PEMERINTAH KABUPATEN PINRANG · Web viewAsam Urat 23.500 6.500 30.000 7. Ureum 18.500 6.500 25.000...

24
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN PADA DINAS KESEHATAN DAN JARINGANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PINRANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan sebagai hak azasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat; b. bahwa masyarakat Kabupaten Pinrang dengan ciri masyarakat perkotaan, dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar perlu mendapat perhatian yang lebih spesifik berdaya guna dan berhasil guna; c. bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang melalui Dinas Kesehatan dan Jaringannya menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pencegahan dan upaya penyembuhan penyakit sehingga perlu ditunjang dengan sarana dan prasarana serta pembiayaan yang memadai; d. bahwa tarif pelayanan kesehatan dasar dalam wilayah Kabupaten Pinrang saat ini tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, sementara tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar yang prima harus dan mendesak untuk dilaksanakan, kemudian untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan kesehatan, perlu adanya pengaturan perizinan dibidang kesehatan; e. bahwa dengan berlaku efektifnya Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang Nomor 9 Tahun 2001

Transcript of PEMERINTAH KABUPATEN PINRANG · Web viewAsam Urat 23.500 6.500 30.000 7. Ureum 18.500 6.500 25.000...

PEMERINTAH KABUPATEN PINRANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG

NOMOR 26 TAHUN 2011

TENTANG

RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN

PADA DINAS KESEHATAN DAN JARINGANNYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PINRANG,

Menimbang:a.bahwa kesehatan sebagai hak azasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat;

b.bahwa masyarakat Kabupaten Pinrang dengan ciri masyarakat perkotaan, dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar perlu mendapat perhatian yang lebih spesifik berdaya guna dan berhasil guna;

c.bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang melalui Dinas Kesehatan dan Jaringannya menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pencegahan dan upaya penyembuhan penyakit sehingga perlu ditunjang dengan sarana dan prasarana serta pembiayaan yang memadai;

d.bahwa tarif pelayanan kesehatan dasar dalam wilayah Kabupaten Pinrang saat ini tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, sementara tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar yang prima harus dan mendesak untuk dilaksanakan, kemudian untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan kesehatan, perlu adanya pengaturan perizinan dibidang kesehatan;

e.bahwa dengan berlaku efektifnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan perlu penyesuaian dengan regulasi tersebut;

f.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya.

Mengingat:1.Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);

2.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

3.Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

4.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

6.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5049);

7.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Taun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

8.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

9.Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);

10.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

11.Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

12.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

13.Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4975);

14.Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);

15.Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Pinrang (Lembaran Daerah Kabupaten Pinrang Tahun 2008 Nomor 3);

16.Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Pinrang (Lembaran Daerah Kabupaten Pinrang Tahun 2008 Nomor 4);

17.Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Pemerintah Kabupaten Pinrang (Lembaran Daerah Kabupaten Pinrang Tahun 2008 Nomor 27).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PINRANG

dan

BUPATI PINRANG

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN PADA DINAS KESEHATAN DAN JARINGANNYA

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Pinrang.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang.

3. Bupati adalah Bupati Pinrang.

4. Dinas Kesehatan dan Jaringannya adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang beserta unit pelayanan kesehatan lainnya yang memberikan upaya pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat.

5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang

6. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

7. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau masyarakat.

8. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

9. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat adalah suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara praupaya.

10. Sarana Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

11. Biaya Pelayanan Kesehatan adalah seluruh biaya yang dibebankan Kepada Orang/Pasien yang meliputi biaya administrasi, pemeriksaan, perawatan dan pengobatan, jasa medis dan para medis serta penggunaan sarana dan prasarana Kesehatan milik Pemerintah Daerah.

12. Tarif adalah nilai nominal dalam rupiah yang ditetapkan pada setiap Pelayanan Kesehatan.

13. Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat, yang selanjutnya disingkat Puskesmas adalah Unit pelaksana teknis kesehatan yang melaksanakan upaya Pelayanan Kesehatan Dasar yang meliputi Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif kepada Masyarakat.

14. Pasien adalah setiap orang yang datang ke sarana kesehatan pemerintah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

15. Puskesmas Pembantu adalah Unit sarana pelayanan kesehatan yang membantu Puskesmas untuk melaksanakan tugas dalam wilayah tertentu.

16. Puskesmas Keliling adalah Upaya Pelayanan Kesehatan oleh Tenaga Puskesmas dengan menggunakan Kendaraan Roda 4 (Empat), Kendaraan Roda 2 (Dua) atau sarana transportasi lainnya ke Lokasi/Daerah yang jauh dari sarana Pelayanan Kesehatan yang bertujuan mendekatkan Pelayanan Kesehatan kepada masyarakat.

17. Pelayanan Kesehatan adalah segala kegiatan Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada seseorang dalam rangka pemeriksaan, diagnosa, pengobatan, perawatan dan pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan Kesehatan lainnya pada sarana kesehatan milik pemerintah.

18. Pelayanan Rawat Jalan adalah Pelayanan kepada Pasien untuk pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan Pelayanan Kesehatan lainnya tanpa ruang rawat inap.

19. Pelayanan Rawat Darurat adalah Pelayanan Kesehatan yang harus diberikan segera untuk mencegah/menanggulungi resiko kematian atau cacat.

20. Pelayanan Rawat Inap adalah Pelayanan kepada pasien untuk observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan Pelayanan Kesehatan lainnya dengan inap.

21. Pelayanan Medik adalah Pelayanan terhadap pasien yang dilaksanakan oleh dokter dan dokter gigi.

22. Pelayanan Paramedis adalah Pelayanan terhadap pasien yang dilakukan oleh Perawat, Perawat Gigi dan Bidan.

23. Pelayanan Penunjang adalah pelayanan untuk menunjang penegakan diagnosis dan terapi.

24. Jasa Pelayanan adalah Imbalan yang diterima oleh Petugas Kesehatan dalam rangka observasi, diagnosa, pengobatan, konsultasi, visite, rehabilitasi medik, dan pelayanan lainnya.

25. Jasa Sarana adalah Imbalan yang diterima oleh Puskesmas dan Jaringannya atas pemakaian sarana dan prasarana serta fasilitas Puskesmas dan Jaringannya.

26. Retribusi adalah Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

27. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.

28. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

29. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa Pemerintah Daerah.

30. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah Surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

31. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

32. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

33. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan dan SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi.

34. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan retribusi daerah.

35. Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

DASAR KEBIJAKAN

Pasal 2

(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

(2) Biaya pelayanan kesehatan pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya menjadi beban bersama antara Pemerintah Daerah dan masyarakat.

(3) Setiap orang yang memerlukan pelayanan kesehatan pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya berhak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya.

BAB III

PELAYANAN KESEHATAN DI DINAS KESEHATAN DAN JARINGANNYA

Pasal 3

(1) Pelayanan Kesehatan di Dinas Kesehatan dan Jaringannya meliputi :

a. rawat jalan;

b. pelayanan kesehatan gigi;

c. rawat inap;

d. tindakan medik;

e. pemeriksaan laboratorium;

f. pelayanan persalinan;

g. pelayanan kesehatan khusus;

h. pelayanan rujukan;

i. pengujian kesehatan;

j. pelayanan perizinan tenaga dan sarana kesehatan;

k. pelayanan pemeriksaan kualitas air; dan

l. rekomendasi bidang kesehatan.

(2) Tingkatan pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan dan Jaringannya disesuaikan dengan jenis pelayanan dan jenis sarana dan prasarana pelayanan yang digunakan.

Pasal 4

Jenis pelayanan dan jenis sarana dan prasarana bagi orang/pasien peserta asuransi kesehatan, akan ditentukan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku

BAB III

PERIZINAN

Pasal 5

(1) Setiap orang pribadi atau Badan yang mendirikan dan/atau menyelenggarakan sarana pelayanan kesehatan dan yang akan bekerja pada pelayanan kesehatan di Daerah wajib memiliki izin dari Pemerintah Daerah.

(2) Izin penyelenggaraan sarana pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari :

a. izin pengobatan tradisional;

b. izin optik;

c. izin rumah sakit bersalin;

d. izin rumah bersalin;

e. izin industri rumah tangga, katering, restoran/rumah tangga, dan TPM lainnya;

f. izin toko obat;

g. izin apotik;

h. izin salon (pemeliharaan);

i. izin praktek dokter umum;

j. izin praktek dokter gigi;

k. izin praktek dokter spesialis;

l. izin apoteker;

m. izin asisten apoteker;

n. izin bidan;

o. izin perawat;

p. izin perawat gigi;

q. izin fisioterapi;

r. izin laboratorium kesehatan;

s. izin praktek berkelompok doktek spesialis/dokter gigi spesialis;

t. izin depot air minum isi ulang;

u. surat keterangan laik sehat TTU/TPM, pestisida dan mobil tinja; dan

v. surat rekomendasi bidang kesehatan.

(3) Tata cara dan persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 6

(1) Perizinan dibidang kesehatan berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat berperbaharui kembali 3 (tiga) bulan sebelum habis masa berlakunya.

(2) Izin diberikan atas nama pemohon dan memuat ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dan dipatuhi oleh pemegang izin.

(3) Izin tidak dapat dipindantangankan kepada pihak lain.

(4) Pemegang izin wajib mematuhi segala ketentuan Perundang-undangan yang berlaku dibidang kesehatan.

Pasal 7

(1) Izin penyelenggaraan sarana pelayanan kesehatan dapat dicabut apabila :

a. pemegang izin memperoleh izin secara tidak sah;

b. terjadi perubahan lokasi/tempat yang tercantum pada izin;

c. pemegang izin tidak memenuhi kewajiban yang telah ditentukan; atau

d. tidak memenuhi ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didahului dengan Surat Teguran/Pemberitahuan.

(3) Pelaksanaan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas dan instansi teknis terkait.

BAB IV

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI

Pasal 8

Dengan nama Retribusi Pelayanan Kesehatan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya.

Pasal 9

(1) Objek Retribusi adalah pelayanan kesehatan yang meliputi:

a. pelayanan kesehatan di Puskesmas;

b. pelayanan kesehatan di Puskesmas Pembantu;

c. pelayanan kesehatan di Puskemas Keliling;

d. pelayanan kesehatan melalui sarana kesehatan lainnya;

e. pengujian kesehatan; dan

f. pelayanan pemeriksaan kualitas air.

kecuali pelayanan pendaftaran.

(2) Dikecualikan dari objek retribusi pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Pasal 10

Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang mendapatkan pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya.

BAB V

GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 11

Retribusi Pelayanan Kesehatan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.

BAB VI

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 12

Tingkat Penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis pelayanan dan tingkat pelayanan kesehatan yang dipergunakan pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya.

BAB VII

PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI

Pasal 13

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.

BAB VIII

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal 14

Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan kesehatan pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya secara rinci terdapat pada Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan Daerah ini.

Pasal 15

(1) Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

(2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.

(3) Penetapan perubahan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB IX

WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 16

Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya dipungut di wilayah Daerah.

BAB X

MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG

Pasal 17

Masa retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan atau ditetapkan lain oleh Bupati.

Pasal 18

Saat retribusi terutang adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB XI

TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 19

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan.

(3) Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi diatur kemudian dalam Peraturan Bupati.

BAB XII

PENENTUAN PEMBAYARAN, TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN, DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN

Pasal 20

(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.

(2) Pembayaran retibusi daerah dilakukan di kas daerah atau ditempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(3) Dalam hal pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi daerah harus disetorkan ke kas daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.

Pasal 21

(1) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 diberikan tanda bukti pembayaran.

(2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.

(3) Bentuk isi, ukuran buku dan tanda bukti pembayaran retribusi akan diatur kemudian dalam Peraturan Bupati.

Pasal 22

(1) Bupati atas permohonan Wajib Retribusi setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran dan penundaan pembayaran retribusi diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB XIII

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 23

(1) Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

(2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan Surat Teguran.

BAB XIV

KEBERATAN

Pasal 24

(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.

Pasal 25

(1) Bupati dalam jangka paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.

(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 26

(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.

(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

BAB XV

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Pasal 27

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.

(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.

(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur kemudian dalam Peraturan Bupati.

BAB XVI

TATA CARA PENAGIHAN

Pasal 28

(1) Retribusi ditagih dengan menggunakan STRD.

(2) Pengeluaran surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenisnya sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dilakukan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak diterimanya SKRD oleh Wajib Retribusi.

(3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

(4) Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

BAB XVII

KEDALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 29

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:

a. diterbitkan surat teguran; atau

b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.

(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.

(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan dari Wajib Retribusi.

BAB XVIII

TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA

Pasal 30

(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sedah kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi daerah yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketentuan mengenai tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB XIX

TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN, KERINGANAN

DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 31

(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.

(2) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi.

(3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB XX

PEMERIKSAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 32

(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan dan pengawasan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan Peraturan Perundang-undangan retribusi.

(2) Wajib retribusi yang diperiksa wajib :

a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan obyek retribusi yang terutang;

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau

c. memberikan keterangan yang diperlukan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan dan pengawasan retribusi diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB XXI

PEMANFAATAN

Pasal 33

(1) Pemanfaatan dari penerimaan retribusi pelayanan kesehatan pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya.

(2) Alokasi pemanfaatan penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain untuk :

a. pemeliharaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan dan Jaringannya;

b. penyediaan alat-alat kesehatan, obat-obatan dan infrastruktur di Dinas Kesehatan dan Jaringannya;

c. pelayanan administrasi pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan dan Jaringannya; dan

d. insentif pemungutan retribusi.

BAB XXII

INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 34

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur kemudian dalam Peraturan Bupati sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

BAB XXIII

PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

Bagian Kesatu

Pembinaan Pengelolaan Retribusi

Pasal 35

(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan, pengelolaan retribusi dan pemanfaatan sarana dan prasarana di Dinas Kesehatan dan Jaringannya yang dikoordinasikan oleh Kepala Dinas.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian pedoman, bimbingan, konsultasi dan pengembangan sumberdaya manusia tenaga medis dan para medis serta staf pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya.

Bagian Kedua

Pertanggungjawaban Pengelolaan Retribusi

Pasal 36

Mekanisme dan tata cara pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan retribusi pelayanan kesehatan pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan.

BAB XXIV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 37

(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan Keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Setiap orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan sarana pelayanan kesehatan tidak memiliki izin diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) adalah pelanggaran.

(4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan penerimaan Negara.

BAB XXV

PENYIDIKAN

Pasal 38

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;

d. memeriksa buku, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;

i. memanggil orang untuk didengar keterangan dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan; dan/atau

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XXVI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan dan Jaringannya yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan (Lembaran Daerah Kabupaten Pinrang Tahun 2001 Nomor 9) masih dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang.

BAB XXVII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan (Lembaran Daerah Kabupaten Pinrang Tahun 2001 Nomor 9) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 41

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati paling lambat 2 (dua) bulan sejak diundangkan.

Pasal 42

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pinrang.

Ditetapkan di Pinrang

pada tanggal, 30 Desember 2011

BUPATI PINRANG,

ASLAM PATONANGI

Diundangkan di Pinrang

pada tanggal, 30 Desember 2011

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PINRANG

SYARIFUDDIN SIDE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PINRANG TAHUN 2011 NOMOR 26

LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG

NOMOR : 26 TAHUN 2011

TANGGAL : 30 DESEMBER 2011

TENTANG :RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN PADA DINAS KESEHATAN DAN JARINGANNYA

A. TARIF RAWAT JALAN

1. Pemeriksaan Dokter Umum / Dokter Gigi

- Jasa Dokter : Rp. 7.500

2. Pemeriksaan Bidan / Perawat

- Jasa Bidan/Perawat : Rp. 5.000

3. Konsul Dokter Ahli : Rp. 20.000

B. PELAYANAN KESEHATAN GIGI

NO

JENIS KEGIATAN

JASA SARANA

JASA PELAYANAN

TARIF

1.

Gigi Sulung / Susu

6.000

7.500

13.500

2.

Gigi Permanen tapi komplikasi

12.000

11.000

23.000

3.

Ekstraksi dengan komplikasi Ringan

17.000

15.500

32.500

4.

Ekstraksi dengan komplikasi Berat

22.000

23.000

45.000

5.

Tambalan Amalgam/Silikat Civitas Sedang

22.000

18.000

40.000

6.

Tambalan Amalgam/Silikat Civitas Berat

30.500

29.500

60.000

7.

Perawatan Syaraf Gigi dan anti obat

10.000

10.000

20.000

8.

Buka Pulpa,Pengisian Saluran akar

16.000

14.000

30.000

9.

Alveolectomy Perregio

24.000

21.000

45.000

10.

Hecting

5.000

4.000

9.000

11.

Curet, Incisi, Eksisi

22.500

27.500

50.000

12.

Scalling

26.500

33.500

60.000

C. TARIF RAWAT INAP

Tarif Rawat Inap Per hari :

- Jasa Sarana : Rp. 30.000

- Jasa Pelayanan Kesehatan : Rp. 45.000

Total : Rp. 75.000

D. TARIF TINDAKAN PELAYANAN MEDIK

NO

JENIS KEGIATAN

JASA SARANA

JASA PELAYANAN

TARIF

1.

Pasang Infus

4.000

6.000

10.000

2.

Pasang Keteter

4.000

7.500

11.500

3.

Pasangf Mag Slang

4.000

7.500

11.500

4.

Transfusi

2.000

5.000

7.000

5.

Bilas Lambung

5.000

15.000

20.000

6.

Injeksi/Pasien

1.000

1.500

2.500

7.

Resusitasi Sederhana

5.000

10.000

15.000

8.

Perawatan Luka Kotor

4.000

6.000

10.000

9.

Perawatan Memandikan Pasien ≤ 5 hari

4.000

10.000

14.000

10.

Perawatan Luka Bakar 5 - 10%

12.000

10.000

22.000

11.

Perawatan Luka Bakar 10 – 20%

17.500

17.500

35.000

12.

Perawatan Luka Gengren

10.000

10.000

20.000

13.

Ganti Perban Ringan

2.000

3.000

5.000

14.

Sircum Sisi

40.000

60.000

100.000

15.

Hecting Luka ≤ 5

5.000

5.000

10.000

16.

Hecting Luka 5 – 10

7.500

7.500

15.000

17.

Hecting Luka > 20

10.000

10.000

20.000

18.

Incisiabses

4.000

4.000

8.000

19.

Eksplorasi Luka

5.000

5.000

10.000

20.

Cici Luka

4.000

4.000

8.000

21.

Pemakaian Oksigen/Pasien

2.000

3.000

5.000

22.

Spuling Telinga

2.000

3.000

5.000

23.

Penimbangan Bayi

1.000

1.000

2.000

24.

Pemasangan / Pencabutan IUD

40.000

60.000

100.000

25.

Pemasangan / Pencabutan Implant

30.000

30.000

60.000

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

- Pemeriksaan Rutin

NO

JENIS KEGIATAN

JASA SARANA

JASA PELAYANAN

TARIF

1.

Darah Rutin Lengkap

15.000

15.000

30.000

2.

Darah Rutin untuk setiap jenis

2.500

2.500

5.000

3.

Urine Rutin Lengkap

7.500

7.500

15.000

4.

Urine Rutin Per Jenis

2.500

2.500

5.000

5.

Feces

5.000

10.000

15.000

6.

DDR

7.500

7.500

15.000

7.

Golongan Darah

4.000

4.000

8.000

8.

Planotest

15.000

5.000

20.000

9.

Sputum

5.000

5.000

10.000

10.

Reitz Serum

5.000

5.000

10.000

· Kimia Darah

NO

JENIS KEGIATAN

JASA SARANA

JASA PELAYANAN

TARIF

1.

Glukosa

8.500

6.500

15.000

2.

Kolesterol

13.500

6.500

20.000

3.

Trigliserida

13.500

6.500

20.000

4.

Bilirubin Total

18.500

6.500

25.000

5.

Bilirubin Direct

18.500

6.500

25.000

6.

Asam Urat

23.500

6.500

30.000

7.

Ureum

18.500

6.500

25.000

8.

Kreatinin

18.500

6.500

25.000

9.

SGOT

13.500

6.500

20.000

10.

SGPT

13.500

6.500

20.000

F. TARIF PELAYANAN PERSALINAN

NO

JENIS KEGIATAN

JASA SARANA

JASA PELAYANAN

TARIF

1.

Persalinan Normal yang dilayani di dalam gedung

- Dokter

- Bidan

100.000

100.000

310.000

250.000

410.000

350.000

2.

Tindakan Kuret

150.000

400.000

550.000

G. TARIF PELAYANAN KESEHATAN MATA

NO

JENIS KEGIATAN

JASA SARANA

JASA PELAYANAN

TARIF

1.

Visus (Koreksi)

1.500

3.500

5.000

2.

Buta Warna

2.000

3.000

5.000

3.

Funduseopi

2.000

5.000

7.000

4.

Tonometri

2.000

5.000

7.000

5.

Benda Asing

1.500

3.500

5.000

H. TARIF PELAYANAN RUJUKAN

NO

JENIS KEGIATAN

JASA SARANA

JASA PELAYANAN

TARIF

SOPIR

PARAMEDIS

1.

Jarak Tempuh Kurang dari 15 km

20.000

10.000

10.000

40.000

2.

Jarak Tempuh diatas 15 km setiap penambahan jarak tempuh Per km

1.000

5.000

5.000

2.000

· Tarif pemakaian mobil Puskesmas tidak termasuk biaya bahan bakar.

· Jasa Pelayanan tersebut di atas diberikan langsung Kepada petugas yang mengantar untuk biaya makan dan uang saku.

I. TARIF PENGUJIAN KESEHATAN

NO

JENIS KEGIATAN

JASA SARANA

JASA PELAYANAN

TARIF

1.

Pengujian Kesehatan Umum

2.000

8.000

10.000

2.

Pengujian Kesehatan Sekolah

2.000

5.000

7.000

3.

Pengujian Kesehatan Calon Pengantin

2.000

13.000

15.000

4.

Visum et Refertum

2.000

13.000

15.000

5.

Pengujian Kesehatan Haji (TIM)

5.000

25.000

30.000

· Pembagian Tarif di atas terdiri dari Jasa Sarana 50% dan Jasa Pelayanan 50%

BUPATI PINRANG,

ASLAM PATONANGI