PENAMBAHAN GLUKOMANAN PADA FORMULASI MI … · 1 Diagram alir pembuatan tepung kedelai (modifikasi...
Transcript of PENAMBAHAN GLUKOMANAN PADA FORMULASI MI … · 1 Diagram alir pembuatan tepung kedelai (modifikasi...
PENAMBAHAN GLUKOMANAN PADA FORMULASI MI
BERINDEKS GLIKEMIK RENDAH BERBASIS TEPUNG
KOMPOSIT (TERIGU, PATI GARUT, DAN KEDELAI)
SONIA ROSSELINI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambahan
Glukomanan pada Formulasi Mi Berindeks Glikemik Rendah Berbasis Tepung
Komposit (Terigu, Pati Garut, dan Kedelai) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Sonia Rosselini
NIM I14090023
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja yang terkait.
ABSTRAK
SONIA ROSSELINI. Penambahan Glukomanan pada Formulasi Mi Berindeks
Glikemik Rendah Berbasis Tepung Komposit (Terigu, Pati Garut, dan Kedelai).
Dibimbing oleh CLARA MELIYANTI KUSHARTO dan TIURMA SINAGA.
Pengembangan pangan pokok berindeks glikemik rendah akan mampu
menyumbang kebutuhan energi namun lambat dalam meningkatkan kadar glukosa
darah yang bermanfaat pada penatalaksanaan penyakit metabolik. Penelitian ini
bertujuan mengembangkan mi berindeks glikemik rendah berbasis tepung
komposit (terigu, pati garut, dan kedelai) dengan penambahan glukomanan.
Penelitian dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor pada Juli-Desember 2013.
Tahapannya yaitu pembuatan tepung kedelai, pengujian komposisi bahan baku,
formulasi mi, pengujian organoleptik, pengujian sifat fisik dan komposisi mi,
serta pengujian indeks glikemik. Penelitian ini telah berhasil mengembangkan mi
berindeks glikemik rendah berbasis tepung komposit (50% terigu, 30% pati garut,
dan 20% kedelai) melalui penambahan glukomanan pada taraf 1.5% dengan nilai
indeks glikemik 53.90±19.81.
Kata kunci: mi, tepung komposit, indeks glikemik
ABSTRACT
SONIA ROSSELINI. The Addition of Glucomannan on Low Glycemic Index
Noodle Formulation Base on Composite Flour (Wheat Flour, Arrowroot Starch,
and Soybean Flour). Supervised by CLARA MELIYANTI KUSHARTO and
TIURMA SINAGA.
Development of staple food having low glycemic index will be able to
contribute energy need but raising blood glucose slowly that has benefit on
metabolic disease treatment. This research aims to develop low glycemic index
noodle base on composite flour (wheat flour, arrowroot starch, and soybean flour)
by addition of glucomannan flour. The research was conducted at Bogor
Agricultural University on July-December 2013. The steps were soy flour making,
the composition of raw materials assay, noodle formulation, sensory evaluation,
noodle physical properties and compositions assay, as well as glycemic index
testing. This research has successfully developed low glycemic index noodle base
on composit flour (50% wheat flour, 30% arrowroot starch, and 20% soybean
flour) through addition of 1.5% glucomannan with the 53.90±19.81 glycemic
index value.
Keywords: noodle, composite flour, glycemic index
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Gizi Masyarakat pada
Departemen Gizi Masyarakat
PENAMBAHAN GLUKOMANAN PADA FORMULASI MI
BERINDEKS GLIKEMIK RENDAH BERBASIS TEPUNG
KOMPOSIT (TERIGU, PATI GARUT, DAN KEDELAI)
SONIA ROSSELINI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Penambahan Glukomanan pada Formulasi Mi Berindeks Glikemik
Rendah Berbasis Tepung Komposit (Terigu, Pati Garut, dan
Kedelai)
Nama : Sonia Rosselini
NIM : I14090023
Disetujui oleh
Prof Dr drh Clara M. Kusharto, MSc
Pembimbing I
Dr Tiurma Sinaga, MFSA
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwasanya
penulisan skripsi dan studi penulis telah selesai dilaksanakan dengan baik. Indeks
glikemik dan pengembangan produk berbasis pangan lokal merupakan dua fokus
utama pada skripsi ini. Dengan demikian, penelitian ini menggabungkan aspek
processing pangan dengan evaluasi nilai gizi.
Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada Prof Dr drh Clara
M. Kusharto, MSc dan Dr Tiurma Sinaga, MFSA selaku dosen pembimbing, Prof
Dr Ir Hardinsyah, MS selaku dosen pemandu seminar, dan Dr Rimbawan selaku
dosen penguji. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya tentunya penulis
sampaikan kepada keluarga tercinta yang selalu menjadi tim sejati yaitu Ayahanda
Slamet Hariono, Ibunda Yulini, dan adik tersayang Sonata Khrisna Deva.
Ucapan terima kasih selanjutnya adalah kepada Program Indofood Riset
Nugraha 2013/2014 yang telah mensponsori penelitian ini, dr Karina Rahmadia
Ekawidyani, M.Sc yang telah bersedia menjadi penanggungjawab uji indeks
glikemik, rekan-rekan seluruh subyek pengujian indeks glikemik, Beasiswa
Bantuan Mahasiswa yang telah memberi tunjangan studi, para teknisi dan laboran
(Ir Titi Riani, MBiomed; Mashudi, STP yang senantiasa menjadi guru penulis;
dan Pak Junaedi), para sahabat di laboratorium (Kak Rahmi, Kak Yudi, Dini,
Anggar, dll), rekan-rekan Gizi Masyarakat (Uthu, Rini, Fithri, Ruroh, Rieska,
Grevi, Soni, dll) dan Kost Pondok Dinar (Yuli, Annisya, dll), serta berbagai pihak
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skipsi ini bermanfaat sesuai dengan harapan yang penulis
sampaikan didalamnya. Penulis senantiasa menyambut kritik dan masukan yang
membangun untuk perbaikan skripsi ini.
Bogor, Februari 2014
Sonia Rosselini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Bahan 3
Alat 3
Prosedur 3
Rancangan Percobaan 9
Pengolahan dan Analisis Data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Pembuatan Tepung Kedelai 10
Komposisi Bahan Baku 10
Formulasi Mi Kering 12
Karakteristik Organoleptik dan Penentuan Produk Terpilih 15
Sifat Fisik dan Komposisi Mi 18
Indeks dan Beban Glikemik Mi 21
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 31
RIWAYAT HIDUP 60
DAFTAR TABEL
1 Proporsi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi kering 5 2 Formulasi tepung komposit 6 3 Formulasi mi berbasis tepung komposit dengan penambahan
glukomanan 6 4 Komposisi bahan baku 11
5 Hasil pengujian rating mutu hedonik dan hedonik formulasi komposit 14
6 Hasil pengujian rating mutu hedonik dan hedonik dan penerimaan formulasi
komposit dengan penambahan glukomanan 16
7 Hasil analisis tabulasi silang mutu hedonik dan hedonik mi 17
8 Sifat fisik dan komposisi mi 18
9 Indeks dan beban glikemik mi 20
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir pembuatan tepung kedelai (modifikasi Raji dan
Famuwera 2008) 4 2 Prosedur pembuatan mi kering berindeks glikemik rendah berbasis
tepung komposit 5 3 Ilustrasi incremental area under curve (Brouns et al. 2005) 9 4 Bahan baku formulasi 10 5 Mi basah mentah keluar dari ekstruder 13 6 Mi basah matang setelah dikukus 13 7 Mi kering 13
8 Rata-rata respon glikemik pangan subyek 21 9 Struktur molekul glukomanan (Ling et al. 2013) 22
10 Viskositas larutan glukomanan dengan konsentrasi yang berbeda
selama 80 menit (Akesowan 2008) 23
DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur uji fisik dan komposisi makanan 31 2 Perhitungan takaran saji mi 34 3 Formulir pengujian organoleptik rating mutu hedonik dan hedonik 35
4 Penjelasan sebelum persetujuan subyek indeks glikemik 37
5 Persetujuan setelah penjelasan subyek indeks glikemik 39 6 Surat lolos kaji etik (ethical approval) 40 7 Perhitungan porsi pangan pada pengujian indeks glikemik 41
8 Contoh perhitungan luas area di bawah kurva dan indeks glikemik 42 9 Karakteristik fisik dan klinis subyek indeks glikemik 44
10 Sebaran nilai indeks dan beban glikemik subyek 45 11 Kadar glukosa subyek untuk glukosa standar 47
12 Kadar glukosa darah subyek untuk mi A 47
13 Kadar glukosa darah subyek untuk mi B 48 14 Hasil pengujian sifat fisik serta komposisi bahan baku dan mi 49 15 Hasil analisis statistik sifat organoleptik mi 53 16 Hasil analisis statistik perbedaan antar perlakuan pada sifat fisik dan
komposisi mi 56 17 Hasil analisis statistik karakteristik subyek indeks glikemik mi 58
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sindrom metabolik, yaitu sekumpulan risiko penyakit jantung koroner dan
diabetes membuat transisi epidemiologi akan penyakit yang mendominasi angka
kematian di Indonesia selama kurun waktu 10 tahun (1991-2000) (Djaja et al.
2003). Tingginya kejadian penyakit metabolik yang merupakan dampak jangka
panjang dari gaya hidup membuat masyarakat semakin menaruh perhatian akan
kesehatan, termasuk dalam hal pangan. Konsumen memberikan dua dimensi
terhadap kesehatan, yaitu makan secara sehat dan menghindari makanan yang
tidak sehat. Dimensi pertama sangat terkait dengan berbagai faktor dari makanan
yang berhubungan dengan peningkatan kesehatan dan gizi (Brunso et al. 2002).
Salah satu prinsip diet sehat dalam penatalaksanaan sindrom metabolik
adalah pengaturan konsumsi jenis karbohidrat melalui indeks glikemik. Indeks
glikemik merupakan sistem peringkat makanan menurut efeknya (immediate
effect) terhadap kenaikan kadar glukosa darah (Jenkins et al. 1981).
Pengembangan pangan pokok berindeks glikemik rendah akan mampu
menyumbang kebutuhan energi namun meningkatkan kadar glukosa darah secara
perlahan. Sebuah meta-analisis yang dilakukan Opperman et al. (2004)
mendukung bukti bahwa pangan berindeks glikemik rendah dapat menurunkan
total kolesterol dan meningkatkan kontrol metabolik pada pasien diabetes.
Mi merupakan salah satu pangan pokok masyarakat Indonesia yang
menempati proporsi konsumsi terigu tertinggi yaitu sebesar 50% (Hou 2010).
Bentuk mi yang memiliki masa simpan yang baik adalah mi kering.
Pengembangan mi kering berindeks glikemik rendah dapat dilakukan melalui
pengendalian faktor yang dapat mempengaruhi respon glikemik rendah pada basis
komposit bahan pangan lokal terhadap terigu. Faktor pengendali respon glikemik
pada penelitian ini adalah tepung glukomanan adapun pangan lokal yang
berpotensi sebagai bahan komposit terhadap terigu adalah pati garut.
Glukomanan merupakan serat larut air yang berasal dari umbi porang/iles-
iles (Amorphophallus onchophyllus). European Food Safety Authority (EFSA)
(2010) menyebutkan bahwa pemberian glukomanan sebesar 1-5 gram per hari
berefek positif pada fungsi saluran cerna, pengontrolan glikemik, pengaturan berat
badan, dan level kolesterol. Iles-iles adalah tanaman umbi golongan Araceae asli
Indonesia yang secara alami banyak tumbuh liar di hutan-hutan Pulau Jawa.
Pemanfaatan terhadap tanaman ini sebagian besar masih terbatas pada produk chip
kering yang diekspor ke luar negeri (Sa’id dan Rahayu 2009). Penambahan
glukomanan pada formulasi produk untuk menghasilkan pangan fungsional
diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah potensi lokal iles-iles dan produk
pangan tersebut.
Berdasarkan penelitian Suriani (2008), diketahui bahwa pati garut
cenderung memiliki viskositas yang tinggi. Karakter ini sejalan dengan salah satu
karakter pati yang baik untuk bahan baku mi menurut Chen et al. (2003).
Kandungan protein pati garut yang rendah akan dikompensasi melalui proporsi
tepung kedelai. Lebih lanjut, basis komposit yang terdiri atas serealia, umbi-
umbian, dan kacang-kacangan akan memiliki nilai tambah diversifikasi pangan.
2
Diversifikasi memiliki dua manfaat utama yaitu meningkatkan status gizi
penduduk melalui asupan gizi yang beragam dan mencegah ketergantungan
terhadap suatu komoditas pangan (Almatsier 2002).
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan mi kering berindeks
glikemik rendah berbasis tepung komposit (terigu, pati garut, dan kedelai) dengan
penambahan glukomanan.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mempelajari pembuatan tepung kedelai
2. Menguji dan mempelajari komposisi (proksimat dan total serat makanan)
bahan baku
3. Mempelajari pembuatan dan formulasi mi kering berbasis tepung komposit
(terigu, pati garut, dan kedelai) dengan dan tanpa penambahan glukomanan
4. Menguji dan mempelajari mutu hedonik (warna, kecerahan, aroma langu,
aroma umbi, rasa manis, rasa asin, aftertaste, serta tekstur kekenyalan dan
kekerasan menggunakan tangan dan gigit) mi kering berbasis tepung komposit
dengan dan tanpa penambahan glukomanan serta menentukan produk terpilih
melalui pengujian rating hedonik dan pertimbangan peneliti
5. Menguji dan mempelajari sifat fisik (waktu rehidrasi optimum, kehilangan
padatan akibat pemasakan, dan elongasi) serta komposisi (proksimat dan total
serat makanan) mi kering berbasis tepung komposit terpilih dengan dan tanpa
penambahan glukomanan
6. Menguji dan mempelajari indeks dan beban glikemik mi kering berbasis
tepung komposit terpilih dengan dan tanpa penambahan glukomanan
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
pengembangan produk mi berbasis tepung komposit berindeks glikemik rendah
kepada berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) diantaranya adalah
akademisi, masyarakat, pemerintah, dan industri.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Juli-Desember 2013. Pembuatan tepung
kedelai dan formulasi mi dilakukan di Laboratorium SEAFAST Center, Institut
Pertanian Bogor (IPB). Pengujian organoleptik rating mutu hedonik dan hedonik
dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat,
3
IPB. Pengujian fisik dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Bahan
Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, IPB dan Laboratorium Pengawasan
Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB. Pengujian komposisi
makanan dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Bahan Makanan,
Departemen Gizi Masyarakat, IPB. Pengujian indeks glikemik dilakukan di Klinik
Konsultasi Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, IPB.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung kedelai dan
formulasi terdiri atas kedelai, tepung terigu, pati garut, tepung glukomanan, air,
garam, guar gum, asam sitrat, natrium tripolifosfat, natrium karbonat, dan kalium
karbonat. Tepung terigu yang digunakan merupakan tepung terigu merk X yang
memiliki kandungan protein tertinggi diantara 3 jenis terigu di pasaran. Pati garut
yang digunakan merupakan pati garut merk Y yang diperoleh dari sentra produksi
tepung dan pati umbi-umbian di Bantul Yogyakarta. Sebagian besar garut
(Marantha arundianacea L.) untuk produksi pati garut bervarietas banana, jenis
Sumbawa, dan umur panen 8 bulan.
Tepung glukomanan merk Z yang digunakan diperoleh dari Inasea
Enterprise Makassar. Spesifikasinya yaitu berwarna putih gading/ putih cahaya,
kadar glukomanan >90% (bk), viskositas (1% larutan) >35 000 Cps, dan pH
tingkat 1% 7. Spesifikasi tersebut menempatkan tepung glukomanan dalam
kategori purified top grade flour menurut Ministry of Agriculture of People’s
Republic of China (2002a) dengan spesifikasi berwarna putih, viskositas ≥32 000,
dan kadar glukomanan basis kering ≥90%. Bahan-bahan kimia yang digunakan
untuk pengujian komposisi makanan merupakan bahan-bahan yang lazim terdapat
di laboratorium kimia. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian indeks
glikemik adalah glukosa standar, strip glukosa, dan alkohol swap.
Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung kedelai adalah cabinet
dryer, disc mil, dan ayakan 100 mesh. Alat-alat yang digunakan untuk formulasi
terdiri atas hand mixer, steaming box, multifunctional noodle machine merk MS9,
dan kipás angin. Alat yang digunakan untuk pengujian fisik terdiri atas Tensile
Strength Tester dan alat-alat gelas. Alat-alat yang digunakan untuk pengujian
komposisi makanan merupakan alat-alat yang lazim digunakan di laboratorium
kimia. Alat-alat yang digunakan untuk pengujian indeks glikemik terdiri atas
finger-prick cappilary blood dan glukometer merk One Touch Ultra.
Prosedur
Pembuatan Tepung Kedelai
Pembuatan tepung kedelai dapat dilihat pada Gambar 1. Pati garut tidak
dibuat oleh peneliti karena produk komersial sudah memiliki kehalusan dan
penampakan fisik yang baik yaitu cukup putih dan lolos ayakan 100 mesh. Tepung
4
adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan.
Pada proses penggilingan, ukuran bahan diperkecil dengan cara diremuk yaitu
ditekan dengan gaya mekanis dari alat penggiling. Sementara itu, pati diperoleh
melalui proses ekstraksi dengan cara pengepresan pengendapan (Richana dan
Sumari 2004).
Pengujian Komposisi Bahan Baku
Pengujian komposisi yang dilakukan terhadap tepung kedelai dan pati garut
meliputi pengujian proksimat dan total serat makanan adapun pada tepung
glukomanan hanya kadar air, lemak, dan total serat makanan. Prosedur pengujian
dapat dilihat pada Lampiran 1. Komposisi tepung terigu berupa protein, lemak,
dan karbohidrat by difference diperoleh dari Informasi Nilai Gizi kemasan adapun
air dan abu diperoleh dari Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3751-2006 tepung
terigu sebagai bahan makanan. Komposisi tepung glukomanan berupa abu,
protein, dan karbohidrat by difference diperoleh dari Food Composition Database,
Department of Food and Nutrition, Sugiyama Joakuen University (2000).
Formulasi Mi Kering
Proporsi bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi mi dapat dilihat
pada Tabel 1. Proporsi bahan-bahan selain tepung komposit merupakan presentase
terhadap tepung komposit. Modifikasi dilakukan terhadap basis tepung dan air
adapun proporsi bahan tambahan pangan mengadopsi dari Simanjuntak (2001).
Kadar air optimum diperoleh berdasarkan trial and error sementara tepung
diperoleh melalui formulasi. Pada pembuatan mi berbasis pati, kadar air yang
Kedelai utuh
Sortasi
Perendaman dengan Na2CO3 0.5% selama 16 jam
Perebusan pada suhu 100oC selama 10 menit
Pengeringan dengan cabinet dryer pada suhu 70-80oC selama 10 jam
Penggilingan dengan disc mill
Pengayakan 100 mesh
Tepung kedelai
Gambar 1 Diagram alir pembuatan tepung kedelai (modifikasi Raji
dan Famuwera 2008)
5
digunakan lebih banyak dari mi berbasis protein yaitu sekitar 66-70% (Chansri et
al. 2005). Berdasarkan trial and error, jumlah air optimum untuk formulasi
sebesar 52% yang terdiri atas 45% air untuk pembentukan binder (adonan pengikat
berupa pati yang sudah tergelatinisasi) bersama dengan pati garut dan 7% air
Tabel 1 Proporsi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi kering
No Bahan Jumlah
(%)
Bahan utama
1 Tepung komposit 100.00
2 Air (% dari tepung komposit) 52.00
Bahan tambahan (% dari tepung komposit)
3 Garam 1.00
4 Guar gum 1.00
5 Asam sitrat 2.00
6 Natrium tripolifosfat 2.00
7 Natrium karbonat 0.94
8 Kalium karbonat 0.56
Pencampuran 10 menit
Ekstrusi 2 kali (dengan
penekanan menggunakan balok
kayu)
Pengukusan selama 15
menit
Pencetakan adonan
Mi kering berbasis tepung komposit
(terigu, pati garut, dan kedelai)
Gelatinisasi
Pengeringan dengan kipas angin selama 48 jam
10% pati
garut
Natrium
tripolifosfat Garam 45%
air
Terigu
Tepung
kedelai
Sisa pati
garut
garut Guar
gum
Asam sitrat
Natrium
karbonat
Kalium
karbonat
7% air
Gambar 2 Prosedur pembuatan mi kering berindeks glikemik rendah berbasis
tepung komposit
6
tambahan pada saat pencampuran. Prosedur pembuatan mi mengadopsi dari Hou
(2010) dan Chansri et al. (2005) dengan prinsip modifikasi pencampuran dan
pengeringan. Diagram alir prosedur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Formulasi mi terdiri atas formulasi tepung komposit dan formulasi tepung
komposit dengan penambahan glukomanan. Hasil studi Nasution (2005) mengenai
formulasi mi kering dari tepung terigu dengan tepung rumput laut yang diperkaya
dengan kacang kedelai menunjukkan bahwa adonan dengan proporsi tepung terigu
di bawah 50% menghasilkan adonan yang tidak dapat dicetak. Sementara itu,
Widaningrum et al. (2005) melakukan subtitusi tepung garut terhadap formulasi
mi basah sebesar 20%. Proporsi tepung kedelai mempertimbangkan kadar protein
mínimum untuk mi kering berdasarkan SNI 01-2974-1996 mi kering sebesar 8%.
Perlakuan sebanyak 9 komposit dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Formulasi tepung komposit
Jenis Komposit Formulasi Tepung Komposit (%)
Tepung Terigu Pati Garut Tepung Kedelai
1 50 20 30
2 50 25 25
3 50 30 20
4 60 10 30
5 60 20 20
6 60 30 10
7 70 10 20
8 70 15 15
9 70 20 10
Tabel 3 Formulasi mi berbasis tepung komposit dengan penambahan glukomanan
Formula Taraf Konsentrasi
Glukomanan (%)
1 0.50
2 0.75
3 1.00
4 1.25
5 1.50
Penambahan tepung glukomanan mengadopsi anjuran EFSA (2010) dengan
mempertimbangkan taraf maksimal yang teksturnya dapat diterima konsumen dan
frekuensi pangan pokok dalam sehari yaitu 2-3 kali. Formulasi konsentrasi
glukomanan pada formulasi mi dapat dilihat pada Tabel 3. Penambahan
glukomanan di atas 1.5% menyebabkan mi memiliki volume yang besar akibat
kemampuan penyerapan air yang tinggi oleh glukomanan. Diduga, produk mi
tersebut juga tidak akan memiliki elongasi yang lebih baik karena terhalangnya
penyerapan air pada terigu (Husniati dan Devi 2013). Basis yang ditetapkan
peneliti adalah sebesar 100 gram tepung komposit yang dikonversi menjadi 100
gram mi kering (Lampiran 2). Hal ini mendasari ditetapkannya taraf bawah
sebesar 0.5% dimana jika dalam satu hari konsumen mengonsumsi 2-3 kali mi
7
sebagai pangan pokok, maka sudah dapat memenuhi batas bawah yang dianjurkan
EFSA.
Pengujian Organoleptik Rating Mutu Hedonik dan Hedonik
Formula terpilih ditentukan melalui pengujian rating hedonik dan
pertimbangan peneliti. Pada formulasi tepung komposit, pertimbangan peneliti
yaitu proporsi tepung terigu terendah dan pati garut tertinggi adapun pada
formulasi tepung komposit dengan penambahan glukomanan yaitu konsentrasi
tepung glukomanan tertinggi. Mi direhidrasi sesuai dengan waktu rehidrasi
optimum. Mi terpilih pada formulasi tepung komposit disebut mi A sementara
pada formulasi tepung komposit dengan penambahan glukomanan disebut mi B.
Panelis merupakan panelis semi terlatih berjumlah 30 orang dengan
mempertimbangkan unit percobaan yang mampu diuji oleh panelis. Pada formulasi
jenis komposit, panelis berjumlah 90 orang dengan jumlah unit percobaan pada
setiap panelis sebesar 6 unit. Pada formulasi komposit dengan penambahan
glukomanan, panelis yang digunakan berjumlah 60 orang dengan unit percobaan
pada setiap panelis sebesar 5 unit. Penjelasan mengenai teknis pengujian
organoleptik dapat dilihat pada kuisioner pengujian organoleptik pada Lampiran 3.
Penilaian hedonik untuk memilih formula terbaik diturunkan menjadi
presentase penerimaan panelis terhadap atribut keseluruhan jika tidak diperoleh
perbedaan yang nyata pada rata-rata penilaian hedonik panelis antar produk
(Dubost et al. 2002). Atribut keseluruhan diperoleh melalui pembobotan terhadap
masing-masing atribut. Menurut Muhandri (2011), parameter elongasi dan
kehilangan padatan akibat pemasakan merupakan parameter mutu utama mi,
dimana keduanya merupakan bagian dari atribut tekstur. Dengan demikian, bobot
skor atribut tekstur merupakan yang tertinggi, yaitu 0.5. Selain itu, atribut testur
adalah atribut yang terbanyak diturunkan dalam penilaian mutu hedonik, yaitu
tekstur menggunakan tangan dan gigit dimana masing-masing dijabarkan lagi
menjadi kekerasan dan kekenyalan.
Atribut warna dan aroma mendapatkan bobot skor tertinggi kedua dimana
masing-masing adalah 0.2. Warna merupakan aspek fisik yang diperhatikan
pertama kali adapun aroma penting untuk diperhatikan terkait dengan
keheterogenan bahan yang berpotensi untuk menimbulkan aroma yang tidak
disukai, seperti langu. Warna dijabarkan menjadi 2 atribut pada mutu hedonik,
yaitu warna dan kecerahan. Adapun aroma yang dimaksud pada mutu hedonik
adalah aroma langu. Atribut yang mendapat bobot skor terkecil adalah rasa yaitu
0.1. Hal ini dikarenakan atribut rasa merupakan atribut yang relatif paling mudah
untuk dimodifikasi. Atribut rasa dijabarkan menjadi rasa manis dan asin serta
aftertaste. Rasa manis dan asin dapat dimodifikasi dengan penambahan garam
sementara aftertaste dengan pemberian bumbu ketika disajikan.
Pengujian Sifat Fisik dan Komposisi Mi
Pengujian sifat fisik yang dilakukan meliputi waktu rehidrasi, kehilangan
padatan akibat pemasakan-KPAP (cooking loss), dan elongasi (modifikasi Tan et
al. 2009). Waktu rehidrasi merupakan waktu yang diperlukan oleh suatu produk
untuk menyerap air kembali setelah mengalami proses pengeringan. Kehilangan
padatan akibat pemasakan adalah banyaknya padatan dalam mi yang terurai ke
dalam air selama proses pemasakan. Elongasi adalah pertambahan panjang
8
maksimum mi ketika mengalami tarikan sebelum putus. KPAP dan elongasi
merupakan parameter mutu utama mi yang tergantung pada kekokohan mi
(Muhandri 2011). Pengujian komposisi yang dilakukan meliputi pengujian
proksimat (AOAC 2007) dan kadar serat makanan (AOAC 2009). Pengujian sifat
fisik dan komposisi mi dapat dilihat pada Lampiran 1. Kandungan energi diperoleh
dari penjumlahan kandungan energi pada protein, lemak, dan karbohidrat by
difference (%bb).
Pengujian Indeks dan Beban Glikemik Mi
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan subyek (informed consent)
dan surat keterangan lolos kaji etik penelitian (ethical approval) dari Komite Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penjelasan
sebelum persetujuan (PSP) subyek, informed consent, dan surat keterangan lolos
kaji etik dapat dilihat pada Lampiran 4, Lampiran 5, dan Lampiran 6.
Subyek penentuan indeks glikemik mi berjumlah 10 orang sesuai dengan
anjuran BPOM (2011) yang terdiri atas 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan.
Kriteria inklusinya yaitu berumur 18-30 tahun, memiliki indeks massa tubuh
(IMT) normal (18.5–22.9 kg/m2), tidak memiliki riwayat penyakit diabetes dan
memiliki kadar glukosa darah puasa normal (60-100 mg/dL), tidak mengalami
gangguan pencernaan (Brouns et al. 2005), tidak menggunakan obat-obatan (Lee
et al. 2009), tidak merokok (Frati et al. 1996), serta tidak minum minuman
beralkohol (Soh dan Miller 1999). Adapun kriteria eksklusinya yaitu subyek dalam
keadaan tidak sehat, baik berdasarkan diagnosis dokter (Lee et al. 2009) maupun
secara subyektif oleh panelis atau peneliti; mengonsumsi pangan yang berefek
diuretik (kopi dan teh); memiliki alergi terhadap terigu; dan stres.
Rangkaian pengujian indeks glikemik terdiri atas perekrutan dan pemilihan
subyek serta pengujian indeks glikemik pangan yaitu pangan standar berupa
glukosa murni pada minggu pertama, mi A pada minggu kedua, dan mi B pada
minggu ketiga. Jeda antara pangan adalah 4-7 hari. Pangan yang diberikan setara
dengan 50 gram karbohidrat tersedia (available carbohydrate) yang dikoreksi
dengan nilai kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) mi. Nilai KPAP
menjadi koreksi agar jumlah karbohidrat tersedia mi matang tidak berkurang
akibat pemasakan. Karbohidrat tersedia dalam pangan dimana merupakan fraksi
yang tersedia untuk penyerapan di usus kecil (Foster-Powell 2002) dilakukan
dengan memasukkan kadar total serat makanan sebagai faktor koreksi dalam
karbohidrat by difference. Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Prosedur penentuan indeks glikemik mengacu pada Brouns et al. (2005)
yaitu sebagai berikut.
a Subyek menjalani puasa penuh (kecuali air) semalam selama minimal 10 jam.
b Contoh darah subyek pada akhir puasa (disebut menit ke-0) diambil sebanyak
±50 μL dengan menggunakan finger-prick capillary blood dan diukur kadar
glukosanya.
c Pangan diberikan kepada subyek. Perhitungan dimulai ketika tegukan pertama
pada larutan glukosa standar dan gigitan pertama pada mi. Glukosa standar
dilarutkan dalam 240 ml air dan dihabiskan dalam waktu maksimal 5 menit
adapun mi yang telah dimasak sesuai waktu rehidrasi optimum dihabiskan
dalam waktu maksimal 14 menit.
9
Gambar 3 Ilustrasi incremental area under curve (Brouns et
al. 2005)
d Contoh darah subyek diambil kembali pada setiap 15 menit pada jam pertama
kemudian setiap 30 menit pada jam kedua dan diukur kadar glukosanya.
e Kadar glukosa darah dan waktu diplot pada grafik.
f Luas daerah dibawah kurva dihitung dengan metode perhitungan luas bangun
incremental area under curve (I-AUC). Ilustrasi I-AUC ditampilkan pada
Gambar 3.
g Indeks glikemik kedua mi pada setiap subyek merupakan perbandingan luas I-
AUC antara mi dengan glukosa standar. Contoh perhitungannya dapat dilihat
pada Lampiran 8.
h Indeks glikemik kedua mi merupakan rata-rata indeks glikemik 10 orang
subyek.
i Beban glikemik diperoleh dari perhitungan indeks glikemik dikalikan dengan
karbohidrat tersedia dalam satu takaran saji (100 gram mi mentah) yang
dikurangi dengan KPAP-nya.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor dan dua ulangan. Pada kedua
formulasi, model rancangannya adalah sebagai berikut.
Yij = µ + αi + εij
Keterangan:
Yij : nilai pengamatan pada jenis komposit/ konsentrasi tepung glukomanan
ke-i dan ulangan ke-j
i : jenis komposit/ konsentrasi tepung glukomanan
α : pengaruh jenis komposit/ formula ke-i
j : ulangan ke-j (1 dan 2)
µ : rataan umum
εij : pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2)
Pengolahan dan Analisis Data
Keseluruhan data diolah dalam piranti lunak Microsoft Excel untuk
mendapatkan rata-rata nilai dan standar deviasinya (rata-rata±SD) kemudian
dilanjutkan dengan pengujian statistik menggunakan Statistical Programme for
Social Science (SPSS) 16.0 for Windows 2007. Perbedaan antara perlakuan pada
11
membentuk gel ketika tersedia air dalam perut dan usus halus sehingga
memperlambat pengosongan perut, mempercepat waktu transit di usus halus serta
mengendalikan penyerapan glukosa dalam darah dan nilai indeks glikemik bahan
pangan (Lunn dan Buttriss 2007). Komposisi bahan baku tersebut disajikan pada
Tabel 4. Berdasarkan kandungan lemak, protein, dan seratnya, diduga tepung
kedelai merupakan bahan baku yang dapat berperan dalam pengendalian respon
glikemik rendah pada basis tepung komposit.
Tabel 2 Komposisi bahan baku
Jenis Zat Gizi Terigu Pati
Garut
Tepung
Kedelai
Gluko
manan
Air (%bb) ≤14.51 14.07 5.89 9.77
Abu (%bk) ≤0.601 0.41 4.27 5.96
3
Protein (%bk) 13.852 1.15 40.44 3.19
3
Lemak (%bk) 1.152 0.41 26.95 0.66
Karbohidrat by difference (%bk) 85.412 98.03 28.34 90.74
3
Serat makanan tidak larut (%bk) 0.09 7.62 8.87
Serat makanan larut (%bk) 0.68 4.84 74.95
Total serat makanan (%bk) 2.771 0.77 12.46 83.82
1SNI 01-3751-2006
2Informasi Nilai Gizi kemasan
3Department of Food and Nutrition, Department of Food and Nutrition, Sugiyama Joakuen
University (2000)
Kadar air pati garut sedikit lebih tinggi dibandingkan pada penelitian
Maulani et al. (2012) dengan umur panen yang sama (8 bulan) yaitu sebesar
12.11%. Namun kadar air ini masih memenuhi persyaratan kadar air pati garut
untuk komersial yaitu di bawah 18% (Pudjiono 1998). Sebaliknya, kadar abu,
protein, lemak, karbohidrat, dan total serat makanannya lebih rendah yaitu masing-
masing sebesar 0.83% (bk), 1.74% (bk), 1.50% (bk), 94.88% (bk), dan 1.06% (bk).
Diduga hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti tidak seragamnya varietas
dan umur panen umbi serta perbedaan lama dan metode pengeringan. Rendemen
pati garut tertinggi diperoleh pada umbi dengan umur panen 9 bulan yaitu sebesar
18.33% sehingga diduga dapat mempengaruhi pemilihan produsen dalam skala
produksi.
Kadar proksimat tepung kedelai mendekati nilai menurut Balai Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) (2007) yaitu kadar air 9%, abu
5.06% (bk), protein 39.45% (bk), lemak 22.63% (bk), dan karbohidrat by
difference 32.86% (bk). Kadar air yang lebih rendah ini dikaitkan dengan kualitas
yang lebih baik karena kadar air bahan pangan menentukan daya terima,
kesegaran, dan daya tahan bahan pangan (Winarno 2008). Sementara itu, kadar
protein yang tidak jauh berbeda dengan nilai Balitbangkes (2007) diharapkan
dapat memenuhi batas minimum kadar protein mi kering menurut SNI 01-2974-
1996. Kadar serat tepung kedelai lebih tinggi dari Department of Food and
Nutrition, Sugiyama Joakuen University (2000) sebesar 9.60% (bk) karena kacang
kedelai yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kedelai yang tidak
dibuang kulitnya. Kulit memiliki proporsi sebesar 9% dari bobot biji dan memiliki
kandungan serat makanan sebesar 87.00% (bb) (Blasi et al. 2000; Balitbangkes
1995).
12
Kadar air tepung glukomanan sebesar 9.77% mendukung kategori utama
menurut Ministry of Agriculture of People’s Republic of China (2002a) dengan
kadar air maksimal 11%. Sementara itu, kadar serat makanan larut yang lebih
rendah dari kadar glukomanan menurut informasi produsen diduga disebabkan
oleh tidak sensitifnya metode uji. Uji serat makanan enzimatis hanya
mengandalkan kemampuan etanol dalam mengandapkan gugus pektat sementara
uji kadar glukomanan memerlukan mekanisme deasetilisasi (Huang et al. 2002).
Formulasi Mi Kering
Bahan utama yang diperlukan dalam pembuatan mi adalah tepung, air, dan
bahan tambahan pangan (BTP) berupa larutan abu, garam, natrium tripolifosfat,
asam sitrat, dan hidrokoloid. Natrium tripolifosfat digunakan sebagai pengikat air
agar air adonan tidak menguap sehingga adonan tidak mengalami
pengerasan/kekeringan di permukaan sebelum proses pembentukan lembaran mi
serta untuk meningkatkan kehalusan tekstur dan kekenyalan mi. Natrium dan
kalium karbonat yang sering disebut larutan alkali atau abu berfungsi
mempercepat pengikatan gluten serta meningkatkan elastisitas, fleksibilitas,
kehalusan tekstur, dan sifat kenyal. Senyawa-senyawa ini bila dipanaskan akan
melepaskan CO2 yang akan mengakibatkan pengembangan adonan.
Hidrokoloid yaitu guar gum ditambahkan untuk meningkatkan karakteristik
liat dan mempersatukan adonan sehingga menjadikan bentuk lembaran mi yang
lebih halus. Asam sitrat digunakan untuk menurunkan pH agar akivitas fenolase
dalam tepung terhambat. Garam dapur berfungsi sebagai sebagai pengikat gluten
selama proses pencampuran sehingga adonan sedikit mengembang, memberi rasa
pada mi, serta menghambat aktivitas protease dan amilase sehingga pasta tidak
lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Astawan 1999; Simanjuntak
2001).
Mi yang dikembangkan pada penelitian ini tidak sepenuhnya memenuhi
kriteria mi berbasis pati menurut Ministry of Agriculture of People Republic of
China (2002b) dengan kadar pati minimal 75% (bb). Kadar pati mi jika
diasumsikan sama dengan karbohidrat tersedia adalah sebesar 63.97% (bb) pada
mi A dan 62.75% (bb) pada mi B. Namun berdasarkan trial and error, diketahui
bahwa proses pembuatan mi pada penelitian ini lebih mengandalkan sifat
fungsional pati yaitu penyerapan air, gelatinisasi yang terjadi di suhu tinggi, dan
retrogradasi (Tam et al. 2004). Pembuatan mi dengan pencampuran langsung dan
pengeringan oven seperti mi terigu akan menghasilkan tekstur mi putus-putus.
Gelatinisasi adalah peristiwa hilangnya sifat birefringence (kemampuan
menyerap cahaya) granula pati akibat penambahan air secara berlebihan dan
pemanasan pada waktu dan suhu tertentu. Penambahan air dan pemanasan secara
berlebihan tersebut membuat granula pati membengkak dan tidak dapat kembali ke
kondisi semula. Pada proses gelatinisasi terjadi proses perusakan ikatan hidrogen
intermolekuler, pembengkakan granula pati, serta peningkatan kelarutan yang
diikuti dengan peningkatan viskositas (Ubwa et al. 2012). Pembentukan binder
(adonan pengikat) merupakan tahapan yang bertujuan untuk menggelatinisasi
sebagian adonan pati pada suhu tinggi (Chansri et al. 2005).
13
Gambar 5 Mi basah mentah keluar dari ekstruder
Gambar 6 Mi basah matang setelah dikukus
Gambar 7 Mi kering
Retrogradasi merupakan perubahan amilosa dari bentuk amorf ke bentuk
kristalin. Retrogradasi terjadi apabila ikatan hidrogen dan gugus hidroksil molekul
amilosa-amilopektin yang berdekatan saling berikatan dalam bentuk pasta ketika
pati yang telah digelatinisasi didiamkan beberapa lama (Zaidul et al. 2007). Salah
satu cara penerapan pengeringannya adalah dengan menggunakan kipas angin.
Berdasarkan trial and error, diperoleh waktu minimum pengeringan selama
minimal 2 hari, modifikasi dari Hou (2010) selama 6-18 jam pada cabinet yang
tertutup. Pati garut memiliki beberapa karakter yang baik untuk pembuatan mi menurut
Chen et al. (2003) dan Tam et al. (2004). Karakteristik tersebut yaitu viskositas yang
tinggi pada suhu dingin dan cenderung dipertahankan selama pemanasan, kandungan
amilosa yang relatif tinggi, serta cepat mengalami retrogradasi atau berada pada tipe
gelatinisasi 3 (Vamadevan et al. 2013). Mi yang dihasilkan dari pati dengan karakter
tersebut memiliki kualitas KPAP yang rendah, untaian yang kuat dan kompak, elastis,
serta kelengketan yang rendah (Ahmad 2009). Menurut Suriani (2008), pati garut
14
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
War
Kec
Lan
Ras
Aft
Ker
TK
en T
Ker
GK
en G
1 (
T5
0, G
20
, K
30
)1.9
83.5
54.4
03.7
34.3
84.1
54.3
24.4
04.1
83.5
24.1
33.7
74.4
24.4
176.6
7
2 (
T5
0, G
25
, K
25
)2.5
03.6
24.7
73.6
84.3
54.0
34.3
84.4
04.0
73.8
33.9
83.7
74.6
84.6
186.6
7
3 (
T5
0, G
30
, K
20
)4.0
03.5
55.0
24.3
74.4
23.7
74.4
34.6
84.4
34.0
34.3
23.8
84.9
74.8
491.6
7
4 (
T6
0, G
10
, K
30
)3.0
03.9
24.8
83.6
74.3
83.8
74.2
54.1
24.5
14.0
24.3
33.9
04.2
34.3
878.3
3
5 (
T6
0, G
20
, K
20
)4.0
03.4
74.1
53.8
24.4
24.0
24.3
34.3
84.4
54.0
84.5
24.0
84.4
24.3
680.0
0
6 (
T6
0, G
30
, K
10
)1.5
03.6
74.5
73.7
04.3
83.9
54.5
04.3
84.3
34.2
74.3
34.5
04.5
54.5
086.6
7
7 (
T7
0, G
10
, K
20
) 1.5
04.2
75.0
73.8
34.3
23.8
74.4
54.6
04.4
23.9
04.3
84.1
84.7
74.7
288.3
3
8 (
T7
0, G
15
, K
15
)2.5
03.8
74.8
33.5
84.3
73.9
34.2
84.5
54.0
54.1
04.3
54.1
34.7
54.6
785.0
0
9 (
T7
0, G
20
, K
10
)2.5
03.6
83.8
23.7
34.2
04.0
34.5
84.5
84.3
73.9
34.2
04.1
54.3
34.2
076.6
7
p*
0.0
53
0.4
65
0.0
51
0.5
11
0.9
72
0.6
91
0.2
73
0.6
71
0.2
86
0.2
98
0.5
87
0.0
49
0.0
90
0.0
70
0.2
16
Kete
ran
gan
:
Jen
is K
om
po
sit
:G
: P
ati
Garu
tK
: T
ep
un
g K
ed
ela
i
Nilai skala
mu
tu m
utu
hed
on
ik (M
hed
):
Warn
a (
War)
:1 =
Ku
nin
g k
eco
kla
tan
4 =
Ku
nin
g m
ud
a7 =
San
gat
pu
tih
Kecera
han
(K
ec)
:4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
cera
h
Aro
ma lan
gu
(L
an
) :
4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
lem
ah
Rasa m
an
is (
Ras)
:4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
man
is
Aft
ert
ast
e (
Aft
):
4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
lem
ah
Kekera
san
men
gg
un
akan
tan
gan
(K
er
T)
dan
kekera
san
gig
it (
Ker
G)
:4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
lun
ak
Keken
yala
n m
en
gg
un
akan
tan
gan
(K
Tan
) d
an
keken
yala
n g
igit
(K
en
G)
:1 =
San
gat
tid
ak k
en
yal
4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
ken
yal
Nilai skala
hed
on
ik (
Hed
):
1 =
San
gat
tid
ak s
uka
4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
su
ka
Pen
:
Pen
eri
maan
1 =
San
gat
kera
s
1 =
San
gat
ku
at
1 =
San
gat
asin
Ras
a
M H
edH
edM
Hed
Hed
*S
ig. p
ad
a <
0.0
5 (
') d
an
san
gat
sig
. p
ad
a <
0.0
1 (
")
1 =
San
gat
pu
cat
1 =
San
gat
ku
at
T: T
eri
gu
Rat
a-ra
ta S
kal
a A
trib
ut M
utu
Hed
oni
k d
an H
edo
nik
dan
Pen
erim
aan
Tab
el 5
H
asil
uji r
atin
g m
utu
hed
oni
k d
an h
edo
nik
fo
rmul
asi k
om
po
sit
Kes
elur
uhan
Hed
Pen
(%)
Tek
stur
M H
edH
edM
Hed
Hed
Jeni
s K
om
po
sit
War
naA
rom
a
15
memiliki suhu puncak gelatinisasi sebesar 85.85oC, viskositas panas 1086 Cp,
viskositas dingin 1602 Cp, dan viskositas setback sebesar 202. Pada viskositas
setback, nilai yang tinggi menandakan kecenderungan terjadinya retrogradasi.
Menurut Vamadevan et al. (2013) juga menyebutkan bahwa pati garut memiliki profil
gelatinisasi pati tipe 3. Karakter ini sangat dipengaruhi oleh tingginya kandungan
amilosa pati (Damayanti 2002). Pati garut memiliki kandungan amilosa yang relatif
tinggi yaitu sebesar 29.67-31.34% (Mariati 2001) jika dibandingkan dengan kadar
amilosa pati pada umumnya sebesar 23-31% basis kering (Aprianita 2010).
Pembuatan mi dalam penelitian ini menggunakan ekstruder pencetak
(forming extruder) yang dapat menggantikan peran pembentukan lembaran
(slitting) dan pemotongan (cutting) adonan (Waniska et al. 2000). Ketika adonan
memasuki zona kompresi pada ekstruder, dilakukan penekanan dengan
menggunakan balok kayu untuk mengurangi KPAP dan meningkatkan elongasi
(Muhandri dan Subarna 2009). Mi basah mentah yang keluar dari ekstruder, mi
basah matang setelah dikukus, dan mi kering dapat dilihat berturut-turut pada
Gambar 5, 6, dan 7.
Karakteristik Organoleptik dan Penentuan Produk Terplih
Formulasi Jenis Komposit
Rata-rata skala penilaian panelis untuk seluruh atribut mutu hedonik dan
hedonik ditunjukkan pada Tabel 5. Panelis memberikan rata-rata penilaian warna
pada rentang antara kuning tua hingga putih kekuningan dengan rentang kecerahan
antara pucat agak cerah hingga cerah agak pucat. Pada atribut aroma langu, panelis
memberikan penilaian pada rentang antara kuat agak lemah hingga lemah agak
kuat. Pada atribut rasa, panelis memberikan penilaian pada rentang manis agak
asin hingga asin agak manis adapun penilaian pada atribut aftertaste berada pada
rentang yang seragam pada setiap jenis komposit yaitu sedang hingga lemah agak
kuat. Pada atribut tekstur kekenyalan, panelis memberikan penilaian pada rentang
tidak kenyal agak kenyal hingga kenyal agak tidak kenyal dimana nilainya
bermakna untuk kekenyalan gigit. Penilaian panelis pada atribut tekstur kekerasan
berada pada rentang sedang hingga lunak agak keras untuk tekstur menggunakan
tangan dan keras agak lunak hingga lunak agak keras untuk tekstur kekerasan
gigit.
Penerimaan atribut hedonik komposit dilakukan jika nilai yang diberikan
panelis minimal berada pada skala 4 (sedang). Selain atribut warna pada komposit
9, keseluruhan atribut setiap komposit dapat diterima oleh panelis. Penentuan
produk terpilih dilakukan dengan mempertimbangkan penerimaan produk yang
tertinggi serta proporsi tepung terigu dan pati garut. Hal ini dilakukan karena tidak
diperoleh skala penilaian yang berbeda nyata pada setiap atribut. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, terpilih komposit 3 yang juga merupakan produk terbaik
harapan peneliti.
Formulasi Komposit dengan Penambahan Glukomanan
Rata-rata skala penilaian panelis untuk seluruh atribut mutu hedonik dan
hedonik ditunjukkan pada Tabel 6. Adapun kecenderungan kesukaannya pada
Tabel 7. Panelis memberikan penilaian yang seragam terhadap atribut warna yaitu
kuning muda hingga putih kekuningan dengan kecerahan pada rentang antara
16
War
Kec
Lan
R M
anR
Asi
Aft
Ker
TK
en T
Ker
GK
en G
1 (
0.5
0%
)4.2
23.5
25.0
35.0
34.2
7
4.1
53.1
23.3
24.7
34.7
23.9
04.8
24.0
54.6
54.6
483.3
3
2 (
0.7
5%
)4.1
53.5
34.9
55.2
04.6
3
4.0
32.8
72.5
35.0
54.7
54.1
34.7
83.9
54.7
04.8
386.6
7
3 (
1.0
0%
)4.3
73.4
34.9
54.8
84.8
73.7
72.4
22.5
25.0
05.4
74.1
25.3
84.1
84.8
34.5
780.0
0
4 (
1.2
5%
)4.3
03.9
05.0
85.2
04.8
03.8
72.3
32.4
25.1
75.2
54.0
35.0
54.1
04.9
24.7
793.3
3
5 (
1.5
0%
)4.0
04.2
84.6
35.1
04.5
54.0
22.5
02.7
04.8
55.0
74.0
55.0
04.2
74.5
54.9
588.3
3
p*
0.4
48
0.0
90
0.3
39
0.4
13
0.4
63
0.6
91
0.1
20
0.2
85
0.2
80
0.1
61
0.3
14
0.2
48
0.5
38
0.6
63
0.7
81
0.4
53
Kete
ran
gan
: :T
: T
eri
gu
G: P
ati
Garu
tK
: T
ep
un
g K
ed
ela
i
:
Warn
a (
War)
:1 =
Ku
nin
g k
eco
kla
tan
4 =
Ku
nin
g m
ud
a7 =
San
gat
pu
tih
Kecera
han
(K
ec)
:1 =
San
gat
pu
cat
4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
cera
h
Aro
ma lan
gu
(L
an
):
1 =
San
gat
ku
at
4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
lem
ah
Rasa m
an
is (
R M
an
) d
an
rasa a
sin
(R
Asi)
:1 =
San
gat
lem
ah
4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
ku
at
Aft
ert
ast
e (
Aft
):
1 =
San
gat
ku
at
4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
lem
ah
Kekera
san
men
gg
un
akan
tan
gan
(K
er
T)
dan
kekera
san
gig
it (
Ker
G)
:1 =
San
gat
kera
s4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
lun
ak
Keken
yala
n m
en
gg
un
akan
tan
gan
(K
Tan
) d
an
keken
yala
n g
igit
(K
en
G)
:1 =
San
gat
tid
ak k
en
yal
4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
ken
yal
Nilai skala
hed
on
ik (
Hed
):
1 =
San
gat
tid
ak s
uka
4 =
Sed
an
g7 =
San
gat
su
ka
Pen
:P
en
eri
maan
Rat
a-ra
ta S
kal
a A
trib
ut M
utu
Hed
oni
k d
an H
edo
nik
dan
Pen
erim
aan
Ras
aK
esel
uruh
an
Hed
Pen
(%)
Tek
stur
Tab
el 6
H
asil
uji r
atin
g m
utu
hed
oni
k d
an h
edo
nik
dan
pen
erim
aan
form
ulas
i ko
mp
osi
t d
enga
n p
enam
bah
an g
luk
om
anan
Fo
rmul
aM
Hed
Hed
M H
edH
edM
Hed
Hed
M H
edH
ed
Nilai skala
mu
tu m
utu
hed
on
ik (M
hed
)
Jen
is K
om
po
sit
Aro
ma
War
na
*S
ig.
pad
a <
0.0
5 (
') d
an s
anga
t si
g. p
ada
<0
.01 (
")
17
pucat agak cerah hingga cerah agak pucat. Seluruh formula kecuali formula 5
memiliki rata-rata penilaian pada rentang pucat agak cerah hingga sedang adapun
formula 5 memiliki penilaian pada rentang sedang hingga cerah agak pucat.
Tabel 7 Hasil uji tabulasi silang mutu hedonik dan hedonik mi
Mutu Hedonik Hedonik
r1 p
2
Warna Warna
Warna -0.826 0.003'
Kecerahan 0.576 0.081
Aroma Aroma
Aroma langu 0.462 0.179
Rasa Rasa
Rasa manis -0.030 0.934
Rasa asin 0.439 0.204
Aftertaste -2.200 0.542
Tekstur Tekstur
Tekstur kekerasan menggunakan tangan -0.219 0.544
Tekstur kekenyalan menggunakan tangan -1.950 0.590
Tekstur kekerasan gigit 0.762 0.010'
Tekstur gigit kekenyalan 0.616 0.058 1Kecenderungan arah korelasi: jika (+), maka kecenderungan hedonik mengarah ke kanan skala
mutu hedonik 2Sig. pada <0.05 (') dan sangat sig. pada <0.01 (")
Panelis cenderung lebih menyukai warna yang mengarah pada coklat
kekuningan yang bermakna secara statistik dan kecerahan yang mengarah pada
sangat cerah meskipun hubungan yang bermakna secara statistik tidak diperoleh.
Hal ini sejalan dengan yang disebutkan oleh Hou (2010), yang menyebutkan
bahwa konsumen lebih menyukai mi yang memiliki penampakan cerah dan jernih
di permukaannya dengan derajat kuning yang bervariasi pada antar daerah.
Pada atribut aroma langu, panelis memberikan penilaian sedang hingga
lemah. Panelis cenderung lebih menyukai aroma langu yang mengarah pada sangat
kuat meskipun hubungan yang bermakna secara statistik tidak diperoleh.
Pada atribut rasa, panelis memberikan penilaian lemah hingga sedang baik
pada rasa manis maupun asin. Penilaian pada atribut aftertaste berada pada rentang
sedang hingga lemah agak kuat. Panelis cenderung lebih menyukai rasa manis
yang mengarah pada lemah, rasa asin yang mengarah pada sangat kuat, dan
aftertaste yang mengarah pada sangat lemah meskipun hubungan yang bermakna
secara statistik juga tidak tercapai. Rasa asin lebih disukai karena dalam
penyajiannya mi merupakan pangan yang diolah dengan bumbu. Atribut rasa
manis dan asin dipecah pada penilaian organoleptik ini agar diperoleh
kecederungan untuk masing-masing atribut tersebut secara spesifik.
Panelis memberikan penilaian sedang hingga lunak agak keras pada atribut
kekerasan, baik menggunakan tangan maupun digigit. Pada atribut kekenyalan,
skala penilaian berada pada rentang tidak kenyal agak kenyal hingga kenyal agak
tidak kenyal, baik menggunakan tangan maupun digigit. Panelis cenderung
18
menyukai tekstur kekerasan yang mengarah pada sangat keras dan kekenyalan
yang mengarah pada sangat kenyal, dimana untuk tekstur kekerasan gigit nilainya
bermakna. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hou (2010) bahwa konsumen lebih
menyukai tekstur mi yang elastis dan keras.
Keseluruhan atribut hedonik pada setiap formula diterima oleh panelis
dengan rentang sedang hingga suka. Penentuan produk terpilih dilakukan dengan
mempertimbangkan penerimaan produk dan konsentrasi penambahan glukomanan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, dipilih formula 5 untuk mengoptimalkan
konsentrasi penambahan glukomanan. Meskipun tidak memiliki penerimaan yang
tertinggi, namun formula 5 berada pada nomor urut penerimaan kedua dan tidak
berbeda nyata dengan formula dengan penerimaan tertinggi.
Sifat Fisik dan Komposisi Mi
Tabel 8 Sifat fisik dan komposisi mi
Sifat Fisik dan Komposisi Mi Mi A Mi B p*
Waktu rehidrasi optimum (menit) 5.50 6.00 0.155
KPAP (%) 12.47 10.94 0.104
Elongasi (%) 33.00 22.00 0.016'
Air (%bb) 10.74 10.94 0.154
Abu (%bk) 5.19 5.28 0.012'
Protein (%bk) 13.24 12.96 0.707
Lemak (%bk) 3.32 3.80 0.149
Karbohidrat by difference (%bk) 78.25 77.97 0.725
Serat makanan tidak larut (%bk) 3.08 3.55 0.128
Serat makanan larut (%bk) 3.51 3.97 0.050
Total serat makanan (%bk) 6.59 7.52 0.030'
Karbohidrat tersedia (%bk) 71.41 70.45 0.492
Energi (Kal/100 g) 396 398 0.311 *Sig. pada <0.05 (') dan sangat sig. pada <0.01 (")
Sifat fisik serta komposisi dan energi produk mi terpilih pada formulasi
tepung komposit (mi A) dan produk mi terpilih pada formulasi tepung komposit
dengan penambahan glukomanan (mi B) disajikan pada Tabel 8. Waktu rehidrasi
optimum mi masih lebih rendah dari rata-rata waktu rehidrasi optimum mi terigu
pada umumnya menurut Hardi et al. (2007) yaitu 7.31 menit. Nilai ini juga lebih
rendah dari mi berbasis pati berbahan tepung komposit 40% terigu, 10% pati
ganyong termodifikasi, dan 40% tepung kacang tunggak dengan metode
pencampuran yang sama yaitu 8 menit (Budiyati 2010). Namun, menurut Hou
(2010), waktu rehidrasi 5-10 menit merupakan waktu rehidrasi yang buruk.
Mi yang berasal dari tepung dengan kadar protein tinggi (12.2% untuk
standar terigu) lebih memerlukan waktu rehidrasi yang lama. Jaringan protein pada
mi akan menghalangi penyerapan air oleh pati sebesar 40%. Pada basis tepung
komposit, hal ini terkait dengan proporsi tepung kedelai. Faktor lain yang
menentukan waktu rehidrasi menurut Hou (2010) adalah kadar amilosa pati yaitu
pada formulasi adalah pati garut yang relatif tinggi. Hal ini terkait dengan waktu
gelatinisasi amilosa yang lebih tinggi. Menurut Sunarti et al. (2007), pati yang
19
memiliki amilosa yang tinggi mempunyai kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar
karena jumlah rantai lurus yang besar dalam granula, sehingga membutuhkan energi
yang besar untuk gelatinisasi. Waktu rehidrasi mi B yang lebih tinggi diduga
berkaitan dengan kemampuan glukomanan yang besar dalam penyerapan air
sehingga menghambat penyerapan air oleh pati di dalam mi (Husniati dan Devi
2013).
Nilai KPAP kedua mi sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan
KPAP mi jagung dengan alat serupa yaitu ekstruder pencetak pada penelitian
Waniska et al. (1999) sebesar 47%. Nilai ini relatif tidak jauh berbeda dengan
penelitian Widaningrum et al. (2005) yaitu masing-masing 12.64% dan 12.36%
pada mi basah dengan penambahan 10% dan 15% tepung kedelai terhadap 20%
tepung garut dan 80% terigu. Namun, nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan
penelitian Yustiareni (2000) pada formulasi mi kering dengan penambahan 15%
tepung kedelai terhadap 80% terigu dan 20% tepung garut sebesar 5.55% dan
dibandingkan dengan Ministry of Agriculture of People Republic of China (2002b)
sebesar maksimal 10%. Tingginya KPAP dapat menyebabkan tekstur mi menjadi
lemah dan kurang licin. Nilai KPAP mi B lebih baik dibandingkan dengan mi A
diduga berkaitan dengan peningkatan viskositas akibat penambahan glukomanan
dimana viskositas merupakan salah satu karakter penting pada kekompakan mi.
KPAP yang tinggi disebabkan oleh kurang optimumnya matriks pati
tergelatinisasi dalam mengikat pati yang tidak tergelatinisasi (Kurniawati 2006).
Beberapa penyebabnya diduga adalah penggunaan ekstruder pencetak yang tidak
memberikan dorongan, kompresi, dan tekanan shear yang cukup pada adonan;
keheterogenan bahan; serta konsentrasi larutan abu yang terlalu tinggi.
Dorongan, kompresi, dan tekanan shear akan memberikan kemampuan
mempersatukan adonan. KPAP yang rendah menunjukkan bahwa mi memiliki
tekstur yang cenderung homogen (Muhandri 2011). Sementara itu, diduga proporsi
larutan abu (natrium karbonat dan natrium tripolifosfat) sebesar 1.5% merupakan
konsentrasi yang terlalu tinggi karena Shiau dan Yeh (2001) melaporkan bahwa
KPAP mi akan semakin meningkat yaitu 5.58-19.20% seiring dengan penambahan
larutan abu sebesar 0-1%. Larutan abu dapat meningkatkan perubahan ikatan S-H
menjadi S-S dimana S-H berperan dalam pembentukan ikatan yang erat antara pati
dengan matriks protein. Dengan demikian, berkurangnya S-H membuat pati tidak
lagi terikat erat pada matriks protein dan akan terlepas ketika mi dimasak.
Ketiga sifat fisik mi yang diamati hanya menunjukkan perbedaan yang
nyata antara kedua mi pada elongasi. Nilai elongasi kedua mi jauh lebih rendah
dibandingkan dengan mi terigu yang dapat mencapai 135.8% (Husniati dan Devi
2013) namun lebih baik dibandingkan dengan penelitian Widaningrum et al.
(2005) sebesar 11.30% dan 9.17%. Nilai elongasi yang rendah ini diduga berkaitan
dengan tidak cukupnya tekanan pada ekstruder pencetak dan proporsi tepung
kedelai yang digunakan. Charutigon et al. (2007) menyatakan bahwa tekanan yang
diterima adonan selama proses ekstrusi sangat berpengaruh terhadap kekuatan
struktur gel. Sementara itu, adanya tepung kedelai menyebabkan tekstur mi
semakin kurang elastis serta agak kasar (Widaningrum et al. 2005).
Nilai elongasi mi B yang lebih rendah berlawanan dengan penelitian
Husniati dan Devi (2013) pada penambahan glukomanan terhadap mi berbasis
terigu dan tepung singkong. Diduga hal ini terkait dengan perbedaan konsentrasi
optimum glukomanan pada basis yang berbeda. Hasil penelitian Husniati dan Devi
20
(2013) melaporkan bahwa konsentrasi glukomanan untuk menghasilkan elongasi
optimum adalah 2.5% dimana peningkatan konsentrasi lebih dari itu akan
menurunkan elongasi. Diduga konsentrasi glukomanan sebesar 1.5% pada
penelitian ini melebihi konsentrasi optimum untuk peningkatan elongasi mi.
Kadar air kedua mi masih terlalu tinggi untuk memenuhi persyaratan mi
kering menurut SNI 01-2974-1996 sebesar maksimum 10% untuk mutu II. Hal ini
menandakan proses pengeringan mi masih belum optimal. Pengeringan mi dengan
menggunakan kipas angin mengandalkan kemampuan kipas dalam menyapu air
dari bahan secara tidak terkontrol. Akan tetapi, jika dilihat dari kadar proteinnya,
kedua mi masuk dalam mutu I dengan kandungan minimal 11% (bb). Hal ini
menandakan proporsi tepung kedelai telah sesuai bahkan melebihi sehingga
jumlahnya dapat dikurangi untuk meningkatkan elongasi mi.
Kadar protein kedua mi lebih rendah jika dibandingkan penelitian Yustiareni
(2000) sebesar 16.29% (bk). Begitu pula dengan kadar lemak sebesar 5.05% (bk).
Namun kadar abu dan karbohidrat mi lebih tinggi yaitu masing-masing sebesar
1.96% (bk) dan 76.70% (bk). Hal ini terkait dengan perbedaan proporsi dan bahan
yang digunakan dimana pada penelitian Yustiareni (2000) menggunakan tepung
garut. Kadar abu mi B yang lebih tinggi secara nyata dengan mi A terkait dengan
kadar abu glukomanan yang tertinggi dari bahan baku lainnya yaitu sebesar 5.96%
(bk). Kandungan mineral glukomanan menurut Department of Food and Nutrition,
Sugiyama Joakuen University (2000) antara lain natrium, kalium, kalsium,
magnesium, fosfor, besi, seng, dan tembaga.
Total serat makanan mi berbeda nyata namun tidak pada kadar serat
makanan larut dan tidak larut. Kadar serat makanan total mi B ini diharapkan
dapat menurunkan respon glikemik sesuai dengan pernyataan Schulze et al. (2004).
Kadar total serat makanan mi B sebesar 6.69 gram dalam satu takaran saji 100
gram dapat memenuhi klaim pangan tinggi serat menurut BPOM (2011) yaitu
sebesar minimal 6 gram pada takaran saji 100 gram dalam bentuk padatan. Kedua
kadar serat makanan total mi mendekati dengan estimasi menurut kadar serat
bahan bakunya.
Kandungan energi kedua mi relatif tidak berbeda jauh dengan kandungan
energi rata-rata mi instan komersial dalam satu takaran saji menurut Retnaningsih
et al. (2004) sebesar 354 Kal. Kontribusi energi kedua mi dalam satu takaran saji
terhadap Acuan Label Gizi BPOM (2007) sebesar 2000 Kal menyumbang sebesar
19.80% pada mi A dan 19.90% pada mi B. Berdasarkan Triguna Makanan,
kontribusi serealia dan umbi-umbian adalah sebesar 56% dari total energi
sementara dalam satu kali makan besar kontribusi energinya adalah 25-30%. Jika
kebutuhan energi populasi umum adalah 2000 Kal (BPOM 2007), diperoleh
kebutuhan energi dalam satu kali makan besar adalah sebesar 280-336 Kal.
Kontribusi energi mi terhadap rentang kebutuhan tersebut adalah sebesar 117.86-
141.43% pada mi A dan 118.45-142.14% pada mi B. Dengan demikian,
kandungan energi kedua mi dalam takaran saji 100 gram telah memenuhi bahkan
melebihi kontribusi kebutuhan energi pangan pokok populasi umum dalam satu
kali makan besar.
21
Indeks dan Beban Glikemik Mi
Tabel 9 Indeks dan beban glikemik mi
Pangan
Indeks Glikemik Karbohidrat
tersedia dalam
satu takaran saji
(gram)
Beban Glikemik (g)
Rata-
rata±SD Klasifikasi
Rata-
rata±SD Klasifikasi
Mi A 79.55±18.09 Tinggi 55.99 44.54±10.13 Tinggi
Mi B 53.90±19.81 Rendah 55.88 30.12±11.07 Tinggi Klasifikasi indeks glikemik: rendah (<55), sedang (55-70), dan tinggi (>70) (Foster et al. 2003)
Klasifikasi beban glikemik : rendah (<10), sedang (10-20), dan tinggi (>20) (Lin et al. 2010)
Keseluruhan subyek yang berpartisipasi dalam pengujian indeks glikemik
telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.
Karakteristik ini sangat penting dalam pembatasan secara kasar faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi pengukuran glukosa darah subyek. Karakteristik fisik dan
klinis subyek dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai indeks dan beban glikemik
kedua mi ditunjukkan pada Tabel 9, sebaran nilai indeks dan beban glikemik
subyek ditunjukkan pada Lampiran 10, serta grafik rataan tren nilai glukosa darah
subyek disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Rata-rata respon glikemik pangan subyek
Mi A memiliki indeks glikemik yang tinggi meskipun tepung kedelai
sebagai bahan bakunya memiliki komponen yang dapat membantu menurunkan
respon glikemik. Hal ini diduga karena pati garut adalah bahan dengan kelarutan
tinggi yang mudah dicerna dan diserap tubuh. Daya cerna pati garut in vitro adalah
40.12% sementara kelarutannya adalah 34% dengan daya mengembang 37%
(Shavanas 2013). Kandungan lemak mi yang rendah juga diduga berperan dalam
tingginya nilai indeks glikemik. Bahan pangan yang ditambahkan 40 gram lemak
memiliki indeks glikemik yang lebih rendah dibandingkan pangan rendah lemak
0 15 30 45 60 90 120
Glukosa standar 84.6 115.5 136.7 137.6 129.4 122.3 102.7
Mi A 80 94.7 120.6 121.7 120.8 107.3 97.7
Mi B 82.1 90.8 110.2 115.2 104.7 101.7 92.8
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Glu
kosa
dara
h (
mg/d
L)
Waktu (menit)
22
(0-10 gram) dan berkaitan dengan fungsi lemak dalam menunda pengosongan
lambung (Wolever et al. 2006).
Indeks glikemik mi B berada pada kategori rendah dan sebaliknya pada mi
A. Hal ini sejalan dengan berbagai studi mengenai glukomanan dan serat.
Glukomanan secara nyata menurunkan total kolesterol, kolesterol LDL, trigliserida,
berat badan, dan glukosa puasa pada subyek sehat (Sood et al. 2008). Pada subyek
diabetes, konsumsi glukomanan menekan kenaikan glukosa darah posprandial
selama 1-2 jam dibandingkan plasebo (Chearskul et al. 2007). Demikian juga
dengan konsumsi serat yang menurunkan glukosa darah posprandial secara nyata
(Thompson et al. 2012). Dengan demikian, diduga indeks glikemik mi B yang
rendah berkaitan dengan kadar serat total kedua mi yang berbeda nyata dan sifat
bioaktif glukomanan dalam menurunkan level glukosa darah.
Gambar 9 Struktur molekul glukomanan (Ling et al. 2013)
Glukomanan merupakan polisakarida netral yang terdiri atas D-glukosa (G)
dan D-mannosa (M) dengan perbandingan konsentrasi molar 1.6:1-1:1.4 yang
dihubungkan dengan rantai linier β-1,4 glikosida. Manosa tersebut juga memiliki
percabangan melalui ikatan β-1,6 glikosida pada posisi atom C-3 dari unit manosa.
Secara umum, berat molekul glukomanan berkisar antara 2.619x105 hingga
1.12x106 Da yang diidentifikasi melalui laser light scatter (LLS). Struktur molekul
glukomanan dapat dilihat pada Gambar 9.
Glukomanan dapat menyerap hingga 50 kali berat air dari berat
molekulnya yang membuatnya menjadi salah satu dari banyak serat makanan
terkental (viscous) yang dikenal. Glukomanan merupakan polisakarida yang
membentuk gel pada suhu tinggi. Gugus asetil berjumlah 5-10% pada posisi atom
C-6 pada tulang belakang unit gula 1 per 9 hingga 1 per 20 secara berulang
memainkan peran penting dalam gel dan struktur sekunder glukomanan. Molekul
glukomanan yang kehilangan gugus asetilnya karena penambahan alkali akan
berkumpul satu sama lain melalui ikatan hidrogen membentuk struktur jaringan
dan menghasilkan gel (Huang et al. 2002; Xu et al. 2012; Ling et al. 2013). Pada
pembuatan mi, adanya larutan abu dan pengukusan diduga dapat memainkan peran
dalam pembentukan struktur gel glukomanan.
23
Mekanisme penurunan level glukosa posprandial oleh glukomanan secara
pasti belum ditelaah pada studi-studi terbaru. Hal yang diyakini adalah bahwa
seperti serat larut air lainnya, glukomanan meningkatkan viskositas pada isi
saluran pencernaan, melambatkan pengosongan lambung, dan berperan sebagai
barrier difusi mukosa. Transpor glukosa di dinding usus dihambat sebagian
dengan peningkatan resistansi barrier difusi mukosa menghasilkan viskositas
bolus intestinal yang lebih tinggi yang mengandung polisakararida serat larut air.
Mobilitas lapisan cair yang mengelilingi dan menutupi vili intestinal akan sangat
berkurang. Terdapat juga interaksi antara serat larut dengan mukopolisakarida
permukaan mukosa (Chearskul et al. 2007).
Laju difusi glukosa dari bentuk glukosa dan serat secara in vivo sejalan
dengan viskositas larutan serat. Serat dengan viskositas yang tinggi akan memiliki
efek yang lebih dalam menurunkan glukosa darah. Glukomanan dengan kemurnian
tinggi memiliki viskositas kira-kira 3 kali lipat dari guar gum dan 7 kali lipat dari
psyllium atau pektin (Jenkins et al. 2008). Akesowan (2008) melaporkan bahwa
larutan glukomanan dengan konsentrasi 1.5% memiliki viskositas lebih dari 15
kali larutan glukomanan dengan konsentrasi 0.5%. Perbandingan viskositas larutan
glukomanan pada konsentrasi yang berbeda selama 80 menit ditunjukkan pada
Gambar 10.
Terdapat beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan hubungan antara
serat makanan dengan homeostasis glukosa. Asupan serat menunda pengosongan
lambung dan melambatkan penyerapan glukosa yang berdampak pada lebih
sedikitnya penyerapan glukosa, peningkatan level insulin, dan menurunkan pula
adiposit. Manfaat ini secara primer disebabkan oleh serat larut air yang merupakan
substansi seperti gel dalam perut (Liese et al. 2005). Namun serat tidak larut juga
memiliki beberapa peran dalam pengaturan glukosa darah. Serat makanan tidak
larut mempromosikan aktivitas fermentasi yang lebih tinggi yang menghasilkan
Gambar 10 Viskositas larutan glukomanan dengan
konsentrasi yang berbeda selama 80 menit
(Akesowan 2008)
24
asam lemak rantai pendek yang menekan asam lemak non esterifikasi sehingga
meningkatkan toleransi glukosa 10 jam ke depan (Bjorck dan Elmstahl 2003).
Berbeda dengan indeks glikemiknya, beban glikemik kedua mi berada pada
kategori tinggi. Nilai beban glikemik yang rendah sangat sulit dicapai pada pangan
pokok karena kandungan karbohidrat dan porsinya yang tinggi. Meskipun
demikian, diketahui bahwa pangan pokok berindeks glikemik rendah mampu
memberikan efek posisitf pada pengaturan metabolisme glukosa dalam jangka
panjang. Nilsson et al. (2008) melaporkan bahwa konsumsi pangan pokok
berindeks glikemik rendah seperti produk serealia berbiji utuh dapat meningkatkan
toleransi glukosa sepanjang hari.
Studi meta-pengujian yang dilakukan oleh Livesey et al. (2008) melaporkan
bahwa sensitivitas insulin lebih terkait dengan indeks glikemik sementara
triasilgliserol (TAG) puasa dan penurunan berat badan lebih terkait dengan beban
glikemik. Murakami et al. (2006) juga melaporkan hal yang serupa dalam
penelitiannya mengenai hubungan antara indeks dan beban glikemik dari
kebiasaan makan tradisional para wanita petani Jepang dengan beberapa faktor
risiko metabolik. Indeks glikemik berhubungan positif dengan IMT, TAG puasa,
glukosa plasma puasa, dan Hb A1c sementara beban glikemik dengan HDL. Jumlah
pangan yang diteliti dalam penelitian tersebut adalah 70 buah yang terdiri atas
serealia, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan hasil olahannya serta minuman
dengan rata-rata beban glikemik pada setiap kuintil bervariasi 69-107 gram.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini telah berhasil mengembangkan mi berindeks glikemik rendah
berbasis tepung komposit (terigu, pati garut, dan kedelai) dengan penambahan
tepung glukomanan pada taraf 1.5%. Ukuran partikel dan komposisi bahan baku
mi telah memenuhi stándar mutu. Pembuatan mi dilakukan melalui modifikasi
processing berupa pembentukan binder dan pengeringan dengan kipás selama 2
hari. Selain atribut warna komposit 9 pada formulasi tepung komposit,
keseluruhan atribut pada setiap produk diterima, baik pada formulasi jenis
komposit maupun formulasi komposit dengan penambahan glukomanan. Produk
terpilih pada formulasi jenis komposit adalah komposit 3 dengan proporsi terigu
50%, pati garut 30%, dan tepung kedelai 20% (mi A) sementara pada formulasi
dengan penambahan glukomanan dilakukan adalah formula 5 dengan konsentrasi
glukomanan 1.5% (mi B).
Sifat fisik kedua mi hanya berbeda nyata pada elongasi dimana pada mi B
nilainya lebih rendah. Komposisi kedua mi berbeda nyata pada abu dan total serat
makanan. Kadar air kedua mi masih terlalu tinggi untuk memenuhi standar namun
kadar protein kedua mi masuk dalam mutu I. Kadar total serat makanan mi B basis
basah dapat memenuhi klaim pangan tinggi serat untuk makanan padat dengan
takaran saji 100 gram. Kandungan energi kedua mi telah memenuhi bahkan
melebihi kontribusi energi pangan pokok pada populasi umum dalam satu kali
25
makan besar. Nilai indeks glikemik yang rendah diperoleh pada mi B dan tinggi
pada mi A namun beban glikemik kedua mi berada pada kategori tinggi.
Saran
Perlunya dilakukan penelitian lanjutan mengenai taraf beberapa konsentrasi
glukomanan terhadap indeks glikemik mi agar dapat diperoleh pengaruhnya;
proporsi tepung kedelai yang tepat dalam komposit agar dapat menghasilkan nilai
kadar protein yang tinggi namun masih memiliki elongasi yang baik; serta waktu,
kelembaban, dan suhu optimum pada saat pengeringan mi dengan rancangan acak
lengkap faktorial agar dapat mengetahui pengaruh bahan-bahan pada komposit
terhadap parameter mutu mi dan indeks glikemik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Program Indofood
Riset Nugraha 2013/2014 yang telah mensponsori penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad L. 2009. Modifikasi fisik pati jagung dan aplikasinya untuk perbaikan
kualitas mi jagung [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Akesowan A. 2008. Viscosity and gel formation of a konjac flour from
Amorphophallus onchophyllus. Bangkok (TN): University of Thai
Chamber of Commerce Bangkok.
Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2007. Official Method of
Analysis. Aarlington (VG): AOAC Inc.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2009. Official Method of
Analysis. Aarlington (VG): AOAC Inc.
Aprianita A. 2010. Assesment of underutilized starchy roots ant tubers for their
application in the food industry. [tesis]. Victoria (AU): School of
Biomedical and Health Science, Victoria University.
[Balitbangkes] Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 1995. Daftar
Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Jakarta (ID): Kepmenkes.
[Balitbangkes] Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Daftar
Komposisi Bahan Makanan. Jakarta (ID): Kepmenkes. BeMiller J, Whistler R. 2009. Starch: Chemistry and Technology 3rd ed. New York
(US): Elsevier App. Sci. Publisher. 646p. Bjorck I, Elmstahl L. 2003. The glycaemic index: importance of dietary fibre and
other food properties. Proceedings of the Nutrition Society. 62:201-
206.doi:10.1079/PNS2002239.
26
Blasi DA, Drouillard J, Titgemeyer EC, Paisley SI, Brouk MJ. 2000. Soybean
Hulls, Composition and Feeding Value for Beef and Dairy Cattle. Kansas
(US): Kansas State University.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007. Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia HK.00.05.52.6291.
Acuan Label Gizi Produk Pangan. Jakarta (ID): BPOM.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia HK. 03.1.23.11.11.
09909. Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta
(ID): BPOM.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 07-2974-1996. Mi Kering.
Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01-3751-2006. Tepung Terigu
sebagai Bahan Makanan. Jakarta (ID): BSN.
Brouns F, Bjorck I, Frayn KN, Gibbs AL, Lang V, Slama G, Wolever TMS. 2005.
Glycemic index methodology. Nutrition Research Review. 18:145-
171.doi:10.1079/nrr2005100.
Brunso K, Fjord TA, Grunert KG. 2002. Consumer’s Food Choice and Quality
Perception. Aarhus (DK): The Aarhus School of Business.
Budiyati R. 2010. Formulasi tepung komposit berbasis pati ganyong (Canna edulis
Kerr.) termodifikasi heat moisture treatment dan tepung kacang tunggak
(Vigna unguiculata) pada pembuatan mi kering [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Chansri R, Chureerat P, Vilai R, Dudsadee U. 2005. Characteristics of clear
noodles prepared from edible canna strach. J Food Sci. 70(5):S337-S342.
Charutigon C, Jintana J, Pimjai N, Vilai R. 2007. Effects of processing conditions
and the use of modified starch and monoglyseride on some properties of
extruded rice vermicelli. Swiss Society of F Sci Tech. 41: 642-651.
Chearskul S, Sangurai S, Nitiyanant W, Kriengsinyos W, Kooptiwut S,
Harindhanavudhi. 2007. Glycemic and lipid responses to glucomannan in
Thais with type 2 diabetes mellitus. J Med Assoc Thai: 90(10):2150-7.
Chen Z, Schols HA, Viragen AGJ. 2003. Starch granule size strongly determines
starch noodle processing and noodle quality. J Food Sci. 68(5):1584-1589.
Damayanti N. 2002. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung dan pati ganyong
(Canna edulis Kerr.) varietas lokal [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Department of Food and Nutitrion. 2000. Food Composition Database. Nagoya
(JN): School of Life Studies, Sugiyama Joakuen University.
Djaja S, Suwandono A, Soemantri S. 2003. Pola penyakit penyebab kematian di
perkotaan dan pedesaan di Indonesia, studi mortalitas survey kesehatan
rumah tangga (SKRT) 2001. J Kedokter Trisakti. 22(2):37-46.
Dubost NJ, Shewfelt RL, Eitenmiller RR. 2002. Consumer acceptability, sensory
and instrumental analysis of peanuts soy spread. Journal of Food Quality.
26:27-42.
[EFSA] European Food Safety Authority. 2010. Scientific opinion on the
substantiation of health claims related to konjac mannan (glucomannan)
and reduction of body weight (ID 854, 1556, 3725), reduction of
posprandial glycaemic responses (ID 1559), maintenance of normal blood
27
glucose concentrations (ID 835, 3724), maintenance of normal (fasting)
blood concentrations of triglycerides (ID 3217), maintenance of normal
blood cholesterol concentrations (ID 3100, 3217), maintenance of normal
bowel function (ID 834, 1557, 3901) and decreasing potentially pathogenic
gastro-intestinal microorganisms (ID 1558) pursuant to Article 13 (1) of
Regulation (EC) No 1924/20061. EFSA Journal. 8(10):1798.
Frati AC, Iniestra F, Ariza CR. 1996. Acute effect of cigarette smoking on glucose
tolerance and other cardiovascular risk factor. Diabetes Care. 19(2):112-
118.
Foster GD, Wyatt HR, Hill JO, McGuckin BG, Brill C, Mohammed BS, Szapary
PO, Rader DJ, Edman JS, Klein S. 2003. A randomized trial of a low-
carbohydrate diet for obesity. N Engl J Med. 348:2082-2090.
Foster-Powel K, Holt SHA, Miller JB. 2002. International table of glycemic index
and glycemic load. AJCN. 76:5-56.
Hardi ZU, Jukic M, Komlenic DK, Sabo M, Hardi J. 2007. Quality parameters of
noodles made with various supplements. Czech J Food Sci. 25:151-157.
Hou GG. 2010. Asian Noodles Science, Technology and Processing. Portland
(US): A John Wiley and Sons, Inc.
Huang L, Takahashi R, Kobayashi S, Kawase T, Nishinari K. 2002. Geltion
behaviour of native and acetylated konjac glucomannan.
Biomacromolecules. 3:1296-1303.
Husniati, Devi AF. 2013. Effect of the addition of glucomannan to the quality of
composite noodle prepared from wheat and fermented cassava flour.
Journal of Basic and Applied Scientific Research. 3(1):1-4.
Jenkins AL, Jenkins DJA, Wolever TMS, Rogovik AL, Jovanovski E, Bozikov V,
Rahelic D, Vuksan V. 2008. Comparable posprandial glucose reductions
with viscous fiber blend enriched biscuits in healthy subjects and patients
with diabetes mellitus: acute randomized controlled clinical trial. Croat
Med J. 49:772-82.doi:10.325/cmj.2008.49.722.
Jenkins DJA, Wolever TMS, Taylor RH, Barker H, Fielden H, Baldwin JM,
Bowling AC, Newman HC, Jenkins AL, Goff DV. 1981. Glycemic index
of foods: a physiological basis for carbohydrate exchange. AJCN. 34: 362–
366.
[Kepmenkes] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Laporan Hasil
Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2010. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta (ID): Kepmenkes.
Kurniawati RD. 2006. Penentuan desain proses dan fornulasi oprtimal pembuatan
mi jagung basah berbahan dasar pati jagung dan corn gluten meal [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lee H, Chapa D, Kao C, Jones D, Kapsutin J, Smith J, Friedman E. 2009.
Depression, quality of life, and glycemic control in individual with type 2
diabetes. JANP. 21:214-224.doi:10.1111/j.1745-7599.2009.00396.x.
Liese AD, Schulz M, Fang F, Wolever TMS, Agostino RB, Sparks KC, Davis
EJM. 2005. Dietary glycemic index and glycemic load, carbohydrate and
fiber intake, and measures of insulin sensitivity, secretion, and adiposity in
the insulin resistance arterosclerosis study. Diabetes Care. 28:2832-2838.
28
Ling YL, Hua DR, Ni C, Juan P, Jie P. 2013. Review of konjac glucomannan:
stucture, chain conformation and bioactives. Journal of Single Molecule
Research. 1(1):7-14.doi:10.12966/jmsr.07.03.2013.
Lin MHA, Wu MC, Lu S, Lin J. 2010. Glycemic index, glycemic load and
insulinemic index of Chinese starchy foods. World J Gastroenterol.
16(39):4973-4979.doi:10.3748/wjg,v16.i39.4973.
Livesey G, Taylor R, Hulshof T, Howlett J. 2008. Glycemic response and health-a
systematic review and meta-analysis: relations between dietary glycemic
properties and health outcome. AJCN: 87:258S-68S.
Lunn J, Buttriss JL. 2007. Carbohydrates and dietary fibre. Nutrition Bulletin.
32:21–64.
Mariati. 2001. Karakterisasi sifat fisikokimia pati dan tepung garut (Marantha
arundinacea L.) dari beberapa varietas lokal [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Maulani RR, Budiasih R, Immaningsih N. 2012. Karakterisasi fisik dan kimia
rimpang dan pati garut (Marantha arundinacea L.) pada berbagai umur
panen. Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi; 201206;
Madura, Indonesia . Madura (ID): Universitas Trunojoyo Madura.
Ministry of Agriculture of the People’s Republic of China. 2002a. Professional
Standard of the People’s Republic of China for Konjac Flour NY/T 494.
Chengdu (CN).
_________________________________________________. 2002b. The Chinese
Agriculture Trade Standards for Starch Noodles NY 5188. Chengdu (CN).
Muhandri T, Subarna. 2009. Optimasi formulasi dan proses mi instant jagung.
Laporan Hibah Bersaing. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Muhandri T. 2011. Karakteristik reologi mi jagung dengan proses ekstrusi
pemasak-pencetak [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Murakami K, Sasaki S, Takahashi Y, Okubo H, Hosoi Y, Horiguchi H, Oguya E,
Kayama F. 2006. Dietary glycemic index and load in relation to metabolic
risk factors in Japanese female farmers with traditional dietary habits.
AJCN. 83:1161-9.
Nasution EZ. 2005. Pembuatan mie kering dari tepung terigu dengan tepung
rumput laut yang difortifikasi dengan kacang kedelai. Jurnal Sains Kimia.
9(2):87-91.
Nilsson AC, Ostman EM, Granfeldt Y, Bjorck ME. 2008. Effect of cereal test
breakfast differing in glycemic index and content of indigestable
carbohydrates on daylong glucose tolerance in healthy subjects. AJCN.
87:645-54.
Opperman AM, Venter CS, Oosthuizem W, Thompson RL & Vorster HH. 2004.
Meta-analysis of the health effect of using glycemic index in meal
planning. Br J Nutr. 92:367-381.
Pudjiono E. 1998. Konsep pengembangan mesin untuk menunjang pengadaan pati
garut. Seminar Lokakarya Nasional “Pengembangan Tanaman Garut
sebagai Sumber Bahan Alternatif Industri Pangan”; 19880827; Malang,
Indonesia. Malang (ID): Universitas Brawidjaya.
Retnaningsih C, Tamtomo PWP, Widarto R. 2004. Kontribusi mie instan terhadap
angka kecukupan gizi (energi dan protein) pada mahasiswa kost di
kawasan Tembalang, Semarang. Proceeding National Colloqium. B6.
29
Raji AO, Famuwera JAV. 2008. Effect of hull on the physico-chemical properties
of soyflour. Agricultural Enginering International: the CIGR Journal.
10:1-14.
Richana N, Sumarti TC. 2004. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung umbi dan
tepung pati dari umbi ganyong, suweg, ubikelapa, dan gembili. J
Pascapanen. 1(1):29-37.
Sa’id GE, Rahayu DL. 2009. Overview Budidaya dan Produksi Umbi Tanaman
Konjac di Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Schulze MB, Liu S, Rimn EB, Manson JE, Willet WC, Hu FB. 2004. Glycemic
index, glycemic load, and dietary fiber intake and incidence of type 2
diabetes in younger and middle-aged women. AJCN. 80:348-56.
Shavanas S. 2013. Studies on modified tuber starches useful for tablets and
capsules [tesis]. Kerala (IN): Central Tuber Crops Research Institute.
Shiau SY, Yeh AI. 2001. Effects of alkali and acid on dough rheological properties
and characteristics of extruded noodles. J Cereal Sci 33(1):27-37.
Simanjuntak FLMT. 2001. Pemanfaatan ubi jalar (Ipomea batatas L.) sebagai
bahan dasar pembuatan mi kering [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian
Bogor.
Soh NL, MillerJB. 1999. The glycemic index of potatoes: the effect of variety
cooking method and maturity. EJCN. 53:249-254.
Sood N, Balker WL, Coleman CI. 2008. Effect of glucomannan on plasma lipid
glucose concentration body weight, and blood pressure: systematic review
and meta-analysis. AJCN. 1167-75.
Sunarti T, CN Richana, F Kasim, Purwoko A, Budiyanto. 2007. Karakterisasi sifat
fisiko kimia tepung dan pati jagung varietas unggul nasional dan sifat
penerimaannya terhadap enzim dan asam. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Suriani AI. 2008. Mempelajari pengaruh pemanasan dan pendinginan berulang
terhadap karakteristik sifat fisik dan fungsional pati garut (Marantha
arundinacea L.) termodifikasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Tam LM, Wilson TT, Jiansheng L, Lilia SC, Corke H. 2004. Production of byhon-
type noodles from maize starch differing in amylose content. Cereal Chem.
81(4):475-480
Tan HZ, Li ZG, Tan B. 2009. Starch noodles: history, classification, materials,
processing, structure, nutrition, quality evaluating and improving. Food
Research International. 42:551-576.doi:10.1016/j.foodres.2009.02.015.
Thompson SV, Winham DM, Hutchins AM. 2012. Bean and rice meals reduce
postprandial glycemic response in adults with type 2 diabetes: a crossover
study. Nutition Journal. 11(23):1-7.doi:10.1186/1475-2891-11-23.
Ubwa ST, Abah J, Asemave K, Shamble T. 2012. Studies on the gelatinization
temperature of some cereal starches. International Journal of Chemistry:
4(6):22-28.doi:10.5539/ijc.v4n6p22.
[USDA] United State Department of Agriculture. 2002. National Nutrient
Database for Standard Reference. Beltsville (US): USDA.
Vamadevan V, Bertoft E, Soldatov DV, Seetharaman K. 2013. Impact on
molecular organization of amylopectin in starch granules upon annealing.
Carbohydrate Polymers. 98:1045-1065.doi:10.1016/j.carbpol.2013.07.006.
30
Vosloo MC. 2005. Some factors affecting the digestión of glycaemic carbohydates
and the blood glucose response. Journal of the Family Ecology and
Consumer Science. 33:1-9.
Waniska RD, Yi T, Wei L. 2000. Effects of preheating temperature, moisture, and
sodium metabisulfite content on property of maize flour dough. Chemical
Research in Chinese Universities. 16(3):250-258.
Widaningrum, Santosa BA, Purwani EY. 2005. Penelitian pengaruh suhu
pemeraman terhadap kualitas mi sagu dan kadar resistant starch (RS).
Jakarta (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): MBrio Pr.
Wolever TMS, Yang M, Zeng XY, Atkinson F, Brand-Miller JC. 2006. Food
glycemic index, as given in Glycemic Index tables, is a significant
determinant of glycemic responses elicited by composite breakfast meals.
AJCN. 83:1306-12.
Xu Z, Yang Y, Jiang Y, Sun Y, Shen Y, Pang J. 2008. Synthesis and
characterization of konjac glucomannan-graft-polyacrylamide via γ-
irradiation. Molecules. 13:490-550.
Yustiareni E. 2000. Kajian substitusi tepung terigu oleh tepung garut dan
penambahan tepung kedelai dalam pembuatan mi kering [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Zaidul ISM, Norulaini NAN, Omar AKM, Yamauchi H, Noda T. 2007. RVA
analysis of mixtures of wheat flour and potato, sweet potato, yam and
cassava starches. Carbohydrate Polymers. 69:784-791.
31
Lampiran 1 Prosedur pengujian fisik dan komposisi makanan
Waktu Rehidrasi Optimum (modifikasi Tan et al. 2009)
Air sebanyak 150 mL dididihkan pada gelas piala bertutup selama 3 menit.
Contoh mi dimasukan kedalam gelas piala dan ditutup kembali. Stop watch
dinyalakan tepat pada saat contoh dimasukkan dalam air yang telah didihkan.
Setiap satu menit dilakukan pengambilan satu untaian mi dan dilakukan penekanan
dengan dua buah kaca. Pemasakan dikatakan optimum bila sudah tidak terbentuk
garis putih ketika mi ditekan dengan dua potong kaca.
Kehilangan Padatan selama Pemasakan (modifikasi Tan et al. 2009)
Sebanyak 5 gram contoh direndam dalam 150 mL air yang telah dididihkan
hingga mencapai waktu rehidrasi, kemudian contoh disiram dengan air dingin
sebanyak 50 mL (2 kali) untuk menghentikan pemanasan dan melarutkan padatan
yang berada pada permukaan mi. Contoh ditiriskan selama 5 menit, lalu ditimbang
dan dikeringkan pada suhu 105oC hingga mencapai berat konstan. Kehilangan
padatan selama pemasakan ditentukan menurut perhitungan berikut.
KPAP (%) = 1 -
x 100%
Elongasi dengan Tensile Strength Tester (modifikasi Tan et al. 2009)
Contoh mi yang telah direhidrasi ditempatkan di antara dua penjepit
kemudian dilakukan penarikan. Jarak antara tanda diikuti dengan menggunakan
penggaris khusus. Perhitungan elongasi dilakukan sampai contoh putus menurut
perhitungan berikut.
E =
x100%
Keterangan :
E : Perpanjangan putus/elongasi (%)
Lo : Panjang antara dua tanda garis mula-mula (mm)
L : Panjang garis saat contoh putus (mm)
Proksimat (AOAC 2007)
1 Kadar air
Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam
oven hingga berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30
menit dan ditimbang. Contoh ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakkan
dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven hingga mencapai berat konstan
pada suhu 105-110oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang kembali. Kadar air ditentukan menurut perhitungan berikut.
Kadar air (%) =
x 100%
2 Kadar abu
Contoh basah sebanyak 4 gram ditempatkan dalam cawan porselin
kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 60-105oC hingga mencapai
berat tetap. Contoh yang sudah kering dibakar menggunakan hot plate sampai
tidak berasap, diabukan dalam tanur bersuhu 600oC hingga putih, lalu
ditimbang. Kadar abu ditentukan menurut perhitungan berikut.
32
Kadar abu (%) =
x 100%
3 Kadar protein
Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl
yang terdiri atas tahap destruksi, destilasi, dan titrasi. Contoh ditimbang
sebanyak 0.1 gram, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu
ditambahkan 0.5 gram selenium dan 7 mL H2SO4 pekat. Contoh didestruksi
selama kurang lebih 1 jam hingga larutan jernih lalu didinginkan. Setelah
dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 200 mL akuades, 3 tetes indikator
metil-merah metil biru, dan 50 mL NaOH 30%, kemudian dilakukan proses
destilasi dengan suhu destilator 100oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu
erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 20 mL asam borat (H3BO3) 3% dan
3 tetes indikator metil merah-metil biru. Setelah volume destilat mencapai tiga
kali lipat dan berwarna hijau, proses destilasi dihentikan. Destilat dititrasi
dengan HCl 0.1 N hingga terjadi perubahan warna menjadi ungu. Volume
titran dibaca dan dicatat. Kadar protein ditentukan menurut perhitungan berikut.
Nitrogen (%) =
x 100%
Kadar protein (%) = %N x faktor konversi (6.25)
4 Kadar lemak
Contoh sebanyak 4 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring
dan diletakkan pada alat ekstraksi Soxhlet yang dipasang di atas kondensor
serta labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu
lemak secukupnya sesuai dengan ukuran Soxhlet yang digunakan dan
dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut turun kembali ke
dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung.
Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 105oC selama 5 jam. Setelah itu, labu lemak didinginkan
dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak ditentukan
menurut perhitungan berikut.
Kadar lemak (%) =
x 100%
5 Kadar karbohidrat
Kadar karbohidrat ditetapkan secara by difference, yaitu
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (% Air + % Abu + % Lemak + % Protein)
Kadar Total Serat Makanan Metode Multi Enzim (AOAC 2009)
Sebanyak 1-1.5 gram contoh bebas lemak dimasukkan ke gelas piala 200
ml, ditambahkan 25 mL 0.1 M buffer natrium fosfat pH 6.0, dan dicampur merata.
Campuran ditambahkan 0.1 mL α-amilase (thermamyl 120 L) kemudian ditutup
dengan aluminium foil. Selanjutnya campuran diinkubasikan dalam penangas air
bergoyang bersuhu 100oC selama 15 menit. Campuran dibiarkan dingin dan pH-
nya diatur menjadi 1.5 dengan HCl.
Setelah itu, campuran ditambahkan 100 mg suspensi pepsin, ditutup
dengan alumunium foil, dan diinkubasikan dalam penangas air bergoyang pada
suhu 40oC selama 60 menit. Setelah dingin, pH diatur menjadi 6.8 dengan NaCl.
Selanjutnya ditambahkan 100 mg suspensi pankeatin dan ditutup dengan
alumunium foil. Campuran kembali diinkubasi dalam penangas bergoyang pada
33
suhu 40oC selama 60 menit. Kemudian campuran disaring dengan crucible dan
menghasilkan residu berupa insoluble fiber dan filtrat berupa soluble fiber.
Residu: Residu dalam crucible dicuci dengan 2 x 25 mL etanol 90% dan 2 x 15
mL aseton. Selanjutnya, crucible dikeringkan pada suhu 105oC sampai
beratnya tetap (semalam) dan ditimbang beratnya (D1). Contoh didiamkan
pada suhu 550oC selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang kembali beratnya
(I1).
Filtrat: Volume filtrat dicuci dengan air sampai 100 mL, kemudian
ditambahkan 400 mL etanol 90% hangat (60oC) dan dibiarkan presipitasi
selama satu jam. Contoh disaring dengan kembali dengan crucible dan dicuci
berturut-turut dengan 2 x 25 mL etanol 90% dan 2 x 15 mL aseton. Setelah itu,
crucible dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC sampai beratnya tetap dan
ditimbang beratnya (D2). Selanjutnya, crucible diarangkan, diabukan, dan
ditimbang kembali beratnya setelah pendinginan (I2).
Perhitungan nilai serat blanko dilakukan mengikuti prosedur di atas namun
tidak menggunakan contoh. Kadar serat makanan diperoleh melalui perhitungan
berikut.
Kadar serat makanan tidak larut =
x 100% (1)
Kadar serat makanan larut =
x 100% (2)
Kadar serat makanan total = (1) + (2)
Keterangan :
W : Berat contoh (g)
D : Berat setelah pengeringan (g)
I : Berat setelah perebusan (g)
B : Blanko bebas abu (g)
34
Lampiran 2 Perhitungan takaran saji mi
Jumlah Bahan
Jumlah bahan yang digunakan pada basis formulasi (100 gram tepung
komposit) mentah pada saat pencampuran adalah sebagai berikut
Mi A
Bahan Proporsi (%) Kadar Air (%) Air (g)
Terigu 50 13.36 6.68
Pati garut 30 14.07 4.22
Tepung kedelai 20 5.89 1.18
BTP 7.5 15.00 1.13
Air binder 22.5*
22.50
Air adonan 7
7.00
Total 137
42.70
Kadar air (%) 31.17
Kadar padatan (%) 68.83
Jumlah padatan (g) 94.30
Mi B
Bahan Proporsi (%) Kadar Air (%) Air (g)
Terigu 50 13.36 6.68
Pati garut 30 14.07 4.22
Tepung kedelai 20 5.89 1.18
BTP 7.5 15.00 1.13
Glukomanan 1.5 9.77 0.15
Air binder 22.5*
22.50
Air adonan 7
7.00
Total 138.5
42.85
Kadar air (%) 30.94
Kadar padatan (%) 69.06
Jumlah padatan (g) 95.65 *Faktor kehilangan air akibat pembentukan binder sebesar 50%
Berat Mi Kering
Pada saat pengeringan, diharapkan tidak ada padatan yang hilang (agar
tetap memenuhi jumlah basis formulasi 100 gram tepung komposit). Dengan
demikian, berat mi kering adalah sebagai berikut.
Mi A
Kadar air = 10.74%
Berat mi kering =
x 94.30 gram = 105.64 gram
Mi B
Kadar air = 10.94%
Berat mi kering =
x 95.65 gram = 107.40 gram
Berat kedua mi kering tersebut dibulatkan menjadi 100 gram untuk satu
takaran saji.
35
Lampiran 3 Formulir pengujian organoleptik rating mutu hedonik dan hedonik
Panelis yang terhormat,
Saya Sonia Rosselini (I14090023), mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat IPB. Saat ini
saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Penambahan Glukomanan pada Formulasi Mi
Berindeks Glikemik Rendah Berbasis Tepung Komposit (Terigu, Pati Garut, dan Kedelai)”. Demi
tercapainya hasil penelitian yang diharapkan, mohon kesediaan dari Saudara/i untuk berpartisipasi
memberikan penilaian terhadap produk utama saya yang terdiri atas mutu hedonik (deskripsi
karakteristik) dan hedonik (deskripsi kesukaan). Anda dianjurkan untuk membaca dan memahami
terlebih dahulu kuisioner ini hingga selesai.
Nama Panelis : Departemen :
Jenis Kelamin : L/P Tanggal :
Di hadapan Anda disajikan 6 contoh mi. Anda diminta untuk menilai mutu hedonik dan
hedonik setiap contoh tersebut dengan aturan sebagai berikut.
1 Tulis skala yang tepat menggambarkan persepsi Anda pada tabel yang disediakan.
2 Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai contoh
berikutnya.
3 Mohon tidak membandingkan antar contoh saat anda melakukan penilaian dengan tidak
mengingat contoh sebelumnya ketika melakukan penilaian terhadap contoh selanjutnya.
4 Jika telah selesai menilai satu contoh, Anda menaruh contoh tersebut di luar bilik
pencicipan dan mengganti dengan contoh selanjutnya (contoh diambil satu per satu).
5 Tolong perhatikan keterangan footnote yang terdapat pada atribut-atribut tertentu.
Mutu Hedonik
Atribut Kode Contoh
Warna
Kecerahan
Rasa manis
Rasa asin
Aftertastea)
Aroma langub)
Kekerasan menggunakan
tanganc)
Kekenyalan menggunakan
tanganc)
Kekerasan gigitd)
Kekenyalan gigite)
a)
Aftertaste adalah apapun rasa yang tertinggal setelah mi tertelan. Jika ada, tolong sebutkan
disamping skala yang Anda tulis pada tabel. b)
Aroma dideskripsikan dengan memakan mi (tidak membaui). c)
Ambil 1 untai mi, kemudian tekan dengan jari tangan sampai gepeng. Berikan penilaian terhadap
kekerasan dan kekenyalan contoh mi. d)
Ambil 1 untai mi, kemudian gigit sampai putus. Berikan penilaian terhadap kekerasan contoh mi. e)
Ambil 1 untai mi kemudian dikunyah. Berikan penilaian terhadap kekenyalan/kemembalan
contoh mi.
36
Keterangan Skala
Atribut Skala
1 2 3 4 5 6 7
Warna Kuning
kecoklatan
Kuning
tua Kuning
Kuning
muda
Putih
kekuningan Putih
Sangat
putih
Kecerahan Sangat pucat Pucat Pucat agak
cerah Sedang
Cerah agak
pucat Cerah
Sangat
cerah
Rasa manis Sangat lemah Lemah Lemah agak
kuat Sedang
Kuat agak
lemah Kuat
Sangat
kuat
Rasa asin Sangat lemah Lemah Lemah agak
kuat Sedang
Kuat agak
lemah Kuat
Sangat
kuat
Aftertastea) Sangat kuat Kuat Kuat agak
lemah Sedang
Lemah agak
kuat Lemah
Sangat
lemah
Aroma langub) Sangat kuat Kuat Kuat agak
lemah Sedang
Lemah agak
kuat Lemah
Sangat
lemah
Kekerasan
menggunakan
tanganc)
Sangat keras Keras Keras agak
lunak Sedang
Lunak agak
keras Lunak
Sangat
lunak
Kekenyalan
menggunakan
tanganc)
Sangat tidak
kenyal
Tidak
kenyal
Tidak kenyal
agak kenyal Sedang
Kenyal agak
tidak kenyal Kenyal
Sangat
kenyal
Kekerasan gigitd) Sangat keras Keras Keras agak
lunak Sedang
Lunak agak
keras Lunak
Sangat
lunak
Kekenyalan gigite) Sangat tidak
kenyal
Tidak
kenyal
Tidak kenyal
agak kenyal Sedang
Kenyal agak
tidak kenyal Kenyal
Sangat
kenyal
Komentar: …………………………………………………………………………………………
Hedonik
Kode
Contoh
Atribut
Warna Aroma Rasa Tekstur
Keterangan Skala
Skala Atribut
Warna Aroma Rasa Tekstur
1 Sangat tidak suka
2 Tidak suka
3 Tidak suka agak suka
4 Sedang
5 Suka agak tidak suka
6 Suka
7 Sangat suka
Komentar:…………………………………………………………………………………………….
Terima kasih Anda telah berpartisipasi dalam penilaian organoleptik produk penelitian
saya. Jika Anda berminat untuk menjadi panelis indeks glikemik produk ini, Anda dapat
menghubungi saya.
37
Lampiran 4 Penjelasan sebelum persetujuan subyek indeks glikemik
PEJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN
(Penambahan Glukomanan pada Formulasi Mi Berindeks Glikemik Rendah
Berbasis Tepung Komposit (Terigu, Pati Garut, dan Kedelai))
Saya Sonia Rosselini (I14090023), mahasiswa Departemen Gizi
Masyarakat IPB. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tugas akhir yang
bertujuan mengembangkan mi berindeks glikemik rendah berbasis tepung
komposit (terigu, pati garut, dan kedelai) dengan penambahan glukomanan. Salah
satu tujuan khusus guna memenuhi tujuan umum tersebut adalah mengetahui
indeks glikemik produk terpilih. Demi tercapainya hasil yang diharapkan, saya
meminta bantuan Saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan
berperan menjadi subyek pengujian indeks glikemik produk terpilih. Saudara/i
diharapkan dapat memenuhi kriteria inklusi berikut:
1 Berusia 18-30 tahun
2 Memiliki Indeks Massa Tubuh normal (18.5-22.9 kg/m2)
3 Tidak menggunakan obat-obatan
4 Tidak merokok
5 Tidak minum minum-minuman beralkohol
6 Tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus dan memiliki kadar glukosa
darah normal (60-100 mg/dL).
7 Tidak mengalami gangguan pencernaan
Adapun kriteria eksklusi yang menyebabkan Saudara/i tidak dapat
mengikuti pengujian ini meskipun telah masuk dalam kriteria inklusi adalah
Saudara/i dalam keadaan tidak sehat baik oleh diagnosis dokter maupun secara
subyektif oleh peneliti atau Saudara/i; mengonsumsi pangan yang berefek diuretik
(kopi dan teh); memiliki alergi terhadap terigu; dan stres. Penjelasan lebih lanjut
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian maupun pengujian dapat
dipahami pada penjelasan berikut.
Perlakuan/Hal-hal yang akan Dialami Perserta:
Jika Saudara/i memenuhi kriteria-kriteria di atas, maka Saudara/i akan
menjalani serangkaian pengujian indeks glikemik yang terdiri atas pengukuran
antropometri (berat dan tinggi badan); wawancara mengenai kriteria inklusi
lainnya yaitu tidak merokok, tidak minum-minuman beralkohol, tidak
menggunakan obat-obatan secara rutin, dan tidak memiliki riwayat diabetes
mellitus; pemberian pangan setara dengan 50 gram karbohidrat yaitu terdiri atas
pangan acuan berupa glukosa standar pada minggu pertama, pangan pengujian
kontrol berupa mi berbasis tepung komposit (terigu, pati garut, dan kedelai) tanpa
penambahan glukomanan (serat larut air dari umbi porang/iles-iles) (mi A) pada
minggu kedua, dan mi serupa dengan penambahan glukomanan (mi B) pada
minggu ketiga. Adapun prosedur pengujian yaitu sebagai berikut.
a Subyek menjalani puasa penuh semalam (kecuali air) selama minimal 10 jam.
b Contoh darah subyek pada akhir puasa (disebut menit ke-0) diambil sebanyak
50 μL dengan menggunakan lanset.
38
c Pangan setara 50 gram karbohidrat diberikan kepada subyek (larutan glukosa
standar pada minggu pertama, mi A pada minggu kedua, dan mi B pada
minggu ketiga). Jeda antara pangan adalah 4-7 hari. Perhitungan dimulai ketika
tegukan pertama pada larutan glukosa standar dan gigitan pertama pada mi.
d Contoh darah subyek diambil kembali pada setiap 15 menit pada jam pertama
(menit ke-15, menit ke 30, menit ke-45 dan menit ke-60) kemudian setiap 30
menit pada jam kedua (menit ke-90 dan menit ke-120) dan diukur kadar
glukosanya.
Manfaat Penelitian: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai
pemangku kepentingan (stakeholder) diantaranya adalah akademisi, masyarakat,
pemerintah, dan industri.
Bahaya Potensial:
Risiko yang mungkin terjadi pada pengambilan darah untuk pengukuran
glukosa darah berupa rasa nyeri pada bekas tusukan dan infeksi. Risiko ini dapat
diperkecil dengan penanganan profesional serta penggunaan peralatan sekali pakai
(disposable) dan suci hama.
Insentif:
Panelis yang berpartisipasi dalam penelitian ini akan mendapat insentif
berupa makan berat di setiap waktu pengambilan contoh darah yaitu selama 3 kali
dan uang sebesar Rp 70 000, 00 di akhir rangkaian pengujian.
Hak Undur Diri :
Saudara/i dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu dengan alasan, tanpa
ada sanksi dari tim peneliti.
Kerahasiaan Data :
Data Saudara/i akan dijamin kerahasiaannya.
Pengambilan contoh darah subyek dilakukan oleh tenaga medis.
39
Lampiran 5 Persetujuan setelah penjelasan subyek indeks glikemik
Formulir Persetujuan
Semua penjelasan di atas telah disampaikan kepada saya dan semua
pertanyaan saya telah dijawab oleh dokter. Saya mengerti bahwa bila masih
memerlukan penjelasan, saya akan mendapat jawaban dari dr Karina Rahmadia
Ekawidyani, MSi.
Dengan menandatangi formulir ini, saya setuju untuk ikut dalam penelitian
ini.
Tanda tangan subyek : Tanggal :
(Nama jelas :………………………)
Tanda tangan saksi :
(Nama jelas :……………………….)
40
Lampiran 6 Surat lolos kaji etik (ethical approval)
41
Lampiran 7 Perhitungan porsi pangan pada pengujian indeks glikemik
Mi A
Kadar karbohidrat (KH) by difference = 69.85% (bb)
Kadar total serat pangan = 5.88% (bb)
Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) = 12.47%
Kadar air = 10.74%
KH tersedia (%) = KH by difference (%) – serat makanan (%)
= 69.85% - 5.88% = 63.97%
KH tersedia dikoreksi dengan KPAP = KH tersedia x (1 + (1 – Kadar air (%))
x KPAP (%))
= 63.85% x (1 + (1 – 10.74%) x 12.47%)
= 63.85% x 1.11 = 70.96%
Porsi mi kering (gram) =
=
= 70.46 gram
Mi B
Kadar karbohidrat (KH) by difference = 69.44% (bb)
Kadar total serat pangan = 6.69% (bb)
Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) = 10.94%
Kadar air = 10.94%
KH yang tersedia (%) = KH by difference (%) – serat makanan (%)
= 69.44% - 6.69% = 62.75%
KH tersedia dikoreksi dengan KPAP = KH tersedia x (1 + (1 – Kadar air (%))
x KPAP (%))
= 62.75% x (1 + (1 – 10.94%) x 10.94%)
= 62.75% x 1.08 = 67.77%
Porsi mi kering (gram) =
=
= 73.79 gram
42
Lampiran 8 Contoh perhitungan luas area di bawah kurva dan indeks glikemik
1 Rumus I-AUC
∑
Keterangan :
I-AUC : incrimental area under curve (menit.mg/dL)
x : waktu (menit)
A : glukosa darah (mg/dL)
n : jumlah bagian (buah)
2 Glukosa Standar Subyek 3
I-AUC 1 =
= 270 menit.mg/dL
I-AUC 2 =
– 94 x (30 - 15) = 2175 – 1410
= 765 menit.mg/dL
I-AUC 3 =
– 94 x (45-30) = 2527.5 – 1410
= 1117.5 menit.mg/dL
I-AUC 4 =
– 94 x (60 - 45) = 2565 – 1410
= 1155 menit.mg/dL
I-AUC 5 =
– 94 x (90 - 60) = 4380 - 2820
= 1560 menit.mg/dL
I-AUC 6 =
– 94 x (120-90) = 3345 - 2820
= 525 menit.mg/dL
I-AUC = I-AUC (1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6)
= 270 + 765 + 1117.5 + 1155 + 1560 + 525
= 5392.5 menit.mg/dL
94
130
160 177
165
127
96
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0 15 30 45 60 90 120
Glu
kosa
dara
h (
mg/d
L)
Waktu (menit)
1 2 3 4 5 6
43
3 Indeks Glikemik Mi A Subyek 3
Indeks glikemik pangan subyek =
x 100
I-AUC mi A subyek = 4057.5 menit.mg/dL
I-AUC glukosa standar subyek = 5392.5 menit.mg/dL
Indeks glikemik mi A subyek =
x 100%
= 92.49
44
Lam piran 9 Karakteristik fisik dan L
ampiran
9 K
arak
terist
ik fis
ik d
an k
linis
sub
yek in
dek
s gl
ikem
ik
Lak
i-la
ki
Per
empua
nK
esel
uruh
anL
aki-
laki d
an P
erem
pua
nL
aki-
laki d
an K
esel
uruh
anP
erem
pua
n dan
Kes
elur
uhan
Usi
a (t
ahun
)20.8
0 ±
1.1
721.6
0 ±
0.8
921.2
0 ±
1.0
40.2
38
0.5
50
.464
IMT
(K
g/m
2)
20.1
9 ±
1.3
120.8
2 ±
1.6
520.5
1 ±
1.3
70.5
57
0.7
17
0.7
28
GD
P (
mg/
dL
)81.0
7 ±
4.6
8
83.4
0 ±
7.2
782.2
3 ±
5.8
90.3
77
0.5
37
0.8
25
*S
ig. p
ad
a <
0.0
5 (
') d
an
san
gat
sig
. p
ad
a <
0.0
1 (
")
Kete
ran
gan
:
Kar
akte
rist
ik
Rat
a-ra
ta N
ilai K
arak
terist
ik ±
SD
p*
Nilai n
orm
al g
luko
sa d
ara
h p
uasa (
GD
P):
60-1
00 m
g/d
L (
Kep
men
kes 2
010)
Tab
el 1
1 K
arak
terist
ik s
ubye
k
Nilai n
orm
al IM
T p
op
ula
si In
do
nesia
: 18.5
-24.9
Kg
/m2 (
Kep
men
kes 2
010)
45
Lampiran 10 Sebaran nilai indeks dan beban glikemik subyek
Subyek Indeks Glikemik Beban Glikemik (g)
Mi A Mi B Mi A Mi B
1 85.82 44.68 48.05 24.97
2 97.13 30.34 54.38 16.95
3 87.21 74.20 48.83 41.46
4 99.18 56.16 55.53 31.38
5 54.14 29.95 30.32 16.73
6 57.88 47.69 32.41 26.65
7 96.27 59.22 53.90 33.09
8 92.49 45.38 51.78 25.36
9 59.23 55.54 33.16 31.04
10 66.18 95.85 37.06 53.56
Rata-rata±SD 79.55±18.09 53.90±19.81 44.54±10.13 30.12±11.07
46
Lampiran 11 L
amp
iran
11
K
adar
glu
ko
sa s
ubye
k u
ntuk
glu
ko
sa s
tand
ar
Glu
ko
sa S
tanda
r
187
122
131
131
141
121
97
4230.0
277
105
117
136
135
139
113
5610.0
394
130
160
177
165
127
96
5392.5
480
112
140
139
136
131
111
5520.0
586
126
142
138
101
98
78
2773.5
84
.8±
6.6
11
19±
10
.30
13
8±
15
.76
14
4.2
±1
8.5
91
35.6
±2
2.8
61
23.2
±1
5.5
39
9.0
±1
4.0
94
705
.2±
12
15
.75
694
117
141
132
139
145
121
4567.5
792
130
157
132
117
132
110
4177.5
872
119
142
122
127
104
97
5077.5
981
108
130
125
109
113
96
3615.0
10
83
86
107
144
124
113
108
3517.5
84
.4±
8.9
01
12.0
±1
6.5
11
35.4
±1
8.5
61
31.0
±8
.49
12
3.2
±1
1.2
31
21.4
±1
6.6
81
06.4
±1
0.3
14
191
.0±
65
4.4
4
84
.6±
7.4
01
15.5
±1
3.4
81
36.7
±1
6.2
91
37.6
±1
5.3
01
29.4
±1
8.9
81
22.3
±1
5.2
21
02.7
±1
2.2
84
448
.1±
95
9.5
4
Lua
s K
urva
(m
enit.
mg/
dL
)
Sub
rat
a-ra
ta±
SD
Kes
elur
uhan
rat
a-ra
ta±
SD
Sub
yek
115
Laki-laki PerempuanSub
rat
a-ra
ta±
SD
Kad
ar G
luk
osa
Dar
ah (
mg/
dL
) M
enit
ke-
30
45
60
90
120
47
Lampiran 12 Kadar glukosa darah subyek untuk mi A
L
amp
iran
12
K
adar
glu
ko
sa d
arah
sub
yek
unt
uk m
i A
Mi A
175
88
127
131
111
96
100
3630.0
273
95
105
101
98
100
102
3037.5
384
103
134
158
151
125
91
4987.5
470
89
115
103
96
102
83
3195.0
579
103
117
113
101
101
84
2670.0
76
.2±
5.4
59
5.6
±7
.27
11
9.6
±1
1.2
21
21.2
±2
3.7
51
11.4
±2
2.8
81
04.8
±1
1.5
29
2.0
±8
.80
35
04
.0±
89
7.9
6
697
97
121
157
163
140
130
4530.0
779
107
147
125
128
102
88
4057.5
884
89
121
111
131
106
101
3007.5
977
87
104
107
110
92
90
2392.5
10
82
89
115
111
119
109
108
3067.5
83
.8±
7.8
59
3.8
±8
.32
12
1.6
±1
5.8
11
22.2
±2
0.6
21
30.2
±2
0.0
91
09.8
±1
8.0
61
03.4
±1
6.9
63
411
.0±
86
4.3
3
80
.0±
7.5
39
4.7
±7
.42
12
0.6
±1
2.9
61
21.7
±2
0.9
81
20.8
±2
2.5
91
07.3
±1
4.5
29
7.7
±1
4.0
93
457
.5±
83
2.3
5
Laki-laki PerempuanSub
rat
a-ra
ta±
SD
Sub
rat
a-ra
ta±
SD
Kes
elur
uhan
rat
a-ra
ta±
SD
Lua
s K
urva
(m
enit.
mg/
dL
)120
Kad
ar G
luk
osa
Dar
ah (
mg/
dL
) M
enit
ke-
115
Sub
yek
30
45
60
90
48
Lampiran 13
Kadar glukosa
darah subyek
untuk mi B
Lam
piran
13
K
adar
glu
ko
sa d
arah
sub
yek
unt
uk m
i B
Mi B
189
94
127
118
99
108
90
1890.0
279
94
110
104
89
90
83
1680.0
383
91
120
125
120
97
78
2447.0
479
90
101
97
108
109
100
2632.5
581
90
115
114
94
86
85
1642.5
82
.2±
4.1
59
1.8
±2
.05
11
4.6
±9
.86
11
1.6
±1
1.1
51
02.0
±1
2.2
79
8.0
±1
0.3
78
7.2
±8
.35
20
58
.4±
45
4.1
7
693
95
113
143
125
109
112
2565.0
787
100
108
101
92
97
96
1267.5
874
76
112
117
98
101
89
2820.0
976
96
104
125
114
106
93
3465.0
10
80
82
92
108
108
114
102
2610.0
80
.5±
4.1
59
1.3
±2
.05
11
1.5
±9
.86
11
0.0
±1
1.1
51
02.8
±1
2.2
79
5.5
±1
0.3
78
6.5
±8
.35
21
00
.5±
45
4.1
7
82
.1±
5.9
59
0.8
±7
.05
11
0.2
±9
.84
11
5.2
±1
3.6
91
04.7
±1
2.2
71
01.7
±9
.09
92
.8±
10
.08
23
01
.9±
66
4.7
4
Lua
s K
urva
(m
enit.
mg/
dL
)120
Kes
elur
uhan
rat
a-ra
ta±
SD
Kad
ar G
luk
osa
Dar
ah (
mg/
dL
) M
enit
ke-
115
30
45
60
90
Sub
yek
Laki-laki PerempuanSub
rat
a-ra
ta±
SD
Sub
rat
a-ra
ta±
SD
49
Lampiran 14 Hasil pengujian sifat fisik serta komposisi bahan baku dan mi
1 Sifat Fisik
Sifat Fisik Contoh Ulangan
Formulasi
Ulangan
Uji
Nilai
(%)
Rata-rata±SD
Ulangan
Uji
Rata-rata±SD
Ulangan
Formulasi
Waktu
Rehidrasi
Mi A
1 1 5.30
5.40±3.70
5.50±3.64 2 5.50
2 1 5.50
5.60±3.57 2 5.70
Mi B
1 1 5.70
5.80±3.45
6.00±6.67 2 5.90
2 1 6.00
6.20±6.45 2 6.40
KPAP
Mi A
1 1 9.66
12.08±40.13
12.47±6.14 2 14.51
2 1 13.49
12.85±9.96 2 12.21
Mi B
1 1 13.05
10.56±47.16
10.94±6.95 2 8.07
2 1 5.38
11.32±104.95 2 17.26
Elongasi
Mi A
1 1 31.00
32.00±6.25
33.00±6.05 2 33.00
2 1 33.00
34.00±5.89 2 35.00
Mi B
1 1 20.00
21.00±9.52
22.00±9.09 2 22.00
2 1 22.00
23.00±8.70 2 24.00
2 Komposisi
Komposi
si Contoh
Ulangan
Formulasi
Ulangan
Uji
Nilai
(%bb)
Rata-rata±SD
Ulangan Uji
Rata-rata±SD
Ulangan
Formulasi
Air
Pati Garut - 1 13.94
- 14.06±1.78
- 2 14.19
Tepung
Kedelai
- 1 5.85
- 5.88±1.19
- 2 5.92
Tepung
Glukoma
nan
- 1 9.83
- 9.77±1.23
- 2 9.71
Mi A 1 1 10.58 10.65±1.31 10.74±1.68
50
Komposi
si Contoh
Ulangan
Formulasi
Ulangan
Uji
Nilai
(%bb)
Rata-rata±SD
Ulangan Uji
Rata-rata±SD
Ulangan
Formulasi
2 10.72
2 1 10.90
10.83±1.29 2 10.76
Mi B
1 1 11.02
10.92±1.74
10.94±0.27 2 10.83
2 1 11.00
10.96±0.82 2 10.91
Abu
Pati Garut - 1 0.35
- 0.36±2.82 - 2 0.36
Tepung
Kedelai
- 1 4.04 - 4.02±1.00
- 2 4.00
Mi A
1 1 4.26
4.45±0.09
4.54±4.18 2 4.64
2 1 4.66
4.64±0.86 2 4.62
Mi B
1 1 4.70
4.71±0.21
4.70±0.11 2 4.71
2 1 4.68
4.7±0.85 2 4.72
Protein
Pati Garut - 1 0.99
- 0.99±1.02 - 2 0.98
Tepung
Kedelai
- 1 38.12 - 38.06±0.32
- 2 38.00
Mi A
1 1 12.17
12.40±3.63
11.92±7.88 2 12.62
2 1 11.22
11.46±4.10 2 11.69
Mi B
1 1 11.33
11.92±9.98
11.87±0.93 2 12.52
2 1 12.09
11.82±4.66 2 11.54
Lemak
Pati Garut - 1 0.38
- 0.35±17.14 - 2 0.32
Tepung
Kedelai
- 1 25.29 - 25.36±0.59
- 2 25.44
Tepung
Glukoma
nan
- 1 0.61 - 0.62±3.23
- 2 0.63
Mi A 1 1 2.91
2.90±0.69 3.01±7.15 2 2.89
51
Komposi
si Contoh
Ulangan
Formulasi
Ulangan
Uji
Nilai
(%bb)
Rata-rata±SD
Ulangan Uji
Rata-rata±SD
Ulangan
Formulasi
2 1 3.11
3.12±0.32 2 3.12
Mi B
1 1 3.15
3.21±3.74
3.38±9.92 2 3.27
2 1 3.61
3.54±3.67 2 3.48
KH
Pati Garut - 1 84.43
- 84.26±0.39 - 2 84.10
Tepung
Kedelai
- 1 26.70 - 26.67±0.22
- 2 26.64
Mi A
1 1 70.08
69.61±1.36
69.78±0.51 2 69.13
2 1 70.11
69.96±0.43 2 69.81
Mi B
1 1 69.80
69.23±1.63
69.11±0.36 2 68.67
2 1 68.62
68.98±1.06 2 69.35
SML
Pati Garut - 1 0.58
- 0.59±2.09 - 2 0.59
Tepung
Kedelai
- 1 4.31 - 4.56±10.91
- 2 4.81
Tepung
Glukoma
nan
- 1 63.70 - 67.63±11.61
- 2 71.56
Mi A
1 1 3.13
3.16±2.25
3.14±1.81 2 3.20
2 1 3.10
3.11±0.13 2 3.11
Mi B
1 1 3.56
3.55±0.79
3.54±0.72 2 3.53
2 1 3.51
3.52±0.93 2 3.54
STML
Pati Garut - 1 0.08
- 0.08±25.68 - 2 0.07
Tepung
Kedelai
- 1 15.08 - 7.17±8.26
- 2 14.75
Tepung
Glukoma
nan
- 1 8.03 - 8.00±0.53
- 2 7.98
Mi A 1 1 2.64 2.58±4.60 2.75±11.78
52
Komposi
si Contoh
Ulangan
Formulasi
Ulangan
Uji
Nilai
(%bb)
Rata-rata±SD
Ulangan Uji
Rata-rata±SD
Ulangan
Formulasi
2 2.53
2 1 2.92
2.91±0.89 2 2.90
Mi B
1 1 3.21
3.20±0.07
3.16±2.82 2 3.20
2 1 3.18
3.12±4.25 2 3.05
SMT
Pati Garut - 1 0.67
- 0.66±1.06 - 2 0.66
Tepung
Kedelai
- 1 16.90 - 11.73±9.29
- 2 16.58
Tepung
Glukoma
nan
- 1 71.73 - 75.64±10.33
- 2 79.54
Mi A
1 1 5.77
5.75±0.83
5.88±4.54 2 5.73
2 1 6.03
6.02±0.36 2 6.01
Mi B
1 1 6.77
6.75±0.44
6.69±1.71 2 6.74
2 1 6.69
6.64±1.50 2 6.59
Keterangan :
KH : Karbohidrat by difference
SML : Serat makanan larut
STML : Serat makanan tidak larut
SMT : Serat makanan total
53
Lampiran 15 Hasil analisis statistik sifat organoleptik mi
1 Perbedaan antar Perlakuan pada Atribut Mutu Hedonik dan Hedonik
a Formulasi Tepung Komposit
Mutu hedonik Test Statistics
a,b
Mutu Hedonik
Warna Kece
rahan Rasa
After
taste
Aroma
Langu
Kekerasan
Meng.
Tangan
Keken
yalan
Meng.
Tangan
Kekera
san
Gigit
Kekenya
lan Gigit
Chi-Square 5.272 7.688 5.612 9.89 7.244 9.708 9.556 6.541 15.57
Df 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Asymp. Sig. 0.728 0.465 0.691 0.273 0.511 0.286 0.298 0.587 0.049
a Uji Kruskal Wallis
b Pengelompokkan variabel: Komposit
Hedonik Test Statistics
a,b
Hedonik
Warna Aroma Rasa Tekstur
Chi-Square 15.447 2.263 5.790 13.695
Df 8 8 8 8
Asymp. Sig. 0.051 0.972 0.671 0.090
a. Uji Kruskal Wallis
b. Pengelompokkan variabel: Komposit
b Formulasi Tepung Komposit dengan Penambahan Glukomanan
Mutu Hedonik Test Statistics
a,b
Mutu Hedonik
Warna Kece
rahan
Rasa
Manis
Rasa
Asin
After
taste
Aroma
Langu
Kekerasan
Mengg.
Tangan
Kekenyalan
Mengg.
Tangan
Kekera
san
Gigit
Keken
yalan
Gigit
Chi-Square 3.699 8.040 7.309 5.021 5.076 3.951 6.558 4.748 5.405 3.120
Df 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Asymp. Sig. 0.448 0.090 0.120 0.285 0.413 0.200 0.161 0.314 0.248 0.538
a. Uji Kruskal Wallis
b. Pengelompokkan variabel: Formula
Hedonik Test Statistics
a,b
Hedonik
Warna Aroma Rasa Tekstur
Chi-Square 4.527 3.600 3.155 2.400
Df 4 4 4 4
Asymp. Sig. 0.339 0.463 0.532 0.663
a. Uji Kruskal Wallis
b. Pengelompokkan variabel: Komposit
54
2 Tabulasi Silang pada Formulasi Tepung Komposit dengan Penambahan
Glukomanan
Mutu Hedonik Warna * Hedonik Warna
Ukuran-ukuran simetris
Nilai
Asymp.
Std.
Gagala
Tb kira-
kira
Sig.kira
-kira
Ordinal by Ordinal
Korelasi
spearman -0.826 0.129 -4.14 .003
c
Mutu Hedonik Kecerahan * Hedonik Warna
Ukuran-ukuran simetris
Nilai
Asymp.
Std.
Gagala
Tb kira-
kira
Sig.kira
-kira
Ordinal by Ordinal
Korelasi
spearman 0.576 0.291 1.994 .081
c
Mutu Hedonik Aroma Langu * Hedonik Aroma
Ukuran-ukuran simetris
Nilai
Asymp.
Std.
Gagala
Tb kira-
kira
Sig.kira
-kira
Ordinal by Ordinal
Korelasi
spearman 0.462 0.304 1.473 .179
c
Mutu Hedonik Rasa Manis * Hedonik Rasa
Ukuran-ukuran simetris
Nilai
Asymp.
Std.
Gagala
Tb kira-
kira
Sig.kira
-kira
Ordinal by Ordinal
Korelasi
spearman -0.03 0.286 -0.086 .934
c
Mutu Hedonik Rasa Asin * Hedonik Rasa
Ukuran-ukuran simetris
Nilai
Asymp.
Std.
Gagala
Tb kira-
kira
Sig.kira
-kira
Ordinal by Ordinal
Korelasi
spearman 0.439 0.298 1.382 .204
c
Mutu Hedonik Aftertaste * Hedonik Rasa
Ukuran-ukuran simetris
Nilai
Asymp.
Std.
Gagala
Tb kira-
kira
Sig.kira
-kira
Ordinal by Ordinal
Korelasi
spearman -0.22 0.369 -0.636 .542
c
Mutu Hedonik Tekstur Kekerasan Menggunakan Tangan * Hedonik Tekstur
Ukuran-ukuran simetris
Nilai
Asymp.
Std.
Gagala
Tb kira-
kira
Sig.kira
-kira
Ordinal by Ordinal
Korelasi
spearman -0.219 0.392 -0.634 .544
c
55
Mutu Hedonik Tekstur Kekerasan gigit * Hedonik Tekstur
Ukuran-ukuran simetris
Nilai
Asymp.
Std.
Gagala
Tb kira-
kira
Sig.kira
-kira
Ordinal by Ordinal
Korelasi
spearman 0.762 0.082 3.33 .010
c
Mutu Hedonik Tektur Kekenyalan Menggunakan
Tangan * Hedonik Tekstur
Ukuran-ukuran simetris
Nilai
Asymp.
Std.
Gagala
Tb kira-
kira
Sig.kira
-kira
Ordinal by Ordinal
Korelasi
spearman -0.195 0.371 -0.561 .590
c
Mutu Hedonik Tektur Gigit Kekenyalan * Hedonik Tekstur
Ukuran-ukuran simetris
Nilai
Asymp.
Std.
Gagala
Tb kira-
kira
Sig.kira
-kira
Ordinal by Ordinal
Korelasi
spearman 0.616 0.199 2.211 .058
c
N Kasus yang Valid 10
a. Tidak mengasumsikan hipotesis nol.
b. Menggunakan standar gagal
asymptotic yang mengasumsikan
hipotesis nol
c. Berdasarkan kira-kira nilai normal
56
Lampiran 16 Hasil analisis statistik perbedaan antar perlakuan pada sifat fisik dan
komposisi mi
Uji Contoh Bebas
Uji Leven untuk
Kesetaraan
Ragam
Uji-t untuk kesetaraan berarti
F Sig. t Df
Sig.
(2-
tailed)
Perbeda
an
Rataan
Std.
Perbeda
an
Gagal
Selang Kepercayaan
95%
Batas
Bawah
Batas
Atas
Air
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
0.0922 -0.59668 0.19668
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
-2.169 1.099 0.257 -0.2 0.0922 -1.15014 0.75014
Abu
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
. . -17 2 0.003 -
0.085 0.005 -0.10651
-
0.06349
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
-17 1 0.037 -
0.085 0.005 -0.14853
-
0.02147
Lemak
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
. . -2.335 2 0.145 -0.48 0.20555 -1.3644 0.4044
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
-2.335 1.22 0.22 -0.48 0.20555 -2.20537 1.24537
Protein
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
3.11E+15 0 0.427 2 0.711 0.28 0.65563 -2.54095 3.10095
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
0.427 1.551 0.721 0.28 0.65563 -3.48927 4.04927
KH by
differen
ce
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
. . 0.427 2 0.711 0.
285 0.66703 -2.58499 3.15499
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
0.427 1.871 0.713 0.285 0.66703 -2.78337 3.35337
SMTL
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
. . -2.516 2 0.128 -0.47 0.18682 -1.2738 0.3338
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
-2.516 1.153 0.213 -0.47 0.18682 -2.21351 1.27351
SML
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
6.34E+16 0 -14.55 2 0.005 -0.46 0.03162 -0.59606 -
0.32394
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
-14.55 1.22 0.026 -0.46 0.03162 -0.72544 -
0.19456
57
Uji Contoh Bebas
Uji Leven untuk
Kesetaraan
Ragam
Uji-t untuk kesetaraan berarti
F Sig. t Df
Sig.
(2-
tailed)
Perbeda
an
Rataan
Std.
Perbeda
an
Gagal
Selang Kepercayaan
95%
Batas
Bawah
Batas
Atas
SMT
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
4.73E+15 0 -5.658 2 0.03 -
0.925 0.16348 -1.62839
-
0.22161
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
-5.658 1.363 0.066 -
0.925 0.16348 -2.06003 0.21003
KH
tersedia
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
. . 2.282 2 0.15 1.21 0.53033 -1.07183 3.49183
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
2.282 1.552 0.185 1.21 0.53033 -1.83643 4.25643
Waktu
rehidrasi
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
7.2E+16 0 -2.236 2 0.155 -0.5 0.22361 -1.4621 0.4621
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
-2.236 1.471 0.199 -0.5 0.22361 -1.8837 0.8837
KPAP
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
. . 2.847 2 0.104 1.53 0.5374 -0.78225 3.84225
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
2.847 2 0.104 1.53 0.5374 -0.78225 3.84225
Elongasi
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
. . 7.778 2 0.016 11 1.41421 4.91513 17.0848
7
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
7.778 2 0.016 11 1.41421 4.91513 17.0848
7
Energi
Ragam yang
sama yang
diasumsikan
. . -1.343 2 0.311 -1.04 0.77414 -4.37088 2.29088
Ragam yang
sama yang tidak
diasumsikan
-1.343 1.022 0.404 -1.04 0.77414 -10.39862 8.31862
Keterangan :
KH : Karbohidrat
SML : Serat makanan larut
SMTL : Serat makanan tidak larut
SMT : Serat makanan total
KPAP : Kehilangan padatan akibat pemasakan
58
Lampiran 17 Hasil analisis statistik karakteristik subyek indeks glikemik mi
1 Normalitas
Uji Normalitas
Shapiro-Wilk
Statistik df Sig.
Usia Laki-laki 0.902 5 0.421
Usia Perempuan 0.552 5 0.000
Usia Keseluruhan 0.902 5 0.421
IMT Laki-laki 0.900 5 0.412
IMT Perempuan 0.981 5 0.941
IMT Keseluruhan 0.900 5 0.412
GDP Laki-laki 0.896 5 0.386
GDP Perempuan 0.810 5 0.098
GDP Keseluruhan 0.896 5 0.386
2 Perbedaan antar Karakteristik pada Subyek Perempuan
a Perempuan dengan laki-laki
Uji Statistikb
Usia
Mann-Whitney U 7.5
Wilcoxon W 22.5
Z -1.181
Nilai Sig. Kira-kira (2-tailed) 0.238
Nilai Sig. Tepat [2*(1-tailed Sig.)] .310a
a. Tidak dikoreksi untuk hubungan.
b. Pengelompokkan variabel: Jenis kelamin
b Perempuan dengan keseluruhan
Test Statisticsb
Usia
Mann-Whitney U 20
Wilcoxon W 75
Z -0.733
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.464
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .594a
a. Tidak dikoreksi untuk hubungan.
b. Pengelompokkan variabel: Jenis kelamin
59
3 Perbedaan antar Karakteristik pada Subyek Lain
Uji Contoh Bebas
Uji Leven
untuk
Kesetaraan
Ragam
Uji-t untuk kesetaraan berarti
F Sig. T Df
Sig. (2-
tailed)
Perbeda
an
Rataan
Perbeda
an Std.
Gagal
Selang Kepercayaan
95%
Batas
Bawah
Batas
Atas
Usia
kk
dan
ks
Ragam yang sama
yang diasumsikan 0.65163 -1.80775 1.00775
Ragam yang sama
yang tidak
diasumsikan
-0.58 7.151 0.577 -0.4 0.68475 -2.01229 1.21229
IMT
lk dan
pr
Ragam yang sama
yang diasumsikan 0.98859 -2.88169 1.67769
Ragam yang sama
yang tidak
diasumsikan
-0.61 7.892 0.56 -0.602 0.98859 -2.88713 1.68313
IMT
lk dan
ks
Ragam yang sama
yang diasumsikan 0.81921 -2.07079 1.46879
Ragam yang sama
yang tidak
diasumsikan
-0.37 8.3 0.72 -0.301 0.8116 -2.16085 1.55885
IMT
pr
dan
ks
Ragam yang sama
yang diasumsikan 0.85082 -1.53709 2.13909
Ragam yang sama
yang tidak
diasumsikan
0.342 7.45 0.742 0.301 0.87926 -1.75293 2.35493
GDP
lk dan
pr
Ragam yang sama
yang diasumsikan 3.81736 -10.27284 7.33284
Ragam yang sama
yang tidak
diasumsikan
-0.39 6.906 0.712 -1.47 3.81736 -10.52156 7.58156
GDP
lk dan
ks
Ragam yang sama
yang diasumsikan 2.97905 -7.17084 5.70084
Ragam yang sama
yang tidak
diasumsikan
-0.27 9.812 0.796 -0.735 2.7721 -6.92773 5.45773
GDP
pr
dan
ks
Ragam yang sama
yang diasumsikan 3.39875 -6.60756 8.07756
Ragam yang sama
yang tidak
diasumsikan
0.2 6.698 0.847 0.735 3.67209 -8.02818 9.49818
Keterangan :
Lk : Laki-laki
Pr : Perempuan
Ks : Keseluruhan
60
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada 14 Oktober 1991. Penulis merupakan
putri pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Slamet Hariono dan Ibu Yulini.
Penulis menamatkan sekolah menengah di SMPN 13 Kota Sukabumi dan SMAN
1 Kota Sukabumi. Semasa SMA, penulis berkesempatan meraih Juara 2 Olimpiade
Biologi Tingkat Kota Sukabumi pada tahun 2008 dan menjadi Peserta Seleksi
Pusat Lomba Cepat Tepat Biologi BFUB XI Se-Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten,
dan Yogyakarta yang diadakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun
2009. Penulis diterima di Departemen Gizi Masyarakat IPB pada tahun 2009
melalui jalur USMI. Selama kuliah, penulis mengikuti berbagai, lomba, kegiatan
pelatihan, seminar, organisasi, kepanitiaan, dan berbagai pengalaman lainnya.
Prestasi pada berbagai lomba yang penulis raih yaitu Juara 2 IPB Business
Plan Competition the 3rd
Extravaganza yang diadakan oleh BEM FEM IPB pada
tahun 2012, Juara 1 Indonesian Expo Paper Competition yang diadakan oleh BEM
FEMA IPB pada tahun 2012, Juara 2 Lomba Karya Tulis Mahasiswa Gizi
Nasional yang diadakan oleh Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indoneisa
(ILMAGI) pada tahun 2013, dan paper accepted at Annual International Seminar
and Congress yang diadakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia di Taiwan pada
tahun 2013. Penulis juga sempat mendapatkan dana hibah Dikti untuk Program
Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan pada tahun 2011, menjadi finalis
pada beberapa lomba, dan mendapatkan dana hibah penelitian tugas akhir dari
Program Indofood Riset Nugraha 2013/2014.
Kegiatan pelatihan yang pernah diikuti yaitu keamanan pangan HACCP,
GMP, dan ISO 22 000: 2005 yang diadakan oleh Bina Profesi Institut Surabaya
serta Good Laboratory Practices yang diadakan oleh Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan IPB. Kegiatan seminar yang penulis ikuti sebagian besar
bertemakan pangan dan gizi pada skala nasional dan internasional. Kegiatan
kepanitiaan yang penulis ikuti yaitu Musyawarah Nasional ILMAGI pada tahun
2011 serta beberapa kepanitiaan tingkat departemen, fakultas, dan kampus. Sejak
tahun 2011, penulis tergabung dalam organisasi tingkat departemen Badan
Konsultasi Gizi.
Penulis juga sempat menjadi asisten praktikum Fisika Dasar pada tahun
2011, pengajar freelance Bimbingan Tes Alumni Bogor pada tahun 2013, dan
enumerator pada berbagai penelitian sosial gizi masyarakat. Penulis mengikuti IPB
Goes to Field di desa lingkar kampus Petir dan Cihideung Udik pada tahun 2011,
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Kabupaten Cilacap pada tahun 2012, dan
Internship Dietetic di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2013.
61