Pemikiran Jamaludn Al Afghani
-
Upload
humairahnia12 -
Category
Data & Analytics
-
view
71 -
download
0
Transcript of Pemikiran Jamaludn Al Afghani
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sayyid Jamaluddin al-Afghani adalah perintis modernisme Islam. Dia terkenal
karena kehidupan dan pemikirannya yang luas, dan juga karena menganjurkan dan
mempertahankan sejak 1883 bahwa persatuan pan-Islam merupakan sarana untuk
memperkuat dunia muslim mengahadapi barat.
Jamaluddin al-Afghani selain pelopor modernisasi, juga sebagai seorang pemikir
di dunia timur dan sekitarnya. Dengan semangat yang patriotis, ia dapat mengahantarkan
liberalisme baru Islam ke gerbang abad ke sembilan belas dan dua puluh. Ia adalah
seorang pemimpin pembaharuan yang tempat tinggal dan aktifitasnya berpindah-pindah
dari satu negara Islam ke negara Islam lainnya. pengaruh terbesar yang ditinggalkannya
adalah di mesir.
Gerakan pembaharuan islam sebagai suatu gerakan yang berupaya untuk
mengubah kehidupan umat Islam dari keadaan kejumudan dan ketertinggalan. Gerakan
pembaharuan ini bermuatan yang cukup berarti dengan adanya transformasi nilai yang
harus berubah. Bahkan bila diperlukan harus dibarengi dengan perbaikan-perbaikan
terhadap aturan-aturan atau tatanan-tatanan yang sudah dimiliki atau masih dianggap
belum mendapat satu kepastian hokum
Menyadari gerakan pembaharuan ataupun yang dikenal dengan modernisme
dalam islam merupakan suatu gerakan yang berusaha untuk mengkondisikan kehidupan
umat islamdari sifat statis ke sifat yang dinamis. Gerakan ini sedianya bermula pada
adanya kontak kekuatan antara kaum muslimin dengan bangsa Eropa, yang dengannya
menimbulakn kesadaran bagi kaum muslimin itu sendiri bahwa sesungguhnya memang
mereka jauh tertinggal dibandingkan bangsa Eropa. Hal ini baik dipandang dari ilmu
pengatahuan, keterampilan, pola pikir, kedisiplinan bahkan peralatan dan kekuatan yang
dimiliki oleh bangsa Barat.
Sayyid jamaluddin al-Afghani merupakan salah satu tokoh yang pertama kali
mentyatakan kembali tradisi muslim dengan cara yang sesuai dengan berbagai problem
penting yang muncul akibat Barat semakin mengusik Timur Tengah di abad kesembilan
belas. Dengan menolak tradisiolisme murni yang mempertahankan warisan Islam secara
tiak kritis di satu pihak dan peniruan membabibuta terhadap Barat di pihak lain. Al-
1
Afghani menjadi perintis penafsiran ulang Islam yang menekankan kualitas yang
diperluakan di dunia modern, seperti penggunaan akal, aktifisme politik serta kekuatan
militer dan politik.
Islam adalah agama satu-satunya yang diakui Allah swt saat ini, dimana
tuhan pencipta alam semesta dan jagat raya ini. Nabi Muhammad SAW yang
membawa agama islam ini menyempurnakan agama-agama dari nabi
sebelumnya. Pada zaman nabi, islam berkembang secara berlahan di semua
Negara arab, dan tidak semua Negara arab mau menerimanya secara langsung.
Karena ketika nabi Muhammad berdakwah hanya sebagian yang bergerak hatinya
untuk memeluk dan meyakini islam sebagai agamanya. Tidak heran ketikan masa
nabi Muhammad banyak cendikiawan muslim yang menyumbangkan ide dan
fikiran dalam kehidupan islam yang berpedoman pada al-qur’an dan hadits islam
mulai tahun 1800 M sampai sekarang dikenalah dengan masa pembaharuan
islam. Pada masa pembaruan umat islam sadar bahwa adanya kelemahan pada
bidang pendidikan, pemerintahan, dan teknologi. Umat islam di masa itu juga
sebagai bangsa yang tertindas oleh bangsa-bangsa eropa sehingga umat islam
semakin lemah dalam segala aspek hidup. Pada awal masa pembaharuan ini
kondisi islam berada di pengaruh barat yang mendominasi kehidupan ini. Pada
abad 20 islam mulai bangkit dari pengaruh barat. Pada masa ini banyak lahir
tokoh pemikiran dalam kalangan islam dari berbagai negara islam, salah satunya
yaitu Jamalludin Al-Afghani.
Pada sekitar abad 18 islam mengalami kemunduran yang mengkibatkan umat
islam mudah dipengaruhi oleh bangsa barat. Untuk memerangi dan bersaing
dengan pemikir barat ada beberapa tokoh yang berani menentang sehingga di abad
ke 20 ini di kenal dengan periode pembaharuan islam. Dan menjadi fokus kajian
pemikiran pembaharuan islam Jamaluddin Al-Afghani dari berbagai bidang
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Jamaluddin Al-Afghani?
2. Bagaimana peran politik Jamaluddin Al-Afghani?
3. Bagaimana pemikiran Jamaluddin Al Afghani dalam pembaharuan Islam?
2
4. Bagaimana Pengaruh pemikiran Jamaluddin Al Afghani?
C. Tujuan
1. Mengetahui pembaharuan islam menurut Jamaluddin Al-Afghani.
2. Mengetahui peran politik Jamaluddin Al-Afghani.
3. Mengambil manfaat dari adanya pembaharuan islam dan menghargai karya
orang lain.
D. Manfaat
1. Memberikan informasi pemikiran Jamaluddin Al-Afghani.
2. Dapat mengambil pelajaran dari Jamaluddin Al-Afghani.
3. Dapat membandingkan masa kejayaan islam dahulu dan sekarang.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Jamaluddin Al-Afghani
Jamaluddin Al-Afghani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam
yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu negara Islam ke negara
Islam lain. Pengaruh terbesar ditinggalkannya kalau uraian mengenai pemikiran
dan aktivitasnya dimasukkan ke dalam bagian tentang pembaharuan di Mesir.
Jamaluddin Al-Afghani lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal
dunia di Istambul di tahun 1897. Di tahun 1864 ia menajdi penasehat Sher Ali
Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam Khan
menjadi Perdana Menteri. Pada itu Inggris telah mulai mencampuri soal politik
dalam negeri Afghanistan dan dalam pergolokan yang terjadi Al-Afghani memilih
pihak yang melawan golongan yang disokong Inggris. Pihak pertama kalah dan
Al-Afghani merasa lebih aman meninggalkan tanah tempat lahirnya dan pergi ke
India di tahun 1869.
Di India ia juga merasa tidak bebas bergerak karena negara ini telah jatuh ke
bawah kekuasaan Inggris, dan oleh karena itu ia pindah ke Mesir di tahun 1871. Ia
menetap di Cairo dan pada mulanya menjauhi persoalan-persoalan politik Mesir
dan memusatkan perhatian pada bidang ilmiah dan sastra Arab. Di sanalaha ia
memberikan kuliah dan mengadakan diskusi. Menurut keterangan Muhammad
Salam Madkur, para peserta terdiri atas orang-orang terkemuka dalam bidang
pengadilan, dosen-dosen, mahasiswa dari Al-Azhar serta perguruan-perguruan
tinggi lain, dan juga pegawai-pegawai pemerintah. Tetapi ia tidak lama dapat
meninggalkan lapangan politik. Di tahun 1876 turut campur tangan Inggris dalam
soal politik di Mesir makin meningkat.
Dari Mesir Al-Afghani pergi ke Paris dan di sini ia mendirikan perkumpulan
Al-’Urwah Al-Wusqa. Anggotanya terdiri atas orang-orang Islam dari India,
Mesir, Suria, Afrika Utara dan lain-lain. Di antara tujuan yang hendak dicapai
ialah memperkuat rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan membawa umat
Islam kepada kemajuan. Sewaktu di Eropa Al-Afghani mengadakan perundingan
dengan Sir Randolp Churchil dan Drummond Wolf tentang masalah Mesir dan
4
tentang penyelesaian pemberontakan Al-Mahdi di Sudan secara damai. Tetapi
kedua usaha itu tidak membawa hasil.
Al-Afghani dikenal sebagai orang yang menghabiskan hidupnya hanya demi
kemajuan islam. Ia rela beranjak dari suatu negara ke negara lainnya demi
menyuarakan pemikiran-pemikiran revolusionernya, tentunya demi mengangkat
posisi dan martabat Islam yang jauh tertinggal dari dunia barat. Di zamannya
Islam berada di bawah bayang-bayang imperialisme Barat. Kondisi masyarakat
muslim yang jauh dari Islam, menurutnya adalah salah satu penyebab utama
kemunduran dunia Islam. Fanatisme yang masih kental kala itu, belum lagi
dengan tidak adanya rasa persaudaraan di antara sesama muslim yang
berkonsekwensi pada minimnya rasa solidaritas menjadikan masyarakat muslim
rentan terhadap perpecahan.
Tetapi pada itu tak boleh dilupakan bahwa kegiatan politik yang dijalankan
Al-Afghani sebenarnya didasarkan pada ide-idenya tentang pembaharuan dalam
Islam. Pemikiran pembaharuannya berdasar atas keyakinan bahwa Islam adalah
yang sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan semua keadaan, kalau
kelihatan ada pertentangan antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa
perubahan zaman dan perubahan kondisi, penyesuaian dan diperoleh dengan
mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran Islam seeprti yang tercantum
dalam al-Qur`an dan Hadits. Untuk interpretasi itu diperlukan ijtihad dan pintu
ijtihad baginya terbuka.
B. Pemikiran Politik Jamaluddin Al-Afghani
Al-Afghani berpendapat bahwa kemunduran umat Islam disebabkan antara
lain karena umat telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran
qada dan qadar telah berubah menjadi ajaran fatalisme yang enjadikan umat
menjadi statis. Sebab-sebab lain lagi adalah perpecahan di kalangan umat Islam
sendiri, lemahnya persaudaraan antara umat Islam dan lain-lain.
Untuk mengatasi semua hal itu antara lain menurut pendapatnya ialah umat
Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang benar, mensucikan hati,
memuliakan akhlak, berkorban untuk kepentingan umat, pemerintah otokratis
harus diubah menjadi demokratis, dan persatuan umat Islam hars diwujudkan
5
sehingga umat akan maju sesuai dengan tuntutan zaman. Ia juga menganjurkan
umat Islam untuk mengembangkan pendidikan secara umum, yang tujuan
akhirnya untuk memperkuat dunia Islam secara politis dalam menghadapi
dominasi dunia barat. Ia berpendapat tidak ada sesuatu dalam ajaran Islam yang
tidak sesuai dengan akal/ilmu pengetahuan, atau dengan kata lain Islam tidak
bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Selanjutnya bagaimana ide-ide
pembaharuan dan pemikiran politik Al-Afghani tentangnegara dan sistem
pemerintahan akan diuraikan berikut ini :
a. Bentuk negara dan pemerintahan
Menurut Al-Afghani, Islam menhendaki bahwa bentuk pemerintahan adalah
republik. Sebab, di dalamnya terdapat kebebasan berpendapat dan kepala negara
harus tunduk kepada Undang-Undang Dasar. Pendapat seperti ini baru dalam
sejarah politik Islam yang selama ini pemikirnya hanya mengenal bentuk khalifah
yang mempunyai kekuasaan absulot. Pendapat ini tampak dipengaruhi oleh
pemikiran barat, sebab barat lebih dahulu mengenal pemerintahan republik,
meskipun pemahaman Al-Afghani tidak lepas terhadap prinsip-prinsip ajaran
Islam yang berkaitan dengan dengan kemasyarakatan dan kenegaraan. Penafsiran
atau pendapat ersebut lebih maju dari Abduh yaitu Islam tidak menetapkan suatu
bentuk pemerintahan , maka bentuk demikianpun harus mengikuti masyarakat
dalam kehidupan materi dan kebebasan berpikir. Ini mengandung makna, bahwa
apapun bentuk pemerintahan, Abduh menghendaki suatu pemerintahan yang
dinamis.
Pemunculan ide Al-Afghani tersebut sebagai reaksi kepada salah satu sebab
kemunduran politis yaitu pemerintah absulot.
b. Sistem Demokrasi
Di dalam pemerintahan yang absulot dan otokratis tidak ada kebebasan
berpendapat, kebebasan hanya ada pada raja/kepala gegara untuk bertindak yan
tidak diatur oleh Undang-undang. Karena itu Al-Afghani menghendaki agar corak
pemerintahan absulot diganti dengan dengan corak pemerintahan demokrasi.
Pemerintahan demokratis merupakan salah satu identitas yang paling khas
dari dari pemerintahan yang berbentuk republik. Demokrasi adalah pasangan
pemerintahan republik sebagaimana berkembang di barat dan diterapkan oleh
6
Mustafa Kemal Attaturk di Turki sebagai ganti pemerintahan khalifah. Dalam
pemerintahan negara yang demokratis, kepala negara harus mengadakan syura
dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang berpengalaman karena
pengetahuan manusia secara individual terbatas sekali dan syura diperintahkan
oleh Allah dalam Al-Qur’an agar dapat dipraktekkan dalam berbagai urusan.
Selanjutnya ia berpendapat pemerintahan otokrasi yang cenderung
meniadakan hak-hak individu tidak sesuai dengan ajaran Islamyang sangat
menghargai hak-hak individu. Maka pemerintahan otokrasi harus diganti dengan
pemerintahan yang bercorak demokrasi yang menjunjung tinggi hak-hak individu.
Menurut Al-Afghani, pemerintahan yang demokrasi menghendaki adanya majelis
perwakilan rakyat. Lembaga ini bertugas memberikan usul dan pendapat kepada
pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan negara. Urgensi lembaga ini untuk
menghindari agar tidak muncul pemerintahan yang absulot. Ide atau usul para
wakil rakyat yan berpengalaman merupakan sumbangan yang berharga bagi
pemerintah. Karena itu para wakil rakyat harus yang berpengetahuan dan
berwawasan luas serta bermoral baik. Wakil-wakil rakyat yang demikian
membawa dampak positif terhadap pemerintah sehingga akan melahirkan undang-
undang dan peraturan atau keputusan yang baik bagi rakyat.
Selanjutnya, para pemegang kekuasaan haruslah orang-orang yang paling taat
kepada undang-undang. Kekuasaan yang diperoleh tidak lantaran kehebatan suku,
ras, kekuatan material dan kekayaan. Baginya kekuasaan itu harus diperoleh
melalui pemilihan dan disepakati oleh rakyat. Dengan demikian orang yang
terpilih memiliki dasar hukum untuk melaksanakan kekuasaan itu.
Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa sumber kekuasaan menurut Al-
Afghani adalah rakyat, karena dalam pemerintahan republik, kekuasaan atau
kedaulatan rakyat terlembaga dalam perwakilan rakyat yang anggotanya dipilih
oleh rakyat.
c. Pan Islamisme / Solidaritas Islam
Al-Afghani menginginkan adanya persatuan umat Islam baik yang sudah
merdeka maupun masih jajahan. Gagasannya ini terkenal dengan Pan Islamisme.
Ide besar ini menghendaki terjalinnya kerjasama antara negara-negara Islam
dalam masalah keagamaan, kerjasama antara kepala negara Islam. Kerjasama itu
7
menuntut adanya rasa tanggungjawab bersama dari tiap negara terhadap umat
Islam dimana saja mereka berada, dan menumbuhkan keinginan hidup bersama
dalam suatu komunitas serta mewujudkan kesejahteraan umat Islam.
Kesatuan benar-benar menjadi tema pokok pada tulisan Al-Afghani. Ia
menginginkan agar umat Islam harus mengatasi perbedaan doktrin dan kebiasaan
permusuhan. Perbedaan sekte tidak perlu menjadi hambatan dalam politik, dan
kaum muslimin harus mengambil pelajaran dari contoh Jerman, yang kehilangan
kesatuan nasionalnya karena terlalu memandang penting perbedaan agama.
Bahkan perbedaan besar dalam doktrin wilayah teluk, antara sunni dan syi’ah,
dapat dijembatani sehingga ia menyerukan kepada bangsa Persia dan Afghan
supaya bersatu, meskipun yang pertama adalah syi’ah dan yang kedua adalah
bukan, dan selama masa-masa akhir hidupnya ia melontarkan ide rekonsiliasi
umum dari kedua sekte tersebut.
Meskipun semua ide Al-Afghani bertujuan untuk mempersatukan umat Islam
guna menanggulangi penetrasi barat dan kekuasaan Turki Usmani yang
dipandangnya menyimpang dari Islam, tapi ide Pan-Islamnya itu tidak jelas.
Apakah bentuk-bentuk kerjasama tersebut dalam rangka mempersatukan umat
Islam dalam bentuk asosiasi, atau bentuk federasi yang dipimpin oleh seseorang
atau badan yang mengkoordinasi kerjasama tersebut, dan atau seperti negara
persemakmuran di bawah negara Inggris. Sebab ia mengetahui adanya kepala
negara di setiap negara Islam. Tapi, menurut Munawwir Sjadzali, Pan-
Islamismenya Al-Afghani itu adalah suatu asosiasi antar negara-negara Islam dan
umat Islam di wilayah jajahan untuk menentang kezaliman interen, para
pengusaha muslim yang lalim, menentang kolonialisme dan imperialisme barat
serta mewujudkan keadilan.
Al-Afghani menekankan solidaritas sesama muslim karena ikatan agama,
bukan ikatan teknik atau rasial. Seorang penguasa muslim entah dari bangsa mana
datangnya, walau pada mulanya kecil, akan berkembang dan diterima oleh suku
dan bangsa lain seagama selagi ia masih menegakkan hukum agama. Penguasa itu
hendaknya dipilih dari orang-orang yang paling taat dalam agamanya, bukan
karena pewarisan, kehebatan sukunya atau kekayaan materialnya, dan disepakati
oleh anggota masyarakatnya.
8
Inilah ide pemikir orisinil yang merupakan solidaritas umat yang dikenal
dengan Pan-Islamisme atau Al-Jamiah al Islamiyah (Persaudaraan sesama umat
Islam sedunia. Namun usaha Al-Afghani tentang Pan-Islamismenya ini tidak
berhasil.
C. Pemikiran Afghani: Revivalis dan Modernis
Semua orang sepakat bahwa dialah yang menghembuskan gerakan Islam
modern dan mengilhami pembaharuan di kalangan kaum Muslim yang hidup
ditengah-tengah kemodernan. Dia pula yang pengaruhnya amat besar terhadap
gerakan-gerakan pembebasan dan konstitusional yang dilakukan dinegara-negara
Islam setelah zamannya. Ia menggabungkan ilmu-ilmu tradisional Islamnya
dengan berbagai ilmu pengetahauan yang diperolehnya dari Eropa dan
pengetahuan moderen.
Afghani mengembangkan pemikiran (dan gerakan) salafiyah, yakni aliran
keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat
Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu
diamalkan oleh generasi pertama Islam, yang juga biasa disebut salaf (pendahulu)
yang saleh. Sebenarnya Afghani bukanlah pemikir Islam yang pertama yang
mempelopori aliran salafiyah (revivalis). Ibnu Taymiyah telah mengajarkan teori
yang serupa, begitu pula Syeikh Mohammd Abdul Wahab pada abad ke-18.
Tetapi salafiyah (baru) dari Afghani terdiri dari tiga komponen utama, yakni;
Pertama, keyakinan bahwa kebangunan dan kejayaan kembali Islam hanya
mungkin terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang masih
murni, dan meneladani pola hidup para sahabat Nabi, khususnya Al-Khulafa al-
Rasyidin. Kedua, perlawanan terhadap kolonialisme dan dominasi Barat, baik
politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ketiga, pengakuan terhadap keunggulan
barat dalam bidang ilmu dan teknologi, dan karenanya umat Islam harus belajar
dari barat dalam dua bidang tersebut, yang pada hakikatnya hanya mengambil
kembali apa yang dahulu disumbangkan oleh dunia Islam kepada Barat, dan
kemudian secara selektif dan kritis memanfaatkan ilmu dan teknologi Barat itu
untuk kejayaan kembali dunia Islam.
9
Adapun alairan-aliran salafiyah sebelum Afghani hanya terdiri dari unsur
pertama saja. Dalam rangka usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam, serta
pengembalian keutuhan umat Islam, Afghani menganjurkan pembentukan suatu
ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam (Jami’ah islamiyah) atau
Pan-Islamisme.
Menurut Afghani, asosiasi politik itu harus melipluti seluruh umat Islam dari
segala penjuru dunia Islam, baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka,
termasuk Persia, maupun mereka yang masih merupakan rakyat jajahan. Ikatan
tersebut, yang didasarkan atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membiana
kesetiakawanan danpesatuan umat Islam dalam perjuangan; pertama, menentang
tiap sistempemerintahan yang dispotik atau sewenang-wenang, dan
menggantikannya dengan sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah
seperti yang diajarkan Islam, hal mana juga berarti menentang sistem
pemerintahan Utsmaniyah yang absolut itu. Kedua, menentang kolonialisme dan
dominasi Barat.
Menurut Afghani, dalam ikatan itu eksistensi dan kemandirian masing-
masing negara anggota tetap diakui dan dihormati, sedangkan kedudukan para
kepala negaranya, apa pun gelarnya, tetap sama dan sederajat antara satu dengan
yang lain, tanpa ada satu pun dari mereka yang lebih ditinggikan.
Konsep Politik dan Gagasan Pan-Islamisme Al-Afghani :
Selama di Mesir Jamaluddin al-Afghani mengajukan konsep-konsep
pembaharuanya, antara lain yang pokoknya:
a. Musuh utama adalah penjajah (Barat).
b. Ummat Islam harus menentang penjajahan dimana dan kapan saja
c. Untuk mencapai tujuan itu ummat Islam harus bersatu (Pan-Islamisme).
Pan-Islamisme bukan berarti leburnya kerajaan-kerajaan Islam menjadi
satu, tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam kerjasama.
Persatuan dan kerjasama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam.
Persatuan Islam hanya dapat dicapai bila berada dalam kesatuan dan kembali
kepada ajaran Islam yang murni yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Untuk mencapai usaha-usaha pembaharuan tersebut di atas:
10
a. Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketakhayulan.
b. Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat atau derajat budi luhur.
c. Rukun iman harus betul-betul menjadi pandangan hidup
d. Setiap generasi umat harus ada lapisan istimewa untuk memberikan pengajaran
dan pendidikan pada manusia yang bodoh dan memerangi hawa nafsu jahat dan
menegakkan disiplin.
Pengalaman yang diserap Al-Afghani selama lawatannya ke Barat
menumbuhkan semangatnya untuk mamajukan umat. Barat yang diperankan oleh
Inggris dan Prancis mulai hndak menancapkan dominasi politiknya di dunia
Islam, maka pasti akan berhadapan dengan Al-afghani. Adanya anggapan dasar
yang dipegang oleh Al-Afghani menghadapi Barat seperti diungkapkan L.
Stoddard yakni :
Dunia Kristen sekalipun mereka berbeda dalam keturunan, kebangsaan, tetapi
apabila menghadapi dunia Timur (Islam) mereka bersatu untuk
menghancurkannya.
Semangat perang Salib masih tetap berkobar, orang Kristen masih menaruh
dendam. Ini terbukti umat Islam diperlakukan secara diskriminatif dengan orang
Kristen.
Negara-negara Kristen membela agamanya. Mereka memandang Negara
Islam lemah, terbelakang dan biadab. Mereka selalu berusaha menghancurkan dan
menghalangi kemajuan Islam.
Kebencian terhadap umat Islam bukan hanya sebagain mereka, tetapi
seluruhnya. Mereka terus-menerus bersembunyi dan berusaha
menyembunyikannya.
Perasaan dan aspirasi umat Islam diejek dan difitnah oleh mereka. Istilah
nasionalisme dan patriotosme di Barat, di Timur disebut fanatisme.
Menurut Al-Afghani, hal-hal tersebut di atas menuntut adanya persatuan umat
Islam untuk menghadapui dunia Barat dan mempertahankanya dari keruntuhan.
Disamping itu Al-Afghani melihat bahwa kondisi umat Islam sendiri memang
berada dalam kemunduran yang mengkhawatirkan. Kemunduran tersebut
menurutnya bukan karena ajaran Islam, tetapi oleh umat itu sendiri yang yang
tidak berupaya mengubah nasibnya. Perpecahan terjadi di kalangan mereka maka
11
pemerintahan menjadi absolut, pemimpin tidak dapat dipercaya, lemah dalam
bidang militer dan ekonomi bersamaan dengan datangnya intervensi asing.
Menghadapi paham fatalisme, Al-Afghani mengajak umat Islam merebut
peradaban, kebudayaan, ilmu pengetahun Barat yang positif dan sesuai ajaran
Islam. Dengan demikian, umat Islam akan dinamis dan tidak menerima apa
adanya serta menyerukan bahwa pintu ijtihad tidak tertutup. Ia selanjutnya
menegaskan bahwa dalam Islam ada kemerdekaan dan kedaulatan umat.
pemerintah dapat saja dikritik dan tidak berkuasa mutlak. Al-Afghani mengajak
umat, pemimpin dan kelompok agar bersatu dan bekejasama dalam meraih
kemajuan dan membebaskan diri dari itervensi Barat.
Untuk tujuan di atas, Al-Afghani mencetuskan ide Pan Islamisme. Semangat
ini dikobarkan ke seluruh negeri Islam yang tengah berada dalam kemunduran dan
dominasi Barat.Pan Islamisme (Al-jami’iyyah Al-Islamiyyah) ialah rasa
solidaritas seluruh umat Islam. Solidaristas sepeti itu sudah ada dan diajarkan
sejak Nabi SAW, baik dalam menghadapi kafir Quraisy ataupun dalam kegiatan-
kegiatan sebagai upaya menciptakan kesejahteraan umat. Semangat pan Islamisme
yang diserukan Al-Afghani memberikan pengaruah besar di kalangan umat
terutama bagi para pemimpinnya. Hal ini kemuadian menyadarkan mereka akan
besarnya ancaman Barat. Sultan Abdul Hamid dari Kerajaan Turki Usmani
misalnya menyambut dengan penuh antusias. Ia mendirikan organisai seruan Pan-
Islamisme mengutus banyak orang ke berbagai negeri Islam dengan pesan agar
umat Islam bersatu dan meleaskan diri dari pemerintahan Barat. Hal ini dilakukan
oleh Sultan selama 30 tahun. Seruan Pan-Islamisme menghasilakan pengaruh
yang sangat besar dan mendalam. Di berbagai negeri muslim telah lahir tokoh-
tokoh di kalangan umta yang berjuang menuntut kemerdekaan dari penjajah Barat,
seperti Abdul Hamid di Turki, Muhamamd Abduh dan Saad Zaghlul di Mesir
serta torkoh lainnya.
D. Pengaruh Jamaluddin Al-Afghani
Seperti sudah disebutan, Al-Afghani menyuarakan gagasan seperti Pan-
Islamisme. Sebenarnya gagasan seperti itu juga pernah disuarakan oleh Usmaniah
Muda, tetapi sangat kurang pengaruhnya terhadap bangsa-bangsa yang bahasanya
12
bukan turki. Sedangkan Al-Afghani mempublikasikan tulisan dalam bahasa Arab
dan Persia sehingga penulis-penulis terkemudian banyak menyebutkan bahwa
Al-Afghani merupakan pembaharu internal.
Ide pembebasan dari kendali barat, merupakan tujuan perjuangan politik Al-
Afghani yang paling populer. Ucapan-ucapan Al-Afghani banyak dikutip oleh
kaum modernis Islam, nasionalis, maupun Islam kontemporer yang mendukung
kebebasan seperti itu. Al-Afghani juga menarik bagi aktivis terkemudian karena
kehidupan politiknya yang luar biasa. Muslim maupun barat pernah memiliki
kontak dengan Al-Afghani. Penulis Barat seperti E.G. Brown dan Wilfred Blunt
membuat tulisan yang isinya membuat pengakuan dan memuji Al-Afghani
semakin memperkuat posisi Al-Afghani di dunia muslim. Fakta bahwa Al-
Afghani telah mempesona dan bahkan berdebat dengan orang-orang barat
terkemuka membuat sosok Al-Afghani semakin penting di mata intelektual
muslim. Akhirnya popularitas Al-Afghani yang berkelanjutan terjadi karena dia
dipandang berbahaya oleh orang-orang barat. Namun ada penilaian bahwa
pengaruh Al-Afghani lebih berdasarkan pada biografi yang pada umumnya mitos
dan interpretasi atas gagasan-gagasannya.
Letak kebesaran Al-Afghani bukanlah dia sebagai pemikir, meskipun dalam
pemikiran itu ia tetap sangat penting karena ia menunjukkan pandangan masa
depan yang jauh dan daya baca zaman yang tajam. Kebesarannya terletak
terutama dalam peranannya sebagai pembangkit kesadaran politik umat Islam
menghadapi barat, dan pemberi jalan bagaimana menghadapi arus modernisasi
dunia ini.
Albert Hourani, misalnya memberikan komentar bahwa Al-Afghani adalah
seseorang yang karangannya tidak banyak dikenal tetapi pengaruh kepribadiannya
amat besar. Bahkan ide-ide Al-Afghani masih memberikan warna pada gerakan
kontemporer Islam, seperti Gerakan Kiri Islam yang dimotori oleh Hassan Hanafi.
Pada tahun 1981, Hanafi menerbitkan Jurnalnya, Al-Yasar al-Islamy (Kiri Islam),
sebagai tanda awal gerakannya. Menurutnya jurnal tersebut adalah kelanjutan dari
Al-Urwah al Wutsqa yang pernah diterbitkan oleh Al-Afghani dan Muhammad
Abduh. Tujuan jurnal tersebut menurut Hanafi , adalah berjuang melawan
13
kolonialisme dan keterbelakangan, berjuang untuk mewujudkan kebebasan,
keadilan sosial dan menyatukan dunia Islam.
Dengan demikian jelas sekali bahwa ide-ide Al-Afghani masih menginspirasi
pemikir-pemikir Islam kontemporer dalam menghadapi tantangan umat Islam
meskipun dalam konteks dan situasi zaman yang telah berbeda.
Sebagai seorang aktivis politik, nampaknya Al-Afghani lebih mantap dalam
karya-karya lisan (pidato) daripada dalam tulisan, sekalipun begitu, karya tulisnya
yang tidak terlalu banyak tetap mempunyai nilai besar dalam sejarah umat di
zaman modern. Beberapa tulisannya bernada pidato yang amat bersemangat,
menggambarkan penilaiannya tentang betapa mundurnya umat islam dibanding
dengan bangsa eropa yang telah ia saksikan. Tulisan-tulisannya yang tersebar
dalam bahasa Arab dan persia telah mengilhami berbagai gerakan revolusioner
Islam melawan penjajahan dan penindasan barat. Karena pada dasarnya Al-
Afghani adalah seorang revolusioner politik, ia mengemukakan ide-idenya hanya
dalam garis besar, berupa kalimat-kalimat yang bersemangat dan ungkapan-
ungkapan kunci, tanpa elaborasi intelektual yang lebih jauh.
Adalah Muhammad Abduh, muridnya yang paling utama yang menjabarkan
pemikiran-pemikiran kunci Al-Afghani setelah Abduh berpisah dari gurunya itu
karena hendak meninggalkan dunia politik dan lebih mencurahkan diri kepada
bdang keilmuan dan pendidikan. Dari Muhammad Abduh-lah substansi pemikiran
Al-Afghani menemukan formulasi intelektual yang lebih jauh. Melalui Abduh
gagasan pembaharuan pemikiran keagamaan menyebar di dunia Islam. Abduh
mengajukan argumentasi tentang keharusan membuka kembali pintu ijtihad untuk
selamanya, dan dengan keras menentang sistem penganutan tanpa kritik (taqlid).
Substansi ide-ide itu sebelumnya juga pernah dikemukakan oleh Al-Afghani
dalam makalahnya. Karenanya tidak berlebihan jika dikatakan apa yang
dikemukakan oleh Abduh, kemudian Rasyid Ridha dan para pemikir modernis
lainnya memiliki benang merah pemikiran pembaharuan Al-Afghani.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemikiran yang digagas oleh Jamaluddin Al-Afghani awalnya berangkat dari
kondisi umat islam yang mengalami kemunduran dan mudah dipengaruhi oleh
bangsa barat. Namun demikian ide-ide cerdas dari Jamaluddin Al-Afghani dapat
memberikan suatu gambaran baru tentang pembaharuan islam di bangsa arab
maupun agama islam. Jamaluddin Al-Afghani terkenal sebagai sosok yang
berkepribadian yang baik dan mudah bersosial maupun berdiskusi dengan siapa
saja. Gagasan pemikiran Jamaluddin Al-Afghani bersifat revival yang ingin
mengembalikan suatu ajaran islam pada asalnya atau kemurniannya dengan
mengambil bentuk umat ideal pada masa nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya yang bersifat modern dengan menggabungkan ilmun pengetahuan dan
teknologi serta filsafat dalam setiap pemahaman konsep-konsep ajaran islam.
Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani selanjutnya diteruskan oleh Muhammad abduh
dan rasyid ridha serta para pengikut lainnya.
15