PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI …digilib.unila.ac.id/55108/3/SKRIPSI TANPA BAB...
-
Upload
trinhkhanh -
Category
Documents
-
view
240 -
download
0
Transcript of PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI …digilib.unila.ac.id/55108/3/SKRIPSI TANPA BAB...
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI LIMBAH
KULIT SINGKONG (Manihot utilissima) DENGAN AKTIVATOR ZnCl2
DAN NaCl UNTUK MENGADSORPSI SENYAWA FENANTRENA
(Skripsi)
Oleh
HENY WIJAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI LIMBAH
KULIT SINGKONG (Manihot utilissima) DENGAN AKTIVATOR ZnCl2
DAN NaCl UNTUK MENGADSORPSI SENYAWA FENANTRENA
Oleh
Heny Wijaya
Telah dilakukan pembuatan karbon aktif dari limbah kulit singkong dengan
aktivasi secara kimia menggunakan aktivator ZnCl2 dan NaCl serta aktivasi secara
fisika pada suhu 700 °C. Pembuatan karbon aktif dilakukan dengan variasi
konsentrasi aktivator dan variasi impregnasi (massa karbon aktif : volume
aktivator). Karbon aktif yang diperoleh kemudian ditentukan kualitasnya dan
dibandingkan dengan syarat karbon aktif berdasarkan SNI 06 ─ 3730 ─ 1995
serta dikarakterisasi menggunakan SEM, SEM-EDX, FTIR, dan PSA untuk
menentukan aktivator yang terbaik dalam pembuatan karbon aktif. Karbon aktif
terbaik yang diperoleh yaitu karbon aktif yang diaktivasi menggunakan ZnCl2
70% dengan perbandingan massa karbon aktif dan volume aktivator 1:5. Karbon
aktif terbaik yang diperoleh kemudian digunakan untuk mengadsorpsi senyawa
fenantrena. Uji adsorpsi dilakukan berdasarkan pengaruh konsentrasi adsorbat dan
pengaruh penambahan massa adsorben. Diperoleh hasil uji adsorpsi yang
optimum pada konsentrasi 2 mg/L dan pada massa adsorben 15 mg dengan persen
adsorpsi sebesar 59,5297%.
Kata kunci : karbon aktif, kulit singkong, fenantrena, adsorpsi
ABSTRACT
PRODUCTION AND CHARACTERIZATION OF ACTIVATED CARBON
FROM CASSAVA PEEL WASTE (Manihot utilissima) WITH ACTIVATOR
ZnCl2 AND NaCl TO ADSORP PHENANTHRENE COMPOUNDS
By
Heny Wijaya
Production of activated carbon from cassava peel waste had been done with
chemical activation using activator ZnCl2 and NaCl and physical activation at
temperature of 700 °C. Production of activated carbon was done with variations
of activator concentrations and variations of impregnation (mass of activated
carbon : volume of activator. The activated carbon obtained is then determined its
quality and compared with the requirements of activated carbon based on SNI 06 -
3730 ─ 1995 and characterized using SEM, SEM-EDX, FTIR, and PSA to
determine the best activator in making activated carbon. The best activated carbon
obtained is activated carbon which is activated using ZnCl2 70% with a ratio of
activated carbon mass and activator volume 1:5. The activated carbon was used
to adsorb phenanthrene compounds. The adsorption test was done based on the
effect of adsorbate concentration and the effect of adsorbent mass addition. The
optimum adsorption test results were obtained at concentration of 2 mg/L and
adsorbent mass of 15 mg with percent adsorption of 59.5297%.
Keywords : activated carbon, cassava peel, phenanthrene, adsorption
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI LIMBAH
KULIT SINGKONG (Manihot utilissima) DENGAN AKTIVATOR ZnCl2
DAN NaCl UNTUK MENGADSORPSI SENYAWA FENANTRENA
Oleh
HENY WIJAYA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
JURUSAN KIMIA
Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Heny Wijaya dilahirkan di Saptomulyo, Kecamatan
Punggur, Kabupaten Lampung Tengah pada 11 April 1996. Penulis merupakan
anak dari Bapak Biso Raharjo dan Ibu Supiyah, sebagai anak kedua dari tiga
bersaudara. Penulis saat ini bertempat tinggal di Adiluhur RT.01 Adijaya, Kec.
Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman
Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) Adijaya pada tahun 2002,
kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 2 Adijaya lulus pada
tahun 2008, SMP Negeri 1 Terbanggi Besar lulus pada tahun 2011, dan SMA
Negeri 1 Terbanggi Besar lulus pada tahun 2014. Penulis terdaftar sebagai
mahasiswi Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menempuh pendidikan sebagai mahasiswi kimia, penulis pernah menjadi
asisten praktikum Kimia Analitik 1 pada Semester Ganjil T.A. 2017/2018 dan
Kimia Analitik 2 pada Semester Genap T.A. 2017/2018. Selain itu, penulis juga
mengikuti aktivitas organisasi, diantaranya sebagai Kader Muda Himaki (KAMI)
tahun 2014, sebagai anggota muda Bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia (SPIK)
Himaki FMIPA tahun 2015-2016, dan sebagai Sekretaris Bidang SPIK Himaki
FMIPA tahun 2016. Tahun 2017 penulis menyelesaikan Kerja Praktik Lapangan
(PKL) dengan judul Analisis Kadar Timah (Sn) pada Produk Nanas Kaleng
dengan Metode Spektrofotometri Serap Atom di PT Great Giant Pineapple
(GGP). Penulis juga telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Kelaten, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan pada Juli-Agustus 2017.
Motto
“Berikhtiar dan tawakal karena segala sesuatu adalah milik Allah”
-Heny Wijaya-
“Tidak ada orang baik yang tidak punya masa lalu. Tidak ada pula
orang jahat yang tidak punya masa depan. Setiap orang memiliki
kesempatan yang sama untuk berubah menjadi lebih baik”-Anonim-
“Barang siapa keluar (pergi) untuk menuntuk ilmu maka ia berada di
jalan Allah sehingga kembali” –HR. Tirmidzi-
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QR. Al-Insyirah 5)
Dengan mengucap syukur Alhamdulillahirrabil’alamin kupersembahkan skripsi ini kepada:
Kedua orangtuaku, bapak dan mamak tersayang…
Terima kasih, telah membesarkan dan merawatku, selalu memberikan doa,
dukungan, kasih sayang, semangat, motivasi, dan materi untuk keberhasilanku
Kakak, Adik, dan seluruh keluarga besar yang telah mendoakan dan
membantuku
Dengan rasa hormat kepada Rinawati, Ph.D.,
Dr. Agung Abadi Kiswandono, M.Sc., dan Dr. Zipora Sembiring, M.S. serta
seluruh Dosen Pengajar yang telah membimbingku sampai menyelesaikan
pendidikan sarjana selama 4,5 tahun ini
Sahabat dan teman-teman yang selalu menemani, memberi pengalam dalam
hidupku, dan berjuang bersamaku
Almamater tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT
atas segala rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang selalu taat
mengamalkan ajaran dan sunnahnya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Sains pada Prodi Kimia FMIPA Unila. Tidak sedikit kendala yang
dihadapi penulis dalam pelaksanaan serta dalam penulisan skripsi ini, namun
Alhamdulillah, Allah memberikan kemudahan melalui orang-orang untuk
membantu penulis, sehingga kendala tersebut dapat dihadapi. Pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orangtua tersayang, Bapak Biso Raharjo dan Ibu Supiyah yang selalu
memberikan doa, dukungan, kasih sayang, semangat, nasihat, motivasi, dan
materi untuk keberhasilanku. Terima kasih atas perjuangan, pengorbanan,
jerih payah, dan kerja keras yang telah dilakukan untukku tidak akan
terlupakan dan tidak mungkin dapat terbalaskan. Semoga Allah SWT selalu
memberikan kesehatan, perlindungan, serta rezeki untuk bapak dan mamak.
Aamiin;
2. Ibu Rinawati, Ph.D., selaku pembimbing I yang telah bersedia membimbing
penulis dan banyak memberikan ilmu, bimbingan, motivasi, gagasan,
dukungan, bantuan, semangat, kritik, saran, serta nasihat dan kebaikan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan ibu;
3. Bapak Dr. Agung Abadi Kiswandono, M.Sc., selaku pembimbing II yang
telah memberikan ilmu, bimbingan, motivasi, gagasan, dukungan, semangat,
kritik, saran, dan nasihat yang bermanfaat kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak;
4. Ibu Dr. Zipora Sembiring, M.S., selaku pembahas yang telah memberikan
kritik, saran, arahan, dan nasihat kepada penulis sehinnga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan ibu;
5. Bapak Prof. Dr. Sutopo Hadi, S.Si., M.Sc., selaku pembimbing akademik
yang telah bersedia membantu, membimbing, dan banyak memberikan
motivasi, nasihat, semangat, dukungan kepada penulis terkait permasalahan
akademik maupun perkuliahan selama 4,5 tahun ini;
6. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung;
7. Bapak Prof. Warsito, D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung;
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unila atas seluruh ilmu,
bimbingan, pengalaman, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik. Semoga
Allah SWT membalas kebaikan bapak dan ibu;
9. Staff administrasi Jurusan Kimia FMIPA Unila yang telah membantu penulis
untuk menyelesaikan persyaratan administrasi selama kuliah dan seluruh
civitas akademika Jurusan Kimia FMIPA Unila yang banyak membantu.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak dan ibu;
10. Bapak Dr. Hardoko Insan Qudus, M.S., selaku Kepala Laboratorium Kimia
Analitik dan Instrumentasi atas izin yang telah diberikan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik;
11. Kakakku Riani Wijaya dan adikku Elsa Wijaya yang banyak memberikan
warna, kasih sayang, bantuan, dan semangat. Terima kasih atas pengorbanan
kalian;
12. Keluarga besar Alm. Mbah Suro dan keluarga besar Alm. Mbah Sosro atas
semua doa dan bantuannya, sepupu tersayang Mbak Sri, Mbak Asih, Mbak
Novri, Mas Yuyuk, Aa Nanang, Mas Anton, Dek Fajar, Dek Ningrum, dan
Dek Tami yang menjadi penyemangat dan penghibur di rumah, serta terima
kasih kepada saudara, tetangga dan orang- orang yang membantu dan
mendoakanku, semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian;
13. Bapak dan ibu guru dari SD, SMP, dan SMA yang banyak memberikan ilmu,
pendidikan , pengalaman, dan motivasi kepada penulis, semoga Allah SWT
membalas kebaikan bapak dan ibu;
14. Keluarga chemistry 2014:Ayisa Ramadona, Yunita Damayanti, Riri Auliya,
Nova Ariska, Fergina Prawaning Tyas, Rizka Ari Wandari, Dinda M. P., Siti
Fatimah , Riza umami, Edith Hendri P., Yola Yashinta Batubara, M. Firza
Ersa, Muhammad Firdaus, Windi Antika, Teguh Wijaya Hakim, Desy Tiara
E., M. Ilham Haqqiqi, Dellania Frida Y., Fitrah Adhi N., M. Arqam, Grace
Nadya Putri D., Diani Widya P., Ismini Hidayati, Agnesa Anugrah, Reni
Anggraeni, Audina Uci Pertiwi, Hafid Darmais Halan, Fikri Muhammad,
Yusuf Hadi Kurniawan, Lucia Arum Hartaty, Rica Royjanah, Devi Tri
Lestari, Cindy Claudia Putri, Ainun Nadiyah, Ana Devita Mutiara, Ismi
Aditya, Ferita Angriana, Fitria Luziana, Asdini Virginia, Novi Indarwati, Hot
Asi, Aniza Vidya Widata, Khumil Ajmila, Putri Sendi Khairunnisa, Widia
Sari, Bayu Andani, Deni Diora, Dira Fauzi Ridwan, Kartika Dewi
Rachmawati, Elisabeth Yulinda A.P., Gabriella Setia W., Astriva Novri
Harahap, Laili Dini Ariza, Herda Yulia, Rizky Fijaryani, Nur Laelatul K.,
Hidayatul Mufidah, Dicky Sildianto, Risa Septiana, Wahyu Fictiana Dewi,
Nella Merliani, Fransisca Clodina D., Dhia Hawari, Hamidin, Berliana
Anastasia P., Erien Ratna P., Rahmah Hanifah, Fitri oktavianica, Fendi
Setiawan, Erwin Simarmata, Matthew Maranatha, Lilian Elisabeth, Meliana
Sari Simarmata, Renaldi Arlento, V. Ari Viggi, M. Ilhan Imanudin, Sola
Gratia, Ganjar Andhulangi, Herliana, Tika Dwi Febriyanti, Mahliani, Liana
Hariyanti, Khasandra, Michael Alberto S., Rizky Nur Fitriyani, Bidari Maulid
Diana, Jepry Romansyah, Fernando Silaban, Asrul Fanani, Ni Putu Rahma
A., Bunga Lantri Dwinta, Riza Mufarida A., Rica Aulia, Erika Liandini,
Hestianingsih Famela, Ayuning Fara M., Diva Amila, Angga Hidayatullah E.,
Leony Fransiska, Agung, dan Lutfi Hijrianto. Semoga kita semua menjadi
orang sukses. Aamiin;
15. Research Partner : Ayisa Ramadona, Yunita Damayanti, dan Riri Aulia
terima kasih atas kerjasamanya, dukungan, bantuan, motivasi, kritik, dan
saran. Semangat untuk kita semua;
16. Sahabat Jomblo Fisabilillah: Ayisa Ramadona, Nova Ariska, Reni
Anggraeni, Riza Umami, dan Tika Dwi Febriyanti terima kasih kalian sudah
memberikan banyak senyum, pengalaman, belajar bersama untuk menjadi
wanita yang shalehah dan mengisi setiap hari-hariku. Semoga persahabatan
kita hingga Jannah-Nya. Aamiin;
17. Kakak-kakak angkatan 2013, 2012, 2011, dan 2010 yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu serta kakak-kakak angkatan diatas 2010 yang saya tau
namun tidak dapat saya sebutkan. Terima kasih telah memberikan
pengalaman dan bantuan untukku;
18. Adik-adik angkatan 2015 dan 2016 yang tidak bisa saya sebutkan. Terima
kasih atas kerjasamanya. Semangat untuk kalian;
19. Teman-teman sejak dulu hingga sekarang yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, terima kasih telah memberikan banyak pengalaman dalam hidupku;
20. Almamater tercinta Universitas Lampung;
21. Semua pihak yang telah membantu dan mendoakan penulis hingga penulis
menyelesaikan pendidikan sarjana;
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis,
Heny Wijaya
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4
C. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5
A. Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) ................................... 5
B. Kulit Singkong ........................................................................................... 10
C. Karbon Aktif .............................................................................................. 14
D. Adsorpsi ..................................................................................................... 19
E. Adsorben .................................................................................................... 21
F. Karakterisasi ............................................................................................... 21
1. SEM (Scanning Electron Microscope) ................................................... 21
2. FTIR (Fourier Transform Infra Red) ..................................................... 23
ii
3. Spektrofotometer UV-Vis ...................................................................... 24
4. PSA (Particle Size Analyzer) ................................................................. 26
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 27
A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 27
B. Alat dan Bahan ........................................................................................ 27
C. Prosedur Penelitian ................................................................................. 28
1. Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit Singkong .................................... 28
2. Kualitas Karbon Aktif ........................................................................ 29
a. Rendemen ........................................................................................ 29
b. Kadar Air ........................................................................................ 30
c. Kadar Abu ....................................................................................... 30
d. Bagian Yang Hilang Pada Pemanasan 900 °C ................................ 31
e. Kadar Karbon Aktif Murni .............................................................. 31
f. Adsorpsi Iod .................................................................................... 32
3. Karakterisasi Karbon Aktif ................................................................ 32
4. Pembuatan Larutan Standar Fenantrena ............................................ 33
5. Uji Adsorpsi ....................................................................................... 33
a. Pengaruh Konsentrasi Adsorbat ..................................................... 33
b. Pengaruh Penambahan Massa Adsorben ....................................... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 36
A. Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit Singkong .......................................... 36
B. Kualitas Karbon Aktif ............................................................................... 38
1. Kadar Air .............................................................................................. 38
2. Kadar Abu ............................................................................................. 41
3. Bagian Yang Hilang Pada Pemanasan 900 °C ...................................... 43
iii
4. Kadar Karbon Aktif Murni ................................................................... 46
5. Adsorpsi Iod .......................................................................................... 49
C. Karakterisasi Karbon Aktif ....................................................................... 53
1. SEM (Scanning Electron Microscope) ................................................. 53
2. FTIR (Fourier Transform Infra Red) .................................................... 56
3. PSA (Particle Size Analyzer) ................................................................ 58
D. Pembuatan Larutan Induk Fenantrena ..................................................... 59
E. Uji Adsorpsi ............................................................................................. 60
1. Pengaruh Konsentrasi Adsorbat ........................................................... 60
2. Pengaruh Penambahan Massa Adsorben ............................................. 62
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 66
A. Kesimpulan ................................................................................................ 66
B. Saran .......................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68
LAMPIRAN ......................................................................................................... 75
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari ..................................................... 7
2. Beberapa Senyawa PAH dan Strukturnya...................................................... 9
3. Kandungan Kulit Singkong ............................................................................ 12
4. Karakteristik Mutu Karbon Aktif Hasil Aktivasi Kimia ................................ 13
5. Kualitas Karbon Aktif Hasil Aktivasi dengan ZnCl2 dan NaCl pada
Kondisi Optimumnya ..................................................................................... 53
6. Hasil FTIR Karbon Kulit Singkong ............................................................... 56
7. Rendemen Karbon Aktif Hasil Aktivasi ZnCl2 dengan Variasi
Konsentrasi Aktivator .................................................................................... 76
8. Rendemen Karbon Aktif Hasil Aktivasi NaCl dengan Variasi
Konsentrasi Aktivator .................................................................................... 76
9. Rendemen Karbon Aktif Hasil Aktivasi ZnCl2 70% dengan Variasi
Impregnasi (Massa Karbon Aktif : Volume Aktivator) ................................. 76
10. Rendemen Karbon Aktif Hasil Aktivasi NaCl 10% dengan Variasi
Impregnasi (Massa Karbon Aktif : Volume Aktivator) ................................. 77
11. Kadar Air Karbon Aktif Hasil Aktivasi ZnCl2 dengan Variasi
Konsentrasi Aktivator .................................................................................... 78
12. Kadar Air Karbon Aktif Hasil Aktivasi NaCl dengan Variasi
Konsentrasi Aktivator .................................................................................... 78
13. Kadar Air Karbon Aktif Hasil Aktivasi ZnCl2 70% dengan Variasi
Impregnasi (Massa Karbon Aktif : Volume Aktivator) ................................. 78
14. Kadar Air Karbon Aktif Hasil Aktivasi NaCl 10% dengan Variasi
Impregnasi (Massa Karbon Aktif : Volume Aktivator) ................................. 79
v
15. Kadar Abu Karbon Aktif Hasil Aktivasi ZnCl2 dengan Variasi
Konsentrasi Aktivator .................................................................................... 80
16. Kadar Abu Karbon Aktif Hasil Aktivasi NaCl dengan Variasi
Konsentrasi Aktivator .................................................................................... 80
17. Kadar Abu Karbon Aktif Hasil Aktivasi ZnCl2 70% dengan Variasi
Impregnasi (Massa Karbon Aktif : Volume Aktivator) ................................. 80
18. Kadar Abu Karbon Aktif Hasil Aktivasi NaCl 10% dengan Variasi
Impregnasi (Massa Karbon Aktif : Volume Aktivator) ................................. 81
19. Bagian yang Hilang pada Pemanasan 900 °C Karbon Aktif Hasil
Aktivasi ZnCl2 dengan Variasi Konsentrasi Aktivator .................................. 82
20. Bagian yang Hilang pada Pemanasan 900 °C Karbon Aktif Hasil
Aktivasi NaCl dengan Variasi Konsentrasi Aktivator ................................... 82
21. Bagian yang Hilang pada Pemanasan 900 °C Karbon Aktif Hasil
Aktivasi ZnCl2 70% dengan Variasi Impregnasi (Massa Karbon Aktif :
Volume Aktivator) ......................................................................................... 82
22. Bagian yang Hilang pada Pemanasan 900 °C Karbon Aktif Hasil
Aktivasi NaCl 10% dengan Variasi Impregnasi (Massa Karbon Aktif :
Volume Aktivator) ......................................................................................... 83
23. Kadar Karbon Aktif Murni Karbon Aktif Hasil Aktivasi ZnCl2 dengan
Variasi Konsentrasi Aktivator ........................................................................ 84
24. Kadar Karbon Aktif Murni Karbon Aktif Hasil Aktivasi NaCl dengan
Variasi Konsentrasi Aktivator ........................................................................ 84
25. Kadar Karbon Aktif Murni Karbon Aktif Hasil Aktivasi ZnCl2 70%
dengan Variasi Impregnasi (Massa Karbon Aktif : Volume Aktivator) ........ 84
26. Kadar Karbon Aktif Murni Karbon Aktif Hasil Aktivasi NaCl 10%
dengan Variasi Impregnasi (Massa Karbon Aktif : Volume Aktivator) ........ 85
27. Daya Serap Iod Karbon Aktif Hasil Aktivasi ZnCl2 dengan Variasi
Konsentrasi Aktivator .................................................................................... 86
28. Daya Serap Iod Karbon Aktif Hasil Aktivasi NaCl dengan Variasi
Konsentrasi Aktivator .................................................................................... 86
29. Daya Serap Iod Karbon Aktif Hasil Aktivasi ZnCl2 70% dengan Variasi
Impregnasi (Massa Karbon Aktif:Volume Aktivator) ................................... 86
30. Daya Serap Iod Karbon Aktif Hasil Aktivasi NaCl 10% dengan Variasi
Impregnasi (Massa Karbon Aktif:Volume Aktivator) ................................... 87
31. Penentuan Kurva Kalibrasi Fenantrena untuk Pengaruh Konsentrasi
Adsorbat ......................................................................................................... 89
vi
32. Data Uji Adsorpsi yang Dipengaruhi Konsentrasi Adsorbat ......................... 90
33. Penentuan Kurva Kalibrasi Fenantrena untuk Pengaruh Konsentrasi
Adsorbat ......................................................................................................... 91
34. Data Uji Adsorpsi yang Dipengaruhi Penambahan Massa Adsorben ............ 92
35. Data Perhitungan Adsorpsi Fenantrena oleh Karbon Aktif dengan
Persamaan Langmuir ..................................................................................... 93
36. Data Perhitungan Adsorpsi Fenantrena oleh Karbon Aktif dengan
Persamaan Freundlich .................................................................................... 94
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema Interaksi antara Sampel dan Elektron di dalam SEM ....................... 22
2. Diagram Skema dari Spektrometer FTIR (Fourier Transform Infra Red) .... 24
3. Diagram Skema dari Spektrometer UV-Vis Single Beam ............................. 25
4. Diagram Alir Penelitian ................................................................................. 35
5. (A) Karbon Kulit Singkong Hasil Karbonisasi (B) Karbon Aktif Kulit
Singkong Hasil Aktivasi dengan Variasi Konsentrasi ZnCl2 (C) Karbon
Aktif Kulit Singkong Hasil Aktivasi dengan Variasi Konsentrasi NaCl ....... 37
6. Kurva Kadar Air dari Karbon Aktif Hasil Aktivasi dengan Variasi
Konsentrasi Aktivator .................................................................................... 39
7. Kurva Kadar Air dari Karbon Aktif Hasil Aktivasi dengan Variasi
Impregnasi (Massa Karbon Aktif : Volume Aktivator) ................................. 40
8. Kurva Kadar Abu dari Karbon Aktif Hasil Aktivasi dengan Variasi
Konsentrasi Aktivator .................................................................................... 41
9. Kurva Kadar Abu dari Karbon Aktif Hasil Aktivasi dengan Variasi
Impregnasi (Massa Karbon Aktif : Volume Aktivator) ................................. 42
10. Kurva Bagian yang Hilang pada Pemanasan 900 °C dari Karbon Aktif
Hasil Aktivasi dengan Variasi Konsentrasi Aktivator ................................... 44
11. Kurva Bagian yang Hilang pada Pemanasan 900 °C dari Karbon Aktif
Hasil Aktivasi dengan Variasi Impregnasi (Massa Karbon Aktif :
Volume Aktivator) ......................................................................................... 45
12. Kurva Kadar Karbon Aktif Murni dari Karbon Aktif Hasil Aktivas
dengan Variasi Konsentrasi Aktivator ........................................................... 47
13. Kurva Kadar Karbon Aktif Murni dari Karbon Aktif Hasil Aktivasi
dengan Variasi Impregnasi (Massa Karbon Aktif : Volume Aktivator) ........ 48
viii
14. Kuva Daya Serap Iod dari Karbon Aktif Hasil Aktivasi dengan Variasi
Konsentrasi Aktivator .................................................................................... 49
15. Kurva Daya Serap Karbon Aktif Hasil Aktivasi dengan Variasi
Variasi Impregnasi (Massa Karbon Aktif : Volume Aktivator) .................... 52
16. Morfologi Permukaan Karbon Kulit Singkong (A) Tanpa Aktivasi
Perbesaran 2.000 X (B) Aktivasi dengan ZnCl2 pada Kondisi Optimum
Perbesaran 5.00 X (C) Aktivasi dengan NaCl pada Kondisi Optimum
Perbesaran 5.00 X .......................................................................................... 54
17. Hasil SEM-EDX Karbon Aktif yang Diaktivasi Menggunakan NaCl
pada Kondisi Optimum .................................................................................. 55
18. Kurva Karakterisasi PSA Karbon Aktif Hasil Aktivasi dengan ZnCl2
dan NaCl pada Kondisi Optimumnya ............................................................ 58
19. Kurva Panjang Gelombang Maksimum Fenantrena ...................................... 60
20. Hasil Uji Adsorpsi Berdasarkan Pengaruh Konsentrasi Adsorbat ................ 61
21. Hasil Uji Adsorpsi Berdasarkan Penambahan Massa Adsorben.................... 62
22. Kurva Isoterm Adsorpsi Menurut Model Langmuir ...................................... 64
23. Kurva Isoterm Adsorpsi Menurut Model Freundlich .................................... 64
24. Hasil Karakterisasi FTIR Karbon Aktif Kulit Singkong (A) Tanpa
Aktivasi (B) Aktivasi dengan ZnCl2 pada Kondisi Optimum (C) Aktivasi
dengan NaCl pada Kondisi Optimum ............................................................ 88
25. Kurva Kalibrasi Fenantrena untuk Pengaruh Konsentrasi Adsorbat ............. 89
26. Kurva Kalibrasi Fenantrena untuk Pengaruh Penambahan Massa
Adsorben ........................................................................................................ 91
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan pembangunan di darat dan di laut maupun pemanfaatan laut beserta
sumber daya alamnya yang meningkat dapat mengakibatkan pencemaran atau
perusakan lingkungan laut yang akhirnya dapat menurunkan mutu serta fungsi
laut karena penanganan limbah yang sangat minim (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia, 1999). Seperti yang terjadi di Perairan Teluk Lampung, laut
digunakan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga oleh masyarakat dan
digunakan sebagai tempat pembuangan terakhir untuk limbah pabrik, sehingga
dapat mengakibatkan pencemaran.
Penelitian yang dilakukan oleh Nasy’ah (2016) membuktikan bahwa Perairan
Pesisir Permukiman Teluk Betung Kecamatan Bumi Waras telah tercemar oleh
senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) dengan konsentrasi rata-rata
sebesar 116,92 µg/L dan jumlahnya berada di atas ambang baku mutu yang
ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Tahun 2004
sebesar 0,003 mg/L. Senyawa PAH yang terdeteksi antara lain fenantrena,
antrasena, fluorantena, pirena, benzo(a)antrasena, dan chrysena. Senyawa PAH
merupakan polutan prioritas karena sifatnya yang karsinogenik, mutagenik, dan
2
teratogenik (Cai et al., 2009). Senyawa PAH yang berada di lingkungan dapat
berasal dari sumber alam dan kegiatan manusia (antropogenik) seperti industri dan
bahan bakar (Augustine, 2008).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi polutan PAH adalah
adsorpsi. Metode adsorpsi cukup efisien dalam menghilangkan senyawa PAH
dan tergolong metode yang ekonomis (Permana, 2017). Adsorpsi merupakan
suatu proses pengikatan suatu adsorbat di atas permukaan pori benda padat atau
adsorben (Hartini dan Mudjijono, 2015). Adsorben yang paling banyak
digunakan saat ini adalah adsorben yang berupa karbon aktif yang dapat dibuat
dari bahan alam dan merupakan limbah, seperti tempurung kelapa (Khuluk,
2016), batang tanaman gumitir (Sahara dkk., 2017), kulit durian (Zikra dkk.,
2016), kulit salak (Purnamasari, 2018), dan kulit singkong (Ariyani dkk., 2017).
Kulit singkong mengandung 59,31% karbon. Kandungan karbon yang cukup
tinggi ini memungkinkan kulit singkong untuk dijadikan karbon aktif atau arang
aktif. Karbon aktif adalah suatu bahan berpori yang mengandung 85-95% karbon
dengan luas permukaan besar yang terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-
masing berikatan secara kovalen (Permatasari dkk., 2014). Karbon aktif biasanya
digunakan sebagai adsorben karena memiliki luas permukaan dan volume
mikropori yang sangat besar dan relatif mudah diregenerasi. Daya serap karbon
aktif ditentukan oleh luas permukaan partikel. Luas permukaan dari suatu karbon
aktif dapat bertambah atau meningkat setelah karbon aktif melalui tahap aktivasi
baik secara kimia atau fisika. Luasnya permukaan karbon aktif disebabkan karena
3
karbon memiliki permukaan dalam yang berongga, sehingga karbon mampu
menyerap gas dan uap atau zat/senyawa yang terdapat dalam suatu larutan
(Maulinda dkk., 2015). Karbon aktif dapat mengadsorpsi logam berat seperti Zn,
Cu, Fe, dan Pb , dapat mengadsorpsi BOD, SO42-
, NO3- , dan PO4
2- (Omotosho
and Antoni, 2016), dapat mengadsorpsi zat warna seperti metilen biru (Khuluk,
2016), dan dapat mengadsorpsi senyawa PAH seperti naftalena, antrasena,
fluorantena, pirena, dan fenantrena (Zulaihah dkk., 2016).
Proses pembuatan karbon aktif terdiri dari dua tahap utama, yaitu proses
karbonisasi bahan baku dan proses aktivasi bahan terkarbonasi (Maulinda dkk.,
2015). Proses aktivasi bahan terkabonisasi dilakukan menggunakan bahan kimia
sebagai agen pengaktivasi (aktivator). Bahan kimia yang digunakan sebagai
aktivator dapat bersifat asam, basa, atau garam a browski et al., 2005), seperti
pada penelitan yang dilakukan oleh Nafi’ah 2016) yang menggunakan aktivator
ZnCl2 dalam pembuatan karbon aktif dari sabut siwalan, Utomo (2014)
menggunakan aktivator KOH dalam pembuatan karbon aktif dari kulit singkong,
dan Purnomo dkk (2017) menggunakan H3PO4 sebagai agen pengaktivasi karbon
aktif dari limbah padat pengolahan gambir.
Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini akan dibuat karbon aktif yang
berasal dari kulit singkong dengan aktivasi kimia menggunakan ZnCl2 dan NaCl
serta aktivasi fisika pada suhu 700 °C untuk mengadsorpsi senyawa fenantrena
yang saat ini telah menjadi salah satu polutan di perairan.
4
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Membuat karbon aktif dari limbah kulit singkong.
2. Mengarakterisasi karbon aktif dari limbah kulit singkong.
3. Mengetahui aktivator kimia, konsentrasi aktivator kimia, dan perbandingan
impregnasi (massa karbon aktif : volume aktivator) yang optimum pada
pembuatan karbon aktif dari limbah kulit singkong.
4. Mengetahui kemampuan adsorpsi karbon aktif dari limbah kulit singkong yang
diperoleh dari aktivator yang optimum terhadap senyawa fenantrena berdasarkan
pengaruh konsentrasi adsorbat dan pengaruh penambahan massa adsorben.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menangani pencemaran senyawa fenantrena,
mengurangi limbah kulit singkong, dan meningkatkan nilai ekonomis kulit
singkong.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH)
Senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) merupakan molekul organik
yang sangat stabil, terdiri dari beberapa cincin aromatik yang menyatu serta hanya
terdiri dari atom karbon dan hidrogen. Satu atau lebih atom hidrogen pada
molekul PAH dapat disubstitusi oleh gugus metil atau etil (Cai et al., 2009).
Senyawa PAH dapat dijumpai di setiap komponen lingkungan, seperti udara,
perairan, maupun daratan. Senyawa PAH terdiri lebih dari 100 senyawa kimia
berbeda yang terbentuk selama pembakaran tidak sempurna dari batubara,
minyak, gas, sampah, maupun zat organik lain misalnya yang terdapat pada
tembakau, bahkan senyawa PAH ini dapat terbentuk pada suhu rendah yaitu pada
pembakaran rokok.
Jenis PAH yang biasa terdapat di perairan adalah naftalena, antrasena,
benz(a)antrasena, dan benzo(a)pirena. PAH cenderung berasosiasi (berikatan)
dengan bahan organik dan anorganik tersuspensi sehingga banyak terdapat pada
sedimen dasar (McGrath et al., 2007; Effendi, 2003). Diperkirakan lebih dari
90% total PAH berada di permukaan tanah, tempat senyawa PAH menumpuk.
Senyawa PAH dipertahankan pada tanah dalam waktu yang lama setelah adsorpsi
6
bahan organik pada tanah. Namun, tanah dan sedimen yang terkontaminasi PAH
sering mengandung polutan lain dalam jumlah yang tinggi, seperti logam berat
karena berasal dari sumber yang sama dengan PAH (Orecchio et al., 2009).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, senyawa PAH terdeteksi di Perairan Pesisir
Permukiman Teluk Betung Kecamatan Bumi Waras dengan konsentrasi rata-
ratanya sebesar 116,92 µg/L Nasy’ah, 2016). Senyawa PAH juga terdeteksi di
Perairan Pelabuhan Panjang yaitu jenis fenantrena, antrasena, fluorantena, pyrena,
dan fluorena dengan kadar PAH total berada pada rentang 400,961 µg/L –
876,545 µg/L dengan rata-rata 552,087 µg/L (Saputra, 2017) dan hal ini
menunjukan bahwa jumlahnya di atas ambang baku mutu yang ditetapkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Tahun 2004 sebesar 0,003
mg/L. Baku mutu senyawa PAH dapat dilihat pada Tabel 1.
Senyawa PAH dapat melewati membran sel dan mudah diserap ke dalam sel
tubuh manusia karena PAH kaya akan karbon dan bersifat hidrofobik. Senyawa
PAH termasuk senyawa yang sulit terurai dan memiliki sifat semivolatil.
Senyawa PAH merupakan polutan prioritas karena sifatnya yang karsinogenik,
mutagenik, dan teratogenik. Terdapat 16 senyawa PAH yang dianggap sebagai
polutan prioritas oleh The United States Environmental Protection Agency (U.S.
EPA) (Cai et al., 2009; Smol et al., 2014). Senyawa PAH dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah bahkan kanker (Trasande et al., 2015), dapat
terakumulasi dalam tubuh hewan tingkat rendah dalam kadar yang tinggi karena
sulitnya PAH untuk dicerna dalam tubuh.
7
Tabel 1. Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari
No Parameter Satuan Baku Mutu
Fisika
1 Warna Pt.Co 30
2 Bau ─ Tidak Berbau
3 Kecerahan M ˃6
4 Kekeruhan Ntu 5
5 Padatan Tersuspensi Total µg/L 20
6 Suhu oC Alami
7 Sampah ─ Nihil
8 Lapisan Minyak ─ Nihil
Kimia
1 pH ─ 7-8,5
2 Salinitas % Alami
3 Oksigen Terlarut (DO) mg/L ˃5
4 BOD mg/L 10
5 Amoniak Bebas (NH3-N) mg/L Nihil
6 Fosfat (PO4-P) mg/L 0,015
7 Nitrat (NO3-N) mg/L 0,008
8 Sulfida (H2S) mg/L Nihil
9 Senyawa Fenol mg/L Nihil
10 PAH (Poliaromatik Hidrokarbon) mg/L 0,003
11 PCB (Poliklor Bifenil) mg/L Nihil
12 Minyak dan Lemak mg/L 1
13 Pestisida
Nihil
Logam Terlarut
1 Raksa (Hg) mg/L 0,002
2 Kromium Heksavalen [Cr(VI)] mg/L 0,002
3 Arsen (As) mg/L 0,025
4 Cadmium (Cd) mg/L 0,002
5 Tembaga (Cu) mg/L 0,05
6 Timbal (Pb) mg/L 0,005
7 Seng (Zn) mg/L 0,095
8 Nikel (Ni) mg/L 0,075
Sumber: (Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2004)
Salah satu contoh kasus yang telah diteliti yaitu akumulasi senyawa PAH dalam
kerang hijau di Perairan Kamal Muara. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui
bahwa kerang hijau mengandung senyawa PAH dengan kadar yang rendah,
8
namun nilai PAH dalam kerang hijau menunjukkan kecenderungan yang
meningkat dengan meningkatnya ukuran panjang tubuh kerang (Augustine, 2008).
Senyawa PAH dapat berasal dari sumber alami maupun sumber antropogenik.
Sumber alami dapat berasal dari kebakaran hutan dan padang rumput, rembesan
minyak bumi, gunung berapi, tumbuhan berklorofil, jamur dan bakteri, sedangkan
sumber antropogenik dapat berasal dari pembangkit tenaga listrik, pemanas
rumah, dan mesin-mesin pembakaran. Kadar PAH yang berasal dari sumber
alami biasanya lebih rendah daripada kadar PAH yang berasal dari sumber
antropogenik (Culotta et al., 2006). Senyawa PAH terbentuk selama pembakaran
bahan bakar fosil dan biomassa, secara luas PAH hadir dalam air permukaan dan
air tanah (Xi and Chen, 2014).
Senyawa PAHs memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan resisten terhadap
mineralisasi. Berbagai metode telah digunakan untuk menghilangkan PAHs
dalam air limbah termasuk klorinasi, oksidasi, iradiasi ultrasonik, dan adsorpsi.
Diantara metode-metode tersebut, adsorpsi menunjukan keunggulan dalam
menghilangkan senyawa PAH dari air pada konsentrasi rendah karena adsorpsi
lebih ramah lingkungan, memerlukan biaya yang rendah, dan memiliki efisiensi
yang tinggi (Chen et al., 2011). Berikut ini adalah contoh beberapa senyawa PAH
menurut Zakaria and Mahat (2006):
9
Tabel 2. Beberapa Senyawa PAH dan Strukturnya
Senyawa PAH Struktur Senyawa PAH Struktur
Fenantrena
Metil crysena
Antrasena
Benzo(b)
fluorantena
Fluorantena
Benzo(e)pyrena
Pyrena
Benzo(a)pyrena
Metil Fenantrena
Perylena
Benz(a)antrasena
Indeno(1,2,3-cd)
pyrena
Metil Pyrena
Benzo(ghi)
perylena
Crysena
Coronen
Sumber: (Zakaria and Mahat, 2006)
10
Senyawa PAH dikelompokan menjadi 2 jenis, yaitu Low Molecular Weight
(LWT) dan Hight Molecular Weight (HWT). Senyawa PAH yang termasuk
dalam jenis LWT adalah senyawa PAH yang terdiri dari 2-3 cincin aromatik,
sedangkan senyawa PAH yang termasuk dalam jenis HWT adalah senyawa PAH
yang terdiri lebih dari 4 cincin aromatik. PAH dengan bobot molekul rendah
lebih mudah didegradasi secara biologis dibandingkan dengan bobot molekul
tinggi, bersifat lebih mudah larut dan mudah menguap dibandingkan dengan
bobot molekul tinggi yang bersifat hidrofobik dan memiliki daya larut rendah.
Fenantrena termasuk senyawa PAH jenis LWT yang terdiri dari 3 cincin aromatik
dengan rumus molekul C14H10 dan berat molekul 178,2 g/mol (Cerniglia and
Sutherland, 2010; Effendi, 2003). Selain fenantrena, yang termasuk dalam PAH
jenis LWT adalah antrasena, naftalena, fluorena, asenaftena, dan asenaftilena.
Fenantrena adalah senyawa PAH yang paling sederhana. Fenantrena berbentuk
padatan tidak berwarna dengan titik lebur 99 °C dan titik didih 340 °C. Seperti
PAH yang lain, fenantrena memiliki sifat hidrofobik, dengan kelarutan dalam air
sebesar 1,2 mg/L. Umumnya, semakin besar molekul PAH maka kelarutannya
dalam air akan semakin berkurang (Wikipedia, 2017). Fenantrena dapat masuk ke
dalam tubuh melalui pernafasan, makanan, dan minuman yang mengandung
senyawa fenantrena (Janbandhu and Fulekar, 2011).
B. Kulit Singkong
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Tahun 2016, Provinsi Lampung
merupakan provinsi yang memiliki lahan singkong terluas di Indonesia. Provinsi
11
Lampung memiliki lahan panen singkong seluas 279.226 Ha dengan jumlah
produksi singkong sebanyak 7.384.099 ton pada tahun 2015 (Badan Pusat
Statistik, 2016). Singkong (Manihot utilissima) adalah salah satu jenis tanaman
berkarbohidrat tinggi. Seiring dengan berkembangnya diversifikasi produk untuk
singkong, maka berkembang juga berbagai jenis usaha yang menggunakan
singkong sebagai bahan baku. Limbah utama dari industri singkong yaitu kulit
singkong. Persentase kulit singkong bagian dalam dapat mencapai 15% dari berat
total singkong.
Singkong hasil panen ini hanya dimanfaatkan bagian umbi singkongnya saja,
sedangkan kulit singkong biasanya hanya menjadi limbah yang nantinya
digunakan sebagai pakan ternak (Permatasari dkk., 2014), kulit singkong juga
digunakan sebagai pupuk kompos di Kecamatan Kota Gajah, Lampung Tengah
(Isroi, 2017), dan kulit singkong dijadikan sebagai bahan baku pembuatan tepung
di beberapa daerah (Pratiwi, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Artiyani (2011), diketahui bahwa kulit singkong mengandung beberapa
komponen yaitu selulosa 43,626%, pati/amilum 36,58%, hemiselulosa 10,384%,
lignin 7,646%, dan komponen lainnya 1,762%.
Selain itu, limbah kulit singkong ini mengandung unsur karbon yang cukup tinggi,
yaitu sebesar 59,31%. Kandungan karbon yang cukup tinggi memungkinkan kulit
singkong untuk dijadikan karbon aktif atau arang aktif alami (Permatasari dkk.,
2014). Beberapa kandungan kulit singkong dapat dilihat pada Tabel 3.
12
Tabel 3. Kandungan Kulit Singkong
Komponen Massa (%)
Karbon 59,31
Hidrogen 9,78
Oksigen 28,74
Nitrogen 2,06
Sulfur 0,11
Sumber: (Ikawati dan Melati, 2009)
Karbon aktif umumnya pada skala laboratorium digunakan untuk memurnikan
larutan dari molekul organik yang mengandung pengotor yang tidak diinginkan
atau disebut sebagai adsorben dan/atau absorben (Anonim, 2017). Umumnya,
karbon aktif digunakan untuk mengadsorpsi logam, senyawa organik, zat warna,
dan sebagainya. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk memanfaatkan
kulit singkong sebagai adsorben, misalnya penelitian yang telah dilakukan oleh
Santoso dkk (2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi Activating Agent KOH yang optimum untuk pembuatan karbon aktif
kulit singkong, serta mengetahui potensi kulit singkong sebagai bahan baku dalam
pembuatan karbon aktif.
Selain itu, karbon aktif dari kulit singkong juga telah diteliti di Nigeria oleh Gin et
al (2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gin et al (2014), diketahui
suhu karbonisasi optimum dari karbon aktif kulit singkong yang diperoleh yaitu
350 °C dan waktu praparasi optimum yang diperoleh yaitu 45 menit dengan
aktivator kimia yang berupa ZnCl2 1,0 M. Karbon aktif hasil penelitian ini
kemudian diaplikasikan untuk mengadsorpsi logam berat, seperti Zn, Cu, dan Fe.
Omotosho and Amori (2016) telah meneliti tentang efek aktivasi ZnCl2 pada
13
karakteristik fisikokimia dari karbon aktif kulit singkong. Omotosho dan Amori
membuat karbon aktif dari kulit singkong dengan suhu karbonisasi 450 °C selama
90 menit dan dengan penambahan ZnCl2 untuk beberapa rasio impregnasi yaitu 0;
33,3; dan 66,6%.
Adapula penelitian yang dilakukan untuk membandingkan karbon aktif yang
dihasilkan jika menggunakan aktivator asam, basa, ataupun garam. Seperti
penelitian yang dilakukan oleh Permatasari dkk (2014). Pada penelitian ini,
dilakukan variasi jenis aktivator pada tahap aktivasi kimia dalam pembuatan
karbon aktif dari kulit singkong. Aktivator yang digunakan adalah H3PO4, KOH,
dan NaCl dengan konsentrasi 5%.
Tabel 4. Karakteristik Mutu Karbon Aktif Hasil Aktivasi Kimia
Parameter NaCl H3PO4 KOH
Rendemen (%) 51,147 ± 1,05716 48,009 ± 1,3124 55,404 ± 4,0857
Kadar air (%) 16,572 ± 1,5906 19,188 ± 0,4781 31,401 ± 2,0832
Kadar abu (%) 6,464 ± 0,4152 7,171 ± 0,1701 9,740 ± 6,8257
Bagian yang hilang
pada pemanasan
950 °C (%)
6,683 ± 1,2973 21,706 ± 0,7150 9,021 ± 3,5065
Kadar karbon (%) 70,281 ± 0,2363 51,936 ± 0,0153 49,839 ± 7,3748
Adsorpsi iod
(mg/g)
1208,831 ±
25,1556
1177,709 ±
7,1867
1217,131 ±
41,4442
Sumber: (Permatasari dkk., 2014)
Pada penelitian ini diketahui bahwa aktivator yang optimum untuk aktivasi kimia
karbon aktif kulit singkong yaitu NaCl, karena memiliki karakteristik mutu
karbon aktif yang lebih baik daripada karbon aktif yang diaktivasi dengan KOH
dan H3PO4, dimana kadar karbon yang diperoleh jauh lebih tinggi bila
14
dibandingkan dengan ketiganya, yaitu 70,281 ± 0,2365%. Karakteristik mutu
karbon aktif yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.
C. Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan salah satu material yang memiliki penggunaan luas pada
berbagai bidang, salah satunya adsorben (Bhatnagar et al., 2013). Karbon aktif
juga dapat didefinisikan sebagai material karbon yang berpori dengan luas
permukaan yang besar sehingga banyak digunakan untuk berbagai aplikasi.
Karbon aktif dapat disintesis dari batubara antrasit ataupun bituminous, akan
tetapi penggunaan biomassa sebagai bahan baku karbon aktif semakin banyak
diteliti. Secara umum, pembuatan karbon aktif terdiri atas karbonisasi dan
aktivasi secara fisika ataupun kimia (Kristianto, 2017).
Sintesis karbon aktif dari biomassa dapat dilakukan dengan aktivasi fisika (dua
tahap) menggunakan kukus ataupun gas CO2 pada suhu tinggi, ataupun aktivasi
kimia (satu tahap) dengan menggunakan bahan kimia sebagai agen aktivasi untuk
membentuk struktur pori-pori. Beberapa jenis agen aktivasi yang umum
digunakan adalah H3PO4, KOH, dan ZnCl2. Penggunaan masing-masing agen
aktivasi dalam sintesis karbon aktif memiliki mekanisme aktivasi yang berbeda,
dengan karakteristik karbon aktif yang dihasilkan berbeda pula (Yahya et al.,
2015). Keaktifan daya serap dari karbon aktif tergantung dari jumlah senyawa
karbonnya. Daya serap karbon aktif ditentukan oleh luas permukaan partikel dan
luasnya permukaan partikel dapat menjadi lebih tinggi jika karbon aktif diaktivasi
dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada suhu tinggi.
15
Dengan demikian, karbon akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia.
Karbon aktif yang telah diaktivasi akan berwarna hitam, tidak berbau, dan
mempunyai daya serap yang jauh lebih besar dibandingkan dengan karbon aktif
yang belum diaktivasi, serta mempunyai permukaan yang luas. Luasnya
permukaan karbon aktif disebabkan karena karbon mempunyai permukaan dalam
(internal surface) yang berongga, sehingga mempunyai kemampuan menyerap
gas dan uap atau zat yang berada di dalam suatu larutan.
Secara garis besar, ada tiga tahap pembuatan karbon aktif, yaitu:
1. Proses dehidrasi adalah proses penghilangan air pada bahan baku. Bahan baku
dipanaskan sampai temperatur 170 °C (Ariyani dkk., 2017).
2. Proses karbonisasi adalah proses pembakaran bahan baku dengan
menggunakan udara terbatas dengan temperatur udara antara 300 °C sampai 900
°C sesuai dengan kekerasan bahan baku yang digunakan. Proses ini menyebabkan
terjadinya penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan
membentuk metanol, uap asam asetat, tar, dan hidrokarbon. Material padat yang
tertinggal setelah proses karbonisasi adalah karbon dalam bentuk arang dengan
permukaan spesifik yang sempit (Ariyani dkk., 2017).
3. Proses aktivasi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a) Proses aktivasi secara fisika
Bahan dasar dari karbon aktif diaktivasi menggunakan agen pengaktivasi dari gas
CO2 atau uap pada temperatur (500-800) °C. Faktor-faktor yang mempengaruhi
karakteristik atau sifat dari karbon aktif yang dihasilkan melalui proses aktivasi
fisika antara lain adalah bahan dasar, laju aliran kalor, laju aliran gas, proses
16
karbonasi sebelumnya, suhu pada saat proses aktivasi, agen pengaktivasi yang
digunakan, lama proses aktivasi, dan alat yang digunakan (Marsh and Rodríguez-
Reinoso, 2006).
b) Proses aktivasi secara kimia
Aktivasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik
dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Pada cara ini, proses aktivasi dilakukan
dengan menggunakan bahan kimia (aktivator) sebagai agen pengaktivasi.
Aktivator adalah zat atau bahan kimia yang berfungsi sebagai reagen pengaktif
pada adsorben karbon aktif sehingga dapat menyebabkan daya serapnya menjadi
lebih baik. Zat aktivator bersifat mengikat air yang menyebabkan air yang terikat
kuat pada pori-pori karbon yang tidak hilang pada saat karbonisasi menjadi lepas.
Selanjutnya zat aktivator akan memasuki pori dan membuka permukaan karbon
aktif yang masih tertutup. Aktivasi karbon aktif dilakukan dengan merendam
arang ke dalam larutan kimia yang bersifat asam (H3PO4 dan H2SO4), basa (KOH
dan NaOH), dan bersifat garam (ZnCl2 dan NaCl) a browski et al., 2005).
Menurut Suhendra dan Gunawan (2010), aktivasi secara kimia memiliki berbagai
keunggulan tertentu dibandingkan aktivasi secara fisika, antara lain:
1. Zat kimia pengaktif sudah terdapat dalam tahap penyiapannya sehingga proses
karbonisasi dan proses aktivasi karbon terakumulasi dalam satu langkah yang
umumnya disebut one-step activation atau metode aktivasi satu langkah.
2. Suhu yang digunakan umumnya lebih rendah dibanding aktivasi secara fisika.
3. Efek dari agen dehidrasi pada aktivasi secara kimia dapat memperbaiki
pengembangan pori di dalam struktur karbon.
17
4. Produk yang dihasilkan dalam aktivasi secara kimia lebih banyak dibandingkan
dengan aktivasi secara fisika
Secara umum, sintesis karbon aktif dari biomassa dengan menggunakan aktivasi
secara kimia terdiri dari beberapa tahap, yaitu pencucian dan pengeringan,
pengecilan ukuran, perendaman dengan agen aktivasi (impregnasi) yang diikuti
pengeringan, karbonisasi, pencucian, dan pengeringan. Pada proses impregnasi
yang diikuti pengeringan, ZnCl2 mendehidrasi biomassa yang ditandai dengan
perubahan warna menjadi kehitaman dan tekstur campuran yang menjadi lengket
(Karimnezhad et al., 2014). Selama proses karbonisasi, ZnCl2 juga berfungsi
sebagai agen dehidrasi, menghambat pembentukan tar, dan juga mengarahkan
reaksi pembentukan char pada suhu di bawah 500 °C (Liu et al., 2016).
Menurut Alothman et al (2011), ZnCl2 berfungsi sebagai asam lewis yang
meningkatkan terjadinya reaksi kondensasi aromatik (polimerisasi) dan
menghambat pembentukan senyawa volatil, sehingga meningkatkan perolehan
karbon aktif. Hal ini lah yang menyebabkan perolehan karbon aktif pada sintesis
dengan menggunakan ZnCl2 lebih besar dibandingkan dengan KOH, karena KOH
bersifat sebagai katalis yang mendorong reaksi oksidasi biomassa pada proses
karbonisasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi karbon aktif
menurut Kadirvelu et al (2003), antara lain:
1. Sifat adsorben
Karbon aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang
sebagian besar terdiri dari unsur karbon dan berbentuk amorf dengan struktur
18
yang tidak beraturan. Selain komposisi, struktur pori juga merupakan faktor yang
penting. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan. Semakin banyak
pembentukan luas permukaan internal yang berukuran mikro atau meso, semakin
kecil dan banyak pori-pori karbon aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin
besar sehingga jumlah molekul adsorbat yang diserap oleh adsorben akan
meningkat karena bertambahnya luas permukaan dan volume pori dari adsorben.
2. Ukuran partikel
Ukuran pertikel dapat mempengaruhi proses adsorpsi, semakin kecil ukuran
partikel akan semakin cepat proses adsorpsi. Untuk meningkatkan kecepatan
adsorpsi digunakan karbon aktif yang telah dihaluskan dengan ukuran mikro atau
meso. Salah satu cara yang digunakan untuk memperkecil ukuran partikel dari
suatu adsorben adalah dengan cara penggerusan secara perlahan dan dilakukan
pemisahan partikel sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
3. Sifat adsorbat
Adsorpsi akan semakin besar jika molekul adsorbat lebih kecil dari pori adsorben.
Karbon aktif mampu menyerap molekul lain yang mempunyai ukuran lebih kecil
atau sama dengan diameter pori adsorben. Proses adsorpsi oleh karbon aktif
terjadi karena terjebaknya molekul adsorbat dalam rongga karbon aktif.
4. Suhu
Faktor yang mempengaruhi suhu proses adsorpsi adalah viskositas dan stabilitas
termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa
serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan
dilakukan pada titik didihnya. Jika senyawa serapan bersifat mudah menguap,
19
maka adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada
temperatur yang lebih kecil.
5. pH (derajat keasaman)
Adsorpsi asam-asam organik akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan
penambahan asam-asam mineral, hal ini disebabkan karena kemampuan asam
mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya, adsorpsi
asam organik akan menurun jika pH dinaikan yaitu dengan menambahkan alkali,
hal ini disebabkan karena terbentuknya garam.
6. Waktu kontak
Bila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan, maka dibutuhkan waktu untuk
mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan
jumlah karbon aktif yang digunakan. Larutan yang memiliki viskositas tinggi
membutuhkan waktu kontak yang lebih lama.
D. Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses perpindahan massa pada permukaan pori-pori dalam
butiran adsorben. Perpindahan massa yang terjadi melalui batas antara dua fasa
yaitu gas-padat dan cair-padat. Proses yang terjadi selama adsorpsi yaitu
perpindahan massa dari cairan ke permukaan butir, difusi dari permukaan butir ke
dalam butir melalui pori, perpindahan massa dari cairan dalam pori ke dinding
pori dan adsorpsi pada dinding pori. Adsorpsi dapat terjadi karena adanya energi
permukaan dan gaya tarik-menarik permukaan. Sifat dari masing-masing
permukaan berbeda, tergantung pada susunan dalam molekul-molekul zat. Setiap
molekul dalam interior dikelilingi oleh molekul-molekul lainnya, sehingga gaya
20
tarik-menarik antar molekul akan sama besar, setimbang ke segala bagian,
sedangkan untuk molekul di permukaan hanya mempunyai gaya tarik ke arah
dalam (Asip dkk., 2008).
Menurut Rizka dan Anggraini (2017) adsorpsi dapat dikelompokan menjadi dua,
yaitu:
1. Adsorpsi fisika (physical adsorption)
Adsorpsi fisika merupakan adsorpsi karena adanya gaya Van der Waals dan
merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik menarik antara zat terlarut
dan adsorben lebih besar dari daya tarik menarik antara zat terlarut dengan
pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben.
Adsorpsi fisika merupakan peristiwa reversibel sehingga jika kondisi operasinya
diubah, maka akan membentuk kesetimbangan baru.
2. Adsorpsi kimia (chemical adsoption)
Adsorpsi kimia yaitu adsorpsi yang terjadi karena terbentuknya ikatan kimia
antara molekul-molekul adsorbat dengan adsorben. Ikatan yang terbentuk
merupakan ikatan yang kuat sehingga lapisan yang terbentuk merupakan lapisan
monolayer.
Secara umum terdapat banyak faktor yang mempengaruhi adsorpsi fisika dan
kimia yaitu suhu, sifat pelarut, area permukaan adsorben, struktur pori adsorben,
dan pH larutan. Terdapat beberapa parameter khusus yang mempengaruhi proses
adsorpsi dari senyawa organik, tergantung dari beberapa karakteristik senyawa
organik tersebut, diantaranya massa adsorben, struktur molekul, dan pH larutan
21
influen. Parameter adsorpsi mempengaruhi besarnya kapasitas suatu adsorben
dalam menyerap adsorbat. Kapasitas adsorpsi menyatakan banyaknya adsorbat
yang mampu terakumulasi pada permukaan adsorben. Kapasitas adsorpsi yang
maksimum dapat diperoleh setelah dilakukan optimasi parameter yang
mempengaruhi adsorpsi (Asnawati dkk., 2017).
E. Adsorben
Adsorben adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar.
Permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori-pori yang halus pada
padatan tersebut. Selain luas spesifik dan diameter pori, distribusi ukuran partikel
maupun kekerasannya merupakan data karekteristik yang penting dari suatu
adsorben. Adsorben yang paling banyak digunakan saat ini adalah adsorben yang
berasal dari bahan alam. Senyawa yang ada dalam bahan alami yang berperan
dalam proses adsorpsi yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Kapasitas adsorpsi
setiap senyawa yang terdapat pada bahan-bahan alami dipengaruhi oleh struktur
masing-masing senyawa (Asnawati dkk., 2017).
F. Karakterisasi
1. SEM (Scanning Electron Microscope)
SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas
elektron untuk menggambarkan profil permukaan benda. Biasanya SEM
digunakan untuk menentukan struktur dan ukuran pori. Prinsip kerja SEM adalah
deteksi elektron yang dihamburkan oleh suatu sampel (padat) ketika ditembak
22
oleh berkas elektron berenergi tinggi secara kontinyu yang dipercepat dalam
kumpuaran elektromagnetik yang dihubungkan dengan tabung sinar katoda.
Detektor yang ada dalam SEM akan mendeteksi elektron yang dipantulkan
dengan intensitas tinggi (Mikrajuddin dan Khairurrijal, 2009).
Ketika berkas elektron ditembakan ke permukaan sampel, terjadi interaksi
elektron dengan atom-atom di permukaan maupun di bawah permukaan sampel.
Interaksi ini mengakibatkan sebagian besar berkas elektron berhasil keluar
kembali, elektron-elektron tersebut disebut sebagai Backscattered Electrons
(BSE) dan sebagian kecil elektron akan masuk ke dalam sampel kemudian
memindahkan sebagian besar energi ke elektron atom sehingga terpental ke luar
permukaan sampel, elektron ini disebut Secondary Electrons (SE). Pembentukan
elektron-elektron sekunder selalu diikuti proses munculnya X-ray yang
karakteristik untuk setiap elemen, sehingga dapat digunakan untuk mengukur
kandungan elemen yang ada di dalam bahan yang diteliti. Skema interaksi antara
sampel dan elektron di dalam SEM dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema Interaksi antara Sampel dan Elektron di dalam SEM (Sujatno
dkk., 2015).
23
2. FTIR (Fourier Transform Infra Red)
FTIR dapat memberikan informasi dalam hal kimia, seperti struktur dan
konformasional pada polimer dan polipaduan. Cara kerja FTIR yaitu sinar
inframerah direfleksikan ke sampel (padatan) melalui tempat kristal sehingga
terjadi kontak dengan permukaan sampel. Degradasi atau induksi oleh oksidasi,
panas, maupun cahaya, dapat diikuti dengan cepat melalui inframerah.
Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi
standar karena resolusinya lebih tinggi (Kroschwitz, 1990). Pada FTIR
menggunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti monokromator
pada spektrometer IR yang terletak di depan monokromator. Interferometer
digunakan untuk memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas
frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram.
Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada intensitas
spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor diubah secara
digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain, tiap-tiap satuan
frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier transform). Kemudian
sinyal itu diubah menjadi spektrum IR sederhana (Silverstein et al., 1986).
Menurut Zhang (2007), FTIR terdiri atas tiga komponen utama, yaitu sumber
sinar, interferometer Michelson, dan detektor. Diagram skema dari Spektrometer
FTIR (Fourier Transform Infra Red) dapat dilihat pada Gambar 2.
24
Gambar 2. Diagram Skema dari Spektrometer FTIR (Fourier Transform Infra
Red) (Zhang, 2007).
3. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu, dimana
sinar UV (Ultra Violet) memiliki rentang panjang gelombang 200-400 nm dan
sinar tampak (Visible) memiliki rentang panjang gelombang 400-750 nm. Dalam
pengukurannya, alat ini melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis. Spektrum UV-Vis yang dihasilkan digunakan untuk
analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif yang dapat dilakukan yaitu pengukuran
konsentrasi dari suatu analit. Konsentrasi suatu analit dapat ditentukan dengan
mengukur absorbansi pada panjang gelombang tertentu yang didasarkan pada
25
Hukum Lambert-Beer (Day dan Underwood, 2002). Diagram skema dari
spektrometer UV-Vis single beam dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Skema dari Spektrometer UV-Vis Single Beam (Zhang,
2007).
Berikut ini adalah komponen-komponen utama dari Spektrofotometer UV-Vis:
1) Sumber radiasi
Sumber cahaya pada spektrofotometer UV-Vis harus memiliki radiasi yang stabil
dan intensitas yang tinggi. Lampu deuterium digunakan untuk penentuan UV dan
lampu tungsten filamen digunakan untuk penentuan visible.
2) Monokromator
Monokromator adalah suatu alat yang digunakan untuk menguraikan cahaya
polikromatis menjadi beberapa monokromatis yang berbeda. Monokromator
dapat berupa prisma atau kisi difraksi.
3) Kuvet
Kuvet pada spektrofotometer UV-Vis digunakan sebagai tempat (wadah) analit
yang akan dianalisis. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dipenuhi agar kuvet
dapat digunakan pada spektrofotometer UV-Vis:
a) Tidak berwarna
b) Memiliki permukaan yang sejajar secara optis
c) Tidak bereaksi dengan bahan-bahan kimia
d) Tidak rapuh
26
e) Memiliki bentuk yang sederhana
4) Detektor
Detektor berfungsi sebagai pemberi respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang. Cahaya akan diubah menjadi sinyal listrik, kemudian akan
ditampilkan sebagai angka digital atau bentuk jarum penunjuk
(Skoog et al., 1996).
4. PSA (Particel Size Analyzer)
PSA (Particel Size Analyzer) adalah suatu alat yang digunakan untuk menentukan
distribusi ukuran partikel pada suatu emulsi, suspensi, dan bubuk kering. PSA
dapat menganalisis partikel suatu sampel yang bertujuan menentukan ukuran
partikel dan distribusinya dari sampel yang representatif. Distribusi ukuran
partikel dapat diketahui melalui gambar yang dihasilkan. Ukuran tersebut
dinyatakann dalam jari-jari untuk partikel yang berbentuk bola. Penentuan ukuran
partikel menggunakan PSA dapat dilakukan dengan:
1) Difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submikron sampai dengan
milimeter.
2) Coulter principle untuk mengukur dan menghitung partikel yang berukuran
mikron sampai dengan milimeter.
3) Penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang berukuran mikron sampai
nanometer
(Monita, 2015).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari – Juni 2018 di Laboratorium
Analitik FMIPA Universitas Lampung. Karakterisasi karbon aktif menggunakan
SEM (Scanning Electron Microscope), SEM-EDX (Scanning Electron
Microscope-Energy Dispersive X-ray), FTIR (Fourier Transform Infra Red)
dilakukan di Unit Pelayanan Teknis Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi
Teknologi (UPT-LTSIT) Universitas Lampung, sedangkan karakterisasi PSA
(Particle Size Analyzer) dilakukan di PT. Nanotech Herbal Indonesia dan uji
adsorpsi menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) dilakukan
di Laboratorium Instrumentasi FMIPA Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, pH meter,
shaker, kertas saring, oven, furnace, neraca analitik, ayakan mesh 106, desikator,
mortal dan alu, gegep, cawan krus, cawan porselin, centrifuge, SEM (Scanning
Electron Microscope), SEM-EDX (Scanning Electron Microscope-Energy
Dispersive X-ray), FTIR (Fourier Transform Infra Red), PSA (Particle Size
Analyzer), dan spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible).
28
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit singkong, ZnCl2
(5, 10, 30, 40, 60, dan 70 %), NaCl (5, 10, dan 30 %), metanol (HPLC grade), air
suling, aquabides, larutan standar fenantrena, larutan iodium 0,1 N, larutan
natrium tiosulfat 0,1 N, dan larutan kanji 1%.
C. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan karbon aktif dari kulit singkong
Kulit singkong dibersihkan dari pengotornya, kemudian dikering anginkan dan
dipanaskan dalam oven untuk menghilangkan kadar airnya pada suhu 130 °C
selama 6 jam. Kulit singkong kering dikarbonisasi dengan furnace pada suhu 450
°C selama 25 menit. Karbon yang dihasilkan kemudian didinginkan lalu digerus
dengan mortal dan alu. Karbon yang diperoleh kemudian diaktivasi secara kimia
dengan variasi konsentrasi aktivator yaitu ZnCl2 (5, 10, 30, 40, 60, dan 70 % ) dan
NaCl (5, 10, dan 30 %). Kemudian ditambah 150 mL air suling, dicampur hingga
berbentuk slurry, dan didiamkan selama 45 menit.
Karbon yang diperoleh kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 115 °C
selama 3 jam. Selanjutnya karbon aktif diaktivasi secara fisika, yaitu
menggunakan furnace pada suhu 700 °C selama 60 menit. Karbon aktif yang
diperoleh didinginkan, kemudian dicuci dengan air suling hingga pH 6,8 ± 0,2.
Karbon aktif kemudian dikeringkan pada suhu 115 °C selama 3 jam lalu
didinginkan, kemudian diayak dengan ayakan mesh 106. Karbon aktif yang telah
diperoleh disimpan dalam suatu wadah . Kemudian karbon aktif ditentukan
kualitasnya berdasarkan rendemen, kadar air, kadar abu, bagian yang hilang pada
29
pemanasan 900 °C, kadar karbon aktif murni, dan daya serap iod untuk
mengetahui konsentrasi aktivator yang optimum.
Selanjutnya dilakukan variasi impregnasi (massa karbon aktif : volume aktivator)
yaitu 1:5; 2:4; 3:3; 4:2; dan 5:1 pada konsentrasi optimum yang diperoleh dengan
proses yang sama seperti pada variasi konsentrasi aktivator. Karbon aktif yang
diperoleh disimpan dalam suatu wadah. Kemudian karbon aktif hasil variasi
impregnasi (massa karbon aktif : volume aktivator) juga ditentukan kualitasnya
berdasarkan rendemen, kadar air, kadar abu, bagian yang hilang pada pemanasan
900 °C, kadar karbon aktif murni, dan daya serap iod untuk mengetahui
perbandingan massa karbon aktif dan volume aktivator yang optimum.
2. Kualitas Karbon Aktif
Penentuan kualitas karbon aktif dilakukan untuk mengetahui apakah karbon aktif
yang dihasilkan telah memenuhi standar SNI 06 – 3730 – 1995 tentang syarat
mutu dan pengujian arang aktif.
a. Rendemen (SNI 06 ─ 3730 ─ 1995)
Penentuan rendemen karbon aktif dilakukan dengan cara menimbang massa
cawan, massa cawan + karbon aktif sebelum aktivasi fisika, dan massa cawan +
karbon aktif setelah aktivasi secara fisika.
Rendemen c - a
b - ax 100 ………………………............. 1)
Keterangan:
a = massa cawan (g)
30
b = massa cawan + karbon aktif sebelum aktivasi fisika (g)
c = massa cawan + karbon aktif setelah aktivasi fisika (g)
b. Kadar air (SNI 06 ─ 3730 ─ 1995)
Penentuan kadar air dilakukan untuk mengetahui sifat higroskopis (daya serap air)
karbon aktif (Permatasari dkk., 2014). Karbon aktif sebanyak 1 g ditempatkan ke
dalam cawan porselin yang telah dikeringkan dan ditimbang kemudian
dimasukkan dalam oven pada suhu 110 °C selama 1 jam. Hasil yang diperloleh
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan
persamaan:
-
- …………….………............. 2)
Keterangan:
a = massa cawan (g)
b = massa cawan + karbon aktif sebelum pemanasan (g)
c = massa cawan + karbon aktif setelah pemanasan (g)
c. Kadar abu (Prastiwi, 2014)
Penentuan kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan oksida logam yang
terkandung dalam karbon aktif (Permatasari dkk., 2014). Karbon aktif sebanyak
2 g ditempatkan ke dalam cawan krus yang telah dikeringkan dan ditimbang
kemudian dimasukkan dalam furnace pada suhu 700 °C selama 6 jam atau hingga
seluruh karbon aktif menjadi abu. Hasil yang diperloleh kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan persamaan:
adar abu c -
- ax 100 …………………………............. 3)
Keterangan:
a = massa cawan (g)
31
b = massa cawan + karbon aktif sebelum pemanasan (g)
c = massa cawan + karbon aktif setelah pemanasan (g)
d. Bagian yang hilang pada pemanasan 900 °C (Prastiwi, 2014)
Penentuan bagian yang hilang pada pemanasan 900 °C dilakukan untuk mengukur
kandungan senyawa yang belum menguap pada proses aktivasi tetapi menguap
pada suhu 900 °C. Karbon aktif sebanyak 1 g ditempatkan ke dalam cawan krus
yang telah dikeringkan dan ditimbang, kemudian dimasukkan dalam furnace pada
suhu 900 °C selama 10 menit. Hasil yang diperoleh kemudian ditimbang. Bagian
yang hilang pada pemanasan 900 °C dihitung dengan persamaan:
pada pemanasan 900 b -
- ax 100 ……........................(4)
Keterangan:
a = massa cawan (g)
b = massa cawan + karbon aktif sebelum pemanasan (g)
c = massa cawan + karbon aktif setelah pemanasan (g)
e. Kadar karbon aktif murni (SNI 06 ─ 3730 ─ 1995)
Karbon aktif murni merupakan jumlah karbon murni yang terikat dalam karbon.
Penentuan kadar karbon aktif murni bertujuan untuk mengetahui jumlah karbon
yang tersisa setelah proses karbonisasi (Prastiwi, 2014). Kadar karbon aktif murni
dapat dihitung dengan persamaan:
arbon 100 - ......................................(5)
Keterangan:
a = kadar abu (%)
b = bagian yang hilang pada pemanasan 900 °C (%)
32
f. Daya serap iod (SNI 06 ─ 3730 ─ 1995)
Daya serap iod mengindikasikan kemampuan karbon aktif dalam mengadsorpsi
komponen dengan berat molekul rendah (Permatasari dkk., 2014). Karbon aktif
sebanyak 0,5 g dicampurkan dengan 50 mL larutan iodium 0,1 N.
Kemudian dikocok selama 15 menit lalu disaring. Filtrat yang diperoleh sebanyak
10 mL dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N hingga warna
kuning dari larutan telah samar kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan
kanji 1% dan dititrasi kembali hingga warna biru tepat hilang. Daya serap iod
dapat ditentukan dengan persamaan:
aya serap iod mg g⁄ ) ( –
x
) x x 5
.............…............. 6)
Keterangan:
volume titrasi Na2S2O3 mL
konsentrasi Na2S2O3 N
3. Karakterisasi Karbon Aktif
Karbon aktif yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan SEM untuk melihat
morfologi permukaan karbon aktif, dikarakterisasi menggunakan SEM-EDX
untuk melihat morfologi permukaan dan komposisi karbon aktif, dikarakterisasi
menggunakan FTIR untuk menentukan gugus fungsi yang terdapat pada karbon
aktif, dikarakterisasi menggunakan PSA untuk mengetahui ukuran partikel karbon
aktif, dan dikarakterisasi menggunakan Spektrofotometer UV-Vis untuk
mengetahui % adsorpsi dari fenantrena.
33
4. Pembuatan Larutan Induk Fenantrena
Larutan induk fenantrena 100 mg/L dibuat dengan cara melarutkan 10 mg padatan
fenantrena menggunakan campuran pelarut metanol (HPLC Grade) dan aquabides
dengan perbandingan 1:1 dalam labu takar 100 mL, kemudian ditambah campuran
metanol (HPLC Grade) dan aquabides hingga tanda terra dan dihomogenkan.
Kemudian dibuat larutan standar fenantrena 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 mg/L dari
larutan induk fenantrena 100 mg/L, salah satu larutan standar dianalisis
menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui panjang gelombang
maksimumnya.
5. Uji Adsorpsi
a. Pengaruh konsentrasi adsorbat
Sebanyak 20 mL larutan standar fenantrena dengan variasi konsentrasi 0,5; 1; 1,5;
2; dan 2,5 mg/L masing-masing ditambah 15 mg karbon aktif. Campuran tersebut
kemudian diaduk selama 60 menit dengan kecepatan 150 rpm pada suhu kamar.
Kemudian campuran disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit
dan filtratnya dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimumnya untuk mengetahui konsentrasi larutan standar
fenantrena sesudah proses adsorpsi.
b. Pengaruh penambahan massa adsorben
Sebanyak 20 mL larutan standar fenantrena dengan konsentrasi optimum
ditambah karbon aktif dengan variasi massa yaitu 5, 10, 15, 20, dan 25 mg.
34
Campuran yang diperoleh kemudian diaduk selama 60 menit dengan kecepatan
150 rpm pada suhu kamar. Kemudian campuran disentrifugasi dengan kecepatan
2000 rpm selama 10 menit dan filtratnya dianalisis menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimumnya untuk
mengetahui konsentrasi larutan standar fenantrena sesudah proses adsorpsi.
35
Gambar 4. Diagram Alir Penelitian
Kulit singkong bersih
Pengeringan
Karbonisasi
Pendinginan
Penggerusan
Aktivasi kimia (ZnCl2 dan
NaCl dengan variasi
konsentrasi)
Aktivasi fisika (700 °C selama
60 menit)
Penggerusan
Pengayakan
Penentuan karakteristik karbon
aktif hasil aktivasi
Aktivasi kimia [ZnCl2 dan NaCl
dengan variasi impregnasi
(massa karbon aktif:volume
aktivator) pada konsentrasi
optimum]
Aktivasi fisika (700 °C selama
60 menit)
Penggerusan
Pengayakan
Karakterisasi (SEM, SEM-EDX
FTIR, PSA)
Uji adsorpsi (pengaruh
konsentrasi adsorbat dan
penambahan massa adsorben)
Penentuan karakteristik karbon
aktif hasil aktivasi
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh
kesimpulan:
1. Karbon aktif telah berhasil dibuat dari limbah kulit singkong dengan aktivasi
kimia menggunakan ZnCl2 dan NaCl serta aktivasi fisika menggunakan suhu
700 °C.
2. Karbon aktif yang telah diaktivasi menggunakan ZnCl2 dan NaCl memiliki
morfologi permukaan berpori berdasarkan hasil karakterisasi SEM, karbon yang
diaktivasi menggunakan NaCl masih mengandung Ca dan K yang termasuk dalam
pengotor karbon aktif berdasarkan hasil karakterisasi SEM-EDX.
3. Karbon yang diaktivasi menggunakan ZnCl2 dan NaCl bersifat tidak lebih
polar bila dibandingkan dengan karbon tanpa aktivasi berdasarkan karakterisasi
FTIR, dan karbon yang diaktivasi menggunakan ZnCl2 memiliki diameter yang
lebih kecil daripada karbon yang diaktivasi menggunakan NaCl berdasarkan hasil
karakterisasi PSA.
4. Karbon aktif terbaik yang diperoleh berasal dari karbon aktif yang diaktivasi
menggunakan ZnCl2 70% dengan perbandingan impregnasi 1:5.
67
5. Adsorpsi fenantrena oleh karbon aktif kulit singkong optimum pada
konsentrasi adsorbat 2 mg/L dan pada penambahan massa adsroben 15 mg yaitu
59,5297%
B. Saran
Pada penelitian selanjutnya disarankan:
1. Membuat dan mengarakterisasi karbon aktif dari limbah kulit singkong
menggunakan aktivator ZnCl2 70% (1:5) dengan variasi suhu pada proses aktivasi
fisika untuk memperoleh suhu aktivasi fisika yang optimum.
2. Melakukan uji adsorpsi terhadap senyawa fenantrena yang didasarkan oleh
pengaruh waktu kontak untuk mengetahui waktu optimum dari proses adsorpsi
karbon kulit singkong.
3. Melakukan penentuan proses adsorpsi menggunakan model isoterm adsorpsi
selain Langmuir dan Freundlich untuk mengetahui kecenderungan proses adsorpsi
yang terjadi pada karbon kulit singkong.
DAFTAR PUSTAKA
Alothman, Z. A., M. A. Habila, and R. Ali. 2011. Preparation of Activated Carbon
Using The Copyrolysis of Agricultural and Municipal Solid Wastes at A
Low Carbonization Temperature. International Conference on Biology,
Environment and Chemistry. 24: 67-72.
Ahmedna, M., W.E. Marshall, and R.M. Rao. 2000. Production of Granular
Activated Carbons from Select Agricultural by-Products and Evaluation of
Their Physical, Chemical and Adsorption Properties. Bioresource
Technology. 71(2):113-123.
Angin, D. 2014. Production and Characterization of Activated Carbon from Sour
Cherry Stones by Zinc Chloride. Fuel. 115:804-811.
Anjani, R. R. dan T. Koestiari. 2014. Penentuan Massa dan Waktu Kontak
Optimum Adsorpsi Karbon Granular sebagai Adsorben Logam Berat Pb (II)
Dengan Pesaing Ion Na+. UNESA Journal of Chemistry. 3(3): 159-163.
Anonim.2017. Kegunaan Karbon Aktif. http://www.anm.co.id/article/detail/44/
kegunaan-karbon-aktif-#.WiTSVjWlbqA. Diakses pada tanggal 04
Desember 2017 pukul 11.03 WIB.
Ariyani. P. A. R., R. P. Eka, dan R. Fathoni. 2017. Pemanfaatan Kulit Singkong
sebagai Bahan Baku Arang Aktif dengan Variasi Konsentrasi NaOH dan
Suhu. Konversi. 6(1): 7-10.
Artiyani, A. 2011. Bioetanol dari Limbah Kulit Singkong Melalui Proses
Hidrolisis dan Fermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae. (Tesis).
Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Asip, F., R. Mardhiah, dan Husna. 2008. Uji Efektivitas Cangkang Telur dalam
Mengadsorpsi Ion Fe dengan Proses Batch. Jurnal Teknik Kimia. 15(2): 22-
26.
69
Asnawati, A., R. R. Kharismaningrum, dan A. Novita. 2017. Penentuan Kapasitas
Adsorpsi Selulosa Terhadap Rhodamin B dalam Sintesis Dinamis. Jurnal
Kimia Riset. 2(1): 23-29.
Augustine, D. 2008. Akumulasi Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (PAH) dalam
Kerang Hijau (Perna viridis L.) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta.
(Skripsi). Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2016. Tanaman Ubi Kayu Per-Provinsi. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
Bhatnagar, A., W. Hogland, M. Marques, and M. Sillanpaa. 2013. An Overview
Of The Modification Methods of Activated Carbon for Its Water Treatment
Applications. Chemical Engineering Journal. 219: 499-511.
Busana, A. A., D. Susanti, dan H. Purwaningsih. 2012. Pengaruh Temperatur
Karbonisasi dan Konsentrasi Zink Klorida (ZnCl2) Terhadap Luas
Permukaan Karbon Aktif Eceng Gondok. Jurnal Teknik Material dan
Metalurgi. 10(3): 1-10.
Cai, S. S., J. A. Syage, K. A. Hanold, and M. P. Balogh. 2009. Ultra Performance
Liquid Chromatography-Atmospheric Pressure Photoionization-Tandem
Mass Spectrometry for High-Sensitivity and High-Throughput Analysis of
U.S. Environmental Protection Agency16 Priority Pollutants Polynuclear
Aromatic Hydrocarbons. Analytical Chemistry. 81(6): 2123-2128.
Cerniglia, C. E. and J. B. Sutherland. 2010. In Handbook of Hydrocarbons and
Lipid Microbiology (ed Kenneth. N. Timmis). Springer-Verlag. Berlin.
Chen, B., M. Yuan, and H. Liu. 2011. Removal of Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons from Aqueous Solution Using Plant Residue Materials as A
Biosorbent. Journal of Hazardous Materials. 188(1-3). 436-442.
Culoota, L., C. D. Stefano, A. Gianguzza, M. R. Mannino, and S. Orecchio. 2006.
The PAH Composition of Surface Sediments from Stagnone Coastal
Lagoon, Marsala (Italy). Marine Chemistry. 99(1-4): 117-127.
Dabrowski, A., P. Podkoscielny, Z. Hubicki, and M. Barczak. 2005. Adsorption
of Phenolic Compounds by Activated Carbon-A Critical Review.
Chemosphere. 58(8): 1049-1070.
Day, R. A. dan Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edsi Keenam.
Erlangga. Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
70
Gin, W. A., A. Jimoh, A. S. Abdulkareem, and A. Giwa. 2014. Utilization of
Cassava Peel Waste as A Raw Material for Activated Carbon Production:
Approach to Environmental Protection in Nigeria. International Journal of
Engineering Research & Technology. 3(1): 35-42.
Hartini, Y. H. dan Mudjijono. 2015. Studi arakter Pori Terhadap omposit γ -
Alumina - Karbon Aktif dari Limbah Kulit Singkong (Manihot esculenta
cranz). ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia. 1(11): 47-57.
Ikawati dan Melati. 2009. Pembuatan Karbon Aktif dari Limbah KulitSingkong
UKM Tapioka Kabupaten Pati. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia.
Bandung.
Isroi. 2017. Pengomposan Limbah Kulit Singkong dengan Promi. https://isroi.
com/2017/08/13/pengomposan-limbah-kulit-singkong-dengan-promi/.
Diakses pada tanggal 09 November 2017 pukul 20.25 WIB.
Janbandhu, A. and M. H. Fulekar. 2011. Biodegradation of Phenanthrene Using
Adapted Microbial Consortium from Petrochemical Contaminated
Environment. Journal of Hazardous Material. 187(1-3): 333-340.
Kadirvelu, K., M. Kavipriya, C. Karthika, M. Radhika, N. Vennilamani, and S.
Pattabhi. 2003. Utilization of Various Agricultural Wastes for Activated
Carbon Preparation on Application for The Removal of Dyes and Metal
Ions from Aquoeous Solutions. Bioresource Technology. 129-132.
Karimnezhad, L., M. Haghighi, and E. Fatehifar. 2014. Adsorption of Benzene
and Toluene from Waste Gas Using Activated Carbon Activated by ZnCl2.
Frontiers of Environmental Science & Engineering. 8(6): 835–844.
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2004. Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air
laut. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta.
Khuluk, R. H. 2016. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Tempurung
Kelapa (Cocous nucifera L.) sebagai Adsorben Zat Warna Metilen Biru.
(Skripsi). Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Lampung. Lampung.
Kristianto, H. 2017. Review: Sintesis Karbon Aktif dengan Menggunakan
Aktivasi Kimia ZnCl2. Jurnal Integrasi Proses. 6(3): 104-111.
Kroschwitz, J. T. 1990. Polimer Characterization and Analysis. John Wiley &
Sons, Inc. New York.
Liu, B., J. Gu, and J. Zhou. 2016. High Surface Area Rice Huskbased Activated
Carbon Prepared by Chemical Activation with ZnCl2-CuCl2 Composite
Activator. Environmental Progress & Sustainable Energy. 35(1): 133-140.
71
Maelani, A. I. 2015. Pembuatan Karbon Aktif dari Jerami Padi Menggunakan
Activating Agent H3PO. (Skripsi). Departemen Fisika Fakultas Matematika
Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Marsh, H. and F. Rodriguez-Reinozo. 2006. Activated Carbon. Elsevier Science
& Technology Books. Ukraina.
Maulinda, L., N. Za, dan D. N. Sari. 2015. Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai
Bahan Baku Arang Aktif. Jurnal Teknologi Kimia Unimal. 4(2): 11-19.
Mikrajuddin, A. dan Khairurrijal. 2009. Review: Karakterisasi Nanomaterial.
Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. 2(1): 1-9.
McGrath, T. E., J. B. Wooten, W. G. Chan, and M. R. Hajaligol. 2007. Formation
of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons from Tobacco: The Link Between
Low Temperature Residual Solid (Char) and PAH Formation. Food and
Chemical Toxicology. 45(6): 1039-1050.
Monita, R. 2015. Particle Size Analyzer (PSA). https://www.scribd.com/doc/
267659877/PSA-Riyana-Monita- 3325110307-docx. Diakses pada tanggal
09 Juli 2018 pukul 14.40 WIB.
Nafi’ah, R. 2016. inetika Adsorpsi Pb II) dengan Adsorben Arang Aktif dari
Sabut Siwalan. Jurnal Farmasi Sains dan Praktis. 1(2): 28-37.
Nasy’ah, Y. 2016. Penentuan andungan Senyawa Polisiklik Aromatik
Hidrokarbon (PAH) di Perairan Daerah Permukiman Teluk Betung
Menggunakan Metode SPME GC-MS. (Skripsi). Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung. Lampung.
Omotosho, O. and A. Amori, 2016. Effect of Zinc Chloride Activation on
Physicochemical Characteristics of Cassava Peel and Waste Bamboo
Activated Carbon. International Journal of Chemical and Molecular
Engineering. 10(6): 815-820.
Orecchio, S., V. P. Ciotti, and L. Culotta. 2009. Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs) in Coffee Brew Samples: Analytical Method by GC-
MS, Profile, Levels And Sources. Food and Chemical Toxicology. 47(4):
819-826.
Pambayun, G. S., R. Y. E. Yulianto, M. Rachimoellah, dan E. M. M. Putri. 2013.
Pembuaatn Karbon Aktif dari Arang Tempurung Kelapa dengan Aktivator
ZnCl2 dan Na2CO3 sebagai Adsorben untuk Mengurangin Kadar Fenol
dalam Air Limbah. Jurnal Teknik Pomits. 2(1): 116-120.
Permatasari, A. R., L. U. Khasanah, dan E. Widowati. 2014. Karakterisasi Karbon
Aktif Kulit Singkong (Manihot utilissima) dengan Variasi Jenis Aktivator.
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 7(2): 70-75.
72
Permana, F. D. 2017. Adsorpsi Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon
Fenantrena dengan Menggunakan Adsorben Karbon Aktif dari Sekam Padi
(Oryza sativa). (Skripsi). Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Lampung. Lampung.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia (PP) Nomor 19 Tahun 1999(19/1999) Tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Perusakan Laut. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia. Jakarta.
Prastiwi, D. A. 2014. Penggunaan ZnCl2 sebagai Aktivator Karbon Aktif dari
Limbah Padat Agar dan Aplikasinya sebagai Adsorben pada Limbah Cair
Industri Tahu. (Skripsi). Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pratiwi, I. D. 2013. Pengaruh Subtitusi Tepung Kulit Singkong Terhadap Kualitas
Muffin. (Skripsi). Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik.
Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Purnamasari, U. I. 2018. Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit Salak (Salacca
zalacca) dengan Proses Pengaktifan Karbon Dioksida (CO2) Menggunakan
Pemanas Microwave. (Skripsi). Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Purnomo, Y., S. Sy, H. Muchtar, dan R. Kumar. 2017. Pembuatan dan
Karakterisasi Tinta Serbuk Printer Berbahan Baku Arang Aktif dari Limbah
Padat Pengolahan Gambir. Jurnal Litbang Industri. 7(2):71-80.
Rizka, R. B., dan W. Anggraini 2017. Pembuatan Karbon Aktif dari Bambu
sebagai Basis Katalis Fe-Co untuk Reaksi Fischer-Tropsch. (Skripsi).
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi
Sepuluh November. Surabaya.
Sahara, E., W. D. Sulihingtyas, dan I. P. A. S Mahardika. 2017. Pembuatan dan
Karakterisasi Arang Aktif dari Batang Tanaman Gumitir (Tagetes erecta)
yang Diaktivasi dengan H3PO4. Jurnal Kimia. 11(1): 1-9.
Santoso, R. H., B. Susilo, dan W. A. Nugroho. 2014. Pembuatan dan Karakterisasi
Karbon Aktif dari Kulit Singkong (Manihot esculenta Crantz)
Menggunakan Activating Agent KOH. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis
dan Biosistem. 2(3): 279-286.
Saputra, R. R. 2017. Penentuan Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH)
di Perairan Kawasan Industri Teluk Lampung Menggunakan Metode SPME.
(Skripsi). Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Lampung. Lampung.
73
Silverstein, R. M., Bassler, G. C., and Morrill, T. C. 1986. Penyidikan
Spektrometrik Senyawa Organik. Erlangga. Jakarta.
Skoog, D. A., West, D. M., and Holler, F. J. 1996. Fundamental of Analitycal
Chemistry 7th
Edition. Saunders College Publishing. United States of
America.
Smol, M., M. Wlodarczyk-Makula, and D. Wloka. 2014. Adsorption of Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons (PAHs) from Aqueous Solutions on Different
Sorbent. Civil and Environmental Engineering Reports. 13(2): 87-96.
SNI 06 ─3730 ─ 1995. Arang Aktif Teknis. Badan Standarisasi Nasional.
Sujatno, A., R. Salam, Bandriyana, dan A. Dimyati. 2015. Studi Scanning
Electron Microscopy (SEM) untuk Karakterisasi Proses Oxidasi Paduan
Zirkonium. Jurnal Forum Nuklir (JFN). 9(2): 44-50.
Suhendra, D. dan E. R. Gunawan. 2010. Pembuatan Arang Aktif dari Batang
Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaannya pada
Penjerapan Ion Tembaga (II). Makara, Sains. 14(1): 22-26.
Surest, A. H., I. Permana., dan R. G. Wibisono. 2010. Pembuatan Karbon Aktif
dari Biji Ketapang. Jurnal Teknik Kimia Universitas Sriwijaya. 7(4): 1-11.
Trasande, L., E.M. Urbina, M. Khoder, M. Alghamdi, I. Shabaj, M. S. Alam, R.
M. Harrison, and M. Shamy. 2015. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons,
Brachial Artery Distensibility and Blood Pressure Among Children
Residing Near An Oil Refinery. Environmental Research. 136:133-140.
Utomo, S. 2014. Pengaruh Waktu Aktivasi dan Ukuran Partikel Terhadap Daya
Serap Karbon Aktif dari Kulit Singkong dengan Aktivator NaOH. Seminar
Nasional Sains dan Teknologi. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta.
Wikipedia. 2017. Fenantrena. https://id.wikipedia.org/wiki/Fenantrena. Diakses
pada tanggal 10 November 2017 pukul 21.22 WIB.
Xi, Z. and B. Chen. 2014. Removal of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons from
Aqueous Solution by Raw and Modified Plant Residue Materials as
Biosorbents. Journal of Environmental Sciences. 26(4): 734-748.
Yahya, M. A., Z. Al-Qodah, and , C. W. Z. Ngah. 2015. Agricultural Bio-Waste
Materials as Potential Sustainable Precursors Used for Activated Carbon
Production: A Review. Renewable and Sustainable Energy Reviews. 46:
218–235.
74
Zakaria, M. P. and A. A. Mahat. 2006. Distribution of Polycyclic Aromatic
Hydrocarbon (PAHs) in Sediments in The Langet Estuary. Coastal Marine
Science. 30(1): 387-395.
Zhang, C. C. 2007. Fundamentals of Environmental Sampling and Analysis. John
Wiley & Sons, Inc. New Jersey.
Zikra, N.R. Y., Chairul, dan S. R. Yenti. 2016. Adsorpsi Ion logam Pb dengan
Menggunakan Karbon Aktif Kulit Durian yang Teraktivasi. Jom FTEKNIK.
3(1): 1-8.
Zulaihah, L., A. Marasabessy, dan R. Arifati. 2016. Penggunaan Adsorben
Tertentu untuk Penyerapan Polyaromatic Hydrocarbon dalam Air Laut dan
Gas Buang Kendaraan Bermotor. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi
Sains & Teknolgi. 145-150.