Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

121
PENAFSIRAN IMAM MENURUT AL-TABARI DAN AL-TABATABA'I SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teologi Islam Oleh: IRFAN RODLI NIM. 9653 2234 JURUSAN TAFSIR HADITS

Transcript of Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Page 1: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

PENAFSIRAN IMAM MENURUT AL-TABARI

DAN AL-TABATABA'I

SKRIPSIDiajukan kepada Fakultas Ushuluddin

Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga YogyakartaUntuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Teologi Islam

Oleh:IRFAN RODLINIM. 9653 2234

JURUSAN TAFSIR HADITSFAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2003

Page 2: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

ABSTRAK

Dalam dunia Islam, terdapat perbedaan pendapat yang sangat mencolok di antara dua mazhab besar, yaitu Sunni dan Syi'ah. Perbedaan tersebut pada awalnya bersifat dan bertendensi politis. Namun watak politik dalam Islam berhubungan erat dengan agama, sehingga dalam orientasinya sering melakukan pembahasan terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pokok-pokok agama (usul al-din) sekitar keimanan dan akidah tetapi juga berkembang dalam masalah fikih dan masalah furu`.

Penelitian ini mengangkat permasalahan imam yang selalu diperdebatkan oleh mazhab-mazhab politik terutama dua kelompok besar yaitu Sunni dan Syi`ah. Penelitian ini berusaha menelaah penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan imam dalam al-Qur’an dengan mengambil penafsir-penafsir seperti, dari kalangan Sunni yaitu tafsir karya Abu Ja’far al-Tabari yang berjudul Jami’ al-Bayan `an Ta’wil Ayi al-Qur’an, sedangkan dari kalangan Syi`ah dipergunakan tafsir karya Muhammad Husayn al-Tabataba'i yang berjudul al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an.

Upaya pengumpulan dan penyusunan data yang kemudian dilanjutkan dengan klasifikasi dan analisa serta interpretasi tentang arti data yang didapat untuk menghasilkan gambaran yang menyeluruh dan utuh dari kedua mufassir, menjadikan metode deskriptif-analitis lebih layak diterapkan dalam penelitian ini, sehingga dapat mengungkap berbagai teori, pandangan hidup dan pemikiran-pemikiran orisinal keduanya.

Penafsiran-penafsiran al-Tabari yang menonjolkan penggunaan riwayat menjadi salah satu pertimbangan penting yang dinilai secara partikular menjadi contoh penting tafsir bi al-ma'sur. Hal ini berbeda dengan al-Tabataba'i yang memiliki orientasi penafsiran bi al-ra'y terlebih lagi keberadaan dia yang berlatar belakang teologis Syi'ah Imamiyah, sangat memepengaruhi penafsiran-penafsiran makna "imam" di dalam al-Qur'an yang selaras dengan pandangan-pandangan Syi'ah. Karena bahasan ini terkait sekali dengan rukun iman yang ketiga dalam mazhab Syi'ah.

al-Tabari dan al-Tabataba'i memiliki kesamaan metode penafsiran yaitu menggunakan metode tahlili. Perbedaan keduanya antara lain: al-Tabari dalam orientasi penaafsirannya menggabungkan antara orientasi al-tafsir bi al-ma'sur dan al-tafsir bi al-ra'y, meskipun lebih dominan bi al-ma'sur. Sedangkan penggunaan ra'y hanya sebatas pada penjelasan analisa bahasa dalam penafsirannya. Lain halnya dengan al-Tabataba'i yang memiliki orientasi penafsiran bi al-ra'y dengan corak al-tafsir al-falsafi. Latar belakang teologisnya yang Syi`ah sangat mempengaruhi penafsiran-penafsiran al-Tabataba'i terhadap makna "imam" di dalam al-Qur'an. Seperti halnya al-Tabari, al-Tabataba'i terkadang mengemukakan analisa bahasa dalam menafsirkan ayat. Dalam penggunaan riwayat al-Tabataba'i hanya menerima riwayat-riwayat yang benar-benar mutawatir dari Nabi dan imam-imam Ahl al-Bayt yang ma`sum. Dari aspek substansi penafsiran, al-Tabari dan al-Tabataba'i meiliki persamaan ketika menafsirkan "imam" dan bentukannya yang terdapat dalam al-Qur'an pada tujuh

Page 3: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

ayat. Sedangkan perbedaan penafsiran al-Tabari dan al-Tabataba'i tentang makna "imam" ada pada lima ayat.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pemilihan Masalah

Al-Qur’an adalah Kitab Suci yang Allah turunkan kepada Nabi

Muhammad , yang dinukil secara mutawatir kepada kita, yang isinya memuat

petunjuk bagi kebahagiaan kepada orang yang percaya kepadanya. Al-Qur’an,

sebuah kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara

terperinci juga diturunkan dari sisi (Allah ) Yang Maha Bijaksana Lagi Maha

Tahu.1 Sekalipun turun di tengah bangsa Arab dan dengan bahasa Arab, tetapi

misinya tertuju kepada seluruh umat manusia, tidak berbeda antara bangsa

Arab dengan bangsa non Arab, atau satu umat atas umat lainnya.2

Keberadaan al-Qur’an di tengah-tengah umat Islam, karena berfungsi

sebagai hudan (petunjuk), furqan (pembeda), sehingga menjadi tolok ukur dan

pembeda antara kebenaran dan kebatilan, ditambah keinginan untuk

memahami petunjuk yang terdapat didalamnya telah melahirkan beberapa

metode untuk memahami al-Qur’an.3 Bermunculanlah karya-karya tafsir4

1 Q. s. Hud (11): 1.

2 Q. s. Saba’ (34): 28 dan al-Anbiya’ (21): 107.

3 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), hlm. 150.

4 Term tafsir terambil dari kata –فسر يفسر (fassara-yufassiru) yang berarti menerangkan dan menjelaskan. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tafsir adalah penjelasan Kalam Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Lihat misalnya: Muhammad Husayn al-Zahabi (selanjutnya ditulis al-Zahabi), al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1989), Jilid I, hlm. 15.

Page 4: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

yang beraneka ragam yang kesemuanya berkeinginan untuk memahami apa

yang terdapat didalam al-Qur’an agar dapat membimbing dan menjawab

permasalahan-permasalahan umat manusia dimuka bumi ini.

Luasnya keanekaragaman karya-karya tafsir tidak dapat dipungkiri

karena telah menjadi fakta bahwa para penafsir pada umumnya mempunyai

cara berfikir yang berbeda-beda, sesuai dengan latar belakang pengetahuan

dan orientasi mereka dalam menafsirkan al-Qur’an. Sejarah membuktikan,

perbedaan-perbedaan yang terjadi tidak hanya dalam masalah-masalah

penafsiran tapi juga pada sisi-sisi lain dari ilmu-ilmu keislaman. Dalam bidang

fiqih, ada mazhab-mazhab fiqih yang berkembang semisal mazhab Hanafi,

Syafi’i, Maliki dan Hambali. Dalam bidang aqidah, banyak masalah-masalah

kontroversial yang diperdebatkan diantara kelompok-kelompok seperti

Murji`ah, Mu`tazilah, Asy`ariyah, Maturidiyah dan yang lainnya. Begitu juga

dalam bidang politik seperti adanya golongan Syi`ah, Khawarij dan Sunni.

Sebagai contoh, perbedaan pendapat diantara mazhab-mazhab politik

berkisar pada masalah khilafah yaitu puncak kepemimpinan (al-imamah al-

kubra). Dinamakan dengan khilafah, karena yang memegang jabatan ini

merupakan pemimpin tertinggi kaum muslimin dan pengganti Nabi dalam

urusan kehidupan mereka. Dinamakan dengan imamah karena seorang

khalifah disebut juga “imam” yang wajib dipatuhi oleh rakyat yang ada

dibelakangnya. Pemerintahan kenabian menuntut seorang imam untuk berada

ditengah-tengah kaum muslimin agar dapat memperhatikan kemaslahatan

mereka di dunia, memelihara agama mereka yang diridai serta menjamin

Page 5: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

kemerdekaan keyakinan, jiwa dan harta mereka dalam ruang lingkup syariat

Islam.5

Mazhab-mazhab politik pada awalnya bersifat dan bertendensi politis.

Akan tetapi, watak politik dalam Islam berhubungan erat dengan agama,

sehingga dalam orientasinya sering melakukan pembahasan terhadap masalah-

masalah yang berkaitan dengan pokok-pokok agama (usul al-din) sekitar

keimanan dan akidah namun juga berkembang dalam mazhab fiqih dan

masalah furu’.6

Penelitian ini mencoba mengangkat permasalahan imamah yang selalu

diperdebatkan oleh mazhab-mazhab politik terutama dua kelompok besar yaitu

Sunni dan Syi`ah7. Penelitian diarahkan pada penafsiran ayat-ayat yang

berkaitan dengan imam dalam al-Qur’an dengan mengambil penafsir-penafsir

seperti, dari kalangan Sunni yaitu tafsir karya Abu Ja’far al-Tabari yang

berjudul Jami’ al-Bayan `an Ta’wil Ayi al-Qur’an,8 sedangkan dari kalangan

5 Imam Muhammad Abu Zahrah (selanjutnya disebut: Abu Zahrah), Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, terjemahan ‘Abd Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib berjudul “Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah”, (Jakarta: Logos, 1996), hlm. 19.

6 Ibid., hlm. 33.

7 Istilah Syi`ah secara etimologis berarti para penolong dan pengikut seseorang, sebuah kelompok masyarakat yang berkumpul dan bersatu untuk suatu keperluan. Secara terminologis berarti sebuah sebutan bagi orang yang memuliakan sahabat `Ali atas para sahabat lainnya (Abu Bakr, `Umar dan `Usman) dan berpendapat bahwa kepemimpinan umat Islam lebih berhak diserahkan kepada Ahl al-Bayt- anak cucu Nabi dari jalur Fatimah az-Zahra- sedangkan dari selain Ahl al-Bayt tidak dapat diterima. Lihat: Galib ibn `Ali ‘Iwaji, Firaqun Mu`asirah tantasibu ila al-Islam, (Madinah: Dar Layyinah, 1998 M/1418 H), Jilid I, hlm. 168-171.

8 Melihat keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki tafsir ini, sangatlah wajar bila tafsir ini mempunyai nilai dan posisi yang cukup tinggi diantara tafsir-tafsir lain yang ada. al-Nawawi pernah menyatakan bahwa para ulama sependapat bahwa tidak ada satu kitab tafsir pun yang lebih tinggi nilainya daripada kitab tafsir ini. Sejalan dengan yang disampaikan M. Watt yang berpendapat bahwa karya ini merupakan suatu ikhtisar segala jenis penafsiran terbaik dari tafsir tradisional yang awal, karena dari karya yang ekstensif ini dapat diperoleh banyak informasi tentang penafsiran-penafsiran yang dikemukakan para penafsir awal. Lihat: : Rosihon Anwar,

Page 6: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Syi`ah dipergunakan tafsir karya Muhammad Husayn al-Tabataba'i yang

berjudul al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an.9

Kalangan Sunni telah sepakat tentang kemestian adanya seorang imam

untuk menegakkan persatuan dan mengatur masyarakat, mengusahakan

berlakunya hukuman atas kejahatan-kejahatan tertentu, mengumpulkan zakat

dari orang kaya dan mendistribusikannya kepada orang miskin,

mempertahankan batas-batas wilayah kekuasaan, menyelesaikan perkara

dengan cara mengangkat para hakim, menyatakan pendapat, serta

melaksanakan hukum-hukum syariat sehingga tercipta negara yang penuh

keberkatan sebagaimana yang diajarkan Islam.10 Ibn Khaldun, dalam bukunya

al-Muqaddimah, menjelaskan makna "imamah" sebagai usaha membawa

masyarakat agar kembali kepada tuntunan ajaran Islam untuk kemaslahatan

dunia dan akherat, karena masalah-masalah duniawi harus kembali kepada

Allah dengan mempertimbangkan kemaslahatan akherat, dengan begitu, pada

hakekatnya khilafah atau imamah merupakan pembawa ajaran Islam agar

dapat menjaga keutuhan agama dan mengelola urusan-urusan dunia.11

Melacak Unsur-Unsur Israiliyat dalam Tafsir al-Tabari dan Tafsir Ibn Kasir, (Bandung: Pustaka Setia, 1999 M), hlm. 68.

9 Sayyid Husayn Nasr menilai bahwa karya-karya al-Tabataba'i merupakan suatu karya yang sepenuhnya otentik dari sudut pandang Syi`ah yang mampu menggabungkan ilmu fiqh, tafsir, filsafat, teosofi dan tasawuf, dimana jumlah ulama Syi`ah yang menguasai disiplin tersebut diatas masih sedikit. Lihat: Sayyid Husayn Nasr, “Kata Pengantar” dalam karya al-Tabataba'i, Islam Syi`ah Asal-Usul dan Perkembangannya, terjemahan M. Wahyudin, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989), hlm. 19.

10 Abu Zahrah, op. cit., hlm. 87-88.

11 'Abd Allah al-Dumayji, al-Imamah al-‘Uzma, (Riyad: Dar Tayyibah, 1409 H), hlm. 29.

Page 7: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Pandangan-pandangan Sunni tentang imamah ternyata berseberangan

dengan pandangan-pandangan Syi`ah, walaupun penganut Syi`ah terbagi pada

kelompok yang ekstrim, moderat dan liberal. Namun pandangan kelompok-

kelompok yang ada dalam tubuh Syi’ah sendiri memiliki kesamaan bahwa

imamah merupakan salah satu rukun iman dimana iman seseorang dianggap

tidak sempurna bila tidak ada iman kepada imamah.12 Pendapatnya yang lain

adalah adanya anggapan bahwa seorang imam ditunjuk berdasarkan nas dari

Nabi, seorang imam juga bebas dari dosa dan kesalahan karena dia ma`sum

seperti halnya para nabi, dan juga seorang imam adalah pemimpin yang

diumumkan Allah agar mereka menjadi saksi atas segenap manusia.13

Ulama-ulama Syi`ah menilai al-Qur’an dengan penilaian yang berbeda

dari ulama Sunni pada umumnya, diantara perbedaan itu karena ulama Syi’ah

beranggapan bahwa sebagian ayat-ayat al-Qur’an telah mengalami perubahan

dan penyimpangan dikarenakan sebagian ayat-ayatnya ada yang asli namun

ada juga yang palsu, seperti pada al-Qur’an: (1): 7, (2): 23, 57, 59 87, 9; (3):

33, 43, 44, 55, 81, dan masih banyak lagi. al-Tabarsi dalam bukunya, Fasl al-

Khitab Fi Tahrif Kitab Rabb al-Arbab, menyatakan “Ini adalah kitab yang

lembut mulia, saya tulis kitab ini untuk menyatakan kebenaran bahwa telah

12 Rukun iman menurut faham Syi`ah adalah: Pertama; Percaya kepada ke-Esa-an Allah, Kedua; Percaya kepada keadilan, Ketiga; Percaya kepada kenabian, Keempat; Percaya kepada Imamah, Kelima; Percaya kepada hari Ma`ad/Kiamat. Lihat pada: Irfan Zidny, Bunga Rampai Ajaran Syi’ah dalam kumpulan makalah “Seminar Sehari tentang Syi’ah”, (Jakarta: LPPI, 2000), hlm. 30-31.

13 Lihat misalnya: Abu Na’im al-Asbahani, Kitab al-Imamah wa al-Radd ‘ala al-Rafidah, (Madinah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1415 H/1994 M), hlm. 25-26. Ali Ahmad as-Salus (selanjutnya disebut: as-Salus), Ensiklopedi Sunnah-Syi`ah, terjemahan Bisri Abdussomad, dkk., (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), Jilid I, hlm. 29-33.

Page 8: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

terjadi perubahan dalam al-Qur’an, dan saya ungkapkan kecurangan-

kecurangan orang yang berbuat jahat dan permusuhan”.14 Demikian juga

adanya pandangan bahwa al-Qur’an itu memiliki sisi lahir dan sisi batin. Jika

sisi lahir al-Qur’an berkaitan dengan masalah tauhid, kenabian dan risalah

maka sisi batin al-Qur’an membahas tentang imamah dan wilayah.15

Inilah sedikit gambaran yang menjadikan penulis memiliki ketertarikan

untuk membuat penelitian perbandingan antara pandangan-pandangan al-

Tabari yang memang secara historis memiliki kedekatan dengan kemunculan

Syi`ah namun tetap mengedepankan penafsiran-penafsiran yang sejalan

dengan pemikiran Sunni, dan al-Tabataba'i dengan pemikiran-pemikiran ke-

Syia'h-annya yang sangat kental.

B. Perumusan Masalah

Sekilas gambaran pada pembahasan-pembahasan sebelumnya membuat

peneliti merasa perlu mengangkat beberapa rumusan masalah berkaitan

dengan kajian "imam" menurut dua penafsir ternama, al-Tabari dan al-

Tabataba'i, diantaranya adalah:

1. Bagaimana penafsiran al-Tabari dan al-Tabataba'i tentang

"imam".

2. Mengapa terjadi persamaan dan perbedaan al-Tabari dan al-

Tabataba'i dalam menafsirkan ayat-ayat tentang "imam".

14 Lihat pada: Nabhan Husayn, Tinjauan Ahl al- Sunnah terhadap Faham Syi`ah tentang al-Qur’an dan Hadis, dalam Kumpulan makalah “Seminar Sehari tentang Syi`ah”, op. cit., hlm. 92-98. Lihat juga: as-Salus, op.cit., hlm. 488.

15 Lihat pada: as-Salus, op. cit., hlm. 483-484. al-Zahabi, op.cit., Jilid III, hlm. 96.

Page 9: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk:

1. Mengetahui penafsiran-penafsiran al-Tabari dan al-Tabataba'i

tentang "imam" setelah mengkaji karya mereka di bidang tafsir.

2. Mengetahui persamaan dan perbedaan al-Tabari dan al-

Tabataba'i mengenai tema ini serta kekhasan masing-masing.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini berusaha mengkaji, meneliti, menelaah dan memahami

pemikiran al-Tabari dan al-Tabataba'i tentang "imam" dengan merujuk

kepada karya tafsir mereka dan karya tulis keduanya yang lain yang terkait

dengan tema tersebut.

Metode deskriptif-analitis dirasakan lebih tepat untuk dipergunakan

dalam penelitian ini, karena tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan

penyusunan data namun juga meliputi usaha klasifikasi data, analisa data dan

interpretasi tentang arti data yang diperoleh sehingga dapat menghasilkan

gambaran yang utuh dan menyeluruh.16

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah berbagai peninggalan

tertulis yang berkaitan dengan tema yang diangkat dari kedua penafsir, al-

Tabari dan al-Tabataba'i, terutama karya tafsir mereka. Hal ini dilakukan

untuk mengungkap berbagai teori, pandangan hidup dan pemikiran-pemikiran

orisinal keduanya.

16 Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung: Tarsito, 1978), hlm. 131.

Page 10: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Di dalam ilmu tafsir dikenal beberapa metode penafsiran al-Qur'an,

seperti dikemukakan al-Farmawi, yaitu tahlili, ijmali, muqaran dan maudu’i.17

Penelitian ini berupaya mengkaji pandangan al-Tabari dan al-Tabataba'i

tentang "imam" dalam karya tefsir mereka. Metode muqaran (komparatif)

sebagai salah satu metode yang berkembang dalam dunia penafsiran, menjadi

pilihan yang tepat dipergunakan dalam penelitian ini. Karena metode ini selain

menghimpun sejumlah ayat yang dijadikan obyek studi juga berusaha

membandingkan pendapat dua penafsir tersebut diatas untuk mendapatkan

informasi berkenaan dengan identitas dan pola berpikir masing-masing

penafsir serta orientasi dan aliran yang mereka anut.18

E. Telaah Pustaka

Pembahasan mengenai "imam" sebenarnya bukanlah sesuatu yang

baru. Dalam kitab-kitab fiqih, uraian mengenai "imam" selalu dikaitkan baik

dalam masalah salat namun juga dibahas secara mendalam ketika

membicarakan prinsip-prinsip penyelenggaraan sebuah negara Islam. Seperti

kitab al-Ahkam al-Sultaniyyah yang disusun oleh Imam al-Mawardi. Juga

kitab al-Imamah al-‘Udma yang disusun secara sistematis dan lengkap oleh

`Abd Allah ibn Umar al-Dumayji.

17 ‘Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudu’i: Suatu Pengantar, terjemahan: Suryan A. Jamrah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hlm.11.

18 Nasiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 68.

Page 11: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Uraian mengenai "imam" juga dapat ditemukan dalam kitab-kitab yang

membahas aliran-aliran teologi dalam Islam. Seperti dalam kitab Firaqun

Mu`asirah tantasibu ila al-Islam yang ditulis oleh Galib ibn ‘Ali ‘Iwaji, buku

ini memaparkan tentang aliran-aliran teologi yang muncul dalam Islam beserta

latar belakang sejarah yang mempengaruhi kemunculannya. Begitu juga buku

yang ditulis oleh Imam Muhammad Abu Zahrah berjudul Aliran Politik dan

Aqidah dalam Islam dalam edisi terjemahan Indonesia, dalam buku tersebut

pembahasannya selain pada perbedaan-perbedaan teologis tetapi juga

perbedaan-perbedaan pandangan politik dalam lintasan sejarah Islam.

Kajian yang lebih menekankan pada perbandingan Sunni dan Syi`ah

secara lebih lengkap dan sistematis dapat ditemukan seperti dalam buku yang

ditulis oleh ‘Ali Ahmad as-Salus, dengan judul Ensiklopedi Sunnah-Syi`ah

dalam edisi terjemahan. Buku ini berisi perbandingan Sunnah-Syi`ah dalam

bidang aqidah dan tafsir pada jilid I dan pada jilid II membahas tema hadis dan

fiqih.

Dari beberapa buku yang telah disebutkan diatas, ternyata belum

didapati penelitian yang khusus mengkaji perbandingan Sunni-Syi`ah tentang

tema "imam" dari sisi tafsir. Karenanya penelitian ini akan berupaya

menyajikan uraian mengenai "imam" dengan menjadikan tafsir Jami` al-

Bayan `an Ta’wil Ayi al-Qur’an yang ditulis oleh Abu Ja`far al-Tabari dan

tafsir karya Muhammad Husayn al-Tabataba'i dengan judul al-Mizan fi Tafsir

al-Qur’an sebagai acuan dasar dan membahas kedua tafsir tersebut secara

komparatif.

Page 12: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mengetahui gambaran keseluruhan pembahasan penelitian ini,

berikut akan dikemukakan beberapa bahasan pokok dalam tiap bab.

Bab pertama, pendahuluan, meliputi latar belakang masalah untuk

memberikan penjelasan secara akademik mengapa penelitian ini perlu

dilakukan dan apa yang melatar-belakanginya. Kemudian rumusan masalah

yang dimaksudkan untuk mempertegas pokok-pokok masalah yang akan diteliti

agar lebih terfokus. Setelah itu, dilanjutkan dengan tujuan penelitian untuk

menguraikan pentingnya penelitian ini. Adapun metode dan langkah-langkah

penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana cara yang

dipergunakan penulis dalam penelitian ini. Metode apa yang dipergunakan

serta bagaimana langkah-langkah penelitian yang akan dikerjakan. Sedangkan

telaah pustaka, untuk memberikan gambaran tentang letak ke-baru-an

penelitian ini bila dibandingkan penelitian-penelitian yang telah ada.

Bab kedua, membahas tentang biografi al-Tabari dan al-Tabataba'i.

Baik data-data riwayat hidup dan latar belakang pendidikan, juga menelaah

karya-karya yang telah mereka hasilkan terutama mengkaji metode penafsiran

yang dipergunakan keduanya agar diperoleh pola pemikiran mereka yang utuh.

Bab ketiga, memaparkan bentuk-bentuk pengungkapan "imam", yang

terdiri dari pengertian "imam" secara umum, selanjutnya mengkaji penafsiran

al-Tabari tentang "imam" dalam tafsir Jami` al-Bayan `an Ta'wil Ayi al-

Qur'an dan penafsiran al-Tabataba'i dalam tafsir al-Mizan fi Tafsir al-

Page 13: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Qur'an. Kemudian mengadakan analisa komparatif terhadap penafsiran

"imam" sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Bagian ini merupakan

analisa penulis untuk mengetahui persamaan dan perbedaan penafsiran dari

kedua tokoh tersebut, baik dari aspek metode maupun substansi penafsiran,

serta menelaah sebab-sebab adanya persamaan dan perbedaan di antara

keduanya.

Bab Keempat, penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.

Page 14: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

BAB II

BIOGRAFI AL-TABARI DAN AL-TABATABA'I

A. AL-TABARI DAN TAFSIRNYA

1. Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikannya

Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir al-Tabari19 lahir di Amul, ibukota

provinsi Tabaristan, sebuah daerah pegunungan yang terletak di pesisir utara

laut Kaspia. Tampaknya para ahli sejarah tidak mengetahui secara pasti tahun

kelahirannya, ada yang menyatakan al-Tabari dilahirkan pada akhir tahun

224 H atau awal tahun 225 H yang bertepatan dengan tahun 839 M.

Ketidakpastian tahun kelahirannya disebabkan oleh sistem penanggalan

tradisional pada saat itu, yaitu dengan kejadian-kejadian besar dan bukan

dengan angka.20

Nama al-Tabari disandangnya, karena ia terlahir di Tabaristan, suatu

wilayah di Persia yang masyhur banyak ulamanya dan salah satu daerah

19 Memiliki nama lengkap Muhammad ibn Jarir ibn Yazid, sampai sini para ahli sejarah sepakat tentang namanya namun setelah itu terdapat perbedaan tentang bapaknya Yazid, ada yang berpendapat bahwa bapaknya Yazid adalah Kasir ibn Galib, dan pendapat ini yang lebih banyak dipakai tapi ada juga yang berpendapat bahwa bapaknya Yazid adalah Khalid ibn Galib. Adapun gelar Abu Ja’far adalah gelar kehormatan yang sudah mentradisi di dunia Arab dan biasanya diberikan atau disandang pada seseorang karena kebesaran dan keagungannya. Lihat: M. Bakr Isma`il, Ibn Jarir al-Tabari wa Manhajuhu fi al-Tafsir, (Kairo: Dar al-Manar, 1411 H / 1991 M), cet. I, hlm. 9. Husayn ‘Asy, Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir al-Tabari wa Kitabuhu Tarikh al-Umam wa al-Muluk, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1413 H / 1992 M), cet. I, hlm. 51-52.

20 Ibid., Lihat juga: Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyat dalam Tafsir al-Tabari dan Tafsir Ibn Kasir, (Bandung: Pustaka Setia, 1999 M), hlm. 58.

Page 15: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

tempat berkembangnya kebudayaan Islam saat itu. Penisbahan pada tempat

lahirnya mengindikasikan bahwa al-Tabari bukanlah orang Arab asli.

Pendapat ini dikemukakan oleh Brockelman, salah seorang sejarawan dari

Barat. Akan tetapi pandangan ini banyak dikritik sejarawan Arab, mereka

berpendapat bahwa al-Tabari adalah ‘Arabi asli yang terlahir di daerah

‘Ajam.21

Bukti awal kedewasaan intelektualnya adalah pencarian kekayaan

intelektual yang luas. Pencarian intelektualnya yang paling awal adalah di kota

asalnya yaitu Amul, disini telah tampak kemampuannya dimana dia telah hafal

al-Qur’an pada usia tujuh tahun, menjadi imam salat pada usia delapan tahun

dan telah menulis hadis pada usia sembilan tahun. Kemudian pergi ke kota

Rayy (utara Teheran modern) untuk belajar hadis dan fiqih. Selanjutnya, ia

berniat pergi ke Bagdad untuk belajar kepada Ahmad ibn Hambal, namun ia

mendapat kabar tentang wafatnya Ahmad ibn Hambal sebelum tiba di kota

yang ditujunya. Akhirnya ia memutuskan untuk mengalihkan perjalanannya ke

21 Untuk memperkuat pendapat ini M. Bakr Isma`il meyakini bahwa pada asalnya bangsa-bangsa Islam adalah Arab, dengan beberapa alasan khusus yang memperkuat pernyataan bahwa al-Tabari adalah ‘Araby asli:

a. Gaya bahasa yang dipergunakan al-Tabari dalam kitab tafsirnya sangat jelas dan mudah, dan tidak terdapat cela bahasa di dalamnya, hal ini berbeda dengan kitab-kitab ‘Ajam lainnya.

b. Pengetahuannya yang sangat luas mengenai pengetahuan bahasa Arab dan dialek-dialek (lahjat) Arab yang bermacam-macam.

c. Al-Tabari tumbuh dalam lingkungan keluarga agamis, kedua orangtuanya memberikan perhatian yang lebih pada penguasaan bahasa Arab, bahasa al-Qur’an dan hadis, sehingga tidak heran al-Tabari hafal al-Qur’an dalam usia tujuh tahun, menjadi imam salat dan menulis hadis dalam usia yang tidak lebih dari sembilan tahun.

d. Dalam kitab tarikhnya, al-Tabari mampu merujuk dalil-dalil klasik (Arab) sebagai indikasi keterkaitannya dengan dunia Arab.

e. Nama ayah dan kakeknya adalah nama-nama Arab, sebagai bukti bahwa keluarga al-Tabari adalah orang Arab yang melakukan ekspansi ke negeri Tabaristan pada masa ‘Utsman ibn ‘Affan. Lihat: M. Bakr Islma`il, ibid., hlm. 11-12.

Page 16: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Basrah. Disana dia bertemu dengan beberapa ulama seperti Muhammad ibn

Musa al-Harasy, ‘Ammar ibn Musa al-Qazzaz dan banyak lagi.

Kufah, ternyata menjadi salah satu kota yang al-Tabari kunjungi untuk

mendalami hadis dan ilmu yang berkaitan dengannya. Di kota ini al-Tabari

banyak belajar kepada ulama-ulama terkemuka seperti Hanad ibn al-Suray,

Isma`il ibn Musa, dia juga menerima 100.000 hadis dari Abu Kurayb

Muhammad ibn al-A‘la seorang ulama di bidang hadis.

Selang beberapa waktu, kemudian al-Tabari bertekad untuk

melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Mesir. Namun sebelum itu, dia

berkunjung ke Syam untuk belajar qira’at al-Qur’an kepada al-‘Abbas ibn al-

Walid. Barulah setelah itu dia pergi ke Mesir pada tahun 253 H yaitu masa-

masa awal pemerintahan Ahmad ibn Tulun. Disini al-Tabari bertemu dengan

ulama-ulama termasyhur bermazhab Syafi’i, seperti al-Rabi` ibn Sulayman dan

Ismail ibn Ibrahim al-Muzanni, juga bertemu dengan murid-murid Ibn Wahab

yang mengkaji mazhab Maliki. Al-Tabari banyak melakukan diskusi-diskusi

ilmiah. Di negeri ini juga al-Tabari bertemu dengan Muhammad ibn Ishaq ibn

Khuzaymah, seorang pengarang kitab sirah.22

Setelah itu al-Tabari kembali ke Bagdad dan menetap disana untuk

mengajar dan mengarang kitab. Selama tinggal di Bagdad, ia pernah ditawari

jabatan-jabatan penting di pemerintahan tapi dia menolaknya. Sikapnya itu

membuat ia lebih mengkonsentrasikan diri dalam menggeluti berbagai disiplin

ilmu. Keahliannya tidak hanya terbatas dalam bidang sejarah, fiqh, tafsir dan

22 Husayn ‘Asy, op.cit., hlm. 55-58.

Page 17: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

hadis tetapi juga dalam bidang sastra, tata bahasa, logika, matematika dan

kedokteran.23 Setelah melakukan pengembaraan intelektual yang panjang ke

beberapa pusat ilmu pengetahuan, mengajar kepada murid-muridnya dan

mengarang banyak kitab, al-Tabari wafat pada tanggal 4 Syawwal 310 H di

Bagdad pada usia 85 tahun dan dikebumikan disana.

2. Karya-Karya al-Tabari

Dalam dunia ilmu pengetahuan, al-Tabari dikenal sebagai ilmuwan

yang tekun mendalami bidang-bidang yang dikuasainya, dan senantiasa

menambah ilmu pengetahuan, sehingga dengan begitu banyak bidang ilmu

yang dikuasainya. Lebih dari itu, al-Tabari mampu menuangkan ide-ide dan

gagasannya tersebut ke dalam bentuk tulisan. Kitab karangannya mencakup

berbagai disiplin ilmu seperti tafsir, hadis, fiqih, tauhid, dan ilmu-ilmu bahasa

serta sejarah, ilmu hisab juga ilmu kedokteran.

Karya-karya al-Tabari tidak semuanya ada sampai saat ini.

Diperkirakan banyak karyanya tentang hukum lenyap bersamaan dengan

lenyapnya mazhab Jaririyah. Diantara karya-karyanya, yang paling populer

adalah kitab Jami` al-Bayan `an Ta’wil Ayi al-Qur’an, dalam bidang tafsir,

23 Rosihon Anwar, op.cit., hlm.60.

Page 18: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

dan Tarikh al-Umam wa al-Muluk,24 dalam bidang sejarah. Diantara karya-

karyanya yang masih ada sampai saat ini:25

a. Tafsir :

1) Jami` al-Bayan `an Ta’wil Ayi al-Qur’an.

b. Qira’at :

1) Kitab Qira’at wa Tanzil al-Qur’an.

c. Hadis :

1) Tahzib al-Asar wa Tafsil al-Sabit ‘an Rasul Allah min al-Akhbar.

2) al-Musnad al-Mujarrad.

3) Kitab fi ‘Ibarat al-Ru’ya.

d. Fiqh :

1) Ikhtilaf ‘Ulum al-Amsar fi Ahkam Syara’i al-Islam.

2) Latif al-Qawl fi Ahkam Syara’i al-Islam.

3) al-Khafif fi Ahkam Syara’i al-Islam.

4) Kitab Mukhtasar Manasik al-Hajj.

5) Kitab Mukhtasar al-Fara’id.

6) Kitab fi al-Radd ‘ala ibn ‘Abd al-Hukm ‘ala al-Malik.

7) Kitab Basit al-Qawl fi Ahkam Syara’i al-Islam.

8) Kitab Adab al-Qudat.

9) Kitab fi al-Radd ‘ala zi al-Asfar.

24 Kitab Tarikh al-Umam wa al-Muluk ini disebut sebagai kitab pertama sejarah Islam terlengkap. Banyak persoalan-persoalan umat Islam sampai akhir abad ke-3 H yang hanya didapati dalam kitab tersebut, sehingga kitab ini pernah menjadi rujukan utama di dataran Eropa karena kompleksitas kajiannya. Kitab ini dibagi dalam dua bagian; bagian pertama, membicarakan sejarah Arab, Persi, Roma sebelum Islam, sedang bagian kedua, mengenai sejarah sesudah Islam.

25 Lihat: Rosihon Anwar, ibid., hlm.62-64. Husayn ‘Asy, ibid., hlm. 70-77.

Page 19: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

10) Tabsir Uli al-Nuha wa Ma’alim al-Huda.

e. Usul al-Din :

1) Risalat al-Basir fi Ma’alim al-Din.

2) Risalat al-Musammah bi Sarih al-Sunnah.

3) Kitab al-Mujaz fi al-Usul.

4) Kitab Adab al-Nufus al-Jayyidah wa al-Akhlaq al-Nafisah.

f. Sejarah :

1) Tarikh al-Umam wa al-Muluk.

2) Kitab Zail al-Muzil.

3) Kitab Fada’il ‘Ali ibn Abi Talib.

4) Kitab Fada’il Abi Bakr wa ‘Umar.

5) Kitab Fada’il al-‘Abbasy.

3. Metode Penafsiran al-Tabari

Setiap penafsir menggunakan satu atau lebih metode dalam

menafsirkan al-Qur’an. Pemilihan terhadap sebuah metode yang lebih

menonjol tergantung pada kecenderungan dan sudut pandang penafsir serta

latar belakang penafsir serta latar belakang keilmuan dan faktor lain yang

melingkupi. Dengan kata lain, metode tafsir tertentu telah digunakan secara

aplikatif oleh penafsir untuk kebutuhan penafsiran yang dimaksud. Hanya

penggunaan metode-metode tersebut tidak dinyatakan dan dibahas secara

eksplisit.

Page 20: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Metode-metode penafsiran al-Qur’an secara garis besar terbagi kepada

empat metode: 1) Ijmali,26 2) Tahlili, 3) Muqarin,27 4) Mawdu’i.28 Berkaitan

dengan metode-metode tafsir tersebut, tampaknya al-Tabari lebih cenderung

menggunakan metode tafsir tahlili. Yang dimaksud dengan metode ini adalah

menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala makna dan aspek

yang terkandung di dalamnya serta menerangkan maknanya sesuai dengan

keahlian dan kecenderungan penafsir.29

Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung suatu ayat

seperti pengertian kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turun ayat,

kaitan antara ayat yang dikaji dengan ayat-ayat yang lain baik sebelum

maupun sesudahnya (munasabat), dan tak ketinggalan pendapat-pendapat

yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat tersebut, baik yang

disampaikan oleh Nabi , sahabat, para tabi’in maupun ahli tafsir lainnya.

26 Pengertian metode al-Tafsir al-Ijmali adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. Dalam sistematika uraiannya, penafsir akan membahas ayat-demi ayat sesuai dengan susunan yang ada di dalam surah-surah al-Qur’an, kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud oleh ayat tersebut. Lihat: ‘Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdu`i: Suatu Pengantar, terjemahan Suryan A. Jamrah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 29-30. Lihat juga: Nasiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm.13.

27 Tafsir Muqarin adalah tafsir yang menggunakan cara perbandingan atau komparasi. Objek kajian tafsir dengan metode ini, dapat dikelompokkan kepada tiga, yaitu: a) Perbandingan ayat al-Qur’an dengan ayat yang lain; b) Perbandingan ayat al-Qur’an dengan hadis; c) Perbandingan berbagai pendapat penafsir dalam menafsirkan al-Qur’an. Lihat: Nashruddin Baidan, ibid., hlm. 65.

28 ? Pengertian metode tafsir maudu`i atau tafsir tematik adalah suatu model tafsir yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul, kosa kata, dan sebagainya. Lihat: ibid., hlm. 151.

29 Ibid., hlm.31.

Page 21: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Penafsiran yang mengikuti metode ini dapat mengambil bentuk ma’sur

(riwayat) atau ra’y (pemikiran).30

Dalam tafsirnya, al-Tabari menggabungkan bentuk tafsir bi al-ma’sur

dan tafsir bi al-ra’yi meskipun yang lebih menonjol adalah tafsir bi al-ma’sur.

Dengan pertimbangan banyaknya hadis yang dimasukkan di dalamnya,

sehingga tafsir ini dinilai secara partikular menjadi contoh penting tafsir bi al-

ma’sur. Namun tafsir ini lebih dari sekedar koleksi dan kompilasi materi tafsir

yang luas. Struktur karya yang sangat hati-hati menunjukkan dengan jelas

pandangan dan penilaian yang sungguh-sungguh.31 Semua asumsi diatas

didasarkan pada bentuk penafsiran al-Tabari yang meliputi:32

a. Dalam kitab tafsirnya, al-Tabari meyakini bahwa ayat al-Qur’an dapat

menjadi tafsiran atas ayat yang lain dan ini menjadi penafsiran yang

terbaik diantara penafsiran-penafsiran yang ada. al-Tabari juga

menuturkan riwayat-riwayat beserta sanadnya yang berkaitan dengan

penafsiran suatu ayat, baik riwayat yang sahih atau yang tidak sahih. Ia

terkadang mengeritiknya tapi terkadang membiarkannya. Setelah itu, ia

menjelaskan penafsirannya sendiri tanpa mengikatnya, kecuali bila

penafsiran itu sudah pasti benar.

30 Ibid., hlm. 31-32.

31 Jane Dammen McAuliffe, Hermeneutik al-Qur’an: Pandangan al-Tabari dan Ibn Kasir, terjemahan Dede Iswadi, Jurnal Teks, (Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 2002), Vol. 1, no. 1, hlm. 6.

32 Lihat: M. Bakr Isma`il, op.cit., hlm. 44-125. Muhammad Husayn al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1989), Jilid I, hlm. 204-2018. Rosihon Anwar, op.cit., hlm. 64-68.

Page 22: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

b. al-Tabari menolak penafsiran yang berdasarkan otoritas pemikiran

semata. Ia lebih mengedepankan penafsiran yang didasarkan pada

penjelasan (riwayat) dari Nabi , sahabat, dan tabi`in.

c. Setelah al-Tabari menafsirkan dengan sejumlah riwayat hadis,

berikutnya ia membahas arti kosa kata, susunan kalimat sekaligus

menjelaskan aspek kebahasaan lainnya, yang dilengkapi bukti penguat,

baik berupa syair, prosa atau bahasa yang masyhur di kalangan orang

Arab jika dianggap perlu. Selain itu, al-Tabari juga menaruh perhatian

yang cukup besar terhadap pandangan-pandangan ahli bahasa dari

Basrah dan Kufah ketika menafsirkan al-Qur’an.

d. al-Tabari dalam tafsirnya juga mengupas masalah-masalah fiqih. Ia

menyeleksi pernyataan-pernyataan fuqaha mazhab tertentu, kemudian

memilih pendapat yang terbaik dan terjamin keabsahannya dengan

mengemukakan alasan-alasan yang kuat.

e. Perhatiannya yang cukup besar terhadap masalah qira’at ketika

menafsirkan al-Qur’an juga menjadi ciri khas al-Tabari yang

membedakannya dengan penafsir-penafsir lain. al-Tabari termasuk

salah seorang ulama di bidang qira’at karena pengetahuannya yang

begitu luas di bidang qira’at tersebut.

f. Hal lain dari penafsirannya, di satu sisi al-Tabari menjauhi

pembahasan-pembahasan yang kurang bermanfaat, namun disisi lain ia

terlibat aktif dalam pembahasan masalah-masalah kalam. Diskusi-

diskusi masalah kalam banyak dimunculkan ketika menafsirkan suatu

Page 23: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

ayat, dengan mengangkat pendapat-pendapat yang sejalan dengan

pandangannya tapi juga sekaligus mengoreksi pandangan-pandangan

kalam yang dianggapnya tidak sesuai dengan maksud teks ayat.

g. Kekhususan lainnya yang dimiliki kitab tafsir ini adalah penggunaan

kata “ta’wil” pada saat mulai mengungkapkan pendapatnya sendiri

tentang penafsiran ayat-ayat tertentu. Nampaknya al-Tabari

menggunakan kata itu dalam pengertian “tafsir” sebagaimana

umumnya digunakan penafsir lainnya.33

B. AL-TABATABA'I DAN TAFSIRNYA

1. Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikannya

Sayyid Muhammad Husayn al-Tabataba'i -seperti diakuinya sendiri

dalam otobiografi singkatnya- dilahirkan di kota Tabriz, pada 29 Zulhijjah

1321 H/1892 M. Ia lahir dalam sebuah keluarga ulama dan keturunan Nabi

Muhammad yang selama empat belas generasi telah melahirkan ulama-ulama

terkemuka. Ibunya meninggal ketika ia masih berumur lima tahun, empat

tahun berselang kemudian ayahnya meninggal. Sejak itu, untuk

melangsungkan kehidupan sehari-hari, seorang wali (pengurus harta

peninggalan orang tua) menyerahkan al-Tabataba'i dan adik putrinya kepada

seorang pelayan laki-laki dan seorang pelayan perempuan.34

33 Dalam hal ini, al-Suyuti berkomentar bahwa motivasi al-Tabari menamai kitabnya dengan Jami` al-Bayan `an Ta’wil Ayi al-Qur’an, adalah untuk memperlihatkan bahwa kitab ini tidak hanya menyingkapkan makna lafal-lafal al-Qur’an, tetapi juga disertai analisis struktur kalimatnya, makna tersurat didalamnya, analisis bahasa dan lain-lain. Lihat: Rosihon Anwar, ibid., hlm. 67-68.

Page 24: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

al-Tabataba'i memperoleh pendidikan dasar dan menengah pada

sekolah resmi namun kemudian belajar melalui guru-guru privat yang datang

ke rumah-rumah dimana ia belajar bahasa Parsi dan pelajaran-pelajaran dasar

selama enam tahun. Pada saat itu al-Tabataba'i mendalami al-Qur’an dan

karya-karya klasik tentang sastra dan sejarah melalui buku-buku Gulistan dan

Bustan karya Sa`di. Juga tulisan-tulisan dan karya-karya lain dari penulis

terkenal saat itu. Pada usia 20 tahun, ia belajar di Universitas Syi`ah di Najaf,

menetap disana selama sepuluh tahun. Sebuah perjalanan intelektual yang

panjang dilaluinya. al-Tabataba'i mempelajari fiqh dan usul fiqh kepada

Muhammad Husayn al-Na`ini dan Muhammad Husayn al-Isfahani selama

hampir sepuluh tahun.35 Mengenai kemampuan al-Tabataba'i dalam bidang

fiqh dan usul fiqh ini, Sayyid Husayn Nasr memberikan penilaian, kalau saja ia

tetap bertahan sepenuhnya dalam bidang tersebut, ia sebenarnya telah menjadi

seorang mujtahid terkenal dan amat berpengaruh dalam bidang politik dan

sosial.36

Tetapi tampaknya ia memilih jalan lain dalam pengembaraan

intelektualnya, karena dia juga belajar dengan penuh semangat semua seluk-

beluk matematika tradisional dari Sayyid Abu al-Qasim al-Khawansari, dan

34 Tabataba`i, Inilah Islam, Upaya Memahami Seluruh Konsep Islam Secara Mudah, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992 M), hlm. 15.

35 Ibid.. Al-Tabataba'i, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, (Beirut: Muassasah al-A’lam li al-Matbu’at, 1411 H/1991 M), Jilid I, hlm. ii.

36 Sayyid Husayn Nasr, “Kata Pengantar” dalam karya al-Tabataba'i, Islam Syi`ah Asal-Usul dan Perkembangannya, terjemahan M. Wahyudin, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989), hlm. 22.

Page 25: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

mendalami filsafat islam tradisional melalui buku asy-Syifa karya Ibn Sina,

Asfar dan Masya`ir karya Sadruddin Syirazi, Tahmid al-Qawaid karya Ibn

Turkah dan Tahzib al-Akhlaq karya Ibn Miskawaih kepada Sayyid Husayn

Badkubi.

Selain dalam bidang filsafat, ia juga mempelajari ilmu gramatika

melalui Ketab Amsela dan Tasrif. Di bidang sintaksis, ia mempelajari Ketab-e

‘Avamel, Enmuzaj, Samadiya, Soyuti, Jami dan Mughanni. Mengenai

retorika ia mempelajari Ketab-e Motavval; untuk fiqh, Syarh-e Lama’a dan

Makaseb; tentang usul fiqh, Ketab-e Ma’alem, Qavanin, Rasa’il, dan Kafaya.

Mengenai mantiq (logika), ia mempelajari Kobra, Hasyiya dan Syarh-e

Syamsiya. Sedang di bidang teologi ia mempelajari kitab Kasyf al-Murad.37

Sumber-sumber bacaan Islam tradisional Syi`ah inilah yang banyak dikajinya.

Di bawah bimbingan Mirza ‘Ali al-Qadir, masa-masa hidup al-

Tabataba'i tidak hanya dimanfaatkan untuk belajar tetapi juga sebagai wahana

pencapaian berupa praktek-praktek kezuhudan dan kerohanian. Ia

memanfaatkan waktunya dengan melakukan salat dan puasa, serta mengalami

waktu jeda yang panjang dalam kondisi membisu.38

Karena kesulitan ekonomi melilitnya, pada tahun 1935, al-Tabataba'i

kembali ke kampung halamannya, Tabriz. Selama sepuluh tahun ia tinggal di

Tabriz, yang ia rasakan sebagai masa kekeringan spiritual dalam

kehidupannya, tidak bisa melakukan perenungan disebabkan kontak-kontak

37 al-Tabataba'i, Inilah Islam Upaya Memahami Seluruh Konsep Islam Secara Mudah, op. cit., hlm. 15.

38 Sayyid Husayn Nasr, “Kata Pengantar” dalam karya Al-Tabataba'i, Islam Syi`ah Asal Usul dan Perkembangannya, op.cit., hlm.23.

Page 26: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

sosial dalam mencari penghidupan dengan bertani. Walaupun begitu, di tempat

itu ia masih sempat menghasilkan beberapa karya ilmiah serta mengajar

sejumlah kecil murid.39

Terjadinya peristiwa menggemparkan dunia tahun 1945, yaitu Perang

Dunia II dan pendudukan segara Iran oleh Rusia, mendorong al-Tabataba'i

pindah dari Tabriz ke Qum, kota yang saat itu merupakan pusat keagamaan di

Persia. Dengan cara yang sederhana, ia mengajarkan tafsir al-Qur’an yang

belum pernah diajarkan di Qum. Di kota ini ia mengajarkan beratus-ratus

mahasiswa dan melakukan pembaharuan di bidang pemikiran.

Usaha pembaharuan yang dilakukan al-Tabataba'i terlihat dari

keteguhannya dalam mengedepankan gagasan filosofis Islam dan menentang

pemikiran-pemikiran materialistik yang mulai membanjiri negara-negara

Islam, termasuk Iran. Dengan komitmen yang demikian mendalam memegang

nilai-nilai Islam, ia senantiasa menggencarkan pemikiran-pemikiran filsafat

dan spiritual Islam. Ketika masa-masa inilah, al-Tabataba'i mulai

menyibukkan diri dalam pengajaran tafsir al-Qur’an dan bergelut di dalamnya

untuk waktu yang panjang.

Selain menulis, membimbing masyarakat, mengajarkan al-Qur’an dan

filsafat-sejak kedatangannya di Qum- hari-harinya juga diisi dengan

melakukan kunjungan di beberapa kota. Di kota Qum ini, menurut Husayn

Nasr, ia mengajarkan pengetahuan dan pemikiran keislaman kepada tiga

kelompok masyarakat. Pertama, murid-murid tradisional di kota Qum yang

39 Ibid., hlm.24

Page 27: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

kemudian menyebar ke seluruh negara Iran, bahkan ke luar negri. Kedua,

kelompok mahasiswa pilihan yang diajarinya ilmu ma’rifat dan tasawuf

dengan suasana yang cukup akrab. Ketiga, orang-orang Iran yang

berpendidikan modern, termasuk beberapa orang dari luar Iran, seperti Henry

Corbin40 yang mengkhususkan belajar kepadanya di musim gugur.41

al-Tabataba'i menggoreskan kepribadiannya yang agung dengan ilmu,

perjuangan, kerja keras dan menulis. Jiwanya yang mulia dan intelektualnya

yang cukup cemerlang telah memberikan pengaruh yang mendalam di

kalangan intelektual tradisional dan modern di Iran. Dengan pembaharuan

yang dilakukannya, ia dikenal sebagai tokoh yang berjasa dalam menciptakan

elite intelektual baru di antara kelompok-kelompok yang berpendidikan

modern, suatu kelompok yang disamping mempunyai perhatian dengan nilai-

nilai Islam juga mempunyai wawasan tentang ilmu pengetahuan modern.

Keluasaan wawasan intelektual al-Tabataba'i dapat diketahui antara lain dari

karya-karya ilmiahnya dan penguasaan referensi dalam karya-karya yang

ditekuninya.

Ketika Kenneth W. Morgan dari Universitas Colgate bermaksud

memperoleh buku tentang Syi`ah –sebagai salah satu kegiatannya untuk

“menyuguhkan” agama-agama Timur kepada Barat- dan meminta Sayyid

Husayn Nasr mengawasi penulisan itu. Nasr memandang al-Tabataba'i yang

paling memenuhi syarat untuk menulis buku semacam itu, suatu karya yang

40 Henry Corbin adalah seorang orientalis asal Perancis yang dikenal banyak menulis tentang tasawuf dan filsafat Islam, terutama yang berkaitan dengan Syi`ah.

41 Sayyid Husayn Nasr, Islam Tradisi, alih bahasa Lukman Hakim, Bandung: Pustaka, 1994), hlm. 285.

Page 28: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

sepenuhnya otentik dari sudut pandang Syi`ah yang mampu menggabungkan

ilmu fiqih, tafsir, filsafat, teosofi dan tasawuf, yang pada saat itu jumlah ulama

yang menguasai disiplin tersebut diatas masih sedikit. Hasil dari usahanya

untuk memenuhi permintaan Kenneth W. Morgan – yang ia kerjakan di tengah

penulisan tafsir al-Mizan- yang kemudian diterbitkan, berjudul asy-Syi`ah fi

al-Islam.42

al-Tabataba'i melalui pembaharuan-pembaharuannya juga dinilai telah

melahirkan tokoh-tokoh intelektual yang berhasil membawa perubahan dan

kemajuan besar dalam kehidupan masyarakat Iran. Melalui didikannya,

muncul tokoh-tokoh Islam seperti Murtadha Muthahhari, Ayat Allah

Muntaziri, Muhammad Mufatih, Muhammad Bahisty, ‘Ali Quddusi, Javadi

Amuli, Ansari, Nasr Makarim Syirazi dan Ja’far Subhani. Profil Al-Tabataba'i

merupakan lambang kemajuan tradisi kesarjanaan dan pengetahuan Islam

Syi`ah. Ia memberikan contoh dengan kehalusan budi, kerendahan hati dan

pencarian kebenaran yang akhirnya mampu menghasilkan karya-karya

orisinal.

al-Tabataba'i wafat pada tanggal 15 November 1981 di kota Qum dan

dimakamkan disana, setelah lama dirundung sakit. Ratusan ribu orang

termasuk para ulama dan pembesar serta tokoh-tokoh pejuang keagamaan

menghadiri pemakamannya.

2. Karya-Karya al-Tabataba'i

42 Sayyid Husayn Nasr, “Kata Pengantar” dalam al-Tabataba'i, Islam Syi`ah Asal Usul dan Perkembangannya, op. cit., hlm. 19.

Page 29: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Al-Tabataba'i merupakan salah seorang ulama yang menguasai

berbagai disiplin ilmu pengetahuan umum juga keagamaan; meliputi fiqh, usul

fiqh, tasawuf sampai ilmu matematika dan filsafat. Sebagai seorang filosof,

kecenderungannya terhadap filsafat bahkan sangat mewarnai karya-karya

intelektualnya, termasuk dalam kitab tafsirnya, al-Mizan Fi Tafsir al-Qur’an.

Selain tetap teguh belajar pada ulama-ulama besar, Al-Tabataba'i

memulai kegiatan di bidang tulis menulis sejak masih berada di Najaf, diantara

karya-karyanya pada saat di kota tersebut adalah:

a. Risalah fi al-Burhan (Risalah tentang Penalaran) berbahasa Arab.

b. Risalah fi al-Mugalatah (Risalah tentang Sofistri) berbahasa Arab.

c. Risalah fi al-Tahlil (Risalah tentang analisis) berbahasa Arab.

d. Risalah fi al-Tarkib (Risalah tentang susunan) berbahasa Arab.

e. Risalah fi al-I’tibariyyat (Risalah tentang Gagasan Asal-Usul Manusia)

berbahasa Arab.

f. Risalah fi al-Nubuwwah wa al-Manamat (Risalah tentang Kenabian

dan Mmpi-mimpi) berbahasa Arab.

Sedangkan buku-buku yang ditulis ketika ia bermukim di Tabriz adalah:

a. Risalah fi al-Asma’ wa al-Sifat (Risalah tentang Nama-nama dan Sifat

Tuhan) berbahasa Arab.

b. Risalah fi al-Af’al (Risalah tentang Perbuatan-perbuatan Tuhan)

berbahasa Arab.

c. Risalah al-Insan Qabla al-Dunya (Risalah tentang Manusia Sebelum di

Dunia) berbahasa Arab.

Page 30: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

d. Risalah al-Insan fi al-Dunya (Risalah tentang Manusia di Dunia)

berbahasa Arab.

e. Risalah al-Insan Ba’da al-Dunya (Risalah tentang Manusia Setelah di

Dunia) berbahasa Arab.

f. Risalah fi al-Wilayah (Risalah tentang Kekuasaan) berbahasa Arab.

g. Risalah fi al-Nubuwwah (Risalah tentang Kenabian) berbahasa Arab.

h. Kitab Silsilah al-Tabataba'i fi al-Ajrbaijan (Kitab Silsilah al-

Tabataba'i di Azerbaijan) berbahasa Arab.

Kitab-kitab yang ditulisnya di Qum adalah:

a. al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, berbahasa Arab.

b. Usul al-Falsafah (Dasar-dasar Filsafat) berbahasa Persi.

c. Ta’liqat ‘Ala Kifayah al-Usul (Anotasi atas Kitab Kifayat al-Usul)

berbahasa Arab.

d. Ta’liqat ‘Ala al-Asfar al-Arba’ah (Anotasi atas kitab al-Asfar al-

Arba’ah) berbahasa Arab.

e. Risalah fi al-I’jaz (Risalah tentang Mu’jizat) berbahasa Persi.

f. Al-Syi`ah fi al-Islam (Islam Syi`ah) berbahasa Arab.

g. Al-Qur’an fi al-Islam (al-Qur’an dalam Islam) berbahasa Persi.

Keseluruhan karya-karya al-Tabataba'i mencapai sekitar 50 buah.

Diantaranya berupa artikel-artikel yang dimuat oleh media massa. Tafsir al-

Mizan yang terdiri dari 20 jilid merupakan karyanya yang paling besar dan

monumental.

Page 31: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

3. Metode Penafsiran al-Tabataba'i

Semenjak kepindahannya ke kota Qum, al-Tabataba'i banyak

menyampaikan kuliah-kuliah di bidang tafsir kepada murid-muridnya. Namun

kemudian murid-muridnya tersebut meminta al-Tabataba'i untuk membuat

semacam karya tulis khusus di bidang tafsir. Atas desakan tersebut, akhirnya

al-Tabataba'i memulai penulisan khusus di bidang tafsir semenjak tahun 1375

H/1956 M dan selesai pada tanggal 23 Ramadan 1392 H, sebanyak 20 jilid.

Penulisan kitab tafsir ini membutuhkan waktu selama 17 tahun.

Ada pendapat, berkaitan penamaan tafsir ini dengan judul ”al-Mizan”,

yang menyatakan bahwa nama itu dipakai karena dalam kitab tafsir ini banyak

memuat pandangan-pandangan para penafsir, ahli fiqh, ahli bahasa, para

filosof dan lainnya. al-Tabataba'i selanjutnya menimbang dan memilih

pendapat yang lebih kuat serta menolak pandangan-pandangan yang

dianggapnya lemah. Tampak dari uraian-uaraian yang telah disampaikan

bahwa tafsir al-Mizan ini menggunakan metode tafsir tahlili. Semua asumsi

tersebut didasarkan pada bentuk penafsiran al-Tabataba'i yang meliputi:43

a. Dalam kitab tafsirnya, al-Tabataba'i memasukkan rujukan-rujukan

yang beraneka ragam baik kepada kitab-kitab tafsir, hadis, sejarah, tata

bahasa dan lainnya yang tidak hanya berasal dari rujukan-rujukan

kalangan Syi`ah saja.

b. al-Tabataba'i menggunakan penafsiran suatu ayat atas ayat yang lain

selama hal tersebut sesuai dengan mengkaji susunan kalimat dalam

43 `Ali al-Awsi, "Muqaddimah" al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an, (Beirut: Mu’assasah al-A`lami li al-Matbu`ah, 1393 H/ 1973 M).

Page 32: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

ayat-ayat tersebut. Dia juga memasukkan riwayat-riwayat yang

membahas tafsiran suatu ayat selama riwayat tersebut mutawatir44 baik

yang berasal dari Nabi atau para imam Ahl al-Bayt.

c. Perhatian terhadap masalah asbab al-nuzul, masalah qira’at, kaitan

suatu ayat dengan ayat sebelum atau sesudahnya (munasabat), juga

mengkaji pendapat-pendapat dari kalangan sahabat dan tabi’in

menjadi pertimbangan al-Tabataba'i ketika menafsirkan suatu ayat.

d. Penolakan terhadap kisah-kisah Israiliyat dilakukan al-Tabataba'i,

sehingga dia jarang mengutip kisah Israiliyat ketika menafsirkan al-

Qur’an.

e. Menurut al-Tabataba'i, setiap ayat al-Qur’an dapat dipahami dari dua

sisi, yaitu yang tersurat atau makna literal dari suatu ayat yang

kemudian disebutnya sebagai aspek lahir dan pemahaman terhadap

yang tersirat atau makna yang terdapat “di balik” teks ayat yang disebut

aspek batin. Dia menggunakan istilah ta’wil, dalam kitab tafsirnya,

untuk maksud mengarahkan kembali pada permulaan atau asalnya.

Dengan ta’wil berarti berusaha memahami rahasia batin teks karena

makna batinlah makna yang sesungguhnya dari al-Qur’an. Sebuah

proses yang mengarahkan penemuan sesuatu dalam teks sebagaimana

nampaknya ke pandangan esensi spiritual atau rahasia batinnya melalui

tindakan spiritual atau intuitif. Oleh karena itu, ta’wil hanya bisa

dilakukan oleh orang yang mempunyai otoritas dalam menerjemahkan

44 Mutawatir, dalam ilmu al-hadis, adalah hadis-hadis yang dirwayatkan oleh lebih dari dua orang dalam setiap tingkatannya (tabaqat).

Page 33: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

agama, menurut al-Tabataba'i adalah Nabi dan para imam Ahl al-

Bayt.45

f. Hal lain yang menjadi ciri khas kitab tafsir ini adalah adanya

pembahasan masalah-masalah kefilsafatan, seperti menggunakan

pendapat-pendapat al-Farabi dan Ibn Sina, selama pendapat tersebut

sesuai dengan maksud ayat. Ini dilakukan al-Tabataba'i hanya sebagai

penjelasan tambahan tapi terkadang menolak pendapat-pendapat

filsafat yang bertentangan dengan makna yang terkandung dalam al-

Qur’an.

g. Dengan latar belakang teologis yang dipegangnya, yaitu Syi`ah, al-

Tabataba'i berusaha menyajikan penafsiran-penafsiran yang sejalan

dengan paham Syi`ah Imamiyah serta meninggalkan paham yang tidak

sesuai dengan keyakinan teologisnya.

45 al-Tabataba'i, Mengungkap Rahasia al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1415 H/1994 M), hlm. 47.

Page 34: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

BAB III

PENAFSIRAN AL-TABARI DAN AL-TABATABA'I

TENTANG "IMAM"

A. Tinjauan Umum Kata "Imam"

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "imam" mengandung

beberapa pengertian, diantaranya seperti: (1) pemimpin salat (pada salat yang

dilakukan secara bersama-sama; (2) pemimpin atau kepala; (3) (dipakai sebagai

gelar yang berarti) pemimpin atau penghulu; (4) pemimpin mazhab; (5) paderi

yang mempersembahkan kurban Misa atau pemimpin upacara gereja; (6) paderi.46

46 Depdikbud R. I., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 325.

Page 35: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Kata "imam" berasal dari kata "amma-ya'ummu", يؤم –أم , yang terdiri

dari huruf hamzah, mim dan mim. Kata ini memiliki arti menuju, bermaksud

kepada, menumpu, meneladani dan menyengaja. Dari akar kata yang sama juga

muncul beberapa makna lain, diantaranya:47

1. Kata م األ , dalam bentuk masdar, dengan huruf hamzah yang di-fathah,

mempunyai makna:

a. Pergi menuju, seperti ucapan Ka`ab ibn Malik:

الله رسول أتأمم .(Saya pergi menuju rasul Allah ) انطلقت

b. Mengenai atau melukai otaknya, seperti pada kalimat: أصاب

رأسه . أم

2. Kata م ,dalam bentuk masdar, dengan huruf hamzah yang di-dammah ,األ

bermakna ibu. Kata tersebut juga bisa berarti asal, pangkal, sumber, induk,

tempat tinggal atau tempat kediaman. Bila di-idafah-kan dengan sebuah kata

lain punya beberapa arti, misalnya: الطريق عريط ,(jalan besar) أم أم

(kalajengking), البيض الحبر ,(burung onta) أم النجوم ,(ikan gurita) أم أم

(bintang bima sakti), الرأس القرأن ,(otak) أم الرمح ,(surat al-Fatihah) أم أم

(bendera), القوم الكتاب ,(kepala, pemimpin) أم dan ,(al-Lawh al-Mahfud) أم

seperti ungkapan: عينه بأم .(melihat dengan mata kepala sendiri) رأى

3. Kata م2ة ,dalam bentuk masdar, dengan huruf hamzah yang di-dammah , األ

huruf mim tasydid yang di-fathah dan huruf akhir ta marbutah. Dalam bentuk

jamak "أمم "(umamun) mempunyai arti: saat, waktu, umat, rakyat, bangsa,

47 Lihat misalnya: Ibn Manzur, Lisan al-`Arab, (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-`Arabi, 1413 H/1993 M), Jilid I, hlm. 212-223. Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir, 1984), hlm. 42-44. al-Fayruz Abadi, al-Qamus al-Muhit, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1407 H/1987 M), hlm. 1391-1392. Ibrahim Anis, al-Mu'jam al-Wasit, (Kairo: T.Pn., T.Th.), hlm. 27.

Page 36: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

dan juga beberapa makna lain, seperti: القامة (tinggi badan), الوجه (wajah,

muka), النشاط (ketangkasan), الطاعة (taat, setia), jalan besar, dan juga

bermakna: للخير الجامع seseorang yang terkumpul padanya) الرجل

kebaikan), الحق على هو الوطن ,(orang yang berpegang pada kebenaran) من

(tanah air). Namun ketika di-idafah-kan dengan kata lain memiliki beberapa

arti yang berbeda, misalnya: مجلساألمة (majelis rendah), األمم Liga) جمعية

Bangsa-Bangsa), المتحدة األمم .(Perserikatan Bangsa-Bangsa) هيئة

4. Kata م2ة C ,dalam bentuk masdar, dengan huruf hamzah yang di-kasrah , اإل

huruf mim tasydid yang di-fathah dan huruf akhir ta marbutah. Kata ini berarti:

hal menjadi imam ata hal mengikuti imam (menjadi makmum) dan beberapa

arti lain, seperti: الدين (agama), النعمة (kenikmatan), العيش غضارة

(kehidupan yang menyenangkan), الحالة و atau ,(perkara, keadaan) الشأن

dapat juga bermakna الهيـئـة (bentuk).

5. Kata يCمم.(pemuja berhala) الوثني berarti internasional atau , األ

6. Kata يMم memiliki arti orang yang tidak dapat membaca dan menulis, atau , األ

bisa juga berarti: الجافى atau ,(keibuan) األمية ,(orang bodoh dan kasar) الغبي

.(kebodohan) الجهل

7. Kata ةامم C الرئاسة memiliki arti hal menjadi, sebagai imam atau bermakna , اإل

.(imamah, khilafah) العامة

8. Kata امم C ,dalam bentuk masdar, dengan huruf hamzah yang di-kasrah , اإل

dan penambahan huruf alif diantara dua huruf mim. Dalam bentuk jamak أئـمـة

, yang berarti "imam". Kata ini juga memiliki beberapa makna, antara lain:

Page 37: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

a. Pemimpin, له المصلح و األمر pemimpin sebuah urusan dan yang) قيم

memperbaiki urusan tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam Q. s. al-

Tawbah (9): 12. الكفر أئمة Maka bunuhlah pemimpin-pemimpin) فقاتلوا

orang kafir itu).

b. Setiap orang yang diikuti oleh sebuah kelompok masyarakat baik dalam

kebenaran ataupun kesesatan.

c. Perumpaan atau contoh ( المثـال ) atau sesuatu yang dipelajari seorang

siswa setiap hari. Seperti ungkapan: إمامه الصبي seorang anak) حفظ

menghafal materi pelajarannya.

d. Penunjuk jalan bagi binatang ( الدليل ). Dapat dijumpai dalam kalimat,

misal: اإلبل .(penunjuk jalan bagi onta) إمام

e. Jalan ( الطريق ). Seperti dalam Q. s. al-Hijr (15): 79. مبين لبإمام وإنهما

(dan sesungguhnya keduanya berada pada jalan yang terang.

f. Arah kiblat ( القبلة .( تلقاء

g. Benang pelurus tukang batu (untuk meratakan bangunan). Sebagaimana

dalam kalimat: اإلمام على البناء Tegakkanlah atau luruskanlah) قوم

bangunan tersebut dengan benang).

h. al-Quran al-Karim. Seperti ungkapan: المسلمين إمام . القرآن

9. Kata امم dengan huruf hamzah yang di-fathah, mempunyai arti di muka , األ

atau di hadapan). Seperti kata: الرئيس األ ,(di hadapan kepala negara) أمام إلى

.(ke depan) مام

10. Kata ـمم .berarti dekat atau perkara yang jelas , اال

Page 38: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Didalam al-Quran, kata "imam" disebutkan sebanyak tujuh kali dalam

bentuk mufrad dan lima kali dalam bentuk jamak.48 Bentuk-bentuk kata "imam"

tersebut memiliki beberapa versi makna, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran

dan Terjemahnya, antara lain:49

1. Imam, sebagai jalan umum, seperti yang tersebut dalam Q. s. al-Hijr (15): 79 (

مبين لمإمام .( وإنهما

2. Imam, sebagai Kitab Induk (al-Lawh al-Mahfud), surat Yasin (36): 12 ( كل و

مبين إمام فى أحصيناه .( شيء

3. Imam, sebagai gelar bagi seorang Nabi, terdapat pada: surat al-Baqarah (2): 124

إماما ) للناس جاعلك إنى ) surat al-Furqan (25): 74 ,( قال إماما للمتقين واجعلنا

).

4. Imam, sebagai kitab pedoman yang dipegang, disebutkan dalam: surat Hud

(11): 17 ( ورحمة إماما موسى موسى ) surat al-Ahqaf (46): 12 ,( كتاب كتاب

ورحمة .(إماما

5. Imam, sebagai pemimpin yang diikuti sebuah kelompok masyarakat,

sebagaimana terdapat dalam: surat al-Isra' (17): 71 ( بإمامهم أناس كل ندعو يوم

), al-Tawbah (9): 12 ( الكفر أئمة أئمة ) al-Anbiya' (21): 73 ,( فقاتلوا وجعلناهم

) al-Qasas (28): 5 ,( يهدون أئمة ) dan ayat 41 ,( ونجعلهم يدعون أئمة جعلناهم و

), dan surat al-Sajdah (32): 24 ( يهدون أئمة جعلنامنهم .( و

Muhammad ibn Salih al-`Usaymin menjelaskan makna kata "imam" yang

terdapat dalam hadis Nabi , dari jalur sahabat Abu Hurayrah, untuk maksud

48 Muhammad Fuad `Abd al-Baqi, al-Mu`jam al-Mufahras li Alfad al-Qur'an al-Karim, (Kairo: Dar al-Hadis, 1417 H/1996 M), hlm. 99.

49 Departemen Agama R. I., al-Qur'an dan Terjemahnya, (Madinah: Mujamma' Khadim al-Haramayn al-Syarifayn al-Malik Fahd li Tiba'ah al-Mushaf al-Syarif, 1412 H).

Page 39: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

seorang pemimpin sebuah komunitas yang di dalamnya terdapat aturan

perundangan berdasarkan syariat Islam, sebagaimana dalam hadis:50

خبيب حدثنى قال الله عبيد عن يحيى حدثنا قال بشار بن محمد حدثنا

هريرة أبى عن عاصم حفصبن عن الرحمن عبد النبي, بن :عن قال

, : و العادل مام اإل ظله إال ظل ال يوم ظله فى الله يظلهم سبعة

, , ` تحابا ورجالن المساجد فى معلق قلبه ورجل الله عبادة فى نشأ شاب

, , , وجمال منصب ذات امرأة دعته ورجل عليه وتفرق عليه اجتمع الله فى

, شماله: تعلم ال حتى فأخفاها بصدقة تصدق ورجل الله أخاف إنـى فقال

( ) . , عليه متفق عيناه ففاضت خاليا الله ذكر ورجل يمينه تنفق ما

Telah meriwayatkan kepada kami Muhammad ibn Basysyar, dia berkata: Telah meriwayatkan pada kami Yahya ibn `Ubayd Allah, dia berkata: Telah meriwayatkan kepadaku Khubayb ibn `Abd al-Rahman dari Hafs ibn `Asim dari Abu Hurayrah , dari Nabi , beliau bersabda: Ada tujuh golongan yang kelak Allah akan melindungi dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada perlindungan kecuali dari-Nya , (yaitu): seorang pemimpin yang adil, dan pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah , dan seseorang yang hatinya selalu terpaut di masjid, dan dua orang yang saling mencintai karena Allah , keduanya bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah , dan laki-laki yang dirayu oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan lalu dia berkata: "Sesungguhnya saya takut kepada Allah", dan seseorang yang bersedekah lantas dia menyembunyikan sedekahnya tersebut sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah diberikan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang mengingat Allah dikala sepi sampai meneteskan air mata.

Kata "imam" dalam hadis diatas ditafsirkan dalam definisi secara

terminologi. Sehingga pembahasan "imam" sering dikaitkan dengan pembahasan

"imamah" atau kepemimpinan religius-politis dalam masyarakat Muslim. Syarif

al-Jurjani menerangkan makna "imam" sebagai orang yang menjalankan

50 Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab al-Azan, no. hadis 660 dan Imam Muslim dalam Kitab al-Zakat, no. hadis 1031. Lihat pada: Muhammad ibn Salih al-`Usaymin, Syarhu Riyad al-Salihin, (Riyad: Dar al-Watan, 1416 H), Jilid VI, hlm. 363-367.

Page 40: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

kepemimpinan umum dalam urusan agama maupun politik.51 Menurut Imam al-

Mawardi, "imam" atau "imamah" merupakan posisi pengganti kepemimpinan

Nabi yang mengemban tugas menjalankan kepemimpinan umum dan agama.

Pengertian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Muhammad Najib al-

Muti`i dan ibn Khaldun yang menguraikan makna "imamah" sebagai usaha

membawa masyarakat agar kembali kepada tuntunan ajaran Islam untuk

kemaslahatan dunia dan akherat, karena masalah-masalah duniawi harus kembali

kepada Allah dengan mempertimbangkan kemaslahatan akherat, dengan begitu,

pada hakekatnya "imam" merupakan pembawa ajaran Islam agar dapat menjaga

keutuhan agama dan mengelola urusan-urusan dunia.52

Dari uraian di atas, ruang lingkup bahasan "imam" akan berkembang pada

"khalifah", "wali" dan "amir al-mu'minin". Akan tetapi penulis membatasi obyek

kajian dalam penelitian ini hanya pada ayat ayat-ayat yang terkait dengan term

"imam" saja.

B. Pandangan Penafsir tentang Makna "Imam"

1. Penafsiran al-Tabari tentang Makna "Imam"

Abad ketiga Hijriyah dianggap sebagai zaman keemasan bagi penulisan

hadis-hadis Nabi . Karena pada masa ini telah lahir beberapa kitab hadis induk

yang sampai saat ini masih terpelihara dengan baik dan dijadikan rujukan dalam

pengambilan sumber rujukan ajaran Islam. Begitu juga dengan kitab tafsir yang

51 Syarif al-Jurjani, Kitab al-Ta'rifat, (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1416 H/1995 M), hlm. 35.

52 `Abd Allah al-Dumayji, al-Imamah al-`Uzma, (Riyad: Dar Tayyibah, 1409 H), hlm. 28-29.

Page 41: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

ditulis oleh al-Tabari, Jami` al-Bayan `an Ta`wil Ayi al-Qur'an, dan menjadi

rujukan penting bagi penafsir-penafsir setelahnya.

Dalam kitab tafsirnya, al-Tabari menafsirkan kata "imam" dengan beberapa

versi makna yang berbeda. Secara umum dapat dikelompokkan sebagaimana

berikut:

a. Pemimpin yang diikuti dalam kebaikan atau keburukan.

1) Q. s. al-Tawbah (9): 12

أئـمة فقاتلوا دينكم فى وطعنوا هم عهد بعد من أيمانهم نكثوا إن و

ينتهون لعلهم لهم أيمان ال إنهم . الكفر

Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti.

al-Tabari menafsirkan kata " أئـمة " dalam ayat ini dengan "

الكفر .kepada Allah (pemimpin-pemimpin yang kafir) " رؤساء

Kemudian al-Tabari menambahkan beberapa penjelasan tentang

perbedaan pendapat mengenai siapa sebenarnya pemimpin-pemimpin

yang kafir tersebut dengan menukil beberapa riwayat, meskipun al-

Tabari tidak memilih salah satu dari pendapat-pendapat tersebut dan

beliau cenderung membiarkan pendapat-pendapat yang ada dalam

riwayat sebagaimana berikut ini:53

a) Riwayat dari Ibn `Abbas

53 Abu Ja`far Muhammad ibn Jarir al-Tabari, Jami’ al-Bayan 'An Ta’wil Ayi al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1412 H/ 1992 M), Jilid VI, hlm. 328-331.

Page 42: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

, , , حدثنى قال عمى حدثنى قال أبى حدثنى قال سعد بن محمد حدثنى

): عهد, بعد من أيمانهم نكثوا إن و قوله عباس ابن عن أبيه عن أبى

, ,( ): سماهم), المشركين من العهد أهل يعنى ينتهون لعلهم إلى هم

.( الكفر( أئـمة

Meriwayatkan kepadaku Muhammad ibn Sa`d, dia berkata: Meriwayatkan kepadaku bapakku, dia berkata: Meriwayatkan kepadaku pamanku, dia berkata: Meriwayatkan kepadaku bapakku, dari bapaknya dari Ibn `Abbas tentang firman Allah : (Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji), sampai pada: (agar supaya mereka berhenti), maksudnya adalah "para juru runding perjanjian dari kaum musyrikin".

b) Riwayat dari Qatadah

) : , , , نكثوا إن و قتادة عن سعيد حدثنا يزيدقال حدثنا قال حدثنابشر

: ,( ): ,( أبو الكفر أئمة من فكان ينتهون إلى هم عهد بعد من أيمانهم

, , , , و سفيان أبو و ربيعة بن عتبة و خلف بن أمية و هشام بن جهل

. عمرو بن سهيل

Meriwayatkan pada kami Bisyr, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Yazid, dia berkata: Meriwayatkan pada kami Sa`id, dari Qatadah: (Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji), sampai pada: (mereka berhenti), orang-orang yang termasuk dalam pemimpin-pemimpin yang kafir adalah: "Abu Jahl ibn Hisyam, Umayyah ibn Khalaf, `Utbah ibn Rabi`ah, Abu Sufyan dan Suhayl ibn `Amr".

c) Riwayat dari al-Suddi

, , , حدثنا قال حجاج حدثنى قال الحسين حدثنا قال القاسم حدثنا

: ,( ) : إلى, هم عهد بعد من أيمانهم نكثوا إن و السدى عن أسباط

. ,( قريش( هؤالء ينتهون

Meriwayatkan kepada kami al-Qasim, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami al-Husayn, dia berkata: Meriwayatkan kepadaku Hajjaj, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Asbat, dari al-Suddi: (Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji),

Page 43: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

sampai pada: (mereka berhenti), "mereka adalah orang-orang Quraysy".

d) Riwayat dari al-Dahhak

, , عبيد حدثنا قال معاذ أبا سمعت قال الفرج بن الحسين عن حدثت

,( ) : يعنى, الكفر أئـمة فقاتلوا قوله فى يقول الضحاك سمعت قال

. , مكة أهل المشركين رؤساء

Saya telah meriwayatkan dari al-Husayn ibn al-Faraj, dia berkata: Saya mendengar Abu Mu`adz, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami `Ubayd, dia berkata: Saya mendengar al-Dahhak berkata tentang firman Allah : (Maka bunuhlah pemimpin-pemimpin orang kafir itu), maksudnya "pemimpin-pemimpin kaum musyrikin penduduk kota Mekah".

e) Riwayat dari Huzayfah, , , , وهب بن زيد عن األعمش عن معاوية أبو حدثنا قال وكيع ابن حدثنا

. : ,( ) : بعد األية هذه أهل قوتل ما قال الكفر أئـمة فقاتلوا حذيفة عن

Meriwayatkan kepada kami Ibn Waki`, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Abu Mu`wiyah, dari al-A`masy, dari Zayd ibn Wahb, dari Huzayfah: (Maka bunuhlah pemimpin-pemimpin orang kafir itu), dia berkata: "Pemimpin-pemimpin yang dimaksud dalam ayat ini tidak dibunuh".

2) Q. s. al-Isra' (17): 71

فأولئــك بيمينه كتابه أوتي فمن بإمامهم أناس كل ندعوا يوم

. فتيال يظلمون وال كتابهم يقرءون

(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpin mereka, dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.

Page 44: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Ada perbedaan pendapat tentang makna "إمام " dalam ayat ini. al-

Tabari mengemukakan tiga penafsiran tentang maknanya dengan

mengutip beberapa riwayat, yaitu:54

a) Riwayat dari Mujahid

, , : , عن ليث عن فضيل ثنا قال عى اليربو طلحة بن يحيى حدثنى

. : ( نبيهم ( قال بإمامهم أناس كل ندعوا يوم مجاهد

Meriwayatkan kepadaku Yahya ibn Talhah al-Yarbu'i, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Fudayl, dari Lays, dari Mujahid: (Pada hari dimana akan Kami panggil tiap umat dengan pemimpin mereka), dia berkata: "nabi mereka".

b) Riwayat dari al-Hasan

) , , : , : , يوم الحسن عن قتادة عن سعيد ثنا قال يزيد ثنا قال بشر حدثنا

( بإمامهم أناس كل . ندعوا بأعمالهم: قال

Meriwayatkan kepada kami Bisyr, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Yazid, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Sa`id, dari Qatadah, dari al-Hasan (Pada hari dimana akan Kami panggil tiap umat dengan pemimpin mereka), dia berkata: "dengan amal perbuatan mereka".

: , , , : , قال قال قتادة عن معمر عن ثور بن محمد ثنا قال محمد حدثنا

. أعمالهم : فيه الذى بكتابهم الحسن

Meriwayatkan kepada kami Muhammad, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Muhammad ibn Saur, dari Ma`mar, dari Qatadah, dia berkata: al-Hasan mengatakan: yaitu "dengan buku yang di dalamnya terdapat catatan amal perbuatan mereka".

c) Riwayat dari Yahya ibn Zayd

54 Ibid., Jilid VIII, hlm. 115-116.

Page 45: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

: , , الله قول فى زيد بن يحيى سمعت قال وهب ابن أخبرنا يونس حدثنى

: ( فيه: ( عليهم أنزل الذى بكتابهم قال بإمامهم أناس كل ندعوا يوم

. فرائضه و نهيه و الله أمر

Meriwayatkan kepadaku Yunus, meriwayatkan kepada kami Ibn Wahb, dia berkata: Saya mendengar Yahya ibn Zayd tentang firman Allah : (Pada hari dimana akan Kami panggil tiap umat dengan pemimpin mereka), dia berkata: yaitu "kitab suci yang telah diturunkan kepada mereka dan berisi perintah dan larangan serta aturan-aturan Allah".

Dari ketiga riwayat diatas, yang menguraikan makna " همإمام "

sebagai: nabi, amal perbuatan atau kitab suci mereka. Al-Tabari

mengemukakan pandangannya, bahwa makna kata "إمام " yang

paling tepat adalah pendapat yang menyatakan bahwa pada hari itu

Kami panggil setiap umat dengan pemimpin-pemimpin yang mereka

ikuti dan mereka jadikan teladan selama di dunia. Karena pada

umumnya, penggunaan kata "imam" dalam bahasa Arab untuk

menunjukkan kepada sesuatu atau seseorang yang diikuti atau

dijadikan teladan. Menurutnya, mengarahkan makna-makna yang ada

di dalam al-Quran kepada pendapat yang paling masyhur itu lebih baik

selama belum ada pendapat yang bisa lebih mengkhususkan tafsiran

makna kata tersebut.

3) Q. s. al-Furqan (25): 74

اجعلنا و أعين قرة ذريتنا و أزواجنا من لنا هب ربنا يقولون ين الذ و

. إماما للمتقين

Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati

Page 46: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

(kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa".

Ada perbedaan penafsiran tentang maksud dari kata "imam" yang

terdapat dalam ayat ini. al-Tabari menelusuri beberapa riwayat tentang

perbedaan tersebut, riwayat-riwayat itu antara lain sebagai berikut:55

a) Riwayat dari Ibn `Abbas

, , : , : , ابن عن على عن معاوية ثنى قال صالح أبو ثنا قال على حدثنى

. ( ): بنا, يقتدى ألهله و التقوى أئمة إماما للمتقين اجعلنا و قوله عباس

Meriwayatkan kepadaku `Ali, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Abu Salih, dia berkata: Meriwayatkan kepadaku Mu`awiyah, dari `Ali, dari Ibn `Abbas tentang firman Allah: (Dan jadikanlah kami pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa), maksudnya: "pemimpin-pemimpin yang kami jadikan teladan dari orang-orang yang bertakwa".

b) Riwayat dari Mujahid

, , : , : , نجيح أبى ابن عن عيينة ابن ثنا قال ثنامؤمل قال بشار ابن حدثنا

: ( ) : بمن نقتدى أئمة قال إماما للمتقين اجعلنا و قوله فى مجاهد عن

. بعدنا, لمن أئمة نكون و قبلنا

Meriwayatkan kepada kami Ibn Basysyar, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Mu'mal, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Ibn `Uyaynah, dari Ibn Abu Najih, dari Mujahid tentang firman Allah: (Dan jadikanlah kami pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa) dia berkata: "Pemimpin-pemimpin yang kami jadikan panutan dari orang-orang sebelum kami dan kelak kami menjadi panutan bagi orang-orang setelah kami".

Kemudian al-Tabari menguraikan pendapatnya, bahwa yang

dimaksud ( إماما للمتقين اجعلنا yaitu: permintaan agar Allah ( و

menjadikan diri kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa

55 Ibid., Jilid IX, hlm. 424-425.

Page 47: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

bukan menjadikan seorang pemimpin dari orang yang bertakwa

sebagaimana pendapat Ibn `Abbas. Beliau menjelaskan dengan analisa

kebahasaan, yang mengikuti pendapat sebagian ahli bahasa dari Kufah dan

Basrah, mengenai kata " إماما " yang berbentuk isim mufrad (tunggal)

namun mengandung makna jamak.

4) Q. s. al -Qasas (28): 5

ونجعلهم أئمة نجعلهم و األرض فى استضعفوا الذبن على نمن أن ونريد

الوارثين.

Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas (Bani Isar'il) di bumi itu dan Kami hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka prang-orang yang mewarisi (bumi).

Pada ayat ini, kata " أئمة " diartikan sebagai pemimpin-pemimpin

yang menguasai dan mengurus segala hal. Sebagaimana penafsiran

Qatadah yang menyebutnya dengan " األمر para pemimpin yang ," والة

berasal dari Bani Isra'il.56

5) Q. s. al-Qasas (28): 41

. ينصرون ال القيامة يوم و النار إلى يدعون أئمة هم وجعلنا

Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong.

Kata "أئمة " pada ayat diatas, menurut al-Tabari, untuk menunjuk

kepada pemimpin-pemimpin yang mengajak kepada kesesatan, mereka

56 Ibid., Jilid X, hlm. 28.

Page 48: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

adalah Fir`aun dan kaumnya serta orang-orang yang mengikuti langkah

mereka.57

6) Q. s. al-Sajdah (32): 24

بأياتنا كانوا و صبروا ` لما بأمرنا يهدون أئمة منهم وجعلنا

يوقنون.

Dan Kami jadikan pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.

Ayat ini secara gamblang menyatakan, pemimpin-pemimpin yang

diikuti dan dijadikan teladan dari kaum Bani Isra'il, karena ketaatan

mereka kepada Allah dan keyakinan mereka kepada ayat-ayat-Nya .

Sebagaimana riwayat Qatadah menyebutkan:58

بشر, قال:ثنا يزيد, قال: ثنا سعيد, عن قتادة: حدثنا

(. : ( الخير فى رؤساء قال بأمرنا يهدون أئمة منهم وجعلنا

Meriwayatkan kepada kami Bisyr, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Yazid, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Sa`id, dari Qatadah: (Dan Kami jadikan pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami) dia berkata: "Pemimpin-pemimpin dalam kebaikan".

b. Imam (atribut bagi seorang Nabi)

1) Q. s. al-Baqarah (2): 124

للناس جاعلك إنـى قال فأتمهن بكلمات ربه ابراهيم ابتلى إذ و

. الظالمين عهدى الينال قال ذريتى من و قال إماما

Dan (ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.

57 Ibid., hlm. 75.

58 Ibid., hlm. 250.

Page 49: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim".

Pengangkatan dan penetapan Allah bagi Nabi Ibrahim sebagai

imam yang diikuti dan dijadikan panutan bagi manusia. al-Tabari

mengemukakan bahwa gelar "imam" yang Allah berikan hanya

diperuntukkan bagi wali-wali Allah dan orang yang taat pada-Nya, bukan

untuk musuh-musuh Allah dan orang-orang kafir.59

2) Q. s. al-Anbiya' (21): 73

و الخيرات فعل إليهم أوحينا و بأمرنا يهدون أئمة هم جعلنا و

. عابدين لنا وكانوا الزكاة إيتاء و الصالة إقام

Dan Kami telah menjadikan mereka itu sebagai imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan salat, menunaikan zakat dan hanya kepada Kami lah mereka selalu menyembah.

Ketika menafsirkan makna kata " أئمة ", al-Tabari mengemukakan

sebuah riwayat yang berasal dari Qatadah, bahwa mereka adalah imam-

imam yang diikuti dalam kebaikan dan ketaatan. Berdasarkan penjelasan

ayat sebelumnya, nabi-nabi yang diberi gelar "imam" adalah Ibrahim,

Ishaq dan Ya`qub.60

Gelar "imam" bagi nabi-nabi Allah , sebagaimana disebutkan

pada dua ayat di atas, dalam pandangan al-Tabari menjadi atribut khusus

59 Ibid., Jilid I, hlm. 577-578.

60 Ibid., Jilid IX, hlm. 47.

Page 50: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

bagi mereka karena menjadi panutan dan teladan manusia disebabkan

perilaku mulia dan ketaatan kepada Allah .

c. Kitab pedoman bagi sebuah kaum.

1) Q. s. Hud (11): 17

كتاب قبله ومن منه شاهد ويتلوه ربـه من بينة على كان فمن أ

من به يكفر من و به يؤمنون أولئــك رحمة و إماما موسى

من الحق إنه منه مرية فى تك فال موعده فالنار األحزاب

يؤمنون . ال الناس أكثر ولكن ربك

Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang ada mempunyai bukti yang nyata (al-Qur'an) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum al-Qur'an itu telah ada Kitab Musa yang menjadi pedoman dan rahmat. Mereka itu beriman kepada al-Qur'an. Dan barangsiapa diantara mereka dan sekutunya yang kafir kepada al-Qur'an, maka nerakalah yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap al-Qur'an itu. Sesungguhnya (al-Qur'an) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.61

2) Q. s. al-Ahqaf (46): 12

لسانا مصدق كتاب وهذا رحمة و إماما موسى كتاب قبله ومن

. للمحسنين بشرى و ظلموا ين الذ لينذر عربيا

Dan sebelum al-Qur'an itu telah ada kitab Musa sebagai pedoman dan rahmat. Dan ini (al-Qur'an) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa `Arab untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang zalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.62

Pada dua ayat di atas, kata "إماما " mempunyai makna untuk

menunjuk sebuah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa ,

61 Ibid., Jilid VII, hlm. 19-20.

62 Ibid., Jilid XI, hlm. 282-283.

Page 51: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

yaitu kitab Taurat, sebagai pedoman bagi Bani Isra'il dan sebagai rahmat

bagi mereka.

d. Ummu al-Kitab

أحصيناه شىء وكل وئاثارهم قدموا ما ونكتب الموت نحى نحن إنا

. مبين إمام فى

Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Ummu al-Kitab. [Q. s. Yasin (36): 12]

Mengomentari ayat di atas, al-Tabari mengemukakan, Ummu al-

Kitab merupakan sebuah kitab yang di dalamnya berisi semua hal baik

yang telah terjadi maupun yang akan terjadi dan ini hanya dimiliki oleh

Allah .63 Sebagaimana sebuah riwayat yang berasal dari Qatadah berikut

ini:

) , , : , : , وكل قوله قتادة عن سعيد ثنا قال يزيد ثنا قال بشر حدثنا

: ( كان شىء وكل ذكره تعالى يقول مبين إمام فى أحصيناه شىء

. , المبين اإلمام وهو الكتاب أم فى فأثبتناه أحصيناه كائن هو أو

Meriwayatkan kepada kami Bisyr, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Yazid, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Sa`id, dari Qatadah tentang firman Allah: (Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam imam yang jelas), maksudnya: "Dan segala sesuatu baik yang telah terjadi atau akan terjadi kami kumpulkan, lalu kami tetapkan dalam Ummu al-Kitab dan itulah al-imam al-mubin.

e. Jalan

Penafsiran al-Tabari terhadap kata "imam" dengan makna "jalan"

hanya terdapat di satu tempat, yaitu pada surat al-Hijr (15): 79.

63 Ibid., Jilid X, hlm. 429-430.

Page 52: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

. مبـين لبإمام إنهما و منهم فانتقمنا

Maka Kami membinasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota (kota kaum Lut dan Aykah) itu benar-benar terletak di jalan yang jelas.

Jalan yang dimaksud dalam ayat ini adalah jalan yang

dipergunakan oleh sebuah kaum dalam perjalanan mereka. Sebagaimana

Qatadah mengemukakan hal tersebut.64

, : , : , الحارث بن عمرو أخبرنا قال وهب ابن أخبرنا قال يونس حدثنى

: , , , قال أنه قتادة عن الله عبد بن عمرو عن هالل أبي بن سعيد عن

:( ), , :( لبإمام( لوط قوم ومدينة األيكـة أصحاب مدينة إن و وإنهما

. به يهتدون و سفرهم فى به يأتمون لبطريق

Meriwayatkan kepadaku Yunus, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami Ibn Wahb, dia berkata: Meriwayatkan kepada kami `Amr ibn al-Haris, dari Sa`id ibn Abi Hilal, dari `Amr ibn `Abd Allah, dari Qatadah, dia berkata: (Dan sesungguhnya kedua kota itu): yaitu kota penduduk Aykah dan kota kaum Lut, (sungguh terletak di jalan): yaitu jalan yang mereka jadikan arah dan pedoman dalam perjalanan mereka.

Berdasarkan semua uraian di atas, penafsiran al-Tabari terhadap kata "

yang terdapat di dalam al-Qur'an dapat dikelompokkan ke dalam beberapa "إمام

versi makna, yaitu: a) Pemimpin yang diikuti dalam kebaikan atau keburukan,

terdapat pada: [Q. s. al-Tawbah (9): 12], [Q. s. al-Isra' (17): 71], [Q.s. al-Furqan

(25): 74], [Q. s. al- Qasas (28): 5 dan 41], [Q. s. al-Sajdah (32): 24]; b) Imam

(atribut bagi seorang nabi), terdapat pada: [Q. s. al-Baqarah (2): 124], [Q. s. al-

Anbiya' (21): 73]; c) Kitab pedoman bagi sebuah kaum, terdapat pada: [Q. s. Hud

(11): 17] dan [Q. s. al-Ahqaf (46): 12]; d) Ummu al-Kitab, terdapat pada [Q. s.

64 Ibid., Jilid VII, hlm. 530-531.

Page 53: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Yasin (36): 13; dan juga bermakna; e) Jalan, sebagaimana terdapat pada [Q. s. al-

Hijr (15): 79].

2. Penafsiran al-Tabataba'i tentang Makna "Imam"

Dalam pandangan Syi`ah, imam atau imamah, termasuk tema pokok dari

ajaran ini dan menjadi salah satu dari rukun iman yang jika seseorang

mengingkari hal ini maka berarti orang tersebut telah meninggalkan ke-Islaman-

nya.65

al-Tabataba'i, sebagai salah seorang mufassir dari kalangan Syi`ah,

memiliki pandangan-pandangan yang begitu kental dengan latar belakang

teologisnya. Dalam kitab tafsirnya, al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an, dibahas secara

panjang lebar tema "imam". Menurutnya, sebuah organisasi yang ditegakkan di

sebuah negeri untuk mengatur masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan

tidaklah berjalan secara otomatis. Selama tidak ada individu-individu yang

memiliki kemampuan mengelola, maka organisasi tersebut tidak akan bisa hidup,

dan masyarakat tidak akan menikmati buah pemerintahan yang baik. Posisi

kepemimpinan dalam masalah-masalah kea gamaan dan masyarakat Islam dikenal

dengan istilah "imamah" dan pemegang posisi tersebut dinamakan "imam".66

65 Rukun iman menurut faham Syi`ah adalah: Pertama; Percaya kepada ke-Esa-an Allah, Kedua; Percaya kepada keadilan, Ketiga; Percaya kepada kenabian, Keempat; Percaya kepada Imamah, Kelima; Percaya kepada hari Ma`ad/Kiamat. Lihat pada: Irfan Zidny, Bunga Rampai Ajaran Syi`ah dalam kumpulan makalah “Seminar Sehari tentang Syi`ah”, (Jakarta: LPPI, 2000), hlm. 30-31.

66 Muhammad Husayn al-Tabataba'i (selanjutnya disebut: al-Tabataba'i), Inilah Islam, Upaya memahami Seluruh KonsepIslam Secara Mudah, terjemahan: Ahsin Muhammad, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992), hlm. 115.

Page 54: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Di antara makna "imam", sebagaimana dikemukakan al-Tabataba'i, untuk

maksud seorang pengganti Nabi dalam mengemban risalah menegakkan budaya

dan hukum-hukum agama dan membimbing umat manusia di jalan kebenaran.

Secara umum penafsiran al-Tabataba'i terhadap kata "imam" di dalam al-Qur'an

dapat dikelompokkan dalam beberapa versi makna, antara lain:

a. Kitab pedoman bagi sebuah kaum.

Di dalam al-Qur'an ada dua ayat yang memiliki susunan redaksi sama

yang menyebut kata "إماما " dengan makna kitab pedoman bagi sebuah

kaum, sebagaimana disebutkan pada surat Hud (11): 1767 dan surat al-Ahqaf

(46): 12:68 ( رحمة و إماما موسى كتاب قبله .( ومن

Kata "إماما " pada potongan ayat di atas, berkedudukan sebagai hal69

untuk menjelaskan posisi Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa

dan dijadikan pedoman dan petunjuk setiap amal perbuatan kaum Bani Isra'il.

b. Jalan yang jelas

Menurut al-Tabataba'i, kata " إمام " yang terdapat pada al-Qur'an surat al-

Hijr (15): 79, berarti jalan yang jelas ( مبـين لبإمام إنهما و منهم .( فانتقمنا

Maka Kami membinasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota (kota kaum Lut dan Aykah) itu benar-benar terletak di jalan yang jelas.

Allah menjelaskan perilaku buruk dan kezaliman yang dilakukan

penduduk kota Ashab al-Aykah, sebutan bagi kaum Nabi Syu`ayb dan kaum

Nabi Lut , lalu Allah membinasakan mereka semua. al-Tabataba'i

67 al-Tabataba'i, al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an, (Beirut: Mu’assasah al-A’lami li al-Matbu’ah, 1393 H/ 1973 M), Jilid X, hlm. 177-178.

68 Ibid., Jilid XVIII, hlm. 200.

69 Sifat yang disebutkan untuk menjelaskan keadaan isim (kata benda).

Page 55: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

mengemukakan bahwa letak kedua kota tersebut berada di sepanjang jalan

antara kota Madinah dan negeri Syam.70

c. al-Lawh al-Mahfud

Di dalam al-Qur'an surat Yasin (36): 12, disebutkan kata " إمام " yang

ditafsirkan dengan makna al-Lawh al-Mahfud, yang merupakan sebuah kitab

berisi ketetapan-ketatapan Allah bagi makhluk-Nya dan segala hal yang

ada di alam semesta ini. Menurut al-Tabataba'i, kitab ini juga memiliki

beberapa nama lain seperti: Ummu al-Kitab, al-Kitab al-Mubin, atau al-Imam

al-Mubin. Namun al-Tabataba'i menolak pendapat yang menafsirkan kata "

dengan makna "catatan amal perbuatan manusia" atau pendapat yang " إمام

menyatakan bahwa " المبين ,adalah pengetahuan Allah yang terdahulu " اإلمام

karena dua pandangan ini tidak sesuai dengan sifat al-Lawh al-Mahfud,

sebagaimana yang telah beliau kemukakan.71

d. Contoh dalam kebaikan

Pada surat al-Furqan (25): 74, ( إماما للمتقين اجعلنا al-Tabataba'i ,( و

menerjemahkan kata "imam" dengan makna "contoh". Tema ayat ini

mengisahkan sifat orang-orang yang mendapat kemuliaan, mereka memohon

agar Allah menjadikan mereka sebagai contoh bagi orang-orang bertakwa

dalam hal mencari kebaikan dan rahmat Allah , sehingga orang-orang

bertakwa tersebut mau mengikuti mereka.72

70 al-Tabataba'i, op. cit., Jilid XII, hlm. 185.

71 Ibid., Jilid XVII, hlm. 67-68.

72 Ibid., Jilid XV, hlm. 243-244.

Page 56: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Sebuah qira'at yang berasal dari ahl al-Bayt menyebutkan redaksi

yang berbeda, إماما المتقين من لنا اجعل Dan jadikanlah untuk kami) و

seorang (figur) contoh dari orang-orang yang bertakwa). Namun, menurut al-

Tabataba'i, qira'at ini dianggap tidak masyhur di kalangan umat Islam.73

e. Yang awal atau depan

1) Q. s. al-Tawbah (9): 12

Orang-orang yang awal atau lebih dahulu dalam bersikap kafir

dengan apa yang telah Allah , inilah makna kata " أئمة " yang

dipergunakan al-Tabataba'i ketika membahas ayat yang terdapat pada surat

ini.

فقاتلوا دينكم فى وطعنوا هم عهد بعد من أيمانهم نكثوا إن وينتهون لعلهم لهم أيمان ال إنهم الكفر . أئـمة

Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah orang-orang yang paling awal pada kekafiran, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti.

Dalam ayat ini, Allah menggunakan kata " الكفر bagi " أئمة

orang-orang yang paling awal atau terdahulu dalam ke-kufur-an kepada

ayat-ayat Allah sehingga orang-orang mengikuti jejak mereka dalam

kekafiran. Perintah untuk membunuh mereka dimaksudkan sebagai upaya

untuk mengehentikan perilaku buruk mereka berupa melanggar janji dan

kesepakatan yang telah dibuat.

73 Ibid., hlm. 247.

Page 57: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

al-Tabataba'i menyebutkan beberapa riwayat, di antaranya yang

berasal dari `Ali ibn Abi Talib tentang orang-orang yang termasuk ke

dalam kelompok " الكفر : " أئمة

قصي بنى مؤذن عثمان أبى عن بإسناده المفيد أمالى فى و

طالب: أبى علىبن سمعت على قال والزبير طلحة خرج حين

, مكرهين: غير طائعين بايعاني والزبير طلحة من الله عذرنى قتاله

) : نكثوا إن و األية هذه تال ثم حدثته حدث غير من بيعتى نكثا ثم

الكفر أئـمة فقاتلوا دينكم فى وطعنوا هم عهد بعد من أيمانهم

ينتهون ). لعلهم لهم أيمان ال إنهم

Dalam kitab Amali al-Mufid dengan sanadnya dari Abu `Usman, muazzin Bani Qusay berkata: Saya mendengar `Ali ibn Abi Talib, ketika Talhah dan al-Zubayr akan membunuhnya, berkata: Allah telah memperingatkan saya tentang Talhah dan al-Zubayr, keduanya telah ber-bay`at untuk taat dan tidak melanggarnya tapi kemudian keduanya merusak bay`at tanpa memberitahukan sebagaimana aku telah mengatakannya, kemudian membaca ayat ini: (Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah orang-orang yang paling awal pada kekafiran, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti).

2) Q. s. al-Qasas (28): 41

Menurut al-Tabataba'i, makna kata " أئمة " pada ayat ini adalah

orang-orang yang paling awal dan terdahulu dalam kesesatan dan diikuti

oleh orang-orang setelahnya dalam perilaku kafir serta berbuat maksiat

Page 58: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

kepada Allah . al-Tabataba'i mengutip sebuah riwayat dari kitab al-Kafi,74

sebagaimana berikut:75

الله عبد أبي عن زيد بن طلحة : عن كتاب في األئمة إن قال

. الله الله قال بأمر : ( ) إمامان ال بأمرنا يهدون أئمة هم جعلنا و

. قال حكمهم قبل الله حكم و أمرهم قبل الله أمر يقدمون :الناس

الله( ) أمر قبل أمرهم يقدمون النار إلى يدعون أئمة هم وجعلنا

كتاب فى ما خالف بأهوائهم يأخذون و الله حكم قبل حكمهم و

.الله

Dari Talhah ibn Zayd, dari Abu `Abd Allah dia berkata: Sesungguhnya imam di dalam al-Qur'an terbagi dua. Allah berfirman: (Dan Kami jadikan imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami) bukan dengan perintah manusia, mereka mendahulukan perintah Allah daripada perintah manusia dan hukum Allah daripada hukum manusia. Dia berkata: (Dan Kami jadikan mereka imam-imam yang menyeru (manusia) ke neraka) mereka mendahulukan perintah manusia daripada perintah Allah dan hukum manusia daripada hukum Allah dan menggunakan hawa nafsu mereka yang menyelisihi al-Qur'an.

f. Pemimpin yang diikuti dalam kebaikan dan keburukan

Dalam kitab tafsirnya, al-Tabataba'i menafsirkan kata "imam" dengan

makna pemimpin yang diikuti apakah dalam kebaikan ataupun keburukan,

pada tiga ayat yang berbeda, yaitu:

1) Q. s. al-Isra' (17): 71

فأولئــك بيمينه كتابه أوتي فمن بإمامهم أناس كل ندعوا يوم

. فتيال يظلمون وال كتابهم يقرءون

74 Kitab al-Kafi merupakan kitab rujukan pokok dalam bidang hadis bagi kalangan Syi`ah.

75 al-Tabataba'i, op. cit., hlm. 38-40.

Page 59: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpin mereka, dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.

Yang dimaksud kata إمام , dalam ayat ini adalah pemimpin. Pada

hari kiamat, Allah akan memanggil setiap manusia bersama orang-orang

yang mereka jadikan pemimpin. Ada dua tipe pemimpin yang dijadikan

panutan, yaitu pemimpin dalam kebaikan dan pemimpin dalam kesesatan.

al-Tabataba'i menolak pendapat yang menafsirkan kata "imam" dalam

ayat ini dengan makna nabi yang menjadi pemimpin setiap umat, karena

seseorang yang dijadikan panutan bukan hanya dalam kebenaran tapi juga

bisa dalam kesesatan.76

Ada beberapa versi penafsiran dalam memahami kata "imam"

dalam ayat ini, antara lain:

a) Kitab suci yang dijadikan pedoman, seperti Taurat, Injil

dan al-Qur'an.

b) Nabi atau setan, jika nabi mengajak di jalan yang benar

maka setan mengajak pada kesesatan.

c) Buku catatan amal perbuatan manusia.

d) Ibu-ibu mereka, karena kata إمام dengan kata األم (ibu),

memiliki akar kata yang sama.

e) Segala sesuatu yang diikuti baik dalam kebenaran ataukah

kesesatan. Makan ini lebih bersfat umum, karena apa saja yang diikuti

76 Ibid., Jilid XIII, hlm. 163-165.

Page 60: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

maka dia lah yang akan menjadi "imam", seperti: nabi, wali, setan,

agama, buku yang dijadikan pedoman ataupun pola hidup yang

dijalani.

Uraian di atas menggambarkan keluasan pemahaman al-Tabataba'i

tentang penafsiran-penafsiran yang berbeda pada sebuah ayat. Namun

demikian, al-Tabataba'i cenderung memahami makna "imam" dalam ayat

ini dengan makna pemimpin yang diikuti. Hal ini sesuai dengan riwayat

yang berasal dari jalur sanad Ahl al-Bayt:

الله عبد أبي عن همام بن إسماعيل : (عن يوم الله قول فى

: قال ) القيامة يوم كان إذا فال بإمامهم أناس كل ندعوا

: قالوا: ؟ تولوا من قوم كل يولوا أن ربكم من العدل أليس الله

. : فيتميزوا. تميزوا فيقول بلى

Dari Isma`il ibn Hammam, dari Abu `Abd Allah tentang firman Allah: (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpin mereka) dia berkata: Pada hari kiamat kelak, Allah berkata: Bukankah keadilan itu dari Tuhan kamu semua agar setiap kamu menyerahkan urusan pada orang yang memimpin mereka? Mereka menjawab: Benar. Maka Allah berkata: Berpencarlah kamu semua, maka mereka berpencar secara berkelompok.

Panggilan Allah pada hari kiamat tidak hanya memanggil nama-

nama pemimpin mereka saja, namun juga menghadirkan pemimpin-

pemimpin tersebut.

2) Q. s. al-Qasas (28): 5

أئمة نجعلهم و األرض فى استضعفوا الذبن على نمن أن ونريد

. الوارثين ونجعلهم

Page 61: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas (Bani Isar'il) di bumi itu dan Kami hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka prang-orang yang mewarisi (bumi).

Menurut al-Tabataba'i, kata " أئمة " pada ayat ini untuk menunjuk

pemimpin-pemimpin yang dipilih Allah bagi orang-orang yang tertindas

(Bani Isra'il). Karunia yang diberikan Allah bagi kaum Bani Isra'il berupa

kenikmatan dan keselamatan dari penindasan Fir`awn dan bala

tentaranya.77

Sebuah riwayat yang berasal dari kalangan Syi`ah menjelaskan

makna yang terkandung dalam ayat ini:78

: عبد أبا سمعت قال عمر بن المفضل عن سنان بن محمد عن

: الله الله رسول إن والحسين يقول والحسن على إلى نظر

. : قال بعدى المستضعفون أنتم وقال فبكى السالم عليهم

, : : إن: بعدى األئمة أنكم معناه قال ذلك؟ معنى ما له فقلت المفضل

:( الله و األرض فى استضعفوا الذبن على نمن أن ونريد يقول

( يوم إلى فينا جارية اآلية فهذه الوارثين ونجعلهم أئمة نجعلهم

القيامة.

Dari Muhammad ibn Sinan, dari al-Mifdal ibn `Umar, dia berkata: Saya mendengar Abu `Abd Allah berkata: Sesungguhnya rasul Allah melihat kepada `Ali, al-Hasan dan al-Husayn lalu dia menangis seraya berkata: Kamu semua adalah orang-orang yang tertindas pada masa setelahku. Al-Mifdal berkata: Saya bertanya kepada Abu `Abd Allah: Apa maksud hal tersebut? Dia menjawab: Maksudnya kamu semua menjadi imam-imam setelahku, karena Allah berfirman: (Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas (Bani Isar'il) di bumi itu dan Kami

77 Ibid., Jilid XVI, hlm. 8-10.

78 Ibid., hlm. 14-15.

Page 62: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka prang-orang yang mewarisi (bumi)), dan ayat ini berlaku bagi kami sampai hari kiamat.

Dalam riwayat di atas, al-Tabataba'i menambahkan penafsiran dari

kalangan Ahl al-Bayt, bahwa ada imam-imam dari kalangan Syi`ah yang

mendapatkan penindasan namun mereka dipilih Allah untuk menjadi

pemimpin-pemimpin yang diikuti.

3) Q. s. al-Sajdah (32): 24

Senada dengan bahasan yang terdapat pada surat al-Qasas (28): 5.

Dalam ayat ini, al-Tabataba'i mengemukakan tentang pengangkatan

pemimpin yang mengajak kaumnya kepada kebaikan. Karena Allah akan

menjadikan pemimpin-pemimpin yang berasal dari kalangan mereka

sendiri (Bani Isra'il), yaitu pemimpin-pemimpin yang memiliki sifat sabar

dan memegang keyakinannya dengan ayat-ayat Allah .

بأياتنا كانوا و صبروا ` لما بأمرنا يهدون أئمة منهم وجعلنا

يوقنون.

Dan Kami jadikan pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.

g. Gelar "imam", bagi nabi-nabi dan penerus risalah kenabian

1) Q. s. al-Baqarah (2): 124

Dalam ayat ini, Allah menjelaskan tentang ujian-ujian kepada

Nabi Ibrahim , sebagaimana disebutkan dengan menggunakan redaksi: و

بكلمات ربه ابراهيم ابتلى Dan (ingatlah ketika Ibrahim diuji) إذ

Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan)). Di antara

Page 63: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

ujian yang dibebankan kepada Nabi Ibrahim antara lain: membangun

Ka'bah, membersihkan Ka'bah dari kesirikan, mengorbankan Isma`il, dan

menghadapi raja Namruz. Kemudian diikuti dengan kata " فأتمهن " yang

membuktikan selesainya semua ujian yang dibebankan kepada Nabi

Ibrahim tersebut.

Menurut al-Tabataba'i, ayat ini menjadi tanda tentang anugerah

Allah kepada Nabi Ibrahim berupa pemberian status "imam". Gelar ini

diperoleh Ibrahim Ibrahim pada masa-masa akhir dari kehidupannya,

yaitu setelah kelahiran Isma'il dan Ishaq serta mereka tinggal di Mekah.

Sehingga susunan redaksi ayat tersebut menyatakan:

ذريتى من و قال إماما للناس جاعلك إنـى قال

Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi manusia. Ibrahim berkata: (Dan Saya mohon juga) dari keturunanku.

Kata "إماما " sebagai gelar bagi nabi karena dijadikan teladan dan

manusia mengikuti dan malaksanakan ajaran-ajaran yang disampaikan

Nabi Ibrahim .79

Dalam bahasan "imam" ini, al-Tabataba'i merumuskan beberapa

hal penting yang menjadi keyakinan kalangan Syi`ah, rumusan tersebut

antara lain:80

a) Gelar "imam" merupakan pemberian dari Allah.

79 Ibid., Jilid I, hlm. 262-270.

80 Ibid., hlm. 272. Lihat juga: al-Tabataba'i, Inilah Islam, Upaya memahami Seluruh KonsepIslam Secara Mudah, op. cit., hlm 120.

Page 64: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

b) Seorang "imam" wajib bersifat ma`sum (terbebas dari dosa

dan maksiat).

c) Selama manusia berada di muka bumi, keberadaan seorang

"imam" merupakan sebuah keniscayaan.

d) Seorang "imam" ditentukan oleh Allah.

e) Seorang "imam" dapat mengetahui perbuatan-perbuatan

manusia.

f) "Imam" perlu mengetahui segala sesuatu yang berkaitan

dengan kebutuhan-kebutuhan manusia untuk kebahagiaan mereka di

dunia dan akherat.

g) Seorang "imam" harus melebihi manusia biasa dalam

keutumaan moral.

Uraian di atas menegaskan bahwa maqam tertinggi dari seorang

manusia adalah ketika dia menjadi seorang "imam". al-Tabataba'i

menyebutkan sebuah riwayat yang berasal dari Ja`far al-Sadiq, salah

seorang "imam" kalangan Syi`ah, sebagaimana berikut:81

الصادق الله : عن , إن و نبيا يتخذه أن قبل عبدا إبراهيم اتخذ

, رسوال اتخذه الله إن و رسوال يتخذه أن قبل نبيا اتخذه الله إن

, , إماما يتخذه أن قبل خليال اتخذه الله إن و خليال يتخذه أن قبل

( ) : قال إماما للناس جاعلك إنـى قال األشياء له جمع فمن: فلما

) : عهدى ينال ال قال ذريتى من و قال إراهيم عين فى عظمها

. : التقي) إمام السفيه يكون ال قال الظالمين

81 Ibid., Jilid I, hlm 272.

Page 65: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Dari al-Sadiq: Sesungguhnya Allah menjadikan Ibrahim sebagai hamba sebelum menjadikannya seorang nabi, dan Allah menjadikannya nabi sebelum menjadikannya seorang rasul, lalu Allah menjadikannya rasul sebelum menjadikannya seorang kekasih, kemudian Allah menjadikannya kekasih sebelum menjadikannya seorang imam, dia berkata: (Sesungguhnya Aku akan menjadikan kamu seorang imam bagi manusia), dan inilah (status "imam") yang terbesar dalam diri Ibrahim, al-Sadiq berkata: (Dan dari anak keturunanku. Allah berfirman: Janji-Ku ini tidak mengenai orang-orang yang zalim) orang bodoh tidaklah menjadi imam bagi orang yang bertakwa.

2) Q. s. al- Anbiya' (21): 73

Kata " أئمة " dalam ayat ini, merupakan bentuk pernyataan Allah

bahwa Dia akan mengangkat nabi-nabi sebagai "imam" yang diikuti dan

dijadikan teladan. Khususnya adalah nabi Ibrahim, Ishaq dan Ya`qub,

sebagaimana disebutkan dalam redaksi ayat:82

بأمرنا يهدون أئمة وجعلناهم

Dan Kami menjadikan mereka (Ibrahim, Ishaq dan Ya`qub) sebagai imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami.

Redaksi ayat " بأمرنا أئمة " yang disebutkan setelah kata "يهدون

" menjelaskan keberadaan imam-imam yang ditunjuk Allah, ketika

melakukan aktivitas kebaikan memperoleh hidayah langsung dari Allah,

sehingga seorang "imam" pasti bersifat ma`sum dari kesesatan dan dosa-

dosa maksiat.83

Berdasarkan semua uraian di atas, penafsiran al-Tabataba'i terhadap kata "

-baik dalam bentuk tunggal maupun jamak, yang terdapat di dalam al ,"إمام

82 Ibid., Jilid XIV, hlm. 304.

83 Ibid., Jilid I, hlm. 269.

Page 66: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Qur'an dapat dikelompokkan ke dalam beberapa versi makna, yaitu: a) Kitab

pedoman sebuah kaum, terdapat pada: [Q. s. Hud (11): 17] dan [Q. s. al-Ahqaf

(46): 12]; b) Jalan yang jelas, terdapat pada: [Q. s. al-Hijr (15): 79]; c) al-Lawh al-

Mahfud, terdapat pada: [Q. s. Yasin (36): 12]; d) Contoh dalam kebaikan, terdapat

pada: [Q. s. al-Furqan (25): 74]; e) Yang awal atau depan, terdapat pada: [Q. s. al-

Tawbah (9): 12] dan [ Q. s. al-Qasas (28): 41]; f) Pemimpin yang diikuti dalam

kebaikan atau keburukan, terdapat pada: [Q. s. al-Isra' (17): 71], [Q. s. al-Qasas

(28): 5] dan [Q. s. al-Sajdah (32): 24]; g) Gelar "imam" , bagi nabi-nabi dan

penerus risalah kenabian, terdapat pada: [Q. s. al-Baqarah (2): 124] dan [Q. s. al-

Anbiya' (21): 73].

C. Analisa Komparatif Penafsiran "Imam"

Penafsiran ayat-ayat al-Qur'an yang di dalamnya terdapat kata "imam"

dari dua mufassir dengan latar belakang pola pemikiran yang berbeda

menghasilkan pandangan-pandangan yang sama di satu sisi, namun di sisi lain

memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut di antaranya disebabkan oleh perbedaan

orientasi penafsiran yang berbeda atau kerena terpengaruh dengan spesialisasi

keilmuan sang mufassir.84

Melihat begitu luasnya ruang lingkup dan wilayah kajian yang akan

dibahas. Penelitian ini berusaha menganalisa persamaan dan perbedaan penafsiran

84 Nasiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur'an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 65-68. `Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudu'i: Suatu Pengantar, terjemahan: Suryan A. Jamrah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 30-31.

Page 67: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Muhammad ibn Jarir al-Tabari dan Muhammad Husayn al-Tabataba'i terhadap

ayat-ayat yang menyebutkan kata "imam".

1. Persamaan Penafsiran "Imam" antara al-Tabari dan al-Tabataba'i

a. Persamaan dari Aspek Metode Penafsiran

Dua karya tafsir besar, Muhammad ibn Jarir al-Tabari dengan

karyanya Jami` al-Bayan `an Ta'wil Ayi al-Qur'an dan Muhammad

Husayn al-Tabataba'i dengan karyanya al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an,

memiliki beberapa persamaan. Keduanya menggunakan metode

penafsiran yang sama yaitu metode tahlili,85 namun keduanya memiliki

orientasi dan corak penafsiran yang berbeda, maka hasil penafsirannya

pun berbeda.

Persamaan yang lain, misalnya dalam penggunaan riwayat dan

penjelasan tata bahasa, namun dengan porsi yang berbeda. Sebagian besar

penafsiran al-Tabari dengan mengutip riwayat-riwayat yang berasal dari

sahabat atau generasi sesudahnya. Sedangkan al-Tabataba'i hanya

memilih riwayat-riwayat yang mutawatir dari Nabi atau imam-imam Ahl

al-Bayt.

b. Persamaan dari Aspek Substansi Penafsiran

Ada persamaan dari aspek substansi antara penafsiran al-Tabari dan

al-Tabataba'i terhadap kata "imam" di dalam al-Qur'an. Persamaan

tersebut ada pada beberapa ayat, antara lain:

85 Metode tafsir tahlili adalah metode menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya serta menerangkan maknanya sesuai dengan keahlian mufassir, dengan mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam mushaf. Lihat: `Abd al-Hayy al-Farmawi, ibid., hlm. 12.

Page 68: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

1) Q. s. Yasin (36): 12

Ketika menguraikan makna "imam" yang terdapat dalam ayat

ini, baik al-Tabari dan al-Tabataba'i menerjemahkannya dengan

sebuah kitab yang memuat dan mencatat segala sesuatu di alam

semesta ini dan hanya dimiliki Allah . Kitab tersebut dinamakan

Ummu al-Kitab atau al-Lawh al-Mahfud.

2) Q. s. al-Hijr (15): 79

Kedua mufassir sama-sama menafsirkan kata "imam" yang

terdpat dalam ayat ini dengan makna "jalan". Jalan yang menunjukkan

letak keberadaan kota penduduk Ashab al-Aykah dan kota kaum Nabi

Lut .

3) Q. s. Hud (11): 17 dan Q. s. al-Ahqaf (46): 12

Baik al-Tabari maupun al-Tabataba'i menafsirkan "imam"

pada ayat ini dengan makna "pedoman". Sebuah kitab pedoman yang

diturunkan kepada Nabi Musa , yaitu kitab al-Taurat.

4) Q. s. al-Isra (17): 71; Q. s. al-Qasas (28): 5 dan Q. s.

al-Sajdah (32): 24

Makna kata "imam" yang terdapat pada ketiga ayat ini adalah

"pemimpin". Namun, yang terdapat pada surat al-Isra (17): 71, disifati

dengan pemimpin yang diikuti oleh sebuah kaum baik dalam

kebenaran atau kesesatan. Sedangkan dua ayat yang lain, baik al-

Tabari maupun al-Tabataba'i, menjelaskan tentang pemimpin dalam

kebaikan yang Allah tunjuk dari kaum Bani Isra'il.

Page 69: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Berdasarkan uraian di atas, al-Tabari dan al-Tabataba'i memiliki

kesamaan pandangan ketika menafsirkan kata "imam" dan

bentukannya yang terdapat dalam al-Qur'an pada tujuh ayat, yaitu

"imam" yang bermakna: Ummu al-Kitab, jalan, kitab pedoman dan

pemimpin yang diikuti dalam kebaikan atau keburukan.

Adanya persamaan pandangan kedua mufassir dilatarbelakangi

oleh kesamaan ayat-ayat yang dibahas dan secara kebetulan akar

permasalahan yang diangkat juga sama meskipun cara

pengungkapannya sedikit berbeda sesuai dengan sudut pandang dan

latar belakang pola pikir masing-masing.

2. Perbedaan Penafsiran "Imam" antara al-Tabari dan al-Tabataba'i

a. Perbedaan dari Aspek Metode Penafsiran

Dari pembahasan mengenai makna "imam" menurut penafsiran al-

Tabari dan al-Tabataba'i, disamping ada kesamaan penafsiran tetapi ada

beberapa perbedaan yang nyata antara kedua mufassir tersebut.

al-Tabari, seorang mufassir dari generasi salaf berbeda dengan al-

Tabataba'i yang termasuk dalam mufassir generasi khalaf. Dalam kitab

tafsirnya, Jami` al-Bayan `an Ta'wil Ayi al-Qur'an, al-Tabari

menggunakan metode tahlili yang menafsirkan al-Qur'an berdasarkan

susunan mushafi. Orientasi penafsiran yang dipergunakannya merupakan

gabungan orientasi penafsiran bi al-ma'sur dan bi al-ra'y, meskipun

orientasi penafsiran bi al-ma'sur lebih dominan.

Page 70: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Penggunaan riwayat dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an menjadi

salah satu kekhasan al-Tabari dibandingkan dengan ulama-ulama tafsir

yang lain. Ketika menyajikan riwayat, al-Tabari selalu menyebutkan jalur

periwayatan secara lengkap dan berurutan meskipun sikapnya terhadap

riwayat yang dia kutip berbeda-beda. Terkadang al-Tabari memberikan

kritikan, penilaian serta analisanya terhadap riwayat tersebut, atau memilih

dari beberapa riwayat yang sekiranya bertentangan, namun tidak jarang al-

Tabari seolah-olah membiarkan riwayat-riwayat tersebut. Sikap kritis al-

Tabari terhadap sebagian riwayat yang diterimanya ini, terutama bila

riwayat-riwayat itu berkaitan dengan persoalan yaang bertentangan

dengan prinsipnya.86 Dari dua belas ayat di dalam al-Qur'an yang

menyebutkan kata "imam", pada sembilan ayat al-Tabari menafsirkannya

dengan menggunakan riwayat.

Dalam pandangan al-Tabari, tafsir yang baik haruslah

memperhatikan apa yang disampaikan sahabat Nabi dan generasi-

generasi sesudahnya, sehingga rujukan riwayat yang sering dipergunakan

al-Tabari adalah riwayat yang berasal dari generasi-generasi tersebut.

86 Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Isra'illiyat dalam Tafsir al-Tabari dan Tafsir Ibn Kasir, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 118.

Page 71: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Misalnya: Ibn `Abbas,87 Qatadah,88 Mujahid,89 al-Dahhak, Huzayfah, al-

Hasan al-Basri,90 dan Bisyr.

Namun demikian, bukan berarti al-Tabari meninggalkan ra'y sama

sekali. Beliau juga menggunakan ra'y ketika menafsirkan al-Qur'an,

misalnya ketika menafsirkan "imam" yang terdapat pada surat Hud (11):

17 dan surat al-Ahqaf (46): 12 dengan menggunakan analisa bahasa. al-

Tabari menguraikan bahwa kata "imam" pada dua ayat ini dalam bentuk

mansub karena sebagai hal untuk menjelaskan kitab al-Tawrat yang

menjadi pedoman bagi kaum Bani Isra'il. Contoh yang lain adalah ketika

ia memilih pendapat yang paling tepat dalam pandangannya dengan

menggunakan analisa bahasa dari tiga riwayat yang berbeda dalam

menafsirkan kata "imam" pada surat al-Isra (17): 71.

87 Ibn `Abbas memiliki nama lengkap `Abd Allah ibn `Abbas ibn `Abd al-Mutalib ibn Hasyim ibn `Abd Manaf al-Qurasyi al-Hasyimi, anak paman Nabi . Beliau dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah dan termasuk salah seorang mufassir dari kalangan sahabat. Ibn Mas`ud memuji Ibn `Abbas dengan menyatakan: "Sebaik-baik turjuman (penerjemah) al-Qur'an adalah Ibn `Abbas yang tidak ada bandingannya". Lihat: Muhammad ibn Salih al-`Usaimin, Dasar-Dasar Penafsiran al-Qur'an, alih bahasa: Said Agil Husayn A. dan Ahmad Rifqi Mukhtar, (Semarang: Dina Utama, 1989 M), hlm. 45-46. Muhammad Husayn al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1989), hlm. 66-71.

88 Qatadah mempunyai nama lengkap Qatadah ibn Di`amah al-Sadusi al-Basri. Lahir dalam keadaan buta pada tahun 61 H dan wafat pada tahun 117 H dalam usia 56 tahun. Beliau memiliki keuletan dalam menuntut ilmu dan mempunyai daya ingat yang begitu kuat dan termasuk mufassir dari generasi tabi`in. Lihat: al-`Usaimin, ibid.,hlm. 47. al-Zahabi, ibid., hlm. 127-128.

89 Mujahid mempunyai nama lengkap Mujahid ibn Jabr al-Makki. Dilahirkan pada tahun 21 H. Belajar tafsir al-Qur'an kepada Ibn `Abbas. Imam Syafi`I dan Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya banyak mengambil penafsiran Mujahid. Beliau sezaman dengan Qatadah dan menjadi salah satu ahli tafsir dari generasi tabi`in. Lihat: al-`Usaimin, ibid., hlm. 46-47. al-Zahabi, ibid., hlm. 106-107.

90 Al-Hasan al-Basri memiliki nama lengkap al-Hasan ibn Abi al-Hasan Yasar al-Basri Maula al-Ansar. Termasuk ahli tafsir dari generasi tabi`in. Para penulis al-Kutub al-Sittah banyak berpedoman pada penafsiran al-Hasan. Beliau wafat pada tahun 110 H pada usia 88 tahun. Lihat: al-Zahabi, ibid., hlm. 126.

Page 72: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Adapun kitab tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an karya Muhammad

Husayn al-Tabataba'i merupakan tafsir dari generasi khalaf, dengan

orientasi bi al-ra'y dan bercorak al-falsafi. Hal ini terlihat ketika

menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an, al-Tabataba'i sering membuat bab khusus

berjudul "Bahsun Falsafi" pada setiap kumpulan beberapa ayat yang dia

tafsirkan.91

Dengan latar belakang teologisnya yang Syi`ah, al-Tabataba'i

banyak memasukkan pandangan-pandangan Syi`ahnya ketika menafsirkan

al-Qur'an. Misalnya ketika menguraikan makna "imam" yang terdapat

pada surat al-Baqarah (2): 124, secara panjang lebar beliau menjelaskan

hal-hal yang terkait dengan imam dalam pandangan Syi`ah yaitu imam-

imam Ahl al-Bayt.

Penyajian riwayat juga dilakukan al-Tabataba'i, selama riwayat

tersebut berasal dari Nabi atau imam-imam kalangan Syi`ah.92 Seperti

penafsiran yang terdapat pada: [Q. s. Yasin (36): 12], [Q. s. al-Qasas (28):

5 dan 41], [Q. s. al-Isra (17): 71] dan [Q. s. al-Baqarah (2): 124].

Penguasannya terhadap ilmu Bahasa Arab juga terlihat ketika beliau

berusaha menguraikan penafsiran ayat-ayat al-Qur'an dengan analisa

91 al-Zahabi berkomentar tentang al-Tafsir al-Falsafi, sebagaimana dikutip al-Farmawi, bahwa di antara para filosof belum ada yang mengarang sebuah kitab tafsir al-Qur'an secara lengkap. Walaupun begitu, menurut penulis, termasuk kekhasan al-Tabataba'i dalam kitab tafsirnya adalah penyajian bahasan-bahasan kefilsafatan yang tidak akan ditemukan pada kitab-kitab tafsir lain. Lihat: al-Farmawi, op. cit., hlm. 20-21. `Ali al-Awsi, dalam "Muqaddimah" al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an, (Beirut: Mu'assasah al-A`lami li al-Matbu`ah, 1393 H/1973 M), Jilid I.

92 Dalam pandangan Syi`ah, riwayat atau hadis adalah keterangan-keterangan yang berasal dari orang-orang yang ma`sum, yaitu Nabi Muhammad dan imam-imam. Riwayat-riwayat tersebut dikategorikan ke dalam: Sahih, Hasan, Musaqah, dan Da`if. Lihat: H. M. Nabhan Husayn, Tinjauan Ahl al-Sunnah terhadap Faham Syi`ah tentang al-Qur'an dan al-Hadis dalam kumpulan makalah "Seminar Sehari tentang Syi`ah", (Jakarta: LPPI, 2000), hlm. 99-100.

Page 73: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

bahasa. Seperti yang terdapat pada surat Hud (11): 17 dan surat al-Ahqaf

(46): 12.

b. Perbedaan dari Aspek Substansi Penafsiran

Perbedaan pandangan antara al-Tabari dan al-Tabataba'i dari aspek

substansi penafsiran dapat dikaji pada ayat-ayat berikut:

1) Q. s. al-Baqarah (2): 124

Dalam ayat ini, al-Tabari menjelaskan tentang gelar "imam"

yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim , juga akan diberikan kepada

wali-wali dan orang-orang yang taat pada Allah bukan untuk

mausuh-musuh Allah dan orang-orang kafir. Orang-orang yang taat

kepada Allah selain Nabi pun bisa menjadi seorang "imam" yang

diikuti dan dijadikan teladan dalam kebaikan dan kebenaran.

Menurut al-Tabataba'i, "imam" yang dimaksud dalam ayat ini,

selain menjadi gelar bagi Nabi Ibrahim juga dianugerahkan Allah

kepada imam-imam yang ada pada kalangan Syi`ah yaitu dua belas

imam yang ditunjuk oleh Allah untuk melanjutkan risalah kenabian

setelah wafatnya nabi Muhammad , dan imam-imam tersebut wajib

ditaati dan dijadikan teladan seperti halnya nabi-nabi.93

2) Q. s. al-Anbiya (21): 73

93 Yang termasuk dua belas imam Syi`ah yaitu: 1) Imam `Ali ibn Abi Talib; 2) Imam al-Hasan; 3) Imam al-Husayn; 4) Imam `Ali Zayn al-`Abidin; 5) Imam Muhammad al-Baqir; 6) Imam Ja`far al-Sadiq; 7) Imam Musa al-Kazim; 8) Imam `Ali Rida; 9) Imam Muhammad al-Jawwad; 10) Imam `Ali al-Hadi; 11) Imam al-Hasan al-`Askari; dan 12) Imam Muhammad al-Muntazar. Lihat: al-Tabataba'i, Inilah Islam, Upaya Memahami Seluruh Konsep Islam Secara Mudah, op. cit., hlm. 122-135.

Page 74: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Senada dengan yang disebutkan pada ayat di atas, ayat ini

membahas pengangkatan Allah kepada nabi Ibrahim, Ishaq dan

Ya`qub sebagai "imam". Letak perbedaannya, al-Tabari menilai

pemberian gelar "imam" bagi nabi-nabi dikarenakan perilaku mulia

ketaatan mereka sehingga mereka menjadi teladan yang diikuti.

Sementara al-Tabataba'i memandang gelar "imam" diperoleh nabi-nabi

melalui proses pembentukan diri dengan cara yang sempurna dari

Allah. Dan posisi imam adalah maqam tertinggi dari kehidupan

manusia.94

3) Q. s. al-Furqan (25): 74

Pada ayat ini, al-Tabari menafsirkan "imam" dengan makna

"pemimpin" yang akan memimpin orang-orang yang bertakwa.

Sedangkan, al-Tabataba'i menafsirkanya dengan makna "contoh"

(figur) bagi orang-orang yang bertakwa dalam mencari kebaikan dan

rahmat Allah .

4) Q. s. al-Tawbah (9): 12

Kata " أئمة " pada ayat ini, menurut al-Tabari bermakna "

-yang menunjuk kepada pemimpin-pemimpin kafir.Pemimpin " رؤساء

pemimpin tersebut telah melanggar perjanjian dan kesepakatan serta

melecehkan umat Islam. al-Tabataba'i menyatakan " أئمة وسماهم

الكفر فى السابقون ألنهم أئمة " Allah memberi nama mereka ," الكفر

94 Urutan-urutan seseorang mencapai maqam tertinggi dalm pandangan Syi`ah yaitu: seseorang menjadi hamba kemudian menjadi nabi, lalu menjadi rasul, setelah itu menjadi khalil (kekasih) Allah, dan terakhir pada maqam imam. al-Tabataba'i mengutip sebuah riwayat yang berasal dari Ja`far al-Sadiq. Lihat: al-Tabataba'i, al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an, op. cit., Jilid I, hlm. 269.

Page 75: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

karena mereka adalah orang-orang yang awal atau depan ,"الكفر

dalam bersikap kafir dengan ayat-ayat Allah.

5) Q. s. al-Qasas (28): 41

Dari dua belas ayat yang menyebutkan kata "imam", al-Tabari

menafsirkannya dengan makna "pemimpin" pada enam ayat.

Termasuk pada ayat ini, yang mengisahkan tentang perilaku

pemimpin-pemimpin yang mengajak pada kesesatan yaitu Fir`awn dan

bala tentaranya. Sedangkan al-Tabataba'i menilai bahwa maksud kata

"imam" dalam ayat ini adalah " الضالل فى -yaitu orang ," سابقين

orang yang awal atau depan dalam kesesatan disebabkan sikap mereka

yang mendahulukan hawa nafsu dan kepentingan mereka daripada

perintah Allah.

Dari uraian di atas, al-Tabari dan al-Tabataba'i memiliki

perbedaan penafsiran makna "imam" pada lima ayat yang terdapat

pada: [Q. s. al-Baqarah (2): 124], [Q. s. al-Anbiya' (21): 73], [Q. s. al-

Furqan (25): 74], [Q. s. al-Tawbah (9): 12], dan [Q. s. al-Qasas (28):

41].

Page 76: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari semua bahasan tentang penafsiran makna "imam" yang terdapat

dalam tafsir Jami` al-Bayan 'an Ta'wil Ayi al-Qur'an karya Muhammad ibn Jarir

al-Tabari dan al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an karya Muhammad Husayn al-

Page 77: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Tabataba'i, ada beberapa hal penting yang menarik mengenai persamaan dan

perbedaan kedua mufassir tersebut.

Menurut al-Tabari, "imam" di dalam al-Qur'an memiliki beberapa versi

makna, yaitu: a) Pemimpin yang diikuti dalam kebaikan atau keburukan, terdapat

pada: (Q. s. 9: 12), (Q. s. 17: 71), (Q.s. 25: 74), (Q. s. 28: 5 dan 41), (Q. s. 32: 24);

b) Imam (atribut bagi seorang nabi), terdapat pada: (Q. s. 2: 124), (Q. s. 21: 73);

c) Kitab "pedoman" bagi sebuah kaum, terdapat pada: (Q. s. 11: 17) dan (Q. s. 46:

12); d) Ummu al-Kitab, terdapat pada (Q. s. 36: 13); dan juga bermakna; e) Jalan,

sebagaimana terdapat pada (Q. s. 15: 79). Sedangkan al-Tabataba'i menguraikan

makna "imam" dengan beberapa makna, antara lain: a) Kitab pedoman sebuah

kaum, terdapat pada: (Q. s. 11: 17) dan (Q. s. 46: 12); b) Jalan yang jelas, terdapat

pada: (Q. s. 15: 79); c) al-Lawh al-Mahfud, terdapat pada: (Q. s. 36: 12); d)

Contoh (dalam kebaikan), terdapat pada: (Q. s. 25: 74); e) Yang awal atau depan,

terdapat pada: (Q. s. 9: 12) dan (Q. s. 28: 41); f) Pemimpin yang diikuti dalam

kebaikan atau keburukan, terdapat pada: (Q. s. 17: 71), (Q. s. 28: 5) dan (Q. s. 32:

24); g) Gelar "imam", bagi nabi-nabi dan penerus risalah kenabian, terdapat pada:

(Q. s. 2: 124) dan (Q. s. 21: 73).

Bila memperhatikan aspek metode penafsiran, antara al-Tabari dan al-

Tabataba'i memiliki kesamaan metode penafsiran yaitu menggunakan metode

tahlili. Perbedaan keduanya antara lain: al-Tabari dalam orientasi penaafsirannya

menggabungkan antara orientasi al-tafsir bi al-ma'sur dan al-tafsir bi al-ra'y,

meskipun lebih dominan bi al-ma'sur. Sedangkan penggunaan ra'y hanya sebatas

pada penjelasan analisa bahasa dalam penafsirannya. Lain halnya dengan al-

Page 78: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Tabataba'i yang memiliki orientasi penafsiran bi al-ra'y dengan corak al-tafsir al-

falsafi. Latar belakang teologisnya yang Syi`ah sangat mempengaruhi penafsiran-

penafsiran al-Tabataba'i terhadap makna "imam" di dalam al-Qur'an. Seperti

halnya al-Tabari, al-Tabataba'i terkadang mengemukakan analisa bahasa dalam

menafsirkan ayat. Dalam penggunaan riwayat al-Tabataba'i hanya menerima

riwayat-riwayat yang benar-benar mutawatir dari Nabi dan imam-imam Ahl al-

Bayt yang ma`sum. Dari aspek substansi penafsiran, al-Tabari dan al-Tabataba'i

meiliki persamaan ketika menafsirkan "imam" dan bentukannya yang terdapat

dalam al-Qur'an pada tujuh ayat, yaitu "imam" yang bermakna: Ummu al-Kitab,

jalan, kitab "pedoman" dan pemimpin yang diikuti dalam kebaikan atau

keburukan. Sedangkan perbedaan penafsiran al-Tabari dan al-Tabataba'i tentang

makna "imam" ada pada lima ayat yang terdapat pada: (Q. s. 2: 124), (Q. s. 21:

73), (Q. s. 25: 74), (Q. s. 9: 12), dan (Q. s. 28: 41).

Baik al-Tabari maupun al-Tabataba'i tampaknya memiliki pandangan yang

sama tentang penggunaan dan pemaknaan kata " إمام ". Kata " إمام ", dalam

bentuk mufrad memiliki konotasi positif, sedangkan kata " أئمة ", dalam bentuk

jamak, memiliki konotasi positif ataupun negatif tergantung pada kata lain yang

mengikuti kata tersebut, baik ketika dalam bentuk idafah ataupun hanya sekedar

menjelaskan sifat kata tersebut. Adanya kesamaan penafsiran kedua mufassir

dilatarbelakangi oleh karena kesamaan ayat-ayat yang dibahas dan akar

permasalahan yang diangkat dalam suatu ayat pun sama. Perbedaan penafsiran

keduanya dikarenakan perbedaan spesialisasi keilmuan keduanya, dan perbedaan

Page 79: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

generasi antara keduanya terutama sekali perbedaan latar belakang teologis yang

mereka anut dan kondisi sosial budaya yang mereka hadapi.

B. Saran-Saran

Bagi para pengkaji tafsir, hendaknya dapat melakukan penelitian lebih

mendalam terhadap tema yang diangkat dari penelitian ini terutama berkaitan

dengan metode penafsiran, orientasi, dan kecenderungan serta mengakji latar

belakang pola pemikiran masing-masing secara mendalam. Selain melakukan

penelitian perbandingan juga menguji kebenaran hasil penafsiran para mufassir,

sehingga akan bermanfaat bagi tambahnya khazanah keilmuan di bidang tafsir

dan hadis.

Untuk seluruh kalangan yang terjun dan menggeluti kajian tafsir al-Qur'an

dan hadis, hendaknya lebih giat lagi mengadakan kajian-kajian dengan menggali

karya-karya ulama salaf agar dapat memperoleh pemahaman yang baik dalam

menggali sumber-sumber ajaran Islam serta bermanfaat bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim.

Abadi, al-Fayruz, al-Qamus al-Muhit, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1407 H/1987 M.

Anis, Ibrahim, al-Mu'jam al-Wasit, Kairo: T.Pn., T.Th..

Anwar, M. Dawam, dkk., Mengapa Kita Menolak Syi’ah, Jakarta: LPPI, 2000.

Anwar, Rosihon, Melacak Unsur-Unsur Israiliyat dalam Tafsir al-Tabari dan Tafsir Ibn Kasir, Bandung: Pustaka Setia, 1999 M.

Page 80: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998.

Asbahani, Abu Na`im al-, Kitab al-Imamah wa al-Radd `ala al-Rafidah, Madinah: Maktabah al-`Ulum wa la-Hikam, 1415 H/ 1994 M.

`Asy, Husayn, Abu Ja`far Muhammad ibn Jarir al-Tabari wa Kitabuhu Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1413 H / 1992 M.

`Awaji, Galib ibn 'Ali, Firaqun Mu`asirah tantasibu ila al-Islam, Madinah: Dar Layyinah, 1418 H/ 1998 M.

Baidan, Nasiruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Baqi, Muhammad Fuad `Abd al-, al-Mu`jam al-Mufahras li Alfad al-Qur'an al-Karim, Kairo: Dar al-Hadis, 1417 H/1996 M.

Departemen Agama R. I., al-Qur'an dan Terjemahnya, Madinah: Mujamma' Khadim al-Haramayn al-Syarifayn al-Malik Fahd li Tiba'ah al-Mushaf al-Syarif, 1412 H.

Depdikbud R. I., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Dumayji, ‘Abd Allah al-, al-Imamah al-‘Uzma, Riyadh: Dar Tayyibah, 1409 H.

Farmawi, ‘Abd al-Hayy al-, Metode Tafsir Maudu`i: Suatu Pengantar, terjemahan: Suryan A. Jamrah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996.

Isma`il, Muhammad Bakr, Ibn Jarir al-Tabari wa Manhajuhu fi al-Tafsir, Kairo: Dar al-Manar, 1411 H / 1991 M.

Jurjani, Syarif al-, Kitab al-Ta'rifat, Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1416 H/1995 M.

Manzur, Ibn, Lisan al-`Arab, Beirut: Dar Ihya al-Turas al-`Arabi, 1413 H/1993 M.

Mawardi, Imam al-, al-Ahkam as-Sultaniyyah, terjemahan: Fadli Bahri, Jakarta: Darul Falah, 1420 H/ 2000 M.

McAuliffe, Jane Dammen, Hermeneutik al-Qur’an: Pandangan al-Tabari dan Ibn Kasir, terjemahan: Dede Iswadi, Jurnal Teks, Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 2002.

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir, 1984.

Nasiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Page 81: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234

Nasr, Sayyid Husain, Islam Tradisi, terjemahan: Lukman Hakim, Bandung: Pustaka, 1994.

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985.

Salus, `Ali Ahmad al-, Ensiklopedi Sunnah-Syi`ah, terjemahan: Bisri Abdussomad, dkk., Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001.

Surakhmad, Winarno, Dasar dan Teknik Research, Bandung: Tarsito, 1978.

Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992.

-----, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1416 H/ 1996 M.

Tabari, ibn Jarir al-, Jami’ al-Bayan 'An Ta’wil Ayi al-Qur’an, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1412 H/ 1992 M.

Tabataba`i, Muhammad Husayn al-, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, Beirut: Mu’assasah al-A`lami li al-Matbu`ah, 1393 H/ 1973 M.

-----, Inilah Islam, Upaya Memahami Seluruh Konsep Islam Secara Mudah, terjemahan: Ahsin Muhammad, Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992 M.

-----, Islam Syi’ah Asal-Usul dan Perkembangannya, terjemahan: M. Wahyudin, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989.

-----, Mengungkap Rahasia al-Qur’an, terjemahan: A. Malik Madany dan Hamim Ilyas, Bandung: Mizan, 1415 H/1994 M.

`Usaymin, Muhammad ibn Salih al-, Syarhu Riyad al-Salihin, Riyad: Dar al-Watan, 1416 H.

-----, Muhammad ibn Salih al-, Dasar-Dasar Penafsiran al-Qur'an, terjemahan: Said Agil Husayn A. dan Ahmad Rifqi Mukhtar, Semarang: Dina Utama, 1989 M.

Zahabi, Muhammad Husayn al-, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Kairo: Maktabah Wahbah, 1989.

Zahrah, Imam Muhammad Abu, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, terjemahan: `Abd al-Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib dengan judul “Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah”, Jakarta: Logos, 1996.

Page 82: Penafsiran Imam Menurut Al-Tabari Dan Al-Tabataba'I-96532234