pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

12
PEMBUATAN “DESIGN CHART” UNTUK MENENTUKAN KETEBALAN LANDFILL LINER Hestina Eviyanti 1 , Andre Primantyo Hendrawan 2 , Anggara Wiyono Wit Saputra 2 , Runi Asmaranto 2 , , Dian Chandrasasi 2 Zaenal Abidin 3 1 Mahasiswa Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 3 Pembimbing Lapangan Laboratorium Geoteknik PT Indra Karya e-mail:[email protected] ABSTRAK Menurut standar EPA konduktivitas hidrolik dari landfill liner harus sama dengan atau lebih kecil dari 1 x 10 -9 cm/detik. Karena itu sangat penting untuk mendesain ketebalan landfill liner sesuai yang disyaratkan untuk menjaga lingkungan dari pencemaran lindi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sekelompok design chart yang dapat dipakai untuk menentukan ketebalan landfill liner yang terbuat dari campuran bentonite dan fly ash. Benda uji terbuat dari campuran bentonite komersial dan fly ash dengan tiga komposisi berbeda, yang kemudian dipadatkan dengan Proctor Standar untuk menentukan kurva pemadatannya. Untuk setiap benda uji, kondisi kepadatan kering maksimum dapat dimodelkan kembali dan konduktivitas hidrolik (k) diukur dengan uji falling head. Berdasarkan teori permeabilitas dari Hukum Darcy, sekelompok design chart dapat dibuat untuk menentukan ketebalan liner yang dibutuhkan. Dapat disimpulkan bahwa konduktivitas hidrolik (k) dari campuran meningkat dengan bertambahnya kadar fly ash. Rembesan lindi melewati landfill liner dipengaruhi oleh ketebalan liner (t) dan landfill (H) dan konduktivitas hidrolik (k). Dengan memakai Hukum Darcy ( Q=kiA) dan mengasumsikan harga tetap untuk ketebalan landfill dan A, dapat dikalkulasi laju rembesan per unit luas untuk ketebalan liner yang berbeda. Selain itu, dengan asumsi harga tetap untuk ketebalan liner dan A, maka dapat dikalkulasi laju rembesan per unit luas untuk ketebalan landfill yang berbeda. Kata kunci: bentonite, design charts, Hukum Darcy, fly ash, landfill liner ABSTRACT According to EPA standard the hydraulic conductivity of landfill liners should be equal to or less than 1 x 10 -9 cm/s. So, it is important to design the required thickness of landfill liners to protect the environment from the leachate. The purpose of this research is to create a set of design charts that can be used to determine the thickness of landfill liner that made from bentonite-fly ash mixtures. The specimens were made from a mixture of commercial bentonite clay and fly ash under three different compositions, which then compacted with Standard Proctor to determine the compaction curve. For each of specimen, a maximum dry density condition from compaction curve can be remodeled again, and the hydraulic conductivity (k) will be measured using falling head test. Then, a set of design charts can be created to determine the required thickness of liners based upon the permeability theory of Darcy’s law. It is concluded that the hydraulic conductivity (k) of the mixtures increases with the increasing of fly ash content. Seepage of leachate through a landfill liner is affected by the thickness of liner (t) and the landfill (H) and the hydraulic conductivity (k). Using Darcy’s law (Q=kiA) and assuming values of unity for thickness of landfill (H) and A, it is possible to calculate the rate of leakage per unit area for various thicknesses of liner. Moreover, by assuming values of unity for landfill liner thickness and A, it is possible to calculate the rate of leakage per unit area for various landfill thicknesses. Keywords: bentonite, design charts, Darcy’s law, fly ash, landfill liner

Transcript of pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

Page 1: pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

PEMBUATAN “DESIGN CHART” UNTUK MENENTUKAN

KETEBALAN LANDFILL LINER

Hestina Eviyanti1, Andre Primantyo Hendrawan

2, Anggara Wiyono Wit Saputra

2,

Runi Asmaranto2, , Dian Chandrasasi

2Zaenal Abidin

3

1Mahasiswa Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya

2Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

3Pembimbing Lapangan Laboratorium Geoteknik PT Indra Karya

e-mail:[email protected]

ABSTRAK

Menurut standar EPA konduktivitas hidrolik dari landfill liner harus sama dengan atau

lebih kecil dari 1 x 10-9

cm/detik. Karena itu sangat penting untuk mendesain ketebalan landfill

liner sesuai yang disyaratkan untuk menjaga lingkungan dari pencemaran lindi. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk membuat sekelompok design chart yang dapat dipakai untuk

menentukan ketebalan landfill liner yang terbuat dari campuran bentonite dan fly ash.

Benda uji terbuat dari campuran bentonite komersial dan fly ash dengan tiga komposisi

berbeda, yang kemudian dipadatkan dengan Proctor Standar untuk menentukan kurva

pemadatannya. Untuk setiap benda uji, kondisi kepadatan kering maksimum dapat dimodelkan

kembali dan konduktivitas hidrolik (k) diukur dengan uji falling head. Berdasarkan teori

permeabilitas dari Hukum Darcy, sekelompok design chart dapat dibuat untuk menentukan

ketebalan liner yang dibutuhkan.

Dapat disimpulkan bahwa konduktivitas hidrolik (k) dari campuran meningkat dengan

bertambahnya kadar fly ash. Rembesan lindi melewati landfill liner dipengaruhi oleh ketebalan

liner (t) dan landfill (H) dan konduktivitas hidrolik (k). Dengan memakai Hukum Darcy (Q=kiA)

dan mengasumsikan harga tetap untuk ketebalan landfill dan A, dapat dikalkulasi laju rembesan per

unit luas untuk ketebalan liner yang berbeda. Selain itu, dengan asumsi harga tetap untuk ketebalan

liner dan A, maka dapat dikalkulasi laju rembesan per unit luas untuk ketebalan landfill yang

berbeda.

Kata kunci: bentonite, design charts, Hukum Darcy, fly ash, landfill liner

ABSTRACT

According to EPA standard the hydraulic conductivity of landfill liners should be equal to

or less than 1 x 10-9

cm/s. So, it is important to design the required thickness of landfill liners to

protect the environment from the leachate. The purpose of this research is to create a set of design

charts that can be used to determine the thickness of landfill liner that made from bentonite-fly ash

mixtures.

The specimens were made from a mixture of commercial bentonite clay and fly ash under

three different compositions, which then compacted with Standard Proctor to determine the

compaction curve. For each of specimen, a maximum dry density condition from compaction curve

can be remodeled again, and the hydraulic conductivity (k) will be measured using falling head

test. Then, a set of design charts can be created to determine the required thickness of liners based

upon the permeability theory of Darcy’s law.

It is concluded that the hydraulic conductivity (k) of the mixtures increases with the

increasing of fly ash content. Seepage of leachate through a landfill liner is affected by the

thickness of liner (t) and the landfill (H) and the hydraulic conductivity (k). Using Darcy’s law

(Q=kiA) and assuming values of unity for thickness of landfill (H) and A, it is possible to calculate

the rate of leakage per unit area for various thicknesses of liner. Moreover, by assuming values of

unity for landfill liner thickness and A, it is possible to calculate the rate of leakage per unit area

for various landfill thicknesses.

Keywords: bentonite, design charts, Darcy’s law, fly ash, landfill liner

Page 2: pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aktivitas.manusia.dalam.memanfaatka

n alam selalu meninggalkan sisa yang

dianggap sudah tidak berguna lagi

sehingga diperlakukan sebagai barang

buangan, yaitu sampah dan limbah.

Pencemaran sumber air oleh sampah

terjadi karena sampah yang dibuang

dengan cara open dumping dan

tertimbun di TPA mengalami

dekomposisi yang bersama air hujan

menghasilkan cairan lindi (leachate).

Cairan lindi (leachate) yang berasal

dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

sampah merupakan masalah serius,

karena .air .lindi .dapat.

mengkontaminasi sumur – sumur

warga yang berada di sekitarnya.

1.2. Identifikasi Masalah

Mengingat limbah lindi sangatlah

berbahaya bagi lingkungan, maka

untuk mengurangi kontaminasi air

tanah akibat limbah lindi dari TPA

umumnya diperlukan pemberian

lapisan soil liner berupa tanah lempung

yang dipadatkan. Di sisi lain,

ketersediaan fly ash yang berlimpah di

Indonesia selama ini hanya dianggap

sebagai limbah. Oleh karena itu,

penelitian ini mencoba untuk

mengetahui potensi sekaligus

karakteristik dari material fly ash yang

dicampur dengan lempung bentonite

sebagai material alternatif lapisan soil

liner.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah

membuat design chart untuk

menentukan ketebalan landfill liner.

Manfaat dari penelitian ini adalah

untuk memberikan pengetahuan

tentang desain ketebalan landfill liner

yang terbuat dari campuran bentonite

dan fly ash yang dihubungkan dengan

karakteristik permeabilitasnya.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lindi pada Landfill Liner

Lindi dengan kekentalan yang

semakin rendah bergerak turun secara

gravitasi dan menyebar secara lateral.

Selanjutnya, rongga tanah menjadi

jenuh dengan air lindi yang sangat cair,

dan prinsip-prinsip hidrodinamika

dapat digunakan untuk memprediksi

pergerakannya. Dalam hal ini sejumlah

model elemen mutakhir telah

digunakan. Seiring berjalannya waktu,

lindi yang terkandung dalam air yang

mengalir bergerak menggumpal dan

berubah menjadi air yang tercemar.

Tergantung pada kondisi hilir, hasilnya

bisa saja merugikan atau bahkan

menjadi bencana.

2.2. Penanggulangan Lindi

Karena lindi sangat berbahaya bagi

lingkungan, maka ada beberapa cara

untuk meminimalisasi cairan lindi yang

merembes ke tanah, diantaranya yaitu :

a) CSL (Compacted Soil Liners)

b) Pelapis Dasar (Liner) dan Tanah

Penutup (Landfill Caps)

Gambar 1. Pelapis Dasar dan

Lapisan Penutup Sumber: (ASCE), 1993

Sistem liner yang terdiri dari

pelapis dasar (liner) kemudian sampah

yang dipadatkan pada lapisan

berikutnya dan lapisan penutup. Dua

lapisan yang merupakan komponen

penting pada fasilitas ini , bermain dua

peran yang berbeda yaitu lapisan

penutup (landfill cope) berfungsi

membatasi infiltrasi dari curah hujan

dan pelapis dasar (liner) berfungsi

mengurangi atau mengurangi aliran

lindi terhadap tanah dan air tanah.

Page 3: pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

2.3..Material. sebagai. Penghambat

Rembesan Lindi pada Landfill Liner

2.3.1 Material Bentonite

Bentonite adalah tanah lempung

yang sebagian besar terdiri dari

montmorillonite dengan mineral-

mineral seperti kwarsa, kalsit, dolomit

dan mineral lainnya. Bentonite yang

mempunyai struktur formula yaitu

(Al1,63Fe0,17Mg0,25) (Al0,07Si3,93) O10

(OH)2 (Na0,24Ca2,004).

Bentonite memiliki nilai koefisien

permeabilitas (k) rendah karena:

• Ukuran partikel tanah liat yang kecil

• Partikel tersebar membuat jalur

berliku-liku sehingga menciptakan nilai

k (koefisien permeabilitas) yang

rendah.

• Lapisan ganda memiliki peran untuk

memegang air sehingga bisa

mengurangi nilai k (koefisien

permeabilitas)

• Molekul natrium yang besar pada

partikel bentonite menyebabkan

bentonite mengembang ketika

bersentuhan dengan air dan partikel

tersebar untuk membuat jalur

dispersed. Semakin tinggi kadar

natrium pada bentonite semakin

rendah nilai koefisien permeabilitas (k)

yang dimiliki

2.3.2. Material Fly Ash

Fly Ash atau abu terbang

merupakan bagian terbesar dari abu

batubara yang memiliki ukuran butiran

yang halus dan ringan dengan warna

keabuabuan Abu batubara mengandung

SiO2, Al2O3, P2O5, dan Fe2O3

namun kandungan SiO2 cukup tinggi

mencapai ± 70 persen. Abu terbang

batubara memiliki potensi yang besar

sebagai adsorben yang ramah

lingkungan. Abu terbang batubara

dapat menjadi alternatif pengganti

karbon aktif dan zeolit. Tetapi,

kapasitas adsorpsi abu terbang sangat

bergantung pada asal dan perlakuan

pasca pembakaran batubara.

Menurut ASTM C-618 Fly Ash

dibagi menjadi dua kelas yaitu Fly Ash

kelas F dan Fly Ash kelas C.

2.3. Kriteria Permeabilitas Tanah

untuk Desain Landfill Liner

Permeabilitas tanah menunjukkan

kemampuan tanah dalam meloloskan

air. Tanah dengan permeabilitas tinggi

dapat menaikkan laju infiltrasi.

Permeabilitas untuk material lapisan

dasar dan penutup merupakan aspek

yang penting. Koefisien permeabilitas

yang biasanya digunakan untuk

compacted soil liner yang memuat

limbah padat adalah kurang dari atau

sama dengan 1x10-6

cm/detik. (Koerner,

R. M., 1984).

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Umum

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah menggunakan

metode eksperimental.

3.2. Lokasi Studi

Lokasi penelitian dilakukan di tiga

laboratorium yaitu Laboratorium Tanah

dan Air Tanah Jurusan Teknik

Pengairan Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya dan Laboratorium

Geoteknik PT. Indra Karya, serta

pengujian SEM dilakukan di

Laboratorium Sentral Mikrobiologi

Fakultas MIPA Universitas Negeri

Malang.

3.3. Data yang dibutuhkan

3.3.1. Data Primer

Data primer adalah data yang

dikumpulkan secara langsung melalui

serangkaian kegiatan percobaan yang

dilakukan sendiri dengan mengacu

pada petunjuk manual yang ada,

misalnya dengan mengadakan

penelitian atau pengujian secara

langsung. Data primer yang dipakai

dalam penelitian ini yaitu :

1. Pengujian konsistensi tanah (Batas

– Batas Atterberg)

Page 4: pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

2. Pengujian Grain size analysis

3. Pengujian Spesific Gravity.

4. Pengujian SEM

5. Pengujian Proctor.

6..Pengujian Falling Head

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder yang dipakai dalam

penelitian ini adalah kriteria atau

parameter dari permeabilitas, hal ini

berhubungan dengan desain yang akan

dipakai untuk Landfill Liner.

3.5 Pengujian Laboratorium

3.5.1 Persiapan Alat dan Bahan

Bahan benda uji tanah

menggunakan jenis tanah lempung

Bentonite komersial dan Fly ash

komersial dari PLTU paiton.

3.2.2. Pengujian Bentonite dan Fly

Ash

Pada tahapan awal ini dilakukan

pengujian Bentonite dan pengujian Fly

Ash sebagai berikut:

1. Pengujian Konsistensi

a. Liquid Limit (ASTM D-423-66)

b. Plastic Limit (ASTM D-424-74)

c. Shrinkage Limit (ASTM D-427-

39)

2. Pengujian Spesific Gravity (ASTM

D-854-58).

3. Pengujian Analisis Butiran

4. Pengujian SEM

3.2.3. Pemodelan Benda Uji Tanah

dan Pengujian Lainnya

Pada pemodelan benda uji tanah

ini, dibuat 3 (tiga) buah benda uji

dengan komposisi campuran tanah

lempung Bentonite dan Fly Ash sebagai

berikut:

1. Tanah A (30% B + 70% FA),

artinya komposisi sample dengan

jumlah tanah Bentonite sebanyak

30% dan Fly Ash sebanyak 70%.

2. Tanah B (50% B + 50% FA),

artinya komposisi sample dengan

jumlah tanah Bentonite sebanyak

50% dan Fly Ash sebanyak 50%.

3. Tanah C (70% B + 30% FA),

artinya komposisi sample dengan

jumlah tanah Bentonite sebanyak

70% dan Fly Ash sebanyak 30%.

Selanjutnya akan dilakukan

pengujian mekanik sebagai berikut:

1. Pengujian pemadatan proctor

dilakukan dengan standard proctor.

2. Benda uji dimodelkan dengan

kepadatan dan kadar air sesuai

dengan nilai OMC (Optimum

Moisture Content)

3. Pengujian falling head untuk

mendapatkan nilai koefisien

permeabilitas.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Uji Karakteristik Tanah

4.1.1. Uji Konsistensi Tanah

Hasil pengujian konsistensi tanah

pada penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 1. dibawah ini:

Tabel 1. Uji Konsistensi Tanah

4.1.2. Pengaruh Prosentase (%) Fly

Ash terhadap Pengujian Liquid Limit

Gambar 2. Grafik Hubungan

komposisi dengan Liquid limit Sumber: Hasil Pengujian

B FA

Batas - batas Atterberg Tanah

LL PL SL PI

(%) (%) (%) (%) (%) (%)

100 0 520.79 37.57 10.78 483.22

70 30 361.51 29.39 12.73 332.12

50 50 283.95 26.84 13.12 257.17

30 70 157.55 19.82 14.38 137.73

Sumber:Hasil.Perhitungan

Page 5: pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa

semakin besar prosentase Fly Ash akan

menurunkan nilai liquid limit.

Turunnya nilai liquid limit disebabkan

oleh kandungan mineral Si02 yang

sangat tinggi, yang bersifat pozzolan

dan berpotensi sebagai adsorben.

4.1.3. Pengaruh Prosentase (%) Fly

Ash terhadap Pengujian Plastic Limit

Gambar 3. Grafik Hubungan

komposisi dengan Plastic limit Sumber: Hasil Pengujian

Dari Gambar 3 dapat diketahui

bahwa semakin besar prosentase Fly

Ash akan menurunkan nilai Plastic

Limit. Hal ini disebabkan oleh

kandungan mineral Si02 dan CaO yang

sangat tinggi, dan bersifat pozzolan,

sehingga mudah keras dan tidak bersifat

plastis.

4.1.4.Pengaruh Prosentase (%) Fly

Ash terhadap Pengujian Plasticity

Index

Gambar 4. Grafik Hubungan

komposisi dengan Plasticity Index Sumber: Hasil Pengujian

Dari Gambar 4 dapat diketahui

semakin banyak kandungan fly ash

yang ada akan menurunkan nilai

Plasticity Index, hal ini dikarenakan

terjadi reaksi pertukaran ion sehingga

mengakibatkan perubahan ion Ca+

untuk mengurangi ekspansititas pada

tanah lempung tersebut.

4.1.5.Pengaruh Prosentase (%) Fly

Ash terhadap Pengujian Shrinkage

Limit

Gambar 5. Grafik Hubungan

komposisi dengan Shrinkage Limit Sumber: Hasil Pengujian

Dari Gambar 5 di atas, dapat kita

lihat bahwa nilai semakin besar

prosentase fly ash menyebabkan nilai

shrinkage limit semakin tinggi, hal ini

menunjukkan bahwa fly ash memiliki

penyusutan yang kecil. Semakin besar

nilai shrinkage limit semakin kecil

nilai penyusutannya karena dengan

reaksi pozzolanic yang ditimbulkan

oleh fly ash semakin memperkuat

ikatan antarbutiran tanah sehingga

nilai persentase penyusutan sampel

tanah menjadi semakin kecil seiring

penambahan kadar fly ash.

Gambar 6. Pengaruh kadar Fly ash

terhadap Konsistensi Tanah Sumber: Hasil Pengujian

Page 6: pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

Dari Gambar 6, dapat kita lihat

bahwa semakin besar kadar fly ash

pada sampel benda uji berpengaruh

terhadap menurunnya nilai batas-batas

atterberg pada tanah, yang berarti

bahwa tanah fly ash itu sendiri adalah

jenis tanah yang memiliki indeks

plastisitas lebih rendah jika

dibandingkan dengan tanah bentonite.

Hal ini dikarenakan fly ash sendiri

mengandung Si02 cukup besar yaitu >

35%, dengan kandungan Silika (Si02)

yang cukup tinggi sehingga memiliki

potensial yang besar sebagai adsorben.

Sedangkan bentonite sendiri

mengandung mineral montmorillonite

sangat tinggi berbentuk serpihan atau

lapisan yang mempunyai luas

permukaan lebih besar dan sangat

mudah menyerap air dengan banyak

sehingga mudah mengalami proses

pengembangan.

4.2. Specific Gravity (Gs)

Hasil pengujian Spesific Gravity

pada penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 2. dibawah ini:

Tabel 2. Hasil Uji Specific Gravity

JENIS B FA Gs

(gr/cm³)

D 100 0 2.519

C 70 30 2.540

B 50 50 2.560

A 30 70 2.581

E 0 100 2.594 Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 7. Pengaruh Prosentase Fly

Ash terhadap Spesific Gravity Sumber: Data

Dari Gambar 7, dapat kita lihat

bahwa semakin meningkatnya kadar

Fly Ash pada benda uji berpengaruh

terhadap meningkatnya nilai Specific

Gravity (Gs) pada tanah, yang berarti

bahwa tanah Fly Ash memiliki Specific

Gravity (Gs) lebih tinggi jika

dibandingkan dengan Bentonite. Dari

pemakaian fly ash yang berbeda maka

berbeda pula karakteristik dari fly ash

tersebut.

4.1.3. Analisa Pembagian Butiran Dalam penelitian ini, analisis

pembagian butiran Bentonite dan Fly

Ash hanya menggunakan analisis

hydrometer. Hasil analisis pembagian

butiran Bentonite dan Fly Ash dapat

dilihat pada Tabel 3. dan Gambar 8.

dibawah ini:

Tabel 3. Hasil Analisis Butiran

Jenis

Pasir Lanau Lempung Max

(Sand) (Silt) (Clay) Size

(%) (%) (%) (mm)

D 4.58 85.54 9.6 0.42

C 5.76 67.71 26.53 0.42

B 3.76 51.18 45.07 0.42

A 3.09 42.01 54.9 0.42

E 1.15 28.62 70.23 0.42

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 8. Hasil Uji Analisis Butiran

Sumber: Data

Dari Tabel 3. Dan Gambar 8 dapat

diketahui bahwa Bentonite dan Fly Ash

merupakan material yang halus dengan

memiliki ukuran butiran maksimum

0,42 mm. terlihat grafik gabungan

analisa saringan dan hydrometer,

Page 7: pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

berdasarkan gambar tersebut terlihat

bahwa semakin bertambahnya kadar fly

ash yang ada, semakin sedikit material

yang lolos ayakan no.200 (0,074 mm)

hal ini dikarenakan berat jenisnya fly

ash lebih tinggi dan materialnya lebih

halus.

4.4 Pengujian SEM

Gambar 9 berikut merupakan hasil

dari pengujian scanning electron

microscope (SEM):

Gambar 9. Hasil Uji SEM Bentonite

dengan Perbesaran 20.000x Sumber: Data

Dari Gambar 9. di atas dapat

dilihat bahwa Bentonite terdiri dari

lapisan demi lapisan. Hal ini

dikarenakan material yang kompleks,

struktur berbagi dengan atom oxygen

membentuk lembaran silica tetrahedral

dan alumunium octahedral, dengan

demikian partikel yang dihasilkan

menyerupai serpihan atau lapisan,

dengan panjang dan lebar lebih besar

daripada ketebalan. Hal ini yang dapat

menyebabkan air dengan mudah

merembes diantara lembaran atau

dengan mudah menyerap ke dalam

permukaan (yang kemudian disebut

loncatan kimiawi atau struktur air yang

mengkristal).

Gambar 10. Hasil Uji SEM Fly Ash

dengan perbesaran 20000x Sumber: Data

Dari Gambar 10. dapat dilihat

bahwa partikel-partikel pada Fly Ash

berbentuk bulat. fly ash terdiri dari

partikel solid yang berbentuk bulat, dan

sebagian ada yang berongga serta

partikel bulat yang berisi partikel –

partikel lain yang lebih kecil. Bulatan-

bulatan partikel yang solid membuat air

susah terserap dengan sempurna.

4.5. Klasifikasi Tanah

4.5.1. Klasifikasi USCS dan

AASTHO

Dalam penelitian ini, klasifikasi

tanah menggunakan dua (2) metode

sistem klasifikasi yaitu, sistem USCS

(Unified Soil Clasification System) dan

sistem AASHTO (American

Association Of State Highway and

Transporting Official). Klasifikasi

benda uji yang digunakan dapat dilihat

pada Tabel 4. dan Tabel 5. berikut ini:

Tabel 4. Klasifikasi Tanah USCS

Jenis LL PI Simbol

(%) (%)

D 520.79 483.22 CH

C 361.51 332.12 CH

B 283.95 257.17 CH

A 157.55 137.73 CH

Sumber: Hasil analisis

Dari Tabel 4 simbol CH berarti

jenis tanah termasuk dalam lempung

anorganik dengan plastisitas tinggi.

Page 8: pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

Tabel 5. Klasifikasi Tanah AASTHO

Jeni

s

LL PI

%

lolos

Simbo

l

(%) (%)

no.

200

D 520.7 483.2 98.8 A-7-6

C 361.5 332.1 96.9 A-7-6

B 283.9 257.1 96.2 A-7-6

A 157.5 137.7 94.4 A-7-6

Sumber: Hasil analisis

Dari Tabel 5. dapat symbol A-7-6

berarti fraksi tanah: Lempung. Kondisi

Kuat dukung : Kurang baik hingga

jelek.

4.5.2 Klasifikasi Fly ASh Dalam penelitian ini, material Fly

Ash yang material fly ash yang diambil

dari daerah dari sisa pembakaran batu

bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap

(PLTU) Paiton, Probolinggo,

JawaTimur. Memiliki komposisi kimia

pada Tabel 6. berikut:

Tabel 6. Komposisi Kimia Fly Ash

Paiton

No. Zat

% Massa Penyusun

1 SiO2 46.00

2 CaO 6.79

3 MgO 11.63

4 Fe2O3 10.11

5 Na2O 2.15

6 SO3 2.77

7 Al2O3 6.35

8 H2O 0.12

9 LOI 0.40

Sumber: Laboratorium Kualitas Lingkungan

ITS, 2010 Dari Tabel 6. nilai SiO2 = 46,00%

Al2O2=6,35 Fe2O3 = 10,11 jika ditotal

semuanya SiO2 + Al2O2 + Fe2O3 = 46% +

6,35% + 10,11 = 62,46 disimpulkan

bahwa fly ash Paiton ini termasuk fly

ash kelas C (ASTM C 618) karena:

(1) jumlah Silikon dioksida, >30%

(2) Silikon dioksida + Alumunium

oksida + Besi oksida >50

4.6. Hasil Pemadatan Proctor

Dari hasil pemadatan Standard

Proctor pada penelitian ini didapatkan

rekapitulasi hasil pengujian pemadatan

pada Tabel 7. sebagai berikut:

Tabel 7. Rekapitulasi Hasil

Pengujian Pemadatan Proctor

KOMPOSISI

max

(gram/cm3)

OMC

(%)

100 % B 1.150 34.889

70% B +

30% FA 1.223 27.751

50% B +

50% FA 1.300 23.959

30% B +

70% FA 1.419 18.319

100% FA 1.743 14.349

Sumber: Hasil Pengujian

Dari hasil rekapitulasi pada Tabel

7. didapatkan bahwa Bentonite

memiliki nilai OMC lebih besar dan

dmax lebih kecil dibandingkan Fly Ash.

Pada 3 (tiga) campuran yang lain

penambahan prosentase kadar Fly Ash

akan menghasilkan penurunan nilai

OMC dan peningkatan nilai dmax.

Gambar 11. Grafik Standart Proctor

Sumber: Data

Page 9: pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

Gambar 12. Hubungan OMC dan

Prosentase Fly Ash Sumber: Data

Dari Gambar 12. bahwa semakin

besar prosentase fly ash yang

terkandung dapat menurunkan nilai

MDD atau (Ɣd max)nya, hal ini

dikarenakan bertambahnya kadar fly

ash akan menambah kerapatan antar

butiran tanah yang terisi oleh fly ash

tersebut sehingga kepadatan tanah

bertambah.

Gambar 13. Hubungan dmax dan

Prosentase Fly Ash Sumber: Data

Dari Gambar 13. dapat dilihat

bahwa meningkatnya prosentase Fly

Ash yang berpengaruh pada

peningkatan dmax nya, hal ini

dikarenakan penambahan prosentase

Fly Ash yang bersifat pozzolan

menyebabkan tanah menjadi lebih

keras dan kaku sehingga meningkatkan

kepadatan tanah.

Pada dasarnya, semakin basah

tanah semakin mudah dipadatkan

karena air berfungsi sebagai pelumas

agar butir-butir tanah mudah merapat,

akan tetapi kadar air yang berlebihan

akan menghasilkan kepadatan tanah

berkurang karena tanah yang kenyang

air tidak dapat dipadatkan.

4.7. Hasil Uji Permeabilitas

Berikut merupakan rekapitulasi

hasil uji falling head yang dapat dilihat

pada Tabel 8. dan dapat digambarkan

pada Gambar 14.

Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Uji

Permeabilitas

Soil Komposisi k (cm/detik)

A 30% B + 70% FA 1.47711 x 10 -6

B 50% B + 50% FA 2.70626 x 10 -7

C 70% B + 30% FA 1.38088 x 10 -7

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 14. Grafik Koefisien

Permeabilitas Sumber: Data

Pada Gambar 14. terlihat bahwa

semakin banyak kandungan bentonite

semakin tinggi nilai permeabilitas nya,

hal ini dikarenakan bentonite

merupakan material lempung

montmorillonite. Jarak antar lapis pada

bentonite 14,9167 Å sebelum

dilakukan pemilaran (Sihotang,

damaris H.D.,2005). Jarak antar layer

bidang lempung sangat tipis itu yang

menyebabkan bentonite sulit ditembus

dengan air.

Page 10: pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

H = Head of

Leachate (m)

t = Ketebalan Liner (m)

tanah asli

4.8 Pembuatan Design Chart

Design Chart sendiri mengandung

arti sebuah grafik untuk menentukan

ketebalan dari liner sebagai

penghambat laju rembesan lindi

maupun mengurangi jumlah debit yang

lolos melewati liner. Dapat pula

mengetahui ukuran yang optimal dari

head of leachate sendiri sebagai

ketinggian limbah dan ketebalan liner

(lapisan dari soil liner).

Pembuatan Design Chart dengan

menggunakan Hukum Darcy Q = k. i.

A, dengan :

- k = nilai koefisien permeabilitas

(dari hasil pengujian falling head

test) (cm/detik)

- i = sebagai gradien hidrolik

(cm/cm)

- A = per satuan luas

Dalam perhitungan (i) sebagai

gradien hidraulik didapatkan dari hasil

I = (H+t)/t (cm/cm), dengan pengertian

H sebagai head of leachate dan t

sebagai ketebalan liner. Sedangkan (q)

sebagai laju rembesan lindi per satuan

luas didapatkan dari hasil q = k.i

(cm/detik). Menggunakan dua variasi

yaitu:

Nilai H = 3m – 30 m (dengan

kelipatan 3m).

Nilai t = 1m – 6 m (dengan

kelipatan 1m).

Berikut ini adalah gambaran skema

tentang landfill liner untuk pembuatan

design chart.

Gambar 15. Gambaran Landfill

Liner untuk pembuatan Design

Chart

Tabel 9 Hubungan t dan q pada

sampel A dengan variasi H = 3m

t

(cm)

H

(cm)

Gradien

hidrolik

i = (H +

t) / t

(cm/cm)

Laju

rembesan

per satuan

luas

q = k i

(cm/detik)

100 300 4 0.0000059

200 300 2.5 0.0000037

300 300 2 0.0000030

400 300 1.75 0.0000026

500 300 1.6 0.0000024

600 300 1.5 0.0000022

Sumber: Hasil Perhitungan

Nilai H = 3m – 30 m (dengan

kelipatan 3m) Dari variasi nilai H bisa

dibuat grafik hubungan antara

ketebalan liner (t) dalam satuan meter

dengan laju rembesan lindi per satuan

luas (q) dalam satuan cm/detik. Dengan

3 sampel A = (30%B + 70%FA), B =

(50%B + 50% FA), C = (70%B +

30%FA). Setiap sampel ada 10 tabel

dengan variasi H yang ditentukan,

sehingga totalnya ada 30 tabel. Dari 30

tabel yang ada bisa diklasifikasikan

berdasarkan sampel (A,B,C) dengan

komposisi berbeda dan nilai k berbeda,

bisa dibuat 3 grafik hubungan antara t

dan q

Gambar 16. hubungan t dengan q

pada sampel A

Page 11: pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

Tabel 10 Hubungan H dan q pada

sampel A dengan variasi t = 3m

H

(cm)

t

(cm)

Gradien

hidrolik

i = (H + t) / t

(cm/cm)

Laju

rembesan

per satuan

luas

q = k i

(cm/detik)

300 100 4 0.00000592

600 100 7 0.00001036

900 100 10 0.00001480

1200 100 13 0.00001924

1500 100 16 0.00002368

1800 100 19 0.00002812

2100 100 22 0.00003256

2400 100 25 0.00003700

2700 100 28 0.00004144

3000 100 31 0.00004588

Sumber: Hasil Perhitungan

Nilai t = 1m – 6 m (dengan

kelipatan 1m). Dari variasi nilai t bisa

dibuat grafik hubungan antara head of

leachate (H) dalam satuan meter

dengan laju rembesan lindi per satuan

luas (q) dalam satuan cm/detik. Dengan

3 sampel A = (30%B + 70%FA), B =

(50%B + 50% FA), C = (70%B +

30%FA). Setiap sampel ada 6 tabel

dengan variasi H yang ditentukan,

sehingga totalnya ada 18 tabel. Dari 18

tabel yang ada bisa diklasifikasikan

berdasarkan sampel (A,B,C) dengan

komposisi berbeda dan nilai k berbeda,

bisa dibuat 3 grafik hubungan antara H

dan q.

Gambar 17. Hubungan antara H dan

q

5. KESIMPULAN

1. Pengaruh penambahan Fly Ash

terhadap karakteristik fisik dan

plastisitas lempung Bentonite

sebagai berikut:

a. Penambahan prosentase Fly Ash

dalam lempung Bentonite

menyebabkan nilai Liquid Limit,

Plastic Limit dan Plasticity Index

menurun dan sebaliknya nilai

Shrinkage Limit meningkat.

b. Penambahan fly ash pada

komposisi material maka nilai

specific gravity semakin tinggi.

Hasil pengujian ini mungkin

terjadi dikarenakan perbedaan

material yang digunakan yaitu fly

ash Paiton dan Bentonite import.

c. Dengan Semakin bertambahnya

kadar fly ash yang ada, semakin

sedikit material yang lolos

ayakan no.200 (0,074 mm). Hal

ini dikarenakan berat jenisnya fly

ash lebih tinggi dan materialnya

lebih halus.

d. Pada pengujian SEM (Scanning

Electron Microscopy) diketahui

bahwa pada struktur bentonite

berupa lembaran silica tetrahedral

dan alumunium octahedral

sehingga bersifat menyerap air

dengan mudah, sedangkan pada

struktur fly ash berupa partikel

solid yang berbentuk bulat

sehingga membuat air susah

terserap dengan sempurna.

e. Semakin besar prosentase fly ash

yang terkandung dapat

menaikkan nilai MDD atau (Ɣd

max)nya namun merendahkan

nilai OMC nya. Hal ini

dikarenakan bertambahnya kadar

fly ash akan meregangkan

kerapatan antar butiran tanah

yang terisi oleh fly ash tersebut

sehingga kepadatan tanah

berkurang.

2. Semakin banyak kandungan fly ash

akan semakin tinggi pula nilai k

(koefisien permeabilitas). Dari hasil

Page 12: pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner

analisa pengujian dapat disimpulkan

bahwa campuran 50% B + 50% FA

dan 70% B + 30% FA memiliki nilai

konduktivitas hidraulik yang

memenuhi standart parameter untuk

Compacted Soil Liner dari Landfill,

Liner, and Covers for Waste

Disposal bahwa nilai konduktivitas

hidraulik yang memenuhi standart

parameter untuk CSL adalah

mencapai ≤ 1 x 10-6

.

3. Pembuatan design chart

menggunakan standart EPA, dengan

mengunakan hukum Darcy

(Q=k.i.A) dan mengasumsi nilai

head dari lindi (H), ketebalan liner

(t), dan satuan luas (A),

memungkinkan untuk menghitung

laju rembesan per satuan luas (q)

cm/detik sebagai berikut:

a. Dengan variasi nilai H = 3m-30m,

b. Dengan variasi nilai t = 1m-6m,

Dari hasil design chart tersebut bisa

dimanfaatkan untuk memprediksi

ketebalan liner yang diperlukan sesuai

dengan besarnya head of leachate..

DAFTAR PUSTAKA

Daniel, D.E., and Benson, C.H. 1990.

Water content-density criteria for

compacted soil liners. Journal of

Geotechnical Engineering, ASCE,

Vol. 116

Das, B.M. 1985. Mekanika Tanah

(Prinsip-Prinsip Rekayasa

Geoteknik) Jilid 1. Surabaya:

Erlangga.

Husin,A.A.1998.Semen Abu Terbang

untuk Genteng Beton, Jurnal

Litbang. Vol.14. No.1: Bandung

Koerner, R. M. 1984. Construction and

Geotechnical Methods in

Foundation Engineering. Mc

Graw-Hill. United States of

America.

Widyatmoko H, Sintorini. 2002.

Menghindari, Mengolah dan

Menyingkirkan Sampah. Jakarta:

Abdi Tandur.

Widyatmoko H, Sintorini. 2002.

Menghindari, Mengolah dan

Menyingkirkan Sampah. Jakarta:

Abdi Tandur.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya, sehingga penelitian ini

dapat dilaksanakan atas biaya dari

DIPA tahun anggaran 2014

berdasarkan kontrak nomor 27/UN

10, 6/PG/2014 tanggal 21 April

2014.

2. Laboratorium Geoteknik PT. Indra

Karya Malang, khususnya Bapak

Zaenal Abidin dan Bapak Didik

Pramono atas izin, bantuan serta

bimbingannya selama

berlangsungnya penelitian di

laboratorium dari awal hingga

akhir.

3 Bapak Prasetyo Rubiantoro,SP

selaku Laboran di Laboratorium

Tanah dan Air Tanah Jurusan

Teknik Pengairan Universitas

Brawijaya Malang yang telah

membantu selama berlangsungnya

penelitian.

4. Pemerintah Republik Indonesia

yang memberikan beasiswa

pendidikan.