Pemodelan online community relationship management dalam ... · memungkinkan terjadinya peningkatan...
Transcript of Pemodelan online community relationship management dalam ... · memungkinkan terjadinya peningkatan...
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Persaingan pasar dalam industri telekomunikasi selular yang hiper
kompetitif menuntut perusahaan untuk berinovasi meluncurkan produk-produk
baru. Pasar industri telekomunikasi selular di Indonesia telah mencapai tahap
jenuh untuk layanan legacy (komunikasi suara dan Short Message Service) sejak
tahun 2010 (Gambar 1). Data dari Biro Pusat Statistik Indonesia (BPS, 2012)
menunjukkan bahwa sampai dengan akhir tahun 2012, jumlah pelanggan selular
di Indonesia mencapai 289 juta. Jumlah pelanggan ini telah melebihi jumlah
penduduk Indonesia dan menyebabkan tingkat pertumbuhan layanan dasar yang
berupa layanan komunikasi suara dan SMS (Short Message Service) cenderung
menurun. Data POSTEL (2010) dan SPIRE (2013) menunjukkan ARPU (Average
Revenue Per User) layanan voice dan SMS seluruh perusahaan telekomunikasi
selular cenderung menurun (Gambar 2).
Gambar 1 Data proyeksi dan penetrasi pelanggan mobile
telecommunication Indonesia 2010-2016
Sumber : BPS (2012)
Penurunan ARPU layanan voice dan SMS diantisipasi perusahaan
telekomunikasi selular dengan meluncurkan layanan data (broadband). Jumlah
pelanggan layanan data mengalami peningkatan signifikan. Data Kominfo (2012)
menunjukkan bahwa jumlah pelanggan layanan data mencapai 70 juta pada tahun
2012 atau mengalami pertumbuhan sebesar 100% dibandingkan tahun
sebelumnya.
2
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Rp
Tahun
ARPU Industri Telekomunikasi Seluler Indonesia
Telkomsel
Indosat
XL Axiata
Hutchison
Telkom Flexi
Mobile 8
Bakrie Telekom
Star One
Sampoerna Telecom
Gambar 2 Data trend rata-rata ARPU (voice dan SMS) perusahaan telekomunikasi selular
Sumber : diolah dari data statistik POSTEL (2010), competitive intelligence SPIRE (2013)
2
3
Pertumbuhan layanan broadband secara global menunjukkan trend
eksponensial dari periode 2009 hingga 2013 (Gambar 3). Telepon mobil tidak
hanya digunakan untuk komunikasi suara dan pesan, tetapi juga semakin banyak
digunakan untuk melakukan aktivitas-aktivitas berbasis internet. Transformasi
penggunaan internet pada telepon mobil berubah dari “information oriented”
menjadi “social and communication oriented“ (Setiawan 2012). Abdelaal (2009)
menambahkan bahwa penggunaan jaringan nirkabel memberikan wawasan baru
yang menemukan peran komunitas dalam mengembangkan infrastruktur
telekomunikasi yang memungkinkan mereka terhubung dalam masyarakat
informasi (information society).
Gambar 3 Pertumbuhan layanan broadband Mobile Internet
Sumber : Data Kominfo (2012)
Layanan broadband merupakan sebuah istilah dalam internet yang
merupakan koneksi internet transmisi data kecepatan tinggi. Secara umum
broadband dimanfaatkan untuk aktivitas browsing, email, blogging, social
networking, website, belanja online, televisi internet, broadband radio dan voice
over IP. Melihat penetrasi mobile broadband yang sedemikian cepat, operator
seluler memanfaatkan mobile broadband menjadi peluang usaha, baik dalam
pemasaran produk maupun menjaga loyalitas pelanggan.
Penyediaan layanan/jasa merupakan tujuan fundamental bagi operator
selular dalam transaksi ekonomi dan pemasaran. Paradigma pemasaran berbasis
layanan/jasa dikembangkan oleh Vargo dan Lusch (2004) dalam konsep service
dominant logic (SDL). Pemasaran beralih dari goods-dominant logic yang lebih
mengutamakan output fisik dan transaksi diskret menjadi service dominant logic
yang menitikberatkan pada proses pertukaran, relasi dan bersifat intangible. Vargo
dan Lusch (2004) menyatakan bahwa konsumen adalah pencipta nilai. Penciptaan
nilai dilakukan dalam dua cara. Pertama, pada saat potensi produk (value offering)
diwujudkan menjadi nilai ketika produk digunakan (value-in-use). Kedua, pada
saat konsumen terlibat dalam penciptaan value offering, atau disebut juga sebagai
value co-production. Prahalad (2004) memperkuat dengan menekankan
pentingnya peran konsumen sebagai value co-creator dalam proses penciptaan
nilai. Konsumen memiliki inisiatif dalam pemasaran dan terlibat dalam pertukaran
4
informasi antar konsumen sehingga pada akhirnya semua fungsi pemasaran dapat
dilakukan oleh konsumen. Konsumen sebagai value co-creator cenderung lebih
bebas dalam menentukan ataupun mengkonsumsi produk. Perubahan perilaku
konsumen sebagai value co-creator didorong oleh perkembangan komunitas
konsumen. Komunitas konsumen adalah komunitas yang memberikan kontribusi
value bagi produsen. Komunitas konsumen dapat berupa komunitas yang
mengkonsumsi suatu merek tertentu atau mengkonsumsi suatu kategori produk
tertentu. Perkembangan teknologi telekomunikasi selular telah merevolusi cara
orang berinteraksi dengan menawarkan virtual space di mana orang dapat
berkomunikasi secara on-line. Internet, khususnya situs jejaring sosial (social
media) seperti Facebook dan Twitter, telah memberikan cara baru bagi konsumen
untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi. Pertumbuhan jejaring sosial telah
meningkatkan pertumbuhan komunitas dengan menggunakan platform yang
berbeda (Lebold, 2011). Keberadaan online community menandai pergeseran
signikan dari Web tradisional menjadi sebuah Web interaktif, partisipatif, dan
menarik, yang juga dikenal sebagai Web 2.0 (Pal, 2012). Layanan broadband
dinilai sebagai sarana distribusi yang mempengaruhi konsumen dalam
menentukan produk, merek, atau pun perusahaan yang akan dipilih. Broadband
juga memberikan sarana untuk dialog dan kesepahaman antara pihak yang akan
bertransaksi.
Online community atau virtual community adalah sekelompok orang yang
berinteraksi satu dengan lainnya secara on-line (Hagel dan Armstrong 1997).
Online community memberikan manfaat bagi anggota dengan menyediakan
sumber daya fisik, ekonomi, kognitif, dan emosional (Sproull dan Faraj 1997).
Para anggota bisa mengenali dan berhubungan satu sama lain berdasarkan
kesamaan kepentingan. Interaksi tersebut membangun sebuah network society
diantara pelanggan. Gummeson (2002) melihat bahwa hubungan yang terjadi
tidak hanya secara individual, tetapi sebenarnya juga terjadi hubungan bisnis
didalam suatu kelompok yang sepaham dan membentuk suatu komunitas.
Bagozzi dan Dholakia (2002) menegaskan bahwa bentuk komunitas online
memungkinkan terjadinya peningkatan hubungan pemasaran dalam bentuk (1)
memberikan wahana interaktivitas dan keterkaitan di antara konsumen yang
relevan, (2) perusahaan bisa mengetahui kebutuhan dari partisipan dengan
memahami bentuk komunitas lebih baik. Bagozzi dan Dholakia (2002)
menyatakan bahwa online community menjadi bagian integral dari website
perusahaan atau organisasi. Interaksi pelanggan yang terjadi dapat membentuk
atau mempengaruhi persepsi dan sikap mereka terhadap produk dan perusahaan.
Seiring dengan perubahan paradigma penggunaan internet pada telepon
mobil dari “information oriented” ke arah “social and communication oriented “
dan tuntutan untuk memenangkan persaingan pasar telekomunikasi selular,
perusahaan penyedia layanan telekomunikasi selular mengembangkan bisnis
model online community sebagai ‘panggung’ yang mudah diakses oleh seluruh
pelanggan yang berkepentingan. Soehadi (2012) menekankan bahwa dalam
konteks service dominant logic, perusahaan tidak lagi sebagai pengendali penuh
penciptaan nilai. Peran perusahaan bergeser dari produsen nilai menjadi penyedia
’panggung’ yang mudah diakses oleh pelanggan. Perusahaan dituntut untuk
mampu merancang dan mengelola ’panggung’ tersebut agar menghasilkan nilai
yang superior. Model bisnis yang dikembangkan oleh Google melibatkan empat
5
kelompok aktor dalam penciptaan nilai, yaitu: individu-individu dan perusahaan
media, kelompok pengunjung aktif Google, kelompok individu dan organisasi
yang aktif melakukan interaksi dan transaksi dengan kelompok lain, dan
kelompok ahli yang aktif mengembangkan teknologi, jejaring, dan konten
(content).
Keberhasilan online community sangat tergantung pada partisipasi anggota
(Bagozzi dan Dholakia, 2002) sehingga memahami perilaku partisipatif anggota
menjadi fokus penelitian. Perubahan perilaku yang terjadi pada konsumen
didorong oleh perkembangan komunitas konsumen (Nambisan, 2005). Komunitas
konsumen adalah komunitas yang dapat memberikan kontribusi value bagi
produsen, khususnya indikator arus kas positif terhadap bisnis produsen (Soehadi,
2012). Maraknya keberadaan komunitas konsumen di Indonesia dan seiring
dengan fenomena penggunaan internet pada mobile phone sebagai “social and
communication oriented“ memunculkan pengaruh online community yang
menarik untuk diteliti. Tantangan dari perubahan yang terjadi di pasar adalah
perusahaan harus lebih berani bereksperimen untuk menerapkan konsep service
dominant logic. Hal yang perlu pengembangan lebih lanjut adalah merancang
berbagai ’panggung’ online community maupun skenario agar perusahaan mampu
mengorkestrasikan pelanggan untuk menghasilkan nilai yang superior. Atas dasar
ini, maka penelitian ini berjudul Pemodelan Online Community Relationship
Management dalam Pembentukan Value Co-Creation di Industri Broadband
Telekomunikasi Selular Indonesia.
Perumusan Masalah
Soehadi (2012) menyatakan bahwa tantangan yang dihadapi perusahaan
dalam membangun co-creation value bersama pelanggan dalam bentuk komunitas
adalah membangun fasilitas yang mampu mengorkestrasikan pelanggan agar
menghasilkan nilai yang superior. Maraknya keberadaan komunitas konsumen di
Indonesia dan perubahan perilaku pelanggan mobile phone dari ’information
oriented’ menjadi “social and communication oriented“ memunculkan kebutuhan
perusahaan untuk mengembangkan bisnis model online community relationship
management. Belum adanya studi empiris dalam penelitian model bisnis online
community relationship dalam konteks industri broadband memunculkan
pemodelan online community yang menarik untuk diteliti.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan pertanyaan utama
sebagai berikut: ”Bagaimana model online community relationship management
dalam membentuk dan menciptakan nilai bersama bagi produsen dan
konsumen?”.
Untuk menjawab pertanyaan utama ini dibutuhkan pertanyaan-pertanyaan
pendukung sebagai berikut :
1. Apa determinan keberhasilan online community yang diselenggarakan
perusahaan?
2. Bagaimana pengaruh online community dalam pembentukan value co-
creation?
3. Model/framework online community apa yang membangun relationship
management dan menciptakan nilai bersama bagi produsen dan konsumen?
6
4. Bagaimana strategi mengelola online community dalam membangun dan
menciptakan nilai bersama bagi produsen dan konsumen?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan tersebut maka dapat
ditetapkan tujuan umum penelitian adalah membangun model pengaruh online
community dalam pembentukan value co-creation bagi produsen dan konsumen
sebagai model Online Community Relationship Management dalam industri
broadband telekomunikasi selular di Indonesia.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis determinan keberhasilan online community yang
diselenggarakan perusahaan.
2. Menganalisis pengaruh online community terhadap pembentukan value co-
creation.
3. Membangun model/framework online community dalam menciptakan nilai
bersama bagi produsen dan konsumen.
4. Merancang strategi mengelola online community dalam membangun dan
menciptakan nilai bersama bagi produsen dan konsumen.
Manfaat Penelitian
Melalui penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode
memodelkan Online Community Relationship Management dalam pembentukan
value co-creation di industri broadband Telekomunikasi Selular Indonesia,
peneliti mengharapkan beberapa manfaat antara lain sebagai berikut:
1. Membantu perusahaan telekomunikasi selular dalam merancang ’panggung’
online community maupun merancang skenario agar perusahaan mampu
mengorkestrasikan pelanggan untuk menghasilkan nilai yang superior.
2. Pemahaman tentang pengaruh online community terhadap sikap pelanggan
dan value co-creation sehingga dapat mengembangkan online community
untuk berbagai tujuan termasuk media advertising dan layanan nilai tambah
(value added service).
3. Bagi kalangan akademisi dapat dijadikan sebagai bahan diskusi dan
menambah kasanah literatur dan memperkaya pengetahuan tentang konsep
online community dalam industri mobile telecommunication.
Kebaruan (Novelty)
Ada tiga kebaruan (novelty) penelitian ini yaitu:
1. Adanya model OCRM (Online Community Relationship Management)
dalam pembentukan value co-creation.
2. Adanya kausalitas baru dari variabel-variabel yang membangun model
OCRM (Online Community Relationship Management) dalam pembentukan
value co-creation.
3. Penerapan penggunaan model OCRM (Online Community Relationship
Management) dalam mengelola online community industri broadband
telekomunikasi selular Indonesia.
7
Ringkasan (Summary)
Tantangan yang dihadapi perusahaan dalam membangun co-creation value
bersama pelanggan dalam bentuk komunitas adalah membangun fasilitas yang
mampu mengorkestrasikan pelanggan agar menghasilkan nilai yang superior.
Maraknya keberadaan komunitas konsumen di Indonesia dan perubahan perilaku
pelanggan mobile phone dari ’information oriented’ menjadi “social and
communication oriented“ memunculkan kebutuhan perusahaan untuk
mengembangkan bisnis model online community relationship management.
Belum adanya studi empiris dalam penelitian model bisnis online community
relationship dalam konteks industri broadband memunculkan pemodelan online
community yang menarik untuk diteliti. Penelitian berjudul Pemodelan Online
Community Relationship Management dalam Pembentukan Value Co-
Creation di Industri Broadband Telekomunikasi Selular Indonesia bertujuan
untuk membangun model pengaruh online community dalam pembentukan value
co-creation bagi produsen dan konsumen sebagai model Online Community
Relationship Management dalam industri broadband telekomunikasi selular di
Indonesia dengan menjawab pertanyaan utama penelitian: ”Bagaimana model
online community relationship management dalam membentuk dan menciptakan
nilai bersama bagi produsen dan konsumen?”.
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB