Pemuliaan semangka
Click here to load reader
-
Upload
ahmad-fatsan -
Category
Documents
-
view
66 -
download
0
Transcript of Pemuliaan semangka
Pemuliaan semangka
Pemuliaan semangka di Indonesia belum banyak berkembang.
Produsen benih semangka belum banyak yang menghasilkan
kultivar baru semangka. Menurut Paje dan van der Vossen (1994)
kultivar yang paling populer ditanam di kawasan Asia Tenggara berasal
dari perusahaan benih di Taiwan.
Tujuan utama pemuliaan semangka meliputi keragaan tanaman dan
kualitas hasil. Menurut Paje dan van der Vossen (1994) sasaran
pemuliaan semangka antara lain pembentukan tipe tanaman dengan
ruas pendek, genjah (waktu pembentukan buah pertama dan
pemasakan buah relatif pendek), ukuran buah kecil dan berbentuk
bulat, kulit buah tipis tetapi kuat dengan daging buah mengandung
kadar gula tinggi, jumlah biji sedikit, dan ketahanan terhadap hams dan
penyakit terutama Fusarium, antraknosa dan virus.
Menurut Mohr (1986) program pemuliaan semangka membutuhkan
waktu yang cukup lama oleh karena banyak waktu yang diperlukan untuk
pencapaian homozigositas dari persilangan secara konvensional. Untuk
sebuah program pemuliaan membutuhkan periode waktu kurang lebih 5
tahun. Sebagai contoh program pemuliaan semangka di Florida dengan
metode dixielle’s pedigree memerlukan waktu 14 tahun untuk mencapai
tujuan resisters cendawan patogen, antraknosa, warna daging merah dan
beberapa tahun untuk pengujian lapang pada berbagai lokasi sebelum
penamaan dan perilisan varietas.
Pemuliaan tanaman dengan pendekatan bioteknologi telah dapat
membantu pemulia tanaman dalam mendapatkan genotipe-genotipe baru
melalui hibridisasi somatik, variasi somaklonal, maupun teknik
transformasi genetik. Aplikasi bioteknologi yang sering dipergunakan
untuk memperoleh genotipe homozigot dalam waktu singkat adalah
kultur anter. Kultur anter memungkinkan pemulia membentuk genotipe
homozigot dari tetua heterozigot dalam satu generasi (Snape,
1989). Melalui kultur anter diharapkan dapat membantu program
pemuliaan semangka dalam waktu yang lebih cepat dan efisien.
Kultur Anter dan Penelitian Kultur Anter Famfli Cucurbitaceae
Sejak pertengahan tahun 1960, kultur anter dari sejumlah
tanaman menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan embrio
somatik haploid. Androgenesis memiliki potensi untuk mendapatkan
tanaman haploid. Tanaman diploid homozigot dapat diperoleh dengan
penggunaan kolkisin atau dari penggandaan secara spontan karena
endopoliploidi (Krikorian, 1995).
Kebanyakan penerapan kultur anter dalam program pemuliaan
tanaman dilakukan di negara China sejak tahun 1970. Beberapa tanaman
yang telah dapat diekstrak haploidnya antara lain kapas, kacang
kedelai, karet, kubis, cabal, anggur, bit gula, dan strawberi. Kultivar-
kultivar baru dari tanaman padi, gandum, dan tebu telah dihasilkan
melalui kultur anter dan telah dilepas ke petani (Wattimena, 1992).
Prinsip dasar androgenesis adalah menghentikan perkembangan sel
polen yang normalnya menjadi gamet dan mendorong berkembang
langsung menjadi tanaman. Tanaman haploid dapat diperoleh dari
kultur anter dan kultur mikrospora/polen. Normalnya, polen
dalam anter mengalami embriogenesis dalam dua minggu dan
memerlukan waktu 3-5 minggu sebelum embrio terlihat keluar dari anter.
Plantlet haploid terbentuk melalui dua cara, yaitu androgenesis langsung
dan androgenesis tidak langsung. Pada androgenesis langsung embrio
berasal langsung dari mikrospora dalam anter tanpa melalui proses
pengkalusan. Sedangkan pada androgenesis tidak langsung, mikrospora
mengalami proliferasi membentuk kalus yang dapat diinduksi untuk
berdiferensiasi menjadi tanaman. (Chawla, 2002).
Androgenesis menunjukkan bahwa mikrospora mengalami
pembelahan terus-menerus sampai terbentuk proembrio dengan
40-50 sel. Embrio ini (kebanyakan dalam bentuk globular) kemudian
mendesak keluar dari exine dan terlepas. Embrio mengalami bermacam-
macam tahap perkembangan seperti yang terjadi pada pembentukan
embrio, zigotik normal (Chawla,2002).
Ketika mikrospora masuk lintasan organogenesis, mikrospora
tersebut terlihat lebih besar dan hanya mengandung beberapa sel. Sel-sel
ini kemudian bertambah ukuran dan mendesak keluar dari exine. Sel-sel
ini kemudian terlepas dalam bentuk kalus. Kalus ini kemudian
berdiferensiasi menjadi plantlet (Chawla, 2002).
Jaringan dinding anter memainkan peranan penting dalam induksi
inisiasi pembelahan sporofitik pada perkembangan polen.
Dinding anter dapat menyediakan sejumlah nutrisi esensial
kepada sel polen untuk proses dediferensiasi selama kultur
anter dan berperan sebagai tempat akurnulasi metabolit untuk polen
melalui adsorbsi, penyimpanan dan transformasi senyawa eksogen dari
media kultur. Kalus yang diperoleh dari polen yang berkembang di dalam
anter sangat baik dan berstruktur kompak. Mikrospora berdiferensiasi
lebih baik dalam anter. Beberapa produk metabolit jaringan anter
dibutuhkan untuk pembelahan sel selanjutnya dan proliferasi polen
(Chen, 1983).
Untuk keperluan induksi kalus dan regenerasi tanaman dalam
kultur anter diperlukan kondisi yang berbeda. Menurut Masyhudi
(1994) dalam Sasmita. (2001) untuk induksi kalus diperlukan
ruang gelap total dengan tujuan menghindari proses
fotomorfogenesis sehingga polen androgenik membelah dan membentuk
kalus, sedangkan untuk regenerasi diperlukan ruang terang dengan
cahaya kuat (1000-3000 lux), agar kalus dapat tumbuh dan
berf6tomorfogenesis menjadi tanaman seutuhnya.
Lazarte dan Sasser (1984) melaporkan keberhasilan penelitiannya
dalam menginduksi pembrnntukan kalus dari eksplan anter
mentimun dengan menggunakan madia dasar Nitsch-Nitsch dan
Murashige-Skoog. Embrio somatik diinduksi pada kultur dengan media
Nitsch and Nisch yang mengandung 20 g/1 rafinosa dan embrio
berkembang menjadi plantlet. Sementara itu Kumar dan. Murthy (2004)
juga melaporkan keberhasilan meregenerasikan plantlet dari anter
mentimun dengan media dasar B5 termodifikasi. Regenerasi
plantlet terbaik tetadi pada penambahan sukrosa 0.25 M dan kombinasi
asam amino glutamin, glisin, arginin, asparagin, dan sistein masing-
masing 1mM ke dalam media regenerasi.