PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG...

137
PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Abdul Mujib 1113011000078 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Transcript of PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG...

Page 1: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG PENDIDIKAN

ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Abdul Mujib

1113011000078

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

Page 2: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 3: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 4: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 5: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 6: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 7: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 8: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 9: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 10: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

i

ABSTRAK

Abdul Mujib (1113011000078): Pemikiran Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Tentang Pendidikan Islam

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep pendidikan Islam

menurut perspektif Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan pendekatan library

research yaitu lebih menitikberatkan pada pengumpulan data dari berbagai sumber

yang relevan. Dalam hal ini mencakup buku-buku, jurnal dan hasil penelitian yang

terkait dengan judul karya ilmiah ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Gus Dur tujuan pendidikan

Islam adalah prosesmenjadikan manusia sebagai insan kamil dan menjadikan

manusia memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap sesama manusia dan alam. Ada

tiga tujuan pendidikan Islam menurut Gus Dur yaitu pendidikan Islam berbasis

modernisme, pendidikan Islam berbasis pembebasan dan pendidikan Islam berbasis

kebhinekaan. Terkait kurikulum, Gus Dur melihat bahwa pesantren dinilai ideal

sebagai kurikulum pendidikan Islam karena pesantren memiliki nilai-nilai mandiri

yang sudah ada sejak di Indonesia dan pesantren dapat dikatakan sub-kultur karena

memiliki ciri khas yang menjadikannya sebagai salah satu identitas pendidikan

Islam. Adapun metode pendidikan Islam menurutnya ada tiga, yaitu metode

Qishah,metode Ta’lim al-Kitab dan metode Ibrah atau Mauizah. Terakhir, strategi

pendidikan Islam menurut Gus Dur ada tiga yaitu strategi sosial-politik, strategi

kebudayaan dan strategi sosial-kebudayaan.

Kata kunci: Gus Dur, Pendidikan Islam

Page 11: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

ii

Abstract

Abdul Mujib (1113011000078): Consideration of Abdurrahman Wahid About

Islamic Education

Education is a tool to form a quality human being intact both in knowledge,

social and skills for student. The educational paradigm has long been changed for

the sake of seeking the right idealism in certain societal conditions. These changes

include educational goals, method curriculum, and so on. Education must be

prosecuted to have an effective and efficient principle and able to keep up with the

times. There are many educational ideas that have been initiated by education

leaders. In this case, the author sees Abdurrahman Wahid or who is usually called

Gus Dur is one of the influential figures in Indonesia. The most prominent thing is

the pluralist and democratic attitude that Gus Dur instilled into one of the things

worth studying because it has the right relationship with Islamic education in

Indonesia.

This research is descriptive qualitative with library research approach that

is more emphasis on data collection from various relevant sources. In this case

includes books, journals and research results related to the title of this scientific

work.

The results showed that according to Gus Dur, that Islamic education is the

process of planting knowledge into the human self and the process of making

humans as insan kamil. The goal of Islamic education is to create human beings who

are obedient to Allah SWT and also make human has a high social soul against

fellow human beings and nature. According to him, education gives direction to the

empty human soul at the beginning and finally has the direction of truth in living

life. Islamic education provides a broad and free space for learners to develop their

personality that ultimately produces learners of good quality in their knowledge and

social skills so the student have a strong foundation to be able to deal strongly with

the future life.

Keywords: Gus Dur, Islamic Studies.

Page 12: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada sang kholiq yang telah

memberikan kekuatan dan kemudahan serta nikmat sehingga dengan izin-Nya

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skriipsi ini. Tak lupa shalawat dan salam

penulis haturkan kepada Baginda Rasulullah SAW., semoga syafaat-Nya senantiasa

tercurahkan kepada umat muslimin.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis

memperoleh banyak dukungan dan saran dari berbagai pihak, sehingga ucapan

terima kasih penulis sampaikan dengan tulus dan sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .

2. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag dan Ibu Marhamah Saleh, Lc, M.A., selaku

Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan.

3. Prof. Dr. Armai Arief, M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan

penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Dosen-dosen civitas akademi Jurusan Pendidikan Agma Islam UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing penulis dari awal masuk

hingga bisa menyelesaikan skripsi ini dan Staf-staf/Karyawan yang

membantu proses administrasi penulis .

5. Terima kasih luar biasa kepada Ayahanda tercinta H. Salbini dan Ibunda

tersayang Hj. Nani, yang telah mencurahkan cinta luar biasa, nasehat dan doa

tak pernah henti, sujud abdiku kepada kalian atas doa dan pengorbanan

kalian selama ini.

Page 13: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

iv

6. Keluarga besar PAI 2013, terkhusus teman kelas PAI B (Chabe) yang selalu

mendukung semua kegiatan yang penulis lakukan dan telah bekerja sama

dengan baik dalam pembelajaran atau kegiatan lainnya.

7. Teman-teman alumni Al-Hidayah Basmol angkatan 2010 yang juga menjadi

teman seperjuangan di kampus ini yaitu Naylah Istiqomah, Hizam Adli,

Farida Rakhmah, Istikhori, dan Haninah Halwa yang juga selalu mendukung

penulis dalam melakukan kegiatan-kegiatan baik di kampus dan luar kampus.

8. Semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu-persatu terima kasih atas

bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis pun menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini

selanjutnya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat dijadikan

rujukan penyusunan skripsi selanjutnya.

Jakarta, 03 November 2017

Penulis

Page 14: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

v

DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

ABSTRACT ..................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 9

C. Fokus Masalah............................................................................... 9

D. Rumusan Masalah ......................................................................... 10

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...................................... 10

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam ..................................................... 11

2. Dasar-Dasar Pendidikan Islam .................................................. 19

3. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Islam ........................................ 25

4. Kurikulum Pendidikan Islam .................................................... 33

5. Metodologi Pendidikan Islam ................................................... 39

Page 15: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

vi

B. Pemikiran Pendidikan Islam

1. Pengertian Pemikiran Pendidikan Islam ................................... 41

2. Tujuan Pemikiran Pendidikan Islam ......................................... 42

3. Prinsip Pemikiran Pendidikan Islam ......................................... 43

C. Hasil Penelitian Relevan ............................................................. 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 46

B. Metode Penelitian................................................................................. 46

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ..................................... 47

D. Analisis Data ........................................................................................ 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Biografi Abdurrahman Wahid

1. Riwayat Hidup Abdurrahman Wahid ....................................... 49

2. Latar Belakang Pendidikan Abdurrahman Wahid .................... 50

B. Pembahasan

1. Tujuan Pendidikan Islam................................................................ 66

2. Kurikulum Pendidikan Islam ......................................................... 76

3. Metode Pendidikan Islam ............................................................... 87

4. Strategi Pendidikan Islam .............................................................. 90

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 98

B. Implikasi ............................................................................................... 99

C. Saran ..................................................................................................... 100

Page 16: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

vii

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 17: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang kaya ragam budayanya serta macam

flora dan faunanya. Indonesia yang kini berkembang menuju tahap negara

maju yang harus didukung dengan baik. Dengan kekayaan alam yang

melimpah serta kekayaan sumber daya manusia yang terus meningkat,

Indonesia kini sedang berkembang cukup pesat. Di balik bangkitnya suatu

bangsa harus didukung oleh aspek-aspek yang menjadi faktor pemicunya,

seperti aspek ekonomi, sosial, budaya dan IPTEK (ilmu pengetahuan dan

teknologi). Aspek-aspek di atas menjadi sangat penting di mana harus

didukung oleh orang-orang yang memiliki potensi yang mumpuni sehingga

kita mampu mengimbangi perkembangan peradaban saat ini dan seterusnya.

Aspek pendidikan adalah salah satu aspek yang paling utama sebagai

usaha untuk menjadikan sebuah bangsa yang berkualitas. Indonesia saat ini

mulai berkembang dalam peningkatan mutu pendidikan yang berkualitas

sehingga menghasilkan output (siswa) yang berkualitas pula. Dalam

peningkatan mutu pendidikan sudah pasti memiliki tujuan utama bagi

Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun peradaban

yang berkelas.

Signifikansi pendidikan juga menjadi titik perhatian dalam ajaran

Islam. Islam menempatkan pendidikan dalam posisi yang sangat vital.

Indikasinya sangat jelas, yaitu lima ayat pertama Al-Qur‟an (Q.S Al-„Alaq)

yang berisi perintah membaca. Selain itu, ada puluhan ayat yang menekankan

pentingnya berpikir, meneliti, dan memahami realitas secara keseluruhan.

Bagi Islam, ilmu adalah syari‟at sekaligus tujuan agama ini. Pernyataan ini

Page 18: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

2

jelas-jelas menunjukkan penghormatan dan penghargaan Islam terhadap ilmu.

Jika dianalogikan secara lebih jauh, ilmu tidak akan bisa diperoleh secara

aksimal kecuali lewat jalur pendidikan. hal ini selaras dengan pernyataan

Abdurrahman An-Nahlawi yang menyebutkan bahwa tujuan terpenting dari

diturunkannya Al-Qur‟an adalah untuk mendidik manusia. “Ini berarti bahwa

manusia adalah makhluk yang dapat dididik (homoeducable) dalam makna

luas. Dengan demikian, jelas bahwa Islam adalah agama yang sangat

memberikan penekanan kepada umatnya untuk menuntut ilmu”.1

Menurut Imam Bawani dalam ilmu Pendidikan Islam, mengatakan

bahwa pendidikan Islam pada hakikatnya adalah proses prubahan menuju ke

arah yang positif. “Dalam konteks sejarah, perubahan yang positif ini adalah

jalan Tuhan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

Pendidikan Islam dalam konteks perubahan ke arah yang positif ini identik

dengan kegiatan dakwah yang biasanya dipahami sebagai upaya untuk

menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat”.2 Sejak wahyu pertama

diturunkan dengan ayat pertama yang berbunyi iqra‟ (bacalah), maka pada

saat itu juga pendidikan Islam secara praktis telah hadir dalam kehidupan

umat Islam. Merupakan sebuah proses pendidikan yang melibatkan dan

menghadirkan Allah SWT. Membaca merupakan sebuah proses pendidikan

yang dilakukan dengan memulai menyebut nama Allah SWT mengharap

ridho-Nya.

Mujammil Qomar berpandangan bahwa pendidikan Islam sebenarnya

memiliki fungsi dan peran yang sangat besar dan paling menentukan dalam

mewujudkan dan mengembangkan peradaban Islam. Artinya, maju-

mundurnya peradaban Islam itu berimplikasi pada kemajuan atau kemunduran

umat Islam amat tergantung pada kondisi riil pendidikan Islam. “Dengan

1 As‟aril Muhajir,Ilmu Pendidikn Perspektif Kontekstual, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 25-

26. 2 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LkiS, 2009), h. 19.

Page 19: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

3

pengertian lain, pendidikan Islam merupakan kunci bagi pengembangan

peradaban Islam yang terealisasikan pada pembangunan dalam semua dimensi

kehidupan kaum muslimin”.3

Mujammil Qomar menyebut,

Bagi kalangan yang menyadari urgensi pendidikan Islam tersebut tentu

memiliki perhatian serius pada nasib pendidikan Islam. Oleh karena itu,

banyak di antara pembaru (mujaddid) Islam yang menaruh perhatian pada

pendidikan Islam. Muhammad Ali Pasya, kendatipun ia sebagai pembaru

Islam yang tidak pandai membaca dan menulis tetapi memiliki

kepedulian dalam memperbarui pendidikan dengan mendirikan berbagai

macam sekolah kejuruan. Muhammad Abduh telah memutar haluan

pembaruannya dari ranah politik menuju pendidikan lantaran ia

menyadari bahwa pendidikan memiliki peran paling besar dalam

memajukan umat Islam berikut peradabannya kendatipun melalui proses

yang cukup lama. Bahkan Sayyid Ahmad Khan menekankan

pembaruannya pada bidang pendidikan dengan mendirikan Society for

The Educational Progress of Indian Muslims, kemudian mendirikan

perguruan tinggi Aligarh. Kemudian organisasi Muhammadiyah di

Indonesia menekankan gerakan perjuangnnya juga pada pendidikan.4

Dalam dinamika perkembangan dunia pendidikan, kita tidak hanya

berfokus pada kurikulum dan peraturan-peraturan pendidikan saja, tapi juga

kita mampu melihat rekam jejak tokoh-tokoh pendidikan yang telah

berkontribusi pada perkembangan pendidikan khususnya di Indonesia.

Banyak sekali tokoh pendidikan yang telah berkontribusi dalam

perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Banyak juga tokoh-tokoh

pendidikan yang ahli dalam bidang lain juga seperti bidang politik, filsafat

dan lain-lain. Salah satu dari sekian banyaknya tokoh tersebut adalah

Abdurrahman Wahid atau biasa disapa “Gus Dur”.

Gus Dur adalah salah satu tokoh yang sangat berpengaruh di

Indonesia, gagasannya mengenai demokrasi dan pluralismenya sangat kuat

hingga menjadi acuan para tokoh lain yang mengikutinya. Walau demikian,

3 Mujamil Qomar, Menggagas Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hal.

145 4 Ibid.

Page 20: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

4

Gus Dur sering juga mendapat kritikan dari orang-orang yang tidak

menyukainya. Hal yang membuat banyak pihak tidak menyukainya adalah

karena pemikiran Gus Dur yang sering dianggap “ngawur” dan dengan gaya

bicaranya yang “ceplas-ceplos” menjadi pemicunya. Namun demikian, Gus

Dur bukanlah sosok yang lemah dan mudah menyerah, dia sangat gigih

memperjuangkan gagasan dan kontribusinya terhadap kaum yang tertindas

dan didiskriminasi oleh kepemerintahan dan kondisi masyarakat saat itu.

Sujiwo Tejo mengatakan, “Keceplas-ceplosan Gus Dur kita anggap

unsur sepele. Kita lekas melupakannya. Padahal, sejatinya, unsur tampak

remeh-temeh inilah yang justru paling menentukan vitalnya kedudukkan Gus

Dur di tengah kemunafikan nusantara”.5 Jika penulis dalami makna ungkapan

terebut, Sujiwo Tejo menggambarkan bahwa dengan gaya nyeleneh-nya Gus

Dur itu lah yang membuat Gus Dur berbeda dan unik dari tokoh lain. Dia juga

menggambarkan bahwa Gus Dur merupakan tokoh yang sentral dalam

kehadirannya di tengah-tengah masyarakat dengan gaya bicaranya yang

“ceplas-ceplos” tetapi sesungguhnya ungkapan yang Gus Dur sampaikan

adalah benar tanpa menutup-nutupi hal yang diutarakannya sehingga banyak

masayarakat Indonesia menyukai hal teresebut karena itu adalah gaya khas

Gus Dur yang jujur apa adanya.

Dengan pemikiran serta karya-karyanya yang bersejarah dan

monumental maka tak heran banyak sekali orang-orang yang terpengaruh oleh

pemikirannya yang sangat diminati dan dikagumi. Ideologisnya yang

berprinsip pada asas demokrasi yang adil dan kesetaraan strata mampu

mengubah paradigma bangsa Indonesia selama ini. Hal ini pernah

disampaikan oleh seorang pengajar di pondok pesantren Raudlatul Tahlibin,

Rembang, Bisri Adib Hatani, , menganggap sebagai sosok ideal negarawan

produk pendidikan pesantren. Pemikiran Gus Dur mengajarkan sekaligus

5 Jakob Oetama dan Yenny Zannuba Wahid (ed), Damai Bersama Gus dur, (Jakarta: PT Kompas

Nusatara, 2010), h. 44.

Page 21: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

5

mencontohkan bagaimana ber-Islam dalam konteks keindonesiaan. “Gus Dur

memandang dan meyakini perbedaan adalah rahmat, sunatullah (telah

digariskan Allah). Perbedaan itulah yang membentuk warga Indonesia

menjadi bangsa yang terhormat, mandiri dan merdeka lahir batin”, katanya.6

Pengasuh pondok pesantren Syalafiah Asy-Syafi‟iyah, Asembagus,

Situbondo, K.H. Fawaid As‟ad Samsul Arifin, mengatakan, “Saat ini yang

perlu dilakukan sepeninggal Gus Dur adalah melawan bibit-bibit perpecahan

bangsa. Munculnya gerakan fundamentalisme dan radikalisme agama yang

membahaykan persatuan perlu diwaspadai. Generasi muda harus dibentengi

dengan pemahaman tentang pemikiran Gus Dur agar terhindar dari aliran

keagamaan yang sesat”, ujarnya.7

Banyak sekali yang telah dilakukan Gus Dur demi perubahan-

perubahan bagi Indonesia. Salah satu kebijakan beliau yang cukup terkenal

adalah mengesahkan hari raya besar Imlek bagi rakyat Tionghoa serta

pencabutan Inpres nomor 14/1967 bagi rakyat Tionghoa yang kebebasannya

benar-benar terkekang. Gus Dur melihat bahwa masalah pokok dalam hal

hubungan antar umat beragama adalah pengembangan rasa saling pengertian

yang tulus dan berkelanjutan. “Kita hanya akan mampu menjadi bangsa yang

kukuh, kalau umat agama-agama yang berbeda dapat saling mengerti satu

sama lain, bukanannya sekadar saling memiliki (sense of belonging),

bukannya hanya saling bertenggang rasa satu terhadap yang lain”.8

Selain kontribusinya di dalam negeri terkait perdamaian bangsa, Gus

Dur juga menjadi sorotan tokoh internasional yang namanya wara-wiri di

jurnal-jurnal internasional terkait gagasannya tentang perdamaian dan

demokrasi. Di sinilah letak pemikiran Gus Dur mengenai negara dan Islam,

Gus Dur mencoba menyatukan nilai-nilai luhur Islam yang tinggi dengan

6 Zuhairi Misrawi, Gus dur Santri Par Excellence, (Jakarta: PT Kompas Nusatara, 2010), h. 38

7 Jakob Oetama dan Yenny Zannuba Wahid, op.cit., h. 45.

8 Abdrurrahman Wahid, Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman, (Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara, 1999), h. 16.

Page 22: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

6

sosial-budaya yang mana kedua aspek tersebut harus dapat bersatu tanpa

menimbulkan pergesekkan di antara masyarakat yang mana memiliki

pandangan yang berbeda-beda. Gus Dur juga berusaha memberikan gagasan

bahwa Islam yang sesungguhnya itu tidak harus selalu menjadikan kondisi

budaya tersebut harus mengacu kepada budaya arab yang diistilahkan dengan

sebutan “Arabisasi”. Itulah beberapa gagasan dan usaha-usaha Gus Dur dalam

dinamika kehadirannya terhadap perkembangan Indonesia.

Di balik sepak terjangnya dalam dunia politik Indonesia yang dikenal

banyak kalangan, walaupun sebagain aliran yang menganggap bahwa

kebijakan Gus Dur adalah guyonan konyol dan kontroversi, namun Gus Dur

juga memiliki pandangan tersendiri tentang pendidikan, terutama pendidikan

Islam di Indonesia. Memang tak banyak tulisan beliau mengenai pendidikan

yang tersebar luas, namun penulis berusaha mengungkap paradigma tentang

pendidikan Islam perspektif Gus Dur.

Dengan latar belakang pendidikan Gus Dur yang dibesarkan di

lingkungan pesantren yang kental akan pendidikan keislaman. Lingkungan

inilah yang kelak memberikan warna bagi perkembangan intelektualitasnya

hingga tumbuh dewasa. Kepindahannya dari Jombang ke Jakarta juga

memberi wahana baru bagi pertumbuhan intelektualitasnya tersebut. Di Ibu

Kota, Gus Dur, meskipun masih hidup di bangku menengah ia sudah biasa

melahap bacaan-bacaan tentang sosialisme dan marxisme. Hal inilah yang

berpengaruh pada pemikiran dan kiprahnya kelak.

Pendidikan agama yang semula kelak ia dapatkan di lingkungan

pesantren semakin bertambah ketika ia melanjutkan studi di Timur Tengah.

Karena merasa harus mengulang sebagaimana yang telah ia peroleh ketika

belajar di Tanah Air, Gus Dur lebih banyak menghabiskan waktunya untuk

membaca buku-buku pengetahuan di perspustakaan, terutama di Universitas

Al-Azhar, Kairo, Mesir. Di perpustakaan tersebutlah ia mendapatkan

pengetahuan dari buku-buku karya intelektual muslim maupun non-muslim

Page 23: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

7

dunia. Ia juga bergaul dengan berbagai kalangan, terlebih ketika melakukan

pengembaraan ke Eropa.9

Pendidikan dasar keagamaan di pesantren, Timur Tengah dan Eropa

serta ketekunannya membaca banyak literatur sedikit banyak membentuk pola

pikir dan karakter personal pada dirinya. Pola pikir dan karakter sebagai

muslim progresif-moderatlah yang paling menonjol dalam dirinya. Karakter

dan sikap hidup inilah yang kemudian mewarnai perjalanan hidupnya, baik

sebagai aktivis LSM/NGO, intelktual Muslim yang rajin menulis di media

massa, dan pemimpin organisasi keagamaan terbesar di Tanah Air, yakni

Nahdlatul Ulama (NU). Bahkan, karakter tersebut tak berubah ketika ia

terpilih menjadi presiden ke-4 RI.

Gus Dur menyadari betul bahwa kemajemukan masyarakat Indonesia

sangat beragam, maka Gus Dur mencoba mengarahkan pada konsep

pendidikan yang berprinsip dinamis dan humanis. Kemajemukan itu sendiri

adalah sesuatu yang bersifat alami dan kodrati bagi bangsa indonesia, artinya

bangsa ini tidak bisa mengalahkan dirinya dan keadaan plural tersebut,

karenanya bangsa Indonesia bagaimanapun juga tidak bisa menghilangkan

kemajemukan itu sendiri. “Oleh karena itu, sikap yang harus diambil oleh

bangsa Indonesia buka bagaimana menghilangkan kemajemukan, tetapi

bagaimana supaya bisa hidup berdampingan secara damai dan aman penuh

toleransi, saling menghargai dan saling memahami antara anak bangsa yang

berbeda suku, budaya dan agama. Salah satu di antara upaya perekat itu

adalah lewat pendidikan agama”.10

Sepanjang perjalanan hidupnya, Gus Dur

kemudian dikenal sebagai pembela kaum minoritas, penggerak demokrasi dan

mendorong terwujudnya kehidupan damai.

9 Ahmad Nurcholis, Peace Education & Pendidikan Perdamaian Gud Dur, (Jakarta: PT

Gramedia, 2015), h. 137. 10

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,

(Jakarta: Kencana, 2007), h. 165.

Page 24: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

8

Haidar Putra Daulay berpandangan bahwa “Tantangan globalisasi ini

menuntut kepada perhatian yang sungguh-sungguh dari semua lapisan

masyarakat untuk menghadapi dampak negatifnya. Tantangan pertama bagi

dunia pendidikan adalah tentang kualitas. Di era globalisasi pada dasarnya

muncul era kompetisi”.11

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

pendidikan Nasional yang berbunyi, “Membentuk manusia yang beriman,

bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki ilmu pengetahuan dan

teknologi, keterampilan, sehat jasmani dan rohani, memiliki rasa seni, serta

bertanggung jawab bagi masyarakat, bangsa, dan negara”.12

Jika melihat

rumusan tujuan Undang-Undang tersebut jelas memiliki dua aspek yang wajib

peserta didik miliki yaitu aspek sosial dan spiritual yang baik di samping

kecakapan aspek penguasaan pengetahuanya.

Walaupun jika ditelaah tidak ada kata-kata “Islam” tetapi substansi

dari kriteria-kriteria yang disebut merujuk pada sifat-sifat yang termuat dalam

pandangan Islam mengenai pendidikan. Namun saat ini esensi dari pendidikan

itu sendiri masih kurang dirasa pada diri peserta didik, seperti kenakalan

remaja semakin banyak. Hal itu karena peserta didik yang sedang dalam

proses pembelajaran kurang diberi asupan nilai-nilai moral yang baik

sehingga nilai-nilai pendidikan yang termuat dalam Undang-Undang tersebut

kurang terinternalisasi oleh para peserta didik yang mana nilai-nilai

pendidikan tersebut juga secara tidak langsung memuat pada aspek-aspek

Pendidikan Islam.

Hal tersebut selaras dengan Muhaimin yang mengatakan bahwa,

Pendidikan adalah hal yang tumbuh dan berkembang bersama-sama

dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, bahkan merupakan

media transmisi dan transformasi sistem dan nilai-nilai kehidupan sosial

11

Ahmad Nurcholis, op cit., h. 200. 12

Departemen agama RI, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), h. 64.

Page 25: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

9

budaya dan peradaban masyarakatnya. Demikian pula halnya dengan

pendidikan Islam, telah tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan

pertumbuhan dan perkembangan sistem dan nilai-nilai kehidupan sosial

budaya dan peradaban Islam sepanjang sejarahnya, dan telah berfungsi

sebagai media transmisi dan transformasinya secara efektif.13

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti

mengenai pemikiran tokoh pendidikan Islam. Tokoh yang penulis teliti adalah

Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Dengan demikian, judul penelitian ini adalah

“Pemikiran Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Tentang Pendidikan

Islam”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, beberapa

masalah yang mendasar dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Banyak yang belum mengetahui apa konsep pendidikan Islam

perspektif Gus Dur;

2. Perkembangan pendidikan umum atau IPTEK lebih dioptimalkan

dibandingkan dengan pendidikan Islam di sekolah; dan

3. Implementasi nilai pendidikan Islam masih belum berdampak pada

peserta didik.

C. Pembatasan Masalah

Pemahaman Gus Dur yang begitu luas mengenai berbagai macam ilmu

yang dikuasai terlebih lagi ilmu pendidikan, maka dalam penelitian ini yang

menjadi fokus utama adalah pendidikan Islam menurut Abdurrahman Wahid

(Gus Dur).

13

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di Sekolah,

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h.32

Page 26: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

10

D. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah

yang dikaji adalah bagaimana konsep Pendidikan Islam serta relevansinya

menurut Abdurrahman Wahid?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemikiran

Abdurrahman Wahid tentang konsep pendidikan Islam serta relevansinya

dengan pendidikan Islam saat ini.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi penulis, dapat menambah khasanah atau wawasan mengenai

sepak terjang Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengenai idenya

terhadap pendidikan Islam.

b. Bagi civitas akademik, untuk memperluas khazanah keilmuan dalam

dunia pendidikan, terutama dalam analisis pemikiran tokoh Indonesia.

c. Bagi masyarakat, untuk menambah wawasan literatur dan sumber

referensi mengenai konsep pendidikan Islam dari tokoh Indonesia.

Page 27: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan menurut Hasan Basri adalah berasal dari kata didik, yang

artinya bina, mendapat awalan pen-, akhiran -an, yang maknanya sifat dari

perbuatan membina atau melatih, atau mengajar dan mendidik itu sendiri.

Oleh karena itu, pendidikan merupakan pebinaan, pelatihan, pengajaran, dan

semua hal yang merupakan bagian dari usaha manusia untuk meningkatkan

kecerdasan dan keterampilannya.1

Pendidikan menurut Undang-Undang tahun 2003 adalah “Usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan Negara”.2

Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani adalah “usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara”.3

1 Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009) h. 53.

2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional

3 Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam, Jilid 2, (Bandung: Pustaka Setia,

2010), h. 36.

Page 28: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

12

Umar Tirtahardja dan S. L. La Sulo mengatakan “Pendidikan adalah

sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari generasi ke

generasi di mana pun di dunia ini. Upaya memanusiakan manusia melalui

pendidikan itu diselenggarakan sesuai dengan pandangan hidup dan dalam

latar sosial-kebudayaan setiap masyarakat tertentu”.4

Pengertian pendidikan di atas dikemukakan berdasarkan perspektif

secara global atau umum. Dalam Islam istilah pendidikan diketahui cukup

banyak, baik yang terdapat dalam al-Qur‟an dan hadits. Istilah-istilah

tersebut ada yang menjelaskan pendidikan secara langsung dan juga istilah

yang berkaitan dengan pendidikan. Istilah-istilah tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Al-Tarbiyah

Dalam Mu‟jam al-Lughah al-Tarbiyah al-Mu‟ashirah (A

Dictionary of Modern Written Arabic), karangan Hans Wehr, kata al-

tarbiyah diartikan sebagai: education (pendidikan), upbringing

(pengembangan), teaching (pengajaran), instruction (perintah,

pedagogy (pembinaan kepribadian), breeding (meberi makan), raising

(of animal) (menumbuhkan). Kata tarbiyah berasal dari kata rabba,

yarubbu, rabban, yang berarti mengasuh, memimpin, mengasuh

(anak).5 Penjelasan atas kata al-tarbiyah di atas ini lebih lanjut dapat

digambarkan sebagai berikut:

Pertama, tarbiyah berasal dari kata rabaa, yarbu, tarbiyatan yang

memiliki makna tambah (zad) dan berkembang (numu). Pengertian ini

misalnya terdapat dalam surat Ar-Rum (30) ayat 39 yang berbunyi:

4 Umar Tirtahardja dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h.

82. 5 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 7.

Page 29: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

13

وما آت يتم من زكاة تريدون لي رب و ف أموال الناس فل ي ربو عند الله وما آت يتم من ربا

وجه الله فأولئك هم المضعفون

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia

bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah

pada sisi Allah.” (Q.S. Ar-Rum[30]:39).

Berdasarkan pada ayat tersebut, maka al-tarbiyah dapat berarti proses

menumbuhkan dan mengembangkan apa yang ada pada diri peserta

didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.

Kedua, rabaa, yurbi, tarbiyatan, yang memiliki makna tumbuh

(nasyaa) dan menjadi besar atau dewasa. Dengan mengacu kepada

kata yang kedua ini, maka tarbiyah berarti usaha menumbuhkan dan

mendewasakan peserta didik baik secara fisik, sosial, maupun

spiritual.

Ketiga, rabba, yarubbu, tarbiyatan yang mengandung arti

memperbaiki (ashala), menguasai urusan, memelihara dan merawat,

memperindah, memberi makna, mengasuh, memiliki, mengatur dan

menjaga kelestarian eksistensinya. Dengan menggunakan kata yang

ketiga ini, maka tarbiyah berarti usaha memelihara, mengasuh,

merawat, memperbaiki dan mengatur kehidupan peserta didik, agar

dapat survive lebih baik dalam kehidupannya.6

Jika ketiga kata tersebut dibandingkan atau diintegrasikan antara

satu dan lainnya, terlihat bahwa ketiga kata tersebut saling menunjang

dan saling melengkapi. Namun jika dilihat dari segi penggunaannya

tampak istilah ketiga yang lebih banyak digunakan. Selanjutnya jika

ketiga kata tersebut diintegrasikan, maka akan diperoleh pengertian

bahwa al-atarbiyah berarti proses menumbuhkan dan

6 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group,

2016), cet. 4, h. 11.

Page 30: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

14

mengembangkan potensi (fisik, intelektual, sosial, estetika, dan

spiritual) yang terdapat pada peserta didik, sehingga dapat tumbuh dan

terbina dengan optimal, melalui cara memelihara, mengasuh, merawat,

memperbaiki, dan mengaturnya secara terencana, sistematis, dan

berkelanjutan. Dengan demikian, pada kata al-tarbiyah tersebut

mengandung cakupan tujuan pendidikan, yaitu menumbuhkan dan

mengembangkan potensi; dan proses pendidikan, yaitu memelihara,

mengasuh, merawat, memperbaiki, dan mengaturnya.7

b. Al-Ta‟lim

Kata al-ta‟lim yang jamaknya ta‟alim, menurut Hans Weher dapat

berarti information (pemberitahuan tentang sesuatu), advice (nasihat),

instruction (perintah, direction (pengarahan), teaching (pengajaran),

training (pelatihan), schooling (pembelajaran), education

(pendidikan), dan apprenticeship (pekerjaan sebagai magang, masa

belajar suatu keahlian.8

Selanjutnya, Mahmud Yunus mengartikan kata ta‟lim merupakan

kata benda buatan (mashdar) yang berasal dari akar kata „allama.

Sebagian para ahli menerjemahkan istilah tarbiyah dengan pendidikan,

sedangkan ta‟lim diterjemahkan dengan pengajaran. Kalimat

„allamahu al-„ilm memiliki arti mengajarkan ilmu kepadanya.

Pendidikan (tarbiyah) tidak saja bertumpu pada domain kogniti, tetapi

juga afektif dan psikomotorik, sementara pengajaran (ta‟lim) lebih

mengarah pada aspek kognitif, seperti pengajaran mata pelajaran

Matematika. Pemadanan kata ini agaknya kurang relevan, sebab

menurut pendapat yang lain, dalam proses ta‟lim masih menggunakan

domain afektif.9

7 Nata, op. cit., h. 8.

8 Ibid., h. 11.

9 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: YP3A, 1973), h. 277-278.

Page 31: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

15

Al-Qur‟an tidak menyebutkan secara eksplisit kata “ta‟lim”.

Rasyid Ridha dan Muhammad Naquid Al-Attas mendefinisikan:

“At-Ta‟lim” sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan

kepada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan. Muhammad

Naquib Al-Attas mengartikan “ta‟lim” dengan berarti bahwa

pengajaran tanpa pengenalan secara mendasar.10

Kata ta‟lim dalam arti pengajaran yang merupakan bagian dari

pendidikan banyak digunakan untuk kegiatan pendidikan bersifat

nonformal, seperti majelis taklim yang saat ini sangat berkembang dan

variasi, yaitu ada majelis takim yang biasa dilakukan oleh ibu-ibu di

kampung, majelis taklim di kalangan masyarakat elite, di kantoran,

hotel dan tempat kajian keagamaan lainnya. Adapun dari segi

materinya ada yang secara khusu mengkaji kitab tertentu dan ada juga

mengkaji tentang tema-tema tertentu. Ada kajian tafsir, hadis, fikih,

dan sebagainya. Sementara waktunya diatur secara fleksibel sesuai

kebutuhan masing-masing anggota yang mengaji.

Kegiatan pendidikan dan pengajaran yang pertama kali dilakukan

oleh Nabi Muhammad SAW di rumah Arqam (Dar al-Arqam) di

Mekkah, dapat disebut sebagai majelis al-ta‟lim. Demikian pula

kegiatan Pendidikan Islam di Indonesia yang dilaksanakan oleh para

da‟i di rumah, mushala, masjid, surau, langgar, atau tempat tertentu

pada mulanya merupakan kegiatan al-ta‟lim.

Di kalangan pemikir Islam yang menggunakan kata al-ta‟lim

untuk arti pendidikan, antara lain Burhanuddin al-Jurnuji dengan

kitabnya yang berjudul Ta‟im al-Muta‟allim. Kitab yang banyak

membicarakan tentang etika mengajar bagi guru dan etika belajar bagi

murid, hingga saat ini masih dikaji di berbagai pesantren. Melalui

10

Asrorun Niam Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: ELSAS Jakarta, 2008), hal. 94.

Page 32: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

16

kitab tersebut telah tumbuh semacam institution culture, yaitu budaya

institusi pesantren yang khas dan berbeda dengan budaya lainnya.

Budaya tersebut bersumber pada ajaran tasawuf akhlaki sebagaimana

yang dikembangkan oleh al-Ghazali melalui kitabnya Ihya‟ Ulum al-

Din.11

Dengan memberikan data dan informasi tersebut, maka dengan

jelas, bahwa kata al-ta‟lim termasuk kata yang paling tua dan banyak

digunakan dalam kegiatan nonformal dengan tekanan utama pada

pemberian wawasan, pengetahuan, atau informasi yang bersifat

kognitif. Atas dasar ini, maka arti al-ta‟lim lebih pas diartikan

pengajaran daripada pendidikan. Namun, karena pengajaran

merupakan bagian dari kegiatn pendidikan, maka pengajaran juga

bagian dari kegiatan pendidikan12

.

c. Al-Ta‟dib

Kata Ta‟dib diterjemahkan yang berarti pendidikan sopan

santun, tata karma, adab, akhlak, moral, budi pekerti, dan etika.13

Menurut Ahmad Tsalabi yang dikutip Abudin Nata dalam “Ilmu

Pendidikan Islam” berpendapat bahwa, kata ta‟dib digunakan untuk

menunjukkan pada kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di istana-

istana raja (al-qushur) yang para muridnya terdiri dari para putra

mahkota pangeran atau calon pengganti raja. Pendidikan yang

berlangsung di istana ini diarahkan untuk menyiapkan calon pemimpin

masa depan. Karena itu, materi yang diajarkan meliputi pelajaran

bahasa, pelajaran berpidato, pelajaran menulis yang baik, pelajaran

sejarah para pahlawan dan panglima besar dalam rangka menyerap

11

Abudin Nata, op. cit., h. 14. 12

Ibid. 13

Mahmud Yunus, op. cit., h. 37.

Page 33: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

17

pengalaman keberhasilan mereka, pelajaran berenang, memanah, dan

menunggang kuda (pelajaran keterampilan).14

Menurut Amatullah Armstrong yang dikutip Abdul Mujib dan

Jusuf Mudzakkir dalam “Ilmu Pendidikan Islam” upaya pembentukan

adab (tata krama), terbagai atas empat macam, yaitu:

1) Ta‟dib adab al-haqq, pendidikan tata krama spiritual dalam

kebenaran, yang memerlukan pengetahuan tentang wujud

kebenaran, yang di dalamnya segala yang ada memiliki kebenaran

terendiri dan dengannya segala sesuatu diciptakan;

2) Ta‟dib adab al-khidmah, pendidikan tata krama spiritual dalam

pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia harus mengabdi

kepada sang Raja (Malik) dengan menempuh tata krama yang

pantas;

3) Ta‟dib adab al-syari‟ah, pendidikan tata krama spiritual dalam

syariah, yang tata caranya telah digariskan oleh Tuhan melalui

wahyu. Segala pemenuhan syariah Tuhan akan berimplikasi pada

tata krama yang mulia; dan

4) Ta‟dib adab al-shubhah, pendidikan tata krama spiritual dalam

persahabatan, berupa saling menghormati dan berperilaku mulia di

antara sesama.15

Proses “ta‟dib” harus didasarkan pada komitmen kuat untuk

membangun moralitas manusia dan dimulai diri sendiri. Dalam

“ta‟dib”, seorang pendidik harus selalu sadar bahwa proses “ta‟dib”

tidak akan pernah lepas dari arahan Allah. Tuhan ikut campur dengan

mengerahkan langkah pendidik.16

14

Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit., h. 15. 15

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op.Cit., h. 21. 16

Asrorun Niam Sholeh, Op.Cit., h. 95.

Page 34: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

18

Hasil Konferensi Pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di Islamabad,

Pakistan, merumuskan bahwa “Pendidikan Islam adalah suatu usaha untuk

mengembangkan manusia dalam semua aspeknya, baik aspek spiritual,

intelektual, imajinasi, jasmani, dan ilmiah baik secara individual maupun

kolektif menuju ke arah pencapaian kesempurnaan hidup sesuai dengan

ajaran Islam”.17

Ahmad Fatah Yasin mengatakan pendidikan harus didasarkan pada

ajaran Islam,

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang seluruh komponen atau

aspeknya didasarkan pada ajaran Islam. Visi, misi, tujuan, proses belajar

mengajar, pendidik, peserta didik, kurikulum, bahan ajar, sarana

prasarana, pengelolaan, lingkungan dan aspek atau kompoen pendidikan

lainnya didasarkan pada ajaran Islam. Itulah yang disebut dengan

Pendidikan Islam, atau pendidikan yang Islami.18

Hal tersebut juga disepakati oleh Jalaludin, menurutnya al-Qur‟an dan

Sunnah merupakan dua dasar bagi pendidikan Islam,

Pendidikan Islam dapat diartikan sebagai usaha pembinaan dan

pengembangan potensi manusia secara optimal sesuai dengan statusnya,

dengan berpedoman kepada syari‟at Islam yang disampaikan oleh Nabi

Muhammad SAW agar supaya manusia dapat berperan sebagai pengabdi

Allah yang setia dengan segala aktivitasnya guna tercipta suatu kondisi

kehidupan yang Islami yang ideal selamat, aman, sejahtera dan

berkualitas, serta memperoleh jaminan (kesejahteraan) hidup di dunia

dan akhirat.19

Ciri khas dalam pendidikan Islam adalah perubahan sikap dan tingkah

laku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam atau yang disebut dengan

pembentukan kepribadian muslim. Untuk itu, diperlukan adanya usaha,

17

Ahmad Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008),

h. 24. 18

Ibid., h. 36. 19

H. Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), h. 72.

Page 35: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

19

kegiatan, cara, alat, dan lingkungan hidup yang menjunjung

keberhasilannya.20

Mengingat luasnya aspek yang harus mencakup pendidikan Islam,

maka pendidikan Islam tetap terbuka terhadap tuntutan kesejahteraan umat

manusia, baik tuntutan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun

tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup rohaniah. Kebutuhan tersebut semakin

meluas selama dengan pengalaman kehidupan manusia. Pendidikan Islam

yang bersifat universal mampu mengakomodasi terhadap tuntutan kemajuan

zaman sesuai acuan norma-norma kehidupan Islam.

Dengan demikian pengertian pendidikan Islam menurut penulis adalah

suatu usaha sadar untuk mengembangkan potensi pengetahuan, sikap dan

keterampilan peserta didik melalui pendidikan yang bernapaskan ajaran

Islam sebagaimana Islam yang telah memberikan pedoman bagi seluruh

aspek kehidupan menusia yang bersumber pada Al-Qur‟an dan Sunnah demi

tercapainya kehidupa yang baik di dunia dan akhirat.

2. Dasar-Dasar Pendidikan Islam

a. Al-Qur’an

Al-Qur‟an adalah sumber agama Islam pertama dan utama bagi

umat Islam. Al-Qur‟an adalah kitab suci yang memuat firman-firman

(wahyu) Allah SWT, yang diturunkan allah melalui Malaikat Jibril as

kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur selama 22 tahun

2 bulan 22 hari, yang pertama turun di kota Mekkah kemudian di kota

Madinah. Tujuannya adalah untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi

umat manusia dalam hidup agar sejahtera di dunia dan akhirat.

Al-Qur‟an sebagai sumber agama dan ajaran Islam memuat soal-

soal pokok berkenaan dengan (1) akidah, (2) syari‟ah, (3) akhlak, (4)

20

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 28.

Page 36: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

20

kisah-kisah manusia di masa lampau, (5) berita-berita tentang masa yang

akan datang, (6) benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, dan (7)

sunatullah atau hukum Allah yang berlaku di alam semesta.21

Ayat-ayat al-Qur‟an banyak memberikan prinsip-prinsip yang

berkenaan dengan pendidikan Islam, antara lain terdapat dalam surat

Luqman (31) ayat 12-19 yang berbunyi:

ه ن الكمة ان اشكر لل نا لقم ا يشكر لن فسه ولقد ات ي ومن كفر ومن يشكر فان

ان الش رك ه ب ن ل تشرك بالل ي وهو يعظه ن ل بنه يد . واذ قال لقم ه غن ح فان الل

ف عامي له وهنا على وهن وفص حلته امه ن بوالديه نس نا ال ل ظلم عظيم. ووصي

ك على ان تشرك ب ما ليس لك به ال المصي . وان جاهد ان اشكر ل ول والديك

ث ال واتبع سبيل من اناب ال ن يا معروفا هما ف الد ع لم فل تطعهما وصاحب

مرجعكم فان ب ئكم با كنتم ت عملون . ب ن ان ها ان تك مث قال حبة م ن خردل ف تكن ف

ب ن اقم ه لطيف خبي . ي ان الل ه ت او ف الرض يأت با الل و صخرة او ف السم

لك من عزم ان ذ الصلوة وأمر بالمعروف وانه عن المنكر واصب على ما اصابك

ه ل يب كل متال ان الل المور . ول تصع ر خدك للناس ول تش ف الرض مرحا

ان انكر الصوات لصوت المي . . واقصد ف مشيك واغضض من صوتك فخور

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu:

“Bersyukurlah kepada Allah dan barang siapa yang bersyukur kepada

Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan

21

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pt. RajaGRafindo Persada, 1998), h.

103.

Page 37: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

21

barang siapa yang tidak bersyukur maka sesungguhnya allah Maha Kaya

lagi Maha Terpuji (12) Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada

anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku,

janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya

mempersekutukan Allah adalah benar-benar kelaliman yang besar”. (13)

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang

ibu dan bapaknya, ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan

lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang tuamu, hanya kepada-

Kulah kamu kembali (14) dan jika keduanya memaksa kamu untuk

mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu

tentang itu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya, dan

pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang

yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu,

maka Ku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (15)

(Luqman berkta): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (suatu

perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau

di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya).

Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi maha Mengetahui (16) “Hai

anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang

baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang

demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah”. (17) “Dan

janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)

dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi

membanggakan diri”. (18) “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan

lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara

keledai”. (Q.S. Luqman [31]:19)

Page 38: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

22

Ayat-ayat di atas menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri

dari iman, akhlak, ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan. Ayat tersebut

juga menceritakan tujuan hidup dan tentang nilai suatu kegiatan dan amal

shaleh. Artinya, kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup.

Oleh karena itu, pendidikan harus menggunakan al-Qur‟an sebagai

sumber utama dalam merumuskan berbagai macam teori pendidikan

Islam.22

b. Sunnah

Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Apa yang

telah disebut dalam al-Qur‟an dijelaskan lebih rinci oleh Rasulullah

dengan sunnah beliau. Karena itu,sunnah Rasul yang kini terdapat dalam

hadis merupakan penafsiran serta penjelasan yang otentik (sah) tentang

al-qur‟an. Namun, sebelum uraian ini dilajutkan ada beberapa hal yang

perlu dikemukakan.

Dalam dataran pendidikan Islam, acuan tersebut dapat dilihat dari dua

bentuk, yaitu: Pertama, sebagai acuan syar‟iyah, yang meliputi muatan

operasional-aplikatif yang meliputi cara Nabi memainkan peranannya

sebagai pendidik dan sekaligus sebagai evaluator yang profesional, adil

dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam. Kesemua ini dapat

dilihat dari bagaimana cara Nabi melaksanakan proses belajar mengajar,

metode yang digunakan sehingga dalam waktu singkat mampu diserap

oleh para sahabat, evaluasi yang dilakukan sehingga bernilai efektif dan

efisien, kharisma dan syarat pribadi yang harus ada pada diri seorang

pendidik yang telah ditunjukkan Nabi, cara Nabi dalam memilih materi,

alat peraga, dan kondisi yang sebegitu adaptik, dan lain sebagainya.

Kesemua itu merupakan figur yang ada pada diri Rasulullah SAW dan

menjadi model bagi seluruh aktivitas manusia sebagai uswatun hasanah

22

Zakiah Daradjat, Op.Cit., h. 20.

Page 39: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

23

yang telah dibimbing langsung oelh Allah SWT sehingga hampir tidak

mungkin melakukan kesalahan dalam pelaksanaan proses pendidikannya.

Hadis juga merupakan sumber pengetahuan yang monumental bagi

Islam, yang sekaligus menjadi penafsir dan bagian yang komplementer

terhadap al-Qur‟an. Husein Nasr mengatakan bahwa Hadis Nabi

membahas berbagai hal, mulai dari metafisika sampai tata tertib di meja

makan. Di dalamnya orang menjumpai apa yang dikatakan dan dilakukan

Nabi, mulai dari kehidupan rumah tangga, sampaipada peroalan-

persoalan sosial, politik dan yang berhubungan dengan metafisika,

kosmologi dan eskatologi, dan kehidupan spiritual.23

Nabi Muhammad merupakan profil seorang pendidik yang dijadikan

landasan bagi umatna dalam proses pendidikan pada zamannya. Dalam

kaitan Rasul sebagai seorang juru pendidik, al-Abrasyi mengatakan:

“Pada suatu hari Rasul kelur dari rumahnya dan beliau menyaksikan

adanya dua pertemuan. Dalam pertemuan pertama orang berdoa kepada

Allah SWT mendekatkan diri kepada-Nya. Dala pertemuan kedua orang

sedang memberikan pelajaran. Rasul pun lantas bersabda, “Mereka ini

meminta Allah SWT bila Tuhan menghendaki, maka Isa akan memenuhi

permintaan tersebut dan jika Ia tidak menghendaki, maka Ia tidak akan

dikabulkan-Nya.tetapi golongan kedua ini mereka mengajar manusia,

sedangkan saya sendiri diutus menjadi pendidik”. Praktek pengajaran

yang terjadi, sebagaimana terungkap dalam kutipan di atas,

mengilustrasikan kepada kita contoh terbaik dari diri Rasul, memiliki visi

dan ambisi untuk mendorong orang belajar dan menyebarkan ilmu secara

luas. Rasul menjunjung tinggi misi pendidikan dan motivasi umatnya

agar selalu belajar.24

23

Abudin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press 2005), h. 62-

63. 24

Ibid.

Page 40: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

24

Dalam konteks ini, pendidikan Islam yang dilakukan Nabi dapat

dibagi kepada bentuk, yaitu: Pertama, pola pendidikan saat Nabi di

Mekah. Pada masa ini, Nabi memanfaatkan potensi akal masyarakat

Mekkah yang terkenal cerdas, dengan mengajaknya membaca,

memperhatikan dan memikirkan kekuasaan Allah, baik yang ada di alam

semesta maupun yang ada dalam dirinya. Melanjutkan tradisi pembuatan

sya‟ir-sya‟ir yang indah dengan nuansa Islami, serta pembacaan ayat-ayat

suci al-Qur‟an merubah kebiasaan masyarakat Mekah yang selama ini

memulai suatu pekerjaan menyebut nama-nama berhala dengan nama

Allah (Basmalah), dan sebagainya. Kedua, pola pendidikan saat Nabi di

Madinah. Secara geografis, Madinah merupakan daerah agraris.

Sedangkan Mekkah merupakan daerah pusat perdagangan. Ini

membedakan sikap dan kebiasaan masyarakat petani yang hidup saling

membantu antara satu dengan yang lain. Mereka hidup rukun dan jarang

sekali terjadi persengketaan. Melihat kondisi ini, pola pendidikan yang

diterapkan Nabi SAW lebih berorientasi pada pemantapan nilai-nilai

persaudaraan antara kaum muhajirin dan anshor pada satu ikatan. Untuk

mewujudkan ini, pertama-tama Nabi lakukan dengan mendirikan masjid

sebagai sarana yang efektif. Materi pendidikannya lebih ditekankan pada

penanaman ketauhidan, pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, dan

sopan santun (adab). Kesemua ini berjalan cuckup efektif karena

kharisma dan metode yang digunakan Nabi mampu mengayomi seluruh

kepentingan masyarakat secara adil dan demokrasi. 25

c. Ijtihad

Dalam meletakkan ijtihad sebagai sumber dasar pendidikan Islam, ada

dua pendapat. Pertama, tidak menjadikannya sebagai sumber dasar

pendidikan Islam. Kelompok ini hanya menempatkan al-qur‟an dan

25

Samsul Nizar, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,

2001), ha. 99.

Page 41: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

25

hadits sebagai bahan rujukan. Sementara ijtihad hanya sebagai upaya

memahami makna ayat al-Qur‟an dan hadits sesuai dengan konteksnya.

Kedua, meletakkan ijtihad sebagai sumber dasar pendidikan Islam.

Menurut kelompok ini meskipun ijtihad merupakan salah satu metode

istinbath hukum, akan tetapi pendapat para ulama dalam hal ini, perlu

dijadikan sumber rujukan bagi membangun paradiga pendidikan Islam.26

Eksistensi ijtihad sebagai salah satu sumber ajaran Islamm setelah al-

Qur‟an dan hadits,merupakan dasar hukum yang sangat dibutuhkan

terutama pasca Nabi Muhammad SAW setiap waktu, guna mengantarkan

manusia dalam menjawab berbagai tantangan zaman yang semakin

mengglobal dan mondial. Oleh karena itu, seiring perkembangan zaman

yang semakin mengglobal dan mendesak, menjadikan eksistensi ijtihad,

terutama dibidang pendidikan, mutlak diperlukan. Sasaran ijtihad

pendidikan, tidak saja hanya sebatas bidang materi atau isi, kurikulum,

metode, evaluasi, atau bahkan sarana dan prasarana, akan tetapi

mencakup seluruh sistem pendidikan dalam arti yang luas.27

Dalam dunia pendidikan, sumbangan ijtihad dalam ikut secara aktif

menata sistem pendidikan yang dialogis, cukup besar peranan dan

pengaruhnya. Umpamanya dalam menetapkan tujuan pendidikan yang

ingin dicapai. Meskipun secara umum rumusan tujuan tersebut telah

disebutkan dalam al-Qur‟an, akan tetapi secara khusus, tujuan-tujuan

tersebut memiliki dimensi yang harus dikembangkan sesuai dengan

tuntutan kebutuhan manusia pada suatu periodesasi tertentu, yang

berbeda dengan masa-masa sebelumnya.28

26

Ibid., h. 100. 27

Ibid., hal. 101 28

Ibid., hal. 102

Page 42: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

26

3. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Islam

Fungsi pendidikan sesungguhnya adalah membangun manusia yang

beriman, cerdas, kompetitif, dan bermartabat.29

Beriman, mengandung

makna bahwa manusia mengakui adanya eksistensi Tuhan dan mangikuti

ajaran dan menjauhi larangan-Nya. Kecerdasan spiritual yang dimilki siswa

tercermin dari keimanan, katakwaan, akhlak mulia, budi pekerti luhur,

motivasi tinggi, optimis, dan kepribadian unggul. Kecerdasan intelektual

tercermin dari kompetensi dan kemandirian dalam bidang IPTEK serta sikap

kritis, kreatif dan imajinatif. Cerdas secara kinestetik berkaitan dengan sosok

pribadi sebagai insan yang sehat, bugar, berdaya-taha, sigap, terampi, dan

cekatan. Kemampuan berkompetensi tercermin dari kepribadian unggul dan

semangat juang tinggi, mandiri, berani menerima perubahan, dan berorientasi

global. Bermartabat mengandung makna memiliki harga diri, jati diri, dan

integritas sebagai bangsa.

Menurut Abdul Halim Soebahar, fungsi pendidikan Islam harus

menunjukkan keluasan peranan dan sesuai dengan fungsi pendidikan

nasional yang berfungsi “mengembangkan kemampuan serta meningkatkan

mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya

mewujudkan tujuan nasional (UU No. 2/1989 Bab II Pasal 3)”. Beliau juga

mengemukakan fungsi pendidikan Islam mencakup empat hal, di antaranya

sebagai berikut:30

a. Makro (universal)

Pendidikan Islam dapat menginternalisasi nilai-nilai spiritual

sehingga manusia dapat menjalankan tanggung jawabnya sebagai

hamba Allah SWT dan senantiasa ihsan pada sesama manusia dan

makhluk Allah lainnya.

29

Sudarwan danim, Pengantar Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 45-46 30

Abdul Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h.

27-28.

Page 43: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

27

b. Messo (sosial)

Pendidikan Islam dapat membangunjiwa sosial tinggi dan mampu

berkompetisi dalam pembinaan umat dan bangsa.

c. Ekso (kultural)

Pendidikan Islam dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman

dan budaya kontemporer.

d. Mikro (individu)

Pendidikan Islam dapat meningkatkan penguasaan profesi dan

peningkatan kualitas hidup yang baik.

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun

2003, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi menusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.31

Berpijak pada pemahaman tujuan Pendidikan Nasional, seperti

tercantum dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 dalam kaitannya dengan

menjadikan sekolah sebagai pusat pembudayaan, pendidikan yang

dilaksanakan bermakna sebagai proses pengembangan kemampuan nilai dan

sikap yang relevan dengan tuntutan pembangunan negara kebangsaan

Indonesia. Baik UU No. 2 tahun 1989 maupun UU No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, memuat ketentuan bahan kajian dan pelajaran

wajib yang dipelajari dari sekolah dasar hingga sekolah lanjutan.32

Adapun tujuan umum pendidikan Islam adalah bertujuan mewujudkan

masyarakaat yang memiliki kebudayaan dan peradaba yang tinggi dengan

indikator utama adanya peningkatan kecerdasan intelektual masyarakat, etika

31

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pendidikan Nasional. 32

Drs. Tatang S., M.Si, Ilmu Pendidikan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012), h. 75-76.

Page 44: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

28

dan moral masyarakat yang baik dan berwibawa, serta terbentuknya

kepribadian luhur.33

Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik,

luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan

memiliki dua fungsi, yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan

pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan

pendidikan.34

Tujuan dan sasaran pendidikan selalu berbeda berdasarkan pandangan

hidup masing-masing pendidik dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu perlu

dirumuskan pandangan hidup Islam yang mengarahkan pada nilai-nilai Islam.

berdasarkan pandangan teori-teori di atas, Pendidikan Islam harus

menerapkan sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan

seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-

nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.

Secara umum, tujuan Pendidikan Islam terbagi kepada: tujuan umum,

tujuan sementara, tujuan akhir, dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah

tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan

pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan

dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang

direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang

dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia sempurna (insan kamil)

setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah

tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan

tertentu.35

33

Hasan Basri, Op.Cit., h. 56. 34

Umar Tirtahardja dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012),

h.37. 35

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002),

h.19.

Page 45: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

29

Menurut Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany ada tiga aspek

yang menjadi landasan tujuan dari Pendidikan Islam, yaitu36

:

a. Tujuan individual yang berkaitan dengan individu-individu,

pelajaran (learning) dan dengan pribadi-pribadi mereka, dan apa

yang berkaitan dengan individu-individu tersebut pada perubahan

yang diinginkan pada tingkah laku, aktivitas dan pencapainnya, dan

pada pertumbuhan yang diingini pada pribadi mereka, dan pada

persiapan yang dimestikan kepada mereka pada kehidupan dunia dan

akhirat;

b. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai

keseluruhan, dengan tingkah laku masyarakat umumnya, dan degan

ap yang berkaitan dengan kehidupan ini tentang perubahan yang

diingini, dan pertumbuhan, memperkaya penglaman, dan kemajuan

yang diinginkan; dan

c. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan

pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai

suatu aktivitas di antara aktivitas-aktivitas masyarakat.

Berikut ini adalah tujuan Pendidikan Islam menurut berbagai tokoh

pendidikan Islam. Di antaranya sebagai berikut:

a. Al-Ghazaly

Tujuan Pendidikan Islam menurut Imam Ghazaly ada dua,

yaitu (1) Insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada

Allah SWT; dan (2) Insan purna yang bertujuan mendapatkan

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Ciri khas Pendidikan Islam

secara umum yaitu sifat moral religiusnya yang nampak jelas dalam

tujuan-tujuan yang ingin dicapai maupun sarana-sarananya, tanpa

mengabaikan masalah-masalah duniawi. Secara umum pendapat

36

Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany , Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang), h. 399.

Page 46: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

30

Imam Ghazaly ini sesuai dengan aspirasi-aspirasi Pendidikan Islam,

yakni aspirasi yang bernafaskan agama dan moral.37

Sedangkan sarana pokok untuk mencapai tujuan pendidikan

terdiri dari materi pendidikan. Artinya, anak didik harus disiapkan

seperangkat materi (kurikulum) yang siap untuk dipelajari. Di

samping itu, pendidik juga harus mempunyai metode pengajaran

yang relevan untuk menyampaikan kurikulum atau silabus sehingga

dapat memberikan pengertian yang sempurna dan memberikan

faidah yang besar tentang penggunaan metode terebut.38

b. Ibnu Sina

Pendapat Ibnu Sina mengenai tujuan pendidikan Islam adalah

pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi

yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna,

yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu

tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya

mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara

bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang

dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan, dan

potensi yang dimilikinya.39

c. Naquib Al-Attas

Naquib Al-Attas menggambarkan tujuan pendidikan Islam

dalam tulisannya mengatakan, “The purpose of seeking knowledge

in Islam is to inculcate goodness in man as an and individual self.

The end of education in Islam is to produce a good man and not to

37

Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi Al-ghazaly, (Bandung: PT. Al-Ma‟arif,

1986), h. 24. 38

Ibid., h. 21 39

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2001), h. 27 67.

Page 47: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

31

produce a good citizen”.40

Menurutnya, tujuan pendidikan Islam

adalah menghasilkan manusia yang insan kamil dengan

menanamkan nilai kebajikan (adab) dalam diri manusia dan juga

menitikberatkan pada pengembangan individual yang cakap

spritualnya dan metrialnya. Selain itu, menurutnya pendidikan

Islam tidak hanya mencetak kepribadian yang baik saja tetapi juga

menciptakan masyarakat yang baik pula dalam kehidupan

bermasyarakat.

d. Hamka

Adapun tujuan pendidikan Islam menurut Buya Hamka adalah

berdasarkan pada konsepnya tentang hidup. Buya Hamka

menggambarkan konspnya dalam tafsir surat al-Dzariyat(51):56

نس إل لي عبدون وما خلقت الن وال“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

merka menyembah-Ku”.

Menurut Hamka, tujuan diciptakannya manusia tidak lain

hanya untuk mengabdi kepada Allah. Jika dikaitkan dengan

pendidikan maka antara tujuan hidup manusia dan tujuan

pendidikan memiliki tujuan. Tujuan tertinggi pendidikan Islam

adalah ingin menjadikan manusia sebagai khalifah allah SWT yang

memiliki tugas utama untuk beribadah kepada Allah SWT dalam

arti seluas-luasnya.41

e. Mahmud Yunus

Tujuan pendidikan Islam ialah menyiapkan anak-anak untuk

kehidupan yang sempurna. Jasmaninya dilatih, supaya tegap dan

40

Syed Naquid Al-attas, The Concept of Education in Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1999), h.

22. 41

Sapiudin shidiq, Pendidikan Menurut Buya Hamka, Jurnal Pendidikan Agama Islam (Vol. II,

No. 2, Juli 2008), h. 120.

Page 48: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

32

sehat. Akalya dididik, supaya pandai berpikir dan mencipta.

Kelakuannya diperbaiki supaya berakhlak mulia. Pendeknya

haruslah dididik tangan, tubuh, kepala, hati, perasaan dan lidah

anak-anak seluruhnya, sehingga mereka mencapai kehidupan yang

sempurna.42

Sebagaimana yang Rasulullah SAW telah berikan suri tauladan yang

nyata mengenai pendidikan. Beliau telah mendidik kaum Muslimin tatkala

di Makkah maupun di Madinah. Tujuan beliau adalah membentuk pribadi

muslim seutuhnya, yang tercermin dalam tata cara berpikir maupun

berperilaku. Di samping mengajar masalah-masalah yang berkaitan

dengan hukum dan yang menyangkut pengaturan kehidupan mereka,

Rasul pun mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang mulia, seperti upaya

mencari keridhaan Allah, sifat „izzah atau kesederhanaan akan harga diri

(„izzatul mu‟min), siap mempertanggungjawabkan kewajiban-kewajiban

menyampaikan dakwah kepada selutruh umat manusia secara efisien.

Dari berbagai macam formulasi tujuan pendidikan Islam di atas, maka

dapat digambarkan bahwa pendidikan Islam bertujuan sebagai sarana

pembentukan manusia yang insan kamil. Konsep tersebut berangkat dari

dasar pemikiran filosofik bahwa Islam merupakan sumber nilai yang

universal. Kegiatan pendidikan Islam tidak hanya berupa pengisian otak

(pengetahuan) saja, namun lebih dati itu, di mana ada nilai-nilai lain yang

ingin diraih. Demi kehidupan kemanusiaan yang substansif, pendidikan

Islam melakukan proses pengisian kalbu sebagai upaya memperteguh

42

Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hidakarya Agung), h.

18.

Page 49: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

33

potensi imaniah. Dalam hal ini, aktivitas tersebut merupakan proses

memasukkan nilai normatif religius dan etik.43

4. Kurikulum Pendidikan Islam

Dalam bidang pendidikan, kurikulum adalah unsur penting dalam

setiap bentuk dan model pendidikan mana pun. Tanpa adanya kurikulum,

sulit rasanya bagi para perencana pendidikan untuk mencapai tujuan

pendidikan yang diselenggarakannya.

Istilah kurikulum yang berasal dari bahasa Latin curriculum semula

berarti a running course, or race course, especially a chariot race course dan

terdapat pula dalam bahasa Perancis courier artinya, to run (berlari).

Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah courses atau mata pelajaran

yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.44

Kurikulum

dalam Pendidikan Islam dikenal dengan kata “Manhaj” yang berarti jalan

terang yang dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang

dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan

dan sikap mereka.45

Jenkins dan Shipman mengemukakan kurikulum “A curriculum is the

formation and implementation of an educational proposal to be taught and

learned within the school or other institution and for which that institution

accepts responsibility at three levels; its rationale, its actual implementation

and its effects”.46

Mereka menggambarkan bahwa kurikulum merupakan

formasi dan pelaksanaan dari tujuan pendidikan yang harus dipikirkan

matang-matang dan dipelajari dengan institusi pendidikan yang mana

43

Baharuddin dan Moh. Makin, Pendidikan Humanistik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.

147. 44

Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h.

131 45

Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany , op. cit., h. 478 46

Steve Barlette and Diana Burton, Introduction to Education Studies, (London: SAGE

Publications Ltd, 2007), h. 75

Page 50: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

34

kurikulum harus mencakup tiga aspek, yaitu kurikulum harus rasional,

kurikulum dapat dilaksanakan dan kurikulum memberikan dampak positif

bagi pendidikan.

Di dalam kurikulum tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu

pengetahuan yang harus diajarkan oleh pendidik kepada anak didik, dan anak

didik mempelajarinya, tetapi juga segala kegiatan yang bersifat kependidikan

yang dipandang perlu, karena mempunyai pengaruh terhadap anak didik,

dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Misalnya olahraga,

kepramukaan, widya wisata, seni budaya: mempunyai pengaruh cukup besar

dalam proses mendidik anak didik, sehingga perlu diintegrasikan ke dalam

kurikulum itu.47

Menurut S Nasution menguraikan tentang konsep kurikulum bahwa,

kurikulum lazimnya dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk

melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan tanggung

jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.48

Ada

sejumlah ahli teori kurikulum yang berpendapat bahwa kurikulum bukan

hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-

peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan

kurikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal. Yang terakhir ini sering

disebut kegiatan ko-kurikuler atau ekstra-kurikuler (co-curriculum atau extra-

curriculum).

Kurikulum formal meliputi:

a. Tujuan pelajaran, umum dan spesifik.

b. Bahan pelajaran yang tersusun sistematis.

c. Strategi belajar-mengajar serta kegiatan-kegiatannya.

d. Sistem evaluasi untuk mengetahui hingga mana tujuan tercapai.

47

Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 77-78 48

S Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Bandung: Bumi aksara, 1989), h. 5.

Page 51: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

35

Kurikulum tak formal terdiri atas kegiatan-kegiatan yang juga

direncanakan akan tetapi tidak berkaitan langsung dengan pelajaran akademis

dan kelas tertentu. Kurikulum ini dipandang sebagai pelengkap kurikulum

formal. Yang termasuk kurikulum tak formal ini antara lain pertunjukan

sandiwara, pertandingan antar kelas atau antar sekolah, perkumpulan berbagai

hobi, pramuka, dan lain-lain. Ada lagi yang harus diperhitungkan yaitu

kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Kurikulum ini antara lain berupa

aturan tak tertulis di kalangan siswa, misalnya harus kompak terhadap guru

yang turut mempengaruhi suasana pengajaran dalam kelas. Kurikulum

tersembunyi ini dianggap oleh kalangan tertentu tidak termasuk kurikulum

karena tidak direncanakan.49

Menurut Abudin Nata, dalam ajaran Islam baik al-Qur‟an, al-Sunnah

maupun pendapat para pakar Pendidikan Islam tidak dijumpai pengertian

kurikulum sebagaimana yang dikembangkan oleh para pakar pendidikan

modern. Kurikulum dalam pandangan Islam lebih diartikan sebagai susunan

mata pelajaran yang harus diajarkan kepada peserta didik. Dengan kata lain,

bahwa pengertian kurikulum dalam Islam lebih bersifat tradisional yaitu:50

a. Sebagai program studi yang harus dipelajari;

b. Sebagai konten, yaitu data atau informasi yang tertera dalam buku-

buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lain yang

memungkinkan timbulnya kegiatan belajar;

c. Sebagai kegiatan terencana, yakni kegiatan yang direncanakan

tentang hal-hal yang akan diajarkan;

d. Sebagai hasil belajar, yaitu seperangkat tujuan yang untuk

memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara

yang dituju untuk memperoleh hasil itu;

49

Ibid., h. 5-6. 50

Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja grafindo Persada, 2012), h. 123.

Page 52: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

36

e. Sebagai reproduksi kultural, yaitu transfer dan refleksi butir-butir

kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak

generasi muda masyarakat tersebut;

f. Sebagai produksi, yaitu seperangkat tugas yang harus dilakukan

untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.

Di dalam menyusun atau merevisi sebuah kurikulum pendidikan

menurut Noeng Muhadjir yang dikutip Toto Suharto dalam “Filsafat

Pendidikan Islam” mengatakan bahwa, ada tiga pendekatan yang digunakan,

yaitu pendekatan akademik, pendekatan teknologik dan pendekatan

humanistik.51

Pendekatan akademik digunakan apabila suatu program

pendidikan dimaksudkan untuk mencetak keahlian dalam sebuah disiplin

atau subdisiplin ilmu tertentu, dalam arti membekali peserta didik dengan

sebuah spesialisasi. Di sini, program pendidikan diarahkan untuk

menumbuhkan fungsi kreatif peserta didik secara optimal. Pendekatan

teknologik digunakan apabila seuah program pendidikan bermaksud

menghasilkan peserta didik yang dapat mengerjakan tugas kerja yang

diembannya. Pendekatan ini biasanya digunakan bagi program pendidikan

yang tugasnya menyiapkan tenaga kerja profesional, seperti menjadi pilot,

menjadi guru, atau arsitektur. Sementara pendekatan humanistik digunakan

apabila program pendidikan dimaaksud bertujuan mengembangkan wawasan

dan perilaku peserta didik sesuai cita-cita ideal yang hendak dicapai.

Jelasnya, pendekatan akademik digunakan untuk menyusun progra

pendidikan keahlian berdasarkan sistematisasi disiplin ilmu, pendekatan

teknologik digunakan untuk menyusun program pendidikan keahlian yang

bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas

51

Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), h. 99.

Page 53: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

37

tertentu, dan pendekatan humanistik digunakan untuk menyusun program

pendidikan keahlian yang bertolak dari ide “memanusiakan manusia”.52

Hasan Langgulung mengatakan bahwa kurikulum pendidikan Islam

bersifat fungsional, tujuannya mengeluarkan dan membentuk manusia

Muslim, kenal agama dan Tuhannya, berakhlak al-Qur‟an, tetapi juga

mengeluarkan manusia yang mengenal kehidupan, sanggup menikmati

kahidupan yang mulia, dalam masyarakat bebas dan mulia, sanggup memberi

dan membina masyarakat itu dan mendorong dan mengembangkan

kehidupan di situ, melalui pekerjaan tertentu yang disukainya”.53

Arifin M.Ed mengemukakan tentang prinsip-prinsip kurikulum. ada

empat hal yang harus diperhatikan dala menyusun kurikulum Pendidikan

Islam, di antaranya sebagai berikut:54

a. Kurikulum pendidikan yang sejalan dengan idealitas Islam adalah

kurikulum yang mengandung materi (bahan) ilmu pengetahuan

yang mampu berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup

Islami.

b. Untuk berfungsi sebagai alat yang efektif dalam mencapai tujuan

tersebut, kurikulum harus mengandung tata nilai Islami yang

intrinsik dan ekstrinsik yang mampu merealisasikan tujuan

Pendidikan Islam.

c. Kurikulum yang Islami itu diproses melalui metode yang sesuai

dengan nilai yang terkandung di dalam Pendidikan Islam.

52

Ibid. 53

Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2008), h.

114. 54

H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), cet. 6, h. 141.

Page 54: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

38

d. Kurikulum, metode dan tujuan Pendidikan Islam harus saling

berkaitan dan saling menjiwai dalam proses mencapai produk yang

dicita-citakan menurut agama Islam.

Kemudian Abudin Nata membagi ada tujuh ciri-ciri dan prinsip dalam

Pendidikan Islam, sebagai berikut:

a. Sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk yang mempercayai

adanya Tuhan (religiousitas);

b. Sesuai dengan perkembangan kejiwaan, bakat dan kecerdasan anak

(dasar psikologis);

c. Meletakkan dasar-dasar ke arah pengembangan sikap,

pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan anak

untuk hidup di lingkungan masyarakat (dasar sosiologis);

d. Memberikan dasar untuk memasuki jenjang pendidikan menengah

atau lebih tinggi (dasar kesinambungan);

e. Memberikan bekal untuk mengembangkan diri sesuai dengan asas

pendidikan anak usia dini dan seumur hidup (dasar pedagogis);

f. Memberikan bekal keterapilan dalam mempergunakan produk

ilmu pengetahuan dan teknologi (dasar IPTEK); dan

g. Memberikan pemahaman, penghayatan dan pengalaan nilai-nilai

budaya bangsa dan yang berkembang di masyarakat (dasar

nasionalisme dan kultural)55

.

Kurikulum Pendidikan Islam merupakan sarana atau alat untuk

mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang sekaligus juga arah

pendidikan agama dalam rangka pembangunan bangsa dan pembangunan

manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan agama Islam akan membawa dan

55

Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, op. cit., h. 131.

Page 55: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

39

menghantarkan serta membina anak didik menjadi warga negara yang baik

sekaligus umat yang taat beragama.56

5. Metodologi Pendidikan Islam

Metoda berasal dua perkataan yaitu meta yang artinya melalui dan

hodos yang artinya jalan atau cara. Jadi metoda artinya suatu jalan yang

dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Adapun istilah metodologi berasal dari

kata metoda dan logis. Logi berasal dari bahasa Yunani logos yang berarti

akal atau ilmu. Jadi metodologi artinya ilmu tentang jalan atau cara yang

harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.57

Menurut Tayar Yusuf (dalam Abudin Nata, Perspektif Islam Tentang

Strategi Pembelajaran), secara bahasa metode berasal dari kata metha yang

berarti balik atau belakang, dan hodos yang berarti melalui atau melewati.

Dalam bahasa Arab diartikan sebagai al-thoriqoh atau jalan. Dengan

demikian, metode berarti jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan

yang diinginkan. Kata metode selanjutnya dihubungkan dengan kata logos

yang berarti ilmu. Dengan demikian metodologi berarti ilmu tentang cara-

cara atau jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan.58

Sebagai suatu ilmu, metodologi merupakan bagian dari perangkat

disiplin keilmuan yang menjadi induknya. Hampir semua ilmu pengetahuan

mempunyai metodologi tersendiri. Oleh karena itu ilmu pendidikan sebagai

salah satu displin ilmu juga memiliki metodologi yaitu metodologi

pendidikan, yaitu suatu ilmu pengetahuan tentang metode yang digunakan

dalam pembelajaran.

56

Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta:

Ciputat Press Group, 2005), h. 26. 57

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia , 1997), h. 99. 58

Abudin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Prenada Media

Group, 2009), h. 176.

Page 56: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

40

Dalam menggunakan metodologi pendidikan seorang pendidik harus

memperhatikan dasar-dasar pendekatan yang mencakup dasar agamis,

biologis dan psikologis siswa yang meliputi hal-hal berikut:59

a. tujuan pendidikan dan pembelajaran yang akan disampaikan

mencakup domain kognitif (pikir), afektif (dzikir) dan

psikomotorik (amal) guna mendapatkan kesejahteraan dan

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat;

b. peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi dan sekaligus

kelemahan individual dan kolektif sesuai dengan kondisi fisik,

psikis dan usianya. Kompleksitas bakat dan minat masing-masing

peserta didik harus dilihat dan diperlakukan secara humanis

dengan cara yang bijak;

c. situasi dan kondisi lingkungan pembelajaran, baik dari aspek fisik-

materiil, sosial, dan psikis emosional;

d. fasilitas dan media pendidikan yang tersedia beserta kualitasnya;

dan

e. kompetensi guru (baik kompetensi profesional, pedagogis, sosial,

maupun kepribadian).

Sistem pendekatan metodologis yang dinyatakan dalam al-Qur‟an

adalah bersifat multi approach yang meliputi antara lain:60

a. Pendekatan religius yang menitikberatkan kepada pandangan bahwa

manusia adalah makhluk yang berjiwa religius dengan bakat-bakat

keagamaan.

b. Pendekatan filosofis yang memandang bahwa manusia adalah

makhluk rasional homo rationale, sehingga segala sesuatu yang

menyangkut pengembangannya didasarkan pada sejauh mana

59

Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendiikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016),

h. 186-187. 60

Nur Uhbiyati, op. cit., h. 101.

Page 57: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

41

kemampuan berpikirnya dapat dikembangkan sampai pada titik

maksimal perkembangannya.

c. Pendekatan sosio-kultural yang bertumpu pada pandangan bahwa

manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan berkebudayaan

sehingga dipandang sebagai homo sosius dan homo sapiens dalam

kehidupan bermasyarakat yang berkebudayaan.

d. Pendekatan scientific yang titik beratnya terletak pada pandangan

bahwa manusia memiliki kemampuan menciptakan (kognitif),

berkemauan (kognitif) dan merasa (emosional atau efektif).

Pendidikan harus dapat mengembangkan kemampuan analitis-sintetis

dan reflektif dalam berpikir.

B. Pemikiran Pendidikan Islam

1. Pengertian Pemikiran Pendidikan Islam

Secara etimologi, pemikiran berasal dari kata dasar “pikir” yang berarti

proses, cara, atau perbuatan memikir, yaitu menggunakan akal budi untuk

memutuskan suatu persoalan dengan mempertimbangkan segala sesuatu

secara bijaksana. Dalam konteks ini, peimikiran dapat diartikan sebagai upaya

cerdas dan proses kerja akal dan kalbu untuk melihat fenomena dan berusaha

mencari penyelesaiannya secara bijaksana.

Secara terminologis, menurut Mohammad Labib An-Najihi dalam A.

Susanto mengemukakan bahwa pemikiran Pendidikan Islam adalah aktivitas

pikiran yang teratur dengan mempergunakan metode filsafat. Pendekatan

tersebut dipergunakan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan

proses pendidikan dalam sebuah sistem yang integral.61

Pemikiran pendidikan Islam adalah serangkaian proses kerja akal dan

kalbu yang dilakukan secara sungguh-sungguh dalam melihat berbagai

61

A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 3-5.

Page 58: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

42

persoalan yang ada dalam pendidikan Islam dan berupaya untuk membangun

sebuah paradigma pendidikan yang mampu menjadi wahana bagi pembinaan

dan pengembangan peserta didik secara paripurna.

2. Tujuan Pemikiran Pendidikan Islam

Secara khusus, menurut Samsul Nizar, pemikiran pendidikan Islam

memiliki tujuan yang sangat kompleks, antara lain:

a. Membangun kebiasaan berpikir ilmiah, dinamis dan kritis terhadap

persoalan-persoalan seputar pendidikan Islam;

b. Memberikan dasar berpikir inklusif terhadap ajaran Islam dan

akomodatif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang

dikembangkan oleh intelektual di luar Islam;

c. Menumbuhkan semangat berijtihad, sebagaimana yang ditunjukkan

oleh Rasulullah dan para kaum intelektual muslim pada abad pertama

sampai pertengahan, terutama dalam merekonstruksi sistem pendidikan

Islam yang lebih baik; dan

d. Memberikan kontribusi pemikiran bagi perkembangan sistem

pendidikan nasional. Meskipun kajian ini berupaya untuk menyoroti

konsep al-insaniyyah yang dititikberatkan pada aspek peserta didik dan

nilai-nilai kemanusiaan yang fitri sebagaimana dikembangkan oleh

filsafat pendidikan Islam. Akan tetapi juga diharapkan mampu

memberikan sumbangan bagi pengembangan sistem pendidikan di

Indonesia.62

Tujuan dari pemikiran pendidikan Islam adalah untuk mengungkap dan

merumuskan paradigma pendidikan Islam dan peranannya dalam

pengembangan sistem pendidikan di Indonesia. Pemikiran pendidikan Islam

ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan dalam merekonstruksi

pola atau model pengembangan sistem pendidikan nasional, serta ikut

62

Samsul Nizar, Op.Cit., h. 7.

Page 59: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

43

memperkaya khazanah perkembangan pemikiran ilmu pengetahuan, baik

pengetahuan, baik pengetahuan keislaman maupun pengetahuan umum

lainnya.63

3. Prinsip-Prinsip Pemikiran Pendidikan Islam

Prinsip-prinsip dasar yang dapat digunakan dalam pemikiran

pendidikan Islam meliputi prinsip ontologi, prinsip epistemologis dan

aksiologis. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:64

a. Prinsip Ontologi

Prinsip ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan

pemikiran filsafat yang paling kuno. Prinsip ini membicarakn pokok

pikiran tentang apa yang ada dan apa yang tidak ada. Ontologi merupakan

etiket pelengkap dari metafisika tentang “ada dan “keadaan” sesuatu.

Dalam kaitannya dengan pemikiran pendidikan Islam, memberikan

arti bahwa segala sesuatu yang menjadi objek kajian pemikiran tidak

selamanya bersifat realistis, akan tetapi ada kalanya yang bersifat

fenomena dan abstrak. Ketika membicarakan apa tujuan pendidikan Islam

yang sesungguhnya, maka seseorang intelektual muslim harus melihat

kedua pendekatan tersebut secara seksama. Ia harus memperhatikan

kondisi realitas yang bersifat kekinian dan eksistensi kemakhlukannya

sebagai tujuan penciptaan Allah. Ia harus mempertimbangkan runtutuan

kebudayaan yang unik dan dinamis, secara serasi dan seimbang.

b. Prinsip Epistemologi

Prinsip epistemologis yaitu suatu studi pengetahuan tentang bagaiana

proses manusia mengetahui (Adanya) benda-benda, serta menitikberatkan

pada timbulnya berbagai pengertaian atau konsep waktu, ruang, kualitas,

kesadaran, dan keabsahan pengetahuan.

63

A. Susanto, Op.Cit., h. 5. 64

Samsul Nizar, Loc.Cit., h. 33-34.

Page 60: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

44

Dalam kaitannya dengan pemikiran pendidikan Islam, pendekatan

tersebut memberi makna tentang bagaimana proses internalisasi yang

efektif dalam mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan sebagai sebuah

kebenaran yang hakiki. Proses yang dilakukan harus mengandung makna

tinggi, sesuai dengan posisi, fungsi dan kemampuan peserta didik, baik

secara vertikal maupun horizontal.

c. Prinsip Aksiologi

Prinsip aksiologis yaitu studi tentang nilai, baik nilai etika (moral)

maupun nilai estetika. Pembicaraannya berkisar tentang nilai kebenaran

hakiki yang menjadi tujuan hidup manusia.

Dalam kaitannya dengan pemikiran pendidikan Islam, pendekatan

tersebut memberikan makna bahwa objek kajian dan rangkaaian proses

yag dilakukan harus memiliki nilai dan tidak merusak nilai-nilai yang ada,

baik nilai kemanusiaan (moral) maupun nilai ketuhanan (agama).

Pendekatan ini sesungguhnya merupakan alat kontrol yang efektif dalam

melihat kebermaknaan dan ketidakbermaknaan, atau ideal dan tidak

idealnya konsep pendidikan yang ditawarkannya bagi umat manusia.

C. Hasil Penelitian Relevan

1. Warno, Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2009,

dengan judul “Pandangan Abdurrahman Wahid Terhadap Pancasila Sebagai

Dasar Negara”. Dalam penelitian skripsi karya Warno, menjelaskan bahwa

penelitian tersebut menggambarkan pada aspek Politik yang terkandung pada

Pancasila yang berdasarkan perspektif Abdurrahman Wahid. Sedangkan pada

penelitian yang penulis jelaskan di sini adalah penjelasan mengenai

pendidikan Islam yang berdasarkan perspektif Abdurrahman Wahid.

2. Izzah Fauziah (109011000140), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2014, dengan judul “Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas Tentang

Page 61: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

45

Pendidikan Islam”. Dalam skripsi Izzah Fauziah, terdapat variabel yang sama

dengan judul peneitian skripsi penulis yaitu mengenai pendidikan Islam.

Namun yang berbeda adalah objek kajian pemikiran penulis pada perspektif

Abdurrahman Wahid, sedangkan objek pemikiran Izzah Fauziah adalah Syed

Muhammad Naquib Al-Attas.

3. Muhammad Al Banna (108011000168), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2014, dengan judul “Pemikiran Hasan Al Banna Dalam Pendidikan

Islam”. Dalam skripsi Izzah Fauziah, terdapat variabel yang sama dengan

judul peneitian skripsi penulis yaitu mengenai pendidikan Islam. Namun yang

berbeda adalah objek kajian pemikiran penulis pada perspektif Abdurrahman

Wahid, sedangkan objek pemikiran Muhammad Al Banna adalah tentang

pemikiran Hasan Al Banna.

Page 62: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

46

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul “Pendidikan Islam Menurut Abdurrahman

Wahid (Gus Dur)” ini dilaksanakan pada 20 Februari 2017 sampai 31

Oktober 2017dengan dan penelitian ini dibuat di berbagai perpustakaan, baik

perpustakaan dan perpustakaan Nasional.

B. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk

mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan,

dikembangkan dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada

gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan

mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.1

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualtitatif, yaitu data yang

diperoleh (berupa kata-kata, gambar dan perilaku) tidak dituangkan dalam

bentuk bilangan atau angka melainkan tetap dalam bentuk kualitatif,

sifatnya menganalisa dan memberi pemaparan mengenai situasi yang

diteliti dalam bentuk naratif.2

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan atau

library research yakni mengumpulkan, menelaah dan mengkaji data atau

1 Sugiono, metode Penelitian Pendekatan Kueantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

2013), h.6 2 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidian, (Jakarta: Rineka cipta, 2007), h.39

Page 63: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

47

karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau

pengumpulan data yang bersifat kepustakaan.3

2. Sumber Data Penelitian

Untuk mendapatkan data yang valid, maka diperlukan sumber data

penelitian yang valid pula. Dilihat dari sumber datanya, maka penelitian

ini menggunakan data primer dan data sekuner. Sumber data primer

adalah data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti. Dalam hal

ini, karya-karya Gus Dur baik berupa buku dan jurnal.

Sedangkan data sekunder merupakan data-data yang mendukung data

primer, yaitu buku-buku dan literatur yang relevan dengan penelitian ini.

Data sekunder yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah buku,

jurnal dan sumber literatur lainnya yang mengkaji tentang pemikiran

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengenai pendidikan Islam.

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang

mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini,maka

peneliti menggunakan metode penelitian studi dokumentasi, yaitu

mengumpulkan data, fakta dan informasi berupa literatur-literatur dengan

bantuan beracam-macam materi yang terdapat di ruangan perpustakaan.4

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mempelajari literatur

yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan data-

data melalui bahan bacaan (text book) yang bersumber pada buku-buku

primer, sekunder.

3 Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h.60-61

4 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantiatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:

Alfabeta, 2008), h.329

Page 64: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

48

2. Teknik Pengolahan Data

Setelah data-data terkumpul, berikutnya peneliti membaca, menelaah

dan meneliti data-data yang relevan yang mendukung pokok bahasan, dan

selanjutnya peneliti menulis dan menyimpulkan dalam satu pembahasan

utuh.

D. Analisis Data

Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan

transkripsi wawancara, catatan lapangan dan materi-materi lain yang telah

terkumpul untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai materi-materi

tersebut dan untuk memungkinkan peneliti menyajikan apa yang sudah

ditemukannya kepada orang lain.5

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data

(content analysis) dalam bentuk deskriptif, yaitu berupa catatan informasi

faktual yang menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan mencakup

penggambaran secara rinci dan akurat terhadap berbagai dimensi yang terkait

dengan semua aspek yang diteliti.6 Maka, di sini penulis menggambarkan

permasalahan yang dibahas dengan mengambil materi-materi yang relevan

dengan permasalahan yang dikaji, kemudian dianalisis dan dipadukan menjadi

sautu kesimpulan yang utuh.

5 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.85

6 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial

Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2008), h.159

Page 65: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Biografi Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

1. Riwayat hidup Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Abdurrahman Wahid, yang akrab disapa Gus Dur dan dengan nama

lengkap Abdurrahman al-Dakhil, lahir pada tanggal 4 Agustus 1940 di

Denanyar, Jombang. Ia anak pertama dari enam bersaudara. Ayahnya

bernama Wahid Hasyim, adalah putra K.H. Hasyim Asy‟ari, pendiri

pondok pesantren Tebu Ireng dan pendiri Nahdhatul Ulama (NU),

organisasi terbesar di Indonesia. Ibunya bernama Hj. Sholehah, juga putri

tokoh besar Nahdhatul Ulama K.H. Bisri Syamsuri, pendiri pondok

pesantren Denanyar Jombang dan Ro‟is Am Syuriah Pengurus Besar

Nahdhatul Ulama (PBNU) setelah K.H. Abdul Wahab.1

Secara geneologi, Abdurrahman Wahid memiliki keturunan “darah

biru” dan menurut Clifford Geertz, ia termasuk golongan santri dan priyai

sekaligus. Baik dari garis keturunan ayah maupun ibunya. Abdurrahman

Wahid adalah sosok yang menempati strata sosial tertinggi dalam

masyarakat Indonesia. Ia adalah cucu dari dua ulama terkemuka NU dan

tokoh terbesar bangsa Indonesia. Kakeknya, Kiai Bisyri Syamsuri dan

Kiai Hasyim Asy‟ari sangat dihormati di kalangan NU, baik karena

peranannya sebagai pendiri Nahdhatul Ulama, maupun karena

kedudukannya sebagai ulama karismatik.2

1 Abudin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2005), h. 338. 2 Ibid., h. 339.

Page 66: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

50

2. Latar Belakang Pendidikan dan Karir Abdurrahman Wahid (Gus

Dur)

a. Pendidikan di Lingkungan Keluarga

Pada masa kecilnya, Abdurrahman Wahid tidak seperti

kebanyakan anak-anak seusianya. Ia lebih memilih tinggal bersama

kakeknya daripada tinggal bersama ayahnya. Melalui kakeknya, ia

belajar membaca Al-Qur‟an di pondok pesantren Tebu Ireng,

Jombang. Berkat tinggal bersama kakeknya yang merupakan tokoh

yang banyak dikunjungi tokoh-tokoh politik dan orang-orang penting

lainnya, maka dari sejak kecil Abdurrahman Wahid sudah mengenal

tokoh-tokoh politik dan orang-orang penting tersebut.3

Selanjutnya pada usia 13 tahun, Abdurrahman Wahid harus

sudah kehilangan ayahnya, dan hidup sebagai anak yatim. Wahid

Hasyim, ayahanda Abdurrahman Wahid meninggal dunia pada usia 38

tahun karena kecelakaan kendaraan. Pada saat itu, Abdurrahman

Wahid melakukan perjalanan menggunakan kendaraan bersama

ayahnya. Ia berada di depan dan ayahnya berada di belakang. Ketika

mobilnya terbalik, ayahnya terlempar keluar dan luka parah. Sehari

kemudian ia meninggal dunia.

Sebelum meninggalnya ayahanda Gus Dur, K.H. Wahid

Hasyim merupakan tipikal ayah yang sangat baik dan disiplin dalam

mendidik anak-anaknya. Gus Dur hidup di lingkungan keluarga yang

memilki pemikiran yang maju dan taat beragama. Ayahnya, K.H.

Wahid Hasyim, pada usia masih sangat muda, sudah memiliki

kegiatan yang begitu padat. Pikirannya banyak dicurahkan untuk

pengembangan kemajuan Indonesia, terutama pesantren. Kecintaannya

3 Ibid., h. 340.

Page 67: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

51

kepada Indonesia sangat tinggi sehingga wajar jika ia disebut sebagai

seorang nasionalis.

Meski sebagai aktivis dengan kesibukan yang luar biasa,

terutama di tahun-tahun terakhir menjelang kemerdekaan sampai pasca

kemerdekaan, K.H. Wahid Hasyim tetap berusaha meluangkan waktu

bersama keluarga. Sebab, pendidikan keluarga merupakan

pembelajaran awal dan sangat mendasar bagi pengembangan dan

pembentukkan kepribadian, karakter, termasuk kecerdasan seseorang.4

Pada masa-masa awal pindah ke Jakarta, saat K.H. Wahid

Hasyim dan keluarganya tinggal di sebuah hotel di Menteng, Gus Dur

masih ingat, setiap pagi sang ayah mengantar dirinya pergi ke sekolah

dasar yang letaknya tidak jauh dari hotel tersebut. Tugas mulia ini

tidak pernah diberikan kepada pembantu rumah tangganya.5

Meskipun Wahid Hasyim merupakan orang yang sibuk dan

serius, tetapi ia masih menyempatkan diri bermain-main dengan Gus

Dur, dan putra-putrinya yang lain. Gus Dur masih ingat, suatu ketika

ia diajak ayahnya bermain bola di halaman belakang rumah. Tampak

sekali ia sangat senang bermain bola dengan ditemani putra sulungnya

itu.

Selama tinggal di Jakarta, Gus Dur juga sering diajak

ayahandanya untuk melakukan shalat berjamaah di masjid.6 Hal ini

juga bagian pelajaran penting yang ditanamkan oleh sang ayah

kepadanya, yakni dengan melakukan shalat berjamaah di masjid,

selain anjuran agama, dengan merupakan sarana menjalin komunikasi

dan bersilaturahmi dengan para tetangga serta orang-orang Islam yang

4 Abdul Wahid Hasan, Gus Dur Mengarungi Jagat Spiritual Sang Guru Bangsa, (Yogyakarta:

IRCiSoD, 2015), h. 110. 5 Greg Barton, Biografi Gus Dur, The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid,

(Yogyakarta: LKiS, 2011), h. 40. 6 Abdul Wahid Hasan, loc.cit., h. 40.

Page 68: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

52

lain. Dengan demikian, pintu kecerdasan interpersonal dan sosial

sudah mulai terbuka sejak Gus Dur masih kanak-kanak. Itu semua

tidak terlepas peran sang ayah yang memang bersikap inklusif

terhadap semua orang, bahkan dengan berbagai pemikiran.7

Ayahandanya juga sering melibatkan Gus Dur dalam berbagai

pertemuan yang diadakan secara teratur dengan para aktivis muda,

mahasiswa, dan tokoh-tokoh lain yang ada di Jakarta, termasuk

Munawir Sjadzali yang ketika itu masih muda.8 Hal ini menjadi

pelajar penting bagi Gus Dur bahwa ayahnya adalah sosok yang

mudah bergaul dengan berbagai kalangan. Seingat Gus Dur, ayahnya

tidak pilih kasih dalam berteman, termasuk dengan golongan yang

berbeda pandangan. Konon, sang ayah juga berteman dengan Tan

Malaka, yang oleh Gus Dur sering dipanggil dengan sebutan Paman

Husen.9

K.H. Wahid Hasyim termasuk “kutu buku”. Ia memenuhi

rumahnya dengan buku, majalah, koran, dan bacaan-bacaan lain.

Beragam referensi tersebut, tanpa disadari telah menjadi guru yang

baik memancing, merangsang, dan menajamkan minat baca Gus Dur.

Tidak mengherankan, jika pada tahap ini Gus Dur tumbuh

menjadi anak yang haus ilmu pengetahuan. Gus Dur menjadi pecandu

bacaan. Bisa dipastikan, bila keluar rumah Gus Dur selalu membawa

buku bacaan. Inilah berkah besar yang dimiliki Gus Dur. Sebab

membaca merupakan jendela ilmu pengetahuan. Dengan membaca,

berbagai jenis ilmu pengetahuan akan masuk ke dalam diri seseorang

yang kemudian berinteraksi dan berdialektika antara satu dengan yang

lain sehingga pada akhirnya akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan,

7 Ibid., h. 111.

8 Greg Barton, op.cit, h. 41.

9 Abdul Wahid Hasan, op.cit, h. 111.

Page 69: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

53

atau bahkan melahirkan rasa ingin tahu yang mendalam akan

pengetahuan tersebut. Dengan demikian, rasa haus akan ilmu

pengetahuan tersebut sudah terasa sejak Gus Dur masih belia.10

b. Pendidikan di Sekolah dan Pesantren

Ketika sang ayah terpilih menjadi ketua umum Partai Majlis

Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri

atas dukungan tentara Jepang pada tahun 1944, Gus Dur pindah dari

Jombang ke Jakarta. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17

Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang, dan tetap berada di sana

selama perang kemerdekaan melawan Belanda. Pada akhir perang

tahun 1949, Gus Dur pindah ke Jakarta lagi, karena sang ayah ditunjuk

sebagai menteri agama.11

Di Jakarta, Gus Dur masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD

Matraman Perwari. Ayahnya yang menguasai berbagai bahasa,

mengajari Gus Dur untuk membaca buku non-muslim, majalah, dan

koran. Ini dilakukan Gus Dur memiliki wawasan pengetahuan yang

luas. Pada tahun 1952, sang ayah kehilangan jabatan sebagai menteri

agama, setelah menjabat selama lima kabinet. Gus Dur dan

keluarganya tetap tinggal di Jakarta. Sang ayah wafat pada Ahad, 19

April 1953, akibat kecelakaan mobil yang dikendarai bersama Gus

Dur dan Argo Sucipto, supirnya. Ketika itu, Gus Dur baru berusia

sekitar 12 tahun.12

Setelah tamat Sekolah Dasar (1954), Gus Dur melanjutkan

pendidikannya di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) di

Tanah Abang.13

Pada tahun itu, Gus Dur tidak naik kelas, karena tidak

fokus pada pelajaran sekolah. Gus Dur lebih banyak mencari

10

Ibid. 11

Abdul Wahid Hasan, op.cit, h. 112. 12

Ibid. 13

Abudin Nata, op.cit., h. 341.

Page 70: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

54

pengetahuan dengan membaca buku di luar materi-materi yang

diajarkan di sekolah, termasuk suka menonton bola.14

Pada tahun 1954, ibunya mengirim Gus Dur ke Yogyakarta

untuk meneruskan pendidikan. Gus Dur masuk di SMEP (Sekolah

Menengah Ekonomi Pertama), sambil mondok di Pesantren Krapyak.

Meskipun dikelola oleh Gereja Katolik Roma, sekolah tersebut

sepenuhnya menggunakan kurikulum sekuler. Pada masa itu pula, Gus

Dur belajar bahasa Inggris.

Salah seorang gurunya yang bernama Ibu Rufi‟ah termasuk

orang yang sangat berjasa dalam mengembangkan potensi dan

kemampuan Bahasa Inggrisnya Gus Dur. Mengetahui potensi yang

besar pada diri Gus Dur, Ibu Ruf‟iah mendorong muridnya tersebut

agar membaca buku-buku berbahasa Inggris. Di antara buku-buku

yang pernah dibaca Gus Dur adalah karya Ernest Hemingway, John

Steinbach dan Willian Faulkner. Selain itu, Gus Dur juga menuntaskan

bacaannya pada karya Johan Huizinga, Andre Malraux, Ortega Y.

Gasset, dan beberapa karya penulis Rusia, seperti Pushkin, Tolstoy,

Dostoevsky, dan Mikhailn Sholokov. Gus Dur juga melahap habis

beberapa karya Wiil Durant yang berjudul The Story of Civilization.

Karya Mikhail Sholokov yang berjudul And Quiet Flows The Don

merupakan salah satu buku favoritnya Gus Dur. Ibu Rufi‟ah juga

memperkenalkan Gus Dur pada buku karya Andre Gide, penulis novel

Strait is the Gate. Terinspirasi dari novel tersebut, Gus Dur memberi

nama “Alissa” bagi putri pertamanya.15

Selain itu, melalui Ibu Rufi‟ah

Gus Dur banyak berkenalan dengan buku-buku tentang komunis,

seperi Das Kapital, karya Karl Marx, filsafat Plato, Thales, novel-

14

Greg Barton, op.cit, h 49. 15

Al-Zastrouw, Gus Dur, Siapa Sih Sampeyan? Tafsir Teoritis atas Tindakan dan Pernyataan

Gus Dur, (Jakarta: Erlangga, 1999), h. 16.

Page 71: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

55

novel William Bochner dan Romantisme Revolusioner, karangan

Lenin Vladimir Ilyeh (1870-1924), tokoh revolusioner Rusia dan

pendiri Uni Soviet. Sejak itu ia selalu menyampaikan laporan hasil

bacaannya kepada guru bahasa Inggris itu.16

Selain membaca buku-buku berbahasa Inggris untuk

meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris, Gus Dur juga aktif

mendengarkan radio Voice of America dan BBC London. Ketik

mengetahui Gus Dur pandai berbahasa Inggris, Pak Sumatri (seorang

guru SMEP yang juga anggota Partai Komunis) memberi buku What is

To Be Done, karya Lenin. Gus Dur juga tertarik ide Lenin tentang

keterlibatan sosial secara radikal, seperti dalam Infantile Communism

(ke kiri-kirian penyakit ke kanan-kananan), dan dalam Little Read

Book-Mao (kutipan kata-kata Mao). Pada saat yang sama, Gus Dur

yang sedang memasuki masa remaja, telah mengenal Das Kapital-nya

Karl Marx, filsafat Plato, Thales, dan sebagainya. Berdasarkan

pemaparan tersebut, betapa kaya dan luas wawasan yang dimiliki Gus

Dur.17

Setelah menamatkan pendidikannya di SMEP, Gus Dur banyak

menghabiskan waktunya untuk belajar di berbagai pesantren yang

berada di bawah naungan Nahdhatul Ulama. Pada mulanya ia mondok

di Tegal Rejo Magelang (1957-1959). Selama di pesantren ini, Gus

Dur menunjukkan bakat dan kemampuan dirinya dalam bidang ilmu

agama Islam di bawah asuhan Kyai Khudari. Karena kesungguhan dan

kemampuannya yang luar biasa, Gus Dur hanya membutuhkan waktu

dua tahun untuk belajar di Pesantren Tegal Rejo tersebut.18

Sedangkan

santri lainnya pada umumnya menghabiskan waktunya selama satu

16

Abudin Nata, op.cit, h. 340. 17

“Perjalanan Pendidikan Gus Dur”, Republika, Kamis, 31 Desember 2009. 18

Abudin Nata, loc.cit, h. 340.

Page 72: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

56

tahun. Kiai Khudari memberikan banyak pengalaman dalam berbagai

hal, tidak hanya masalah agama, tetapi juga bidang sosial dan budaya.

Gus Dur pun sangat terkesan terhadap kiai tersebut.19

Selain itu, dari tahun 1959-1963, Gus Dur menimba ilmu di

Muallimat Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur. Gus

Dur menjadi santri di pondok tersebut selama kurang lebih empat

tahun.20

Setelah itu ia mondok di Pondok Pesantren Krapyak,

Yogyakarta, dan tinggal di rumah seorang tokoh NU terkemuka, K.H.

Ali Maksum. Bersama K.H. Ali Maksum, Gus Dur belajar bahasa

Arab dan ilmu agama. Gus Dur melihat bahwa K.H. Ali Maksum

adalah seorang kiai berpengetahuan luas dan terkenal sebagai kiai

yang egaliter. Saat itu, kemampuan bahasa Arab semakin pesat dan

aktif.21

c. Pendidikan di Timur Tengah

Pada 1963, Gus Dur mengambil beasiswa untuk belajar di

Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Awalnya, Gus Dur bersemangat

melaksanakan studi di negeri “sungai Nil” tersebut. Namun, Gus Dur

menjadi kecewa karena perlakuan yang memasukannya di kelas

pemula (semacam sekolah persiapan) bersama para calon mahasiswa

yang belum mempunyai pengetahuan tentang bahasa Arab. Bahkan,

ada mahasiswa asal Afrika yang sama sekali tidak tahu abjad Arab,

apalagi menggunakan dalam percakapan. Atas kekecewaan itulah,

hampir sepanjang tahun 1964, Gus Dur tidak masuk kelas.22

Untuk menghilangkan kebosanan, Gus Dur sering mengunjungi

perpustakaan dan pusat layanan informasi Amerika (USIS), dan toko-

toko buku. Di tempat itu, Gus Dur menemukan buku tentangg John F.

19

Abdul Wahid Hasan, op.cit, h. 115. 20

Greg Barton, op.cit, h. 53. 21

Abdul Wahid Hasan, loc.cit., h. 114. 22

Greg Barton, loc.cit., h, 88.

Page 73: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

57

Kennedy, novel-novel, serta buku-buku lain tentang sejarah, filsafat

dan musik. Jika tidak membaca di perpustakaan Universitas Amerika

di Kairo, Gus Dur pergi ke perpustakaan Universitas Kairo atau di

perpustakaan Prancis. Ia membaca buku apa saja dan di mana saja.

Saat berangkat ke Kairo, Gus Dur juga telah membawa buku-

buku penting yang pernah dibacanya ketika masih berada di Jawa,

seperti karya Karl Marx dan Lenin. Ia juga mendiskusikan isi buku

tersebut di kedai-kedai kopi dengan teman-teman mahasiswa atau para

cendekiawan yang ada di sana, di Kairo. Gus Dur juga mencintai karya

sastra Arab, termasuk sastra Eropa. Gus Dur membaca prosa dan puisi

karya Edgar Allan Poe dan John Donne. No Man is an Island, karya

John Donne, adalah puisi yang sebagian besar masih dihafal oleh Gus

Dur.23

Meski cukup kecewa dengan keadaan di Al-Azhar, ada kondisi

yang menguntungkan bagi Gus Dur. Saat itu, Mesir berada di bawah

pemerintahan Presiden Gamal Abdul Nasr, seorang nasionalis yang

dinamis. Hal tersebut membawa Mesir ke masa keemasan bagi kaum

intelektual. Kebebasan mengeluarkan pendapat mendapat

perlindungan yang cukup. Ini menjadi momen yang sangat

mengasyikkan bagi seorang Gus Dur yang memang sedang

mengembangkan dunia intelektualitasnya. Selain itu, sebagai seorang

muslim muda yang memiliki rasa ingin tahu yang amat tinggi dan

datang dari Jawa dengan kepekaan sufistik mengenai masa silam,

Kairo secara luar biasa merupakan kota yang penuh pesona sebagai

tempat tinggal.24

Karena merasa tidak puas dengan sistem pengajaran di Al-Azhar

tersebut, maka pada tahun 1966-1970 ia meninggalkan Kairo untuk

23

Ibid., h. 90-91. 24

Ibid., h. 89.

Page 74: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

58

melanjutkan studinya di Fakultas Seni Universitas Baghdad. Selama

belajar di Universitas Baghdad inilah, Gus Dur merasa puas dan telah

menenmukan apa yang sesuai dengan panggilan jiwanya yang

modernis. Perkuliahan di Universitas Baghdad ini ia tempuh dengan

menyelesaikan strata 2 (S2). Namun sebelum ia menempuh ujian

tesisnya, Profesor pembimbingnya meninggal dunia, sehingga ujian

tesisnya itu tidak dapat dilanjutkan.25

Di Universitas Baghdad inilah ia mengenal karya-karya tokoh

terkenal Emil Durkheim, bahkan selama di perpustakaan Universitas

Baghdad inilah, ia menemukan informasi sejarah yang lengkap tentang

Indonesia. Selain itu, ia juga berkesempatan membaca karya-karya

sastra dan budaya Arab serta filsafat dan pikiran sosial Eropa.26

Dengan demikian, selama di Baghdad, Gus Dur mempunyai

pengalaman hidup yang berbeda dengan di Mesir. Di kota “seribu satu

malam” ini, Gus Dur mendapatkan rangsangan intelektual yang tidak

didapatkan di Mesir. Pada waktu yang sama, Gus Dur kembali

bersentuhan dengan buku-buku besar karya orientalis Barat. Gus Dur

menekuni hobinya dengan membaca hampir semua buku yang ada di

Universitas. Di luar kampus, Gus Dur rajin mengunjungi makam-

makam keramat para wali, termasuk pusara Syekh Abdul Qadir al-

Jailani, pendiri jamaah tarekat Qadiriyah. Gus Dur juga menggeluti

ajaran Imam Junaid al-Baghdadi, seorang pendiri aliran tasawuf yang

diikuti oleh jamaah NU. Di sinalh, Gus Dur menemukan sumber

spiritualitasnya.

Kondisi politik yang terjadi di Irak saat itu juga turut

mempengaruhi perkembangan pemikiran politik Gus Dur.

Kekagumannya kepada kekuatan nasionalisme Arab, khususnya

25

Abudin Nata, op.cit, 341. 26

Ibid.

Page 75: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

59

kepada Saddam Husain sebagai salah satu tokohnya, menjadi luntur

ketika syekh yang dikenalnya, Azis Badri, tewas terbunuh.27

Selama tiga tahun di Baghdad, Gus Dur juga mengembangkan

kemampuan berbahasa. Gus Dur belajar bahasa Prancis di Pusat

Kebudayaan Prancis yang ada di Baghdad. Sebelumnya, Gus Dur

sudah bisa membaca buku berbahasa Prancis dan bercakap-cakap

dalam bahasa tersebut dengan cukup baik.28

Di Baghdad, Gus Dur

juga berkenalan dengan Ramin, seorang yang berasal dari komunitas

kecul Yahudi Baghdad di Irak. Gus Dur sering berdiskusi dengan

Ramin, yang merupakan pemikir liberal dan terbuka. Dari diskusinya

dengan Ramin inilah, Gus Dur pertama kali mengenal tradisi

Yudaisme, pengalaman diaspora orang-orang Yahudi, termasuk

keprihatinan politik dan sosial orang-orang Yahudi yang hidup dalam

diaspora sebagai kaum minoritas yangs eringkali disiksa.29

Melalui berbagai karya ilmiah dalam berbagai bidang ilmu

agama dan ilmu modern itu, Gus Dur mulai tampil sebagai seorang

muslim yang modernis. Ia sudah mulai mengajukan gagasan tentang

perlunya penafsiran kembali ajaran Islam, serta mengubah pendidikan

dan pengajaran Islam yang sesuai dengan tantangan zaman dan

perkembangan ilmu pengetahuan. Selama belajar di Timur Tengah ini,

ia sempat menjadi Ketua Ikatan Mahasiswa Indonesia di Timur

Tengah yang berlangsung pada tahun 1967-1970.30

d. Pendidikan di Barat

Selepas di Baghdad, Gus Dur bermaksud melanjutkan studinya

ke Eropa. Namun persyaratannya ketat, terutama dalam bahasa.

Misalnya, untuk masuk dalam kajian klasik Koln, harus menguasai

27

“Perjalanan Pendidikan Gus Dur”, Republika, Kamis, 31 Desember 2009. 28

Greg Barton, op.cit., h. 105. 29

Ibid., h. 109. 30

Abudin Nata, op.cit., h. 342.

Page 76: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

60

bahasa Hebrew, Yunani atau Latin dengan baik, di samping bahasa

Jerman. Beragam persyaratan bahasa tersebut bisa dipenuhi oleh Gus

Dur. Akhirnya, yang dilakukan Gus Dur adalah melakukan kunjungan

dan menjadi pelajar keliling dari satu universitas ke universitas

lainnya. Kemudian, Gus Dur menetap di Belanda selama enam bulan

dan mendirikan Perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia dan Malaysia

yang tinggal di Eropa. Untuk biaya hidup di perantauan, dua kali

sebulan Gus Dur pergi ke pelabuhan untuk bekerja sebagai pembersih

kapal tanker.31

Kegagalan studi di Eropa ini, menyebabkan Gus Dur

mengalihkan perhatiannya untuk studi di McGill Universitas, Montreal

Canada, dengan tujuan untuk dapat mempelajari pemikiran Islam

secara mendalam. Namun rencana untuk studi di Canada ini pun tidak

kesampaian. Akhirnya Gus Dur kembali ke Indonesia setelah terilhami

berita-berita menarik sekitar perkembangan dunia pesantren.

Perjalanan keliling studinya Gus Dur berakhir pada 1971, ketika ia

kembali ke Jawa dan mulai memasuki kehidupan baru, sekaligus

sebagai perjalanan awal kariernya.32

Meski demikian, semangat belajar Gus Dur tidak surut.

Buktinya, pada 1979, Gus Dur ditawari belajar ke sebuah universitas

di Australia guna mendapatkan gelar doktor. Namun, maksud yang

baik itu tidak dapat dipenuhi, sebab semua promotor tidak sanggup

dan menganggap Gus Dur tidak membutuhkan gelar tersebut.

Memang, dalam kenyataannya, beberapa disertasi calon doktor dari

Australia justru dikirimkan kepada Gus Dur untuk dikoreksi,

31

Abdul Wahid Hasan, op.cit., h. 119. 32

Abudin Nata, op.cit., h. 342.

Page 77: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

61

dibimbing yang kemudian dipertahankan di hadapan sidang

akademik.33

3. Perjalanan Karir Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Sekembalinya ke Indonesia, Gus Dur kembali ke pesantren milik

kakeknya. Karena kemampuannya dalam bidang ilmu agama Islam dan

ilmu pengetahuan umum lainnya, maka pada tahun 1972-1974, ia diangkat

menjadi dosen dan sekaligus menjabat sebagai Dekan Fakultas Ushuludiin

Universitas Hasyim Asy‟ari, Jombang. Selanjutnya pada tahun 1974

hingga 1980, ia juga diberi amanat oleh pamannya, K.H. Yusuf Hasyim,

untuk menjadi sekretaris umum pesantren Tebu Ireng, Jombang. Dalam

waktu yang bersamaan dengan jabatannya di pesantren tersebut, pada

tahun 1979 dan seterusnya, ia juga sudah mulai melibatkan diri secara

aktif dalam kepengurusan Nahdatul Ulama dengan jabatan sebagai Katib

Awal Syuriah Pengurus Besar Nahdhatul Ulama.

Sembari meniti karir organisasi keagamaan di NU, Gus Dur juga

merintis Pesantren Ciganjur. Gus Dur juga kerap terlibat dalam berbagai

diskusi serta berdebat mengenai masalah agama, sosial, dan politik dengan

berbagai kalangan lintas agama, suku, ras, dan beragam disiplin ilmu

pengetahuan. Ranah terjangnya tak hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan

sosial-keagamaan, tetapi juga meluas hingga mengantarkannya menjadi

ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada 1983. Bahkan pula menjadi

ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986 dan 1987.

Posisinya sebagai DKJ sempat mendapatkan cibiran dari sejumlah

kalangan pada saat itu.34

Kiprahnya di PBNU selama empat tahun membuatnya mendapatkan

kepercayaan memimpin NU. Pada tahun 1984, Gus Dur ditunjuk secara

33

Abdul Wahid Hasan, loc.cit., h. 119. 34

Ahmad Nurcholis, Peace Education & Pendidikan Perdamaian Gus Dur, (Jakarta: Elex

Media Komputindo, 2015), h. 144-145.

Page 78: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

62

aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-„aqdi yang diketuai KH. As‟ad

Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan Ketua Umum PBNU pada

Muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali ia raih pada

Muktamar ke-28 di Pesantren Krapyak, Yogyakarta, pada 1989. Jabatan

sebagai Ketua Umum PBNU dilepas ketika suami Shinta Nuriyah ini

menjabat sebagai Presiden ke-4 RI. Gus Dur menjadi Presiden pada 1999-

2001.

Di samping melakukan kegiatan dalam bidang sosial politik

sebagaimana tersebut di atas, Gus Dur juga banyak melakukan kegiatan

dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Pada tahun 1973

misalnya, ia pernah menjadi konsultan pada Lembaga Pendidikan,

Penelitian dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Selanjutnya

pada tahun 1983, ia mendirikan Perhimpunan Pengembangan Pesantren

dan Masyarakat (P3M); tahun 1980-1983 ia juga duduk sebagai Anggota

Pertimbangan Agha Khan Award untuk Arsitektur Khan di Indonesia;

tahun 1983-1985 ia terpilih sebagai Dewan Kesenian Jakarta (DKJ); tahun

1986 ia diangkat sebagai Ketua Dewan Juri Festival Film Indonesia (FFI)

sebanyak dua kali; pada tahun 1989 ia dinyatakan sebagai tokoh 1989

versi Surat Kabar Pikiran Rakyat dan tokoh 1990 versi Majalah Editor.

Selanjutnya pada tanggal 16 Maret 1991 ia juga mendirikan Forum

Demokrasi (Fordem) Jakarta. Setelah itu pada tahun 1994 ia diangkat

sebagai Penasihat The International Dialogue Foundation Project on

Perspective Studies and Secular Law di Den Haag. Kemudian pada tahun

1992 ia mendirikan Gerakan Anti Diskriminasi (GANDI), kemudian

dinyatakan sebagai Tokoh Terpopuler tahun 1999 versi Surat Kabar

Harian Umum Kompas.35

35

Abudin Nata, op.cit., h. 344.

Page 79: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

63

4. Karya-Karya Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Selain sebagai aktivis di berbagai kegiatan, Gus Dur juga seorang

intelktual yang produktif. Dasar-dasar keilmuan yang di peroleh secara

otodidak dengan membaca berbagai buku menyebabkan Gus Dur menjadi

orang yang kaya dengan berbagai teori dan ilmu pengetahuan.

Ketekunannya melakukan refleksi terhadap persoalan hidup yang terjadi,

baik dalam diri, keluarga, terutama masyarakat, baik di Indonesia ataupun

luar negeri, baik yang terjadi pada kalangan muslim ataupun non-muslim,

telah melahirkan berbagai tulisan yang sangat beragam. Yang paling

banyak berbentuk kolom atau artikel dan essai.

Gus Dur memang tidak menulis sebuah tema secara utuh menjadi

sebuah buku. Karya-karyanya yang sudah diterbitkan menjadi buku

merupakan kumpulan tulisan di berbagai media yng diedit orang lain. Di

antara yang sudah diterbitkan adalah sebagai berikut:

a. Muslim di Tengah Pergumulan (1981)

b. Kiai Menggugat, Gus Dur Menjawab; Sebuah Pergumulan

Wacana Dan Transformasi (1989)

c. Kiai Nyentrik Membela pemerintah (1997)

d. Tabayun Gus Dur (1998)

e. Tuhan Tidak Perlu Dibela (1999)

f. Mengurai Hubungan Agama dan Negara (1999)

g. Islam, Negara, dan Demokrasi; Himpunan Percikkan

Perenungan Gus Dur (1999)

h. Prisma Pemikiran Gus Dur (2000)

i. Melawan Melalui Lelucon (2000)

j. Menggerakkan Tradisi, Essai-Essai Pesantren (2001)

k. Pergualatan Negara, Agama, dan Kebudayaan (2001)

Page 80: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

64

l. Kumpulan Kolom dan Artikel Abdurrahman Wahid Selama Era

Lengser (2002)

m. Gus Dur Bertutur (2005)

n. Islamku, Islam Anda, Islam Kita (2006)

o. Islam Kosmopolitan, Nilai-Nilai Indonesia, Transformasi dan

Kebudayaan (2007)

p. Gus Dur Menjawab Kegelisahan Rakyat (2007)

q. Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman (2009)

r. Membaca Sejarah Nusantara (2011)

s. Sekadar Mendahului (2011)

Selain itu, masih ada beberapa tulisan (artikel atau makalah) yang

belum diterbitkan, di antaranya sebagai berikut:36

a. Development by Developing Ourselves, makalah seminar “The Duty

Days on ASEAN Development Processes and Their Effect on People”,

di Penang Malaysia, 22-25 November 1979;

b. Islam in a Democratic State: A Lifelong Search, Pengantar Buku “A

Celebration of Democracy” karya Asrori S. Karini (editor);

c. Islam and Pancasila: Development of a Religious Political Doctrine

in Indonesia, makalah “Dialogue Group Religious Belief: The

Transformation and Development Doctrine”, di Seoul, 25 Agustus

1990;

d. Principle of Pesantren Education, makalah pada “The Pesantren

Education” seminar, Berlin, 9-12 Juli 1987;

e. Islam, The State And Development In Indonesia, makalah dialog

nasional bersama Muchtar Buchori di LIPI, pada tahun 1980-1981;

f. Islam in Indonesia; Challenge and Future Prospects, 14 Maret 1985.

36

Abdul Wahid Hasan, op.cit., h. 122.

Page 81: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

65

Ini semua menandakan bahwa Gus Dur adalah sosok yang snagat

produktif di tengah-tengah kesibukannya yang sangat padat dalam

melayani umat. Hampir tidak ada waktu istirahat yang cukup dalam

kehidupannya.

5. Penghargaan yang Diterima Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Di antaranya sebagai berikut:

a. Penghargaan Magsaysay dari Pemerintah Filipina atas usahanya

mengembangkan hubungan antar agama di Indonesia, pada tahun

1993;

b. Penghargaan honoris causa bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan

dari Pemerintah Mesir, pada tahun 1991;

c. Penghargaan doktor honoris dari Universitas Jawaharlal Nehru, India,

pada tahun 2000;

d. Honoris causa bidang perdamaian dari Soka University, Jepang, padza

tahun 2000;

e. World Peace Prize Award dari World Peace Prize Awarding Council

(WPPAC), Seoul, Korea Selatan, pada tahun 2003;

f. Global Tolerance Award dari Friens od The United Natios, New York,

pada tahun 2003;

g. Doktor honoris causa dalam bidang Philosophy in Law dari

Universitas Thammasat Thaprachan Bangkok, Thailand, pada tahun

2000;

h. Doktor honoris causa dalam bidang ilmu hukum dan politik, ilmu

ekonomi, dan manajemen, dan ilmu humaniora dari Universitas Paris I

(Pantheon-Sorbonne) pada tahuan 2000;

i. Penghargaan kepemimpinan global (The Global Leadership Award)

dari Columbia University, September 2000;

Page 82: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

66

j. Doktor honoris causa dari Asian Institute of Technology, Thailand,

tahun 2000;

k. Ambassador for Peace, salah satu badan PBB, tahun 2001;

l. Doktor honoris causa bidang hukum dari Konkuk University, Seoul,

Korea Selatan, 21 Maret 2000;

m. Medals of Valor, sebuah penghargaan bagi personal yang gigih

memperjuangkan pluralisme dan multikulturalisme, diberikan oleh

Simon Wieshenthal Center (yayasan yang bergerak di bidang

penegakkan HAM dan toleransi antar-umat beragama), New York.

B. Pembahasan

1. Tujuan Pendidikan Islam Perspektif Abdurrahman Wahid

Visi Departemen Pendidikan Nasional sebagai elemen penyelenggara

bidang pendidikan adalah sebuah agen pencerdasan, pembudayaan dan

pemberdayaan bangsa yang efektif, efisien dan akuntabel dalam proses

transformasi Indonesia menuju peradaban modern yang canggih, madani

dan unggul. Visi ini selaras dengan tujuan pembentukan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-

Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dan sarat

dengan spirit perubahan menuju peradaban modern yang berdaya saing

dalam dinamika perkembangan zaman.

Pada hakikatnya tujuan Pendidikan Islam adalah mencerdaskan akal

dan membentuk jiwa yang Islami, sehingga akan terwujud sosok pribadi

Muslim sejati yang berbekal pengetahuan dalam segala aspek kehidupan.

Tujuan kurikulum dan pendidikan Islam adalah membekali akal dengan

pemikiran dan ide-ide yang sehat, baik itu mengenai aqaid (cabang-cabang

Page 83: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

67

kaidah) maupun hukum. Islam telah memberikan dorongan agar manusia

menuntut ilmu dan membekalinya dengan pengetahuan.37

Dalam hal ini, penulis melihat bahwa Gus Dur telah menawarkan

beberapa konsep mengenai tujuan pendidikan Islam:

a. Pendidikan Islam Berbasis Modernisme

Dalam makalah yang ditulis Gus Dur pada Konferensi Islam

Internasional mengatakan bahwa

Modernisasi pendidikan Islam adalah salah satu pendekatan

untuk penyelesaian jangka panjang atas berbagai persoalan

umat Islam di masa-masa yang akan datang. Oleh karena itu,

modernisasi pendidikan adalah suatu yang penting dalan

melahirkan suatu peradaban Islam yang modern yang sesuai

dengan perkembangan zaman.38

Menurut Gus Dur, “Pendidikan Islam haruslah memadukan

sesuatu yang tradisional dan modern. Gus Dur berusaha

menyintesiskan kedua pendidikan ini, yakni pendidikan Islam

klasik dengan pendidikan Barat modern yang tidak melupakan

esensi ajaran Islam”.39

Gus Dur berusaha konsisten

mempertahankan nilai-nilai lama (klasik) yang baik, namun tetap

melihat ke depan dan mengadopsi pemikiran Barat modern yang

sangat relevan dengan Islam sehingga melahirkan pandangan

yang modernisme untuk melihat pesan nilai Al-Qur‟an dan

sunnah.

Lanjutnya, Gus Dur juga perlu adanya pembaruan dalam

pendidikan Islam,

37

Abdurrahman Al-Baghdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, (Surabaya: Al-

Izzah1996), h. 25. 38

Ninik Masruroh dan Umiarso, Modernisasi Penddiikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,

2011), h. 107. 39

Greg Barton, Op.Cit, h. 138.

Page 84: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

68

Pembaharuan pendidikan Islam dan modernisasi pendidikan

Islam, dalam bahasa Arab “Tajdid al-tarbiyah al-Islamiah

dan al-hadasah. Dalam liputan istilah pertama, tentu saja

ajaran-ajaran formal Islam harus diutamakan, dan kaum

muslimin harus dididik mengenai ajaran-ajaran agama

mereka. Yang diubah adalah cara penyampaiannya kepada

peserta didik, sehingga mereka akan mampu memahami dan

mempertahankan “kebenaran”. Bahwa hal ini memiliki

validitas sendiri, dapat dilihat pada kesungguhan anak-anak

muda muslimin terpelajar, untuk menerapkan apa yang

mereka anggap sebagai “ajaran-ajaran yang benar” tentang

Islam.40

Kemudian Gus Dur melihat bahwa inti dari pendidikan Islam

tidak hanya proses di institusi pendidikan formal saja tetapi juga

penanganan lingkugan peserta didik yang perlu diperhatikan,

Demikian juga, semangat menjalankan ajaran Islam,

datangnya lebih banyak dari komunikasi di luar sekolah,

antara berbagai komponen masyarakat Islam. Dengan kata

lain, pendidikan Islam tidak hanya disampaikan dalam ajaran-

ajaran formal Islam di sekolah-sekolah agama atau madrasah

belaka, melainkan juga melalui sekolah-sekolah non-agama

yang berserak-serak di seluruh penjuru dunia. Tentu saja,

kenyataan seperti itu tidak dapat diabaikan di dalam

penyelenggaraan pendidikan Islam di negeri manapun. Hal ini

yang harus diterima sebagai kenyataan hidup kaum muslimin

di mana-mana, adalah respon umat Islam terhadap “tantangan

modernisasi.41

Sejalan dengan pemikiran Gus Dur, Azyumardi Azra juga

menegaskan pendidikan Islam lebih dari transfer ilmu

pengetahuan saja,

Pendidikan Islam diharapkan tidak hanya sebagai sarana

transmisi kepengetahuan (transmission of Islamic knowledge)

saja tetapi juga sebagai sarana pemeliharaan tradisi Islam

(maintenance of Islamic tradition) dan mencetak generasi

yang berkarakter Islami (reproduction of Islamic

characterized people). Pada poin kedua, peran pendidikan

40

Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, (Jakarta: The Wahid Institute, 2006), h.

225. 41

Ibid.

Page 85: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

69

dinilai sebagai cara para peserta didik dan mengetahui dan

mempertahankan kebudayaan dan tradisi Islam dan poin

ketiga dinilai pendidikan mampu mencetak peserta didik yang

berketerampilan disertai dengan karakter Islam yang tertanam

dari proses pembelajaran pendidikan Islam.42

Gus Dur pun berusaha untuk melihat peta perkembangan

pendidikan Islam di berbagai daerah, artinya perkembangan

pendidikan Islam di setiap daerah memiliki permasalahan yang

berbeda,

Pendidikan Islam tentu harus mampu “meluruskan” responsi

terhadap tantangan modernisasi itu, namun kesadaran pada hal

itu justru belum ada dalam pendidikan Islam saat ini. Hal

inilah yang mengkhawatirkan banyak kalangan termasuk

penulis, karena ujungnya adalah diperlukan jawaban yang

benar atas pernyataan berikut: “bagaimanakah caranya

membuat kesadaran struktural sebagai bagian alamiah dari

perkembangan pendidikan Islam? Dengan ungkapan lain, kita

harus menyimak perkembangan pendidikan Islam di berbagai

tempat, dan membuat peta yang jelas tentang konfigurasi

pendidikan Islam itu sendiri. Ini merupakan pekerjaan rumah,

yang mau tak mau harus ditangani dengan baik.43

Selain itu, pendidikan akhlak dan moral semakin diabaikan.

Dengan demikian, banyak sarjana dengan berbagai gelar, tapi

tidak memiliki etika dan moral. “Bahkan gelar doktor pun

diperjualbelikan”. Atas dasar itu lah pendidikan harus mampu

menyerap berbagai kondisi masyarakat luas dan harus

dikembangkan atas dasar nilai-nilai kemasyarakatan yang

perlahan mulai terlupakan.

Syamsun Ni‟am menuliskan mengenai perkembangan

modernitas,

Modernisme yang ditandai dengan kemenangan logika

positivistik-rasionalistik di segala bidang kajian keilmuan,

baik ilmu-ilmu kealaman maupun sosial sekarang mulai

42

Azyumardi Azra dan Jamhari, Mencetak Muslim Modern, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2006), h. 13. 43

Abdurrahman Wahid, Op.Cit., h. 226.

Page 86: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

70

digugat oleh banyak orang. Ternyata, logika positivistik-

rasionalistik dengan slogannya yang terkenal bahwa ilmu itu

bebas nilai atau netral yang berarti bahwa nilai-nilai apa pun

yang ada dalam masyarakat tidak boleh mempengaruhi

perkembangan ilmu pengetahuan yang digunakan orang

sebagai pisau bedah di segala bidang kajian, kurang

memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, apalagi nilai-nilai

agama. Hal ini akan membahayakan kehidupan manusia itu

sendiri apabila foundamental structure dengan logika di atas

dibiarkan terus berkembang. Oleh karena itu, wajar bila

modernisme ini mulai dipertanyakan kembali keabsahannya

oleh banyak orang dengan memunculkan ide baru yang

berupa posmodernisme pada dasawarsa 1990-an.44

Lanjutnya, dengan melihat perkembangan modernitas di atas

Syamsun Ni‟am berharap bahwa pendidikan Islam mampu

mengikuti perkembangan zaman terutama perkembangan dunia

pendidikan yang sangat dinamis. Sehingga pendidikan Islam

diharapkan mampu memecahkan masalah sosial, seperti

dekadensi moral peserta didik yang semakin merosot.

b. Pendidikan Islam Berbasis Pembebasan

Pada hakikatnya, manusia terlahir ke muka bumi ini dalam

keadaan yang fitrah (suci). Dalam surat Al-Baqoroh ayat 30 yang

artinya “Sesungguhnya Aku menjadikan seseorang khalifah di

muka bumi,” adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah

dan khalifah fi al-ardh. Dengan ayat tersebut, M. Quraish Shihab

berpendapat bahwa “Maka salah satu misi pendidikan Islam

seharusnya dapat memberdayakan daya tubuh, daya hidup, daya

akal, dan daya kalbu”.45

Guna untuk mengemban amanah sebagai

wakil Tuhan di muka bumi, manusia lahir secara merdeka.

Manusia tidak ingin hidup dalam keterikatan yang membelenggu

ruang gerak atau bebas aktivitasnya. Pendidikan Islam yang

44

Syamsun Ni‟am, M.Ag, Arah Baru Pendidikan Islam, pengantar dalam Ninik Masruroh dan

Umiarso, Modernisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Ar-Ruzz Media, 2011), h. 22. 45

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, (Jakarta: Mizan, 1992), h. 281.

Page 87: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

71

berpedoman pada Al-Qur‟an dan sunnah yang mengisyaratkan

secara tersirat mengenai kemerdekaan manusia dalam menjalani

kehidupan. Hal ini tentu kesadaran aktif akan pentingnya

pendidikan haruslah menjadi pegangan bagi diri manusia.

Paulo Freire mengkritik pendidikan yang tidak menggugah

kesadaran anak didik akan situasi penindasan. “Pendidikan yang

ditengarainya sebagai pendidikan model bank, hanya menumpuk

pengetahuan dalam kepala anak didik, dalam bentuk hafalan,

tetapi tidak bisa menggunakannya untuk mengubah situasi

penindasan”.46

Bagi freire, pendidikan harus memberikan akses

luas bagi siswa untuk belajar dan mengaktualisasikan dirinya

dengan apa yang sudah dipelajarinya, bukannya untuk mengekang

siswa yang nanti akan berdampak pada pola pikir siswa yang akan

tertutup.

Sudah menjadi keharusan bagi manusia mengenal dirinya dan

manusia adalah khalifah di muka bumi ini. Untuk mengenal

realitas diri sendiri dan realitas sosial yang ada di sekitar manusia,

tentu pendidikan sangatlah berperan dan berpengaruh terhadap

perkembangan dan pertumbuhan tiap-tiap pribadi daripada peserta

didik. Pendidikan, khususnya pendidikan Islam haruslah

multidimensi, dalam artian pendidikan Islam haruslah menjadi

suatu wadah yang pada satu sisi bergerak secara vertikal dan

membebaskan untuk peserta didik untuk menggali kreativitas dan

kemampuannya. Peserta didik bukan semata-mata hanya sebagai

objek, melainkan juga merupakan subjek pendidikan. Pendidikan

Islam harus mampu memayungi rasa toleransi dari berbagai

46

A. Sudiarja, Pendidikan Dalam Tantangan Zaman, (Yogyakarta: Kanisisus, 2014), h. 75

Page 88: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

72

budaya, etnis, ras, dan agama sebagai roda sosial yang pada sisi

lain bersifat horizontal.

Seyogianya pendidikan Islam dalam perspektif Gus Dur, yaitu

pendidikan harus dapat memberikan rasa aman dan sejahtera bagi

sesama manusia. Pendidikan memberikan dampak yang

menjadikan manusia menjadi lebih baik dalam semua hal, tidak

hanya menjadikan manusia menjadi lebih mulia di hadapan Tuhan

tetapi juga menjadikan manusia lebih beradab dan sejahtera

terhadap sesama manusia. Hal demikian lah yang dimaksud

dengan hubungan horizontal pendidikan, yatiu pendidikan

memberikan dampak bagi sesama sesama makhluk atau disebut

dengan Islam rahmatan lil‟ aalamiin.47

Sesungguhnya, pemahaman terhadap pendidikan selaras

dengan jiwa ajaran Islam sebagai agama fitrah dan rahmat bagi

semesta alam. Islam melihat manusia sebagai makhluk secara fitri

telah mengandung unsur-unsur baik. Tugas agama adalah untuk

menjaga, memunculkan, dan mengembangkan kebaikan itu

sebagai agama rahmat bagi semesta alam.48

Manusia adalah makhluk yang merdeka, merdeka untuk hidup,

bertempat tinggal, bergama, dan berpendidikan. Manusia juga

berhak mengembangkan, membina, serta mengaktualkan seluruh

potensi yang dimilikinya. Manusia itu mampu berpikir tentang

kejadian apa yang dialaminya, sebagai makhluk paling sempurna

di muka bumi ini. Tentu saja, kebebasan bagi peserta didik itu

sangat penting, dalam artian kebebasan yang sarat dengan nilai-

nilai ajaran Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin di

tengah kemajemukan yang ada.

47

Ahmad Suaedy, Wawancara, Jakarta, 70 September 2017. 48

Andre‟e Feillard, dkk., Gus Dur (NU dan Masyarakat Sipil), (Yogyakarta: LkiS, 1997), h. 190.

Page 89: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

73

Sebagai agen perubahan sosial, pendidikan Islam berada dalam

atmosfer modernisasi dan globalisasi yang dituntut untuk mampu

memainkan perannya secara dinamis dan proaktif. Keberadaannya

diharapkan mampu memberikan kontribusi dan perubahan positif

yang berarti bagi perbaikan dan kemajuan peradaban umat Islam,

baik pada tataran intelektual teoretis maupun praktis. Pendidikan

Islam bukan hanya sekadar proses transformasi nilai moral untuk

membentengi diri dari ekses negatif globalisasi dan modernisasi,

melainkan yang paling penting adalah sebagaimana nilai-nilai

moral yang telah ditanamkan lewat pendidikan Islam tersebut

mampu berperan aktif sebagai penggerak yang memiliki power

pembebas dari tekanan dan himpitan keterbelakangan sosial

budaya, kebodohan, ekonomi, dan kemiskinan di tengah mobilitas

sosial yang begitu cepat.49

c. Pendidikan Islam Berbasis Kebhinekaan (multikulturalisme)

Bagi Gus Dur, pendidikan Islam memiliki banyak model

pengembangannyanya, menurutnya,

Pendidikan Islam memiliki begitu banyak model pengajaran,

baik yang berupa pendidikan sekolah, maupun pendidikan

non-formal seperti pengajian, arisan dan sebagainya. Tak

terhindarkan lagi, keragaman jenis dan corak pendidikan

Islam terjadi seperti kita lihat di tanah air kita dewasa ini.

Ketidakmampuan memahami kenyataan ini, yaitu hanya

melihat lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan

madrasah di tanah air sebagai sebuah institusi pendidikan

Islam hanyalah akan mempersempit pandangan kita tentang

pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi tugas

berat para perencana pendidikan Islam. Kenyataan ini

menunjukkan di sinilah terletak lokasi perjuangan pendidikan

Islam.50

49

Syamsun Ni‟am, Op.Cit., h. 23. 50

Abdurrahman Wahid, Op.Cit., h. 226.

Page 90: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

74

Dengan melihat realitas sosial yang terus berkembang dan

berevolusi, khususnya di Indonesia yang mayoritas berpenduduk

muslim dan mempunyai potensi yang kuat tentang suatu

keragaman, seharusnya terdapat sebuah sistem dalam pendidikan

Islam yang berbasis multikulturalisme supaya mampu

mengakomodasi potensi yang ada sebagai salah satu kekayaan

bangsa. Oleh karena itu, sangatlah penting adanya pendidikan

Islam yang berbasis multikulturalisme sebagai tawaran pemikiran

solutif guna meminimalisasi berbagai tindakan kriminalitas yang

engatasnamakan agama, suku, dan tindakan-tindakan radikal yang

kurang bertanggung jawab. Dengan demikian, kesatuan umat

mampu tercapai dalam bingkai perbedaan, dan tidak serta merta

umat yang satu dengan yang lainnya dengan mudah truth calm

sebagai landasan pembenaran terhadap tindakan tindakan yang

radikal. Pendidikan Islam pun akan melahirkan rasa toleransi dan

penghargaan yang tinggi terhadap sesama manusia.

Kemudian Gus Dur membahas mengenai pendekatan

pendidikan Islam di Nusantara harus mengenai aspek pada

kekayaan budaya khas nusantara agar pendidikan Islam tetap

memiliki esensinya namun tidak menghilangkan jejak budayanya,

Pendekatan yang digunakan Gus Dur dalam menampilkan

citra Islam ke dalam kehidupan kemasyarakatan adalah

pendekatan sosio-kultural. Pendekatan ini mengutaman sikap

mengembangkan pandangan dan perangkat kultural yang

dilengkapi oleh upaya membangun sistem kemasyarakatan

yang sesuai dengan wawasan budaya yang ingin dicapai.

Pendekatan ini menyangkut kemampuan orang Islam untuk

memahami masalah-masalah dasar yang dihadapi bangsa dan

bukan berusaha mamaksakan agendanya sendiri. Dengan

demikian, dalam proses transformasi pendidikan tidak hanya

lembaga pendidikan saja yang berperan aktif tetapi juga

lingkungan masyarakat juga harus mampu melihat dan

Page 91: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

75

mencari jawaban yang tepat terhadap problema yang terjadi

saat ini.51

Karenanya, peta “keberagaman” pendidikan Islam seperti

dimaksudkan di atas, haruslah bersifat lengkap dan tidak

mengabaikan kenyataan sejarah, yang mempunyai hukum-

hukumnya sendiri. Mengembangkan keadaan dengan tidak

memperhitungkan hal ini, mungkin hanya bersifat menina-

bobokan kita belaka dari tugas sebenarnya yang harus kita pikul

dan laksanakan. Sikap mengabaikan keberagaman ini adalah sama

dengan sikap burung onta yang menyembunyikan kepalanya di

bawah timbunan pasir tanpa menyadari badannya masih tampak.

Karenanya jalan terbaik adalah membiarkan keaneka-ragaman

sangat tinggi dalam pendidikan Islam dan membiarkan

perkembangan waktu dan tempat yang akan menentukan.52

Pendidikan Islam dikatakan sesuai dengan kemanusiaan

hebat, karena pendidikan Islam memandang manusia secara

kaffah, artinya manusia dipandang sebagai makhluk Allah yang

diciptakan fii ahsani taqwiim, yaitu manusia yang bermasyarakat

adil, benar, harmonis, secara naluriyah mengakui Tuhan sebagai

pencipta, mengabdi kepada-Nya, cenderung ingin

memaksimalkan potensi pribadinya, bertanggungjawab kepada

sesama manusia dalam masyarakat dan umat, inign menemukan

rahasia dalam memelihara dan mengembangkannya untuk

kepentingan dirinya, orang tuanya, keluarganya, masyarakatnya,

bangsanya, bahkan umat manusia. Atas dasar nilai dan

51

Abdurrahman Wahid, Pribumusasi Islam, dalam Islam Nusantara, (Jakarta: LP Ma‟arif, 2015),

h. 15. 52

Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda dan Islam Kita, Op.Cit., h. 225.

Page 92: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

76

karakteristik inilahia mengembangkan budaya dan peradaban

manusia sesuai dengan kapasitasnya.53

Demokratisasi pendidikan Islam memang tidak menuju pada

semua peserta didik mencapai hasil yang sama, melainkan secara

transparan memberi kesempatan padanya untuk memperoleh

kesempatan mengembangkan potensinya guna memperoleh ilmu

pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan hidupnya.54

Maka, sangat memungkinkan bahwa dalam diri manusia

yang terdiri dari akal, hati dan kekuatan, yang merupakan

kesatuan yang tak dapat dipisahkan dapat menghasilkan karya

yang tercipta oleh masing-masing budaya tertentu guna sebagai

identitas dan revitalisasi keragaman budaya. Terkhusus

pendidikan, pendidikan diharapkan mampu membawa perubahan

yang lebih baik namun juga selaras dengan kerangka budaya yang

membentuk tatanan sosial budaya di masyarakat.

Dengan demikian, pendidikan merupakan ujung tombak bagi

perubahan masyarakat yang lebih baik yang seharusnya didasari

dengan prinsip dinamis. Pluralisme dan multikulturalisme

menjadi warna yang selalu ada dalam kehidupan masyarakat

terutama dalam pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan dapat

mencakup tujuan perubahan wawasan pengetahuan siswa dan

memgang teguh keragaman yang ada dan itu menjadi tugas

seluruh individu yang ada.

2. Kurikulum Pendidikan Islam Perspektif Abdurrahman Wahid

Dalam proses pembelajaran bagi peserta didik, Gus Dur melihat

bahwa pendidikan yang diterapkan tidak hanya pada materi-materi yang

53

Muhtarom, HM, Pendidikan Islam di Tengah Permgumulan Budaya Kontemporer, dalam

Mengembangkan Keilmuan Pendidikan Islam, (Semarang: Rasail, 2010), h. 285. 54

Ibid., h. 286.

Page 93: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

77

diajarkan saja, tetapi juga pada pola kehidupan yang mendukung bagi

perkembangan peserta didik lebih optimal.

Dalam hal ini, Gus Dur dalam suatu kesempatan menulis makalah

yang dalam makalah itu Gus Dur melihat pondok pesantren dari berbagai

sudut. Pondok pesantren sebagai “lembaga kultural” yang membawakan

simbol-simbol budaya Jawa; sebagai “agen pembaharuan” yang

memperkenalkan gagasan pembangunan pedesaan (rural development);

sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat (centre of community learning);

dan juga pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang

bersandar pada silabi, yang dibawakan oleh intelektual profolik Imam

Jalaluddin Abdurrahman Al-Suyuti lebih dari 500 tahun yang lalu, dalam

Itmam al-Dirayah. Silabi inilah yang menjadi dasar acuan pondok

pesantren selama ini, dengan pengembangan “kajian Islam” yang terbagi

dalam 14 macam disiplin ilmu yang kita kenal sekarang ini, dari nahwu

(tata bahasa Arab klasik) hingga tafsir al-qur‟an dan teks hadits Nabi.

Semuanya dipelajari dalam lingkungan pondok pesantren sebagai sebuah

lembaga pendidikan Islam. Melalui pondok pesantren juga nilai keislaman

ditularkan dari generasi ke generasi.55

Sudah tentu, penularan seperti itu merupakan titik sambung

pengerahuan tentang Islam secara rinci, dari generasi ke generasi. Di satu

sisi, ajaran-ajaran Islam formal dipertahankan sebagai sebuah “keharusan”

yang diterima kaum muslimin di berbagai penjuru dunia. Tetapi, di sini

juga terdapat "benih-benih perubahan”, yang membedakan antara kaum

muslimin di sebuah kawasan dengan kaum muslimin lainnya dari kawasan

lainnya, penulis pernah mengajukan sebuah makalah kepada Universitas

PBB di Tokyo pada tahun 1980-an. Tentang perlu adanya “studi kawasan”

tentang Islam di lingkungan Afrika Hitam, budaya Afrika Utara dan

55

Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda dan Islam Kita, Op.Cit., h. 223.

Page 94: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

78

negeri-negeri Arab, budaya Islam di Asia Tenggara dan budaya minoritas

muslimin di kawasan industri maju. Sudah tentu, kajian kawasan (area

studies) ini diteliti bersamaan dengan kajian Islam klasik (classiccal

Islamic studies).56

Melalui makalah yang berjudul “Principles of Pesantren Education”,

Gus Dur memaparkan pandangannya tentang pesantren, yaitu:

Technically, a pesantren is “a place where santri live”. This

phrase denotes the most important feature of pesantren, i.e. a

total education environment in the fullest sense. A pesantren is

similar to a military academy or a cloister in the sense that those

taking part in it experience an exposure to totality. Compared to

the partial educational environment offered by the present-day

Indonesian public school system, which acts as the „general

education structure‟ of the nation, the pesantren is a unique

culture in it.57

Kutipan Gus Dur di atas lebih menekankan pengertian pesantren

pada ciri yang paling utama dari pesantren itu sendiri, yakni

lingkungan pendidikan yang total. Hal ini dimaksudkan untuk

memberikan perbedaan antara lembaga pendidikan pesantren dengan

lembaga pendidikan sekolah umum yang menjadi role dari kultur

pendidikan bangsa Indonesia pada umumnya dewasa ini.

Kajian seksama terhadap pandangan Gus Dur tentang pesantren

menegaskan bahwa pesantren memiliki dua fungsi, yaitu fungsi

pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dan fungsi pesantren

sebagai sarana informasi. Fungsi kedua dari pesantren ini pada

dasarnya menjadi bagian tak terpisahkan dari fungsi pesantren sebagai

56

Ibid., h. 224. 57

Abdurrahman Wahid, “Principles of Pesantren Education” (1988), dalam Manfred Oepen

dan Wolfgang Karcher, The Impact of Pesantren in Education and Community Development in

Indonesia, (Jakarta:P3M), h. 197.

Page 95: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

79

lembaga pendidikan Islam. Dengan kata lain, kedua fungsi pesantren

tersebut bersifat integrated.58

Berdasarkan pandangannya tentang pesantren di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pesantren dapat dilihat dari dua sudut pandang,

yakni dari fungsi pendidikan dan fungsi kemasyarakatan. Sebuah

gambaran yang jelas dapat diperoleh untuk mengidentifkasi kekhasan

pesantren terkait dengan peran subkulturnya dalam masyarakat.

Pesantren memiliki kelengkapan nilai, bangunan sosial, dan tujuan-

tujuannya sendiri sehingga pesantren menjadi dunia tersendiri yang

berbeda dari dunia lainnya. Sebagai lembaga pendidikan Islam yang

sistemik, pesantren memiliki tujuan, nilai dan berbagai unsur yang

bekerja secara terpadu satu sama lain dan tidak terpisahkan.59

Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren memiliki asal-usul

tradisi keilmuan yang dapat dilacak pada perkembangan ilmu-ilmu

keislaman sejak ilmu-ilmu keislaman itu lahir dalam masyarakat Islam

untuk pertama kali. Selanjutnya Gus Dur menjelaskan pengaruh

Hellenisme terhadap tradisi keilmuan Islam di dalam perkembangan

sejarahnya yang menjadi mata rantai dari asal-usul tradisi keilmuan di

pesantren. Ketika kota Jundishapur sebagai pusat ilmu pengetahuan

kedokteran Hellenistik menyerah kepada tentara Islam (tahun 636),

Akademi Jundishapur dibiarkan tetap hidup sehingga kota tersebut

tetap menjadi pusat ilmu pengetahuan bahkan setelah pemerintahan

Baghdad memboyong ahli-ahlinya dan tradisi intelektualnya ke kota

Islam yang baru. Unsur-unsur tradisi Hellenisme Yunani yang sesuai

dengan semangat universalisme Islam diserap sehingga menjadi

58

Abdurrahman Wahid, ”Manfaat Koperasi bagi Pesantren dan Lembaga Pendidikan Islam”

(1976), dalam Hairus Salim H.S., Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, (Yogyakarta: LKiS,

2001), h. 157. 59

Abdurrahman Wahid, Pesantren dan Pengembangan Watak Mandiri (1977), dalam Bunga

Rampai Pesantren, h. 126.

Page 96: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

80

bagian dari tradisi keilmuan Islam pada abad ke-7 M sampai ke-13 M

yang turut mewarnai peradaban Islam. Tradisi keilmuan Islam tersebut

menjadi rangkaian berkesinambungan dari asal-usul tradisi keilmuan

di pesantren.60

Menurut Gus Dur, tradisi keilmuan yang fiqh-sufistik yang

didukung penguasaan ilmu-ilmu instrumenal, termasuk ilmu-ilmu

adab (humanistik) dibentuk oleh kitab kuning. Tanpa kitab kuning

dalam pengertian yang lebih kompleks, tradisi intelektual di Indonesia

agaknya tidak akan bisa keluar dari kemelut sufi ekstrim dan fiqh-

ekstrim. Gus Dur berpendapat bahwa kitab kuning yang telah dipakai

selama berabad-abad sebagai rujukan umum di pesantren merupakan

salah satu elemen yang membentuk pesantren sebagai sebuah

subkultur. Tradisi akademik pesantren tidak dapat dipisahkan dari

kitab kuning yang menjadi text books, references, dan kurikulum

dalam sistem pendidikan pesantren.61

Berkenaan dengan kurikulum pesantren, Gus Dur menjelaskan

urgensi standardisasi kurikulum pesantren, signifikansi perumusan

model-model kurikulum pesantren, dan rumusan kurikulum pesantren.

Gus Dur menggunakan istilah “penyeragaman” kurikulum untuk

menjelaskan urgensi standardisasi kurikulum pesantren.62

Standardisasi kurikulum bagi pesantren menjadi kebutuhan yang

mendesak. Pengembangan pesantren mustahil dapat direncanakan dan

dilakukan manakala pesantren tidak memiliki standar tertentu dalam

kurikulumnya. Eksistensi kurikulum baku menjadi kerangka pijakan

bagi pesantren dalam menyediakan buku-buku pelajaran yang standar,

60

Abdurrahman Wahid, ”Manfaat Koperasi bagi Pesantren dan Lembaga Pendidikan Islam”

(1976), dalam Hairus Salim H.S., Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, (Yogyakarta: LKiS,

2001), h. 158-159. 61

Affandi Mochtar, Membedah Diskursus Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalimah, 2001), h. 37. 62

Abdurrahman Wahid, Standarisasi Sarana Ilmiah di Pondok Pesantren (1978), dalam Bunga

Rampai Pesantren, h. 147.

Page 97: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

81

pengembangan program sektoral pesantren, seperti kepramukaan dan

sebagainya, dan pemberdayaan fungsi-fungsi kemasyarakatan

pesantren. Sebagai lembaga pendidikan Islam, model kurikulum yang

digunakan pesantren menjadi barometer kualitas pelaksanaan

pendidikannya. Pengembangan pesantren tidak bisa mengabaikan

komponen pendidikan ini.

Kepentingan pembuatan model-model kurikulum itu adalah

untuk menyediakan tingkatan ilmiah minimal bagi pengetahuan agama

di pondok pesantren. Dengan terciptanya tingkatan minimal itu,

pondok pesantren bersangkutan dapat memasukkan unsur-unsur

pendidikan non-agama ke dalam kurikulumnya, tanpa membahayakan

kelestarian tugas pondok pesantren sebagai pengemban ilmu-ilmu

agama yang dilandasi oleh ketiga unsur iman, Islam dan ihsan. Salah

satu penghambat utama bagi penerimaan mata pelajaran non-agama

(umum) di beberapa pondok pesantren adalah ketakutan akan

hilangnya fungsi ilmu agama. Padahal, tanpa ilmu agama yang

tertuang dalam kurikulum yang bulat, alumni yang akan dihasilkan

ditakutkan tidak memiliki kelengkapan semua unsur ilmu agama.

Karena itu, prasarana utama dan model kurikulum yang dibakukan

haruslah berupa terwakilnya semua unsur ilmu afama secara minimal

di dalamnya.63

Azra juga menambahkan bahwa pesantren juga harus

bermetamorfosa ke arah yang lebih modern atau terbaru. Hal ini

menurutnya bahwa tantangan globalisasi satu pihak dan kebutuhan

menciptakan SDM yang unggul merupakan dilemma yang dihadapi

oleh pesantren. Di kalangan peantren sendiri, setidaknya sejak

dasawarsa telah muncul kesadaran untuk mengambil langkah-langkah

63

Ibid., h. 148.

Page 98: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

82

tertentu guna meningkatkan kualitas SDM yang mampu menjawab

tantangan dan kebutuhan transformasi sosial (pembangunan). Dari

sinilah timbul berbagai ekperimen, baik dalam bentuk perubahan

kurikulum pesantren yang lebih berorientasi kepadan “kekinian” atau

dalam bentuk kelembagaan baru semacam “pesantren pertanian”, atau

sekolah-sekolah umum di lingkungan pesantren, dan sebagainya.64

Rumusan organisasi kurikulum yang dibuat oleh Gus Dur juga

mendeskripsikan ruang lingkup (scope) kurikulum atau materi

pelajaran yang harus dicakup, urutan (sequence), dan distribusi waktu.

Kurikulum standar pesantren yang diperkenalkan Gus Dur dengan

mengacu kepada ketentuan-ketentuan penyusunan kurikulum dapat

dijadikan sebagai model dalam merumuskan kurikulum pendidikan di

pesantren, di antaranya sebagai berikut:

a. Pemberian waktu terbanyak dilakukan kepada unsur nahwu-

sharaf dan fiqih, karena kedua unsur ini masih memerlukan

ulangan (tikrar), setidak-tidaknya untuk separoh dari masa

berlakunya kurikulum.

b. Mata pelajaran lainnya hanya diberikan selama setahun tanpa

diulang pada tahun-tahun berikutnya.

c. Kalau diperlukan, pada tahun-tahun terakhir dapat diberikan

buku-buku utama (kutubul muthowwalah) seperti Shahih

Bukhari atau Shahih Muslim untuk hadits atau Ihya‟ untuk

tashawuf. Dalam keadaan demikian pejalaran setahun hanya

dipusatkan pada penguasaan buku utama tersebut yang

64

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta:

Logos, 2002), h. 50.

Page 99: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

83

diajarkan selama beberapa kali dalam sehari hingga selesai

secara keseluruhan dalam satu tahun saja.65

Selain sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren juga sebagai

sub-kultur. Untuk melihat kehidupan pesantren sebagai sub-kultur

dapat dipahami dari tulisan Gus Dur lain yang berjudul “Pesantren

Sebagai Sub-kultur”.

“Pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana

dapat disimpulkan dari gambaran lahiriahnya. Pesantren adalah

sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah dari

kehidupan di sekitarnya. Dalam lingkungan fisik yang

demikian ini, diciptakan semacam cara kehidupan yang

memiliki sifat dan ciri tersendiri dimulai dengan jadwal

kegiatan yang memang menyimpang dari pengertian rutin

kegiatan masyarakat sekitarnya.”66

Menurutnya, sebuah kultur dapat disebut sebagai subkultur

manakala mempunyai tiga kriteria, yaitu keunikan dalam cara hidup

(uniqueness of way of life), pandangan hidup yang khas (uniqueness of

worldview), dan hirarki kekuasaan intern yang ditaati sepenuhnya

(authority hierarchy obeyed absolutely). Kriteria-kriteria ini pula yang

ditemukan oleh Mahbub Djunaedi dalam dunia kaum hippies yang

menganut life pattern, mores, dan internal authority.67

Pesantren juga dikatakan subkultur karena pesantren memiliki

kekhasan tersendiri yang tentu berbeda dengan institusi pendidikan

lain, seperti hubungan antara kyai dengan santri, di mana hubungan

tersebut bukan hanya dalam pembelajaran saja, tetapi juga dalam

kehidupan sehari-hari yang mana guru selalu mengawasi dan mendidik

65

Ibid., h. 150. 66

Abdurrahman Wahid,” Pesantren Sebagai subkultur”, dalam M. Dawam Rahardjo, Pesantren

dan Perubahan, (Jakarta: LP3ES, 1983), h. 40. 67

Ibid., h. 43.

Page 100: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

84

para santri setiap waktu. Juga, hubungan hubungan kyai dengan santri

layaknya seperti konseling.68

Gus Dur juga berpandangan bahwa ada tiga elemen yang dapat

membentuk pesantren sebagai subkultur. Tiga elemen tersebut adalah

sebagai berikut:

a) Pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri

Kepemimpinan kyai-ulama di pondok pesantren adalah

sangat unik karena memakai sistem kepemimpinan pra-

modern. Relasi sosial antara kyai-ulama santri dibangun atas

landasan kepercayaan, bukan karena patron-klien sebagaimana

dilakukan masyarakat pada umumnya. Ketaatan santri pada

kyai-ulama lebih dikarenakan mengharapkan barakah (grace),

sebagaimana dipahami dari konsep sufi. Tetapi, itu bukan

hanya satu-satunya sumber kepemimpinan pra-modern. Sebab,

sebelum tradisi pondok pesantren muncul ada tradisi Hindu-

Buda yang juga mempraktikkan hubungan guru-murid

sebagaimana yang dilakukan pondok pesantren. Dalam sebuah

penelitian yang dilakukan oleh Sidney Jones di Kediri

beberapa waktu silam, dinyatakan bahwa ada faktor eksternal

yang mempengaruhi hubungan kyai-ulama santri sehingga

mengarah pada pola patron-klien dengan memposisikan kyai-

ulama sebagai “ibu pondok pesantren” yang memperoleh

keuntungan dari a province wide, dan mendapatkan pengaruh

dalam sektor ekonomi dan kepemimpinan politik. Melalui

kyai-ulama yang lain, ia bisa mendelegasikan kepadanya untuk

mengurusi sektor kemasyarakatan. Berangkat dari hasil

penelitian itu, muncul macam-macam tipe kyai-ulama dalam

68

Ahmad Suaedy, Wawancara, Jakarta, 70 September 2017.

Page 101: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

85

pondok pesantren yang sama dan kyai-ulama yang paling

sepuh adalah pemegang otoritas penuh dalam kepemimpinan

pondok pesantren.69

Bagaimanapun juga, sisi kepemimpinan kyai-ulama yang

dimiliki itu sangat penting. Selain berkaitan dengan problem

bagaimana seorang kyai-ulama harus memperhatikan relasinya

dengan masyarakat, pada dimensi lain ia juga harus mengikuti

kyai-ulama sepuh di dalam lingkungan pondok pesantren itu.

Di sini, kita harus menguji sejauh mana kepemimpinan kyai-

ulama dari perspektif pendidikan. Dalam masalah ini muncul

faktor yang sangat penting, yaitu syarat bahwa dalam tradisi

Islam seorang kyai-ulama adalah pemegang ilmu-ilmu agama

doktrinal. Tugas ini tak dapat dilimpahkan kepada masyarakat

umum, karena berhubungan dengan kepercayaan bahwa ulama

adalah pewaris Nabi. Maka, dengan landasan itu lah yang

kemudian dijadikan framework dalam proses pengajaran ilmu

agama yang dikembangkan di pondok pesantren secara turun

temurun.

Dengan kata lain, pola kepemimpinan yang ada pada

lembaga pendidikan Islam yang masih tradisional, cenderung

mengarah pada pola kepemimpinan kharismatik, di mana

pengaruh sang pemimpin lebih ditekankan pada garis

keturunan para pendiri lembaga tersebut. Serta pada umumnya

berlaku sistem kepemimpinan yang bersifat religio-feodal,

yaitu nilai-nilai feodalistik yang dibungkus dengan baju

keagamaan. Sehingga, dalam lingkungan pendidikan

69

Abdurrahman Wahid, dalam prolog “Pesantren Masa Depan”, (Bandung: Pustaka

Hidayah,1999), h. 14.

Page 102: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

86

tradisional, peran kyai yang dominan terefleksi pula dalam

masalah pengelolaan dana dan lembaga.70

b) Kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari berbagai

abad.

Elemen kedua dari pondok pesantren adalah memelihara

dan mentransfer literatur-literatur umum dari generasi ke

generasi dalam berbagai abad, yang mengonstruksi secara

langsung “konsep unik” kepemimpinan kyai-ulama. Buku-

buku teks kuno menyatakan bahwa kontinuitas tradisi yang

benar memperhatikan ilmu-ilmu agama sebagaimana dipegangi

oleh masyarakat muslim dan imam-imam besar di masa

lampau. Inilah posisi konsep Ahl as-Sunnah untuk pondok

pesantren di masa depan.71

Menurut konsep ini, hanya ulama besarlah yang

mempunyai otoritas untuk menginterpretasi dua sumber pokok

Islam. Pondok pesantren adalah model utama bagi pencarian

pengetahuan masyarakat muslim. Dengan demikian, komunitas

pondok pesantren merupakan model yang harus diikuti oleh

masyarakat dalam mencapai pengetahuan. Yang demikian itu

adalah satu-satunya cara bagi ulama untuk mengabadikan

ajaran-ajaran Islam sebagai etika sosial kemasyarakatan,

setelahruntuhnya konsep politik hak-hak masyarakat muslim

pada masa lalu. Dalam ilmu pendidikan, aturan dalamteks-teks

klasik yang dikenal dengan Kitab Kuning (yellow book)

dimaksudkan untuk membekali para santri dengan pemahaman

warisan yurisprudensi masa lampau atau jalan kebenaran

70

Rohinah M. Noor, KH. Hasyim Asy‟ari Memodernisasi NU & Pendidikan Islam, (Jakarta:

Grafindo Khazanah Ilmu, 2010), h. 145. 71

Ibid., h. 16.

Page 103: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

87

menuju kesadaran esoteris ihwal status penghambaan

(„ubudiyah) di hadapan Tuhan, tetapi juga dengan tugas-tugas

masa depan dalam kehidupan masyarakat.

c) Sistem nilai (value) yang digunakan masyarakat luas

Elemen ketiga ini merupakan keunikan sistem nilai.

Degan bertumpu pada pemahaman literal tentang ajaran Islam,

dalam kenyataan praktis (tajribi), sistem nilai tidak bisa

dipisahkan dari elemen yang lain, yakni kepemimpinan kyai-

ulama di satu sisi dan penggunaan literatur umum yang dipakai

di sisi lain. Sebagai sistem nilai yang holistik, nilai-nilai yang

diestimasi pondok pesantren didasarkan pada ajaran-ajaran

agama secara formal yang berkembang selama berabad-abad.

Framework sistem nilai pondok pesantren yang diderivasi dari

doktrin-doktrin barakah merupakan pancaran dari kyai-ulama

dan santri. Kepercayaan bahwa pengawasan kyai-ulama pada

santri akan mempermudah penguasaan ilmu agama yang benar

(right religious sciences) merupakan dasar dari sistem nilai

ini.72

3. Metodologi Pendidikan Islam Perspektif Abdurrahman Wahid

Kata metode di sini diartikan secara luas. Oleh sebab itu, kata ini dapat

didefinisikan dengan prosedur umum dalam penyampaian materi untuk

mencapai tujuan pendidikan yang didasarkan atas asumsi tertentu tentang

hakikat Islam.

Mengenai metode pendidikan Islam, Gus Dur sebenarnya tidak

memakai aturan-aturan yang baku namun Gus Dur mencoba

menggunakan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan

atau kondisi para murid baik kondisi psikologis dan kondisi sosiologis

72

Ibid., h. 17.

Page 104: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

88

siswa. Gus Dur mulai mengajar sepulang dari perjalanannya menimba

ilmu di Timur Tengah dan Eropa. Di antara metode pendidikan Islam

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Metode Qishah

Metode ini digunakan oleh pendidik dengan bercerita suatu

kejadian untuk diresapi peserta didik, atau peserta didik disuruh

bercerita sendiri dengan mengammbil tema-tema materi kisah ajaran

Islam yang perlu diresapi dan diteladani.73

Metode ini dalam

pendidikan Islam menggunakan paradigama Al Qur‟an dan Hadis

Nabi sehingga dikenal istilah “kisah Qur‟ani dan kisah Nabawi”.74

Selama mengajar, Gus Dur berusaha menyampaikan materi

pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa. Dalam hal ini,

Gus Dur sering bercerita mengenai kisah-kisah yang dapat diteladani

oleh siswa baik kisah-kisah Islami ataupun kisah-kisah sejarah. Hal

tesebut dilakukan karena menurut Gus Dur, dengan melihat sejarah

kita dapat mengetahui hal-hal yang belum terungkap sekaligus sebagai

sarana untuk memperbaiki diri dan mempersiapkan diri kita untuk

masa depan yang lebih baik lagi. Itu lah salah satu fungsi mempelajari

kisah atau sejarah.

Dalam pembelajaran, Gus Dur sering sekali menyampaikannya

dengan cara yang humoris. Hal demikian karen Gus Dur ingin suasana

pembelajaran berlangsung santai dan nyaman sehigga siswa merasa

nyaman di kelas dan pada akhirnya siswa memahami pembelajaran

dengan baik. Selain berfungsi mencairkan suasana, penyampaian yang

humor dapat menstimulus siswa untuk berpikir rasional karena siswa

berusaha untuk menyimak cerita yang disampaikan dengan logika

untuk menjawab cerita yang disampaikan.

73

Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 139-140 74

Armai Arief, op.cit., h. 163

Page 105: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

89

b. Metode Ta‟lim al-Kitab

Metode ini merupapakan upaya membelajarkan sumber pokok

ajaran Islam Al Qur‟an dan Sunnah baik lewat membaca maupun

menerjemahkannya.75

Salah satu metode pembelajaran yang Gus Dur

lakukan adalah dengan Ta‟lim al-Kitab, hal ini karena Gus Dur ingin

siswa atau santri mempelajari materi atau teori berdasarkan sumber

aslinya lalu Gus Dur menyampaikannya disesuaikan dengan kondisi

siswa atau santri. Dengan demikian, siswa mengetahui dasar

pengetahuan yang mereka pelajari dan memiliki suber yang dapat

dipertanggungjawabkan.76

c. Metode Ibrah atau Mau‟izah

Metode ini dilakukan dengan menyajikan bahan pembelajaran

yang bertujuan melatih daya nalar pembelajar dalam menangkap

makna terselubung dari suatu pernyataan atau kondisi psikis yang

menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang dapat disaksikan.

Sementara itu, metode mau‟izah adalah pemberian motivasi dengan

menggunakan keuntungan dan kerugian dalam melakukan perbuatan.

Dalam proses pembelajaran, Gus Dur berusaha menyampaikan

pembelajaran yang bersifat kritis dan terkadang memiliki pesan

tersirat. Hal ini dilakukan karena Gus Dur ingin siswa dapat

memahami suatu makna tidak hanya bersifat tekstual dalam buku atau

kitab saja tetapi juga siswa mampu memahami pesan yang tersirat.

Misalnya dalam materi tasawuf Al-Ghazaly, beliau menyesuaikan

bahasa dan maknanya dengan kemampuan siswa tetapi juga ada hal

yang mana siswa harus pahami pembelajaran tersebut secara tersirat,

75

A. Fatah Yasin, op.cit., h. 151 76

Ahmad Suaedy, op.cit.

Page 106: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

90

hal itu tentu dapat dilakukan siswa jika siswa mempelajarinya dengan

sungguh-sungguh.77

4. Strategi Pendidikan Islam Perspektif Abdurrahman Wahid

a. Strategi Sosial Politik

Strategi ini menekankan kebutuhan sosial untuk menjelaskan

butir-butir formalisasi pendidikan Islam ke dalam lembaga negara

melalui usaha legal-formal yang terus menerus dilakukan pada

sebagian pergerakan Islam. Lebih disukai lagi kalau hal itu dilakukan

secara eksplisit melalui partai Islam atau partai politik bagi kaum

muslim di masa mendatang. Untuk mengantisipasi perkembangan ini,

masyarakat muslim harus mendidik dirinya dengan moral Islam yang

benar dan menjadikan Islam sebagai way of life bagi dirinya dan

masyarakat sekitarnya. Dalam konteks ini, bagi mereka, gerakan

Islamisasi hukum Islam harus diberi prioritas.78

Dalam strategi ini, pendidikan Islam tidak hanya sekedar

menginstruksikan siswa untuk memahami dan mempertanyakan isu-

isu sosial namun juga sekaligus melakukan sesuatu yang penting

berkenaan dengan isu tersebut.79

Misalnya dalam pembelajaran

pendidikan Islam mengangkat masalah konflik-konflik keagamaan

akibat adanya perbedaan atau pertentangan cara pandang dari berbagai

individu atau kelompok tertentu, maka siswa secara intelektual tidak

hanya perlu memahami masalah tersebut namun juga bagaimana siswa

mampu menghadapi dan terampil memecahkan masalah sesuai dengan

kemampuan dan pembelajaran yang telah dipelajari siswa.

77

Ahmad Suaedy, Wawancara, 07 September 2017. 78

Abdurrahman Wahid, dalam prolog Pesantren Masa Depan, (Bandung: Pustaka

Hidayah,1999), h. 22. 79

Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga), h.

110

Page 107: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

91

Menurut penulis, strategi ini bertujuan untuk melatih siswa

untuk peka atau sadar dengan keadaan baik yang sudah atau sedang

terjadi yang nantinya siswa mampu mengambil hikmah atas kejadian

tersebut. Strategi ini juga memudahkan siswa untuk bisa melihat

contoh yang nyata, sehingga siswa tidak selalu memahami materi

secara tekstual saja tetapi juga siswa terampil merelevansikan teori

(tekstual) dengan keadaan (kontekstual).

b. Strategi Kebudayaan

Strategi kebudayaan dimodifikasi bagi perkembangan individu

muslim yang sudah dewasa melalui perkembangan cakrawala

pandang, mempertebal ruang lingkup komitmen, dan memperdalam

kesadaran akan kompleksitas lingkungan manusia dan kekuatan

solidaritasnya dengan menghayati proses kejadian manusia tanpa

memperhatikan ideologi politik, etnis, budaya, dan kepercayaan

agama. Sikap untuk mendapatkan objek-objek itu merupakan

perkembangan sikap rasional kaum muslim dalam menghadapi

perubahan kehidupan. Strategi ini menekankan dialog terbuka (open

dialogue) dengan semua ideologi dan pikiran filsafat dengan tujuan

untuk mempertajam seluruh bentuk pengetahuan dan informasi

semaksimal mungkin. Sikap ini, secara praksis, menghindarkan

seluruh pendidikan Islam dari usaha-usaha formalisasi, mempersempit

mereka dengan sikap eksklusifnya dan langkah-langkahnya, dan

menghambat kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan pemikiran

liberal yang diukur dengan strategi ini. Yang demikian ini adalah ide-

ide sekular; hanya bentuk pemerintahan yang cukup objek sajalah akan

menjamin kebebasan.80

80

Ibid..

Page 108: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

92

Dalam strategi kedua ini, penulis melihat Gus Dur berusaha

untuk memberikan akses terbuka akan perbedaan pandangan baik bagi

individu atau kelompok tertentu. Pendidikan seyogianya mampu

menyelaraskan teori dengan kebudayaan suatu tempat tertentu.

Pendidikan tidak hanya memberikan dampak perubahan pada diri

peserta didik menjadi lebih baik namun juga pendidikan bisa menjadi

salah satu cara untuk melihat dan menghargai budaya yang ada.

Dengan demikian, pendidikan juga menjadi sarana siswa untuk

melestarikan budaya nenek moyangnya. Pendidikan memang

mengalami perubahan secara signifikan saat ini, tapi juga memberikan

dampak yang begitu besar perubahannya dalam kehidupan manusia.

Peserta didik seakan diajak untuk melihat keadaan pada masa yang

akan datang dan mengajak peserta didik untuk melihat akar sejarah

budayanya sehingga peserta didik tidak meninggalkan budayanya

berasal namun juga memiliki orientasi positif ke depan.

c. Strategi Sosial Kebudayaan

Strategi sosial kebudayaan melihat kebutuhan sosial untuk

mengembangkan framework kemasyarakatan dengan menggunakan

prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam. Lembaga-lembaga yang

dilahirkan dari strategi ini tidak menjadi institusi yang eksklusif, tetapi

berupa institusi umum yang diterima oleh seluruh masyarakat. Dengan

bahasa lain, framework sosial yang dikembangkan oleh masyarakat

muslim harus selaras dengan perkembangan oleh masyarakat

umumnya. Transformasi sosial yang fundamental akan dapat

direfleksikan di tengah-tengah masyarakat dengan usaha-usaha

masyarakat sendiri. Memformalkan pendidikan Islam bukan

merupakan proses transformasi, melainkan hanya membentuk suatu

masyarakat di mana kaum muslim harus mengimplementasikan

keyakinannya, baik sebagai etika individual meupin etika sosial.

Page 109: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

93

Mengenai institusi politik yang dicita-citakan, strategi ini

menginginkan pembentukan komunitas politik yang para warganya

menegakkan hukum, kemerdekaan mengeluarkan pendapat,

mengembangkan demokrasi, memeratakan kesejahteraan, dan

sebagainya. Strategi ini dipakai dalam rangka mencapai objektivitas,

bukan dalam capaian jaringan politik. Tetapi gerakan budaya ini yang

membuat masyarakat sadar akan kapabilitas dirinya harus dilakukan

dengan usaha masyarakat sendiri. Institusi sosial yang dibuat akan

menjadi suatu budaya yang asli, sekalipun dengan ciri-ciri sosial

ekonomi yang diilhami oleh kesadaran politik akan kekuatan

masyarakat dalam mentransformasikan kehidupan dirinya.81

Dari pandagan Gus Dur tersebut, dapat dipahami bahwa

pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mengikuti

perkembangan zaman tetapi tidak meninggalkan akar budayanya.

Pendidikan dirasa sangat mampu untuk memberikan dampak yang

positif bagi kehidupan masyarakat setempat. Namun pendidikan juga

dapat diselaraskan dengan keadaan sosial-budaya yang ada. Dengan

melihat keadannya maka pendidikan Islam dapat mengikuti alur yang

sedang berkembang dengan melihat sosial-budaya sebagai akar

prinsipnya.

Pendidikan Islam menjadi jawaban bagi kebebasan dan

kesejahteraan bagi kemajemukan masyarakat. Lantaran demikian,

pendidikan Islam juga menjadi sara. Hal terakhir yang perlu

diperhatikan bersama adalah mengeratkan kooperatif stakeholder

pendidikan Islam. Pemerintah, institusi pendidikan, pendidikan

keluarga, dan juga masyarakat. Mereka adalah elemen yang harus

81

Abdurrahman Wahid, Op.Cit., h. 23.

Page 110: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

94

mampu mengayomi jalannya proses pembelajaran bagi peserta didik,

sehingga cita-cita tujuan pendidikan Islam dapat tercapai dengan baik.

C. Relevansi Pemikiran Abdurrahman Wahid Tentang

Pendidikan Islam Pada Era Sekarang

Melalui pemikirannya, Gus Dur melihat bahwa pendidikan Islam di

Indonesia saat ini masih dirasa belum terlihat dampaknya. Menurutnya,

pendidikan Islam bukan hanya menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah

saja tetapi juga melalui pendidikan Islam siswa diperkenalkan dengan nilai-

nilai keislaman yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari yang pada

akhirnya para peserta didik dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan

sehari-hari. Selain itu, pendidikan Islam juga merupakan wadah bagi peserta

didik dalam mencari jawaban persoalan-persoalan yang bersifat filosofis dan

isu-isu sosial karena dinamika masyarakat Indonesia yang kental dengan

aspeks sosial-budaya.

Berbicara tujuan pendidikan Islam, Gus Dur menegaskan bahwa

pendidikan Islam sangat bersinggungan sekali dengan kehidupan sosial

masyarakat sehingga pendidikan Islam diharapkan dapat menjadi jawaban

terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat. Gus Dur juga

melihat bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah cara manusia dalam

mengenali Tuhannya, dirinya dan alam sekitar. Dikatakan demikian karena

dengan pendidikan Islam siswa dapat memahami apa yang terjadi dan

mengenali potensi yang ada dalam dirinya. Pendidikan Islam seolah menjadi

cerminan jiwa bahwa dengan hasil pendidikan siswa dapat mengoptimalkan

dirinya menjadi lebih baik termasuk bakat yang ada dalam peserta didik.

Siswa diberikan akses yang bebas untuk mengenali dirnya dan lingkungannya

namun para pendidik dan stakeholder lainnya perlu bertanggung jawab dalam

mengawasi tumbuh kembangnya.

Page 111: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

95

Kemudian mengenai kurikulum, Gus Dur berpandangan bahwa

kurikulum merupakan alat atau komponen penting dalam proses

pembelajaran. Seperti dalam pengertiannya, kurikulum adalah kerangka

substansi pembelajaran yang berisikan tujuan, materi, metode pembelajaran,

dan lainnya. Dalam pandangannya, pesantren merupakan institusi pendidikan

yang cocok diterapkan di Indonesia. Dilihat dari akar sejarahnya, pesantren

sudah ada sejak kerajaan Hindu dan Budha jauh sebelum Indonesia berbeda,

namun tentu ada perbedaan dengan pesantren yang dimaksud oleh Gus Dur,

artinya, pesantren sudah terlihat eksistensinya sejak lama sekali. Selain itu,

pesantren juga memiliki kaitan yang sangat erat dengan proses perkembangan

sosial dan budaya Indonesia terkhusus di Jawa. Pesantren secara tidak

langsung dinamakan dengan subkultur karena pesantren memiliki beberapa

unsur yang dikategorikan dalam subkultur, seperti keunikan materi yang

menggunakan kitab kuning, peran kyai dalam membangun santri dan

masyarakat sekitar pesantren, dan juga organsisasi yang terdapat lingkungan

pesantren. Dengan demikian, pesantren memiliki banyak aspek yang dapat

dikatakan paket lengakap dalam pengembangan kurikulum saat ini karena

terdiri dari komponen materi yang lengkap, struktur organisasi yang baik dan

memerikan peran bagi perkembangan masyarakat sekitar. Poin terakhir, Gus

Dur juga menyampaikan bahwa pesantren juga harus terus di upgrade

mengikuti perkembangan zaman yang semakin modern sehingga pesantren

tidak hanya dipandang institusi pendidikan yang tradisonal saja tetapi juga

mampu menghasilkan output yang memiliki bekal yang baik.

Tentang metode pendidikan Islam, pada dasarnya Gus Dur tidak

memberikan aturan atau metode yang baku, karena menurutnya metode

merupakan cara penyampaian guru dalam pelmbelajaran namun yang perlu

diperhatikan adalah bagaimana guru dapat menyesuaikan dengan kondisi

peserta didik baik kondisi psikoslogis dan sosiologisnya. Landasan utama

dalam meggunakan metode pembelajaran menurut Gus Dur adalah sampainya

Page 112: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

96

materi pembelajaran kepada siswa dengan baik. Siswa juga perlu diajak untuk

memahami yang bersifat kontekstual agar siswa terampil dalam memecahkan

masalah yang riil atau nyata. Dan yang paling penting adalah dalam proses

pembelajaran seorang guru harus memberikan materi yang berasal dari

sumber utama seperti kitab kuning. Hal demikian karena Gus Dur ingin siswa

tidak hanya memahami teori yang dipelajari di kelas saja tetapi juga

mengetahui dari mana teori itu berasal, sehingga siswa memiliki landasan

teori yang kuat. Demikianlah hal yang perlu diperhatikan seorang guru dalam

menerapkan metode pembelajaran.

Pada akhirnya, pendidikan Islam diharapkan menjadi tumpuan

terhadap kemajuan bangsa. Pendidikan Islam menjadi sarana untuk

memberikan pesan positif bagi perkembangan kehidupan manusia. Dengan

diajarkannya materi-materi pendidikan di sekolah maka siswa dapat benar-

benar mengkristalisasikan nilai-nilai luhur pendidikan Islam. Sebab dengan

pendidikan Islam lah siswa diajarkan mengenai nilai-nilai kehidupan yang

bernapaskan Islam. Dengan demikian, cita-cita dan hasil pendidikan Islam

dapat terealisasikan jika komponen-komponen pendidikan dilakukan dengan

baik dan juga kuatnya kerjasama guru dan stakeholder lainnya dalam

mengawasi dan mendidik perkembangan para peserta didik.

Poin terakhir yang penulis analisis adalah adanya relevansi antara visi

kurikulum pesantren yang digagas Gus Dur dengan kurikulum 2013 sekarang.

Letak persamaannya berada pada tujuannya, yaitu sama-sama mengedepankan

peran aktif peserta didik dalam mengembangkan aspek sikapnya baik aspek

spiritual dan aspek sosialnya. Di pesantren, santri dituntut untuk hidup

mandiri tanpa bantuan orang tua atau saudara dan juga displin yang cukup

tinggi sehingga santri terlatih dengan baik dalam prakteknya. Kemudian di

kurikulum 2013, aspek sikap ditekankan dalam proses pembelajarannya di

mana aspek sikap diletakkan pada KI 1 dan KI 2. Dengan begitu, kurikulum

2013 dikembangka untuk menciptkana peserta didik yang cakap dalam

Page 113: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

97

sikapnya dan terkesan sikap yang baik lebih diutamakan dibanding aspek

pengetahuan.

Page 114: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

98

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya

mengenai konsep pendidikan Islam menurut Abdurrahman Wahid, maka

penulis menyimpulkan poin-poin utama atas uraian tersebut. Di antaranya

sebagai berikut:

1. Pemikiran Gus Dur sangat relevan dengan dunia pendidikan,

khususnya pendidikan di Indonesia. Menurut Gus Dur, tujuan

pendidikan Islam adalah untuk memanusiakan manusia. Tujuan

tersebut saat ini mulai dikembangkan dalam dunia pendidikan di

Indonesia. Artinya, dengan adanya pendidikan diharapkan manusia

bebas dan terarah dalam mengembangkan fitrah yang telah diberikan

Allah SWT pada dirinya. Manusia merupakan makhluk istimewa yang

diberikan akal oleh Allah SWT sebagai daya pikir, sehingga manusia

mampu melihat dan belajar hal-hal yang belum diketahui menjadi tahu

dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Mengenai kurikulum pendidikan Islam, Gus Dur melihat pendidikan

seyogianya tidak hanya mencakup transfer of knowladge saja, tetapi

juga mencakup transfer of value yang pada akhirnya dapat

pembentukan karakter baik pada peserta didik. Dalam proses

pendidikan yang ideal, Gus Dur melihat pesantren sebagai institusi

pendidikan Islam yang tepat diterapkan dalam pendidikan Islam di

Indonesia. Pesantren tidak hanya dipandang sebagai institusi

pendidikan yang menaungi santri (siswa) saja, tetapi juga dipandang

sebagai subkultur yang sangat berkaitan erat dengan perkembangan

Page 115: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

99

sosial-kultural Indonesia terkhusus di Jawa. Dengan demikian,

pesantren mampu mempengaruhi perkembangan keilmuan keislaman

dan perkembangan perjalanan sosial budaya bagi masyarakat setempat

yang memberikan banyak sisi positif yang unik dan berbeda dengan

institusi pendidikan lainnya.

3. Dalam metode pendidikan Islam, Gus Dur lebih sering menggunakan

metode yang berkaitan dengan kemampuan nalar peserta didik di mana

peserta didik dilatih untuk bias memahami materi yang sampaikan

dalam pembelajaran. Dalam hal ini, metode yang digunakan adalah

metode Qishah, metode Ta‟lim al-Kitab dan metode Ibrah atau

Mau‟izah. Ketiga metode tersebut memiliki persamaan dalam

fungsinya yaitu melatih siswa untuk cakap mengambil atau memahami

pesan secara tersirat, hal tersebut bertujuan agar siswa cakap dalam

menghadapi kejadian-kejadian tertentu yang terjadi dalam kehidupan.

Hal terpenting dalam penyampaian metode adalah Gus Dur selalu

menyisipkan tak-tik humor dalam setiap penyampaiannya agar siswa

dapat merasa tenang dan santai selama pembelajaran sehingga siswa

dapat menerima pembelajaran dengan baik.

4. Strategi pendidikan Islam merupakan hal penting lainnya dalam

konsep pendidikan Islam. Strategi pendidikan Islam dimaksud sebagai

pendekatan pendidikan agar tersampaikan dengan baik pada peserta

didik. Strategi dalam pandangan Gus Dur ada tiga aspek, yaitu sosial-

politik, kebudayaan dan sosial-kebudayaan.

B. Implikasi

Pada bagian ini, sesuai dengan kesimpulan inti pada kajian skripsi

ini bahwa secra keseluruhan konsep pendidikan Islam perspektif

Abdurrahman Wahid adalah “mengintegrasikan keilmuan Islam klasik

dengan keilmuan yang modern”. Dengan alasan bahwa ilmu itu

merupakan rahmat dari Allah SWT yang harus dipelajari tanpa henti baik

Page 116: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

100

dalam segala usia, tempat dan sumber keilmuan yang ada. Dengan

demikian, pendidikan Islam harus mampu direlevansikan konteks lampau

(klasik) dengan konteks sekarang (modern) dengan berdasarkan al-Qur‟an

dan Sunnah.

Dengan demikian, maka implikasi konsep pendidikan Islam

perspektif Abdurrahman Wahid adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan Islam pada dasarnya sama yaitu kembali

atau menghamba kepada Allah SWT sebagaimana tujuan

penciptaan manusia adalah demikian. Namun pendidikan Islam

juga harus memiliki tujuan yang harus benar-benar dirasakan

implikasinya kepada manusia itu sendiri. Pendidikan Islam

dapat membebaskan manusia baik secara pemikiran dan

badannya untuk bisa mengaktualisasikan ilmu yang dipelajari

namun sesuai dengan syari‟at Islam.

2. Kurikulum Pendidikan Islam

Bentuk kurikulum disesuaikan dengan keadaan yang ada,

artinya pembentukkan kurikulum harus direlevansikan baik

dengan keadaan social dan keadaan budaya setempat sehingga

kurikulum pendidikan Islam dapat mengikuti perkembangan

zaman namun tidak menghilangkan identitas sosial budaya di

Indonesia.

3. Metode Pendidikan Islam

Metode pendidikan Islam dapat dilakukan dengan berbagai

macam metode, baik yang telah ada atau pun inovasi baru

metode pembelajaran. Hal yang perlu diperhatikan adalah

seorang guru harus memahami dengan baik kondisi siswa secara

psikis dan sosialnya sehingga guru dapat menyampaikan

Page 117: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

101

pembelajaran dengan baik dan siswa merasa nyaman selama

proses pembelajaran.

4. Strategi Pendidikan Islam

Strategi pendidikan Islam dipandang cukup penting karena

berbicara mengenai pendekatan yang perlu dilakukan dalam

proses pendidikan agar pendidikan Islam dapat berdampak

positif bagi siswa. Strategi pendidikan Islam harus selaras

dengan fitrah manusia itu sendiri yaitu kesucian lahir dan batin.

C. Saran

Alhamdulillahirobbil‟alamiin, berkat rahmat dan karunia Allah

SWT. Skripsi yang berjudul “Pemikiran Abdurrahan Wahid Tentang

Pendidikan islam” telah berhasil disusun. Dari kajian-kajian yang sudah

diuraikan pada bab sebelunya, maka secara umum saran-saran yang dapat

penulis kemukakan adalah sebagai berikut:

1. Abdurrahman Wahid merupakan salah satu tokoh yang sangat

dihormati atau sering disebut sebagai “Bapak Bangsa” berkat

kegigihannya dalam mempertahankan dan menerapkan nilai-nilai

Pancasila yang sempat meluntur di Indonesia.

2. Bagi umat Islam umumnya serta para pendidik di institusi sekolah

sangat dianjurkan untuk membaca dan menelaah buah

pemikirannya yang sudah sangat banyak di toko-toko buku.

Pemikirannya yang sangat luas dalam berbagai bidang sangat sarat

dengan makna yang dapat dikaji sehingga dapat menimbulkan

berbagai perspektif. Hal inilah salah satu ciri pemikiran Gus Dur

yang memang sangat membuka luas terhadap perbedaan

pandangan bagi para pembaca namun tetap dalam tataran koridor

yang berlaku.

3. Khusus bagi pemerintah yang memangku kebijakan untuk

mengatur pendidikan nasional sangat diharapkan untuk

Page 118: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

102

mendukung dan menerapkan konsep-konsep pemikiran pendidikan

Gus Dur. Hal tersebut karena menurut penulis gagasan Gus Dur

mengenai pendidikan sangat tepat diterapkan di Indonesia, hal

demikian karena Gus Dur melihat bahwa pendidikan Islam tidak

hanya berbicara materi saja tetapi juga mampu menyesuaikan

kekhasan proses pembelajaran yang ada di suatu tempat tertentu

terkhusus di Indonesia.

Page 119: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

DAFTAR PUSTAKA

Al-Baghdadi, Abdurrahman. Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam. Surabaya:

Al-Izzah. 1996.

Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Pt. RajaGRafindo Persada.

1998

Al-Zastrouw. Gus Dur, Siapa Sih Sampeyan? Tafsir Teoritis atas Tindakan dan

Pernyataan Gus Dur. Jakarta: Erlangga. 1999.

Ardy Wiyani, Novan dan Barnawi. Ilmu Pendiikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media. 2016

Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat

Pers. 2002

Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2010

Azra, Azyumardi dan Jamhari. Mencetak Muslim Modern. Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2006.

-----, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta:

Logos, 2002.

Baidhawy, Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta:

Erlangga.

Barlette, Steve and Diana Burton. Introduction to Education Studies. London: SAGE

Publications Ltd. 2007

Barton, Greg. Biografi Gus Dur, The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid.

Yogyakarta: LkiS, 2011.

Page 120: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

Basri, Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam. Jilid 2. Bandung:

Pustaka Setia. 2010

Basri, Hasan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2009

Departemen agama RI, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 2003

Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2011.

Fatah Yasin, Ahmad. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang

Press. 2008

Feillard, Andre, dkk., Gus Dur (NU dan Masyarakat Sipil). Yogyakarta: LkiS, 1997.

Hasan Sulaiman, Fathiyah. Sistem Pendidikan Versi Al-ghazaly. Bandung: PT. Al-

Ma’arif, 1986

Ihsan, Hamdani dan Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

1998

Jalaluddin. Teologi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2001

Langgulung, Hasan. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru.

2008

M. Arifin, H. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2014. cet. 6, h.8

M. Noor, Rohinah. KH. Hasyim Asy’ari Memodernisasi NU & Pendidikan Islam.

Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2010.

Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidian. Jakarta: Rineka cipta, 2007.

Masruroh, Ninik dan Umiarso. Modernisasi Penddiikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media, 2011.

Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, 2013.

Misrawi, Zuhairi Misrawi. Gus Dur Santri Par Excellence. Jakarta: PT Kompas

Nusatara. 2010

Mochtar, Affandi. Membedah Diskursus Pendidikan Islam. Jakarta: Kalimah, 2001.

Page 121: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Omar. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta:

Bulan Bintang.

Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di

Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2008

Muhajir, As’aril. Ilmu Pendidikn Perspektif Kontekstual. Jakarta: Ar-Ruzz Medi.,

2011

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenadamedia

Group, 2016. cet. 4

Naquib Al-attas, Syed, Concept of Education in Islam. Kuala Lumpur: ISTAC, 1999.

Nasution, S. Kurikulum dan Pengajaran. Bandung: Bumi aksara. 1989

Nata, Abudin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010

-----, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Raja grafindo Persada. 2012

-----, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

2001.

-----, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media

Group. 2009

-----, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja

Grafindo Persada. 2005.

Niam Sholeh, Asrorun. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: ELSAS Jakarta. 2008

Niam, Syamsun, Arah Baru Pendidikan Islam, pengantar dalam Ninik Masruroh dan

Umiarso. Modernisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.

Nizar, Samsul. Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media

Pratama. 2001

Nurcholis, Ahmad. Peace Education & Pendidikan Perdamaian Gud Dur. Jakarta:

PT Gramedia.2015

Oetama, Jakob dan Yenny Zannuba Wahid. Damai Bersama Gus Dur. Jakarta: PT

Kompas Nusatara. 2010

Page 122: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

Perjalanan Pendidikan Gus Dur, Republika, Kamis, 31 Desember 2009

Putra Daulay, Haidar. Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di

Indonesia. Jakarta: Kencana. 2007

Qomar, Mujamil. Menggagas Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

2014

Roqib, Moh. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LkiS. 2009

S, Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2012

Shidiq, Sapiudin. Pendidikan Menurut Buya Hamka. Jurnal Pendidikan Agama Islam

(Vol. II, No. 2, Juli 2008.

Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Jakarta: Mizan, 1992.

Soebahar, Abdul Halim. Wawasan Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

2002

Suaedy, Ahmad. Wawancara, Jakarta, 70 September 2017.

Sudiarja, A. Pendidikan Dalam Tantangan Zaman. Yogyakarta: Kanisisus, 2014.

Sugiono. Metode Penelitian Pendekatan Kueantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta, 2013.

Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ar-Ruzz Media. 2014

Susanto, A. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: AMZAH. 2009

Syaodih, Nana. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.

Tirtahardja, Umar dan S. L. La Sulo. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

2012

Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia. 1997

Wahid Hasan, Abdul. Gus Dur Mengarungi Jagat Spiritual Sang Guru Bangsa.

Yogyakarta: IRCiSoD. 2015.

Page 123: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

Wahid, Abdurrahman, Standarisasi Sarana Ilmiah di Pondok Pesantren (1978),

dalam Bunga Rampai Pesantren. CV. Dharma Bhakti.

-------, “Principles of Pesantren Education” (1988). Dalam Oepen, Manfred dan

Wolfgang Karcher. The Impact of Pesantren in Education and Community

Development in Indonesia. Jakarta:P3M.

-------, Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman. Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara. 1999)

-------, Islamku, Islam Anda dan Islam Kita. Jakarta: The Wahid Institute, 2006.

-------, Manfaat Koperasi bagi Pesantren dan Lembaga Pendidikan Islam. Dalam

Salim, Hairus. Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren. Yogyakarta:

LKiS, 2001.

-------, Pesantren dan Pengembangan Watak Mandiri (1977), dalam Bunga Rampai

Pesantren. CV. Dharma bhakti.

-------, Pesantren Masa Depan. Bandung: Pustaka Hidayah. 1999

-------, Pribumisasi Islam, dalam Islam Nusantara. Jakarta: LP Ma’arif, 2015.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: YP3A. 1973

Yunus, Muhammad. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta: Hidakarya

Agung.

Page 124: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 125: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 126: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 127: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 128: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 129: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 130: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 131: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 132: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake
Page 133: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

1

LAMPIRAN WAWANCARA

Objek Wawancara : Ahmad Suaedy

Direktur The Wahid Institute

Tempat : Gedung OMBUDSMAN, Jl. Rasuna Said, Kuningan,

Jakarta Selatan

Waktu : 07 September 2017 pukul 13:05-13:50

1. Pendidikan Islam menurut Gus Dur itu seperti apa?

Pendidikan pesantren itu punya sumber sendiri, punya sumber keilmuannya

yang komprehensif atau subkultur, pernah baca? Jadi subkultur yang menjadi

sistem sosial. Jadi, hubungan guru dengan murid dan nilai-nilai pesantren

dengan masyarakat dan lain sebagainya. Serta sumber-sumber keilmuan. Ada

tulisan beliau tentang latar belakang keilmuan pesantren atau sumber-sumber

keilmuan pesantren. Misalnya dari klasik gitu kan, dari turas itu juga secara

metode keilmuan yang sudah jadi. Misalnya metodologi pendidikan di MI

seperti madzhab empat fiqih, aqidah dan ushul fiqh dan lain-lain. Jadi, intinya

bahwa pesantren itu sebagai sub kultur bukan hanya hubungan guru-murid,

pesantren dengan masyarakat tetapi juga sebagai sumber keilmuan. Itu satu..

artinya, pendidikan pesantren punya ciri khas tidak bisa digantikan dengan

“madrasah” atau madrasah tersebut masuk pesantren. Yang kedua soal

kemandirian, Gus Dur juga pernah menulis kemandirian pesantren. Jadi,

kemandirian dalam hal pola hidup, aktivitas hidup seperti masak sendiri dan

sebagainya tapi juga belajar sendiri. Hubungan murid dengan kyai seperti

konsultan, santri itu harus belajar sendiri juga. Kalau sederhananya, kalau

anda di pesantren, kalau menghafal sesuatu kan anda ketemu kyai tinggal

Page 134: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

2

setor, Alfiyah misalnya.anda gak ditungguin suruh ngafalin, kan ngagak kan.

Begitu juga soal keilmuan anda bisa baca itu pergulatan anda sendiri tapi juga

ada konsultasi selanjutnya. Tetapi juga kemandirian terjadi pada setelahnya.

Pada dasarnya santri itu harus kreatif istilahnya atau istilahnya set up.

Kemudian yang ketiga soal eksplorasi keilmuan, maksudnya Gus Dur

menganggap keilmuan klasik itu sekarang harus disesuaikan dengan dunia

sekarang atau kontekstualisasi. Misalnya, beliau pernah membagi dunia Islam

menjadi lima, kalau tidak salah. Ada Asia Tenggara dengan kekhasannya,

Afrika, dan lain-lain. Meskipun landasan sumber keilmuannya balik ke

belakang sana maka harus disesuaikan dengan keadaan sekarang. Seperti

Indonesia juga, atau disebut juga dengan Islam nusantara. Sebenarnya Gus

Dur secara eksplisit tidak pernah menyebut demikian, tetapi Indonesia

memiliki kekhasannya tersendiri. Jadi kontekstualisasi tidak diartikan secara

sempit, tapi juga arti luas di seluruh dunia secara konteksnya masing-masing.

Antara Indonesia, Malaysia, dan Mesir pasti berbeda.kita harus saling

memahami dan mengintervensi, kalau membandingkan untuk pembelajaran

itu boleh asal tidak saling menyalahkan. Nah kira-kira itu pokok pentingnya

menurut saya.

2. Kemudian bagaimana mengenai tujuan pendidikan Islam?

Tujuan pendidikan Islam inheren di dalamnya itu pertama tentu ada aspek

spiritualitas. Gus Dur pernah menyatakan konteksnya bisa lebih luas dari

politik. Tentunya tujuan pendidikan Islam itu ya Islam itu sendiri, kepasrahan

dan keselamatan. Jadi, hubungan spiritual antara manusia dengan Tuhan. Jadi,

orang yang makin punya itu makin pasrah bukan makin membesarkan diri.

Jadi, ada pengakuan terhadap keesaan Allah dan kepasrahan. Seperti beramal

merupakan salah satu bentuk kepasrahan kepada Tuhan. Kemudian yang

kedua, membimbing manusia pada keselamatan. Jadi, kalau tadi itu

hubungannya individual, tapi kalau membimbing keselamatan itu untuk

Page 135: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

3

sosial. Nah, dalam hal ini sebenarnya tidak hanya untuk orang Islam saja

tetapi juga seluruh manusia atau yang disebut dengan Islam Rahmatan Lil

‘Aalamiin. Tujuan ini tentu saja untuk Islam, tetapi berdapak juga kepada

semua golongan. Lanjut yang ketiga adalah aspek kesejahteraan, terutama itu

terkait dengan rasa keadilan. Itu yang saya pahami.

3. Apa perbedaan pendidikan Islam dengan pendidikan di Barat?

Yang membedakannya itu adalah tujuannya tadi itu. Di Barat itu hampir tidak

ada nilai spiritualitasnya. Kalau Gus Dur tidak ada masalah sama sekali

dengan Barat, sebagaimana para ilmuan lainnya yang menerima gagasan

Barat. Tapi dengan penerimaannya itu Gus Dur juga mengkritisi juga

menganai kependidikan di Barat. Ya intinya, pendidikan Barat itu tidak

adanya unsur spirirtual, yang mana hubungan manusia dengan Tuhannya.

4. Lalu apa konsep kurikulum menurut Gus Dur?

Ya, tentang kurikulum mungkin agak susah didefiniskanya. Tapi kira-kira

bahwa setiap orang haru bisa berkembang sendiri. Tapi perkembangannya itu

harus didasari dengan nilai-nilai dasar Islam atau dasar-dasar keimanan. Yang

pertama itu mengenai dasar-dasar keimanan, kedua tentang ilmu tafsir dan

hadis, kemudian ilmu alat seperti Nahwu dan Shorof, ketiga ilmu bahasa juga

penting, lalu ada kependidikan kelingkungan yang tak kalah pentingnya.

Secara kurikulum, siswa itu harus dimandirikan dengan eksplorasi keilmuan.

Para ilmuan Islam seperti Imam Ghozaly, beliau itu sebenarnya lebih banyak

belajar sendiri. Berguru itu dalam arti simbolik yaa, tapi kan secara usaha

lebih banyak beliau mempelajari sendiri. Jadi perlu saya ulangi mengenai

uraian kurikulum tadi itu pertama penanaman nialai dasar keimanan,

kemudian ilmu alat, ilmu bahasa, ilmu tafsir dan hadis, dan terakhir

pendidikan kelingkungan.

Page 136: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

4

5. Saya masih agak bingung untuk membahas metodologinya pak. Jadi

bagaimana tentang metodologi pendidikan menurut Gus Dur?

Kalau yang saya pahami, beliau mungkin tidak pernah menulis teori tentang

itu tetapi dia pernah melakukannya. Seperti dalam biogrfinya, sepulang dari

Mesir beliau mengajar dan dia berpegang pada kitab pokok atau dasar

kemudian dia kembangkan dengan keimuan yang dia miliki. Ini berkaitan

dengan metodologi mengajar. Jadi misalnya ilmu tasawuf Al-Ghazaly

kemudian dia ekspplorasi lebih dalam dan dilihat konteksnya juga. Gus Dur

memang tidak pernah ikut dalam menyusun kurikulum, seperti sekarang ini

kan kurikulum selalu berorientasi pada pemerintah. Tapi kira-kira dalam

pembelajaran bahan ajar harus berpegang pada sumber utama. Seperti dalam

ilmus Sosiologi, maka kita harus pelajari buku-buku mengenai ilmu sosiologi

yang paling dasar dan utama seperti buku penemu ilmu sosiologi itu sendiri,

siapa itu namanyaa... ya seperti itulah maksudnya. Kemudian metode

wetonan, yang dilakukan dengan cara para santri itu ngaji bertemu langsung

depan kyainya terus dibaca kitabnya sama kyai dan santri dengerin sambil

catet-catet di kitabnya. Terus ada bendungan, dan lain-lain. Kamu bisa baca

terkait maksud metode-metode tadi.

6. Dalam buku Pesantren dan Pembaharuan, saya membaca terdapat

tulisan mengenai strategi pendidikan sosial-politik. Kira-kira seperti apa

gambarannya ya pak?

Jadi maksudnya penentuan terhadap orientasi kurikulum bukan semata-mata

tentang teknis tapi mengenai penentuan materi ajar itu termasuk ketentuan

politik kan, politik pendidikan. jadi pertimbangannya penentuan siapa yang

paling valid atau mu’tabaroh. Jadi pendidikan tidak hanya soal teknis tetapi

juga soal startegi politis. Nah penentuan pendidikan juga harus disesuaikan

dengan sosial atau kemsayarakat yang bedasarkan moralitas. Jadi pendidikan

Page 137: PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36888/2/ABDUL... · The educational paradigm has long been changed for the sake

5

juga memiliki dimensi politik untuk menentukkan arah nilai pendidikan itu

sendiri.