Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

download Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

of 18

Transcript of Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    1/18

    PEMIKIRAN HADISMAHMUD ABU RAYYAH

    MAKALAH

    Diajukan Untuk Memeneuhi Mata KuliahTafsir dan Pemikiran Hadis Kontemporer

    DOSEN PEMBIMBING;

    DR. FUAD THOHARI, M.A

    DISUSUN OLEH;HASRUL

    (NIM: 21150340000010)

    PROGRAM STUDI TAFSIR HADISFAKULTAS USHULUDDIN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA2016 M/1437 H

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    2/18

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    3/18

    3

    B. Biografi Mahmud Abu Rayyah

    1. Latar Belakang Pendidikan Mahmud Abu RayyahMahmud Abu Rayyah dilahirkan di Kafr al-Mandara, di sebuah kota yang

    bernama Aja, provinsi Dakahlia di Mesir pada tanggal 15 desember tahun 1889 M,

    bertepatan 21 rabi’ al -tsani 1307 H.6 Sebagian mengatakan bahwa Abu Rayyah

    dilahirkan pada tahun 1887 M, 7 dan dikatakan pula tahun 1889 M. Namun, tahunkelahirannya yang lebih masyhur adalah tahun 1889 M dan meninggal tahun 1970dalam usia 81 tahun. 8 Ibunya meninggal ketika ia masih dalam buain, kemudian iatumbuh dibawah pengasuhan dan pendidikan ayahnya dan saudara-saudaranya.Perjalanan pendidikannya dimulai di tanah kelahiran sendiri dengan mempelajariilmu-ilmu agama dan juga ilmu lainnya sampai akhirnya memperoleh gelar sarjana

    pada tahun 1940 M di Mansoura University. 9 Pada tahun 1957 M, Abu Rayyah melanjutkan pencarian ilmunya di kota Giza,

    sebuah kota tempat berdirinya sphinx dan piramida-piramida di Mesir. Tercatat bahwaAbu Rayyah pernah belajar di Madrasah Al- Da’wah wa al -Irsyad, lembaga dakwahyang didirikan oleh Rasyid Ridha pada tahun 1912 di Kairo. Ia juga pernah mengikuti

    berbagai kursus di sebuah sekolah tinggi teologi di dalam negeri. Kekaguman yangluar biasa terhadap Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha telah ia simpan sejak masamudanya sehubungan dengan gagasan-gagasan Abduh dan Ridha tentang penolakanterhadap taqlid khususnya taqlid terhadap madzhab. Abu Rayyah tertarik untukmelakukan penelitian tanpa perlu secara otomatis tunduk kepada teori-teori para ulamaatau sarjana yang lebih senior. Merasa tidak puas atas sikap pasif (jumud) para ulamaatau sarjana masa itu, serta tidak adanya imajinasi atau inspirasi dalam diri mereka,

    menjadi tujuan utama Abu Rayyah untuk menerobos rintangan taqlid ini yang dalam pandangannya merupakan penyebab terjadinya kemunduran dalam Islam. 10

    Setelah mengabdikan masa mudanya untuk studi kesusastraan Arab, AbuRayyah menemukan beberapa hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairahyang penafsirannya membuat ia heran. 11 Beliau memiliki kesan bahwa Nabi tidakmungkin pernah mengucapkan kata-kata remeh dan kasar seperti itu, tidak memiliki

    6 Murthadho al- Radwa’, Bersama Para Pembaharu di Mesir (T,t: T.p., 1232 H), Cet. I, dalam Wikipedia:https://ar.wikipedia.org/ /w/index.php?title= د _ أ _ ر

    7 Mus’idul Millah, Mahmud Abu Rayyah (1887-1964) Penggerak Inkar Sunnah? Dalam Yang membela

    dan Yang Menggugat (Yogyakarta: CSS SUKA Press, 2012), h. 100.8 Sochimin, Telaah Pemikiran Hadis Mahmud Abu Rayyah dalam Buku ‘Adwa ala al -Sunnah al- Muhammadiyyah dalam Hunafa, Jurnal Studia Islamika , Vol. 9, No. 2, h. 273.

    9 Artikel “Min A’lami al -Fikri al-Hadis; Abu Rayyah , dalam http://www.adawaanews.net10 G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadis di Mesir (1890-1960), (Bandung: Mizan, 1999), h. 59. 11 Salah satu redaksi Hadis tersebut ialah;

    َة ْ َ ُ ِ َ ْ َ جِ َ ْ َ ْ ْا َ ِ ِزَ ِ ا َ ْ َ ِك َ ََ َ ُ ُسَُف قََل َْخ ْ ِ ّ ُ َْ ََ ّ ََح َ ِة َْد َ ّ ِ دَِي ُ ِه وَسََّم قََل ِذَا َْ َ ُ ّ ِ صَّى ّ َل َّن رَسُ َ ّ ِ َِب ُ َ َحّى ِذَا َ اَ َْق َ ِ َى ا َ ِذَا َ َ ِ ْ تّ َ ا َ ْ َ َ ط حَتّى َا ُ ُض َه َُن َو ْ ّ َى اا َ َحّى ِذَا قَ َ ِِهةِ َدْ ْ ِ َوَ ْ َ ْ َ ا ْ َ َ ِ ْ َ َ حَتّى َ َ َْق ِ ْ تّ

    ِْري َْم صَّى َ َ ُ ُ ّ ّ ا ُ حَتّى ََظ ُ ْ َ ْ ُ َ َ َْم ِ َا َ ْ ُ ذْ َا ا َ ْ ُ ْذ ُل ا ُ ي(.َ ر خ ب ل ه و )ر Artinya: “dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alai hi wasallam bersabda: "Jika panggilan

    shalat (adzan) dikumandangkan maka setan akan lari sambil mengeluarkan kentut hingga ia tidak mendengarsuara adzan. Apabila panggilan adzan telah selesai maka setan akan kembali. Dan bila iqamat dikumandangkansetan kembali berlari dan jika iqamat telah selesai dikumandangkan dia kembali lagi, lalu menyelinap masuk

    kepada hati seseorang seraya berkata, 'Ingatlah ini dan itu'. Dan terus saja dia melakukan godaan ini hinggaseseorang tidak menyadari berapa rakaat yang sudah dia laksanakan dalam shalatnya. ” (H.R. Imam Al-Bukhari)

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    4/18

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    5/18

    5

    C. Pemikiran Hadis Abu Rayyah dalam ‘ Adwa ala al-Sunnah al-Muhammadiyyah

    Pemikiran Abu Rayyah yang banyak mengkritisi hadis sebagaimana yang iakemukakan dalam bukunya ‘Adwa ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah mengantarkannyadalam golongan Inkar Sunnah, yaitu golongan yang menginkari Hadis Nabi Saw sebagai

    hujjah dan sumber kedua ajaran Islam. Ia termasuk golongan Inkar Sunnah Modern dariMesir yang disejajarkan Tawfiq Shidqiy (w. 1920 M), Ahmad Amin (w. 1954 M),Ahmad Subhi Mansur dan Musthafa Mahmud. Jika mengikuti pembagian Inkar Sunnaholeh al-S yafi’i, 16 Abu Rayyah masuk dalam kelompok yang menginkari sunnah secarakeseluruhan. 17

    1. Kitab ‘ Adwa ala al-Sunnah al-Muhammadiyyah karya Abu Rayyah

    Diantara karyanya yang fenomenal, yaitu ‘Adwa ala al -Sunnah al- Muhammadiyyah (Sorotan tentang Sunnah Nabi Mukammad) yang terbit tahun 1958

    M, sekitar 395 halaman. Latar belakang penulisan kitab ini dilatar belakangi olehsemangat modernisasi Abu Rayyah untuk mengubah keadaan umat Islam pada waktuitu, yang terlelap oleh sikap jumud. Hal inilah yang membuatnya merasa perlu adanya

    penelitian terhadap hadis tanpa perlu secara otomatis tunduk atau patuh mengikutiteori-teori para ulama sebelumnya (mutaqaddimin), dengan menerobos taqlid yangmenurutnya hal inilah yang menyebabkan kemunduran dalam Islam. 18

    Kitab ini merupakan hasil kajian dan penelitiannya mengenai sejarah Sunnah,keraguan-raguannya terhadap keshahihannya dan pandangannya yang mengecilkanarti penting Sunnah di mata umat Islam. 19 Abu Rayyah memang menjadikan sejarahsebagai pendekatan dan pisau analisis dalam menjelaskan jati diri hadis. Namun padaakhirnya, buku ini justru menyulut kemarahan para cendekiawan ortodoks karena

    pemikiran Abu Rayyah yang tertuang di dalam bukunya dinilai bersebrangan,terutama pembahasan mengenai Abu Hurairah. Sehingga mereka tergugah untukmemberikan tanggapan dan sanggahan atas tuduhan-tuduhan di dalamnya. 20

    Abu Rayyah dalam bukunya tersebut menyajikan satu bab khusus untuk yangmemuat kritikannya terhadap Abu Hurairah yang kemudian menjadi satu bukutersendiri yang berjudul “Syekh al- Madi’rah; Abu Hurairah” ة) ة: أ 21.(ش اSelain itu, buku ini berisi dari beberapa bab diantaranya; membahas tentang sebagian

    16 Ingkar Sunnah menurut Imam Al- Syafi’i terbagi tiga kelompok; (1) Golongan yang menolak Sunnah

    secara keseluruhan, (2) Golongan yang menolak Sunnah, kecuali bila sunnnah itu sesuai dengan petunjuk al-Quran, (3) Golongan yang menolak Sunnah yang berstatus Ahad mereka hanya menerima Sunanh yang berstatumutawatir. Imam Al- Syafi’i, Ikhtilaf al-Hadis (Kairo: Da’r al-Ma’arif, 1393 H), Juz 7, h. 7 -12

    17 Zufran Rahman, Sunnah Nabi Saw sebagai sumber hukum Islam: Jawaban terhadap Aliran IngkarSunanh (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995), Cet. I, h. 132; Lihat juga, Muh. Munib, Kodifikasi Hadis Perspektif

    Mahmud Abu Rayyah ; “Telaah Atas Kitab Adwa’ ‘Ala al -Sunnah al- Muhammadiyyah” , Skripsi; FakultasUshuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam, 2012, h. 20; Sochimin, Telaah Pemikiran Hadis Mahmud Abu

    Rayyah dalam Buku “Adwa ‘Ala Al -Sunnah Al-Muhammadiyyah dalam Hunafa, Jurnal Studia Islamika, UINSunan Kalijaga, Vol. 9, No. 2, h. 274.

    18 G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadis di Mesir (1890-1960), (Bandung : Mizan, 1999), h. 59.19 Shalahuddin Maqbul Ahmad, Bahaya Mengingkari Sunnah terj. M. Misbah dari judul asli “Jawabi’ fi

    Wajhi al- Sunah Qadiman wa Haditsan” (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), Cet. I, h. 7220 Muhammad Makmun Abha (ed), Yang Membela Dan Yang Menggugat , h. 102.21 G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadis Di Mesir (1890-1960) , terj. Ilyas Hasan (Bandung: Penerbit

    Mizan, 1999), hlm. 91

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    6/18

    6

    kitab yang diduga atau menurut Abu Rayyah tidak menyampaikan perkataan dan perbuatan Nabi Saw, namun merupakan suatu rekayasa orang-orang yang hidup se-zaman dengan Nabi dan generasi-generasi sesudahnya untuk menciptakan hadis. Lebih

    jauhnya menurutnya, Hadis Ahad 22 tidak boleh diberlakukan pada komunitas muslimsepanjang zaman. 23 Materi-materi dua buku karya Abu Rayyah tersebut tidak keluardari sumber-sumber berikut: 24 a. Pendapat- pendapat imam Mu’tazilah yang dinukil dari mereka;

    b. Pendapat- pendapar radikal dari syi’ah yang secara terang -terangan dinyatakandalam karangan-karangan mereka;

    c. Pendapat-pendapat para orientalis yang termuat dalam buku-buku mereka,khususnya Da’irah al - Ma’arif (ensiklopedia) dan Dirasah al-Islamiyyah karyaIgnaz Goldziher; dan

    d. Cerita-cerita yang disebutkan dalam beberapa buku sastra yang penulisnyadiragukan kejujuran dan pengetahuannya akan fakta-fakta

    Kitab ‘Adwa ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah menurut Shalahuddin MaqbulAhmad sangat digemari musuh-musuh Islam, hingga salah satu kedutaan asing diKairo membeli sebagian besar naskahnya untuk dikirim ke perpustakaan-perpustakaan

    barat. Hal itu supaya buku tersebut sampai kepada orang-orang yang dendam kepadaIslam, Rasul dan para sahabatnya, dan dijadikan sandaran untuk mengeluarkankebohongan dan kebatilan. 25

    2. Pemikiran Hadis Mahmud Abu Rayyah

    Secara umum sebagaimana yang termaktub dalam bukunya, ‘Adwa al a al-

    Sunnah al-Muhammadiyyah au Difa’a al -Hadis ( ا ض ع ااأ و ض اث .berikut pandangan-pandangan Abu Rayyah terhadap Hadis Nabawi ,(ا

    a. Al-Sunnah dan Posisinya dalam IslamAbu Rayyah dalam mendefinisikan al-sunnah tidak jauh beda dengan para

    Muhaddisin sebelumnya. Dia mengartikan Sunnah secara etimologi dengan al-thariqah ( ) dan al-sirah (ا ة .yang berarti jalan (ا 26 Adapun secara terminologi

    juga mengikuti definisi sebagaimana ulama pada umumnya, menurutnya: 27

    ل ف إ ا م ق ض و رم أ و أ .أ Artinya: Segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi saw, baik berupa

    perkataan, perbuatan, dan ketetapannya.

    22 Hadis Ahad juga popular dengan sebutan khabar wahid , ialah hadis yang tidak sampai ke tingkatmutawatir .

    23 Sochimin, Telaah Pemikiran Hadis Mahmud Abu Rayy ah dalam Buku “Adwa a la al-Sunnah al- Muhammadiyyah dalam Hunafa . h. 278.

    24 Shalahuddin Maqbul Ahmad, Bahaya Mengingkari Sunnah terj. M. Misbah dari judul asli “Jawabi’ fiWajhi al- Sunah Qadiman wa Haditsan” (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), Cet. I, h. 72, Lihat juga, ZufranRahman, Sunnah Nabi Saw sebagai sumber hukum Islam: Jawaban terhadap Aliran Ingkar Sunanh (Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya, 1995), Cet. I, h. 132-133.

    25 Shalahuddin Maqbul Ahmad, Bahaya Mengingkari Sunnah, h. 73; Lihat juga, Abdul Majid Khon,

    Pemikiran Modern Dalam Sunah , (Jakarta : Kencana, 2011), h. 89-90. 26 Mahmud Abu Rayyah, ‘Adwa Ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah (Kairo : Dār al -Ma‘ārif, tt.), h. 11 27 Mahmud Abu Rayyah, ‘Adwa Ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah, h. 12

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    7/18

    7

    Al-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam kedua, dibagi oleh Abu Rayyahmenjadi dua, al-Sunnah al- ‘Amaliyyah dan al -Sunnah al-Qauliyyah . Keduanyamemiliki posisi tersendiri, al-Sunnah al- ’ Amaliyyah memiliki otoritas lebihdibandingkan dengan al-Sunnah al-Qauliyyah , karena yang pertama jelas dilakukansecara langsung oleh Rasulullah Saw menurut Abu Rayyah. 28 Pandangan AbuRayyah tidak ada pertentangan dengan ulama pada umumnya mengenai kedudukanSunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran. Namun, pemahamannyayang menempatkan “ al- sunnah al’amaliyah” memiliki otoritas lebih dibandingkandengan “ al-sunnah al-qawliyah ” memiliki konsekuensi dalam pemahaman antaraSunnah dan Hadis.

    Kata Sunnah yang diartikan dengan aqwal (perkataan), af’al (perbuatan), dantaqrir (pengakuan) tidak pernah dikenal oleh seorang pun di masa Rasulullah Sawatau di abad pertama hijriah. Pengena lan dan penggunaan arti aqwal, af’ al, dantaqrir untuk kata Sunnah, dimulai sejak masa pembukuan Hadis. Sehubungandengan adanya penggunaan arti secara bahasa bagi kata Sunnah, disamping adanyaayat al-Quran dan sebagian Hadis yang sesuai dengan arti bahasa itu, maka orangyang mengingkari Hadis qauliyah yang diriwayatkan oleh seorang perawi,membuatnya sebagai alasan, bahwa Sunnah yang patut diikuti adalah Sunnahfi’liyah saja, bukan Sunnah Qauliyah. Karena penggunaan kata Sunnah atas

    perkataan-perkataan Nabi tidak pernah dikenal di masa beliau dan para Sahabatnya,kata qauliyah ini termasuk baru. Oleh karena itu, mereka tidak mau menerimaaqwalun Nabi (perkataan Nabi). Mereka hanya mau menerima af’al (perbuatan)

    Nabi. Mereka berangapan bahwa Rasulullah Saw mengajak berpegang pada

    Sunnahnya, sedangkan yang dimaksud dengan Sunnah di masa hidup beliau adalah perbuatannya, bukan perkataannya. 29

    Sehubungan dengan pandangan Abu Rayyah di atas, maka memahami al-Sunnah al- ‘Amaliyyah yang dipandang memiliki otoritas lebih daripada al-Sunnahal-Qauliyyah akan nampak bias. Sebab cara pandang demikian dapat melemahkanal-Sunnah al-Qauliyyah dan bisa saja berujung pada penolakan kehujjahannyadalam penetapan hukum. Cara pandang demikian juga akan melahirkan persepsi

    bahwa Sunnah telah ada pada zaman Nabi, adapun Hadis (Qauliyah) baru muncul belakangan karena belum dikenal dalam konsep Sunnah pada zaman Nabi. Ini tentusangat berbahaya karena konsep inilah yang digunakan orientalis dalam memaknai

    perkembangan Sunnah atau Hadis dalam Islam.Menurut Ignaz Goldziher, Sunnah lahir sebagai aktivitas umat Islam pada

    periode kemapanannya. Untuk itu, Hadis (Sunnah) telah banyak yang dipalsukandan diragukan keotentikannya. 30 Begitu pun Joseph Schacht menganggap Sunnahsebagai tradisi yang hidup dalam mazhab-mazhab fiqih klasik, yang berarti

    28 Mahmud Abu Rayyah, ‘Adwa Ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah (Kairo: Dār al -Ma‘ārif, tt.), h. 1 2-15.29 Abbas Mutawalli Hammadah, Sunnah Nabi; Kedudukannya menurut al-Quran terj. A. Abdussalam

    dari judul asli “Al -Sunnah al-Nabawiyyah wa Makanatuha fi al- Tasyri” (Bandung: Gema Risalah Press, 1997),

    Cet. II, h. 2830 Zufran Rahman, Sunnah Nabi Saw sebagai sumber hukum Islam: Jawaban terhadap Aliran IngkarSunanh (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995), Cet. I, h. 132;

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    8/18

    8

    kebiasaan atau praktek yang disepakati secara umum. 31 Para ulama punmemberikan sanggahan atas pendapat para orientalis tersebut, di antaranya M.M.Azami dalam bukunya “On Schacht’s Origins of Muhammad Jurisprudence” yangsecara khusus ditujukan untuk Josep Schacht. Menurut Azami, kata Sunnah telahdigunakan dalam puisi pra-Islam, demikian pula dalam al-Quran dengan arti yangsama, yaitu jalan, aturan, atau prilaku hidup. Kemudian setelah ilmu Fiqihterbentuk, kata Sunnah dalam Islam khusus digunakan dalam arti praktek Agamayang sudah mapan yang sudah tidak menggunakan arti kewajiban. 32 Sehingga,Islam menyempitkan pengertian Sunnah dengan mengkhususkannya pada jalan dan

    prilaku Rasulullah Saw yang berhubungan dengan masalah Agama dan akhlak. Disisi lain, ulama Hadis menekankan hubungan organik antara Hadis dan Sunnah,yaitu satu dan sebangun. 33 Bukan terpisah, apalagi hanya rekontruksi para ulamasetelah Nabi sebagaimana pandangan para orientalis.

    Konsep Sunnah Abu Rayyah di atas menunjukkan bahwa ia dalam praktiknyamenerima legalitas Sunnah atau Hadis sebagai sumber hukum. Atau paling tidakmenerima beberapa Hadis Nabawi dengan kedudukannya sebagai dalil. Hanya saja,

    pandangan beliau yang nampak dalam pemikiran-pemikirannya tentang Hadis yangakan diuraikan di bawah menunjukkan indikasi kuat, meragukan bahwa menolakkeberadaan Sunnah atau Hadis dalam Islam. Oleh karenanya, sebagaimana telahdikemukakan di atas bahwa Abu Rayyah ditempatkan sebagai pengingkar Sunnahsecara keseluruhan. Sebagai contoh bahwa Abu Rayyah berpendapat bahwa al-Quran sudah membahas seluruh masalah yang dihadapi manusia. Karenanya, Islamtidak perlu lagi kepada Hadis. 34 Pandangan ini memberikan indikasi kuat bahwa

    Abu Rayyah dapat diklaim sebagai pengingkar Sunnah secara keseluruhan.

    b. Tadwin al-Hadis

    Abu Rayyah dalam ‘Adwa ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah menegaskan bahwa Sunnah atau Hadis belum ada yang ditulis pada zaman Nabi. Berbedadengan al-Quran yang sudah dan telah selesai ditulis pada zaman Nabi. 35 AbuRayyah memperkuat gagasannya dengan menyebutkan beberapa Hadis yangmelarang penulisan Hadis, hadis tersebut di antaranya:

    ّ ن ْ

    ُ ل ان ن ا نْ

    ّ ن - س و ن ن ل-ص ا ن ومن ن »قن نْ ْ

    رب ومن ن ن ْ ا ن و ن سْ ون ْن َر ْن ر ا ل-ن ن هنْسْ قن ح ل ن -قن

    ْ ًا م ّمْ («. ا ه ا م و ّ(

    31 M.M. Azami, Menguji Keaslian Hadis-hadis Hukum; Sanggahan atas The Origins of Muhammad Jurisprudence Joseph Schacht terj. Asrofi Shodri dari judul asli “On Schacht’s Origins of Muhammad Jurisprudence” (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), Cet. I, h. 35

    32 M.M. Azami, On Schacht’s Origins of Muhammad Jurisprudence , h. 40-4433 Daniel W. Brown, Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern terj. Jaziar R dan Entin S.M dari

    judul asli “Rethinking Traditions in Modern Islamic Thought” (Bandung: MIzan, 2000), Cet. I, h. 13034 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), Cet. VI, h. 55.35 Mahmud Abu Rayyah, ‘Adwa Ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah (Kairo: Dār al -Ma‘ārif, tt.), h. 1 9

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    9/18

    9

    Artinya: “Dari Abu Said Al Khudri RA, bahwasanya Rasulullah SAW telahbersabda, "Janganlah kalian menulis sesuatu dariku! Barang siapa menulis darikuselain Al Qur'an, maka sebaiknya ia menghapusnya. Sampaikanlah apa-apa yangtelah kalian peroleh dariku dan itu tidak berdosa. Barang siapa berdusta atasnamaku dengan sengaja (Hammam berkata, 'Menurut dugaan saya, beliau

    bersabda, dengan sengaja) maka hendaklah ia mendapatkan tempat duduknya didalam neraka.” 36 (H.R. Muslim)

    Abu Rayyah pun berpendapat bahwa pencatatan tekstual literatur hadis tidakvalid, sulit dipercaya sebab pencatatan hadis dilakukan pasca Nabi dan

    pembukuannya pasca sahabat. Hingga dia juga meragukan kitab al-Shadiqah karya‘Abdullah bin ‘Amr, dengan ungkapan bahwa karya tersebut sangat tidak berguna.Kemudian menuduh Ibnu Shihab al-Zuhri melakukan penulisan hadis karena unsur

    paksaan dari Bani Umayyah dengan men gutip ungkapan Ibnu ‘Abd al -Bar bahwaal-Zuhri menolak untuk mencatatkannya hingga para penguasa mendesaknya. 37

    Dalam ‘Adwa ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah, tampaknya Abu Rayyahhanya menyodorkan Hadis-hadis yang melarang penulisan Hadis saja. Ia tidakmenyebut Hadis-hadis yang justru menyuruh para Sahabat untuk menulis Hadis.Bahkan jumlah Hadisnya lebih banyak dibandingkan dengan yang melarangnya. Diantara Hadis yang memerintahkan untuk menulis Hadis ialah:

    ع جّا ْْلخرب:قلخ ْ :لو ساص اّ ونت ْ م م ْل:قْ لْْنش كه عاّ :نا

    ْ ْ

    (ربوا ا ط ا ا و ّ( .Artinya: “Dari Rafi’ ibn Khudaij, bahwa ia berkata, kami bertanya kepada

    Rasulullah Saw: ‘Wahai Rasulullah, kami mendengar banyak hal darimu. Apakahkami boleh menuliskannya?’ Beliau menjawab: ‘tulislah dan tak mengapa’.” 38 (H.R. A-Thabrani)

    ْ»-سْررةْ ْ ْ ي(«.شا ّ ا ا و ّ(Artinya: “Tuliskanlah untuk Abu Syah.” 39 (H.R. Al-Bukhari) Muhammad ‘Ajaj al -Khatib mengkompromikan dua jenis Hadis di atas yang

    sama-sama Shahih dengan metode nasikh-mansukh. Larangan penulisan Hadis

    terjadi pada awal Islam karena khawatir terjadi percampuran antara al-Quran danHadis. Namun tatkala kaum Muslimin telah mengenal al-Quran dengan baik serta

    bisa membedaknnya dengan Hadis, maka hilanglah kekhawatiran itu. Sehingga,hukum larangan itu terhapus, mejadi dibolehkkan. 40

    36 Muslim, Shahih Muslim (Beirut: Darr Ihya’, t.t), Juz 4, h. 2298, Hadis ini diriwayatkan juga oleh ImamAhmad, Al-Darimi, Al- Nasa’i, Al -Tirmidzi, dan lain-lain

    37 G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadis Di Mesir (1890-1960) , terj. Ilyas Hasan (Bandung: PenerbitMizan, 1999), h. 59-60; Lihat juga, Mahmud Abu Rayyah, ‘Adwa Ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah (Kairo:Dār al -Ma‘ārif, tt.), h. 22

    38 Al-thabrani, Al- Mu’jam al -Kabir (T.t.p.: T.p, t.t), Juz 4, h. 37339

    Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut: Darr Ibn Katsir, 1407 H/1987 M), Juz 2, h. 857 40 Muhammad ‘Ajaj al -Khatib, Ushul Hadis terj. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: GayaMedia Pratama, 2007), Cet. IV, h. 23.

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    10/18

    10

    Sebagian besar ulama masa kini menolak pendapat Abu Rayyah. Mereka beranggapan bahwa periwayatan secara lisan, berdasarkan daya ingat orang Arabyang luar biasa dan pencatatan sebagainya selama berabad-abad lamanya, yang

    pada akhirnya terwujudlah al-Bukhari dan Muslim, merupakan metode yang hampirtidak ada cacatnya untuk melestarikan Sunnah. M. Syuhudi Ismail dalam bukunyamenyebutkan, siapa yang menyatakan bahwa tiada satupun Hadis Nabi yang dicatat

    pada zaman Nabi, merupakan pernyataan dari seorang yang sangat awam pengetahuannya di bidang Hadis dan sejarah penulisan Hadis. Pada zaman Nabi,cukup banyak Hadis Nabi yang secara resmi ditulis. Dikatakan resmi karena Nabisendiri yang menyuruh Sahabat tertentu untuk menulisnya. Sebagian dari Hadisyang secara resmi dicatat pada zaman Nabi itu adalah surat-surat Nabi ke berbagaidaerah, perjanjian Hudaibiyyah, dan piagam Madinah. 41

    Adapun, tuduhan terhadap al-Zuhri sama sekali tidak menggugurkanotentisitas hadis dan tidak menunjukkan adanya indikasi dorongan untukmemalsukan hadis, tetapi justru menunjukkan bahwa mata rantai pemeliharaan dan

    pelestarian hadis berjalan berkesinambungan tanpa terputus, sehingga tidakmengizinkan adanya ruang keraguan lagi. 42

    c. Kritik Konsep ‘Adalah al -Shahabah

    Abu Rayyah memandang para sahabat itu tidak lebih dari sekedar manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Karenanya mereka juga perlu ditelitiidentitasnya, apakah mereka memenuhi persyaratan sebagai rawi yang memilikikredibilitas (‘adalah wa al -Dhabt) atau tidak. Ia pun menuturkan, “para ulama

    Hadis telah menetapkan keharusan dilakukannya penelitian terhadap identitas para periwayat Hadis, tetapi keharusan itu berhenti ketika mereka berhadapan dengan periwayat Hadis yang berasal dari generasi sahabat. Mereka tidak mau menelitinyadengan alasan bahwa para sahabat itu seluruhnya adil, dan karenanya tidak perluditeliti atau dikritik. Aneh benar prinsip mereka ini, padahal para sahabat sendirisaling kritik- mengkritik di kalangan mereka”. 43

    Abu Rayyah juga memberikan keterangan mengenai hadis “ man kadzaba ” 44 bahwa kata muta’ammidan ا) ِ َ dalam hadis tersebut tidak terdapat dalam (ُتَriwayat versi sahabat-sahabat besar, yang di antaranya adalah tiga dari empat

    Khalifah Rasyidin. Riwayat Hadis tersebut yang memakai kata ( ا ِ َ adalahsahabat-sahabat seperti Anas bin Malik, Abu Hurairah dan lainnya. Abu Rayyah (ُتَmengatakan bahwa kata itu dapat dimasukkan dengan cara idraj 45 (yang membuat

    41 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya (Jakarta: Gema InsaniPers, 1995), Cet. I, h. 31-32

    42 Muhammad Makmun Abha (ed), Yang Membela dan yang Menggugat (Yogyakarta: CSS SUKA Press,2012), h. 104-106

    43 Mahmud Abu Rayyah, Adlwa al Sunnah al- Muhammadiyyah au difa’ an al -Hadis (Mesir: Darr al-Ma’arif, t.t), h. 42-43

    44 Salah satu Hadis tersebut sebagaimana yang diriwayatkan Abdullah bin Umar ialah:

    ًا رو ا ص س و قل: ا و ب وم مْ ً و ْا َ ا ّغْ ْ ا م .

    45 Idraj adalah memasukkan kata-kata yang sebenarnya bukan hadis ke dalam susunan hadis. Idraj bisaterjadi pada matan, bisa juga terjadi pada sanad.

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    11/18

    11

    hadis menjadi lemah). Menurutnya, idraj dilakukan para ulama dengan alasan untukmembebaskan para sahabat dari tuduhan, karena dengan tak sengaja telah mereka-reka Sunnah Nabi, atau mereka yang telah mereka-reka hal-hal tentang Nabidengan alasan memajukan jalan Islam. Semua ini ditujukan Abu Rayyah untukmenyatakan bahwa al-kidzb telah terjadi dikalangan para sahabat. 46

    Argumen lain yang coba dikemukakan oleh kaum modernis, termaksuk AbuRayyah untuk membuat tidak berlakunya ta’dil kolekstif para Sahabat adalahsehubungan dengan iktsar al-Hadis atau batas kewajaran dalam meriwayatkanHadis. Alasan ini menaroh curiga terhadap adanya kepalsuan yang tidak disengaja,ketika seorang Sahabat meriwayatkan sedemikian banyak Hadis. Sehingga,kekeliruan-kekeliruan nyaris tak dapat dihindarkan. 47

    Menanggapi beberapa pandangan Abu Rayyah yang sangat tajam terhadap para Sahabat yang merusak integritas moral mereka, para ulama memandangnyasebagai fitnah yang keji. Bagaimana mungkin orang-orang yang sangatmemperhatikan Nabi Saw, sehingga rela menghitung ubannya, dituduhmenyebarluaskan kebohongan tentang Nabi? Dengan nada yang sama, Al- Siba’imenyatakan bahwa menisbahkan kebohongan kepada Sahabat tidak logis karena

    pemalsuan Hadis akan segera dikenali oleh Sahabat lain. Adapun terkait dengantuduhan terkait beberapa prilaku Sahabat, seperti saling kritik-mengkritik dikalangan mereka, maka hal ini dapat dipahami dalam konteksnya masing-masing.

    Misalnya, ada sebuah sumber riwayat yang menuturkan bahwa Aisyah pernahmenuduh bohong kepada Abu al-Darda. Suatu ketika Abu al-Darda berkhotbah ia

    berkata, “apabila sudah masuk waktu shalat Shubuh, maka tidak boleh shalat

    Witir.” Mendengar ungkapan ini, Aisyah berkomentar, “bohong Abu al -Darda,karena nabi Saw pernah shalat Witir sementara waktu Shubuh sudah masuk” .

    Namun, komentar Aisyah ini tentulah tidak dimaksudkan untuk menuduh Abu al-Darda sebagai orang berbohong, melainkan ia hanya keliru saja dalam memahamimasalah waktu shalat Witir. Jadi, kata bohong dalam dialog tersebut tidak dapatdiartikan secara haqiqi (sebenarnya), melainkan harus diartikan secara majazi(kiasan), yaitu keliru. 48

    Begitupun beberapa Sahabat yang telah dianggap munafik, pendusta, dan berbuat maksiat, maka harus dipahami perspektifnya masing-masing. Sebagaicontoh terdapat tiga orang Sahabat yang dianggap Munafik karena tidak menyertai

    perang Tabuk, yaitu Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah, dan Murarah bin al -Rabi’. Surah al-Taubah ayat 117 menegaskan bahwa Allah telah menerima taubatmereka. Bahkan bukan hanya itu, Allah telah menerima taubat para sahabat secarakeseluruhan, baik dari kelompok Anshar maupun Muhajirin. 49

    46 Mahmud Abu Rayyah, ‘Adwa Ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah (Kairo: Dār al -Ma‘ārif, tt.), h. 37 -38.47 G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadis Di Mesir (1890-1960) , terj. Ilyas Hasan (Bandung: Penerbit

    Mizan, 1999), h. 84-85; Lihat juga, Daniel W. Brown, Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern terj.Jaziar R dan Entin S.M dari judul asli “Rethinking Traditions in Modern Islamic Thought” (Bandung: MIzan,

    2000), Cet. I, h. 11348 Ali Mustafa Ya’qub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), Cet. VI, h. 120.49 Al-Syaukhani, Fath al-Kadir (t.t.: Darr al-Fikr, 1973), h. 412-414

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    12/18

    12

    Kemudian mengenai Idraj dalam Hadis yang dikemukakan Abu Rayyah diatas mengenai kata muta’ammidan ا) ِ َ sama sekali kurang tepat jika ,(ُتَmenganggapnya sebagai alasan untuk membebaskan para sahabat dari tuduhan,karena dengan tak sengaja telah mereka-reka Sunnah Nabi. Alasan pertama yangdapat dikemukakan bahwa perbedaan semacam ini banyak terjadi dalam Hadis,khsususnya Hadis-hadis yang diriwayatkan secara bi al-Makna. Dal hal ini tidakmengurangi sedikit pun akan keotentikannya. Periwayatan semacam inidiperbolehkan selama tidak menyebabkan perubahan makna dan pergeseranhukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Berbeda dengan konteks Hadis diatas, kata muta’ammidan ا) ِ َ jika dianggap sebagai idraj justru dapat menjadi (ُتَsyarah (penjelas) dari pesan Hadis tersebut. Idraj yang dimaksudkan untukmenafsiri kata yang gharib dalam Hadis sebagian ulama ada yangmembolehkannya. 50

    d. Kritik terhadap Abu HurairahDalam bukunya ‘Adwa ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah , salah satu Sahabat

    Nabi yang menjadi fokus kritikan Abu Rayyah, ialah Abu Hurairah. Sebelum AbuRayyah, yang pertama kali melakukan kritik atas Sahabat ini ialah seorang Syi’ahLebanon, A. Syarafuddin. Sehingga, Abu Rayyah merupakan penulis kedua yangmelancarkan serangan pribadi terhadap Abu Hurairah. Beliau memaparkan kritikanatas Abu Hurairah dengan panjang lebar, mengkhususkan satu bab penuh untukmembahasnya, yaitu halaman 167 sampai dengan halaman 198. Kemudian babtersebut dia kembangkan menjadi bab tersendiri, yang berjudul “Syekh al -

    Madi’rah; Abu H urairah ” ة) ر و ر : أ ة ر ض م خ ا 51.(ش1) Nama dan Nasab Abu Hurairah

    Abu Rayyah memulai kritikannya kepada Abu Hurairah dengan namanamanya yang berbeda-beda. Namanya tidak dikenal pada masa pra Islam dan

    pada masa Islam. Al-Nawawi mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh AbuRayyah bahwa nama Abu Hurairah adalah Abdur Rahman bin Sakhr. Al-Qatbal-Halaby mengatakan bahwa Abu Hurairah disatukan dengan nama bapaknya,Al-Zahabi mengatakan hal sama dan nama itu terkenal dengan nama AbdurRahman bin Sakhr. Sebelum masuk Islam Abu Hurairah bernama Abd Syam,

    Abd Ghanam. Sementara al-Waqidi mengatakan bahwa nama Abu Hurairahadalah Abdullah bin Amr, Abd Syam, Umair bin Amir atau AbdUmar.nDiantara sekian banyak nama Abu Hurairah menurut Umar bin al-Fallasyang paling shahih adalah Abd. Umar dan Bani Ghanam. Dalam hal ini AbuRayyah mencukupkan dengan menyebut kunyah atau julukannya yaitu AbuHurairah. Selain perbedaan nama, Abu Hurairah juga tidak diketahui secara jelasasal muasal serta sejarahnya sebelum masuk Islam. 52

    50 Lihat, Ali Nayef Syuhud, Al-Mufashashal fi Ulum al-Hadis (T.t.p: T.p, t.t), Juz 1, h. 207.51 G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadis Di Mesir (1890-1960) , terj. Ilyas Hasan (Bandung: Penerbit

    Mizan, 1999), h. 90-9152 Mahmud Abu Rayyah, Adlwa al Sunnah al- Muhammadiyyah au difa’ an al -Hadis (Mesir: Darr al-Ma’arif, t.t), h. 167-169

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    13/18

    13

    2) Persahabatan Abu Hurairah dengan NabiAbu Rayyah menyatakan bahwa ketika Abu Hurairah berusaha mendekati

    Nabi, terdapat satu satu misi yang penting dilakukannya yaitu mendapatkanmakanan. Dalam bukunya “Syaikh al - Madirah” , ia secara tegas menyatakan

    bahwa Imam Bukhari meriway atkan hadits yang menyebutkan “bi syiba’bathnihi ” atau “lisyiba’ bathnihi” ( ِ َ ِ ِ(ِ َ ِ ه(ِ ِ ْ َ ) untuk mengenyangkan

    perutnya. Dengan analisa bahasanya, Abu Rayyah memahami bahwa AbuHurairah mendekati Nabi karena motivasi materil saja. 53 Abu Rayyah juga

    berusaha menurunkan nilai Abu Hurairah dengan menguraikan tentang reputasiAbu Hurairah sebagai orang yang rakus, seperti yang disebutkan oleh Al-Tsa’ labi dalam bukunya yang berjudul Tsimar al-Qulub fi al-Mudaf wa al-

    Mansub . Dalam buku tersebut disebutkan bahwa Abu Hurairah rakus kalausedang makan, dan terutama menyukai madirah (hidangan yang berupa susu dandaging). Hal ini membuat Abu Hurairah mendapat julukan Syaikh al-Madirah .54

    3) Peran Abu Hurairah dalam Meriwayatkan HadisAbu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadit Nabi

    Saw, ia meriwayatkan hadits sebanyak 5374 hadits. Abu Hurairah masuk Islam pada tahun 7 H, tahun terjadinya perang Khaibar, Rasulullah sendirimemberikan julukan “Abu Hurairah” , ketika beliau sedang membawa seekorkucing kecil. Julukan dari Rasulullah Saw Itu semata kecintaan beliaukepadanya. 55 Ia datang kepada Nabi Saw di tahun ke 7 H sewaktu berada diKhaibar. Data ini diperjelas oleh Ibn Sa’ad dalam kitab al -Thabaqat al-Kubrayang menyatakan bahwa keturunan Al-Daus termasuk di dalamnya Abu

    Hurairah mendatangi Nabi pada saat kampanye menentang Khaibar. Pada saatitu Nabi memerintahkan kepada sahabat untuk membagi harta rampasan perangkepada Abu Hurairah karena kemiskinannya, kemudian Abu Hurairah

    bergabung dengan ahli suffah. 56 Meskipun ada sumber-sumber lain yang menyebutkan bahwa Abu

    Hurairah masuk Islam sebelum hij rah atas dorongan Thufail bin ‘Amr. Dalamkitabnya Syaikh al-Madlirah, Abu Rayyah menggugat laporan Thufail tersebutdengan menunjukkan bahwa perawi riwayat itu, Hisyam bin al- Siba’i al -Kalbi(w. 206 H/ 821 M) bukanlah sumber yang dapat dipercaya di mata para ahli

    biografi klasik. Dan ini telah disebutkan bahwa lebih tepatnya Abu Hurairahmasuk islam pada perang Khaibar, abad ke 7 H. Abu Hurairah memilikikedekatan dengan Nabi Saw, sehingga memungkinkan kalau Abu Hurairah lebih

    banyak tahu dibandingkan Sahabat lainnya. Apalagi dengan masa yang cukup,yaitu sekitar 3,5 tahun. Jika d ibandingkan dengan ‘Aisyah, walaupun beliau istri

    53 Mahmud Abu Rayyah, Adlwa al Sunnah al-Muhammadiyy ah au difa’ an al -Hadis (Mesir: Darr al-Ma’arif, t.t), h. 170-172

    54 G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadis Di Mesir (1890-1960) , terj. Ilyas Hasan (Bandung: PenerbitMizan, 1999), h. 97

    55 Ibnu Katsir, Al-Ishabah fi Tamyizi al-Shahabah (Beirut: Darr al-Jil, 1412 H), Juz 7, h. 425.56 Sochimin, Telaah Pemikiran Hadis Mahmud Abu Rayyah dalam Buku ‘Adwa ala al -Sunnah al- Muhammadiyyah dalam Hunafa, Jurnal Studia Islamika , Vol. 9, No. 2, h. 290.

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    14/18

    14

    Nabi, namun tidak menutup kemungkinan periwayatan Hadis Abu Hurairahdibandingkan ‘Aisyah dengan beberapa pertimbangan; 57 yaitu:

    a. ‘Aisyah adalah sala h satu dari istri dari Nabi Saw, sehingga bisa dipastikankegiatan di luar rumah sangat terbatas, Abu Hurairah justru lebihmemungkinkan untuk mendengar hadis,

    b. Jika melihat kedudukan dan status sosial keduanya, Abu Hurairah lebihmemungkinkan untuk meriwayatkan banyak hadis, karena statusnya sebagaiSahabat pada umumnya, berbeda dengan Aisyah yang lebih sulit ditemuikarena statusnya sebagai ummu al- mu’minin . Di antaranya haruskomunikasi dari belakang hijab bagi yang bukan mahram, dan

    c. Abu Hurairah memiliki majelis resmi dan tet ap, sedangkan ‘Aisyah tidak. Keistimewaan Abu Hurairah dibandingkan sahabat Nabi yang lain, juga

    menjadi objek kajian Abu Rayyah. Ia mengatakan bahwa tidak mungkin AbuHurairah mempunyai kedudukan yang lebih dari pada sahabat yang lain, ambilahcontoh Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin ‘Amr. Abu Hurairah pernahmenyatakan bahwa tidak ada sahabat Nabi yang meriwayatkan lebih banyak daridia kecuali Abdullah bin ‘Amr. Akan tetapi kenyataannya Abdullah bin ‘Amrhanya meriwayatkan sedikit dibanding Abu Hurairah. Abu Rayyah mendugakeras bahwa Abu Hurairah mungkin tidak berani meriwayatkan hadits sebanyakyang diinginkannya, karena sahabat-sahabat besar masih hidup pada saat iamembuat pernyataan ini. Mereka mungkin tidak setuju dengan kegiatannya. 58

    Di sisi lain, terdapat riwayat yang dikutip Abu Rayyah dari Syarh Nahj al- Balaghah karya Ibn Abil Hadid dari seorang yang bernama Abu Ja’far Al -Iskafi

    bahwa Umar bin Khattab pernah menyerang Abu Hurairah dengan cambukannyaseraya berkata; “Engkau telah meriwayatkan sedemikian banyak hadits, manamampu engkau berdusta atas nama Nabi” .59 Mustafa Ya’qub menegaskan

    bahwa riwayat tersebut setelah diteliti ternyata palsu. Riwayat tersebut bersumber dari seorang Syi’ah yang justru anti Sahabat, khususnya Umar.Karenanya, riwayat semacam ini gugur dari pertimbangan. Pengutipan dalil

    palsu di atas oleh Abu Rayyah menunjukkan bahwa beliau kurang teliti dan hati-hati dalam menggunakan dalil. Nampak penggunaan dalilnya tidak selektif

    bahkan terkadang kurang lengkap, karena hanya berorientasi mencari penguat

    atas landasan pemikirannya. 60

    Demikianlah beberapa kritikan Abu Rayyah terhadap Abu Hurairah yangcenderung mengikuti pandangan-pandangan orientalis dan menukil dalil-dalilsecara parsial, tidak selektif, dan kurang hati-hati sebagaimana yang ia tuangkandalam “Adwa al Sunnah al- Muhammadiyyah au difa’ an al -Hadis. ”

    57 Muhammad Makmun Abha (ed), Yang Membela dan yang Menggugat (Yogyakarta: CSS SUKA Press,2012), h. 107-108

    58 Mahmud Abu Rayyah, Adlwa al Sunnah al- Muhammadiyyah au difa’ an al -Hadis (Mesir: Darr al-

    Ma’arif, t.t), h. 173-174 59 Mahmud Abu Rayyah, Adlwa al Sunnah al- Muhammadiyyah au difa’ an al -Hadis , h. 174 60 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), Cet. VI, h. 43-44

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    15/18

    15

    3. Kritikan Ulama atas Kitab ‘Adwa ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah

    Kitab Abu Rayyah, ‘Adwa ala al -Sunnah al-Muhammadiyyah (Sorotan tentangSunnah Nabi Mukammad) yang terbit tahun 1958 M tidak lepas dari sorotan dankritikan para ulama. Tercatat bahwa setelah buku tersebut terbit, bermunculan kuranglebih sembilan buku yang terbit untuk menanggapi kitab ‘Adwa’ tersebut. Diantaranya: 61 a. Majallat al-Azhar ditulis oleh seorang profesor di Fakultas Ushuluddin al-Azhar,

    Muhammad Abu Syuhbah. Namun, Abu Syuhbah tidak menjelaskan alasannyakenapa ia menolak atas pernyataan Abu Rayyah;

    b. Abu Hurayrah fi al-Mizan (1958), ditulis oleh Muhammad al-Samahi dari Fakultasyang sama;

    c. Difa’ ‘an al -Hadits al-Nabawi wa Tafnid Syubuhat Khushumih (1958), ditulis olehTim beberapa teolog non-Mesir;

    d. Zhulumat Abi Rayyah Imam Adlqa’ al -Sunah al-Muhammadiyah (1959), ditulisoleh seorang profesor teologi di Mekkah Abd. Al-Razzaq Hamzah;

    e. Al-Anwar al-Kasyifah lima fi Kitab Adlwa’ ‘ala al -Sunnah min al-Dalalah wa al-Tadl’lil wa al -Mujazafah (1959), ditulis oleh seorang sarjana di Mekkah, Abd. Al-Rahman al-Yamaniy;

    f. Al-Sunnah wa Makanatuha fi al- Tasyri’ al -Islamiy (1961), ditulis oleh Musthafa al-Siba’iy . Isinya mengkritik semua pendapat Abu Rayyah terhadap Abu Hurairahtidaklah diterima karena Abu Rayyah mengutip pendapat dari al-Salabi danHamzani yang karyanya tidak dianggap sebagai sumber yang valid untukmendapatkan data historis;

    g. Abu Hurayrah Rawiyat al-Islam (1962);h. Al-Sunnah Qabla al-Tadwin (1963), ditulis oleh Muhammad ‘Ajaj al -Khathib, dani. Abu Hurairah dalam berbagai tulisan oleh Muhammad Abu Zahrah.

    Berbagai macam kritikan yang menghujat terhadap pemikiran Abu Rayyah.Menunjukkan bahwa para ulama sangat menjunjung tinggi hadis Nabi dan sangat tidak

    benci serta menolak terhadap pendapat-pendapat yang tidak menerima dan mencelahadis Nabi Saw (ingkar Sunnah). Menurut Shalahuddin Maqbul Ahmad, isi dari kedua

    buku Abu Rayyah tersebut, yaitu ‘Adwa ala al-Sunnah al- Muhammadiyyah au Difa’aal-Hadis dan Syekh al-Madirah; Abu Hurairah menunjukkan seluruh

    ketidaktahuannya akan hakikat-hakikat tradisi Islam, keterpedayaannya oleh metodeilmiah yang diasumsikannya, kecintaannya akan popularitas murahan, klaim tentangkebebasan berfikir, dan jebakan hawa nafsu orientalis yang menjeratnya. 62

    61 Muh. Munib, Kodifikasi Hadis Perspektif Mahmud Abu Rayyah , Skripsi; Fakultas Ushuluddin StudiAgama dan Pemikiran Islam, 2012, h. 22.

    62 Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern Dalam Sunah (Jakarta: Kencana, 2011), h. 90. Lihat juga,Shalahuddin Maqbul Ahmad, Bahaya Mengingkari Sunnah terj. M. Misbah dari judul asli “Jawabi’ fi Wajhi al -Sunah Qadiman wa Haditsan” (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), Cet. I, h. 72

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    16/18

    16

    E. AnalisisMahmud Abu Rayyah adalah tokoh Muslim yang kontroversial dari Mesir yang

    pemikirannya dikategorikan inkar al-Sunnah modern . Secara spesifiknya pemikiran AbuRayyah sebagai berikut:1. Al-Sunnah dan posisinya dalam ajaran agama, menurut Abu Rayyah, al-Sunnah

    sebagai pedoman hidup manusia yang menempati posisi kedua setelah Al- Qur’an, AbuRayyah membagi al-Sunnah kepada dua bagian: Pertama, al-Sunnah al- ‘amali yyah.Kedua, al-Sunnah al-qauliyyah. Adapun al-Sunnah al-qauliyyah, Abu Rayyahmenjadikannya pada derajat ketiga dari agama, berada dibawah al-Sunnah al-‘amaliyyah ;

    2. Tadwin Hadis, Abu Rayyah menyatakan bahwa pencatatan tekstual literatur hadistidak dapat dipercaya, dengan menekankan bahwa pencatatan itu dilakukan jauhsetelah hadis muncul.

    3. ‘Adalah al -sahabah, menurut pandangan Abu Rayyah yang harus diteliti tidak hanyalevel bawah sahabat tetapi di semua tingkatan, sahabat juga tidak bisa terlepas daritarjih.

    4. Salah satu sahabat yang terkena tarjih atau yang banyak dikritik oleh Abu Rayyahdalam bukunya adalah Abu Hurairah, menurut Abu Rayyah: Abu Hurairah namanya

    banyak dan tidak jelas asal muasalnya, motivasi kedekatannya dengan Nabi adalahhanya untuk mengenyangkan perutnya, rakus, terlambat masuk Islam, dan banyakmeriwayatkan hadis dari pada sahabat Nabi lainnya dengan waktu yang sangat singkat.Pada masa Mu’awiyyah, ia menulis hadis dengan tujuan politik dan ia seorangmudallis. Hal ini menyebabkan menurut Abu Rayyah, hadis yang diriwayatkan oleh

    Abu Hurairah harus diteliti kembali.Tolok ukur kritik kesejarahan hadis yang dilakukan oleh Abu Rayyah paling tidak

    bisa dijadikan acuan atau contoh dalam mengkritik hadis, beserta data sejarah yang telahdikritik oleh Abu Rayyah. Sedikit atau banyak data sejarah yang telah dikritik oleh AbuRayyah akan memberikan sumbangan berharga bagi studi hadis yang memfokuskan padahistoriografi hadis, sebab banyak data sejarah hadis yang belum mendapatkan kritik dariulama Islam sebelumnya.

    SEKIAN

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    17/18

    17

    DAFTAR PUSTAKA

    Abbas Mutawalli Hammadah, Sunnah Nabi; Kedudukannya menurut al-Quran terj. A.Abdussalam dari judul asli “Al -Sunnah al-Nabawiyyah wa Makanatuha fi al- Tasyri” (Bandung: Gema Risalah Press, 1997)

    Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern Dalam Sunah (Jakarta: Kencana, 2011)

    Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut: Darr Ibn Katsir, 1407 H/1987 M)

    Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), Cet. VI

    Ali Nayef Syuhud, Al-Mufashashal fi Ulum al-Hadis (T.t.p: T.p, t.t), Juz 1

    Al-Syaukhani, Fath al-Kadir (t.t.: Darr al-Fikr, 1973)

    Al-thabrani, Al- Mu’jam al -Kabir (T.t.p.: T.p, t.t)Artikel “Min A’lami al -Fikri al-Hadis; Abu Rayyah , dalam http://www.adawaanews.net.

    Daniel W. Brown, Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern terj. Jaziar R dan EntinS.M dari judul asli “Rethinking Traditions in Modern Islamic Thought” (Bandung:MIzan, 2000).

    G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadis Di Mesir (1890-1960) , terj. Ilyas Hasan (Bandung:Penerbit Mizan, 1999).

    Ibnu Katsir, Al-Ishabah fi Tamyizi al-Shahabah (Beirut: Darr al-Jil, 1412 H), Juz 7Isa Ismail dan Yusof, Anti Hadis jarum Yahudi (Malaysia: Th inker’s Library, 1996), Cet. I.

    Juynboll. 1999. Kontroversi Hadis di Mesir (1890-1960). Terj. Ilyas Hasan. Bandung:Penerbit MIZAN.

    M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya (Jakarta:Gema Insani Pers, 1995), Cet. I

    M.M. Azami, Menguji Keaslian Hadis-hadis Hukum; Sanggahan atas The Origins of

    Muhammad Jurisprudence Joseph Schacht terj. Asrofi Shodri dari judul asli “OnSchacht’s Origins of Muhammad Jurisprudence” (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), Cet.I

    Muh. Munib, Kodifikasi Hadis Perspektif Mahmud Abu Rayyah , Skripsi; Fakultas UshuluddinStudi Agama dan Pemikiran Islam, 2012.

    Muhamm ad ‘Ajaj al -Khatib, Ushul Hadis terj. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta:Gaya Media Pratama, 2007), Cet. IV

    Muhammad Makmun Abha (ed), Yang Membela dan yang Menggugat (Yogyakarta: CSSSUKA Press, 2012)

  • 8/15/2019 Pemikiran Abu Rayyah tentang Ilmu Hadis PDF

    18/18

    18

    Murthadho al- Radwa’, Bersama Para Pembaharu di Mesir (T,t: T.p., 1232 H), Cet. I, dalamWikipedia: https://ar.wikipedia.org/ /w/index.php?title= ر _ أ _ د

    Mus’idul Millah, Mahmud Abu Rayyah (1887-1964) Penggerak Inkar Sunnah? Dalam Yangmembela dan Yang Menggugat (Yogyakarta: CSS SUKA Press, 2012).

    Muslim, Shahih Muslim (Beirut: Darr Ihya’, t.t)

    Rayyah, Mahmud Abu, Adwa ‘Ala Al -Sunnah Al-Muhammadiyyah . Kairo: Dar al- Ma’arif, tt.Cet. VI.

    Shalahuddin Maqbul Ahmad, Bahaya Mengingkari Sunnah terj. M. Misbah dari judul asli“Jawabi’ fi Wajhi al -Sunah Qad iman wa Haditsan” (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002),Cet. I.

    Sochimin, Telaah Pemikiran Hadis Mahmud Abu Rayyah dalam Buku ‘Adwa ala al -Sunnahal-Muhammadiyyah dalam Hunafa, Jurnal Studia Islamika , Vol. 9, No. 2.

    Wikipedia: https://ar.wikipedia.org/ /w/index.php?title= ر _ أ _ د

    Zaedmannan, Pemikiran Hadis Kontemporer Mahmud Abu Rayyah , Makalah, Dipostoingtanggal 24 Oktober 2013.

    Zufran Rahman, Sunnah Nabi Saw sebagai sumber hukum Islam: Jawaban terhadap Aliran Ingkar Sunanh (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995), Cet. I.