PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD...

111
PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD YUNUS TENTANG KEWARISAN DALAM ISLAM SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) UBAIDILLAH 1110044100076 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Transcript of PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD...

Page 1: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

PEMIKIRAN HUKUM ISLAM:

ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD YUNUS TENTANG

KEWARISAN DALAM ISLAM

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

UBAIDILLAH

1110044100076

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

PEPIIKIRAN HUKUⅣ IISLAM:ANALISIS PEPIIIKIRAN MAHMUD YUNUS TENTANG

KEWARISAN DALAM[ISLAM

SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Syariah dan HukumUntuk】 /1emenuhi Salah Satu Syarat ⅣIemperoleh

Gelar Sattana Hukum(s.H)

C)leh:

UBAIDILLAHNIM:1110044100076

Dr.DiuFhi Syukri′ MANIP:195507061992031001

PROGRAM STUDIHUKUM KELUARGAFAKULTASSYARIAH DAN HUKUル I

UNIVERSITAS ISLAⅣ I NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA1438H/2017M

Di bawah Bimbingan:

Page 3: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

PEPヾ GESAHAN PANITIA U:丁IAN SKRIPSI

Skripsi ya113 bCtttldul(1)enlikiran Hul(unl lSlam:Analisis Pemikiran Mahmu〔l

lslanl・ tClall ditjlkan dalanl SidangYullus TCnt[lllg lく e、、'arisan Dalalll

l■ unaqasyah Fakultas Syariah dan Huku11l UnivCrsitas lsla11l NCgcri(Ul`)Syaril`

Hida)'attlllah ial(arta pada tan38a1 30 0ktObc1 2017 Sk「il〕 Si ini tClah ditCri11la

scbagai salて hヽ sattl syl「 at llCnlpcrolch gclar Strata sをキtヒ1(SI)Salialla Hukunl(SH)

pada P「 ogra1ln Stし lcli卜 ltlktlll]l(CIし l tlド ga(:ヽ hヽ aヽl S)al(hshi),)′ ah)

PANITIA UЛ AN

l. Ketua Dr.H.Abdlll Haliln

19670608 199403 1 005

2. Sel<retirris

3. Perlbirllrirrg

4. PengLrji I

5. PengLr.ii ll

′ぃCc

/

31 01(tobCr 2017

tas S、 lariah Clan卜 lし lkし 1lnl

9691216199603 1 001

:Indra Rahmatullah,S,HI,lMH.

.H.A.Diualni艶型l(rl

〕ヽ11)lt1550706 199203 1 001

:1)1・ s.H.A,13を lsiq l)inlil,S・ ll.,卜IA.

:Al・ il〕 Pll「 koll.S.HI.ハ lA.

NIP 19790427 200312 1 002

Page 4: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

HALAMAN PERNYA T AAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (Satu) di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 29 Juli 2017

Ubaidillah

iv

Page 5: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

KATAPENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta..

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar

Muhammad SAW, yang berkat risalah beliau kita dapat menjalankan kehidupan ini

dengan penuh kedamaian.

Adalah suatu pekerjaan yang sangat berat bagi penulis yang fakir ilmu dalam

menyelesaikan skripsi ini. Namun berkat pertolongan Allah SWT dan bantuan dari

berbagai pihak, akhimya skripsi ini dapat terselesaikan, maka penulis mengucapkan

terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ..

2. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta ..

3. Bapak Dr. Abdul Halim, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga

Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta ..

4. Bapak Dr. Djuani Syukri, MA., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

v

Page 6: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

5. Bapak dan Ibu dosen serta civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta ..

6. Staffperpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta ..

7. Seluruh keluarga yang tanpa jemu terus memberikan dukungan baik secara moril

maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan studi di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ..

Atas bantuan mereka yang sangat berharga, penulis berdo'a semoga Allah

SWT memberikan balasan yang berlipat ganda sebagai amal shaleh dan ketaatan

kepada-Nya, Amin.

Jakarta, 29 Juli 2017

Penulis

Vi

Page 7: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

ABSTRAK

UBAIDILLAH. NIM: 1110044100076. Pemikiran Hukum Islam: Analisis Pemikiran Mahmud Yunus Tentang Hukum Kewarisan dalam Islam, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ..

Permasalahan utama yang dikaji dalam skripsi ini adalah masalah pemikiran Mahmud Yunus tentang hukum kewarisan dalam Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ruang lingkup pemikiran Mahmud Yunus dalam hukum kewarisan Islam, corak pemikiran Mahmud Yunus tentang hukum kewarisan dalam Islam, dan pembaharuan pemikiran Mahmud Yunus tentang hukum kewarisan dalam Islam.

Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan dengan pendekatan historis dan hukum. Dengan metode ini digunakan untuk menjelaskan pemikiran­pemikiran Mahmud Yunus tentang hukum kewarisan dalam Islam, aspek sejarah yang mempengaruhi pemikiran tersebut, serta konsepsi hukum yang dikemukakan dalam karya-karyanya. Sumber data utama dalam skripsi ini adalah karya-karya Mahmud Yunus dalam hukum Islam khususnya hukum kewarisan Islam, sedangkan sumber data pendukungnya adalah literatur-literatur yang berkaitan dengan hukum kewarisan dalam Islam. Tekini analisis data yang digunakan adalah content analysis.

Temuan hasil penelitian ini adalah: 1) Hukum waris Islam yang dikemukakan oleh Mahmud Yunus mencakup pembahasan tentang: a) Hal-hal yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pembagian harta waris; b) Hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan pembagian waris dalam Islam yang meliputi: ahli waris, orang yang terhalang mendapatkan bagian harta waris, ashabah, bagian yang diterima ahil waris, penghalang menerima harta waris, dan dzawil arham; c) Prinsip-prinsip dasar dalam menghitung harta waris, seperti pembahasan tentang asal masalah, tashih, 'aui, dan rad; d) Permasalahan kontemporer dalam waris Islam; dan e) Filsafat dan hikmah pembagian waris dalam Islam; 2) Mahmud Yunus dalam membahas kajian dalam hukum Islamlfiqih memaparkan juga pendapat-pendapat dari mazhab lain, dan dalam mengajukan argumentasi hukumnya beliau menggunakan qaidah fiqhiyyah; dan 3) Sebagai tokoh pembaruan Islam, Mahmud Yunus ditipologikan sebagai seorang modemis yang berupaya mengembangkan berbagai masalah dalam hukum Islam dengan mempertimbangkan kondisi sosial budaya masyarakat. Ada sejumlah pemikiran ten tang hukum waris Islam yang dikemukakannya, yaitu: 1) Pentingnya memberikan wasiat terhadap harta guna memperbesar jumlah harta pusaka dalam adat Minangkabau; 2) Harta yang akan diwariskan disyarakatkan memiliki kejelasan asal muasalnya, agar tidak mewariskan harta yang diperoleh dengan jalan yang haram; 3) Menolak pendapat tentang ahli waris pengganti bagi ahli waris yang wafat terlebih dahulu dari ahli waris pengganti; dan 4) Pembagian harta waris bagi anak laki-Iaki dua kali lip at dari anak perempuan adalah hal yang masuk akal dan sesuai dengan kondisi sosial masyarakat dewasa inL

vii

Page 8: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

DAFTAR lSI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................... 11

ABSTRAK..... . ......... .. .... ... . ........ ... ...... ...... .................... ........ .............. ......... VIl

DAFT AR lSI.. . .... .. ...... ...... ... ...... ............. ............ ... ..... ............ ........ ................. VIlI

BABI: PENDAHULUAN

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .. ...... ....... .............. .. ....... ... ... ... ... III

HALAMAN PERNY A T AAN KEASLIAN SKRIPSI . .......... ..... ..... ...... ........ ........... IV

KAT A PENGANTAR ............... ........... ... .................... ....... .. ..... . ............. V

A. Latar Belakang Masalah ......................... ......................................... 1

B. Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............................................. 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................ 11

D. Metode Penelitian ............................................................................ 13

E. Tinjauan Kajian Terdahulu.............................................................. 15

F. Sistematika Penulisan....................................................................... 17

BAB II: PEMIKlRAN HUKUM KEW ARISAN DALAM ISLAM DI

INDONESIA

A. Dinamika Pemikiran Hukum Islam ............... ... ......... ...... ........ ..... ...... 19

B. Pemikiran Hukum Kewarisan dalam Islam di Indonesia ................... 27

C. Faktor yang Mempengaruhi Pemikiran Hukum Kewarisan

Dalam Islam ...................................................................................... 43

Vlll

Page 9: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Islam sebagai bagian integral dari ajaran Islam tidak dapat

dipisahkan dari kerangka pokok agama Islam itu sendiri. Di dalam kehidupan

bermasyarakat Islam, norma atau kaedah yang terkandung di dalam agama Islam

diimplementasikan dalam bentuk aturan pokok yang disebut syariat Islam (Islamic

Law). Allah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan syariah, baik

dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara. Syariah juga wajib

dilaksanakan baik sebagai agama maupun sebagai pranata sosial.

Secara historis, dinamika pembentukan hukum dalam Islam dimulai

sejak masa sahabat yang disebabkan beberapa faktor fundamental, di antaranya

adalah perluasan kekuasaan Islam dan interaksi antara Islam dengan peradaban-

peradaban lain. Hal ini berakibat pada munculnya masalah-masalah yang

berhubungan dengan hukum yang tidak pernah terjadi pada masa tasyri' (masa

hidup Rasul), sehingga para sahabat merespons situasi ini dengan

mengembangkan pemahaman mereka dalam menetapkan hukum terhadap

masalah-masalah tersebut. Metode penetapan hukum yang dilakukan oleh para

sahabat terhadap masalah-masalah yang muncul pada masa mereka ini sangatlah

berbeda satu sama lain, di antara mereka ada yang membatasi ijtihad mereka pada

nash tanpa melakukan telaah rasional (al-ra`yu) sedang yang lainnya melakukan

1

Page 10: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

2

telaah rasional dan ada juga di antara mereka yang membatasi telaah rasionalnya

pada metode analogi (qiyas). Tentunya, perbedaan metode penetapan hukum akan

menghasilkan ketetapan hukum berbeda.1

Ijtihad sangat diperlukan dan memiliki peranan yang sangat penting

dalam mencari sandaran hukm yang benar, mengingat banyak masalah yang

secara jelas belum ditentukan hukumnya baik dalam Al-Qur’an maupun Al-

Hadits. Karenanya, Islam memberikan peluang kepada umatnya yang

mempunyai kemampuan untuk melakukan ijtihad. Allah SWT mengajarkan dan

mendorong manusia untuk senantiasa menggunakan akalnya. Banyak ayat al-

Qur’an, baik secara eksplisit maupun implisit, memerintahkan kepada manusia

untuk senantiasa menggunakan akalnya untuk menterjemahkan kehendak-

kehendak Tuhan demi terwujudnya kemaslahatan umat manusia, diantaranya

firman Allah dalan surat Al-Hasyr ayat 184:

{ 481\95\احلـشر}

Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-

kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka,

bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka

1Jalaluddin Rakhmat, “Tinjauan Kritis atas Sejarah Fiqh : Dari Fiqh al-Khulafa' al-Rasyidin

Hingga Madzhab Liberalisme”, dalam Budi Munawar Rachman (ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam

dalam Sejarah, (Jakarta : Paramadina, 1995), h. 251

Page 11: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

3

dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan

kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah

melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah

mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka

ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang

mempunyai wawasan.

Berdasarkan ayat diatas dapat dipahami bahwa orang-orang yang ahli

dalam berbagai penelitian (bashirah) dan memahami serta merenungkan wahyu-

wahyu allah diperintahkan agar mengambil ibrah (pelajaran); terlebih lagi ketika

menghadapi ayat-ayat al-Qur’an yang zhanni dalalah-nya, atau pada masalah

yang tidak terdapat ketetapan hukumnya dari wahyu Allah dan sunnah Rasulullah

SAW. Mereka diperintahkan untuk mengerahkan kemampuan berpikir agar dapat

mengeluarkan kandungan hukum serta hikmah-hikmahnya agar dapat diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari, baik secara personal maupun komunal.

Fazlur Rahman memandang bahwa hukum Islam itu bersifat dinamis dan

harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.2

Dalam konteks inilah

gagasan untuk melakukan pembaruan hukum Islam mendapatkan signifikansinya.

Para ahli dan cendekiawan hukum Islam ingin mengkaji kembali hukum Islam

dalam konteks kekinian, sehingga hukum Islam itu bisa menjadi hukum yang

aktual pada masa ini sebagaimana aktualnya hukum Islam pada masa

perumusannya oleh mujtahid pada masa dulu.

2Fazlur Rahman, Tema-tema Pokok al-Quran, (terj) Anas Mahyudin (Bandung: Pustaka.,

2000), h . 55.

Page 12: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

4

Perkembangan zaman berimplikasi pada semakin luasnya permasalahan

hukum di berbagai wilayah umat Islam, sehingga sebagian ulama menilai bahwa

di sampin, kitab-kitab fiqih yang dijadikan pedoman hukum syariat masih di-

butuhkan lagi beberapa produk hukum yang dapat memberikan jawaban terhadap

permasalahan yang dihadapi umat Islam pada waktu dan tempat tertentu. Produk-

produk hukum yang dibentuk oleh ulama sepanjang sejarah Islam hingga saat ini,

dapat diklasifikasikan kepada 4 (empat) produk pemikiran hukum Islam, yaitu:3

1. Kitab-kitab fiqih.

Kitab-kitab fiqih adalah produk hukum yang bersifat komprehensif dan meliputi

seluruh aspek bahasan dalam Islam. Hingga saat ini, masih banyak umat Islam

yang berpandangan bahwa kitab-kitab fiqih tersebut berlaku sepanjang masa dan

untuk semua wilayah di bumi ini, sehingga mereka menilai bahwa upaya untuk

merubah atau merefisi sebagian isi dari kitab-kitab fiqih itu dapat merusak isi

keseluruhannya. Padahal, fiqih hanyalah salah satu dari beberapa produk

pemikiran hukum Islam yang tentunya tidak boleh bersifat resisten terhadap

pemikiran baru yang muncul dan tidak boleh tidak terbatas masanya, karena sikap

seperti ini sama halnya dengan menghalalkan produk manusia yang semestinya

bersifat relatif dan temporal.

3Atho' Mudzhar, “Fiqh dan Reaktualisasi Ajaran Islam”, dalam Budhi Munawar Rachman

(ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta : Paramadina, 1995), h. 369-370

Page 13: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

5

2. Fatwa-fatwa ulama.

Produk pemikiran hukum ini bersifat kasuistik karena merupakan respons atau

jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh orang yang meminta fatwa dari

ulama. Fatwa ulama cenderung bersifat dinamis karena kaitan-nya dengan

berbagai kasus yang muncul dalam masyarakat. Lebih dari itu, fatwa ulama

bukanlah sebuah produk hukum yang mengikat, termasuk bagi peminta fatwa itu

sendiri, di mana ia tidak wajib untuk melaksanakan fatwa yang diterimanya, jika ia

memiliki pandangan lain dalam hal yang difatwakan.

3. Keputusan-keputusan pengadilan agama.

Produk hukum ini, meskipun memiliki kesamaan dengan fatwa ulama, yaitu

sebagai respons terhadap permasalahan yang muncul, terutama di peng-adilan, ia

bersifat mengikat terhadap pihak-pihak yang berperkara. Artinya orang-orang

yang berperkara tersebut berkewajiban untuk melaksanakan keputusan hukum

yang ditetapkan dalam pengadilan.

4. Peraturan dan perundang-undangan di negeri-negeri muslim.

Peraturan dan perundang-undangan yang ada di negeri muslim juga bersifat

mengikat, namun daya ikatnya lebih luas dibandingkan dua produk hukum

sebelumnya. Karena peraturan atau perundang-undangan yang telah ditetapkan

sebagai landasan hukum bagi masyarakat, tidak hanya mengikat masyarakat itu

sendiri, tapi juga para perumus peraturan dan perundang-undangan tersebut,

termasuk para ulama, fuqaha, politisi, dan para cendikiawan lainnya. Oleh sebab

itu, perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, termasuk Undang-Undang

Page 14: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

6

Tentang Perkawinan, adalah produk hukum yang wajib di taati oleh siapa pun

yang berdomisili di Indonesia.

Keberadaan produk-produk hukum Islam tersebut, tentunya tidak bisa

dilepaskan dari peran ulama/pemikir/ilmuwan sebagai figur yang berada dibalik

pemikiran-pemikiran hukum Islam yang muncul. Di Indonesia terdapat sejumlah

tokoh pemikiran hukum dalam setiap fasenya dengan corak dan karakteristik yang

khas sesuai dengan situasi dan kondisi sosial dihadapi para pemikirnya.

Menurut Mahsun Fuad pemikiran hukum Islam di Indonesia dapat

terlihat mulai Abad ke-17 M., Pemikiran ini berada berada dalam keseimbangan

baru tasawuf-fiqh, dan wacana Syafii’yyah, hal ini terjadi karena pemikiran

hukum merupakan perwujudan dari gerakan pemikiran tasawuf yang telah dahulu

ada dan akibat langsung dari keberadaan mazhab Syafi’i yang dianut oleh

penyebar Islam pertama di Nusantara abad ke 12 dan 13 M. Dua karakteristik

espimologi inilah yang menjadi langgam yang menonjol bagi gerakan pemikiran

hukum Islam di Indonesia ketika itu. Tidak adanya karya yang dibilang original

dan otentik yang terlahir dari para pemikir disebabkan oleh situasi yang kurang

menguntungkan dari proses, waktu, dan karakter Islam pertama tersebut.4

Pada abad berikutnya, yaitu abad ke-18 dan ke-19, bisa dikatakan tidak

ada gelombang pemikiran dan tawaran konsep besar yang telah di hasilkan para

pemikir tersebut. Secara metodelogis, mereka bahkan menegaskan pentingnya

4Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia Dari Nalar Partisipatoris Hingga Emansipatoris,

(Yogyakarta: LKiS, 2006), h.35.

Page 15: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

7

berpegang pada mazhab hukum yang telah ada, yang dalam tatataran tertentu bisa

dinilai telah mematikan proses kerativitas seseorang dalam menetapkan hukum.5

Pembaruan hukum Islam dalam konteks Indonesia merupakan mata

rantai dari pembaruan-pembaruan ajaran Islam pada umumnya. Pembaruan ini

nampaknya terus berjalan sejalan dengan dinamika kehidupan yang tidak pernah

berhenti. Jawaban-jawaban untuk merespon masalah-masalah yang timbul

sekarang ini merupakan hal yang niscaya.

Pembaruan hukum Islam di Indonesia mulai tumbuh pada abad ke-20.

Pada masa ini terdapat tiga aliran pemikiran hukum Islam. Pertama, kelompok

yang mengharuskan umat Islam berpegang teguh dalam memelihara warisan masa

lalu dengan mengikuti madzahab tertentu. Kelompok ini dipelopori Siradjuddin

Abbas (1905-1980). Kedua, kelompok yang berpandangan bahwa umat Islam

sama sekali tidak perlu bermadzhab. Umat Islam harus berani melepaskan diri

dari belenggu madzhab. Tokoh dari kelompok kedua ini adalah Ahmad hasan

(1887-1958). Ketiga, kelompok yang berpandangan bahwa umat Islam Indonesia

tidak harus melepaskan diri dari madzhab-madzhab, akan tetapi harus tetap

bersikap kritis atas pendapat madzhab-madzhab. Tokoh kelompok ketiga ini

adalah Hasbi al-Shidiqy (1904-1975).6

5Sumarni, “Kedudukan Hukum Islam dalam Negara Republik Indonesia, Jurnal Al-‘Adalah,

STAIN Batusangkar Sumatera Barat, Vol. X, No. 4 Juli 2012, h. 450. 6Muhammad Iqbal, Hukum Islam Indonesia Modern Dinamika Pemikiran dari Fiqih Klasik

ke Fiqh Indonesia, (Tangerang: Gaya Media Pratama, 2009). h. 4-5

Page 16: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

8

Di samping tokoh-tokoh pembaharu tersebut, Mahmud Yunus adalah

salah satu tokoh yang tidak bisa diabaikan peran dan kiprahnya dalam

perkembangan dan pembaruan Islam di Indonesia. Bahkan beliau dapat

dinyatakan sebagai pejuang kemerdekaan di bidang pendidikan. Hal itu dapat

dilihat dari pemikiran dan peranannya dalam mendirikan serta memimpin

pelbagai institusi pendidikan di Indonesia.

Di sisi lain Mahmud Yunus juga banyak menghasilkan pemikiran dan

karya-karya dalam berbagai disiplin ilmu dalam Islam, baik ditulis dalam bahasa

Indonesia maupun bahasa Arab. Beliau merupakan seorang penulis yang

produktif, setidaknya ada 11 bidang keilmuan yang dikaji dan ditulis oleh beliau,

yaitu bidang pendidikan, bahasa Arab, hukum Islam, tafsir, akhlak, sejarah Islam,

perbandingan agama, dakwah, ushul fiqih, tauhid, dan ilmu jiwa.7

Dari pemaparan di atas nampak bahwa Mahmud Yunus memiliki

lingkup pemikiran keilmuan yang sangat luas meliputi berbagai disiplin ilmu

keislaman. Hanya saja popularitas Mahmud Yunus sebagai tokoh pendidikan

Islam tidak seiring dengan popularitas sebagai ulama fiqih di Indonesia, meskipun

sebenarnya beliau menguasai bidang fiqih dan ushul fiqih. Hal ini dapat dilihat

dari banyaknya hasil pemikiran dan karya beliau dalam bidang fiqih, dimana

karya-karya tersebut digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran fiqih di

7Zulmardi, “Mahmud Yunus dan Pemikirannya dalam Pendidikan”, Jurnal Ta’dib, STAIN

Batusangkar Sumatera Barat, Vol. 12, No. 1 Juni 2009, h. 15-16

Page 17: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

9

berbagai madrasah, pesantren, dan lembaga pendidikan berciri khas Islam

lainnya.8

Dari uraian di atas nampak bahwa Mahmud Yunus tidak hanya seorang

tokoh pendidikan Islam di Indonesia tapi juga seorang ulama fiqih yang memiliki

kontribusi besar dalam perkembangan pemikiran hukum Islam. Terlebih lagi dari

pengalamannya melanjutkan kuliah di Mesir selama lebih kurang enam tahun

beliau berhasil menindaklanjuti awal ketertarikannya terhadap ide-ide pembaruan

pemikiran Islam dengan tidak hanya membaca jurnalnya, tetapi berhasil

mengunjungi langsung tanah Mesir guna menimba ilmu dan wawasan pembaruan

Islam dari murid-murid Muḥammad Abduh di tanah kelahiran mereka.9 Dengan

pengalaman istimewa ini, Mahmud Yunus memiliki jalinan komunikasi yang

lebih dekat dengan ideologi reformatif Muḥammad Abduh dan Rasyid Ridha.

Keistimewaan langka yang dimiliki oleh Mahmud Yunus ini semakin lebih

mengokohkan perannya sebagai tokoh pemikiran Hukum Islam di Indonesia.

Kemampuan Mahmud Yunus sebagai seorang yang memahami

fiqh/hukum Islam juga dakui oleh Buya Hamka.

Menurutnya, Mahmud Yunus dikenal juga sebagai seorang ulama dari

suku minang/minangkabau. Pengakuan Buya Hamka tersebut diungkapkan ketika

beliau menulis bukunya. Hamka merujuk hasil pemikiran Mahmud Yunus yang

8Eficandra Masril, dkk, “Pemikiran Fiqh Mahmud Yunus”, Jurnal Islamiyat, Universiti

Kebangsaan Malaysia, Vol. 35 No. 1, 2013, h. 6. 9M. Anwar Syarifuddin dan Jauhar Azizy, “Mahmud Yunus: Pelopor Pola Baru Penulisan

Tafsir al-Qur’an, Jurnal Ilmu Ushuluddin”, UIN Syarif Hidatullah Jakarta, Vol. 2 No. 3 Januari-Juni

2015, h. 326.

Page 18: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

10

pernah disampaikan dalam bentuk makalah sewaktu seminar di Padang tahun

1968 M yang berjudul “Harta Tua dan Harta Pusaka Tinggi Minangkabau.”

Ungkapan Hamka adalah seperti berikut:

Dalam seminar itulah, Prof. Mahmud Yunus memberikan anjuran agar

orang-orang yang mempunyai banyak harta pencaharian memberikan juga

wasiat, agar harta pusaka tinggi itu dilambuk (diperbesar, ditambah) juga,

jangan sampai habis kerana berkembangnya anak buah, Prof. Mahmud Yunus

dikenal juga sebagai seorang ulama anak Minang.10

Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis memahami bahwa keberadaan

Mahmud Yunus sebagai ulama fiqih tidak bisa dikesampingkan di tengah

popularitasnya sebagai tokoh pendidikan Islam ataupun mufassir. Pemikiran

Mahmud Yunus dalam bidang hukum (fiqh) mencakup berbagai pembahasan

dalam fiqh sebagaimana ditermuat dalam berbagai kitab fiqh karya ulama lainnya.

Hanya saja dalam penelitian ini penulis hanya membatasi kajian pemikiran hukum

Mahmud Yunus pada hukum warisan yang telah disajikan secara khusus dalam

karyanya tentang kewarisan dalam Islam. Untuk itu penulis bermaksud menyusun

skripsi yang mengakaji: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS

PEMIKIRAN MAHMUD YUNUS TENTANG KEWARISAN DALAM ISLAM.

10Eficandra Masril, dkk, “Pemikiran Fiqh Mahmud Yunus”, h. 7.

Page 19: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

11

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dari pemaparan latar belakang masalah di atas nampak banyak sekali

permasalahan yang bisa dikaji dalam kaitannya dengan pemikiran Mahmud

Yunus menimbang keluasan pengetahuan dan pemikiran beliau dalam bidang

ilmu keislaman. Hanya saja dalam skripsi ini penulis hanya membatasi

pembahasan pada analisis pemikiran hukum Islam Mahmud Yunus yang berkaitan

dengan pemikiran hukum kewarisan dalam Islam.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas dapatlah penulis rumuskan

permasalahan dalam skripsi ini sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pemikiran Mahmud Yunus tentang kewarisan dalam Islam ?

b. Bagaimakah corak pemikiran Mahmud Yunus tentang hukum kewarisan

dalam Islam?

c. Apakah pembaruan pemikiran Mahmud Yunus tentang hukum kewarisan

dalam Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah penulis kemukakan, maka

tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan pemikiran Mahmud Yunus tentang kewarisan dalam Islam.

Page 20: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

12

b. Mengetahui corak pemikiran pemikiran Mahmud Yunus tentang hukum

kewarisan dalam Islam?.

c. Mengetahui bentuk pembaharuan pemikiran pemikiran Mahmud Yunus

tentang hukum kewarisan dalam Islam?.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau

kegunaan sebagai berikut:

1. Dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi para akademisi, intelektual,

dan cendikiawan Indonesia tentang pemikiran hukum yang digagas oleh

Mahmud Yunus dalam waris Islam, terlebih melihat fakta bahwa kajian-kajian

pemikiran hukum Islam Mahmud Yunus belum tereksplorasi secara optimal.

2. Dapat menjadi landasan bagi praktisi-praktisi bidang hukum Islam dalam

mengkaji masalah-masalah kekinian yang berkaitan dengan hukum waris Islam

dengan meneladani Mahmud Yunus.

3. Hal utama yang diharapkan dapat memberikan manfaat dari penelitian ini

adalah bahwa dengan tereksplorasinya pemikiran hukum Mahmud Yunus

dapat memberikan landasan teoritis bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang

menelaah pemikiran-pemikiran hukum Islam ulama Indonesia pada awal abad

ke-20.

Page 21: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

13

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam upaya mengungkapkan permasalahan yang dibahas maka peneliti

menggunakan pendekatan secara kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang

menghasilkan data yang deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang diamati.11

Dalam penulisan skripsi ini, penulis

menggunakan metode kepustakaan yang dapat diartikan sebagai penelitian yang

dilakukan di perpustakaan dan mengambil setting perpustakaan sebagai tempat

penelitian dimana objek penelitiannya adalah bahan-bahan perpustakaan.12

Selanjutnya, karena penelitian ini di fokuskan terhadap kehidupan

seseorang dalam hubungannya dengan masyarakat, sifat-sifat, watak, pengaruh

pemikiran dan idenya serta pembentukan watak tokoh tersebut selama hidupnya,

maka sebagai pendekatannya adalah pendekatan sejarah (historical approach)

yang penulis lakukan dalam penelitian ini terfokus pada penelitian biografis, yaitu

penelitian pendidikan seseorang, sifat-sifat watak, pengaruh lingkungan maupun

pemikiran dan ide dari subyek serta pembentukan watak tokoh.13

Maka dalam hal

ini, penulis berupaya mengeksplorasi seoptimal mungkin biografi Mahmud

Yunus.

11Lexi J Moelong, Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: PT . Remaja Rosda Karya,

2002), h. 3 12Nuraidah Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Islamic Research

Publishing, 2009), h. 20 13Muhammad Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2011), h. 62

Page 22: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

14

2. Sumber Data

a. Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini dalah karya-karya Mahmud

Yunus, khususnya yang berkaitan dengan hukum waris dalam Islam, yaitu: al-

Fiqhu al-Wadih , Hukum Waris (Harta Pusaka) dalam Islam, Soal Jawab Hukum

Islam. Hukum Perkawinan dalam Islam, dan sebagainya.

a. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini dalah karya-karya

cendikiawan yang mengkaji tentang Mahmud Yunus dan pemikiran hukum waris

Islam, di anataranya: Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh Abad 20 karya Hery

Mohammad, dkk., Hukum Islam Indonesia Dari Nalar Partisipatoris Hingga

Emansipatoris karya Mahsun Fuad, Hukum Islam di Indonesia, karya Rifi’al

Ka’bah, , Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadith karya

Hazairin, Hukum Waris Islam di Indonesia dan Transendensi Keadilan Hukum

Wasris Islam Tranformatif karya A. Sukris Sarmadi, dan berbagai artikel yang

diterbitkan dalam Jurnal Ilmiah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa teknik yang bisa dipergunakan untuk mengumpulkan data,

satu sama lain punya fungsi yang berbeda. Teknik yang paling tepat digunakan

adalah yang sesuai dengan tujuan penelitian, jenis data serta keadaan sumber

informasi penelitian. Untuk itu, maka teknik yang akan digunakan untuk

Page 23: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

15

mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah telaah dokumen atau telaah

kepustakaan, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang

berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, internet dan sebagainya.14

4. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik content analysis,

yaitu pemahaman secara konsepsional yang berkelanjutan di dalam deskripsi.15

Artinya, penulis melakukan analisis terhadap makna yang terkandung dalam

keseluruhan pemikiran Mahmud Yunus tentang hukum kewarisan dalam Islam.

Untuk selanjutnya penulis melakukan interpretasi terhadap pemikiran-pemikiran

tersebut guna mendapatkan konsep-konsep hukum Islam dalam pemikiran

Mahmud Yunus yang relevan bagi penggambaran konstruksi pemikirannya

tentang hukum kewarisan dalam Islam.

Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu pada pedoman teknik

penulisan yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Sebagaimana yang telah penulis paparkan pada latar belakang masalah di

atas, bahwa kajian tentang pemikiran hukum Mahmud Yunus tidak banyak

14Suharsimi Arkunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka

Cipta, 2002), h. 200 15Louis O. Kotsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1992), h. 1

Page 24: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

16

dilakukan oleh akademisi, khususnya dalam bentuk penelitian skripsi, tesis,

maupun disertasi. Mayoritas kajian tentang Mahmud Yunus berkaitan dengan

pendidikan dan tafsir, berikut penelusuran penulis terhadap kajian-kajian

terdahulu tentang pemikiran Mahmud Yunus:

Artikel, Pemikiran Fiqih Mahmud Yunus, ditulis oleh Eficandra Masril

dkk, yang dimuat dalam Jurnal Islamiyat Vol. 25 No. 1 Tahun 2013. Artikel ini

memaparkan pemikiran fiqih Mahmud Yunus baik berkaitan dengan corak, ruang

lingkup, maupun metode-metode pengambilan hukum yang digunakan.

Skripsi, Studi Perbandingan Konsep Pendidikan Islam Menurut

Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi, ditulis oleh Nur Hikma Tahun 2014. Skripsi

ini memaparkan pemikiran pendidikan Mahmud Yusnus serta komparasi terhadap

pemikiran pendidikan Imam Zarkasyi baik yang berkaitan dengan aspek tujuan,

kurikulum, metode, sistem, dan kelembagaan pendidikan.

Skripsi, Kontribusi Mahmud Yunus dalam Pembaruan Islam di

Minangkabau (1919-1982 M), ditulis oleh Hikmayanti Tahun 2016. Skripsi ini

lebih memfokuskan penelitian pada peran dan kontribusi Mahmud Yunus dalam

pandangan sosial budaya terhadap masyarakat Minangkabau yang berkaitan

dengan politik, pendidikan, dan dakwah.

Tesis, Epistimologi Tafsir Qur’an Karim Karya Mahmud Yunus, ditulis

oleh Siti Aisyah Tahun 2016. Tersis ini mengkaji tentang sumber-sumber yang

dijadikan rujukan, metode yang digunakan, dan tingkat validitas penafsiran

Mahmud Yunus dalam karyanya Tafsir Qur’an Karim.

Page 25: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

17

Inilah beberapa kajian yang telah dilakukan berkaitan dengan pemikiran

Mahmud Yunus, dan dari hasil penelusuran penulis belum ditemukan karya

akademis berupa skripsi, tesis, dan disertasi tentang pemikiran hukum Islam

Mahmud Yunus, khususnya di lingkugan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Pembahasan skripsi ini penulis bagi dalam lima bab dengan uraian

sebagai berikut:

Bab Pertama, merupakan pendahuluan dalam penelitian ini yang

meliputi uraian tentang: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, kajian revies

terdahulu, dan sistematika penulisan.

Bab Kedua, merupakan pembahasan tentang pemikiran hukum warisan

dalam Islam di Indonesia yang jabarkan kepada uraian tentang: dinamika

pemikiran hukum Islam, pemikiran hukum kewarisan dalam Islam di Indonesia,

faktor yang mempengaruhi pemikiran hukum kewarisan dalam Islam.

Bab Ketiga, merupakan pemaparan tentang biografi Mahmud Yunus

yang mencakup: Latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, kepribadian,

karya-karya, dan akhir hayat.

Bab Keempat, merupakan hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian

ini, yang mencakup: pemikiran hukum waridan dalam Islam Mahmud Yunus,

Page 26: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

18

corak pemikiran hukum Islam Mahmud Yunus, dan bentuk pembaharuan

pemikiran hukum kewarisan dalam Islam Mahmud Yunus.

Bab Kelima, merupakan penutup dari keseluruhan penelitian dalam

skripsi ini yang mencakup kesimpulan, saran, daftar pusata, dan lampiran-

lampiran yang dianggap perlu.

Page 27: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

19

BAB II

PEMIKIRAN HUKUM KEWARISAN DALAM ISLAM DI INDONESIA

A. Dinamika Pemikiran Hukum Islam di Indonesia

Sebelum lebih jauh memaparkan dinamika pemikiran hukum Islam di

Indonesia, penulis memandang perlu membahas hakikat hukum Islam itu sendiri.

Hukum Islam merupakan suatu hukum yang bersumber dari ajaran syariat Islam

yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah. Kata hukum secara sederhana dapat dipahami

sebagai “seperangkat aturan-aturan atau norma-norma yang mengatur tingkah

laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa

kenyataan yang tumbuh berkembang di masyarakat maupun sebuah ketentuan

yang ditetapkan oleh penguasa.”1

Kerangka dasar konsepsi hukum Islam telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan hukum antara manusia dengan

manusia atau hubungan manusia dengan benda saja, tetapi juga mengatur

hubungan antara manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dan juga dengan

dengan alam sekitarnya. Ketetapan Allah SWT yang mengatur interaksi manusia

dengan berbagai hal itu, dalam terminologi Islam, disebut al-hukm jamaknya al-

ahkam.2

1R. Saija dan Iqbal Taufiq, Dinamika Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Deepublish,

2016), h. 1 2R. Saija dan Iqbal Taufiq, Dinamika Hukum Islam di Indonesia, h. 1

Page 28: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

20

Konsepsi hukum Islam yang serupa dikemukakan oleh Ali Yafie yang

menyatakan bahwa hukum Islam itu dapat dirinci dalam tiga hal, yaitu: Pertama,

petunjuk dan bimbingan untuk memperoleh pengenalan (ma’rifat) yang benar-

benar tentang Allah SWT dan alam ghaib, yang disebut dengan istilah ahkam

syar’iyyah i'tiqodiyah. Kedua, petunjuk dan ketentuan-ketentuan untuk

mengembangkan potensi kebaikan yang ada dalam diri manusia, agar ia menjadi

makhluk terhormat, yang disebut dengan istilah ahkam syar’iyyah khuluqiyah.

Ketiga, ketentuan-ketentuan dan seperangkat hukum untuk menata hal-hal praktis

(amaliah) dalam hal melakukan ibadah kepada Allah, melakukan hubungan lintas

pergaulan sehari-hari dengan sesama manusia dalam memenuhi hajat hidup,

melakukan hubungan dalam lingkungan keluarga, dan melakukan penertiban

umum untuk menjamin tegaknya keadilan dan terwujudnya ketentraman dalam

pergaulan masyarakat, yang disebut dengan istilah ahkam syar’iyyah amaliyah.3

Istilah al-hukm al-islamy sebagai terjemahan dari kata hukum Islam

tidak pernah dijumpai di dalam al-Qur'an dan Sunnah. Istilah yang sering

dipergunakan adalah al-fiqh al-islamy atau al-syari’at al-islamiyyah.4 Bisa

dikatakan bahwa istilah hukum Islam merupakan terminologi khas Indonesia,

maka padanan yang tepat dari istilah hukum Islam adalah al-fiqh al-islamy atau

al-syari’at al-islamiyyah, sedangkan dalam wacana ahli hukum barat digunakan

istilah Islamic law.5 Penggunaan Istilah hukum Islam sebagai padanan al-fiqh al-

3Ali Yafie, “Pemikiran Hukum Islam” dalam Muntaha Azhari ed., Islam Indonesia Menatap

Masa Depan, (Jakarta: P3M, 1989), h. 38. 4Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 3 5R. Saija dan Iqbal Taufiq, Dinamika Hukum Islam di Indonesia, h. 82

Page 29: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

21

islamy atau al-syari’at al-islamiyyah, menurut Ali Yafie, dikarenakan domain

ketiga dari konsepsi ilmu hukum yang dikemukakannya yaitu ahkam syar’iyyah

amaliyah menyangkut perbuatan-perbuatan nyata dan praktis berlaku dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga bidang ini mendominasi istilah hukum Islam.6

Dari pemaparan di atas, dapatlah dinyatakan bahwa syariah dan fiqh

adalah merupakan hukum Islam. Sehingga hukum Islam yang sebenarnya,

menurut Rifyal Ka’bah, adalah ketentuan-ketentuan mengikat yang berasal dari

Allah (wahyu) dan dari legislasi manusia untuk pengaturan hidup individu dan

masyarakat. Wahyu sebagai firman Tuhan memang cocok untuk semua ruang dan

waktu, tetapi pemahaman manusia terhadap teks wahyu dapat berubah dengan

perubahan masalah dan pemahaman terhadap masalah dengan kebutuhan dan

permasalahan kontemporer.7

Dengan pengertian seperti di atas, maka menjadi suatu keniscayaan jika

pemikiran hukum Islam, khususnya di Indonesia, mengalami dinamika yang

sedemikian rupa sebagai upaya merespon berbagai perubahan-perubahan sosial

dan budaya dalam masyarakat Indonesia. Menurut R. Saija dan Iqbal Taufiq, “ada

suasana dialogis antara hukum dengan kondisi sosial masyarakat yang ada.

Kondisi sosial yang melingkupi kehidupan para mujthaid (ahli hukum) memiliki

kontribusi dalam melahirkan hukum Islam.”8

6Ali Yafie, “Pemikiran Hukum Islam”…, h. 38 7Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Universitas Yarsi, 1998), h., 46. 8R. Saija dan Iqbal Taufiq, Dinamika Hukum Islam di Indonesia, h. 6

Page 30: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

22

Pembaruan hukum Islam pada dasarnya bertolak pada sesuatu yang telah

ada, kemudian mengalami perubahan secara kualitatif sebagai produk interaksi

dalam kehidupan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa proses pembaruan hukum

Islam dipandang sebagai sesuatu yang otonom, akan tetapi ia pun berinteraksi

dengan unsur lain dalam masyarakat sehingga terjadi saling bergantung. Ketika

hukum Islam berinteraksi dengan kehidupan sosial masyarakat senantiasa

dihadapkan pada masalah, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Oleh

karena itu, konsep pembaruan hukum Islam menuntut adanya sikap adaptatif

dengan kondisi sosial masyarakat di mana ia berinteraksi.

Dalam tinjauan sejarah, dinamika pemikiran hukum Islam di Indonesia

telah menunjukan satu fenomena cukup transformatif dan berulang serta

menggambarkan sebuah dinamika yang hidup dan cukup maju. Mendasar pada

sifat berubah dan berkelanjutan, geliat pemikiran ini tidak hanya memperbaiki

yang sudah ada akan tetapi membentuk karakter-karakternya yang unik di

dalamnya. Upaya pemikiran hukum Islam ini telah banyak dimulai jauh sebelum

kawasan Nusantara ini terpecah menjadi banyak negara.

Dinamika pembaruan hukum Islam dilakukan dengan ijtihad yang

menjadi intisari pembaruan dalam Islam. Dengan adanya ijtihad, dapat diadakan

penafsiran dan interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran yang bersifat zhanni. Dan

juga dengan adanya ijtihad dapat ditimbulkan pendapat dan pemikiran baru

Page 31: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

23

sebagai ganti pendapat dan pemikiran ulama-ulama terdahulu yang tidak sesuai

lagi dengan perkembangan zaman.9

Keberadaan hukum Islam di Indonesia sesungguhnya memiliki sejarah

yang sangat panjang yaitu sejak masuknya Islam untuk pertama kali di Indonesia.

Secara sosiologis dan kultural, hukum Islam telah menyatu dan menjadi hukum

yang hidup. Sifat fleksibel dan elastis yang dimiliki hukum Islam merupakan

aspek utama yang memungkinkan terjadinya penyatuan antara hukum Islam

dengan adat istiadat setempat. Meskipun terkadang kemampuan hukum Islam

beraakulturasi melahirkan sikap yang ekstrim, di mana hukum Islam diterima

tanpa telaah sebagai hukum yang sederajat dengan hukum adat atau tradisi leluhur

masyarakat.10

Dinamika hukum Islam di Indonesia pada abad 17 dan 18 lebih

cenderung benuansa syafi’iyah. Hal ini bisa dipahami menimbang: Pertama,

proses islamisasi di Indonesia sejak abad 12 dan 13 berada dalam suasana di mana

perkembangan hukum Islam mengalami stagnasi dan pada puncaknya pintu

ijtihad dinyatakan tertutup, meskipun kemudian pada fase selanjutnya banyak

ulama dan pemikir yang menentang kondisi tersebut. Pada masa ini ulama dan

para pemikir tidak berani berpikir secara bebas dan kreatif tapi lebih membatasi

diri pada upaya pemikiran yang cenderung mendukung mazhabnya masing-

masing. Kedua, secara kebutulan para penyebar Islam pertama yang aktif dalam

9Muhammadong, “Dinamika Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia dan Tantangannya”,

Jurnal Sulesana, Vol. 8 Nomor 2 Tahun 2013, h. 79. 10Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia Dari Nalar Partisipatoris…, h. 49

Page 32: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

24

islamisasi di Indonesia, sebagaimana dinyatakan oleh sejarawah, adalah mereka

yang bermazhab syafi’i, walaupun pada perkembangan berikutnya tidak semua

umat Islam Indonesia menyandarkan aktivitas keagamaannya pada kerangka

pimikiran fiqih Imam al-Syafi’i, terutama pada awal abad ke 20 ketika marak

gerakan pembaruan.11

Pada abad 19 M Indonesia melahirkan banyak pemikir yang beberapa di

antaranya mempunyai reputasi dunia. Masa ini juga bisa dikatakan sebagai masa

terjadinya pergeseran pusat pemikiran ke-Islaman dari Luar Jawa (Sumatra dan

Kalimantan) ke Jawa. Pada masa ini banyak bermunculan tokoh-tokoh ulama dan

pemikir yang melahirkan banyak karya di bidang keagmaan Islam, termasuk di

dalamnya hukum Islam.

Hanya saja tidak ada pemikiran dan tawaran konsep besar yang telah

dihasilkan oleh ulama dan pemikir pada masa tersebut. Mereka bahkan

menegaskan pentingnya berpegang pada mazhab hukum yang telah ada, yang

dalam dataran tertentu bisa dinilai telah mematikan proses kreativitas dalam

menetapkan hukum. Sedangkan secara aplikatif, pemikiran yang bisa dinilai

penting adalah lahirnya fatwa jihad terhadap Belanda. Hal ini cukup kreatif,

mengingat Indonesia bukan negara Islam, dan sangat riskan jika seseorang

mengeluarkan fatwa seperti itu.12

11Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara: Kritik Atas Politik Hukum Islam di

Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 114 12Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia …, h. 48.

Page 33: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

25

Setelah Indonesia merdeka, upaya pembaruan hukum banyak pula

diarahkan kepada perubahan hukum tertulis peninggalan kaum kolonial untuk

dijadikan hukum nasional, dan hukum Islam dijadikan sebagai salah satu unsur

hukum nasional yang berfungsi sebagai rujukan dalam pembentukan hukum

nasional tersebut. Dalam upaya tersebut kecenderungan kepada salah satu mazhab

(khususnya mazhab Syafi'i) mulai dikesampingkan, dan lebih ditekankan kepada

kemaslahatan, dan bahkan telah dilakukan suatu reforrnasi hukum.

Pemikiran hukum Islam di Indonesia pada abad 20 mengalami dinamika

yang sedemikian pesat. Pada masa muncul tiga model pemikiran: 1) Tradisional,

yaitu pemikiran yang mempertahankan dan membangun pemikiran berdasarkan

fiqih dan berpijak pada mazhab yang ada. Karena fiqih dianggap telah mapan dan

sempurna sehingga perlu dikembangkan dan disosialisasikan; 2) Modernisme,

yang menawarkan agar fiqih perlu diseleksi dan dikembangkan sesuai dengan

kondisi sosial budaya masyarakat; dan 3) Reformasi, yang melontarkan gagasan

bahwa fiqih yang ada tidak mampu merespon berbagai perkembangan yang

muncul konsekuensi dari perkembangan zaman dan kebutuhan manusia. Oleh

karena itu diperlukan fiqih baru, yang menafsikrkan nash secara kontekstual.13

Pemikiran hukum Islam di Indonesia mengemuka kembali secara meluas

pada era tahun 1970-an, cendekiawan muslim mencanangkan pembaruan yang

terfokus pada rasionalilasi Islam yang dimotori Nurcholis Madjid. Selanjutnya

13Taufiq Andan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur

Rahman, (Bandung: Mizan 1993), h. 107-110.

Page 34: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

26

pada era 1980-an, Munawir Sjadzali mewacanakan pembaruan dengan tema

Reaktualisasi Ajaran Islam. Diantara pemikiran yang dikemukakan adalah

masalah reaktualisasai hukum waris dalam Islam. Tema reaktualisasi seperti ini

tentu saja mengagetkan banyak orang pihak yang sudah menganggap bahwa nash

tentang waris merupakan nash yang qath’i al-dalalah (penunjukan terhadap

hukum sudah jelas) yang tidak mungkin ada interpretasi selain yang tertera dalam

nash (tekstual).14

Upaya reaktualisasi ajaran Islam di hidang hukum juga merupakan

bagian dari upaya pembaharuan hukum Islam, terutama dalam konteks zaman

modern dewasa iru. Dari upaya demikian diharapkan terwujudnya suatu solusi

hukum yang dapat mengayomi mayarakat. sehingga apa yang mereka terapkan

daiam kehidupan sehari-hari akan senantiasa berjalan di atas dasar hukum yang

luwes dan adil. Obyek pemikiran hukum Islam pun semakin meluas, dikarenakan

adanya pandangan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam fiqih sudah tidak

mampu lagi memberikan solusi terhadap berbagai masalah baru yang pada waktu

fiqih ditulis oleh para fuqaha masalah-masalah baru itu belum terjadi atau belum

ada, termasuk di dalamnya masalah hukum kewarisan dalam Islam.

14Tobibatussaadah, “Pembatuan Pemikiran dalam Konteks Keindonesiaan: Studi Terhadap

Pemikiran Hukum Islam Munawir Sjadzali Serta Pengaruhnya Terhadap Pemikiran Hukum Islam di

Indonesia, Istinbath: Jurnal Hukum, Vol. 11 Nomor 1 Tahun 2014, h. 58

Page 35: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

27

B. Pemikiran Hukum Kewarisan dalam Islam di Indonesia

Hukum waris merupakan bagian dari hukum keluarga yang

mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam masyarakat serta

menjadi ciri khas umat Islam, namun dalam prakteknya sering menimbulkan

polemik dalam pelaksanaannya, hal ini disebabkan oleh budaya masyarakat yang

plural. Permasalahan tersebut disebabkan sistem kekeluargaan dalam suatu

masyarakat, dimana banyak peraturan adat yang telah berlaku secara turun

temurun memiliki perbedaan dengan hukum Islam. Sumber persoalan tersebut

bukan timbul dari al-Qur’an, melainkan interpretasi dan perbedaan pendapat di

kalangan masyarakat itu sendiri.

Sistem kewarisan yang telah ada selama ini dalam batas-batas tertentu

ternyata masih menimbulkan banyak permasalahan dan tidak dapat membumi

dengan masyarakat setempat. Hal ini disebabkan antara lain karena hukum waris

merupakan ekspresi langsung dari nash (al-Qur’an dan Hadits) sehingga dianggap

sebagai hukum yang berlaku mutlak dan tidak ada kemungkinan untuk melakukan

penafsiran ulang, sedangkan kondisi sosial masyarakat membutuhkan suatu

bentuk hukum yang dapat mengakomodasikan semua persoalan yang berkembang

dalam masyarakat yang terjadi sedemikian pesat. Ketika dilakukan penelusuran

ulang terhadap teks-teks ayat kewarisan yang selama ini dianggap sudah baku,

dengan penafsiran yang tidak terikat dan tanpa memaksakan diri menganut pola

tertentu, ternyata ditemukan banyak permasalahan yang belum terselesaikan

dalam hukum kewarisan.

Page 36: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

28

Sebagaimana yang telah dipaparkan pada pembahasan terdahulu bahwa

Di Indonesia telah terjadi pembaruan terhadap ketentuan hukum Islam yang telah

disesuaikan dengan konteks keindonesiaan. Khusus dalam bidang hukum

kewarisan, ide dan pemikiran pembaharuan belum banyak memengaruhi praktek

kewarisan dalam masyarakat akibat masih kuatnya pengaruh hukum adat dan

mazhab syafi’iyah yang berkembang di kalangan umat Islam di Indonesia.

Meskipun demikian dalam praktek implementasi hukum masih terjadi

keanekaragaman penggunaan materi hukum, hal ini dipengaruhi oleh keaneka-

ragaman suku bangsa di Indonesia dengan hukum adat yang berbeda-beda dan

juga agama yang berbeda.15

Pandangan dan tanggapan umat Islam terhadap wacana pembaharuan

hukum waris terpecah menjadi dua yaitu mereka yang setuju terhadap pembaruan

tersebut dan mereka yang tetap mempertahankan formulasi hukum waris yang

telah ada. Mereka yang setuju terhadap ide-ide tersebut adalah dari kalangan

modernis yang cenderung menggunakan pendekatan rasional dan menganggap

bahwa hukum waris sebagaimana terdapat dalam fiqh tradisional sudah tidak

relevan dengan kondisi dan konteks kehidupan modern. Sedangkan mereka yang

tetap mempertahankan hukum waris tradisional cenderung melihatnya secara

normatif dan menganggap bahwa ketentuan waris tersebut merupakan ketentuan

Allah kepada umatnya yang tidak boleh dirubah sampai kapanpun.

15Azwarfajri, “Ijtihad Tentang Kewarisan Cucu dalam Hukum Islam di Indonesia”, Jurnal

Ilmiah Islam Futura, Vol. XI, No. 2, Februari 2012, h. 104.

Page 37: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

29

Berkaitan dengan hal di atas Edi Riadi menyatakan bahwa:

Hukum Waris Islam yang dibangun sejak abad ke tujuh masehi

sampai saat ini, dalam tataran teoritis, tidak mengalami perubahan dan

senantiasa akan tetap dipertahankan seperti itu karena hukum waris Islam

dianggap hukum Allah yang berlaku sepanjang masa dan tidak menerima

perubahan. Para fuqaha (ahli di bidang hukum Islam) berpendapat hukum

waris Islam dan begitu juga bidang hukum Islam lainnya dianggap merupakan

perintah Allah swt. yang harus dilaksanakan apa adanya tanpa reserve

sehingga hukum tersebut diistilahkan dengan hukum ta’abbudi (wajib diikuti

sebagai ibadah/kepatuhan kepada Allah swt.), bukan hukum ta’aqulli yaitu

hukum yang dapat dilakukan perubahan sesuai dengan perkembangan sosial

dan budaya masyarakatnya.16

Persepsi para fuqaha mengenai hukum waris Islam yang seperti itu

berdampak pada stagnasi hukum Islam itu sendiri, sehingga tertinggal dari sistem

hukum lain yang senantiasa mengalami perubahan. Padahal sepanjang sejarah

perjalanannya, mulai dari masa awal Islam hingga saat ini, hukum waris Islam

sebenarnya berjalan beriringan dengan inovasi hukum. Bahkan, lebih dari itu,

keberadaan hukum waris Islam sendiri sebenarnya merupakan inovasi luar biasa

yang merombak sistem pewarisan harta era Pra-Islam. Diakui atau tidak, berbagai

upaya inovasi tersebut menyiratkan watak fleksibel hukum waris Islam dalam

konteks perubahan dan perkembangan sosial masyarakat. Tidak berlebihan

kiranya jika dinyatakan bahwa hukum waris merupakan salah satu contoh terbaik

dari evoluasi hukum Islam.17

16Edi Riadi, “Paradigma Baru Hukum Waris Islam di Indonesia”, dalam Problematika Hukum

Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia, Muchit A. Karim, eds., (Jakarta: Badan Litbang dan

Diklat Kementrian Agama RI, 2012), h. 59 17Muhammad Adib, “Halangan Menerima Warisan”, dalam Problematika Hukum Kewarisan

Islam Kontemporer di Indonesia, Muchit A. Karim, eds., (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat

Kementrian Agama RI, 2012), h. 162

Page 38: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

30

Dalam sejarah hukum di Indonesia, dapat diketahui bahwa sistem hukum

waris adat telah ada terlebih dahulu dibandingkan dengan sistem hukum waris

yang lain. Hal ini dikarenakan hukum ada, termasuk hukum warisnya, merupakan

hukum asli bangsa Indonesia, berasal dari nenek moyangnya dan telah melembaga

serta terinternalisasi secara turun temurun dari satu generasi ke generasi yang

lain.18

Sementara itu hukum waris Islam hadir bersamaan dengan masuknya

Islam ke Indonesia. Kedatangan Islam dengan hukum warisnya tidak serta merta

menggantikan hukum adat yang sudah ada terlebih dahulu. Dalam hal ini

Mohammad Yasir Fuzi menyatakan:

Ketika agama Islam masuk ke Indonesia, maka terjadi ‘kontak yang

akrab’ antara ajaran mau pun hukum Islam (yang bersumber pada Al-Qur’an

dan As-Sunnah) dengan hukum adat. Hal itu tercermin dalam berbagai pepatah

di beberapa daerah. Di Aceh terdapat pepatah: hukum ngon adat hantom cre,

lagee zat ngon sipeut (hukum Islam dengan hukum adat tidak dapat dicerai-

pisahkan karena erat sekali hubungannya seperti hubungan zat dengan sifat

suatu benda. Di Minangkabau ada pepatah: adat dan syara’ sanda menyanda,

syara’ mengati adat memakai artinya, adat dan hukum Islam (syara’) saling

topang menopang, adat yang benar-benar adat adalah syara’ itu sendiri. Di

Sulawesi ada ungkapan yang berbunyi: adat hula-hulaa to syaraa, syaraa

hula-hulaa to adat (adat bersendi syara’ dan syara’ bersendi adat). Hubungan

antara adat dengan Islam yang erat juga ada di Jawa. Ini mungkin disebabkan

oleh prinsip rukun dan sinkretisme yang tumbuh dan berkembang dalam

masyarakat Jawa, terutama di daerah pedesaan. Pengaruh hukum waris Islam

pada masyarakat Jawa dapat dilihat misalnya pada sistem pembagian warisan

yang disebut dengan sapikulsagendong.19

18Mohammad Yasir Fauzi, “Legislasi Hukum Kewarisan di Indonesia”, dalam Ijtima’iyya

Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, Vol. 9, No. 2, Agustus 2016, h. 66 19Mohammad Yasir Fauzi, “Legislasi Hukum Kewarisan di Indonesia”, …, h. 66.

Page 39: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

31

Pada masa kolonial terjadi kodifikasi hukum waris Islam. Hal ini lahir

bersamaan dengan perintah VOC pada tanggal 25 Mei 1760 untuk menerbitkan

peraturan Resolutie der Indische Regeering yang kemudian dikenal dengan

Compendium Freijer yang memuat hukum Perkawinan Islam dan Kewarisan Islam

dengan diperbaiki dan disempurnakan oleh fuqaha masa itu. Kitab hukum tersebut

secara resmi diterima oleh pemerintah VOC tahun 1706 dan dipergunakan oleh

Pengadilan dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di kalangan umat Islam di

daerah kekuasaan VOC.20 Kitab hukum tersebut bisa dikatakan sebagai bentuk

kodifikasi hukum waris Islam yang disusun oleh ulama/fuqaha berdasarkan

pemahaman mereka terhadap kitab-kitab fiqih klasik.

Di samping hukum adat dan hukum waris Islam, masyarakat Indonesia

juga telah lama mengakrabi hukum waris Barat yang bersumber pada BW. Pada

masa penjajahan Belanda, dengan asas konkordansi BW dinyatakan berlaku untuk

golongan Eropa yang ada di Indonesia. BW ini juga dinyatakan berlaku bagi

orang-orang Timur Asing Tionghoa. Sementara bagi golongan Timur Asing

bukan Tionghoa berlaku hanya bagian-bagian mengenai hukum kekayaan harta

benda dari BW. Selebihnya, yakni bagian kekeluargaan dan kewarisan berlaku

hukum mereka sendiri dari negeri asalnya.21

Dalam perjalanannya, ketiga sistem hukum waris tersebut mengalami

perkembangan dan proses pelembagaan yang berlain-lainan. Hukum waris Barat

20A. Sukris Sarmadi, Hukum Waris Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo,

2013), h. 9. 21Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2010), h.10-14.

Page 40: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

32

relatif tidak mengalami perubahan, yakni bersumber pada BW dan karenanya

tetap sebagaimana pada masa penjajahan dulu.Hukum waris adat berkembang

melalui berbagai macam peraturan ataupun perundang-undangan. Yang agaknya

berbeda adalah proses pelembagaan hukum waris Islam. Pelembagaan dan

pengembangan hukum waris Islam ditempuh melalui legislasi nasional. Hal ini

dapat disimak dengan diundangkannya UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama dan diterbitkannya Inpres No. 1 Tahun 1991 yang dikenal dengan

Kompilasi Hukum Islam (KHI).22

Kompilasi Hukum Islam merupakan hasil loka karya para fuqaha

Indonesia dan menjadi fakta keberadaan fiqh madzhab Sunni. Namun demikian,

harus diakui, bahwa pada bagian tertentu dalam KHI masih ditemukan ruang

berbagai masalah kewarisan yang memerlukan refleksi pemikiran baru dalam

rangka penyesuaian dengan kondisi-kondisi di Indonesia antara lain tentang ahli

waris pengganti dan persoalan wasiat wajibah yang sebelumnya tidak dimuat

dalam kitab-kitab klasik.

Sebelum terbentuknya KHI telah muncul berbagai pemikiran tentang

hukum waris Islam yang dikemukakan oleh sejumlah tokoh pemikir Indonesia

sebagai otokritik terhadap ketetapan hukum waris Islam dalam kitab-kitab fiqih

klasik. Setidaknya ada dua ahli yang tercatat mengemukakan ide pembaharuan

dalam hukum waris Islam yaitu:

22Mohammad Yasir Fauzi, “Legislasi Hukum Kewarisan di Indonesia”, …, h. 70.

Page 41: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

33

1. Hazairin.

Pokok pemikiran Hazairin dalam kewarisan Islam meliputi:

a. Kewarisan Bilateral

Dalam literatur hukum adat Indonesia, pada dasamya sistern atau

bentuk kekerabatan yang terdapat di dalam masyarakat Indonesia terdiri

atas sistem patrilineal (garis ayah), matrilineal (garis ibu), dan parental atau

bilateral (garis ayah-ibu seimbang). Sistem ketiga inilah yang merupakan

isu sentral pemikiran Hazairin. Bilateral menurut Hazairin adalah setiap

orang dapat menarik garis kerurunannya ke atas melalui ayahnya atau pun

melalui ibunya; demikian pula yang dilakukan oleh ayahnya dan ibunya,

yang demikian itu tedadi terus-menerus. Lebih lanjut, pokok dasar

pemikiran Hazairin adalah konsepnya mengenai kewarisan bilateral. Yaitu

hak kewarisan yang berlaku dalam dua garis keturunan atau kekerabatan,

baik dari garis ayah atau ibu. Masyarakat bilateral inilah yang paling

dominan di Indonesia. 23

Hazairin mengkaji ayat-ayat tentang perkawinan dan kewarisan.

Menurutnya sistem kemasyarakatan yang terkandung di dalam al-Qur’an

adalah sistem bilateral, dan karenanya sistem kemasyarakatannya pun

bercorak bilateral juga. Ia merujuk dan menyimpulkan ini berdasarkan

23Abdul Ghoni Hamid, “Kewarisan dalam Perspektif Hazairin”, Jurnal Studi Agama dan

Masyarakat, Volume 4 Nomor 1 Juni 2007, h. 43.

Page 42: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

34

pada surat an-Nisa (4) ayat 23-24.24

Inti dari kedua ayat tersebut

menetapkan larangan-larangan perkawinan, dan selain yang disebutkan

halal untuk dilangsungkan. Dengan demikian, ayat-ayat tersebut

menuntukkan bahwa semua bentuk perkawinan sepupu tidaklah dilarang,

baik cross-cousins25

maupun parallel cousins.26

Sebagai contoh

kongkritnya adalah pernikahan Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah al-

Zahra. Keduanya sama-sama dari satu klan dan dibenarkan oleh syariat.

Dengan dibolehkannya perkawinan sepupu ini berarti gugurlah syarat

exogami27

yang menjadi benteng bagi sistem klan dalam masyarakat yang

patrilineal dan matrilineal.

Berdasarkan pengandaian pernikahan Ali bin Abi Thalib dan

Fatimah al-Zahra tersebut berimplikasi pada sistem kewarisannya. Harta

yang ditinggalkan oleh orang yang masih hidup juga harus diatur menurut

hukum kewarisan bilateral. Dalam ranah antropologi, hukum kewarisan itu

adalah kelanjutan dari hukum perkawinan, dan hukum perkawinan tidak

boleh berbeda dengan hukum kewarisan.28

24Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadith, (Jakarta: Tinatamas,

1982), h. 1-2. 25Cross cousins adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang senenek atau

sedatuk, manakala bapak dari pihak yang satu merupakan saudara dari ibu pihak yang lain. Lebih

konkritnya, ibu suami adalah saudara dari ayah isteri ataupun sebaliknya. Hubungan persaudaraan ini

bisa karena seibu, sebapak, atau sekandung. 26Parallel cousins adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang senenek atau

sedatuk manakala ayah mereka masing-masing bersaudara atau ibu mereka bersaudara, baik

persaudaraan ini seibu, sebapak, maupun sekandung. 27Exogami artinya larangan untuk mengawini anggota se-klan, atau dengan kata lain

keharusan kawin dengan orang di luar klan. 28Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadith, h. 19-25.

Page 43: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

35

b. Ahli Waris Pengganti

Dalam konsep ahli waris pengganti atau mawali, Hazairin

mengatakan bahwa pemakaian kata “ahli waris pengganti” sebagai

padanan mawali, sesungguhnya tidak begitu tepat. Namun, istilah itu

digunakan juga karena perkataan “ahli waris pengganti” terdapat dalam

hukum adat.29

Konsep ahli waris pengganti ini beranjak dari ayat 33 surat an-

Nisa, di mana tafsiran Hazairin terhadap ayat ini mengenai mawali

dipahami sebagai pewaris pegganti atau Plaatsvervulling dalam Burgerlijk

Weetboek. Mawali adalah orang-orang yang menjadi ahli waris karena

tidak ada lagi penghubung antara mereka dengan pewaris, dan menurutnya

ia jiga termasuk dalam pengertian aqrabun.30

Yaitu firman Allah:

{33\1\الـنساء}“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak

dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan (jika ada)

orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, Maka

berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan

segala sesuatu.” (Q.S. an-Nisa/4: 33)

29Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadith, h. 25 30Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadith, h. 32

Page 44: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

36

Ayat di atas dimaknai sebagai berikut:

Dan untuk setiap orang itu Allah telah mengadakan mawali

bagi harta peninggalan ayah dan mak (ibu) dan bagi harta peninggalan

keluarga dekat, demikian juga harta peningggalan bagi tolan

seperjanjianmu, karena itu berikanlah bagian-bagian kewarisannya.

Dan Allah menyaksiakan segala sesuatu.31

Berdasarkan pemaknaan seperti di atas, maka kata mawali atau

ahli waris pengganti adalah ahli waris yang menggantikan seseorang untuk

memperoleh bagian warisan yang tadinya akan diperoleh orang yang

digantikan. Mengenai mawali ini, Hazairin berprinsip bahwa al-Qur’an

meletakkan hubungan kewarisan atas dasar pertalian darah antara yang

mati dengan anggota keluarganya yang masih hidup. Oleh karena itu

pengganti oleh waris yang sebenarnya harus mempunyai penghubung

dengan orang yang digantikan itu, di mana ia adalah seorang yang

seharusnya menerima warisan ketika ia masih hidup, tetapi dalam kasus

yang bersangkutan telah meninggal terlebih dahulu dari si pewaris.

Hubungan kekeluargaan antara pewaris dengan mawali berupa hubungan

darah ke garis bawah, atau ke garis sisi, atau ke garis atas.32

Penafsiran Hazairin terhadap kata mawali menggunakan

pendekatan gramatikal yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh

fuqaha dan mufassir awal. Konsep ahli waris pengganti dalam pandangan

Hazairin tidak semata karena adanya ketidaksesuaian pada landasan sosio

31Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadith, h. 32 32Abdul Ghoni Hamid, “Kewarisan dalam Perspektif Hazairin”, h. 46-47

Page 45: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

37

historis, melainkan karena adanya kesalahan interpretasi terhadap kata

mawali itu sendiri. Maka menurutnya makna mawali dalam al-Qur’an

semestinya diartikan ahli waris yang menggantikan seseorang dalam

memperoleh bagian peninggalan orang tua dan kerabatnya.

Pendapat Hazairin tentang ahli waris ini muncul dikarenakan

adanya ketidakadilan dalam pembagian warisan yang selama ini terjadi,

yakni bahwa cucu perempuan yang ayahnya meninggal terlebih dahulu

tidak mendapatkan harta warisan dari harta warisan yang ditinggalkan

kakeknya. Dalam masalah ini, ulama Ahlus Sunnah dan juga Syi’ah,

sepakat bahwa anak laki-laki menghijab (menutup) cucu laki-laki dan

perempuan. Oleh karenanya, cucu yang ayahnya meninggal terlebih dahulu

tidak mendapatkan hak waris, meskipun sangat berjasa dalam mengurus

kakeknya, karena anak kakek (saudara ayah/anak laki-laki) menghijabnya,

meskipun tidak pernah berjasa mengurus ayahnya.33

c. Dzawil Furudh, Dzawil Qarabah, dan Mawali

Dari segi hak kewarisan, Hazairin membagi tiga golongan ahli

waris menurut ajaran yang ia sebut sebagai ajaran kewarisan bilateral.

Keetiga golongan tersebut adalah dzawil furudh, dzawil qarabah, dan

mawali. Hal ini berbeda dengan konsep ulama sunni pada umumnya, di

33Abdul Ghoni Hamid, “Kewarisan dalam Perspektif Hazairin”, h. 48

Page 46: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

38

mana mereka membagi golongan yang menerima ahli waris yaitu: dzawil

furudh, ashabah, dan dzawil arham.

Perbedaan di atas berpangkal dari pendapat Hazairin yang tidak

menerima konsep usbah atau ashabah. Menurut Hazairin konsep usbah

terdapat dalam masyarakat unilateral (patrilineal atau matrilineal),

sedangkan dalam masyarakat bilateral (parental) tidak mengenal istilah

tersebut.

Dzawil furudh adalah ahli waris yang mendapat bagian warisan

tertentu dalam keadaan tertentu, seperti anak perempuan, ayah, saudara

laki-laki atau perempuan. Adapun dzawil furudh terdiri atas:

1) Anak perempuan yang tidak bersama-sama dengan anak laki-laki atau

mawali bagi mendiang anak laki-laki, maka anak perempuan tersebut

bagiannya (fard)nya adalah ½ dan 2/3 jika 2 orang atau lebih.

2) Ayah mendapat fard 1/6 jika pewaris berketurunan.

3) Ibu mendapat fard 1/3 jika pewaris tdak berketurunan dan 1/6 jika

pewaris berketurunan.

4) Seorang saudara laki-laki dan seorang saudara perempuan, bagi

mereka masing-masing 1/6 bagian harta jika pewaris mati punah, dan

jika saudaranya adalah berbilang beberapa saudara, baik semuanya

laki-laki, atau perempuan, atau bercampur antara laki-laki dan

perempuan, maka mereka semua mendapatkan bagian 1/3 dari harta

peninggalan.

5) Jika si mayit kalalah/punah mempunyai 1 saudara perempuan saja,

maka ia memperoleh ½ dari harta peninggalan, dan jika si mayit

(kalalah) mempunyai 2 orang saudara perempuan (atau lebih) maka

bagiannya 2/3 dari harta peninggalan bersama-sama.

6) Suami mendapat ½ jika isteri meninggal tanpa keturunan dan ¼ fard

jika isteri berketurunan.

7) Isteri mendapat ¼ jika suaminya yang meninggal tidak berketurunan,

dan 1/8 fard jika memiliki keturunan.

Page 47: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

39

8) Mawali dengan bagian masing-masing sebagai pengganti.34

Dzawil qarabah adalah orang-orang yang mempunyai hubungan

kekeluargaan dengan si pewaris dapat melalui garis wanita serentak tidak

terpisah. Hubungan garis keturunan yang demikian inilah oleh Hazairin

disebut dengan garis keturunan bilateral. Dzawil qarabah dikelompokkan

atas:

1) Anak laki-laki dan perempuan yang bersamanya anak laki-laki atau

keturunannya. Mereka mendapatkan bagian menurut ketentuan nilai

bagian yang telah ditetapkan sebagai dzawil furudh sekaligus adkan

mengambil sisa harta jika ada sisa, di mana ia sekaligus sebagai dzawil

qarabah.

2) Ayah, apabila pewaris mati punah.

3) Saudara laki-laki dan saudara perempuan yang bersamanya saudara

laki-laki atau keturunannya jika pewaris mati punah (kalalah).

4) Kakek dan nenek.35

Dalam dzawil qarabah hijab dan mahjub antara para ahli waris

akan mempengaruhi system ini, di mana apabila bertemu masing-masing

orang yang berhak sebagai dzawil qarabah maka akan terjadi dua

kemungkinan. Pertama, masing-masing zawil qarabah akan memperoleh

radd secara berimabang menurut bagian masing-masing. Kemungkinan

kedua, akan ditentukan bagiannya, karena begitu dekatnya derajat salah

satu ahli waris. Seperti, apabila berkumpul ayah, ibu, dan anak laki-laki.

Maka anak laki-lakilah sebagai dzawil qarabah. Hal ini terjadi karena

34A. Sukris Sarmadi, Transendensi Keadilan Hukum Wasris Islam Tranformatif, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 1997), h. 45-46. 35A. Sukris Sarmadi, Transendensi Keadilan Hukum Wasris Islam Tranformatif, h. 46

Page 48: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

40

kemampuan anak mempengaruhi perolehan ayah dan ibu sehingga mereka

hanya memperoleh apa yang ditentukan saja tidak boleh yang lain.36

Mawali, sebagaimana telah diuraikan dalam bahasa sebelumnya

bahwa mawali atau ahli waris pengganti ini adalah ahli waris yang

menggantilan seseorang untuk memperoleh bagian warisan yang tadinya

akan diperoleh orang yang digantikan. Baik berupa hubungan darah ke

garis bawah atau garis sisi, atau ke garis atas.

d. Kalalah

Hazairin berpendapat bahwa kalalah adalah seorang meninggal

dunia tidak meninggakan anak (walad), tanpa disyaratkan ayah harus

meninggal dahulu (tidak ada ayah). Adapun yang dimaksud walad di sini

adalah anak secara umum baik laki-laki maupun perempuan. Pengertian

anak di sini masih diperluas lagi dengan keturunan, yaitu orang digaris

bawah baik melalui laki-laki maupun perempuan.37

Dengan demikian

kalalah yang dimaksud oleh Hazairin adalah orang yang mati punah tidak

berketurunan. Dengan pendapat ini maka saudara tidak dibedakan antara

saudara sekandung, seayah, dan seibu, mereka dapat mewaris selama tidak

ada anak (keturunan).

36Abdul Ghoni Hamid, “Kewarisan dalam Perspektif Hazairin”, h. 52 37Abdul Ghoni Hamid, “Kewarisan dalam Perspektif Hazairin”, h. 54

Page 49: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

41

2. Munawir Sjadzali.

Isu sentral pemikiran hukum Munawir Sjadzali adalah melakukan apa

yang disebutnya reaktualisasi hukum waris, khususnya dalam hal pembagian

waris 2 : 1 antara laki-laki dan perempuan. Menurutnya, di seluruh dunia

Islam, termasuk di Indonesia sistem waris yang diberlakukan baik dalam versi

sunni, syi‘ah maupun negara-negara Islam yang telah mengupayakan

kodifikasi hukum lewat perundang-undangan masih tetap mempertahankan

sistem kalkulasi 2:1 antara anak laki-laki dan anak perempuan. Cara seperti ini

didukung langsung oleh QS. an-Nisa‘: 11 yang dengan jelas menyatakan

bahwa bagian anak laki-laki adalah dua kali lipat dari bagian anak perempuan.

{33\1\الـنساء} Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-

anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua

orang anak perempuan (QS. An-Nisa/4: 11).

Walau demikian, bagi Munawir, konsep tersebut tidak memberikan

rasa adil‖ bagi masyarakat yang kaum perempuannya memiliki peran. Hal ini

berdasarkan penelitian dan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Dalam

praktek di masyarakat, para ahli waris tetap meminta fatwa tentang ketetapan

hukum waris sesuai dengan fara‘id Islam yang didalamnya menetapkan

kalkulasi bagian anak laki-laki dan anak perempuan 2:1 tapi dalam

pelaksanaannya kerapkali para ahli waris tidak melaksanakan fatwa ketetapan

Page 50: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

42

hakim Pengadilan Agama tersebut. Malah mereka melakukan pembagian yang

tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam yaitu 1:1 antara anak laki-laki

dengan anak perempuan. Cara seperti ini tidak hanya dilakukan oleh orang

awam saja tapi juga dilakukan oleh tokoh-tokoh organisasi yang cukup

menguasai ilmu-ilmu keislaman.38

Melihat realitas yang telah dipaparkan di atas, Munawir menawarkan

bagaimana kalau ketentuan pembagian waris itu dikodifikasi menjadi sama

rata yaitu bagian anak laki-laki 1:1 dengan bagian anak perempuan dengan

syarat anak perempuan memiliki peran. Untuk memperkuat pendapatnya

tersebut, Munawir menampilkan sejumlah ulama yang telah melakukan

pemahaman secara kontekstual terhadap nash al-Qur‘an. Diantaranya

pendapat Abu Yusuf al-Hanafi yang mengatakan bahwa bila nash terdahulu

dasarnya adat dan adat itu kemudian telah berubah, maka gugur pula hukum

atau petunjuk yang terkandung dalam nash itu, dan Ibnu Qoyyim al-Jauziah

menjelaskan bahwa perubahan dan perbedaan fatwa dapat dibenarkan karena

perbedaan zaman, tempat, dan adat istiadat.39

Jadi nash al-Qur‘an yang telah menegaskan bagian anak laki-laki dua

kali lipat dari bagian anak perempuan adaah pembagian yang didasarkan pada

tradisi yang berlaku pada saat itu, bahwa status laki-laki dalam keluarga

adalah pemimpin, pelindung, dan penanggungjawab perempuan. Melihat

38Syukri Abu Bakar, “Pemikiran Munawir Sjadzali Tentang Pembagian Waris di Indonesia”,

Jurnal Schemata, Volume 3, No. 2, Desember 2014, h. 134 39Syukri Abu Bakar, “Pemikiran Munawir Sjadzali Tentang Pembagian Waris …, h. 135.

Page 51: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

43

realitas kehidupan zaman modern sekarang ini bahwa kaum perempuan

melakukan hal-hal yang tidak dilakukan oleh perempuan Arab zaman dahulu.

Sekarang banyak kaum perempuan yang menduduki pos-pos penting dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi sekarang sedang gencar-

gencarnya kaum perempuan menuntut persamaan hak dan persamaan derajat

dengan kaum laki-laki di segala bidang. Maka dengan menggunakan teori Abu

Yusuf tersebut, bahwa kaum perempuan pada saat sekarang berbeda adat

kebiasaannya dengan kaum perempuan pada saat ayat itu diturunkan, maka

menurut Munawir sangat relevan sekali apabila bagian waris anak perempuan

sekarang yang memiliki peran ditingkatkan agar sama dengan bagian waris

anak laki-laki.

C. Faktor yang Mempengaruhi Pemikiran Hukum Kewarisan dalam Islam

Pembaruan hukum Islam merupakan suatu keharusan untuk tetap

mempertahankan eksistensi hukum Islam. namun, dalam melakukan pembaruan

hukum Islam, tetap harus memperhatikan sebagai ajaran yang kekal dari Allah

swt. sehingga tidak boleh melakukan pembaruan dengan semena-mena, karena

justru akan menjauhkan dari tujuan syariah tersebut (maqaaṣhid al-syarīah).

Bahkan pembaruan tanpa metode yang benar dan tindakan yang semena-mena

justru dapat menghancurkan sendi-sendi ajaran agama.

Secara umum, pembaruan hukum Islam yang terjadi saat ini disebabkan

oleh beberapa faktor, antara lain:

Page 52: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

44

1. Mengisi kekosongan hukum karena norma-norma yang terdapat dalam

kitab-kitab fikih tidak mengaturnya, sedangkan kebutuhan masyarakat

terhadap hukum masalah yang baru terjadi itu sangat mendesak untuk

diterapkan.

2. Pengaruh globalisasi ekonomi dan IPTEK sehingga perlu ada aturan

hukum yang mengaturnya, terutama masalah-masalah yang belum ada

aturan hukumnya.

3. Pengaruh reformasi dalam berbagai bidang yang memberikan peluang

kepada hukum Islam untuk bahan acuan dalam membuat hukum nasional.

4. Pengaruh pembaruan pemikiran hukum Islam yang dilaksanakan oleh para

mujtahid baik tingkat nasional maupun tingkat internasional, terutama hal-

hal yang menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.40

Adapun faktor-faktor yang dipandang mempengaruhi pemikiran hukum

kewarisan Islam dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Pandangan tentang hukum ideal dan realistis.

Hukum ideal adalah hukum yang dicita-citakan dan bermuatan rasa

keadilan universal. Sedangkan hukum realistis adalah hukum yang dihasilkan

dengan cara mensinergikan hukum ideal dan hukum berlaku ditengah

masyarakat dan bermuatan keadilan lokal dan temporal. Hukum ideal tidak

mungkin diberlakukan ditengah masyarakat tertentu dalam kurun waktu

tertentu tanpa mempertimbangkan kesadaran hukum masyarakat tersebut pada

masanya. Oleh karena itu proses sinergi hukum ideal dengan hukum yang

berlaku dalam masyarakat menjadi hukum realistis merupakan suatu

keniscayaan agar hukum tersebut bermuatan rasa keadilan masyarakat.

Karakteristik hukum realistis hanya berlaku dalam masyarakat pada masa

tertentu, dan belum tentu dapat diberlakukan dalam masyarakat lainnya dalam

40Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2006), h. 154.

Page 53: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

45

kurun waktu yang sama atau kurun waktu berbeda karena rasa keadilan

masyarakatnya berbeda. Hukum waris yang termaktub dalam kitab-kitab fiqih

adalah hukum realistis untuk masyarakat dimana penulis kitab tersebut hidup,

dan oleh karenanya mungkin banyak kaidah hukum waris di dalamnya yang

sudah tidak relevan untuk masyarakat Indonesia pada masaa kini. Dalam hal

inilah diperlukan pembaharuan hukum yang berkesinambungan paralel

dengan tuntutan keadilan lokal sebagai akibat perubahan sosio-kultural

masyarakat. Ayat dan hadits yang bermuatan keadilan universal merupakan

dalil qath’i, sedangkan ayat Al-Qur’an dan Hadits yang bermuatan keadilan

lokal dan temporal merupakan dalil zhanni.41

2. Dialektik tafsir tekstual dan kontekstual.

Pada masa awal Islam, tingkat moderasi tafsir terhadap teks Al-

Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad sangat tinggi. Para sahabat berkreasi

memahami teks Al-Qur’an dan Hadits sesuai tingkat keluasan dan kedalaman

pengetahuannya. Zaid bin Tsabit merupakan orang yang luas pengetahuannya

dibidang hukum kewarisan masyarakat Arab, sehingga ia lebih mampu

memahami teks Al-Qur’an dan Hadits tentang kewarisan yang bersinergi

dengan hukum yang berlaku pada masyarakat Arab saat itu. Sedangkan Ibnu

Abbas hanya memiliki kemampuan memahami teks al-Qur’an dan Hadits

tentang kewarisan tanpa memiliki kemampuan mensinergikan dengan hukum

adat masyarakat Arab.

41Edi Riadi, “Paradigma Baru Hukum Waris Islam di Indonesia”, …, h. 62-64

Page 54: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

46

Tafsir Zaid bin Tsabit tentang waris merupakan mainstream sehingga

banyak diikuti para fuqaha, karena pendapat Zaid bin Tsabit sangat dirasakan

sesuai dengan keadilan masyarakat setempat saat itu. Aliran Ibnu Abbas

banyak ditinggalkan para fuqaha karena tidak bermuatan keadilan lokal,

sehingga tafsir Ibnu Abbas tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat Arab

pada masanya. Akan tetapi tafsir Ibnu Abbas lebih dirasa bermuatan keadilan

pada masa kini.42

3. Keadilan

Salah satu subsistem hukum syariat yang sampai saat ini tetap

diragukan, digugat dan bahkan kadang-kadang dihujat sebagian orang adalah

yang terutama terkait dengan kekurangadilan hukum kewarisan. Khususnya

yang berhubungan dengan aturan bagian 2:1 dengan maksud dua bagian untuk

ahli waris laki-laki dan satu bagian untuk ahli waris perempuan. Ketetapan

hukum tersebut dianggap sudah tidak lagi relevan. Pemikiran ini merujuk

kepada pikiran-pikiran sosiologis, empiris, dan pragmatis kekinian yang

menunjukkan bahwa pada kenyataan banyak kasus perempuan berprofesi dan

bergaji lebih tinggi tapi harus menghadapi ketetapan ilmu faraid tentang

aturan bagian 2:1 untuk laki-laki dan perempuan.43

42Edi Riadi, “Paradigma Baru Hukum Waris Islam di Indonesia”, …, h. 64-65 43Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam dalam Pendekatan Teks dan

konteks, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2013), h. 7.

Page 55: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

47

Persoalan perbandingan 2:1 ini memang agak rumit karena

menyangkut persoalan qath’i dan dzanni.44

Dalam ilmu ushul fiqh pengertian

qath’i menunjukkan kepada makna yang pemahaman makna itu telah tertentu

dan tidak mengandung takwil serta tidak ada peluang untuk memahami makna

lainnya. Dengan kata lain, mengandung makna yang meyakinkan, pasti dan

absolut. Sedangkan pengertian zhanni menunjukkan atas suatu makna, akan

tetapi masih memungkinkan untuk ditakwilkan atau dipalingkan dari makna

ini dan makna lainnya dimaksudkan darinya, dengan kata lain mengandung

sesuatu yang relatif, dugaan, dan tidak meyakinkan substansi hukum waris

adalah keadilan karena sebelum hukum waris Islam datang dalam hal

pembagian harta waris.45

Perempuan pada saat itu tidak pernah diberi bagian harta warisan

sedikitpun, bahkan justru dijadikan harta warisan yang dapat dibagi-bagi.

Upaya untuk merekonstruksi bukan merupakan hal yang tabu, sebab latar

belakang sejarah dan sosial turunnya teks tersebut sudah berbeda dengan masa

sekarang. Budaya berbeda ini sudah ada sejak masa awal Islam ketika Al-

Qur‘an turun, terlebih lagi kondisi sekarang di mana setiap generasi

menghadapi situasi berbeda akibat perbedaan waktu dan geografi.

44Sri Suhandjati Sukri, Bias Jender dalam Pemahaman Islam, (Yogyakarta: Gama Media,

2002), h. 184. 45Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Toha Putra, 1994), h. 38.

Page 56: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

48

4. Perubahan sosial

Perkembangan sejarah menunjukkan bahwa pembinaan pembagian

harta warisan bukan hanya saja berdasarkan sumber al-Quran dan al-Sunnah.

Rujukan terhadap dua sumber ini berlaku karena keduannya menjadi sumber

rujukan utama dalam Islam, khususnya semasa hayat Rasulullah SAW. Setelah

Rasulullah wafat, kegiatan penafsiran al-Quran dan al-Sunnah berkembang

pesat, khususnya dalam memahami hukum Islam. Proses ini dinamakan ijtihad

sahabat atau tabiin.

Secara umumnya, perubahan sistem pembagian harta di masa

sahabat ini berbeda-beda berdasarkan tempat, kemajuan ekonomi, peradaban

luar, adat-istiadat dan struktur masyarakat. Faktor-faktor ini turut

mempengaruhi masyarakat di sekitar Mekah dan Madinah. Masyarakat di

Mekah lebih maju dari segi ekonomi dan peradaban karena menjadi pusat kota

masyarakat. Kota Mekah bukan saja terletak di tengah-tengah jalan

perdagangan antara Yaman, Syam, Qaysiriyah, Palestina, Persia dan Romawi,

akan tetapi malah menjadi pusat ibadah dan aktiftas akademik. Berdasarkan

faktor ini, keadaan struktur masyarakat Mekah berbeda dengan masyarakat

Arab yang lain. Kaum laki-laki dan perempuan Mekah mempunyai peranan

yang sama dalam pembangunan ekonomi dan kepemilikan kekayaan. Sebagai

contoh, laki-laki dan perempuan bebas melakukan perniagaan dan memiliki

Page 57: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

49

barang-barang bernilai seperti hamba sahaya, unta, kambing, senjata, dan

barang perhiasan.46

Dapat dipahami di sini bahwa perubahan fakta-fakta kemasyarakatan

adalah faktor yang mendasar bagi perkembangan hukum syari’at. Realitas

sosial itu memberi pengaruh langsung terhadap perubahan pembagian harta

warisan. Bahkan penetapan hukum harta warisan yang bersifat terperinci dan

pasti dari al-Quran serta telah dikuatkan oleh Rasulullah SAW, tidak dapat

mengelak dari sentuhan perkembangan yang sangat penting. Tegasnya,

perubahan sosio-ekonomi, budaya, dan nilai-nilai masyarakat merupakan di

antara faktor terutama berlakunya perubahan hukum pembagian harta warisan.

5. Kesetaraan gener

Permasalahan waris laki-laki dan perempuan terdapat dalam salah

satu teori gender yaitu teori equilibrium. Teori ini menekankan pada konsep

kemintraan dan keharmonisan dalam hubungan laki-laki dan perempuan yakni

keduanya harus bekerja sama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam

kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk itu dalam setiap

kebijakan dan strategi pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan

peran perempuan dan laki-laki secara seimbang. Hubungan laki-laki dan

perempuan bukan dilandasi konflik dikotomis, bukan pula struktural

fungsional, tetapi lebih dilandasi kebutuhan kebersamaan guna membangun

46Zulham Wahyudani, “Perubahan Sosial dan Kaitannya dengan Pembagian Harta Warisan

dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Ilmiah Islam Futura, Volume 14 No. 2, Februari 2015, h. 175

Page 58: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

50

kemitraan yang harmonis, karena setiap pihak memiliki kelebihan dan

kelemahan yang perlu dilengkapi pihak lain dalam kerja sama yang setara.47

Sehubungan dengan pembagian waris lahirlah analisis gender yang

berusaha mendapatkan pembagian waris yang sama .antara laki-laki dan

perempuan. Menurut analisis ini pembagian waris 2:1 tidak adil,48

padahal

Islam dengan tegas dalam telah menerangkan bahwa perempuan dan laki-laki

memiliki derajat yang sama yang membedakan hanyalah amalannya.49

Berdasarkan hal ini harusnya tidak ada lagi perbedaan antara laki-laki dan

perempuan selain dengan hal amalan kepada Allah SWT. Akan tetapi masih

terdapat perbedaan dalam hal waris, hal ini menyebabkan timbulnya

ketidakadilan gender.

Gender merupakan pandangan atau keyakinan yang dibentuk

masyarakat tentang bagaimana seharusnya seorang perempuan atau laki-laki

bertingkah laku maupun berpikir. Gender adalah sesuatu yang sifatnya

melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial

maupun kultural, dan karenanya bisa berubah. Ketidakadilan gender adalah

ketidakadilan yang diperolah antara laki-laki dan perempuan yakni derajat

laki-laki dan perempuan dianggap tidak sama dimana terdapat diskriminasi

terhadap perempuan.50

47Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta:

Paramadina, 2001), h. 3. 48Abu Hamzah Agus Hasan Bashori, Relevansi Hukum Islam Bias Isu Gender,

Egalitarianisme, dan Pluranisme, dan HAM, (Jakarta:As-Sunah, 2005), h. 50. 49QS. Al- Hujarat/49: 13 50Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1996), h .122.

Page 59: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

51

BAB III

BIOGRAFI MAHMUD YUNUS

A. Latar Belakang Keluarga

Mahmud Yunus dilahirkan pada tanggal 10 Februari 1899 M bertepatan

dengan 30 Ramadhan 1316 H, di desa Sungayang Batusangkar, Kabupaten Tanah

Datar Sumatera Barat dan ia wafat pada tanggal pada hari sabtu tanggal 16 Januari

1982 M bertepatan 20 Rabi’ul Awal 1402 H. Tanah kelahiran Mahmud Yunus

merupakan pusat ibu kota Kabupaten Tanah Datar dari Nagari Pagaruyung

sebagai pusat Kerajaan Minangkabau. Secara adat dan budaya, tanah kelahiran

beliau ini senantiasa memegang teguh nilai-nilai adat dan agamanya dalam

kehidupan sehari-hari. 1

Mahmud Yunus dilahirkan dari keluarga terkemuka di Nagari

Sungayang dan memiliki nuansa keagamaan yang kuat. Ayahnya adalah seorang

petani bernama Yunus bin Incek dari suku Mandailing dan ibunya bernama

Hafsah binti M Thahir dari suku Chaniago. Ayah Mahmud Yunus merupakan

alumni pelajar surau dan mempunyai ilmu keagamaan yang cukup memadai,

sehingga ia diangkat menjadi Imam Nagari. Jabatan tersebut pada waktu itu

diberikan secara adat oleh anak nagari kepada salah satu warganya yang pantas

untuk mendudukinya atas dasar ilmu agama yang dimiliki. Ibu Mahmud Yunus

1Eficandara Masril, dkk, “Prof. Dr. Mahmud Yunus: Tokoh Mujaddid dari Minangkabau”,

Azimul Fahimi dii (eds), Prosiding Nadwah Ulama Nusantara (NUN) IV 2011: Ulama Pemacu

Transformasi Negara, (Selangor: Jabatan Syariah, Fakulti Pengkajian Islam, UKM, 2011), h. 135

Page 60: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

52

adalah seorang yang buta huruf karena tidak pernah mengenyam pendidikan

sekolah, apalagi di desanya belum ada sekolah. Namun ia dibesarkan dalam

lingkungan yang islami. Ibu Hafsah bernama Doyan binti Muhammad Ali,

sedangkan kakek Hafsah bernama Syekh Muhammad Ali, bergelar Engku Kolok,

seorang ulama yang cukup popular di Sungayang pada masa itu. Dengan demikian

secara silsilah Mahmud Yunus boleh dikatakan adalah keturunan dari seorang

ulama di Sungayang. Sedangkan pekerjaan Hafsah adalah bertenun. Ia

mempunyai keahlian menenun kain yang dihiasi benang emas, yaitu kain

tradisional Minangkabau yang dipakai pada upacara-upacara adat.2

Sejak kecil, Mahmud Yunus sudah memperlihatkan minat dan

kecenderungannya yang kuat untuk memperdalam ilmu agama Islam. Melihat hal

itu, saudara lelaki Hafsah (ibu Mahmud Yunus) bernama Ibrahim dengan gelar

Dt. Sinaro Sati seorang saudagar kaya di Batusangkar pada masa itu sangat

memperhatikan bakat serta kecerdasan yang dimiliki oleh anak lelaki dari saudara

perempuannya, yakni Mahmud Yunus (di Minangkabau disebut dengan

kamanakan). Ibrahim yang mendorong Mahmud Yunus untuk melanjutkan

pendidikan dan belajar ke luar negeri dengan disertai sokongan perbelanjaan

untuk keperluan itu. Hal ini memberikan gambaran tanggung jawab seorang

saudara lelaki kepada ibu (di Minangkabau disebut dengan mamak) terhadap

kamanakan yang berlaku di Minangkabau pada masa itu dalam struktur

masyarakat yang menganut sistem matrilineal, seperti pepatah adat yang berbunyi:

2Eficandara Masril, dkk, “Prof. Dr. Mahmud Yunus: .., h. 136

Page 61: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

53

Anak dipangku, kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan (anak

dipangku, kamanakan diarahkan, masyarakat persekitaran dipertimbangkan).

Suatu kelaziman yang berlaku sepenuhnya ketika itu bahawa tanggung jawab

mamak terhadap kamanakan bukanlah berasaskan atas ketidakmampuan dari ayah

kamanakan itu sendiri, akan tetapi lebih kerana tanggung jawab dan kuatnya

peranan seorang mamak di Minangkabau.3

Dukungan ekonomi dari sang mamak, juga disertai dorongan dari orang

tuanya, maka Mahmud Yunus sejak kecil hingga remaja hanya dilibatkan dengan

keharusan untuk belajar dengan baik tanpa harus ikut memikirkan ekonomi

keluarga dalam membantu orang tuanya mencari nafkah, meskipun Mahmud

Yunus adalah satu-satunya anak laki-laki dalam keluarganya, dan bersamanya

seorang adik perempuan bernama Hindun. Sedangkan ayahnya telah meninggal

dunia ketika Mahmud Yunus masih kecil dan belum mumayyiz.

Sedangkan dalam kehidupan rumah tangganya, Mahmud Yunus tercatat

pernah menikah dengan lima orang istri dan dikaruniai 18 orang anak yaitu:4

1. Istri pertamanya bernama Hj. Darisah binti Pangeran dari Payakumbuh dan

mempunyai satu orang anak laki-laki yang bernama Prof. Dr. H. Kamal

Mahmud, S.H, yang lahir tahun 1923.

3Eficandara Masril, dkk, “Prof. Dr. Mahmud Yunus: .., h. 136 4Biografi Mahmud Yunus: Ahli Tafsir Indonesia, http://www.rul-sq.info/2013/11/biografi-

mahmud-yunus-ahli-tafsir, di akses pada 20 Juli 2017.

Page 62: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

54

2. Istri kedua bernama Hj. Djawahir yang juga berasal dari Payakumbuh dan

mempunyai lima orang anak yaitu: Hj. Djawanis, Hafni, H. Fachrudin, Drs. H.

Hamdi dan Elly.

3. Istri yang ketiga adalah Karminah dan mempunyai satu orang anak bernama

Amlas. Ketiga istri Mahmud Yunus tersebut dinikahinya sebelum berangkat

ke Mesir, maka pada waktu pergi belajar ke Mesir, Mahmud Yunus

menceraikan istri yang pertama yaitu Darisah binti Pangeran.

4. Istrinya yang keempat bernama Hj. Nurjani binti Jalil dari Padang dengan

anak-anaknya bernama Fachri Mahmud, S.H, Hj. Suraiya. Dr. Neszli

Harmaini, Hj. Sufna dan Ir. Fachran. Mahmud Yunus menikahi Hj. Nurjani

setelah kembali dari Mesir.

5. Sedangkan istri yang kelima adalah Hj. Darisah binti Ibrahim yang

mempunyai enam orang anak yaitu Sufni (yang meninggal ketika masih bayi),

Drs. H. Yunus Mahmud, Dr. H. Hamdi, Hj. Elina, Mahdiarti dan Chairi. Hj.

Darisah binti Ibrahim sendiri adalah anak dari mamak Mahmud Yunus sendiri

yaitu Ibrahim Dt. Sinaro Sati.

B. Pendidikan Mahmud Yunus

Sebagai putera yang berasal dari Ranah Minangkabau, Mahmud Yunus

hidup dan dibesarkan dalam masyarakat sekitar yang sentiasa memegang teguh

kultur dan nilai adat Minangkabau. Ketika usia beliau beranjak 7 tahun Mahmud

Yunus memulai pendidikan agamanya dengan belajar mengaji di surau, layaknya

Page 63: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

55

lelaki Minang masa itu pada umumnya. Dari satu surau ke surau lainnya Mahmud

Yunus belajar mengaji dan ilmu dasar keislaman lainnya pada petang dan malam

harinya. Pada awalnya, beliau belajar dengan kakeknya sendiri, Muhammad

Thaher bin Muhammad Ali dengan gelar Engku Gadang. Kebetulan kakek beliau

itu memiliki surau, yang bernama Surau Talang. Di surau inilah ia tahu bagaimana

cara shalat, puasa dan membaca Al Qur’an dengan benar. Berkat ketekunannya

dalam waktu kurang dari satu tahun iapun dapat menamatkan Al Qur’an. Selepas

khatam al-Quran, ia dipercaya oleh datuknya menjadi guru pembantu untuk

mengajar anak-anak yang menjadi pelajar pada peringkat awal/rendah sambil

beliau mempelajari dasar-dasar tata bahasa Arab dengan kakeknya.5

Pada tahun 1908, dengan dibukanya sekolah desa oleh masyarakat

Sungayang, Mahmud Yunus pun tertarik untuk memasuki sekolah ini. Setelah

mendapat restu dari ibunya untuk belajar, iapun mengikuti pelajaran di sekolah

desa pada siang hari, tanpa meninggalkan tugas-tugasnya mengajar al-Qur’an

pada malam harinya. Rutinitas seperti ini dijalani oleh Mahmud Yunus dengan

tekun dan penuh prestasi, tahun pertama sekolah desa diselesaikannya hanya

dalam masa 4 bulan, karena ia memperoleh penghargaan untuk dinaikkan ke kelas

berikutnya. Di kelas tiga Mahmud Yunus menjadi siswa terbaik bahkan ia

dinaikkan ke kelas empat.6

5Eficandara Masril, dkk, “Prof. Dr. Mahmud Yunus: .., h. 136 6Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum

Teaching, 2005), h. 337

Page 64: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

56

Pada 4 November 1910 Syekh Haji Muhammad Thaib Umar membuka

Madras School di Surau Tanjung Pauh Sungayang. Karena merasa bosan belajar

di di sekolah desa maka dengan restu ibunya Mahmud Yunus pindah ke Madras

School di bawah asuhan H.M. Thaib Umar yang dikenal sebagai salah seorang

ulama pembaharu Minangkabau. Di sekolah ini ia mempelajari ilmu Nahwu, ilmu

Sharaf, Berhitung dan Bahasa Arab.7

Dalam perkembangan selanjutnya, karena keinginan dan kemauan

belajar yang tinggi pada diri Mahmud Yunus, akhirnya pada tahun 1911 M,

Mahmud Yunus menarik diri dari surau kakeknya dan menggunakan waktu

sepenuhnya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab secara lebih

mendalam dengan Syekh Haji Muhammad Thaib Umar terutamanya ilmu fiqh.

Pada siang hari belajar di Madras Schoolselepas itu belajar ilmu fiqh, yaitu Kitab

Fath Al Qarib. Ketekunan Mahmud Yunus membuatnya menguasai ilmu-ilmu

agama dengan baik. Pada tahun 1913 M, Mahmud telah menjadi guru pembantu

yang telah telah mempunyai murid 5-6 orang. Mahmud Yunus bukan saja

mengajarkan kitab-kitab yang telah dipelajarinya, bahkan juga mengajarkan kitab-

kitab yang belum pernah dipelajarinya sama sekali. Sekalipun kitab-kitab yang

cukup berat untuk ukuran seusianya seperti: Al Mahalli, Alfiah Ibnu ‘Aqil dan

Jam’u Al Jawami’.8

7Khadher Ahmad, dkk, “Ketokohan Mahmud Yunus dalam Bidang Tafsir al-Qur’an: Kajian

Terhadap Kitab Tafsir Qur’an Karim”, dalam Proceeding: The 2nd Annual International Qur’anic

Conference 2012, (Kuala Lumpur: Centre of Qur’anic Research, 2012), h. 199 8Eficandara Masril, dkk, “Prof. Dr. Mahmud Yunus: .., h. 136

Page 65: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

57

Di samping itu, sebagai salah seorang guru tua di surau itu, Mahmud

Yunus juga mulai belajar secara langsung dengan Tuan Syekh bersama-sama

guru-guru tua yang lain dalam satu halaqah. Menurutnya, mempelajari ilmu fiqih

secara keseluruhan merupakan suatu kemestian adanya. Bukan hanya secara

sebagian-sebagian saja. Oleh itu, setelah belajar suatu kitab fiqih dengan seorang

guru, maka mesti dikembangkan dengan belajar kepada kitab-kitab lainnya secara

mandiri atas dasar prinsip-prinsip yang telah diajarkan dan tuntunan guru

sebelumnya.9

Setelah memiliki pengalaman beberapa tahun belajar di Madras School,

pada tahun 1917 M Syekh H. Muhammad Thaib Umar jatuh sakit, maka Mahmud

Yunus secara langsung ditugasi untuk menggantikan gurunya mengajar dan

memimpin Madras School tersebut. Didikan langsung oleh Syekh H. Muhammad

Thaib Umar dan interaksi yang semakin rapat dengan jaringan ulama pembaharu

di Minangkabau semasa itu telah mendorong Mahmud Yunus untuk menimba

pengetahuan lebih jauh lagi.

Mahmud Yunus merasa belum puas terhadap wawasan dan keilmuan

yang didapatnya selama ini, bahkan hal ini menjadi motivasi tersendiri baginya

untuk lebih mendalami dan memperluas ilmu-ilmu keislamannya. Oleh karena itu,

setelah beliau berkesempatan menunaikan ibadah haji ke Makkah pada tahun

1923 M, beliau berkeinginan untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang

lebih tinggi di Negara Timur Tengah, yaitu Mesir pada tahun 1924. Setidaknya

9Eficandara Masril, dkk, “Prof. Dr. Mahmud Yunus: .., h. 137

Page 66: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

58

ada dua alasan penting mengapa Mahmud Yunus hendak pergi belajar ke Timur

Tengah, khususnya Mesir, yaitu:10

1. Hendak menambah ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan umum yang

biasa diajarkan di sekolah-sekolah menengah umum. Karena guru beliau

menganjurkan supaya para pelajar madrasah/pesanteren/ma’had selain

mempelajari ilmu pengetahuan agama hendaklah mempelajari ilmu

pengetahuan umum. Terlebih salah seorang Mamaknya juga mengatakan:

“Akhir orang-orang dahulu adalah awal orang kemudian”. Maksudnya,

seseorang pada masa sekarang sepatutnya mempunyai nilai lebih

dibandingkan dengan orang-orang sebelumnya. Sehingga kalau ilmu-ilmu

orang yang kemudian sama saja dengan ilmu orang-orang dahulu, tentu negara

takkan maju. Oleh karena itu, ilmu orang yang kemudian mesti lebih tinggi

daripada ilmu orang-orang dahulu.

2. Hendak menyelidiki keadaan ulama-ulama di Mesir. Adakah di sana ulama

kaum muda dan ulama kaum tua seperti di Indonesia? Dan hendak

mempelajari dalil-dalil mereka masing-masing, mana yang lebih kuat.

Di Mesir, Mahmud Yunus kembali memperlihatkan prestasi yang

istimewa. Sehingga setelah satu tahun masa belajar, Mahmud Yunus mencoba

kemampuannya dengan masuk ujian akhir untuk menamatkan pendidikan di

Universitas Al Azhar dan mendapatkan Syahadah ‘Alimiyah sebagai ijazah

tertinggi di Universitas Al Azhar pada saat itu. Padahal ujian ini merupakan ujian

10Eficandara Masril, dkk, “Prof. Dr. Mahmud Yunus: .., h. 137

Page 67: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

59

akhir bagi pelajar yang telah belajar sekurang-kurangnya 12 tahun (Ibtidaiyyah 4

tahun, Tsanawiyyah 4 tahun dan ‘Aliyah 4 tahun). Ada 12 cabang ilmu yang

diujikan dalam ujian akhir tersebut dan kesemuanya itu telah dikuasai Mahmud

Yunus pada waktu belajar di tanah air, sebagaimana dicatatkannya: “Kalau hanya

ilmu itu saja yang akan diuji, saya sanggup masuk ujian itu. Karena keduabelas

macam ilmu itu telah saya pelajari di Indonesia, bahkan telah saya ajarkan

beberapa tahun lamanya (1915-1923)”.11

Tetapi dia merasa belum cukup dengan apa yang telah diperoleh lantaran

peningkatan pengetahuan umumnya belum terpenuhi. Pada tahun 1925 Mahmud

Yunus berkeinginan melanjutkan studi ke madrasah Darul ‘Ulum yang memang

mengajarkan pengetahuan umum di samping pengetahuan agama. Mahmud

Yunus kemudian meneguhkan diri untuk mengikuti seluruh persyaratan yang

diminta dan terbukti mampu memenuhinya. Dia dimasukkan di kelas bagian

malam (qiyam lail). Pada saat itu, semua mahasiswa di Darul ‘Ulum

berkebangsaan Mesir, dan Mahmud Yunus adalah orang Indonesia pertama yang

masuk di sana.12

Mahmud Yunus memilih jurusan Tadris (Keguruan). Perkuliahan di

Darul ‘Ulum mulai dari tingkat I sampai tingkat IV dan semua tingkat itu

dilaluinya dengan baik, Bahkan pada tingkat terakhir, dia memperoleh nilai

11Tokoh Pendidikan Islam: Prof. Dr. Mahmud Yunus, http://www.irhash.com/2008/12/prof-

dr-h-mahmud-yunus-dan-perkembangan, diakses pada 20 Juli 2017. 12M. Amursid dan Amaruddin Asra,”Studi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Karya Mahmud

Yunus”, Jurnal Syahadah, Vol. III, No. 2, Oktober 2015, h. 4

Page 68: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

60

tertinggi pada mata kuliah insya` (mengarang). Pada waktu ini Mahmud adalah

satu-satunya mahasiswa yang pertama dari Indonesia dan mahasiswa asing yang

berhasil menyelesaikan hingga ke tingkat IV di Darul ‘Ulum. Setelah menjalani

masa pendidikan dan menimba berbagai pengalaman di Mesir, ia pun kembali ke

tanah air pada Oktober tahun 1930 M.13

.

C. Gerakan Pembaharuan Mahmud Yunus

Mahmud Yunus adalah salah seorang ulama yang menjadi tokoh

pembaharuan di Indonesia. Hal ini didorong oleh semangat untuk maju serta

melakukan pembaharuan di berbagai aspeknya dalam rangka kehidupan

berbangsa dan bernegara di Indonesia pada masa itu amatlah tinggi dan mengalir

dengan cukup deras. Terlebih lagi ketika itu bangsa Indonesia sedang dijajah oleh

Belanda dan Jepang. Bahkan setelah merdeka, Indonesia dalam situasi dan kondisi

yang relatif belum aman dari tekanan dan gangguan penjajah. Begitu juga, pada

masa selanjutnya dalam mengisi kemerdekaan, secara bertahap upaya-upaya

pembaruan telah dilakukan oleh Mahmud Yunus dalam rangka memajukan

bangsa dan negara Indonesia.

Mahmud Yunus mulai terlibat di gerakan pembaruan saat berlangsung

rapat besar ulama Minangkabau tahun 1919 di Padang Panjang. Dia diminta untuk

mewakili gurunya. Pertemuan itu secara langsung maupun tidak langsung

mempengaruhi pola pemikiran pembaharuannya, terutama berkat pandangan-

13Eficandara Masril, dkk, “Prof. Dr. Mahmud Yunus: .., h. 138

Page 69: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

61

pandangan yang dikemukakan sejumlah tokoh pembaru seperti Abdullah Ahmad

serta Abdul Karim Amrullah.14

Gerakan dan pembaharuan Mahmud Yunus dapat diklasifikasikan ke

dalam beberapa bidang, yaitu:

1. Bidang Pendidikan

Pendidikan, bisa dikatakan, merupakan bidang yang digeluti Mahmud

Yunus sepanjang hidupnya. Betapa tidak, profesinya sebagai guru atau

pendidik telah digeluti semenjak dia menjadi pelajar di surau Tanjuh Pauh.

Kemampuannya sebagai guru semakin menonjol sekembalinya dari Mesir ke

Tanah Air. Secara terus menerus Mahmud Yunus mengajar dan memimpin

berbagai lembaga pendidikan, yaitu:

a. Al Jami‟ah al Islamiyah Batusangkar pada tahun1931 – 1932

b. Kuliyah Muallimin Islamiyah Normal Islam Padang pada tahun 1932 –

1946

c. Akademi Pamong Praja di Bukittinggi pada tahun 1948 – 1949

d. Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta pada tahun 1957 –1980

e. Menjadi Dekan dan Guru Besar pada fakultas Tarbiyah IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tahun 1960 – 1963

f. Rektor IAIN Imam Bonjol Padang pada tahun 1966 – 1971.15

Atas jasa-jasanya di bidang pendidikan ini, maka pada tanggal 15

Oktober 1977, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menganugerahi Mahmud

Yunus Doctor Honoris Causa dalam ilmu tarbiyah.

14M. Amursid dan Amaruddin Asra,”Studi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim…, h. 4 15Asnawan, “Kontribusi Pemikiran Mahmud Yunus dalam Pemabaharuan Pendidikan Islam di

Indonesia”, Jurnal Falasifa, Vol. 2 No. 1 Maret 2011, h. 20

Page 70: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

62

Di samping berjasa mendirikan, memimpin, dan mengajar di lembaga-

lembaga-lembaga pendidikan diatas, Mahmud Yunus dikenal pula sebagai

pendiri organisasi Sumatra Thawalib dan penerbit majalah Islam al Basyir

(1920); turut mendirikan Persatuan Guru Agama Islam (PGAI); sebagai

anggota Minangkabau Raad (1938 – 1942) dalam hal ini ia berhasil

memasukkan Pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah pemerintah; sebagai

Anggota Komite Nasional Sumatra Barat (1945 – 1946) dan sekaligus menjadi

anggota Pemeriksa Anggota pada jawatan Pengajaran Agama Sumatra Barat.

Selain itu, ia juga sebagai kepala Bagian Islam pada jawatan agama propinsi

Sumatra di Pemantang Siantar pada tahun 1946 – 1949, ia juga ikut

mendirikan Majelis Islam Tinggi Minangkabau yang kemudian menjadi MIT

Sumatra pada tahun 1946; sebagai inspektur Agama pada jawatan P & K

propinsi Sumatra yang berkedudukan di Bukit Tinggi pada tahun 1947 dan

kemudian pernah pula dipercaya sebagai sekretaris menteri Agama PDRI pada

tahun 1949.16

Selain pembaharuan di bidang pendidikan yang bersifat kelembagaan,

Mahmud Yunus adalah tokoh pembaharu pendidikan Islam yang pertama kali

memelopori adanya kurikulum yang bersifat integrated, yaitu kurikulum yang

memadukan ilmu agama dan ilmu umum di lembaga pendidikan Islam. Dialah

yang pertama kali memasukkan mata pelajaran umum ke dalam madrasah, ia

pula yang pertama kali membuat laboratorium fisika.. Mahmud Yunus juga

16Asnawan, “Kontribusi Pemikiran Mahmud Yunus dalam Pemabaharuan…, h. 21

Page 71: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

63

orang yang pertama kali berusaha memasukkan pendidikan agama pada

kurikulum pendidikan umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan

Nasional. Dialah tokoh yang menekankan pentingnya akhlak yang mulia

melalui lembaga pendidikan.17

Mahmud Yunus adalah peletak dasar pengajaran dalam bahasa Arab.

Ia lebih menekankan pengajaran bahasa Arab karena bahasa ini adalah pintu

masuk untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman, seperti al-Qur’an, hadits, dan

kitab-kitab fiqih. Ia merombak pemikiran lama yang lebih menekankan pada

pendalaman kitab-kitab fiqih dengan dituntun oleh guru dari pada memberi

ilmu alat dan selanjutnya para murid akan melaksanakannya. Mahmud Yunus

bukan hanya mengajarkan tentang kebahasaannya, tapi juga bagaimana cara

mudah dan cepat untuk bisa menguasai bahasa Arab.18

Gagasan ini diperoleh

dari pengalamannya selama menempuh pendidikan di Darul Ulum, di mana

bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Arab, serta kenyataan yang

dihadapi bahwa bahasa pengantar di sekolah-sekolah Belanda menggunakan

bahasa Belanda dan siswa diajak aktif dalam menggunakan bahasa tersebut.

Mahmud Yunus mempunyai perhatian dan komitmen yang tinggi

terhadap upaya membangun, meningkatkan dan pengembangan pendidikan

agama Islam sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang

17Abuddin Natta, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : PT

Rajagrafindo Persada, 2005), h. 56. 18Herry Mohammad, dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema

Insani Press, 2006), h. 87

Page 72: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

64

diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama

Islam. Gagasan dan pemikirannya dalam bidang pendidikan secara

keseluruhan bersifat strategis dan merupakan perintis, dalam arti belum pernah

dilakukan oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam sebelumnya.

2. Bidang Sosial Politik

Dalam bidang sosial politik, Mahmud Yunus merupakan anggota

Syarikat Islam (SI) Cabang Minangkabau. Dia belajar untuk menjadi kritis,

khususnya dalam merespon secara bijak terhadap berbagai regulasi yang

dikeluarkan pemerintahan kolonial dan dianggap merugikan masyarakat

Minangkabau. Mahmud Yunus memilih untuk mengemukakan ide-idenya

melalui tulisan di media massa yang diterbitkan di Minangkabau, yang

mengkaji masalah dan keterbelakangan yang dihadapi oleh masyarakat dan

dan berusaha untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang faktor-faktor

utama yang menjadi penyebabnya.19

Ketokoham Mahmud Yunus juga diakui sebagai seorang pemimpin

dan ahli politik yang dinamis. Beliau turut serta dalam memperjuangkan dan

mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tahun 1943 beliau

telah dipilih sebagai Penasihat Residen dan mewakili Majlis Islam Tinggi.

19Yeti Rochwulaningsih, “Mahmud Yunus” Islamic Religious Intruction in The Public

School”, Rosnani Hashim (ed), Reclaiming The Conversation Islamic Intellectual Tradition in The

Malay Archipelago, (Kuala Lumpur: The Other Press, 2010), h. 174

Page 73: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

65

Pada tahun yang sama juga beliau menjadi anggota Chu Sangi Kai juga

sebagai Penasihat Residen.20

Setelah Indonesia merdeka Mahmud Yunus pernah dipercaya menjalan

tugas kenegaraan, antara lain: 1) Sebagai Anggota Pengurus Komite Nasional

Sumatera Barat; 2) Anggota Komite Nasional Sumatera: 3) Ketua Mahkamah

Syar’iyyah Propinsi Sumatera; 4) Sekretaris Menteri Agama Pemerintah

Darurat Republik Indonesia (PDRI); dan 5) Pimpinan di berbagai jabatan yang

strategis pada Kementerian Agama.21

3. Bidang Tafsir

Pembaruan yang dilakukan Mahmud Yunus dalam bidang tafsir

sangatlah jelas dengan adanya karya monumnetal beliau Tafsir Qur’an Karim

yang merupakan hasil pengkajian selama kurang lebih 53 tahun, yaitu sejak

berusia 20 tahun hingga 73 tahun. Dalam rentang waktu yang cukup lama ini,

reaksi keras dan protes terus bermunculan, baik dari kalangan umat Islam

secara umum maupun dari kalangan ulama terkemuka sekalipun. Hal ini

disebabkan kegiatan penfsiran ketika itu dianggap sebagai perbuatan langka

yang diharamkan. Ada dua ulama besar yang masing-masing dari Yogyakarta

dan Jatinegara yang pernah melakukan protes tertulis agar apa yang

diupayakan Mahmud Yunus dihentikan.22

20Khadher Ahmad, dkk, “Ketokohan Mahmud Yunus…, h. 200 21Eficandara Masril, dkk, “Prof. Dr. Mahmud Yunus: .., h. 139 22M. Amursid dan Amaruddin Asra,”Studi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim…, h. 7

Page 74: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

66

Penulisan Tafsir Qur’an Karim dimulai pada tahun 1922 dan berhasil

diterbitkan untuk juz pertama, kedua dan ketiga. Pada tahun 1924, Usaha

penulisan untuk sementara waktu berhenti karena penulisnya memutuskan

melanjutkan pendidikan ke al-Azhar, Mesir. Setelah Mahmud Yunus telah

menempuh pendidikan di al-Azhar dan Darr al-Ulum, ia pulang ke Indonesia

dan kembali melanjutkan usahanya untuk menafsirkan al-Quran. Kegiatan

penafsiran tersebut diterbitkan 1 juz tiap 2 bulan. Adapun dalam

menerjemahkan juz 7 sampai juz 18 dibantu oleh AlMarhum H.M.K. Bakry.

Pada bulan april 1938 tammatlah 30 juz.23

4. Bidang Hukum Islam/Fiqih

Ketokohan Mahmud Yunus dalam bidang hukum Islam atau Fiqih

nampak jelas dari berbagai karyanya di bidang tersebut yang hingga kini

menjadi rujukan di berbagai madrasah, pondok pesantren, dan bahkan di

perguruan tinggi. Kelebihan sebagai seorang yang menguasai hukum

Islam/fiqih, Mahmud Yunus berkesempatan menghadiri Sidang Majlis A’la

Istishariyy Al-Jami’ah Al-Islamiyyah di Madinah pada bulan April 1962 atas

undangan Raja Sa’ud yang diterimanya melalui Kedutaan Besar Arab Saudi di

Jakarta. Beliau aktif mengikuti Mu’tamar Majma’ Buhuts al-Islamiyyah di

Universiti Al-Azhar yang berlangsung di Mesir sebanyak empat kali berturut-

turut yaitu pada tahun 1964, 1965, 1966 dan 1967. Dalam Muktamar tahun

23M. Amursid dan Amaruddin Asra,”Studi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim…, h. 7

Page 75: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

67

1967, Mahmud Yunus menyajikan makalah yang berjudul Al-Israiliyyat fi al-

Tafsir wa al-Hadith yang mendapat sambutan dan perhatian dari peserta.24

Pada tahun 1969 M, Mahmud Yunus kembali diundang untuk

menghadiri Majlis A’la Istishariyy Al-Jami’ah Al-Islamiyyah di Madinah

Munawwarah. Kegiatan Mahmud Yunus di pertemuan internasional itu telah

menjadikannya semakin menonjol sebagai salah seorang tokoh Islam yang

popular di Indonesia karena didukung oleh pengalaman-pengalaman

internasional yang diperolehinya dari kegiatan-kegiatan tersebut.

D. Karya Tulis Mahmud Yunus

Mahmud Yunus di masa hidupnya dikenal sebagai seorang penulis yang

produktif. Aktifitasnya dalam melahirkan karya tulis tak kalah penting dari

aktivitasnya dalam lapangan pendidikan. Popularitas Mahmud Yunus lebih

banyak di kenal lewat karangan-karangan, karena buku-bukunya tersebar di setiap

jenjang pendidikan khususnya di Indonesia.

Buku-buku Mahmud Yunus menjangkau hampir setiap tingkat

kecerdasan. Karangan-karangannya bervariasi mulai dari buku-buku untuk

konsumsi anak-anak dan masayarakat awam dengan bahasa yang ringan, hingga

merupakan literature pada perguruan tinggi. Pada perjalanan hidupnya, ia telah

mengahasilkan buku-buku karangannya sebanyak 82 buku. Dari jumlah itu

24Eficandara Masril, dkk, “Prof. Dr. Mahmud Yunus: .., h. 140

Page 76: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

68

Mahmud Yunus membahas berbagai bidang ilmu, yang sebagian besar dalah

bidang-bidang ilmu agama Islam.

Berikut ini di antara buku-buku karya Mahmud Yunus:25

a. Bidang Pendidikan Sejarah

Pendidikan Islam di Indonesia, Pendidikan di Negara negara Islam dan Intisari

Pendidikan Barat, Pengetahuan Umum dan Ilmu Mendidik: Methodik Khusus

Pendidikan Agama, Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia; Pokok-

pokok Pendidikan dan Pengajaran, dan Al-Tarbiyah wal Ta’lim (Pendidikan

dan Pengajaran).

b. Bidang Bahasa Arab

Pelajaran Bahasa Arab I - IV, Methodik Khusus Bahasa Arab, Kamus Arab

Indonesia, Muthala’ah wa Mahfuzhath, Darus Al-Lughat al-’Arabiyah I-III,

Muhadatsat Al-Arabiyah, dan Al-Mukhtarat Lil Muthala’ah wal Mahfuzhat.

3. Bidang Fiqh (Hukum Islam)

Marilah Sembahyang I – II, Puasa dan Zakat, Haji ke Mekkah, Hukum

Warisan dalam Islam, Hukum Perkawinan dalam Islam 4 Mazhab, Pelajaran

Sembahyang untuk Orang Dewasa, Soal jawab Hukum Islam, Al-Fiqh Al-

Wadhih I – III, Mabadi’ al- Fiqh Al-Tsanawiy, Tarikh Al-Fiqh Al-Islamiy, dan

Al-Masail Al-Fiqhiyah ’ala MadzahibAl-Arab’ah.

25M. Amursid dan Amaruddin Asra,”Studi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim…, h. 8-10

Page 77: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

69

4. Bidang Tafsir

Tafsir Al-Qur’an Karim 30 Juz, Tafsir Al-Fatihah, Tafsir Ayat Akhlak, Juz

’Amma dan Terjemahnya, Tafsir Al-Qur’an Juz 1 - 10, Tafsir Al-Qur’an Juz

11 – 20, Tafsir Al-Qur’an Juz 21 – 30, Pelajaran Huruf Al-Qur’an I-II,

Kesimpulan Isi Al-Qur’an, Alif Ba Ta wa Juz ’Amma, Muhadharat Al-

Israiliyat fi Tafsir wal Hadits, Kamus Al-Qur’an Idan II, serta Surat Yasin dan

Terjemahannya.

5. Bidang Akhlak

Keimanan dan Akhlak I – IV, Beriman dan Berbudi Pekerti, Lagu-lagu Baru

Pendidikan Agama/Akhlak, Akhlak Bahasa Indonesia, Moral Pembangunan

dalam Islam, dan Akhlak.

6. Bidang Sejarah Islam

Sejarah Islam di Minangkabau tahun 1971 dan Tarikh Al-Islam.

7. Bidang Perbandingan Agama

Ilmu Perbandingan Agama dan Al-Adyan.

8. Bidang Dakwah

Pedoman Dakwah Islamiyah.

9. Bidang Ushul Fiqh

Mudzakarat Ushul Al-Fiqh

10. Bidang Tauhid

Durus Al-Tauhid

Page 78: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

70

11. Bidang Ilmu Jiwa

Buku Tentang Doa, Doa-doa Rasulullah, dan Ilmu An-Nafs.

12. Buku tentang Pemikiran

Mari Kembali ke Al-Qur’an dan Al-Syuhur Al-Arabiyah fil Bilad Al-Islamiyah.

13. Buku tentang Kisah

Beberapa Kisah Nabi dan Khalifahny, serta Khulashah Tarikh Hayat Al-

Ustadz Mahmud Yunus.

14. Buku tentang Pelajaran Agama

Pemimpin Pelajaran Agama I - III

E. Akhir Hayat

Pada awal tahun 1970 kesehatan Mahmud Yunus mula menurun dan

beliau kali berulang kali ke rumah sakit untuk berobat. Namun beliau masih

bertahan dan berkhidmat untuk masyarakat dan ilmu pengetahuan sehingga pada

16 Januari 1982 bertepatan dengan 20 Rabiul Awal 1402, beliau menghembuskan

nafas yang terakhir dalam usia 83 tahun di kediaman beliau, Kelurahan Kebon

Kosong Jakarta Pusat. Sehari kemudian beliau dikebumikan di IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta..26

26Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, h. 337

Page 79: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

71

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Hukum Waris Islam Mahmud Yunus

Konsep waris Islam Mahmud Yunus tertuang dalam karya-karyanya

dalam bidang fiqih, terutama dalam buku “Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam

Islam” yang menguraikan secara detil ketentuan-ketentuan hukum waris dalam

Islam disertai dengan berbagai dalil, hikmah, dan falsafahnya. Dalam buku

tersebut Mahmud Yunus juga memberikan contoh-contoh bagaimana cara

membagi harta waris sebagaimana mestinya serta mengangkat berbagai perbedaan

pendapat ulama di dalam pembagian waris.

Berikut ini konsep hukum waris dalam Islam yang ditawarkan Mahmud

Yunus dalam karyanya di atas, dengan penguraian sesuai dengan bab-bab

pembahasan yang disajikan di dalamnya.

1. Hal yang wajib diselenggarakan pada saat seorang muslim wafat

Ada 3 (tiga) hasl yang harus dilakukan ketika seorang muslim wafat,

yaitu:

a. Penyelenggaraan jenzahnya menurut hukum Islam. Adapun biaya

penyelenggaraan jenazah tersebut dapat dibebankan atas harta warisan

yang ditinggalkan.

b. Pelunasan semua hutang.

Page 80: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

72

c. Pelaksanaan wasiat yang telah diputuskan mayit. Dalam hal ini wasiat

tidak bisa dilaksanakan jika penerima harta yang diwasiatkan jatuh pada

ahli waris. Akan tetapi jika harta waris yang wasiatkan tersebut

diperuntukkan untuk amal jariyah atau kepentingan-kepentingan sosial

lain sesuai tradisi masyarakat, maka harus dilaksanakan, dengan syarat

harta yang diwasiatkan tidak melebih 1/3 dari seluruh jumlah harta waris.

Jika melebihi 1/3 dari jumlah harta waris maka wasiat itu dapat dibatalkan

atau gugur.1

Setelah ketiga hal diatas ditunaikan maka harta waris dapat dibagikan

sesuai ketentuan hukum Islam. Adapun harta waris yang wajib dibagikan

kepada ahli waris adalah harta waris yang sepenuhnya miliki mayit diperoleh

melalui uasha, hasil jerih payah bekerja, hasil hibah, sedekah dan lain

sebagainya. Sedangkan harta warisan seperti harta pusaka dalam adat

Minangkabau tidak dapat dimasukkan sebagai harta warisan, karena harta

pusaka seperti itu bukan miliki perorangan dan tidak bisa, dihibahkan, dijual

atau digadaikan kecuali atas seizin semua ahli waris.2

2. Ahli waris atau orang yang berhak mernerima harta waris

Ada 3 (tig) sebab seseorang itu menjadi ahli waris, yaitu:

a. Karena pertalian darah atau kekerabatan baik pertalian lurus ke atas seperti

ayah, kakek, dan seterusnya atau lurus kebawah seperti anak, cucu dan

1Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, (Jakarta: C.V. Al-Hidayah,

1974), h. 5 2Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 6

Page 81: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

73

seterusnya, ataupun pertalian ke samping seperti saudara, paman, dan

sebagainya.

b. Karena pertalian pernikahan seperti suami dan istri.

c. Wala’ (pemerdekaan) yaitu seseorang yang memerdekan budak

mendapatkan hak waris dari budak yang dimerdekakannya.

Orang-orang yang berhak menerima harta waris dalam ketentuan

hukum Islam adalah:3

a. Suami dan istri, yaitu jika suami meninggal dunia maka istri mendapat

harta warisan, demikian juga jika istri meninggal dunia maka suami

mendapatkan harta warisan.

b. Ibu dan bapak jika anaknya meninggal dunia.

c. Anak laki-laki ataupun perempuan jika ibu atau bapaknya meninggal

dunia. Mereka ini selalu menerima harta warisan dan tidak terhalang hak

mereka dengan keberadaan siapapun.

d. Kakek dan nenek (ayah dari ayah, ibu dari ayah, dan ibu dari ibu)

mendapatkan harta warisan jika ayah atau ibu tidak ada, jika ayah atau ibu

masih hidup maka mereka tidak mendapatkannya.

e. Cucu (anak laki-laki dari anak laki-laki atau anak perempuan dari anak

laki-laki) mendapatkan harta warisan jika tidak ada anak laki-laki, tapi jika

anak laki-laki masih hidup maka mereka tidak mendapatkannya.

3Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 9-10

Page 82: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

74

f. Saudara kandung (seayah-seibu), laki-laki atau perempuan, mendapatkan

harta warisan jika anak laki-laki, cucu laki-laki, atau bapak tidak ada, tapi

jika mereka masih hidup maka saudara sekandung tidak mendapat harta

warisan.

g. Saudara seayah, laki-laki ataupun perempuan, mendapatkan harta warisan

jika anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak, atau saudara kandung laki-laki

tidak ada.

h. Saudara seibu, laki-laki atau perempunam, mendapatkan harta warisan jika

tidak ada anak (laki-laki atau perempuan), cucu, ayah, atau kakek/nenek.

i. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung mendapatkan harta warisan

jika anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, kakek, dan saudara kandung atau

seayah tidak ada. Jika salah satu dari mereka ada yang masih hidup maka

tidak mendapat harta warisan.

j. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah mendapatkan harta warisan

jika anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, kakek, saudara kandung atau

seayah, dan anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki tidak ada. Jika

salah satu dari mereka ada yang masih hidup maka tidak mendapat harta

warisan.

k. Paman kandung mendapatkan harta warisan jika anak laki-laki, cucu laki-

laki, ayah, kakek, saudara kandung atau seayah, dan anak laki-laki dari

saudara kandung laki-laki atau seayah laki-laki tidak ada. Jika salah satu

dari mereka ada yang masih hidup maka tidak mendapat harta warisan.

Page 83: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

75

l. Paman seayah mendapatkan harta warisan jika anak laki-laki, cucu laki-

laki, ayah, kakek, saudara kandung atau seayah, anak laki-laki dari saudara

kandung laki-laki atau seayah laki-laki, dan paman kadung tidak ada. Jika

salah satu dari mereka ada yang masih hidup maka tidak mendapat harta

warisan.

m. Anak laki-laki paman kandung mendapatkan harta warisan jika anak laki-

laki, cucu laki-laki, ayah, kakek, saudara kandung atau seayah, anak laki-

laki dari saudara kandung laki-laki atau seayah laki-laki, dan paman

kadung atau seayah tidak ada. Jika salah satu dari mereka ada yang masih

hidup maka tidak mendapat harta warisan.

n. Anak laki-laki paman seayah mendapatkan harta warisan jika anak laki-

laki, cucu laki-laki, ayah, kakek, saudara kandung atau seayah, anak laki-

laki dari saudara kandung laki-laki atau seayah laki-laki, paman kadung

atau seayah, dan anak laki-kali paman kandung tidak ada. Jika salah satu

dari mereka ada yang masih hidup maka tidak mendapat harta warisan.

o. Mu’tiq yaitu orang yang memerdekan budak, baik laki-laki atau perempun

mendapatkan harta warisan dari budak yang dimerdekakan jika anak laki-

laki, cucu laki-laki, ayah, kakek, saudara kandung atau seayah, anak laki-

laki dari saudara kandung laki-laki atau seayah laki-laki, paman kadung

atau seayah, dan anak laki-kali paman kandung atau seayah tidak ada. Jika

salah satu dari mereka ada yang masih hidup maka tidak mendapat harta

warisan.

Page 84: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

76

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ahli waris laki-laki ada 15

(lima belas), yaitu: 1) Anak laki-laki; 2) Cucu laki-laki dan seterusnya ke

bawah; 3) Ayah; 4) Kakek dan seterusnya ke atas; 5) Saudara kadung; 6)

Saudara seayah; 7) Saudara seibu; 8) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung;

9) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah; 10) Paman kandung; 11)

Paman seayah; 12) Anak laki-laki paman kandung; 13) Anak laki-laki paman

seayah; 14) Suami; dan 15) Mu’tiq.

Sedangkan ahli waris perempuan ada 10 (sepuluh) yaitu: 1) Anak

perempuan; 2) Cucu perempuan dan seterusnya ke bawah; 3) Ibu; 4) Nenek

dari ibu; 5) Nenek dari ayah; 6) Saudara kandung perempuan; 7) Saudara

perempuan seayah; 8) Saudara perempuan seibu; 9) Istri; dan 10) Mu’tiqah.

3. Orang yang terhalang mernerima harta waris

Orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan terdekat dengan

mayit tidak terhalang untuk mendapatkan harta warisan, yaitu anak, ayah, ibu,

suami, dan istri. Bahkan keberadaan mereka menjadi penghalang bagi orang-

orang yang memiliki kekerabatan yang jauh dengan mayit. Dengan kata lain

bahwa orang-orang yang memiliki kekerabatan jauh dengan mayit tidak

memperoleh harta warisan jika kerabat terdekat dengan mayit masih hidup.

Berikut orang-orang yang terhalang untuk memperoleh harta warisan:4

a. Kakek dari ayah terhalang memperoleh harta warisan jika ayah masih

hidup.

4Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 11-12

Page 85: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

77

b. Nenek dari ibu terhalang memperoleh harta warisan jika ibu masih hidup.

c. Nenek dari ayah terhalang memperoleh harta warisan jika ayah atau ibu

masih hidup.

d. Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki terhalang memperoleh

harta warisan anak laki-laki masih hidup.

e. Saudara kandung laki-laki terhalang memperoleh harta warisan jika anak

laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, atau ayah masih hidup.

f. Saudara kandung perempuan terhalang memperoleh harta warisan jika

anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, atau ayah masih hidup.

g. Saudara laki-laki atau perempunam seayah, terhalang memperoleh harta

warisan jika anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, ayah, saudara

kandung laki-laki, saudara kandung perempuan, amak perempuan, atau

cucu perempuan masih hidup.

h. Saudara laki-laki atau perempunam seibu, terhalang memperoleh harta

warisan jika anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki atau perempuan,

ayah, atau kakek masih hidup.

i. Anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki terhalang memperoleh harta

warisan jika anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, kakek, saudara kandung

laki-laki, atau saudara laki-laki seayah masih hidup.

j. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah terhalang memperoleh harta

warisan jika anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, kakek, saudara kandung

Page 86: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

78

laki-laki, saudara laki-laki seayah, atau anak laki-laki dari saudara kandung

laki-laki masih hidup.

k. Paman kandung terhalang memperoleh harta warisan jika anak laki-laki,

cucu laki-laki, ayah, kakek, saudara kandung laki-laki, saudara laki-laki

seayah, atau anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung atau seayah

masih hidup.

l. Paman seayah terhalang memperoleh harta warisan jika anak laki-laki,

cucu laki-laki, ayah, kakek, saudara kandung laki-laki, saudara laki-laki

seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung atau seayah, atau

paman kandung masih hidup.

m. Anak laki-laki paman kandung terhalang memperoleh harta warisan jika

anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, kakek, saudara kandung laki-laki,

saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung atau

seayah, atau paman kandung atau seayah masih hidup.

n. Anak laki-laki paman seayah terhalang memperoleh harta warisan jika

anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, kakek, saudara kandung laki-laki,

saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung atau

seayah, atau paman kandung atau seayah masih hidup.

o. Cucu perempuan dari anak laki-laki terhalang memperoleh harta warisan

oleh anak laki-laki, juga jika ada dua orang anak perempuan, jika cucu

perempuan tidak bersaudara laki-laki yang akan menjadikannya ashabah.

Page 87: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

79

4. Ashabah (bagian yang tidak ditentukan)

Di antara ahli waris ada yang ditentukan bagian yang diperolehnya dari

harta warisan. Bagian yang telah ditentukan tersebut disebut faridhah. Di

antara ahli waris ada yang tidak ditentukan bagian yang diterimanya dari harta

waris, bahkan mereka mendapat seberapa siswa harta warisan setelah

dibagikan kepada ahli waris yang ditentukan bagiannya, dan jika tidak ada ahli

waris lain selain dirinya maka ia menerima semua harta warisan yang

ditinggalkan mayit. Bagian yang diterima ahli waris tanpa melalui penentuan

yang telah ditetapkan dalam hukum waris Islam disebut ashabah.

Di antara ahli waris tersebut ada yang menjadi ashabah bagi

saudaranya yang perempuan dengan ketentuan pembagian hak laki-laki dua

kali dari hak perempuan, yaitu:

a. Anak laki-laki menjadi ashabah bagi saudaranya yang perempuan.

b. Cucu laki-laki menjadi ashabah bagi saudaranya yang perempuan.

c. Saudara kandung laki-laki menjadi ashabah bagi saudaranya yang

perempuan.

d. Saudara laki-laki seayah menjadi ashabah bagi saudaranya yang

perempuan.

Saudara perempuan sekandung menjadi ashabah apabila dia mewaris

bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan. Saudara perempuan

seayah ashabah apabila dia mewaris bersama dengan anak perempuan atau

cucu perempuan.

Page 88: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

80

Adapun yang menjadi ashabah bukan karena tertarik oleh ahli waris

yang lain atau bersamaan dengan ahli waris yang lain, tetapi asalnya memang

sudah menjadi ashabah adalah: anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak llaki-

laki dan terus kebawah, ayah, kakek dari pihak ayah dan terus keatas, saudara

laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, anak saudara laki-laki

sekandung, anak saudara laki-laki seayah, paman yang sekandung dengan

ayah, paman yang seayah dengan ayah, anak laki-laki paman yang sekandung

dengan ayah, dan anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah.

Jika tidak ada ashabah sama sekali, maka harta warisan diserahkan

kepada kas negara (bait al-maal). Akan tetapi menurut pendapat sebagian

ulama harta warisan tersebut diberikan kepada zawil arham yaitu kerabat

mayit yang jauh dan bukan ahli waris, seperti kemenakan (anak dari saudara

perempuan, dan sebagainya), dan jika tidak ada barulah diserahkan ke kas

negara (bait al-maal). 5

5. Bagian yang diterima ahli waris

Begitu bagian yang diterima ahli waris:6

a. Anak kandung

1) Anak laki-laki memperoleh semua harta warisan jika tidak ada ahli

waris lain selain dirinya.

5Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 13-14 6Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 14-23

Page 89: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

81

2) Anak laki-laki dan anak perempuan, untuk anak laki-laki dua bagian

dari anak perempuan.

3) Satu orang anak perempuan mendapat ½ bagian dari harta waris. Dua

orang anak perempuan atau lebih mendapat 2/3 jika tidak ada anak laki-

laki yang menjadikannya ashabah.

b. Cucu

1) Cucu laki-laki mendapatkan bagian harta warisan seperti anak kandung

jika anak kandung telah wafat, dan seterusnya ke bawah.

2) Cucu perempuan dari anak laki-laki

Mendapat ½ bagian apabila hanya seorang dan tidak ada anak,serta

tidak ada ahli waris lain yang menariknya menjadi ashabah.

Mendapat 2/3 bagian apabila berjumlah dua orang atau lebih dan

tidak ada anak, serta tidak ada ahli waris lain yang menariknya

menjadi ashabah

Mendapat 1/6 bagian apabila mewaris bersama dengan seorang

anak perempuan,yakni untuk menggenapi bagian 2/3 bagian

Tertarik menjadi ashabah oleh cucu laki-laki dari anak laki-laki

Terhalang oleh anak laki-laki,atau dua anak perempuan atau lebih

c. Suami dan istri

Suami mendapat ¼ bagian apabila bersama-sama anak atau cucu dari

anak laki-laki

Page 90: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

82

Suami mendapat ½ bagian apabila tidak ada anak/cucu dari anak laki-

laki

Istri mendapat 1/8 bagian apabila bersama-sama dengan anak atau cucu

dari anak laki-laki

Istri mendapat ¼ bagian apabila tidak ada anak atau cucu dari anak

laki-laki

d. Ibu dan ayah

Ibu nendapat bagian 1/6 apabila bersama-sama dengan anak atau cucu

dari anak laki-laki,atau bersama dengan dua orang saudara atau

lebih,baik saudara kandung,seayah,atau seibu

Ibu mendapat 1/3 bagian apabila tidak ada anak,atau cucu dai anak

laki-laki,atau tidak dua orang saudara atau lebih.

Ibu mendapat 1/3 sisa apabila bersama-sama dengan ayah beserta

suami atau istri.

Ayah mendapat bagian 1/6 apabila bersama-sama dengan anak laki-laki

atau cucu laki- laki dari anak laki-laki

Ayah mendapat bagian 1/6 dan ashabah apabila bersama-sama dengan

anak peempuan atau cucu perempuan dan anak laki-laki

Ayah menjadi ashabah apabila tidak ada anak atau cucu dari anak laki-

laki

Page 91: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

83

e. Saudara kandung atau seayah

Saudara kandung laki-laki menjadi ashabah jika tidak ada anak laki-

laki, cucu laki-laki, ayah, dan kakek

Saudara laki-laki dan perempuan menjadi ashabah dengan pembagian

laki-laki mendapat 2 bagian dari perempuan.

Saudara perempuan kandung mendapat ½ bagian apabila hanya

seorang,tidak ada anak,cucu dan ayah,serta tidak ada ahli waris yng

menariknya menjadi ashabah.

Saudara perempuan kandung mendapat 2/3 bagian apabila dua orang

atau lebih,tidak ada anak,cucu dan ayah,serta tidak ada ahli waris yang

menariknya menjadi ashabah

Saudara perempuan seayah mendapat ½ bagian,apabila hanya seorang,

tidak ada anak, cucu, saudara kandung, ayah,sera tidak ada yang

menariknya menadi ashabah

Saudara perempuan seayah mendapat 2/3 bagian apabila dua orang

atau lebih dengan syarat sebagaimana diatas

f. Saudara seibu

Saudara seibu laki-laki atau perempuan mendapat 1/6 bagian apabila hanya

seorang dan 2/3 jika dua orang atau lebih dengan bagian yang sama

banyak.

Page 92: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

84

g. Kakek dan nenek

Bagian kakek sama dengan bagian ayah jika ayah telah meninggal.

Mendapat 1/6 apabila tidak ada ayah (jika nenek dari pihak ayah) dan

tidak ada ibu (jika nenek dari pihak ibu).

6. Pengahalang menerima harta warisan

Hal-hal yang menghalangi seseorang untuk menerima harta warisan

adalah:

a. Karena berbeda agama antara mayit dengan ahli waris.

b. Karena membunuh, maka anak yang membunuh orang tuanya tidak

mendapatkan harta warisan dari orang tua yang dibunuhnya.

c. Karena hamba sahaya, maka seorang hamba sahaya tidak mewarisi harta

warisan tuannya.

d. Jika anak dan ayah wafat dalam waktu yang bersamaan.7

7. Dzawil Arham

Dzawil arham adalah ahli waris dalam hubungan kerabat. Namun,

pengertian hubungan kerabat itu begitu luas dan tidak semuanya tertampung

dalam kelompok orang yang berhak menerima warisan sebagaimana dirinci

sebelumnya. Orang yang termasuk dzawil arham ialah:8

a. Anak (laki-laki atau perempuan) dari anak perempuan.

b. Ayah dan ibu.

7Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 32-33 8Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 65-66

Page 93: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

85

c. Ibu dari ayahnya ibu.

d. Anak (laki-laki atau perempuan) dari saudara perempuan.

e. Anak perempuan dari saudara laki-laki.

f. Anak (laki-laki atau perempuan) dari saudara ibu.

g. Paman (saudara laki-laki dari ayah ) seibu.

h. Saudara perempuan dari ayah.

i. Anak perempuan dari paman.

j. Saudara laki-laki dari ibu.

k. Saudara perempuan dari ibu.

Keseluruhan dari ahli waris dzawil arham ini dapat dikelompokkan

menjadi empat kelompok, yaitu:

a. Kelompok keturunan, yaitu :

1) Anak (laki-laki atau perempuan) dari anak perempuan dan seterusnya

kebawah.

2) Anak (laki-laki atau perempuan) dari cucu perempuan dan seterusnya

kebawah.

b. Kelompok orang yang menurunkan:

1) Ayah dari ibu dan ayah dari ayah ibu dan seterusnya ke atas.

2) Ibu dari ayah ibu dan ibu dari ibu ayah ibu dan seterusnya ke atas.

c. Kelompok anak dari keturunan saudara:

1) Anak (laki-laki atau perempuan) dari saudara perempuan, baik

sekandung seayah atau seibu, serta keturunannya kebawah.

Page 94: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

86

2) Anak perempuan dari saudara laki-laki kandung, seibu atau seayah dan

seterusnya kebawah.

3) Anak perempuan dari anak laki-laki saudara laki-laki kandung seayah

atau seibu dan seterunya kebawah.

4) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, dan seterusnya kebawah.

d. Kelompok anak keturunan kakek dan nenek :

1) Paman (saudara laki-laki dari ayah).

2) Saudara perempuan dari ayah baik kandung, seayah atau seibu dan

seterusnya kebawah.

3) Anak perempuan dari paman baik sekandung, seayah atau seibu dan

seterusnya kebawah.

4) Saudara laki-laki dari ibu baik sekandung, seayah ataupun seibu dan

keturunannya kebawah.

5) Saudara perempuan dari ibu baik kandung, seayah atau seibu dan

keturunannya ke bawah.

Disamping memaparkan aspek-aspek dasar dari hukum waris Islam

sebagaimana tersebut di atas, Mahmud Yunus juga memaparkan beberapa hal

mendasar berkaitan dengan penghitungan harta warisan, seperi pembahasan

tentang: asal masalah,9 tashih,

10 ‘aul,

11 dan rad.

12 Dalam karya tersebut juga

9Lihat Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 51 10

Lihat Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 52 11Lihat Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 55 12Lihat Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 58

Page 95: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

87

dikaji berbagai permasalahn yang muncul dalam pembagian waris seperti masalah

waris bagi bayi dalam kandungan.13

B. Corak Pemikiran Mahmud Yunus dalam Hukum Waris Islam

Berdasarkan analisis terhadap konsep hukum waris Islam yang

dikemukakan Mahmud Yunus dalam karyanya, dapat dijelaskan beberapa corak

atau karakteristik pemikiran Mahmud Yunus dalam hukum Islam, khususnya yang

berkaitan dengan hukum waris Islam, sebagai berikut:

1. Moderat dan terbuka terhadap perbedaan mazhab.

Dalam menganalisis kajian dan pembahasan berbagai permasalahan

hukum Islam (fiqih), Mahmud Yunus berupaya untuk merujuk dan

mengemukakan pendapat dan pandangan dari berbagai mazhab fiqih yang

popular dalam Islam, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali, yang

dikenal dengan sebutan mazhab empat atau mazhab-mazhab dalam aliran

sunni. Tidak hanya terbatas pada pengungkapan mazhab empat, terkadang

Mahmud Yunus dalam kajian dan analisisnya merujuk dan membandingkan

dengan pendapat dari mazhab lain (non sunni) dan lebih dari itu beliau kerap

mengemukakan pandangan-pandangan ulama kontemporer seperti Syekh

Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha, al-Syaukani, dan lain

sebagainya.14

13Lihat Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 75-76 14Eficandra Masril, et. al., Pemikiran Fiqh Mahmud Yunus,…, h. 14.

Page 96: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

88

Sebagai contoh dalam pembahasan tentang dzawil arham Mahmud

Yunus mengemukakan dua pendapat tentang cara pembagian harta waris

untuk dzawil arham, yaitu:

a. Mazhab Ahl al-Tanzil, yaitu mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali. Mazhab

ini berpendapat bahwa dzawil arham ditempatkan pada tempat asalnya,

yaitu ahli waris yang digantikannya, contohnya cucu perempuan

ditempatkan pada posisi anak perempuan, karenanya dia mendapatkan ½

seperti bagian yang ditentukan untuk anak perempuan.

b. Mazhab Ahl al-Qirabah, yaitu mazhab Hanafi. Mazhab ini berpendapat

untuk mendahulukan dzahil arham yang terdekat kepada mayit dari pada

yang kurang dekat. Oleh sebab itu didahulukan kelompok (golongan)

pertama dari pada kelompok (golongan) kedua; dan kelompok (golongan)

kedua dari pada kelompok (golongan) ketiga; dan kelompok (golongan)

ketiga dari pada kelompok (golongan) keempat.15

Sehingga jika kelompok

yang terdekat dengan masih ada maka kelompok berikutnya belum berhak

mendapatkan harta warisan. Sebagai contoh: kalau mayit meninggalkan

anak perempuan dari anak perempuan dan anank perempuan dari saudara

perempuan, maka yang berhak mendapatkan harta warisan adalah anak

perempuan dari anak perempuan, sedangkan anak perempuan dari saudara

perempuan tidak mendapatkannya.16

15Lihat halaman 85-87 skripsi ini 16Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 72

Page 97: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

89

Berdasarkan uraian contoh di atas, dapat dikatakan bahwa pemikiran

fiqh Mahmud Yunus cenderung bersifat moderat dan terbuka terhadap

perbedaan mazhab serta menunjukkan keluasan ilmunya. Artinya, Mahmud

Yunus memandang perbedan pendapat dan pandangan terhadap suatu masalah

fiqih adalah suatu hal yang lumrah dan biasa saja, sebab semuanya adalah

hasil ijtihad yang kebenarannya bersifat relatif dan termasuk dalam masalah

yang bersifat zanni. Tindakan dan keputusan yang akan diambil diserahkan

sepenuhnya kepada masing-masing individu sesuai dengan kecenderungan dan

keyakinannya. Bagi Mahmaud Yunus tidak boleh ada pemaksaan kepada

orang lain untuk menerima pendapat dan pandangan suatu mazhab tertentu.

Tidak boleh pula seseorang menyalahkan pendapat dan pandangan orang lain

yang berbeda dengannya serta menganggap suatu pendapat dan mazhab

tertentu kolot/tidak moden atau merendahkannya. Namun demikian dalam

kajiannya, Mahmud Yunus tetap juga melakukan analisis-analisis dalam

konteks perbedaan pendapat dan mazhab tersebut dengan mempertimbangkan

situasi dan keadaan sosial masyarakat pada masa itu serta dalam usaha

mewujudkan kemaslahatan dan menolak kemudaratan.

Di antara pendapat hukum waris Islam Mahmud Yunus yang

mempertimbangkan situasi dan keadaan sosial masyarakat adalah

pandangannya bahwa harta pusaka dalam tradisi adat Minangkabau bukanlah

bagian dari harta mayit yang dapat diwariskan dalam pembagian waris.

Menimbang bahwa harta pusaka tersebut adalah miliki bersama yang tidak

Page 98: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

90

bisa dihibahkan, dijual, ataupun digadaikan kecuali atas kesepakatan semua

ahli waris yang ada. Demikian juga halnya dengan pemberian catatan tentang

pembebasan budak sebagai aktivitas yang tidak ada di Indonesia, menurut

hemat penulis, merupakan sikap adaptatif Mahmud Yunus dalam berpendapat

meskipun tetap menyebutkan pembebasan budak (hamba sahaya) dalam

pendapatnya, seperti mu’tiq sebagai personel yang menerima harwa warisan

dan status hamba sahaya sebagai penghalang mendapatkan harta warisan.

2. Penggunaan qaidah fiqhiyyah

Pemakaian qaidah fiqhiyyah yang relevan dan mu’tabar juga menjadi

perhatian serius bagi Mahmud Yunus dalam usaha memberikan landasan bagi

pemikiran dan perbahasan fiqih yang dikemukakannya. Pemakaian qaidah

fiqhiyyah berfungsi sebagai usaha mengkorelasikan dan mendekatkan hukum

yang sama dalam usaha memudahkan pemahaman fiqih. Pengkorelasian dan

pendekatan hukum yang sama tersebut terhadap perbuatan mukallaf akan

berlaku pada sebahagian besar (aghlabiyyah) terhadap juz’iyyah-nya. Di

samping itu, penggunaan qaidah fiqhiyyah akan dapat juga memperkuat

hukum yang ada serta menjaga perbedaan pendapat dan tindakan yang

berkaitan dengan hukum Islam. Terkadang bisa dipahami juga bahwa

penggunaan qaidah fiqhiyyah akan dapat memberikan kepuasan kepada

Page 99: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

91

seseorang yang bertanya ketika membahas dan mengkaji suatu masalah dan

bidang fiqih.17

C. Pembaharuan Pemikiran Mahmud Yunus dalam Hukum Waris Islam

Mahmud Yunus yang merupakan sosok penting bagi pembangunan

dan kebangkitan Islam di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tipologi

gerakan modernis.18 Sebagai modernis Islam, Mahmud Yunus meyakini bahwa

mayoritas masyarakat Indoenesia tidak memahami ajaran Islam yang

sebenarnya sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi

Muhammad SAW. Dalam kenyataannya ada kecenderungan pada mereka

untuk memadukan nilai-nilai Islam dengan nilai-nilat tradisi lokal dan

keyakinan yang dipandang lazim sebelum datangnya ajaran Islam tentang

bid’ah dan khurafat.19

Pembaharuan pemikiran Mahmud Yunus dalam hukum waris Islam

muncul dalam sebuah seminar di Padang pada tahun 1978 dengan judul

makalah “Harta Tua dan Harta Tinggi Minangkabau”. Buaya Hamka menilai

bahwa gagasan yang dilontarkan Mahmud Yunus dalam seminar itu agar

masyarakat Minagkabau yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi (orang

17Eficandra Masril, et. al., Pemikiran Fiqh Mahmud Yunus,…, h. 15 18Dalam konteks hukum Islam gerakan modernis dapat diartikan sebagai gerakan yang

menawarkan agar hukum Islam/fiqih perlu diseleksi dan dikembangkan sesuai dengan kondisi sosial

budaya masyarakat. Lihat: Taufiq Andan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas…, h. 107 19Yeti Rochwulaningsih, “Mahmud Yunus” Islamic Religious Intruction…, h. 168

Page 100: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

92

kaya) hendaknya memberikan wasiat perihal hartanya untuk menambah harta

pusaka agar tidak habis karena semakin banyaknya anak keturunan mereka.20

Pemikiran Mahmud Yunus dalam seminar itu, merupakan suatu bentuk

pembaharuan (tajdid) dalam pemikiran fiqh/hukum Islam pada saat itu bersifat

moden yang sejalan dengan kemaslahatan dalam Islam. Dengan bertambahnya

anggota keluarga atau kerabat dalam sistem kekerabatan matrilineal di

Minangkabau, maka sangat dibutuhkan harta tua atau harta pusaka tinggi yang

besar untuk menopang kebutuhan anggota keluarga tersebut, sebagaimana tujuan

utama harta pusaka dalam sistem dan struktur adat Minangkabau. Oleh itu,

Mahmud Yunus menganjurkan bagi orang-orang yang memiliki banyak harta

untuk melakukan wasiat dalam rangka menambah dan memperbanyak harta tua

atau harta pusaka tinggi di Minangkabau.

Pemikiran Mahmud Yunus dalam hukum waris Islam yang penulis

anggap merupakan pemikiran pembaruan dalam bidang tersebut pada masanya

dan bahkan sangat relevan untuk dikaji pada sat ini adalah pendapatnya yang

mensyaratkan bahwa harta yang akan diwariskan oleh mayit kepada ahli warisnya

adalah harta waris yang sepenuhnya miliki mayit diperoleh melalui uasha, hasil

jerih payah bekerja, hasil hibah, sedekah dan lain sebagainya,21

merupakan

pendapat yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pihak yang terlibat dalam

20Eficandara Masril, dkk, “Prof. Dr. Mahmud Yunus: .., h. 138 21Lihat halaman 72 skripsi ini

Page 101: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

93

pembagian harta warisan, yaitu investasi asal muasal harta waris adalah unsur

yang pertama harus dilakukan.

Dalam Kompilasi Hukum Islam Bab I Ketentuan Umum butir d dan e

disebutkan:

d. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik

yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.

e. Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama

setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai

meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang

dan pemberian untuk kerabat.22

Dalam ketetapan hukum di atas perihal harta yang akan diwariskan hanya

ditekankan pada keabsahan kepemilikian harta oleh mayit, sedangkan pendapat

Mahmud Yunus mencakup pula keabsahan asal muasal harta yang akan

diwariskan. Dengan pandangan seperti ini maka harta waris yang diperoleh bukan

dari hasil jerih payah yang halal harus dipisahkan dari harta waris sehingga mayit

tidak meninggalkan harta yang haram kepada ahli warisnya.

Sejalan dengan pandangannya bahwa umat Islam harus mentaati

ketentuan hukum waris yang telah ditetapkan Allah SWT,23

Mahmud Yunus

memberikan respon argumentatif terhadap pendapat ulama ataupun pemikir

tentang waris dalam Islam yang sama sekali baru dan tidak ada rujukan kepada

pendapat ulama-ulama terdahulu.

Mahmud Yunus tidak sejalan dengan Hazairin dalam pemikirannya

tentang ahli waris pengganti berdasarkan pemahaman bahwa kata mawali pada

22Seri Pustaka Yustisia, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Widyatama, 2014), h. 79 23

Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 9

Page 102: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

94

QS. Al-Nisaa (4): 33 berarti pengganti, yaitu pengganti kedudukan ahli waris

yang lebih dahulu wafat dari pada pewaris.

Mahmud Yunus, setelah mengutip Q.S. An-Nisa’(4); 33,

menyebutkan bahwa arti mawali (jamak maula) menurut bahasa banyak

sekali, yaitu yang mempunyai (tuan), budak, yang memerdekakan, yang

dimerdekakan, halif, tetangga, anak, anak paman, anak saudara perempuan,

paman, dan lain-lain. Tetapi bila kata itu disusun dalam satu kalimat,

maknanya hanya satu, bukan semua makna itu. Bahkan beliau katakan, telah

sepakat ahli tafsir, arti mawali dalam ayat tersebut adalah anak atau ahli waris

atau ashabah atau yang mempunyai wilayah atas harta peninggalan, namun

mereka berbeda pendapat tentang tafsir ayat tersebut.24

Lebih lanjut dijelaskan bahwa penafsiran ahli tafsir tentang mawali yang

menyepakati arti mawali adalah ahli waris, dikarenakan QS. Al-Nisaa (4): 33 itu

dijejelaskan oleh QS. Maryam (19): 5-6 yang menyatakan bahwa mawali

disebutkan maknanya dengan ahli waris dan wali adalah awala. Demikian juga

QS. Al-Nisaa (4): 7 yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan (mawali

bapak dan karib-karib yang terdekat).25

Mahmud Yunus juga merespon pendapat yang menyatakan bahwa

pembagian hak waris laki-laki dua kali lipat hak perempuan adalah suatu bentuk

ketidakadilan. Ada beberapa argumentasi yang disampaikan dalam hal ini:

Pertama, anak laki-laki menanggung beban dan tanggung jawab yang lebih besar

dibandingkan perempuan, yang mana dia harus memberikan nafkah istri dan

anak-anaknya. Sementara kebutuhan perempuan menjadi tanggung jawab

24Dewi Kemalasari, Analisis Yuridis Penerapan KHI dalam Penggantian Tempat Ahli

Waris/Ahli Waris Pengganti pada Masyarakat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe, (Tesis S2:

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 2014), h. 47 25

Dewi Kemalasari, Analisis Yuridis Penerapan KHI…, h. 47

Page 103: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

95

suaminya, demikian juga kebutuhan anak-anaknya. Kedua, anak laki-laki harus

berusaha dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, dan hal

itu membutuhkan modal yang tidak sedikit. Ketiga, kebutuhan hidup anak

perempuan menjadi tanggung jawab anak laki-laki sampai dengan dia menikah,

dan ketika dia menikah maka tanggung jawab nafkah berada pada pundak

suaminya. Keempat, dalam ketentuan hukum waris Islam jika anak perempuan

seorang diri dan tidak ada anak laki-laki maka bagiannya adalah ½ jika satu

orang, dan 2/3 jika lebih dari satu orang dengan pembagian yang sama.26

Dalam

hal ini penulis memahami bahwa Mahmud Yunus secara implisit menyatakan

bahwa apabila tidak anak laki-laki maka kebutuhan hidup harus ditanggung oleh

anak perempuan itu sendiri, dan karenanya hukum waris Islam memberikan dia

hak waris dengan bagian yang besar.

26

Mahmud Yunus, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, h. 78-79

Page 104: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

96

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan berbagai masalah yang menjadi fokus dalam penelitian

ini, dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Hukum waris Islam yang dikemukakan oleh Mahmud Yunus mencakup

pembahasan tentang: a) Hal-hal yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum

pembagian harta waris pada saat seorang muslim meninggal dunia serta

menegaskan tentang keberadaan kepemilikan harta yang akan diwariskan oleh

mayit; b) Hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan pembagian waris dalam

Islam yang meliputi: ahli waris, orang yang terhalang mendapatkan bagian

harta waris, ashabah, bagian yang diterima ahil waris, penghalang menerima

harta waris, dan dzawil arham; c) Prinsip-prinsip dasar dalam menghitung

harta waris, seperti pembahasan tentang asal masalah, tashih, ‘aul, dan rad; d)

Permasalahan kontemporer dalam waris Islam; dan e) Filsafat dan hikmah

pembagian waris dalam Islam.

2. Mahmud Yunus, meskipun berlatar belakang mazhab sunni syafi’i, tapi dalam

membahas kajian dalam hukum Islam/fiqih memaparkan juga pendapat-

pendapat dari mazhab lain, seperti mazhab maliki, mazhab Hanafi, dan

mazhab Hanbali, termasuk dalam mengemukakan masalah-masalah dalam

hukum waris Islam. Di samping itu, dalam mengajukan argumentasi

Page 105: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

97

hukumnya beliau menggunakan qaidah fiqhiyyah sehingga pendapatnya

tentang suatu hukum Islam memiliki landasan yang kuat dan dapat dipahami

masyarakat.

3. Sebagai tokoh pembaruan Islam, Mahmud Yunus ditipologikan sebagai

seorang modernis yang berupaya mengembangkan berbagai masalah dalam

hukum Islam dengan mempertimbangkan kondisi sosial budaya masyarakat.

Ada sejumlah pemikiran tentang hukum waris Islam yang dikemukakannya,

yaitu: 1) Pentingnya memberikan wasiat terhadap harta guna memperbesar

jumlah harta pusaka dalam adat Minangkabau; 2) Harta yang akan diwariskan

disyarakatkan memiliki kejelasan asal muasalnya, agar tidak mewariskan harta

yang diperoleh dengan jalan yang haram; 3) Menolak pendapat tentang ahli

waris pengganti bagi ahli waris yang wafat terlebih dahulu dari ahli waris

pengganti; dan 4) Pembagian harta waris bagi anak laki-laki dua kali lipat dari

anak perempuan adalah hal yang masuk akal dan sesuai dengan kondisi sosial

masyarakat dewasa ini.

B. Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian di atas, dapat dikemukakan sejumlah

saran sebagai berikut:

1. Kepada praktisi hukum waris Islam hendaknya tidak memfokuskan aktivitas

pembagian waris pada penghitungan ketentuan hak waris saja, tapi juga

melakukan investigasi terhadap asal muasal harta yang akan diwariskan agar

Page 106: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

98

ahli waris tidak mewarisi harta yang dihasilkan dengan cara yang haram,

seperti hasil korupsi, perampokan, dan lain sebagainya.

2. Bagi para peneliti hendaknya mengembangkan kembali penelitian yang

mengkaji ketokohan Mahmud Yunus sebagai pembaharu di bidang hukum

Islam, seperti permikirannya tentang pernikahan, mu’amalah, dan lain

sebagainya.

Page 107: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

99

DAFTAR PUSTAKA

Adib, Muhammad, “Halangan Menerima Warisan”, dalam Problematika Hukum

Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia, Muchit A. Karim, eds., Jakarta:

Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012

Ahmad, Khadher, dkk, “Ketokohan Mahmud Yunus dalam Bidang Tafsir al-Qur’an:

Kajian Terhadap Kitab Tafsir Qur’an Karim”, Proceeding: The 2nd

Annual

International Qur’anic Conference 2012, Kuala Lumpur: Centre of Qur’anic

Research, 2012

Alkaf, Nuraidah Halid, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Islamic Research

Publishing, 2009

Amal, Taufiq Andan, Islam dan Tantangan Modernitas Studi Atas Pemikiran Hukum

Fazlur Rahman, Bandung: Mizan 1993

Amursid, M. dan Amaruddin Asra,”Studi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Karya

Mahmud Yunus”, Jurnal Syahadah, Vol. III, No. 2, Oktober 2015

Arkunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka

Cipta, 2002

Asnawan, “Kontribusi Pemikiran Mahmud Yunus dalam Pemabaharuan Pendidikan

Islam di Indonesia”, Jurnal Falasifa, Vol. 2 No. 1 Maret 2011

Azwarfajri, “Ijtihad Tentang Kewarisan Cucu dalam Hukum Islam di Indonesia”,

Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. XI, No. 2, Februari 2012,

Bakar, Syukri Abu, “Pemikiran Munawir Sjadzali Tentang Pembagian Waris di

Indonesia”, Jurnal Schemata, Volume 3, No. 2, Desember 2014

Bashori, Abu Hamzah Agus Hasan, Relevansi Hukum Islam Bias Isu Gender,

Egalitarianisme, dan Pluranisme, dan HAM, Jakarta:As-Sunah, 2005

Fakih, Mansour, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996

Fauzi, Mohammad Yasir, “Legislasi Hukum Kewarisan di Indonesia”, Ijtima’iyya

Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, Vol. 9, No. 2, Agustus 2016

Page 108: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

100

Fuad, Mahsun, Hukum Islam Indonesia Dari Nalar Partisipatoris Hingga

Emansipatoris, Yogyakarta: LKiS, 2006

Hamid, Abdul Ghoni, “Kewarisan dalam Perspektif Hazairin”, Jurnal Studi Agama

dan Masyarakat, Volume 4 Nomor 1 Juni 2007

Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadith, Jakarta:

Tinatamas, 1982

Iqbal, Muhammad, Hukum Islam Indonesia Modern Dinamika Pemikiran dari Fiqih

Klasik ke Fiqh Indonesia, Tangerang: Gaya Media Pratama, 2009

Ka’bah, Rifyal, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Universitas Yarsi, 1998

Kemalasari, Dewi, Analisis Yuridis Penerapan KHI dalam Penggantian Tempat Ahli

Waris/Ahli Waris Pengganti pada Masyarakat Kecamatan Banda Sakti Kota

Lhokseumawe, Tesis S2: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan

2014

Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Toha Putra Group, 1994

Kotsoff, Louis O., Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1992

Manan, Abdul, Reformasi Hukum Islam, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2006

Masril, Eficandara, dkk, “Prof. Dr. Mahmud Yunus: Tokoh Mujaddid dari

Minangkabau”, Azimul Fahimi dii (eds), Prosiding Nadwah Ulama

Nusantara (NUN) IV 2011: Ulama Pemacu Transformasi Negara, (Selangor:

Jabatan Syariah, Fakulti Pengkajian Islam, UKM, 2011), h. 135

______________, dkk, “Pemikiran Fiqh Mahmud Yunus”, Jurnal Islamiyat,

Universiti Kebangsaan Malaysia, Vol. 35 No. 1, 2013

Moelong, Lexi J, Metodologi penelitian kualitatif, Bandung: PT . Remaja Rosda

Karya, 2002

Mohammad, Herry, dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta:

Gema Insani Press, 2006

Mudzhar, Atho', “Fiqh dan Reaktualisasi Ajaran Islam”, dalam Budi Munawar

Rachman (ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta :

Paramadina, 1995

Page 109: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

101

Muhammadong, “Dinamika Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia dan

Tantangannya”, Jurnal Sulesana, Vol. 8 Nomor 2 Tahun 2013

Natta, Abuddin, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta :

PT Rajagrafindo Persada, 2005

Nazir, Muhammad, Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2011

Rahman, Fazlur, Tema-tema Pokok al-Quran, (terj) Anas Mahyudin, Bandung:

Pustaka., 2000

Rakhmat, Jalaluddin, “Tinjauan Kritis atas Sejarah Fiqh : Dari Fiqh al-Khulafa' al-

Rasyidin Hingga Madzhab Liberalisme”, dalam Budi Munawar Rachman

(ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta : Paramadina,

1995

Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Ciputat:

Quantum Teaching, 2005

Riadi, Edi, “Paradigma Baru Hukum Waris Islam di Indonesia”, dalam Problematika

Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia, Muchit A. Karim, eds.,

Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012

Rochwulaningsih, Yeti, “Mahmud Yunus” Islamic Religious Intruction in The Public

School”, Rosnani Hashim (ed), Reclaiming The Conversation Islamic

Intellectual Tradition in The Malay Archipelago, Kuala Lumpur: The Other

Press, 2010

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000

Saija, R. dan Iqbal Taufiq, Dinamika Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta:

Deepublish, 2016

Sarmadi, A. Sukris, Hukum Waris Islam di Indonesia, Yogyakarta: Aswaja Pressindo,

2013

______________, Transendensi Keadilan Hukum Wasris Islam Tranformatif,

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997

Seri Pustaka Yustisia, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Widyatama, 2014

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2010

Page 110: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

102

Sukri, Sri Suhandjati, Bias Jender dalam Pemahaman Islam, Yogyakarta: Gama

Media, 2002

Suma, Muhammad Amin, Keadilan Hukum Waris Islam dalam Pendekatan Teks dan

konteks, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2013

Sumarni, “Kedudukan Hukum Islam dalam Negara Republik Indonesia”, Jurnal Al-

‘Adalah, STAIN Batusangkar Sumatera Barat, Vol. X, No. 4 Juli 2012,

Syarifuddin, M. Anwar dan Jauhar Azizy, “Mahmud Yunus: Pelopor Pola Baru

Penulisan Tafsir al-Qur’an”, Jurnal Ilmu Ushuluddin, UIN Syarif Hidatullah

Jakarta, Vol. 2 No. 3 Januari-Juni 2015

Tobibatussaadah, “Pembatuan Pemikiran dalam Konteks Keindonesiaan: Studi

Terhadap Pemikiran Hukum Islam Munawir Sjadzali Serta Pengaruhnya

Terhadap Pemikiran Hukum Islam di Indonesia, Istinbath: Jurnal Hukum,

Vol. 11 Nomor 1 Tahun 2014,

Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta:

Paramadina, 2001

Wahid, Marzuki dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara: Kritik Atas Politik Hukum Islam

di Indonesia, Yogyakarta: LKiS, 2001

Wahyudani, Zulham, “Perubahan Sosial dan Kaitannya dengan Pembagian Harta

Warisan dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Ilmiah Islam Futura,

Volume 14 No. 2, Februari 2015

Yafie, Ali, “Pemikiran Hukum Islam” dalam Muntaha Azhari ed., Islam Indonesia

Menatap Masa Depan, Jakarta: P3M, 1989

Yunus, Mahmud, Al-Figh al-Wadhih, Jakarta: Sa’diyah Putra, t.th.

______________, Hukum Warisan (Harta Pusaka) dalam Islam, Jakarta: C.V. Al-

Hidayah, 1974

______________, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: Pustaka Mahmudah,

t.th.

Zulmardi, “Mahmud Yunus dan Pemikirannya dalam Pendidikan”, Jurnal Ta’dib,

STAIN Batusangkar Sumatera Barat, Vol. 12, No. Juni 2009

Page 111: PEMIKIRAN HUKUM ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN MAHMUD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45105/1/UBAIDILLAH-FSH.pdffakultas syariah dan hukum . universitas islam negeri

BAB III: BIOGRAFI MAHMUD YUNUS

A. Latar Belakang Keluarga.................................................................... 51

B. Pendidikan Mahmud Yunus ............................................................... 54

C. Gerakan Pembaharuan Mahmud Yunus ............................................. 60

D. Karya Tulis Mahmud Yunus .............................................................. 67

E.Akhir Hayat ... ......... .... ...... ..... ........... ................ ..... .............. .... .... ... ..... 70

BAB IV: HASIL PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Pemikiran Hukum Waris Islam Mahmud Yunus .... 71

B. Corak Pemikiran Mahmud Yunus dalam Hukum Waris Islam.......... 87

C. Pembaharuan Pemikiran Mahmud Yunus dalam Huum

Waris Islam ........................................................................................ 91

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan .. ............ ............ ..... ...... ... .............. ........................ ......... 96

B. Saran................................................................................................... 97

DAFTAR PUS TAKA ............................................................................................... 99

LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................................ 103

,i I I

I IX