Pemilu Parlemen Uni Eropa

17
PEMILIHAN UMUM PARLEMEN EROPA Disusun oleh : Abdul Safiek Bachdar 0806355424 \ Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan dan Dinamika Uni Eropa

Transcript of Pemilu Parlemen Uni Eropa

Page 1: Pemilu Parlemen Uni Eropa

PEMILIHAN UMUM PARLEMEN EROPA

Disusun oleh :

Abdul Safiek Bachdar

0806355424

\

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Perkembangan dan Dinamika Uni Eropa

Program Studi Prancis

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

2009

Page 2: Pemilu Parlemen Uni Eropa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perspektif peradaban Eropa, pembentukan Uni Eropa termasuk sebuah lompatan

jauh ke depan mengingat daratan Eropa pada abad 19 dikenal dalam sejarah sebagai salah satu

ajang utama peperangan yang datang silih berganti, termasuk Perang Dunia I dan Perang Dunia

II. Eropa juga menjadi ajang Perang Dingin yang pernah memecah belah dunia. Pertarungan

ideologis membuat dunia terpecah antara kapitalisme-liberalisme dan sosialisme-komunisme.

Namun, Eropa yang dulu dianggap ‘tetater’ perang, kini justru menjadi pusat kemakmuran,

ketenangan dan perdamaian khususnya di Eropa Barat. Hal ini berkat terbentuknya sebuah

organisasi supranasional bernama Uni Eropa.

Perluasan Uni Eropa dijadikan sebagai instrumen penting untuk memperlebar jangkauan

kemajuan, perdamaian, dan ketenteraman, yang semula hanya berpusat di Eropa Barat, sekarang

telah merambah ke Eropa Timur. Selain telah mendorong kerja sama ekonomi dan pembangunan,

kehadiran Uni Eropa juga telah memperkuat pemahaman tentang hak asasi, demokrasi,

perdamaian dan lingkungan hidup di kalangan anggota.

Tidak mengherankan, Uni Eropa sering dianggap sebagai model ideal bagi organisasi

regional lainnya di dunia. Hanya perlu disadari pula, pencapaian Uni Eropa tidaklah tiba-tiba,

melalui proses panjang, mengalami pasang surut, dan diatas segalanya tidak pernah melepaskan

komitmen untuk mendorong kemajuan bersama, kemajuan kawasan

Salah satu sejarah penting proses panjang Uni Eropa ialah reformasi dalam membentuk Uni

Eropa menjadi lebih terbuka kepada seluruh warga Eropa. Reformasi tersebut menandai titik

balik demokrasi politik di organisasi tersebut dimana usul mengenai pemilihan langsung anggota

Parlemen Eropa mendapat sambutan baik dari masyarakat Eropa. Untuk itu, dalam makalah ini,

pokok pembahasan seputar proses pemilihan umum Parlemen Eropa dan perkembangan

pemilihan tersebut.

1.2 Permasalahan

Bagaimana mekanisme pemilihan umum Parlemen Eropa dan perkembangannya saat ini?

Page 3: Pemilu Parlemen Uni Eropa

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pemilihan Umum Parlemen Eropa

Pada tahun 1950, anggota European Coal and Steel Community (ECSC)1 mengajukan agar

Parlemen Uni Eropa dipilih secara langsung oleh masyarakat Eropa. Namun, usul tersebut tidak

ditindaklanjuti oleh anggota Parlemen Eropa, padahal menurut Perjanjian Roma artikel no. 138

dikatakan bahwa Parlemen Eropa dapat mengadakan pemilihan umum secara langsung. Kaum

federalis yang menginginkan perubahan di Parlemen Eropa mendorong adanya penguatan

demokrasi.

Sepanjang tahun 1960-an, kepercayaan masyarakat Eropa pada Parlemen Eropa untuk

mengubah citra institusi tersebut agar lebih demokratis melalui usul pemilihan langsung mulai

tumbuh. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya jumlah kepedulian dan kepuasan warga

Eropa dalam setiap aktivitas yang terjadi di institusi tersebut. Tetapi Prancis menolak hal

tersebut. Menurut de Gaulle (Presiden Prancis saat itu sekaligus pendiri ECSC), Parlemen Eropa

tidak memiliki dana dan kekuasaan legislatif untuk mengadakan pemilihan secara langsung. Ia

mengatakan bahwa hanya Council of Ministers (Dewan Menteri) yang memiliki kekuasaan

legislatif di European Economic Community (EEC, kelanjutan dari ECSC). Ia juga merasa

bahwa mencari dukungan dari masyarakat untuk ikut terlibat dalam pemilihan langsung tersebut

sangatlah sulit. Prancis pada akhirnya memperingatkan apabila jumlah para pemilih sedikit, hal

tersebut akan merugikan Parlemen Eropa dalam mencapai target yang diinginkan. Akibat dari

pernyataan presiden Prancis tersebut, tahun 1960-1970-an, prosedur pemilihan Parlemen Eropa

tetap dilaksanakan dengan cara biasa, yakni dipilih oleh Parlemen Nasional masing-masing

negara.

Ide pemilihan langsung yang telah lama diusulkan tersebut baru diterima pada tahun 1974

oleh Presiden Prancis Giscard d'Estaing, Presiden setelah Charles de Gaulle. Pada saat itu pula,

ia membentuk Dewan Eropa yang bertujuan untuk membuat pemerintahan Eropa yang

demokratis. Dewan Eropa sebelumnya bernama Dewan Menteri. Bersama-sama dengan

1 Administrative agency designed to integrate the coal and steel industries of France, West Germany, Italy, Belgium, the Netherlands, and Luxembourg. Created in 1952, the ECSC came to include all members of the European Union. Source: 2005 Encyclopædia Britannica

Page 4: Pemilu Parlemen Uni Eropa

Parlemen Eropa, dewan ini bertanggung jawab mengeluarkan undang-undang dan mengambil

keputusan tentang kebijakan luar negeri dan menjaga keamanan bersama.

Pada pertemuan yang diadakan di Brussel tanggal 12-13 Juli dan 20 September 1976,

sejumlah keputusan diambil untuk menyelesaikan perdebatan mengenai pemilihan langsung

tersebut. Hasilnya, mayoritas anggota Parlemen Eropa menyetujui diadakannya pemilihan

langsung Parlemen Eropa. Namun di Prancis, para kaum Gaullis dan komunis tidak menyetujui

keputusan tersebut. Namun mereka ditentang oleh mayoritas anggota Parlemen karena

tindakannya yang radikal.

Keputusan yang diambil pada 20 September tersebut, memungkinkan seseorang untuk

menjadi anggota Dewan baik di Parlemen Eropa maupun di Parlemen Nasional. Selain itu,

keputusan tersebut mengagendakan parlemen untuk membuat draft prosedur pemilihan tersebut.

Pengadaan pemilihan langsung awalnya dijadwalkan Mei-Juni 1978, namun harus diundur

sampai draft tersebut telah disahkan oleh semua anggota parlemen. Pada tanggal 13 Desember

1977, House of Common (Parlemen di Inggris) menolak usulan sistem perwakilan daerah yang

diajukan oleh pemerintah Inggris. Barulah pada tanggal 7 dan 10 Juni 1979, pemilihan langsung

Parlemen Eropa diadakan untuk pertama kalinya. Hasilnya, anggotan Parlemen Eropa bertambah

dari 198 dewan menjadi 410 dewan.

2.2 Kekuasaan Parlemen Eropa

Tidak seperti Parlemen Nasional, Parlemen Eropa meskipun dipilih secara langsung, tetap

tidak memiliki kekuasaan legislatif dalam membuat undang-undang. Pada saat itu satu-satunya

badan legislatif adalah Council of Ministers. Parlemen Eropa sekarang memiliki kekuasaan

legislatif yang terbatas. Parlemen ini tidak dapat mengusulkan undang-undang, tapi ia dapat

mengesahkan dan mengamandemen atau memveto undang-undang khususnya mengenai

keamanan, pangan, transportasi, lingkungan, pasar internal, termasuk regulasi keuangan..

Parlemen juga mengawasi komisi Eropa, ia dapat memecat Komisi Eksekutif Uni Eropa yang

dianggap melanggar undang-undang. Persetujuannya diminta untuk semua pengangkatan di

seluruh jabatan yang ada di Uni Eropa. Ia juga memiliki hak untuk mengontrol anggaran

keuangan Uni Eropa.

Selain itu, Parlemen Eropa juga bertugas untuk memilih seorang Ombudsman, yang

tugasnya melakukan penyelidikan atas pengaduan warga tentang kesalahan administrasi oleh

lembaga-lembaga Uni Eropa. Setiap negara anggota Uni Eropa memiliki hak untuk

Page 5: Pemilu Parlemen Uni Eropa

menempatkan perwakilannya dalam Parlemen Eropa dengan jumlah minimum 9 kursi dan

maksimum 99 kursi. Anggota Parlemen ini bertemu satu atau dua kali dalam sebulan di Brussels

atau Strasbourg, kota dimana Parlemen Eropa melaksanakan sidang pleno dan rapat-rapat

komite. Rapat yang mereka melakukan itu dapat disaksikan oleh seluruh masyarakat Uni Eropa.

2.3 Partai-partai Politik Parlemen Eropa

Partai-partai politik di parlemen Eropa diorganisir ke dalam sejumlah kelompok politik

dari sejumlah partai politik Eropa yang terdaftar. Susunan kelompok-kelompok parlemen ini

berubah-ubah, masing-masing parlemen Eropa bebas untuk beganti afiliasi (aliran politik) yang

mereka anggap cocok.

Kelompok-kelompok politik Parlemen Eropa selain terdiri dari Partai-partai politik anggota

Uni Eropa, juga dapat terdiri dari partai-partai non Uni Eropa. Di Parlemen Eropa para anggota

tidak duduk terpisah menurut partai-partai nasional, melainkan anggota parlemen yang berhaluan

senada dari berbagai negara anggota Uni Eropa bergabung bersama dalam fraksi. Dalam fraksi

sosial demokrat misalnya partai Jerman SPD (Social Democratic Party of Germany) duduk

bersama dengan partai sosialis dari Perancis dan Spanyol, yang secara tradisi berhaluan lebih kiri

dari pada partai SPD. Dalam fraksi sosial demokrat juga terdapat wakil-wakil dari Rumania,

Inggris dan Portugal.

Kursi-kursi di parlemen Eropa menurut kelompok-kelompok politik sejak 1979 sebagai

berikut:

Kelompok Komponen Partai/subkelompokJml

kursi

Partai Rakyat Eropa–Demokrat Eropa (EPP-

ED)

Partai Rakyat Eropa (EPP)

Demokrat Eropa (ED) 277

Kelompok Partai Sosialis Eropa Partai Sosialis Eropa (PES) 218

Page 6: Pemilu Parlemen Uni Eropa

Aliansi Liberal dan Demokrat untuk Eropa

(ALDE)

Partai Demokrat Liberal Eropa dan Partai

Pembaruan (ELDR)

Partai Demokrat Eropa (EDP)

+ 2 partai nasional tanpa afiliasi106

Kesatuan untuk Eropa Bangsa-bangsa (UEN) Aliansi untuk Eropa Bangsa-bangsa (AEN)

Demokrat UE (EUD) (part)

+ 3 partai nasional tanpa afiliasi 44

Hijau Eropa–Aliansi Bebas Eropa (Hijau-

EFA)

Partai Hijau Eropa (EGP)

Aliansi Bebas Eropa (EFA)

+1 partai nasional tanpa afiliasi 42

Persatuan Kiri Eropa–Kiri Hijau Nordik

(GUE-NGL)

Partai Kiri Eropa

Aliansi Kiri Hijau Nordik (NGLA)

+ 5 partai nasional tanpa afiliasi 41

Kemerdekaan dan Demokrasi (IND/DEM) Aliansi Demokrat Independen di Eropa

(AIDE)

Demokrat UE (EUD) (bagian)

+ 3 partai nasional tanpa afiliasi23

Identitas, Tradisi, Kedaulatan (ITS) Euronat

+ 5 partai nasional tanpa afiliasi 20

Non Afiliasi (Non- Inscrits ) (NI) 14

2.4 Sistem Pemilihan Umum

Sistem pemilihan berbeda-beda ditiap negara, tergantung dari kebijakan yang berlaku di

masing-masing negara tersebut. Hanya Inggris, Belanda dan Irlandia yang memberikan hak suara

ke pada para pemilih di negara teritorinya. Sistem yang paling banyak dipakai oleh negara Uni

Eropa ialah first-past-the-post voting system, yakni sistem satu putaran.

Negara seperti Luxembourg mengizinkan para pemilihnya untuk memilih lebih dari satu

partai. Hal ini dilakukan agar keterwakilan anggota negara tersebut di Parlemen Eropa tidak

terlalu sedikit, mengingat populasi negara itu sangat minim.

Page 7: Pemilu Parlemen Uni Eropa

Untuk mengatasi masalah kesenjangan jumlah anggota dewan, perwakilan anggota

Parlemen Eropa dihitung berdasarkan banyaknya populasi di negara tersebut. Misalnya di

Luxembourg, setiap 60 ribu suara mendapat satu perwakilan, sedangkan di Jerman sebanyak

765 ribu suara baru mendapat satu perwakilan.

Pada pemilu Juni 2009, hampir 350 juta dari total 454 juta penduduk 25 negara anggota

mempunyai hak suara untuk memilih 732 kursi parlemen Uni Eropa, yang akan bertugas selama

lima tahun. Sebanyak 14.700 kandidat dilaporkan bertarung dalam pemilihan ini.

2.5 Partisipasi Pemilhan Umum

Presentase jumlah pemilih dari tahun ketahun mengalami penurunan, hal ini tidak

sebanding dengan jumlah populasi yang kian meningkat di Eropa serta jumlah keanggotaan Uni

Eropa yang bertambah dari 9 negara di tahun 1979 menjadi 25 negara ditahun 2003. Pada

pemiihan Juni 2009 lalu, jumlah suara yang tidak memilih mencapai 40% dari 350 juta hak

suara. Hal disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya karena masyarakat Eropa masih belum

puas dengan informasi mengenai calon anggota dewan.

Untuk mengatasi suara yang hilang, negara dapat membuat kebijakan tertentu. Misalnya

Belgia dan Luxembourg mewajibkan kepada warga negaranya untuk memilih. Sehingga mereka

berhasil meraih angka partisipasi pemilih sebesar 89%. Namun di Inggris, mengalami

kemerosostan jumlah partisipasi pemilih warga negaranya sebesar 32%, karena pemilhan

tersebut diadakan saat week-end.

Berikut tabel presentase partisipasi pemilihan Parlemen Eropa dari awal pemilhan tahun

1979 sampai pemilihan terakhir tahun 2009.

Tahun Pemilihan Partisipasi Pemilih (%)

1979 - EU9 61.99

1984 - EU10 58.98

1989 - EU12 58.41

1994 - EU12 56.67

1999 - EU15 49.51

Page 8: Pemilu Parlemen Uni Eropa

2004 - EU25 45.47

2009 - EU27 43

Page 9: Pemilu Parlemen Uni Eropa

BAB III

KESIMPULAN

Makna pemilihan Parlemen Eropa sangat penting, terlebih jika dilihat dari posisi dan peran

parlemen Uni Eropa itu sendiri. Fungsi parlemen Uni Eropa yang semula sebatas sebagai

lembaga konsultasi ketika dibentuk pertama kali tahun 1952 kini sudah jauh banyak berubah.

Parlemen Uni Eropa tidak lagi hanya sebagai lembaga konsultatif, tetapi memiliki sejumlah

peran strategis bagi Uni Eropa yang telah mengalami metamorfosis sebagai pseudo-negara. Uni

Eropa semakin mirip sebagai negara raksasa yang memiliki pemimpin yang disebut Presiden

Komisi Uni Eropa, dan parlemen sendiri, yang mempunyai masa tugas lima tahun. Uni Eropa

juga memiliki anggaran, komisi-komisi, termasuk komisi hubungan luar negeri.

Khusus mengenai parlemen Uni Eropa, posisi dan fungsinya termasuk luas. Parlemen Uni

Eropa dapat menolak rancangan anggaran belanja tahunan Uni Eropa, dapat membentuk komite

penyelidikan, memecat Komisi Eksekutif Uni Eropa, memveto persetujuan internasional Uni

Eropa dan membatasi perluasan keanggotaan Uni Eropa. Atas nama kepentingan Uni Eropa,

parlemen dapat pula mengamandemen dan atau memveto undang-undang tentang keamanan

pangan, transportasi, lingkungan, pasar internal, termasuk regulasi keuangan.

Dalam rancangan konstitusi Uni Eropa yang telah disahkan pada pertemuan puncak Uni

Eropa pada Juni 2009 lalu, disebutkan bahwa parlemen dapat mengamandemen undang-undang

tentang pemberian suaka, imigrasi, control perbatasan, kerja sama hukum dalam menghadapi

masalah kejahatan

Tampak sangat jelas, parlemen dalam struktur Uni Eropa sama sekali tidak bersifat

artifisial atau simbolik, tetapi sungguh-sungguh bekerja dan fungsional. Dengan anggaran 200

juta euro setahun, parlemen Uni Eropa setiap bulan harus bertemu empat hari berturut-turut di

Strasbourg, Perancis, khususnya untuk membahas persoalan legislasi. Sedangkan kegiatan

lainnya berlangsung di Brussels, yang dianggap sebagai ibu kota Uni Eropa.

Setelah pasca reformasi politik di Uni Eropa, pelembagaan fungsi dan peran parlemen

maupun komisi Uni Eropa semakin solid, eksistensi Uni Eropa pun semakin mencolok dan

disegani. Uni Eropa telah dianggap sebagai blok sosial ekonomi melalui pelembagaan fungsi dan

Page 10: Pemilu Parlemen Uni Eropa

peran parlemen maupun komisi Uni Eropa yang begitu solid, eksistensi Uni Eropa pun semakin

mencolok dan disegani. Uni Eropa telah dianggap sebagai blok sosial ekonomi perdagangan.

Page 11: Pemilu Parlemen Uni Eropa

DAFTAR REFERENSI

http://www.ena.lu/ diunduh pada tanggal 18 November 2009, pukul 16.57 WIB

http://www.uno.org diunduh pada tanggal 18 November 2009, pukul 16.23 WIB

http://www.europeangreens.org/cms/default/rubrik/9/9114.history.htm diunduh pada tanggal 18

November 2009, pukul 16.13 WIB

http://www.tor.cn/chinfootball/dw/article/0,,4265477,00.html diunduh pada tanggal 18

November 2009, pukul 16.04 WIB

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0406/14/opini/1081654.htm diunduh pada tanggal 18

November 2009, pukul 16.57 WIB

Page 12: Pemilu Parlemen Uni Eropa

LAMPIRAN

Page 13: Pemilu Parlemen Uni Eropa

LAMPIRAN