Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroalga

23
PEMBUATAN MEDIA PERTUMBUHAN MIKROALGA Nama : Danik Dian Budiarti NIM : B1J012129 Kelompok : 12 Rombongan : IV Asisten : Sri Rahayu Ningsih LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

description

nnnnn

Transcript of Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroalga

PEMBUATAN MEDIA PERTUMBUHAN MIKROALGA

Nama: Danik Dian BudiartiNIM: B1J012129Kelompok: 12Rombongan: IVAsisten: Sri Rahayu Ningsih

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO2015I. PENDAHULUANA. Latar BelakangMikroalga adalah organisme perairan yang lebih dikenal dengan fitoplankton. Organisme ini dapat melakukan fotosintesis dan hidup dari nutrien anorganik serta menghasilkan zat-zat organik yang berasal dari hasil fotosintesisnya. Salah satu spesies mikroalga yang sering digunakan dalam penelitian adalah Chlorella sp. Chlorella sp. merupakan alga bersel tunggal dari golongan algae hijau (Chloropyta) yang telah dimanfaatkan secara komersial karena nilai kandungan minyaknya yang tinggi Biomassa mikroalga terkandung bahan-bahan penting yang sangat bermanfaat, misalnya protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat. Persentase keempat komponen tersebut bervariasi tergantung jenis alga. Sebagai contoh, mikroalga Chlorella vulgaris memiliki kandungan protein sebesar 51 58%, karbohidrat 12 - 17%, lemak 14 22% dan asam nukleat 4 5%. Spirulina platensis memiliki kandungan protein sebesar 46 43%, karbohidrat 8 14%, lemak 4 9%, dan asam nukleat 2 5%. Mikroalga lainnya seperti, Botryococcus braunii, Dunaliella salina, Monalanthus salina mempunyai kandungan lemak berkisar 40 - 85%. Kandungan lemak mikroalga tergantung dari jenis mikroalga, rata-rata pertumbuhan dan kondisi kultur mikroalga. Sehingga, menurut, beberapa mikroalga seperti Chlorella memiliki potensi sebagai pakan alami, pakan ternak, suplemen, penghasil komponen bioaktif bahan farmasi dan kedokteran.B. TujuanMengetahui cara atau tahapan pembuatan beberapa media kultur untuk pertumbuhan mikroalga di laboratorium.

C. Tinjauan PustakaMikroalga adalah tanaman yang paling efisien dalam menangkap dan memanfaatkan energi matahari dan CO2 untuk keperluan fotosintesis. Selain itu, CO2 dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas. Di Indonesia sendiri dapat dijumpai ratusan jenis mikroalga. Fungsi ekologis mikroalga sangat membantu dalam pencegahan terjadinya pemanasan global. Beberapa jenis mikroalga yang banyak dijumpai pada wilayah perairan serta dibudidayakan antar lain Chlorella vulgaris, Chlorella sp. dan Nannochloropsis oculata (Nurhayati et. al., 2013). Mikroalga berperan penting sebagai produsen utama untuk berbagai konsumen seperti rotifer, Copepoda, Daphina, udang air garam, larva ikan dan krustasea. Mikroalga kaya sumber protein, karbohidrat, dan terutama asam lemak esensial (Sankar & Ramasubramanian, 2012).Sterilisasi pada kultur mikroalga bertujuan membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Sterilisasi ini memiliki berbagai metode, yaitu sterilisaisi basah yang dilakukan dengan cara perebusan, sterilisasi dengan autoclave yang menggunakan uap air panas bertekanan, sterilisasi dengan oven yaitu sterilisasi dengan udara panas. Selain itu juga terdapat sterilisasi dengan penyaringan, dimana metode ini dilakukan untuk cairan atau larutan yang tidak tahan pada suhu tinggi, misalnya vitamin. Sterilisasi dengan sinar ultraviolet pada panjang gelombang 2000-3000 A yang dapat membunuh mikroorganisme dengan cara menghancurkan struktur proteinnya. Sterilisasi kimia dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti HCL, HgCl2, alkohol, formalin, Phenol, dan Chlorin (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).Kultur fitoplankton secara umum dapat dilakukan pada skala laboratorium, skala semi massal, dan skala massal. Unit-unit pembenihan ikan maupun udang biasanya hanya melakukan kultur skala semi massal dan skala massal. Namun demikian keberhasilan dari kultur semi massal dan massal tentunya tidak terlepas dari bibit yang dipergunakan (inokulum). Kultur fitoplankton dalam skala laboratorium banyak mengoleksi plankton dari berbagai jenis atau strain yang tidak terkontaminasi (murni) sehingga dapat digunakan sebagai bibit yang baik. Usaha pembenihan skala industri, kultur fitoplankton skala laboratorium untuk penyediaan bibit dalam memenuhui kebutuhan pakan alami sebagai pakan awal sudah mulai dilakukan (Suriadnyani, 2004).Pertumbuhan mikroalga biasanya diukur dari kepadatan selnya pada setiap volume kulturnya (sel/ml).Menggunakan pengukuran kepadatan sel pada selang waktu yang tetap, maka kurva pertumbuhan mikroalga dapat dibuat.Tingkatan pertumbuhan yang terdapat pada kurva pertumbuhan ini adalah fase adaptasi, fase eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian.Perkembangbiakan mikroalgae terjadi secara aseksual, dapat tumbuh dalam berbagai media yang mengandung cukup unsur hara, seperti N, P, K dan unsur mikro lainnya dan tumbuh baik pada temperatur optimal 25C. Unsur nutrien yang diperlukan alga dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen, fosfor, sulfur, natrium, magnesium, dan kalsium, sedangkan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah relatif sedikit adalah besi, tembaga(Cu), mangan (Mn), seng (Zn), silicon (Si), boron (B), molibdenum (Mo), vanadium (V) dan kobalt (Co) (Amini, 2008).Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Media pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya (Panggabean, 2007). Ketersediaan hara makro dan mikro sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan suatu jenis fitoplankton, selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Penambahan pupuk Walne dimaksudkan untuk memperkaya kandungan hara makro maupun mikro pada kultur.

II. MATERI DAN METODEA. MateriAlat-alat yang digunakan dalam beaker glass, drigen, gelas ukur, pipet tetes dan baki.Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yakni tisu, alumunium foil, unsur hara, akuades. Berikut komposisi dari masing-masing medianya:Tabel 2.1 Media ConwayZat HaraMakro Jumlah (Gram)

NaNO325

NaH2PO4.2H2O5

FeCl3.6H2O0,195

H3BO30,43

MnCl2.4H2O0,09

EDTA TITRIPLEK III22,5

Akuades250 ml

Treat elemen

ZnCl20,525

CoCl2.5H2O0,5

(NH4)6.Mo7O24.4H2O0,225

CuSO4.5H2O0,5

Akuades250 ml

Tabel 2.2 Media Miquel AllenSolution AJumlah (Gram)

KNO38,08

Akuades steril400 ml

Solution B

Na2HPO.12H2O8

FeCl34

CaCl2.6H2O8

HCl4 ml

Akuades steril200 ml

Tabel 2.3 Media ZarroukZat HaraJumlah (Gram)

NaHCO34,2

K2HPO40,125

NaNO30,625

MgSO40,05

K2SO40,25

NaCl0,25

CaCl210

FeSO410

EDTA2,5

Akuades steril500 ml

B. MetodeCara kerja yang dilakukan dalam praktikum ini yakni, sebagai berikut:1. Cara kerja membuat media Conway

Disiapkan alat dan bahan

Dituangkan 50 ml aquades ke beaker glass

Zat hara makro dimasukkan satu per satu

Dihomogenkan

Ditambahkan denan akuades hingga 125 ml

1. Cara kerja membuat media Miquel AllenDisiapkan alat dan bahan

Dituangkan 100 ml aquades ke beaker glass

Dimasukkan KNO3

Dimasukan solution B satu per satu

dihomogenkan

Ditambahkan dengan akudes hingga volume 150 ml1. Cara kerja membuat media ZarroukDisiapkan alat dan bahan

Dituangkan 50 ml aquades steril ke beaker glass

Hara makro dimasukan satu per satu

Dihomogenkan

Ditambahkan dengan akudes hingga volume 125 ml

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil

Gambar 3.1 Media Kultur Mikroalga Zaarouk

B. PembahasanMedia pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya (Sutomo, 2005). Berdasarkan hasil praktikum media yang dibuat untuk kultur mikroalga yaitu conway, miquel allen dan zarrouk. Konsentrasi nutrisi pada tiap media bebeda-beda, konsentrasi nutrisi dapat meningkatkan pertumbuhan eksponensial ketika dirumuskan dengan benar. Pengujian lebih lanjut atas pengaruh konsentrasi nutrisi (nitrogen dan fosfor) telah menunjukkan bahwa konsentrasi nitrogen yang rendah juga dapat merangsang pertumbuhan alga (Blair et. al., 2013).Menurut Isnasetyo & Kurniastuty (1995) pupuk yang digunakan dalam skala laboratorim harus mengandung unsur hara yang lengkap yang terdiri atas unsur hara makro yang terdiri dari N, P, K, S ,Na, Si, Ca dan unsur hara mikro yaitu Fe, Mn, Cu, Zn, Mg, Mo, Si, Co, B dan lain-lain tergantung phytoplanktonnya. Setiap unsur hara mempunyai fungsi-fungsi khusus yang tercermin dalam pertumbuhan dan kepadatan yang dicapainya, tanpa mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Menurut Laura dan Paolo, 2006, beberapa komponen yang memiliki peranan penting diantaranya adalah Mangan (Mn) sebagai komponen struktural membran kloroplas dan merupakan aktivator enzim pada reaksi terang fotosintesis (Prihatini, 2007). Magnesium (Mg) berperan sebagai kofaktor dalam pembentukan asam amino dan klorofil, Besi (Fe) berperan dalam sintesis klorofil dan sintesis protein-protein penyusun kloroplas, Seng (Zn) diperlukan dalam proses pembentukan klorofil dan mencegah kerusakan molekul klorofil (Bidwell, 1979).Hasil yang diperoleh pada membuatan media petumbuhan mikroalga kelompok 12 membuat media zarrouk untuk pertumbuhan mikroalga. Komposisi media zarrouk memiliki keunikan sehingga hanya spesies mikroalga tertentu yang mampu hidup. Kelebihan media zarrouk ialah komposisi hara makro yang cukup seperti Mg yang digunakan untuk pigmen klorofil sebagai pigmen fotosintesis, Na yang berguna untuk transport ion-ion, dan hara mikro lainnya melalui pompa Na+, Ca yang berguna bagi pertumbuhan mikroalga itu sendiri sendiri, sedangkan ion Cl berguna untuk osmoregulasi mikroalga (Wulandari, 2011).Faktor lain yang diduga menentukan daya biak populasi pertumbuhan suatu kultur dapat dihambat oleh adanya bahan-bahan yang diproduksi oleh sel kedalam media yang merupakan autoinhibitor. Nitrogen merupakan komponen utama pembentuk asam amino yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan alga. Bila konsentrasi nitrogen dalam media berkurang maka dapat mengakibatkan pertumbuhannya lambat (Soeriatmadja, 1981). Dwidjoseputro (1990) menambahkan bahwa kekurangan nitrogen menyebabkan fotosintesis menurun dan produktivitas protein juga menurun. Selain itu dapat pula menyebabkan pembelahan sel terhambat dan sebagai akibatnya pertumbuhannya akan terhambat pula.Pertumbuhan mikroalga dalam suatu kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambahnya jumlah sel. Bertambahnya kepadatan sel pada kultur mikroalga akan berpengaruh terhadap kepekatan warna kultur yang dipengaruhi oleh kandungan klorofil. Menurut Fogg (1965), Secara umum pertumbuhan mikroalga ada 5 fase, yaitu :1. Fase Induksi atau Lag, pada fase ini tidak terdapat penambahan sel tetapi ukuran sel umumnya meningkat.2. Fase Eksponensial, pada fase ini pembelahan sel berjalan dengan cepat sehingga jumlah sel bertambah.3. Fase Berkurangnya Pertumbuhan relatif, pada fase ini pembelahan sel mulai berkurang sehingga laju pertumbuhan mulai menurun.4. Fase Stationer, pada fase ini jumlah sel tetap karena laju reproduksi sama dengan laju kematian. Dengan demikian, penambahan dan pengurangan jumlah mikroalga relatif sama atau seimbang sehingga kepadatan mikroalga tetap.5. Fase Kematian, pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi sehingga jumlah sel akan menurun. Penurunan kepadatan mikroalga ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi temperatur, cahaya, pH medium, jumlah nutrien dan beberapa kondisi lingkungan lain.Pembuatan media Zarrouk yaitu bahan-bahan kimia yang terdapat ditabel dimasukkan satu persatu ke dalam beker glass yang berisi 500 ml aquades steril. Kemudian dilarutkan dengan menggunakan magnetic hot stirrer. Setelah terbentuk larutan homogeny kemudian ditambahkan air steril hingga volume 1000 ml (Insan et al., 2012).Pembuatan media Conway sama seperti media Zarrouk yaitu bahan-bahan kimia yang terdapat ditabel dimasukkan satu persatu ke dalam beker glass yang berisi 500 ml aquades steril. Kemudian dilarutkan dengan menggunakan magnetic hot stirrer. Setelah terbentuk larutan homogeny kemudian ditambahkan air steril hingga volume 1000 ml (Insan et al., 2012).Indikator Conway yaitu Larutkan 0,100 g merah metil (metil red) dan 0,150 g hijau bromkresol (bromcresol green) dengan 100 ml etanol 96 %. Indikator Miquel-Allen yaitu akuades 100 ml dan 20,20 gr KNO3, HCl 2 ml. Sedangkan media Zarrouk sebanyak 8,4 g NaHCO3, 0,25 g K2HPO4, 1,25 g Na NO3, 0,1 g MgSO4, 0,5 g K2SO4, 0,5 g NaCl, 20 mg CaCl2, 5 mg FeSO4 dan 80 mg EDTA. Kelebihan dari media pupuk Zarrouk dibandingkan pupuk Conway dan pupuk Miquel-Allen yaitu bahwa volume pemakaianya lebih banyak yaitu berisi 500 ml air steril hingga 1000 ml. Sedangkan Conway hanya 1 ml untuk 1 liter akuades steril dan Miquel-Allen hanya 2ml solusion A dan 1ml Solution B dalam 1liter akuades steril (Insan et al., 2012).Pertumbuhan suatu jenis mikroalga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan zat hara makro, zat hara mikro dan kondisi lingkungan pertumbuhan. Faktor lingkungan yang berpengaruh meliputi cahaya, suhu, pH, medium dan aerasi. Selain faktor tersebut, pertumbuhan mikroalga juga dipengaruhi oleh faktor internal berupa sifat genetik (Muthulakhsmi et al., 2012)Taw (1990) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton (mikroalga) antara lain: 1. pHDerajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen. Variasi pH pada dapat mempengaruhi metabiolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara 7,8-8,5.2. SalinitasKisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton.Beberapa fitoplankton dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang tinggi tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah.Namun, hampir semua jenis fitoplankton dapat tumbuh optimal pada salinitas sedikit dibawah habitat asal.Pengaturan salinitas pada medium yang diperkaya dapat dilakukan dengan pengenceran dengan menggunakan air tawar.3. SuhuSuhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi fitoplankton diperairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur fitoplnkton berkisar antara 20-24oC. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada medium yang digunakan. Suhu di bawah 16oC dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu diatas 36oC dapat menyebabkan kematian.Beberapa fitoplankton tidak tahan terhadap suhu yang tinggi. Pengaturan suhu dalam kultur fitoplankton dapat dilakukan dengan mengalirkan air dingin ke botol kultur atau dengan menggunakan alat pengatur suhu udara. 4. CahayaCahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat menentukan pertumbuhan fitoplankton yaitu dilihat dari lama penyinaran dan panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan dengan kedalaman kultur dan kepadatannya. Kedalaman dan kepadatan kultur yang lebih tinggi menyebabkan intensitas cahaya yang dibutuhkan tinggi. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinhibisi dan pemanasan. Penggunaan lampu dalam kultur mikroalga minimal dinyalakan 18 jam per hari, hal tersebut dilakukan sampai mikroalga dapat tumbuh dengan konstan dan normal.5. KarbondioksidaKarbondioksida diperlukan oleh fitoplankton untuk memenbantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup digunakan dalam kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton (Taw, 1990). 6. NutrienFitoplankton mendapatkan nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien yang cukup lengkap. Namun pertumbuhan fitoplankton dengan kultur dapat mencapai optimum dengan mencapurkan air laut dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air laut tersebut. Nutrien tersebut dibagi menjadi makronutrien dan mikronutrien, makronutrien meliputi nitrat dan fosfat.Makronutrien yang berupa nitrat dan fospat merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton.Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air laut maupun di air tawar. Bentuk kombinasi lain dari nitrogen seperti amonia, nitrit, dan senyawa organik dapat dapat digunakan apabila kekurangan nitrat. Mikronutrien organik merupakan kombinasi dari beberapa vitamin yang berbeda-beda. Vitamin tersebut antara lain B12, B1 dan Biotin. Mikronutrien tersebut digunakan fitoplankton untuk berfotosintesis. 7. AerasiAerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan medium kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari udara ke media.

IV. KESIMPULAN DAN SARANA. KesimpulanBerdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:1. Media pertumbuhan mikroalga terdapat tiga macam, yaitu media miquel allen, media zarrouk, dan media conway.2. Pada media miquel allen terdapat solution A dan solution B, pada media zarrouk banyak terdapat unsur-unsur hara, dan pada media Conway, terdapat zat hara makro dan treat elemen.B. SaranSebaiknya pada praktikum pembuatan media digunakan hot plate untuk menghomogenkan media agar lebih homogen.

DAFTAR REFERENSIAmini, S. 2008. Pertumbuhan Mikroalgae (Nitzchia closterium) dengan Perlakuan Pupuk.Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan Perikanan, Jakarta.

Bidwell, R.G.S. 1979. Plant physiology. 2nd ed. Mac Millan Publishing, New York.

Blair, M. F., Kokabian, B. and Gude, G. V., 2013. Light and growth medium effect on Chlorella vulgaris biomass production. Journal of Environmental Chemical Engineering, Vol. 198(1): 1-10.

Fogg, G. E. 1965. Alga Cultures and Phytoplankton Ecology. The University Of Wisconsin Press, Madision, Milwaukee, and London.

Insan, H. A. et al., 2012. Petunjuk Praktikum Fikologi. Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Isnansetyo, A & Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius, Yogyakarta.

Muthulakshmi M., Saranya A., Sudha M., & Selvakumar G. 2012. Extraction, partial purification, and antibacterial activity of phycocyanin from Spirulina isolated from fresh water body against various human pathogens. Journal of Algal Biomass : vol. 3 (3): 7 11.

Nurhayati, T., Hermanto B. M., dan Lutfi, M., 2013. Penggunaan Fotobioreaktor Sistem Batch Tersirkulasi terhadap Tingkat Pertumbuhan Mikroalga Chlorella vulgaris, Chlorella sp. dan Nannochloropsis oculata. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem,Vol. 1(3): 249-257.

Laura, B dan Paolo G. 2006. Algae: Anatomy, Biochemistry, and Biotechnology. CRC Press, Boca Raton New York.

Prihantini, Nining Betawi et al., 2007. Pengaruh Konsentrasi Medium Ekstrak Tauge (MET) Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus Isolat Subang. Makara Sains, Vol 11 (1): 1.

Panggabean, L. M. G. 2007. Koleksi Kultur Mikroalgae. Oseana, vol. 32(2): 11-20.

Suriadnyani, N. N. 2004. Teknik Kultur Fitoplakton Secara Tradisional. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur. 3(2): 21-25.

Taw, N. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga. Proyek Pengembangan Udang, United nations development Programme, Food and Agriculture Organizations of the United Nations, Jakarta.Wulandari, N.D.A. 2011. Penggunaan Media Alternatif pada Produksi Spirulina fusiformis. IPB press, Bogor. (tidak diterbitkan).