjadi target prasangka sosial
cultural, atau anak yang hidup dalam lingkungan sosial yang heterogen, namun
ke seluruh anak didik sekaligus guru dan orang tua perlu terlibat dalam
pendidikan pluralis-toleran. Dengan demikian, akan dapat mempersiapkan
anak didik secara aktif sebagai warga negara yang secara etnik, cultural, dan
agama beragam, menjadi manusia-manusia yang menghargai perbedaan,
bangga terhadap diri sendiri, lingkungan dan realitas yang majemuk.46
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran agama, hal penting yang
harus dipahami adalah karakteristik pluralis.
1) Belajar dalam perbedaan
Pendidikan yang menopang proses dan produk pendidikan nasional
hanya bersandar pada tiga pilar utama yang menopang proses dan produk
pendidikan nasional, yaitu how to know, how to do, dan how to be.
Pada pilar ketiga How to be menekankan pada cara “menjadi orang”
sesuai dengan karakteristik dan kerangka pikir anak didik. Dalam konteks
ini, how to life and work together with others pada kenyataannya belum
secara mendasar mengajarkan sekaligus menanamkan ketrampilan hidup
bersama dalam komunitas yang plural secara agama, cultural, ataupun etnik.
Selanjutnya pilar keempat sebagai suatu jalinan komplementer
terhadap tiga pilar lainnya dalam praktik pendidikan meliputi proses:
pertama, pengembangan sikap toleran, empati, dan simpati, yang merupakan
prasyarat esensial bagi keberhasilan dan proeksistensi dalam keragaman
agama. Toleransi adalah kesiapan dan kemampuan batin bersama orang lain
yang berbeda secara hakiki, meskipun terhadap konflik dengan pemahaman
kita. Pendidikan agama dengan menekan kan nilai-nilai toleransi dirancang,
di desain untuk menanamkan, :1) sikap toleransi dari tahap yang minimalis,
dari yang sekadar dekoratif hingga yang solid. 2) klasifikasi nilai-nilai
kehidupan bersama menurut perspektif agama-agama. 3) pendewasaan
46
Ngainun Naim dan Achmad Syauqi, Pendidikan Multikultural, hlm. 212
28
emosional. 4) kesetaraan dan partisipasi. 5) kontrak sosial baru dan aturan
main kehidupan bersama antaragama.
2) Membangun saling percaya.
Rasa saling percaya adalah salah satu modal sosial terpenting dalam
penguatan masyarakat
3) Memelihara saling pengertian.
Memahami bukan serta menyetujui. Saling memahami adalah
kesadaran bahwa nilai-nilai mereka dan kita adalah berbeda, dan mungkin
saling melengkapi serta memberi kontribusi terhadap relasi yang dinamis
dan hidup. Agama mempunyai tanggung jawab membangun landasan etnis
untuk bisa saling memahami diantara entitas-entitas agama dan budaya yang
plural-multikultural.
4) Menjunjung tinggi sikap saling menghargai.47
Dengan desain pembelajaran semacam ini, diharapkan akan tercipta
sebuah proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan kesadaran pluralis
dikalangan anak didik. Jika desain semacam ini dapat terimplementasi
dengan baik, harapan terciptanya kehidupan yang damai, penuh toleransi,
dan tanpa konflik lebih cepat akan lebih terwujud. Sebab pendidikan
merupakan media dengan kerangka yang paling sistematis, paling luas
penyebarannya, dan paling efektif kerangka implementasinya.
b. Model Penanaman Nilai-nilai Toleransi Beragama pada Pembelajaran PAI di
Sekolah.
Karakteristik khusus mata pelajaran PAI, salah satunya adalah tidak
hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam,
tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan
ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana Azyumardi Azra ,
bahwa “kedudukan pendidikan agama Islam di berbagai tingkatan dalam
47
Ngainun Naim dan Achmad Syauqi, Pendidikan Multikultural, hlm. 213-214
29
sistem pendidikan nasional adalah untuk mewujudkan peserta didik yang
beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia.48
Inti dari tujuan pendidikan Islam tersebut adalah untuk membentuk
akhlak yang baik salah satunya adalah manusia yang memiliki sikap toleransi
dalam bersosialisasi. Untuk merealisasi tujuan dan fungsi pendidikan yang
dapat menumbuhkan sikap toleransi beragama pada peserta didik, pendidikan
di sekolah harus menekankan penanaman nilai-nilai toleransi beragama dalam
pembelajaran PAI .
Metode yang dipilih oleh pendidik dalam pembelajaran tidak boleh
bertentangan dalam pembelajaran. Metode harus mendukung kemana kegiatan
interaksi edukatif berproses guna mencapai tujuan. Tujuan pokok pembelajaran
adalah mengembangkan kemampuan anak secara individu agar bisa
menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapinya.49
Proses pembelajaran yang baik hendaknya menggunakan metode secara
bergantian atau saling bahu membahu satu sama lain sesuai dengan situasi dan
kondisi. Tugas guru adalah memilih diantara ragam metode yang tepat untuk
menciptakan suatu iklim pembelajaran yang kondusif.50
Ada beberapa model pengajaran yang dapat diterapkan dalam
penanaman nilai-nilai toleransi beragama di sekolah.
1) Model pengajaran komunikatif.
Dengan dialog memungkinkan setiap komunitas yang notabenenya
memiliki latar belakang agama yang berbeda dapat mengemukakan
pendapatnya secara argumentatif. Dalam proses inilah diharapkan nantinya
memungkinkan adanya sikap saling mengenal antar tradisi dari setiap agama
48
Ruhyana, Model Konsiderasi Pembelajaran Pai Materi Tasamuh/Toleransi Di SMP
Kelas Ix Dalam Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak Mulia , Blog at WordPress.com, October 4, 2011
49 Ismail SM, Strategi Pembelajaran PAI Berbasis PAIKEM (Semarang: Rasail, 2009)
hlm. 17
50
Ismail, Strategi Pembelajaran PAI, hlm. 19
30
yang dipeluk oleh masing-masing peserta didik sehingga bentuk-bentuk
truth claim dapat diminimalkan, bahkan mungkin dapat dibuang jauh-jauh.51
Metode dialog ini pada akhirnya akan dapat memuaskan semua
pihak, sebab metodenya telah mensyaratkan setiap pemeluk agama untuk
bersikap terbuka. Disamping juga untuk bersikap objektif dan subjektif
sekaligus. Objektif berarti sadar membicarakan banyak iman secara fair
tanpa harus mempertanyakan mengenai benar salahnya suatu agama.
Subjektif berarti pengajaran seperti itu sifatnya hanya untuk mengantarkan
setiap anak didik memahami dan merasakan sejauh mana keimanan tentang
suatu agama dapat dirasakan oleh setiap orang yang mempercayainya.52
2) Model pengajaran aktif
Selain dalam bentuk dialog, pelibatan siswa dalam pembelajaran
dilakukan dalam bentuk “belajar aktif”. Dengan menggunakan model
pengajaran aktif memberi kesempatan pada siswa untuk aktif mencari,
menemukan, dan mengevaluasi pandangan keagamaannya sendiri dengan
membandingkannya dengan pandangan keagamaan siswa lainnya, atau
agama-agama diluar dirinya. Dalam hal ini, proses mengajar lebih
menekankan pada bagaimana mengajarkan agama dan bagaimana
mengajarkan tentang agama. 53
Kedua model pengajaran diatas, menitik beratkan pada upaya guru
untuk membawa siswa agar mengalami langsung interaksi dalam
keragaman. Untuk kepentingan pendidikan agama dalam menanamkan
nilai-nilai toleransi, proses pembelajaran dapat dilaksanakan melalui
pembuatan kelompok belajar yang didalamnya terdiri dari siswa-siswa yang
memiliki latar belakang agama dan kepercayaan yang berbeda. Modifikasi
kelompok belajar ini bisa juga dilakukan dengan mengakomodir sekaligus
keragaman etnik, gender, dan kebudayaan. Jadi dimungkinkan setiap
51
Syamsul Ma‟arif, Pendidikan Pluralisme di Indonesia, (Jogjakarta: Logung Pustaka,
2005) hlm. 96-97
52
Ngainun Naim dan Achmad Syauqi, Pendidikan Multikultural, hlm. 56
53 Zakiyuddin Baidhawy, “Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural,” ( Jakarta:
Erlangga 2005), hlm. 102-103
31
kelompok terdiri dari siswa lelaki dan perempuan dengan agama dan
kepercayaan yang berbeda.
Ada beberapa keterampilan hidup bersama yang sedang dilatihkan
dalam proses pembelajaran seperti ini antara lain: dialog kelompok akan
membawa siswa berani mengekspresikan pendapatnya meski harus berbeda
dengan yang lain. Mereka juga belajar mendengar pendapat orang lain dari
yang pro, serupa, bahkan kontra. Siswa dilatih untuk mensintesis
pandangan-pandangan yang beragam terhadap tema yang dibahas. Tugas
guru dalam proses ini sebagai fasilitator, mengarahkan dialog dan memberi
penguatan bila dirasa perlu.
Pada model belajar semacam ini, tugas guru adalah harus mampu
menjelaskan tugas tersebut, kemana mereka harus mencari informasi,
bagaimana mengolah informasi tersebut, kemana mereka harus mencari
informasi tersebut dan membahasnya dalam kelas, sampai mereka memiliki
kesimpulan yang sudah di bahas dalam kelompoknya masing-masing.
Dalam proses pembahasan inilah, guru terus memberikan bimbingan dan
arahan.54
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran aktif dan komunikatif hal penting yang perlu diperhatikan
adalah media pembelajaran yang digunakan. Media pembelajaran
Pendidikan Agama Islam adalah sesuatu yang dapat dijadikan sarana dan
prasarana yang dipergunakan untuk membantu tercapainya tujuan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.55
Dalam praktek di lapangan
seringkali kita temukan istilah lain yang serupa atau mungkin berkonotasi
yang sama yaitu “alat peraga” dan “alat bantu belajar”. Dari ketiga
pengertian para ahli bersikap dengan membedakannya, namun adapula yang
menggunakannya dengan interpretasi yang sama.
54
Ngainun Naim dan Achmad Syauqi, Pendidikan Multikultural, hlm. 57
55 Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: IKAPI, 2003) hlm.
103
32
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dengan
menggunakan media diharapkan siswa yang belajar tidak hanya sekedar
meniru, mencontoh, atau melakukan, apa yang diberikan kepadanya tetapi ia
juga secara aktif berupaya untuk berbuat atas dasar keyakinannya.
Bentuk pendidikan semacam inilah yang akan dapat dijadikan
sebagai model pendidikan yang berupaya menumbuh kembangkan perasaan
cinta kasih dan saling menghormati diantara manusia yang pada dasarnya
memiliki perbedaan-perbedaan agama, etnis, ras, dan agama. Sehingga
tentunya model pendidikan seperti ini akan dapat meminimalisir konflik dan
menuju persatuan sejati.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati.1
Jadi penelitian ini analisis datanya tidak menggunakan rumus statistika,
melainkan dengan tehnik analisis deskriptif yaitu analisis data yang diujikan
bukan dalam bentuk angka-angka melainkan dalam bentuk laporan uraian
deskriptif dengan pola pikir induktif. Cara berpikir induktif adalah cara menarik
kesimpulan yang berangkat dari fakta-fakta dan peristiwa yang bersifat khusus
kemudian disimpulkan dengan sifat umum.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi yang menjadi obyek penelitian adalah SMP Negeri 23 Semarang.
SMP Negeri 23 Semarang adalah lembaga pendidikan yang terletak di kecamatan
Mijen kota Semarang. Sebagai lembaga pendidikan, SMP Negeri 23 sudah
menjadi tempat kepercayaan masyarakat setempat dan sekitar untuk menitipkan
putra putri mereka belajar ilmu pengetahuan.
Di SMP Negeri 23 Semarang sebagian siswa maupun guru mempunyai
latar belakang yang berbeda-beda. Seperti latar belakang ekonomi, sosial, maupun
dalam hal keberagamaan. Disana ada sebagian siswa dan guru yang beragama
non muslim, meskipun sebagian besar guru dan murid beragama Islam. Sebab
itulah pendidikan agama Islam yang dilaksanakan di SMP Negeri 23 Semarang
dituntut untuk selalu menanamkan nilai-nilai toleransi antar umat beragama.
Penanaman nilai-nilai toleransi di SMP Negeri 23 Semarang menarik perhatian
peneliti untuk melakukan penelitian disana.
1Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1993), hlm. 6
34
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2012. Kemudian
penelitian ini akan diakhiri pada tanggal 10 April 2012 ketika peneliti sudah
menemukan jawaban atas permasalahan yang di rumuskan.
3. Sumber Data
Sumber data yaitu data yang langsung berkaitan dengan subyek riset.
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari beberapa sumber, antar lain:
a. Sumber informasi lapangan, yakni sumber informasi yang dapat diperoleh dari
lapangan, dapat diperoleh dengan metode observasi atau wawancara dengan
orang yang langsung berkecimpung pada obyek penelitian agar dapat tercapai
sesuai tujuan. Dalam penelitian ini sumber informasi lapangan diperoleh dari
observasi dan wawancara dengan kepala sekolah, guru, staf-staf sekolah, dan
siswa-siswi di SMP Negeri 23 Semarang.
b. Sumber informasi dokumen, yaitu segala sumber data yang berasal dari
dokumen. Pada penelitian ini sumber informasi dokumen diperoleh dari
dokumen-dokumen yang dimiliki SMP Negeri 23 Semarang berkaitan dengan
keberagamaan.
4. Fokus Penelitian
Penelitian ini fokus pada penanaman nilai-nilai toleransi beragama di SMP
Negeri 23 Mijen Semarang tahun ajaran 2011/2012 Pada pelaksanaan
pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang.
5. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
dengan teknik atau cara sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Dalam penelitian, observasi berarti metode pengumpulan data dengan
melakukan pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian.2 Dalam
2 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1998), hlm.107
35
penelitian ini observasi bertujuan untuk memperoleh data tentang proses
penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada pembelajaran PAI di SMP
Negeri 23 Semarang.
b. Metode Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal
dengan tujuan mendapatkan informasi penting yang di inginkan.3 Metode
wawancara ini menghendaki komunikasi langsung antara peneliti dengan
subyek atau responden untuk memperoleh informasi tentang penanaman nilai-
nilai toleransi beragama pada pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada narasumber yang
berkaitan dengan permasalahan yang di teliti, yakni, guru PAI, guru agama
kristen, guru agama katolik, siswa-siswi muslim dan non muslim di SMP
Negeri 23 Semarang.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu metode pencarian data dengan cara mencari
data mengenai hal-hal yang berupa catatan, buku, surat kabar, transkip,
dokumen dan sebagainya.4
Metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data-data yang
tidak diperoleh dari data-data wawancara atau observasi. Metode ini digunakan
untuk melengkapi metode pengumpulan data yang pertama dan kedua. Metode
dokumentasi ini dapat berupa foto, recording, buku-buku dan lain sebagainya.
Dokumen yang diperoleh dalam penelitian ini berupa foto-foto kegiatan
keagamaan dalam penanaman nilai-nilai toleransi beragama di SMP Negeri 23
Semarang dan data-data pendukung tentang penanaman nilai-nilai toleransi
beragama di SMP Negeri 23 semarang.
3 Nurul Zuriah, Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan Antara Teori
Dan Praktek, (Jakarta: PT. umi Aksara, 2006), hlm.179. 4 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1998), hlm. 133
36
6. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses pelacakan dan
pengaturan secara sistematis transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-
bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-
bahan tersebut agar dapat diinterpretasikan temuannya kepada orang lain.5
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan tehnik deskriptif analitik,
yaitu data yang diperoleh tidak dianalisa menggunakan rumus statistika, namun
data tersebut dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan sesuai
kenyataan realita.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan
data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Menurut Miles and Huberman dalam Sugiyono langkah-langkah analisis
ditunjukkan sebagai berikut :
a. Periode pengumpulan data
b. Reduksi data
Yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari pola dan temannya, dan membuang hal-hal yang
tidak penting.6 Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada data-data
yang berkaitan dengan proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada
pembelajaran PAI dan faktor-pendukung maupun penghambat penanaman
nilai-nilai toleransi di SMP Negeri 23 Semarang
c. Penyajian data
Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks naratif.7 Data yang disajikan dalam penelitian ini adalah data-data
tentang proses pembelajaran PAI dalam menanamkan nilai-nilai toleransi
5. Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan, hlm.217
6 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D)
(Bandung: Alfa Beta, 2011), hlm. 336-338
7 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, hlm. 341
37
beragama serta faktor pendukung dan penghambat penanaman nilai-nilai
toleransi beragama pada pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang yang
diuraikan secara singkat.
d. Conclusion drawing/ verification
Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif diharapkan
mampu menjawab rumusan masalah yang dirumuskan.8 Yaitu untuk
mengetahui bagaimana proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama di
SMP Negeri 23 Semarang serta faktor pendukung dan penghambat penanaman
nilai-nilai toleransi beragama pada pembelajaran PAI di SMP Negeri 23
Semarang.
Jadi teknik analisis data ini peneliti gunakan untuk menganalisa tentang
Penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada pembelajaran PAI di SMP
Negeri 23 Semarang.
8 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, hlm. 345
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum SMP Negeri23 Semarang
1. Tinjauan Historis SMP Negeri 23 Semarang
Pada awalnya, SMP Negeri 23 Semarang masih bertempat di SD Kedung
Pane. Kemudian pada tahun 1980 mulai menempati gedung milik sendiri. SMP
Negeri 23 Semarang terletak di jalan Raya Mijen, Kecamatan Mijen, Kota
Semarang. SMP Negeri 23 Semarang berdiri sekitar tahun 1979/1980 dan
beroperasi pada tahun 1979/1980 di atas tanah seluas 12.741 m² dengan luas
seluruh bangunan 2.32.3 m². (profil sekolah terlampir).
SMP Negeri 23 Semarang didirikan atas prakarsa dari Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kecamatan Mijen. Seiring dengan perkembangan zaman, SMP
23 mampu berkembang dengan pesat. Atas permintaan masyarakat dan melihat
kondisi ekonomi masyarakat sekitar. Maka pada tahun 1994-1995 dibangun
sekolah Filial yang masing-masing berlokasi di Kelurahan Wonoplumpon (Filial
1) dan di Kelurahan Bubakan (Filial 2). Semuanya terletak di Kecamatan Mijen,
Kota Semarang.
2. Tujuan Sekolah
Tujuan instruksional SMP Negeri 23 Semarang mengacu pada pasal 3
ayat 91 peraturan pemerintah No. 29 tahun 1990 serta butir 6 keputusan
menteri pendidikan dan kebudayaan No. 0489/U/1992 adalah:
1) Menyiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan
tinggi.
2) Menyiapkan siswa agar mampu mengembangkan diri dengan sejalan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian yang dijiwai
dengan ajaran agama.
39
3) Menyiapkan siswa agar mampu menjadi anggota masyarakat dalam
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan
alam sekitar yang dijiwai suasana keagamaan.1
3. Visi dan Misi
Visi
- Kualitas intelektual dan seni budaya sebagai sarana untuk mencapai
prestasi.
Misi
- Membimbing dan mendorong semangat belajar siswa secara efektif dan
efisien
- Meningkatkan sikap disiplin dan tertib serta tata krama
- Meningkatkan aktivitas keagamaan dan penerapan nilai-nilainya
- Meningkatkan daya kreasi siswa melalui pelaksanaan ekstra kurikuler
- Membina olah raga secara intensif
- Mengembangkan seni budaya secara terintegrasi
B. Proses Penanaman Nilai-Nilai Toleransi Beragama Secara Umum di SMP
Negeri 23 Semarang
Siswa SMP Negeri23 Semarang berasal dari latar belakang yang berbeda.
Mereka memiliki latar belakang agama yang berbeda, ada empat agama yang
dianut siswaSMP Negeri23 Semarang, yaitu agama Islam, Kristen, Katolik, dan
juga Hindu. Namun demikian dengan adanya perbedaan agama tersebut mereka
saling bekerja sama, saling menghargai, dan mengerti satu sama lain. Sehingga
kerukunanantar umat beragama di SMP Negeri 23 Semarang terjalin sangat baik.2
Salah satu tujuan SMP Negeri23 secara umum adalah menyiapkan siswa
agar mampu menjadi anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal
balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar yang dijiwai suasana
keagamaan.
1 Dokumen SMPN 23 Semarang
2 Hasil Wawancara dengan Ibu Dwi Puji Utami (Guru Agama Kristen) 23 Maret 2012
40
Untuk mencapai tujuan pendidikan dan mewujudkan visi misi secara
umum, di SMP Negeri 23 Semarang ditanamkan beberapa nilai dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa antara lain nilai religius,yang dideskripsikan dengan
menanamkan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama lain serta hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.Indikator yang harus dicapai sekolah dalam
penanaman nilai-nilai religius yaitu:
a. Merayakan hari-hari besar keagamaan
b. Memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk beribadah
c. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan
ibadah.3
Proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama di SMP Negeri 23
Semarang dilakukan melalui beberapa kegiatan,
a. Kegiatan belajar mengajar, yakni setiap siswa mengikuti pembelajaran agama
sesuai agamanya masing-masing, dengan bimbingan guru yang seagama
dengan siswa.4
b. Kegiatan keagamaan, seperti:
1) pesantren kilat dan buka bersama pada bulan ramadhan, perayaan hari raya
Qurban. Dalam kegiatan seperti ini siswa non muslimikut berpartisipasi dan
saling menghargai.
2) Pendalaman Al-kitab untuk siswa non muslim
3) Do’a menjelang ujian nasional utuk siswa muslim dan non muslimsesuai
pemahaman agama masing-masing.
c. Kegiatan sosial yang tidak membedakan suku dan agamanya. Misalnya
ketika ada siswa yang beragama muslim ataupun non muslim mengalami
musibah maka siswa lain dibawah bimbingan guru mengunjungi untuk
3 Dokumen SMPN 23 Semarang
4 Hasil Wawancara dengan Bpk M. Basuki (Guru agama islam) tanggal 16 Maret 2012
41
memberikan perhatian dan dukungan moral maupun material tanpa
membedakan agama yang dianautnya.5
Dalam penanaman nilai-nilai toleransi beragama, ada beberapa tempat
peribadatan di SMP Negeri23 Semarang, yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana
penanaman nilai-nilai toleransi beragma, satu musholla, ruang agama kristen, dan
katolik. Tempat peribadatan di SMP Negeri23 Semarang berfungsi sebagai tempat
beribadah juga difungsikan sebagai tempat pengembangan keilmuan, dan
penanaman nilai-nilai keberagmaan yang bertujuan untuk persatuan antar pemeluk
agama ataupun intern pemeluk agama.6
Dengan adanya penanaman nilai-nilai toleransi beragama di SMP Negeri
23 Semarang diharapkan agar siswa-siswi SMP Negeri 23 Semarang mampu
bersosialisasi dimasyarakat dengan baik, dengan tidak membedakan agama atau
pemahaman beragama orang lain untuk terealisasinya tujuan mulia yaitu
perdamaian dan persaudaraan abadi di antara orang-orang yang pada realitasnya
memang memiliki agama dan iman berbeda.
C. Analisis Proses Penanaman Nilai-nilai Toleransi Beragama pada
Pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang
Pendidikan Islam di Indonesia memiliki peranan penting dalam memberi
kontribusi bagi persatuan bangsa di masa depan. Dalam hal ini konsep pendidikan
Islam yang peduli pada pluralisme akan bermakna positif bila tergambar luas pada
realitas aktual kehidupan bangsa Indonesia yang pluralistik. Sebagai umat dengan
jumlah terbesar di Indonesia, maka peran umat Islam sangat signifikan dalam
menentukan masa depan bangsa ini. Umat islam semestinya memberikan suri
tauladan dalam sikap dan tindakan atas dasar prinsip toleransi sebagaimana
diajarkan ajaran Islam, dan sebagai mana juga yang telah terabadikan dalam
sejarah sosial historis umat Islam terutama pada periode Rasulullah SAW.7
5 Hasil wawancara dengan Ibu Dwi Puji UtamiS.Pd (Guru Agama Kristen) 23 Maret 2012
6 Hasil Observasi peneliti tanggal 27 Maret 2012
7 Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2006).hlm. 131
42
Peserta didik di SMP Negeri 23 Semarang mereka memiliki latar belakang
agama dan keyakinan yang berbeda. Dengan adanya perbedaan agama dan
keyakinan yang berbeda pada setiap siswa di SMP Negeri 23 Semarang, maka
pembelajaran di SMP Negeri 23 Semarang dituntut untuk selalu memahami
kondisi keberagamaan peserta didik. Dengan selalu menanamkan sikap toleran
dan saling bekerja sama antar siswa tanpa membedakan agama dan keyakinan.
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran agama, hal penting yang
harus diterapkan dalam penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada
pembelajaran PAI di SMP negeri 23 Semarang adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan guru dalam menafsirkan dan mengimplementasikan ayat-
ayat Al-Qur’an tentang toleransi
Kemampuan guru dalam menafsirkan ayat-ayat tentang toleransi sangat
baik. Guru memiliki paradigma pemahaman keberagamaan yang moderat. Hal ini
terlihat saat guru menjelaskan kepada peserta didiktentang isi kandungan pada
surat Yunus ayat 99.8 Kaitannya dengan penjelasan pada surat Yunus ayat 99 guru
juga menjelaskan pada siswa tentang Hadits yang menceritakan ketika suatu saat
Nabi Muhammad saw. dan para sahabat sedang berkumpul, lewatlah rombongan
orang Yahudi yang mengantar jenazah. Nabi saw. langsung berdiri memberikan
penghormatan. Seorang sahabat berkata: “Bukankah mereka orang Yahudi wahai
rasul?” Nabi saw. menjawab “Ya, tapi mereka manusia juga”. Jadi sudah jelas,
bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan Tuhan SWT
dan tidak ada kompromi serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan kita
bermu’amalah dari sisi kemanusiaan kita.
Dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits tentang toleransi guru
juga mengkaitkannyadengan UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi : “ Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadah menurut kepercayaan agamanya itu”.9
8 “Jika Tuhanmu menghendaki, maka tentunya manusia yang ada di muka bumi ini akan
beriman. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia, di luar kesediaan mereka sendiri?”(QS,
Yunus ayat 99)
9 UUD 1945 Pasal 29 ayat 2
43
Pendidik merupakan faktor penting dalam mengimplementasikan nilai-
nilai toleransi keberagamaan yang moderat dalam proses pembelajaran disekolah.
Pendidik mempunyai posisi penting dalam pendidikan multi kultural karena dia
merupakan satu target dari strategi pendidikan ini. Apabila seorang guru memiliki
paradigma pemahaman keberagamaan yang moderat maka dia juga akan mampu
untuk mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagamaan tersebut
terhadap siswa di sekolah.
Hal ini dilakukan dengan menciptakan iklim kegiatan belajar mengajar
sebagai berikut:
a. Memberi kesempatan kepada semua peserta didik untuk mengikuti
pembelajaran agama sesuai pemahaman agamanya masing-masing.10
Ketika pembelajaran PAI sedang berlangsung, siswa lain yang
beragama non muslim diberi kesempatan untuk mengikuti pembelajaran
agamanya diruang ibadah dengan bimbingan guru agamanya. Siswa yang
beragama Kristen mengikuti pembelajaran agama Kristen dengan bimbingan
guru agama Kristen. Siswa yang beragama katolik mengikuti pembelajaran
agama Katolik dengan bimbingan guru agama Katolik. Untuk siswa yang
beragama Hindu karena belum memiliki guru agama Hindu mereka bisa
mendalami ilmu agamanya dengan membaca buku-buku yang sudah
disediakanMemberi kesempatan kepada semua peserta didik untuk mengikuti
pembelajaran agama sesuai pemahaman agamanya masing-masing.11
Ketika pembelajaran PAI sedang berlangsung, siswa lain yang
beragama non muslim diberi kesempatan untuk mengikuti pembelajaran
agamanya diruang ibadah dengan bimbingan guru agamanya. Siswa yang
beragama Kristen mengikuti pembelajaran agama Kristen dengan bimbingan
guru agama Kristen. Siswa yang beragama katolik mengikuti pembelajaran
agama Katolik dengan bimbingan guru agama Katolik. Untuk siswa yang
beragama Hindu karena belum memiliki guru agama Hindu mereka bisa
10
Hasil Wawancara dengan Bpk M. Basuki (Guru agama islam) tanggal 16 Maret 2012
11 Hasil Wawancara dengan Bpk M. Basuki (Guru agama islam) tanggal 16 Maret 2012
44
mendalami ilmu agamanya dengan membaca buku-buku yang sudah
disediakan
b. Belajar dalam perbedaan
Dalam aktifitas pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang selalu
mengajarkan sekaligus menanamkan ketrampilan hidup bersama menurut
perspektif agama-agama, pendewasaan emosional siswa, kesetaraan dan
partisipasi (kerja kelompok) dalam komunitas yang plural secara agama,
kultural, ataupun etnik.
Kepada para siswa guru selalu menanamkan bahwa kita hidup dialam
demokrasi yang memberikan pengesahan adanya hak hidup yang setara atas
keanekaragaman pandang dalam aneka dimensi, betapapun besar kadar
perbedaannya. Perbedaan adalah rahmat dan dapat diartikan sebagai
kenikmatan. Guru membimbing siswa untuk selalu hidup berdampingan dan
bekerja sama.
c. Membangun rasa saling percaya
Dalam pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang hal ini dapat
dilihat pada saat kerja kelompok, dalam menentukan teman satu kelompoknya
siswa tidak diperbolehkan membeda-bedakan teman satu kelompoknya.12
d. Memelihara sikap saling pengertian
Memberi pemahaman kepada siswa bahwa memahami bukan serta
menyetujui. Saling memahami adalah kesadaran bahwa nilai-nilai mereka dan
kita adalah berbeda, dan mungkin saling melengkapi serta memberi kontribusi
terhadap relasi yang dinamis dan hidup.
Guru mencontohkan pada saat siswa muslim mengadakan kegiatan
keagamaan seperti pesantren kilat, buka bersama pada bulan ramadhan, dan
perayaan hari raya Qurban. Dalam kegiatan seperti ini siswa non muslim ikut
berpartisipasi dan saling menghargai. Begitu juga sebaliknya ketika siswa non
muslim sedang merayakan hari besar, siswa muslim harus menghargai tanpa
harus mengikuti keyakinan mereka.
12
Hasil observasi peneliti tanggal 27 april 2012
45
e. Menjunjung tinggi sikap saling mengasihi
Guru memberikan pemahaman pada siswa agar selalu menanamkan
rasa kecintaan dan kepedulian sesama umat selaku makhluk dan hamba allah
sehingga terasa adanya rasa saling membutuhkan. Tujuannya agar tercapai
iklim kerjasama dalam kebersamaan dalam hidup bermasyarakat dengan arti
luas, yaitu di keluarga, di masyarakat sekolah, dan ditengah pergaulan hidup
sehari-hari pada beragam situasi. Yang perlu disadarkan adalah bahwa
diantara sesama umat pada dasarnya mempunyai kondisi saling bergantung
sehingga tidak bisa hidup sendiri dan menyendiri.
Misalnya ketika ada siswa yang beragama muslim ataupun non muslim
mengalami musibah maka siswa lain dibawah bimbingan guru mengunjungi
untuk memberikan perhatian dan dukungan moral maupun material tanpa
membedakan agama yang dianautnya.
f. Membimbing dan memberi motivasi siswa dalam melakukan kegiatan
toleransi.
Guru memberikan contoh keteladanan kepada siswa dalam
menerapkan toleransi.13
Hal ini dicontohkan guru saat menjalin hubungan
sosial dengan guru lain yang beragama non muslim, dan tidak membeda-
bedakan antara siswa muslim dan siswa non muslim
Dalam pelaksanaannya pada pembelajaran PAI di SMP Negeri 23
Semarang, hal ini sesuai dengan standar kompetensi lulusan dan standar isi serta
panduan penyusunan kurikulum yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan lima pilar belajar,
yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
(b)belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu
melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan
13
Hasil Wawancara dengan Bpk M. Basuki (Guru PAI) tanggal 16 Maret 2012
46
berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati
diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.14
Dengan menciptakan iklim seperti ini pada setiap pembelajaran,
diharapkan akan tercipta sebuah proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan
kesadaran pluralis dikalangan anak didik. Jika desain semacam ini dapat
terimplementasi dengan baik, harapan terciptanya kehidupan yang damai, penuh
toleransi, dan tanpa konflik lebih cepat akan lebih terwujud. Sebab pendidikan
merupakan media dengan kerangka yang paling sistematis, paling luas
penyebarannya, dan paling efektif kerangka implementasinya.
2. Materi terkait (toleransi)
Penanaman nilai-nilai toleransi bergama pada pembelajaran PAI di SMP
Negeri 23 Semarang materi ajar dikembangkan guru sesuai dengan mata
pelajaran. Beberapa materi yang disampaikan guru dalam menanamkan nilai-nilai
toleransi diantaranya sebagai berikut:
a. Pengertian toleransi beragama dengan tujuan agar siswa memiliki pengetahuan
tentang toleransi beragama.
Guru memberikan pemahaman kepada para siswa bahwa kita hidup
dalam negara demokrasi yang dituntut untuk selalu bersikap toleran, yaitu
sikap saling menghormati, dan menghargai kebebasan beragama dengan
memberikan kebebasan kepada pemeluk agama untuk mengamalkan ajaran
agamanya tanpa ada perasaan saling mengganggu.15
b. Konsep toleransi dalam Islam dengan menyampaikan materi tentang Al-Qur’an
dan Hadits Nabi yang menjelaskan tentang toleransi beragama.
Al-Qur’an surat yunus ayat 99:
14
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) 15
Hasil Wawancara dengan Ibu Badi’ah (Guru PAI) Via telephon 26 juni 2012
47
“Jika Tuhanmu menghendaki, maka tentunya manusia yang ada di
muka bumi ini akan beriman. Maka apakah kamu hendak memaksa
manusia, di luar kesediaan mereka sendiri?”
Dari ayat tersebut tergambar dengan jelas tentang
persoalankemerdekaan beragama dan keyakinan menjadi “tanggungjawab”
Allah SWT, dimana kita semua dituntut toleran terhadap orang yang tidak satu
dengan keyakinan kita. Bahkan nabi sendiri dilarang untuk memaksa orang
kafir untuk masuk Islam. Maka dengan begitu, tidaklah dibenarkan “kita”
menunjukkan sikap kekerasan, paksaan, menteror dan menakut-nakuti orang
lain dalam beragama.
Hadits Nabi SAW :
“Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a: Jenazah (yang diusung ke
pemakaman) lewat dihadapan kami. Nabi Muhammad Saw berdiri dan
kami pun berdiri. Kami berkata, “Ya Rasulullah ini jenazah orang
Yahudi” Ia berkata,” Kapanpun kalian melihat jenazah (yang diusung
kepemakaman), berdirilah.”
Dari Hadits tersebut jelas bahwa Nabi Muhammad tidak pernah
membeda-badakan, sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling
menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong. Jadi sudah
jelas, bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan
Tuhan SWT dan tidak ada kompromi serta sikap toleran di dalamnya.
Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi kemanusiaan kita.
48
c. Kisah keteladanan kepada siswa dalam menerapkan toleransi.
Hal ini telah dicontohkan kisah Nabi Muhammad saw. Ditengah
masyarakat yang heterogen, yang diwarnai ketegangan-ketegangan konflik,
Nabi Muhammad saw melakukan gerakan besar yang berpengaruh bagi
kesatuan ummah. Diantaranya piagam Madinah, ketegangan antara Yahudi dan
Muslim, baik Anshar maupun muhajirin, begitu pula antar kelompok lain dan
juga kemajemukan komunitas Madinah membuat Nabi Muhammad saw
melakukan negosiasi dan konsolidasi melalui perjanjian tertulis yang kemudian
familiar disebut piagam Madinah konstitusi ditanda tangani oleh seluruh
komponen yang ada di Madinah yang meliputi Nasrani, Yahudi, Muslim dan
Musyrikin. Dalam 47 pasal yang termuat di dalamnya statement yang diangkat
meliputi masalah monotheisme, persatuan kesatuan, persamaan hak, keadilan
kebebasan beragama, bela negara, pelestarian adat perdamaian dan proteksi.
Konstitusi tersebut memberi tauladan kita tentang pembentukan ummah,
menghargai hak asasi manusia dan agama lain, persatuan segenap warga
negara, dan yang terpenting adalah tanggung jawab menciptakan kedamaian.
d. Pemahaman kepada siswa bahwa memahami bukan serta menyetujui.
Guru memberikan penjelasan kepada siswa bahwa memahami bukan
serta menyetujui. Saling memahami adalah kesadaran bahwa nilai-nilai mereka
dan kita adalah berbeda, dan mungkin saling melengkapi serta memberi
kontribusi terhadap relasi yang dinamis dan hidup.
Materi yang diberikan dalam proses penanaman nilai-nilai toleransi
beragama pada pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang ini sesuai dengan
Standar isi sebagai pedoman pelaksanaan kurikulum di Indonesia saat ini yang
dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Kurikulum
dikembangkan salah satunya dengan memperhatikan keragaman karakteristik
peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa
membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi
dan gender. Pendidikan Agama bertujuan untuk:
49
a. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu
manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil,
etis, berdisiplin, bertoleransi menjaga keharmonisan secara personal dan sosial
serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah. (tujuan
Pendidikan secara Umum)
b. Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah
SWT( tujuan pendidikan Agama islam)16
Di lihat dari tujuan pendidikan agama diatas, jika dalam pembelajaran PAI
di SMP Negeri 23 sudah diterapkan sesuai tujuan, seharusnya sudah bisa
membekali siswa untuk selalu bersikap toleran. Sehingga akan terealisasi tujuan
mulia yaitu perdamaian dan persaudaraan abadi di antara orang-orang yang pada
realitasnya memang memiliki agama dan iman berbeda.
3. Metode dalam pembelajaran
Di SMP Negeri 23 Semarang ada beberapa model pengajaran dalam
proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada pembelajaran PAI materi
toleransi: 1) Model pengajaran aktif. 2) model pengajaran komunikatif. Dalam
implementasinya kedua model pembelajaran ini menggunakan metode diskusi
kelompok, presentasi kelompok, dan tanya jawab. Adapun strategi yang
digunakan dalam pembelajaran adalah: 1) Strategi tradisional dengan cara
memberikan nasihat dan indoktrinasi mana yang baik dan mana yang buruk, 2)
Strategi bebas dengan memberitahukan kepada peserta didik nilai-nilai yang baik
dan buruk, tetapi peserta didik diberikan kebebasan untuk memilih dan menilai
sendiri.3) Strategi reflektif, dengan menganalisis kasus-kasus empirik sehingga
timbul kesadaran rasional dan wawasan nilai. 4) Strategi trans internal dengan
jalan melakukan transformasi nilai melalui keteladanan dan
16
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005
50
komunikasi.17
Implementasinya pada pembelajaran melalui tahapan-tahapan
pembelajaran seperti berikut:
a. Memberi penjelasan tentang pengertian toleransi beragama dengan tujuan agar
siswa memiliki pengetahuan tentang toleransi beragama
b. Siswa diberi tugas untuk mencari, menemukan, artikel diberbagai media
tentang kerukunan umat beragama. (pada pembelajaran sebelumnya). Hal ini
akan mampu menghadapkan siswa pada suatu masalah yang mengandung
konflik, yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ciptakan situasi
“Seandainya siswa ada dalam masalah tersebut”
c. Peserta didik dibagi kelompok kecil dengan menggunakan perhitungan tempat
duduk.Disinilah akan terjadi proses sosial yang diharapkan antara mereka
terjadi interaksi sosial yang memiliki peran dan posisi masing-masing. Hal ini
bertujuan menginternalisasikan nilai-nilai akhlak mulia memilih pemimpin
yang kompeten,bertanggung jawab dan memberikan kemampuan penjelasan
kepada anggotanya yang dikenal sebagai tutor sebaya.
d. Meminta peserta didik menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-isyarat
yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan
orang lain.Mengajak siswa untuk menganalisis sesuatu masalah dengan melihat
bukan hanya yang tampak, tapi juga yang tersirat dalam permasalahan
tersebut,misalnya perasaan,kebutuhan,dan kepentingan orang lain.
e. Peserta didik menuliskan responsnya masing-masing. Memotivasi siswa untuk
menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi. Hal ini
dimaksudkan agar siswa dapat menelaah perasaannya sendiri sebelum
mendengar respons orang lain untuk dibandingkan. Setiap peserta didik akan
memberikan respon sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Semakin
banyak dia menguasai materi secara kognitif maka ia semakin pandai
memberikan solusi dalam pemecahan masalah. Inilah yang dikenal dengan
istilah Piaget yang dikenal dengan moral kognitif.
17
Hasil Wawancara dengan Bpk M. Basuki (Guru agama islam) tanggal 16 Maret 2012
51
f. Peserta didik menganalisis respons peserta didik lain. Hal ini bertujuan
mengajak siswa untuk menganalisis respons orang lain serta membuat kategori
dari setiap respons yang diberikan siswa.
g. Mengajak peserta didik melihat konsekuensi dari tiap tindakannya.Mendorong
siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan yang
diusulkan siswa.Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir tentang segala
kemungkinan yang akan timbul sehubungan dengan tindakannya.
h. Meminta peserta didik untuk menentukan pilihannya sendiri.Mengajak siswa
untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang untuk menambah
wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai
yang dimilikinya.Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang
harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya
sendiri.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun
2006 Tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, didalamnya
menyebutkan bahwa standar kompetensi lulusan satuan pendidikan pada semua
jenjang pendidikan peserta didik mampu menghargai keberagaman agama,
budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya.18
Dengan menggunakan model pengajaran aktif memberi kesempatan pada
siswa untuk aktif mencari, menemukan, dan mengevaluasi pandangan
keagamaannya sendiri dengan membandingkannya dengan pandangan keagamaan
siswa lainnya, atau agama-agama diluar dirinya. Dalam hal ini, proses mengajar
lebih menekankan pada bagaimana mengajarkan agama dan bagaimana
mengajarkan tentang agama.19
Dialog memungkinkan setiap komunitas yang notabenenya memiliki latar
belakang agama yang berbeda dapat mengemukakan pendapatnya secara
argumentatif. Dalam proses inilah diharapkan nantinya memungkinkan adanya
sikap saling mengenal antar tradisi dari setiap agama yang dipeluk oleh masing-
18
Khaeruddin dan Mahfud Junaedi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, hlm. 365
19ZakiyuddinBaidhawy, “Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural,” (Jakarta:
Erlangga 2005), hlm. 102-103
52
masing peserta didik sehingga bentuk-bentuk truth claim dapat diminimalkan,
bahkan mungkin dapat dibuang jauh-jauh.20
Ada beberapa keterampilan hidup bersama yang sedang dilatihkan dalam
proses pembelajaran seperti ini antara lain: dialog kelompok akan membawa
siswa berani mengekspresikan pendapatnya meski harus berbeda dengan yang
lain. Mereka juga belajar mendengar pendapat orang lain dari yang pro, serupa,
bahkan kontra. Siswa dilatih untuk menyintesis pandangan-pandangan yang
beragam terhadap tema yang dibahas. Tugas guru dalam proses ini sebagai
fasilitator, mengarahkan dialog dan memberi penguatan bila dirasa perlu.
4. Media Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
aktif dan komunikatif hal penting yang perlu diperhatikan adalah media
pembelajaran yang digunakan. Media pembelajaran Pendidikan Agama Islam
adalah sesuatu yang dapat dijadikan sarana dan prasarana yang dipergunakan
untuk membantu tercapainya tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.21
Dalam praktek dilapangan seringkali kita temukan istilah lain yang serupa atau
mungkin berkonotasi yang sama yaitu “alat peraga” dan “alat bantu belajar” . Dari
ketiga pengertian para ahli bersikap dengan membedakannya, namun adapula
yang menggunakannya dengan interpretasi yang sama.
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan
menggunakan media diharapkan siswa yang belajar tidak hanya sekedar meniru,
mencontoh, atau melakukan, apa yang diberikan kepadanya tetapi ia juga secara
aktif berupaya untuk berbuat atas dasar keyakinannya. Hal ini sesuai dengan
metode yang digunakan dalam penanaman nilai-nilai toleransi beragama di SMP
Negeri 23 Semarang yang menuntut siswa selalu belajar aktif dan efektif dalam
pembelajaran.
20
SyamsulMa’arif, Pendidikan Pluralisme di Indonesia, (Jogjakarta: Logung Pustaka, 2005)
hlm. 96-97
21Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: IKAPI, 2003) hlm.
103
53
Namun demikian dalam penanaman nilai-nilai toleransi pada pembelajaran
PAI di SMP Negeri 23 Semarang alat bantu belajar masih dikembangkan guru
sesuai dengan mata pelajaran, dan media pembelajaran masih terbatas. Dengan
sumber belajar: buku penunjang, kurikulum, media cetak, lingkungan dan
pengalaman siswa secara langsung. Padahal masih banyak media yang dapat
digunakan oleh guru dalam penanaman nilai-nilai toleransi, antara lain media
visual dinamis yang diproyeksikan, misal film, televisi, video, dengan media ini
guru akan lebih mudah menjelaskan kepada siswa tentang pentingnya toleransi
dalam kehidupan. Misalnya guru memperlihatkan video tentang kasus-kasus kecil
yang menarik seperti kasus kekerasan yang terjadi kepada kelompok aliran
Ahmadiyah,kasus kekerasan antar geng dan sebagainya. Dengan siswa melihat
langsung apa yang terjadi akibat tidak adanya rasa toleran dengan sesama siswa
akan mampu menyimpulkan bahwa sikap toleran itu penting. Karena pada
dasarnya Inti dari tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk akhlak yang
baik salah satunya adalah manusia memiliki toleransi dalam bersosialisasi
dikehidupan mendatang.
5. Respon Siswa
Peserta didik di SMP Negeri 23 Semarang mereka memiliki latar belakang
agama dan keyakinan yang berbeda. Dengan adanya perbedaan agama dan
keyakinan yang berbeda pada setiap siswa di SMP Negeri 23 Semarang, maka
pembelajaran di SMP Negeri 23 Semarang dituntut untuk selalu memahami
kondisi keberagamaan peserta didik. Dengan selalu menanamkan sikap toleran
dan saling bekerja sama antar siswa tanpa membedakan agama dan keyakinan.
Dalam pembelajaran siswa memberikan respon positif atas apa yang
disampaikan guru untuk selalu bersikap toleran terhadap siapapun. Dalam
pembelajaran siswa dapat menentukan pilihannya sendiri. Siswa memandang
permasalahan dari berbagai sudut pandang untuk menambah wawasan agar
mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
Siswa merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan
pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.
54
Pada usia 12 tahun ke atas yang dikenal sebagai fase tahap otonom, pada
fase ini anak mulai mengerti nilai-nilai dan mulai memakainya dengan cara
sendiri. Moralitasnya ditandai dengan kooperatif, bukan paksaan, interaksi dengan
teman sebaya, diskusi, kritik diri, rasa persamaan dan menghormati orang lain
merupakan faktor utama dalam fase ini.Sehingga model pembelajaran yang
digunakan memiliki kontribusi cukup baik untuk digunakan dalam fase ini, yang
notabenenya pada usia ini siswa belajar pada tingkat Sekolah Menengah Pertama.
D. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Penanaman Nilai-
nilai Toleransi Beragama pada Pembelajaran PAI di SMP Negeri 23
Semarang
Ainul Yaqin dalam bukunya pendidikan multikultural menjelaskan bahwa
untuk mendukung keberhasilan penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada
pembelajaran,sekolah sebaiknya memperhatikan beberapa hal: pertama, sekolah
sebaiknya membuat dan menerap peraturan sekolah yang diterapkan secara
khusus di satu sekolah tertentu yang berkaitan dengan nilai-nilai toleransi.
Kedua, untuk membangun rasa pengertian sejak dini antar siswa-siswa
yang mempunyai keyakinan keagamaan yang berbeda maka sekolah harus
berperan aktif menggalakkan dialog keagamaan atau dialog antar iman yang
tentunya tetap berada dalam bimbingan guru-guru dalam sekolah tersebut. Dialog
antar iman semacam ini merupakan salah satu upaya yang efektif agar siswa dapat
membiasakan diri melakukan dialog dengan penganut agama yang berbeda.
Ketiga, hal lain yang penting dalam penerapan pendidikan toleransi yaitu
kurikulum, dan buku-buku pelajaran yang dipakai, dan diterapkan disekolah.
Kurikulum pendidikan yang multikultural merupakan persyaratan utama yang
tidak bisa ditolak dalam menerapkan strategi pendidikan ini. Pada intinya,
kurikulum pendidikan multikultural adalah kurikulum yang memuat nilai-nilai
pluralisme dan toleransi keberagamaan. Begitu pula buku-buku, terutama buku-
buku agama yang di pakai disekolah, sebaiknya adalah buku-buku yang dapat
55
membangun wacana peserta didik tentang pemahaman keberagamaan yang
inklusif dan moderat.22
Sesuai dengan pendapat AinulYaqin diatas, untuk mendukung
keberhasilan dalam penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada pembelajaran
PAI di SMP Negeri23 Semarang ada beberapa faktor pendukung dan penghambat.
1. Faktor pendukung penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada
pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang:
a. Kebijakan pemerintah yang memberikan aturan tentang adanya penanaman
nilai-nilai toleransi beragama.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun
2006 Tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, didalamnya
menyebutkan bahwa standar kompetensi lulusan satuan pendidikan pada semua
jenjang pendidikan peserta didik mampu menghargai keberagaman agama,
budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya.23
b. Fasilitas yang memadai untuk belajar sesuai agama dan kepercayaan masing-
masing.
Dalam penanaman nilai-nilai toleransi beragama, di SMP Negeri 23
Semarang, ada beberapa tempat yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana
penanaman nilai-nilai toleransi beragama, seperti musholla, dan ruang ibadah
(agama kristen, katolik, dan hindu).24
c. Terwujudnya kerjasama antar warga sekolah dalam kegiatan keagamaan,
seperti: pesantren kilat dan buka bersama pada bulan ramadhan, perayaan hari
raya Qurban. Dalam kegiatan seperti ini siswa non muslim ikut berpartisipasi
dan saling menghargai. Dengan terwujudnya kerjasama antar warga sekolah
sehingga dapat mewujudkan kehidupan toleran yang lebih baik.
22
AinulYaqin, Pendidikan Multikultural (Yogyakarta : Pilar Media, 2005)hlm. 62-63
23Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006
24 Hasil Observasi peneliti tanggal 27 Maret 2012
56
d. Buku-buku pendukung yang menunjang pengetahuan siswa tentang toleransi
beragama. Seperti buku paket PAI,LKS,Al-Qur’an (untuk agama Islam) Al-
kitab (untuk agama non muslim).
e. Suasana sekolah yang cukup kondusif untuk penanaman nilai-nilai toleransi
beragama.
2. Faktor penghambat penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada
pembelajaran PAI di SMP Negeri 23 Semarang
Berdasarkan yang telah peneliti lakukan, ada banyak hal yang terjadi
dilapangan, ada beberapa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam .
menurut analisa peneliti sesuai dengan pendapat AinulYaqin diatas ada beberapa
factor penghambat dalam penanaman nilai-nilai toleransi beragama di SMP
Negeri23 Semarang diantaranya:
a. Tingkat kemampuan, kematangan emosional siswa yang tidak sama.
b. Kurangnya tenaga pendidik agama Hindu.
c. Kurangnya fasilitas (media pembelajaran) yang dapat digunakan untuk
menunjang penanaman nilai-nilai toleransi
d. Keterbatasan waktu dalam pembelajaran
e. Manajemen pengembangan kurikulum dan pembelajaran belum sepenuhnya
disesuaikan dengan program pemerintah, karena keterbatasan waktu
pembelajaran
f. Tidak adanya peraturan sekolah secara tertulis yang melarang diskriminasi
antar pemeluk agama di sekolah
Untuk mengatasi semua kendala diatas upaya yang harus dilakukan yaitu:
a. Selalu berupaya melaksanakan kegiatan bersama agar sedikit demi sedikit
tertanamkan nilai-nilai toleransi yang lebih baik.
b. Sekolah harus lebih memfasilitasi media pembelajaran yang menunjang
penanaman nilai-nilai toleransi.
c. Peraturan sekolah yang melarang diskriminasi antar pemeluk agama di sekolah.
d. Guru harus lebih kreatif dalam memilih dan mengaplikasikan media
pembelajaran menyesuaikan dengan kemampuan siswa
57
e. Guru harus bisa meningkatkan pemahaman dan pengetahuan siswa tentang
beragama.
f. Guru harus lebih memahami tingkat pemahaman dan emosional siswa dengan
selalu memberi motivator agar semua siswa tetap semangat melakukan
toleransi.
Bentuk pendidikan semacam inilah yang dapat dijadikan sebagai model
pendidikan di SMP Negeri 23 Semarang yang berupaya menumbuh kembangkan
perasaan cinta kasih dan saling menghormati diantara manusia yang pada
dasarnya memiliki perbedaan-perbedaan agama, etnis, ras, dan agama. Tentunya
model pendidikan seperti ini akan dapat meminimalisir konflik dan menuju
persatuan sejati.
56
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah peneliti memperhatikan deskripsi yang telah diuraikan pada bab I
sampai pada bab IV maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada pembelajaran PAI yang
berlangsung di SMP Negeri23 Semarang tergolong baik, dimana pelaksanaan
pembelajaran dilakukan dengan 1) memberi kesempatan kepada semua peserta
didik untuk mengikuti pembelajaran agama sesuai pemahaman agamanya masing-
masing, 2) menciptakan iklim toleran pada setiap pembelajaran (belajar dalam
perbedaan, membangun rasa saling percaya, memelihara sikap saling pengertian,
menjunjung tinggi sikap saling mengasihi) 3) memperdalam materi terkait
(Toleransi).
2. Model pengajaran dalam proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada
pembelajaran PAI di SMPN 23 Semarang menggunakan model pengajaran aktif
dan model pengajaran komunikatif dengan sumber belajar: buku penunjang,
kurikulum, media cetak, lingkungan dan pengalaman siswa secara langsung. Ada
beberapa keterampilan hidup bersama yang sedang dilatihkan dalam proses
pembelajaran seperti ini. Dalam mengimplementasikan nilai-nilai keberagamaan
tersebut terhadap siswa di sekolah guru harus memiliki paradigma pemahaman
keberagamaan yang moderat. Dengan desain pembelajaran agama semacam ini,
diharapkan akan tercipta sebuah proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan
kesadaran dikalangan anak didik untuk hidup damai, penuh toleransi, dan tanpa
konflik. Sebab pendidikan merupakan media dengan kerangka yang paling
sistematis, paling luas penyebarannya, dan paling efektif kerangka
implementasinya.
57
3. Ada beberapa faktor pendukung dan penghambat penanaman nilai-nilai toleransi
beragama pada pembelajaran PAI di SMP Negeri23 Semarang, faktor pendukung
diantaranya: kebijakan pemerintah yang memberikan aturan tentang adanya
penanaman nilai-nilai toleransi beragama, fasilitas yang memadai untuk belajar
sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, terwujudnya kerjasama antar
warga sekolah dalam kegiatan keagamaan. Adapun faktor penghambatnya
diantaranya: tingkat kemampuan, kematangan emosional siswa yang tidak sama,
kurangnya tenaga pendidik agama Hindu, Kurangnya fasilitas (media
pembelajaran) yang dapat digunakan untuk menunjang penanaman nilai-nilai
toleransi, keterbatasan waktu dalam pembelajaran.
B. Saran
Dari ringkasan temuan serta kesimpulan dari peneliti dan dengan segala
kerendahan hati, penulis akan mengajukan beberapa saran yang sekiranya dapat
dijadikan bahan pertimbangan. Adapun saran-saran tersebut adalah:
1. Bagi Sekolah
a. Lebih mendukung terhadap program pembelajaran PAI yang berlangsung dan
memfasilitasi segala sesuatu yang dibutuhkan dalam proses penanaman nilai-
nilai toleransi beragama di SMP Negeri23 Semarang.
b. Kepada semua pihak sekolah hendaknya lebih memahami dan saling
menghargai terhadap segala perbedaan yang ada, agar dapat tercipta suasana
pembelajaran yang kondusif untuk terciptanya tujuan pendidikan.
2. Bagi Guru
a. Hendaknya guru lebih memperhatikan perbedaan emosional siswa dalam
penanaman nilai-nilai toleransi beragama, karena tingkat pemahaman stiap
peserta didik akan adanya perbedaan tidak sama.
b. Guru harus selalu membimbing peserta didik dalam melakukan toleransi
agama.
58
c. Guru harus lebih kreatif dalam memilih dan mengaplikasikan media
pembelajaran menyesuaikan dengan kemampuan siswa.
d. Guru harus bisa meningkatkan pemahaman dan pengetahuan siswa tentang
beragama.
e. Guru harus bisa menjadi contoh keteladanan bagi siswa dalam melakukan
toleransi beragama.
3. Bagi siswa
a. Siswa harus lebih aktif dalam mencari, menemukan, menanggapi masalah-
masalah tentang toleransi.
b. Siswa harus selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan keagamaan yang
diadakan sekolah.
c. Siswa harus lebih menghargai segala perbedaan dalam pergaulan dengan
teman sebaya. Dengan tidak membeda-bedakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin, Pendidikan Agama Era MultiKultural MultiReligius, Jakarta :
PSAP, 2005
Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehdupan Manusia Pengantar Antropologi
Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maraghi terj. Bahrun Abubakar,
Semarang: Thoha Putra, 1993
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.
Baidhawy, Zakiyuddin, “Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural,”
Jakarta: Erlangga 2005
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: J-Art, 2005
Faidhani, Achmad, Konsepsi Al-Qur'an Tentang Tasamuh (Toleransi) dan
Implementasinya Terhadap Pendidikan Islam, Skripsi, Semarang: Program
Strata 1 Fak Tarbiyah IAIN Walisongo 2006
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisingo Semarang , Pedoman Penulisan Skrpsi,
Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2010, Cet 1
Fanani, Ahwan, Hubungan Antar Umat Beragama dalam Perspektif Lembaga
Organisasi Keagamaan (Islam) Jawa Tengah, Semarang: PUSLIT IAIN
Walisongo, 2010
Hamuza, Hijriyah, “Mencermati Makna Ajaran Muhammad Solusi Problem
Ummah Masa Kini” , Edukasi, vol. VI, No 1, Juni 2009
Hari,Cecep Syamsul, dan Tholib Anis, Ringkasan Shahih Al-Bukhari, (Bandung:
Mizan, 2000), hlm. 267
Idi,Abdullah dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2006
Ilhami, Herman, Pendidikan Pluralisme Studi Kasus Integrated Curriculum Di
SLTP Madania Bogor, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2008
Junaedi, Mahfud, Ilmu Pendidikan Islam Filsafat Dan Pengembangan,
Semarang: Rasail, 2010
Ma’arif, Syamsul, Pendidikan Pluralisme di Indonesia, Jogjakarta: Logung
Pustaka, 2005
Moleong, Lexi J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:pt. Remaja
Rosdakarya,1993.
Muhammad, Husein, Mengaji Pluralisme Kepada Mahaguru Pencerahan,
Bandung: Mizan, 2011
Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: IKAPI, 2003
Mustholih, Achmad, Konsep Pendidikan Pluralisme Menurut Abdurrahman
Wahid dalam Perspektif Pendidikan Islam, Semarang: Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo, 2011
Naim,Ngainun, dan Achmad Syauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan
Aplikasi, Jogjakarta: Ar-ruz Media, 2008
Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada
Uneversity Press, 1998
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei
2006
Quthb, Sayyid, Fi Dzilal Al-Qur’an terj, As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani,
2000, Cet, 1
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah Pesan,KesandanKeserasian Al-Qur’an,
Jakarta: Lentera Hati, 2005 Cet 1, Vol 1
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah Pesan,KesandanKeserasian Al-Qur’an,
Jakarta: Lentera Hati, 2005, Cet 1, Vol 6
SM, Ismail, Strategi PembelajaranPAIBerbasisPAIKEM, Semarang: Rasail, 2009
Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan (Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif Dan
R&D,) Bandung: Alfa Beta, 2011
Syarbini, Amirulloh, Alqur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, Bandung:
Quanta, 2011
Thoha, Anis Malik, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, Jakarta: Perspektif,
2005
Thoha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jogjakarta: Pustaka Pelajar,
1996
UUD 1945 Pasal 29 ayat 2
Yaqin, Ainul, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta : Pilar Media, 2005
Zuriah, Nurul, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan Antara Teori Dan
Praktek, Jakarta: Pt.Bumi Aksara, 2006
DATA GURU AGAMA DI SMP NEGERI 23 SEMARANG
Guru Agama Islam 2
Guru Agama Kristen 1
Guru Agama Katolik 1
Guru Agama Hidu -
Guru Agama Budha -
DATA SISWA MUSLIM DAN NON MUSLIM DI SMP NEGERI 23
SEMARANG
Kelas Jumlah siswa Siswa
Beragama
Islam
Siswa
Beragama
Kristen
Siswa
Beragama
Katolik
Siswa
Beragama
Hindu
VII A 36 36 - - -
VII B 36 36 - - -
VII C 36 36 - - -
VII D 36 36 - - -
VII E 36 30 6 - -
VII F 36 34 - 2 -
VII G 36 35 - 1 -
VIII A 36 36 - - -
VIII B 36 36 - - -
VIII C 36 36 - - -
VIII D 36 36 - - -
VIII E 36 28 8 - -
VIII F 36 35 - 1 -
VIII G 36 35 - 1 -
IX A 36 36 - - -
IX B 36 36 - - -
IX C 35 35 - - -
IX D 36 36 - - -
IX E 34 25 9 - -
IX F 36 34 - 2 -
IX G 36 35 - - 1
Instrumen Observasi di SMPN 23 Semarang
Materi instrumen Ya Tidak Keterangan
Kondisi keberagamaan di
SMPN 23 Semarang
Interaksi sosial yang terjadi
antara siswa muslim terhadap
siswa non muslim dengan
adanya perbedaan agama di
SMPN 23 Semarang
Sikap toleransi yang di
tunjukkan antara siswa
pemeluk agama Islam dengan
siswa pemeluk agama non
Islam di SMPN 23 Semarang
Proses penanaman nilai-nilai
toleransi beragama secara
umum di SMPN 23 Semarang
1. Kegiatan
keberagamaan yang
mendukung
penanaman nilai-nilai
toleransi beragama di
SMPN 23 Semarang
2. Fungsi tempat
peribadatan sebagai
sarana penanaman
nilai-nilai toleransi
beragama di SMPN 23
Semarang
3. Peran guru dalam
penanaman nilai-nilai
toleransi beragama di
SMPN 23 Semarang
Proses penanaman nilai-nilai
toleransi beragama pada
pembelajaran PAI di SMPN
23 Semarang
1. Memberi kesempatan
setiap siswa untuk
mengikuti
pembelajaran agama
sesuai pemahaman
agamanya masing-
masing.
2. Menyelipkan nilai-
nilai toleransi pada
setiap pembelajaran:
a. Belajar dalam
perbedaan
b. Membangun saling
percaya
c. Memlihara sikap
saling pengertian
d. Menjunjung tinggi
sikap saling
menghargai
3. Lebih memperdalam
materi pelajaran yang
terkait (tasammuh)
Model penanaman nilai-nilai
toleransi beragama pada
pembelajaran PAI di SMPN
23 Semarang
1. Model pengajaran
komunikatif yang
memungkinkan setiap
komunitas yang
berbeda
mengemukakan
pendapat
2. Model pengajaran
aktif dengan memberi
kesempatan siswa
untuk mencari
menemukan dan
mengevaluasi
pandangan
keagamaannya
PEDOMAN WAWANCARA
Guru Agama Non Muslim
1. Apakah yang dimaksud dengan toleransi beragama?
2. Bagaimana menurut Ibu tentang perbedaan agama di di SMPN 23 Semarang?
3. Bagaimana sikap siswa non muslim terhadap siswa muslim di SMPN 23 Semarang?
4. Bagaimana proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama di SMPN 23 Semarang?
5. Bagaimana peran guru dalam penanaman nilai-nilai toleransi beragama di SMPN 23
Semarang?
6. Apakah ada kegiatan keagamaan yang mendukung penanaman nilai-nilai toleransi
beragama di SMPN 23 Semarang?
7. Apakah ada mata pelajaran agama khusus untuk siswa yang beragama non muslim di
SMPN 23 Semarang?
8. Metode apa yang digunakan dalam penanaman nilai-nilai toleransi beragama di
SMPN 23 Semarang?
9. Apa indikator keberhasilan penanaman nilai-nilai toleransi beragama di SMPN 23
Semarang
10. Apa faktor pendukung dan penghambat penanaman nilai-nilai toleransi beragama di
SMPN 23 Semarang?
11. Upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut di SMPN 23 Semarang?
PEDOMAN WAWANCARA
Guru Agama Islam
1. Apakah yang dimaksud dengan toleransi beragama?
2. Bagaimana menurut bapak tentang perbedaan agama di di SMPN 23
Semarang?
3. Bagaimana sikap siswa muslim terhadap siswa non muslim di SMPN 23
Semarang?
4. Ada berapa tempat peribadatan yang ada di SMPN 23 Semarang?
5. Apa fungsi tempat peribadatan yang ada di SMPN 23 Semarang ?
6. Bagaimana proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama di SMPN 23
Semarang?
7. Bagaimana peran guru dalam penanaman nilai-nilai toleransi beragama di
SMPN 23 Semarang?
8. Apakah ada kegiatan keagamaan yang mendukung penanaman nilai-nilai
toleransi beragama di SMPN 23 Semarang?
9. Bagaimana proses penanaman nilai-nilai toleransi beragama pada
pembelajaran PAI di SMPN 23 Semarang?
10. Metode apa yang digunakan dalam penanaman nilai-nilai toleransi
beragama pada pembelajaran PAI di SMPN 23 Semarang?
11. Apakah ada mata pelajaran khusus untuk siswa yang beragama non
muslim di SMPN 23 Semarang?
12. Apa indikator keberhasilan penanaman nilai-nilai toleransi beragama di
SMPN 23 Semarang
13. Apa faktor pendukung dan penghambat penanaman nilai-nilai toleransi
beragama di SMPN 23 Semarang?
14. Upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut di SMPN 23
Semarang?
PEDOMAN WAWANCARA
Siswa Muslim
1. Bagaimana sikap siswa muslim terhadap siswa non muslim?
2. Apakah siswa muslim sering bekerja kelompok dengan siswa non muslim?
3. Apakah pernah terjadi perselisihan antara siswa muslim dengan siswa non
muslim,yang disebabkan perbedaan agama?
Siswa Non Muslim
1. Bagaimana sikap siswa non muslim terhadap siswa muslim?
2. Apa yang siswa non muslim lakukan ketika dikelas sedang dilakukan
pembelajaran PAI?
3. Apakah siswa non muslim sering bekerja kelompok dengan siswa muslim?
4. Ketika sedang ada kegiatan keagamaan siswa muslim,seperti buka bersama
apakah siswa non muslim ikut berpartisipasi?
5. Apakah pernah terjadi perselisihan antara siswa muslim dengan siswa non
muslim,yang disebabkan perbedaan agama?
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Lina Riqotul Wafiyah
Tempat tanggal lahir : Pati, 8 September 1989
NIM : 083111079
Alamat Rumah : Dukuhseti RT 05/ RW 01 Pati
E-mail : [email protected]
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. MI 01 Dukuhseti Lulus Tahun 2001
b. MTs. Manahijul Huda Ngagel Pati Lulus Tahun 2005
c. MA Assalamah Pati Lulus Tahun 2008
d. IAIN Walisongo Semarang Lulus Tahun 2012
Semarang, 9 Mei 2012
Peneliti,
Lina Riqotul wafiyah
NIM : 083111079