Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

107
TUGAS HUKUM TATA NEGARA PEMILIHAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA FAKULTAS HUKUM 1

description

Melihat sistem katatanegaraan indonesia dalam pilpres

Transcript of Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 1: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

TUGAS HUKUM TATA NEGARA

PEMILIHAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SURABAYA

2009-2010

1

Page 2: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Sistem ketatanegaraan di Indonesia mempunyai sejarah yang panjang.

Sejarah ketatanegaraan Indonesia dapat ditemui pada konstitusi atau undang-

undang dasar dari negara Indonesia, yakni Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Itu disebabkan oleh di dalam konstitusi atau

undang-undang dasar negara indonesia itulah diatur mengenai sistem

ketatanegaraan dari negara Indonesia.

Mengetahui sistem ketatanegaraan Indonesia itu penting, sebab dari

berbagai pengalaman sejarah di bidang ketatanegaraan yang pernah terjadi di

Indonesia, maka hal itu akan dapat digunakan sebagai landasan untuk menata

kehidupan ketatanegaraan di masa yang akan datang. Selain itu, kita dapat

mengetahui sebab-sebab terjadinya suatu kegagalan penyelenggaraan

ketatanegaraan yang lalu, serta dapat mengetahui apa yang menjadi latar

belakang pengaturan sesuatu hal di dalam konstitusi itu menjadi ketentuan

ketatanegaraan. Di samping itu, di Indonesia pernah berlaku beberapa

konstitusi, di mana berlakunya beberapa konstitusi tersebut memiliki sistem

ketatanegaraan yang berbeda satu sama lain, yakni :

a. Berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Dengan berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, maka menempatkan presiden selain sebagai kepala negara,

juga sebagai kepala pemerintahan. Dengan demikian, sistem

pemerintahan yang dianut yakni sistem pemerintahan presidensiil. Sistem

pemerintahan presidensiil itu ialah sebuah sistem pemerintahan di mana

kepala pemerintahannya dipegang oleh presiden.

b. Berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949.

2

Page 3: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Ketika berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, bentuk

atau susunan negaranya adalah federasi. Dalam sebuah negara yang

susunan negaranya adalah federasi, negara Republik Indonesia Serikat

menggunakan sistem pemerintahan yang parlementer, yang

menempatkan presiden sebagai seorang kepala negara, sedangkan kepala

pemerintahannya dipegang oleh seorang Perdana Menteri.

Namun, pada dasarnya tidak semua negara yang menggunakan susunan

federasi itu menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Kebetulan

negara Republik Indonesia Serikat dengan Konstitusi Republik Indonesia

Serikat Tahun 1949 sistem pemerintahannya yaitu parlementer.

Konstitusi ini hanya bertahan selama 1 (satu) tahun.

c. Berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.

Dengan berlakunya undang-undang dasar tersebut, maka bentuk negara

Indonesia kembali menjadi negara dengan bentuk kesatuan. Namun,

sistem pemerintahan yang digunakan yakni sistem pemerintahan yang

parlementer. Di antara sistem pemerintahan parlementer pada saat

Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar

Sementara Tahun 1950, terdapat perbedaan peraturan, sistem

pertanggungjawabannya berbeda.

d. Kembali berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Pemberlakuan kembali Undang-Undang Dasar Tahun 1945 di Indonesia

tersebut berdasarkan dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5

Juli 1959. Dekrit tersebut dikeluarkan sebab konstituante yang

ditugaskan untuk menyusun dan menetapkan undang-undang dasar yang

baru untuk menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, tidak

mampu. Konstituante itu tidak mampu merespon ajakan presiden untuk

kembali ke Undang-Undang Dasar 1945, bahkan mau berhenti untuk

tidak mengadakan sidang konstituante.

Dengan berlakunya konstitusi tersebut, maka menggunakan sistem

pemerintahan yang presidensiil. Undang-Undang Dasar ini telah

3

Page 4: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

mengalami satu kali perubahan dalam 4 (empat) tahap pada era

reformasi.

Jadi, mengetahui ketatanegaraan di Indonesia itu penting untuk menata

kehidupan ketatanegaraan yang akan datang. Seperti halnya perubahan yang

dilakukan pada ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan,

“kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat”, diubah menjadi “kedaulatan ada di tangan rakyat

dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”

Semula yang menjadi landasan pemikiran yang mengatur pasal 1 ayat

(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni

kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebab

negara Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat (Demokrasi).

Kedaulatan itu ialah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara, dan ada

pada rakyat, rakyatlah yang berdaulat. Rakyat itulah yang akan menentukan

ke arah mana negara ini akan dibawa.

Dalam pemahaman mengenai kedaulatan rakyat (Demokrasi), dari

rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, terdapat pemikiran dari para pembentuk

(pendiri) negara bahwa tidak mungkin rakyat itu dapat terlibat secara

menyeluruh dalam pemerintahan suatu negara. Oleh karena itu, sejalan

dengan berkembangnya pemahaman mengenai Demokrasi, maka dianggap

negara Indonesia perlu suatu badan untuk merepresentasikan kedaulatan

rakyat itu. Badan itu harus betul-betul mewakili seluruh rakyat Indonesia,

maka perwakilannya yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat. Badan

perwakilan itu merepresentasikan kedaulatan rakyat dan mencerminkan

seluruh aspirasi, kepentingan rakyat Indonesia.

Menurut Prof. Iklaso Amal, hendaknya lembaga pemegang kedaulatan

rakyat itu seharusnya lembaga perwakilan mikro kosmik, di mana sebagai

organ mikro biologi dia terdiri dari partikel-partikel kecil di dalam organ

tersebut. Lembaga yang betul-betul di dalamnya terdiri dari semua komponen

4

Page 5: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

terkecil manapun, supaya badan tersebut dapat menjadi sebagai pemegang

kedaulatan rakyat Indonesia. Akhirnya dirumuskan ketentuan pasal 2 ayat (1),

bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat itu terdiri dari Dewan Perwakilan

Rakyat, utusan daerah, dan utusan golongan yang ditetapkan oleh undang-

undang. Yang menjadi landasan pemikirannya yakni diharapkan Dewan

Perwakilan Rakyat akan mewakili utusan golongan politik, di mana

keanggotaannya ditentukan oleh partai politik dan dipilih secara langsung

oleh rakyat Indonesia. Utusan daerah mewakili territorial, wilayah

administratif, sedangkan utusan golongan mewakili golongan-golongan

fungsional, misalnya: keagamaan, kekaryaan, ekonomi.

Setelah ditetapkan seperti itu, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat

menjadi pemegang dan pelaksana kedaulatan rakyat, bahkan ditempatkan

sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan segala kewenangan yang

dimilikinya. Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat, yakni :

1. Menurut ketentuan pasal 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan, yakni diberi wewenang untuk

menentukan undang-undang dasar dan garis-garis besar daripada haluan

negara.

2. Menurut ketentuan pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan, Majelis Permusyawaratan

Rakyat mempunyai wewenang untuk memilih presiden dna wakil

presiden.

3. Menurut ketentuan padal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan, wewenangnya untuk mengubah

undang-undang dasar.

Sebagai pemegang dan pelaksana kedaulatan rakyat, Majelis

Permusyawaratan Rakyat harus memahami betul aspirasi seluruh rakyat

Indonesia, serta harus ada kesehatian pada jiwa Majelis Permusyawaratan

Rakyat dengan jiwa denyut nadinya rakyat Indonesia, artinya apa yang

dipikirkan Majelis Permusyawaratan Rakyat harus bersumber dari pikiran

rakyat, begitu juga yang diputuskan harus bersumber dari keinginan rakyat.

5

Page 6: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Tetapi, ternyata tidak sejalan dengan apa yang diinginkan rakyat Indonesia.

Bahkan, boleh dikatakan yang diputuskan oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat itu senantiasa bertentangan dengan rakyat Indonesia. Akhirnya,

Majelis Permusyawaratan Rakyat merasa dirinya tidak mampu sebagai

pemegang dan pelaksana kedaulatan rakyat. Ketidakmampuan Majelis

Permusyawaratan Rakyat itu dapat dilihat pada pemilihan umum tahun 1998.

Menurut suara yang didapat PDI P yang diwakili oleh Megawati, seharusnya

ia yang terpilih sebagai presiden, tetapi yang terjadi Majelis Permusyawaratan

Rakyat memilih Gus Dur, padahal waktu itu suara yang didapat PKB sedikit.

Kemudian, pada tahun 1999 diubahlah ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi,

“Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat”, menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut undang-undang dasar.”

Dalam memahami sejarah sistem ketatanegaraan Indonesia, dapat

dimulai dari saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Secara normatif dalam

pemahaman Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(pemahman normatif konstitusional), memang pada saat Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia, belum terdapat sistem ketatanegaraan. Tetapi kita

harus tahu, bahwa Proklamasi Kemerdekaan itu adalah norma hukum yang

utama, bukan yang lain. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa Proklamasi

Kemerdekaan itu adalah norma dasar. Diakatakan sebagai norma dasar sebab

Proklamasi akan dijadikan sebagai dasar bagi pembentukan norma-norma

hukum lainnya. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dibuat dengan dasar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Atas dasar itu, maka dapat dimaklumi jika sistem ketatanegaraan

Indonesia itu dimulai dari Proklamasi Kemerdekaan. Hal tersebut dipertegas

dalam teks Proklamasi, di mana menunjukkan adanya sistem ketatanegaraan,

yakni : “. . . hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan, dan lain-lain . . .”

Makna kata-kata “pemindahan kekuasaan” maksudnya terjadi pemindahan

kekuasaan dari rezim kolonial ke pemerintahan baru yang akan dibentuk.

6

Page 7: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Jika bicara tentang pemindahan kekuasaan, maka kekuasaan itu selalu

berkorelasi dengan kekuasaan negara, lembaga-lembaga negara, dan

pemerintahan negara, bagaimana ia duduk dalam lembaga-lembaga negara.

Partai politik selalu berhakikat dengan kekuasaan. Tujuan dibentuknya partai

politik dalam rangka merebut atau memperoleh kekuasaan dengan jalan

mengikuti pemilihan umum. Jika partai politik tersebut terpilih, maka ia bisa

menguasai mayoritas di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat maupun

Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan kekuasaan itu, ia dapat mempunyai

kekuasaan untuk berkorelasi dengan pemerintahan negara. Pemerintahan

negara selalu berkaitan dengan lembaga-lembaga negara, sebab sistem

pemerintahan itu adalah rangkaian hubungan lembaga-lembaga yang satu

dengan yang lain, bagaimana Presiden dengan Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Dewan

Perwakilan Daerah ini terangkum dalam sebuah sistem.

Membahas sistem ketatanegaraan Indonesia dimulai dari Proklamasi

Kemerdekaan. Makna Proklamasi itu sendiri untuk menyatakan

kemerdekaannya Indonesia atau berdirinya suatu negara, yakni mendirikan

negara baru, negara Indonesia. Proklamasi itu ditujukan pada masyarakat

dalam negeri dan luar negeri. Jadi, kita memproklamirkan pada bangsa

Indonesia sendiri bahwa kita sudah merdeka, juga ditujukan kepada

masyarakat luar, supaya mereka mengetahui kemerdekaannya bangsa

Indonesia sehingga ada pengakuan dari masyarakat Internasional.

Pada saat Proklamasi itu berdiri suatu negara baru yang disebut

Indonesia, bersamaan dengan itu lahir suatu tata negara, serta lahir pula tata

hukumnya. Hal tersebut dikemukakan oleh Joeniarto, S.H. murid dari Prof.

Mr. R. Boedisoesetya. Dikatakan lahir tata negara sebab adanya kata-kata

“. . .hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan, dan lain-lain. . .” di dalam

teks Proklamasi Kemerdekaan, yang menunjukkan adanya sistem

ketatanegaraan. Bberbicara tentang tata negara itu berkaitan dengan

kekuasaan negara, pemerintahan, lembaga-lembaga negara. Lembaga-

lembaga negara itu tersusun pada tata negara itu.

7

Page 8: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Lahir pula tata hukumnya. Prof. Mr. R. Boedisoesetya mengatakan,

bahwa pada saat Proklamasi telah terjadi dan berlaku Tata Hukum Nasional

(National Legal Order). Tata Hukum Nasional itu adalah Proklamasi. Oleh

karena itu, dikatakan sebagai norma hukum pertama dan dasar bagi

pembentukan norma-norma yang lainnya. Dengan dasar Proklamasi

Kemerdekaan, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 di dalam sidang Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesa, di mana pada agenda I dibahas Rancangan

Undang-Undang Dasar hasil rancangan Badan Penyelidik Usaha-Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang terdiri atas pembukaan, batang tubuh

(15 bab dan 36 pasal). Setelah dibahas, ditetapkan sebagai undang-undang

dasar yang terdiri dari pembukaan, batang tubuh (16 bab dan 37 pasal), serta

4 (empat) padal Aturan Peralihan, dan 2 (dua) ayat Aturan Tambahan).

Dari pembahasan tersebut telah terjadi penambahan 1 bab dan 1 pasal

pada rancangan undang-undang dasar itu. Bab dan pasal itu mengatur tetntang

perubahan Undang-Undang Dasar. Pengaturan ini diawali oleh adanya suatu

pandangan atau pendapat dari seorang anggota Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia. Pandangannya bahwa suatu undang-undang dasar

itu pada hakikatnya adalah merupakan sebuah bangunan hukum yang

mensyaratkan selain ada ketentuan tentang wewenang dan tata cara penetapan

suatu undang-undang dasar, maka sebagai bangunan hukum juga harus ada

suatu ketentuan yang mengatur tentang bagaimana suatu undang-undang

dasar itu jika dilakukan perubahan.

Atas pandangan ini, ada lagi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia yang menanggapi, bahwa ada kekhawatiran jika undang-undang

dasar itu akan sering mengalami perubahan sebab adanya jalan untuk

merubah ketentuan undang-undang dasar. Akibatnya, undang-undang dasar

yang disusun itu akan kehilangan maknanya sebagai undang-undang dasar

yang melindungi segenap bangsa Indonesia. Namun, kekhawatiran itu

hanyalah masalah teknis-institusi. Untuk menghindari kekhawatiran tersebut,

maka dibuat suatu syarat yang berat dan akan sulit dilaksanakan oleh anggota

Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai badan perwakilan yang berwenang

8

Page 9: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

atas itu, sehingga tidak sering dilakukan perubahan undang-undang dasar.

Syarat yang berat dan sulit dalam perubahan undang-undang dasar diatur

dalam pasal 37 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum perubahan. 2

(dua) ayat dalam pasal 37 yang disepakati sebagai syarat perubahan Undang-

Undang Dasar Tahun 1945.

Syarat tata cara perubahan undang-undang dasar itu sudah cukup berat.

Dilihat dari ketentuan padal 37 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum

perubahan, bahwa untuk pengusulan perubahan undang-undang dasar

sekiranya harus 2/3 dari anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang harus

hadir. Dikatakan berat, sebab di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat

nanti ada pengelompokan keanggotaan berdasarkan induk organisasinya yaitu

partai politik atau gabungan induk organisasi atau politik. Dan pada waktu

itu, ada juga pengelompokan keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat

berdasarkan pengangkatan oleh presiden yang berasal dari utusan daerah dan

utusan golongan. Dalam induk organisasi tersebut ada fraksi-fraksi, dan

kehadiran dari anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat itu tergantung dari

fraksi-fraksinya, dikendalikan oleh pemimpin fraksi masing-masing. Sebab

jika tidak taat pada instruksi fraksinya, maka anggota itu mungkin akan

mendapat sanksi. Hal ini menunjukkan bahwa peranan dari fraksi-fraksi

menjadi sangat kuat.

Presiden Soeharto dalam pidatonya di hadapan anggota ABRI pada hari

ulang tahun ABRI di Palembang tahun 1980-an, dikatakan jika ada kehendak

mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

beliau menghimbau agar menculik anggota-anggota yang ikut dalam

keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat agar tidak terjadi persetujuan

suara dalam perubahan undang-undang dasar itu. Jadi, jika ada kehendak

untuk mengubah Undang-Undang Dasar, harus dihalalkan segala cara untuk

menggagalkan.

Tujuan pidato presiden itu dikarenakan presiden mempunyai komitmen

yang kuat untuk mempertahankan undang-undang dasar, tidak ingin ada

perubahan apapun. Alasan komitmen yang kuat dari Presiden Soeharto untuk

9

Page 10: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

mempertahankan undang-undang dasar yakni karena Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini sejak penetapannya telah

mengalami ujian dan cobaan, bahkan mengalami tidak berlakuan, di mana

pada tahun 1949 sempat diganti dengan Konstitusi Republik Indonesia

Serikat Tahun 1949. Jadi, jika Majelis Permusyawaratan Rakyat mau

melakukan perubahan undang-undang dasar sebaiknya menanyakan atau

memberitahukan kepada rakyat Indonesia melalui referendum. Jikalau rakyat

setuju, maka silahkan diubah. Dari wacana yang dibuat tentang referedum,

maka dibuatlah Undang-Undang Referendum, sehingga syarat perubahan

undang-undang dasar malah menajdi semakin berat. Itulah alasan mengapa

muncul tambahan ketentuan bab ke-16 dan pasal ke-37 dari hasil pembahasan

Rancangan Undang-Undang Dasar.

Kemudian, setelah sidang agenda I, Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia melakukan sidang agenda II. Pada sidang ini dibahas mengenai

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebagai akibat berlakunya Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada ketentuan pasal

III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, dikatakan bahwa dalam rangka pelakasanaan undang-undang

dasar tersebut, maka Presiden dan Wakil Presiden dipilih pertama kali oleh

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Artinya, setelah Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditetapkan maka segala

penyelenggaraan pemerintahan negara didasarkan pada ketentuan yang ada di

undang-undang dasar, termasuk menjalankan ketentuan Aturan Peralihan.

Dipilihnya Presiden dan Wakil Presiden diutamakan daripada

pembentukan lembaga negara yang lain sebab :

1) Dengan dipilihnya Presiden dan Wakil Presiden, menandakan

dilengkapinya syarat-syarat berdirinya suatu negara, sesuai Konvensi

Montevideo Tahun 1933. Dan pada saat itu juga negara Indonesia

dilengkapi oleh seorang kepala negara dan perangkap sebagai kepala

pemerintahan di dalam sistem pemerintahan presidensil. Hal ini juga

10

Page 11: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

memberi penegasan, bahwa negara Indonesia itu berbentuk Republik

(kesatuan).

2) Adanya ketentuan dalam pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan, yang menyatakan

bahwa kewenangan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden itu ada

pada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kalau begitu akan dibentuk

Majelis Permusyawaratan Rakyat, tetapi jikalau hendak membentuk

Majelis Permusyawaratan Rakyat, termasuk juga Dewan Perwakilan

Rakyat, itu harus terlebih dahulu ada undang-undang yang mengaturnya.

Melihat pada ketentuan pasal 2 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan, untuk membentuk

Majelis Permusyawaratan Rakyat itu menurut ketentuan aturan dari undang-

undang. Untuk membuat undang-undang mengacu pada pasal 20 Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan, di

mana dikatakan agar rancangan undang-undang itu dapat menjadi undang-

undang, maka harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.

Lalu, melihat pada ketentuan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat pasal

19 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum

perubahan. Ketentuan tersebut mengatur bahwa Dewan Perwakilan Rakyat

ditetapkan dengan undang-undang. Maka, kembali lagi pada ketentuan

pembuatan undang-undang, namun tetap juga terkendala. Terus saja berputar-

putar pada ketentuan yang menyulitkan, tidak bisa dilaksanakan dengan

secepat kilat, padahal saat itu sangat diperlukan pemilihan pemimpin negara,

Presiden dan Wakil Presiden bagi negara Indonesia yang baru terbentuk.

Oleh karena itu, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan

Aturan Peralihan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Ketentuan pasal III dari Aturan Peralihan sebagai pintu darurat

untuk jalan keluar dari kerumitan masa transisi, masa peralihan pada saat itu.

Soekarno dan Hatta adalah Presiden dan Wakil Presiden konstituional karena

dipilih dan diangkat berdasarkan pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

11

Page 12: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Meskipun Presiden dan Wakil Presiden telah dipilih, namun masih

belum cukup melengkapi negara yang baru tersebut. Ternyata dalam

penyelenggaraan pemerintahan negara, diperlukan adanya lembaga-lembaga

yang lain, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Pertimbangan Agung, dan lainnya. Oleh sebab itu, ada keinginan

untuk membentuk lembaga-lembaga negara yang dapat melengkapi

penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia. Tetapi, keinginan ini

terbentur lagi dengan ketentuan bahwa harus ada undang-undangnya terlebih

dahulu, sehingga menjadi sulit dibentuk lembaga-lembaga itu berdasarkan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, untuk membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat termasuk juga

Dewan Perwakilan Rakyat, itu harus terlebih dahulu ada undang-undang yang

mengaturnya. Maka, akan kembali lagi pada rangkaian ketentuan dari

undang-udang dasar yang menyulitkan dan membingungkan. Oleh sebab itu,

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia juga memberikan pintu darurat

dengan membuat ketentuan pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan pasal IV Aturan Peralihan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan,

bahwa sebelum dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Pertimbangan Agung, segala kekuasaan lembaga-

lembaga itu akan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite

Nasional. Jadi, selain menjalankan kekuasaan dan tugasnya sendiri, ada juga

kekuasaan tambahan yakni kekuasaan yang dimiliki oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Pertimbangan

Agung. Akibatnya, kekuasaan presiden menjadi sangat luas sekali, seakan-

akan tidak terbatas. Padahal menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, kekuasaan Presiden itu sendiri sudah sangat luas.

Presiden sebagai kepala negara sekaligus merangkap sebagai kepala

pemerintahan, memiliki kekuasaan yang sangat luas. Sebagai kepala negara,

kekuasaannya dapat dilihat pada ketentuan pasal 10 sampai pasal 15 Undang-

12

Page 13: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dikatakan bahwa

Presiden itu pemegangn kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan

Laut, dan Angkatan Udara. Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat menyatakan perang, damai, dan perjanjian dengan negara lain. Selain

itu, melekat hak darurat baik subjektif maupun objektif padanya, hak untuk

menyatakan keadaan bahaya. Serta, Presiden yang berhak mengangkat duta

dan konsul, menerima duta negara lain.

Jika melihat ketentuan pasal 14 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan, ternyata Presiden

memiliki kekuasaan yudisial, yakni memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan

rehabilitasi. Dan presiden yang memberi gelaran, tanda jasa, serta tanda

kehormatan lainnya. Pada pasal 5 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan, disitu dinyatakan kekuasaan

Presiden dalam legislatif, membuat undang-undang. Ketentuan ini yang

menjadi prioritas pertama di era reformasi ketika mengubah Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebab tidak dibenarkan

adanya kekuasaan legislatif bagi Presiden. Di samping itu, kekuasaannya

sebagai kepala pemerintahan yaitu menjalankan segala kebijakan dan undang-

undang yang telah ditetapkan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan

Rakyat.

Ternyata, Presiden masih mempunyai kewenangan lainya yaitu sebagai

administrator negara, artinya menjalankan tugas dan wewenangnya di bidang

administrasi negara dalam mengelola keuangan negara, memungut pajak, dan

lain sebagainya. Kekuasaan-kekuasaan tersebut sudah sangat luas, tetapi

ditambah lagi dengan kekuasaan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Pertimbangan Agung.

Dalam pelaksanaan seluruh tugas dan wewenangnya itu, kekuasaan

Presiden menjadi sangat luas, absolut, mutlak, sehingga cenderung untuk

otoriter, tidak ada kontrol dari lembaga-lembaga yang lain. Tidak ada

mekanisme check and balances (kekuasaan yang seimbang dan saling

mengawasi) di antara lembaga-lembaga negara. Presiden berjalan sesuai

13

Page 14: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

kehendaknya sendiri. Akhirnya, Komite Nasional yang awalnya dibentuk

untuk melaksanakan tugas-tugas lembaga-lembaga negara lainnya (Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Pertimbangan

Agung) bersama Presiden, hanya menjadi badan pembantu saja sehingga

tidak berguna.

Ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sangat tidak beraturan, sehingga perlu diubah beberapa

pasalnya. Apalagi, undang-undang dasar itu dibuat dengan sifat sementara,

sebab dibuat dalam keadaan yang tergesa-gesa agar secepatnya dapat

melengkapi berdirinya negara Indonesia pada waktu itu. Oleh karena itu, ada

ketentuan dalam 2 (dua) ayat Aturan Tambahan mengenai pemberlakuan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Diakatakan 6

(enam) bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, maka

majelis ini bersidang untuk menetapkan undang-undang dasar. Ini berarti,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sendiri

mengakui bahwa sifatnya hanya sementara, jadi bisa dilakukan perubahan

terhadapnya.

1.1.1 Dasar Pemikiran dan Latar Belakang Perubahan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan

tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang

sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat

pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi

ketatanegaraan.

2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang

kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah

executive heavy, yakni kekuasaan dominan berada di tangan

14

Page 15: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim

disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi

dan rehabilitasi), dan kekuasaan legislatif karena memiliki

kekuasan membentuk undang-undang.

3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan

“fleksibel” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran

(multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum perubahan).

4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan

Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang.

Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden

dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam

undang-undang.

5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara

belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan

dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum,

pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan

otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya

praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan

Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:

a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan

kekuasaan terpusat pada presiden.

b. Infrastruktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan

organisasi masyarakat.

c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi

persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan

pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.

d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak

tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan

oligopoli.

15

Page 16: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

1.2 DEMOKRASI

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu

negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan

warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga

kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk

diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen)

dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan

independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga

negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip

checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga

pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan

melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang

berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga

perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan

menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif

dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak

sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang

memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum

dan peraturan.

Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil

penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui

pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh

seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara

sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga

negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).

Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya

kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung,

tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-

anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai

16

Page 17: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung

presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun

perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering

dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian

masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem

pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa

pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek

daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun

negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga

yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak

memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).

1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Demokrasi

1. Dimulai pada zaman Yunani Kuno abad 6 s.d. 3 SM, yang

dilaksanakan secara langsung di City State (Negara Kota) dan

sekitarnya, bersifat sederhana dan terbatas.

Ciri-cirinya :

1. Demokrasi dilaksanakan secara langsung

2. Wilayah kota dan sekitarnya

3. Jumlah penduduk terbatas yang mayoritas budak-budak dan para

pedagang terbatas golongan warga Negara yaitu hanya laki-laki,

sedangkan kaum pendatang , budak-budak dan kaum wanita tidak

diperkenankan untuk ikut berdemokrasi, bebas menyampaikan

pendapat.

2. Demokrasi pada abad Pertengahan (1600-1400) demokrasi

Yunani mulai hilang pada waktu datangnya Bangsa Romawi

dengan struktur sosial bersifat feodal, dan munculnya agama

Kristen atau Spiritual yang dikuasai oleh Paus dan Pejabat-

pejabat agama.

Ciri-cirinya :

17

Page 18: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

1. Ideologi yang dikembangkan adalah kekuasaan yang ada di dunia

ini berasal dari Tuhan. Raja atau Paus sebagai wakil Tuhan di

dunia ini.

2. Peranan Gereja sebagai lembaga membawahi Negara, sehingga

muncul paham “Teori Kedaulatan Tuhan” yang pelaksanaannya

dilaksanakan oleh Paus.

3. Rakyat tidak mempunyai hak untuk menentukan aktivitas

kenegaraan.

4. Muncul perebutan kekuasaan antara para bangsawan yang

mempengaruhi Paus.

5. Muncul konsep demokrasi melalui Piagam Magna Charta tahun

1215 di Inggris oleh Raja John, yang merupakan kontrak

perjanjian antara para bangsawan dengan Raja mengenai adanya

pengakuan terhadap hak-hak dan privilege para bangsawan yang

pada akhirnya berlaku bagi seluruh

rakyat.

3. Zaman Renaisance (1350-1650 dan 1500-1600)

Renaisance adalah suatu ajaran yang berusaha menghidupkan

kembali kesastraan dan kebudayaan Romawi di Yunani, dan

munculnya paham Rasionalitas yaitu paham yang mengutamakan

kepentingan kebebasan manusia untuk menyampaikan pemikiran-

pemikiran yang rasional.

Cir-cirinya :

1. Urusan agama dan urusan Negara harus dipisahkan.

2. Kekuasaan Negara harus dibatasi

3. Muncul gagasan dalam bidang politik

4. Paham Rasionalisme digunakan sehingga muncul Teori Kontrak

Sosial (The Social Contract) yang berlandaskan bahwa dunia ini

dikuasai oleh hukum alam yang mengandung prinsip-prinsip

keadilan universal dan Negara ada karena adanya perjanjian

masyarakat.

18

Page 19: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

4. Demokrasi Konstitusional (Abad XIX dan Negara Hukum)

1. Dengan konstitusi, maka dapat terjamin hak-hak politik rakyat

dan adanya pembatasan kekuasaan pemerintah.

2. Adanya pembagian kekuasaan daripada Negara (konstitusional).

3. Pemerintah merupakan kumpulan aktivitas yang diselenggrakan

oleh rakyat.

4. Pemerintah tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan

5. Negara berdasarkan konstitusi atau UUD yang menentukan :

a. Menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintah.

b. Menjamin hak-hak rakyat dan warga Negara.

6. Ajaran konstitusi menimbulkan terjadinya suatu Negara Hukum/

Recht Staat.

Unsur-unsur Negara Hukum :

1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

2. Adanya pembagian kekuasaan Negara

3. Pemerintahan berdasarkan hukum ( Rule of Law)

4. Adanya peradilan yang bebas dan merdeka

5. Supermasi Hukum

6. Kedudukan yang sama dalam bidang hukum.

7. Terjaminnya hak-hak rakyat.

Konstitusional Demokrasi Modern (Abad XX) dan Rule of Law

1. Muncul konsep Welfare State atau Negara

Kesejahteraan. Fungsi Negara adalah memberikan pelayanan

kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

umum warganya.

2. Penyelenggaraan pemerintahan yang demokrasi didasarkan pada

peraturan hukum / Rule of Law.

3. ICJ (International Commision of Yurist) telah membuat rumusan

tentang demokrasi. Demokrasi suatu bentuk pemerintahan dimana

keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh wakil-wakil

rakyat yang dipilih dan mereka harus bertanggung jawab.

19

Page 20: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Menurut Henry B. Mayer

Demokrasi didasarkan beberapa nilai, yaitu :

a. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan melembaga.

b. Menjamin terselenggaranya perubahan dengan damai dalam

masyarakat.

c. Penggantian pimpinan dengan teratur dan damai.

d. Pembatasan penggunaan kekerasan.

e. Mengakui adanya keagamaan atau keanekaragaman dalam

masyarakat (pendapat, kepentingan, budaya dan tingkah laku, dan

sebagainya).

f. Menjamin tegaknya hukum

Untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi maka perlu :

1. Pemerintahan yang bertanggung jawab

2. Adanya Dewan Perwakilan Rakyat

3. Adanya suatu organisasi politik yang terdiri atas partai-partai

politik.

4. Adanya Pers dan Media yang bebas untuk menyatakan pendapat.

5. Sistem Peradilan yang bebas.

Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya

diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut

dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan

dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah

berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi

sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi"

di banyak negara.

Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti

rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat

diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal

sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep

demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu

20

Page 21: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

politik. Hal ini disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut

sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya dengan

pembagian kekuasaan dalam suatu negara, umumnya berdasarkan

konsep dan prinsip trias politica dengan kekuasaan negara yang

diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan

kemakmuran rakyat.

Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk

diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan

pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk

membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan

absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-

hak asasi manusia. Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga

negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif

menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-

anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa

kebaikan untuk rakyat.

Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel

(accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan

akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu

secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan

lembaga negara tersebut.

1.2.2 Bentuk-bentuk Demokrasi

1. Demokrasi bersifat langsung (Direct Democracy)

Demokrasi langsung juga dikenal sebagai demokrasi bersih.

Berdasarkan pada partisipasi langsung, tanpa perwakilan dan terus

menerus dari warga dewasa dalam membuat dan melaksankan

keputusan bersama.

Tidak terdapat batas yang tegas antara pemerintah dan yang

diperintah semacam sistem self-government pemerintah dan yang

21

Page 22: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

diperintah adalah orang yang sama. Sistem kelembagaan: pertemuan

warga (mass meeting, town meeting, pertemuan RT/RW, dan lain-

lain), referendum. Disinilah rakyat memiliki kebebasan secara

mutlak memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi mereka dimuat

dengan segera didalam satu pertemuan.

Jenis demokrasi ini dapat dipraktekkan hanya dalam kota kecil

dan komunitas yang secara relatip belum berkembang, dimana secara

fisik memungkinkan untuk seluruh electorate untuk bermusyawarah

dalam satu tempat, walaupun permasalahan pemerintahan tersebut

bersifat kecil.

Demokrasi langsung berkembang di Negara kecil Yunani kuno

dan Roma. Demokrasi ini tidak dapat dilaksanakan didalam

masyarakat yang komplek dan Negara yang besar. Demokrasi murni

yang masih bisa diambil contoh terdapat di wilayah Switzerland.

Mengubah bentuk demokrasi murni ini masih berlaku di

Switzerland dan beberapa Negara yang didalamnya terdapat bentuk

referendum dan inisiatif. Di beberapa Negara sangat memungkinkan

bagi rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk

mengamandemenkan konstitusional dan menetapkan permasalahan

publik politik secara langsung tanpa campur tangan representative.

2. Demokrasi bersifat representatif (Representative Democracy)

Praktik demokrasi ini sebagai jawaban terhadap beberapa

kelemahan demokrasi langsung, di mana dalam Negara yang besar

dan modern demokrasi tersebut tidak bisa berjalan sukses. Oleh

karena itu, untuk menanggulangi masalah ini diperlukan sistem

demokrasi secara representatif. Para representatif inilah yang akan

menjalankan atau menyampaikan semua aspirasi rakyat di dalam

pertemuan. Dimana mereka dipilih oleh rakyat dan berkemungkinan

berpihak kepada rakyat.

22

Page 23: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Jadi, ada partisipasi warga yang terbatas, hanya dalam waktu

yang singkat dan hanya dilakukan beberapa kali dalam kurun waktu

tertentu seperti dalam bentuk keikutsertaan dalam pemilihan umum.

Sistem ini berbasis atas ide, dimana rakyat tidak secara langsung

hadir dalam menyampaikan aspirasi mereka, namun mereka

menyampaikan atau menyarankan saran mereka melaui wakil atau

representatif. Bagaimanapun, di dalam bentuk pemerintahan ini

wewenang disangka benar terletak ditangan rakyat, akan tetapi

semuanya dipraktekkan oleh para representatif.

Pemerintah dan yang diperintah terpisah secara tegas.

Demokratis tidaknya demokrasi bentuk ini, tergantung pada

kemampuan para wakil yang dipilih membangun dan

mempertahankan hubungan yang efektif antara pemerintah dan yang

diperintah.

Sistem kelembagaan:

1. para wakil rakyat yang dipilih (parlemen).

2. para pejabat Negara yang dipilih, yakni kepala pemerintahan dan

pembantu-pembantunya, yudikatif, dan lain-lain.

3. Pemilihan umum yang adil, bebas, dan berkala.

4. Media massa yang membuka kesempatan bagi kebebasan

berpendapat dan kebebasan mendapatkan informasi dan

pengetahuan.

5. Sistem asosiasi yang bersifat otonom: partai politik, organisasi

massa, dan lain-lain.

6. Hak pilih bagi semua orang dewasa dan hak untuk menduduki

jabatan-jabatan publik.

3. Demokrasi permusyawaratan (Deliberative Democracy)

Demokrasi ini merupakan bentuk demokrasi yang paling

kontemporer, di mana dipraktikan pada masyarakat yang kompleks

dan berukuran besar. Bentuk demokrasi permusyawaratan

23

Page 24: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

menggabungkan aspek partisipasi langsung dan bentuk demokrasi

perwakilan.

Adanya tekanan pemahaman yang berbeda dalam memahami

makna kedaulatan rakyat. Bagi demokrasi itu kedaulatan ialah

berkaitan dengan keterlibatan masyarakat dalam membicarakan,

mendiskusikan dan mendebatkan isu-isu bersama atau dalam

menentukan apa yang pantas dianggap sebagai isu bersama.

Demokratis tidaknya sebuah kebijakan tergantung pada apakah

kebijakan tersebut sudah melalui proses pembicaraan, diskusi dan

perdebatan yang melibatkan masyarakat luas.

Di samping itu, terdapat pemisahan yang tegas antara

pemerintah dan yang diperintah. Tapi pemisahan yang lebih penting

adalah antara Negara dan masyarakat sipil. Negara merupakan

tempat menggodok dan melaksanakan kebijakan. Masyarakat sipil

merupakan tempat berlangsungnya “permusyawaratan”

Selain itu ada juga pemisahan antara wilayah publik dan wilayah

privat. Wilayah publik adalah wilayah “permusyawaratan”,

sedangkan wilayah privat adalah wilayah tempat seseorang

memikirkan apa isu yang penting dan kenapa isu itu perlu

dibicarakan, didiskusikan dan didebatkan secara publik.

Sistem kelembagaan:

1. Semua sistem kelembagaan demokrasi perwakilan.

2. Debat publik; lewat media massa, lewat pertemuan warga yang

terjadi secara spontan di tempat-tempat publik, dan seterusnya.

3. Dialog.

1.2.3 Demokrasi di Indonesia

Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan penggambaran

bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme

kepemimpinannya, Presiden harus bertanggung jawab kepada Majelis

24

Page 25: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Permusyawaratan Rakyat dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat

adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki,

seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui

mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat

mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk

pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai

kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai

pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi

Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk

melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk ke

dalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta

militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia

terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi

Indonesia-Perjuangan sebagai pemenang Pemilu.

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai

kurun waktu, yaitu:

a. Kurun waktu 1945 – 1949

Pada periode ini sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila

seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 belum sepenuhnya dapat

dilaksanakan karena negara dalam keadaan darurat dalam rangka

mempertahankan kemerdekaan. Misalnya, Komite Nasional

Indonesia Pusat (KNIP) yang semula berfungsi sebagai pembantu

Presiden menjadi berubah fungsi sebagai Majelis Permusyawaratan

Rakyat. Sistem kabinet yang seharusnya Presidensil dalam

pelaksanaannya menjadi Parlementer seperti yang berlaku dalam

Demokrasi Liberal.

b. Kurun Waktu 1949 – 1950

Pada periode ini berlaku Konstitusi Republik Indonesia

Serikat. Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian. Sistem

25

Page 26: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

pemerintahan yang dianut ialah Demokrasi Parlementer (Sistem

Demokrasi Liberal). Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri

dan Presiden hanya sebagai lambang. Karena pada umumnya

rakyat menolak Republik Indonesia Serikat, sehingga tanggal 17

Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara

Kesatuan dengan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.

c. Kurun Waktu 1950 – 1959

Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer

yang sering disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukan Undang-

Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Karena Kabinet selalu silih

berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-

masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau

golongannya.

Setelah negara Republik Indonesia dengan Undang-Undang

Dasar Sementara Tahun 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang

dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat

Indonesia sadar bahwa Undang-Undang Dasar Sementara Tahun

1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak

sesuai dengan jiwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Akhirnya Presiden menganggap,

bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan

dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan

semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur;

sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai

pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta tidak

berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.

d. Kurun Waktu 1959 – 1965

Pada periode ini sering juga disebut dengan Orde Lama.

Undang-undang dasar yang digunakan adalah Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan sistem

26

Page 27: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

demokrasi terpimpin.

Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan

Perwakilan Rakyat, presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat berada

di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pengertian demokrasi

terpimpin pada sila keempat Pancasila adalah dipimpin oleh

hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan

tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak

ditangan ‘Pemimpin Besar Revolusi”.

Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan presiden.

Terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan presiden menimbulkan

penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan oleh Partai Komunis

Indonesia (PKI) pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang

merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia.

e. Kurun Waktu 1966 – 1998

Periode ini dikenal dengan sebutan pemerintahan Orde baru

yang bertekad melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara murni dan

konsekuen. Secara tegas dilaksanakan sistem Demokrasi Pancasila

dan dikembalikan fungsi lembaga tertinggi dan tinggi negara sesuai

dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Dalam pelaksanaannya sebagai akibat dari kekuasaan dan

masa jabatan presiden tidak dibatasi periodenya, maka kekuasaan

menumpuk pada presiden, sehingga terjadilah penyalahgunaan

kekuasaan, dengan tumbuh suburnya budaya korupsi, kolusi dan

nepotisme (KKN). Kebebasan bicara dibatasi, praktek demokrasi

menjadi semu. Lembaga negara berfungsi sebagai alat kekuasaan

pemerintah. Lahirlah gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa

27

Page 28: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

yang menuntut reformasi dalam berbagai bidang. Puncaknya adalah

dengan pernyataan pengunduran diri Soeharto sebagai presiden.

f. Kurun Waktu 1998 - sekarang (Orde Reformasi)

Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada

dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan

peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan

peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan

menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu

pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas

antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan

terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat-Majelis Permusyawaratan

Rakyat hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil

presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.

Pelaksanaan demokrasi saat ini dilihat dari kebebasan

berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat memang lebih

terbuka dibanding dengan kurun waktu sebelumnya (Orde Baru). Akan

tetapi kebebasan tersebut seakan-akan tanpa batas sehingga akhirnya

terjadi situasi perdebatan politik dan hukum yang berkepanjangan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemilihan Umum

Dari berbagai sudut pandang, banyak pengertian mengenai pemilihan

umum. Tetapi intinya adalah pemilihan umum merupakan sarana untuk

28

Page 29: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan

tercipta suatu hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Dan, ini adalah inti kehidupan demokrasi.

Pemilu dapat dipahami juga sebagai berikut:

1. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum

dalam bagian menimbang butir a sampai c disebutkan:

a. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, Negara Republik

Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat;

b. Bahwa pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan

kedaulatan rakyat dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam

penyelenggaraan pemerintahan negara

c. Bahwa pemilihan umum umum bukan hanya bertujuan untuk

memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga

Permusyawaratan/Perwakilan, melainkan juga merupakan suatu

sarana untuk mewujudkan penmyusunan tata kehidupan Negara yang

dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945

dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Demikian juga dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 1

disebutkan bahwa: "pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan

kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik indonesia yang

berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.”

Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana

pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yaitu

suatu lembaga independent yang dibentuk dengan suatu undang-undang.

2.2 Dasar Hukum Pemilihan Umum di Indonesia

29

Page 30: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

1. Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang berbunyi :

1. Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan

adil setiap lima tahun sekali.

2. Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan

Dewan Perwakilan Rayat Daerah.

3. Peserta Pemilu untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota

Dewan Perwakilan Rayat Daerah adalah Partai Politik.

4. Peserta Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah

adalah perseorangan.

5. Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang

bersifat nasional, tetap dan mandiri.

6. Ketentuan lebih tentang Pemilu diatur oleh undang-undang.

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu

Tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum:

1) Merencanakan penyelenggaraan Pemilu

2) Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan Pemilu

3) Mengkoordinasikan, penyelenggaraan, mengandalikan semua tahapan

pelaksanaan Pemilu.

4) Menetapkan peserta Pemilu.

5) Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi dan calon anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi

Kabupaten/Kota.

6) Menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan

pemungutan suara.

7) Menetapkan hasil Pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota.

8) Melakukan evaluasi dan pelaporan hasil Pemilu.

30

Page 31: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

9) Melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.

3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilu

2.3 Sistem Pemilihan Umum

a. Sistem Pemilu guna menentukan seseorang menjadi pejabat Negara

(Presiden dan Wakil Presiden) melalui dua cara :

1) Pemilihan secara langsung artinya para pemilih melakukan pemilihan

orang atau kontestan yang disukai.

2) Pemilihan tidak langsung (bertingkat) yaitu para pemilih melakukan

pemilihan orang-orang untuk menjadi anggota suatu lembaga

kenegaraan yang mempunyai wewenang untuk memilih orang yang

akan menjadi pejabat Negara tersebut, misalnya Pemilihan Presiden

dan Wakil Presiden yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat sebelum peubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

b. Sistem Pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan

Perwakilan Daerah, ada dua macam :

1) Sistem Pemilihan Organis, yaitu untuk mengisi keanggotaan lembaga

perwakilan rakyat melalui pengangkatan dan penunjukkan.

Dasar pemilihan adalah :

a) Rakyat dalam suatu Negara dipandang sebagai sejumlah individu

yang hidup bersama dalam beraneka ragam persekutuan hidup

seperti Geniologis, Teritorial, Fungsional, Industri, lapisan-lapisan

social (buruh, tani, nelayan (LSM)).

b) Persekutuan-persekutuan itu mempunyai kewenangan untuk

menentukan wakil-wakilnya yang duduk sebagai anggota

parlemen.

c) Partai-partai politik tidak diperlukan sebab mekanisme pemilihan

dilakukan langsung oleh masing-masing persekutuan hukum.

31

Page 32: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Jadi lembaga perwakilan rakyat ini merupakan “Lembaga

Perwakilan Persekutuan Hidup”. Sehingga lembaga ini hanya

mengurus kepentingan khusus dari persekutuan-persekutuan hidup.

2) Sistem Pemilihan Mekanis yaitu melalui pemilihan umum.

Menurut Walhoff dasar pemilihannya :

a) Rakyat dalam suatu Negara dipandang sebagai individu-individu

yang sama.

b) Rakyat bertindak sehingga mempunyai hak sendiri (hak pilih aktif)/

hak suara.

c) Peranan partai politik sebagai koordinator pemilih Jadi lembaga

perwakilan rakyat merupakan lembaga politik rakyat. Sistem

Pemilihan Mekanis dapat digolongkan dua macam, yaitu :

1. Sistem Pemilihan Distrik

Wilayah suatu Negara dibagi atas distrik-distrik pemilihan

sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia di parlemen dan setiap

distrik hanya memilih satu orang wakil yang duduk di parlemen

dari beberapa calon. Apabila pembagian distrik dirasakan terlalu

banyak, maka dapat kursi yang ada di parlemen dibagi dua,

sehingga distrik/ setiap distrik dapat memperoleh dua orang

calon di parlemen.

Contoh : jumlah kursi di parlemen 500, maka wilayah Negara

dibagi dalam 500 distrik atau 500/2 = 250 distrik dan setiap

distrik terdapat 2 calon.

Kebaikan dari sistem ini :

Hubungan antara wakil dengan rakyat relative dekat, rakyat

cukup kenal calonnya.

Mendorong menyatukan beberapa partai, memungkinkan

terjadi koalisi.

Pelaksanaannya sederhana.

Jumlah partai akan lebih berkurang.

Kelemahan sistem distrik :

32

Page 33: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Banyak suara yang terbuang.

Misalnya :

Calon A = 50 suara

Calon B = 45 suara

Calon C = 40 suara

Calon D = 30 suara

Yang menang adalah Calon A dan menjadi wakil distrik.

Apabila dibandingkan suara antara A dengan B, C, dan D,

maka presentasi Calon A di distrik tersebut adalah rendah

(low representative).

Menyulitkan bagi partai kecil untuk memperoleh kursi (wakil

di parlemen).

2. Sistem Pemilihan Proposional

Kursi yang tersedia di parlemen, diperebutkan dalam suatu

pemilihan umum, dibagi kepada partai-partai politik dan

golongan-golongan politik yang ikut serta dalam Pemilu sesuai

dengan imbangan suara dalam Pemilu.

Misal 1 : 400.000 pemilih mempunyai1 kursi artinya satu orang

wakil memperoleh dukungan 400.000 pemilih. Negara sebagai

daerah pemilihan dantiap suara dihitung suara yang diperoleh

dari satu daerah ditambahkan dengan suara yang diperoleh dari

daerah yang lain, sehingga besar kemungkinan setiap organisasi

peserta pemilu memperoleh kursi.

Mengingat wilayah Negara begiru luas dan jumlah penduduk

yang besar, maka dibentuk daerah pemilihan (bukan distrik)

yaitu wilayah Negara dibagai dalam daerah-daerah pemilihan.

Kursi yang tersedia di parlemen terlebih dahulu dibagikan ke

daerah-daerah pemilihan, dimana suatu daerah pemilihan kursi

yang diperebutkan suatu daerah harus lebih dari dari satu kursi

dan disebut Multi Member Constituency.

33

Page 34: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Contoh : Misalnya suatu Negara mempunyai 100 kursi yang

diperebutkan.

Langkah-langkah yang harus ditempuh :

1. 100 kursi dibagi ke daerah-daerah pemilihan misalnya 4

daerah pemilihan.

2. Dengan pertimbangan wilayah Negara, jumlah penduduk dan

sebagainya, maka ditentukan :

Daerah Pemilihan A = 30 kursi

Daerah Pemilihan B = 25 kursi

Daerah Pemilihan C = 25 kursi

Daerah Pemilihan D = 20 kursi

3. Kursi di wilayah A berjumlah 30 dibagikan kepada golongan

politik peserta pemilu sesuai dengan imbangan suara

diperoleh dalam pemilu yang bersangkutan.

4. Hasil yang diperoleh tersebut, partai politik dapat

menentukan anggota-anggotanya yang duduk di parlemen

berdasarkan pada daftar calon anggota parlemen atau

berdasarkan nomor urut, sehingga nomor urut yang paling

ataslah yang terpilih. Dalam perhitungan suara, maka akan

diketahui jumlah kursi yang diperoleh masing-masing partai

politik dengan bilangan pembagi pemilih (BPP), sedangkan

sisa suara yang ada tidak dapat dipindahkan ke daerah

pemilihan yang lain.

Kebaikan Sistem Proposional :

Jumlah suara yang terbuang sangat kecil

Merangkup partai-partai kecil dan golongan-golongan

minoritas untuk duduk dalam parlemen.

Kelemahan Sistem ini :

Mudahnya timbul partai-partai baru/ munculnya bermacam-

macam golongan dan mempertajam perbedaan-perbedaan

34

Page 35: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

yang ada, muncul banyak aliran-aliran yang syarat dengan

konflik dan idiologis.

Wakil-wakil terpilih lebih dekat dengan induk organisasinya

yaitu partai politik, dan kurang memiliki loyalitas kepada

rakyat yang memilihnya, dengan anggapan bahwa partai

politiklah yang menentukan mereka sebagai anggota

parlemen dari pada kemapuan mereka/wakil, rakyat hanya

memilih partai daripada memilih wakilnya.

Sulit membentuk pemerintahan yang stabil sebab penentuan

pemerintahan didasarkan padaa koalisi dari dua atau lebih

partai politik.

3. Sistem Proposional dengan Daftar Calon Terbuka.

Sistem ini sama dengan sistem Proposional, hanya dalam

menentukan wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen telah

disusun dalam daftar abjad (bukan nomor urut). Dalam

pelaksanaan pemungutan suara, rakyat memilih disamping partai

politik (mencoblos), mereka juga memilih nama-nama orang

calon yang diajukan oleh partai politik yang bersangkutan.

Sistem ini muncul atas respon pada keprihatinan terhadap

kualitas wakil-wakil rakyat yang lebih condong mementingkan

kepentingan partai, daripada memperjuangkan aspirasi rakyat.

2.4 Asas-asas Pemilihan Umum

Pelaksanaan Pemilihan Umum dimanapun selalu bernuansa :

manipulatif, tidak jujur, sewenang-wenang, politik uang, prokasi dan

sebagainya. Asas-asas Pemilu dapat dilihat dalam :

Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Pasal 21 ayat 3,

mengatakan:

“Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah, kemauan ini

harus dinyatakan dalam pemiliha-pemilihan berkala yang jujur dan yang

35

Page 36: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan berkesamaan serta

dengan pemungutan suara rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang juga

menjamin kebebasan mengeluarkan suara.”

Jadi menurut deklarasi PBB di atas, Asas-asas Pemilu adalah :

1. Berkala, jujur, umum, berkesamaan dan rahasia.

2. Menurut pasal 22E Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang sudah

diubah tahun 2004, mengamanatkan bahwa penyelenggaraan Pemilu

dilaksanakan secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-

luasnya atas dasar prinsip demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia,

jujur, adil dan beradab.

Dari ketentuan-ketentuan dia atas maka asas-asas Pemilu adalah :

1. Langsung, artinya seorang pemilih memberikan suaranya tanpa perantara,

harus langsung kecuali melalui Jasa Kantor Pos, maka petugas pos

meneruskan pilihannya dalam amplop tertutup.

2. Umum, artinya setiap warga Negara tanpa pandang bulu, kaya, miskin,

suku, ras, dan agama, jenis, tingkat pendidikan dan dimanapun tempat

tinggal, pekerjaan, status serta idiologisnya asal memenuhi syarat

mempunyai hak pilih dan dipilih, syarat umur 17 tahun, tidak sakit

ingatan/gila, hak pilih tidak dicabut dan tidak dihukum lebih dari 5 tahun.

3. Bebas artinya bebas menyatakan pendapat aspirasinya dan pilihannya,

bebas untuk menghadiri atau tidak menghadiri suatu kampanye serta

bebas dari intimidasi tidak ada paksaan, bebas dari tindakan sewenang-

wenang dari manapun juga.

4. Rahasia artinya memberikan pilihannya tanpa diketahui oleh siapapun,

kecuali atas persetujuan pemilih dimana ia harus mendapat tuntunan

karena umurnya sudah lanjut atau karena menyandang cacat tertentu.

5. Jujur, artinya pelaksanaan pemilu dilakukan sesua dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, sesuai dengan etika dan moralitas,

tidak ada paksaan manipulasi, penipuan, pembelian suara dan korupsi.

36

Page 37: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

6. Adil, artinya setiap warga Negara mempunyai hak yang sama, setiap

partai politik atau kandidat dan setiap daerah diperlakaukan sama, juga

dalam proses yang sama setiap kasus yang timbul dan sebagainya.

7. Akuntabel : Transparansi.

Pemilu harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan

wewenang kepada publik baik secara politik maupun hukum

8. Edukatif

Pelaksanaan pemilu itu tidak saja demokratis tetapi juga pemilu harus

dapat bersifat mendidik secara politik, artinya setiap Warga Negara yang

berhak memilih tidak saja dapat diperlakukan secara manusiawi pada

setiap tahapan pelaksanaan pemilu tetapi juga harus diberi informasi

perihal seluruh tahapan pelaksanaan pemilu, sehingga dapat mengambil

keputusan sendiri.

KPU hendaknya juga melaksanakan fungsi mendidik pemilih. Kampanye

yang dilakukan partai politik dan atau calon harus dapat menjadi arena

pembelajaran dan pencerdasan baik bagi pemilih, baik partai politik dan

para calon.

9. Praktis (efisien dan lancar )

Pelaksanaan pemilu dilakukan secara praktis, waktu, biaya, tenaga

maupun organisasi dan tata kerja untuk semua tahapan pelaksanaan

pemilu. Pelaksanaan pemilu sesuai dengan jadwal, waktu, alokasi

anggaran, distribusi logistik pemilu, berlangsung tanpa hambatan.

Komunikasi, transportasi, spesialisasi efisinsi, koordinasi, monitoring dan

control menjadi faktor yang menentukan kelancaran pekerjaan besar

penyelenggaraan pemilu.

Pada jaman Orde Baru asas pemilu yang digunakan adalah LUBER

(langsung, umum, bebas dan rahasia), asas-asas ini hanya digunakan pada

saat pemungutan suara di TPS sedangkan proses tahapan lainnya patut

dipertanyakan.

2.5 Pemilihan Umum di Indonesia

37

Page 38: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu mekanisme demokratis

untuk melakukan pergantian pemimpin. Sudah sembilan kali bangsa

Indonesia menyelenggarakan pesta rakyat itu.

Pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota

lembaga perwakilan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

kabupaten/kota. Setelah perubahan tahap keempat Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang

semula dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, disepakati untuk

dilakukan langsung oleh rakyat, sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam

rezim pemilu.

Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu

2004. Pada tahun 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007,

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan

sebagai bagian dari rezim pemilu.

Di tengah masyarakat, istilah pemilu lebih sering merujuk kepada

pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan

setiap 5 tahun sekali.

Asas-asas Pemilihan Umum di Indonesia

Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Luber" yang merupakan

singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asas "Luber" sudah

ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan

memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum

berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah

memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan

memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian

Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya

diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang

merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti

bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk

38

Page 39: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih

sesuai dengan kehendaknya, dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang

sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah

perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada

pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu.

Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta

pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

Sejarah Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia

Sampai tahun 2004, Indonesia telah menyelenggarakan delapan kali

pemilihan umum. Pemilu untuk pertama kalinya diselenggarakan tahun 1955.

Setelah itu ada masa vakum yang cukup lama (kurang lebih enam belas

tahun) sampai diselenggarakan pemilu kedua pada tahun 1971. Pemilu kedua

ini digelar dalam konteks politik yang berbeda, karena ada proses transfer

kekuasaan dari rezim Soekarno ke rezim Orde Baru pada tahun 1966. Rezim

Orde Baru cukup konsisten menjalankan pemilu secara regular-lima tahunan-

mulai dari dari 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan terakhir 1997.

Setelah era kekuasaan Orde Baru berakhir tahun 1998, maka

penyelenggaraan pemilu dipercepat dari jadwal yang seharusnya, tahun 2002.

Namun, perubahan konstelasi politik, memaksa Presiden Habibie untuk

menyelenggarakan Pemilu pada tahun 1999.  Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 

pergelaran pemilu untuk ke sembilan kalinya pada tahun 2004. Pemilu tahun

2004 mempunyai nuansa yang berbeda, agak berbeda dengan pemilu-pemilu

sebelumnya, karena disamping memilih anggota legislatif, pemilu 2004 juga

memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah. Berikut sejarah perjalanan

pemilu-pemilu di Indonesia, mulai dari Pemilu 1995-2004. 

Pemilu 1955

Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia.

Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Pemilu tahun 1955 ini

dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah

dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)

39

Page 40: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota

angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah

rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung

aman.

Walaupun masih berusia muda, namun kehidupan politik kepartaian

sangat dinamis. Hal ini didorong oleh keluarnya Maklumat X, atau Maklumat

Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi

anjuran tentang pembentukan partai-partai politik. Selain mengajurkan

pendirian partai politik, Maklumat tersebut menyebutkan akan

diselenggarakannya pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat dan Makelis Permusyawaratan Rakyat pada bulan Januari 1946.

Namun, rencana untuk mengadakan pemilu tahun 1946 tidak bisa

dilaksanakan karena kondisi politik yang tidak memungkinkan.

Setelah gagal menggelar pemilu tahun 1946, pemerintah tetap

merumuskan undang-undang pemilu. Hal ini terlihat jelas dari

dirumuskannya Undang-Undang Nomor 27 tahun 1948 tentang Pemilu, yang

kemudian diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 tentang Pemilu. Kemudian

pada paroh periode kedua tahun 1950, ketika Mohammad Natsir dari

Masyumi menjadi Perdana Menteri, pemerintah memutuskan untuk

menjadikan pemilu sebagai program kabinetnya. Sejak itu, pembahasan

Undang-Undang Pemilu mulai dilakukan lagi, yang dilakukan oleh Panitia

Sahardjo dari Kantor Panitia Pemilihan Pusat sebelum kemudian dilanjutkan

ke parlemen. Setelah Kabinet Natsir jatuh 6 bulan kemudian, pembahasan

Rancangan Undang-Undang Pemilu dilanjutkan oleh pemerintahan Sukiman

Wirjosandjojo, juga dari Masyumi. Pemerintah ketika itu berupaya

menyelenggarakan pemilu karena pasal 57 Undang-Undang Dasar Sementara

Tahun 1950 menyatakan, bahwa anggota Dewan Perwkilan Rakyat dipili oleh

rakyat melalui pemilihan umum. Tetapi, pemerintah Sukiman juga tidak

berhasil menuntaskan pembahasan undang-undang pemilu tersebut.

Selanjutnya udnang-undang ini baru selesai dibahas oleh parlemen pada masa

pemerintahan Wilopo dari PNI, pada tahun 1953. Dalam masa pemerintahan

40

Page 41: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

kabinet Wilopo lahirlah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang

Pemilu.

Undang-undang ini menjadi payung hukum Pemilu 1955. Dengan

demikian, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang

diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1949 dinyatakan tidak

berlaku lagi. Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953,

pemilu 1955 dilakukan dua kali. Pemilu pertama, pada 29 September 1955

untuk memlih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Pemilu kedua, 15

Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Jumlah

kursi Dewan Perwakilan Rakyat yang diperebutkan berjumlah 260,

sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi Dewan

Perwakilan Rakyat) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat

pemerintah. Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri

Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada

saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana

Menteri Burhanuddin Harahap.

Patut dibanggakan, bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil

diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis.

Pemilu tahun 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk

dari negara-negara asing. Pemilu tahun 1955 diikuti oleh lebih 30-an partai

politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan. Di

samping itu, tingginya kesadaran berkompetisi secara sehat di antara calon.

Misalnya, meski yang menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat

adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak

menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk

menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Oleh karena itu, sosok

pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan

memenangkan pemilu dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan

untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan

memilih anggota Dewan Konstituante, maka hasilnya perlu dipaparkan

semuanya.

41

Page 42: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 disebutkan bahwa

pemilu tahun 1955 menggunakan sistem proporsional. Sistem proporsional

yang diambil masih murni karena penentuan kursi di tiap daerah benar-benar

didasarkan pada proporsi  jumlah penduduk. Perkecualian ada anggota

Dewan Perwakilan Rakyat yang diangkat, tidak dipilih, yaitu: 3 orang wakil

Irian Jaya, 6 orang golongan Tionghoa, 3 wakil golongan Arab, dan 3 wakil

golongan Eropa. Struktur pemeilihannnya menggunakan sistem daftar

tertutup atau closed list system. Berarti pemilih hanya memilih partai politik

perseta pemilu bukan memilih calon.

Periode Demokrasi Terpimpin

Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa

dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak

berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun berikutnya, meskipun pada tahun

1958, Pejabat Presiden Soekarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia

II. Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya

Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan

Konstituante dan pernyataan kembali ke Undang-Undang Dasar Tahun 1945

yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai.

Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali

otoriterianisme kekuasaan di Indonesia, yakni sebagai kekuasaan negara

bukan lagi mengacu kepada democracy by law, tetapi democracy by decree.

Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika

pada 4 Juni tahun 1960 ia membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil

Pemilu tahun 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak

Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara yang diajukan

pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli

1959 membentuk Dewan Perwakilan Rakyat -Gotong Royong (DPR-GR) dan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang semua

anggotanya diangkat oleh presiden.

Pengangkatan keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan

Dewan Perwakilan Rakyat, dalam arti tanpa pemilihan, memang tidak

42

Page 43: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Karena Undang-

Undang Dasar Tahun 1945 tidak memuat klausul tentang tata cara memilih

anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Tetapi, konsekuensi pengangkatan itu adalah terkooptasinya kedua lembaga

itu di bawah presiden. Padahal menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945,

Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi,

sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat sejajar dengan presiden.

Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara melalui Sidang Istimewa bulan Maret

1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik,

ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim

yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak

pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu.

Malah pada tahun 1963 Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara

yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang

mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk

kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat

pemilihan berkala.

Pemilihan Umum Orde Baru

Sistem pemilihan yang diterapkan pada pemilu-pemilu di masa Orde

Baru adalah sistem proporsional tapi tidak murni. Sebab penentuan jumlah

kursi masing-masing daerah pemilihan tidak semata-mata ditentukan oleh

jumlah penduduk tapi juga didasarkan pada wilayah administrasi. Dengan

kata lain pemilu-pemilu di masa Orde Baru menggunakan sistem

proporsional yang dikombinasikan dengan sedikit sistem distrik. Hal ini

dlakukan untuk mengurangi kesenjangan Jawa dan luar Jawa akibat

perbedaan jumlah penduduk.

Pemilu 1971

Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat Sementara menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno

43

Page 44: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

dalam Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara 1967, ia

juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi

kekuasaan transisi. Malah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa

diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada Sidang

Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1967, oleh Jenderal

Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan

diselenggarakan dalam tahun 1971.

Sebagai pejabat presiden, Soeharto tetap menggunakan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Dewan Perwakilan RakyatGotong

Royong bentukan Soekarno, hanya saja ia melakukan pembersihan lembaga

tertinggi dan tinggi negara tersebut dari sejumlah anggota yang dianggap

berbau Orde Lama. Pada praktiknya, pemilu kedua baru bisa diselenggarakan

5 Juli 1971, yang berarti setelah empat tahun Soeharto berada di kursi

kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa undang-

undang) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.

Undang-undang yang diadakan adalah Undang-Undang tentang pemilu

dan susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Menjelang

Pemilu 1971, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong

menyelesaikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan

Undang-Undang Nomor 16 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah. Penyelesaian undang-undang itu sendiri memakan waktu

hampir tiga tahun.

Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah

bahwa para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral.

Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang

berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada

prakteknya pada Pemilu tahun 1971, para pejabat pemerintah berpihak

kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Jadi, sesungguhnya

44

Page 45: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

pemerintah pun merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan

Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan

aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.

Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang

digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu

1971, yang menggunakan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 sebagai

dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata

mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai

yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi,

kelemahan sistem yang demikian, lebih banyak menyebabkan suara partai

terbuang percuma.

Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga

tahap, ini dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord. Tetapi di

daerah pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus

acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap. Tahap

pembagian kursi pada Pemilu tahun 1971 adalah sebagai berikut :

Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemilihan.

Kedua, apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah

sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan

kiesquotient.

Ketiga, apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi

diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk

gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari

perolehan kursi pembagian tahap kedua. Apabila tidak ada partai yang

melakukan stembus accoord, maka setelah pembagian pertama, sisa kursi

dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar.

Namun demikian, cara pembagian kursi dalam Pemilu tahun 1971

menyebabkan tidak selarasnya hasil perolehan suara secara nasional dengan

perolehan keseluruhan kursi oleh suatu partai. Contoh paling nyata adalah

beda perolehan kursi antara PNI dan Parmusi. PNI yang secara nasional

45

Page 46: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

suaranya lebih besar dari Parmusi, akhirnya memperoleh kursi lebih sedikit

dibandingkan Parmusi.

Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997

Setelah tahun 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur

mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu

tahun 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5

tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan. Satu hal

yang nyata perbedaannya dengan pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa

sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua partai politik dan satu

Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan

Dewan Perwakilan Rakyat berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan

membuat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan

Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan

Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan satu Golongan Karya (Golkar). Jadi

dalam 5 (lima) kali Pemilu, yaitu Pemilu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan

1997 pesertanya hanya tiga tadi.

Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP

dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah

menjadi pemenang sejak Pemilu tahun 1971. Keadaan ini secara langsung dan

tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah

kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer.

Berikut ini dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.

Hasil Pemilu 1977

Pemungutan suara Pemilu tahun 1977 dilakukan pada tanggal 2 Mei

1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu tahun

1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari

70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93

persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11

persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau

kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu thaun 1971. Pada Pemilu tahun

1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI

46

Page 47: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Aceh, mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih

18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi

dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu tahun 1971.

Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring

dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan

suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan

kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak

begitu besar. PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta,

Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah,

Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan

kursi hanya 5.

PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi

partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi

atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan

Partai Katolik.

Hasil Pemilu 1982

Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada

tanggal 4 Mei 1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara

nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh.

Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari

PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu

berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih

48.334.724 suara atau 242 kursi.

Hasil Pemilu 1987

Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan pada tanggal 23

April 1987 secara serentak di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih,

suara yang sah mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian

kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya.

47

Page 48: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP,

yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya

mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak

boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari

Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh-tokoh

unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga

menjadi 299 kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat

dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP

PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam,

berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada

Pemilu tahun 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu tahun 1987 ini.

Hasil Pemilu 1997

Sampai Pemilu tahun 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan

tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu tahun

1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pemungutan suara diselenggarakan

tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu

tahun 1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut

suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen, atau

naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi,

atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya.

PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen.

Begitu pula untuk perolehan kursi. Pada Pemilu tahun 1997 ini PPP meraih

89 kursi atau meningkat 27 kursi dibandingkan Pemilu 1992. Dukungan

terhadap partai itu di Jawa sangat besar. Sedangkan PDI, yang mengalami

konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dengan Megawati

Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya merosot

11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45

kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992.

Pemilu 1999

48

Page 49: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal

21 Mei 1998, jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin

Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera

dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu tahun 1997 segera diganti.

Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13

bulan masa kekuasaan Habibie.

Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk

memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia

internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang

merupakan produk Pemilu tahun 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal

ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum Majelis

Permusyawaratan Rakyat untuk memilih presiden dan wakil presiden yang

baru.

Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya

bakal digantinya keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis

Permusyawaratan Rakyat sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden

Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung

sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah

terjadi sebelumnya.

Sebelum menyelenggarakan pemilu yang dipercepat itu, pemerintah

mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Partai Politik, Rancangan

Undang-Undang tentang Pemilu, dan Rancangan Undang-Undang tentang

Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Ketiga draft undang-undang ini disiapkan sebuah tim Departemen

Dalam Negeri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh Prof Dr M Ryaas

Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta). Setelah rancangan undang-undang

disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan disahkan menjadi undang-

undang, Presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-

anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah.

49

Page 50: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu tahun 1999

dengan pemilu-pemilu sebelumnya sejak tahun 1971 adalah Pemilu tahun

1999 ini diikuti banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya

kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48

partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang

ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.

Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan Perdana

Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan reformasi inilah yang mampu

menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih kekuasaan.

Burhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu hanya sebulan

setelah menjadi perdana menteri menggantikan Ali Sastroamidjojo, meski

persiapan-persiapannya sudah dijalankan juga oleh pemerintahan

sebelumnya.

Habibie menyelenggarakan pemilu setelah 13 bulan sejak dia naik ke

kekuasaan, meski persoalan yang dihadapi Indonesia bukan hanya krisis

politik, tetapi yang lebih parah adalah krisis ekonomi, sosial, dan penegakan

hukum serta tekanan internasional.

Hasil Pemilu 1999

Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999, Sistem Pemilihan

Umum tahun 1999 menggunakan sistem proporsional dengan sistem stesel

daftar. Meskipun masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan

pemungutan suara pada Pemilu tahun 1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal,

yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan

dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu tahun 1999 bisa

terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti. Hanya di

beberapa daerah tingkat II di Sumatra Utara yang pelaksanaan pemungutan

suaranya terpaksa diundur suara satu pekan. Itu pun karena adanya

keterlambatan atas datangnya perlengkapan pemungutan suara.

Tetapi tidak seperti pada pemungutan suara yang berjalan lancar, tahap

penghitungan suara dan pembagian kursi pada pemilu kali ini sempat

menghadapi hambatan. Pada tahap penghitungan suara, 27 partai politik

50

Page 51: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

menolak menandatangani berita acara perhitungan suara dengan dalih pemilu

belum jurdil (jujur dan adil). Sikap penolakan tersebut ditunjukkan dalam

sebuah rapat pleno KPU.

Karena ada penolakan, dokumen rapat Komisi Pemilihan Umum

kemudian diserahkan pimpinan Komisi Pemilihan Umum kepada presiden.

Oleh presiden, hasil rapat dari KPU tersebut kemudian diserahkan kepada

Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Panwaslu diberi tugas untuk meneliti

keberatan-keberatan yang diajukan wakil-wakil partai di Komisi Pemilihan

Umum yang berkeberatan tadi. Hasilnya, Panwaslu memberikan rekomendasi

bahwa pemilu sudah sah. Lagipula mayoritas partai tidak menyertakan data

tertulis menyangkut keberatan-keberatannya. Presiden kemudian juga

menyatakan bahwa hasil pemilu sah. Hasil final pemilu baru diketahui

masyararakat pada tanggsl 26 Juli 1999.

Setelah disahkan oleh presiden, PPI (Panitia Pemilihan Indonesia)

langsung melakukan pembagian kursi. Pada tahap ini juga muncul masalah.

Rapat pembagian kursi di PPI berjalan alot. Hasil pembagian kursi yang

ditetapkan Kelompok Kerja PPI, khususnya pembagian kursi sisa, ditolak

oleh kelompok partai Islam yang melakukan stembus accoord.

Hasil Kelompok Kerja PPI menunjukkan, partai Islam yang melakukan

stembus accoord hanya mendapatkan 40 kursi. Sementara Kelompok stembus

accoord 8 partai Islam menyatakan bahwa mereka berhak atas 53 dari 120

kursi sisa. Perbedaan pendapat di PPI tersebut akhirnya diserahkan kepada

Komisi Pemilihan Umum. Di Komisi Pemilihan Umum perbedaan pendapat

itu akhirnya diselesaikan melalui voting dengan dua opsi. Opsi pertama,

pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus accoord,

sedangkan opsi kedua pembagian tanpa stembus accoord. Hanya 12 suara

yang mendukung opsi pertama, sedangkan yang mendukung opsi kedua 43

suara. Lebih dari 8 partai walk out. Ini berarti bahwa pembagian kursi

dilakukan tanpa memperhitungkan lagi stembus accoord.

Berbekal keputusan KPU tersebut, PPI akhirnya dapat melakukan

pembagian kursi hasil pemilu pada 1 September tahun 1999. Hasil pembagian

51

Page 52: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

kursi itu menunjukkan, lima partai besar memborong 417 kursi Dewan

Perwakilan Rakyat atau 90,26 persen dari 462 kursi yang diperebutkan.

Sebagai pemenangnya adalah PDI-P yang meraih 35.689.073 suara atau

33,74 persen dengan perolehan 153 kursi. Golkar memperoleh 23.741.758

suara atau 22,44 persen sehingga mendapatkan 120 kursi atau kehilangan 205

kursi dibanding Pemilu 1997. PKB dengan 13.336.982 suara atau 12,61

persen, mendapatkan 51 kursi. PPP dengan 11.329.905 suara atau 10,71

persen, mendapatkan 58 kursi atau kehilangan 31 kursi dibanding Pemilu

1997. PAN meraih 7.528.956 suara atau 7,12 persen, mendapatkan 34 kursi.

Di luar lima besar, partai lama yang masih ikut, yakni PDI merosot tajam dan

hanya meraih 2 kursi dari pembagian kursi sisa, atau kehilangan 9 kursi

dibanding Pemilu tahun 1997.

Pemilu 2004

Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang

memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara

pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini,

rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya

presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat

yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu

ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah

(seperti Pemilu tahun1999), pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan

calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden

dan calon wakil presiden secara terpisah.

Pentahapan Pemilu tahun 2004 Pemilu ini dibagi menjadi maksimal tiga

tahap (minimal dua tahap):

Tahap pertama (atau pemilu legislatif") adalah pemilu untuk memilih

partai politik (untuk persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk

dicalonkan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

52

Page 53: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah. Tahap pertama

ini dilaksanakan pada 5 April 2004.

Tahap kedua (atau pemilu presiden putaran pertama) adalah untuk memilih

pasangan calon presiden dan wakil presiden secara langsung. Tahap kedua

ini dilaksanakan pada 5 Juli 2004.

Tahap ketiga (atau pemilu presiden putaran kedua) adalah babak terakhir

yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua belum ada pasangan

calon yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen (Bila keadaannya

demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan

diikutsertakan pada Pemilu presiden putaran kedua. Akan tetapi, bila pada

Pemilu presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang

mendapatkan suara lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan

langsung diangkat menjadi presiden dan wakil presiden). Tahap ketiga ini

dilaksanakan pada 20 September 2004.

Pemilu Legislatif 2004

Pemilu legislatif adalah tahap pertama dari rangkaian tahapan

Pemilu 2004. Pemilu legislatif ini diikuti 24 partai politik, dan telah

dilaksanakan pada 5 April 2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih partai

politik (sebagai persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk

dicalonkan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah. Partai-partai

politik yang memperoleh suara lebih besar atau sama dengan tiga persen

dapat mencalonkan pasangan calonnya untuk maju ke tahap berikutnya,

yaitu pada Pemilu presiden putaran pertama.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, sistem yang

digunakan dalam pemilihan legislatif adalah sistem proporsional dengan

daftar terbuka (pasal 6 ayat 1). Dalam sistem ini, selain dicantumkan

lambang partai sekaligus daftar nama calon legislatif. Dengan demikian,

para pemilih dapat memilih partai dan calon yang dikehendaki. Melalui

sistem pemilu proporsional dengan daftar terbuka, masyarakat pemilih

tidak lagi hanya mencoblos tanda gambar partai, tetapi boleh memilih

53

Page 54: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

orang dari masing-masing kontestan. Parpol dapat mengajukan calon

sebanyak-banyaknya 120% dari jumlah kursi satu daerah pemilihan (padal

65 ayat 2). Daftar calon yang diajukan oleh partai politik disusun

berdasarkan nomor urut yang ditetapkan partai politik sesuai dengan

tingkatanya (pasal 67 ayat 3).

Sistem pemilu proporsional dengan daftar terbuka dapat menghindari

kesenjangan terhadap parpol kecil yang merupakan salah satu kelemahan

sistem distrik. Artinya, suara yang diperoleh partai tidak serta merta

hangus dan sia-sia jika tidak memenuhi bilang pembagi. Secara teknis,

sistem ini juga memperingan beban calon dalam meniti karir partai politik.

Selain itu, partai politik tidak bisa sewenang-wenang menetapkan calon

terpilih kecuali jika suara tidak memenuhi BPP. Dengan demikian,

akuntabilitas calon terhadap pemilihan dan daerah pemilihan jauh lebih

besar dibanding pemilu sebelumnya.

Namun, jika kita mementingkan tingkat akuntabilitas, permasalahan

yang mengemuka pada pemilu Dewan Perwakilan Rakyat/ Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah adalah tidak adanya keharusan bagi pemilih

untuk mencoblos nama calon legislatif. Suara dianggap sah jika lambang

partai yang dicoblos atau pemilih mencoblos lambang partai dan nama

calon, sementara suara dianggap tidak sah jika pemilih hanya mencoblos

nama calon. Celah regulasi ini, dimanfaatkan oleh partai untuk

menyerukan kepada pemilih agar mencoblos lambang partai saja. Terbukti

hanya sedikit calon yang terpilih karena telah memenuhi bilangan

pembagi. 

Pemilihan Dewan Perwakilan Daerah

Berbeda dengan logika yang dibangun dalam sistem pemilu Dewan

Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, logika keterwakilan

dalam Dewan Perwakilan Daerah dibangun dengan beberapa asumsi,

Pertama, Dewan Perwakilan Daerah merupakan perwakilan ruang.

54

Page 55: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Artinya Dewan Perwakilan Daerah tidak mewakili orang sebagaimana

Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Daerah mewakili wilayah

yang disebut sebagai provinsi. Setiap wilayah yang diwakili Dewan

Perwakilan Daerah dianggap memiliki kekhususan lokal yang harus

diapresiasi dalam tingkat nasional.

Kedua, komposisi suara Dewan Perwakilan Daerah dalam Majelis

Permusyawaratan Rakyat dipakai sebagai penyeimbang perwakilan antara

Jawa-luar Jawa. Jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang mewakili

orang akan sebanding dengan jumlah penduduk dimana 70 % penduduk

tinggal di Jawa. Sedangkan dalam sistem perwakilan Dewan Perwakilan

Daerah dimana setiap provinsi memiliki keterwakilan yang sama yaitu 4

orang, Jawa hanya akan memiliki 24 orang wakil dari 6 provinsi.

Sedangkan luar Jawa akan memiliki sekitar 104 wakil dari 26 provinsi.

Sistem pemilihan Dewan Perwakilan Daerah dilaksanakan dengan

menggunakan sistem distrik berwakil banyak (Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2003, Pasal 6 Ayat 2). Tujuan penggunaan sistem ini untuk

peningkatkan keterikatan anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan

warga daerah konstituennya. Artinya, dengan sistem ini berarti anggota

Dewan Perwakilan Daerah memiliki tanggung jawab moral maupun politik

yang besar untuk memperjuangkan kepentingan daerah. Dengan kata lain,

anggota Dewan Perwakilan Daerah sangat terikat dan tidak bisa ‘lari’ dari

konstituennya. Keuntungan lain dari sistem pemilihan ini adalah secara

politis anggota Dewan Perwakilan Daerah memiliki legitimasi yang jauh

lebih besar dibandingkan dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Karena dukungan bersifat distrik maka hubungan antara konstituen dengan

anggota Dewan Perwakilan Daerah lebih riil dan langsung. Bahkan, jika

anggota Dewan Perwakilan Daerah cukup tekun, maka berdasarkan hasil

perolehan suara, dia bisa mempunyai peta politik tentang pengaruhnya dan

bisa menyusun perkiraan tentang karakter dan aspirasi konstituen.

55

Page 56: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Sungguhpun demikian, sistem distrik yang digunakan dalam

pemilihan Dewan Perwakilan Daerah di Indonesia tidak sama dengan

sistem distrik yang dipakai di Amerika, Canada, India, New Zealand.

Beberapa perbedaan tersebut adalah:

1. Tidak memperhitungkan jumlah penduduk. Padahal dalam sistem

distrik yang lazim, jumlah penduduk merupakan penentuan bagi jumlah

distrik dan keterwakilannya, karena mewakili distrik tertentu dianggap

mewakili orang yang ada di distrik tersebut. Dengan demikian, sistem

distrik dalam pemilu Dewan Perwakilan Daerah menggunakan logika

perwakilan ruang bukan orang.

2. Setiap pemenang memperoleh suara yang berbeda-beda. Jumlah suara

yang diperoleh anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Provinsi DKI

akan jauh lebih banyak dari suara yang diperoleh anggota Dewan

Perwakilan Daerah dari Provinsi Gorontalo. Usaha untuk

memenangkan pemilu Dewan Perwakilan Daerah pada daerah padat

penduduk akan lebih susah dari yang penduduknya sedikit. Pada sistem

distrik yang lazim, suara yang didapatkan untuk setiap kandidat relatif

sama, karena distrik dibagi berdasarkan jumlah penduduk.

3. Pemilih hanya diberi kesempatan memilih satu kali untuk 4 orang

perwakilan. Hal ini menyebabkan prosentase suara yang didapatkan

pemenang sangat bergantung kepada peserta pemilu Dewan Perwakilan

Daerah untuk setiap Provinsi. Dalam sistem Block Vote, pemilih diberi

kesempatan untuk memilih sebanyak kandidat yang akan mewakili

setiap distrik.

4. Pemenang tidak akan mencapai mayoritas. Pemenang maksimal hanya

akan mendapatkan dukungan 20 % seandainya peserta Dewan

Perwakilan Daerah hanya 5 orang dengan asumsi semua orang memiliki

dukungan yang hampir sama. Prosentase ini akan semakin kecil dengan

semakin banyakya jumlah kandidat. Dalam Block Vote System, kandidat

yang terpilih dapat memperoleh mayoritas suara lebih dari 50%. Block

Vote lebih menunjukkan tingkat dukungan riil yang didapatkan.

56

Page 57: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

Sistem pemilihan presiden langsung di Indonesia mengacu pada

pasal 6 A terutama dalam ayat 3 dan 4. Dimana calon dinyatakan sebagai

pemenang bila memperoleh minimal 50+1 suara dengan sedikitnya 20%

suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah

provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Jika

tidak ada yang mendapatkan suara itu diadakan pemilu ulang diantara

dua calon yang memperoleh suara terbanyak. Menurut Smita

Notasusanto, pemilihan presiden dan wakil presiden dengan dua putaran

dijalankan dengan tujuan pokoknya membangun dukungan luas bagi

presiden, legislatif maupun masyarakat, sehingga legitimasi politik lebih

kokoh dan stabilitas pemerintahan lebih terjamin.

Ada lima kelebihan dengan memakai sistem ini:

1. Memiliki mandat dan legitmasi yang sangat kuat karena didukung

oleh suara rakyat secara langsung.

2. Tidak perlu terikat pada konsensi partai-partai atau faksi-faksi politik

yang telah memilihnya.

3. Lebih akuntabel dibandingkan sistem lain. Karena rakyat tidak harus

menitipkan suaranya kepada legislatif atau ‘electoral college’ secara

sebagian atau sepenuhnya.

4. Check and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat

lebih seimbang.

5. Kriteria calon proses dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang

akan memberikan suaranya.

Pemilihan Kepala Daerah

Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengamanatkan

sistem pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung

dengan memilih calon secara berpasangan. Peserta dalam pemilihan

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah pasangan yang

diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai

politik. Pengertian partai politik dan gabungan partai politik tentu saja

57

Page 58: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

partai yang memiliki kursi di legislatif. Yang sekurang-kurangnya 15%

dari jumlah kursi atau 15% dari akumulasi perolehan suara yang sah

dalam pemilihan umum serta memperhatikan pendapat dan tanggapan

dari masyarakat.

Secara umum, sistem pemilihan kepala daerah sama dengan sistem

pemilihan presiden yaitu menggunakan two round system. Namun, yang

membedakan adalah putaran kedua pada pemilihan kepala daerah hanya

dilakukan ketika tidak ada kandidat yang menang 25% pada putaran

pertama.

Pemilu 2009

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia

Tahun 2009 (biasa disingkat Pilpres 2009) diselenggarakan untuk memilih

Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2009-2014. Pemungutan

suara diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang

Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran

langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan

Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-

Wiranto.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008, pengajuan

pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat tahun 2009 yang memperoleh minimal 20% dari jumlah kursi Dewan

Perwakilan Rakyat atau 25% dari jumlah suara sah nasional. Sebelum masa

pemilihan umum dimulai, sejumlah tokoh nasional telah menyatakan untuk

ikut mencalonkan atau menerima pencalonan diri sebagai Presiden dan Wakil

Presiden 2009-2014.

Tokoh-tokoh tersebut antara lain ialah Susilo Bambang Yudhoyono dari

Partai Demokrat (Presiden Indonesia yang sedang menjabat), Muhammad

Jusuf Kalla dari Partai Golkar (Wakil Presiden yang sedang

menjabat)Pemilihan_Umum_Presiden_dan_Wakil_Presiden_Indonesia_2009.htm -

58

Page 59: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

cite_note-3, Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dari PDIP, Mantan

Presiden Abdurrahman Wahid dari PKB, Mantan Ketua Dewan Perwakilan

Rakyat Akbar Tandjung dari Partai Golkar, Mantan Gubernur DKI Jakarta

Sutiyoso, Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra dari PBB,

Direktur Eksekutif Freedom Institute Rizal Mallarangeng dari jalur

independen, dan Hamengkubuwono X dari Partai Golkar (Gubernur

Yogyakarta yang sedang menjabat).

Pada kenyataannya, sampai dengan batas akhir masa pendaftaran pada

16 Mei 2009, hanya 3 bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden yang

mendaftarkan keikutsertaannya kepada Komisi Pemilihan Umum. Pada 29

Mei 2009, ketiga bakal pasangan calon tersebut kemudian ditetapkan sebagai

pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pilpres 2009, dengan

nomor urut yang ditetapkan keesokan harinya.

Kampanye Pilpres 2009 diselenggarakan pada 2 Juni hingga 4 Juli 2009

dalam bentuk rapat umum dan debat calon (sebelumnya dijadwalkan pada 12

Juni hingga 4 Juli 2009). Materi kampanye meliputi visi, misi, dan program

pasangan calon. Kampanye dalam bentuk rapat umum berlangsung selama 24

hari dalam 3 putaran, mulai dari 11 Juni hingga 4 Juli 2009. Pada setiap

putaran, setiap pasangan calon mendapatkan jatah 8 kali rapat umum di setiap

provinsi.

Debat calon presiden diselenggarakan sebanyak 3 kali, sedangkan debat

calon wakil presiden diselenggarakan sebanyak 2 kali. Total alokasi waktu

untuk setiap debat adalah 2 jam, dengan konten debat 90 menit yang terdiri

dari pemaparan visi, misi, dan program calon selama 7 hingga 10 menit,

pertanyaan oleh moderator dan jawaban calon selama 30 menit, pertanyaan

oleh moderator dan jawaban calon serta tanggapan calon lain selama 30

menit, serta pernyataan penutup dari masing-masing calon selama 5 menit.

Setiap debat diselenggarakan oleh stasiun televisi nasional yang telah

ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum.

Kampanye Pemilihan Presiden Pada tahun 2009 ini hanya dilakukan

satu putaran, namun itu merugikan bagi calon yang lainnya. Ketentuan

59

Page 60: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih

dari 50% dari jumlah suara dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi

yang tersebar di lebih dari 50% jumlah provinsi di Indonesia. Dalam hal tidak

ada pasangan calon yang perolehan suaranya memenuhi persyaratan tersebut,

2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua

dipilih kembali dalam pemilihan umum (putaran kedua). Dalam hal perolehan

suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 pasangan calon,

kedua pasangan calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat dalam pemilihan

umum.

Jika perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh

oleh 3 pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua

dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas

secara berjenjang. Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah

yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 pasangan calon, penentuannya

dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas

secara berjenjang.

Saat dilakukan rekapitulasi hasil pada 25 April 2009 yang dilakukan

Komisi Pemilihan Umum, ditetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara

nasional Pilpres 2009, di mana memenangkan pasangan SBY-Boediono.

Sempat terjadi pengajuan keberatan oleh dua pasangan calon yang lain ke

Mahkamah Konstitusi, namun tetap memenangkan pasangan SBY-Boediono.

Pilpres pada tahun 2009 sengaja dirancang sedikit berbeda dengan

pilpres sebelumnya. Maksudnya, agar dapat menghasilkan pasangan terpilih

yang mampu menopang sistem presidensial sehingga menjadi lebih efektif.

Diharapkan pasangan terpilih itu memiliki dukungan yang cukup substansial,

baik oleh rakyat secara langsung maupun oleh Dewan Perwakilan Rakyat,

serta memiliki kemampuan untuk menggerakkan pemerintahan.

Perbedaan nyata pemilihan Presiden dan Wakil Presiden periode 2009

dengan pilpres sebelumnya :

Pertama, kualitas kampanye lebih baik. Semua pasangan calon lebih

mengutamakan kampanye untuk menawarkan gagasan atau program di

60

Page 61: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

dalam menarik dukungan. Pengerahan massa ini lebih berfungsi sebagai

simbol bahwa pasangan calon itu memiliki dukungan yang cukup besar.

Hal ini berbeda dengan pilpres sebelumnya yang menjadikan pengerahan

massa itu sebagai bagian dari strategi kampanye yang paling penting.

Kedua, untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilihan presiden, diadakan

debat antar calon presiden dan calon wakil presiden. Melalui "pentas

debat" itu, pemilih bisa lebih mengetahui visi, misi, dan program yang

ditawarkan masing-masing calon. Pemilih juga bisa mengetahui kualitas

calon dari cara mereka menawarkan program dan berdebat.

2.6 Pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia telah mengalami

perubahan sistem. Para masa Orde Lama, Presiden dan Wakil Presiden

diangkat langsung oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia melalui

hasil sidang agenda I, di mana dicantumkan dalam ketentuan pasal III Aturan

Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ketika undang-undang tentang Pemilihan Umum telah dibuat, tujuan

pelaksanaannya hanya untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan

Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota. Presiden dan Wakil Presiden biasanya

dipilih melalui partai-partai yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat oleh

Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Sidang Istimewa yang digelar.

Setelah adanya perubahan tahap ke-empat terhadap Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pemilihan presiden dan wakil presiden

(pilpres), yang semula dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat,

disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat, sehingga pilpres pun

dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu

diadakan pertama kali pada Pemilu 2004.

Pemilihan Presiden melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat, itu dapat

dikatakan pemilihan Presiden secara tidak langsung. Dikatakan tidak

langsung, dilihat pada partisipasi rakyatnya dalam memilih Presiden dan

61

Page 62: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Wakil Presiden, di mana saat itu Presiden tidak dipilih langsung oleh

rakyatnya, tetapi melalui Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat,

dari partai-partai yang berhasil memperoleh kursi dalam Dewan Perwakilan

Rakyat. Sedangkan, setelah masuknya pilpres dalam pemilihan umum, maka

untuk pertama kalinya Presiden dipilih langsung oleh rakyatnya. Jadi sesuai

dengan keinginan rakyat.

Sistem yang digunakan dalam Pemilihan Presiden yakni sistem

Proposional dengan daftar terbuka, tetapi pada dasarnya lebih tepat disebut

sistem proporsional yang terbatas.

Ada dua cara Pemilihan Presiden :

1. Tidak langsung

Kelebihan Pemilihan Presiden Tidak Langsung   :

1. Biaya bersistem tidak mahal

Kelemahan Pemilihan Presiden Tidak Langsung :

1. Ada demokrasi semu, sebab pemilihan Presiden berada di Majelis

Permusyawaratan Rakyat.

2. Manuver politik dan pertarungannya hanya elite-elite saja.

3. Komunikasi politik tertutup.

2. Langsung

Kelebihan Pemilihan Presiden Langsung   :

Pemilihan Presiden langsung diharapkan akan mengurangi distorsi-distorsi

yang dimasalah-masalah yang dihadapi pada Pemilihan Presiden yang

dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.  Beberapa kelebihan

dari sistim ini ialah : 

1. Presiden terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang sangat kuat

karena didukung oleh suara rakyat yang memberikan suaranya secara

langsung.  Legitimasi, merupakan hal yang sangat diperlukan oleh suatu

pemerintahan yang sedang mengalami krisis politik dan ekonomi.

Seperti kita ketahui, krisis legitimasi yang telah menggerogoti negara

kita telah mengakibatkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang

berkepanjangan. 

62

Page 63: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

2. Presiden terpilih tidak perlu terikat pada konsesi pada partai-partai atau

faksi-faksi politik yang telah memilihnya. Artinya, Presiden terpilih

berada di atas segala kepentingan dan dapat menjembatani berbagai

kepentingan tersebut.   Apabila Presiden terpilih tidak dapat mengatasi

kepentingan-kepentingan partai politik, maka kabinet yang dibentuk

cenderung merupakan kabinet koalisi partai politik dan bukan kabinet

kerja.  Padahal pada masa krisis ekonomi seperti sekarang ini, yang kita

perlukan adalah kabinet kerja. 

3. Sistem ini menjadi lebih accountable dibandingkan sistem yang

sekarang digunakan karena rakyat tidak harus menitipkan suaranya

melalui MPR yang tidak seluruhnya merupakan anggota terpilih hasil

Pemilu.  Rakyat dapat menentukan pilihannya berdasarkan kriteria yang

jelas dan transparan. Apabila  Presiden yang terpilih ternyata kemudian

tidak memenuhi harapan rakyat, maka pada pemilihan berikutnya, 

kandidat yang bersangkutan tidak akan dipilih kembali. Prinsip ini

merupakan prinsip pengawasan serta akuntabilitas yang paling

sederhana dan dapat dimengerti baik oleh rakyat maupun politisi. 

4. Checks and Balances antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif

dapat lebih seimbang karena di masa yang akan datang,  anggota

lembaga legislatif juga akan dipilih langsung. 

5. Kriteria calon Presiden juga dapat dinilai secara langsung oleh rakyat

yang akan memberikan suaranya. Sehingga dapat menciptakan budaya

politik (partisipasi masyarakat).

Kelemahan Pemilihan Presiden Langsung :

1. Biaya demokrasi yang mahal.

2. Rentan hegemoni politik dan konflik.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

63

Page 64: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

Pada pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia, ada dua sistem

pemilihan umum yang pernah diberlakukan, yakni sistem proporsional dan

sistem distrik. Terutama pemilu pada tahun 2004, diberlakukan sistem

proporsional dengan daftar terbuka, maksudnya rakyat dapat memilih siapa

calon (orang) yang akan dipilih dari suatu partai politik. Jadi, tidak hanya

memilih gambar partainya saja. Pada pemilu periode 2009, sistem pemilihan

yang digunakan juga sama dengan pemilu periode 2004, namun ada sedikit

perbedaan dalam ketentuannya, yakni adanya debat antar calon Presiden dan

calon Wakil Presiden. Selain itu, tujuan pengerahan massa tidak lagi hanya

sebagai strategi penting dari kampanye, tetapi untuk memberi tanda bahwa

pasangan calon itu memiliki dukungan yang cukup besar.

Terdapat dua cara pemilihan Presiden di Indonesia, yakni langsung dan

tidak langsung. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Pemilihan Presiden secara tidak langsung, maksudnya rakyat memilih

calon Legislatif, kemudian dari anggota yang berhasil memperoleh kursi

dalam Legislatif, akan dipilih siapa yang akan menjadi Presiden dan Wakil

Presiden melalui Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat. Jadi,

rakyat hanya memilih partainya, tidak dapat memilih calon, orang yang

diinginkan menjadi pemimpin Negara. Sistem seperti itu berlaku sebelum era

Reformasi.

Sedangkan sistem pemilihan Presiden secara langsung mulai

dilaksanakan pada pemilihan Presiden periode 2004 dan 2009. Dipilih secara

langsung, maksudnya rakyat tidak hanya memilih partainya, tetapi juga dapat

memilih calon (orang) yang diinginkan, dipercayai untuk menjadi pemimpin

Negara. Dan pelaksanaan pemilihan Presiden seperti itu merupakan bagian

dari pelaksanaan demokratisasi, sebab, negara Indonesia adalah negara yang

menganut paham Demokrasi. Dengan menggunakan sistem pemilihan secara

langsung, maka terbuka peluang bagi rakyat untuk ikut menentukan

Pemimpin bangsa yang diyakini dan dipercayai dapat membawa bangsa

Indonesia pada kehidupan yang lebih baik, sehingga jika terpilih, maka

64

Page 65: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

pemerintahan dapat berjalan dengan lancar, sebab adanya kepercayaan yang

diberikan dalam setiap kebijakan yang akan dilakukannya.

Jadi, sistem pemilihan Presiden secara langsung yang lebih baik dan

cocok dengan negara Indonesia, dibandingkan dengan pemilihan presiden

secara tidak langsung, sebab lebih terbuka terhadap rakyat. Masyarakat akan

dapat memilih pemimpin yang betul-betul dianggap kompeten untuk

memimpin negara dan bangsa Indonesia ini ke arah yang lebih baik. Selain

itu, dapat terlaksana demokratisasi dalam negara Indonesia. Adanya

kebebasan hak untuk menyatakan pilihannya (rakyat). Komunikasi politik

benar-benar terbuka dengan luas, semua rakyat dapat berpartisipasi. Ini dapat

mencerminkan bahwa benar di Indonesia rakyatnya yang berdaulat.

3.2 Saran

Sebaiknya sistem pemilihan Presiden secara langsung tetap

dilaksanakan untuk periode pemilihan umum yang berikutnya, serta

pengadaan debat antar calon Presiden dan calon Wakil Presiden tetap

dipertahankan. Agar calon-calon pemimpin yang akan terpilih itulah yang

benar-benar dirasa kompeten dalam masalah kenegaraan dan pemerintahan,

pemimpin yang mengerti rakyatnya. Di satu sisi, akan terlaksanalah suatu

demoratisasi di dalam negara Indonesia.

DAFTAR PUSTKA

65

Page 66: Pemilihan Presiden dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia

http://www.pdf-search-engine.com/hukum-tata-negara-html-

pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/hukum_tata_negara.html

http://pemilu.okezone.com/sejarah

http://pemilu.okezone.com/read/2009/07/09/274/237081/pilpres-langsung-ala-

indonesia

http://www.simpul-tangerang.org/dl_jump.php?id=19

http://bs-ba.facebook.com/topic.php?

uid=58675958167&topic=9172&post=93523

http://pemilu.okezone.com/read/2009/07/09/274/237081/pilpres-langsung-ala-

indonesia

http://id.wikipedia.org/wiki/

Pemilihan_Umum_Presiden_dan_Wakil_Presiden_Indonesia_2009

http://www.cetro.or.id/pustaka/ppl4.html

http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=18&fname=ppkn106_04.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi

http://blog-indonesia.com/blog-archive-1305-62.html

http://74.125.153.132/search?q=cache:bhfkz2UpDvYJ:www.simpul-

tangerang.org/dl_jump.php%3Fid

%3D17+demokrasi+tidak+langsung&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id

66