PEMETAAN HUMAN RESOURCE COMPETENCE (HRC) …

100
TESIS PEMETAAN HUMAN RESOURCE COMPETENCE (HRC) DALAM PERSPEKTIF HUMAN RESOURCE SCORECARD (HRSc) PADA BAPPEDA KOTA MAKASSAR Andi Maddukelleng P 08002 11 012 KONSENTRASI MANAJEMEN PUBLIK PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMBANGUNAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

Transcript of PEMETAAN HUMAN RESOURCE COMPETENCE (HRC) …

TESIS

PEMETAAN HUMAN RESOURCE COMPETENCE (HRC)

DALAM PERSPEKTIF HUMAN RESOURCE SCORECARD (HRSc)

PADA BAPPEDA KOTA MAKASSAR

Andi Maddukelleng

P 08002 11 012

KONSENTRASI MANAJEMEN PUBLIK

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

ii

PENGESAHAN TESIS

PEMETAAN HUMAN RESOURCE COMPETENCE (HRC)

DALAM PERSPEKTIF HUMAN RESOURCE SCORECARD (HRSc)

PADA BAPPEDA KOTA MAKASSAR

Disusun dan diajukan oleh

ANDI MADDUKELLENG

Nomor Pokok : P0800211012

Telah diperiksa dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diajukan

Didepan Panitia Ujian Tesis

Menyetujui

Komisi Penasehat

Prof. DR. Sangkala, MA DR. H. Badu Ahmad, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Administrasi Pembangunan

DR. H.Muhammad Yunus, MA

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan baik

dan tepat waktu, dan .shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada hamba dan kekasih-Nya

Rasulullah Muhammad SAW, keluarga beliau, para sahabatnya dan seluruh umatnya yang tetap

istiqamah di ajaran Islam. Selama dalarn proses penyelesaian studi dan penyusunan Tesis ini, tidak

sedikit kendala yang dihadapi oleh penulis disebabkan keterbatasan kemampuan penulis sendiri,

namun berkat bantuan beberapa pihak, akhirnya penulisan tesis ini mengalami penyempurnaan

walaupun diakui masih terdapat sejumlah kekurangan dan kelemahan di dalamnya.

Selanjutnya, kepada pihak-pihak yang telah berperan membantu, baik secara langsung

maupun tidak langsung mulai dari pencerahan masalah, pengetikan naskah, olah data, pemberian

saran atau masukan yang konstruktif, hingga kepada penyempurnaan-penyempurnaan teknis

penulisan. Demikian hainya, bantuan moril dan materil juga cukup banyak diperoleh penulis dari

sejurnlah pihak.

Adapun pihak-pihak yang telah banyak memberikan bantuan tersebut antara lain :

1. Kedua orang tua kami tercinta, Almarhum Andi Husain Parman dan ibunda Almarhumah Suhartini.R, BSW beserta Andi Empeng Tjulang Ibunda yang telah membesarkan penulis dan tak henti-hentinya memberikan dorongan moril kepada penulis selama menempuh pendidikan.

2. Prof. Dr. Syamsul Bachri, M.H., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar 3. Dr. Alwi, M.Si., dan Dr. H. Muhammad Yunus selaku Mantan dan Ketua Program Studi

Administrasi Pembangunan Universitas Hasanuddin beserta staf 4. Prof. Dr. Sangkala, MA selaku Ketua Komisi Penasihat dan Dr. H. Badu ahmad, M.Si, selaku

Anggota Komisi Penasihat, keduanya telah sudi mencurahkan waktunya, memberikan cukup banyak pencerahan, bimbingan, serta dorongan moril bagi penulis selama menjalani proses penyelesaian studi dan penyempurnaan tesis ini

5. Prof. Deddy T. Tikson, Ph.D., Dr. H. M. Thahir Haning, M.Si., dan Dr. H. Muhammad Yunus, MA., masing-masing sebagai Tim Penguji yang telah memberikan sejumlah saran bagi penyempurnaan tesis ini

6. Seluruh dosen/ staf pengajar PPS UNHAS khususnya yang mengajar di Program Studi Administrasi Pembangunan yang telah mencurahkan tenaga dan fikiran serta bersedia melakukan transfer ilmunya sehingga penulis dapat memperoleh ilmu pengetahuan

7. Rekan-rekan mahasiswa di Program Studi Adminstrasi Pembangunan, yang juga cukup banyak memberikan semangat dan dorongan moril selama menempuh pendidikan di PPS UNHAS Makassar

8. Teman-teman lainnya yang tidak sempat disebutkan namanya, namun kesemuanya banyak memberikan bantuan dan dorongan moril kepada penulis

9. Istri Tercinta yang selalu mendampingi penulis dan senantiasa memberikan dukungan semangat dan doa dalam penyelesaian tesis ini Nurul Muhlisa, S.Si.,Gr

iv

Kepada semua pihak yang disebutkan di atas, dihaturkan terima kasih sebesar-besarnya

atas segala kebaikan, jasa dan bantuannya kepada penulis selama ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat kepada pembaca yang

budiman terlebih kepada diri penulis sendiri.

Makassar, 21 Agustus 2015

Penulis,

v

ABSTRAK

ANDI MADDUKELLENG. Pemetaan Human Resource Competence (HRC) Dalam

Perspektif Human Resource Scorecard Pada BAPPEDA Kota Makassar (dibimbing oleh

Sangkala dan Badu Ahmad)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dimensi Human Resource Competence

(HR Competence) dalam perspektif Human Resource Scorecard pada Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah Kota Makassar.

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data

dilakukan melalui wawancara. Data dianalisis dengan pendekatan kualitatif dan analisis hasil

wawancara berdasarkan indikator ketersediaan data, akurasi, objektifitas, kredibilitas,

generalibiitas, relevansi dan praktikal di kedua instansi tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa manajemen sumber daya manusia jika dilihat

dari perspektif Human Resource Competence telah cukup optimal. Dari hasil wawancara

terhadap staf Bappeda Kota Makassar, kelima indikator HR Competence dalam Human

Resource Scorecard dikaitkan dengan pendapat Becker at al (2001) disimpulkan secara

umum sudah optimal. Kendati sudah cukup optimal sistem manajemen SDM namun masih

perlu diperbaiki. Hal tersebut diakibatkan karena lemahnya sistem penilaian kinerja yang

objektif di Bappeda masih berpatokan kepada DP-3/SKP, masih terdapat tenaga sumber daya

manusia yang tak memenuhi standar kompetensi dalam membuat indicator kinerja, serta

Pengaruh patologi birokrasi masih sangat kuat yang tercermin dari besarnya intervensi politik

(berdasarkan data yang duperoleh) terhadap eksistensi pejabat karier, pemindahan dan,

pemberhentian PNS

Kata Kunci : Manajemen, Kompetensi, SDM, HRSc

vi

ABSTRACT

ANDI MADDUKELLENG. Analysis of Human Resource Competence (HRC) in the

Perspective of Human Human Resource Scorecard in BAPPEDA, Makassar City (supervised

by Sangkala and Badu Ahmad)

This study aims to analyse the dimension of Human Resource Competence (HRC) in

the perspective og Human Resource Scorecard in BAPPEDA (Regional Development

Planning Agency), Makassar City.

The research used primary and secondary data. The data collected using interview.

The data were analysed using the qualitative approach. The analysis of interview result was

based on some indicators, including data availability, accuracy, objectivity, credibility,

generalibility, relevance and practicality intwo offices.

The result indicate that from the perspective of Human Resource Scorecard, the

Human resource management in BAPPEDA, Makassar has been quite optimum. Based on the

result of interviews with the employers of BAPPEDA, Makassar city, it can be said that the

five indicators of HRC in Human Resource Scorecard, with reference to the opinion of

Becker et al (2001), have been optimum. However, it is still necessary to improve the system

of human resource management. This is due to the weakness in the system of performance

evaluation in BAPPEDA, wich is still based on the DP-3 (Working Performance Evaluation

Form) / SKP (Employee Working Target). Some officers (Human Resource) do not have

standard competence in making performance indicators. Moreover, the influence of

pathological bureaucracy is still very strong, as it is reflected in the high level of political

intervention (based on the data) in assigning career officials, and changing position of

officers, and terminating a civil servants.

Key Word : Management, Competence, Human Resource, HRSc

vii

Daftar Isi

Halaman Sampul................................................................................................................... I

Halaman Pengesahan............................................................................................................. II

Kata Pengantar….................................................................................................................. III

Abstrak.................................................................................................................................. V

Abstrack................................................................................................................................ VI

Daftar Isi............................................................................................................................... VII

Daftar Tabel.......................................................................................................................... VIII

Daftar Gambar...................................................................................................................... IX

Bab I Pendahuluan................................................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................ 8

C. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 8

D. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 9

Bab II Tinjauan Pustaka....................................................................................................... 10

1. Gambaran Umum Objek Penelitian...................................................................... 10

2. Penilaian Kinerja…….......................................................................................... 10

3. Konsep Human Resource Scorecard.................................................................... 15

4. Dimensi Pengukuran Human Resource scorecard............................................... 22

5. Penerapan Human Resource scorecard .............................................................. 31

6. Kerangka Konseptual……………….................................................................... 31

Bab III Metode Penelitian...................................................................................................... 40

A. Pendekatan Penelitian.......................................................................................... 40

B. Lokasi Penelitian.................................................................................................. 40

C. Fokus Penelitian.................................................................................................... 41

D. Subjek dan Objek Penelitian................................................................................. 41

E. Informan Penelitian.............................................................................................. 41

F. Teknik Pengumpulan Data................................................................................... 42

G. Teknik Analisis Data............................................................................................ 43

H. Unit Analisis Penelitian........................................................................................ 45

I. Kredibilitas Penelitian............................................................................................ 45

Bab IV Pembahasan……...................................................................................................... 47

A. Pemetaan Human Resource Scorecard (Dimensi Human Resource

Competence) Pada Bappeda Kota Makassar....................................................... 47

B. Faktor Pendukung dan Penghambat..................................................................... 75

Bab V Penutup…………….................................................................................................. 80

A. Kesimpulan………….......................................................................................... 80

B. Saran…………..................................................................................................... 82

Daftar Pustaka

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1

2

3

4

5

Tingkat Pendidikan …………………………….………………….

Sumberdaya Manusia ….………………………………………….

Daftar Fasilitas ……………………………………………….…….

Contoh Lembar SKP………………………………………………

Uraian Diklat Yang Telah Diikuti Oleh Pegawai…………………

47

49

52

59

64

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1

2

3

Bagan Susunan Organisasi Bappeda Kota Makassar...............

Komposisi SDM Berdasarkan Status Kepegawaian……………

Distribusi Pegawai Sekretariat..................................................

17

50

51

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka mencapai pelayanan prima, entitas organsisasi dihadapkan

pada penentuan strategi dalam pengelolaan usahanya. Penentuan strategi akan

dijadikan sebagai landasan dan kerangka kerja untuk mewujudkan sasaran-sasaran

kerja yang telah ditentukan berdasarkan visi dan misi organisasi. Oleh karena itu

dibutuhkan suatu alat untuk mengukur kinerja sehingga dapat diketahui sejauh mana

strategi dan sasaran yang telah ditentukan dapat tercapai.

Penilaian kinerja memegang peranan penting dalam organisasi, dikarenakan

dengan dilakukanya penilaian kinerja dapat diketahui efektivitas dari penetapan

suatu strategi dan penerapanya dalam kurun waktu tertentu. Penilaian kinerja dapat

mendeteksi kelemahan atau kekurangan yang masih terdapat dalam organisasi,

untuk selanjutnya dilakukan perbaikan dimasa mendatang.

Untuk perusahaan atau organisasi yang berorientasi profit, Robert S. Kaplan

dan David P. Norton (2001), memperkenalkan sebuah konsep pengukuran kinerja

Balanced Scorecard. Konsep pengukuran ini diharapkan mampu mengurangi

kelemahan-kelemahan yang ada pada konsep pengukuran kinerja yang hanya

berbasis pada indikator keuangan saja. Perbedaan yang terdapat dalam konsep ini

adalah digunakanya informasi non keuangan sebagai alat ukur kinerja selain

informasi keuangan perusahaan, sehingga tidak menekankan pada pencapaian

tujuan jangka pendek saja melainkan dapat mengukur penyebab-penyebab

terjadinya perubahan di dalam perusahaan.

2

Seiring dinamika perkembangan manajemen modern, berkembang pula

berbagai konsep dan ilmu terapan serta praktek pengukuran kinerja yang lebih

berfokus pada pengukuran peran dan kontribusi unsur-unsur sumber daya manusia

(SDM) terhadap pencapaian strategi organisasi. Konsep ini disebut Human

Resource Scorecard, yang selanjutnya disingkat HRSc, yang menurut Waplau

(2001) sebagai alat untuk mengukur dan mengelola kontribusi strategis dari peran

SDM dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan.

Human Resource Scorecard (HRSc) berbeda dengan konsep sejenisnya

yakni balanced scorecard (BSc) dan service scorecard (SSc), sebab HRSc lebih

berfokus pada pengukuran peran dan kontribusi SDM, sedangkan BSc dan SSc

lebih berorientasi kepada aspek manajemen dan kualitas kinerja organisasi. Ketiga

sistem pengukuran tersebut pada dasarnya belum banyak atau masih sangat

terbatas digunakan pada organisasi terutama pada organisasi publik.

Eksistensi konsep Human Resource Scorecard tersebut menjadi urgen, vital

dan strategis, sebab suatu organisasi sangat membutuhkan pengukuran kinerja

segenap unsur-unsur SDM yang bekerja padanya ataukah yang dipekerjakannya

ataukah yang menggerakkan roda aktivitasnya. Tanpa pengukuran kinerja, maka

sulit untuk mengetahui kualitas-kualitasnya secara personal-individual maupun

kelompok, dan bilamana kualitas SDM tidak diketahui secara jelas, maka organisasi

akan sulit mengetahui dan memastikan pencapaian atau perwujudan strategi, visi

dan misinya. Bilamana hal itu terjadi, maka baik unsur-unsur SDM maupun

organisasinya tidak akan mengalami kemajuan yang berarti ataukah akan kesulitan

memasuki persaingan yang kian ketat (high competitive).

Dalam lingkup instansi pemerintah, Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan

pelayan masyarakat/abdi negara yang memiliki tanggung jawab terhadap pelayanan

3

publik dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut seperti

yang disebutkan dalam undang-undang No. 5 Tahun 2014. Hal yang senantiasa

disorot dalam memandang PNS atau Aparat Sipil Negara adalah tingkat kinerja yang

dicapai oleh PNS tersebut. Namun kenyataannya yang ada di masyarakat dewasa

ini beberapa oknum PNS tidak dapat menjalankan tugas secara maksimal.

Selain itu, budaya kerja yang diterapkan PNS saat ini nampaknya sulit

diletakkan di setiap instansi pemerintah. Lingkungan dan budaya kerja di instansi

pemerintah yang pada umumnya lebih berorientasi pada bagaimana melayani

publik, bukan kepada bagaimana hasil pelayanan publik yang dapat efektif dan

efisien. Akibatnya dalam melaksanakan tugas selalu berkutat pada tupoksi serta

aturan yang baku tanpa adanya inovasi-inovasi baru sehingga terlihat kurang

produktif.

Hal tersebut juga terindikasi dari pengamatan awal penulis di lapangan.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, keseluruhan PNS di BAPPEDA Kota

Makassar didukung alokasi pembiayaan (anggaran) sebesar Rp.17.568.563.000 di

tahun 2011 (yang terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung) dan

Rp.20.464.938.000 di tahun 2012 (yang terdiri dari belanja langsung dan belanja

tidak langsung). Data ini menunjukkan bahwa anggaran di BAPPEDA Kota

Makassar terus meningkat tiap tahun, khususnya di tahun 2011 dan tahun 2012.

Jika dirata-ratakan, maka setiap Pegawai Negeri Sipil di BAPPEDA Kota Makassar

mendapat dukungan pembiayaan sebesar Rp 201.37.505,747 per orang untuk tahun

2011 dan Rp 235.229.172,413 per orang untuk tahun 2012.

Sementara jika dibandingkan dengan capaian kinerja BAPPEDA Kota

Makassar di tahun 2011 sebesar 82% dan di tahun 2012 sebesar 78,95% (LAKIP

BAPPEDA Kota Makassar tahun 2011 dan 2012), capaian tersebut masih tergolong

4

rendah atau tidak mengalami peningkatan yang signifikan dengan dukungan

pembiayaan/anggaran yang cenderung meningkat setiap tahunnya.

Fakta ini mengindikasikan PNS di lingkup BAPPEDA Kota Makassar dalam

menjalankan tugas dan fungsinya belum menunjukkan kemampuan dan kontribusi

yang maksimal terhadap pencapaian visi dan misi organisasi. Permasalahan lainnya

bahwa capaian kinerja PNS yang dilaporkan cenderung hanya perkiraan-perkiraan

dan asumsi yang kurang berdasar, sebab hanya beberapa orang yang aktif

melaksanakan tugas dan fungsinya.

Olehnya itu, unsur-unsur SDM Pegawai Negeri Sipil di BAPPEDA kota

Makassar membutuhkan penilaian melalui pengukuran nilai atas kemampuan,

keterampilan/keahlian (skill), kompetensi, pengalaman, prestasi kerja dan kontribusi

terhadap organisasinya. Pengukuran nilai tersebut menggunakan kartu skor

(Scorecard), sekaligus menjadi indikator peran dan kontribusi orang-orang di dalam

organisasi terhadap pencapaian visi dan misi organisasinya.

Penerapan Human Resource Scorecard di lingkungan organisasi

Pemerintahan Daerah memungkinkan untuk dilakukan sebab setiap unit kerja atau

SKPD (sekretariat, dinas, kantor, dan badan) maupun secara keseluruhan dari

satuan organisasi pemerintahan daerah (SOPD) memiliki kebijakan, visi dan misi,

mempunyai sejumlah pegawai sebagai unsur-unsur SDM dengan beragam

karakteristik (pendidikan, pelatihan, kemampuan, keterampilan, pengalaman,

motivasi, kinerja, prestasi kerja) dan perilaku (disiplin, koordinasi dan kerjasama,

sikap dan tindakan, persepsi atas tingkat kepuasan terhadap tugas pekerjaan).

Di setiap unit kerja instansi, ada pembagian tugas dan fungsi bagi setiap

unsur-unsur SDM, ada yang bertugas melaksanakan tugas-tugas administrasi, tugas

operasional; kegiatan pendidikan dan pelatihan, ada yang memiliki kemampuan

5

pendidikan, pengetahuan, keterampilan. Tekonologi, motivasi, pengalaman, kinerja,

prestasi yang baik, namun ada pula yang masih memerlukan peningkatan

kemampuan dan mutu SDM nya. Kenyataan tersebut juga menjadi alasan

diperlukannya evaluasi untuk menilai atau mengukur keberadaan sejumlah pegawai

(PNS) atau aparatur dalam memainkan perannya dan memberikan kontribusi

terhadap strategi pencapaian tujuan, sasaran, visi dan misi unit kerja instansi atau

organisasinya.

Adanya kebutuhan akan evaluasi atau pengukuran peran dan kontribusi

pegawai (PNS) atau aparatur demikian, maka Human resource scorecard menjadi

sangat vital dan strategis untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai peran

kontributif setiap pegawai dalam unit kerja organisasinya, atau menurut Becker et al

(2001), membantu manajer SDM memastikan semua keputusan sumber daya

manusia mendukung atau mempunyai kontribusi langsung pada implementasi

strategi.

Sebenarnya, di lingkungan organisasi Pemerintah Daerah terdapat sistem

penilaian kinerja pegawai yang disebut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan

(DP3) berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 10 Tahun 1979 sebagaimana diubah

menjadi UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Implementasi

DP-3 tersebut didukung Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1979 tentang

Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai beserta petunjuk teknis pelaksanaannya

berdasarkan SE-BAKN No.02/SE-BAKN/1980 tentang petunjuk pelaksanaan DP3.

Pada kenyataannya, DP3 PNS saat ini yang notabene adalah daftar penilaian yang

dalam penilaiannya menggunakan azas tertutup sering dipertanyakan

objketivitasnya, karena penilaiannya yang bersifat rahasia dan si penilai mempunyai

otoritas yang mutlak dalam menilai kinerja sesorang. Dengan penilaian yang bersifat

6

rahasia tersebut, mungkin saja pegawai yang dinilai kurang puas terhadap hasil

penilaian karena tidak adanya indikator yang digunakan secara jelas. Untuk kondisi

saat ini ada banyak hal yang membuat DP3 tidak sesuai dilaksanakan dalam menilai

kinerja PNS. Salah satunya adalah DP3 cenderung menilai kinerja PNS hanya dari

sudut pandang si penilai, bukan atas dasar prestasi kerja. Lebih lanjut, dalam

melakukan penilaian kinerja dengan menggunakan DP3, kadang-kadang terjadi

penyimpangan yang biasanya dilakukan oleh penilai (Mamat; 2006), seperti:

1. The Hallo Effect, merupakan kesan sesaat yang dapat menyesatkan

dalam memberi penilaian

2. The Error of Central Tendency, merupakan kecenderungan untuk

membuat penilaian rata-rata

3. The Leniency and Swictness Biases, yang terjadi apabila standar

penilaiannya sendiri tidak jelas.

4. Personal Prejudice, merupakan ketidaksenangan penilai terhadap

sesorang yang dapat mempengaruhi penilaian.

Melihat banyaknya kelemahan-kelemahan yang ada pada sistem penilaian

menggunakan DP3, maka pemerintah mencoba membuat cara baru dalam menilai

kinerja PNS yaitu dengan menggunakan pendekatan metode penilaian prestasi

kerja, sebagai pengejewantahan pasal 12 dan pasal 20 UU Nomor 43 tahun 1999.

Pasal ini mengamanatkan bahwa tujuan dari penilaian prestasi kerja adalah untuk

lebih menjamin objektivitas dalam mepertimbangkan pengangkatan dalam jabatan

dan kenaikan pangkat.

Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan aturan tentang Sasaran Kerja

Pegawai (SKP), yaitu peraturan pemerintah RI Nomor 46 tahun 2011 tentang

penilaian prestasi kerja pegawai negeri sipil. Penilaian ini menggabungkan antara

7

penilaian SKP dan penilaian perilaku kerja, dengan bobot penilaian masing-masing

unsur SKP sebesar 60% dan perilaku kerja sebesar 40%. Instrumen penilaian ini

meliputi: 1) Penilaian kinerja berdasarkan SKP yang dilakukan dengan

membandingkan antara realisasi kerja dengan target dari aspek kualitas, kuantitas,

waktu, dan biaya, dikalikan dengan bobot kegiatan, 2) penilaian perilaku kerja

dilakukan dengan pengamatan sesuai kriteria orientasi pelayanan, integritas,

komitmen, disiplin, kerjasama, dan kepemimpinan.

Permasalahannya adalah pengukuran terhadap peran kontributif setiap PNS

atau aparatur di lingkungan organisasi Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia

pada setiap unit kerja atau SKPD belum terintegrasi antara strategi pendekatan

SDM dengan manajemen dan berbagai elemen lainnya (seperti kebijakan,

program/kegiatan, perencanaan dan penggunaan anggaran, fasilitas, pendiklatan,

penilaian kinerja) dalam mewujudkan visi dan misi instansi. Jika dibandingkan,

Human Resource Scorecard (HRSc) lebih komprehensif karena selain aspek-aspek

di atas, HRSc juga mengukur konsistensi SDM, kepuasan karyawan, serta

mengetahui dukungan iklim organisasi dan motivasi yang dapat memberikan

kontribusi langsung terhadap implementasi strategi organisasi.

Penerapan Human resources scorecard pada organisasi menggunakan

pengukuran: Pertama, indikator penyebab (Leading indicator) meliputi pengukuran

HR competencies dan pengukuran High Performance Work System (HPWS);

Kedua, indikator akibat (lagging indicator) meliputi pengukuran HRSA, HR Efficiency

dan HR Deliverable. Human Resources Scorecard menjabarkan visi, misi, strategi

menjadi aksi human resources yang dapat diukur kontribusinya. Ia menjabarkan

sesuatu yang tak berwujud/ intangible (leading/ sebab) menjadi berwujud/ tangible

(lagging/ akibat). Ia menjadi suatu sistem pengukuran yang mengaitkan sumber

8

daya manusia dengan strategi dan kinerja organik yang akhirnya akan mampu

menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi SDM, sehingga

investasinya dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat jumlah. (Becker et al,

2001).

Berangkat dari fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pemetaan Human Resource Competence (HRC) Dalam

Perspektif Human Resource Scorecard (HRSc) Pada Bappeda Kota Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan permasalahan pokok dalam

penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana Pemetaan Human Resource Competence (HRC) pada Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar dengan

Perspektif Human Resource Scorecard (HRSc)

2. Apakah faktor yang mempengaruhi optimalisasi kinerja SDM dalam

dimensi Human Resource Competence (HRC pada Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan yang akan dicapai dalam

penelitian adalah :

1. Untuk Menganalisis kinerja Manajemen Sumber Daya Manusia pada

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar

dengan Memetakan Dimensi Human Resource Competence (HRC)

dalam perspektif Human Resource Scorecard (HRSc)

9

2. Untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi optimalisasi Kinerja SDM

dalam Dimensi Human Resource Competence (HRC) pada Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan untuk meneliti Manajemen

Sumber Daya Manusia dengan menggunakan pendekatan Human

Resource Scorecard.

2. Bagi Praktisi

Membuka wawasan baru bagi para praktisi SDM untuk menganalisis dan

mengoptimalisasi kompetensi SDM, visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi

yang dapat menciptakan nilai terhadap perusahaan terutama instansi

pemerintahan dimasa yang akan datang.

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar

merupakan lembaga teknis daerah merupakan unsur penunjang Pemerintahan

Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan dan bertanggungjawab kepada

Walikota melaluk Sekretais Daerah Kota Makassar.

Sebagai Unsur Badan Perencana di tingkat Kota Makassar maka Bappeda

Kota Makassar senantiasa melakukan koordinasi di dalam membuat perencanaan

secara terstruktur dan teratur pada tingkat Kota Makassar yang akan dituangkan

dalam suatu program dan kegiatan guna pencapaian pelaksanaan programa

pembangunan di Kota Makassar guna pencapaian tujuan dan sasaran pemerintah

Kota Makassar.

Bersamaan dengan terbitnya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang

sistem perencanaan nasional, maka Bappeda sebagai institusi pemerintah telah

diamanatkan sebagai lembaga teknis di dalam pelaksanaan perencanaan dan

penganggaran didaerah bertanggung jawab langsung kepada Walkota Makassar

dalam pelaksanaan perencanaaan dan penanggaran di Kota Makassar melaui

strategi, pelaksanaan koordinasi program pembangunan, penyusunan dokumen-

dokumen perencanaan, penyusunan rencana umum pembangunan tahunan,

melakukan evaluasi pelaksnaan kegiatan yang menjadi dasar perencanaan

selanjutnya, penyediaan data perencanaan dan laporan yang aktual, faktual dan

optimal, pelaksanaan kerjasama yang saling menguntungkan , penerapan teknologi

11

dalam perencanaan pembangunan dan startegi peningkatan profesionmalisme

aparat.

Ke delapan strategi tersebut saling berkaitan satu sama lain didalam

mewujudkan pencapaian program dan kegiatan untuk mencapai misi dan visi

Bappeda Kota Makassar.

1. Visi Misi Bappeda Kota Makassar

Dalam rangka mendukung terwujudnya visi RPJMD Kota Makassar Tahun

2014-2019 sebagaimana Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 5 Tahun 2014

tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Makassar Tahun

2014-2019 (Lembaran Daerah Kota Makassar Tahun 2014 Nomor 5) maka

BAPPEDA Kota Makassar sebagai salah satu lembaga yang menangani

perencanaan daerah yang bertugas dan bertanggungjawab terhadap penyusunan

dokumen perencanaan pembangunan daerah baik jangka panjang (RPJPD),

menengah (RPJMD) dan jangka pendek (RKPD) yang sinergis, partisipatif dan

akuntabel. Sebagaimana visi Kepala Daerah untuk RPJMD 2014-2019 adalah

“Makassar Kota Dunia Yang Nyaman Untuk Semua”.” dimana misi yang diemban

terdiri dari 3 (tiga) dan 8 (delapan) penjabaran dari misi sebagai berikut :

1. Merekonstruksi nasib rakyat menjadi masyarakat sejahtera standar dunia;

i. Pengurangan pengangguran;

ii. Pemberian jaminan sosial keluarga;

iii. Pelayanan kesehatan gratis;

iv. Pelayanan pendidikan gratis;

v. Penukaran sampah dengan beras;

vi. Pelatihan keterampilan dan pemberian dana bergulir;

vii. Pembangunan rumah murah;

12

viii. Pengembangan kebun kota.

2. Merestorasi tata ruang kota menjadi kota nyaman berkelas dunia;

a. Penyelesaian masalah banjir;

b. Pembentukan badan pengendali pembangunan kota;

c. Pembangunan waterfront city;

d. Penataan transportasi publik;

e. Pengembangan infrastruktur kota;

f. Pengembangan pinggiran kota;

g. Pengembangan taman tematik;

h. Penataan lorong.

3. Mereformasi tata pemerintahan menjadi pelayanan publik kelas dunia

bebas korupsi;

a. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah;

b. Peningkatan etos dan kinerja aparat RT/RW;

c. Peningkatan pelayanan di Kelurahan;

d. Pelayanan publik langsung ke rumah;

e. Pengembangan pelayanan publik terpadu di Kecamatan;

f. Modernisasi pelayanan pajak dan distribusi;

g. Pengembangan akses internet pada ruang publik;

h. Penguatan Badan Usaha Milik Daerah.

Dari penjabaran visi dan misi serta program Kepala Daerah / Wakil Kepala

Daerah terpilih, misi yang erat kaitannya dengan Tugas Pokok, Fungsi dan

kewenangan Bappeda Kota Makassar adalah misi kedua “Merestorasi Tata Ruang

Kota Menjadi Kota Nyaman Berkelas Dunia” yang terdiri dari 2 (dua) penjabaran :

13

pembentukan badan pengendali pembangunan kota dan pengembangan pinggiran

kota. Selanjutnya misi yang lain terkait dengan tugas pokok dan fungsi Bappeda

Kota Makassr adalah misi ketiga “Mereformasi Tata Pemerintahan Menjadi

Pelayanan Publik Kelas Dunia Bebas Korupsi” yang terdiri dari 2 (dua) penjabaran

:peningkatan pelayanan di Kelurahan dan penguatan Badan Usaha Milik Daerah.

Visi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Makassar tahun

2009-2014 adalah “Katalisator Pembaharuan Manajemen Pembangunan

melalui Perencanaan Partisipatif “

Untuk merealisasikan maksud dan tujuan sebagaimana yang tertuang

dalam visi tersebut, maka setiap karyawan Bappeda Kota Makassar dan stake

holder harus mampu memahami makna dari visi tersebut sebagai berikut :

a. Katalisator : Sebagai Lembaga Teknis Daerah yang membantu Walikota

Makassar dalam menentukan kebijakan di bidang Perencanaan

Pembangunan Daerah secara menyeluruh dan terpadu, Bappeda sebagai

perangkat daerah yang menyusun perencanaan umum, mengkoordinasikan

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah di antara Satuan Kerja

Perangkat Daerah dan masyarakat.

b. Pembaharuan Manajemen Pembangunan :

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Bappeda mengedepankan

demokratisasi, transparansi, akuntabilitas.

c. Perencanaan Partisipatif :

Paradigma baru perencanaan adalah perencanaan partisipatif yang dalam

tujuannya melibatkan kepentingan rakyat dan dalam prosesnya melibatkan

rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung).

14

Untuk merealisasikan visi yang telah yang bertumpu pada potensi dan

sumber daya yang dimiliki serta ditunjang oleh semangat kebersamaan,

tanggungjawab yang optimal dan proporsional, maka misi Bappeda adalah :

1. Mengembangkan penyusunan dokumen-dokumen perencanaan

pembangunan yang terpadu, terukur dan realistis;

2. Mewujudkan perencanaan pembangunan yang terpadu antara instansi terkait

dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam;

3. Meningkatkan pemberdayaan ekonomi perkotaan melalui penataan dan

pengembangan potensi kota secara optimal;

4. Meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dan swasta dalam

mengembangkan perencanaan pembangunan perkotaan;

5. Mengoptimalkan pengembangan potensi dalam rangka kerjasama antar

daerah;

6. Memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam rangka perencanaan pembangunan

kota;

7. Memberikan kontribusi perencanaan pembangunan Kota Makassar;

8. Meningkatkan koordinasi setiap unsur-unsur yang terlibat dalam perencanaan

pembangunan.

2. Struktur Organisasi

Sesuai dengan Peraturan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 tentang

Pembentukan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kota Makassar, maka perlu ditetapkan Tugas Pokok dan

Fungsi Sekretariat, Bidang, Sub-bagian dan Sub-bidang pada Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kota Makassar yang mempunyai tugas pokok dan fungsi

pokok perencana penyelenggaraan pemerintahan, melaksanakan perumusan

15

kebijakan perencanaan daerah, koordinasi penyusunan rencana yang memuat visi,

misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan masing-

masing satuan kerja perangkat daerah.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam melaksanakan tugas

pokok, menyelenggarakan fungsi :

a. perumusan kebijakan teknis perencanaan daerah;

b. pengoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan daerah;

c. pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan pembangunan

daerah;

d. penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang

memuat Visi, misi dan arah pembangunan daerah;

e. penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

yang memuat strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, arah kebijakan

keuangan daerah, program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan

Kerja Perangkat Daerah, Kewilayahan dan lintas kewilayahan yang berisi

kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka anggaran;

f. penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang memuat

Prioritas Pembangunan Daerah, Rancangan Kerangka Ekonomi Makro

Daerah, Arah Kebijakan Keuangan Daerah, program Satuan Kerja Perangkat

Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, Kewilayahan dan lintas

kewilayahan yang berisi kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka

anggaran;

g. pelaksanaan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan

Daerah diantara Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja

Perangkat Daerah, Kewilayahan dan lintas kewilayahan;

16

h. penyusunan rencana anggaran pokok dan perubahan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah bersama-sama dengan unit kerja terkait, dengan

koordinasi Sekretaris Daerah;

i. penilaian dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembangunan;

j. pelaksanaan pengendalian dan perencanaan operasional pengelolaan

keuangan, kepegawaian dan pengurusan barang milik daerah yang berada

dalam penguasaannya;

k. pelaksanaan kesekretariatan;

l. pembinaan tenaga fungsional.

Adapun susunan organisasi dan uraian tugas masing-masing aparat Bappeda Kota

Makassar diuraikan sebagai berikut :

a. Kepala Badan;

b. Sekretariat, terdiri atas :

1. Subbagian Umum dan Kepegawaian;

2. Subbagian Keuangan;

3. Subbagian Perlengkapan.

c. Bidang Ekonomi, terdiri atas :

1. Subbidang Industri, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah;

2. Subbidang Kelautan dan Ketahanan Pangan;

d. Bidang Sosial Budaya, terdiri atas :

1. Subbidang Pendidikan dan Kesehatan;

2. Subbidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat.

17

e. Bidang Fisik dan Prasarana, terdiri atas :

1. Subbidang Infrastruktur dan Perumahan;

2. Subbidang Perhubungan, Tata Ruang dan Lingkungan.

f. Bidang Statisitik dan Pelaporan, terdiri atas :

1. Subbidang Statistik;

2. Subbidang Evaluasi dan Pelaporan.

g. Bidang Penelitian dan Pengembangan, terdiri atas :

a. Subbidang Penelitian;

b. Subbidang Pengembangan Kebijakan Daerah.

h. Kelompok Jabatan fungsional.

Gambar 1. Bagan Susunan Organisasi Bappeda Kota Makassar

Sumber : Arsip BAPPEDA Kota Makassar 2015

KEPALA BADAN

SUBBAGIAN SUBBAGIAN SUBBAGIAN

UMUM DAN KEUANGAN PERLENGKAPAN

KEPEGAWAIAN

BIDANG BIDANG BIDANG BIDANG

SOSIAL FISIK DAN STATISTIK PENELITIAN DAN

BUDAYA PRASARANA DAN PELAPORAN PENGEMBANGAN

SUBBIDANG

SUBBIDANG INFRASTRUKTUR, SUBBIDANG SUBBIDANG

PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN DAN STATISTIK PENELITIAN

KESEHATAN LINGKUNGAN

SUBBIDANG

SOSIAL, BUDAYA SUBBIDANG SUBBIDANG SUBBIDANG

DAN PEMBERDAYAAN PERHUBUNGAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT DAN PELAPORAN KEBIJAKAN DAERAH

TELEKOMUNIASI

KETAHANAN PANGAN

KOPERASI, USAHA

PERDAGANGAN,

SUBBIDANG

KELAUTAN DAN

KECIL DAN MENENGAH

INDUSTRI,

SEKRETARIAT

KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

BIDANG

EKONOMI

SUBBIDANG

18

2. Penilaian Kinerja

Kinerja adalah keberhasilan personel, tim, atau unit organisasi dalam

mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perilaku

yang diharapkan. Keberhasilan pencapaian strategic perlu diukur. Itulah sebabnya

sasaran strategic yang menjadi basis pengukuran kinerja perlu ditentukan

ukurannya, dan ditentukan inisiatif strategic untuk mewujudkan sasaran tersebut.

Penilaian kinerja (performance evaluation) dalam organisasi publik

merupakan peranan kunci dalam pengembangan pegawai dan produktifitas mereka.

Evaluasi kinerja pada prinsipnya merupakan manifestasi dari bentuk penilaian

kinerja seorang pegawai. Penilaian kinerja memberikan gambaran tentang keadaan

pegawai dan sekaligus dapat memberikan feed back.

Penilaian pelaksanaan pekerjaan atau penilaian prestasi kerja (Appraisal of

performance) adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui

apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara

keseluruhan (Drs.Jon Soepriyanto, MM, 2001). Menurut T. Hani Handoko penilaian

prestasi kerja adalah suatu proses dimana organisasi mengadakan evaluasi atau

menilai prestasi kerja karyawannya. (Handoko,1989)

Muchinsky (1993:217) mendefinisikan penilaian sebagai berikut :

“ a systematic review of an individual employee’s performance on the jobwhich is

used to evaluate the effectiveness of his or her work”.

(suatu peninjauan yang sistematis terhadap prestasi kerja individu karyawan dalam

pekerjaan yangdigunakan untuk mengevaluasi efektivitas kerja).

Penilaian prestasi kerja dalam bahasa inggris disebut sebagai performace

appraisal. Pada kamus Manajemen SDM dan Perilaku Organisasi (Tunggal, 1997:

48) berarti suatu proses organisasi menilai performa individu. Sedangkan Bittel

19

(1996:233) menyebutkan suatu evaluasi formal dan sistematis tentang seberapa

baik seseorang melakukan tugasnya dan memenuhi perannya yang sesuai dalam

organisasi. Blanchard dan Spencer (1982:100) menyebutkan penilaian prestasi

kerja merupakan proses organisasi yang mengevaluasi prestasi kerja karyawan

terhadap pekerjaannya.

Esensinya, supervisor dan karyawan secara formal melakukan evaluasi terus

menerus. Kebanyakan mereka mengacu pada prestasi kerja sebelumnya dan

mengevaluasi untuk mengetahui apa yang akan dilakukan selanjutnya. Ketika

prestasi kerja tidak memenuhi syarat, maka manajer atau supervisor harus

mengambil tindakan, demikian juga apabila prestasi kerjanya bagus maka

perilakunya perlu dipertahankan.

Perusahaan maupun organisasi menggunakan penilaian prestasi kerja bagi

para karyawan atau individu mempunyai maksud sebagai langkah administratif dan

pengembangan. Secara administratif, perusahaan atau organisasi dapat menjadikan

penilaian prestasi kerja sebagai acuan atau standar di dalam membuat keputusan

yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan karyawan, termasuk untuk promosi pada

jenjang karir yang lebih tinggi, pemberhentian, dan penghargaan atau penggajian.

Sedangkan untuk pengembangannya adalah cara untuk memotivasi dan

meningkatkan keterampilan kerja, termasuk pemberian konseling pada perilaku

karyawan dan menindaklanjuti dengan pengadaan training (Gomez, 2001:226).

Secara lebih spesifik, tujuan dan evaluasi kinerja dikemukakan Sunyoto

dalam Mangkunegara (2005:35-36) adalah: a) meningkatkan saling pengertian

antara pegawai tentang persyaratan kinerja, b) mencatat dan mengakui hasil kerja

seorang pegawai sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik

atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu, c)

20

memberikan peluang kepada pegawai untuk mendiskusikan keinginan dan

aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap pekerjaan

yang diembannya sekarang, dan d) mendefinisikan atau merumuskan kembali

sasaran masa depan sehingga pegawai termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan

potensinya, serta e) memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang

sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian

menyetujui rencana itu jika tidak ada hal yang perlu diubah.

Rivai (2005:55-56), kegunaan penilaian kinerja adalah sebagai dasar dalam

pengambilan keputusan yang digunakan untuk : 1) prestasi, pemberhentian dan

besarnya balas jasa, 2) untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat

menyelesaikan pekerjaannya, 3) sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas

seluruh kegiatan dalam unit kerja organisasi, 4) sebagai dasar untuk mengevaluasi

program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya

pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan, 5) sebagai indikator untuk menentukan

kebutuhan akan pelatihan bagi pegawai atau karyawan yang berada di dalam

organisasi, 6) sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai atau

karyawan sehingga dicapai performance yang baik, 7) sebagai alat untuk dapat

melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan kemampuan pegawai atau

karyawan selanjutnya, 8) sebagai kriteria menentukan seleksi dan penempatan

pegawai atau karyawan, 9) sebagai alat untuk memperbaiki atau mengernbangkan

kecakapan pegawai atau karyawan, 10) sebagai dasar untuk memperbaiki atau

mengernbangkan uraian tugas (job description).

Sasaran-sasaran dan evaluasi kinerja pegawai atau karyawan yang

dikemukakan Sunyoto dalam Mangkunegara (2005:46) sebagai berikut : a) membuat

analisis kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan periodik, baik

21

kinerja pegawai atau karyawan maupun kinerja organisasi, b) membuat evaluasi

kebutuhan pelatihan dari pegawai atau karyawan melalui audit keterampilan dan

pengetahuan sehingga dapat mengembangkan kemampuan dirinya.

Evaluasi kinerja merupakan sarana untuk memperbaiki mereka yang tidak

melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi berusaha

mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya dalam bidangnya.

Untuk itu sangat tergantung dari para pelaksanaannya, yaitu para pegawai atau

karyawannya agar mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi

dalam corporate planningnya. Untuk itu pula, perhatian hendaknya ditujukan kepada

kinerja sebagai suatu konsepsi atau wawasan bagaimana bekerja agar mencapai

yang terbaik.

Evaluasi kinerja harus dapat memimpin orang-orang dalam melaksanakan

kegiatan dan membina mereka sama pentingnya dan sama berharganya dengan

kegiatan organisasi. Jadi, fokusnya adalah kepada kegiatan bagaimana usaha untuk

selalu memperbaiki dan meningkatkan kinerja dalam melaksanakan kegiatan sehari-

hari. Untuk mencapai itu perlu diubah cara bekerja sama dan bagaimana melihat

atau meninjau kinerja itu sendiri. Dengan demikian, pimpinan dan pegawai atau

karyawan yang bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan evaluasi kinerja

harus pula dievaluasi secara periodik.

Cherrington (1995:276) menambahkan tujuan lain penilaian kinerja antara

lain untuk mengidentifikasi kebutuhan training untuk kepentingan karyawan agar

tingkat kemampuan dan keahliannya pada suatu pekerjaan dapat ditingkatkan pada

level yang lebih tinggi. Kemudian diintegrasikan pada perencanaan sumberdaya

manusia yang dihubungkan pada fungsi-fungsi SDM. Lebih jelasnya, penilaian

prestasi kerja mempunyai tujuan (Rahmanto) untuk:

22

1. Membedakan tingkat prestasi kerja setiap karyawan.

2. Pengambilan keputusan administrasi seperti : seleksi, promosi, retention,

demotion, transfer, termination, dan kenaikan gaji.

3. Pemberian penalti seperti : bimbingan untuk meningkatkan motivasi dan diklat

untuk mengembangkan keahlian.

Penilaian kinerja memainkan peran yang sangat penting bagi peningkatan

suatu kemajuan (perubahan) ke arah yang lebih baik. Dalam manajemen modern,

pengukuran terhadap fakta-fakta akan menghasilkan data, yang kemudian apabila

data ini dianalisis secara tepat akan memberikan informasi yang akurat, yang

selanjutnya informasi itu akan berguna bagi peningkatan pengetahuanpara manajer

dalam mengambil keputusan atau tindakan manajemen untuk meningkatkan kinerja

organisasi (Gaspersz, 2005:68).

Berkaitan dengan penilaian kinerja, pemilihan ukuran-ukuran kinerja yang

tepat dan berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategis perusahaan adalah

sangat penting dan menentukan. Hal ini disebabkan karena banyak perusahaan

hanya sekedar melaksanakan pengukuran hal-hal yang tidak penting dan tidak

berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategis organisasi.Pengukuran kinerja

merupakan suatu proses mencatat danmengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan

dalam arah pencapaiansasaran, tujuan, misi dan visi melalui hasil-hasil yang

ditampilkan beberapa produk, jasa, ataupun proses pelaksanaan suatu kegiatan.

Penilaian kinerja adalah penemuan secara periodik efektivitas operasional

suatu organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang

telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pokok pengukuran kinerja untuk memotivasi

karyawan dalam pencapaian sasaran organisasi dalam memenuhi standar perilaku

yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yng

23

diinginkan. Pengukuran kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak

semestinya dan menegakkan perilaku semestinya diinginkan melalui umpan balik

hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan baik yang bersifat intrinsik maupun

ekstrinsik

3. Konsep Human Resource Scorecard

Konsepsi Human Resource Scorecard pada dasarnya sudah dikemukakan

oleh beberapa ahli, diantaranya Waplau (2001) menyatakan bahwa, Human

Resource Scorecard (HRSc) adalah alat untuk mengukur dan mengelola kontribusi

strategis dari peran SDM dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi

perusahaan. Hal ini berarti bahwa yang paling berperan penting dalam menunjang

keberhasilan Human Resource Scorecard (HRSc) dalah SDM-nya, sedangkan

departemen SDM merupakan pihak yang mengelola dan yang mengukur seberapa

jauh dan seberapa baik SDM itu telah berkontribusi terhadap perusahaan untuk

mencapai visi, misi dan strategi perusahaan. Dalam hal ini yang diukur adalah

orang-orang yang ada didalam perusahaan, tetapi yang melakukan pengukuran

adalah departemen SDMnya.

Walker (2001) menjelaskan bahwa, Human Resource Scorecard (HRSc)

sebagai sebuah kartu skor yang menggunakan indikator sebab akibat untuk

menjelaskan strategi pengembangan SDM secara keseluruhan mulai dari proses

operasional, persepsi pelanggan dan keuangan untuk mengevaluasi efektivitas

inisiatif departemen SDM agar dapat dipahami oleh semua karyawan.

Human Resource Score Card (HRSC) memberikan sebuah cara untuk

memonitor indikator tenaga kerja, analisis statistik tenaga kerja, mendiagnosis isu-

isu yang berkaitan dengan tenaga kerja, menghitung dampak negative secara

24

financial, memberi solusi, dan mencatat perbaikan-perbaikan(Walker, 2001). Human

Resource Score Card (HRSC) adalah sebuat alat yang bagus untuk memulai suatu

proses komunikasi antara departemen SDM dengan para eksekutif lini dalam

konteks peran SDM sebagai bagian dari suatu perusahaan (Jim Craven, 2003).

Becker et al (2001:6) mengemukakan bahwa konsep yang digunakan dalam

Human Resource Scorecard (HRSc) lebih ditujukan pada peran penting SDM

dimasa mendatang. Bila fokus strategi perusahaan adalah menciptakan keunggulan

operasional untuk memenangkan hati pelanggan, maka fokus strategi SDM juga

harus disesuaikan. Penyesuaian ini perlu dilakukan untuk memaksimalkan kontribusi

SDM dalam pencapaian tujuan organisasi sekaligus menciptakan nilan (value) bagi

organisasi.

Human Resource Scorecard (HRSc) adalah suatu alat untuk mengukur dan

mengelola kontribusi stategik dari peran human resources dalam menciptakan nilai

untuk mencapai strategi perusahaan. Human Resources Scorecard adalah suatu

sistem pengukuran sumber daya manusia yang mengaitkan orang - strategi - kinerja

untuk menghasilkan perusahaan yang unggul (Becker et al, 2001).

Human Resources Scorecard menjabarkan visi, misi, strategi menjadi aksi

human resources yang dapat diukur kontribusinya. Human Resources Scorecard

menjabarkan sesuatu yang tak berwujud/intangible (leading/sebab) menjadi

berwujud/tangible (lagging/akibat). Human Resources Scorecard merupakan suatu

sistem pengukuran yang mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan

kinerja organik yang akhirnya akan mampu menimbulkan kesadaran mengenai

konsekuensi keputusan investasi sumber daya manusia, sehingga investasi tersebut

dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat jumlah. Selain itu, human resources

scorecard dapatmenjadi alat bantu bagi manajer sumber daya manusia untuk

25

memastikan bahwa semua keputusan sumber daya manusia mendukung atau

mempunyai kontribusi langsung pada implementasi strategi usaha (Becker et al,

2001).

Human Resources Scorecard juga merupakan kombinasi antara indikator

lagging (akibat) dan indikator leading (sebab). Di dalam Human Resources

Scorecard itu harus ada hubungan sebabnya dulu baru akibatnya apa. Dasar

pemikiran HRSC adalah 'Gets Managed, Gets Done", artinya apa yang diukur itulah

yang dikelola barulah bisa diimplementasi dan dinilai.(Becker et al, 2001).

Human Resource Scorecard (HRSc) adalah Balance Score Card yang

dikembangkan oleh Departemen SDM untuk menyelaraskan strategi pengelolaan

SDM dengan strategi perusahaan sekaligus untuk mengukur kinerja dan kontribusi

SDM dalam mendukung pencapaian strategi perusahaan. Human Resource

Scorecard (HRSc) sebagai konsep yang diturunkan dari konsep balance scorecard

dalam perkembangannya dimaknai sebagai suatu sistem manajemen yang

digunakan untuk menjembatani kesenjangan antara apa yang biasanya diukur oleh

Departemen SDM dengan apa yang sebenarnya penting bagi perusahaan

Tunggal (2003:7) menjelaskan bahwa arsitektur sumber daya manusia

(Human Resource Architecture) adalah rangkaian kesatuan dari profesional sumber

daya dalam fungsi sumber daya (The Human Resource Function), sampai sistem

yang berkaitan dengan kebijakan dan praktik (The Human Resource System)

mencakup juga kompetensi, motivasi dan perilaku yang berkaitan dengan karyawan

perusahaan. Basis peran sumber daya manusia dalam implementasi strategi

organisasi adalah arsitektur sumber daya manusia yang terdiri dari 3 dimensi

sebagai berikut :

1. Fungsi sumber daya manusia (The Human Resource Function)

26

Fondasi/dasar dari suatu strategi sumber daya manusia dalam

menciptakan nilai adalah infrastruktur manajemen yang dapat memahami dan

menerapkan strategi perusahaan. Menurut Tunggal (2003,35), “fungsi sumber

daya manusia adalah peranan yang dijalankan para profesional sumber daya

manusia dalam organisasinya”. Huselid, Jackson, dan Randal (Becker et al,

2001:53), mengatakan bahwa efektifitas manajemen sumber daya manusia

mempunyai 2 dimensi yang penting yaitu :

a. Fungsi teknis (Technical Human Resource Management) yaitu : pemberian

jasa dasar sumber daya manusia seperti rekruitmen, pelatihan, kompensasi

dan benefit.

b. Fungsi strategik (Strategic Human Resource Management) yaitu : pemberian

jasa dengan suatu cara yang secara langsung mendukung implementasi

strategi perusahaan.

Becker et al (2001:25) mengemukakan bahwa kebanyakan manajer

sumber daya manusia lebih memusatkan kegiatannya pada penyampaian

(delivery) yang tradisional atau kegiatan manajemen sumber daya manusia

teknis dan kurang memperhatikan pada dimensi manajemen sumber daya

manusia yang stratejik. Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi manajer

sumber daya manusia masa depan dan memiliki pengaruh yang sangat besar

terhadap kinerja perusahaan adalah kompetensi manajemen sumber daya

manusia stratejik dan bisnis.

2. Sistem sumber daya manusia (The Human Resource System)

Sistem sumber daya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh

dalam sumber daya manusia stratejik. Model sistem ini disebut 'High

Performance Work System' (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada sistem

27

sumber daya manusia dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas human

capital dalam perusahaan. Untuk membangun dan memelihara persediaan

human capital yang berkualitas, HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Menghubungkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model

kompetensi.

b. Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang

efektif untuk keterampilan yang dituntut oleh implementasi strategi dan

implementasi perusahaan.

c. Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang

menarik, mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.

Dalam HPWS, setiap elemen pada sistem sumber daya manusia,

hakekatnya diperlukan adanya pemikiran sistem yang menekankan pada

‘interrelationship’ antara komponen sistem sumber daya manusia dan hubungan

antara sumber daya manusia dengan sistem implementasi strategi yang lebih

luas. HPWS secara langsung menciptakan 'customer-value' atau nilai (value)

lainnya yang berkaitan. Dalam hal ini, proses kemitraan (alignment) dimulai dari

pemahaman yang jelas terhadap rantai nilai perusahaan, suatu pemahaman

solid apa saja yang dijadikan nilai perusahaan dan bagaimana manfaat nilai

tersebut diciptakan.

Kuncinya, bahwa karaktersitik HPWS tidak hanya mengadopsi

kebijaksanaan dan praktek sumber daya manusia yang tepat tetapi juga

bagaimana mengelola praktek sumber daya manusia tersebut. Dalam HPWS

kebijaksanaan dan praktek sumber daya manusia mengimplementasikan strategi

perusahaan.

28

Elemen penting dari Human Resource Scorecard adalah: identifikasi

Human Resource Deliverable, penggunaan HPWS, Human Resource System

Alignment dan Human Resource Efficiency. Hal tersebut merefleksikan

keseimbangan (balance) antara kontrol biaya dan penciptaan nilai (value

creation). Kontrol biaya berasal dari pengukuran Human Resource Efficiency

sedangkan penciptaan nilai (value creation) berasal dari pengukuran Human

Resource Deliverable, kesejajaran sistem sumber daya manusia eksternal, dan

HPWS. Ketiga hal terakhir adalah elemen penting dari Human Resource

Architecture yang melacak rantai nilai dari fungsi ke sistem lalu ke tingkah laku

karyawan.

3. Perilaku karyawan (Employee Behaviors)

Organisasi yang kehilangan semua peralatannya tetapi masih memiliki

ketrampilan dan pengetahuan dari tenaga kerjanya, dapat kembali ke usaha

dengan cepat, sedangkan organisasi yang kehilangan tenaga kerja yang terampil

dan berpengalaman, akan sangat sulit untuk dapat kembali memulihkan

usahanya. Oleh karena itu, supaya dapat mengukur dan mengimplementasikan

kontribusi sumber daya manusia dengan strategi perusahaan maka terlebih

dahulu kita harus mengerti tentang perbedaan perilaku karyawan dengan

perilaku strategik.

Tunggal (2003:15)menjelaskan bahwa, perilaku karyawan (Employee

Behaviors) adalah keluaran dari pelaksanaan fungsi dan sistem sumber daya

manusia, sedangkan yang dimaksud dengan perilaku strategik (Strategic

Behaviors) adalah sub himpunan dari perilaku produktif yang secara langsung

membantu menjalankan strategi perusahaan.

Perilaku strategik (Strategic Behaviors) terdiri dari 2 kategori yaitu :

29

a. Perilaku inti (Core Behaviors) adalah perilaku yang lahir dari kompetensi

karyawan. Core Behaviors merupakan perilaku yang dipertimbangkan

fundamental terhadap keberhasilan perusahaan, melintasi seluruh unit dan

tingkat usaha.

b. Perilaku berdasarkan situasi tertentu (Situation-Specific Behaviors) yang

penting pada titik kunci (key points) pada ranti nilai unit usaha atau

perusahaan. Contoh dari perilaku ini adalah cross selling skills yang

diperlukan pada cabang bank ritel.

Untuk menunjukkan bahwa human resources dapat memberi kontribusi

kepada manajemen lini senior, human resources membutuhkan suatu sistem

pengukuran yang memfokus pada 2 dimensi yaitu :

1) Pengendalian biaya (Cost Control) yaitu mengurangi biaya pada fungsi

human resources dan meningkatkan efisiensi operasional di luar human

resources.

2) Penciptaan nilai (Value Creation) yaitu meyakinkan bahwa arsitektur human

resources berpotongan dengan proses implementasi strategi.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, Human resources scorecard

pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar dapat

dilakukan untuk mengukur dan mengelola kontribusi stategik dari peran human

resources pada instansi tersebut dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi

organisasinya. Human Resources Scorecard tersebut menjadi sebuah sistem

pengukuran SDM aparatur yang mengaitkan orang - strategi - kinerja untuk

menghasilkan organisasi yang unggul sesuai bidang tugas dan fungsinya, yang

akhirnya akan mampu menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan

30

investasi sumber daya manusia, sehingga investasi tersebut dapat dilakukan secara

tepat arah dan tepat jumlah.

Pengukuran kinerja BAPPEDA Kota Makassar dengan Human Resource

Scorecard untuk ukur kontribusinya baik yang tak berwujud / itangible

(leading/sebab) menjadi berwujud / tangible (laggimg/akibat).

Pengukuran kinerja Human Resource Scorecard pada BAPPEDA Kota

Makassar dapat menjadi alat bantu bagi manajer sumber daya manusia, dalam hal

ini Badan Pertimbangan Jabatan (BAPERJAKAT), Pejabat Pembina Kepegawaian

(PPK), dan Pimpinan BAPPEDA untuk memastikan bahwa semua keputusan SDM

aparatur mendukung atau mempunyai kontribusi langsung pada implementasi

strategi organisasi.

4. Dimensi Pengukuran Human Resource Scorecard

Dimensi-dimensi pengukuran SDM melalui pendekatan Human Resources

Scorecard adalah :

1. Indikator Penyebab (Leading indicator)

a. Pengukuran HR competencies

Becker, Huselid dan Ulrich, 2001:9) menyampaikan hasil penelitian Michigan

menunjukan bahwa kompentensi yang perlu dimiliki oleh SDM dimasa depan

dan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan SDM adalah

1) Memiliki kompetensi (pengetahuan dan keterampilan)

2) Ahli dalam melaksanakan kegiatan SDM.

3) Memiliki kemampuan mengelola perubahan

4) Memiliki kemampuan mengelola budaya

5) Memiliki kredibilitas personal.

31

Jumlah orang yang menilai untuk HR Competensies hanya sebatas

lingkungan internal organisasi dimana mereka lebih banyak berinteraksi lebih

intens dengan manajer SDM dan merasakan dampaknya secara langsung

atas kebijakan yang dibuat atau yang ditentukan oleh manajer SDM tersebut.

b. Pengukuran High Performance Work System (HPWS)

Terdapat beberapa kegiatan dan sistem SDM yang dapat membantu

pencapaian sasaran organisasi.

1) Merekrut karyawan yang memiliki orisentasi pelanggan dengan

kompetensi yang sesuai.

2. Meningkatkan kualitas pelayanan internal para karyawan

3. Memberikan penghargaan non moneter

4. Melaksanakan sistem penilaian kinerja yang lebih objektif dan menunjang

sasarn organisasi.

5. Mengembangkan kompetensi karyawan yang sesuai

2. Indikator Akibat (lagging indicator)

a. Pengukuran HRSA

Untuk menjamin pelaksanaan kegiatan SDM yang konsisten dan

mendukung strategi organisasi perlu diadakan eksternal alignment atau fokus

pada HR driver (hal-hal yang menghasilkan HR deliverable). Dalam hal ini

kepuasan karyawan sangat penting, karena peningkatan kepuasan karyawan

erat kaitannya dengan stabilitas karyawan dan kepuasan pelanggan eksternal

(Hallowel, Schledinger dan Zornitsky :1996). Kepuasan karyawan yang

dimaksud adalah mengacu pada reaksi afeksi (aspek emosional) terhadap

berbagai aspek dalam pekerjaannya secara umum. Aspek kepuasan yang

dimaksud yaitu : penggunaan kemampuan; prestasi, kegiatan, kemajuan,

32

otoritas, kebijakan dan pelaksanaan dalam organisasi, kompensasi, rekan

kerja, kreatifitas, kemadirian, nilai moral, penghargaan, tanggung jawab,

keamanan, pelayanan sosial, kegiatan yang variasi dan kondisi kerja.

Mengukur HRSA berarti menilai sejauhmana sistem SDM memenuhi

kebutuhan implementasi strategi organisasi atau disebut external alignment

terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi penyimpangan dari implementasi

strategi organisasi, dengan mengukur adanya kesesuaian antara pelaksana

sumber daya manusia dengan sasaran organisasi, maka dilakukan

pengukuran tentang kepuasan karyawan.

b. HR Efficiency

Pengukuran dalam penelitian ini dipilih pengukuran efisisensi SDM yang

sifatnya strategik sehingga dapat memberikan kontribusi pada sasaran

organisasi seperti:

1) Memaksimalkan kinerja, modal SDM yaitu dengan menghitung

pengembalian dari investasi yang telah dilakukan dari program SDM yang

signifikan menunjang sasaran perusahaan atau organisasi.

2) Intensitas turn over

Untuk mengetahui efisiensi kegiatan dan proses SDM yang dapat

memberikan kontribusi langsung terhadap implementasi strategi

organisasi, maka dilakukan pengukuran terhadap :

a. Human Resource Return on investment (HR ROI).

b. Total Biaya SDM per karyawan dalam satu tahun.

c. Persentasi jumlah karyawan yang keluar (turn over percentage) dan

kecenderungan untuk keluar dari perusahaan (turn over intention).

33

c. HR Deliverable

Berdasarkan hasil penelitian Roog et.al (2001) HR deliverable atau

hasil dari kinerja bagian SDM pada dasarnya menghasilkan iklim organisasi

yang mendukung pelayanan orientasi pelayanan pelanggan serta

meningkatkan motivasi karyawan.

Iklim organisasi yang berorientasi pada pelanggan. Penelitiannya

meliputi aspek: bagaimana karyawan menilai pelanggan, komitmen pegawai,

kerja sama dan koordinasi, kompetensi serta konsistensi manajemen. Hasil

penelitiannya menunjukan bahwa pelaksanaan kegiatan SDM memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap iklim organisasi, dan iklim organisasi

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan pelanggan.

Selanjutnya Meningkatkan motivasi karyawan adalah proses yang

mendorong individu untuk secara sukarela memberikan usahanya dalam

bekerja. Menurut teori expectancy, seseorang akan cenderung mengerjakan

sesuatu karena penghargaan yang diperolehnya. Dalam hal ini moneter

berperan penting dalam memotivasi seseorang. Namun penghargaan non

moneter juga efektif dalam memotivasi karyawan dalam mencapai kinerja

yang diharapkan, karena sebagian orang terdorong untuk mencapai sesuatu

yang diinginkan dan sebagian orang lainnya lebih tertarik pada aspek-aspek

non financial dalam kerjanya, seperti penghargaan jabatan, atau peningkatan

tanggung jawabnya.

5. Penerapan Human Resource Scorecard

Human Resources Score Card adalah sistem pengukuran kinerja yang

menilai kontribusi SDM dalam menciptakan nilai dalam organisasi. Bila fokus strategi

34

organisasi adalah memperoleh keuntungan dari kompetisi (competitive advantagei),

maka fokus strategi SDM harus disesuaikan juga. Hal ini untuk memaksimalkan

kontribusi SDM pada tujuan organisasi (Becker, 2001:51).

Berdasarkan hal tersebut, maka yang paling penting dalam menunjang

keberhasilan implementasi HRSc adalah SDMnya, sedangkan unit SDM merupakan

bagian yang mengelola dan mengukur sampai sejauhmana dan sebaik apa SDM

telah memberikan kontribusi kepada organisasi untuk mencapai visi, misi, dan

strategi organisasi. Dalam hal ini yang diukur adalah orang-orang yang ada dalam

organisasi, namun yang melakukan pengukuran adalah unit SDMnya.

Becker (2001:38) menjelaskan bahwa, dalam membangun suatu Human

resources scorecard diperusahaan, diperlukan 7 (tujuh) langkah yang harus

dijalankan untuk mengimplementasikan peran SDM yang stratejik yaitu :

1. Mendefinisikan strategi bisnis secara jelas. Diperlukan pemahaman yang

jelas tetang implementasi strategi perusahaan, bagaimana

mengkomunikasikan strategi tersebut ke seluruh bagian organisasi, untuk

memberi pengertian pada karayawan tentang peran dan ukuran

keberhasilan mereka.

2. Membuat suatu kasus bisnis dalam manajemen SDM sebagai suatu aset

strategis. Setelah organisasi dapat menjelaskan strateginya, dibuat suatu

kasus bisnis yang jelas tentang mengapa dan bagaimana SDM dapat

mendukung strategi yang telah dijelaskan. Dalam membuat kasus bisnis

dapat juga dilampirkan suatu kumpulan hasil penelitian yang sistematik

untuk mendukung rekomendasi.

3. Menciptakan suatu peta strategi. Setiap organisasi memiliki rantai nilai dan

sistem pengukuran kinerja yang harus dapat memperhitungkan setiap jalur

35

dalam rantai tersebut. Untuk dapat mendefinisikan suatu proses

penciptaan nilai, perlu dibuat suatu peta strategi yang menggambarkan

rantai nilai. Peta strategi yang menggambarkan rantai nilai ini akan

mengungkapkan bagaimana perusahaan menciptakan nilai dalam

terminologi yang dapat dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap bagian

dalam organisasi. Proses pembuatan peta rantai nilai ini seharusnya

melibatkan manajer dari semua bagian organisasi dengan tujuan untuk

meningkatkan kualitas dari peta strategi tersebut..

4. Mengidentifikasikan HR deliverable dengan peta strategi yang telah

dibuat. Penciptaan nilai SDM banyak terdapat pada titik pertemuan antara

sistem SDM dan sistem implementasi strategi. Dalam memaksimumkan

penciptaan nilai ini, diperlukan pemahaman atas sistem-sistem tersebut.

Langkah pertama adalah mengidentifikasi HR deliverable yang dapat

mendukung kinerja organisasi dalam peta strategi. Selanjutnya,

difokuskan pada jenis dari perilaku stratejik yang umumnya merupakan

fungsi dari kompetensi, penghargaan, dan kerja perusahaan.

5. Menghubungkan arsitektur SDM dengan HR deliverables. Pada tahap ini

diperlukan perancangan sistem yang dapat mendukung HR deliverables.

Selain itu juga diperlukan pertimbangan tentang elemen-elemen dari

sistem SDM yang sesuai dengan elemen-elemen lain yang merupakan

bagian dalam rantai nilai dalam organisasi. Pada tahap ini mulai terlihat

bagaimana penciptaan nilai dalam organisasi dalam kaitannya antara

sistem SDM dengan sistem impelementasi strategi organisasi secara lebih

luas. Ketidaksesuaian antara sistem SDM dengan sistem implementasi

strategi akan menghancurkan nilai dalam rantai tersebut.

36

6. Membuat sistem pengukuran SDM yang strategis. Pada tahap ini

dilakukan rancangan dari sistem pengukuran SDM. Kriterianya tidak

hanya merupakan perspektif yang baru dalam pengukuran kinerja SDm

saja. Namun juga beberapa hal yang mungkin tidak umum bagi

profesional SDM. Untuk dapat mengukur hubungan kinerja SDM

organisasi dengan tepat, dibuat suatu pengukuran yang sahih atas HR

deliverables. Hal ini memiliki dua aspek, yang pertama diperlukan

keyakinan akan pilihan yang tepat atas HR performance driver (hal-hal

yang berakibat pada HR deliverable seperti cycle time) dan HR enabler

(hal-hal yang berkibat pada HR performance driver seperti rendahnya turn

over). Untuk itu diperlukan suatu pemahaman yang memadai atas

hubungan sebab akibat dalam implementasi strategi yang efektif dalam

organisasi. Kedua, harus dipilih pengukuran yang tepat atas HR

deliverable tersebut.

7. Melakukan implementasi dengan pengukuran yang telah dibuat. Dalam

melakukan proses implementasinya berdasarkan langkah satu sampai

dengan enam diatas, diperlukan pertimbangan atas perubahan dan

fleksibilitas. Proses tersebut merupakan proses yang berkelanjutan,

dimana manajer SDM harus selalu memperhatikan HR deliverables yang

telah didefinisikan sebelumnya untuk memastikan bahwa HR performance

driver dan HR enablers senantiasa sesuai dan selaras dengan strategi,

terutama HR enablers yang memiliki hubungan langsung pada tujuan

bisnis yang spesifik. Manajer SDM harus dapat mengidentifikasikan kapan

suatu HR enablers tidak lagi memainkan peranan yang stratejik dan harus

diganti.

37

HRSc diharapkan dapat memaksimalkan kontribusi stratejik unit SDM pada

unit yang lebih besar dan mengoptimalkan alokasi SDM-nya dengan keputusan yang

secara langsung berhubungan pada tujuan unit bisnis dan perusahaan/organisasi.

HRSc lebih memfokuskan pada peran manajer SDM.

Anthony (1996) menjelaskan bahwa ada lima tahapan dalam implementasi

HRSc, yaitu :

1. Mendefiniskan strategi

HRSc membangun hubungan yang erat antara strategi organisasi dengan

kegiatan operasional. Dengan demikian, perlu adanya penjabaran strategis

organisasi kedalam perencanaan operasional. Dengan demikian

mengintegrasikan pengukuran dalam sistem manajemen.

2. Mendefiniskan pengukuran

Pengukuran yang akan dilakukan perlu didefiniskan secara operasional.

Dalam mendefiniskan pengukuran ini perlu dilakukan antara lain : merancang

dan menentukan pengukuran yang bersifat individual yang dapat mendukung

strategi organisasi serta mengintegrasikan pengukuran dalam sistem

manajemen.

3. Mengintegrasikan pengukuran kinerja ke dalam sistem manajemen sehingga

pengukuran kinerja bukan hanya menjadi bagian yang parsial, atau hanya

dilakukan sesaat, tanpa perencanaan, tanpa tindak lanjut, dan hasilnya

diabaikan begitu saja. Pengukuran kinerja harus menjadi bagian dari suatu

sistem manajemen yang dilakukan secara sistematis, periodik, dan digunakan

sebagai upaya peningkatan kinerja individu dan organisasi.

38

4. Meninjau kembali hasil penilaian kinerja secara terus menerus dan

dampaknya terhadap organisasi

Beberapa pertanyaan yang akan diajukan antara lain :

a. Bagaimana perubahan strategi pengembangan strategi,

b. Bagaimana cara organisasi memperbaiki proses pengukuran kinerja,

c. Bagaimana dampak pengukuran kinerja terhadap layanan pelanggan,

d. Bagaimana komitmen SDM terhadap organisasi.

5. Menyusun laporan secara periodik.

Laporan periodik perlu disusun sehingga dapat diketahui grafik

perkembangan kinerja SDM dan organisasi secara keseluruhan.

Pengukuran kinerja SDM yang menggunakan kelima pendekatan tersebut

sangat berkaitan dengan pemberdayaan pegawai (employee empowerment).

Pemimpin hendaknya memberikan perhatian dan keleluasaan terhadap hubungan

antara pegawai dan keseluruhan proses organisasi, pelanggan dan pembuatan

keputusan. Pegawai diberikan wewenang untuk memecahkan masalah dan

diberikan fasilitas untuk pengembangan dan pendekatan baru yang kreatif, dalam

rangka kinerja pekerjaan dan kepuasan pelanggan (Anthony, 1996).

39

6. Kerangka Konseptual

Faktor yang

mempengaruhi

HUMAN RESOURCE SCORECARD

– BAPPEDA KOTA MAKASSAR

1. Kompetensi pengetahuan dan keterampilan

2. Keahlian dalam kegiatan SDM

3. Kemampuan mengelola perubahan

4. Kemampuan mengelola budaya

5. Kredibilitas personal

Human Resource Competence (HRC)

- Faktor pendukung

- Faktor Penghambat

KINERJA SDM

40

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian mengenai pemetaan dimensi Human Resource Competence

(HRC) dalam perspektif Human Resource Scorecard (HRSc) ini merupakan studi

yang menggunakan metode kualitatif.

Penelitian ini secara praktis berusaha untuk memberikan deskripsi dan

eksplanasi tentang sistem pengukuran kinerja SDM pada BAPPEDA Kota Makassar.

Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-

dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya.

Peneliti adalah bagian integral dari data, artinya peneliti ikut aktif dalam

menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, peneliti menjadi

instrument penelitian yang harus terjun langsung di lapangan. Karena itu penelitian

kualitatif bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik, bukan untuk

digeneralisasikan. Desain penelitian dapat berubah atau disesuaikan dengan

perkembangan penelitian.

B. Lokasi Penelitian

Peneltian ini dilaksanakan pada Badan Perencanaan dan Pembangunan

Daerah (Bappeda) Kota Makassar provinsi Sulawesi Selatan. Penentuan lokasi

penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa Bappeda Kota Makassar

merupakan instansi pemerintah yang mempunyai wewenang dan tugas yang vital

untuk menyusun perencanaan sebagai dasar pembangunan di kota Makassar.

41

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada manajemen sumber daya manusia pada

Bappeda Kota Makassar dari perspektf Human Resources Scorecard (HRSC) pada

aspek dimensi Human Resources Competence (HRC)

D. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Objek

penelitian adalah obyek yang dijadikan penelitian atau yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah sumber

daya manusia yang ada di BAPPEDA Kota Makassar yang berjumlah 87 orang.

Sementara yang menjadi objek penelitian yaitu sistem pengukuran kinerja pada

BAPPEDA Kota Makassar.

E. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil

penelitian. Hasil penelitian ini lebih bersifat kontekstual dan kasusistik, yang berlaku

pada waktu dan tempat tertentu sewaktu penelitian dilakukan. Olehnya itu tidak

digunakan istilah populasi atau sampel.

Dalam penelitian ini, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama dalam

pengumpulan data adalah pemilihan informan. jumlah informan dan individu yang

menjadi informan dipilih sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Orang-

orang yang dapat dijadikan informan adalah orang yang memiliki pengalaman sesuai

dengan penelitian, dan tentu saja yang mudah diakses:

1. Kepala BAPPEDA Kota Makassar

42

2. Kepala Bagian Kepegawaian BAPPEDA Kota Makassar

3. Staf BAPPEDA Kota Makassar

Seperti yang telah disebutkan bahwa pemilihan informan pertama merupakan

hal yang sangat utama sehingga harus dilakukan secara cermat, karena penelitian

ini mengkaji tentang pengukuran kinerja pada BAPPEDA Kota Makassar, maka

peneliti memutuskan informan pertama atau informan kunci yang paling sesuai dan

tepat ialah Kepala BAPPEDA Kota Makassar.

Dari informan kunci ini selanjutnya diminta untuk memberikan rekomendasi

untuk memilih informan-informan berikutnya, dengan catatan informan-informan

tersebut merasakan dan menilai kondisi lingkungan kerja sehingga terjadi

sinkronisasi dan validasi data yang didapatkan dari informan pertama.

F. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat

digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Ada beberapa teknik atau metode

pengumpulan data yang biasanya dilakukan oleh peneliti. Peneliti dapat

menggunakan salah satu atau gabungan dari metode yang ada tergantung masalah

yang dihadapi

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Dengan cara mengumpulkan data yang ada mengenai permasalahan dalam

penelitian dengan membaca literatur yang relevan untuk mendukung, seperti

buku-buku, jurnal, dan internet mengenai sistem pengukuran kinerja

pegawai.

43

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

1. Wawancara mendalam (depth interview)

Wawancara mendalam (depth interview) merupakan metode

pengumpulan data dimana peneliti melakukan kegiatan wawancara tatap

muka secara mendalam dan terus-menerus (lebih dari satu kali) untuk

menggali informasi dari responden. Wawancara mendalam adalah

wawancara secara intensif untuk mendapatkan data kualitatif yang

mendalam.

2. Observasi; kegiatan mengamati secara langsung, tanpa mediator, subjek

penelitian untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan subjek

tersebut. Observasi merupakan metode pengumpulan data yang

dilakukan pada penelitian kualitatif. Yang diobservasi adalah interaksi

(perilaku) dan percakapan yang terjadi antara subjek yang diteliti.

Sedangkan observasi yang digunakan adalah observasi non-partisipan,

yang merupakan metode observasi tanpa ikut terjun melakukan aktivitas

seperti yang dilakukan kelompok yang diteliti, baik kehadirannya diketahui

atau tidak.

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen

yang digunakan peneliti disini berupa foto, gambar, serta data-data

mengenai sistem pengukuran kinerja SDM BAPPEDA Kota Makassar.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam peneletian ini dilakukan dengan mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat dirumuskan, memilah-milahnya menjadi satuan yang

44

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa

yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain (Moleong : 2009). Melalui data kualitatif, data yang diperoleh dari

lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum

kemudian disajikan dalam bentuk narasi.

Analisis data dimulai setelah melakukan wawancara mendalam dengan

informan kunci dengan membuat transkrip hasil wawancara, dengan cara memutar

kembali rekaman hasil wawancara, mendengarkan dengan seksama, kemudian

menuliskan kata-kata yang didengar sesuai dengan apa yang ada direkaman

tersebut.

Setelah peneliti menulis hasil wawancara tersebut ke dalam transkrip,

selanjutnya peneliti harus membaca secara cermat untuk kemudian dilakukan

reduksi data. Peneliti membuat reduksi data dengan cara membuat abstraksi, yaitu

mengambil dan mencatat informasi-informasi yang bermanfaat sesuai dengan

konteks penelitian atau mengabaikan kata-kata yang tidak perlu sehingga

didapatkan inti kalimatnya saja, tetapi bahasanya sesuai dengan bahasa informan.

Abstraksi yang sudah dibuat dalam bentuk satuan-satuan yang kemudian

dikelompokkan dengan berdasarkan taksonomi dari domain penelitian. Analisis

Domain menurut Sugiyono (2009:255), adalah memperoleh gambaran yang umum

dan menyeluruh dari obyek/penelitian atau situasi sosial. Peneliti memperoleh

domain ini dengan cara melakukan pertanyaan grand dan minitour. Sementara itu,

domain sangat penting bagi peneliti, karena sebagai pijakan untuk penelitian

selanjutnya. Mengenai analisis taksonomi yaitu dengan memilih domain kemudian

dijabarkan menjadi lebih terinci, sehingga dapat diketahui struktur internalnya.

45

H. Unit Analisis Penelitian

Unit analisis pada penelitian ini yaitu individu, dalam hal ini adalah Pegawai

pada BAPPEDA Kota Makassar. Dengan pertimbangan bahwa dengan pendekatan

individu akan lebih mudah mendapatkan data dan informasi secara mendalam dan

akurat terkait dengan kinerja Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda)

Kota Makassar.

I. Kredibilitas Penelitian

Setiap penelitian harus memiliki kredibilitas sehingga dapat

dipertanggungjawabkan. Kredibilitas penelitian kualitatif adalah keberhasilan

mencapai maksud mengeksplorasi masalah yang majemuk atau keterpercayaan

terhadap hasil data penelitian. Upaya untuk menjaga kredibiltas dalam penelitian

adalah melalui langkah-langkah sebagai berikut (Sugiyono, 2009:270-276):

a. Perpanjangan pengamatan

Peneliti kembali lagi ke lapangan untuk melakukan pengamatan untuk

mengetahui kebenaran data yang telah diperoleh maupun untuk menemukan

data-data yang baru.

b. Meningkatkan ketekunan

Melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan

meningkatkan ketekunan tersebut, maka peneliti akan melakukan

pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan salah atau tidak.

c. Triangulasi

Pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai

waktu.

46

d. Analisis kasus negative

Peneliti mencari data yang berbeda atau yang bertentangan dengan temuan

data sebelumnya. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan

dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.

e. Menggunakan bahan referensi

Bahan referensi yang dimaksud adalah adanya pendukung untuk

membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data

hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara.

b. Mengadakan member chek

Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti

kepada pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para

pemberi data berarti data tersebut sudah valid, sehingga semakin kredibel

atau dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai

penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu

melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam,

maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan

apa yang diberikan oleh pemberi data.

47

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pemetaan Human Resource Score Card (Dimensi Human

Resource Competence ) Pada Bappeda Kota Makasar

1. Sistem Manjemen SDM Bappeda Kota Makassar

Untuk menganalisis Human Resource Scorecard SDM

menggunakan dimensi Human Resource Sorecard (HRC), terlebih dahulu

penulis berupaya menerjeemahkan konsep HRSc ke dalam indikator

sistem manajemen sumber daya manusia pada Bappeda Kota Makassar

dengan penjelasan sebagai berikut :

a. Rekrutmen aparatur

Dari hasil penelitian lapangan, Bappeda Kota Makassar dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsinya didukung dengan sumber daya

manusia aparatur yang memadai sebanyak 88 orang dengan kualifikasi

pendidikan sebagai berikut :

Tabel 1. Tingkat Pendidikan Pegawai Bappeda Kota Makassar

Tingkat Pendidikan

PNS Tenaga Kontrak

Jumlah Jenjang Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan

Program S3 1 1 - - 2

Program S2 13 10 1 2 26

Program S1 16 15 6 9 46

48

Program D3 1 - - - 1

SMA/SMK 5 2 5 1 13

Jumlah 36 28 12 12 88

Sumber : Arsip BAPPEDA Kota Makassar 2015

Dari tabel di atas terlihat bahwa berdasarkan latar belakang

pendidikan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tenaga kontrak BAPPEDA

Kota Makassar sudah cukup tinggi hal ini sudah sangat memadai.

Data berdasarkan latar belakang pendidikan PNS terdiri dari : 1

(satu) orang laki-laki dan 1 (satu) orang perempuan yang berkualifikasi

pendidikan S-3, yang berkualifikasi pendidikan S-2 sebanyak 13 (tiga

belas) orang laki-laki dan 10 (sepuluh) orang perempuan, sementara yang

berkualifikasi pendidikan S-1 sebanyak 16 (enam belas) orang laki-laki

dan 15 (lima belas) orang perempuan, sedangkan yang berkualifikasi

pendidikan Diploma Tigahanya 1(satu) orang laki-laki, untuk jenjang

pendidikan berkualifikasiSLTA sebanyak 5 (lima) orang laki-laki dan 2

(dua) orang perempuan. Sementara tenaga kontrak berdasarkan latar

belakang pendidikan juga terdiri dari SLTA, S1 dan S2.

“SDM pada Bappeda Makassar berpendidikan sarjana dan latar belakang pendidikannya sesuai dengan jabatan serta tidak kesulitan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Hampir semua SDM memahami tugas pokok dan fungsinya, memiliki pengalaman kerja, jarang meminta petunjuk dari pimpinan dan mampu mengambil keputusan dalam pelaksanaan tugas pekerjaan tanpa menunggu perintah dari pimpinan. Selain itu senang bekerja di lapangan melayani kebutuhan masyarakat”

(Hasil wawancara dengan Kabag Kepegawaian Bappeda Kota

Makassar, A. St Djumharijah, S.E)

49

Dukungan sumber daya manusia aparatur untuk menjalankan tugas

pokok dan fungsi BAPPEDA Kota Makassar secara rinci dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 2. Dukungan Sumber Daya Manusia Bappeda Kota Makassar

Pangkat Eselon

Pangkat Laki-

Laki

Perempuan Eselon Laki-

Laki

Perempuan

Pembina Utama Muda 1 - II – b 1 -

Pembina TingkatI 1 - III – a 1 -

Pembina 7 4 III – b 4 1

Penata Tingkat I 7 7 IV – a 10 3

Penata ` 6

Penata Muda Tingkat I 5 6

Penata Muda 2 5

Pengatur 3 -

Pengatur Muda Tingkat

I

3 -

Juru Tingkat I 1 -

Tenaga Kontrak 12 12

Jumlah 36 28 16 4

Sumber : Arsip Bappeda Kota Makassar 2015

Jika ditinjau dari aspek komposisi pegawai pada saat ini khususnya

dalam sudut pandang status kepegawaian, maka penempatan

pejabat/pegawai telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, sebagaimana

dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

50

Gambar 2. Komposisi SDM Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber : Arsip BAPPEDA Kota Makassar 2015

Pada gambar di atas terlihat komposisi berdasarkan status

kepegawaian bahwa jumlah Pegawai Negeri Sipil baik laki-laki dan

perempuan jika dibandingkan jumlah tenaga kontrak laki-laki dan

perempuan, maka dapat dilihat bahwa dengan jumlah PNS sebanyak 64

orang (pejabat 20 orang dan staf 44 orang) masih kurang sementara

tenaga kontrak dengan jumlah 24 orang sudah melebihi dari kebutuhan

BAPPEDA Kota Makassar. Hal ini akan memberikan dampak pada

pembagian tugas dimana akan ada tugas yang dikerjakan oleh tenaga

kontrak sebagai subsitusi bukan sebagai tenaga yang membantu PNS.

36 12

28 12

0%

20%

40%

60%

80%

100%

PNS Tenaga Kontrak

Perempuan

Laki-Laki

51

Gambar 3. Distribusi Pegawai Sekretariat BAPPEDA Kota Makassar

Sumber : Arsip Bappeda Kota Makassar 2015

Dari gambar diatas terlihat bahwa berdasarkan distribusi pegawai,

Sekretariat berjumlah 27 (dua puluh tujuh) orang; Bidang Ekonomi

berjumlah 11 (sebelas) orang; Bidang Sosial Budaya berjumlah 12 (dua

belas) orang; Bidang Fisik dan Prasarana berjumlah 16 (enam belas)

orang; Bidang Statistik dan Pelaporan berjumlah 11 (sebelas) orang; dan

Bidang Penelitian dan Pengembangan berjumlah 11 (sebelas)

orang.Distribusi pegawai ini berdasarkan tingkat beban kerja dan

kapasitas ruangan yang ada.

b. Kualitas pelayanan internal para aparatur

Peningkatan kualitas pelayanan internal para aparatur di Bappeda

Kota Makassar dalam pengukuran peran dan kontribusi aparatur terhadap

pencapaian visi dan misi instansinya cukup optimal. Sebagian besar

aparatur mengaku senang dan termotivasi dalam bekerja karena tersedia

fasilitas (sarana dan prasaran) yang menunjang pekerjaan. Gedung

27

11 16 11

12 11

Sekretariat

Bidang Ekonomi

Bidang Fispra

Bidang Stalap

Bidang Sosbud

Bidang Litbang

52

Bappeda Kota Makassar terdiri atas beberapa ruangan sesuai jumlah

dalam struktur organisasi Bappeda Kota Makassar. Ruangan tersebut

cukup representatif dan dilengkapi dengan air conditional (AC) dan

peralatan komputer yang menggunakan jaringan wireless fidelity (wifi)

disetiap meja para staf bekerja, sehingga dapat menunjang kelancaran

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi aparatur Bappeda. Tugas Pokok

Bappeda itu sendiri telah jelas diatur dalam Perda No.7 Tahun 2013

tentang Susunan Organisiasi dan Tata Laksana. Adapun sarana dan

prasarana yang menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Bappeda

Kota Makassar tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3. Daftar Fasilitas BAPPEDA Kota Makassar

No. Fasilitas Jumlah Unit Keterangan

1 Kendaraan Roda Empat 12

2 Kendaraan Roda Dua 21

3 AC 25

4 Dispenser 2

5 DVR 1

6 Faximili 1

7 Filling Kabinet 24

8 Handycam 1

9 Jaringan Komputer 1

10 Kamera 7

11 Komputer 54

12 Kursi 218

13 Layar Proyektor 4

14 Meja 88

15 Mesin Ketik 2

16 LCD Proyektor 4

17 Notebook 8

53

18 Printer 40

19 Scanner 3

20 Televisi 8

Sumber : Arsip BAPPEDA Kota Makassar 2015

Dari aspek penghargaan, hasil pekerjaan SDM pada Bappeda

Makassar sangat dihargai oleh atasan maupun rekan kerja, beberapa kali

mendapat kemudahan dan insentif, mendapat perlakuan yang baik,

lingkungan kerja baik dan mendukung, hubungan dengan pimpinan dan

sesama pegawai harmonis. Adakalanya pimpinan memberikan perhatian

jika menghadapi suatu masalah atau musibah.

“Kepala Bappeda kerap berkomunikasi dengan seluruh paegawai

Bappeda terkait banyak hal, termasuk tugas-tugas bawahan yang

belum terselesaikan, memberikan arahan kepada bawahan, atau

sekedar membincangkan hal-hal diluar pekerjaan. Bapak kepala juga

biasa memberikan motivasi dan pujian-pujian kecil kepada bawahan

yang mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik sebelum waktu

deadline, misalnya penyusunan rencana strategi atau LAKIP. Kepala

Bappeda juga selalu memantau perkembangan bawahan dalam

bekerja, memberikan arahan atau bimbingan setiap ada kesempatan,

memberikan penghargaan bagi mereka yang mampu menunjukkan

kinerja atau hasil kerja yang baik termasuk yang rajin dan tekun

menjalankan tugasnya. Selain itu juga terkadang memperhatikan

kemampuan aparatur yang menjadi staf. Ada aparatur tertentu

terkadang dimintai saran jika mau mengambil suatu keputusan

karena dilihat lebih cerdas, ada juga sengaja dikasih tugas agar lebih

terlatih/ terampil dan berpengalaman. Selain itu, pimpinan juga

berusaha memberikan motivasi ataupun dorongan moril, termasuk

memberikan izin belajar jika ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi atau mengikuti Diklat”

(Hasil wawancara dengan Robbi Taftazani, SH.,M.AP.,MA Kasubid

Evaluasi dan Pelaporan pada Bappeda Kota Makassar)

54

Bappeda Kota Makassar juga berupaya menciptakan budaya kerja

untuk menjaga kenyamanan para pegawai selama bekerja. Secara teori,

budaya kerja merupakan elemen penting yang mendukung perbaikan

kinerja SDM. Budaya kerja yang terus dijaga oleh manajemen SDM

Bappeda Makassar berupa kerja sama yang baik, situasi kerja yang

kondusif, serta komunikasi intens antarpegawai. Ada juga forum-forum

kecil non-formal diantara pegawai.

“Bappeda menciptakan budaya kerja, misalnya kerja sama yang baik,

situasi kerja yang kondusif, serta komunikasi intens diantara tingkat

pegawai.Ada juga forum-forum kecil non-formal diantara pegawai

Budaya dan solidaritas antar pegawai juga merupakan poin yang

dievaluasi oleh Bappeda secara berkala. Poin ini akan dibahas ketika

Bappeda melakukan pertemuan internal”

(Hasil Wawancara dengan Kabag Kepegewaian Bappeda Kota Makassar, A. St Djumharijah, S.E)

Salah satu upaya Bappeda Kota Makassar menjaga komunikasi

antarpegawai dilakukan dalam bentuk pertemuan internal (Briefing) staf

dilakukan setiap hari selama kurang lebih 30 menit. Briefing ini bertujuan

untuk memberi kesempatan kepada pegawai untuk saling bertukar pikiran,

menyampaikan keluh kesah, kritik, atau memberikan saran.

“Ada yang disebut pertemuan koordinasi antar pimpinan sampai

tingkat kepala bidang, untuk membicarakan program selama setahun

beserta tahapan-tahapannya. Rapat koordinasi dilaksanakan minimal

sekali dalam sebulan.

55

Untuk keseluruhan hingga pegawai kontrak juga sekali sebulan, tapi

bappeda juga tidak menutup kemungkinan untuk membuka

pertemuan secara mendadak jika memang dianggap ada hal yang

harus segera dirundingkan. Mekanisme ini emmungkinkan setiap

permasalah yang ada dapat didiskusikan secara bersama-sama

tanpa terparapaku pada rapat rutin yang dijadwalkan sekali dalam

sebulan”

(Hasil Wawancara dengan Kabag Kepegewaian Bappeda Kota

Makassar, A. St Djumharijah, S.E)

Sistem manajemen Bappeda juga membuka ruang komunikasi antar

bawahan dengan pemimpin puncak tingkat SKPD, dalam hal ini Kepala

Bappeda Kota Makassar. Staf Bappeda dimungkinkan untuk

berkomunikasi kepada pimpinan Bappeda untuk membahas

permasalahan-permasalahn yang berkaitan dengan program Bappeda

Kora Makassar.

c. Reward dan Punishment

Pemberian penghargaan merupakan unsure penting dalam

manajemen sumber daya manusia. Bagi mereka yang berhasil

menunjukkan kinerja yang mengagumkan diberikan penghargaan yang

sesuai. Demikian pula untuk mereka yang tidak mampu menunjukkan

kinerja yang bagus dan mereka yang melanggar aturan, sudah saatnya

diberikan hukuman.

Berdasarkan wawancara dengan informan kunci (Kabag

Kepegawaian Bappeda Kota Makassar), sistem pemberian reward yang

diterapkan dalam internal Bappeda Kota Makassar dilakukan setiap tahun.

56

Reward tersebut berupa pemberian penghargaan “Pegawai Teladan”serta

pemberian Pin Emas. Mekanisme ini juga berlaku bagi seluruh SKPD

dalam lingkup Pemkot Makassar. Bappeda Kota Makassar mengusulkan

pegawai yang dianggap memiliki kinerja dan kedisiplinan yang baik.

Penilaian tersebut mengacu pada indikator:

- Tingkat kinerja

- Kedisiplinan

- Kualitas pekerjaan

- Jangka waktu penyelesaian pekerjaan

Setiap pegawai Bappeda yang diusulkan untuk diberikan penghargaan

akan melewati mekanisme tes berkas, termasuk penilaian selama setahun

(DP3 atau SKP), dan wawancara.

“Menyangkut kedisiplinan, rewardnya setiap tahun ada yang disebut

pegawai teladan, yang mengusulkan pegawai yang dianggap

memiliki kinerjada kedisiplinan yang baik. Indikatornya yakni tingkat

kinerja, kedisiplinan, kualitas pekerjaan, jangka waktu penyelesaian

pekerjaan. Rewardnya dalam bentuk materil berupa PIN emas. Tapi

itu setelah melalui tes berkas, termasuk penilaian selama setahun

(DP3 atau SKP), kemudian diundang untuk wawancara. Kalau soal

punishment, sampai saat ini masih dalam bentuk pembinaan, yang

lebih mengarah pada tingkat kedisiplinan berupa teguran lisan,

teguran tertulis 1,2,3. Jika tidak, itu akan direkomendasikan ke BKD.”

(Hasil Wawancara dengan Kabag Kegewaian Bappeda Kota

Makassar, A. St Djumharijah, S.E)

Sementara untuk pemberian punishment, dengan diterapkannya

sistem punishment yang tepat diiharapkan agar pegawai merasa jera dan

tidak lagi mengulangi pelanggaran kedisiplinan. Jika jumlah pelanggaran

dapat ditekan bahkan dihilangkan sama sekali, maka target yang

57

ditetapkan akan tercapai sehingga dapat meningkatkan kualitas kinerja.

Bappeda kota Makassar memberlakukan sanksi berupa teguran lisan,

tertulis, dan pada tingkat lebih tinggi berupa laporan kepada Badan

kepagawaian Daerah (BKD) Kota Makassar untuk ditindaklanjuti

sebagaiman aturan kepegawaian yang berlaku.

d. Penilaian kinerja yang objektif dan menunjang sasaran organisasi

Tujuan melakukan penilaian pegawai negeri: (1) mengetahui

kekuatan dan kelemahan para pegawai negeri; (2) melihat bakat yang

dimiliki oleh pegawai negeri sedini mungkin; dan (3) pengembangan

karier. Secara garis besar, terdapat dua aspek yang dinilai yaitu kinerja

dan potensi. Untuk mengetahui kinerja pegawai negeri pada lingkungan

Bappeda Kota Makassar, faktor-faktor yang dinilai adalah kerjasama tim,

hasil kerja, kualitas pekerjaan, kemampuan berorganisasi, reaksi ketika

dalam keadaan stres, tanggungjawab, kualitas pelayanan dan

pengetahunan dan aplikasi. Proses penilaian kinerja bagi staf di

lingkungan Bappeda menggunakan SKP (Sasaran Kinerja Pegawai).

Disamping pengukuran kinerja, penilaian terhadap potensi diartikan

sebagai perkiraan terhadap pengangkatan tertinggi atau tingkat pekerjaan

yang pada akhirnya mampu dilakukan seorang pejabat sebelum pensiun.

Melalui penilaian potensi ini, akan diketahui siapa saja yang memiliki

kemampuan dan kecakapan untuk menduduki suatu jabatan yang lebih

tinggi kelak. Dalam jangka panjang dapat diperkirakan sejauhmana

seorang pegawai dapat mencapai puncak kariernya.

58

“Penilaian potensi ini juga dimaksudkan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan kemungkinan pengembangan seorang pegawai negeri, merencanakan kesempatan kemajuan karier, dan merencanakan suksesi dalam organisasi” (Hasil Wawancara dengan Kabag Kepegawaian Bappeda Kota Makassar, , A. St Djumharijah, S.E)

Kabag Kepegawaian Kota Makassar mengatakan, potensi SDM

Bappeda Kota Malassar dinilai melalui dua cara yaitu dengan cara yang

disebut ‘helicopter quality’ dan kualitas pribadi yang menyeluruh (whole

person qualities). Dalam cara yang terakhir, potensi dinilai dari: (1)

Kualitas intelektual yaitu dalam bentuk kekuatan analisis, imajinasi dan

inovasi, dan kesadaran tentang kualitas; (2) Orientasi hasil yakni dalam

bentuk motivasi berprestasi, sensitivitas politik dan ketegasan; dan (3)

Kualitas kepemimpinan dalam bentuk kemampuan memotivasi,

memberikan delegasi, dan komunikasi serta konsultasi.

“Setiap tahun dilakukan penilaian dan review terhadap pekerjaan yang mencakup dua hal penting, yaitu pertama review terhadap catatan prestasi dan kemajuan yang dicapai oleh staf untuk tahun yang dinilai; dan kedua review terhadap rencana tindak untuk tahun berikutnya yang meliputi target-target baru, dan rencana pelatihan. Dalam hal ini, staf mendiskusikan dengan atasannya”

(Hasil Wawancara dengan Kabag Kepegawaian Bappeda Kota Makassar, , A. St Djumharijah, S.E)

59

Tabel 4. Contoh Lembar SKP Sebagai Barometer Penialian Kinerja SDM BAPPEDA Kota Makassar

No

Kegiatan Tugas Pokok

Jabatan

AK

TARGET

AK

REALISASI PENGHITUNG

AN

Nilai Capai

an SKP

Kuant/ Output

Mutu Waktu (Bln)

Biaya Kuant/ Output

Mutu Waktu (Bln)

Biaya

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 Mengkoordinir Penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD

- 2 Dokum

en 100 11

-

- 2 Dokumen

91 11 -

267.00 89.00

2 Mengkoordinir Penyusunan Dokumen Perencanaan Anggaran (DPA)

- 2 Dokum

en 100 11

-

- 2 Dokumen

91 11 -

267.00 89.00

3 Mengkoordinir Penyusunan Rencana Startegis (RENSTRA) SKPD

- 1 Dokum

en 100 11

-

- 1 Dokumen

91 11 -

267.00 89.00

4 Mengkoordinir Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

- 1 Dokum

en 100 11

-

- 1 Dokumen

91 11 -

267.00 89.00

60

Pemerintah (LAKIP) SKPD

5 Mengkoordinir Penyusunan Laporan Keuangan Semesteran dan Laporan Akhir Tahun serta perhitungan Penyusunan Asset SKPD

- 2 Dokum

en 100 11

-

- 2 Dokumen

91 11 -

267.00 89.00

6 Mengkoordinir Penyusunan Dokumen Penetapan Kinerja (TAPKIN)

- 1 Dokum

en 100 11

-

- 1 Dokumen

91 11 -

267.00 89.00

7 Mengkoordinir Pelaksanaan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pertanggungjawaban Penerima Hibah dan bantuan Sosial

- 1 Dokum

en 100 11

-

- 1 Dokumen

91 11 -

267.00 89.00

Total Angka kredit

89.00

61

II.TUGAS TAMBAHAN DAN KREATIVITAS:

1

2

3

NILAI CAPAIAN SKP 89.00

Baik

Sumber : Arsip Bappeda Kota Makassar

62

Namun penilaian kinerja dengan SKP belum cukup untuk mengukur

kualitas kinerja Bapeda secara keseluruhan. Dalam konsep Human

Resources Scorecard, terdapat 4 aspek penilaian yang manjadi

barometer, salah satunya yakni Costumer. Dari pengamatan penulis,

tingkat ketidakpercayaan sebagian masyarakat terhadap berbagai

tahapan/proses perencanaan pembangunan masih tinggi. Sebagian besar

masyarakat menilai proses perencanaan pembanguna ini sebagai

formalitas belaka. Hal tersebut terbukti dari kurang antusiasnya

masyarakat untuk mengikuti forum-forum seperti Musrembang.

e. Pengembangan Kompetensi Aparatur yang Sesuai

Tabel 4 diatas menggambarkan format Sasaran Kinerja Pegawai

(SKP) pada Bappeda Kota Makassar. Dalam uraiannya tercakup kegiatan

yang didasarkan pada tugas pokok jabatan. Dengan demikian, ukuran

kinerja pegawai adalah sejauh mana capaian kegiatan yang berhasil

dilakasanakan sesuai target dengan realisasi. Sementara itu, kompetensi

aparatur dibutuhkan sesuai dengan tugas pokoknya dalam realisasi

kegiatan agar berjalan sesuai dengan target yang ditetapkan.

Pendidikan dan pelatihan diarahkan pada peningkatan kompetensi

yang dibutuhkan. Identifikasi kompetensi aktual ini dapat diperoleh melalui

training needs assessment atau dari hasil kesepakatan kinerja. Dengan

demikian, kebutuhan pendidikan dan pelatihan bersifat spesifik antar PNS.

Kesepakatan kinerja yang formulirnya dilampirkan dalam laporan ini, juga

63

memuat berbagai bentuk dan jenjang pelatihan yang PNS dibutuhkan

PNS.

Spesifikasi kebutuhan pelatihan PNS dalam Kesepakatan Kinerja ini

merupakan bentuk lain dari training needs assessment. Sistem pendidikan

dan pelatihan yang berbasis kompetensi (competence-based training)

sesungguhnya dapat memenuhi kebutuhan ini. Setiap instansi pusat dan

daerah diwajibkan menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan untuk

satu tahun ke depan yang didasarkan pada hasil analisis kebutuhan

pelatihan.

Dari pengamatan yang dilakuakn penulis, tidak ditemukan

permasalahan yang substansial terkait pendidikan dan pelatihan SDM

pada Bappeda Kota Makassar. Informan kunci yang diwawancarai

mengatakan bahwa pelaksanaan pendidikan dan pelatihan selama ini

cukup inovatif dan beragam, terutama dari segi substansi materi diklat.

Sumber daya manusia aparatur BAPPEDA Kota Makassar, selain

telah menyelesaikan pendidikan melalui jalur formal, juga didorong untuk

mengikuti pelatihan-pelatihan selama menjadi pegawai di BAPPEDA Kota

Makassar, baik melalui Diklat penjenjang Struktural maupun Diklat

Fungsional/Teknis. Program diklat ini bertujuan untuk meningkatkan

kapasitas pegawai Bappeda Kota Makassar dalam menjalankan fungsi-

fungsi kepegawaian sesuai tupoksi jabatan masing-masing.

“Bappeda menyiapkan anggaran untuk itu. Sebenarnya Makassar

punya badan diklat, bappeda tinggal merekomendasikan pegawai

yang akan mengikuti diklat.Tapi bappeda menyiapkan anggaran

tersendiri khusus untuk pegawai Bappedda yang memerlukan

64

dukungan pendanaan untuk mengikuti pelatihan, seperti transport

pesawat, akomodasi, dan lain-lain. Diklat ini harus yang menunjang

tugas dan fungsi jabatan sdm Bappeda”

(Hasil Wawancara dengan Kabag Kepegawaian Bappeda Kota Makassar, , A. St Djumharijah, S.E)

Lingkungan Bappeda Kota Makassar juga belum menemui

permasalahan anggaran, yang kerap kali menjadi salah satu kendala

utama dalam mendukung pengembangan SDM. Bappeda Kota Makassar

menyiapkan anggaran tersendiri khusus untuk pegawai Bappeda yang

memerlukan dukungan pendanaan untuk mengikuti pelatihan, seperti

transport pesawat, akomodasi, dan lain-lain.

Tabel 5. Uraian Diklat BAPPEDA Kota Makassar

No. Uraian Jumlah (orang)

A. Diklat Kepemimpinan

1 PIM II 1

2 PIM III 7

3 PIM IV 7

4 SPADA 2

5 ADUMLA 3

6 ADUM 5

B. Diklat Fungsional

1 Perencanaan dan Tata Laksana Daerah 1

2 Bintek Sosialisasi Permendagri 54 Tahun2010 2

3 TOT Perencanaan PengembanganSDM 1

4 Sosialisasi Sistem Monev. Perencanaan Pembangunan 1

5 Perencanaan Pembangunan Daerah 1

6 Bintek Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah 2

7 Menejemen PerencanaanPembangunan Daerah 1

65

8 JFP Tk I 2

9 JFP Tingkat Muda 1

10 TOT Perencanaan Daerah 4

11 Perencanaan Gender 2

12 Perencanaan TataRuang 1

13 Pelatihan Anggaran Negara 1

14 Pelatihan Kepemimpinan Eksekutif Pemkab 1

15 Pelatihan Dokumen Kerjasama Pemerintah &Swasta 1

16 Workshop Anggaran 1

17 Pelatihan Ahli Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 7

18 Diklat Jurnal Penatausahaan Keuangan &BendaharaSKPD berdasarkan Permendagri 13 Tahun 2006

1

19 National Stakeholder Meeting,Education For All in inclusive setting. 1

20 Training Development & Delevery Skiils For District & Provincial Financial Management

1

21 Strategi Pengelolaan Keuangan Daerah Menghadapi Audit Atas Pelaksanaan & Pertanggungjawaban APBD 2008

1

22 Sosialisasi Permendagri No.54 Th.2010 tentang pelaksanaan PP no. 8 Th.2008

1

23 Seminar ”Preservationand Cultural Development to Stimulate Economic and Cultural Tourism Development”

1

24 Seminar LGSP-USAID ”Media Relation Training Kota & Kab.Malang” 1

25 SeminarLGSP-USAID ”Teknik dasar Fasilitas Kelompok Kab. Malang” 1

26 Bintek Analisa Ekonomi 1

27 Seminar LGSP-USAID Advance CommmunicationSkills Training for Facilitator

1

28 Diklat AKIP/LAKIP 1

29 Diklat Pengelolaan & Pengembangan Kawasan Pesisir & Laut 1

30 Diklat Bina Manajemen 2

31 Quality Control 1

32 Lokakarya Penguatan Safe Guarding Program-program Daerah 1

33 Lokakarya Paradigma Baru Pengabdian Masyarakat 1

34 Semiloka Nasional “Pengentasan Daerah Tertinggal Melalui Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Teknologi”

1

35 Pelatihan Bank Data 1

36 Diklat Analisis Data Pengembangan Wilayah 1

37 Pelatihan Bina Manajemen PejabatStruktural Eselon IV 1

66

38 Analisis Kepegawaian 1

39 Bintek Perencanaan Perekonomian 5

40 Fungsional Auditor 1

41 Local Economic Development Awareness Workshop 1

42 Pelatihan Metodologi Pelatihan bagi Pelatih Pemberdayaan Masyarakat Desa & Kelurahan

1

43 Diklat Manajemen Sarana Prasarana Perkotaan 1

44 Diklat Manajemen Persampahan Kota 1

45 Diklat Manajemen Perkotaan 1

46 AMDAL A 1

47 AMDAL C 1

48 KKD Umum Dep. Keuangan 5

49 Dasar-Dasar Pemetaan 1

50 Penyusunan Analisis Kelayakan Finansial untuk Pra- Studi Kelayakan Pembangunan Perumahan & Permukiman

1

Sumber : Arsip BAPPEDA Kota Makassar

Berdasarkan tabel diatas pada poin A Diklat Kepemimpinan, dari 20

pejabat Eselon yang ada, semuanya telah diikutkan Diklat tersebut

sebagai syarat jabatan, selebihnya adalah staf, sedangkan pada poin B

untuk Diklat Fungsional dan Teknis terdapat berbagai macam Diklat yang

telah diikuti baik oleh pejabat maupun staf Bappeda Kota Makassar sesuai

latar belakang pendidikan dan bidang tugasnya masing-masing, bahkan

ada yang diikutkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan terhadap

hal yang mungkin tidak sesuai bidang tugasnya.

Kami selalu berusaha meningkatkan kinerja staf dan pegawai yang saya pimpin di BAPPEDA, namun demikian masih terkadang terkendala sarana dan prasarana serta anggaran. Dalam hal pengembangan SDM aparatur, Walikota dan Sekkot serta BKD sudah mengambil kebijakan untuk memberikan bantuan fasilitas dan biaya bagi aparatur yang hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, termasuk mengusulkan sejumlah aparatur ke universitas untuk mengikuti Diklat sesuai kemampuan keuangan daerah. Dalam hal

67

pembiayaan, sudah ditetapkan besaran anggarannya setiap tahun sesuai dengan jumlah kegiatan. Sumber anggaran yang kami gunakan berasal dari APBD, serta pos lainnya. Namun demikian, tentu tidak semua kegiatan tersedia anggarannya sehingga kami melakukan skala prioritas. (Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Kepegawaian Bappeda Kota Makassar Hj. St. Djumharijah, S.E)

Dalam salah satu sasaran strategis Bappeda Kota Makassar yang

tertuang dalam Renstra Bappeda Kota Makassar tahun 2012 yakni

meningkatnya profesionalisme dan kompetensi aparat perencana.

Kegiatan yang menjadi fokus pencapaian target sasaran, dapat

dilaksanakan dengan baik, capaian target dan realisasi 100 persen.

Bappeda Kota Makassar telah berupaya mencapai hal tersebut dengan

melakukan kegiatan Pendidikan dan pelatihan teknis perencanaan.

Kegiatan Peningkatan kualitas SDM perencana, dilakukan melalui 3

metode/ pelaksanaan:

1. Mengikutsertakan pegawai untuk mengikuti pelatihan yang diadakan,

baik pelatihan dikantor kementrian, ataupun lembaga pelatihan; dan

2. Secara mandiri melakukan pelatihan peningkatan SDM dengan

mendatangkan narasumber yang kompeten pada bidangnya sesuai

dengan kebutuhan dan jenis pelatihan yang dilaksanakan

Pelaksanaan program pengembangan kompetensi aparatur SDM

Bappeda Makassar tak ayal menemui hambatan. Dari temuan penulis,

beberapa hal yang menghambat pengembangan kompetensi ini yakni:

o Informasi pelaksanaan Diklat sering terlambat.

68

o Pendidikan dan pelatihan terkadang dianggap hanya sebagai

seremonial dan tidak ada tindak lanjutnya.

o Masih kurangnya dukungan dari lembaga lain dalam peningkatan

kapasitas kelembagaan (Badan Kerjasama Regional Sulawesi ).

“Saya pribadi melihat upaya pengembangan kompetensi SDM di Bappeda ini masih terkendala beberapa hal, misalnya Informasi pelaksanaan Diklat sering terlambat, beberapa staf di sini juga masih menganggap pendidikan dan pelatihan dianggap hanya sebagai seremonial, formalitas, dan tidak ada tindak lanjutnya, Selain itu juga masih kurangnya dukungan dari lembaga lain dalam peningkatan kapasitas kelembagaan yang dalam hal iniBadan Kerjasama Regional Sulawesi” (Hasil wawancara dengan salah satu staf Bappeda yang menolak disebutkan namanya)

Analisis dengan pendekatan Human Resource Scorecard (HRSc)

pada aspek Human Resource Competence (HRC) menunjukkan

manajemen sumber daya manusia pada Bappeda Kota Makassar cukup

optimal. Namun, kondisi ini masih bisa ditingkatkan ke tingkat maksimal.

Berdasarkan wawancara, data sekunder, dan data lapangan, beberapa

temuan seperti masih terbatasnya SDM aparatur yang memiliki

kompetensi yang dibutuhkan oleh bidang tugas pekerjaan dan jabatannya.

PP No.101 Tahun 2001 tentang sasaran Diklat dan Peraturan Kepala BKN

No. 5 Tahun 2008 tentang Kompetensi PNS, yang menghendaki

perwujudan aparatur yang berkompetensi, namun dalam kenyataannya

dari sekian banyak aparatur yang sudah pernah mengikuti Diklat, tidak

mengalami perubahan yang berarti pada aspek kompetensinya. Hal

tersebut dibuktikan dengan

69

Oleh karena itu, sistem pendiklatan PNS perlu direformasi secara

menyeluruh. Hasil penelitian menunjukan bahwa problematika kurang

optimalnya kompetensi sumber daya manusia lebih dipengaruhi pada

penempatan aparatur yang lebih banyak sekedar mengisi formasi jabatan

namun mengabaikan aspek kesesuaian pendidikan, latar belakang disiplin

ilmu dan keahilan serta kemampuan kerja, akibatnya hanya menghasilkan

aparatur atau pemangku jabatan yang berkualitas rendah, kurang mampu

membuat program, tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

timbul di unit kerja atau instansinya.

2. Pemetaan Human Resouce Competece (HRC)

Sebagaimana dikemukakan Becker, Huselid dan Ulrich, (2001:181)

bahwa yang perlu diperhatikan dalam pengukuran HR Competence

adalah :

a. Memiliki kompetensi (pengetahuan dan keterampilan)

Sumber Daya Manusia yang profesional dan kompeten akan

menambah nilai bagi organisasi bila mereka memahami bagaimana

kegiatan operasional organisasi secara umum seperti keuangan,

teknologi dan kapabilitas organisasi, sebab pemahaman tersebut akan

membuat mereka mampu mengadaptasikan SDM dan kegiatan

organisasi dengan kondisi yang senantiasa berubah.

Secara keseluruhan, sumber daya manusia pada Bappeda Makassar

dapat dikatakan telah memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh

70

bidang pekerjaan pekerjaan masing-masing. Hal tersebut terbukti

dengan dukungan SDM Bappeda Kota Makassar yang memiliki latar

belakang pendidikan minimal S1. Mereka menempati posisi dan

menjalankan pekerjaan sesuai dengan bidang keilmuannya, seperti

yang tergambar di atas.

Temuan data penulis juga terbukti bahwa Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah Kota Makassar tahun 2012 dan 2013 telah

dapat melaksanakan tugas utama yang menjadi tanggung jawab

organisasi. Secara umum capaian rata-rata tingkat capaian sasaran

yang telah ditetapkan sebesar 82% dan 90% (LAKIP 2012 dan 2013).

b. Keahlian dalam melaksanakan kegiatan SDM

Sumber Daya Manusia yang profesional dan kompeten memiliki

keahlian dalam bidangnya, yaitu memahami dan mampu

melaksanakan kegiatan SDM. Dengan demikian mereka dapat

membangun kredibilitas diri dan mendapatkan penghargaan dari

organisasi.

Keahlian manajer SDM khususnya pimpinan/Kepala Badan dalam

kegiatan SDM aparatur di Bappeda Kota Makassar dalam pengukuran

peran dan kontribusi aparatur terhadap pencapaian visi dan misi

instansinya pada pengukuran Human resources scorecard dapat

dikatakan optimal.

71

Salah satu alasannya, berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian

Kepegawaian Bappeda Kota Makassar, staf Bappeda sering mendapat

pujian dan penghargaan dari pimpinannya karena dianggap mampu

melaksanakan tugas pekerjaan dengan baik, selalu diserahi tugas

pekerjaan dinilai cakap dan disiplin melaksanakan dan menyelesaikan

tugas pekerjaan dengan baik. Kepala Bappeda Kota Makassar juga

mampu menciptakan budaya kerja yang menghasilkan lingkungan

kerja yang kondusif, serta menjaga komunikasi yang baik dengan para

stafnya, seperti yang telah diuraikan di atas.

c. Kemampuan mengelola perubahan

Kemampuan mengelola perubahan merupakan salah satu peran

profesional SDM sebagai mitra strategik dalam organisasi.

“Profesional SDM Bappeda Makassar mampu mengelola proses perubahan menunjukan kemampuan menganalisa masalah, membangun hubungan dengan bagian lain dalam organisasi, menjabarkan visi organisasi, membuat agenda kepemimpinan, menyelesaikan masalah, dan mengeimplementasikan sasaran organisasi. Kompetensi ini meliputi pemahaman terhadap perubahan, keterampilan sebagai agen perubahan, dan kemampuan untuk melakukan perubahan.” (Wawancara dengan Kepala Bagian Kepegawaian Bappeda Kota Makassar, Hj. St. Djumharijah, SE)

Staf Bappeda Kota Makassar juga beberapa kali dilibatkan oleh

pimpinan untuk membicarakan masalah-masalah tertentu dan

sekaligus dimintai saran dan pendapat mengenai pemecahan suatu

masalah terkait beberapa tugas pekerjaan di unit kerja instansinya.

72

Selain itu, pimpinan juga memberikan perhatian mengenai tugas-tugas

pekerjaan untuk diselesaikan dengan segera. Namun adakalanya staf

juga dipanggil atau didatangi oleh atasan atau pimpinannya untuk

dimintai penjelasan mengenai pencapaian suatu tugas pekerjaan,

disamping menerima arahan mengenai cara mengatasi suatu kendala.

d. Kemampuan mengelola budaya

Organisasi yang memiliki budaya yang kuat cenderung untuk

mencapai kinerja yang lebih tinggi. Oleh karena itu profesional SDM

perlu memahami bahwa mereka adalah pengelola budaya dan dampak

hal tersebut dapat melebihi batas fungsional mereka.

Bappeda Kota Makassar juga berupaya menciptakan budaya kerja

untuk menjaga kenyamanan para pegawai selama bekerja. Secara

teori, budaya kerja merupakan elemen penting yang mendukung

perbaikan kinerja SDM. Budaya kerja yang terus dijaga oleh

manajemen SDM Bappeda Makassar berupa kerja sama yang baik,

situasi kerja yang kondusif, serta komunikasi intens antarpegawai. Ada

juga forum-forum kecil non-formal diantara pegawai.

“Bappeda menciptakan budaya kerja, misalnya kerja sama yang

baik, situasi kerja yang kondusif, serta komunikasi intens

diantara tingkat pegawai.Ada juga forum-forum kecil non-formal

diantara pegawai Budaya dan solidaritas antar pegawai juga

merupakan poin yang dievaluasi oleh Bappeda secara berkala.

Poin ini akan dibahas ketika Bappeda melakukan pertemuan

internal

73

Staf juga sudah beberapa kali menerima pengarahan dari pimpinannya untuk senantiasa menjaga etika dan sopan santun, meningkatkan etos kerja, lebih rajin bekerja dan bersabar, mematuhi perintah atasan. Adakalanya mereka dipanggil oleh atasan atau pimpinannya dan menerima arahan yang baik untuk menjaga sikap dalam bekerja, memperhatikan tata karma, mematuhi aturan.”

(Hasil Wawancara dengan Kabag Kepegewaian Bappeda Kota Makassar, A. St Djumharijah, S.E)

Salah satu upaya Bappeda Kota Makassar menjaga komunikasi

antarpegawai dilakukan dalam bentuk pertemuan internal (Briefing)

staf dilakukan setiap hari selama kurang lebih 30 menit. Briefing ini

bertujuan untuk memberi kesempatan kepada pegawai untuk saling

bertukar pikiran, menyampaikan keluh kesah, kritik, atau memberikan

saran.

“Ada yang disebut pertemuan koordinasi antar pimpinan sampai

tingkat kepala bidang, untuk membicarakan program selama

setahun beserta tahapan-tahapannya. Rapat koordinasi

dilaksanakan minimal sekali dalam sebulan.

Untuk keseluruhan hingga pegawai kontrak juga sekali sebulan,

tapi bappeda juga tidak menutup kemungkinan untuk membuka

pertemuan secara mendadak jika memang dianggap ada hal

yang harus segera dirundingkan. Mekanisme ini emmungkinkan

setiap permasalah yang ada dapat didiskusikan secara bersama-

sama tanpa terparapaku pada rapat rutin yang dijadwalkan sekali

dalam sebulan”

(Hasil Wawancara dengan Kabag Kepegewaian Bappeda Kota

Makassar, A. St Djumharijah, S.E)

Sistem manajemen Bappeda juga membuka ruang komunikasi antar

bawahan dengan pemimpin puncak tingkat SKPD, dalam hal ini Kepala

Bappeda Kota Makassar. Staf Bappeda dimungkinkan untuk

74

berkomunikasi kepada pimpinan Bappeda untuk membahas

permasalahan-permasalahn yang berkaitan dengan program Bappeda

Kora Makassar ataupun masalah lain.

e. Memiliki kredibilitas personal

Sumber Daya Manusia yang profesional dan kompeten harus memiliki

kredibilitas diri, baik didalam atau diluar fungsinya. Kredibilitas yang

dimaksud adalah menjaga budaya, dapat dipercaya dalam

hubungannya dengan rekan kerja, memiliki sifat yang positif sehingga

dapat dihargai oleh mitra kerja.

“Internal Bappeda Kota Makassar berupaya menetapkan sistem tata kelola pemerintahan yang responsif dan berorientasikan kepada professional kerja. Tata kelola pemerintahan yang kredibel idealnya tidak terlepas dari peran pemimpin di dalam mengarahkan segala sesuatu yang terkait dengan penyelenggaraan sistem pemerintahan dengan mengacu kepada UU yang berlaku serta sistem nilai ke-organisasian yang berlaku. Nilai individu di dalam organisasi secara tidak langsung sangat dipengaruhi oleh lingkungan kepemimpinan yang berlaku di Bappeda. Selama ini, saya melihat model ini memberikan dampak positif terhadap aspek psikologis PNS dalam menjalankan tugasnya.“

(Hasil Wawancara dengan Kabag Kepegewaian Bappeda Kota

Makassar, A. St Djumharijah, S.E)

Pimpinan Bappeda kota Makassar menerapkan model kepemimpinan

yang berakar pada budaya lokal yang disebut model kepemimpinan

paternalistik. Terbukti bahwa kepemimpinan paternalistik memiliki

dampak positif dan signifikan terhadap PNS di mana persepsi

75

sebagian besar staf lebih tinggi dengan kebutuhan atasan mereka

untuk menerapkan kepemimpinan paternalistik sehingga berimplikasi

pada tingginya komitmen. Dari catatan sejarah, belum ada satupun

pegawai Bappeda Makassar yang terindikasi melanggar komitmen

sebagai pelayan publik (Pegawai Negeri Sipil).

Dari kelima indikator pengukuran kinerja SDM dimensi HR

Competence dikaitkan dengan pendapat Becker at al (2001) disimpulkan

bahwa Human Resourece Scorecard (dalam dimensi Human Resources

Competensce) Bappeda Makassar dapat dikatakan telah berjalan optimal

optimal. Dari hasil wawancara terhadap staf Bappeda Kota Makassar,

kelima indikator HR competence diaplikasikan di Bappeda Kota Makassar.

Kendati demikian tetap dibutuhkan peran profesioanal SDM melalui

Pemerintah/Kementerian PAN, BAPERJAKAT, BKD atau pengambil

kebijakan di bidang pengembangan SDM aparatur, meningkatkan

kemampuan aparatur terutama pimpinan instansi pemerintahan di

lingkungan Pemerintah Daerah Kota Makassar umumnya dan Bappeda

pada khususnya.

Kualitas pelayanan internal pegawai di BAPPEDA Kota Makassar

juga mendukung hal tersebut. Penelitian menunjukan bahwa efektifitas

manajemen SDM didukung penuh oleh fasiltas yang cukup memadai,

lingkungan kerja, hubungan keharmonisan dengan pimpinan dan sesama

pegawai serta perhatian dari profesional SDM khususnya pimpinan dalam

mengelola SDM organisasi. Hal ini berdasarkan penelitian Hallowel,

76

Schledinger dan Zornitsky (1996), yakni sebelum organisasi dapat

memberikan pelayanan berkualitas bagi masyarakat, terlebih dahulu

dimulai dengan melayani kebutuhan aparatur atau pegawai di lingkungan

unit kerjanya. Dalam penelitiannya menemukan bahwa, kualitas

pelayanan internal berkaitan dengan kapabilitas pelayanan. Kapabilitas

pelayanan internal adalah salah satu hal penting untuk menunjang

kepuasan kerja dan kegiatan organisasi lainnya. Sedangkan kepuasan

kerja juga merupakan hal penting yang dapat memotivasi SDM untuk

memberikan kualitas pelayanan dan kepuasan publik.

Di sisi lain, dalam merekrut aparatur yang memiliki orientasi publik

yang ditempatkan di Bappeda Kota Makassar saat ini telah menerapkan

kompetensi yang sesuai serta terkait dengan pekerjaan, hasil penelitian

menunjukan bahwa sebagian besar pegawai memiliki kualifikasi

pendidikan lulusan Starat 1 (S1) dan sangat sedikit pegawai yang hanya

berlulusan SLTA/Sederajat. Hal ini membuat pegawai Bappeda tak

banyak membutuhkan petunjuk dan arahan pimpinan dalam penyesuaian

kerja ataupun penguasaan terhadap apa yang dikerjakan. Indikator ini

menjadi pertimbangan penting bagi profesional SDM khususnya Badan

Kepegawaian Daerah dalam melakukan rekrutmen, seleksi serta

penempatan pegawai pada setiap instansi pemerintahan di Kota Makassar

Karena untuk memperoleh aparatur atau PNS yang siap untuk merespon

kebutuhan masyarakat atau publik dan kurang menyukai konflik dengan

rekan kerja maupun manajemen adalah dengan merekrut orang yang

77

memiliki rasa empati tinggi. Empati ini merupakan salah satu dari 5 (lima)

dimensi kualitas pelayanan yang diungkapkan oleh Parasuraman et.al

(1988).

Penghargaan non moneter (selain PIN emas dan predikat

Pegawai Teladan) yang berupa pujian dan ucapan serta apresiasi

pimpinan secara langsung (non-formal) terhadap pegawai sebagai bentuk

penghargaan bertujuan untuk lebih memotivasi pegawai dalam melakukan

tugas pekerjaan yang lebih baik atau fokus pada hal tertentu. Dari hasil

penelitian menunjukan bahwa indikator ini sudah merata dirasakan di

BAPPEDA Kota Makassar. Senanda dengan apa yang dikatakan oleh

Hallowel, Schledinger dan Zornitsky (1996) bahwa untuk memotivasi

karyawan tidak hanya memberikan kompensasi secara moneter tetapi

juga perlu insentif yang sifatnya non moneter (financial), seperti pemberian

plakat, sertifikat, kartu ucapan dan sebagainya. Penghargaan non moneter

ini umumnya bertujuan untuk lebih memotivasi karyawan dalam

melakukan usaha lebih atau fokus pada hal tertentu.

Model kompetensi dapat diterapkan dalam semua kegiatan SDM,

mulai dari seleksi sampai dengan program pengembangan, dan dapat

memotivasi karyawan untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk itu

program pengembangan perlu disesuaikan dengan kompetensi

berdasarkan posisi maupun jabatan. (spencer LM & Spencer SM 1993).

Hasil penelitian pada indikator ini menjelaskan bahwa pengembangan

kompetensi yang sesuai dibidangnya di BAPPEDA Kota Makassar belum

78

optimal dilakukan dengan alasan tidak semua pegawai memiliki

kesempatan yang sama seperti mengikuti DIKLAT serta mendapatkan

bantuan fasilitas dan dana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi karena rendahnya dukungan anggaran pengembangan

kompetensi yang disiapkan organisasi.

Dari analisis dapat disimpulkan bahwa dimensi HR Competence di

BAPPEDA Kota Makassar sudah cukup maksimal dilaksanakan, namun

masih ada poin-poin yang belum terpenuhi sehingga diperlukan perbaikan

sistem SDM, terutama aspek mengembangkan penilaian kinerja yang

objektif agar dapat meningkatkan kinerja dalam mewujudkan visi dan misi

organisasi. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa lemahnya

sistem penilaian kinerja yang objektif di Bappeda masih berpatokan

kepada DP-3, sementara DP-3 tersebut masih lebih dominan bersifat

asumsi atau interpretasi subyektif serta masih sangat rentan manipulasi

atau rekayasa dan intervensi pihak yang tidak berwenang. Sistem

penilaian kinerja berdasarkan DP-3 masih bersifat kovensional dan

tradisional serta sudah kurang relevan dengan dinamika perkembangan

tuntutan pemenuhan kebutuhan akan kualitas dan profesionalisme SDM

aparatur pemerintah.

Senada dengan yang dikemukan oleh Spencer, LM & Spencer SM

(1993), karyawan perusahaan atau organisasi masa kini lebih tertarik pada

manajemen dan penilaian kompetensi yang memfokuskan pada

bagaimana mencapai kinerja yang diharapkan, penggunaan penilaian

79

yang kualitatif, berorientasi pada masa depan, dan fokus pada

pengembangan. Oleh karena itu sistem penilaian kinerja juga perlu

disesuaikan dengan kompentensi yang sesuai dengan bidang usaha dan

berdasarkan posisi atau jabatan dalam organisasi

Sejalan dengan pendapat (Becker at al:2001) bahwa faktanya,

karakteristik kunci yang menonjol dari HR Competence bukan sekedar

mengadopsi kebijakan dan praktik SDM yang tepat seperti akuisisi

karyawan, pengembangan, kompesasi, dan manejemen kinerja tetapi juga

cara praktik-praktik ini dijalankan. Dalam HR Competence, kebijakan dan

praktik SDM perusahaan atau organisasi harus memperlihatkan

penyelarasan yang kuat dengan strategi kompetitif dan sasaran

operasional perusahaan atau organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut diatas secara umum dikatakan bahwa

optimalnya pencapaian dimensi Human Resource Competence (HRC)

tersebut, secara nyata berimplikasi pada maksimalnya pengukuran

Human resources scorecard di lingkungan organisasi pemerintah daerah

khususnya di BAPPEDA Kota Makassar.

Hal tersebut dengan jelas mengindikasikan bahwa, organisasi

birokrasi yang dibangun oleh pemerintah tidak lagi cenderung sebagai alat

kepentingan kekuasaan dan mencerminkan kuatnya patologi birokrasi.

Suatu pemerintahan yang masih terjebak dalam kondisi demikian, maka

manajemen dan model pengembangan SDM apapun yang diterapkan di

lingkungan organisasi pemerintah daerah, tidak akan pernah berhasil jika

80

mental spoil system, patronage system dan nepotism systemmasih

dominan.

Di sisi lain, penerapan Human resources scorecard secara nyata

masih menghadapi tantangan yang besar untuk diterapkan di lingkungan

organisasi pemerintah daerah, sebab pengaruh patologi birokrasi masih

sangat kuat. Hal ini tercermin dari besarnya intervensi politik (berdasarkan

data yang duperoleh) terhadap eksistensi pejabat karier dan seleksi

penempatan aparatur dalam jabatan, pengangkatan, pemindahan dan

pemberhentian PNS. Oleh karena itu, reformasi birokrasi yang

diprogramkan oleh pemerintah belumlah cukup, melainkan perlu ada

revolusi dalam sistem pemerintahan (legislatif, eksekutif dan yudikatif),

termasuk dalam sistem pendiklatan dan rekrutmen PNS serta sistem

penganggaran bagi program dan kegiatan SDM.

B. Faktor Pendukung dan Penghambat

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan factor-faktor yang mendukung dan

menghambat maksimalisasi kinerja sumber daya manusia Bappeda Kota

Makassar sebagai berikut:

a. Faktor Pendukung

1. Tersedianya sarana/prasarana dan sumber pembiayaan yang

cukup untuk kelancaran pelaksanaan tugas – tugas Bappeda Kota

Makassar

81

2. Struktur organisasi pada Bappeda Kota Makassar telah terisi oleh

staf yang mendukung pelaksanaan tugas–tugas dan fungsi

Bappeda sebagai Badan Perencana Pembangunan di Daerah

dengan tingkat pendidikan yang cukup memadai.

3. Hubungan kerja dan koordinasi yang baik antara pimpinan dan staf

Bappeda sehingga tercipta suasana kerja yang kondusif dan

nyaman.

4. Sistem dan birokrasi Pemerintah Kota Makassar yang sudah tertata

dengan baik.

5. Penghargaan dan pujian yang cukup terhadap capaian stiap SDM,

baik dalam bentuk materil maupun non-materil. Sebaliknya, kinerja

yang kurang maksimal selalu dievaluasi dengan sistem yang tidak

menjatuhkan semangat pegawai yang bersangkutan, melainkan

lebih mengarah pada pembinaan dan motivasi.

6. Kepemimpinan kepala daerah yang visioner, berkomitmen dan

berintegritas sehingga menciptakan pembangunan yang

berpatisipatif di Kota Makassar.

7. Penerapan otonomi daerah yang memberikan kesempatan

berprakarsa seluas-luasnya bagi daerah dalam menyusun sistem

manajemen sumber daya manusia..

8. Terjadinya hubungan yang harmonis dengan SKPD lain dan juga

dengan para pemangku kepentingan (stakeholders)

82

9. Ditetapkannya Perda tentang Renstra Bappeda Kota Makassar

Tahun 2009 –2014 dan RPJMD Pemerintah Kota Makassar Tahun

2009–2014 yang merupakan pedoman.

10. Pemerintah Kota Makassar membuka peluang terhadap Parsitipatif

peran serta masyarakat

11. Pemanfaatan sistem informasi manajemen yang cukup memadai

sehingga dapat dihasilkan data akurat dan akuntabel sebagai

bahan dalam proses penetapan kebijaka.

b. Faktor Penghambat

1. Dalam pelaksanaannya, perencanaan pembangunan sering tidak

tepat waktu/tidak sesuai jadwal yang ditetapkan. Hal ini terbukti

dalam LAKIP tahun 2012 dan 2013 pada capaian kinerja Bappeda

pada indikator ketepatan waktu yang belum seratus persen

mencapai target Hal ini dikarenakan proses dan mekanismenya

yang membutuhkan siklus waktu yang panjang dalam rangkaian

kegiatan yang berurutan.

2. Belum tersedianya data–data yang tersusun secara sistematis dan

akurat sehingga menimbulkan kendala yang komprehensif dan

berkelanjutan.

3. Belum optimalnya pelaksanaan monitoring dan evaluasi program –

program yang dikaitkan dengan dokumen–dokumen perencanaan.

83

4. Pengaruh patologi birokrasi masih sangat kuat. Hal ini tercermin

dari besarnya intervensi politik (berdasarkan data yang duperoleh)

terhadap eksistensi pejabat karier dan seleksi penempatan aparatur

dalam jabatan, pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian

PNS.Semakin meningkatnya pengawasan / kontrol dari berbagai

elemen masyarakat / pemangku kepentingan dan juga DPRD

terhadap berbagai kebijakan..

5. Masih terdapat aparat pemerintahan dan juga kelompok

masyarakat yang belum memahami arti penting dari proses

perencanaan yang parsitipatif.

6. Lemahnya sistem penilaian kinerja yang objektif di Bappeda masih

berpatokan kepada DP-3 (meski telah menggunakan SKP),

sementara hal tersebut masih lebih dominan bersifat asumsi atau

interpretasi subyektif serta masih sangat rentan manipulasi atau

rekayasa dan intervensi pihak yang tidak berwenang..

7. Meski minim, namun masih terdapat tenaga sumber daya manusia

yang berkompetensi rendah dalam membuat indikator kinerja

sehingga adanya ketidaksikronan antara Rencana Kerja/Dokumen

pelaksanaan anggaran yang berisi indikator kinerja (keluaran dan

hasil) dengan target kinerja dan format penetapan kinerja sehingga

sangat sulit untuk melakukan penilaian indiaktor kinerja

Dari hasil wawancara dengan Kepala Bagian Kepegawaian Bappeda Kota

Makassar, langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi faktor-

84

faktor penghambat yakni dengan melakukan koordinasi lebih lanjut

kepada masing-masing SKPD atas kegiatan/program yang tercantum

dalam RKT sehingga dapat terealisasi sesuai jadwal yang ditentukan.

Bappeda Kota Makassar juga terus berupaya meningkatkan kemampuan

sumberdaya manusia melalui kegiatanseminar/workshop, pelatihan kantor

sendiri dan mengikutsertakan dalam setiap pendidikan dan pelatihan

(diklat) pejabat dan diklat teknis lainnya guna memenuhi kebutuhan

stakeholder dan menghadapi setiap tantangan dan tuntutan kerja.

85

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, dapat

dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian dari 5 (lima) indikator dalam pengukuran

Human Resources Scorecard aspek Human Resource Competence)

menunjukan bahwa pengelolaan SDM pada Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) di Kota Makassar cukup optimal.

Manajemen SDM sebagai faktor kunci dalam pencapaian visi

organisasi, pada realitasnya sudah cukup maksimal. Laporan

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BAPPEDA tahun

2011 dan 2012 secara umum mengklaim bahwa sudah mendekati

sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan, namun capaian kinerja

tersebut berarti menggambarkan kemampuan kinerja SDM

memberikan kontribusi positif dalam mewujudkan visi BAPPEDA Kota

Makassar.

86

Kendati demikian, tingkat percepatan kinerja BAPPEDA Kota

Makassar masih rendah jika dibandingkan dengan sarana dan

prasarana, sumber daya manusia, dan manajemen kepegawaian yang

dimiliki Bappeda, seperti yang dikemukanan sebelumnya. Namun,

kondisi ini lebih banyak diakibatkan oleh factor eksternal di luar kendali

BAPPEDA, seperti tuntutan dan aspirasi semakin beragam dengan

berbagai kepentingan yang semuanya harus ditampung dan

diperhatikan masih terdapat aparat pemerintahan dan juga kelompok

masyarakat yang belum memahami arti penting dari proses

perencanaan pembangunan parsitipatif.

2. Faktor yang mempengaruhi optimaliasasi Kinerja SDM dalam Dimensi

Human Resource Competence (HRC) Pada Bappeda Kota Makassar

1. Faktor yang mempengaruhi

Faktor Penghambat

Secara umum optimalisasi kinerja SDM dalam dimensi

Human Resource Competence (HRC) pada Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota

Makassar tidak menemui hambatan yang berarti. Hanya saja

beberapa faktor penghambat seperti masih terdapat tenaga

sumber daya manusia yang tak memenuhi standar kompetensi

dalam membuat indicator kinerja sehingga adanya

ketidaksinkronan antara rencana kerja/dokumen pelaksanaan

anggaran yang berisi indicator kinerja dengan target kinerja,

87

belum optimalnya pelaksanaan monitoring dan evaluasi

program – program yang dikaitkan dengan dokumen–dokumen

perencanaan, serta pengaruh patologi birokrasi masih sangat

kuat

Faktor pendukung

Hal yang paling mendukung optimalisasi kinerja SDM dalam

dimensi Human Resource Competence (HRC) pada Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota

Makassar diantaranya Tersedianya sarana/prasarana dan

sumber pembiayaan yang cukup untuk kelancaran pelaksanaan

tugas – tugas Bappeda Kota Makassar, struktur organisasi pada

Bappeda Kota Makassar telah terisi oleh staf yang mendukung

pelaksanaan tugas–tugas dan fungsi Bappeda sebagai Badan

Perencana Pembangunan di Daerah dengan tingkat pendidikan

yang cukup memadai, serta hubungan kerja dan koordinasi

yang baik antara pimpinan dan staf Bappeda sehingga tercipta

suasana kerja yang kondusif dan nyaman.

B. Saran

Berdasarkan uraian kesimpulan tersebut, dapat dikemukakan

saran sebagai berikut.

88

1. Diharapkan kepada Pemerintah untuk mempertimbangkan adopsi

Human Resources Scorecard sepenuhnya menjadi sebuah kebijakan

dalam manajemen SDM aparatur untuk diterapkan di lingkungan

organisasi birokrasi, mengingat masih lemahnya sistem penilaian

kinerja organisasi pemerintahan daerah yang berlaku selama ini

2. Dalam melakukan manajemen SDM, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) di Kota Makassar, maka yang

menjadi perhatian pemerintah/Kementerian PAN, BAPERJAKAT, BKD

atau pengambil kebijakan di bidang pengembangan SDM aparatur

sebagai berikut :

Dalam hal meningkatkan kualitas pelayanan internal aparatur,

melaksanakan sistem penilaian kinerja yang lebih objektif,

menerapkan sistem rekrutmen dan seleksi berbasis kompetensi

dan berorientasi publik, serta mengembangkan kompetensi

aparatur secara berkesinambungan.

Meningkatkan kemampuan mengelola perubahan dan budaya

organisasi, meningkatkan keahlian dalam kegiatan SDM,

kompetensi pengetahuan dan keterampilan, serta meningkatkan

kredibilitas personalnya

Memaksimalkan kinerja aparatur, mengoptimalkan pengembangan

modal SDM melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan yang

lebih intensif dan berjenjang, menyesuaikan kebutuhan

89

pembiayaan untuk program SDM dan kegiatan serta pengawasan

atas pemanfaatannya, serta memelihara loyalitas SDM aparatur.

Meningkatkan kreatifitas dan prestasi/kemajuan, pemberdayaan

tanggung jawab dan kemandirian/otoritas dalam pengambilan

keputusan, merancang variasi kegiatan, meningkatkan pelayanan

sosial, mengevaluasi kebijakan atau menyusun kebijakan terkait

HRSc, menggunakan kemampuan dalam penilaian, meningkatkan

pemberian kompensasi terutama insentif bagi aparatur yang

berprestasi, serta meningkatkan nilai moral aparatur

Pemenuhan kebutuhan, meningkatkan penghargaan jabatan dan

promosi karier, meningkatkan komitmen dan konsistensi serta

koordinasi dan kerjasama, termasuk peningkatan tanggungjawab.

3. Di sisi lain, peningkatan kinerja SDM masih sangat perlu ditingkatkan

oleh profesional SDM untuk meningkatkan kinerja organisasi baik dari

segi kualitas perencanaan dan kualitas pembangunan sehingga visi

BAPPEDA Kota Makassar sepenuhnya mampu diwujudkan secara

nyata.

90

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Wiliam P., Pamela L. Perrewe, dan K Michele Kacmar, 1996. Strategik Human Resource Management. Orlando, Harcourt Brace & Company,

Becker, Brian E., Mark A., Huselid & Dave, Ulrich. (2001). The Human Resource Scorecard : Mengaitkan Manusia, Strategi, & Kinerja, Penerbit Erlangga

Gaspersz, Vinzent, 2005, Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi : BALANCED SCORECARD dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah, PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Hallowel R. Schlesinger L.A, & Zornitsky J. (1996). Internal service Quality, Costumer and Job Statification : Lingkages and Implication for Management. Human Resource Planning.

Kaplan Robert S dan Norton David P, 2001. Balanced Scorecard: Menerapkan StrategiMenjadi Aksi; Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mamat. 2006. Penilaian Pelaksana Pekerjaan PNS. Jakarta : Pusdiklat Kepegawaian BKN.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2007, Evaluasi Kinerja SDM. Refika Aditama. Bandung

Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya Offset. Bandung

Rivai, Veithzal Basri Mohd, Ahmad Fausi. 2005, Performance Appraisal, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta

Spencer, L.M, & Spencer, S.M. 1993. Competence at work: Model for superior Performance, Canada

Sugiyono. 2009, Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta Bandung

Tunggal, Amin Widjaja. (2003). Memahami Konsep Human Resource Scorecard. Jakarta Harvarindo

Waplau, L.S. (2001). “Mengukur Strategi SDM dalam Pencapaian Strategi Perusahaan”, Penerbit Erlangga, Jakarta