Penanaman Nilai-nilai Agama

79
i PENANAMAN NILAI-NILAI AGAMA Studi Kualitatif Pada Keluarga Pasangan Beda Agama Di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun 2012 SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam Disusun oleh: WAKHIDA MUAFAH 11108090 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2013

description

PENANAMAN NILAI-NILAI AGAMA Studi Kualitatif Pada Keluarga Pasangan Beda Agama-STAIN

Transcript of Penanaman Nilai-nilai Agama

  • i

    PENANAMAN NILAI-NILAI AGAMA

    Studi Kualitatif Pada Keluarga Pasangan Beda Agama Di Desa Doplang

    Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun 2012

    SKRIPSI

    Diajukan untuk memperoleh gelar

    Sarjana Pendidikan Islam

    Disusun oleh:

    WAKHIDA MUAFAH

    11108090

    JURUSAN TARBIYAH

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

    SALATIGA

    2013

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    MOTTO

    Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api

    neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat

    yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang

    diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan

    (QS. At-Takhrim:6)

  • vii

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

    1. Kedua orang tuaku Bapak Jupri & Ibu Basariyah, terima kasih telah mendidik,

    membesarkan, membimbing serta mendukungku dengan penuh cinta, kasih

    sayang dan kesabaran.

    2. Adikku tersayang Anis Nainiyah, yang selalu memberikan motivasi dan

    dukungannya sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

    3. Luna Kinania, yang selalu mencerahkan hari-hariku dengan segala kelucuan

    tingkah lakunya.

    4. Keluarga besar dari Mbah Amir Mubari dan Mbah Suhadi, terima kasih atas

    segala doa dan motivasi yang telah kalian berikan.

    5. Sahabat-sahabatku Mamik, Ayda Hesti, Ranita, Mia dan Dwi Isnaini yang selama

    ini memberikan suport dalam kelancaran penyelesaian skripsi.

    6. Teman-teman PAI C 08, terima kasih atas segala doa dan dukungan kalian.

  • viii

    ABSTRAK

    Muafah, Wakhida. 2013. Penanaman Nilai-nilai Agama (Studi Kualitatif Pada Keluarga

    Pasangan Beda Agama Di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten

    Semarang Tahun 2012). Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan

    Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen

    Pembimbing Muna Erawati, M.Si.

    Kata kunci: Penanaman Nilai Agama, Pasangan Beda Agama, Pernikahan Beda Agama,

    Keluarga.

    Pernikahan beda agama merupakan salah satu konsekuensi logis yang muncul dari

    kemajemukan masyarakat Indonesia. Keluarga merupakan pilar utama bagi

    pembentukan kepribadian anak yang perlu dilakukan dengan menanamkan pendidikan

    agama pada mereka sejak dini. Penanaman nilai agama Islam pada anak dalam keluarga

    beda agama tentu akan berbeda apabila dibandingkan dengan keluarga yang sama-sama

    Muslim. Hal ini menarik minat peneliti untuk menguak lebih jauh mengenai: Pertama,

    Bagaimana cara anak pasangan beda agama dalam menentukan agamanya, apakah ada

    campur tangan orang tuanya atau kehendak sendiri dalam menetapkan agamanya?

    Bagaimana cara orang tua menanamkan nilai-nilai agama Islam pada anak dalam

    keluarga pasangan beda agama?

    Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Subjek yang

    dilibatkan dalam penelitian sebanyak tiga keluarga pasangan beda agama di Desa

    Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Pengambilan data dilakukan dengan

    teknik wawancara dan dokumentasi.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, orang tua memiliki peran yang

    dominan dalam penetapan agama anak. Kedua, dalam menanamkan nilai-nilai agama

    Islam pada anak, orang tua pasangan beda agama menggunakan beberapa cara atau

    metode seperti memperhatikan perkembangan keagamaan anak, mengingatkan,

    membimbing, membiasakan, mengajak, mengajarkan dan menganjurkan.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Bissmillahirrahmanirrakhim

    Alhamdulillahi robilalamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas

    kehadiran Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang tiada

    terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Penanaman

    Nilai-nilai Agama (Studi Kualitatif Pada Keluarga Pasangan Beda Agama Di Desa

    Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun 2012).

    Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan pengarahan

    dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan

    hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:

    1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.

    2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.

    3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si selaku Ketua Progdi PAI STAIN Salatiga.

    4. Ibu Muna Erawati, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan

    memberikan pengarahan, bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran

    sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    5. Bapak dan Ibu dosen STAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu

    pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

    6. Karyawan-karyawati STAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta

    bantuan.

  • x

    7. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing serta

    memotivasi kepada penulis, baik moral maupun spiritual.

    8. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Dan Politik, Kepala Bappeda Kabupaten

    Semarang, Camat Bawen, khususnya kepada Bapak Supriyanto selaku Kepala

    Desa Doplang beserta stafnya yang telah memberikan ijin penelitian di Desa

    Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.

    9. Bapak dan Ibu yang ada di Desa Doplang yang telah bersedia menjadi

    responden dalam penelitian ini.

    10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga dapat

    terselesaikan dengan baik semoga amal kebaikannya diterima disisi Allah SWT.

    Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan

    saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi

    penulis khususnya serta para pembaca pada umumnya.

    Salatiga, 12 Februari 2013

    Penulis

    WAKHIDA MUAFAH

    NIM. 11108090

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

    LEMBAR BERLOGO ................................................................................. ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iii

    PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................. iv

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................... v

    MOTTO ....................................................................................................... vi

    PERSEMBAHAN ....................................................................................... vii

    ABSTRAK................................................................................................... viii

    KATA PENGANTAR ................................................................................. ix

    DAFTAR ISI ............................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1

    B. Fokus Penelitian .............................................................. 8

    C. Tujuan Penelitian ............................................................. 8

    D. Kegunaan Penelitian ....................................................... 8

    E. Penegasan Istilah ............................................................. 9

    F. Metode Penelitian ............................................................ 10

    1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ............................... 10

  • xii

    2. Kehadiran Peneliti ..................................................... 10

    3. Lokasi Penelitian ....................................................... 11

    4. Sumber Data .............................................................. 11

    5. Prosedur Pengumpulan Data ..................................... 11

    6. Analisis Data ............................................................. 13

    7. Pengecekan Keabsahan Data ..................................... 14

    8. Tahap-tahap Penelitian .............................................. 15

    9. Sistematika Penulisan ............................................... 16

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A. Penanaman Nilai-nilai Agama ........................................ 18

    1. Pengertian Nilai-nilai Agama .................................... 18

    2. Pengertian Penanaman Nilai-nilai Agama ................ 19

    3. Bentuk Nilai-nilai Agama Islam ............................... 20

    4. Materi Pendidikan pada Usia Remaja ....................... 26

    5. Pola Keluarga ............................................................ 27

    B. Pernikahan ...................................................................... 30

    1. Pengertian Pernikahan/Perkawinan ........................... 30

    2. Asas-asas Perkawinan dalam Undang-undang

    Perkawinan ................................................................ 32

    C. Perkembangan Nilai Pada Remaja Usia Menikah .......... 34

    1. Remaja dan Ciri-cirinya ............................................ 35

    2. Perkembangan Remaja .............................................. 37

  • xiii

    BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

    A. Paparan Data .................................................................... 39

    1. Paparan Data tentang Gambaran Umum Daerah

    Penelitian ................................................................... 39

    2. Data Responden ........................................................ 43

    B. Profil Subjek Penelitian ................................................... 44

    1. Profil Keluarga Bapak JK ......................................... 44

    2. Profil Keluarga Bapak DC ........................................ 45

    3. Profil Keluarga Bapak JN ......................................... 45

    C. Temuan Penelitian ........................................................... 46

    1. Proses Pemilihan Agama Anak dari Keluarga

    Pasangan Beda Agama .............................................. 46

    2. Proses Penanaman Nilai-nilai Agama Islam pada

    Anak dari Keluarga Pasangan Beda Agama ............. 49

    BAB IV PEMBAHASAN

    A. Peran Orang Tua Dalam Pemilihan Agama Anak .......... 52

    1. Keluarga Bapak JK ................................................... 52

    2. Keluarga Bapak DC .................................................. 52

    3. Keluarga Bapak JN ................................................... 53

    B. Pola Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga

    Pasangan Beda Agama ................................................... 53

    1. Keluarga Bapak JK ................................................... 55

  • xiv

    2. Keluarga Bapak DC .................................................. 56

    3. Keluarga Bapak JN ................................................... 57

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ...................................................................... 60

    B. Saran-saran ..................................................................... 60

    DAFTAR PUSTAKA

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • xv

    DAFTAR TABEL DAN BAGAN

    TABEL 3.1 Jumlah Penduduk menurut Usia

    TABEL 3.2 Jumlah Penduduk menurut Agama

    TABEL 3.3 Jumlah Penduduk menurut Pendidikan

    TABEL 3.4 Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian Keluarga

    TABEL 3.5 Jumlah Penduduk menurut Kepala Keluarga

    TABEL 3.6 Daftar Keluarga Pasangan Beda Agama

    TABEL 3.7 Daftar Nama, Usia dan Keagamaan Anak

    BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DESA DOPLANG

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    1. Daftar Pustaka

    2. Daftar Riwayat Hidup

    3. Pedoman Wawancara

    4. Surat Ijin Penelitian

    5. Surat Pernyataan Telah Meneliti

    6. Lembar Konsultasi

    7. Laporan SKK

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Salah satu keutamaan manusia dibanding makhluk lainnya di bumi ini

    adalah pengangkatan dirinya sebagai khalifah fi al-ardh, yang diserahi tugas untuk

    mengelola kehidupan di planet bumi ini. Manusia selain sebagai makhluk individu

    juga sebagai makhluk sosial, di mana manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia

    selalu membutuhkan orang lain guna memenuhi kebutuhannya, termasuk

    kebutuhan akan kebahagiaan. Dengan menikah dan membentuk sebuah keluarga

    merupakan salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan. Dalam rangka

    menyukseskan tugas manusia sebagai khalifah di bumi, Islam membolehkan

    bahkan menganjurkan untuk menikah bagi yang sudah siap jasmani maupun

    rohaninya, antara lain agar keberlangsungan generasi manusia tetap terjamin

    sampai di hari kiamat nanti (Kamal dan Mulia, 2003: 1).

    Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang sangat heterogen, di

    mana terdiri dari bermacam-macam suku bangsa, beraneka ragam budaya, juga

    adanya perbedaan agama. Hal ini sangat berpengaruh dalam pergaulan sehari-hari

    serta kehidupan bermasyarakat. Masyarakat dapat bergaul dengan bebas dengan

    pemeluk agama lain, tanpa membeda-bedakan agama satu dengan yang lain.

    Keanekaragaman yang ada tidak menjadikan bangsa Indonesia terpecah dan saling

    memunculkan sikap fanatik antara satu dengan lainnya. Kerukunan dapat terjalin

    dengan baik jika dalam diri masing-masing masyarakat tertanam sikap toleransi dan

    mau menerima pendapat orang lain sehingga tidak memunculkan sikap curiga

  • 2

    terhadap kelompok atau pemeluk agama lain. Masyarakat Indonesia terdiri dari

    berbagai suku dan agama yang berbeda-beda, dalam kondisi kemajukan seperti itu

    seorang muslim hampir dipastikan sulit untuk menghindari dari persentuhan dan

    pergaulan dengan orang yang beda agama. Pada posisi seperti ini ketertarikan pria

    atau wanita Muslim dengan orang yang beda agama dengannya atau sebaliknya,

    yang berujung pada pernikahan hampir pasti tidak terelakkan. Dengan kata lain,

    persoalan pernikahan antar agama hampir pasti terjadi pada setiap masyarakat yang

    majemuk seperti di Indonesia.

    Pernikahan beda agama merupakan salah satu akibat dari interaksi sosial

    yang terbina dalam masyarakat majemuk. Perkawinan adalah sebuah akad yang

    mengikat kedua pihak yang setara yaitu laki-laki dan perempuan yang masing-

    masing telah memenuhi persyaratan berdasarkan hukum yang berlaku atas dasar

    kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak untuk membentuk keluarga (Kamal dan

    Mulia, 2003: 1). Sebuah keluarga akan terasa lengkap jika telah dikaruniai anak,

    memiliki keturunan merupakan salah satu tujuan dari pernikahan. Pernikahan yang

    terjadi antara pasangan yang berbeda agama sudah pasti ada dampak yang akan

    dialami oleh pelaku pernikahan beda agama, kedua belah pihak keluarga bahkan

    keturunan atau anak dari pasangan beda agama tersebut juga akan menuai dampak

    dari pernikahan beda agama itu baik bersifat positif maupun negatif. Indonesia

    sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, yang sila pertamanya ialah Ketuhanan

    Yang Maha Esa, maka antara perkawinan dengan agama mempunyai hubungan

    yang erat, karena perkawinan bukan saja mempunyai unsur jasmani tetapi juga

  • 3

    mempunyai unsur rohani yang memegang peranan penting. Artinya bahwa

    perkawinan tidak cukup dengan adanya ikatan lahir saja atau ikatan batin saja

    melainkan keduanya harus berjalan seimbang (Adji, 1989: iii) agar terciptanya

    keluarga yang harmonis sesuai dengan apa yang diinginkan.

    Dalam pandangan Islam, setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah),

    semua tergantung pada orang tuanya, kemana mereka hendak mengarahkannya. Hal

    tersebut sesuai dengan hadits:

    .

    ( )

    Artinya:

    Setiap bayi tidaklah dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (H.R Bukhori).

    Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang telah memiliki potensi-potensi

    bawaan atau fitrah. Dengan pengajaran, bimbingan dan latihan ke depannya

    seseorang akan mampu mengembangkan kemampuan atau potensi yang telah

    dimilikinya. Oleh sebab itu, orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik

    anaknya sesuai dengan ajaran agama Islam karena orang tualah yang mempunyai

    pengaruh besar terhadap kepribadian dan akhlak anaknya. Dengan kata lain,

    keluarga merupakan wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan

    perkembangan anak. Di dalam keluarga itulah akan berkembang dan terbentuknya

    kepribadian anak serta tempat untuk belajar berinteraksi sosial.

  • 4

    Faktor psikologis yang paling penting dalam kehidupan seorang anak di era

    globalisasi seperti saat ini adalah kepercayaannya, dan kehidupannya sebagian

    besar berpusar di seputar kepercayaan. Hal ini berkaitan dengan perbuatan yang

    dilakukannya dalam meniru atau melalui bujukan orang lain, kepercayaannya

    dengan orang-orang disekelilingnya seperti bapak-ibu, saudara-saudara, pengasuh

    anak, guru dan sebagainya, dan dengan perbuatan yang dia lakukan menurut

    penilaiannya sendiri. Semua itu adalah perbuatan yang ditujukan untuk mencari

    perkembangannya sendiri (Behesyti, 2003: 14). Pada dasarnya, kepercayaan

    seorang anak sebagian besar merupakan suatu refleksi bimbingan kepercayaan yang

    dilakukan oleh orang tua dengan penuh kasih sayang, dan sikap kasih sayang

    mereka kepadanya atau satu sama lain sehingga mempengaruhi hatinya (Behesyti,

    2003: 15). Dalam kehidupan sehari-hari anak lebih banyak menghabiskan waktu

    bersama orang tuanya sehingga di awal proses perkembangannya anak akan lebih

    banyak meniru tingkah laku orang tua baik tingkah laku bergaul, bersosialisasi

    dengan lingkungan maupun dalam ritual keagamaan. Kepribadian anak terbentuk

    melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserapnya terutama dalam

    keluarga.

    Tetapi yang menjadi masalah, ketika sang anak dari pasangan beda agama

    melihat orang tuanya melakukan ritual keagamaan yang berbeda maka akan

    membawa pengaruh bagi perkembangan keagamaan maupun perkembangan

    psikologis anak tersebut. Anak akan merasa bingung hendak mengikuti sang ayah

    atau ibunya yang sudah menjadi panutan sejak dari kecil. Dalam keluarga pasangan

  • 5

    beda agama, besar kemungkinan terjadinya suatu kompetisi antara ayah dan ibu

    untuk mempengaruhi anak-anaknya agar mau mengikuti agama yang dianutnya.

    Pernikahan beda agama umumnya akan menyebabkan anak-anak kebingungan

    dalam memilih agama yang akan diyakininya. Pada umumnya anak akan lebih

    cenderung memilih dan mengikuti agama yang mempunyai pengaruh paling

    dominan dalam keluarganya.

    Setiap orang tua yang beragama Islam mempunyai kewajiban untuk

    mendidik anaknya sesuai dengan ajaran agama Islam karena orang tualah yang

    mempunyai pengaruh besar terhadap kepribadian dan akhlak anaknya. Sudah

    menjadi hal yang wajar jika orang yang beragama Islam menginginkan anak-

    anaknya mengikuti agama yang dianut dan diyakininya walaupun pasangannya

    berbeda keyakinan dengannya. Pendidikan agama pada masa kanak-kanak

    seharusnya dilakukan oleh orang tua yaitu dengan jalan membiasakannya kepada

    tingkah laku dan akhlak yang diajarkan oleh agama. Demikian pula dengan nilai-

    nilai agama dan kaidah-kaidah sosial yang lain, sedikit demi sedikit harus masuk

    dalam pembinaan mental sang anak. Apabila pendidikan agama itu tidak diberikan

    kepada sang anak sejak ia kecil, maka akan sukar baginya untuk menerima

    pendidikan agama nanti kalau ia sudah dewasa, karena dalam kepribadiannya yang

    terbentuk sejak kecil itu tidak terdapat unsur-unsur agama (Daradjat, 1979: 128).

    Orang tua akan membiasakan anak-anaknya untuk mempelajari agama

    Islam serta menanamkan nilai-nilai agama Islam sedini mungkin dimaksudkan agar

    anak memiliki kepribadian yang tidak mudah dipengaruhi oleh dampak negatif

  • 6

    yang terjadi di lingkup kehidupan sosial yang lebih luas. Pendidikan Agama Islam

    dalam lingkungan keluarga harus mencakup semua dasar keislaman yaitu aqidah,

    ibadah, dan akhlak. Nilai-nilai aqidah mengajarkan manusia untuk percaya akan

    adanya Allah sebagai Dzat Yang Maha Esa dan Maha Kuasa sebagai pencipta alam

    semesta yang akan senantiasa mengawasi dan memperhitungkan segala amal

    perbuatan manusia di dunia. Nilai-nilai ibadah mengajarkan pada manusia agar

    dalam setiap perbuatannya selalu dilandasi hati yang ikhlas guna mencapai ridho

    Allah. Sedangkan nilai-nilai akhlak mengajarkan kepada manusia untuk bersikap

    dan berperilaku yang baik sesuai dengan norma atau aturan yang telah ditetapkan

    dalam ajaran Islam. Selain itu nilai-nilai Islam juga mengatur hubungan manusia

    dengan Allah, hubungan mausia dengan sesama manusia serta mengatur tentang

    hubungan manusia dengan alam secara menyeluruh.

    Potensi anak sangat strategis bukan hanya bagi kehidupan dan hari depan

    suatu keluarga, tetapi juga bagi kehidupan dan hari depan suatu bangsa. Oleh

    karena itu, pembelajaran tentang keagamaan sangatlah penting diberikan kepada

    anak supaya perilaku anak-anak mencerminkan pribadi yang berilmu dan berakhlak

    mulia. Dalam pernikahan pasangan beda agama, perbedaan agama itu akan

    memunculkan akibat bagi orang yang menjalaninya, diantaranya mengenai

    pendidikan keagamaan bagi anak. Dalam keluarga pasangan beda agama, berebut

    pengaruh keyakinan antara ayah dan ibu terhadap sang anak kemungkinan akan

    terjadi. Keduanya akan menanamkan ajaran agama yang dipeluknya kepada sang

  • 7

    anak dan diharapkan agar sang anak mau ikut ke dalam agamanya serta

    melaksanakan ajaran agama sesuai dengan yang diperintahkan.

    Untuk menanamkan agama dan pendidikan apa yang akan dianut anak

    bukanlah hal yang mudah, lantaran kedua orangtuanya berbeda keyakinan. Sebagai

    contoh bagi pasangan beda agama, orang tua yang beragama Islam baik sang ayah

    maupun ibu pasti akan mengajarkan kepada anaknya mengenai agama Islam, mulai

    dari pengetahuan tentang tauhid hingga segala hal yang mencakup peribadatan dan

    hubungan sosial menurut ajaran Islam. Mereka berharap anaknya akan memilih

    Islam sebagai agamanya sehingga mereka dapat melaksanakan ritual keagamaan

    bersama seperti shalat berjamaah maupun ritual berpuasa. Penanaman nilai-nilai

    agama Islam pada anak dalam keluarga pasangan beda agama memang

    membutuhkan proses yang berbeda dengan penanaman nilai-nilai keagamaan pada

    anak dalam keluarga yang seagama.

    Berangkat dari latar belakang diatas, penulis bermaksud untuk mengadakan

    penelitian tentang penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak dalam keluarga

    pasangan beda agama dengan judul Penanaman Nilai-nilai Agama (Studi

    Kualitatif Pada Keluarga Pasangan Beda Agama Di Desa Doplang Kecamatan

    Bawen Kabupaten Semarang Tahun 2012).

    B. Fokus Penelitian

    Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas maka

    rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

  • 8

    1. Bagaimana cara anak dalam menentukan agamanya, apakah ada unsur campur

    tangan orang tua atau kehendaknya sendiri dalam menetapkan agamanya?

    2. Bagaimana cara orang tua menanamkan nilai-nilai agama Islam pada anak dalam

    keluarga pasangan beda agama?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah:

    1. Untuk mengetahui cara penentuan agama yang dipilih anak dalam keluarga

    pasangan beda agama.

    2. Untuk mengetahui cara orang tua yang berbeda agama dalam menanamkan nilai-

    nilai agama Islam pada anak.

    D. Kegunaan Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada semua

    pihak terkait, baik kalangan akademis maupun masyarakat umum. Manfaat

    penelitian ini adalah:

    1. Secara Teoritis

    Penelitian ini diharapkan memperkaya kajian mengenai keluarga dalam Islam,

    khususnya pernikahan beda agama.

    2. Secara Praktis

    Dapat digunakan sebagai pijakan untuk pembinaan keagamaan bagi keluarga

    pasangan beda agama.

  • 9

    E. Penegasan Istilah

    Untuk menghindari terjadinya silang pengertian dalam memahami judul

    yang telah kami sebutkan diatas, maka penulis menegaskan beberapa istilah pokok

    yang terdapat dalam rumusan judul.

    1. Pernikahan Beda Agama

    Pernikahan (perkawinan) dalam Islam merupakan suatu akad atau

    transaksi. Perkawinan adalah sebuah akad atau kontrak yang mengikat dua pihak

    yang setara, yaitu laki-laki dan perempuan yang masing-masing telah memenuhi

    persyaratan berdasarkan hukum yang berlaku atas dasar kerelaan dan kesukaan

    kedua belah pihak untuk membentuk keluarga (Kamal dan Mulia, 2003: 1).

    Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah

    ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri

    dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

    berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Adji, 1989: 21). Sedangkan pernikahan

    beda agama yang dimaksud dalam judul ini adalah perkawinan antara seseorang

    yang beragama Islam (Muslim) dan orang yang bukan Islam (non-Muslim).

    2. Nilai-nilai Agama Islam

    Nilai adalah sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan dan

    sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya (Tim

    Penyusun, 2007: 783). Nilai adalah seperangkat keyakinan atau perasaan yang

    diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada

    pola pemikiran keterikatan atau perilaku. Jadi, nilai-nilai agama Islam adalah

  • 10

    seperangkat keyakinan yang memberikan corak yang khusus kepada pola

    pemikiran yang bersumber pada ajaran agama Islam.

    F. Metode Penelitian

    1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    Dalam penelitian ini, pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan

    fenomenologis. Pendekatan fenomenologis adalah berusaha memahami arti

    peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi

    tertentu (Moleong, 2002: 9).

    Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian

    kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

    kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati

    (Moleong, 2002: 4)

    2. Kehadiran Peneliti

    Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian, maka

    peneliti hadir secara langsung di lokasi penelitian sampai memperoleh data-data

    yang diperlukan. Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul

    data dan sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di

    lapangan.

    Penelitian ini dimulai sejak pertama kali penulis melakukan observasi

    pada tanggal 04 Juli 2012 sampai tanggal 13 Agustus 2012.

  • 11

    3. Lokasi Penelitian

    Lokasi yang dipilih penulis adalah Desa Doplang Kecamatan Bawen

    Kabupaten Semarang. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dikarenakan di daerah

    ini terdapat persoalan yang menjadi rumusan masalah yang diangkat oleh

    penulis.

    4. Sumber Data

    Dalam penelitian ini yang menjadi informan utama adalah pelaku

    perkawinan beda agama dan anak dari keluarga pasangan beda agama. Selain

    sumber data di atas, penulis juga menggunakan informan pendukung yaitu

    pihak-pihak yang terkait dengan informan utama seperti tetangga maupun

    pembantu rumah tangga dari pelaku perkawinan beda agama. Selain itu, penulis

    juga menggunakan buku-buku yang yang berkaitan dengan pendidikan agama

    Islam serta buku-buku tentang perkawinan.

    5. Prosedur Pengumpulan Data

    Dalam pengumpulan data pada penelitian ini digunakan beberapa metode

    sebagai berikut:

    a. Wawancara (Interview)

    Wawancara adalah interaksi bahasa yang berlangsung antara dua

    orang dalam situasi saling berhadapan salah seorang, yaitu yang melakukan

    wawancara meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti

    yang berputar disekitar pendapat dan keyakinannya (Emzir, 2011: 50).

  • 12

    Wawancara dilakukan dengan menggunakan petunjuk umum

    wawancara (pedoman wawancara) secara terstruktur, maksudnya adalah

    peneliti menetapkan pertanyaan-pertanyaan sendiri yang akan diajukan

    kepada subjek penelitian secara ketat dan rapi (Moleong, 2008:190). Hal ini

    dilakukan untuk mendapatkan jawaban yang riil dan akurat dari subjek

    penelitian. Meskipun demikian, peneliti tidak menutup kemungkinan untuk

    mengajukan pertanyaan pada aspek-aspek lain yang mendukung terhadap

    topik penelitian.

    Orang-orang yang akan diwawancarai dalam penelitian ini adalah

    tiga keluarga pasangan beda agama di Desa Doplang Kecamatan Bawen

    Kabupaten Semarang, serta pihak-pihak yang terkait dengan informan

    utama. Adapun hal-hal yang ditanyakan seperti, Apa yang melatarbelakangi

    Anda melakukan pernikahan beda agama? Bagaimana cara yang digunakan

    dalam menanamkan ajaran agama Islam kepada anak Anda? Sejak kapan

    Anda mulai menanamkan nilai-nilai agama Islam pada anak?

    b. Dokumentasi

    Dokumentasi dapat dikategorikan sebagai dokumen pribadi,

    dokumen resmi dan dokumen budaya populer. Dokumen digunakan dalam

    hubungannya untuk mendukung wawancara (Emzir, 2011: 75).

    Data ini dapat berupa data monografi Desa Doplang Kecamatan

    Bawen Kabupaten Semarang.

  • 13

    6. Analisis Data

    Proses analisis data kualitatif berlangsung selama dan pasca

    pengumpulan data. Proses analisis mengalir dari tahap awal hingga penarikan

    kesimpulan.

    Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis data kualitatif model

    Miles dan Huberman. Dalam Emzir (2011: 129-133), ada tiga macam kegiatan

    dalam analisis data kualitatif, yaitu:

    a. Reduksi Data

    Yaitu proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan, abstraksi, dan

    pentransformasi data mentah yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan

    tertulis.

    b. Model Data

    Model data adalah suatu kumpulan informasi yang tersusun yang

    membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan kesimpulan.

    Bentuk yang paling sering dari model data kualitatif adalah teks naratif.

    c. Penarikan Kesimpulan

    Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai

    memutuskan apakah makna sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola,

    penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur kausal dan proposisi-proposisi.

    7. Pengecekan Keabsahan Data

    Ada empat kriteria yang digunakan dalam pengecekan keabsahan data

    kualitatif yaitu: kepercayaan (kreadibility), keteralihan (transferability),

  • 14

    ketergantungan (dependebility), kepastian (konfermability) (Moleong, 2008 :

    324). Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti memakai tiga macam kriteria

    antara lain sebagai berikut:

    a. Kepercayaan (Kreadibility)

    Kreadibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang

    berhasil dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya, ada beberapa tekhnik

    untuk mencapai kreadibilitas ini antara lain: teknik triangulasi dan diskusi

    teman sejawat.

    b. Ketergantungan (Dependebeility)

    Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya

    kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterprestasikan

    data sehingga data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Lebih

    jelasnya adalah dikarenakan keterbatasan pengalaman, waktu dan

    pengetahuan dari penulis maka cara untuk menetapkan bahwa proses

    penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit Depandibility oleh

    auditor independent oleh dosen pembimbing.

    c. Kepastian (Konferrmability)

    Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan

    dengan cara mengecek data dan informasi serta interprestasi hasil penelitian

    yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit.

  • 15

    8. Tahap-tahap Penelitian

    a. Penelitian pendahuluan

    Penulis mulai datang ke lokasi penelitian serta mulai mengamati dan

    menjajaki keadaan di lokasi penelitian terutama pada keluarga pasangan

    beda agama.

    b. Pengembangan desain

    Setelah mengamati lokasi penelitian, penulis mulai menyusun

    pedoman-pedoman yang akan digunakan untuk kegiatan wawancara.

    c. Penelitian di lapangan

    Setelah penulis mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan proses

    penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak dalam keluarga pasangan

    beda agama kemudian penulis melakukan wawancara ke subjek penelitian.

    Pada tahap ini, penulis melakukan pengumpulan data sampai tahap

    penulisan laporan.

    9. Sistematika Penulisan

    Untuk memudahkan bagi para pembaca dalam mempelajari dan

    memahami skripsi ini, penulis telah membagi sistematika penulisan menjadi 5

    (lima) bab, yaitu:

    a. BAB I : PENDAHULUAN

    Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

    penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan

    sistematika penulisan.

  • 16

    b. BAB II : LANDASAN TEORI

    Landasan teori tentang penanaman nilai-nilai agama Islam bagi anak.

    Bab ini akan membahas mengenai pengertian nilai-nilai agama, pengertian

    penanaman nilai-nilai agama, bentuk nilai-nilai agama Islam, materi

    pendidikan pada usia remaja, pola keluarga, pengertian pernikahan beda

    agama, asas-asas perkawinan dalam UU Perkawinan, remaja dan ciri-cirinya

    serta perkembangan remaja.

    c. BAB III : LAPORAN PENELITIAN

    Laporan penelitian lapangan mengenai profil subjek penelitian, proses

    pemilihan agama bagi anak dan proses penanaman nilai-nilai agama Islam

    pada anak dalam keluarga pasangan beda agama.

    Pada bab ini akan dilaporkan hasil pengumpulan data lapangan

    dimulai dari pemaparan gambaran umum wilayah Desa Doplang Kecamatan

    Bawen, yang mana akan menguraikan tentang batas wilayah; jumlah

    penduduk; keadaan penduduk menurut agama, pendidikan dan mata

    pencaharian.

    d. BAB IV : ANALISIS DATA

    Pada bab ini berisi tentang analisis mengenai peran orang tua terhadap

    pemilihan agama anak dan pola pendidikan agama Islam dalam keluarga

    beda agama.

    e. BAB V : PENUTUP

    Penutup berisi kesimpulan dan saran-saran.

  • 1

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Penanaman Nilai-nilai Agama

    1. Pengertian Nilai-nilai Agama

    Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat atau hal-

    hal yang penting yang berguna bagi kemanusiaan (2007: 783). Nilai merupakan

    suatu yang ada hubungannya dengan subjek, sesuatu yang dianggap bernilai jika

    pribadi itu merasa bahwa sesuatu itu bernilai. Jadi nilai adalah sesuatu yang

    bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai tingkah laku (Iman dan Kholifah,

    2009: 4). Sedangkan agama adalah peraturan Tuhan yang membimbing orang

    yang berakal, dengan jalan memilihnya untuk mendapatkan keselamatan dunia

    akhirat di dalamnya mencakup unsur-unsur keimanan dan amal perbuatan.

    Agama juga diartikan sebagai segenap kepercayaan (kepada Tuhan) serta dengan

    ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan

    itu (Tim Penyusun, 2007: 10). Jadi, yang dimaksud dengan nilai-nilai agama

    adalah suatu kandungan atau isi dari ajaran untuk mendapatkan kebaikan di

    dunia dan akhirat yang diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak di keluarga beda

    agama tidak semuanya berjalan lancar sesuai dengan yang diinginkan. Besar

    kemungkinan terjadinya suatu kompetisi antara ayah dan ibu untuk

    mempengaruhi anak dalam masalah keyakinan akan memunculkan suatu konflik

    dalam keluarga beda agama tersebut. Kata konflik berasal dari bahasa Inggris

    conflict yang berarti perselisihan atau pertentangan (Budiharjo, 2007: 1).

  • 2

    Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia konflik berarti pertentangan,

    percekcokan (2007: 610). Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu

    configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan

    sebagai proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana

    salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau

    membuatnya tidak berdaya. Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya

    setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan

    lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan

    yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik, sebab dalam menjalani

    hubungan seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Konflik

    senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat sehingga konflik tidak dapat

    dihilangkan tetapi hanya dapat diminimalkan.

    Yang dimaksud penanaman nilai-nilai agama dalam judul ini adalah

    mengenalkan dan mengajarkan isi ajaran agama kepada anak agar anak

    mengetahui dan memahami agama serta terbiasa untuk melaksanakan ajaran

    agama tersebut.

    2. Pengertian Penanaman Nilai-nilai Agama

    Penanaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal

    (perbuatan, cara) menanamkan (2007: 1198). Penanaman nilai-nilai agama

    Islam adalah segala usaha memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta

    sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia yang

    seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam (Ahmadi, 1992: 20).

  • 3

    Dalam Islam sendiri terdapat bermacam-macam nilai-nilai agama Islam.

    Maka penulis mencoba membatasi bahasan dari penulisan skripsi ini dengan

    nilai keimanan atau akidah, nilai ibadah dan nilai akhlak. Bagi para pendidik,

    dalam hal ini orang tua perlu membekali anak-anaknya dengan materi-materi

    atau pokok-pokok dasar agama Islam sebagai pondasi hidup yang sesuai dengan

    arah perkembangan jiwa sang anak. Pokok-pokok nilai-nilai agama Islam yang

    harus ditanamkan pada anak yaitu keimanan, ibadah dan akhlak (Syafaat dkk,

    2008: 50).

    3. Bentuk Nilai-nilai Agama Islam

    a. Keimanan atau akidah

    Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan

    hati dan mengamalkan dengan anggota (Zainuddin dkk, 1991: 97). Akidah

    dalam syariat Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah, Tuhan

    yang wajib disembah; ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat

    syahadat, yaitu menyatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa

    Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya dan perbuatan dengan amal shaleh.

    Akidah demikian itu mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak

    ada dalam hati atau ucapan di mulut dan perbuatan, melainkan secara

    keseluruhan menggambarkan iman kepada Allah. Yakni tidak ada niat,

    ucapan dan perbuatan yang dikemukakan oleh orang yang beriman kecuali

    yang sejalan dengan kehendak dan perintah Allah serta atas dasar kepatuhan

    kepada-Nya (Syafaat dkk, 2008: 53).

  • 4

    Memberikan pendidikan keimanan pada anak merupakan sebuah

    keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Pasalnya iman merupakan yang

    pertama dan terutama dalam ajaran Islam yang mesti tertancap dalam bagi

    setiap individu dan menjadi pilar yang mendasari keislaman seseorang.

    Pendidikan keimanan terutama akidah tauhid atau mempercayai ke-Esa-an

    Tuhan harus diutamakan karena akan hadir secara sempurna dalam jiwa

    anak perasaan ke-Tuhanan yang berperan sebagai fundamental dalam

    berbagai aspek kehidupannya. Penanaman akidah iman adalah masalah

    pendidikan perasaan dan jiwa, bukan akal pikiran sedangkan jiwa telah ada

    dan melekat pada anak sejak kelahirannya, maka sejak awal

    pertumbuhannya harus ditanamkan rasa keimanan dan akidah tauhid sebaik-

    baiknya (Zainuddin dkk, 1991: 99).

    Nilai-nilai keimanan harus mulai diperkenalkan pada anak dengan

    cara :

    1) Memperkenalkan nama Allah SWT dan Rasul-Nya;

    2) Memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui

    kisah-kisah teladan;

    3) Memperkenalkan ke-Maha-Agungan Allah (Iman dan Kholifah, 2009: 6).

    Dengan demikian, akidah Islam bukan sekedar keyakinan dalam

    hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar

    dalam bertingkah laku serta berbuat, yang pada akhirnya menimbulkan amal

    shaleh (Syafaat dkk, 2008: 55).

  • 5

    b. Ibadah

    Secara harfiah, ibadah berarti bakti manusia kepada Allah karena

    didorong dan dibangkitkan oleh akidah atau tauhid. Ibadah adalah upaya

    mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya,

    menjauhi larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya.

    Pendidikan ibadah mencakup segala tindakan dalam kehidupan sehari-hari,

    baik yang berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia

    (Syafaat dkk, 2008: 56). Ibadah merupakan dampak dan bukti nyata dari

    iman bagi seorang Muslim dalam meyakini dan mempedomani akidah

    Islamnya (Uhbiyati, 2009: 107). Iman adalah potensi rohani, sedang takwa

    adalah prestasi rohani. Supaya iman dapat mencapai prestasi rohani yang

    disebut takwa, diperlukan aktualisasi-aktualisasi iman yang terdiri dari

    berbagai macam dan jenis kegiatan yang disebut amal shaleh. Dengan kata

    lain, amal-amal shaleh adalah kegiatan-kegiatan yang mempunyai nilai-nilai

    ibadah (Syafaat dkk, 2008: 56). Sejak dini anak-anak harus diperkenalkan

    dengan nilai-nilai ibadah dengan cara:

    1) Mengajak anak ke tempat ibadah;

    2) Memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah;

    3) Memperkenalkan arti ibadah (Iman dan Kholifah, 2009: 6-7).

    c. Akhlak

    Akhlak bentuk jamak dan khuluk yang mengandung arti budi

    pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, watak atau sering disebut dengan

  • 6

    kesusilaan, sopan santun, atau moral. Akhlak adalah segala perbuatan yang

    dilakukan dengan tanpa disengaja dengan kata lain secara spontan, tidak

    mengada-ngada atau tidak dengan paksaan (Syafaat dkk, 2008: 59-60).

    Menurut pengertian akhlak tersebut, hakikat akhlak harus mencakup

    dua syarat yaitu:

    1) Perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulang kali kontinu dalam

    bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan.

    2) Perbuatan yang konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai wujud

    refleksi dari jiwanya tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan

    karena adanya tekanan-tekanan, paksaan-paksaan dari orang lain, atau

    pengaruh-pengaruh dan bujukan-bujukan yang indah dan sebagainya

    (Zainuddin dkk, 1991: 102).

    Pendidikan tentang akhlak merupakan latihan membangkitkan nafsu-

    nafsu rubbubiyah (ketuhanan) dan meredam/menghilangkan nafsu-nafsu

    syaithaniyah (Muchtar, 2008: 16). Selain itu juga memperkenalkan dasar-

    dasar etika dan moral melalui uswah hasanah dan kegiatan-kegiatan lainnya

    yang berkaitan dengan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari (Yasin,

    2008: 213). Dalam pendidikan akhlak anak dikenalkan dan dilatih mengenai

    perilaku/akhlak yang mulia (akhlakul karimah/ mahmudah) seperti jujur,

    rendah hati, sabar dan sebagainya serta perilaku/akhlak yang tercela

    (akhlakul madzmumah) seperti dusta, takabur, khianat dan sebagainya

    (Muchtar, 2008: 16).

  • 7

    Menurut Al-Ghazali seperti yang dikutip Zainuddin (1991: 107),

    sangat mengajurkan agar mendidik anak dan membina akhlaknya dengan

    cara latihan-latihan dan pembiasaan-pembiasaan yang sesuai dengan

    perkembangan jiwanya walaupun seakan-akan dipaksakan, agar anak dapat

    terhindar dari keterlanjuran yang menyesatkan. Oleh karena pembiasaan dan

    latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun

    sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi

    karena telah masuk menjadi bagian dari kepribadiannya. Baik buruknya

    akhlak seseorang menjadi satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan

    orang tersebut.

    Pendidikan agama mempunyai dua aspek terpenting. Aspek pertama dari

    pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada jiwa atau pembentukan

    kepribadian. Anak dididik dan diberi kesadaran kepada adanya Allah SWT lalu

    dibiasakan melakukan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-

    larangan-Nya. Aspek yang kedua dari pendidikan agama adalah yang ditujukan

    kepada pikiran yaitu pengajaran agama itu sendiri, kepercayaan kepada Tuhan

    tidak akan sempurna jika isi dari ajaran-ajaran Tuhan itu tidak diketahui betul-

    betul. Anak didik harus ditunjukkan apa yang disuruh, apa yang dilarang, apa

    yang boleh, apa yang dianjurkan melakukannya dan apa yang dianjurkan

    meninggalkannya menurut ajaran agama (Daradjat, 1979: 129-130).

    Pendidikan menyangkut seluruh kepentingan hidup dan kehidupan

    manusia, maka termasuk pendidikan agama Islam, tidak hanya menjadi

  • 8

    tanggung jawab salah satu pihak baik itu pihak keluarga saja, sekolah saja

    ataupun masyarakat saja, tetapi ketiga-tiganya harus seiring sejalan dan saling

    mengisi satu sama lain dalam rangka aktivitas dan usaha-usaha dalam

    pendidikan agama Islam. Jadi dalam sebuah peningkatan nilai-nilai Islam, Islam

    menjadikan seluruh aspek kehidupan manusia untuk menjadikan manusia

    menjadi manusia yang sesuai dengan kodratnya pertama kali waktu dilahirkan.

    Nilai-nilai agama Islam berisikan bimbingan, arahan dan pembentukan

    agar anak-anak maupun anak didik meyakini dan mengimani akan adaya Tuhan,

    memegang teguh ajaran yang berasal dari Allah SWT, melaksanakan perintah-

    Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Jadi tugas pokok pendidik maupun

    orang tua dalam peningkatan nilai-nilai agama Islam adalah mengajarkan

    pengetahuan agama, menginformasikan nilai-nilai Islam kedalam pribadi anak

    yang tekanan utamanya mengubah sikap dan mental anak ke arah iman dan

    taqwa kepada Allah SWT serta mampu mengamalkan ajaran agama dalam

    kehidupan sehari-hari (Iman dan Kholifah, 2009: 11).

    4. Materi Pendidikan Pada Usia Remaja

    Secara garis besar materi pendidikan yang harus disampaikan kepada anak

    usia remaja menurut Nur Uhbiyati (2009: 105) adalah:

    a. Akidah atau keimanan

    Menanamkan keimanan kedalam lubuk hati sanubari remaja, sebab

    materi ini merupakan fundamental utama kehidupan seseorang, apabila

  • 9

    keimanan seseorang ini kokoh dan kuat maka dapat diharapkan hidup lurus

    tidak akan mudah terjerumus kedalam lembah kenistaan.

    Akidah atau keimanan ini perlu ditanamkan benar-benar kedalam

    lubuk saubari sehingga mendarah daging bagi remaja, hal ini sebab dengan

    iman atau akidah yang kuat merupakan motivasi kuat buat mereka untuk

    melakukan amal kebajikan maupun menjauhi perbuatan buruk.

    b. Menyembah atau beribadah kepada Allah SWT

    Allah SWT berfirman:

    Artinya:

    Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S Adz-Dzariyat: 56)

    Ibadah merupakan dampak dan bukti nyata dari iman. Ibadah ini ada

    berbagai macam yaitu shalat, zakat, puasa, menunaikan ibadah haji dan

    sebagainya.

    c. Mencintai Nabi Muhammad saw dan menjadikannya sebagai suri tauladan.

    d. Menuntun remaja agar memiliki akhlak yang mulia seperti orang muda

    hormat kepada yang lebih tua, memelihara hubungan baik dengan tetangga,

    memperingatkan kepada remaja agar jangan menghina atau merendahkan

    teman lain dan jangan pula mengancam orang lain walaupun hanya dengan

    bergurau, menuntun anak agar berpenampilan sederhana, mengajari anak

    laki-laki agar tidak menyerupai perempuan begitu pula sebaliknya,

    membiasakan anak mengekang pandangan dan memelihara aurat, mendidik

  • 10

    ketaatan dengan hikmah kebijaksanaan, menuntun generasi muda untuk

    bekerja keras sesuai dengan kemampuan, menuntun agar dalam pergaulan

    selalu memperhatikan kepada siapa ia berteman dan pertumbuhan fisik.

    5. Pola Keluarga

    Keluarga merupakan tempat pembelajaran yang pertama dan utama bagi

    anak. Pola asuh serta model pembelajaran berbeda-beda di tiap-tiap keluarga.

    Pola kepemimpinan orang tua dalam membina keluarga sangat menentukan

    bentuk atau tipe keluarga tersebut. Menurut Sutari Imam Barnadib (1987: 122-

    129), pola kepemimpinan orang tua yang akan menjadikan bentuk atau tipe

    keluarga dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:

    a. Pola Keluarga Otoriter

    Sutari Imam Barnadib (1987: 122) mengungkapkan bahwa pola

    kepemimpinan otoriter ialah pemegang peran orang tua, yang semua

    kekuasaan ada padanya dan semua keaktifan anak ditentukan olehnya, anak

    sama sekali tidak mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat. Orang

    tua dengan pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak

    harus dituruti atau mempunyai aturan-aturan yang kaku dari orang tua.

    Sedangkan MH. Chabib Toha (1996: 11) mengemukakan tipe

    kepemimpinan otoriter kepada anak ditandai dengan memakai aturan-aturan

    yang ketat dan seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya.

  • 11

    Berdasarkan pendapat di atas menunjukkan bahwa di sini anak harus

    patuh dan taat atas semua perintah orang tua kalau tidak akan kena hukuman

    sehingga anak selalu dihinggapi perasaan takut yang menghantui dirinya.

    Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi

    biasanya bersifat satu arah.

    b. Pola Keluarga Liberal

    Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar serta

    ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat

    dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak, memberikan

    kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang

    cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak

    apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang

    diberikan oleh mereka.

    Sutari Imam Barnadib (1987: 126) mengungkapkan kepemimpinan

    orang tua di dalam keluarga kurang tegas. Anak menentukan sendiri apa

    yang dikehendaki, orang tua memberikan kebebasan kepada anaknya, orang

    tua memegang fungsi sebagai pimpinan yang mempunyai kewibawaan,

    suasana keluarga bebas.

    HM. Chabib Toha (1996: 114) menulis, akibat mendidik liberal

    maka kecenderungan prestasi belajar anak akan menurun sebab mereka

    tidak memperoleh perhatian yang wajar dari orang tua.

  • 12

    Dapat disimpulkan bahwa orang tua tipe ini biasanya bersifat

    hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. Kepemimpinan liberal akan

    merugikan anak karena sikapnya yang tidak mau diatur, selalu menentang,

    keras kepala maka dalam belajarpun akan menemui kegagalan.

    c. Pola Keluarga Demokrasi

    Sutari Imam Barnadib (1987: 129) mengemukakan keluarga

    demokrasi ini memandang anak sebagai individu yang sedang berkembang.

    Sedang itu perlu adanya kewibawaan yang memimpinnya atau pendidiknya

    (orang tua), tetapi bukan kekuasaan otoriter. Orang tua dengan pola asuh

    yang demokratis bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio

    atau pemikiran-pemikiran serta bersikap realistis terhadap kemampuan anak

    dan tidak berharap yang berlebihan di luar kemampuan anak, atau suatu

    kepemimpinan yang menyesuikan dengan taraf-taraf perkembangan anak

    dengan cita-citanya, minatnya dan perkembangannya.

    Dari pendapat di atas di simpulkan bahwa kepemimpinan demokratis

    lebih memperhatikan dan menghargai anak baik dari segi perkembangan

    jiwa maupun kemampuan anak, sehingga anak akan mempunyai sifat

    terbuka dan bersedia menghargai temannya. Atau dengan kata lain, pola

    asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak,

    akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan anak.

    Pola asuh tipe ini pada umumnya ditandai dengan sikap terbuka

    antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang

  • 13

    disepakati bersama serta memberikan kebebasan untuk memilih dan

    melakukan suatu tindakan.

    B. Pernikahan

    1. Pengertian Pernikahan/ Perkawinan

    Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah

    tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul

    amanah dan tanggung jawab, si isteri oleh karenanya akan mengalami suatu

    proses psikologis yang berat yaitu kehamilan dan melahirkan yang meminta

    pengorbanan (Adji, 1989: 20). Sedangkan perkawinan menurut Zainal Kamal

    dan Musdah Mulia, (2003: 1), menyebutkan bahwa perkawinan dalam Islam

    merupakan suatu akad atau transaksi. Hal itu terlihat dari adanya unsur ijab

    (tawaran) dan qabul (penerimaan). Sebagai suatu akad atau transaksi

    seyogyanya melibatkan dua pihak yang setara sehingga mencapai suatu kata

    sepakat atau konsensus. Tidak salah jika didefinisikan bahwa perkawinan adalah

    suatu akad atau kontrak yang mengikat dua pihak yang setara, yaitu laki-laki dan

    perempuan yang masing-masing telah memenuhi persyaratan berdasarkan

    hukum yang berlaku atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak untuk

    membentuk keluarga. Dengan demikian pernikahan bisa dipahami sebagai aqad

    untuk beribadah kepada Allah, aqad untuk untuk menegakkan syariat Allah,

    aqad untuk membangun rumah tangga sakinah mawadah wa rahmah.

    Dalam Undang-undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dalam

    pasal 1 menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang

  • 14

    pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk

    keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhaan Yang

    Maha Esa. Dari bunyi pasal di atas tersimpul suatu rumusan arti dan tujuan dari

    perkawinan. Arti perkawinan dimaksud adalah ikatan lahir batin antara seorang

    pria dengan wanita sebagai suami isteri, sedang tujuan perkawinan dimaksud

    ialah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

    Maha Esa (Adji, 1989: 21).

    Pengertian perkawinan seperti yang tercantum dalam Undang-undang

    Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1, bila terperinci yaitu:

    a. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

    wanita sebagai suami isteri;

    b. Ikatan lahir batin itu ditujukan untuk membentuk keluarga yang bahagia

    yang kekal dan sejahtera;

    c. Ikatan lahir batin dan tujuan bahagia yang kekal itu berdasarkan pada

    Ketuhaan Yang Maha Esa.

    Perkawinan menurut Islam adalah suatu sunnah Nabi. Oleh karena itu,

    bagi pengikut-pengikutnya dianjurkan untuk melakukan sunnah tersebut. Selain

    mencontoh tindak-laku Nabi Muhammad, perkawinan itu juga merupakan

    kehendak manusia, kebutuhan rohani dan jasmani. Perkawinan itu disyariatkan

    supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan

    bahagia di dunia dan di akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridho Illahi.

    Selain itu, tujuan dari pernikahan menurut Islam adalah menjauhkan diri dari

  • 15

    zina, mendapatkan tenaga untuk kemajuan Islam, aset simpanan di akhirat,

    mewujudkan suatu masyarakat Islam, menghibur hati Rasulullah saw,

    menambah jumlah umat Islam, menyambung keturunan dan menghibur hamba

    Allah SWT (Adji, 1989: 23).

    2. Asas-asas Perkawinan Dalam Undang-undang Perkawinan

    Di dalam suatu perkawinan perlu adanya suatu ketentuan yang menjadi

    dasar atau prinsip dari pelaksanaan suatu perkawinan. Menurut Sution Usman

    Adji (1989: 17-18), prinsip-prinsip atau asas-asas mengenai perkawinan diatur

    dalam penjelasan umum dari UU Perkawinan Nasional (UU No. 1 Tahun 1974)

    yaitu:

    a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

    Untuk itu, suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-

    masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai

    kesejahteraan spiritual dan material.

    b. Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan sah

    bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

    kepercayaannya itu; dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat

    menurut peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    c. Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki

    yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan

    mengijinkan, seorang suami dapat beristerikan lebih dari seorang.

  • 16

    d. Undang-undang ini menganut prinsip bahwa calon suami isteri itu harus

    telah masuk jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar

    supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berpikir

    pada perceraian dan dapat mendapat keturunan yang baik dan sehat.

    e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia

    kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini mengaut prinsip untuk

    mempersukar terjadinya perceraian.

    f. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

    suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan

    masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat

    dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri.

    C. Perkembangan Nilai Pada Remaja Usia Menikah

    Anak merupakan harta orang tua yang paling berharga, karena itu orang tua

    selalu bersedia memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Orang tua juga

    mempunyai kewajiban yang sangat utama yaitu mendidik dan mengasuhnya.

    Pendidikan sangat penting bagi kemajuan dan kehidupan manusia terutama

    pendidikan agama. Pendidikan agama diberikan guna membekali manusia untuk

    berakhlak mulia menuju terbentuknya manusia seutuhnya. Setiap orang Muslim

    wajib menuntut ilmu sejak masih dalam kandungan sampai liang lahat. Pendidikan

    keagamaan hendaknya diberikan kepada anak sedini mungkin agar anak terbiasa dan

    dapat membentuk kepribadian yang mulia. Kemampuan berfikir secara abstrak

    seperti pemahaman tentang Tuhan pada anak belum sempurna perkembangannya

  • 17

    sampai anak berusia 12 tahun atau masa remaja awal. Masa remaja merupakan

    tahapan dimana manusia mulai mengalami berbagai perkembangan dan perubahan

    secara cepat, termasuk di dalamnya perkembangan kesadaran agama.

    1. Remaja dan Ciri-cirinya

    Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak

    berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisk cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi

    pada tubuh remaja, luar dan dalam itu, membawa akibat yang tidak sedikit

    terhadap sikap, perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja (Daradjat, 1979: 8).

    Menurut beberapa ahli remaja juga disebut dengan berbagai macam istilah seperti

    pubertas. Remaja adalah periode transisi yaitu periode anak-anak ke periode

    dewasa (Uhbiyati, 2009: 20). Dalam agama Islam, bisa dikatakan remaja bila

    seseorang telah akil baligh, telah bertanggung jawab atas setiap perbuatannya

    (Daradjat, 1979: 11).

    Menurut Nur Uhbiyati (2009: 96-97), masa remaja terbagi menjadi tiga

    fase yaitu:

    a. Praremaja masanya sangat pendek, kurang lebih satu tahun. Untuk wanita 11-

    12/ 12-13 tahun dan untuk laki-laki 12-13/13-14 tahun. Dikatakan juga sebagai

    fase negatif yakni fase yang sukar untuk anak dan orang tua. Perkembangan

    fungsi-fungsi tubuh, terutama fungsi-fungsi seks.

  • 18

    b. Remaja awal 13/14-17. Perubahan-perubahan fisik terjadi dengan pesat dan

    mencapai puncaknya. Ketidakseimbangan emosional dan tidak stabil dalam

    banyak hal terdapat pada masa ini. Ia mencari identitas diri karena pada masa

    ini statusnya tidak jelas, pola-pola hubungan sosial mulai berubah.

    c. Remaja lanjut 17-20/21 tahun. Diri menjadi pusat perhatian, ia ingin

    menonjolkan diri, caranya lain dengan remaja awal. Idealis, mempunyai cita-

    cita tinggi. Bersemangat dan mempunyai energi yang besar. Usaha-usaha

    memantapkan idealitas diri. Ingin mencapai ketidaktergantungan emosional.

    Masa remaja merupakan periode perubahan yang sangat pesat baik dalam

    perubahan fisiknya maupun perubahan sikap dan perilakunya. Berikut ini empat

    perubahan yang bersifat universal selama masa remaja.

    a. Meningkatnya emosi; intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik

    dan psikologi yang terjadi. Perubahan emosi ini banyak terjadi pada awal

    remaja.

    b. Perubahan fisik, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok

    sosial menimbulkan masalah-masalah baru sehingga selama masa ini si remaja

    merasa ditimbuni masalah.

    c. Dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Apa

    yang dianggap penting atau bernilai pada masa kanak-kanak sekarang tidak

    lagi. Kalau pada masa kanak-kanak segi kuantitas yang dipentingkan, sekarang

    segi kualitas yang diutamakan.

  • 19

    d. Sebagian besar remaja bersifat ambivalensi terhadap setiap perubahan. Mereka

    menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut

    bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk

    melaksanakan tanggung jawab tersebut (Syafaat dkk, 2008: 96-96).

    2. Perkembangan Remaja

    Pada masa remaja terjadi beberapa perkembangan, menurut Aat Syafaat

    dkk (2008: 103-104), di antaranya sebagai berikut:

    a. Perkembangan fisik

    Masa remaja merupakan salah satu di antara dua masa rentangan

    kehidupan, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Masa pertama

    terjadi pada fase pranatal dan bayi.

    b. Perkembangan intelektual

    Ditinjau dari perkembangan intelektual, masa remaja sudah mencapai

    tahap operasi formal. Remaja secara mental telah dapat berfikir logis tentang

    berbagai gagasan yang abstrak. Dengan kata lain, operasi formal lebih bersifat

    hipotesis dan abstrak, serta sistem sistematis dan ilmiah dalam memecahkan

    masalah daripada berpikir konkret.

    c. Perkembangan emosi

    Masa remaja merupakan puncak emosional, yaitu perkembangan emosi

    yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi

  • 20

    perkembangan emosi atau perasaan dan dorongan baru yang dialami

    sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan

    dengan lawan jenis.

    d. Perkembangan sosial

    Pada masa ini remaja sudah mempunyai kemampuan untuk memahami

    orang lain, sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat,

    nilai-nilai maupun perasaannya.

    e. Perkembangan moral

    Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan

    yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk

    memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi juga psikologisnya.

    f. Perkembangan kepribadian

    Kepribadian merupakan sistem yang dinamis dari fisik, sikap kebiasaan

    yang menghasilkan tingkat konsistensi respon, individu yang beragam. Fase

    remaja saat yang paling penting bagi perkembangan dan integritas kepribadian.

    Faktor-faktor dan pengalama baru yang tempat terjadinya perubahan

    kepribadian pada masa remaja meliputi:

    1) Perolehan pertumbuhan fisik yang menyerupai dewasa;

    2) Kematangan seksual yang disertai dengan dorongan-dorongan dan emosi

    baru;

    3) Kesadaran terhadap diri sendiri, keinginan untuk mengarahkan diri dan

    mengevaluasi kembali tentang standar (norma) tujuan cita-cita;

  • 21

    4) Kebutuhan akan persahabatan yang bersifat heteroseksual, berteman dengan

    pria maupun wanita;

    5) Munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi antara masa anak-

    anak dan masa dewasa.

    g. Perkembangan kesadaran agama

    Pada tahap ini anak memiliki kemampuan berfikir abstrak dan mampu

    mengapresiasi kualitas keabstrakan Tuhan Yang Maha Adil.

  • 22

    BAB III

    PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

    A. Paparan Data

    1. Paparan data tentang gambaran umum daerah penelitian

    a. Letak dan Keadaan Geografis

    Desa Doplang adalah sebuah desa di Kecamatan Bawen Kabupaten

    Semarang. Sebelah utara dan timur berbatasan dengan Kelurahan Bawen

    serta berbatasan dengan Kecamatan Ambarawa di sebelah barat dan

    selatan.

    b. Struktur Organisasi Desa Doplang

    Struktur Organisasi Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten

    Semarang adalah sebagai berikut:

    Bagan Struktur Organisasi Desa Doplang

    KASI KEUANGAN

    SUNARNI

    KEPALA DESA

    SUPRIYANTO

    SEKERTARIS DESA

    MARSINI

    KASI

    PEMERINTAH

    AHMAD WIDODO

    KASI

    PEMBANGUNAN

    SURYONO

    KASI

    MASYARAKAT

    MUH. AMIN

  • 23

    Sumber: Kantor Kepala Desa Doplang

    c. Keadaan Penduduk

    Adapun keadaan penduduk Desa Doplang Kecamatan Bawen

    Kabupaten Semarang dapat di lihat dari data Monografi pada bulan Juni

    2012 di bawah ini yang sudah dapat di pahami dengan tabel-tabel

    klasifikasi berikut ini:

    Tabel 3.1

    Jumlah Penduduk menurut Usia

    NO KELOMPOK UMUR

    (TAHUN)

    LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

    1 05 146 137 283

    3 6-10 159 137 296

    4 11-15 221 206 427

    5 16-20 184 187 371

    6 21-25 168 173 341

    7 26-30 171 178 349

    8 31-40 322 322 644

    9 41-50 346 319 665

    10 51-60 309 323 632

    11 60 keatas 140 156 296

    JUMLAH 2273 2221 4494

    (Sumber: di ambil dari data Monografi Desa Doplang)

    Berdasarkan data pada tabel 3.1 dapat diketahubahwa, dari total

    penduduk 4494 jiwa terdapat 2273 berjenis kelamin laki-laki. Jumlah

  • 24

    penduduk paling banyak terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu

    665 jiwa.

    Tabel 3.2

    Jumlah Penduduk menurut Agama

    NO KELOMPOK

    AGAMA

    LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

    1 Islam 2265 2211 4476

    2 Kristen 2 3 5

    3 Khatolik 6 7 13

    4 Hindu - - 0

    5 Budha - - 0

    6 Khonghucu - - 0

    JUMLAH 2273 2221 4494

    (Sumber: di ambil dari data Monografi Desa Doplang)

    Mayoritas penduduk di Desa Doplang beragama Islam yaitu 4476

    jiwa. Khatolik dan Kristen menempati diurutan kedua dan ketiga dengan

    jumlah 18 jiwa.

    Tabel 3.3

    Jumlah Penduduk menurut Pendidikan

    NO JENIS PENDIDIKAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

    1 Tidak Sekolah 254 239 493

    2 Belum Tamat SD 321 317 638

    3 Tidak Tamat SD 209 204 413

    4 Tamat SD 736 735 1471

    5 Tamat SLTP 485 487 972

  • 25

    6 Tamat SLTA 227 218 445

    7 Tamat

    akademik/Diploma

    22 15 37

    8 Sarjana ke atas 12 13 25

    JUMLAH 2266 2228 4494

    (Sumber: di ambil dari data Monografi Desa Doplang)

    Berdasarkan tabel 3.3 dapat diketahui bahwa dari jumlah penduduk

    4494 jiwa hanya 62 jiwa yang menempuh pendidikan diatas SLTA.

    Mayoritas tingkat pendidikan penduduk di Desa Doplang hanya tamat SD

    yaitu 1471 jiwa.

    Tabel 3.4

    Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian

    NO JENIS PEKERJAAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

    1 PNS 12 14 26

    2 TNI 1 - 1

    3 Polri 1 - 1

    4 Pegawai Swasta 87 53 140

    5 Pensiunan 8 16 24

    6 Pengusaha 1 3 4

    7 Buruh Bangunan 296 21 317

    8 Buruh Industri 139 249 388

    9 Buruh Tani 623 262 885

    10 Petani 631 305 936

    11 Peternak 106 53 159

    12 Nelayan - - 0

  • 26

    13 Lain-Lain 279 138 417

    JUMLAH 2184 1114 3298

    (Sumber: di ambil dari data Monografi Desa Doplang)

    Mayoritas masyarakat di Desa Doplang berprofesi sebagai petani

    yaitu 936 jiwa serta sebagai buruh tani sebanyak 885 jiwa. Sedangkan

    diurutan ketiga sebanyak 388 bekerja sebagai buruh industri.

    Tabel 3.5

    Jumlah Kepala Keluarga

    NO URAIAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

    1 Jumlah Kepala

    Keluarga

    1174 85 1259

    2 Keluarga yang sudah

    mempunyai KK

    1017 63 1080

    3 Keluarga yang belum

    Mempunyai KK

    148 20 168

    (Sumber: di ambil dari data Monografi Desa Doplang)

    Dari keseluruhan kepala keluarga yang berjumlah 1259 masih ada

    yang belum mempunyai Kartu Keluarga yaitu sebanyak 168 kepala

    keluarga.

    2. Data Responden

    Tabel 3.6 Daftar Keluarga Pasangan Beda Agama

    NO SUAMI ISTRI USIA

    1 JK (Islam) SM (Islam) 45/39 tahun

    2 DC (Kristen Protestan) IT (Islam) 50/40 tahun

    3 JN (Islam) ST (Kristen Protestan) 46/43 tahun

  • 27

    Berdasarkan data pada tabel 3.6 dapat diketahui bahwa terdapat tiga

    keluarga pasangan beda agama.

    Tabel 3.7 Daftar Nama, Usia dan Keagamaan Anak

    NO KELUARGA NAMA ANAK USIA AGAMA

    1 I MR 16 tahun Islam

    AS 9 tahun Islam

    2 II RL 17 tahun Islam

    3 III

    DT 21 tahun Kristen

    Protestan

    YD 17 tahun Islam

    Dari tabel 3.7 dapat diketahui bahwa dari keenam anak pasangan beda

    agama hanya satu yang memeluk agama Kristen Protestan yaitu DT.

    B. Profil Subjek Penelitian

    1. Profil Keluarga Bapak JK

    Bapak JK lahir di Klaten 45 tahun yang lalu. Beliau memiliki istri yang

    bernama Ibu SM yang kini berumur 39 tahun. Keluarga ini dikaruniai satu anak

    perempuan bernama MR yang berusia 16 tahun dan satu anak laki-laki berusia 9

    tahun bernama AS.

    Pendidikan terakhir Bapak JK adalah SLTP, sedangkan Ibu SM hanya

    lulusan SD. Anak pertama mereka kini duduk di bangku SLTA kelas dua di

    Jakarta dan anak kedua yang bernama AS berada di tingkat tiga sekolah dasar.

    Setiap harinya Bapak JK bekerja sebagai karyawan salah satu pabrik di

    Ungaran, sedangkan Ibu SM membuka toko kecil di rumahnya.

  • 28

    Dalam keluarga ini, agama yang dicantumkan dalam kartu keluarga

    semuanya Islam untuk masing-masing anggota keluarga. Tetapi untuk Bapak JK,

    Islam hanyalah sebatas agama identitas. Beliau tidak menjalankan segala bentuk

    ibadah maupun ajaran agama Islam, tetapi beliau aktif dalam semua kegiatan

    dan peribadatan agama Kristen Protestan. Sebelum menikah dengan Ibu SM,

    agama Bapak JK adalah Kristen Protestan namun demi memperoleh restu dari

    keluarga Ibu SM dan demi memperlancar kepengurusan surat-surat perkawinan

    beliau pindah ke agama Islam. Setelah dua tahun pernikahan, akhirnya Bapak JK

    memutuskan kembali lagi ke agama sebelumnya tetapi tidak mengganti agama

    dalam kartu identitasnya.

    2. Profil Keluarga Bapak DC

    Bapak DC berasal dari Semarang sedangkan Ibu IT dari Klaten. Mereka

    saling kenal karena keduanya bekerja di tempat yang sama di salah satu pabrik

    di Semarang. Setelah lama saling mengenal dan menjalin suatu hubungan,

    akhirnya mereka memutuskan menikah dan kemudian pindah ke Desa Doplang.

    Usia Bapak DC kini sudah mencapai umur 50 tahun sedangkan Ibu IT

    berusia 40 tahun. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan bernama RL yang

    kini berusia 17 tahun.

    Bapak DC adalah seorang lulusan SMA sedangkan istrinya hanya lulusan

    SD. Anak mereka kini sudah mencapai tingkat SLTA kelas dua di salah satu

    sekolah swasta di Ambarawa.

  • 29

    Saat ini Bapak DC dan Ibu IT sama-sama bekerja sebagai buruh pabrik di

    sekitar Ungaran.

    3. Profil Keluarga Bapak JN

    Klaten merupakan daerah asal Bapak JN, beliau lahir 46 tahun yang lalu.

    Istrinya bernama Ibu ST yang berusia 43 tahun berasal dari daerah Ungaran.

    Keduanya dikaruniai satu anak perempuan bernama DT yang kini berusia 21

    tahun serta seorang anak laki-laki berusia 17 tahun bernama YD.

    Bapak JN dan Ibu ST bisa sampai ke tahap pernikahan dikarenakan dulu

    tempat kerja Bapak JN berdekatan dengan tempat tinggal Ibu ST. Setelah

    beberapa tahun pernikahan, akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ke Desa

    Doplang dikarenakan Ibu ST dipindahtugaskan di Desa Doplang.

    Bapak JN merupakan seorang pegawai dinas perhutani di Semarang

    sedangkan Ibu ST seorang bidan desa yang ditugaskan di Desa Doplang.

    Bapak JN dan Ibu ST, keduanya sama-sama lulusan sarjana sedangkan

    DT kini menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Salatiga serta

    YD kini duduk di bangku kelas dua SLTA di Ungaran.

    Mengenai agama, DT lebih memilih untuk mengikuti agama ibunya yaitu

    Kristen Protestan. Berbeda dengan DT, YD lebih memilih Islam sebagai

    agamanya.

  • 30

    C. Temuan Penelitian

    1. Proses Pemilihan Agama Anak Dari Keluarga Pasangan Beda Agama

    Penentuan agama bagi anak pada umumnya tidaklah menjadi suatu

    masalah dalam sebuah keluarga, tapi lain halnya yang terjadi pada keluarga

    pasangan beda agama. Dalam keluarga pasangan beda agama, membutuhkan

    cara atau tindakan tertentu dalam hal penentuan agama anak. Di bawah ini akan

    penulis paparkan proses pemilihan agama anak dari pasangan beda agama

    berdasarkan wawancara dengan keluarga Bapak JK, Bapak DC dan Bapak JN.

    a. Keluarga Bapak JK

    Bapak JK awalnya beragama Kristen Protestan, tapi untuk bisa

    menikah dengan Ibu SM akhirnya Bapak JK bersedia untuk pindah ke agama

    Islam. Setelah dua tahun pernikahannya dengan Ibu SM, akhirnya Bapak JK

    kembali lagi menjalankan ajaran agama Kristen Protestan tetapi tanpa

    mengubah agama yang tertera dalam kartu identitasnya. Bapak JK pernah

    juga mengajak Ibu SM untuk ikut dengannya pergi ke gereja dan memeluk

    agama Kristen, namun ajakan Bapak JK tersebut ditolak dengan tegas oleh

    Ibu SM. Setelah kejadian tersebut, Ibu SM dan Bapak JK membuat suatu

    kesepakatan mengenai agama anak-anak mereka kelak harus ikut dengan

    agama Ibu SM yaitu Islam. Hal tersebut sebagaimana diutarakan oleh Ibu SM

    di bawah ini:

    Untuk masalah anak-anak terutama tentang agamanya saya sudah bilang ke suami kalau anak-anak harus ikut dengan saya bagaimanapun

    keadaannya (P.SM/76-79/).

  • 31

    b. Keluarga Bapak DC

    Di keluarga Bapak DC dan Ibu IT agama merupakan suatu hal yang

    tidak perlu dipermasalahkan dan diperebutkan. Mengenai penentuan agama

    bagi anak, Bapak DC menyerahkan sepenuhnya kepada Ibu IT. Bapak DC

    tidak terlalu mempermasalahkan agama apa yang akan dipilih anaknya, yang

    terpenting tetap konsekuen terhadap ajaran agama yang dipeluknya. Dengan

    begitu, anak mereka ikut ke agama Ibu IT yaitu Islam, sebagaimana

    diutarakan oleh Ibu IT:

    Untuk agama anak, suami saya menyerahkan semuanya ke saya. Jadi ya anak ikut agama saya. Suami saya tu gak terlalu mempermasalahkan

    agama apa yang kelak dipilih anak-anak yang terpenting itu tetap konsekuen

    dengan ajaran agama yang dipeluk (P.IT/44-50/10-08-2012).

    c. Keluarga Bapak JN

    Mengenai penentuan agama anak, dalam keluarga Bapak JN dan Ibu

    ST memberikan kebebasan kepada kedua anak mereka. Saat anak-anak

    mereka masih kecil, Bapak JN yang lebih intens dalam memberikan

    pendidikan keagamaan, sampai suatu saat Ibu ST merasa cemburu dan berniat

    untuk memberikan pendidikan agama juga ke anak-anak mereka. Akhirnya

    Bapak JN dan Ibu ST sepakat untuk saling memberikan pengajaran

    keagamaan sesuai dengan agama masing-masing kepada kedua anaknya.

    Tanggapan kedua anak mereka juga berbeda mengenai pemberian bimbingan

    keagamaan yang dilakukan kedua orangtuanya. DT bersedia menerima semua

    ajaran agama yang diberikan Bapak dan Ibunya sedangkan YD hanya mau

    menerima pendidikan keagamaan yang diberikan oleh Bapak JN saja. Jadi,

  • 32

    DT ikut ke agama ibunya yaitu Kristen Protestan sedangkan YD ikut ke

    agama Islam. Hal ini berdasarkan penuturan Bapak JN:

    Saat anak-anak masih kecil saya yang lebih intens dalam memberikan pendidikan keagamaan kepada mereka agar mereka mempunyai

    pedoman dan pondasi yang kuat. Namun istri saya protes karena saya yang

    lebih dominan dalam memberikan pengajaran kepada anak-anak, akhirnya

    saya dan istri sepakat untuk saling memberikan pengajaran tentang agama

    kepada mereka. Setelah anak-anak dewasa kita juga memberikan kebebasan

    kepada mereka untuk memilih agama, apakah akan memilih Islam ataupun

    Kristen (P.JN/55-67/12-08-2012).

    2. Proses Penanaman Nilai-nilai Agama Islam Pada Anak Dari Keluarga

    Pasangan Beda Agama

    Dalam setiap keluarga mempunyai cara dan metode sendiri dalam proses

    penanaman nilai-nilai agama pada anak. Hal itu juga terjadi pada keluarga

    pasangan beda agama, perbedaan agama antara suami istri juga akan

    berpengaruh pada cara penanaman nilai-nilai agama kepada anak dari pasangan

    beda agama tersebut. Di bawah ini akan penulis paparkan proses penanaman

    nilai-nilai agama Islam pada anak dari pasangan beda agama berdasarkan

    wawancara dengan informan.

    a. Keluarga Bapak JK

    Bapak JK dan Ibu SM dikaruniai dua anak. Dengan adanya

    kesepakatan yang dibuat oleh Bapak JK dan Ibu SM akhirnya kedua anaknya

    mengikuti agama Ibu SM yaitu Islam. Mengenai pendidikan keagamaan, Ibu

    SM sudah mulai mengenalkan Islam kepada anak-anaknya sejak mereka

    masih kecil. Hal ini berdasarkan penuturan dari Ibu SM di bawah ini:

  • 33

    Sejak kecil, sebelum sekolah sudah saya latih shalat walaupun hanya sekedar menirukan gerakannya saja (P.SM/68-70/27-07-2012).

    Menurut Ibu SM, pendidikan Islam yang lebih utama diajarkan yaitu

    mengenai shalat, mengaji, puasa, sikap toleransi dan menghormati terhadap

    pemeluk agama lain. Berikut pernyataan Ibu SM:

    Yang penting anak-anak mau shalat dan ngaji tapi yang penting juga harus menghormati bapaknya walaupun belum bisa sama dengan kita (P.SM/94-97/27-07-2012).

    Menurut AS, pendidikan keagamaan Islam ia dapatkan dari ibunya,

    guru serta tempat TPA. Pendidikan keagamaan itu berupa kewajiban untuk

    shalat, puasa, zakat, mengaji dan sikap toleransi. Seperti ungkapan AS berikut

    ini:

    Dari dulu sudah diajarin ibu buat shalat, puasa sama ngaji kok. Kalau agamanya Islam berarti harus shalat 5 kali, kalau bulan Ramadhan juga harus

    puasa, trus kalau malam takbir tu juga harus membayar zakat, tiap hari juga

    disuruh ngaji ke TPA (A.AS/22-28/27-07-2012).

    b. Keluarga Bapak DC

    Pernikahan Bapak DC dengan Ibu IT dikaruniai seorang anak

    perempuan yang bernama RL. Karena Bapak DC menyerahkan sepenuhnya

    kepada Ibu IT mengenai agama anaknya, maka Ibu IT yang memberikan

    pendidikan keagamaan kepada RL sehingga RL ikut ke agama Islam.

    Menurut Ibu IT, pengenalan tentang Islam lebih baik diberikan sejak kecil.

    Nilai-nilai yang diajarkan meliputi pengenalan tentang Tuhan, rukun iman,

    rukun islam dan sikap toleransi. Berikut ungkapan Ibu IT:

    Yang terpenting itu pengenalan tentang Tuhan serta rukun iman, shalat dan ajaran-ajaran yang lain meliputi puasa, zakat dan lainnya. Tentang

    sikap menghargai dan menghormati dengan sesama maupun pemeluk agama

  • 34

    lain. Patuh dan menghormati kepada bapaknya walaupun tidak seagama.

    Mungkin seputar hal-hal yang mendasar yang bisa saya ajarkan kepada anak

    saya (P.IT/95-104/10-08-2012).

    Berdasarkan penuturan RL, nilai-nilai agama yang paling utama

    diajarkan adalah ibadah shalat dan puasa, selain itu juga sikap menghormati

    walaupun terhadap pemeluk agama lain. Seperti ungkapan RL berikut ini:

    Kalau ibu sih yang penting shalat sama kalau bulan Ramadhan kayak sekarang ini harus ikutan puasa (A.RL/60-62/10-08-2012).

    c. Keluarga Bapak JN

    Bapak JN dan Ibu ST dikaruniai dua orang anak, DT dan YD. Saat

    kedua anaknya masih kecil, Bapak JN yang lebih intens dalam memberikan

    penanaman nilai-nilai agama Islam. Setelah anak-anak mereka dewasa, Bapak

    JN dan Ibu ST memberikan kebebasan dalam memilih agama mereka masing-

    masing, akhirnya DT ikut agama ibunya yaitu Kristen Protestan sedangkan

    YD beragama Islam. Menurut Bapak JN, nilai yang harus diberikan kepada

    anak yaitu masalah tauhid, shalat wajib, puasa, toleransi, hidup rukun dengan

    lingkungan sekitar seperti yang telah diungkapkan Bapak JN berikut ini:

    Kalau menurut saya semua nilai itu penting untuk diajarkan kepada anak, tapi hal yang paling anak ketahui dan kuasai adalah mengenai tauhid

    yaitu tentang keimanan kepada Allah, kemudian shalat juga sangat penting

    karena kita sebagai umat Islam wajib untuk melaksanakan shalat 5 waktu,

    puasa maupun sikap saling toleransi dan hidup rukun dengan masyarakat

    sekitar maupun teman-teman pergaulan atau teman sekolah. Yang penting itu

    hidup harmonis dengan lingkungan kita (P.JN/107-119/12-08-2012).

    Berdasarkan penuturan YD, kegiatan keagamaan rutin dilakukan di

    rumah bersama Bapak JN dan juga guna menambah pengetahuan keagamaan,

  • 35

    YD belajar di TPA. Berikut ungkapan YD saat ditanya tentang kegiatan

    keagamaan seperti mengaji maupun pengajian bersama Bapak JN.

    Kalau ngajakin ngaji keluar gak pernah tapi kalau baca al-Quran di rumah biasanya sering, paling gak seminggu tiga kali. Bapak cuma nyuruh

    aku ngaji di TPA dekat rumah (A.YD/55-58/28-07-2012).

  • 36

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    A. Peran Orang Tua Dalam Pemilihan Agama Anak

    Melalui data-data yang penulis peroleh, orang tua mempunyai peranan yang

    sangat penting dalam pemilihan dan penentuan agama bagi anak dalam keluarga

    pasangan beda agama. Pendidikan keagamaan dari masing-masing keluarga pasti

    memiliki cara serta proses yang berbeda-beda dan dari masing-masing keluarga

    pasangan beda agama baik ayah maupun ibu berbeda pula intensitas dalam

    memberikan pengaruh keagamaan kepada anak-anaknya. Berikut pola pemilihan

    agama anak dari tiga keluarga pasangan beda agama yang penulis dapatkan:

    1. Keluarga Bapak JK

    Menurut keterangan dari Ibu SM dapat diketahui bahwa untuk masalah

    agama bagi anak, Ibu SM dan Bapak JK membuat suatu kesepakatan yang

    menyatakan bahwa untuk agama anak-anak mereka kelak harus mengikuti

    agama Ibu SM yaitu Islam. Kesepakatan tersebut dilakukan jauh sebelum

    mereka mempunyai anak.

    2. Keluarga Bapak DC

    Hasil wawancara dengan Ibu IT dapat diketahui bahwa mengenai

    agama anak, Bapak DC menyerahkan sepenuhnya kepada Ibu IT dan pada

    akhirnya hanya Ibu IT yang memberikan pendidikan keagamaan pada anak

    mereka sehingga sang anak secara langsung mengikuti agama Islam sesuai

  • 37

    dengan agama Ibu IT. Sedangkan Bapak DC sama sekali tidak berperan dalam

    penentuan maupun pendidikan keagamaan anak mereka.

    3. Keluarga Bapak JN

    Berdasarkan penuturan Bapak JN, beliaulah yang lebih intens dalam

    memberikan pendidikan keagamaan saat anak-anak mereka masih kecil. Tetapi

    setelah Ibu ST mengungkapkan keinginannya untuk mengajarkan pendidikan

    keagamaan kepada anak-anak mereka sesuai dengan ajaran agama yang

    dipeluknya, akhirnya Bapak JN dan Ibu ST membuat kesepakatan untuk

    bersama-sama saling memberikan pendidikan keagamaan kepada kedua anak

    mereka atau dengan kata lain saling menawarkan agama masing-masing

    kepada anak. Bapak JN dan Ibu ST juga memberikan kebebasan penuh kepada

    kedua anaknya dalam hal pemilihan agama.

    Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pola pemilihan agama bagi

    anak dari pasangan beda agama yaitu:

    1. Mengajukan perjanjian pranikah

    2. Menyerahkan keputusan kepada salah satu pasangan

    3. Persaingan dan memberikan kebebasan penuh kepada anak

    B. Pola Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Pasangan Beda Agama

    Pendidikan agama bertujuan untuk membentuk kepribadian anak sesuai

    dengan ajaran agama. Pokok-pokok nilai-nilai agama Islam yang harus ditanamkan

    pada anak yaitu keimanan, ibadah dan akhlak (Syafaat dkk, 2008: 50). Pendidikan

    keagamaan hendaknya diberikan kepada anak sedini mungkin guna memberikan

  • 38

    bekal yang kuat tentang agama kepada anak serta akan menjadi pengendali dan

    menjadi pedoman dalam hidupnya dikemudian hari. Orang tua berkewajiban untuk

    mendidik anaknya sesuai dengan ajaran agama Islam karena keluarga merupakan

    wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam

    penelitian ini, penggalian data lebih mengungkap aspek penanaman pendidikan

    agama dalam aspek keimanan, ibadah atau ritual dan akhlak.

    Tiap-tiap keluarga memiliki pola yang berbeda dalam memberikan

    pendidikan kepada anak-anaknya. Menurut Sutari Imam Barnadib (1987: 122-129),

    terdapat tiga pola atau tipe keluarga yaitu:

    1. Pola keluarga otoriter yaitu pola keluarga dimana anak harus patuh dan taat atas

    semua perintah orang tua dan orang tua tidak pernah mengenal kompromi.

    2. Pola keluarga liberal yaitu pola kepemimpinan orang tua di dalam keluarga

    kurang tegas dan anak menentukan sendiri apa yang dikehendaki, orang tua

    memberikan kebebasan kepada anaknya.

    3. Pola keluarga demokratis yaitu pola asuh yang memprioritaskan kepentingan

    anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan anak.

    Pola atau tipe keluarga di atas juga tidak jauh berbeda dengan pola yang

    dipakai orang tua dalam memberikan pendidikan agama kepada anak, seperti

    informasi yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan tiga keluarga

    pasangan beda agama.

  • 39

    Pola pendidikan agama Islam kepada anak dari pasangan beda agama

    berbeda-beda di masing-masing keluarga. Berikut pola pendidikan agama Islam

    pada tiga keluarga beda agama:

    1. Keluarga Bapak JK

    Dalam keluarga ini yang dominan dalam memberikan pendidikan

    agama kepada anak adalah Ibu SM. Beliau mulai mengenalkan dan

    mengajarkan tentang Islam kepada anaknya sejak mereka masih kecil. Menurut

    Ibu SM pen