Pemeriksaan Aktiva Tak Berwujud dan Kewajiban Jangka Pendek

26
Tugas Kelompok PEMERIKSAAN AKTIVA TAK BERWUJUD DAN PEMERIKSAAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK OLEH: KELOMPOK I ARFINA RAHMALIA B1C1 10 165 LA ODE MUH. IRSAWAN B1C1 10 180 DIAN AULIAH KALSUM B1C1 11 004 ANGGIA MURNI ARIS B1C1 11 018 AGUS SEPTIAN HUSEN B1C1 11 044 LIA NOVIANA TAKAMSI B1C1 11 080 FEMILYA FAUZIAH A B1C1 11 135 GIANY E. S. SIREGAR B1C1 11 166 ALIFIA NOVERIATI S B1C1 11 216 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

description

Merupakan tugas dari Mata Kuliah Pengauditan II

Transcript of Pemeriksaan Aktiva Tak Berwujud dan Kewajiban Jangka Pendek

Tugas Kelompok

PEMERIKSAAN AKTIVA TAK BERWUJUD DAN PEMERIKSAAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

OLEH:KELOMPOK I

ARFINA RAHMALIA B1C1 10 165LA ODE MUH. IRSAWAN B1C1 10 180DIAN AULIAH KALSUM B1C1 11 004ANGGIA MURNI ARIS B1C1 11 018AGUS SEPTIAN HUSEN B1C1 11 044LIA NOVIANA TAKAMSI B1C1 11 080FEMILYA FAUZIAH A B1C1 11 135GIANY E. S. SIREGAR B1C1 11 166ALIFIA NOVERIATI S B1C1 11 216

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HALU OLEO

2015

BAB 14

PEMERIKSAAN AKTIVA TAK BERWUJUD (INTANGIBLE ASSETS)

A. SIFAT DAN CONTOH AKTIVA TAK BERWUJUD

Pengertian dan sifat Aktiva Tak Berwujud menurut PSAK No. 19

Aktiva tidak berwujud adalah aktiva non moneter yang dapat diidentifikasikan dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (IAI, 2002: 19.5).

o Perusahaan seringkali mengeluarkan sumber daya untuk mendapatkan,

mengembangkan, memelihara atau memperkuat sumber daya tidak berwujud, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang (termasuk merek produk/ brand names).Contoh aktiva tidak berwujud yang dicakup dalam judul luas tersebut adalah: piranti lunak komputer, hak paten, hak cipta, film gambar hidup, daftar langganan, hak pengusahaan hutan, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, kesetiaan pelanggan, hak pemasaran, dan pangsa pasar.

o Tidak semua unsur yang dicantumkan diatas memenuhi defenisi aktiva tidak

berwujud, yaitu keteridentifikasian, adanya pengendalian sumber daya dan adanya manfaat ekonomis di masa depan. Jika suatu unsur dicakup dalam pernyataan ini tidak memenuhi defenisi aktiva tidak berwujud, maka pengeluaran yang dilakukan dalam rangka memperoleh atau menciptkan sendiri aktiva tersebut dalam suatu penggabungan usaha yang bentuknya akuisisi, maka unsur tersebut diperlakukan sebagai bagian dari muhibah (goodwill) yang diakui pada tanggal akuisisi.

o Dalam definisi aktiva tidak berwujud kriteria bahwa keteridentifikasian aktiva tidak

berwujud harus dapat dibedakan secara jelas dengan muhibah (goodwill). Muhibah (goodwill) yang timbul dari penggabungan usaha berbentuk akuisisi mencerminkan pembayaran yang dilakukan oleh pihak yang mengakuisisi dengan harapan akan memperoleh manfaat ekonomis di masa depan. Manfaat ekonomis di masa depan akan timbul dari sinergi antara aktiva yang dikperoleh yang dapat diidentifikasikan atau dari aktiva, yang secara individual, tidak memenuhi syarat untuk diakui dalam

laporan keuangan walaupun yang mengakuisisi bersedia untuk membayar aktiva tersebut.

o Suatu aktiva tidak berwujud dapat dijelaskan secara jelas dengan muhibah (goodwill)

jika aktiva tersebut dapat dipisahkan. Suatu aktiva tersebut “dapat dipisahkan” jika perusahaan dapat menyewakan, menjual, menukarkan, atau mendistribusikan manfaat ekonomis masa depan yang terdapat pada aktiva tersebut tanpa melepaskan manfaat masa ekonomis di masa depan yang timbul dari aktiva lain yang digunakan dalam aktivitas yang sama dalam menghasilkan pendapatan.

o Dapat dipisahkan tidak selalu merupakan prasayarat untuk dapat memenuhi kriteria

keteridentifikasian karena perusahaan dapat saja melakukan identifikasi dengan cara lain. Misalkan, ketika aktiva tak berwujud diperoleh bersama dengan sekelompok aktiva lainnya, transaksi itu bisa jadi pengalihan hak hukum yang memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi aktiva tidak berwujud. Demikian juga, dalam suatu proyek intern yang bertujuan menciptakan hak hukum bagi perusahaan, hak hukum tersebut mungkin bersifat sedemikian rupa sehingga dapat membantu perusahaan dalam menentukan aktiva tidak berwujud yang timbul. Dalam kasus lain, walaupun suatua aktiva mengahsilkan manfaat ekonomis masa depan bersama-sama dengan sekelompok aktiva lannya, aktiva tersebut tetap dapat diidentifikasi jika perusahaan dapat mengidentifikasi manfaat ekonomis masa depan yang akan timbul dari aktiva tersebut.

o Manfaat ekonomis masa depan yang timbul dari aktiva tidak berwujud dapat

mencakup pendapatan dari penjualan barang atau jasa, penghematan biaya atau manfaat lain yang berasal dari pengguna aktiva tersebut oleh perusahaan. Misalnya, pengguna hak intelektual dalam suatu proses produksi tidak meningkatkan pendapatan masa depan, tetapi menekan biaya produksi masa depan.

o Dalam mengakui suatu pos sebagai aktiva tidak berwujud, perusahaan perlu

menunjukkan bahwa pos tersebut memenuhi:a. definisi aktiva tidak berwujud; danb. kriteria pengakuan sebagaimana diatur dalam pernyataan ini. (PSAK No.19)

o Aktiva tidak diakaui jika, dan hanya jika:

a. Kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aktivatersebut; dan

b. Biaya perolehan aktiva tersebut dapat diukur secara andal.

o Dalam menialai adanya kemungkinan manfaat ekonomis masa depan, perusahaan

harus menggunakan asumsi yang masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan, yang merupakan estimasi terbaik manajemen atas kondisi ekonomi yang berlaku sepanjang masa manfaat aktiva tersebut.

o Dalam menilai tingkat kepastian akan adanya manfaat ekonomis masa depan yang

timbul dari pengguna aktiva tidak berwujud, perusahaan mempertimbangkan bukti yang tersedia. Pada saat pengakuan awal aktiva tidak berwujud dengan memberikan penekanan pada bukti ekstern.

o Pada aktiva tidak berwujud pada awalnya harus diakui sebesar biaya perolehan.

Menurut penulis, sifat aktiva tak berwujud adalah: Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Tidak mempunyai bentuk, sehingga tidak bisa dipegang/ diraba atau dilihat. Diperoleh dengan mengeluarkan sejumlah uang tertentu yang jumlahnya cukup

material.

Contoh:1. Goodwill - timbul pada suatu perusahaan pada waktu membeli suatu perusahaan lain

diatas harga yang berlaku untuk aktiva-bersihnya setelah dikurangi biaya-biaya karena peusahaan yang dibeli mempunyai keunggulan tertentu.

2. Hak Patent – jika suatu perusahaan/ seseorang menemukan suatu produk baru setelah melakukan riset selama beberapa waktu dengan mengeluarkan biaya yang cukup besar. Untuk itu ia dapat mendaftarkan produk ciptaannya ke Direktorat Hak Patent, untuk memperoleh Hak Patent, sehingga orang lain tidak dapat membuat produk yang sama, kecuali orang tersebut sudah membeli hak patent tersebut atau membayar royalty kepada pemilik hak patent.

3. Hak Cipta (Copy Right) – yang diberikan kepada seseorang yang menciptakan lagu atau mengarang buku.

4. Franchise – misalnya Kentucky Fried Chiken (KFC), Mc Donald, dan Es Teller 77. Jika seseorang ingin menjual makanan atau minuman dengan rasa, bentuk, cara penyajiannya, dan dekorasi yang sama, terlebih dahulu harus membeli Hak Franchise.

B. TUJUAN PEMERIKASAAN (AUDIT OBJECTIVES) AKTIVA TAK BERWUJUD

1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas aktiva tak berwujud.Dalam hal ini auditor cukup tmenggunakan internal control questionnaires (ICQ). Beberapa ciri internal control yang baik atas aktiva tak berwujud adalah:o Adanya sistem otoritas dalam penambahan dan penghapusan aktiva tak berwujud

o Adanya internal auditor yang memeriksa kelengkapan bukti pendukung dari

perolehan dan penambahan aktiva tak berwujud, serta otoritasnya.

2. Untuk memeriksa apakah perolehan, penambahan dan penghapusan aktiva tak berwujud, didukung oleh bukti-bukti yang sah dan lengkap serta diotorisasi oleh pejebat perusahaan yang berwenang.Misalnya untuk memperoleh franchise apakah ada perjanjian franchisenya, serta apakah sudah diotorisasi oleh direksi.

3. Untuk memeriksa apakah aktiva tak berwujud yang dimiliki perusahaan masih mempunyai kegunaan dimasa yang akan datang (manfaatnya lebih dalam satu tahun). Untuk menaksir masa manfaat aktiva tak berwujud harus dipertimbangkanantara lain:o Ketentuan hukum, peraturan, perjanjian yang membatasi masa manfaat

maksimum.o Kemungkinan untuk memperbaharui atau memperpanjang batas masa manfaat

yang telah ditentukan.o Pengaruh keusangan, permintaan, persaingan dan faktor perubahan ekonomi dan

teknologi yang mempengaruhi masa manfaat.

4. Untuk memeriksa apakah amortisasi aktiva tak berwujud dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAK).Menurut PSAK No.19 (Revisi 2000):o Jumlah yang dapat diamortisasi dari aktiva tidak berwujud harus dialokasikan

secara sistematis berdasarkan perkiraan terbaik dari masa manfaatnya. Pada umumnya masa manfaat suatu aktiva tidak berwujud tidakakan melebihi 20 tahun sejak tanggal aktiva siap digunakan. Amortisasi harus dihitung saat aktiva siap untuk digunakan.

o Manfaat ekonomis masa depan yang terkandung dalam suatu aktiva tidak

berwujud dikonsumsi dengan berjalannya waktu. Untuk mencerminkan konsumsi tersebut, nilai tercatat aktiva tersebut diturukan. Hal tersebut, dilakukan melalui alokasi yang sistematis atas biaya perolehan, dikurangi nilai sisa. Alokasi yang sistematis tersebut diperhitungkan sebagai beban amortisasi sepanjang masa

manfaat aktiva tersebut. Amortisasi perlu sebagai beban amortisasi sepanjang masa aktiva tersebut. Amortisasi perlu diakui tanpa memandang apakah telah menjadi kenaikan, misalnya pada nilai wajar atau nilai yang dapat diperoleh kembali dari aktiva tersebut.

o Metode amortisasi harus mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomis oleh

perusahaan. Jika pola tersebut tidak dapat ditentukan secara andal, makia harus digunakan metode garis lurus. Biaya amortisasi setiap periode harus diakui sebagai beban kecuali PSAK lainnya mengizinkan atau mengharuskannya untuk dimasukkan kedalam nilai tercatat aktiva lain.

o Terdapat berbagai metode amortisasi untuk mengalokasikan jumlah yang dapat

diamortiasi dari suatu aktiva atas dasar yang sistematis sepanjang masa manfaatnya. Metode-metode itu meliputi metode garis lurus, metode saldo menurun, dan metode jumlah unit produksi. Metode yang digunakan pada suatu aktiva ditentukan perkirakan pola konsumsi manfaat ekonomis dan diterapkan secara konsisten dari suatu periode ke periode lainnya, kecuali bila terdapat perubahan dalam perkiraan pola konsumsi tersebut. Pada umumnya akan sangat sulit ditemukan bukti yang mendukung diterapkannya metode amortisasi aktiva tidak berwujud yang akan menghasilkan jumlah akumulasi amortisasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan akumulasi amortisasi berdasarkan metode garis lurus.

o Nilai sisa suatu aktiva tak berwujud seharusnya diasumsikan sama dengan nol,

kecuali:a. Ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aktia tersebut pada akhir

masa manfaatnya; ataub. Ada pasar aktiv bagi aktiva tersebut dan:

Nilai sisa aktiva dapat ditentukan dengan mengacu pada harga yang berlaku di pasar tersebut; dan

Terdapat kemungkinan yang cukup besar bahwa pasar yang aktiv tersebut akan tetap ada pada akhir masa manfaat aktiva.

5. Untuk memeriksa apakah hasil/ pendapatan yang diperoleh dari aktiva tak berwujud sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.Misalnya perusahaan mempunyai hak patent, copyright atau franchise dan memberikan/ menjual aktiva tak berwujud tersebut kepada pihak ketiga, maka auditor harus yakin bahwa pendapatan berupa royalty betul-betul sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.

6. Untuk memeriksa apakah penyajian aktiva tak berwujud dalam laporan keuangan sudah dilakukan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAK).

C. PROSEDUR AUDIT ATAS AKTIVA TAK BERWUJUD

1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aktiva tak berwujud.Jika auditor menyimpulkan bahwa internal control atas aktiva tak berwujud adalah baik, maka ruang lingkup (scope) pemeriksaan bisa dipersempit.

2. Minta perincian aktiva tak berwujud per tanggal neraca, yang antara lain menunjukkan:- saldo awal, penambahan, amortisasi dan penghapusan serta saldo akhir.

Penambahan aktiva tak berwujud bisa berasal dari pembelian (goodwill, hak patent) atau perusahaan melakukan riset untuk membuat produk-produk baru, yang jika dianggap marketable bisa diurus (didaptkan) hak patentnya ke Direktorat Hak Patent, sehingga perusahaan lain tidak boleh membuat prodek yang sama, kecuali membayar royalty kepada pemegang hak patent.

3. Cocokkan saldo awal dan saldo akhir ke buku besar, lalu check footing dan cross footing.

4. Periksa penambahan aktiva tak berwujud:- apakah diotorisasi pejabat perusahaan yang berwenang.- periksa notulen rapat direksi/ untuk mengetahui apakah otorusasi tersebut

diberikan melalui rapat tersebut.- periksa keabsahan dan kelengkapan bukti-bukti pendukungnya.

5. Periksa amortisasi dan penghapusan (jika ada) aktiva tak berwujud.

Periksa apakah amortisasi dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia (SAK) dan perhitungannya akurat

Jika aktiva tidak berwujud yang dihapuskan, misalnya goodwill karena tidak ada lagi mempunyai kegunaan, maka harus diperiksa otorisasi dari pejabat perusahaan yang berwenang.

Prosedur audit 3,4, dan 5 sudah cukup jelas.

6. Periksa perjanjian-perjanjian yang dibuat perusahaan dengan pihak ketiga yang ingin menggunakan hak patent, hak cipta dan franchise yang dimiliki perusahaan. Periksa apakah pendapatan dari perjanjian tersebut (dalam bentuk royalty fee) sudah dicatat dan diterima perusahaan.

Perjanjian untuk menjual/ menyewakan hak patent, hak cipta dan franchise milik perusahaan kepada pihak ketiga, biasanya dilkukan dihadapan notaries, karena itu auditor harus meminta copy perjanjian tersebut untuk permanent file. Untuk royalty yang diperoleh harus diperiksa apakah sudah dikenakan PPh 23 sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku.

7. Periksa apakah penyajian aktiva tak berwujud dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAK).Dalam hal ini perusahaan harus mencatat perolehan/ penambahan aktiva tak berwujud sebesar harga perolehannya. Di neraca aktiva tak berwujud disajikan sebagi sebesar nilai netonya, setelah diamortisasi. Sedangkan di catatan atas laporan keuangan harus dijelaskan antara lain: saldo aktiva tak berwujud terdiri dari apa saja, dengan mencantumkan nilai neto masing-maing jenis aktiva tak berwujud, dan metode serta periode amortisasinya.

Dikertas kerja pemeriksaan aktiva tak berwujud, auditor harus mencantumkan kesimpulan pemeriksaannya mengenai kewajaran saldo perkiraan aktiva tak berwujud.

BAB 15

PEMERIKSAAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK (CURRENT LIABILITIES)

A. SIFAT DAN CONTOH KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

Menurut PSAK (IAI, 2009 : 1.8)Kewajiban berbunga jangka panjang tetap diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal laporan posisi keuangan, apabila :a) Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan;b) Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka

panjang, dan ;c) Maksud tersebut pada huruf (b) didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau

penjadwalan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan keuangan disetujui.

Menurut Sukrisno Agoes (AUDITING – Buku 2 : 2013)Kewajiban jangka panjang adalah kewajiban perusahaan kepada pihak ketiga yang jatuh tempo atau harus dilunasi dalam waktu lebih dari satu tahun.

Beberapa contoh kewajiban jangka pendek :

1. Hutang Dagang (Account Payable)Yaitu kewajiban kepada pihak ketiga yang berasal dari pembelian barang atau jasa secara kredit yang harus dilunasi dalam waktu kurang atau sama dengan satu tahun.

2. Pinjaman Dari Bank (Short Term Loan)Yaitu pinjaman yang diperoleh dari bank dan didukung oleh suatu perjanjian kredit (loan agreement), bisa dalammmmmbentuk kredit modal kerja (working capital loan) ataupun kredit rekening koran (overdraft facility).

Kredit modal kerja diperlukan perusahaan untuk membiayai kegiatan rutinnya seperti membeli bahan baku, barang dagangan, dan lain-lain.

Bunga kredit modal kerja dihitung dari jumlah kredit yang diberikan bank (plafond kredit). Kredit rekening koran juga diperlukan untuk membiayai kegiatan rutin perusahaan, tetapi bunganya dihitung dari saldo kredit yang digunakan bukan dari palfond kredit.

3. Bagian Dari Kredit Jangka Panjang Yang Jatuh Tempo Dalam Waktu Kurang Atau Sama Dengan Satu Tahun (Current Portion of Long Term Loan)Per tanggal neraca, bagian dari kewajiban jangka panjang yang jatuh tempo satu tahun yang akan datang harus direklasifikasi dari kewajiban jangka panjang ke kewajiban jangka pendek.

4. Hutang Pajak (Taxes Payable)Yaitu kewajiban pajak perusahaan yang harus dilunasi dalam periode berikutnya, misalnya hutang PPh 21 (pajak penghasilan atas gaji, upah, honorarium), PPh 25 (pajak penghasilan badan), PPN (pajak pertambahan nilai) dan lain-lain.

5. Biaya Yang Masih Harus Dibayar (Accrued Expenses)Yaitu biaya yang sudah terjadi dan menjadi beban periode yang diperiksa, tetapi baru akan dilunasi dalam periode berikutnya. Misalnya biaya gaji, biaya listrik, telepon, air, dan lain-lain.

Perlu diingat bahwa dalam pencatatan akuntansinya perusahaan harus menggunakan accrual basis, bukan cash basis.

6. Voucher Payable (Dalam hal digunakan voucher system)7. Hutang Dividen (Dividend Payable)8. Pendapatan Yang Diterima Dimuka (Unearned Revenue)9. Uang Muka Penjualan10. Hutang Pemegang Saham11. Hutang Leasing yang jatuh tempo satu tahun yang akan datang12. Hutang Bunga13. Hutang Perusahaan Afiliasi (Hutang Dalam Rangka Hubungan Khusus)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memeriksa kewajiban jangka pendek, yaitu :1. Kecenderungan perusahaan untuk mencatat kewajibannya lebih rendah dari yang

sebenarnya (understatement of liabilities) dengan tujuan untuk melaporkan laba lebih besar dari jumlah yang sebenarnya. Hal ini sering dilakukan untuk smoothing income (earning management).Misalnya dengan tidak mencatat sebagian biaya dan pembelian barang dagangan/bahan baku yang belum dibayar. Untuk itu auditor harus melakukan prosedur yang disebut “searching of unrecorded liabilities”, dengan cara memeriksa pembayaran sesudah tanggal neraca.

2. Perbedaan antara Accounts Payable dan Accrued Expenses.

Accounts payable angkanya lebih pasti karena perusahaan mencatat utangnya berdasarkan invoice yang diterimanya dari supplier.Accounts expenses angkanya didasarkan pada estimasi, sehingga jumlahnya kurang pasti dibandingkan accounts payable.

B. TUJUAN PEMERIKSAAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

Tujuan pemeriksaan jangka pendek adalah untuk memeriksa apakah:

1. Terdapat internal control yang baik atas kewajiban jangka pendek.Jika internal control atas kewajiban jangka pendek disimpulkan oleh auditor cukup baik maka ruang lingkup pemeriksaan atas kewajiban jangka pendek dapat dipersempit dan sebaliknya jika disimpulkan lemah, ruang lingkup pemeriksaan harus diperluas.Perlu diperhatikan beberapa ciri internal control yang baik atas kewajiban jangka pendek :a. Adanya pemisahan tugas antara bagian pembelian, bagian penerimaan barang,

bagian gudang, bagian akuntansi, dan bagian keuangan.b. Digunakannya formulir-formulir yang bernomor urut tercetak (prenumber) untuk

permintaan pembelian (purchase requistion), order pembelian (purchase order), dan laporan penerimaan barang (receiving report)

c. Adanya sistem otoritas untuk pemeblian maupun pelunasan htang.d. Digunakan sistem tender untuk pembelian dalam jumlah besar, dimana beberapa

supplier diundang untuk memasukkan penawaran tertulis dalam amplop tertutup ke panitia tender.

e. Dibuatnya buku tambahan (subsidiary ledger) untuk hutang dagang, dan setiap akhir bulan jumlah saldo hutang dagang menurut subsidiary ledger harus dibandingkan (direconcile) dengan saldo hutang dagang menurut general ledger yang merupakan perikiraan pengendali (controlling account).

f. Jumlah barang yang dicantumkan dalam faktur pembelian (supplier invoice) harus dibandingkan dengan jumlah yang dilaporkan dalam receiving report dan purchase order, untuk mencegah pembayaran atas barang yang dibeli melebihi jumlah barang yang dipesan dan yang diterima.Faktur pembelian dan dokumen pembelian lainnya harus dicap lunas (stamp paid) untuk menghindari digunakannya dokumen-dokumen tersebut untuk proses pembayaran yang kedua kalinya.

2. Kewajiban jangka pendek yang tercantum di neraca didukung oleh bukti-bukti yang lengkap dan berasal dari transaksi yang betul-betul terjadi.

Jika kewajiban jangka pendek merupakan hutang dagang, yang berasal dari dari pembelian secara kredit, maka hutang tersebut harus didukung oleh bukti-bukti yang lengkap, seperti pirchase question, purchase order, supplier invoice, dan receiving report. Selain itu, pembelian tersebut harus diotoritasasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang, misalnya manajer pembelian, dan manajer akuntansi dan keuangan. Jika kewajiban jangka pendek, merupakan dividen, maka harus didukung oleh notulen rapat umum pemegang saham yang memberikan otorisasi untuk pembagian dividen. Jika beripa kredit bank, harus didukung oleh perjanjian kredit dan notulen rapat direksi yang memberikan otiritas untuk peminjaman uang dari bank. Begitu juga jika berupa hutang pemegang saham, harus didukung oleh perjanjian kredit. Jika da hutang pemegang saham, maka tidak boleh ada setoran modal yang belum dilunasi oleh pemegang saham.

3. Semua kewajiban jangka pendek perusahaan sudah tercatat per tanggal neraca.Dalam hal ini auditor harus meyakinkan diri bahwa tidak ada unrecorded liabilities. Untuk itu auditor harus memeriksa semua perjanjian yang dibuat oleh perusahaan dengan pihak ketiga, memeriksa notulen rapat direksi dan pemegang saham dan mengirim konfirmasi ke penasihat hukum (legal consultant/lawyer) perusahaan.

4. Accurade Expenses jumlahnya reasonable (masuk akal/ wajar atau tidak), dalam arti tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Karena kalau jumlahnya terlalu besar berarrti laba akan dilaporkan terlalu kecil (understated) dan kalau accrued expenses terlalu kecil berarti laba akan dilaporkan terlalu besar (overstated).Untuk itu auditor harus memeriksa dasar perhitungan accrued expenses yang dibuat perusahaan, apakah masuk akal dan konsisten dengan tahun sebelumnya. Misalnya untuk accrued travelling expenses (biaya perjalanan yang masih harus dibayar) bharus diperiksa untuk perjalanan kemana, menggunakan pesawat terbang apa, berapa lama perjalanannya, menginap dihotel mana, dan sebagainya.

5. Kewajiban leasing, jika ada, sudah dicatat sesuai dengan standar akuntansi sewa guna usaha.Misalnya jika ada hutang leasing untuk pembelian mesin pabrik, maka harga perolehan mesin dan hutang leasing harus dicatat sebesar nilai tunainya. Selain itu, bagian dari hutang leasing yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun yang akan datang harus dicatat sebagai kewajiban jangka pendek. Sedangkan yang jatuh temponya lebih dari satu tahun yang akan datang harus dicatat sebagai kewajiban jangka panjang.

6. Seandainya ada kewajiban jangka pendek dalam mata uang asing per tanggal neraca, sudah dikonversikan ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs

tengah Bank Indonesia per tanggal neraca dan selisih kurs yang terjadi sudah dibebankan/ dikreditkan pada rugi laba tahun berjalan.

7. Biaya bunga dan bunga terhutang dari hutang jangka pendek telah dicatat per tanggal neraca.Dalam hal ini auditor harus yakin bahwa semua bunga kewaiban jangka pendek, baik dari hutang bank, hutang pemegang saham dan lain-lain, sudah dicatat sebagai beban perusahaan dan jika bunga tersebut belum dibayar, sudah dicatat sebagai hutang bunga per tanggal neraca.

8. Biaya bunga hutang jangka pendek yang tercatat pada tanggal neraca betul telah terjadi, dihitung secara akurat dan merupakan badan perusahaan.Auditor harus yakin bahwa bunga yang dibebankan dalam laporan laba rugi, berasal dari pinjaman jangka pendek yang digunakan perusahaan dan didukung oleh perjanjian kredit yang sah, sehingga betul-betul merupakan beban perusahaan. Selain itu auditor harus mencheck apakah perhitungan bunga sudah dilakukan secara akurat, walaupun beban bunga dicatat berdasarkan nota debit dari bank (berarti dihitung oleh bank).

9. Semua persyaratan dalam perjanjian kredit telah diikuti oleh perusahaan sehingga tidak terjadi “Bank Default”. Biasanya dalam perjanjian kredit, bank mencantumkan beberapa persyaratan yang harus dipatuhi nasabahnya, antara lain :a. Perusahaan tidak boleh mengganti “manajer kunci tanpa seijin bank”b. Current ratio harus dijaga pada tingkat tertentuc. Tidak boleh terlambat dalam membayar bunga.

Jika persyaratan tersebut dilanggar oleh perusahaan, maka terjadi “Bank Default” dan hal tersebut harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan (notes to financial statement).

10. Penyajian kewajiban jangka pendek didalam neraca dan catatan atas laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAK).Misalnya, jika perusahaan mempunyai kredit jangka pendek dari bank atau mempunyai hutang leasing, maka dalam catatan atas laporan keuangan harus diungkapkan antara lain :a. plafon kreditb. jangka waktu kreditc. tingkat bungad. jaminan kredit

e. pengembalian kredit dan pembayaran bunga apakah dalam rupiah atau mata uang asing

f. nilai tunai aktiva dalam rangka sewa gunag. jenis leasingh. jangka waktu leasing.

C. PROSEDUR PEMERIKSAAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

1. Pelajari dan evaluasi internal control atas kewajiban jangka pendek.Dalam hal ini auditor dapat menggunakan internal control questionnaires, flow chart atau penjelasan narrative. Karena hutang dagang merupakan bagian dari siklus pembelian, hutang dagang, dan pengeluaran kas, maka bisa digunakan internal control questinnaires untuk pembelian, hutang dagang, dan pengeluaran kas.

2. Minta rincian dari kewajiban jangka pendek, baik hutang dagang maupun kewajiban lainnya, kemudian periksa penjumlahannya (footing) serta cocokkan saldonya dengan saldo hutang di buku besar (controlling account).Harus diingat bahwa rincian-rincian tersebut harus disiapkan oleh klien. Tugas auditor adalah memeriksa rincian tersebut, bukan menyusun rincian.Jika rincian yang diberikan klien tidak cocok dengan saldo buku besarnya atau terdapat kesalahan footing, maka auditor harus mengembalikan rincian tersebut kepada klien untuk diperbaiki.Selain rincian hutang dagang, yang harus diminta dari klien dalah : rincian biaya yang masih harus dibayar, hutang lain-lain, hutang pajak, dan lain-lain.

3. Untuk hutang dagang cocokkan saldo masing-masing suplplier dengan saldo menurut subsidiary ledger hutang dagang (jika jumlah suppliernya banyak, tidak usah 100%).Jika jumlah supplier banyak (misalkan seratus supplier) dan internal control client baik, maka pencocokkan ke subledger bisa dibatasi jumlahnya.Seandainya ditemukan perbedaan antara saldo dirincina hutang dagang dan saldo di subledger hutang dagang, harus diminta agar klien yang mencari penyebab perbedaan tersebut.

4. Secara test basis (sampling), periksa bukti pendukung dari saldo hutang kepada beberapa supplier, perhatikan apakah angkanya cocok dengan purchase requisition, purchase order, receiving report, dan supplier invoice. Periksa juga

perhitungan mathematis (mathematical accuracy) dari dokumen-dokumen tersebut dan otorisasi dari pejabat perusahaan yang berwenang.

5. Seandainya, terdapat monthly statement of account dari supplier, maka harus dilakukan rekonsiliasi antara saldo hutang menurut statement of accounttersebut dengan saldo subsidiary ledger hutang.

Prosedur 4 dan 5 sudah cukup jelas.

6. Pertimbangkan untuk mengirim konfirmasi kepada beberapa supplier baik yang saldonya besar maupun yang saldonya tidak berubah dari tahun sebelumnya.Auditor tidak harus mengirim konfirmasi untuk hutang dagang, krena sumber pencatatan hutang dagang berasal dari luar perusahaan (misalnya faktur dari supplier), dan tujuan konfirmasi adalah untuk memeriksa keakuratan data akuntansi klien. Jadi lain dengan konfirmasi piutang yang merupakan prosedur audit standar yang harus dilakukan oleh auditor.Apalagi jika sebagian besar supplier biasa untuk mengirim, monthly statement of account, maka auditor hanya perlu mencocokkan saldo hutang dagang menurut rincian dengan saldo menurut mothly statement of account tersebut.

7. Periksa pembayaran sesudah tanggal neraca (subsequent payment) untuk mengetahui apakah ada kewajiban yang belum dicatat (unrecorded liabilities) per tanggal neraca dan untuk meyakinkan diri mengenai kewajaran saldo hutang per tanggal neraca.Caranya adalah dengan mereview buku pengeluaran kas sesudah tanggal neraca sampai mendekati tanggal selesainya pemeriksaan lapangan. Perhatikan apakah ada pembayaran-pembayaran di periode sesudah tanggal neraca yang menyangkut pembelian atau biaya untuk tahun yang diperiksa yang belum dicatat sebagai kewajiban per tanggal neraca. Periksa juga notulen rapat direksi, pemegang saham, dewan komisaris untuk mengetahui apakah ada kewajiban perusahaan, misalnya pembagian bonus, yang baru akan dibayar diperiode berikutnya dan belum dicatat sebagai kewajiban per tanggal neraca. Auditor juga harus memeriksa bukti-bukti pembayaran di subsequent period yang berkaitan dengan kewajiban yang terjadi ditahun yang diperiksa.

8. Seandainya ada hutangf kepada bank baik dalam bentuk kredit modal kerja, kredit investasi, maupun kredit overdraft, maka kirim konfirmasi ke bank, periksa surat perjanjian kreditnya dan buatkan excerpt dari perjanjian kredit tersebut, dan periksa otorisasi dari direksi, dewan komisaris dan RUPS untuk perolehan kredit bank tersebut.

9. Seandainya ada hutang dari pemegang saham atau dari direksi atau dari perusahaan afiliasi, yang harus dilunasi dalam waktu satu tahun yang akan datang, harus dikirim konfirmasi, periksa perjanjian kreditnya dan periksa apakah ada pembebanan bunga atas pinjaman tersebut.

10. Seandainya ada utang lising, periksa apakah pencatatannya sudah sesuai dengan standar akuntansi sewa guna usaha (PSAK No.30) dan apakah bagian yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun yang akan datang sudah dicatat (direklasifikasi) sebagai kewajiban jangka pendek.

11. Periksa perhitungan dan pembayaran bunga, apakah sudah dilakukan secara akurat dan tie-up jumlah bunga tersebut dengan jumlah bunga yang tercantum pada laporanlaba rugi. Perhatikan juga aspek pajaknya.

12. Seandainya ada saldo debit dari hutang dagang maka harus ditelusuri apakah ini merupakan uang muka pembelian karena adanya pengambilan barang yang dibeli tetapi sudah dilunasi sebelumnya. Kalo jumlahnya besar (material) harus diklarifikasi sebagai piutang.

13. Seandainya ada uang muka penjualan per neraca, periksa bukti pendukungnya dan periksa apakah saldo tersebut sudah diselesaikan diperiode berikutnya (subsekuent clearance) misalnya dengan mengirimkan barang yang dipesan oleh pembeli.

14. Seandainya ada kredit jangka panjang, harus diperiksa apakah bagian yang jatuh tempo satu tahun yang akan datang sudah di klarifikasi sebagai kewajiban jangka pendek.

15. Seandainya ada kewajiban dalam mata uang asing, periksa apakah saldo tersebut per tanggal neraca sudah dikonfersikan kedalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia per tanggal Neraca, dan selisih kurs yang terjadi di bebankan/ dikreditkan pada rugi laba tahun berjalan.

16. Untuk utang PPh 21 dan PPN periksa apakah utang tersebut sudah dilunasi pada periode berikutnya.Seharusnya PPh 21 dan PPN per 30 Desember dilunasi dibulan Januari ditahun berikutnya.Sedangkan untuk PPh badan harus diperiksa apakah pada waktu mengisi dan memasukkan SPT PPh badan, perusahaan telah membayar PPh 29 (seteron akhir).

Prosedur 8,9,10,11 dan 14 di bahas lebih rinci di pemeriksaan kewajiban jangka panjang (Bab 16).

17. Periksa dasar perhitungan accrued expenses yang dibuat oleh perusahaan, apakah reasonable dan konsisten dengan dasar perhitungan tahun sebelumnya. Selain itu harus diperiksa pembayaran setelah tanggal neraca.Perlu diketahui bahwa untuk memperkecil laba, bisa saja perusahaan memperbesar jumlah accrued expensenya. Dengan memeriksa pembayaran sesudah tanggal neraca auditor bisa mengetahui apakah jumlah yang diaccrued betul-betul dibayar tahun berikutnya dalam jumlah yang kurang lebih sama. Selain itu bisa diketahui seandainya ada biaya-biaya tahun yang diperiksa yang belum dicatat diperiode sesudah tanggal neraca. Sehingga harus diusulkan audit adjustmentnya oleh auditor.

18. Periksa notulen rapat direksi, pemegang saham, dan perjanjian-perjanjian yang dibuat perusahaan dengan pihak ketiga, untuk mengetahui apakah semua kewajiban yang tercantum dalam notulen dan perjanjian tersebut sudah dicatat per tanggal neraca.

Prosedur 18 sudah cukup jelas.

19. Kirim konfirmasi kepada penasehat hukum perusahaan.Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perusahaan mempunyai masalah dibidang hukum yang memerlukan bantuan dari legal consultant atau lawyer. Misalnya ada tuntutan dipengadilan yang per tanggal neraca prosesnya belum selesai. Seperti diketahui proses peradilan memakan waktu yang cukup lama (mulai dari pengadilan negeri, pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung).Hal ini menyebabkan timbulnya contigent liabilities, yaitu kewajiban yang mungkin terjadi, mungkin juga tidak terjadi, tergantung pada kejadian dalam periode berikutnya.

20. Periksa apakah penyajian kewajiban jangka pendek di neraca dan catatan atas laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAK).

Prosedur 20 sudah cukup jelas.