PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

44
PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM ISLAM OLEH: AHMAD DANUJI 08370056 PEMBIMBING NOORHAIDI, MA., M.Phil., Ph.D. JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYA’RIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014

Transcript of PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

Page 1: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

SKRIPSI

DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU

DALAM ILMU HUKUM ISLAM

OLEH:

AHMAD DANUJI 08370056

PEMBIMBING

NOORHAIDI, MA., M.Phil., Ph.D.

JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYA’RIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2014

Page 2: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

ii

ABSTRAK

Perdebatan mengenai dasar negara merupakan perdebatan yang paling panas yang pernah ada dalam republik ini. Hal ini bisa dimaklumi karena dasar negara memiliki dampak yang signifikan terhadap penyelenggaraan Negara Republik Indonesia. Sehingga ketika digelar diskusi mengenai dasar negara terjadi debat yang sengit. Setidaknya perdebatan ini dipengaruhi oleh adanya berbagai macam corak pemikiran tokoh pada waktu itu. Antara lain: Nasionalisme Radikal yang dimotori oleh Soekarno dan aktivis PNI, Tradisionalisme Jawa seperti Supomo, Islam diwakili Muhammad Natsir, dan Komunisme diwakili Aidit. Corak pemikiran yang bermacam-macam ini pula yang menjadi penyebab ketika Ketua BPUPKI Dr. Radjiman melontarkan sebuah pertanyaan tentang landasan filosofis yang akan digunakan sebagai dasar Negara Republik Indonesia menyulut benih-benih perdebatan pemikiran pengenai dasar negara yang akan digunakan sebagai dasar penyelenggaraan kegiatan Negara Indonesia begitu terlihat memanas di antara tokoh bangsa yang ikut sebagai perumus dasar negara dibandingkan diskusi-diskusi lain.

Wahid Hasyim wakil dari Nahdlatul Ulama (NU) yang pada mulanya begitu gigih memperjuangkan sila pertama dalam Pancasila yakni: Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Menjalankan Syariat Islam Bagi Para Pemeluknya akhirnya melunakkan pemikirannya terkait sila pertama Pancasila tersebut. Dalam konteks inilah penyusun melihat bahwa Pemikiran Wahid Hasyim tersebut merupakan pemikiran kewargaan.

Untuk mengungkap pemikiran Wahid Hasyim tentan kewargaan, penyusun menggunakan teori Analisis Wacana Kritis (critical discourse analysis) dan teori kewargaan dalam konsep Barat dan Islam dengan metode penelitian pustaka (library research) dengan menggunakan pendekatan filosofis. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa pemikiran kewargaan Wahid Hasyim berhubungan dengan komunitasnya untuk membangun kesetaraan di antara warga negara dalam menentukan kebijakan, dan bagaimana memposisikan dirinya dengan kelompok lain (non muslim) di dalam negara memiliki kedudukan yang sama.

Katan Kunci: BPUPKI, NU, Wahid Hasyim, Kewargaan.

Page 3: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN
Page 4: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN
Page 5: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN
Page 6: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini

berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan

0543b/U/1987. Secara garis besar uraiannya adalah sebagai berikut.

A. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

ا

ب

ت

ث

ج

ح

خ

د

ذ

ر

ز

س

ش

ص

ض

ط

Alif

Ba>’

Ta>’

Sa>’

Jim

H}a>’

Kha>’

Dal

śal

Ra>’

Zai

Si>n

Syi>n

S{a>d

D{a>d

T{a>’

Tidak dilambangkan

b

t

s|

j

h}

kh

d

Ŝ

r

z

s

sy

s}

d{

t}

Tidak dilambangkan

be

te

es (dengan titik di atas)

je

ha (dengan titik di bawah)

ka dan ha

de

zet (dengan titik di atas)

er

zet

es

es dan ye

es (dengan titik di bawah)

de (dengan titik di bawah)

te (dengan titik di bawah)

Page 7: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

vi

ظ

ع

غ

ف

ق

ك

ل

م

ن

و

ء

ي

Z{a>’

‘Ayn

Gayn

Fa>’

Qa>f

Ka>f

La>m

Mi>m

Nu>n

Waw

Ha’

Hamzah

Ya>

z}

g

f

q

k

l

m

n

w

h

Y

zet (dengan titik di bawah)

koma terbalik

ge

ef

qi

ka

‘el

‘em

‘en

we

ha

apostrof

ye

B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah ditulis Rangkap

#"! دة

% ة

ditulis

ditulis

Muta’addidah

‘iddah

C. Ta’ marbutah

1. Bila dimatikan ditulis h

&'()

&*%

زآ/ة ا.-,+

ditulis

ditulis

ditulis

Hikmah

'illah

Zakāh al-fitri

(Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap

dalam Bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya. Kecuali

bila dikehendaki lafal aslinya)

Page 8: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

vii

2. Bila diikuti dengan kata sandang ‘al’ serta bacaan kedua itu terpisah,

maka ditulis dengan h

’ditulis Karomah Auliya آ+ا#& ا2و.1/

3. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat fathah, kasrah, dan dammah

ditulis h

ditulis Zakāh al-fitri زآ/ة ا.-,+

D. Vokal Pendek

_____

4!5

_____

ذآ+

_____

>;ه9

fathah

kasrah

dammah

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

a

fa’ala

i

Ŝukira

u

yaŜhabu

E. Vokal Panjang

1

2

3

4

Fathah + alif

=/ه*1&

Fathah + ya’ mati

>?@A

Kasrah + ya’ mati

B<+آ

Dammah + wawu mati

5+وض

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ā

jāhiliyyah

ā

tansā

i

karim

ū

furūd

F. Vokal Rangkap

1

Fathah + ya’ mati

B(@1C

ditulis

ditulis

ai

bainakum

Page 9: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

viii

2 Fathah + wawu mati

DEل

ditulis

ditulis

au

qaul

G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata dipisahkan dengan

Apostrof

B"Fاا

ا% ت

BA+(G HI.

ditulis

ditulis

ditulis

a’antum

u’iddat

la’in syakartum

H. Kata Sandang Alif + Lam

Diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan

huruf "al".

ا.J+ان

ا.1J/س

ا.?'/ء

K'L.ا

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

al-Qur’ān

al-Qiyās

al-Samā’

al-Syam

I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat

Ditulis menurut penulisannya.

ذوى ا.-+وض

اه4 ا.?@&

ditulis

ditulis

Ŝawi al-furūd

ahl al-sunnah

Page 10: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

ix

MOTTO

“Teguh Pada Prinsip, Setia Pada Proses”

Page 11: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

x

PERSEMBAHAN

Alhamdu lillahi ‘alaa ni’matillah laa haula walaa quwwata illa billaahi. Puji syukur hanyalah kepada ALLAH SWT kita persembahkan, atas karuniaNya

sehingga penyusun dapat menyelesaikan Skripsi ini sebagai tugas akhir dalam memperoleh gelar sarjana.

Shalawat beriringkan salam, semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pengajaran kepada umatnya melalui firman-firman

ALLAH dan melalui sunnahnya. Sebagai Mahasiswa, maka Skripsi ini merupakan syarat wajib untuk dapat lulus

dari bangku kuliah. Oleh karena itu,karya ini akan penyusun persembahkan kepada:

Almamater: Jurusan Jinayah Syiasah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta.

Bapak dan Ibuku Sukariyah Adik-adikku.

Masruroh khalilah Sahabat-sahabatku.

Keluarga besar Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Semoga berkenan.

Page 12: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

xi

KATA PENGANTAR

ا��م ا��� � ��م

با����� � ا���د ��� � ا��ا�� ا��د وا�ا����ا�ظ��� �دو� ������ وا��� ور�و�� ��د� ���دا ا� وا��د�وا��ر��$ن ا&%�$# ا"رف ��� وا���م ةا�

$ن ا�د $وم ا�� ����م و(ن و)��� و���ا��

Segala puji hanyalah milik Allah SWT dengan kekuatan yang diberikan

Allah, akhirnya skripsi dengan judul” PEMIKIRAN WAHID HASYIM

TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN” telah dapat penulis selesaikan.

Namun sebagai manusia yang diberikan fitrah untuk berbuat salah dan lupa,

tentunya masih banyak kekurangan. Minimnya pengetahuan penulis, maka perlu

mendapatkan bimbingan, sehingga penulis banyak berterimakasih kepada pihak-

pihak yang telah memberikan bimbingan baik secara langsung maupun tidak

langsung yang tidak bisa penulis sebutkan seluruhnya. Namun demikian,

perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Noorhaidi Hasan, M.A., M.Phil., Ph.D. selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

2. Bapak Dr. H. M. Nur, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Jinayah Siyasah

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta.

3. Bapak Drs. M. Rizal Qasim. M.Si. selaku pembimbing akademik.

4. Bapak Noorhaidi, M.A., M.Phil., Ph.D. selaku dosen pembimbing, yang

telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.

Page 13: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

xii

5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Jinayah Siyasah, yang telah banyak

memberikan berbagai macam ilmu kepada penulis sejak diawal bangku

kuliah hingga akhir masa perkuliahan.

6. Kedua orang tua tercinta, Sarbini dan Sukariyah, yang senantiasa

memberikan dukungan baik materiil maupun imateriil semoga Allah

senantiasa melimpahkan kasih sayang-Nya kepadamu.

7. Teman-teman jurusan JS angkatan 2008 yang telah banyak membantu

dalam berbagai hal, semoga apa yang kalian perbuat mendapatkan balasan

dari Allah SWT dan semoga kita dapat selalu bersama dalam waktu dan

ruang yang berbeda serta seluruh teman-teman seperjuangan di

Yogyakarta.

Jazakumullah khair al-jaza’, semoga karunia Allah melimpah kepada kita

semua amiin. Akhir kata, skripsi yang sederhana ini semoga dapat bermanfaat

bagi kemajuan ilmu politik dan hukum Islam agar mampu memberikan kontribusi

dalam perkembangan zaman modern dalam dunia hukum dan politik.

Yogyakarta, 24 Januari 2014

Penyusun,

(Ahmad Danuji )

Page 14: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ..................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... v

MOTO ........................................................................................................ ix

PERSEMBAHAN ........................................................................................ x

KATA PENGANTAR .................................................................................. xi

DAFTAR ISI .............................................................................................. xiii

BAB I : PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Pokok Masalah .................................................................................. 8

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ....................................................... 8

D. Telaah Pustaka .................................................................................. 9

E. Kerangka Teoritik ............................................................................. 11

F. Metode Penelitian .............................................................................. 17

G. Sistematika Pembahasan .................................................................... 19

Page 15: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

xiv

BAB II: ISLAM DAN KEWARGAAN ..................................................... 20

A. Konsep Kewargaan ............................................................................ 20

B. Konsep Kewargaan dalam Islam ........................................................ 26

BAB III: Wahid Hasyim: Sejarah Intelektual dan Gerakan Sosialnya .... 38

A. Fenomena Wahid Hasyim dalam Kultur Pesantren .............................. 38

B. Pergolakan Intelektual dan Gerakan Sosial Wahid Hasyim .................. 43

C. Kontruksi Antropologis Pemikiran Wahid Hasyim .............................. 47

D. Kontruksi Keilmuan Pesantren ............................................................ 51

E. Teman Seperjuangan Wahid Hasyim ................................................... 55

BAB IV : Pemikiran Kewargaan Wahid Hasyim ................................... 58

A. Teks, Konteks dalam Pemikiran Kewagaan Wahid Hasyim .............. 58

B. Argumentasi Pemikiran Kewargaan Wahid Hasyim ………………... 72

BAB V : PENUTUP .................................................................................... 84

A. Kesimpulan ....................................................................................... 84

B. Saran-saran ....................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 86

LAMPIRAN - LAMPIRAN

Page 16: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam lintas sejarah perjalanan Bangsa Indonesia, Nahdlatul

Ulama (NU) memiliki sumbangsih yang tidak sedikit dan peranannya

tidak bisa di anggap remeh dalam gerak perubahan yang terjadi dalam

bangsa ini. NU sebagai organisasi kemasyarakat yang didirikan oleh

sekumpulan para kiai1 selalu menemani perjalanan Bangsa Indonesia,

mengawalnya, dan memberikan warna terhadap dinamika yang dihadapi

Bangsa Indonesia. Setiap dinamika yang di lalui, pastinya memiliki corak

dan gerakan serta pemikiran yang berbeda pula yang di tampilkan.

Menurut Gugun El-Guyanie peran kiai NU sekurang-kurangnya bisa

digolongkan menjadi dua macam. Pertama, perjuangan secara fisik.

Kedua, dalam hal gagasan. Secara fisik mereka buktikan dengan

mendeklarasikan seruan Jihad untuk mengusir penjajah yang berusaha

merebut Indonesia kembali yang di motori Kiai Hasyim Asy’ari pendiri

Ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU).

Ide untuk menyerukan Jihad yang dimotori Kiai Hasyim bukan

tanpa sebab, melainkan adanya sebuah fakta kembalinya penjajah yang

1 Predikat kiai sebanarnya istilah yang diberikan masyarakat atas dasar

keunggulan yang dimilikinya, misalkan kedalam ilmu, keturunan, dan kekayaan ekonomi. Keunggulan tersebut lalu digunakan untuk mengapdi kepada masyarakat. Lihat Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai Kontruksi Sosial Berbasi Agama, cet ke-I ( Yogyakarta:LKiS, 2007), hlm. 2.

Page 17: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

2

ingin mengusai Indonesia. Pun Kiai Hasyim mengirim surat kepada para

kiai dan santri untuk melakukan rapat guna membahas ide tersebut. Maka

berkumpul para kiai se-Jawa dan Madura di kantor ANO, Jl. Bubutan VI/2

Surabaya pada 21 Oktober 1945 untuk membahahas Resolusi Jihad.

Seruan ini termasuk sukses karena mampu menggerakkan ribuan mujahid

yang datang dari penjuru daerah memenuhi Kota Surabaya untuk mengusir

penjajah yang berkeinginan menduduki Indonesia kembali. Resolusi jihad

yang dikeluarkan Kiai Hasyim ini menjadi perang paling fenomenal yang

pernah ada dalam sejarah Bangsa Indonesia yang dikemudian hari terkenal

dengan peristiwa 10 November 1945 atau lebih dikenal dengan hari

Pahlawan Nasional.2

Peristiwa sejarah tersebut sesungguhnya cukup membuktikan

bahwa nasionalisme kiai sudah tertancap sebelum republik ini merdeka,

dan tidak berlebihan jika kita sebut jasa para kiai terbentuknya negeri ini

tidak terhitung materi karena mereka rela mengorbankan nyawa dan harta

benda untuk kemerdekaan Bangsa Indonesia. Bahkan kiai selalu hadir

dalam situasi yang genting dan penting. Dalam sutuasi genting mereka

hadir dengan menyerukan Resolusi Jihad untuk mengusir penjajahan yang

berusaha menduduki Indonesia. Dalam situasi penting, mereka hadir dan

berpartisipasi dalam memberikan gagasan serta pemikiran merumuskan

2 Resolusi Jihad hadir untuk merespon kedatangan tentara sekutu yang dibonceng

NICA yang berusaha merebut kembali Indonesia. Tentara sekutu ini cukup sukses dalam menebar teror di kota-kota besar di Indonesia. Melihat hal tersebut Soekarno pergi ke Jombang untuk meminta pendapat pada K.H. Hasyim Asy’ari. Lalu di adakan rapat untuk membahasa dan membuat setrategi melawan sekutu tesebut. Untuk lebih jelasnya lihat Gugun el-Guyanie, Resolusi Jihad Paling Syar’i,Cet ke- I (Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm.72.

Page 18: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

3

Dasar Negara Republik Indonesia yang baru merdeka. Salah satu

perwakilan para kiai yang ikut andil dalam perumusan dasar negara

tersebut adalah Kiai Wahid Hasyim, Putra Kiai Hasyim Asy’ari

(selanjutnya disebut Wahid Hayim).

Wahid Hasyim lahir di Jombang 1 Juni 1914 Masehi. Beliau lahir

dan dibesarkan dari tradisi pesantren dengan nuansa Islam Tradisional

yang cukup kental. Ayahnya seorang ulama besar dan pendiri Ormas

Nahdlatul Ulama (NU). Dalam perjalanan hidupnya, Wahid Hasyim

banyak memengku jabatan penting di Republik Indonesia diantara jabatan

penting tersebut antara lain menjadi Panitia Pembentukan Dasar Negara

Indonesia. Dalam forum ini kiai Wahid Hasyim mampu membuktikan

dirinya sebagai seorang tokoh yang mampu menjebatani ketegangan

diantara tokoh bangsa yang berdebat mengenai dasar negara tersebut.

Bahkan mampu memberikan solusi yang terbaik bagi bangsa ini dengan

merumuskan Pancasila yang sekarang menjadi ideologi Bangsa Indonesia.

Galib dalam lembaran sejarah, perumuskan sebuah dasar negara

bukanlah perkara yang mudah. Penyebabnya, karena corak pemikiran para

perumus pada waktu itu bermacam-macam. Sekurang-kurangnya

Munawar Ahmad menyebut ada lima macam corak pemikiran pada waktu

itu, antara lain: Nasionalisme Radikal yang dimotori oleh Soekarno dan

aktivis PNI, Tradisionalisme Jawa seperti Supomo, Islam di wakili

Page 19: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

4

Muhammad Natsir, dan Komunisme di wakili Aidit3. Corak pemikiran

yang bermacam-macam inipula yang menjadi penyebab ketika Ketua

BPUPKI Dr. Radjiman melontarkan sebuah pertanyaan tentang landasan

filosofis yang akan digunakan Negara Republik Indonesia pertanyaan

tersebut menyulut benih-benih perdebatan pemikiran pengenai Dasar

Negara yang akan digunakan sebagai dasar penyelenggaraan kegiatan

Negara Indonesia begitu terlihat memanas di antara tokoh bangsa di

bandingkan diskusi-diskusi lain. 4

Perdebatan tersebut menguras energi para tokoh yang hadir dalam

rapat karena masing-masing tokoh bersikukuh dengan argumentasinya

masing-masing. Kalangan Nasionalis Islam misalnya, mengajukan Islam

sebagai landasan filosofis dasar negara dengan alasan adanya bukti bahwa

Umat Islam Indonesia berjumlah 90% membentuk nation Indonesia,

sehingga tidak ada nation Indonesia tanpa Umat Islam. Mereka juga

mengatakan bahwa diawal-awal memperjungkan Indonesia adalah mereka

yang berwatak Islam. Demikian pula Islam merupakan bagian yang

integral dan dominan dalam rohani Bangsa Indonesia yang akan tetap

hidup dalam kesadaran Bangsa Indonesia sampai kapanpun. Atas dasar

3 Munawar Ahmad, Merunut Akar Pemikiran Politik Kritis di Indonesia dan

Penerapan Critical Discourse Analysis Sebagai Alternatif Metodologi, (Yogtakarta: Gava Media, 2007, hlm. 21.

4 BPUPKI merupakan kepanjangan dari Badan Penyelidik Usaha Persiapan

Kemerdekaan indonesia yang diselenggarakan mulai tanggal 28 mei sampai tanggal 1 Juni 1945 yang di ketua Dr. Rajiman. Lihat Listoyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur, (Yogyakarta : Ar-Ruzz, 2004), hlm. 22.

Page 20: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

5

argumentasi tersebut mereka bersikukuh untuk menjadikan Islam

sebagai ideologi negara.

Namun, argumentasi dari Nasionalis Islam yang dari 15 orang dari 68

anggota BPUPKI di tentang oleh kaum Nasionalis Sekuler (netral terhadap

agama) yang dominan. Diksusi tersebut akhirnya menemukan kebuntuhan,

lalu dibentuklah panitia kecil yang terdiri dari empat wakil dari Nasionalis

Islam (Abi Koesno Tjokrosoejono, Abdul Kahar Mudzakkir, H. Agus

Salim dan Wahid Hasyim) dan lima wakil Nasionalis Sekuler mereka

adalah; Soekarno, Moh. Hatta, A.A. Maramis, Achmad Soebarjo dan

Muhammad Yamin.

Lewat debat yang begitu panjang akhirnya tercapai sebuah

kesepakatan berupa Preambule yang ditangani di Jakarta 22 Juni 1945.

Bahkan hal itu diikuti pula kesepakatan batang tubuh rancangan UUD.

Nasionalis Islam memberikan konsekuensi kepada nasionalis sekuler

bahwa mereka sepakat Islam tidak dijadikan dasar negara dan tidak

menjadikan Islam sebagai dasar negara. Dan sebaliknya Nasionalis

Sekuler juga sepakat sila ketuhanan ditaruh pada urutan pertama Pancasila,

dan presiden Indonesia beragama Islam.

Tetapi, meski susah payah merumuskan dan menghasilkan sebuah

kesepakatan, akhirnya terjadi perubahan pada tanggal 18 Agustus 1945,

satu hari setelah proklamasi kemerdekaan. Alasannya, untuk mencegah

masyarakat Kristen di Indonesia Timur memisahkan diri dari NKRI begitu

tutur Hatta yang menjadi aktor dibalik perubahan yang di dukung

Page 21: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

6

Ir.Sukarno. Perubahan tersebut menyangkut kalimat “Berdasarkan Kepada

Ketuhanan dengan Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluknya” diganti

dengan “Ketuhahan Yang Maha Esa”, dan pasal 6 ayat 1 “Presiden

Adalah Orang Indonesia Asli dan Beragama Islam kata “Yang Beragama

Islam” di cabut. Keputusan inipun membuat kalangan Islam Nasionalis

kecewa dengan adanya perubahan tersebut dan berusaha untuk melakukan

perlawalan dalam sidang konstuante yang di adakan, dalam kata lain

mereka tidak sepakat dengan adanya perubahan tersebut. 5

A.A. Maramis sebagai wakil dari Umat Kristen sebenarnya tidak

mempermasalahkan sila Pertama Pancasila tersebut. Baginya, sudah

cukup jelas bahwa menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya. Namun,

karena Ki Bagus Hadi Kusumo dan Ahmad Sanusi meminta untuk

menghapus kata “Bagi para pemeluknya”, akhirnya memuncul reaksi

yang cukup keras bagi golonga non muslim minoritas.

Melihat kondisi yang demikian, Wahid Hasyim yang awalnya

menyatakan Islam harus dipakai sebagai ideologi negara dan ide kata

“Berdasarkan Kepada Ketuhanan dengan Menjalankan Syariat Islam Bagi

Pemeluknya” pada akhirnya bersikap lunak dan menyetujui perubahan

tersebut. Wahid Hasyim menyatakan bahwa sikap politiknya tersebut

merupakan sikap moderatnya dari agama-agama besar di Indonesia dan

sebuah upaya untuk mengakomodir berbagai rakyat untuk menjalankan

5 Dhurorudin Mashad, Akar Konflik Politik Islam di Indonesia, (Jakarta: Penerbit

Pustaka Al-Kautsar, 2008), hlm. 56.

Page 22: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

7

agamanya. Selain dari pada itu, menurutnya, persatuan dan kesatuan jauh

lebih penting dari pada mempentingkan kelompok saja. 6

Padangan Wahid Hasyim tersebut sangatlah menarik jika kita kaitkan

dengan konsep kewarganegraan itu sendiri, yakni bagaimana cara hidup

bersama dalam sebuah masyarakat majmuk dimana setiap individu

memiliki posisi yang sama dalam menyampaikan aspirasi politik.

Wahid hasyim memang tidak secara ekplisit menyebutkan konsep

kewargaan, tetapi sejatinya pemikiran Wahid Hasyim dalam memandang

perubahan Pancasila tersebut sangat menarik jika kaitkan dengan konsep

kewargaan. Menurut As’ad Said Ali misalnya, pilihan Kiai Wahid Hasyim

tersebut bukanlah kompromi politik. Lanjut Ali, ada argumentrasi Syar’i

yang menjadi landasan Pancasila sebagai dasar negara yang di kemukakan

Wahid Hasyim sebagaimana dikemukan Ibnu Kaldun, Allah membolehkan

kita mendirikan negara berdasarkan nalar (Siyasah Aqliyah) bukan

berdasarkan agama (Siayah Diniyah) karena Syariat membolehkan ditinjau

untuk kesejahteraan umum.7

Dalam konteks ini penulis tertarik untuk mengungkap Pemikiran

Kiai Wahid Hasyim tentang Islam dan Kewargaan (Citizenship) di mana

Wahid Hasyim mencita-citakan masyarakat yang kendati manjemuk

6 Ahmad Masyur Surya Negara, Api Sejarah 2 (Bandung: Salamadani Pustaka

Semesta, 2010), hlm.124.

7 Meski mengalami perdebatan yang panjang dan melelahkan mengenai dasar negara di sidang BPUPKI yang akan digunakan Bangsa Indonesia, Akhirnya Wahid Hasyim Menyetujui Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Lihat As’ad Said Ali, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Bangsa, (Jakarta : LP3ES, 2009) hlm. XIX

Page 23: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

8

namun percaya pada sikap saling menghargai dan mengisi dalam konteks

solidaritas dalam kesatuan. 8

Dari latar belakang tersebut, skripsi ini memfokuskan pada

penelitian Pemikiran Kiai Wahid Hasyim kewargaan.

B. Pokok Masalah

Agar pembahasan yang akan dikaji lebih fokus dan tidak meluas,

maka penulis akan membatasi fokus penelitian mengenai pemikiran Wahid

Hasyim tentang Kewargaan

Sehingga berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Apa pemikiran Wahid Hasyim tentang Kewargaan?

C. Tujuan dan Kegunaan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui pemikiran Wahid hasyim tentang Kewargaan.

2. Untuk mengetahui apa yang sebenarnya yang melatar belakangi.

Wahid Hasyim menyetujui Pancasila sebagai dasar negara

Republik Indonesia

3. Sedangkan dengan adanya penelitian ini diharapkan ada kegunaan

yang dapat di ambil di antaranya sebagai berikut:

1. Dapat memberikan kontribusi pengetahuan terhadap para

penggiat, akademisi, peneliti, dan mahasiswa tentang

8 Ibid., hlm. 45.

Page 24: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

9

pemikiran tokoh besar seperti K.H. Wahid Hasyim tentang

Pancasila dan Kewargaan.

2. Untuk memberikan wawasan kepada pembaca mengenai

Pancasila dan Kewargaan. Kerena dua hal ini merupakan

hal yang pokok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

D. Telaah Pustaka

Kajian akademik mengenai pemikiran seorah tokoh, utama K.H.

Wahid mengenai Islam dan Kewargaan amatlah jarang, sebab tokoh yang

satu ini memang oleh para akademisi digolongkan sebagai pemikir

pendidikan dari pada negarawan dan pemikir politik, untuk sampai di

susunnya penelitian ini, amat jarang penulis yang mengakaji secara fokus

dan mendalam tentang pemikiran K.H. Wahid Hasyim di bidang politik,

khususnya mengenai pemikiran beliau mengenai Islam dan Kewargaan.

Untuk itulah penulis berkeinginan menelitinya. Agar tidak terjadi

pengulangan kembali penulis mencoba menelusuri literatur yang yang

mengkaji Wahid Hasyim.

Adalah Karya As’ad Said Ali yang berjudul “Negara Pancasila

Jalan Kemaslahatan Bangsa”. Dalam buku ini hanya di jelaskan

bagaimana orang-orang luar negeri terkagum-kagum terhadap Indonesia,

terkait ideologi Pancasila yang bisa mempersatukan Indonesia dari bahaya

perpecahan. Selain dari itu, buku ini juga menjelaskan bagaimana respon

Kiai NU Terhadap Pancasila yang salah satunya mengenai sepakatnya

K.H. Wahid Hasyim tentang Pancasila sebagai dasar negara. Tetapi

Page 25: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

10

pembahasan As’ad Said Ali hanya bersifat umum, itupun tidak disertai

argumentasi serta alasan mengapa Wahid Hasyim menyetujui Pancasila

dan bagaimana pemikiran beliau tentang kewargaan. Hal ini bisa

dimaklumi karena karyanya ini As’ad lebih fokus pada pembahasan

Aktualisasi Pancasila dari tahun ketahun, dari rezim satu ke rezim

berikutnya.9

Karya yang kedua adalah tulisan Dr. Adian Husaini yang berjudul

Pancasila Bukan Untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam. Dalam

buku ini, Dr. Adian Husaini hanya menjelaskan bagaimana Pancasila

sering dijadikan tameng orang-orang non muslim untuk menghentikan

aspirasi Umat Islam ketika berbicara tentang Perda Syariah dan Hukum

Islam dengan di anggapa menghianati Pancasila seperti halnya ketika era

50 ketika orang mengkritik negara dituduh komunis atau PKI.

Di satu sisi buku ini juga menerangkan tentang situasi pada masa

perumasan dasar negara ihwal perdebatan-perdebatan yang menyertainya,

tetapi mengenai pembahasan khusus Pemikiran KH Wahid Hasyim tentang

Islam dan kewargaan kurang begitu dikaji secara mendalam. Karena di

dalam bukunya ini, Adian hanya membahas secara umum mengenai

pemikiran tokoh-tokoh perumus dasar negera dalam sidang BPUPKI.10

Buku lain yang membahas pemikiran KH.Wahid Hasyim adalah

antologi yang berjudul KH.A. “Wahid Hasyim, Sejarah, Pemikiran dan

9 As’ad Said Ali, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Bangsa, (Jakarta :

LP3ES, 2009). 10 Adian Husaini, Pancasila Bukan Untuk Menindas Hak Konstusional Umat

Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2009).

Page 26: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

11

Baktinya Bagi Agama dan Bangsa”. Buku ini lebih banyak membahas

pemikiran Kiai Wahid Hasyim secara garis besarnya sehingga kurang

begitu mendalam. Selain dari pada itu, karena sifatnya antologi,

pembahasannya umum dan kurang fokus pada satu titik masalah, dalam

artian tidak mengkaji satu topik yang untuh, sehingga tidak mendalam. 11

Selain literatur diatas, ada buku Karya Samsul Munir Amin yang

berjudul Percik Pemikiran Kiai. Dalam buku ini diulas beberapa pemikiran

para Kiai, termasuk pemikiran Kiai Wahid Hasyim, hanya saja

pembahasan dalam buku ini fokus mengkaji pemikiran Keagaaman Wahid

Hasyim saja.12

Dari berbagai litelatur yang sudah penulis sebutkan di atas, penulis

belum menemukan literatus yang secara khusus meneliti Pemikiran

Wahid Hasyim tentang Kewargaan yang fokus dan mendalam. Oleh sebab,

penulis tertarik untuk peneliti pemikiran Wahid Hasyim guna mengungkap

pemikiran beliau secara fokus. Penelitan inilah yang sesungguhnya

membedakan penelitian penulis dengan penelitian-penelitian sebelumnya

yang sudah disebutkan diatas.

E. Kerangka Teoritik

Kajian tentang pemikiran politik termasuk tema yang cukup tua

seiring dengan kehadiran ilmu politik itu sendiri. Pemikiran politik disini

merupakan bagian dari ilmu politik yang mengkhususkan diri pada

11 Salahudin Wahid, Wahid Hasyim, Sejarah, Pemikiran dan Baktinya Bagi

Agama dan Bangsa, (Jombang: Pesantren Tebu Ireng, 2011). 12 Samsul Munir Amin, Percik Pemikiran Kiai (Yogyakarta: LKiS, 2009)

Page 27: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

12

upayanya menyelidiki pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam bidang

ilmu politik. Dari pemahaman ini, membawa sebuah konsekuensi

mengkaji pemikiran politik tidak bisa dilepaskan dari sejarah dan filsafat

politik seperti etika, moralitas dan idelisme. Lantas apa yang membedakan

pemikiran politik dengan teori politik. Rahmad Zainuddin menjelaskan

teori mungkin lebih luas apabila pengertian teori tidak dimasukkan hal-hal

yang ada hubungannya dengan teori, pemikiran bisa saja lebih luas jika

teori merupakan proses dari sebuah berfikir.

Dalam pandangan John G Gunnel yang dikutip Munawar Ahmad

mengatakan pemikiran politik sebenarnya ingin mencoba menjawab

kriteria apa yang harus dipakai dalam memutuskan apa yang akan

dikerjakan dan apa yang akan dituliskan dan kriteria apa yang harus

dipakai dalam memutuskan apa yang akan dikerjakan dan yang akan di

tuliskan.13

Lalu bagaimana bisa mengungkap pemikiran politik tersebut.

Dewasa ini pijakan untuk membaca pemikiran politik adalah teks dan

perkatan( Talks) 14karena keduanya mengandung interest pada suatu

komunitas atau bangsa. Tetapi di dalam konteks ini, penulis hanya lebih

mengkususkan diri pada penelitian teks untuk mengungkap pemikiran

kewargaan seorang tokoh yang bernama Kiai Wahid Hasyim.

13 Munawar Ahmad, Merunut Akar Pemikiran Politik Kritis di Indonesia dan

Penerapan Critical Discourse Analysis Sebagai Alternatif Metodologi, (Yogtakarta: Gava Media, 2007), hlm. 7.

14 Ibid., hlm.3.

Page 28: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

13

Mengapa teks, sebab menulis merupakan kegiatan inteklektual

yang cukup strategis dalam penyampaikan pesan yang ada dalam benak

seseorang. Menulis tidak hanya dipahami sebagai proses mental saja,

namun juga merupakan proses sistematis dari pola interkomunikasi yang

dapat disadari. Padangan Munawar Ahmad ini, menunjukkan bahwa

bahasa membutuhkan media artikulasi yang disebutnya dengan Visible

Mark (tanda yang terlihat) tanda inilah yang kemudian hari diberi nama

teks. Dari pengertian tersebut teks sebenarnya merupakan entitas yang

terlihat sebagai perwujudan bahasa.15Tentu saja teks itu tidak berdiri

sendiri, melainkan adanya serangkai proposisi yang memberi bentuk dan

memberi makna terhadap teks tersebut. Dengan demikian teks memiliki

bangunan dan kontruksi. Pengertian ini menjadi pengikat hubungan antara

teks dengan tatanan sosial. Jadi, makna atau arti menjadi indikator adanya

intimidasi sosial terhadap teks itu sendiri. Dalam kondisi seperti inilah teks

disebut wacana atau diskursus.

Wacana sendiri bagi Teun A. Van Dijk bukan datang tiba-tiba dari

sebuah ruang sosial yang kosong. Tetapi, apa yang oleh Van Dijk

dipengaruhi oleh kognisi sosial. Bagi Van Dijk, penelitian tentang wacana

tidak hanya sebatas teks semata, tetapi juga harus dilihat pula bagaimana

suatu teks itu diproduksi, sehingga bisa diketahui mengapa teks bisa

muncul semacam itu. Misalkan mengapa muncul teks-teks yang

memarjinalkan perempuan, maka perlu dicari bagaimana produksi teks itu

15 Ibid., hlm.79.

Page 29: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

14

berkerja dan mengapa teks semacam itu muncul. Dari sini bisa dipahami

bahwa teks sebenarnya sebagian kecil dari dari stuktur besar masyarakat.

Dalam teorti wacana Van Dijk berusaha menghubungkan elemen

besar berupa sturktur sosial dengan elemen wacana mikro dengan sebuah

demensi yang bernama kognisi sosial. Kognisi sosial ini memiliki dua arti,

Pertama, menunjukan bagaimana sebuah teks itu diproduksi oleh seorang

tokoh. Kedua, menggambarkan bahwa nilai-nilai masyarakat diserap oleh

tokoh, yang dalam penelitian ini adalah Wahid Hasyim untuk

menghasilkan sebuah teks. Oleh sebab itu, bagi Van Dijk wacana memiliki

tiga demensi yakni: teks, kognisi sosial dan konteks sosial.

Model analisis wacana Menurut Van Dijk .

Pengertian dari gambar ini adalah: pada tataran analisis teks untuk

mengungkap sturtur bangunan teks, sedang kognisi sosial untuk melihat

realitias yang mempengaruhi pengarang, sedang analisis sosial untuk

melihar relasi kuasa, serta akses penulis terhadap kekusaan tertentu. Dalam

teori analisis wacana model Van Dijk yang pertama di teliti adalah

sturktur teks yakni menganalisa strategi wacana yang di pakai untuk

menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu serta bagaimana

membangun sebuah wacana dalam sebuah strategi tekstual untuk

Konteks

Kognisi sosial

Teks

Page 30: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

15

menyingkirkan untuk memarjinalkan sebuah kelompok, gagasan atau

peristiwa tertentu.

Analisis wacana Van Dijk juga menganalisa kognisi sosial untuk

melihat bagaimana kognisi pengarang untuk memahami peristiwa tertentu

yang akan dituliskan. Selain hal tersebut, menganalisa bagaimana wacana

yang berkembang dalam masyarakat, serta proses produksi dan reproduksi

seseorang atau peristiwa yang digambarkan16

Teori analisis wacana kritis ini sebenarnya memiliki tujuan

pengungkap maksud tersembunyi dari subjek (penulis) yang

mengungkapkan suatu pernyataan. Dalam teori ini bahasa tidak hanya

dipandang dalam pengertian linguistik tradisional, melainkan sebagai alat

yang bisa dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk praktik

ideologi dan memandang bahasa sebagai praktik sosial.17

Selanjutkan kewarganegaraan di artikan orang-orang sebagai

bagian dari penduduk yang merupakan unsur negara yang dahulunya

disebut kawula atau hamba sekarang lazim disbut warga negara. Istilah

warga negara ini menunjukkan kedudukannya sebagai orang yang

merdeka, ia bukan lagi hamba dari raja, melainkan peserta ataupun warga

dari suatu negara dengan memiliki hak yang sama dalam tanggung

16

Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta:LkiS, 2011), hlm.221-225.

17 http://andreyuris.wordpress.com/2008/08/08/studi-analisis-wacana-kritis/.

Akses tanggal 39 Maret 2013.

Page 31: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

16

jawab dan kepentinganya. Mereka juga memiliki hak didalam hukum dan

memiliki privasi sera tanggung jawab.18

Sejalan dengan pengertian diatas, AS Hikam mendifinisikan

kewarganegaraan sebagai anggota dari sebuah komunitas yang membentuk

Negara itu sendiri. Bagi Hikam, istilah warga lebih baik dari pada kawula

atau hamba yang menjadikannya objek yang berarti dimiliki dan

mengapdi kepada pemiliknya.

Sedangkan Koeniatmanto S, memberi difinisi warga negara

dengan anggota Negara yang memiliki kedudukan khusus terhadap

negaranya. Selain warga Negara juga memiliki hubungan hak dan

kewajiban yang sifatnya timbal balik terhadap negaranya.19

Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UU

1945 pasal 26) dimaksud dengan Indonesia asli dan bangsa lain yang

disahkan undang-undang sebagai warga negara. Penafsiran undang-undang

ini menyatakan bahwa peranakan China, Belanda dan peranakan Arab

yang bertempat tinggal di Indonesia dengan mangakui Indonesia sebagai

tanah airnya dan bersikap setia kepada kepada negara Republik Indonesia

maka bisa dikatakan sebagai warga negara.20

18 Abdullah Rozak dkk. Pendidikan Kewargaan, Demokrasi, HAM dan

Masyarakat Madani, ( Jakarta: IAIN Jarkarta Press, 2000 ), hlm. 60.

19 Dede Rosyada dkk, Pendidikan Kewargaan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, ( Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003 ), hlm. 73.

20 Ibid, hlm 74.

Page 32: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

17

F. Metode Penelitian

Dalam menyelesaikan penelitian dan pembahasan skripsi ini,

digunakan beberapa metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan termasuk termasuk kategori

penelitian pustaka (library research) dengan ciri-ciri

menggunakan buku-buku, kitab, jurnal, internet, dan lain

sebagainya yang memuat materi-materi atau bahan-bahan yang

terkait dengan objek pembahasan sebagai sumber datanya.21

2. Sifat Penelitian

Peneletian ini bersifat deskriptif-analitik 22 yaitu penelitian yang

menjelaskan data dan memberikan pengertian Pemikiran Wahid

Hasyim tentang Kewargaan.

3. Pendekatan Penelitian

a. Pendekatan filosofis

Yang dimaksud dengan pendekatan filosofis adalah

pendekatan yang lebih menekankan inti, hakikat, atau

hikmah di balik objeknya.

4. Teknik pengumpulan data

a. Sumber Data Primer

21 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1990), hlm. 9. 22 Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996),

hlm. 45.

Page 33: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

18

Data primer adalah data yang dijadikan bahan utama dalam

melakukan penelitian, yaitu beberapa tulisan Wahid

Hasyim di beberapa literatur, baik berupa buku maupun

dokumen-dokumen yang terkumpulkan dalam sebuah buku

yang berjudul” Mengapa Saya Memilih Nahdtalul Ulama”.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang menjelaskan data primer.

Data sekunder yang dimaksud adalah mengenai teori-teori

Analisis Wacana Kritis, sejarah NU, dan konsep-konsep

kewarganegaraan. Sumber-sumber data sekunder ini

diperoleh melalui kajian pustaka baik buku-buku, artikel-

artikel, jurnal- jurnal, karya ilmiah, ensiklopedi

maupun literatur-literatur lain yang relevan dengan

skripsi ini.

5. Pengolahan Data

Pengolahan yang dilakukan penyusun adalah dengan metode

Induktif-Deduktif, yaitu suatu metode yang menggunakan

pencairan fakta dan data yang berkaitan dengan pembahasan

skripsi kemudian di analisa dengan kerangka pemikiran yang

cermat dan terarah.23

23 Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, cet, 3 ( Jakarta: Rineka

Cipta, 2003), hlm.20-21.

Page 34: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

19

G. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan bersifat sistematik sehingga penjabaran yang ada

dapat dipahami dengan baik, maka dengan pembahasan ini, dibagi menjadi

lima yang terdiri dari beberapa sub bab.

Bab Pertama berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar

pembahasan secara global, Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Kerangka Teoritik,

Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

Bab Kedua membahas Islam dan kewargaan. Dalam bab ini

penyusun menerangkan bagaimana konsep kewargaan secara umum dan

dalam Islam itu sendiri.

Bab Ketiga membahas sejarah intelektual dan gerakan sosial

Wahid Hasyim. Dalam bab ini pula dibahas mengenai bagaimana tradisi

pesantren dan didikan keluarga begitu kuat mempengaruhi pemikiran

Wahid Hasyim.

Bab Empat dibahas mengenai pemikiran Kiai Wahid Hasyim

tentang Kewargaan. Dalam bab inipula akan dibahas mengenai

argumentasi pemikiran kewargaan Wahid Hasyim.

Bab Kelima, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan

saran-saran.

Page 35: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sikap politik Wahid Hasyim untuk melunakkan pemikirannya terkait

mendukung perubahan Pancasila sejatinya merupakan sebuah tindakan Wahid

Hasyim untuk membela kelompok minoritas (Umat Kristen) yang pada waktu

itu merasa keberatan atas keinginan Umat Islam yang berusaha keras

menyantumkan kata “Dengan Menjalankan Syariat Islam Bagi Para

pemeluknya” dengan mengeluarkan wacana mendukung perubahan Pancasila.

Wahid Hasyim dalam wacananya tersebut mencoba memberikan pemikiran

bagi Umat Islam seharusnya memposisikan dirinya terhadap kelompok lain

(non muslim) dengan memperlakukan orang lain dengan rasa hormat dan

empati adalah hal yang diperlukan untuk membangun stabilitas.

Dari sini sangat jelas bahwa pemikiran kewargaan Wahid Hasyim

berhubungan dengan komunitasnya untuk membangun pemikiran adanya

kesetaraan diantara warga negara dalam menentukan kebijakan politik, dan

bagaimana memposisikan dirinya dengan kelompok lain di dalam negara

memiliki kedudukan yang sama. Pemikiran kewargaan Wahid Hasyim

semacam ini tidak menitik beratkan pada hal-hal yang sifatnya formal seperti:

KTP, visa, paspor dan lain sebagainya, tetapi model kewargaan yang sifatnya

Page 36: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

85

lebih subtansial, yakni bagaimana negara harus memberikan ruang bagi

warga negara untuk mendapatkan hak-haknya.

Pemikiran Kewargaan Wahid Hasyim lahir atas kognisi sosial, yakni

adanya politik golongan-golongan yang melingkupi kehidupan Wahid

Hasyim. Sudah mafhum, pada era paska kemerdekaan Bangsa Indonesia

mengalami kondisi politik yang tidak menentu yang dibuktikan dengan

lahirnnya polemik diantara tokoh bangsa dalam merumuskan dasar negara.

Atas dasar kondisi semacam inilah akhirnya Wahid Hasyim melunakkan

pemikirannya untuk menerima perubahan Piagam Jakarta. Pemikiran Wahid

Hasyim yang demikian sangat kuat dipengaruhi oleh droktrin politik NU

seperti toleransi, moderat, menjaga keseimbangan yang terbentuk ketika

Wahid Hasyim mendapatkan didikan dari pesantren serta dari keluarganya

sendiri.

B. Saran-saran

Wahid Hasyim merupakan tokoh pergerakan yang begitu gigih dalam

memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia, baik melalui jalur

diplomasi dan jalur perlawan. Tetapi yang menarik dari diri Wahid Hasyim

yang mungkin tidak banyak dikaji adalah Pemikiran politik non kooperatif

Wahid Hasyim Terhadap Belanda. Pemikiran Wahid Hasyim ini cukup

menarik jika diteliti.

Page 37: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

86

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Aceh, Aboebakar, Sejarah Hidup K.H. A Wahid Hasjim, Bandung: Mizan, 2011.

Ali, As’ad Said, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Bangsa, Jakarta: LP3ES, 2011.

al-Maududi, Abul A’la, Hukum dan Konstitu Sistem Politik Islam, Bandung: Mizan,1995.

Ahmad, Munawar, Merunut Akar Pemikiran Politik Kritis di Indonesia dan Penerapan Critical Discourse Analysis Sebagai Alternatif Metodologi, Yogtakarta: Gava Media, 2007.

-------------------------, Ijtihad Politik Gus Dur, Yogayakarta: LKIS, 2000.

As hikam, Muhammad, Gerakan Politik Warga Negara dalam Fikih Kewarganegaraan: Intervensi Agama Negara Terhadapm Masyarakat Kecil, Jakarta: PB-PMII, 2000.

Amin, Samsul Munir, Percik Pemikiran Kiai,Yogyakarta: LKiS, 2009.

Bakker, Anton Metodologi Penelitian Filsafat Yogyakarta: Kanisius, 1990.

B.J Boland, Pergumulan Islam di Indonesia 1945-197, Grafitipres: Bandung,1985.

Barto, Greg, Beografi Gus, Dur The Authorized Biographyi Abdurahman Wahid, Yogyakarta: LkiS 2010

Bizawie, Zainul Milal, Laskar Ulama-Santri&Resolusi Jihad, Ciputat: Yayasan Compass, 2014.

Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2011.

El-Guyanie, Gugun, Resolusi Jihad Paling Syar’i,Cet ke- I,Yogyakarta: LKiS, 2010

Fattah, Abdul, Kewargaan Dalam Islam: Tafsir Baru atas Konsep Umat, Surabaya: Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat, 2004.

Farid, Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2005.

Page 38: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

87

Fealy, Greg, Ijtihad Politik ulama, sejarah NU 1952-1967, Yogyakarta:LkiS, 2009.

Ghafar, Affan, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999.

Husaini, Adian, Pancasila Bukan Untuk Menindas Hak Konstusional Umat Islam, Jakarta: Gema Insani, 2009.

Hasan, Noor Haidi, Islam Politik Di Dunia Kontemporer, Konsep, Geneologi dan Teori, Yogyakarta: Suka Press, 2012.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1990.

Hasyim, Wahid, Mengapa Saya Memilih Nahdlatu, Bandung: Mizan 2011.

Jurdi, Syarifuddin, Pemikiran Politik Islam Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Khuluq, Latiful, Fajar Kebangkitan Ulama: Beografi K.H Hasyim Asy’ari, Yogyakarta: LkiS, 2000.

Moesa, Ali Maschan, Nasionalisme Kiai Kontruksi Sosial Berbasi Agama, cet ke-I Yogyakarta: LkiS, 2007.

Mashad, Dhurorudin, Akar Konflik Politik Islam di Indonesia, Jakarta: Penerbit Pustaka Al-Kautsar, 2008.

Mujiburrahman, Mengendonesiakan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

M. Bukhori, Pahrurroji Membebaskan Agama dari Negara, Yogyakarta: Pondok Edukasi,2007.

Muzadi, Muchith, NU dan fiqih kontekstual, Yogyakarta: LKPSM NU DIY, 1994.

Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur ketataNegaraan Indonesia, Jakarta:

Rineka Cipta, 2001.

Qomar, Mujamil, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demikratisasi Institusi, cetakan Ke-I,Bandung: Penerbit Erlangga, 2010.

Rozak, Abdullah dkk. Pendidikan Kewargaan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Jarkarta Press, 2000.

Page 39: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

88

Rosyada, Dede dkk, Pendidikan Kewargaan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.

Salahudin Wahid, Wahid Hasyim, Sejarah, Pemikiran dan Baktinya Bagi Agama dan Bangsa, Jompang: Pesantren Tebu Ireng, 2011.

Surya Negara, Ahmad Masyur Api Sejarah 2, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2010.

Sitompul, Einar Martahan, NU dan Pancasila, Yogyakarta: LkiS, 2010.

Santoso, Listoyono Teologi Politik Gus Dur, Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2004.

Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an,Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1996.

Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, cet, 3, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Winarno, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2009.

B. LAIN-LAIN

http://andreyuris.wordpress.com/2008/08/08/studi-analisis-wacana-kritis/. Akses tanggal 39 Maret 2013.

Khalid Ibrahim Jindan, Teori Politik Islam, Telaah Kritis Ibnu Taimiyah tentang Pemerintahan Islam, (Surabaya: Risalah Gusti:1999), hlm.124

Page 40: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

Lampiran I

BIOGRAFI TOKOH

A. ABUL A'LA MAUDUDI

Sayyid Abul A'la Maududi (Urdu: ��ا���� دود � ا��� - pengejaan alternatif nama akhir Maududi, dan Mawdudi) (25 September 1903 - 22 September 1979),[1] juga dikenal sebagai Mawlana (Maulana) atau Syeikh Sayyid Abul A'la Mawdudi, adalah jurnalis, teolog, dan filsuf politik Pakistan Sunni, dan mayor pemikir Islam Ortodoks abad ke-20.[2] Dia juga merupakan figur politik di negaranya (Pakistan), dimana Runtuhnya khilafah pada 1924 mengakibatkan kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap nasionalisme yang ia yakini hanya menyesatkan orang Turki dan Mesir, dan menyebabkan mereka merongrong kesatuan muslim dengan cara menolak imperium ‘Utsmaniah dan kekhalifahan muslim.Disinilah Maududi menjadi lebih mengetahui kesadaran politik kaum muslimin dan jadi aktif dalam urusan agamanya. Namun, saat itu fokus tulisan-tulisannya belum juga mengarah pada kebangkitan Islam.

Sayyid Abul A’la Maududi adalah figur penting dalam kebangkitan Islam pada dasawarsa terakhir. Ia lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh muslim India Utara) di Aurangabad, India Selatan, tepatnya pada 25 September 1903 (3 Rajab 1321 H). Rasa dekat keluarga ini dengan warisan pemerintahan Muslim India dan kebenciannya terhadap Inggris, memainkan peranan sentral dalam membentuk pandangan Maududi di kemudian hari. Ahmad Hasan, ayahnya Maududi, sangat menyukai tasawuf. Ia berhasil menciptakan kondisi yang sangat religius dan zuhud bagi pendidikan anak-anaknya. Ia berupaya membesarkan anak-anaknya dalam kultur syarif. Karenanya, sistem pendidikan yang ia terapkan cenderung klasik. Dalam sistem ini tidak ada pelajaran bahasa Inggris dan modern, yang ada hanya bahasa Arab, Persia, dan Urdu. Karena itu, Maududi jadi ahli bahasa Arab pada usia muda.

Pada usia sebelas tahun, Maududi masuk sekolah di Aurangabad. Di sini ia mendapatkan pelajaran modern. Namun, lima tahun kemudian ia terpaksa meninggalkan sekolah formalnya setelah ayahnya sakit keras dan kemudian wafat. Yang menarik, pada saat itu Maududi kurang menaruh minat pada soal-soal agama, ia hanya suka politik. Karenanya, Maududi tidak pernah mengakui dirinya sebagai ‘alim. Kebanyakan biografi Maududi hanya menyebut dirinya sebagai jurnalis yang belajar agama sendiri. Semangat nasionalisme Indianya tumbuh subur. Dalam

Page 41: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

beberapa esainya, ia memuji pimpinan Partai Kongres, khususnya Mahatma Gandhi dan Madan Muhan Malaviya.Pada 1919 dia ke Jubalpur untuk bekerja di minggua partai pro Kongres yang bernama Taj. Di sini dia jadi sepenuhnya aktif dalam gerakan khilafah, serta aktif memobilisasi kaum muslim untuk mendukung Partai Kongres.

Kemudian Maududi kembali ke Delhi dan berkenalan dengan pemimpin penting Khilafah seperti Muhammad ‘Ali. Bersamanya, Maududi menerbitkan surat kabar nasionalis, Hamdard. Namun itu tidak lama. Selama itulah pandangan politik Maududi kian religius. Dia bergabung dengan Tahrik-I Hijrah (gerakan hijrah) yang mendorong kaum muslim India untuk meninggalkan India ke Afganistan yang dianggap sebagai Dar al-Islam (negeri Islam).

Pada 1921 Maududi berkenalan dengan pemimpin Jami’ati ‘Ulama Hind (masyarakat ulama India). Ulama jami’at yang terkesan dengan bakat maududi kemudian menarik Maududi sebagai editor surat kabar resmi mereka, Muslim. Hingga 1924 Maududi bekerja sebagai editor muslim. Disinilah Maududi menjadi lebih mengetahui kesadaran politik kaum muslimin dan jadi aktif dalam urusan agamanya. Namun, saat itu tulisan-tulisannya belum juga mengarah pada kebangkitan Islam.

Di Delhi, Maududi memiliki peluang untuk terus belajar dan menumbuhkan minat intelektualnya. Ia belajar bahasa Inggris dan membaca karya-karya Barat. Jami’at mendorongnya untuk mengenyam pendidikan formal agama. Dia memulai dars-I nizami, sebuah silabus pendidikan agama yang populer di sekolah agama Asia Selatan sejak abad ke delapan belas. Pada 1926, ia menerima sertifikat pendidikan agama dan jadi ulama.

Runtuhnya khilafah pada 1924 mengakibatkan kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap nasionalisme yang ia yakini hanya menyesatkan orang Turki dan Mesir, dan menyebabkan mereka merongrong kesatuan muslim dengan cara menolak imperium ‘Utsmaniah dan kekhalifahan muslim. Dia juga tak lagi percaya pada nasionalisme India. Dia beranggapan bahwa Partai Kongres hanya mengutamakan kepentingan Hindu dengan kedok sentimen nasionalis. Dia ungkapkan ketidaksukaannya pada nasionalisme dan sekutu muslimnya.Sejak itu, sebagai upaya menentang imperialisme, Maududi menganjurkan aksi Islami, bukan nasionalis. Ia percaya aksi yang ia anjurkan akan melindungi kepentingan muslimin. Hal ini memberi tempat bagi wacana kebangkitan.

Pada 1925, seorang Muslim membunuh Swami Shradhnand, pemimpin kebangkitan Hindu. Swami memancing kemarahan kaum muslimin karena dengan erang-terangan meremehkan keyakinan kaum muslimin. Kematiannya Swami menimbulkan kritik media massa bahwa Islam adalah agama kekerasan. Maududi pun bertindak. Ia

Page 42: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

menulis bukunya yang terkenal mengenai perang dan damai, kekerasan dan jihad dalam Islam, Al Jihad fi Al Islam. Buku ini berisi penjelasan sistematis sikap Muslim mengenai jihad, sekaligus sebagai tanggapan atas kritik terhadap Islam. Buku ini mendapat sambutan hangat dari kaum muslimin. Hal ini semakin menegaskan Maududi sebagai intelektual umat.

Sisa terakhir pemerintahan muslim pada saat itu kelihatan semakin tidak pasti. Maududi pun berupaya mencari faktor penyebab semakin pudarnya kekuasaan muslim. Dia berkesimpulan, selama berabad-abad Islam telah dirusak oleh masuknya adat istiadat lokal dan masuknya kultur asing yang mengaburkan ajaran sejatinya. Karenanya Maududi mengusulkan pembaharuan Islam kepada pemerintahan saat itu, namun tidak digubris. Hal ini mendorong Maududi mencari solusi sosio-politik menyeluruh yang baru untuk melindungi kaum muslimin.

Gagasannya ia wujudkan dengan mendirikan Jama’at Islami (partai Islam), tepatnya pada Agustus 1941, bersama sejumlah aktifis Islam dan ulama muda. Segera setelah berdiri, Jama’ati Islami pindah ke Pathankot, tempat dimana Jama’at mengembangkan struktur partai, sikap politik, ideologi, dan rencana aksi.

Sejak itulah Maududi mengosentrasikan dirinya memimpin umat menuju keselamatan politik dan agama. Sejak itu pula banyak karyanya terlahir di tengah-tengah umat. Ketika India pecah, Jama’at juga terpecah. Maududi, bersama 385 anggota jama’at memilih Pakistan. Markasnya berpindah ke Lahore, dan Maududi sebagai pemimpinnya. Sejak itu karier politik dan intelektual Maududi erat kaitannya dengan perkembangan Jama’at. Dia telah "kembali" kepada Islam, dengan membawa pandangan baru yang religius.

Page 43: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

Lampiran II

TERJEMAHAN

No Hlm Bab Fn TERJEMAH 1 36 II 15 Dan tidaklah binatang-binatang yang

ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya kecuali umat-umat juga seperti.

2 39 II 18 Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah meninggalkan negerinya, berjuang dengan meninggalkan harta dan jiwa raganya di jalan Allah, dan orang-orang yang memberikan suaka dan memberikan pertolongan kepada orang-orang yang berhijrah tersebut, mereka ini satu sama lain beriman tetapi tidak berhijrah, kamu tidak terikat apa-apa dengan Islam. Tetapi seandainya mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan agama dari serangan kaum kafir, kamu wajid menolong mereka, kecuali jika antara kamu dengan kaum kafir itu terikat oleh perjanjian tidak saling menyerang. Dan Allah maha melihat apa yang kamu lakukan

Page 44: PEMIKIRAN WAHID HASYIM TENTANG ISLAM DAN KEWARGAAN

Lampiran III

CURRICULUM VITAE

Nama : Ahmad Danuji

Tempat/Tanggal Lahir : Pati 4 Agustus 1988

Nama Orang Tua :

Ayah : Sarbini (Alm)

Ibu : Sukariyah

Alamat Rumah : Jl. Dampuawang No.4 Pasucen, Trangkil, Pati

Alamat tinggal : Jalan Veteran Muja-Muju Yogyakarta

Riwayat Pendidikan:

1. TK Misbahul Ulum , Tahun 1993-1994

2. MI Misbahul Ulum , (1997-2002)

3. MTS Misbahul Ulum, (2002-2005)

4. MA Raudlatu Ulum, (2005-2008)

5. UIN Sunan Kalijaga (2008 – Sekarang)

Hp : 089694276522

E-mail : [email protected]